Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang...

125
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DI BIDANG PERTANAHAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH (ANALISIS TERHADAP KEWENANGAN BIDANG PERTANAHAN ANTARA PEMERINTAH KOTA BATAM DAN OTORITA PENGEMBANGAN DAERAH INDUSTRI PULAU BATAM) TESIS Oleh NOVLINDA 087011147/M.Kn PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Universitas Sumatera Utara

description

TESIS oleh Novlinda (FH USU 2010)

Transcript of Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang...

Page 1: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DI BIDANG PERTANAHAN

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG

PEMERINTAHAN DAERAH (ANALISIS TERHADAP KEWENANGAN

BIDANG PERTANAHAN ANTARA PEMERINTAH

KOTA BATAM DAN OTORITA PENGEMBANGAN

DAERAH INDUSTRI PULAU BATAM)

TESIS

Oleh

NOVLINDA

087011147/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

2

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DI BIDANG PERTANAHAN

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG

PEMERINTAHAN DAERAH (ANALISIS TERHADAP KEWENANGAN

BIDANG PERTANAHAN ANTARA PEMERINTAH

KOTA BATAM DAN OTORITA PENGEMBANGAN

DAERAH INDUSTRI PULAU BATAM)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

NOVLINDA

087011147/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

3

Judul Tesis : KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DI

BIDANG PERTANAHAN BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004

TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

(ANALISIS TERHADAP KEWENANGAN

BIDANG PERTANAHAN ANTARA

PEMERINTAH KOTA BATAM DAN OTORITA

PENGEMBANGAN DAERAH INDUSTRI PULAU

BATAM)

Nama Mahasiswa : Novlinda

Nomor Pokok : 087011147

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Pro. Muhammad Abduh, SH)

Ketua

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Notaris Syafnil Gani, SH, MHum)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Tanggal lulus : 20 Nopember 2010

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

4

Telah diuji pada

Tanggal : 20 Nopember 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Muhammad Abduh, SH

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

2. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

4. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

5

ABSTRAK

Masalah Pertanahan merupakan masalah yang sangat pelik dan sering kali

menimbulkan sengketa yang berkepanjangan dalam dinamika kehidupan masyarakat

Indonesia. Berbagai daerah di nusantara masing-masing memiliki karakteristik

permasalahan pertanahan yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.

Keadaan ini semakin nyata sebagai konsekwensi dari dasar kemakmuran dan

pandangan orang Indonesia terhadap tanah, pada umumnya orang Indonesia

memandang tanah sebagai sarana tempat tinggal yang dapat memberikan

penghidupan, tanah juga dapat dijadikan suatu investasi yang menguntungkan

sehingga tanah mempunyai fungsi yang sangat penting. Penetapan status pulau Batam

sebagai daerah industri melalui Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973. Tentang

pembentukan otorita pengembangan daerah industri pulau Batam, yang tidak saja

perubahan dalam pola kebijakan di bidang industri tetapi juga di bidang pertanahan.

Hal ini dapat di lihat dengan terbentuknya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor

43 Tahun 1977 yang mengatur tentang pengelolaan dan penggunaan tanah di daerah

industri pulau Batam, yang di berikan hak pengelolaan (HPL) kepada Otorita Batam.

Lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan UU

Nomor 32 Tahun 2004, tentang pemerintahan daerah, mengakibatkan kewenanagan

di bidang pertanahan menjadi dilema dalam pelaksanaannya antara pemerintah daerah

Batam dengan Otorita Batam.

Jenis penelitian Tesis ini adalah penelitian Yuridis Normatif yang bersifat

Deskriptif analisis. Maksudnya adalah suatu analisa data yang berdasarkan teori

hukum yang bersifat umum, diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat

data yang lain. Dari pendekatannya penelitian ini bersifat memaparkan dan

menganalisa permasalahan yang ada. Untuk kemudian di tarik kesimpulan yang

menjadi inti dari solusi permasalah tersebut.

Berlakunya UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang pemerintahan daerah tidak

dapat langsung secara serta merta diberlakukan di pulau Batam, khususnya

kewenangan pemerintah daerah dibidang pertanahan. Hal ini disebabkan antara lain

karena UU nomor 32 tahun 2004 Tentang pemerintahan daerah tersebut tidak

mengatur secara jelas dan terperinci mengenai bentuk dan jenis kewenangan bidang

pertanahan tersebut. Untuk pelaksanaan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 perlu dibentuk suatu peraturan khusus yang memperinci secara jelas dan

tegas tentang batas kewenangan di bidang pertanahan tersebut. Disamping itu

pemerintah Republik Indonesia perlu menerbitkan Undang-Undang/Peraturan

Pemerintah tentang Hubungan kerja antara pemerintah Kota Batam dan Otorita

Batam untuk meningkatkan keselarasan, keseimbangan dan keserasian kewenangan

di bidang pertanahan tersebut, dan perlu pula ditetapkan jangka waktu transisi melalui

suatu peraturan yang tegas dan jelas untuk mengantisipasi munculnya masalah-

masalah yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.

Kata Kunci : UU No. 32 Tahun 2004

Kewenangan Bidang Pertanahan Pulau Batam

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

6

ASBTRACT

Land issue is a very complicated problem which frequently results in a long

dispute in the life dynamics of Indonesian community members. Each area in

Indonesia has its own land problem characteristics. This condition is a clear

consequence of the basicof prosperity and the view of life of the people of Indonesia

on land. In general, to the people of Indonesia, land is a facility of where to live in

and can also be a beneficial investment that land has a very important function.

The decision of the status of Batam Island as an industrial area through the

Presidential Decree Number 41/1973 on the establishment of the authority of Batam

industrial area development not only changed the policy patterns in the sector of

industry but also in the sector of land use. It can be seen through the issuance of the

Decree of Minister of Domestic Affairs Number 43/1977 regulating the management

and the use of land in the industrial area of Batam Island which gave the batam

Authority the right to manage the land. The issuance of Law No. 22/1999 which was

then amended by Law No. 32/2004 on Local Administration resulted in the dilemma

between the local government of Batam and the Batam Authority on who holds and

implements the land authority.

This is a normative juridical study with descriptive analysis which is meant to

analyze the raw data based on a general legal theory applied to describe a set of the

other raw data. Basically, the approach used showed that this study describes and the

analyzes the existing research problems form which a conclusion was drawn to be the

core of the problem solution.

The Law no. 32 /2004 on Local Government issued could not be directly

implemented in Batam Island, especially the clause on the authority of local

government in the sector of land use because tha Law No. 32/2004 on Local

Government does not regulate the form and the kind of authority applied in the sector

of land use in clear details. To effectively implement Law No. 32/200, a strict, clear

establishe. In addition, the Government of theRepublic of Indonesia needs to issue a

Law/Government Regulation on the Work Relationship between the City Government

of Batam and the Batam Authority to improve the harmony, balance and compatible

authority in the sector of land, and the period of transition should also be set based

on a strict and clear regulation to anticipate the incident of the problems that may

cause a legal uncertainty.

Key words: Law No.32/2004, Authority in the Sector of Land, Batam Island

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

7

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya

dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini

dengan judul “Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah (Analisis Terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan Antara

Pemerintah Kota Batam dan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau

Batam)”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk

memperoleh gelar Magister dalam bidang Ilmu Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan

dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat

diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih

yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan

amat terpelajar Bapak Prof. Muhammad Abduh, SH, Bapak Prof. Dr. Muhammad

Yamin, SH, MS, CN, dan Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum, selaku Komisi

Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk

kesempurnaan penulisan tesis ini.

Dalam kesempatan ini dengan penuh kerendahan hati mengucapkan ucapan

terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, MSC (CTM), Sp.A (K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan

fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, yang telah memberi kesempatan dan fasilitas kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak dan Ibu Guru Besar juga Dosen Pengajar pada Program Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik

dan membimbing penulis sampai kepada tingkat Magister Kenotariatan.

5. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, yang selalu membantu kelancaran dalam hal

manajemen administrasi yang dibutuhkan.

Sungguh rasanya suatu kebanggaan tersendiri dalam kesempatan ini penulis

juga turut menghaturkan sembah sujud dan ucapan terima kasih yang tak terhingga

kepada Ayahanda Alm. Usman Harahap dan Ibunda Hj. Chamsiah yang telah

melahirkan, mengasuh, mendidik dan membesarkan penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan.

iv

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

8

Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada

suamiku Drs. H. Hamdan Basri, MSi dan anak-anakku tersayang Reza Mulyawan dan

Rinda Kharisa, yang selama ini telah memberikan semangat dan doa serta

kesempatan untuk menimba ilmu di Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan

kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu

dilimpahkan kebaikan, kesehatan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna,

namun tak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan

manfaat kepada semua pihak.

Medan, Nopember 2010

Penulis,

Novlinda

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

9

RIWAYAT HIDUP

A. I. IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Novlinda

Tempat/Tanggal Lahir : Pekanbaru/12 Nopember 1961

Status : Menikah

Alamat : Komp. Tiban Bukit Asri Blok B No. 1 Batam

Agama : Islam

II. ORANG TUA

Nama Ayah : Usman Harahap

Nama Ibu : Chamisyah

Nama Suami : Drs. H. Hamdan Basri, MSi

Nama Anak : 1. Reza Mulyawan, Amd. I’m

2. Rinda Charisa

III. PENDIDIKAN

SD : SD Negeri No. 4 Pekanbaru Tahun 1973

SMP : SMP Negeri No. 4 Pekanbaru Tahun 1976

SMA : SMA Negeri No. 4 Pekanbaru Tahun 1979

S1 : Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam

Tahun 2006

S2 : Pascasarjana Program Studi Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tahun

2010

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

10

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ................................................................................................. i

ABSTRACT ................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR .............................................................................. iii

RIWAYAT HIDUP.................................................................................... v

DAFTAR ISI ............................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................... 1

B. Perumusan Masalah.............................................................. 7

C. Tujuan Penelitian.................................................................. 8

D. Manfaat Penelitian................................................................ 8

E. Keaslian Penelitian ............................................................... 9

F. Kerangka Teori dan Konsepsi .............................................. 10

1. Kerangka Teori................................................................ 10

2. Konsepsi.......................................................................... 25

G. Metode Penelitian................................................................. 26

1. Sifat dan Jenis Penelitian ................................................ 26

2. Alat Pengumpul Data ...................................................... 27

3. Analisis Data ................................................................... 28

BAB II PENYERAHAN KEWENANGAN BIDANG PERTANAHAN

PADA PEMERINTAH DAERAH BERDASARKAN UNDANG

UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH ......................................................... 30

A. Pengertian dan Sejarah Otonomi Daerah ............................. 30

B. Jenis-jenis Penyerahan Kemenangan Bidang Pertanahan

dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah ............................................................ 39

C. Peraturan Terkait di Bidang Penyerahan Kewenangan

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

11

Pertanahan Kepada Pemerintah Daerah ................................ 49

BAB III STATUS KEWENANGAN OTORITA BATAM DALAM

BIDANG PERTANAHAN ......................................................... 68

A. Status Kewenangan Otorita Batam dalam Bidang

B. Pertanahan Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41

Tahun 1973 Tentang Daerah Industri Pulau Batam ............. 68

C. Kewenangan Bidang Pertanahan di Pulau Batam ................ 82

BAB IV KEABSAHAN PERATURAN BIDANG PERTANAHAN

YANG TELAH DITERBITKAN OLEH OTORITA BATAM

DENGAN BERLAKUNYA UU NO. 32 TAHUN 2004

TENTANG PEMERINTAH DAERAH .................................... 100

A. Akibat Hukum Berlakunya UU No. 32 Tahun 2004

tentang Pemerintah Daerah ................................................... 100

B. Status Hukum Terhadap Peraturan Bidang Pertanahan

Apabila Terjadi Peralihan Kewenangan................................. 103

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................... 108

A. Kesimpulan........................................................................... 108

B. Saran ..................................................................................... 109

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 111

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah pertanahan merupakan masalah yang sangat pelik dan seringkali

menimbulkan sengketa berkepanjangan dalam dinamika kehidupan bangsa Indonesia.

Peraturan-peraturan yang mengatur masalah pertanahan disamping Undang-Undang

Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 begitu banyak tersebar, sehingga

membingungkan dan terkesan kompleks tidak hanya bagi masyarakat luar, namun

juga bagi para akademisi, pejabat dan banyak instansi yang terkait dengan masalah

pertanahan tersebut. Berbagai daerah di nusantara tentunya memiliki karakteristik

permasalahan pertanahan yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.

Keadaan ini semakin nyata sebagai konsekwensi dari dasar pemahaman dan

pandangan orang Indonesia terhadap tanah. Kebanyakan orang Indonesia memandang

tanah sebagai sarana tempat tinggal yang dapat memberikan penghidupan sehingga

tanah mempunyai fungsi yang sangat penting.

Menurut Boedi Harsono, walaupun tidak dinyatakan dengan tegas, tetapi dari

apa yang tercantum dalam konsiderans, pasal-pasal dan penjelasan, dapatlah

disimpulkan bahwa pengertian agraria dan hukum agraria dalam Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria digunakan dalam

1

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

13

arti yang sangat luas. Pengertian agraria meliputi bumi, air, ruang angkasa dan

kekayaan alam yang terkandung didalamnya.1

Dengan pemakaian sebutan agraria dalam arti yang demikian luasnya, maka

dalam pengertian UUPA, hukum agraria bukan hanya merupakan satu perangkat

bidang hukum. Hukum agraria merupakan suatu kelompok berbagai bidang hukum

yang masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam

tertentu yang meliputi hukum tanah yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah

dalam arti permukaan bumi, hukum air yang mengatur hak-hak penguasaan atas air,

hukum pertambangan yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galian,

hukum perikanan yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang

terkandung di dalam air, hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang

angkasa (bukan Space Law) yang mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan

unsur-unsur dalam ruang angkasa yaitu memberi wewenang untuk mempergunakan

tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa guna usaha memelihara dan

memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung

di dalamnya dan hal-hal lainnya yang bersangkutan dengan itu sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 48 UUPA.2

Menurut Imam Sudiyat, sebagai salah satu unsur essensiil pembentuk negara,

tanah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa pendukung

negara yang bersangkutan, lebih-lebih yang corak agrarisnya mendominasi. Di negara

1 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok

Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2003, hal. 6 2 Ibid, hal. 8.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

14

yang rakyatnya berhasrat melaksanakan demokrasi yang berkeadilan sosial,

pemanfaatan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat merupakan suatu

conditio sine qua non.3

Sebenarnya, jauh sebelum pendapat Imam Sudiyat muncul, UUPA dalam

pertimbangannya juga menegaskan bahwa hukum agraria nasional harus memberi

kemungkinan akan tercapainya fungsi bumi, air dan ruang angkasa, sesuai dengan

kepentingan rakyat Indonesia dan perkembangan zaman serta merupakan perwujudan

asas Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan, dan

Keadilan Sosial.4

Hal ini juga diperkuat oleh Pasal 6 UUPA yang mengatakan bahwa semua hak

atas tanah mempunyai fungsi sosial.5

Namun, kenyataan yang terjadi jauh dari semangat UUPA. Berbagai konflik

seputar tanah kerap terjadi. Amanat undang-undang yang mengutamakan kepentingan

rakyat akhirnya harus terkikis dengan kepentingan-kepentingan investasi dan

komersial yang menguntungkan segelintir kelompok sehingga kepentingan rakyat

banyak yang seharusnya memperoleh prioritas utama akhirnya menjadi terabaikan.

Batam sebagai bagian wilayah Indonesia, tidak terlepas dari fenomena

semacam ini. Berbagai kasus tanah masih menyisakan persoalan-persoalan yang mau

3 Iman Sudiyat, Hukum Adat, Sketsa Azas, Liberty, Yogyakarta, 1978, hal. 1. Conditio sine

qua non merupakan istilah dari bahasa latin yang berarti syarat mutlak atau syarat yang absolut.

Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hal. 82. 4 Indonesia, Undang-Undang Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 5

Tahun 1960, LN No. 104 Tahun 1960, TLN No. 2043, Pertimbangan. 5 Ibid., Pasal 6.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

15

tidak mau harus diselesaikan secara bijak sehingga tidak menimbulkan persoalan

baru.

Di tengah sulitnya akses untuk memperoleh hunian yang layak, sementara

kebutuhan akan perumahan semakin tak terelakkan, maka jalan pintas untuk

mendirikan tempat tinggal di atas tanah negara yang bukan diperuntukkan bagi

pemukiman menjadi pilihan yang amat menyenangkan. Hal ini didukung oleh

lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah. Akibatnya rumah-rumah liar6 pun

bermunculan, tanpa usaha untuk membendungnya.

Kepemilikan rumah tempat tinggal bagi warga negara asing yang bermukim

di Batam juga menambah rumitnya persoalan. Menghadapi fenomena ini, pemerintah

telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan

Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di

Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tersebut merupakan

pengecualian dari UUPA yang pada dasarnya berkaitan dengan status pemilikan hak

pakai atas tanah negara.7

Penetapan status Pulau Batam sebagai zona industri lewat Keputusan Presiden

Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam tidak saja membuat

perubahan dalam pola kebijakan di bidang industri tetapi juga kebijakan di bidang

pertanahan. Dengan perubahan status tersebut kebijakan pertanahan menjadi

6 Rumah liar merupakan rumah yang didirikan di atas tanah yang bukan diperuntukkan

untuk pemukiman. Markus Gunawan, “Rumah Liar, Problematika Multidimensial,” Syari Pos, Batam,

12 Juli 2002 : 4. 7 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian

Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, PP No. 41 Tahun 1996, LN No. 59 Tahun 1996,

TLN No. 3644, Pertimbangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

16

kewenangan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, untuk selanjutnya

disebut Otoritas Batam, dengan pemberian hak pengelolaan.8

Keadaan ini dalam perjalanan selanjutnya diperuncing dengan pemberlakuan

otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah yang kemudian disempurnakan kembali dengan Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 9 yang memberikan kekuasaan yang amat besar

kepada masing-masing daerah untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri.10

Pemberian otonomi di bidang pertanahan kepada daerah kabupaten/kota ini

merupakan suatu perubahan dasar dalam pelaksanaan hukum tanah nasional.11

Dengan berbekal undang-undang ini, Pemerintah Kota Batam menginginkan

kebijakan yang berhubungan dengan pertanahan menjadi kewenangan Pemerintah

Kota Batam.

Terhadap hal ini, Otorita Batam mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 41

Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam yang memberikan kewenangan

kepada Otorita Batam termasuk kewenangan bidang pertanahan, sementara

Pemerintah Kota Batam dengan semangat otonomi daerah berdasarkan Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyimpulkan bahwa

8 Pemerintah Kota Batam, Profil Batam Madani 2004, Pemko Batam, 2004, hal. 8

9 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan revisi terhadap Undang-Undang Nomor

22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Revisi tersebut tidak banyak merevisi tentang masalah

pertanahan. Hanya satu Pasal yang menyatakan bahwa pelayanan pertanahan diserahkan kepada

daerah tanpa adanya penjelasan mengenai pelayanan pertanahan tersebut. Indonesia, Undang-Undang

Tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 32 Tahun 2004, LN No. 125 Tahun 2004, TLN No. 4437. 10

Ibid, Pasal 1. 11

Arie S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Lembaga

Pemberdayaan Hukum Indonesia, Jakarta, 2005, hal. 40.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

17

sudah saatnya kewenangan bidang pertanahan beralih menjadi kewenangan

Pemerintah Kota Batam.

Berdasarkan rumusan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa urusan wajib yang menjadi

kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang

berskala kabupaten/kota diantaranya adalah pelayanan pertanahan. Undang-undang

ini tidak memberikan penjelasan seperti apa bentuk dan mekanisme pelayanan

pertanahan sehingga menimbulkan interpretasi yang beragam.

Status hukum hak pengelolaan atas seluruh areal yang terletak di Pulau Batam

termasuk dalam gugusan Pulau Janda Berhias, Pulau Tanjung Sauh, Pulau Ngenang,

Pulau Kasem, dan Pulau Moi-moi, yang diperoleh Otorita Batam berdasarkan

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tanggal 18 Februari 197712

menjadi dipertanyakan, termasuk kewenangan bidang pertanahan di Pulau Rempang

dan Galang.

Permasalahan tersebut juga terkait dengan bagaimana status hukum terhadap

peraturan bidang pertanahan yang telah diterbitkan oleh Otorita Batam apabila terjadi

peralihan kewenangan kepada Pemerintah Kota Batam.

Mengingat pentingnya pemahaman yang komprehensif dalam menyikapi

problematika pertanahan tersebut yang amat bertautan dengan masalah yuridis, maka

penulis merasa tertarik untuk meneliti dan menjadikan problematika pertanahan yang

terjadi di pulau seluas 610 hektar ini sebagai topik penyusunan tesis. Untuk

12

Pemerintah Kota Batam, Op.cit, hal. 9

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

18

melakukan penelitian secara lebih mendalam terhadap kewenangan pemerintah

daerah Kota Batam dalam bidang pertanahan.

Adapun judul penyusunan tesis ini adalah Kewenangan Pemerintah Daerah di

Bidang Pertanahan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah (Analisis Terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan Antara

Pemerintah Kota Batam dan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

permasalahan yang dibahas secara lebih mendalam dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana penyerahan kewenangan bidang pertanahan pada Pemerintah Daerah

berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah?

