KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN...

119
KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM PENGANGKATAN HAKIM AGUNG (Analisis Putusan MK Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang Seleksi Calon Hakim Agung di DPR) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh : Diah Savitri NIM : 1110048000042 KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435H/2014

Transcript of KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN...

Page 1: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

DALAM PENGANGKATAN HAKIM AGUNG

(Analisis Putusan MK Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang Seleksi Calon Hakim

Agung di DPR)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh :

Diah Savitri

NIM : 1110048000042

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435H/2014

Page 2: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

DALAM PENGANGKATAN HAKIM AGUNG

(Implikasi Putusan MK Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang Seleksi Calon Hakim

Agung di DPR)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh :

DIAH SAVITRI

NIM : 1110048000042

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435H/2014M

PEMBIMBING I

BURHANUDDIN, SH, M. HUM

NIP : 197302151999031002

PEMBIMBING II

FITRIA, SH, MR

NIP : 197908222011012007

Page 3: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN

PERWAKILAN RAKYAT DALAM PENGANGKATAN HAKIM AGUNG

(Analisis Putusan MK Nomor 27/PUU-XI/2013)” telah diajukan dalam sidang

munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Ilmu Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 29 Desember 2014. Skripsi ini

telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program

Strata Satu (S1) pada Program Studi Ilmu Hukum.

Jakarta, 29 Desember 2014

Mengesahkan

Dekan,

H. JM. Muslimin, MA, Ph.D.

NIP. 196808121999031014

PANITIA UJIAN

1. Ketua :Dr.Djawahir Hejazziey, SH, MA. (.……………)

NIP. 195510151979031002

2. Sekretaris : Arip Purkon, SH.I, MA (.……………)

NIP. 197904272003121002

3. Pembimbing 1 : Burhanuddin, SH, M.Hum. (.……………)

NIP.197302151999031002

4. Pembimbing II : Fitria, SH, MR. (.……………)

NIP. 197908222011012007

5. Penguji I : Nur Habibi, SH.I, MH. (.……………)

NIP. 197608172009121005

6. Penguji II : Nur Rohim Yunus, LLM. (.……………)

NIP. 197904162011011004

Page 4: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya saya atau

hasil jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 11 Desember 2014

Diah Savitri

Page 5: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

ABSTRAK

Diah Savitri (1110048000042), KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL

DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM PENGANGKATAN

HAKIM AGUNG (Analisis Putusan MK Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang

Seleksi Calon Hakim Agung di DPR), di bawah bimbingan dan arahan

Bapak Burhanuddin selaku Pembimbing I dan Ibu Fitria selaku

Pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan Komisi

Yudisial dan Dewan Perwakilan Rakyat pada pengangkatan hakim agung

pasca Putusan MK Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang Seleksi Calon Hakim

Agung di DPR dan apa yang menjadi pertimbangan hakim Mahkamah

Konstitusi dalam memutus perkara tersebut serta kendala apa saja yang

dihadapi Komisi Yudisial dan DPR dalam proses pengangkatan hakim agung

secara keseluruhan.

Peneliti melakukan penelitian kepustakaan dengan mempelajari buku-

buku, peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan materi

penulisan skripsi dan juga melakukan wawancara dengan pihak Komisi

Yudisial dan DPR. Hasil yang dicapai dalam penelitian ini menunjukan bahwa

kewenangan DPR untuk memilih calon hakim agung seperti yang dimaksud

dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang

Komisi Yudisial dan pada Pasal 8 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung ternyata tidak sejalan dengan makna

persetujuan yang disebutkan pada Pasal 24A ayat (3) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hal ini didasarkan dengan keluarnya

putusan Mahkamah Konstitusi Nomer 27/PUU-XI/2013 yang mengubah

ketentuan memilih pada Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomer 18 Tahun

2011 tentang Komisi Yudisial dan pada Pasal 8 ayat (2) dan (3) Undang-

Undang Nomer 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung menjadi menyetujui.

Begitu juga dengan ketentuan yang mengharuskan KY mengajukan 3 (tiga)

calon hakim agung kepada DPR untuk setiap lowongan hakim agung yang

dalam praktiknya cukup menyulitkan, maka MK dalam putusannya mengubah

kuota calon hakim agung yang diusulkan KY kepada DPR menjadi 1 (satu)

calon hakim agung untuk setiap lowongan.