2. Bagaimana status kewenangan otorita Batam dalam bidang pertanahan berkaitan

dengan lahirnya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah ?

3. Bagaimana keabsahan peraturan bidang pertanahan yang telah diterbitkan oleh

otorita Batam apabila terjadi peralihan kewenangan kepada Pemerintah Kota

Batam sehubungan dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 32 tahun

2004 tentang Pemerintah Daerah ?

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

19

C. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak

dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui bagaimana penyerahan kewenangan bidang pertanahan pada

Pemerintah Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah.

2. Mengetahui bagaimana status kewenangan otorita Batam dalam bidang

pertanahan berkaitan dengan lahirnya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah.

3. Mengetahui bagaimana keabsahan peraturan bidang pertanahan yang telah

diterbitkan oleh otorita Batam apabila terjadi peralihan kewenangan kepada

Pemerintah Kota Batam sehubungan dengan diundangkannya Undang-undang

Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis

maupun secara praktis, seperti dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut :

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran dalam ilmu

pengetahuan hukum pada umumnya dan hukum perdata pada khususnya terutama

dibidang pertanahan yang menyangkut status hukum kewenangan bidang

pertanahan yang dimiliki oleh otorita Batam sehubungan dengan diundangkannya

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

20

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan juga bila

terjadi peralihan kewenangan kepada Pemerintah Kota Batam.

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini dapat memberi sumbang saran kepada pemerintah, praktisi

dan masyarakat umum yang ingin mengetahui lebih jauh tentang kewenangan

bidang pertanahan yang dimiliki oleh otorita Batam sehubungan dengan

diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah dan apabila terjadi peralihan kewenangan dari otorita Batam kepada

Pemerintah Kota Batam.

E. Keaslian Penelitian

Dari hasil penelusuran dan pemeriksaan yang telah dilakukan baik

diperpustakaan Karya Ilmiah Magister Hukum maupun di Magister Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan sejauh yang diketahui, penelitian

tentang “Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Analisis

Terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan Antara Pemerintah, Kota Batam dan

Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam)”, memang telah pernah

dilakukan, namun memiliki perbedaan dalam hal substansi permasalahan yang

dibahas, oleh karena itu penelitian ini adalah asli adanya. Secara akademik penelitian

ini dapat saya dipertanggung jawabkan kemurniannya, karena belum ada yang

melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

21

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada

fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.13

Fungsi teori dalam

penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta

menjelaskan gejala yang diamati.14

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dan oleh karena itu

kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya penelitian ini berusaha

untuk memahami masalah kewenangan antara pemerintah daerah Kota Batam dan

otorita pengembangan daerah industri pulau Batam di bidang pertanahan berdasarkan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, secara yuridis,

artinya memahami objek penelitian sebagai hukum, yakni sebagai kaidah hukum atau

sebagai isi kaidah hukum sebagaimana yang ditentukan dalam perundang-undangan

yang berkaitan dengan masalah hukum pertanahan, kewenangan antara Pemerintah

Daerah Kota Batam dan otorita pengembangan daerah industri pulau Batam, batas-

batas kewenangannya antara pemerintah Kota Batam dengan otorita pengembangan

13

DJJ. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Jilid I, Penyunting, M. Hisyam, UI Press,

Jakarta, 1996, hal. 203. 14

Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993,

hal. 35.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

22

daerah industri pulau Batam di bidang pertanahan berdasarkan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.15

Kerangka teori yang dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir

pendapat, teori tesis dari para penulis ilmu hukum dibidang hukum perdata,

khususnya dibidang hukum pertanahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan

teoritis, yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan

eksternal bagi penelitian ini.16

Teori yang dipakai adalah teori keseimbangan

kewenangan Pemerintah Daerah Kota Batam dan otorita pengembangan daerah

industri pulau Batam, batas-batas kewenangan yang berkaitan dengan bidang

pertanahan di Kota Batam yang dikaji berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang pemerintahan daerah.17

Keseimbangan untuk memperoleh kepastian

hukum terhadap pemberian kewenangan hukum dan hak-hak atas tanah terhadap

masyarakat yang diberikan oleh pemerintah Kota Batam dan otorita pengembangan

dan arah industri kota Batam dengan mengacu kepada batas-batas kewenangan yang

diberikan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

untuk memperoleh kepastian hukum pemberian hak-hak atas tanah oleh kedua

instansi berwenang di pulau Batam tersebut.18

Teori keseimbangan ini dipelopori oleh Aristoteles dimana Ia menyatakan

bahwa hukum harus diluruskan penegakannya sehingga memberi keseimbangan yang

15

Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Alumni,

Bandung, 2006, hal. 17. 16

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80. 17

Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1994, hal. 102. 18

Ibid, hal. 103.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

23

adil terhadap orang-orang yang mencari keadilan. Dalam teori keseimbangan semua

orang mempunyai kedudukan yang sama dan diperlakukan sama pula (seimbang)

dihadapan hukum.19

Sistem hukum pertanahan dibangun berdasarkan asas-asas hukum Mariam

Darus mengemukakan bahwa sistem hukum merupakan kumpulan asas-asas hukum

yang terpadu di atas mana dibangun tertib hukum.20

Pandangan ini menunjukkan arti

sistem hukum dari segi substantif, asas hukum perjanjian adalah suatu pikiran

mendasar tentang kebenaran (waarheid truth) untuk menopang norma hukum dan

menjadi elemen yuridis dari suatu sistem hukum pertanahan.

Konsiderans UUPA menyebutkan bahwa hukum agraria Nasional berdasarkan

atas hukum adat, yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat

Indonesia, dengan tidak menjabarkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum

agama. Menyimak konsiderans dari UUPA tersebut, maka pembangunan Hukum

Tanah Nasional harus dilakukan dalam bentuk penuangan norma-norma hukum adat

dalam peraturan perundang-undangan menjadi hukum yang tertulis “selama hukum

adat yang bersangkutan tetap berlaku penuh serta menunjukkan adanya hubungan

fungsional antara hukum adat dan Hukum Tanah Nasional itu.”21

AP. Parlindungan mengemukakan bahwa pemberian tempat kepada hukum

adat di dalam UUPA, tidak menyebabkan terjadinya dualisme seperti yang dikenal

sebelum berlakunya UUPA. Reorientasi pelaksanaan hukum di Indonesia akan lebih

19

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 1985, hal. 87. 20

Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung, 1990, hal. 15. 21

Alvi Syahrin, Beberapa Masalah Hukum, Sofmedia, Medan, 2009, hal. 39.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

24

berhasil jika kita mampu memahami jiwa hukum adat yang akan dikembangkan

di dalam perundang-undangan modern. Pemberian tempat bagi hukum adat didalam

UUPA, apalagi penempatan itu dalam posisi dasar, merupakan kristalisasi dari asas-

asas hukum adat sehingga UUPA itulah penjelmaan hukum adat yang sebenarnya.

Hukum adat yang dapat dipakai sebagai hukum agraria adalah hukum adat yang telah

dihilangkan sifat-sifatnya yang khusus daerah dan diberi sifat nasional22

. Sehingga

dalam hubungan dengan prinsip-prinsip satuan bangsa dan negara kesatuan Republik

Indonesia, maka hukum adat yang dahulu hanya mementingkan suku dan masyarakat

hukumnya sendiri, harus diteliti dan dibedakan antara :23

a. Hukum adat yang tidak bertentangan dengan prinsip persatuan bangsa dan

seterusnya (Pasal 5) dan tidak merupakan penghambat pembangunan.

b. Hukum adat yang hanya mementingkan suku dan masyarakat hukumnya

sendiri, yang bertentangan dengan kepentingan nasional dan kesatuan bangsa

serta dapat menghambat pembangunan negara.

Hukum adat yang tidak bertentangan tersebut dalam poin a di atas, tetap

berlaku dan merupakan hukum agraria nasional yang berasal dari hukum adat, kecuali

hak-hak atas tanah menurut hukum adat yang merupakan ketentuan konversi pasal II,

VI dan VIII Hukum adat yang bertentangan seperti tersebut dalam poin b tidak

diberlakukan lagi (tidak diadatkan).24

22

AP. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju,

Bandung, 1998, hal. 47. 23

Alvi Syahrin, Op. cit, hal. 40. 24

Iman Soetikjno, Politik Agraria Nasional, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1994,

hal. 48-49.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

25

“Boedi Harsono mengemukakan bahwa penggunaan norma-norma hukum

adat sebagai pelengkap tanah yang tertulis, haruslah tidak bertentangan dengan jiwa

dan ketentuan UUPA, bahkan Pasal 5 UUPA memberikan syarat yang lebih rinci,

yaitu sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara yang

berdasarkan atas persatuan bangsa dengan sosialisme Indonesia serta peraturan-

peraturan yang tercantum dalam UUPA dan dengan peraturan perundang-undangan

lainnya”.25

Hukum adat yang dimaksudkan oleh UUPA adalah hukum aslinya golongan

rakyat pribumi, merupakan hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis dan

mengandung unsur-unsur nasional yang asli yaitu sifat kemasyarakatan dan

kekeluargaan yang berasaskan keseimbangan serta diliputi oleh suasana keagamaan.26

Konsepsi hukum adat dalam hukum tanah nasional di rumuskan sebagai

konsepsi yang komunalistik religius, yang memungkinkan penguasaan tanah secara

individual, dengan hak atas tanah yang bersifat pribadi sekaligus mengandung unsur

kebersamaan. Sifat komunalistik religius dari konsepsi hukum tanah nasional

ditunjukkan oleh Pasal 1 ayat (2) UUPA. Sifat komunalistik menunjukkan semua

tanah dalam wilayah negara Indonesia adalah tanah bersama rakyat Indonesia, yang

telah bersatu menjadi bangsa Indonesia. Unsur religius dari konsepsi ini ditujukan

oleh pernyataan, bahwa bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang

25

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok

Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I Hukum Tanah Nasional Djambatan, Jakarta, 1999, hal. 1 26

Ibid, hal. 179.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

26

terkandung di dalamnya, merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa

Indonesia.

Suasana religius dalam Hukum Tanah Nasional juga terlihat dalam

konsiderans UUPA yang menyebutkan “…perlu adanya hukum agraria nasional yang

tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama”……..”harus

mewujudkan penjelmaan daripada Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan Pasal 5 UUPA

yang menyebutkan : “dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum

agama”. Asas-asas hukum adat yang digunakan dalam hukum Tanah Nasional, antara

lain asas religiusitas, asas kebangsaan, asas demokrasi, asas kemasyarakatan,

pemerataan dan keadilan sosial, asas pemeliharaan tanah secara berencana, serta asas

pemisahan horizontal tanah dengan bangunan dan tanaman yang ada diatasnya.27

Kedudukan asas-asas tersebut dalam pembangunan hukum yaitu sebagai

landasan dan alasan lahirnya peraturan hukum (ratio legis) selanjutnya. Namun

demikian, penerapan asas-asas tersebut dalam kasus-kasus konkrit selalu

memperhatikan faktor-faktor yang meliputi kasus yang dihadapi, dimungkinkan

menyimpang dari asas tersebut guna penyelesaian kasus, akan tetapi harus dapat

memenuhi rasa keadilan dan kebenaran.

Tujuan diundangkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah, agar daerah dapat mengurus rumah tangganya sendiri dalam

rangka pengembangan wilayahnya masing-masing untuk kemajuan daerahnya, agar

27

Alvi Syahrin, Op.cit, hal. 41

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

27

sesuai dengan aspirasi masyarakat di daerah tersebut demi mencapai kesejahteraan

bersama di semua sektor pembangunan.

Kewenangan mengurus rumah tangga sendiri tersebut juga mencakup

kewenangan mengatur masalah pertanahan diwilayahnya demi mengembangkan

otonominya sesuai gerak tuntutan kesejahteraan rakyat, atau minimal daerah tidak

kesulitan mengajak investor menanamkan modal di daerahnya demi peningkatan

usaha yang berkaitan dengan tanah didaerahnya.28

Keadaan ini dapat dipahami,

karena daerah berkeinginan untuk memajukan daerahnya serta mensejahterakan

masyarakatnya dengan landasan pengembangan ekonomi sebagai basisnya dengan

tetap bertumpu kepada kebijakan ekonomi baru mencakup kebijaksanaan, strategi dan

pelaksanaan pembangunan yang mengutamakan kepentingan rakyat banyak sebagai

wujud keberpihakan pada kelompok usaha kecil, menengah dan koperasi, sebagai

pilar utama pembangunan ekonomi nasional, tanpa mengabaikan peranan perusahaan-

perusahaan besar. Pengelolaan dan pemanfaatan tanah serta sumber daya alam

lainnya dilaksanakan secara adil dengan menghilangkan segala bentuk pemusatan

pengusahaan dan pemilihan dalam rangka pengembangan kemampuan ekonomi

usaha kecil, menengah dan koperasi serta masyarakat luas. Tanah sebagai basis usaha

pertanian diutamakan penggunaannya bagi pertumbuhan pertanian rakyat.29

28

Muhammad Yamin, Politik Agraria dalam Mengatur Perkembangan Otonomi Daerah,

Artikel, dimuat Jurnal Konstitusi Volume I Nomor 2, November 2009, Mahkamah Konstitusi Republik

Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 8. 29

Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

28

Perlindungan hukum terhadap kelompok usaha kecil, menengah dan koperasi

serta petani masih perlu lebih ditingkatkan pelaksanaannya, mengingat dalam

prakteknya masih sering terabaikan dan cukup memprihatinkan. Kendati sarana

hukum yang tersedia dari segi kuantitas dalam hal perlindungan hukum tersebut

sudah memadai, namun penegakan dan pengawasan peraturan itu masih lemah.30

1. Kewenangan hak menguasai dari negara, diatur secara terperinci dalam

Pasal 2 ayat (2) UUPA, yaitu berupa kegiatan :

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan

pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang

dengan bumi, air dan ruang angkasa.

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang

dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Hak menguasai dari negara tidak akan hapus, selama Negara Republik Indonesia

masih ada sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.

2. Hak Ulayat masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut

kenyataannya masih ada31

.

30

Muhammad Yamin, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria, Pustaka Bangsa Press,

Medan, 2004, hal. 118. 31

Pasal 3 UUPA

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

29

3. Hak-hak penguasaan individual, terdiri atas :

a. Hak-hak atas tanah32

, meliputi :

Primer : Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,

Hak Pakai yang diberikan oleh Negara33

.

Sekunder : Hak Guna Bangunan dan hak Pakai, yang diberikan oleh pemilik

tanah, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, Hak

Sewa dan lain-lain34

.

b. Hak Wakaf35

, hak individual yang berasal dari hak milik yang sudah

diwakafkan dan mempunyai kedudukan khusus dalam Hukum Tanah

Nasional.

c. Hak jaminan atas tanah, yang disebut dengan hak tanggungan.36

Dalam lingkup hak bangsa, para warga negara mempunyai hak bersama untuk

menguasai tanah dan menggunakannya, serta dimungkinkannya para warga untuk

menguasai dan menggunakannya secara individual dengan hak-hak yang bersifat

pribadi, artinya bahwa tanah tersebut tidak harus dikuasai dan digunakan secara

bersama-sama dengan orang lain.

Sifat pribadi hak-hak individual menunjuk kepada kewenangan pemegang hak

untuk menggunakan tanahnya bagi kepentingan dan dalam memenuhi kebutuhan

pribadi dan keluarganya.37

32

Pasal 4 UUPA 33

Pasal 16 UUPA 34

Pasal 37, 41 dan 53 UUPA 35

Pasal 49 UUPA 36

Pasal 23,33,39,51 UUPA dan UU No.4/1996

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

30

Hak-hak individual yang bersifat pribadi tersebut, dalam konsepsinya

mengandung unsur kebersamaan, karena semua hak pribadi secara langsung atau

tidak langsung bersumber pada hak bersama. Hak-hak primer (Hak Milik, Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai) langsung bersumber dari hak bangsa,

melalui pemberian oleh negara sebagai petugas bangsa. Hak-hak yang lain seperti hak

sewa, hak bagi hasil dan lain-lainnya merupakan hak-hak sekunder yang bersumber

pada Hak Bangsa secara tidak langsung, melalui pemegang hak primer.38

Adanya unsur kebersamaan dalam hak individual39

ini sesuai dengan alam

pikiran asli orang Indonesia yang menegaskan bahwa manusia Indonesia adalah

manusia pribadi yang sekaligus mahkluk sosial, yang mengusahakan terwujudnya

keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama.

Perintah untuk mengadakan perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah

(Pasal 14 UUPA), meletakkan kewajiban kepada mereka yang mempunyai tanah

untuk menggunakan tanah yang dihaki-nya (Pasal 10 UUPA), kewajiban untuk

memelihara, menambah kesuburan dan mencegah kerusakannya (Pasal 15 UUPA),

larangan pemilikan dan penguaaan tanah yang berlebihan (Pasal 7 dan 17 UUPA),

serta kebijakan dan ketentuan yang digariskan dalam Pasal 11, 12 dan 13 UUPA,

merupakan penjabaran sifat fungsi sosial yang menunjukkan adanya unsur

kebersamaan.

37

Pasal 9 UUPA berikut penjelasannya. 38

Boedi Harsono, Tinjauan Hukum Pertanahan Diwaktu Lampau, Sekarang dan Masa Akan

Datang, Makalah, Seminar Nasional Pertanahan dalam rangka HUT UUPA ke-XXXII, Yogyakarta,

1992, hal. 15. 39

Pasal 6 UUPA, yang menegaskan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

31

Dengan demikian, filosofis pemberian hak atas tanah kepada seseorang

ataupun badan hukum didasarkan pada diperlukannya untuk memenuhi kebutuhan

pribadi atau usahanya yang nyata, serta adanya kewajiban untuk menggunakannya.

Ini berarti, tanah bukan merupakan komoditi perdagangan, walaupun dimungkinkan

untuk dijual kepada pihak lain jika ada keperluan. Tanah tidak bisa dijadikan obyek

investasi semata-mata, lebih-lebih dijadikan obyek spekulasi.40

Selanjutnya, asas-asas yang berlaku mengenai penguasaan tanah dan

perlindungan hukum yang diberikan oleh Hukum Tanah Nasional terhadap para

pemegang hak atas tanah41

, adalah :

1. Penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk keperluan apapun,

harus dilandasi hak atas tanah yang disediakan oleh Hukum Tanah Nasional;

2. Penguasaan dan penggunaan tanah tanpa ada landasan haknya (illegal), tidak

dibenarkan, bahkan diancam dengan sanksi pidana (UU 51 Prp 1960);

3. Penguasaan dan penggunaan tanah yang berlandaskan hak yang disediakan oleh

Hukum Tanah Nasional, dilindungi oleh hukum terhadap gangguan dari pihak

manapun, baik oleh sesama anggota masyarakat maupun oleh pihak penguasa

sekalipun, jika gangguan tersebut tidak ada landasan hukumnya;

4. Hukum menyediakan berbagai sarana hukum untuk menanggulangi gangguan

yang ada :

40

Boedi Harsono, Op.cit, hal. 16. 41

Boedi Harsono, Op.cit, hal. 329-330.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

32

- Gangguan oleh sesama anggota masyarakat; gugatan perdata melalui

Pengadilan Negeri atau meminta perlindungan kepada Bupati/Walikotamadya

(UU 51 Prp 1960);

- Gangguan oleh penguasa; gugatan melalui Pengadilan Umum atau Pengadilan

Tata Usaha Negara;

5. Dalam keadaan biasa, diperlukan oleh siapapun dan untuk keperluan apapun (juga

untuk proyek-proyek kepentingan umum) perolehan tanah yang menjadi hak

seseorang, harus melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan, baik

mengenai penyerahan tanahnya kepada pihak yang memerlukan maupun

mengenai imbalannya yang merupakan hak pemegang hak atas tanah yang

bersangkutan untuk menerimanya;

6. Tidak dibenarkan adanya paksaan dalam bentuk apapun oleh pihak manapun

kepada pemegang hak atas tanah untuk menyerahkan tanah kepunyaannya dan

atau menerima imbalan yang tidak disetujuinya, termasuk juga penggunaan

lembaga penawaran pembayaran yang diikuti dengan konsinyasi pada Pengadilan

Negeri (seperti diatur dalam Pasal 1404 KUHPerdata)

7. Dalam keadaan yang memaksa, jika tanah yang bersangkutan diperlukan untuk

menyelenggarakan kepentingan umum, dan tidak mungkin menggunakan tanah

yang lain, sedang musyawarah yang diadakan tidak berhasil memperoleh

kesepakatan, dapat dilakukan pengambilan secara paksa, dalam arti tidak

memerlukan persetujuan pemegang haknya, dengan menggunakan acara

pencabutan hak atas tanah, yang diatur dalam UU 20/1961;

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

33

8. Dalam perolehan atau pengambilan tanah, baik atas kesepakatan bersama maupun

melalui pencabutan hak, pemegang haknya berhak memperoleh imbalan atau

ganti kerugian, yang bukan hanya meliputi tanahnya, melainkan juga kerugian-

kerugian lain yang dideritanya sebagai akibat penyerahan tanah yang

bersangkutan;

9. Bentuk dan jumlah imbalan atau ganti kerugian tersebut, juga jika tanahnya

diperlukan untuk kepentingan umum dan dilakukan pencabutan hak, haruslah

sedemikian rupa, hingga bekas pemegang haknya tidak mengalami kemunduran,

baik dalam bidang sosial maupun tingkat ekonominya.

Batam sebagai bagian wilayah Indonesia, tidak terlepas dari fenomena konflik

masalah pertanahan. Berbagai kasus tanah masih menyisakan persoalan-persoalan

yang mau tidak mau harus diselesaikan secara bijak sehingga tidak menimbulkan

persoalan baru.

Ditengah sulitnya akses untuk memperoleh hunian yang layak, sementara

kebutuhan akan perumahan semakin tak terelakkan, maka jalan pintas untuk

mendirikan tempat tinggal di atas tanah negara yang bukan diperuntukkan bagi

pemukiman menjadi pilihan yang amat menyenangkan. Hal ini didukung oleh

lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah. Akibatnya rumah-rumah liarpun

bermunculan, tanpa usaha untuk membendungnya.42

42

Markus Gunawan, Rumah Liar Problematika Multidimensial, Syari Pos, Batam, 12 Juli

2002, hal. 4.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

34

Kepemilikan rumah tempat tinggal bagi warga negara asing yang bermukim

di Batam juga menambah rumitnya persoalan. Menghadapi fenomena itu pemerintah

telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan

Rumah Tempat Tinggal atau hunian oleh orang asing yang berkedudukan di

Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tersebut merupakan

pengecualian dari UUPA yang pada dasarnya berkaitan dengan status pemulihan hak

pakai atas tanah negara.

Penetapan status pulau Batam sebagai zona industri menurut Keputusan

Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam tidak saja

membuat perubahan dalam pola kebijakan dibidang industri tetapi juga kebijakan

di bidang pertanahan. Dengan perubahan status tersebut, kebijakan pertanahan

menjadi kewenangan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, untuk

selanjutnya disebut otorita Batam, dengan pemberian hak pengelolaan.43

Keadaan ini dalam perjalanan selanjutnya diperuncing dengan pemberlakuan

otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang

Pemerintahan Daerah yang kemudian disempurnakan kembali dengan Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 200444

yang memberikan kekuasaan yang amat besar

kepada masing-masing daerah untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri.45

43

Pemerintah Kota Batam, Profil Batam Madani 2004, Pemko Batam, 2004, hal. 8. 44

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan revisi terhadap Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Revisi tersebut tidak banyak, merevisi masalah

pertanahan hanya satu pasal yang menyatakan bahwa pelayanan pertanahan diserahkan kepada daerah

tanpa adanya penjelasan mengenai pelayanan pertanahan tersebut. 45

Pasal 1, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintahan Daerah.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

35

Pemberian otonomi dibidang pertanahan kepada daerah kabupaten/kota ini

merupakan suatu perubahan dasar dalam pelaksanaan hukum tanah nasional.46

Dengan berbekal Undang-Undang ini, Pemerintah Kota Batam menginginkan

kebijakan yang berhubungan dengan pertanahan menjadi kewenangan Pemerintah

Kota Batam. Terhadap hal ini, otorita Batam mengacu kepada Keputusan Presiden

Nomor 41 Tahun 1973 tentang daerah Industri Pulau Batam yang memberikan

kewenangan kepada otorita Batam, termasuk kewenangan bidang pertanahan,

sementara Pemerintah Kota Batam dengan semangat otonomi daerah berdasarkan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyimpulkan

bahwa sudah saatnya kewenangan bidang pertanahan beralih menjadi kewenangan

Pemerintah Kota Batam.

Berdasarkan rumusan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa urusan wajib yang menjadi

kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang

berskala kabupaten/kota diantaranya adalah pelayanan pertanahan. Undang-Undang

ini tidak memberikan penjelasan seperti apa bentuk dan mekanisme pelayanan

pertanahan, sehingga menimbulkan interpretasi yang beragam. Status hukum hak

pengelolaan atas seluruh aral yang terletak di pulau Batam, termasuk dalam gugusan

pulau Janda berhias pulau Tanjung Sauh, pulau Ngenang, pulau Kasem dan pulau

Moi-Moi yang diperoleh otorita Batam berdasarkan Keputusan Menteri Dalam

46

Arie, S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah Lembaga

Pemberdayaan Hukum Indonesia, Jakarta, 2005, hal. 40.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

36

Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tanggal 18 Februari 1977 menjadi dipertanyakan,

termasuk kewenangan bidang pertanahan di pulau Rempang dan Galang.

Permasalahan tersebut juga terkait dengan bagaimana status hukum terhadap

peraturan bidang pertanahan yang telah diterbitkan oleh otorita Batam apabila terjadi

peralihan kewenangan kepada Pemerintah Kota Batam.

2. Konsepsi

Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang

digeneralisasikan dalam hal-hal yang khusus yang disebut dengan definisi

operasional.47

Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan

perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.

Selain itu dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini.

Oleh karena itu dalam rangka penelitian ini, perlu dirumuskan serangkaian definisi

operasional sebagai berikut : yang dimaksud dengan kewenangan adalah hak dan

kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindakan/perbuatan hukum dibidang pertanahan

dalam hal pemberian hak-hak atas tanah kepada masyarakat di Kota Batam.48

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan

47

Sumardi Surya Brata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 3. 48

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,

Jakarta, 1990, hal. 1010.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

37

prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia tahun 1945.49

Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan Perangkat

Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah.50

Otonomi Daerah adalah

hak wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.51

Daerah otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat

hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia.52

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Untuk menjawab dan membahas permasalahan dalam penelitian ini maka sifat

penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analisis, yang

mengusahakan/memaparkan bagaimana pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah

di bidang pertanahan dalam hal ini adalah batas-batas kewenangan yang dimiliki oleh

49

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 50

Pasal 1 ayat (3), Ibid. 51

Pasal 1 ayat (5), Ibid 52

Pasal 1 ayat (6), Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

38

Pemerintah Kota Batam dengan otorita pengembangan daerah industri pulau Batam

dalam hal pemberian hak-hak atas tanah di Kota Batam, dalam hal memberikan

kepastian hukum kepada masyarakat di Kota Batam atas kewenangan pemberian hak-

hak atas tanah tersebut.

Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan metode

penulisan dengan pendekatan juridis normatif (penelitian hukum normatif) yaitu

penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif yang berawal dari premis

umum, untuk kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Hal ini dimaksudkan

untuk menemukan kebenaran-kebenaran baru (suatu tesis) dan kebenaran-kebenaran

pokok (teoritis).

2. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui

penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau

doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual, dan penelitian pendahulu yang

berhubungan dengan objek telaah penelitian ini yang dapat berupa norma atau kaidah

dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan

kewenangan pemerintah daerah (otonomi) dibidang pertanahan dan juga UU yang

terkait masalah pertanahan tersebut. Studi dokumen dalam bentuk buku teks, jurnal,

makalah dan berbagai artikel yang terbit disejumlah media massa, kamus umum dan

kamus Hukum.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

39

Sebagai data penunjang dalam penelitian ini juga didukung dengan penelitian

lapangan (field research) guna akurasi terhadap hasil penelitian yang dipaparkan,

yang dapat berupa wawancara langsung dengan para pihak terkait seperti pejabat

Pemerintah Kota Batam dan otorita Batam yang berwenang dalam bidang pertanahan,

yang dalam penelitian ini memiliki kapasitas sebagai informan dan narasumber.

3. Analisis Data

Di dalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakikatnya

berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum

tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum

tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis konstruksi.

Sebelum analisa dilakukan terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi

terhadap semua data yang dikumpulkan (primer, sekunder maupun tertier) untuk

mengetahui validitasnya. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan

disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan

permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh

jawaban yang baik pula.53

Analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang artinya penelitian

ini akan berupaya untuk memaparkan sekaligus untuk melakukan analisis terhadap

53

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002,

hal. 106.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

40

permasalahan yang ada dengan cara yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan

jawaban yang jelas dan benar.54

Ada 3 (tiga) alasan penggunaan penelitian hukum normatif dengan

pendekatan kualitatif, antara lain :

1. Analisis kualitatif didasarkan pada paradigma hubungan dinamis antara teori,

konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik atau modifikasi yang tetap

dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang dikumpulkan.

2. Data yang dianalisa beraneka ragam memiliki sifat dasar yang berbeda antara satu

dengan yang lainnya, serta tidak mudah untuk dikualifisir.

3. Sifat dasar data yang dianalisa dalam penelitian ini adalah bersifat menyeluruh

dan merupakan satu kesatuan yang integral (hilistic) dimana hal itu menunjukkan

adanya keanekaragaman data serta memerlukan informasi yang mendalam

(indepth information).55

Hasil penelitian ini bersifat evaluasif analisis yang kemudian dikonstruksikan

dalam suatu kesimpulan yang ringkas dan tepat sesuai tujuan dari penelitian ini.

54

Ibid, hal. 107. 55

Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum,

Disampaikan Pada Dialog Interaktif Tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penelitian Hukum Pada

Makalah Akreditas, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tanggal 18 Februari 2003, hal. 1

Universitas Sumatera Utara

Page 41: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

41

BAB II

PENYERAHAN KEWENANGAN BIDANG PERTANAHAN PADA

PEMERINTAH DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

A. Pengertian dan Sejarah Otonomi Daerah

Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos yang berarti sendiri

dan nomos yang berarti peraturan. Oleh karena itu, secara harfiah otonomi berarti

peraturan sendiri atau undang-undang sendiri, yang selanjutnya berkembang menjadi

pemerintah sendiri.56

Menurut Wayong, “otonomi daerah sebenarnya merupakan bagian dari

pendewasaan politik rakyat di tingkat lokal dan proses menyejahterakan rakyat”,

sedangkan menurut Thoha, otonomi daerah adalah penyerahan sebagian urusan

rumah tangga dari pemerintah yang lebih atas kepada pemerintah di bawahnya dan

sebaliknya pemerintah di bawahnya yang menerima sebagian urusan tersebut telah

mampu melaksanakannya.57

Selain itu, pengertian otonomi daerah menurut Fernandes adalah pemberian

hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah yang memungkinkan daerah tersebut

mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri untuk meningkatkan daya guna dan

56

Dharma Setyawan Salam, Otonomi Daerah Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan

Sumber Daya, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2003, hal. 81. 57

Ibid, hal. 82.

30

Universitas Sumatera Utara

Page 42: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

42

hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan kepada

masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.58

Pengertian otonomi daerah sering disalahgunakan atau dipertukarkan

penggunaannya dengan istilah desentralisasi. MP Walker III menyebutkan bahwa so

complete was the confusion that among many Indonesians…..politicians,

administrators, lawyers, and teachers…the two words otonomi and desentralisasi

were generally used interchangeably.59

Secara singkat pengertian desentralisasi

mengandung pengertian adanya pembentukan daerah otonom dan atau penyerahan

wewenang tertentu kepadanya (daerah yang dibentuk) oleh pemerintah pusat.60

Sementara itu, otonomi daerah adalah pemerintahan oleh, dari, dan untuk rakyat

di bagian wilayah nasional suatu negara melalui lembaga-lembaga pemerintahan yang

secara formal berada di luar pemerintah pusat.61

Terdapat dua komponen utama pengertian otonomi, yaitu pertama, komponen

wewenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan sebagai komponen yang

mengacu pada konsep “pemerintahan” yang terdapat dalam pengertian otonomi.

Kedua, komponen kemandirian sebagai komponen yang mengacu pada kata-kata

58

Ibid. 59

Millidge Penderell Walker III, Administration and Local Government in Indonesia, Ph.D.

Thesis, Berkley, University of Carolina, 1967, hal. 16 dalam Bhenyamin Hoessein, Berbagai Faktor

yang Memengaruhi Besarnya Otonomi Daerah Tingkat II, Suatu Kajian Desentralisasi dan Otonomi

Daerah dari Segi Ilmu Administrasi Negara, Disertai Program Pasc asarjana, 1993, hal. 17. 60

Bhenyamin Hoessein, Ibid., hal. 12. 61

Bhenyamin Hoessein, Ibid, hal. 18.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

43

“oleh, dari dan untuk rakyat”. Kemandirian tersebut diterjemahkan oleh Moh. Hatta

sebagai mendorong tumbuhnya prakarsa dan aktivitas sendiri.62

Komponen pertama : wewenang untuk menetapkan dan melaksanakan

kebijakan tertentu tersebut diperoleh dari pemerintah pusat melalui desentralisasi

wewenang dan wewenang tersebut merupakan kekuasaan formal (formal power).63

Wilayah dan orang yang menjadi sasaran wewenang (domain of power) dan bidang-

bidang (gatra) kehidupan yang terliput dalam wewenang (scope of power) ditetapkan

oleh pemerintah pusat (sebagai pihak yang memberi wewenang melalui

desentralisasi) yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.64

Domain dan

scope of power tersebut dapat berubah yang berakibat pada perubahan bobot

wewenang (weight of power), yaitu misalnya pemerintah pusat dalam wilayah yang

sama melaksanakan dekonsentrasi atau desentralisasi fungsional atau bahkan menarik

kembali (resentralisasi) kewenangan dalam gatra kehidupan tertentu sehingga

wewenangnya mengecil. Dapat juga terjadi wewenang tersebut membesar bila

pemerintah pusat menambah penyerahan kewenangannya kepada daerah.65

Masih merupakan bagian dari komponen pertama, yaitu perubahan bobot

wewenang tidak akan menimbulkan staat dalam Negara Indonesia. Penyerahan

wewenang tersebut tidak meliputi wewenang untuk menetapkan produk legislatif

62

Ibid 63

Harorl D. Lasswell and Abraham Kaplan, Power and Society, A Framework for Political

Inquiry, forth printing, Yale University Press, New Haven, 1961, hal. 133, dalam Bhenyamin

Hoessein, Berbagai Faktor yang Memengaruhi Besarnya Otonomi Daerah Tingkat II, Suatu Kajian

Desentralisasi dan Otonomi Daerah dari Segi Ilmu Administrasi Negara, Disertai Program

Pascasarjana, 1993, hal. 19. 64

Bhenyamin Hoessein, Ibid, hal. 19. 65

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

44

yang disebut secara formal dengan “undang-undang” dan wewenang yudikatif

(rechtspraak) seperti yang dimiliki oleh suatu negara bagian.66

Terdapat pula

wewenang lain yang tidak diserahkan kepada daerah bentukan tersebut yang

kemudian diatur secara tegas pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 pada

Pasal 7 ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pada Pasal 10 ayat

(1 dan 3).

Selain itu, terdapat pula lembaga-lembaga pemerintahan yang secara formal

di luar pemerintahan pusat sebagai pengemban dan pelaksana wewenang penetapan

kebijaksanaan yang tertuang dalam peraturan daerah. Lembaga-lembaga tersebut

dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 diwujudkan dalam bentuk pemerintah

daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Lembaga pemerintah daerah

tersebut memiliki birokrasi daerah beserta birokratnya sebagai badan yang

menyiapkan dan melaksanakan kebijaksanaan yang telah ditetapkan dalam peraturan

daerah. Sebagai wujud pelaksanaan suatu kegiatan pemerintahan, daerah yang

memiliki otonomi harus memiliki sumber keuangan dan dikelola secara terpisah dari

keuangan pemerintah pusat untuk mendukung dan melaksanakan kebijaksanaan

daerahnya, terutama untuk tugas rutin dan tugas pembangunan.67

Komponen kedua dapat dilihat dari kemandirian daerah dari sisi pendapatan

yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Bila pendapatan asli daerahnya (PAD) relatif

besar dibanding dana yang didapat dari bantuan pemerintah pusat dalam bentuk Dana

66

Ibid. 67

Bhenyamin Hoessein, Ibid, hal. 21.

Universitas Sumatera Utara

Page 45: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

45

Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) serta dana-dana yang lain,

daerah tersebut memiliki kemandirian yang relatif besar, dan demikian pula

sebaliknya.

Pengaturan otonomi daerah di Indonesia terletak pada undang-undang yang

mengatur tentang pemerintahan daerah. Cikal bakal sudah dimulai pada tahun 1903

dengan keluarnya Decentralizatie Wet. Pada tahun tersebut, Pemerintah Belanda

menetapkan Wethoudende Decentralisatie van het Bestuur in Nederlandsch Indie68

(S. 1903/219 dan S. 1903/329) yang disebabkan oleh dorongan dari berbagai pihak

dan faktor. Berdasarkan wet (undang-undang) tersebut dan peraturan pelaksanaannya,

dibentuklah daerah otonom di wilayah gewest dan bagian gewest yang bercorak

perkotaan yang disebut dengan gemeente. Pembentukan daerah otonom dan

pelaksanaan pemerintahannya inilah yang mengawali hubungan kewenangan antara

pusat dan daerah di Indonesia.69

Kemudian, ketika Indonesia merdeka, mulailah masalah pemerintahan daerah

diatur dengan undang-undang yang terus berganti, dan terakhir pengaturannya

berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Masing-masing undang-undang membawa nuansa tersendiri yang berhubungan erat

dengan situasi dan tujuan negara pada saat itu, terutama masalah politik. Dalam

menjalankan kebijaksanaan, menetapkan dan melaksanakan, daerah harus memiliki

wewenang. H.D. Stout berpendapat bahwa wewenang dapat dijelaskan sebagai

68

Sutandyo Wignjosoebroto, Desentralisasi Dalam Tata Pemerintahan Kolonial Hindia

Belanda, Bayumedia Publishing, Malang, 2004, hal. 11 69

Safri Nugraha, dkk, Hukum Administrasi Negara, CLGS-FHUI, Depok, 2007, hal. 20.

Universitas Sumatera Utara

Page 46: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

46

keseluruhan aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang-

wewenang pemerintah oleh subjek hukum publik dalam hubungan hukum publik,70

E. Utrecht dalam bukunya Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia melihat

bahwa kekuasaan (gezag, authority) lahir dari kekuatan (matcht, power) apabila

diterima sebagai sesuatu yang sah atau sebagai tertib hukum positif dan badan yang

lebih tinggi itu diakui sebagai penguasa (otoriteit).71

Soerjono Soekanto lebih melihat wewenang sebagai kekuasaan yang ada pada

seseorang atau kelompok orang yang mempunyai dukungan atau mendapat

pengakuan dari masyarakat.72

Bagir Manan berpendapat bahwa kekuasaan (macht)

menggambarkan hak untuk berbuat ataupun tidak berbuat, sedangkan wewenang

berarti hak dan sekaligus kewajiban (rechten en plichten). Lebih lanjut Nicolai

menyebutkan bahwa mengenai hak dan kewajiban adalah hak memberikan pengertian

kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menuntut

pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu. Sementara itu, kewajiban memuat

keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu.73

Prinsip otonomi daerah sebenarnya telah diterapkan jauh sebelum lahirnya

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di

70

Stout H.D. De Betekenissen van de wet, W.E.J. Tjeenk Willink, Zwolle, 1994, hal. 102

dalam Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah,

Alumni, Bandung, 2004, hal. 40. 71

Utrecht, E, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Fakultas Hukum dan

Pengetahuan Masyarakat, Universitas Padjajaran, Bandung, 1960, hal. 43. 72

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1988, hal. 79-80 73

Nicolai, P & Oliver, B.K., Bestuursrecht, Amsterdam, 1994, hal. 4 dalam Irfan Fachruddin,

Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah, Alumni, Bandung, 2004,

hal. 39-40.

Universitas Sumatera Utara

Page 47: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

47

Daerah. Beberapa undang-undang yang mendahului Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1974 ini antara lain Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Undang-Undang

Pokok tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang

Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965

tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.

Namun, konsep otonomi daerah yang diperkenalkan dalam undang-undang

tersebut berbeda dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah sebagaimana yang kemudian diubah dengan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Sebagai contoh, menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, otonomi

daerah dilaksanakan secara nyata, dinamis, dan bertanggung jawab.74

Prinsip otonomi

yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab ini dalam tahap implementasinya lebih

berkonotasi hak daripada kewajiban, dimana banyak memerlukan koordinasi dengan

pemerintah pusat sehingga muncul kesan sentralistik. Berbeda dengan hal ini,

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan kewenangan otonomi kepada

daerah kabupaten dan kota berdasarkan atas asas desentralisasi dalam upaya

mewujudkan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.75

Namun, seiring

dengan berjalannya waktu, konsep otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999 akhirnya justru memunculkan “raja-raja kecil” di daerah

sehingga mendesak dilakukannya revisi terhadap undang-undang ini.

74

Ibid, hal. 90. 75

Ibid, hal. 91

Universitas Sumatera Utara

Page 48: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

48

Saat ini, prinsip otonomi daerah yang digunakan adalah berdasarkan

ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menekankan perwujudan

otonomi yang seluas-luasnya, nyata dan bertanggung jawab dengan memerhatikan

keseimbangan hubungan antarpemerintahan. Dengan kata lain, prinsip otonomi saat

ini berdasarkan atas asas desentralisasi berkeseimbangan.76

Prinsip otonomi seluas-luasnya mengandung arti bahwa daerah diberikan

kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan, kecuali

kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan

fiskal nasional, dan agama. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah

untuk memberikan pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan

masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata

dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk

menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan

kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan

berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Sementara itu, otonomi

yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus

benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada

76

Sadu Wasistiono, Esensi UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, Makalah

disampaikan pada Rakernas Asosiasi DPRD Kota-Se-Indonesia, Batam, 2005, hal. 4.