Kata Kunci : Komisi Yudisial, Dewan Perwakilan Rakyat , Kewenangan

Daftar Pustaka : Tahun 2000 s.d Tahun 2013

Page 6: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT., atas segala kekuasaan dan kebenaran-Nya,

telah membukakan pintu pengetahuan bagi penulis, sampai akhirnya penulis

diperkenankan masuk dan menjelajahi ruang ilmu dengan berbagai deretan ujian dan

pengalaman. Hal itu membuat penulis sadar bahwa ilmu adalah salah satu kendaraan

yang dapat membuat kita sebagai manusia untuk bisa lebih dekat dengan-Nya.

Pada kesempatan ini pun, penulis ingin berbagi rasa gembira dan rasa syukur,

serta ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, mendukung,

mendoakan, dan membimbing, serta mendampingi penulis hingga terselesaikannya

skripsi dan studi strata satu ini. Untuk itu, penulis menghaturkan banyak terima kasih

kepada :

1. Ayahanda Alm. R. Sutarto, BBA yang semasa hidupnya selalu memberi

semangat serta menjadi panutan bagi penulis dan Ibunda Martini, S.Pd atas

dukungan dan pengorbanannya baik moral dan moril serta mencurahkan

segala perhatian dan kasih sayangnya kepada penulis serta tak pernah lelah

dalam membimbing penulis, walaupun sampai saat ini penulis belum bisa

membalasnya.

2. Bapak Burhanuddin, SH, M.Hum. dan Ibu Fitria, SH, MR selaku

pembimbing I dan pembimbing II, Terima kasih atas arahannya, sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Page 7: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

3. Bapak Dr. JM Muslimin, P.hd selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA, MH selaku Ketua Prodi Ilmu

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Bapak Arip Purkon, SHI,

MA selaku Sekretaris Prodi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Ipah Parihah S,Ag, MH, pembimbing akademik yang telah memberi

dukungan.

6. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

7. Ibu Lina Maryani, SH selaku Kepala Sub Bagian Peningkatan Kapasitas

Hakim di Biro Rekrutmen Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Hakim di

Komisi Yudisial dan Bapak Tabah, SH, MH di Biro Rekrutmen KY, serta

Bapak Bachrudin Nasori S.Si, MM Anggota Komisi III DPR RI, terima

kasih atas segala doa dan bantuan kepada penulis karena sudah menjadi

nara sumber yang baik.

8. Teman-teman seperjuangan di Kelas Ilmu Hukum B angkatan 2010 dan

Kelas Ilmu Hukum Kelembagaan Negara yang telah berbagi suka dan

duka selama perkuliahan Ekasari, Siti Rahmadianti, Galuh Hayu, Sarah

Eka, Yulita Rosalina, Tanti Oktari, Mona Hasinah, M. Soma Karya

Madari, Jentel Chairnosia, Siti Annisa Mahfudzoh, Azhary Arsyad dan

yang lainnya, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

9. Sahabat baik penulis Wildan Bahtiar, Dwi Suranti, Krisna Puspita dan Ina

Siti Aminah, Siti Nuraini, Evianti, Maulizhar dan Andika Ifardi atas doa

dan dukungannya.

Page 8: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

10. Adik penulis Teguh Senopati yang menjadi yang selalu menghibur dan

memberi semangat dalam penyusunan skripsi ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah ikut

berkontribusi terhadap penelitian ini.

Akhir kata dengan tidak melupakan keberadaan penulis sebagai manusia biasa

yang tak luput dari segala kekurangan dan keterbatasan, penulis membuka diri untuk

menerima segala bentuk saran dan kritikan yang konstruktif dalam rangka perubahan

dan penyempurnaan skripsi ini.