Universitas Sumatera Utara

Page 49: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

49

dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat

yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.77

Selain itu, penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian

hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerja

sama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah

ketimpangan antar daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah

juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah,

artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah negara dan tetap

tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan

negara.78

Berdasarkan pengertian otonomi daerah dan wewenang yang telah diuraikan,

otonomi daerah merupakan kewenangan yang dimiliki oleh suatu daerah otonom

yang diberikan oleh pemerintah pusat (melalui desentralisasi) untuk menjalankan hak,

kewajiban, dan wewenang yang dimilikinya untuk mengatur rumah tangganya sendiri

sehingga dapat meningkatkan daya dan hasil guna untuk meningkatkan pelayanan

kepada masyarakatnya dan melakukan pembangunan di daerahnya.

77

Ibid. 78

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 50: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

50

B. Jenis-jenis Penyerahan Kemenangan Bidang Pertanahan dalam Undang-

Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Pelimpahan wewenang oleh pemerintah kepada pejabatnya di daerah untuk

menjalankan fungsi-fungsi terinci disebut dengan dekonsentrasi. Pada dekonsentrasi

tersebut wewenang untuk mengurus dilimpahkan oleh pemerintah pusat, tetapi

wewenang pengaturannya masih tetap di tangan mereka. Harold Alderfer

menyebutkan sebagai berikut.

In deconcentration, it merely sets up administrative units or field stations,

singly or in a hierarchy, separately or jointly, with orders as to what that

should do it. No Major matters or policies are decided locally, no fundaental

decisions taken. The central agency reservers’ all basic powers to itself. Local

officials area strictly subordinate, they carry out orders.79

Dekonsentrasi menciptakan kesatuan administrasi atau instansi vertikal untuk

mengemban perintah atasan. Kesatuan administrasi atau instansi vertikal tersebut

merupakan bawahan dari pemerintah pusat sehingga segala sesuatu yang dilakukan

oleh penerima pelimpahan kewenangan (daerah atau instansi vertikal) adalah atas

nama pemberi pelimpahan kewenangan (pemerintah pusat) dalam wilayah yurisdiksi

tertentu. Selain itu, di dalam dekonsentrasi juga tidak terdapat keputusan yang

mendasar atau keputusan kebijaksanaan di tingkat daerah.

Hal tersebut yang menyebabkan dekonsentrasi juga disebut sebagai

“desentralisasi administrasi” (administrative decentralization) karena dalam

79

Harold F. Aldelfer, Local Government in Developing Countries, Mc. Grian Hill Book Co,

New York, 1964, hal. 176 dalam Dwi Andayani B, Keberadaan Otonomi Daerah di Negara Kesatuan

Republik Indonesia, Disertai, Pascasarjana Fakultas Hukum UI, 2004, hal 62-63.

Universitas Sumatera Utara

Page 51: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

51

dekonsentrasi wewenang yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat kepada pejabat

di daerah merupakan wewenang untuk mengambil keputusan administrasi.

Untuk lebih memudahkan pemahaman terhadap beberapa istilah yang akan

dibahas dalam bagian ini, berikut ini disajikan pengertian terhadap istilah-istilah

di bawah ini.80

1. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas

wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah

kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam

sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah

kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal

di wilayah tertentu.

5. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau

desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari

pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

80

Indonesia, Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Op.cit, Pasal 1.

Universitas Sumatera Utara

Page 52: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

52

Sejumlah istilah tersebut menjadi istilah yang amat populer pada awal tahun

2000. Perubahan konsep administrasi pemerintahan yang lebih memberdayakan

partisipasi lokal menyebabkan terjadinya pola pergeseran kekuasaan pemerintahan.

Istilah tersebut juga telah memperoleh materi muatannya dalam Undang-

Undang Dasar 1945, khususnya pasal yang mengatur tentang pemerintahan daerah

provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Dalam ayat (5)

disebutkan bahwa pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali

urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah

pusat.

Dalam konteks pertanahan, ketentuan ini setidaknya menimbulkan

ketidakjelasan apabila kita kaitkan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945

yang merupakan sandaran UUPA. Dalam pasal tersebut tidak disebutkan tentang

kemungkinan penyerahan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung

di dalamnya kepada pemerintah daerah, tetapi justru harus dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Secara tegas dinyatakan

bahwa bidang tersebut harus dikuasai oleh negara demi terciptanya kemakmuran

rakyat.

Sebagaimana ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 2 UUPA berdasarkan

kewenangan-kewenangan yang terdapat dalam hukum tanah nasional, ternyata bahwa

pembentukan hukum tanah nasional maupun pelaksanaannya menurut sifat dan pada

asasnya merupakan kewenangan pemerintah pusat.

Universitas Sumatera Utara

Page 53: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

53

Dalam rangka otonomi daerah menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999, pelimpahan kewenangan dalam otonomi adalah mengenai bidang

pemerintahan. Walaupun ketentuan Pasal 11 ayat (2) undang-undang tersebut

mencakup kewenangan dibidang pertanahan, tidak berarti mencakup kewenangan

di bidang hukum tanah nasional.

Oleh karena itu, pertanahan sebagai salah satu bidang pemerintahan yang

wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota dalam Pasal 11, tidak harus dicerna bahwa

wewenang bidang tersebut secara utuh berada di kabupaten/kota. Wewenang yang

berada di kabupaten/kota mengenai pertanahan sebatas yang bersifat lokalitas, dan

tidak bersifat nasional.81

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai

pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyebutkan dalam Pasal 13 dan

Pasal 14 tentang bidang-bidang yang menjadi kewenangan pemerintah daerah yang

antara lain pelayanan pertanahan.

Pelaksanaan yang dilimpahkan kepada daerah dalam kerangka otonomi

daerah adalah pelaksanaan hukum tanah nasional. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 2

ayat (4) UUPA bahwa hak menguasai dari negara, pelaksanaannya dapat dikuasakan

kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekadar

diperlukan dan tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah. Sementara itu,

dalam penjelasan Pasal 2 UUPA disebutkan bahwa dengan demikian, pelimpahan

81

Hutagalung, Tebaran Pemikiran, Op.cit, hal. 40.

Universitas Sumatera Utara

Page 54: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

54

wewenang untuk melaksanakan hak penguasaan dari negara atas tanah itu dilakukan

dalam rangka tugas medebewind.

Kewenangan yang pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada pemerintah

daerah ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a UUPA, yaitu wewenang mengatur

dan menyelenggarakan peruntukan penggunaan, persediaan tanah di daerah yang

bersangkutan, sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 14 ayat 2 UUPA yang

meliputi perencanaan tanah pertanian dan tanah nonpertanian sesuai dengan keadaan

daerah masing-masing.

Berdasarkan Pasal 14 UUPA dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang, pemerintah daerah diberi wewenang mengatur peruntukan,

penggunaan, dan persediaan serta pemeliharaan tanah. Penataan ruang meliputi suatu

proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan

ruang.82

Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah, wewenang penyelenggaraan

penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah, yang mencakup

kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang,

didasarkan pada pendekatan wilayah dengan batasan wilayah administratif. Dengan

pendekatan wilayah administratif tersebut, penataan ruang seluruh wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas wilayah nasional, wilayah provinsi, wilayah

82

Indonesia, Undang-Undang Agraria, Op.cit, Pasal 14, bandingkan dengan Ketentuan yang

terdapat dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Universitas Sumatera Utara

Page 55: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

55

kabupaten, dan wilayah kota, yang setiap wilayah tersebut merupakan subsistem

ruang menurut batasan administratif.

Di dalam subsistem tersebut, terdapat sumber daya manusia dengan berbagai

macam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan, dan dengan

tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda, yang apabila tidak ditata dengan baik,

dapat mendorong ke arah adanya ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah

serta ketidaksinambungan pemanfaatan ruang.83

Menurut rumusan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan

pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang

meliputi :84

1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;

4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;

5. Penanganan bidang kesehatan;

6. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;

7. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;

8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;

83

Indonesia, Undang-Undang tentang Penataan Ruang, UU No. 26 Tahun 2007, LN No. 68

Tahun 2007, TLN No. 4725, Penjelasan. 84

Indonesia, Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, Op.cit, Pasal 13.

Universitas Sumatera Utara

Page 56: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

56

9. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas

kabupaten/kota;

10. Pengendalian lingkungan hidup;

11. Pelayaran pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;

12. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;

14. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;

15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh

kabupaten/kota; dan

16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Sementara itu, urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi

urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan

daerah yang bersangkutan.

Di samping itu, menurut rumusan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa urusan wajib yang menjadi

kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang

berskala kabupaten/kota meliputi :85

1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;

85

Ibid, Pasal 14.

Universitas Sumatera Utara

Page 57: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

57

4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;

5. Penanganan bidang kesehatan;

6. Penyelenggaraan pendidikan;

7. Penanggulangan masalah sosial;

8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;

9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;

10. Pengendalian lingkungan hidup;

11. Pelayanan pertanahan;

12. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;

14. Pelayanan administrasi penanaman modal;

15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Sementara itu, urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan

meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan

potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Undang-undang ini memang menyebutkan pelayanan pertanahan sebagai

salah satu kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah kabupaten/kota. Terkait dengan

hal ini muncul pertanyaan yaitu, bagaimana kriteria dan mekanisme pelayanan

pertanahan dan bagaimana landasan konsepsinya terhadap pembagian urusan

Universitas Sumatera Utara

Page 58: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

58

pemerintahan tersebut. Apakah serta merta menjadi kewenangan penuh dari

pemerintah kabupaten/kota dengan menegasikan peran Badan Pertanahan Nasional.

Untuk membahas Pasal 13 dan 14 undang-undang tersebut, perlu kita cermati

ketentuan Pasal 10 yang mengatur tentang pembagian urusan pemerintahan. Dalam

ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh

undang-undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah, dengan menjalankan

otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Terhadap hal ini, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah pusat

meliputi :86

1. Politik luar negeri

2. Pertahanan

3. Keamanan

4. Yustisi

5. Moneter dan fiskal nasional; dan

6. Agama

Dalam rangka menjalankan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

pemerintah di luar urusan wajib pemerintah pusat tersebut, pemerintah dapat :87

1. Menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan;

86

Ibid, Pasal 10 ayat (3) 87

Ibid, Pasal 10 ayat (5)

Universitas Sumatera Utara

Page 59: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

59

2. Melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada gubernur selaku wakil

pemerintah;

3. Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan

desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

Ketentuan pasal ini jika kita kaitkan dengan ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUPA

yang mengatakan bahwa hak menguasai dari negara pelaksanaannya dapat

dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat,

sekadar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut

ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah. Penjelasan pasal ini semakin menyatakan

bahwa kewenangan pertanahan sesungguhnya merupakan kewenangan pemerintah

pusat yang menyatakan bahwa soal agraria menurut sifatnya dan pada asasnya

merupakan tugas pemerintah pusat. Dengan demikian, pelimpahan wewenang untuk

melaksanakan hak penguasaan negara atas tanah itu adalah merupakan medebewind.

Segala sesuatunya akan diselenggarakan menurut keperluannya dan sudah barang

tentu tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional. Wewenang dalam

bidang agraria dapat merupakan sumber keuangan bagi daerah itu.

Tugas pembantuan pada dasarnya merupakan keikutsertaan daerah atau desa

termasuk masyarakatnya atas penugasan atau kuasa dari pemerintah atau pemerintah

daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah di bidang tertentu. Dalam hal ini,

untuk melaksanakan kewenangan bidang pertanahan yang merupakan tugas

pembantuan, pemerintah daerah dapat membentuk dinas pertanahan, dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 60: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

60

melaksanakan tugas pembantuan tersebut melalui struktur pemerintahan yang ada

misalnya bagian hukum.

Dalam rangka menghemat biaya dan memudahkan tersedianya pejabat

pelaksana yang profesional dan berpengalaman, demikian juga dalam memelihara

koordinasi dengan pelaksanaan tugas-tugas kewenangan lain di bidang pertanahan,

yang ada pada pemerintah, dalam melaksanakan urusan-urusan yang ditugaskan

dalam rangka medebewind, tidak perlu pemerintah provinsi, kabupaten/kota

membentuk perangkat pelaksana sendiri. Dengan tidak mengurangi tugasnya sebagai

perangkat BPN, cukup kantor wilayah BPN provinsi, kantor pertanahan

kabupaten/kota diperbantukan kepada provinsi, kabupaten/kota yang bersangkutan

dengan tetap berstatus perangkat Pemerintah Pusat, demikian juga pejabat dan

karyawannya.88

C. Peraturan Terkait di Bidang Penyerahan Kewenangan Pertanahan Kepada

Pemerintah Daerah

1. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 Tentang Kebijakan Nasional

di Bidang Pertanahan

Dalam rangka mewujudkan konsepsi, kebijakan, dan sistem pertanahan

nasional yang utuh dan terpadu, serta pelaksanaan TAP MPR Nomor IX/MPR/2001

88

Boedi Harsono, 46 Tahun UUPA, Usaha Penyempurnaan yang Belum Selesai, Makalah

disampaikan pada Pertemuan Tahunan Memperingati Hari Ulang Tahun UUPA, Jakarta, 14 September

2006, hal. 12.

Universitas Sumatera Utara

Page 61: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

61

tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, Badan Pertanahan

Nasional melakukan langkah-langkah percepatan :89

1. Penyusunan Rancangan Undang-Undang Penyempurnaan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan

Rancangan Undang-Undang tentang Hak Atas Tanah serta peraturan

perundang-undangan lainnya dibidang pertanahan;

2. Pembangunan sistem informasi dan manajemen pertanahan yang meliputi :

a. Penyusunan basis data tanah-tanah aset negara/pemerintah/pemerintah

daerah di seluruh Indonesia;

b. Penyiapan aplikasi data tekstual dan spasial dalam pelayanan pendaftaran

tanah dan penyusunan basis data penguasaan dan pemilikan tanah yang

dihubungkan dengan e-government, e-commerce dan e-payment;

c. Pemetaan kadastral dalam rangka inventarisasi dan registrasi penguasaan,

pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dengan menggunakan

teknologi citra satelit dan teknologi informasi untuk menunjang kebijakan

pelaksanaan landreform dan pemberian hak atas tanah;

d. Pembangunan dan pengembangan pengelolaan penggunaan dan

pemanfaatan tanah melalui sistem informasi geografi dengan

mengutamakan penetapan zona sawah beririgasi dalam rangka memelihara

ketahanan pangan nasional.

89

Indonesia, Keputusan Presiden Tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan, No. 34

Tahun 2003, Pasal 1.

Universitas Sumatera Utara

Page 62: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

62

Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan

Nasional di Bidang Pertanahan menyebutkan tentang bagian kewenangan pemerintah

di bidang pertanahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.

Kewenangan tersebut antara lain :

1. Pemberian izin lokasi;

2. Penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan;

3. Penyelesaian sengketa tanah garapan;

4. Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan;

5. Penetapan subjek dan objek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah

kelebihan maksimum dan tanah absentee;

6. Penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat;

7. Pemanfaatan dan penyelesaian tanah kosong;

8. Pemberian izin membuka tanah;

9. Perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten/kota.

Untuk kewenangan yang bersifat lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi,

dilaksanakan oleh pemerintah provinsi yang bersangkutan.90

Berdasarkan kerangka kebijakan pertanahan nasional yang disusun oleh Tim

Teknis Program Pengembangan Kebijakan dan Manajemen Pertanahan, disebutkan

bahwa kebijakan pertanahan didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :91

90

Ibid, Pasal 2. 91

Tim Teknis Program Pengembangan Kebijakan dan Manajemen Pertanahan, Kerangka

Kebijakan Pertanahan Nasional, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas dan Direktorat

Pengukuran dan Pemetaan BPN, Jakarta, 2004, hal. v.

Universitas Sumatera Utara

Page 63: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

63

1. Tanah adalah aset bangsa Indonesia yang merupakan modal dasar pembangunan

menuju masyarakat adil dan makmur. Oleh karena itu, pemanfaatannya haruslah

didasarkan pada prinsip-prinsip yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

Indonesia. Dalam hal ini harus dihindari adanya upaya menjadikan tanah sebagai

barang dagangan, objek spekulasi, dan hal lain yang bertentangan dengan prinsip-

prinsip yang terkandung dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.

2. Kebijakan pertanahan didasarkan kepada upaya konsisten untuk menjalankan

amanat Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yaitu “..bumi, air, ruang angkasa, dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara untuk digunakan

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat…” Oleh karena itu, merupakan tugas

negara untuk melindungi hak-hak rakyat atas tanah dan memberikan akses yang

adil atas sumber daya agraria, termasuk tanah.

3. Kebijakan pertanahan diletakkan sebagai dasar bagi pelaksanaan program

pembangunan dalam upaya mempercepat pemulihan ekonomi yang difokuskan

kepada ekonomi kerakyatan, pembangunan stabilitas ekonomi nasional dan

pelestarian lingkungan.

4. Kebijakan pertanahan merupakan dasar dan pedoman bagi seluruh kegiatan

pembangunan sektoral yang memiliki kaitan, baik secara langsung maupun tidak

dengan pertanahan.

5. Kebijakan pertanahan dibangun atas dasar partisipasi seluruh kelompok

masyarakat sebagai upaya mewujudkan prinsip good governance dalam

pengelolaan pertanahan.

Universitas Sumatera Utara

Page 64: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

64

6. Kebijakan pertanahan diarahkan kepada upaya menjalankan TAP MPR Nomor

IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam,

khususnya Pasal 5 ayat 1.

Untuk mewujudkan tujuan kebijakan pertanahan tersebut, arah kebijakan

pertanahan dan rencana tindak adalah sebagai berikut :92

1. Reformasi peraturan perundang-undangan yang menyangkut pertanahan, dengan

rencana tindak : mengembangkan dan menetapkan undang-undang pokok yang

memayungti keseluruhan peraturan perundangan sektoral lainnya; sinkronisasi

seluruh peraturan perundangan yang terkait dengan pertanahan; revisi atas seluruh

peraturan perundang-undangan pertanahan yang tidak sesuai dengan prinsip-

prinsip yang terkandung dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945; mengintegrasikan

pelaksanaan serta menegakkan berbagi ketentuan perundangan-undangan

pertanahan bagi semua pihak.

2. Pengembangan kelembagaan pertanahan, dengan rencana tindak : menentukan

kewenangan bidang pertanahan antar sektor dan tingkat pemerintahan;

menentukan struktur kelembagaan pertanahan sesuai dengan kewenangan tersebut

di atas; memperkuat kelembagaan pertanahan sesuai dengan tugas dan fungsinya;

serta meningkatkan kemampuan sumber daya manusia pelaksana pengelola

pertanahan dalam upaya mengefektifkan pelayanan kepada masyarakat

sebagaimana dikemukakan dalam prinsip pelaksanaan otonomi daerah.

92

Ibid, hal vi

Universitas Sumatera Utara

Page 65: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

65

3. Peningkatan pengelolaan pendaftaran tanah dan percepatannya, dengan rencana

tindak : mengembangkan sistem pendaftaran tanah yang efektif dan efisien

sebagai upaya memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum

bagi pemegang hak atas tanah; mengembangkan sistem informasi berbasis tanah

yang terpadu dan komprehensif untuk mendukung proses percepatan pendaftaran

tanah dan sistem perpajakan tanah; mewajibkan pendaftaran tanah atas emua jenis

hak atas tanah; penataan infrastruktur pendaftaran tanah dalam rangka

meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

4. Pengembangan penatagunaan tanah dengan rencana tindak : mengembangkan

mekanisme perencanaan tata guna tanah yang komprehensif sesuai dengan

karakteristik dan daya dukung lingkungannya dengan menerapkan prinsip good

governance (transparansi, partisipasi, dan akuntabel) mulai dari tingkatan

nasional, regional, dan lokal; melaksanakan rencana tata guna tanah secara

transparan berdasarkan kebutuhan masyarakat, pemerintah maupun swasta;

membangun mekanisme pengendalian atas pelaksanaan rencana tata guna tanah

yang mengikutsertakan berbagai pihak terkait secara efektif; mengembangkan

mekanisme perizinan dalam upaya peningkatan daya guna dan hasil guna

pengelolaan tata guna tanah.

5. Pengembangan sistem informasi berbasis tanah dengan rencana tindak :

menentukan dan mengembangkan standar sistem informasi berbasis tanah untuk

setiap level pemerintahan dan atau institusi; menentukan dan mengembangkan

pengaturan untuk pertukaran data dan akses informasi, perubahan data

Universitas Sumatera Utara

Page 66: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

66

menyangkut updating dan edit, serta penyajian informasinya; mengembangkan

pola koordinasi teknis untuk pertukaran dan pemanfaatan data dari berbagai

institusi yang mengumpulkan, menyimpan/memiliki, dan menggunakan informasi

berbasis tanah dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelayanan informasi bagi

semua pihak, mengembangkan sistem informasi pertanahan yang didukung oleh

teknologi informasi, sistem komputerisasi dan komunikasi serta sumber daya

manusia yang andal.

6. Penyelesaian sengketa tanah dengan rencana tindak; menyelesaian sengketa tanah

secara komprehensif; membentuk mekanisme dan kelembagaan dalam

penyelesaian sengketa pertanahan sebagai upaya mengeliminasi berbagai gejolak

sosial akibat sengketa; serta memprioritaskan penanganan sengketa kepada kasus-

kasus struktural yang memiliki dampak sosial ekonomi dan politik yang sangat

besar dengan cara yang berkeadilan.

7. Pengembangan sistem perpajakan tanah dengan rencana tindak; mengembangkan

sistem perpajakan tanah sebagai salah satu instrumen dalam distribusi aset tanah

yang berkeadilan; menerapkan mekanisme distribusi pendapatan yang bersumber

dari pajak tanah sebagai upaya mengefektifkan pengawasan atas pemilikan,

penguasaan dan penggunaan tanah; serta memberikan insentif dalam upaya

mendorong pemanfaatan tanah secara maksimal dan disinsentif bagi penguasaan

tanah secara berlebihan yang tidak memberikan manfaat yang maksimal.

8. Perlindungan hak-hak masyarakat atas tanah dengan rencana tindak : mengakui

dan melindungi semua jenis hak atas tanah yang saat ini sudah dimiliki, baik oleh

Universitas Sumatera Utara

Page 67: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

67

masyarakat individu, kelompok masyarakat (tanah ulayah), badan hukum tertentu,

serta instansi pemerintah tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku; serta memberikan jaminan kepastian hukum pola hubungan

kelembagaan dalam penguasaan tanah.

9. Peningkatan akses atas tanah dengan rencana tindak : membuka akses yang adil

kepada seluruh masyarakat, khususnya kelompok masyarakat miskin, untuk dapat

menguasai dan atau memiliki tanah sebagai sumber penghidupannya, melalui

kegiatan landrefrom; mengaitkan kegiatan landreform dengan berbagai kegiatan

pembangunan lainnya sebagai upaya mengatasi masalah kemiskinan, baik

di pedesaan maupun di perkotaan; serta memberdayakan kelompok masyarakat

miskin penerima tanah objek landreform dan masyarakat secara luas melalui

program-program departemen atau instansi pemerintah terkait.

2. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan

Nasional

Eksistensi Badan Pertanahan Nasional yang memiliki tugas dan kewajiban

di bidang pertanahan dipertegas dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006

tentang Badan Pertanahan Nasional. Dalam salah satu pertimbangan terbitnya

Peraturan Presiden ini adalah bahwa tanah merupakan alat pemersatu Negara

Kesatuan Republik Indonesia sehingga perlu diatur dan dikelola secara nasional

untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa fenomena desentralisasi bidang

pertanahan melalui model otonomi kepada daerah otonom tidak menjadi kenyataan

Universitas Sumatera Utara

Page 68: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

68

karena pemerintah tetap mempertahankan keberadaan Badan Pertanahan Nasional

sebagai badan yang secara nasional bertugas menjaga keberlanjutan sistem kehidupan

berbangsa dan bernegara dalam bidang pertanahan. Di lain pihak, pemberian

kewenangan bidang pertanahan kepada pemerintah daerah berdasarkan model

medebewind atau tugas perbantuan memperoleh pengaturannya dimana kedudukan

Badan Pertanahan Nasional yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang

pertanahan secara nasional, regional, dan sektoral.93

Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas tersebut, Badan

Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi antara lain :94

1. Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan;

2. Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan;

3. Koordinasi kebijakan, perencanaan, dan program di bidang pertanahan;

4. Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan;

5. Penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan di bidang

pertanahan;

6. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum;

7. Pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah;

8. Pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah-

wilayah khusus;

93

Indonesia, Peraturan Presiden tentang Badan Pertanahan Nasional, Perpres No. 10 Tahun

2006, Pasal 2. 94

Ibid, Pasal 3.

Universitas Sumatera Utara

Page 69: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

69

9. Penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara/daerah

bekerja sama dengan Departemen Keuangan;

10. Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah;

11. Kerjasama dengan lembaga-lembaga lain;

12. Penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program

di bidang pertanahan;

13. Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;

14. Pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang

pertanahan;

15. Pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan;

16. Penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan;

17. Pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang

pertanahan;

18. Pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan;

19. Pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang

pertanahan;

20. Pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan

hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku;

21. Fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Universitas Sumatera Utara

Page 70: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

70

Struktur Badan Pertanahan Nasional Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor

10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional

1. Kepala Badan Pertanahan Nasional

Bertugas memimpin Badan Pertanahan Nasional dalam menjalankan tugas dan

fungsi Badan Pertanahan Nasional.

2. Sekretariat Utama

Bertugas mengoordinasikan perencanaan, pembinaan dan pengendalian terhadap

program, administrasi dan sumber daya di lingkungan Badan Pertanahan

Nasional.

Berfungsi :

a. Pengoordinasian, sinkronisasi, dan integrasi di lingkungan Badan Pertanahan

Nasional

b. Pengoordinasian perencanaan dan perumusan kebijakan teknis Badan

Pertanahan Nasional.

c. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi, tata laksana,

kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah

tangga Badan Pertanahan Nasional.

d. Pembinaan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan data dan informasi,

hubungan masyarakat dan protokol di lingkungan Badan Pertanahan Nasional.

e. Pengoordinasian penyusunan peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan tugas Badan Pertanahan Nasional.

f. Pengoordinasian dalam penyusunan laporan Badan Pertanahan Nasional

Universitas Sumatera Utara

Page 71: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

71

3. Deputi Bidang Survei, Pengukuran dan Pemetaan

Bertugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dibidang survei, pengukuran,

dan pemetaan.

Berfungsi :

a. Perumusan kebijakan teknsi di bidang survei, pengukuran, dan pemetaan.

b. Pelaksanaan survei dan pemetaan tematik

c. Pelaksanaan pengukuran dasar nasional

d. Pelaksanaan pemetaan dasar pertanahan

4. Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah

Bertugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang hak tanah dan

pendaftaran tanah.

Berfungsi :

a. Perumusan kebijakan teknsi di bidang hak tanah dan pendaftaran tanah.

b. Pelaksanaan pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah.

c. Inventarisasi dan penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau

milik negara/daerah.

d. Pelaksanaan pengadaan tanah untuk keperluan pemerintah, pemerintah

daerah, organisasi sosial keagamaan, dan kepentingan umum lainnya .

e. Penetapan batas, pengukuran dan berpetaan bidang tanah serta pembukuan

tanah.

f. Pembinaan teknis Pejabat Pembuat Akta Tanah, Surveyor Berlisensi dan

Lembaga Penilai Tanah.

Universitas Sumatera Utara

Page 72: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

72

5. Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan

Bertugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang pengaturan dan

penataan pertanahan.

Berfungsi :

a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pengaturan dan penataan pertanahan.

b. Penyiapan peruntukan, persediaan, pemeliharaan dan penggunaan tanah.

c. Pelaksanaan pengaturan dan penetapan penguasaan dan pemilikan tanah serta

pemanfaatan dan penggunaan tanah.

d. Pelaksanaan penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil,

perbatasan dan wilayah tertentu lainnya.

6. Deputi Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat

Bertugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang pengendalian

pertanahan dan pemberdayaan masyarakat.

Berfungsi :

a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pengendalian pertanahan dan

pemberdayaan masyarakat.

b. Pelaksanaan pengendalian kebijakan, perencanaan dan program penguasaan,

pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah.

c. Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan

d. Evaluasi dan pemantauan penyediaan tanah untuk berbagai kepentingan.

Universitas Sumatera Utara

Page 73: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

73

7. Deputi Bidang Pengkajian Penangananh Sengketa dan Konflik Pertanahan

Bertugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang pengkajian dan

penanganan sengketa dan konflik pertanahan.

Berfungsi :

a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pengkajian dan penanganan sengketa

dan konflik pertanahan.

b. Pengkajian dan pemetaan secara sistematis berbagai masalah, sengketa dan

konflik pertanahan.

c. Penanganan masalah, sengketa dan konflik pertanahan secara hukum dan non

hukum.

d. Penanganan perkara pertanahan.

e. Pelaksanaan alternatif penyelesaian masalah, sengketa dan konflik pertanahan

melalui bentuk mediasi, fasilitasi dan lainnya.

f. Pelaksanaan putusan-putusan lembaga peradilan yang berkaitan dengan

pertanahan.

g. Penyiapan pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang,

dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku .

8. Inspektorat Utama

Bertugas melaksanakan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan tugas

di lingkungan Badan Pertanahan Nasional.

Universitas Sumatera Utara

Page 74: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

74

Berfungsi :

a. Penyiapan perumusan kebijakan pengawasan fungsional di lingkungan Badan

Pertanahan Nasional.

b. Pelaksanaan pengawasan kinerja, keuangan dan pengawasan untuk tujuan

tertentu atas petunjuk Kepala Badan Pertanahan Nasional.

c. Pelaksanaan urusan administrasi Inspektorat Utama

d. Penyusunan laporan hasil pengawasan

Dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 diatur juga tentang Komite

Pertanahan. Komite Pertanahan ini bertujuan untuk menggali pemikiran dan

pandangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan bidang pertanahan dan

dalam rangka perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan. Adapun tugas

Komite Pertanahan adalah memberikan masukan, saran dan pertim bangan kepada

Kepala Badan Pertanahan Nasional dalam perumusan kebijakan nasional di bidang

pertanahan. Komite ini berjumlah paling banyak tujuh belas orang yang berasal dari

para pakar di bidang pertanahan dan tokoh masyarakat.

Dalam kebijakan pertanahan nasional, hal-hal yang menyangkut hukum,

kebijakan, dan pedoman dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah maupun

keputusan Presiden menjadi tanggung jawab pemerintah pusat sebagaimana diatur

dalam Peraturan Pemerintah Nomro 25 Tahun 2000, yaitu mengenai :95

1. Penetapan persyaratan pemberian hak atas tanah;

2. Penetapan persyaratan landreform;

95

Hutagalung, Tebaran Pemikiran, Op.cit, hal. 74-76.

Universitas Sumatera Utara

Page 75: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

75

3. Penetapan standar administrasi pertanahan;

4. Penetapan pedoman biaya pelayanan pertanahan;

5. Penetapan kerangka dasar kadastral nasional;

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 diganti oleh Peraturan

Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara

Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, diatur tentang

urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dan

kabupaten/kota.

Dalam hal kebijakan pertanahan nasional, perlu ditambah sepanjang itu

menyangkut hukum, pedoman dan kebijakan nasional yang secara rinci dapat

diusulkan sebagai berikut.96

1. Pengaturan penyelenggaraan peruntukan, penggunaan, persediaan dan

pemeliharaan tanah.

a) Perumusan kebijakan teknis pengembangan sistem informasi geografi guna

kepentingan perencanaan penatagunaan tanah dan tata ruang.

b) Perumusan kebijakan teknis di bidang koordinasi penyiapan rencana

penatagunaan tanah dan tata ruang.

c) Perumusan kebijakan teknis dan melakukan perpetaan penatagunaan tanah.

96

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 76: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

76

d) Perumusan kebijakan teknis dan melakukan pengendalian dan pengawasan

penggunaan tanah.

e) Penyelenggaraan pengendalian dan pengawasan serta arahan lokasi

pembangunan.

2. Penetapan dan pengaturan hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan

tanah.

a) Pengaturan penguasaan, pengawasan, pengendalian, penetapan pedoman

untuk melaksanakan objek landreform dan pemilikan tanah.

b) Perumusan kebijaksanaan teknis serta pelaksanaan penataan penguasaan tanah

partikelir, tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, tanah-tanah bekas

swapraja serta tanah negara lainnya.

c) Perumusan kebijakan teknis mengenai pemanfaatan tanah negara,

pemanfaatan atas tanah pertanian dan perkotaan, pengendalian, pemanfaatan

serta pengalihan hak atas tanah dan pelaksanaan konsolidasi tanah.

d) Perumusan kebijakan teknis dan penetapan ganti rugi tanah partikelir, tanah

kelebihan maksimum dan tanah absentee, serta penyelesaian masalah tanah

objek pengaturan penguasaan tanah.

e) Penghimpunan, pengolahan, dan penyajian data serta melakukan dokumentasi

dan pelaporan data penguasaan tanah.

f) Penegasan tanah objek landreform

g) Ganti rugi tanah kelebihan maksimum/absentee dan tanah partikelir.

h) Penetapan kebijakan konsolidasi tanah.

Universitas Sumatera Utara

Page 77: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

77

3. Pengurusan hak atas tanah

a) Penetapan kebijakan pemberian hak atas tanah

b) Penetapan kebijakan dan penyelenggaraan pemberian, perpanjangan,

perpindahan, pelepasan dan pembatalan hak guna usaha perkebunan besar,

perkebunan rakyat, peternakan dan perikanan serta mengelola data hak guna

usaha.

c) Penetapan kebijakan dan penyelenggaraan pemberian, perpanjangan,

peralihan, pelepasan, dan pencabutan hak guna bangunan serta mengolah data

hak guna bangunan.

d) Pemberian hak milik atas tanah nonpertanian di atas 5.000 m2

e) Pemberian hak guna usaha di atas 200 Ha

f) Pemberian hak guna bangunan di atas 15 Ha

g) Pemberian hak pakai nonpertanian di atas 15 Ha

h) Penyelesaian sengketa hukum di bidang pertanahan dan mengolah data

penyelesaian sengketa hukum di bidang pertanahan.

i) Penetapan kebijakan pengadaan tanah bagi instansi pemerintah.

j) Penetapan dan penyelenggaraan pemberian hak pengelolaan tanah instansi

pemerintah, BUMN, dan BUMD, pemerintah daerah.

4. Penetapan dan pengaturan hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan

perbuatan hukum dengan tanah

a) Pengukuran Kerangka Dasar Kadastral Nasional (KDKN) dan pemetaan

dasar.

Universitas Sumatera Utara

Page 78: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

78

b) Pembatalan sertifikat

c) Penanganan masalah tanah lintas sektoral

d) Pengukuran dan pemetaan batas provinsi

e) Pengukuran dan pemetaan tanah ulayat

f) Penyelenggaraan informasi pertanahan nasional

g) Penetapan wilayah pendaftaran tanah sistematik

h) Pengukuran bidang tanah yang luasnya lebih dari 1.000 Ha

i) Penyediaan blanko sertifikat dan akta tanah

j) Penyelenggaraan ujian PPAT dan pengangkatannya

k) Pemindahan PPAT dan surveyor berlisensi

l) Standardisasi sistem, prosedur dan biaya pendaftaran tanah.

m) Pembinaan teknis sumber daya manusia pendaftaran tanah

n) Standardisasi penilaian tanah

o) Penyelenggaraan ujian surveyor berlisensi dan pengangkatannya.

Di samping itu, kewenangan pemerintah pusat termasuk juga dalam

pembinaan, pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi

pedoman, bimbingan dan supervisi yang dapat dilakukan melalui instansi vertikal

yang menangani masalah pertanahan.

Universitas Sumatera Utara

Page 79: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

79

BAB III

STATUS KEWENANGAN OTORITA BATAM

DALAM BIDANG PERTANAHAN

A. Status Kewenangan Otorita Batam dalam Bidang Pertanahan Berdasarkan

Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 Tentang Daerah Industri Pulau

Batam

1. Status Hukum Pulau Batam

Keberadaan Otorita Batam tidak terlepas dari kebijakan pemerintah pusat

untuk memperlakukan Pulau Batam secara khusus demi memacu iklim investasi dan

pertumbuhan ekonomi nasional dengan memanfaatkan potensi dan letak strategis

Pulau Batam.

Berkaitan dengan hal ini, pemerintah menerbitkan sejumlah keputusan yang

menjadi dasar hukum bagi keberadaan Otoritas Batam. Keputusan tersebut antara

lain: Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1970 tentang Proyek Pengembangan

Pulau Batam Sebagai Dasar Logistik Lepas Pantai Untuk Kegiatan Pengeboran Oleh

Pertamina; Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 1971 tentang Pembangunan Pulau

Batam; Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau

Batam yang telah lima kali diubah yaitu dengan Keputusan Presiden Nomor 45

Tahun 1978, Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1989, Keputusan Presiden Nomor

94 Tahun 1998, Keputusan Presiden Nomor 113 Tahun 2000, Keputusan Presiden

Nomor 25 Tahun 2005; Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1974 tentang Penun

jukan Beberapa Lokasi di Sekupang, Batu Ampar, dan kabil sebagai kawasan Bonded

Ware dan PT Persero Batam Sebagai Penguasa Bonded Ware House; Keputusan

68

Universitas Sumatera Utara

Page 80: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

80

Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan

Tanah di Daerah Industri Pulau Batam; Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1978

tentang Penetapan Seluruh Pulau Batam Sebagai Kawasan Berikat (Bonded Zone);

Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1984 tentang Hubungan Kerja Antara

Pemerintah Kotamadya Batam dengan Otoritas Batam; Keputusan Presiden Nomor

56 Tahun 1984 tentangt Perluasan Wilayah Kerja Otorita Batam meliputi lima puluh

pulau kecil di sekitarnya dan Penetapannya sebagai wilayah Usaha Kawasan Berikat

(Bonded Zone).

Dalam bidang pertanahan, kepada Otorita Batam diberikan hak pengelolaan

atas seluruh wilayah di Pulau Batam. Hak Pengelolaan Otorita Batam diatur dalam

Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam dan

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 tahun 1977 tentang Pengelolaan dan

Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam.

Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 mengatur tentang kedudukan

Pulau Batam sebagai daerah industri, adanya lembaga Otorita Pengembangan Daerah

Industri Pulau Batam dan mengatur peruntukan dan penggunaan tanah di Pulau

Batam. Dalam Pasal 6 ayat (1) disebutkan bahwa peruntukan dan penggunaan tanah

di daerah Industri Pulau Batam untuk keperluan bangunan-bangunan, usaha-usaha

dan fasilitas-fasilitas lainnya yang bersangkutan dengan pelaksanaan pembangunan

Universitas Sumatera Utara

Page 81: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

81

Pulau Batam, didasarkan atas suatu rencana tata guna tanah dalam rangka

pengembangan Pulau Batam menjadi daerah industri.97

Dalam ayat (2) disebutkan bahwa hal-hal yang bersangkutan dengan

pengurusan tanah di dalam wilayah Daerah Industri Pulau Batam dalam rangka

ketentuan tersebut diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang agraria dengan ketentuan

sebagai berikut.98

a. Seluruh areal tanah yang terletak di Pulau Batam diserahkan dengan hak

pengelolaan kepada Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau

Batam.

b. Hak Pengelolaan tersebut memberi wewenang kepada Ketua Otorita

Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam untuk :

1) Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut;

2) Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya;

3) Menyerahkan bagian-bagin dari tanah tersebut kepada pihak ketiga

dengan hak pakai sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal 41 sampai

dengan Pasal 43 Undang-Undang Pokok Agraria;

4) Menerima uang pemasukan/ganti rugi dan uang wajib tahunan.

Sebagai tindak lanjut dari Pasal 6 Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973

diterbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977. Keputusan

97

Indonesia, Keputusan Presiden tentang Daerah Industri Pulau Batam, Keppres No. 41

Tahun 1973, Pasal 6. 98

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 82: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

82

Menteri Dalam Negeri ini memberikan hak pengelolaan kepada Otorita

Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam untuk seluruh areal tanah yang ada

di Pulau Batam termasuk gugusan Pulau Jadan Berhias, Tanjung Sauh, Ngenang, dan

Pulau Kasem.

Adapun beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Otorita Batam sebagai

berikut.99

a. Hak pengelolaan diberikan untuk jangka waktu selama tanah digunakan untuk

kepentingan penerima hak dan terhitung sejak didaftarkan pada kantor

pertanahan setempat.

b. Hak pengelolaan diberikan untuk dipergunakan sebagai pengembangan daerah

industri, pelabuhan, pariwisata, pemukiman, peternakan, perikanan, dan usaha

lain-lain yang berkaitan dengan itu .

c. Apabila di atas areal tanah yang diberikan dengan hak pengelolaan masih

terdapat tanah, bangunan, dan tanaman milik rakyat, pembayaran ganti

ruginya wajib diselesaikan terlebih dahulu oleh penerima hak, demikian pula

pemindahan penduduk ke tempat pemukiman baru.

d. Penerima hak untuk pemberian hak pengelolaan tersebut diharuskan

membayar biaya administrasi.

e. Dalam rangka pemberian hak pengelolaan, tanah yang telah dibebaskan dari

hak-hak rakyat harus diberi tanda-tanda batas sesuai dengan ketentuan

99

Departemen Dalam Negeri, Keputusan Menteri Dalam Negeri Tentang Pengelolaan dan

Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam, Kepmendagri No. 43 Tahun 1977.