Jakarta, 11 Desember 2014

Penulis

Page 9: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN PENGESAHAN

HALAMAN PERNYATAAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR lAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………….……1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah……………………………………..8

1. Pembatasan Masalah…………………………………………………8

2. Rumusan Masalah……………………………………………………9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………..………………………………..9

D. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu ………..……………..……………11

E. Metode Penelitian ……………………………....………………………13

1. Tipe Penelitian ………………………………………………………13

2. Pendekatan Masalah ..……………………………………………....15

3. Sumber Data………………………………………………………....15

4. Pengolahan dan Analisis bahan Hukum……………………………18

F. Sistematika Penelitian …………………………………………………..18

BAB II PENGANGKATAN HAKIM AGUNG OLEH KOMISI YUDISIAL

DENGAN PERSETUJUAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

A. Pemisahan Kekuasaan Negara (Separation of Power)……………….20

B. Mekanisme Checks and Balances……………………………………22

C. Komisi Nasional Sebagai Pilar Keempat Demokrasi………………...25

D. Teori Kewenangan…………………………………………………...29

E. Tugas dan Wewenang Komisi Yudisial dalam Pengangkatan

Hakim Agung…………………………………………………….…..33

F. Kewenangan DPR dalam Pengangkatan Hakim Agung……………..45

G. Pengangkatan Hakim dalam Perspektif Islam…………………........ 53

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 27/PUU-XI/2013

TENTANG SELEKSI CALON HAKIM AGUNG DI DPR

A. Kewenangan Komisi Yudisial dan Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

27/PUU-XI/2013 tentang Seleksi Calon Hakim Agung di DPR

1. Kewenangan Komisi Yudisial Pasca Putusan …………………..56

Page 10: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

2. Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Pasca Putusan …………………………………………….……..58

B. Pertimbangan Hakim Konstitusi dalam Memberi Putusan

Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang Seleksi Calon Hakim Agung

di DPR

1. Kewenangan Mahkamah……………………………………….…66

2. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Para Pemohon ..…………67

3. Pendapat Hakim Mahkamah Konstitusi tentang

Pokok Permohonan ……………………………………………...71

BAB IV IMPLIKASI PEMILIHAN HAKIM AGUNG PASCA PUTUSAN

MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 27/PUU-XI/2013 TENTANG

PENGHAPUSAN KEWENANGAN DPR UNTUK MEMILIH

HAKIM AGUNG

A. Praktek-Praktek Persetujuan DPR Terhadap Pemilihan Pejabat

Negara………………………………………………………………..79

B. Kendala yang Dihadapi dalam Proses Seleksi Hakim Agung

Secara Keseluruhan………………………………….……………..85

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………….….. 98

B. Saran……………………………………………………………..…102

Page 11: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Penelitian di KomisiYudisial

Lampiran 2 Surat Permohonan Penelitian di Dewan Perwakilan Rakyat

Lampiran 3 Surat Keterangan Penelitian di Komisi Yudisial

Lampiran 4 Hasil Wawancara di Komisi Yudisial

Lampiran 5 Hasil Wawancara di Dewan Perwakilan Rakyat

Page 12: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Amandemen UUD NRI 1945 yang terjadi pada tahun 1999 hingga tahun

2002 memiliki pengaruh yang cukup besar pada kekuasaan kehakiman di

Indonesia. Hasil amandemen ketiga UUD NRI 1945 menghasilkan Mahkamah

Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain Mahkamah

Agung, serta Komisi Yudisial.1 KY dibentuk sebagai lembaga pembantu

(auxiliary institusion) di dalam rumpun kekuasaan kehakiman yang diatur dalam

Pasal 24B UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY.2

KY merupakan lembaga yang mandiri berdasarkan ketentuan dalam Pasal

2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY menyatakan “ Komisi

Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam

pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan

lainnya.” Mandiri berarti tidak adanya campur tangan dari kekuasaan lain atau

suatu pihak tidak bergantung kepada pihak lainnya yang dalam literatur disebut

juga independen, berasal dari bahasa Inggris independence.3

1 Denny Indrayana, Negara Antara Ada dan Tiada: Reformasi Hukum Ketatanegaraan, cet. I,

(Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, Juni 2008), h. 9. Lihat juga Hans Kelsen, Pure Theory of Law,

(1967), h. 8. 2 Mahmuzar, Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut UUD 1945 Sebelum dan Sesudah

Amandemen, cet. I, (Bandung: Nusa Media, 2010), h. 25. 3 Hari Murti Kridalaksana, Kamus Sinonim Bahasa Indonesia, cet.IX, (Jakarta: Nusa Indah Press,

2005), h. 89.

Page 13: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

2

Secara struktural kedudukan KY diposisikan sederajat dengan Mahkamah

Agung dan Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi, secara fungsional peranannya

bersifat penunjang (auxiliary) terhadap lembaga kekuasaan kehakiman.4

Meskipun kekuasaannya terkait dengan kekuasaan kehakiman, KY tidak

menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman karena komisi ini bukanlah lembaga

penegak norma hukum (code of law), melainkan lembaga penegak norma etik

(code of etic).5

Keberadaan KY sebenarnya berasal dari lingkungan internal hakim

sendiri, yaitu dari konsepsi mengenai majelis kehormatan hakim yang terdapat di

dalam dunia profesi kehakiman di lingkungan Mahkamah Agung. Sebelumnya

fungsi ethical auditor ini bersifat internal. Namun untuk menjamin efektifitas

kerjanya dalam rangka mengawasi perilaku hakim, maka fungsinya ditarik ke luar

menjadi external auditor yang kedudukannya dibuat sederajat dengan para hakim

yang berada di lembaga yang sederajat dengan pengawasannya.6

Pembentukan komisi ini juga merupakan konsekuensi logis yang muncul

dari penyatuan atap lembaga peradilan pada Mahkamah Agung (MA). Penyatuan

atap tersebut berpotensi menimbulkan monopoli kekuasaan kehakiman oleh MA.

Dikhawatirkan MA tidak akan mampu melaksanakan kewenangan administrasi,

`

4 Sirajuddin dan Zulkarnain, Komisi Yudisial dan Eksaminasi Publik: Menuju Peradilan yang

Bersih dan Berwibawa, cet.I, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006), h. 31.

5

Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, cet.II, (Jakarta: Konpress,

2005), h. 153.

6 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, cet.I,

(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), h. 159.

Page 14: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

3

personel, keuangan dan organisasi pengadilan yang selama ini dilakukan oleh

departemen. Dibentuknya KY ini dengan harapan dapat mengubah struktur-

struktur lama yang tertutup, sentralistik, otoriter dan tidak transparan tersentuh

oleh nilai-nilai demokrasi dengan dilakukannya transformasi dan reformasi

peradilan.7

Mengenai kewenangannya, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2011 tentang KY merumuskan sebagai berikut:

Komisi Yudisial mempunyai wewenang:

a. mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di

Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan;

b. menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta

perilaku hakim;

c. menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim bersama-

sama dengan Mahkamah Agung; dan

d. menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman

Perilaku Hakim.

Menurut Jimly Asshiddiqie, karena tugas pertama dikaitkan dengan hakim

agung dan tugas kedua dengan hakim saja, maka secara harfiah jelas sekali

artinya, yaitu KY bertugas menjaga (preventif) dan menegakkan (korektif dan

represif) kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku semua hakim di Indonesia.

Dengan demikian, hakim yang harus dijaga dan ditegakkan kehormatan,

keluhuran martabat dan perilakunya mencakup hakim agung, hakim peradilan

umum, peradilan agama, peradilan tata usaha, dan pengadilan militer serta

termasuk hakim konstitusi.8

7 Indriaswati Dyah, Reformasi Peradilan dan Tanggung Jawab Negara, cet.V, (Komisi Yudisial,

Jakarta 2010), h. 67. 8 Ni‟matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, cet.VIII, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 232.

Page 15: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

4

Pasal 24A ayat (3) UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa calon hakim

agung diusulkan KY kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan

selanjutnya ditetapkan sebagai Hakim Agung oleh Presiden. Dari keterangan

pasal tersebut maka bisa dilihat adanya keterlibatan tiga lembaga negara, yaitu

KY, DPR dan Presiden dalam proses pengangkatan hakim agung. Keterlibatan

DPR dalam pengangkatan hakim agung adalah dalam rangka mewujudkan fungsi

checks and balances antar cabang kekuasaan negara dalam pemerintahan

demokrasi.9

Berdasarkan Pasal 20A UUD NRI 1945, DPR mempunyai fungsi

legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan, yang mana fungsi pengawasan

tersebut dilaksanakan melalui pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang

dan APBN. Kewenangan DPR yang berkaitan dengan pengangkatan dan

pemberhentian pejabat-pejabat publik tertentu yang membutuhkan pertimbangan

yang bersifat politik juga merupakan bagian dari fungsi pengawasan DPR.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, para hakim agung dipilih oleh