Universitas Sumatera Utara

Page 83: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

83

sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 8 Tahun

1961 untuk kemudian dilakukan pengukuran oleh kantor pertanahan setempat.

f. Terhadap areal tanah yang diberikan dengan hak pengelolaan dan telah

dilakukan pengukuran sehingga telah dapat diketahui luasnya dengan pasti,

harus didaftarkan pada kantor pertanahan setempat untuk kemudian dapat

dikeluarkan sertifikat tanda bukti haknya menurut ketentuan dalam Peraturan

Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966.

g. Hak pengelolaan yang telah diterbitkan sertifikat tanda bukti haknya

memberikan wewenang kepada pemegang haknya (Otorita Pengembangan

Daerah Industri Pulau Batam) untuk : merencanakan peruntukan dan

penggunaan tanah tersebut, menggunakan tanah tersebut untuk keperluan

pelaksanaan tugasnya; menyerahkan bagian-bagian dari tanah hak

pengelolaan tersebut kepada pihak ketiga dengan hak guna bangunan dan hak

pakai sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundangan

agraria yang berlaku.

h. Tanah yang diberikan dengan hak pengelolaan tersebut harus dipelihara

sebaik-baiknya.

i. Pemindahan hak atas tanah yang diberikan dengan hak pengelolaan ini kepada

pihak lain dalam bentuk apapun tidak diperbolehkan kecuali dengan izin

Menteri Dalam Negeri c/q. Direktorat Jenderal Agraria.

Universitas Sumatera Utara

Page 84: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

84

j. Penerima hak wajib mengembalikan areal tanah yang dikuasai dengan hak

pengelolaan tersebut seluruhnya atau sebagian kepada negara apabila areal

tanah tadi tidak dipergunakan lagi untuk keperluan sebagaimana mestinya.

k. Pemberian hak pengelolana dapat ditinjau kembali atau dibatalkan apabila :

luas tanah yang diberikan dengan hak pengelolaan tersebut ternyata melebihi

keperluan; tanah tersebut sebagian atau seluruhnya tidak dipergunakan,

dipelihara sebagaimana mestinya; salah satu syarat atau ketentuan dalam surat

keputusan ini tidak dipenuhi sebagaimana mestinya.

l. Segala akibat, biaya, untung, dan rugi yang timbul karena pemberian hak

pengelolaan ini menjadi beban/tanggungan sepenuhnya dari penerima hak.

Terhadap hak pengelolaan Otorita Batam, harus didaftartkan pada Kantor

Pertanahan Kota Batam untuk kemudian dikeluarkan sertifikat tanda bukti haknya.

Wilayah kerja Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam yang

sebelumnya hanya meliputi Pulau Batam, ditambah dengan Pulau Rempang dan

Pulau Galang Melalui Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1992 tentang

Penambahan Wilayah Lingkungan Kerja Daerah Industri Pulau Batam dan

Penetapannya Sebagai Wilayah Usaha Kawasan Berikat (Bonded Zone) dengan bunyi

keputusan sebagai berikut.100

100

Indonesia, Keputusan Presiden tentang Penambahan Wilayah Lingkungan Kerja Daerah

Industri Pulau Batam dan Penetapannya Sebagai Wilayah Usaha Kawasan Berikat (Bonded Zone),

Keppres No. 28 tahun 1992.

Universitas Sumatera Utara

Page 85: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

85

a. Wilayah lingkungan kerja Daerah Industri Pulau Batam sebagaimana dimaksud

dalam Keputusan Presiden Nomor 41 tahun 1973 ditambah dengan Pulau

Rempang dan Pulau Galang.

b. Beberapa pulau kecil tertentu di sekitar Pulau Rempang dan Pulau Galang yang

secara teknis diperlukan bagi perencanaan dan pengembangan Pulau Rempang

dan Pulau Galang dengan Keputusan Presiden dapat ditetapkan pula sebagai

bagian dari wilayah lingkungan kerja Daerah Industri Pulau Batam.

c. Pulau-pulau yang ditambahkan sebagai wilayah lingkungan kerja Daerah Industri

Pulau Batam merupakan wilayah usaha kawasan berikat (bonded zone) Daerah

Industri Pulau Batam.

d. Pelaksanaan penambahan Pulau galang ke dalam wilayah lingkungan kerja

Daerah Industri Pulau Batam dilakukan secepatnya dengan memerhatikan

penyelesaian masalah pengungsi di pulau tersebut.

e. Penyusun rencana pengembangan wilayah Pulau Rempang dan Pulau Galang

sebagai wilayah lingkungan kerja Daerah Industri Pulau Batam dilaksanakan

sebagai satu kesatuan dan dalam rangka penyempurnaan rencana induk

pengembangan Daerah Industri Pulau Batam yang ditetapkan oleh Presiden.

f. Hal-hal yang bersangkutan dengan pengelolaan dan pengurusan tanah di dalam

wilayah Pulau Rempang dan Pulau Galang, termasuk usaha-usaha pengamanan,

penguasaan, pengalihan, dan pemindahan hak atas tanah diatur lebih lanjut oleh

Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Universitas Sumatera Utara

Page 86: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

86

Pemerintah menyatakan kesediaan memberikan hak pengelolaan seluruh areal

tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 9-VIII-1993 tentang Pengelolaan dan Pengurusan Tanah di Daerah

Industri Pulau Rempang, Pulau Galang dan pulau-pulau lain disekitarnya dengan

bunyi keputusan menyatakan kesediaan untuk memberikan hak pengelolaan kepada

Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atas seluruh areal tanah lain

di sekitarnya dengan syarta-syarat dan ketentuan sebagai berikut :101

a. Segala akibat, biaya, untung, dan rugi yang timbul karena pemberian hak

pengelolaan tersebut menjadi tanggung jawab sepenuhnya penerima hak.

b. Hak pengelolaan tersebut akan diberikan untuk waktu selama tanah dimaksud

dipergunakan untuk pengembangan daerah industri, pelabuhan, pariwisata,

pemukiman, peternakan, perikanan, dan lain-lain usaha yang berkaitan dengan

itu, terhitung sejak didaftarkan kepada kantor pertanahan setempat.

c. Apabila di atas areal tanah yang akan diberikan dengan hak pengelolana

tersebut masih terdapat tanah, bangunan dan tanaman milik rakyat,

pembayaran ganti ruginya wajib diselesaikan terlebih dahulu oleh penerima

hak, demikian pula pemindahan penduduk ke tempat pemukiman baru atas

dasar musyawarah.

101

Departemen Agraria/Badan Pertanahan Nasional, Keputusan Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Pengelolaan dan Pengurusan Tanah di Daerah

Industri Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau –pulau Lain di Sekitarnya, Kepmenag/K.BPN

No. 9-VIII-1993 Tahun 1993.

Universitas Sumatera Utara

Page 87: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

87

d. Dalam rangka kesediaan pemberian hak pengelolaan tersebut tanah-tanah

yang telah bebas atau telah dibebaskan dari hak-hak rakyat, harus diberi

tanda-tanda batas sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Peraturan Menteri Agraria Nomor 8 Tahun 1961 untuk kemudian dilakukan

pengukuran oleh kantor pertanahan setempat.

e. Terhadap areal tanah yang akan diberikan dengan hak pengelolaan dan telah

dilakukan pengukuran sehingga telah dapat diketahui luasnya dengan pasti,

akan diberikan dengan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional secara

bertahap (parsial) dan harus didaftarkan pada kantor pertanahan setempat

untuk memperoleh tanda bukti berupa sertifikat dengan membayar biaya

pendaftaran menurut ketentuan yang berlaku.

f. Penerima hak dalam menyerahkan bagian-bagian dari hak pengelolaan kepada

pihak ketiga diwajibkan untuk memenuhi/tunduk pada ketentuan-ketentuan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977.

g. Pemindahan hak atas tanah yang diberikan dengan keputusan pemberian hak

pengelolaan kepada pihak lain dalam bentuk apapun tidak diperbolehkan

kecuali dengan izin Kepala Badan Pertanahan Nasional.

2. Kewenangan yang Diberikan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973

Batam sebagai bagian wilayah Indonesia tidak terlepas dari problematika

pertanahan yang kerap terjadi di nusantara. Berbagai kasus tanah masih menyisakan

persoalan-persoalan yang harus diselesaikan secara bijak sehingga tidak

menimbulkan persoalan baru.

Universitas Sumatera Utara

Page 88: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

88

Di tengah sulitnya akses untuk memperoleh hunian yang layak, sementara

kebutuhan akan perumahan semakin tak terelakkan, jalan pintas untuk mendirikan

tempat tinggal di atas tanah negara yang bukan diperuntukkan bagi pemukiman

menjadi pilihan yang amat menyenangkan. Hal ini didukung oleh lemahnya

pengawasan yang dilakukan pemerintah. Akibatnya rumah-rumah liar102

pun

bermunculan, tanpa usaha untuk membendungnya.

Kepemilikan rumah tempat tinggal bagi warga negara asing yang bermukim

di Batam juga menambah rumitnya persoalan. Menghadapi fenomena ini, pemerintah

telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan

Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan

di Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tersebut merupakan

pengecualian dari UUPA yang pada dasarnya berkaitan dengan status pemilikan hak

pakai atas tanah negara.103

Penetapan status Pulau Batam sebagai zona industri lewat Keputusan Presiden

Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam tidak saja membuat

perubahan dalam pola kebijakan di bidang industri, tetapi juga kebijakan di bidang

pertanahan. Dengan perubahan status tersebut, kebijakan pertanahan menjadi

102

Markus Gunawan, Rumah Liar, Problematika Mutidimensial, Sijori Pis, 12 Juli 2002. 103

Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian

Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, PP No. 41 Tahun 1996, LN No. 59 Tahun 1996,

TLN No. 3644, Pertimbangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 89: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

89

kewenangan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, untuk selanjutnya

disebut Otorita Batam, dengan pemberian hak pengelolaan.104

Keadaan ini dalam perjalanan selanjutnya diperuncing dengan pemberlakuan

otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah yang kemudian disempurnakan kembali dengan Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004105

yang memberikan kekuasaan yang amat besar

kepada masing-masing daerah untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri.106

Pemberian otonomi di bidang pertanahan kepada daerah kabupaten/kota ini

merupakan suatu perubahan dasar dalam pelaksanaan hukum tanah nasional.107

Dengan berbekal undang-undang ini, Pemerintah Kota Batam menginginkan

kebijakan yang berhubungan dengan pertanahan menjadi kewenangan Pemerintah

Kota Batam.

Terhadap hal ini, Otorita Batam mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 41

Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam yang memberikan kewenangan

kepada Otorita Batam termasuk kewenangan bidang pertanahan, sementara

Pemerintah Kota Batam dengan semangat otonomi daerah berdasarkan Undang-

Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyimpulkan bahwa

104

Pemerintah Kota Batam, Profil Batam Madani 2004, Pemko Batam, Batam 2004, hal. 8. 105

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan revisi terhadap Undang-Undang

Nomor 32 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Revisi tersebut tidak banyak merevisi tentang

masalah pertanahan. Hanya satu pasal yang menyatakan bahwa pelayanan pertanahan diserahkan

kepada daerah tanpa adanya penjelasan mengenai pelayanan pertanahan tersebut. Indonesia, Undang-

Undang tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 32 Tahun 2004, Loc.cit. 106

Ibid, Pasal 1. 107

Hutagalung, Tebaran Pemikiran, Op.cit , hal. 40

Universitas Sumatera Utara

Page 90: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

90

sudah saatnya kewenangan bidang pertanahan beralih menjadi kewenangan

Pemerintah Kota Batam.

Berdasarkan rumusan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa urusan wajib yang menjadi

kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang

berskala kabupaten/kota yang diantaranya adalah pelayanan pertanahan. Undang-

undang ini tidak memberikan penjelasan seperti apa bentuk dan mekanisme

pelayanan pertanahan sehingga menimbulkan interpretasi yang beragam.

Status hukum hak pengelolaan atas seluruh areal yang terletak di Pulau Batam

termasuk dalam gugusan Pulau Janda Berhias, Pulau tanjung Sauh, Pulau Ngenang,

Pulau Kasem, dan Pulau Moi-moi, yang diperoleh Otorita Batam berdasarkan

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 tahun 1977 tanggal 18 Februari 1977108

menjadi dipertanyakan, termasuk kewenangan bidang pertanahan di Pulau Rempang

dan galang.

Permasalahan tersebut juga terkait dengan bagaimana status hukum terhadap

peraturan bidang pertanahan yang telah diterbitkan oleh Otorita Batam apabila terjadi

peralihan kewenangan kepada Pemerintah Kota Batam.

Mengingat pentingnya pemahaman yang komprehensif dalam menyikapi

problematika pertanahan tersebut yang amat bertautan dengan masalah yuridis,

dilengkapi dengan studi kasus terhadap kewenangan bidang pertanahan di Pulau

108

Pemerintah Kota Batam, Op.cit, hal. 9.

Universitas Sumatera Utara

Page 91: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

91

Batam yang melibatkan dua institusi, yaitu Pemerintah Kota Batam dan Otorita

Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam.

Pada tahun 1983, Pulau Batam menjadi kota administratif berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1983 dengan tiga sub distrik (kecamatan),

yakni Belakang Padang, Batam Barat, dan Batam Timur.109

Derasnya tuntutan otonomi daerah dan kisah melunaknya kekuasaan

sentralistik mendorong perubahan sejarah pemerintahan di Batam. Tanggal 4 Oktober

1999 menjadi momentum perubahan bagi Kota Batam. Wilayah yang semula

berstatus pemerintahan kota administratif dengan keunikan sebagai daerah khusus

industri ditetapkan menjadi pemerintahan yang otonom melalui Undang-Undang

Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten

Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam.110

Diberikannya status kota otonom kepada Batam, juga sesuai dengan kehendak

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sehingga

Batam memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat berdasarkan prakarsa sendiri sesuai dengan aspirasi masyarakatnya.

Dengan demikian, pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

yang kemudian diperbarui lagi dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004,

mengakibatkan perubahan status Kota Batam yang semula sebagai Kota Administratif

Batam menjadi Kota Batam. Pengertian kota menurut Undang-Undang Nomor 32

109

Ibid, hal. 7 110

Freddy Roeroe, Et.al, Batam Komitmen Sete ngah Hati, Aksara Karunia, Jakarta, 2003,

hal. 89.

Universitas Sumatera Utara

Page 92: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

92

Tahun 2004 merupakan daerah otonom yang berwenang mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia.111

Pemerintah Kota Batam melaksanakan kewenangan bidang pertanahan

melalui Dinas Pertanahan berdasarkan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun

2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan yang menyebutkan tentang

bagian kewenangan pemerintah di bidang pertanahan yang dilaksanakan oleh

pemerintah kabupaten/kota yang dijabarkan lebih lanjut dalam Keputusan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar

Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang

dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Kewenangan tersebut antara lain:

pemberian izin lokasi; penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan

pembangunan; penyelesaian sengketa tanah garap; penyelesaian masalah ganti

kerugian dan santuan tanah untuk pembangunan; penetapan subjek dan objek

retribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimun dan tanah absentee;

penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat; pemanfaatan dan penyelesaian

tanah kosong; pemberian izin membuka tanah; perencanaan penggunaan tanah

wilayah kabupaten/kota.

Berkaitan dengan adanya hak pengelolaan yang dimiliki oleh Otorita Batam

atas seluruh tanah di Pulau Batam, kewenangan Pemerintah Kota Batam yang

111

Indonesia, Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Op.cit., Pasal 1

Universitas Sumatera Utara

Page 93: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

93

diselenggarakan oleh Dinas Pertanahan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 34

Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan dalam hal ini izin

lokasi menjadi tidak berlaku.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang izin lokasi dalam Pasal 2 ayat (2) d

disebutkan bahwa izin lokasi tidak diperlukan dan dianggap sudah dimiliki oleh

perusahaan yang bersangkutan dalam hal tanah yang akan diperoleh berasal dari

otorita atau badan penyelenggara pengembangan suatu kawasan sesuai dengan

rencana tata ruang kawasan pengembangan tersebut.

Namun, kewenangan lainnya di luar pemerintah izin lokasi tersebut tetap

dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Batam Keputusan Presiden Nomor 34

Tahun 2003 yang dijabarkan lebih lanjut dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme

Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang dilaksanakan

oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

B. Kewenangan Bidang Pertanahan di Pulau Batam

Pulau Batam mulai dibangun dengan berbekal keputusan Presiden Nomor 74

Tahun 1971 tentang pengembanan pembangunan Pulau Batam. Statusnya

ditingkatknya sebagai daerah industry dengan keputusan Presiden Nomor 41 Tahun

1973. Sejumlah daerah ditetapkan sebagai kawasan bonded warehouse melalui

Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1974. Menteri Dalam Negeri mengeluarkan

Universitas Sumatera Utara

Page 94: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

94

Keputusan Nomor 43 Tahun 1977 yang menetapkan pengelolaan dan penggunaan

tanah di daerah industri pulau Batam.

Kemudian, pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1978

menetapkan seluruh daerah industri Pulau Batam sebagai wilayah industri pulau

Batam melalui Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1983. Pemerintah mengatur

Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1984 yang mengatur hubungan kerja antara

pemerintah Kotamadya Batam dengan Otorita Batam. Dalam hubungan kerja tersebut

diatur bahwa pemerintah Kotamadya Batam bertanggung jawab dalam bidang

kemasyarakatan dan pemerintahan, sedangkan Otorita Batam bertanggung jawab

dalam bidang pembangunan.

Pada tahun 1999, pemerintah bersama DPR menerbitkan Undang-Undang

No. 53 Tahun 1999 tentang pembentukan Kota Batam dan Kedudukan Otorita Batam

dalam pembangunan Batam dipertegas. Semula, dengan terbitnya Undang-Undang

Nomor 53 Tahun 1999, posisi Otorita Batam selaku Badan Pembangunan di Pulau

Batam semakin kuat kedudukannya karena keberadaannya dicantumkan dalam

undang-undang keberadaan Pemerintah Kota Batam sesuai dengan semangat otonomi

daerah.

Penetapan status Pulau Batam sebagai zona industri menyebabkan terjadinya

perubahan dalam pola kebijakan di bidang industri termasuk bidang pertanahan.

Dengan perubahan status tersebut, kebijakan pertanahan menjadi kewenangan Otorita

Batam lewat hak pengelolaan sebagaimana ternyata dalam Keputusan Menteri Dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 95: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

95

Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah

Industri Pulau Batam.112

Keadaan ini dalam perjalanannya sempat diperuncing dengan pemberlakuan

otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah

Daerah yang kemudian disempurnakan kembali dengan Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 yang memberikan kekuasaan yang amat besar kepada masing-masing

daerah untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri.113

Berbekal undang-undang ini, Pemerintah Kota Batam menginginkan

kebijakan yang berhubungan dengan pertanahan menjadi kewenangan Pemerintah

Kota Batam. Terhadap hal ini, Otorita Batam tetap berpegang pada Keputusan

Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Penetapan Batam sebagai Zona Industri dan

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tentang pengelolaan dan

Penggunaan Tanah di Daerah Indutri Pulau Batam yang memberikan kewenangan

kepada Otorita Batam termasuk kewenangan bidang pertanahan.

Sementara itu, pemerintah Kota Batam dengan semangat otonomi daerah

berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

menyimpulkan bawa sudah saatnya kewenangan bidang pertanahan beralih menjadi

kewenangan Pemerintah Kota Batam. 114

112

Indonesia, Undang-Undang tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten

Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna,

Kabupaten Kuatnan Singingi, dan Kota Batam, UU No. 53 Tahun 1999, LN No. 181 Tahun 1999, TN

No. 3002, Pasal 2 113

Pemerintah Kota Batam, Op. Cit, hlm. 8 114

Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,

tidak serta-merta memberikan kewenangan bidang pertanahan kepada pemerintah daerah. Pasal 14

Universitas Sumatera Utara

Page 96: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

96

Hal ini didukung dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999

tentang pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten

Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabuaptn

Kuantan Singingi dan Kota Batam yang menyebabkan perubahan besar dalam

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Pulau Batam.

Jika sebelumnya, Otorita Batam mengikutsertakan Pemerintah Kota Batam

dalam menjalani tugas pemerintahan dan pembangunan, kini sebaliknya justru

Pemerintah Kota Batam diamanatkan untuk mengikutsertakan Otorita Batam.

Di dalam pertimbangan mukadimah Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999

ini juga disebutkan bahwa perkembangan Kotamadya Batam tidak terlepas dari

keberadaan Otorita Batam sebagai pengelola industri di Pulau Batam.

Pada pertimbangan lain juga ditegaskan bahwa mengingat di Kota Batam pada

saat berlakunya undang-undang ini penyelenggraan sebagian tguas dan kewenangan

dilaksanakan oleh Badan Otorita Batam dalam rangka mendudukan tugas, fungsi, dan

kewenangan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemeritnahan Daerah, diperlukan pengaturan hubungan kerja antara Pemerintah Kota

Batam dan Badan Otoritas Batam untuk menghindari tumpang tindih

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Terhadap hal ini, posisi pemerintah Kota Batam seakan diperkuat dengan

Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Batam yang

Undang-Undang tersebut hanya menyebutkan tentang pelayanan pertanahan tanpa dilengkapi dengan

penjelasan tentang Pelayanan pertanahan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 97: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

97

diinterpretasikan memberikan peralihan kewenangan kepada Pemerintah Kota Batam.

Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa dengan terbentuknya

Kota Batam, kewenangan daerah sebagai daerah otonom mencakup seluruh bidang

pemerintahan termasuk kewenangan wajib, kecuali bidang politik, luar negeri,

pertanahan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama, serta kewenangan

bidang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.115

Pasal 17 ayat (2) menyebutkan bahwa kewenangan wajib terdiri dari

pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan,

industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi,

dan tenaga kerja.116

Sebagaimana tertuang dalam Pasal 21 ayat (1) yang menyebutkan bahwa

dengan terbentuknya Kota Batam sebagai daerah otonom, Pemerintah Kota Batam

dalam penyelenggaraannya pemerintahan dan pembangunan di daerahnya

mengikutsertakan Otorita Batam.117

Pada ayat (2) disebutkan bahwa, status dan kedudukan Badan Otorita Batam

yang mendukung kemajuan pembangunan nasional dan daerah sehubungan dengan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah Daerah perlu

disempurnakan. Atas dasar itu, pada ayat (3) disebutkan, perlu diatur hubungan kerja

antara Pemerintah Kota Batam dan Otorita Batam dengan Peraturan Pemerintah.

115

Indonesia, Undang-Undang tentang Pembentukan Kota Batam, Op.Cit , Pasal 17 116

Ibid 117

Ibid, Pasal 21

Universitas Sumatera Utara

Page 98: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

98

Hubungan kerja itu diatur selambat-lambatnya satu tahun atua 12 bulan sejak

diresmikannya kot batam sebagai daerah otonom. 118

Peraturan pemerintah yang sangat dinanti-natikan masyarakat, terutama

investor tak kunjung tiba. Selama proses penantian peraturan pemerintah tentang

hubungan kerja antara pemerintah Kota Batam dan Otorita Batam, sering terjadi

gesekan dan benturan di lapangan dalam menerapkan kewenangna oleh masing-

masing institusi. Ketegangan demi ketegangan pun muncul antara Pemerintah Kota

Batam dan Otorita Batam, tetapi peraturan pemerintah yang mengatur hubungan kerja

Pemerintah Kota Batam dan otoritas Batam tetap tidak terbit. 119

Bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Batam, ketidakjelasan hubungan

antara Pemerintah Kota Batam dan Otorita Batam menimbulkan persoalan

pertanggngjawaban. Terhadap kebijakan Otorita Batam yang menimbulkan

permasalahan bagi masyarakat Kota Batam, DPRD Kota Batam tidak dapat meminta

pertanggungjawaban kepada Otorita Batam karena secara procedural, Otorita Batam

tidak bertanggung jawab kepada masyarakat Batam melalui Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah, tetapi langsung bertanggung jawab kepada pemerintah pusat.120

Sementara itu, hak pengelolaan yang dimiliki oleh Otorita Batam membatasi

ruang gerak Pemerintah Kota Batam. Dalam hal pembangunan sarana pemerintahan

118

Ibid. 119

Surya Makmur Nasution, Batam Jangan Sampai Arang Abis Besi Binasa, Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta, 2001, hal. 95 120

Peneliti, Wawancara, dengan Rienhard Hutabarat : Anggota Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kota Batam, Dewan Pewakilan Rakyat Daerah Kota Batam, Batam, 23 Januari 2007.

Universitas Sumatera Utara

Page 99: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

99

seperti kantor-kantor dan sekolah-sekolah negeri, pemerintah kota Batam harus

mengajukan permohonan kepada Otorita Batam. Seringkali terjadi, tanah yang

dialokasikan tidak sesuai dngan rencana yang dimohonkan oleh Pemerintah Kota

Batam. Bahkan asset pemerintaan Kota Batam dalam bentuk tanah, tidak memiliki

sertifikat termasuk Kantor Walikota Batam. 121

Di tengah mengharapkan adanya kepastian hukum tentang aturan hubungan

kerja Pemerintah Kota Batam dan Otorita Batam, muncul gagasan atau ide

menjadikan Batam sebagai kawasan perdagangan bebas (FTZ).122

Namun, hingga

kini RU FTZ yang menjadi hak inisiatif DPR dalam pembahasannya tak juga

menunjukkan tanda-tanda adanya kepastian pengesahannya. Padahal, bagi

Pemerintah Kota Batam adanya Undang-Undang FTZ dapat memperjelas

kewenangannya. 123

Dalam situasi yang sedikit kacau tersebut, Otorita Batam tidak terpancing

untuk terjun ke dalam politik praktis. Kendati sebagian besar warga (terutama yang

121

Peneliti, Wawancara, dengan Rudi Sakyakirti : Kepala Bagian Hukum dan Organisasi

Pemerintah Kota Batam, Pemerintah Kota Batam, Batam, 23 Januari 2007. 122

Setelah Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang (Perpu) No. 1 Tahun 2007 tentang Perubahan UU No. 36 Tahun 2000 tentang

kawasan Perdaganan dan Pelabuhan Bebas, 4 Juni 2007, diharapkan status hukum free Trade Zone

(FTZ) di Batam menjadi jelas dalam Pasal 4 Perpu Nomor 1 Tahun 2007 dikatakan bahwa penetapan

FTZ, termasuk di Batam, cukup melalui Peraturan Pemeritnah, bukan melalui Undang-Undang.

Kendati RUU FTZ telah disahkan oleh DPR dalam sidang Paripurna tanggal 14 September 2004 yang

memberlakukan Batam sebagai FTZ secara menyeluruh, namun sampai saat ini RUU tersebut belum

diundangkan oleh Presiden. Sementara itu, pada tanggal 20 Agustus 2007, pemerintah menerbitkan

peratran Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan

Bebas Batam. Ulasan leih lanjut lihat dalam Zubairi Hasan, Jalan Pintas Penyelesaian Status Hukum

FTZ Batam, Batam Pos (31 Juli 2007), 4 , Agustar, Menunggu Perpu SEZ atau RUU FTZ, Batam Pos,

(27 Agustus 2007), 4, Ferry Santoso, Presiden Tetapkan PP, Kompas, (22 Agustus 2007) 9 : 18 123

Freddy, Et al,. Op.cit, hal.95

Universitas Sumatera Utara

Page 100: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

100

telah bermukim lebih dari sepuluh tahun di Batam) banyak berpihak kepada

kebijakan kebijakan Otorita Batam. Sebagai institusi yang profesional dan telah eksis

sejak decade 1970, Otorita Batam tetap melanjutkan visi dan misinya sebagai otorita

pengelola pembangunan Pulau Batam dan sekitarnya (termasuk Rempang dan

Galang).124

Saat ini kewenangan bidang pertanahan tetap menjadi kewenangan Otorita

Batam melalui hak pengelolaan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun

1973 tentang Kedudukan Pulau Batam sebagai Daerah Industri. Pasal 6 ayat (2)

Keputusan Presiden tersebut menyebutkan bahwa hal-hal yang bersangkutan dengan

pengurusan tanah di dalam wilayah Daerah Industri Pulau Batam dalam rangka

ketentuan tersebut diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri sesuai dengan

peraturan Perundang-undangan yang berlaku di bidang agrarian dengan ketentuan

seluruh areal tanah yang terletak di Pulau Batam diserahkan dengan hak pengelolaan

kepada ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam.

Hak pengelolaan tersebut memberi wewenang kepada Ketua Otorita

Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam untuk merencanakan peruntukan dan

penggunaan tanah tersebut, menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan

tugasnya, menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga,

menerima uang pemasukan/ganti rugi dan uang wajib tahunan.

124

Ibid, hal. 85

Universitas Sumatera Utara

Page 101: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

101

Sebagai tindak lanjut dari Pasal 6 Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973

diterbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977. Keputusan

Menteri Dalam Negeri ini memberikan hak pengelolaan kepada Otorita

Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam untuk seluruh areal tanah yang ada

di Pulau Batam termasuk gugusan Pulau Janda Berhias, Tanjung Sauh, Ngenang, dan

Pulau Kasem.

Sementara itu, menurut rumusan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa urusan wajib yang menjadi

kewenangan pemerintahan daerah untuk Kabupaten/Kota merupakan urusan yang

berskala kabupaten/kota yang di antaranya adalah pelayanan pertanahan. Undang-

undang ini tidak memberikan penjelasan seperti apa bentuk dan mekanisme pertanaan

sehingga menimbulkan interpretasi yang beragam.

Tentu saja dalam hal ini Pemerintah Kota Batam sebagai institusi

pemerintahan yang otonom dengan berdasarkan kekuatan Undang-Undang

berkesimpulan bahwa terbitnya undang-undang tersebut memperkuat posisinya dalam

mengurus roda pemerintahan termasuk kewenangan pertanahan. Namun, harus

diperhatikan bahwa Pulau Batam merupakan salah satu daerah yang memiliki

kekhususan dengan keberadaan Otorita Batam yang merupakan pionir pembangunan

Pulau Batam. Hanya saja, keberadaan Otorita Batam tidak mendukung dengan

legalitas formal yang cukup kuat terutama dalam menghadapi perubahan system

ketatanegaraan dan penyelenggaraan pemerintahan saat ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 102: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

102

Oleh karena itu, penyelesaian terhadap permasalahan ini perlu dilakkan secara

komprehensif. Di samping perlu segera diterbitkan peraturan pemerintah tentang

hubungan kerja antara pemerintah Kota Batam dan Otorita Batam sesuai dengan

amanat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999, pemerintah juga

merumuskan kembali konsep pengembangan Pulau Batam.

Apabila tetap mempertahankan kedudukan Otorita Batam di samping adanya

Pemerintah Kota Batam, kedudukan Otorita Batam perlu dilengkapi dengan sejumlah

peratuan perundang-undangan yang mampu memosisikan kedudukan Otorita Batam

secara jelas termasuk kewenangan bidang pertanahan. Peraturan tersebut perlu dibuat

dengan memperhatikan tata urutan peraturan perundang-undangan dan keserasian

pengaturan antara peraturan perundang-undangan dan keserasian pengaturan antara

peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah yang terjadi di Pulau Batam

sehingga tidak menimbulkan multi-tafsir dan tumpang tindih kewenangan.

Berbagai cara untuk menyelesaikan sengketa kewenangan terus dilakukan

termasuk revisi terhadap Keputusan Presiden Nomor 113 Tahun 2000 tentang

Perubahan Keempat atas Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah

Industri Pulau Batam tetap bertentangan dengan Undang-Undang Pemerintahan

Daerah. Pasal 4 ayat 1 Keputusan Presiden yang menyebutkan bahwa Otorita

Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam bertanggung jawab atas pengembangan

daerah industri Pulau Batam, padahal kewenangan mengembangkan dan

mengendalikan pembangunan Pulau Batam terdapat pada Walikota Batam

Universitas Sumatera Utara

Page 103: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

103

berdasarkan kebijakan menurut ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 yang menyebutkan bahwa kepala daerah memimpin penyelenggaraan

pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.

Apabila pemerintah memiliki kebijakan yang lebih menekankan semangat

otonomi daerah, peran pemerintah Kota Batam perlu lebih dioptimalkan. Terhadap

hal ini, segala kewenangan yang dimiliki oleh Otorita Batam harus diserahkan

Kepada Pemerintah Kota Batam. Dalam hal ini Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun

1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam dan Keputusan Menteri Dalam Negeri

Nomor 43 Tahun 1977 tentnag Pengelolaan dan Penggunana Tanah di Daerah

Industri Pulau Batam harus dicabut.

Sejak dulu masalah Batam memang adalah tentang perencana tata ruang dan

manajemen kota, serta pembagian tugas antar Otorita Batam yang mengembangkan

daerah industri dan pemerintah daerah yang ditugaskan menangani administrasi kota

dan isu keamanan.

Pengamatan terhadap berbagai kebijakan yang diterbitkan dalam dasawarsa

terakhir semakin memperlihatkan adanya kecenderungan untuk memberikan berbagai

kemudahan atau hak yang lebih besar pada sebagian kecil masyarakat yang belum

diimbangi dalam perlakuan yang sama bagi kelompok masyarakat yang terbanyak.125

Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana sebenarnya maka untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat, yang menjadi landasan UUPA itu dipahami dan

125

Sumarjono, Op.Cit, hlm. 15

Universitas Sumatera Utara

Page 104: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

104

diterjemahkan secara benar dalam berbagai kebijakan yang mendukung atau relevan

dengan bidang pertanahan? Dengan perkataan lain, apakah kebijakan pertanahan yan

diterbitkan dapat merupakan perwujudan keadilan sosial bagi seluruh lapisan

masyarakat? Walaupun tidak mudah didefenisikan, keadilan sering digambarkan

sebagai equal distribution among equal. Keadilan bukan merupakan konsep yang

statis, tetapi suatu proses, suatu keseimbangan yang kompleks dan bergerak di antara

berbagai faktor, termasuk equality.126

Dalam hubungan antara negara dan warga negara, keadilan sosial

mengandung pemahaman bahwa warga negara mempunyai kewajiban untuk

memberikan sumbangan kepada negara demi terwujudnya kesejahteraan umum, dan

bahwa negara berkewajiban untuk membagi kesejahteraan kepada para warga

negaranya sesuai dengan jasa atau kemampuan dan kebutuhan masing-masing secara

proporsional. Bila hal ini diterjemahkan dalam kebijakan pertanahan, berbagai

ketentuan yang dibuat hendaklah memberikan landasan bagi setiap orang untuk

menerima bagian manfaat tanah baik bagi diri sendiri maupun keluarganya sehingga

dapat memperoleh kehidupan yang layak. Khususnya dalam konsep keadilan sosial

adalah lebih tepat untuk memberikan tempat kepada keadilan berdasarkan atas

kebutuhan, mengingat secara keseluruhan lebih banyak masyarakat yang bernasib

kurang beruntung.127

126

Ibid 127

Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 105: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

105

Dalam proses industrialisasi sebagai gejala yang tidak dapat dielakkan dalam

pembangunan negara kita, dalam berbagai kegiatan ekonomi tampil tiga pulau

di dalamnya, yakni negara pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat, yang masing-

masing mempunyai posisi tawar-menawar yang berbeda karena perbedaan di dalam

akses terhadap modal dan akses politik berkenaan dengan sumber daya terhadap

modal dan akses politik berkenaan dengan sumber daya alam berupa tanah yang

terbatas itu. Kedudukan yang tidak seimbang dalam posisi tawar-menawar di antara

masyarakat dan pihak swasta lebih dikukuhkan dengan adanya masyarakat dan pihak

swasta lebih dikukuhkan dengan adanya kewenangan pembuat kebijakan untuk

merancang kebijakan yang biasa terhadap kepentingan sekelompok kecil masyarakat

tersebut dalam upaya penguasaan dan pemanfaatan tanah. 128

Saat ini kewenangan bidang pertanahan di Pulau Rempang dan Galang masih

status quo. Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 28 tahun 1992 tentang

Penambahan Wilayah Lilngkungan Kerja Daerah Industri Pulau Batam dan

Penetapannya sebagai Wilayah Usaha Kawasan Berikan (Bonded Zone), dalam

penetapan pertama disebutkan bahwa wilayah lingkungan kerja daerah Industri Pulau

Batam sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973

ditambah dengan Pulau Rempang dari Pulau Galang. Namun, Pulau Rempang dan

Galang juga merupakan wilayah administrasi pemerintah dari Pemerintah Kota

Batam sesuai dengan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan

128

Ibid, hal. 16

Universitas Sumatera Utara

Page 106: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

106

Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten

Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natura, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota

Batam.

Bagi Otorita Batam, Keputusan Presiden tersebut memberikan kewenangan

bidang pertanahan kepadanya. Namun hal ini sebenarnya hanya merupakan

penambahan wilayah kerja dan bukan merupakan hak pengelolaan Otorita Batam.

Hal ini tercermin dari penetapan keenam Keputusan Presiden tersebut yang

menyebutkan bahwa hal-hal yang bersangkutan dengan pengelolaan tanah di dalam

wilayah Pulau Rempang dan Galang, termasuk usaha – usaha pengamanan,

penguasaan, pengalihan dan pemindahan hak atas tanah diatur lebih lanjut dengan

Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Agraria/ Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 9-VII-1993 tanggal 13 Juni 1999 tentang Pengelolaan

dan Penguursan Tanah di Daerah Industri Pulau Rempang, Pulau Galang dan pulau –

pulau lain disekitarnya, pada penetapan pertama disebut bahwa menyatakan

kesediaan untuk memberikan hak pengelolaan kepada Otorita Pengembangan Daerah

Industri Pulau Batam atas seluruh areal yang terletak di Pulan Rempang, Pulau

Galang dan pulau-pulau lainnya di sekitarnya bagaimana tergambar dalam lampiran

Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1992.

Hal ini berarti bahwa isi keputusan tersebut baru sebatas kesediaan

pemerintah untuk memberikan hak pengelolaan kepada Otorita Batam. Selanjutnya,

Universitas Sumatera Utara

Page 107: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

107

Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui Surat Nomor 560-2458 tanggal 29

Agustus 2001 tentang Petunjuk mengenai Pulau Rempang, Galang, Galang Baru dan

pulau – pulau lain disekitarnya, dalam poin ke-3 disebutkan bahwa berdasarkan

Keputusan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9-VII-1993

baru bersifat kesediaan pemerintah untuk memberikan hak pengelolaan kepada

Otorita Batam, namun sampai saat ini Otorita Batam belum mengajukan permohonan

hak pengelolaan di daerah Pulau Rempang, Galang dan Galang Baru setelah

dilakukan penyesuaian Rencana Induk Tata Ruang Pemerintah Kota Batam agar

kesinambungan kawasan Batam sebagai kawasan industri, alih kapal, pariwisata dan

perdagangan sesuai dengan tujuan dan kebijakan pemerintah.

Setiap kegiatan perolehan tanah untuk penyelenggaraan pembangunan untuk

kepentingan umum diwajibkan untuk memperoleh izin lokasi yang peruntukkanbnya

disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Kota Batam. Pemberian izin lokasi telah

diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional

di Bidang Pertanahan serta Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang izin Lokasi.

Ketentuan ini berarti bahwa tanah di luar hak pengelolaan Otorita Batam

dalam hal ini (Pulau Rempang, Galang, Galang Baru dan pulau-pulau lain

disekitarnya) menjadi kewenangan Pemerintah Kota Batam untuk mengatur dan

mengelolanya sesuai dengan peraturan daerah Kota Batam Nomor 20/2001 juncto

Nomor 2/2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014.

Universitas Sumatera Utara

Page 108: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

108

Dalam praktiknya, tanah yang belum didaftarkan hak pengelolaanya, oleh

Otorita Batam telah dialokasikan kepada pihak ketiga dengan mengajukan

permohonan kepada Pemerintah Kota Batam. Hal ini diartikan bahwa secara tidak

langsung, Otorita Batam mengakui adanya kewenangan bidang pertanahan yang

dimiliki Pemerintah Kota Batam. 129

Terhadap hal ini, cara pandang yang objektif diperlukan untuk menghindarkan

diri dari kecurigaan yang berlebihan terhadap perkembangan baru atau sikap yang

terlalu mudah menerima hal-hal baru tanpa pertimbangan konseptual yang matang.

Metode penemuan hukum apa pun yang dipilih haruslah dilandasi dengan sikap logis,

konsisen dan kritis dalam mengoperasionalisasikan asas-asas hukum yang berlaku.

Pengalaman menunjukkan bahwa pendekatan yang legalistik akan membawa

ketidaksesuaian dengan kenyataan empiris, yang barangkali dari segi kepastian

hukum jelas, namun dari segi keadilan dan kemanfaatannya belum dapat dijamin.

Sebaliknya, pendekatan fungsional segi kemanfaatannya menonjol, namun segi

keadilannya kurang memperoleh perhatian. Membangun hukum itu bukan pekerjaan

yang sederhana karena suatu syarat keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan

secara seimbang. 130

129

Peneliti, Wawancara, dengan Wahyu Daryatin: Bidang Penaatgunaan Tanah Dinas

Pertanahan Pemerintah Kota Batam, Dinas Pertanahan Pemerintah Kota Batam, Batam, 27 Januari

2007. 130

Sumardjono, Op.cit., hal. 6-7.

Universitas Sumatera Utara

Page 109: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

109

UUPA masih meninggalkan banyak pekerjaan rumah. Di samping itu,

masalah pertanahan yang dihadapi tidak semakin berkurang, namun jsutru bertambah

dalam kompleks permasalahannya. Di dalam pembentukan peraturan perundang-

undangan yang merupakan peraturan perlaksanaan UUPA ataupun peraturan –

peraturan lain yang lelevan, pada umumnya tidak dilengkapi dengan pemikiran yang

tuntas terhadap peraturan pelaksanaannya. Kesenjangan ini bila dibiarkan terlampau

lama tentu menimbulkan ketidakpastian hukum.131

Cara berpikir komprehensif mensyaratkan bahwa dalam setiap pembentukan

undang-undang, garis besar hal-hal yang kelak harus dimuat dalam peraturan

pelaksanaanya, sebaiknya sudah dirancang sekaligus. Pembangunan hukum yang

dilandasi dengan sikap yang proaktif didasarkan pada hasil penelitian dan kebutuhan

hukum akan menghasilkan produk hukum yang efektif. Diperlukan upaya yang

terus – menerus untuk melakukan penemuan hukum dalam rangka pembangunan

hukum tanah yang bertanggung jawab. 132

Disamping itu, pemerintah perlu mengaktualisasikan asas dekonsentrasi

di bidang pertanahan. Artinya, utnuk masa yang akan datang, pemerintah harus tulus

dan mempunyai itikad baik untuk memberikan pelimpahan wewenang kepada daerah

dalam hal urusan di bidang pertanahan.133

131

Ibid 132

Ibid 133

Idham, Konsilidasi Tanah Perkotaan Dalam Perspektif Otonomi Daerah, Alumni,

Bandung, 2004, hal. 131.