DPR untuk selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung dengan Keputusan

Presiden. Tiga orang hakim konstitusi dipilih oleh DPR untuk selanjutnya

ditetapkan dengan keputusan presiden. Duta besar, diangkat oleh presiden dengan

pertimbangan DPR, pimpinan atau dewan gubernur Bank Sentral dipilih oleh

DPR untuk selanjutnya ditetapkan dengan keputusan Presiden. Anggota Badan

9 Rifqi S Assegaf, 2004, “Urgensi Komisi Yudisial dalam Pembaruan Peradilan di Indonesia”

dalam Jurnal Hukum Jantera, Edisi 2, Tahun II, Juni 2004, h. 5.

Page 16: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

5

Pemeriksa Keuangan (BPK) dipilih oleh DPR dengan memperhatikan

pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden. Panglima TNI dan Kepala

POLRI diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR, dan sebagainya. 10

Keterlibatan lembaga perwakilan rakyat dengan adanya hak untuk

memberikan atau tidak memberikan persetujuan ataupun pertimbangan ini dapat

disebut juga hak untuk konfirmasi (right to confirm) lembaga legislatif. Dengan

adanya hak ini, lembaga perwakilan dapat ikut mengendalikan atau mengawasi

kinerja para pejabat publik dimaksud dalam menjalankan tugas dan

kewenangannya masing-masing agar sesuai dengan ketentuan konstitusi dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.11

Namun dalam pelaksaan kewenangan tersebut kerap terjadi pertentangan

antara DPR dan lembaga lain. Seperti yang terjadi pada tahun 2008, enam fraksi

DPR menyatakan menolak Agus Martowardojo dan Raden Pardede sebagai calon

Gubernur Bank Indonesia yang diajukan oleh Presiden untuk menggantikan

Gubernur Bank Indonesia sebelumnya yaitu Burhanuddin Abdullah. Saat itu DPR

menganggap dalam pengajuan dua nama tersebut terdapat kecenderungan

Presiden mengarahkan untuk memilih salah satu calon yaitu Agus Martowardojo

dari dua nama yang telah diajukan kepada DPR. Kecenderungan yang dinilai

10

Sirajuddin dan Zulkarnain, Komisi Yudisial dan Eksaminasi Publik: Menuju Peradilan yang

Bersih dan Berwibawa, h. 36.

11 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, cet. V, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013)

h. 304.

Page 17: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

6

terlalu mencolok tersebut menimbulkan penolakan dari beberapa anggota Komisi

XI DPR.

Begitu pula yang terjadi pada proses pemilihan hakim agung tahun 2014,

di mana Komisi III DPR menolak tiga (3) Calon Hakim Agung yang disodorkan

KY Penolakan itu didasari hasil voting yang dilakukan Komisi III pada Selasa, 4

Februari 2014. Calon Hakim Agung Suhardjono, Maria dan Sunarto ditolak

dengan alasan tidak mempunyai kualitas yang mumpuni dan kualitas ketiga calon

tidak mengalami peningkatan setelah tahun 2012 gagal dalam uji kelayakan dan

kepatutan seleksi Hakim Agung.12

Proses pengangkatan hakim agung yang melalui mekanisme politik

tersebut dalam perkembangannya dinilai berpotensi menganggu independensi

peradilan karena terintervensi oleh banyak kepentingan. Apabila DPR sebagai

lembaga negara yang anggotanya berasal dari partai politik mempunyai

kepentingan politik yang baik maka bisa diharapkan hasil hakim yang terpilih

adalah yang baik juga, namun hal yang berbeda akan terjadi apabila kepentingan

politik yang ada adalah tidak baik, maka hakim yang terpilih bisa saja

terbelenggu dengan kepentingan-kepentingan yang buruk tersebut.

Mekanisme pengangkatan hakim agung yang melibatkan DPR berpotensi

menghasilkan hakim-hakim yang tidak baik tergantung dari keadaan dan situasi

12

Diakses pada 9 September 2014 dari http://nasional.kompas.com/read/2014/02/04/1835263/

Komisi-III-Tolak-Semua-Calon-Hakim-Agung.

Page 18: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

7

politik yang ada.13

Padahal hakim merupakan suatu pekerjaan yang sangat

memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan hukum di suatu negara. Dalam

artian, hakim merupakan benteng terakhir dari penegakan hukum di suatu negara.

Oleh karena itu, apabila hakim di suatu negara memiliki moral yang sangat rapuh,

maka wibawa hukum di negara tersebut akan lemah atau terperosok.14

Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materil dengan

perkara Nomor 27/PUU-XI/201315

untuk mengembalikan kewenangan DPR yang

awalnya memiliki kewenangan memilih calon hakim agung menjadi hanya

menyetujui calon hakim agung dan mengubah jumlah kuota calon Hakim Agung

yang diberikan KY kepada DPR untuk disetujui oleh DPR menjadi Hakim Agung

dari tiga (3) calon setiap satu lowongan menjadi satu (1) calon setiap satu

lowongan.

Uji materil tersebut diajukan karena mekanisme pengangkatan hakim

agung oleh DPR dalam ketentuan Undang-Undang KY dan Undang-Undang

Mahkamah Agung berbeda dengan yang disebutkan dalam Pasal 24A ayat (3)

UUD NRI 1945. Pasal tersebut menyebutkan kewenangan DPR adalah sebatas

13

Kewenangan DPR dalam Proses Seleksi Hakim Agung oleh Dio Ashar Wicaksana, peneliti

MaPPI FH UI dalam Fiat Justitia Vol. 1/No.2/Juni 2013, h. 8.

14 Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, cet.I, (Jakarta: Sinar Grafika,

2006), h. 114.

15

Pengujian Pasal 8 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Pasal 18

ayat (4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

Page 19: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

8

memberikan “persetujuan” terhadap calon hakim agung yang diusulkan oleh

KY. Dengan demikian DPR tidak dalam kapasitasnya melakukan seleksi, untuk

kemudian “memilih” calon hakim agung yang diusulkan oleh KY.

Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, penulis berpendapat bahwa

berkaitan dengan hal tersebut maka penulis memilih judul sebagai berikut:

KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN

RAKYAT DALAM PENGANGKATAN HAKIM AGUNG (Analisis Putusan

MK Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang Seleksi Calon Hakim Agung di DPR)

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah merupakan hal yang penting bagi penelitian, karena

sebagai pembatas studi agar tidak melebar dan menjadi layak sehingga informasi

dan data yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang hendak diteliti.

Untuk menganalisa permasalahan utama tentang analisis yuridis terhadap

kewenangan KY dan DPR dalam pengangkatan hakim agung diperlukan data

yang relevan dan akurat. Oleh karenanya, penelitian ini dibatasi pada hal-hal yang

hanya berkaitan dengan kewenangan KY dan DPR dalam pengangkatan hakim

agung saja, sehingga pengumpulan data akan lebih terarah.

2. Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang masalah di atas, permasalahan-

permasalahan yang ingin dikaji pada penelitian ini antara lain:

Page 20: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

9

1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memberi putusan Nomor 27/PUU-

XI/2013 tentang Seleksi Hakim Agung di DPR tersebut?

2. Bagaimana kewenangan Komisi Yudisial dan DPR dalam pengangkatan

Hakim Agung Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-

XI/2013 tentang Seleksi Hakim Agung di DPR?

3. Apa saja yang menjadi kendala Komisi Yudisial dan DPR dalam proses

seleksi Hakim Agung secara keseluruhan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang penulis harapkan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pertimbangan Hakim Konstitusi dalam

memberi putusan Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang Seleksi Hakim

Agung di DPR.

2. Untuk mengetahui kewenangan Komisi Yudisial dan DPR dalam

pengangkatan Hakim Agung Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang Seleksi Hakim Agung di DPR.

3. Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi Komisi

Yudisial dan DPR terhadap proses seleksi Hakim Agung secara

keseluruhan.