Universitas Sumatera Utara

Page 110: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

110

Pengalaman selama ini yang terjadi menunjukkan bahwa sikap pemerintah

yang kerap berubah memunculkan krisis kepercayaan terhadap aturan hukum

di Indonesia.134

Padahal, tujuan hukum yaitu menegaskan pentingnya perlindungan

kepentingan manusia untuk menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang tertib

dan teratur. 135

134

Markus Gunawan dan Lisya Anggraini (Editor), Batam Problematika Multidimensial,

CV. Karya Mandiri, Batam, 2004, hal. 105 135

Sudikno Mertokusomu, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Penerbit Liberty, Yogyakarta,

2002, hal. 17

Universitas Sumatera Utara

Page 111: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

111

BAB IV

KEABSAHAN PERATURAN BIDANG PERTANAHAN YANG TELAH

DITERBITKAN OLEH OTORITA BATAM DENGAN BERLAKUNYA

UU NO. 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAH DAERAH

A. Akibat Hukum berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah

Diundangkan dan berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah secara hukum akan mengakibatkan terjadinya peralihan kemenangan

di bidang pertanahan dari Otorita Batam kepada Pemerintah Kab. Batam terhadap

berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah tersebut Otorita Batam

tetap berpegang pada keputusan Presiden No. 41 Tahun 1973 tentang Penetapan

Batam Sebagai Daerah Industri dan Keputusan Menteri. Dalam Negeri No. 43 Tahun

1977 tentang pengelolaan dan penggunaan tanah di daerah industri Pulau Batam yang

memberikan kemenangan kepada Otorita Batam termasuk Kewenangan Bidang

Pertanahan sedangkan menurut Pemerintah Kota Batam dengan berlakunya UU

No. 32 Tahun 2004 tersebut secara hukum Kewenangan Bidang Pertanahan mudah

seharusnya beralih dari Otorita Batam kepada Pemerintah Kota Batam.

Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah bila

dianalisa secara lebih mendalam, ternyata tidak secara serta merta memberikan

Kewenangan Bidang Pertanahan kepada Pemerintah Daerah. Pasal 14 Undang-

Undang No. 32 Tahun 2004 tersebut hanya menyebutkan tentang pelayanan

pertanahan tanpa menjelaskan secara lebih terperinci tentang unsur-unsur pelayanan

100

Universitas Sumatera Utara

Page 112: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

112

pertanahan tersebut. Ketidakjelasan kewenangan dan bidang pertanahan yang termuat

dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tersebut mengakibatkan terjadinya

ketidakjelasan penyaluran kewenangan bidang pertanahan antara Otorita Batam dan

pemerintah Kota Batam.

Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 diundangkan dan berlaku untuk seluruh

wilayah kabupaten/kota di Indonesia untuk Kota Batam tentang yang merupakan

wilayah yang memiliki kewenangan khusus yang selama ini sebagian tugas dan

kewenangan perlu pula dilakukann penyesuaian khusus terhadap berlakunya Undang-

Undang No. 32 Tahun 2004 tersebut apabila akan diberlakukan di kota Batam. Hal

ini untuk memegang mencegah terjadinya tumpang tindih kewenangan di bidang

pertanahan antara pemerintah Kota Batam dan Otorita Batam di Kota Batam.

Penyesuaian khusus terhadap Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tersebut

berkaitan dengan penyatuan hubungan kerja antara Pemerintah Kota Batam dan

Badan Otorita Batam untuk menghindari tumpang tindih penyelenggaraan pemerintah

dan pembangunan khususnya dalam kewenangan di bidang pertanahan. Apabila

Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tetap akan diberlakukan di Kota Batam, maka

perlu dikeluarkan suatu peraturan khusus untuk mengatur kemenangan antara Otorita

Batam dan Pemerintah Kota Batam di bidang pertanahan agar dapat menimbulkan

kepadatan hukum terhadap kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing konstitusi

tersebut pengaturan kewenangan tidak terjadi keracunan dan kebingungan terhadap

pelaksana kewenangan tersebut maupun terhadap masyarakat Kota Batam itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Page 113: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

113

Hingga saat ini karenanya bidang pertanahan tetap menjadi kewenangan

Otorita Batam meskipun Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 telah diberlakukan

selama hampir 16 (enam belas) tahun, melalui hak pengelolaan berdasarkan

Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang kedudukan Kota Batam sebagai

Daerah Industri. Hal – hal yang menyangkut dengan pengurusan tanah

di dalam wilayah daerah industri Pulau Batam adalah pengelolaan diserahkan

kewenangannya kapada ketua Otorita. Pengembangan Dasar Industri Pulau Batam.

Pasal 14 Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 penanggung dasar disebutkan bahwa

urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota

yang diantaranya adalah pelayanan pertanahan Undang – Undang No. 32 Tahun 2004

tersebut tidak memberikan penjelasan secara lebih terperinci seperti apa bentuk dan

mekanisme pelayanan pertanahan sehingga menimbulkan interprestasi yang

beragama. Meskipun pemerintah kota Batam sebagai institusi pemerintahan yang

otonom dengan berdasarkan kekuatan Undang – Undang No. 32 Tahun 2004

memiliki kewenangan di bidang pertanahan disamping kewenangan lainnya yaitu

mengurus dan melaksanakan roda pemerintahan, namun perlu dicatat bahwa Pulau

Batam merupakan salah satu daerah yang memiliki kekhususan dengan keberadaan

Otorita Batam yang merupakan prionir pembangunan di Pulau Batam. Oleh karena

itu perlu adanya peraturan khusus, untuk mengatur batas – batas kewenangan antara

pemerintah Kota Batam dengan Otorita Batam termasuk kewenangan dan bidang

pertanahan agar tercipta suatu kepatuhan hukum dalam pelaksanaan kebijakan

di bidang pertanahan di Pulau Batam.

Universitas Sumatera Utara

Page 114: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

114

B. Status Hukum terhadap Peraturan Bidang Pertanahan Apabila Terjadi

Peralihan Kewenangan

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah

Industri Pulau Batam diatur kemudian tentang status hak pengelolaan tersebut antara

lain sebagai berikut :

1. Hak pengelolaan diberikan untuk jangka waktu selama tanah digunakan untuk

kepentingan penerima hak dan terhitung sejak didaftarkan pada kantor

pertanahan setempat.

2. Hak pengelolaan diberikan untuk dipergunakan sebagai pengembangan daerah

industri, pelabuhan, pariwisata, pemukiman, peternakan, perikanan, dan lain-

lain usaha yang berkaitan dengan itu.

3. Penerima hak wajib mengembalikan areal tanah yang dikuasai dengan hak

pengelolana tersebut seluruh atau sebagian kepada negara apabila areal tanah

tadi tidak dipergunakan lagi untuk keperluan sebagaimana mestinya.

4. Pemberian hak pengelolaan dapat ditinjau kembali atau dibatalkan apabila :

luas tanah yang diberikan dengan hak pengelolaan tersebut ternyata melebihi

keperluan; tanah tersebut sebnagian atau seluruhnya tidak dipergunakan,

dipelihara sebagaimana mestinya, salah satu syarat atau ketentuan dalam surat

keputusan ini tidak dipenuhi sebagaimana mestinya.

Universitas Sumatera Utara

Page 115: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

115

Apabila pemerintah memiliki kebijakan yang lebih menekankan semangat

otonomi daerah, peran Pemerintah Kota Batam perlu lebih dioptimalkan. Apabila hal

ini terjadi, akan timbul permasalahan tentang status hukum terhadap pengaturan

bidang pertanahan di Pulau Batam. Selanjutnya hak pengelolaan tersebut dapat

diberikan kepada Pemerintah Kota Batam atau dikembalikan menjadi tanah negara.

Demi adanya kepastian hukum, perlu juga diatur tentang bagian hak pengelolaan

yang telah diberikan kepada pihak ketiga sehingga tidak menimbulkan permasalahan

baru.

Pemerintah menetapkan Pulau Batam, dan Karimun sebagai Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan

konsep kebijakan pembangunan di Pulau tersebut, khususnya di Pulau Batam. Dalam

bagian ini secara khusus akan dibahas mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 46

Tahun 2007 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam dan

implikasinya terhadpa kebijakan pertanahan di Pulau Batam dan sekitarnya.

Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor

1 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000

tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-

Undang, Pementukan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ditetapkan

dengan peraturan pemerintah.

Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 disebutkan

bahwa kawasan Batam ditetapkan sebagai kawasan Perdagangan Bebas dan

Universitas Sumatera Utara

Page 116: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

116

Pelabuhan Bebas untuk jangka waktu tujuh puluh tahun sejak diberlakukannya

peraturan pemerintah ini. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam

tersebut meliputi Pulau Batan, Pulau Tonton, Pulau Setokok, Pulau Nipah, Pulau

Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru.

Beberapa hal penting yang perlu dicermati adalah tentang pembentukan

Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam paling

lambat pada tanggal 31 Desember 2008. Dalam masa transisi, tugas dan

wewenangnya dilaksanakan secara bersama antara Pemerintah Kota Batam dengan

Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam sesuai dengan tugas pokok dan

fungsi masing-masing.

Likuidasi terhadap Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam

dinyatakan dalam Paasl 3 yang menyebutkan bahwa semua set Otorita

Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam dialihkan menjadi asset Badan

Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, kecuali

asset yang telah diserahkan kepada Pemerintah Kota Batam dan Pegawai Otorita

Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam dialihkan menjadi pegawai pada Badan

Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

Kendati Batam serta pulau – pulau kecil disekitarnya telah memenuhi kriteria

untuk ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas, agar lebih memaksimalkan

pelaksanaan pengembangan serta menjamin kegiatan usaha di bidang perekonomian

nyang meliputi perdagangan, maritime industri, perhubungan, perbankan, pariwisata

Universitas Sumatera Utara

Page 117: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

117

dan bidang-bidang lainnya dalam kawasan tersebut, pengembangannya harus sesuai

dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam.

Dalam hal kebijakan pertanahan, ditetapkan bahwa hak pengelolaan atas tanah

yang menjadi kewenangan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam dan

hak pengelolaan atas tanah yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota Batam yang

berada di Kawsan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam beralilh kepada

Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Hak – hak yang ada diatas hak pengelolaan

atas tanah tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir.

Pembentukan Badan Pengusahaan Kawaasn Perdagangan Bebas dan

Pelabuhan Bebas Batam yang ditentukan paling lambat 31 Desember 2008

menyebabkan hak pengelolaan yang diperoleh Otorita Pengembangan Daerah

Industri Pulau Batam berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43

Tahun 1977 dan hak pengelolaan atas tanah yang menjadi kewenangan Pemerintah

Kota Batam menjadi beralih kepada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan

Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam sebagaimana amanat Pasal 4 Peraturan

Pemerintahan Nomor 46 Tahun 2007.

Dalam hal ini secara substantif hal ini tidak lebih dari sekadar penggantian

nama dari Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam menjadi Badan

Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Hal ini

berdasarkan kenyataan bahwa semua set Otorita Pengembangan Daerah Industri

Universitas Sumatera Utara

Page 118: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

118

Pulau Batam dialihkan menjadi aset Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan

Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

Kendati Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam dibentuk menurut Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang136

Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi undang-undang, peraturan teknis

di bidang pertanahan tetap harus disesuaikan dengan kebijakan pertanahan nasional

sehingga tidak menimbulkan ketimpangan peraturan.

136

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus diajukan ke DPRD dalam

persidangan yang berikut. Indonesia, Undang-Undang Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan, UU No. 10 Tahun 2004, LN No. 53 Tahun 2004, TLN No. 4389, Pasal 25.

Universitas Sumatera Utara

Page 119: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

119

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penyerahan kewenangan bidang pertanahan kepada Pemerintah Daerah Kota

Batam sesuai Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 belum dapat terlaksana

sepenuhnya, karena Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah itu, tidak mengatur secara jelas dan terperinci mengenai kewenangan

pemerintah Kota Batam dalam pelayanan bidang pertanahan tersebut. Disamping

itu status Pulau Batam itu sendiri yang merupakan salah satu wilayah di Indonesia

yang memiliki kekhususan yang selama ini dilaksanakan oleh suatu badan yakni

Otorita Batam.

2. Status kewenangan Otorita Batam dan bidang pertanahan berkaitan dengan suatu

hukum pengelolaan atas seluruh areal yang terletak di Pulau Batam termasuk

dalam gugusan Pulau Janda Berhias, Pulau Tanjung Sauh, Pulau Ngenang, Pulau

Kesem dan Pulau Moi-Moi berada dalam Keputusan Presiden Nomor 41 tahun

1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam dan Keputusan Menteri Dalam Negeri

Nomor 43 tahun 1977 tanggal 18 Februari 1977 tentang kewenangan pengaturan

pengelolaan dan penggunaan tanah.

3. Apabila terjadi peralihan kewenangan bidang pertanahan dari Otorita Batam

kepada pemerintah Kota Batam, maka hak pengelolaan tersebut dapat diberikan

kepada Pemerintah Kota Batam atau dikembalikan menjadi tanah Negara. Demi

108

Universitas Sumatera Utara

Page 120: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

120

adanya kepatuhan hukum, maka perlu juga diatur tentang bagian hak pengelolaan

yang telah diberikan kepada pihak ketiga sehingga tidak menimbulkan

permasalahan baru.

B. Saran

1. Penyerahan kewenangan di bidang pertanahan dari Otorita Batam kepada

Pemerintah Kota Batam, di dalam pelaksanaan penyerahan kewenangan tersebut

perlu dibentuk suatu peraturan khusus yang memperinci secara jelas dan tegas

tentang batas kewenangan di bidang pertanahan tersebut. Hal ini mengingat

bahwa Pulau Batam merupakan salah satu wilayah yang memiliki kekhususan

yang selama ini kewenangan di bidang pertanahan di wilayah tersebut

dilaksanakan oleh suatu badan yaitu Otorita Batam. Pemberlakuan peraturan

khusus ini dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan di bidang

pertanahan antara Otorita Batam dengan Pemerintah Kota Batam yang dapat

menimbulkan kerancuan dan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan

kewenangan di bidang pertanahan tersebut.

2. Pemerintah Republik Indonesia perlu menerbitkan suatu Undang-Undang /

Peraturan Pemerintah tentang hubungan kerja antara Pemerintah Kota Batam dan

Otorita Batam Dengan meningkatkan keselarasan keseimbangan dan keserasian

kewenangan bidang pertanahan tersebut antara Pemerintah Kota Batam dengan

Otorita Batam agar dapat tercipta suatu kejelasan, ketegasan dan kepastian hukum

terhadap kewenangan masing-masing institusi tersebut di bidang pertanahan

Universitas Sumatera Utara

Page 121: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

121

sehingga tidak terjadi kebingungan dalam pelaksanaan kewenangan di bidang

pertanahan di Pulau Batam itu sendiri.

3. Apabila terjadi pelimpahan kewenangan dari Otorita Batam kepada pemerintah

kota Batam dalam bidang pertanahan tersebut, maka perlu ditetapkan jangka

waktu transisi melalui suatu peraturan yang tegas dan jelas untuk mengganti

antisipasi munculnya masalah – masalah yang dapat menimbulkan ketidakpastian

hukum kepada masyarakat di Pulau Batam dalam bidang status hak kepemilikan

atas tanah.

Universitas Sumatera Utara

Page 122: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

122

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Andayani Dwi B, Keberadaan Otonomi Daerah di Negara Kesatuan Republik

Indonesia, Disertai, Pascasarjana Fakultas Hukum UI, 2004.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai

Pustaka, Jakarta, 1990.

Fachruddin Irfan, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan

Pemerintah, Alumni, Bandung, 2004.

Gunawan Markus, Rumah Liar Problematika Multidimensial, Syari Pos, Batam, 12

Juli 2002.

Gunawan Markus dan Anggraini Lisya (Editor), Batam Problematika Multidimensial

CV. Karya Mandiri, Batam, 2004.

Harsono Boedi, Tinjauan Hukum Pertanahan Diwaktu Lampau, Sekarang dan Masa

Akan Datang, Makalah, Seminar Nasional Pertanahan dalam rangka HUT

UUPA ke-XXXII, Yogyakarta, 1992.

_____________, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I Hukum Tanah Nasional

Djambatan, Jakarta, 1999.

_____________, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2003.

_____________, 46 Tahun UUPA, Usaha Penyempurnaan yang Belum Selesai,

Makalah disampaikan pada Pertemuan Tahunan Memperingati Hari Ulang

Tahun UUPA, Jakarta, 14 September 2006.

Hoessein Bhenyamin, Berbagai Faktor yang Memengaruhi Besarnya Otonomi

Daerah Tingkat II, Suatu Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah dari

Segi Ilmu Administrasi Negara, Disertai Program Pascasarjana, 1993.

Hutagalung, S. Arie, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Lembaga

Pemberdayaan Hukum Indonesia, Jakarta, 2005.

111

Universitas Sumatera Utara

Page 123: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

123

Idham, Konsilidasi Tanah Perkotaan Dalam Perspektif Otonomi Daerah, Alumni,

Bandung, 2004.

Kamelo Tan, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan yang Didambakan, Alumni,

Bandung, 2006.

Lubis M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994.

Mertokusumo Sudikno, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar,Penerbit Liberty,

Yogyakarta, 2002.

Moelong J. Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung,

1993.

Nasution Surya Makmur, Batam Jangan Sampai Arang Abis Besi Binasa,Pustaka

Sinar Harapan, Jakarta, 2001.

Nicolai, P & Oliver, B.K., Bestuursrecht, Amsterdam, 1994, hal. 4 dalam Irfan

Fachruddin, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan

Pemerintah, Alumni, Bandung, 2004.

Nugraha Safri, dkk, Hukum Administrasi Negara, CLGS-FHUI, Depok, 2007.

Parlindungan AP., Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju,

Bandung, 1998.

Pemerintah Kota Batam, Profil Batam Madani, 2004, Pemko Batam, 2004.

Rahardjo Satjipto, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1994.

Roeroe Freddy, Et.al, Batam Komitmen Sete ngah Hati, Aksara Karunia, Jakarta,

2003.

Salam Dharma Setyawan, Otonomi Daerah Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan

Sumber Daya, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2003.

Soekanto Soerjono, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1988.

Sudiyat Iman, Hukum Adat, Sketsa Azas, Liberty, Yogyakarta, 1978, hal. 1. Conditio

sine qua non merupakan istilah dari bahasa latin yang berarti syarat mutlak

atau syarat yang absolut. Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta,

2002.

Universitas Sumatera Utara

Page 124: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

124

Surya Brata Sumardi, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998.

Syahrin Alvi, Beberapa Masalah Hukum, Sofmedia, Medan, 2009.

Tim Teknis Program Pengembangan Kebijakan dan Manajemen Pertanahan,

Kerangka Kebijakan Pertanahan Nasional, Direktorat Tata Ruang dan

Pertanahan Bappenas dan Direktorat Pengukuran dan Pemetaan BPN, Jakarta,

2004.

Utrecht, E, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Fakultas Hukum dan

Pengetahuan Masyarakat, Universitas Padjajaran, Bandung, 1960.

Wasistiono Sadu, Esensi UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, Makalah

disampaikan pada Rakernas Asosiasi DPRD Kota-Se-Indonesia, Batam, 2005.

Wignjosoebroto Sutandyo, Desentralisasi Dalam Tata Pemerintahan Kolonial

Hindia Belanda, Bayumedia Publishing, Malang, 2004.

Wuisman, M, DJJ, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Jilid I, Penyunting, M. Hisyam, UI

Press, Jakarta, 1996.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria.

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, Tentang Penataan Ruang, Tahun 2007.

Undang-Undang No. 53 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan,

Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten

Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuatnan Singingi, dan Kota Batam.

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 Tentang Pemilikan Rumah Tempat

Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.

Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 1996 Tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal

atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.

Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional.

Universitas Sumatera Utara

Page 125: Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasar UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Analisis terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan antara Pemerintah kota

125

Keputusan Presiden No. 34 Tahun 2003 Tentang Kebijakan Nasional di Bidang

Pertanahan.

Keputusan Presiden No. 41 Tahun 1973 Tentang Daerah Industri Pulau Batam.

Keputusan Presiden No. 28 tahun 1992 Tentang Penambahan Wilayah Lingkungan

Kerja Daerah Industri Pulau Batam dan Penetapannya Sebagai Wilayah Usaha

Kawasan Berikat (Bonded Zone),.

Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 43 Tahun 1977 Tentang Pengelolaan dan

Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam.

Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9-VIII-

1993 Tahun 1993 Tentang Pengelolaan dan Pengurusan Tanah di Daerah

Industri Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau –pulau Lain di Sekitarnya.

Universitas Sumatera Utara