Page 21: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

10

Manfaat Penelitian

Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, terdapat beberapa

manfaat yang ingin diperoleh oleh penulis. Manfaat tersebut terbagi menjadi

dua kelompok, yaitu:

1) Manfaat Teoritis

a. Untuk lebih memperkaya khasanah ilmu pengetahuan baik di

bidang hukum pada umumnya maupun di bidang Hukum

Kelembagaan Negara pada khususnya.

b. Untuk dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum

secara teoritis, khususnya bagi Hukum Tata Negara mengenai

Kewenangan Komisi Yudisial dan DPR dalam Pengangkatan

Hakim Agung.

c. Untuk menjadi pedoman bagi pihak yang ingin mengetahui dan

mendalami tentang Kewenangan Komisi Yudisial dan Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dalam

Pengangkatan Hakim Agung.

2) Manfaat Praktis

a. Penulis mengharapkan agar memberikan sumbangan pemikiran

mengenai aspek Hukum Tata Negara khususnya mengenai

Kewenangan Komisi Yudisial dan DPR dalam Pengangkatan

Hakim Agung.

b. Agar hasil penelitian ini menjadi perhatian dan dapat digunakan

oleh semua pihak baik itu pemerintah, masyarakat umum maupun

Page 22: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

11

semua pihak yang bekerja di bidang hukum, khususnya bidang

Hukum Tata Negara.

D. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu

Dalam sebuah penelitian atau pembuatan skripsi, terkadang terdapat tema

yang berkaitan dengan tema yang kita ambil meskipun arah dan tujuan penelitian

tersebut berbeda. Dari penelitian ini, penulis menemukan beberapa sumber kajian

lain yang telah lebih dahulu membahas terkait dengan Kewenangan Komisi Yudisial

dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam Pengangkatan Hakim Agung. Diantaranya

adalah:

1. Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Disusun oleh Ariawan Zaki Fandira, dengan judul

skripsi “Analisis Yuridis Kewenangan Komisi Yudisial Dalam

Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung”. Skripsi tersebut hanya

membahas tentang kewenangan Komisi Yudisial dan sangat sedikit

mrmbahas keterlibatan DPR dalam pengangkatan hakim agung,

sedangkan penulis membahas lebih rinci sinergitas Komisi Yudisial dan

DPR RI dalam proses pengangkatan Hakim Agung dan analisis putusan

Mahkamah Agung terbaru tentang penghapusan kewenangan DPR RI

dalam pengangkatan hakim agung.

2. Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah, disusun oleh Muhamad Athoilah. Dengan judul

“Kewenangan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Terhadap

Page 23: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

12

Pengangkatan Hakim Peradilan Agama (Analisis Undang-Undang

Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.” Skripsi

tersebut membahas pengangkatan hakim di lingkungan Peradilan Agama

saja. Sedangkan penulis membahas pengangkatan hakim agung di

lingkungan Mahkamah Agung.

3. Skripsi Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, disusun oleh Dwi

Wijonarko. Dengan judul “Implementasi Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial Mengenai Mekanisme

Perekrutan Hakim Agung Oleh Komisi Yudisial.” Skripsi tersebut

hanya membahas berkaitan dengan kewenangan Komisi Yudisial dalam

perekrutan hakim agung berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2004, sedangkan penulis melakukan analisis terhadap putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013.

4. Buku tentang Komisi Yudisial yang ditulis oleh A. Ahsin Thohari dengan

judul “Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan”. Perbedaannya

dengan penulis, penulis buku tersebut mengkaji maksud dibentuknya

Komisi Yudisial dalam struktur kekuasaan kehakiman Indonesia, serta

pentingnya menjaga kekuasaan kehakiman dari intervensi kekuasaan lain.

Kesimpulannya, penulis mencoba memberikan deskriptif analisis

yang lebih komperhensif dan aktual pada kajian penelitian Kewenangan

Komisi Yudisial dan Dewan Perwakilan dalam Pengangkatan Hakim

Page 24: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

13

Agung dengan dikeluarkannya putusan mahkamah Konstitusi Nomor

27/PUU-XI/2013.

E. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya, untuk

kemudian mengusahakan pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang

timbul dalam gejala yang bersangkutan.16

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalahnya, tipe penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif,

yaitu penelitian yang dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada

peraturan perundang-undangan dan keputusan pengadilan.17

Penelitian yuridis normatif adalah penelitian dengan melihat, menelaah

dan menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas

hukum yang berupa konsepsi, peraturan perundang-undangan, pandangan,

doktrin hukum dan system hukum yang berkaitan. Jenis penelitian ini

menekankan pada diperolehnya keterangan berupa naskah hukum yang berkaitan

dengan objek yang diteliti.18

Spesifikasi penelitian ini menggunakan tipe

16 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. XIV, (Jakarta: Universitas Indonesia

Press, 2003), h. 43.

17

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cet.VI, (Jakarta: Kencana: 2010), h. 142.

18

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,

cet.XII, (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), h. 52.

Page 25: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

14

deskriptif analitis, yaitu penelitian yang disamping memberikan gambaran,

menuliskan dan melaporkan suatu objek atau suatu peristiwa juga akan

mengambil kesimpulan umum dari masalah yang akan dibahas.19

Dalam penelitian karya ilmiah dapat digunakan salah satu dari tiga bagian

grand methode yaitu, library research, ialah karya ilmiah yang didasarkan pada

literatur atau pustaka: field research, yaitu penelitian yang didasarkan pada

penelitian lapangan: dan bibliographic research, yaitu penelitian yang

memfokuskan pada gagasan yang terkandung dalam teori. Berdasarkan pada

subjek studi dan jenis masalah yang ada, maka dalam penelitian ini akan

digunakan metode library research atau penelitian kepustakaan. Lazimnya

disebut juga Legal Research atau Legal Research Instruction. Penelitian hukum

semacam ini tidak mengenal penelitian lapangan, karena yang diteliti adalah

bahan-bahan hukum sehingga dapat dikatakan sebagai library research.20

2. Pendekatan Masalah

Sehubungan dengan tipe masalah yang yang digunakan yaitu yuridis

normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-

undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach).

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) digunakan untuk

meneliti aturan-aturan yang penormaannya justru kondusif untuk mengetahui

19

Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, cet. I, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2006), h. 11.

20 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, h.

23.

Page 26: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

15

lebih dalam mengenai kewenangan KY dan DPR dalam pengangkatan hakim

agung.21

Sedangkan pendekatan konseptual digunakan untuk memahami konsep

tentang kewenangan KY dan DPR dalam pengangkatan hakim agung sehingga

nanti akan diketahui dampak yang ditimbulkan dari kewenangan tersebut.

3. Sumber Data

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari

sumber data. Diperoleh dengan mengadakan wawancara secara

langsung terhadap pihak yang dianggap perlu dan terkait oleh penulis.

Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang

berlangsung secara lisan di mana dua orang atau lebih bertatap muka

dan mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau

keterangan-keterangan.22

Dalam penelitian ini data primer diperoleh

melalui wawancara Kepala Sub Bagian Peningkatan Kapasitas

Hakim di Biro Rekrutmen Advokasi dan Peningkatan Kapasitas

Hakim di Komisi Yudisial.

21

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h. 96. 22 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, h.

33.

Page 27: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

16

b. Data Sekunder

Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tersier. Dengan penjabaran sebagai

berikut:

1) Bahan Hukum Primer

Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundanng-

undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.23

Bahan

hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh

dari:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal

24A ayat (3)

b) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang

Mahkamah Agung

c) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi

Yudisial

d) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985

tentang Mahkamah Agung

e) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman

f) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR,

DPR, DPRD dan DPD

g) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tantang

Komisi Yudisial

h) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013

tentang Seleksi Calon Hakim Agung di DPR

23

Ibid., h. 141

Page 28: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

17

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari buku-buku hukum yang berkenaan

dengan KY dan DPR, buku-buku hukum lainnya, skripsi

hukum tata Negara, tesis hukum tata negara dan jurnal maupun

materi-materi mengenai hukum yang berkaitan dengan tema

Kewenangan KY dan DPR dalam Pengangkatan Hakim

Agung.

4. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian studi kepustakaan, UUD

NRI 1945, peraturan perundang-undangan dan bahan materi lainnya penulis

uraikan dan hubungan sedemikian rupa sehingga disajikan dalam penulisan yang

sistematis untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Bahwa cara

pengolahan bahan hukum dilakukan secara mendalam tentang Kewenangan KY

dan DPR dalam Pengangkatan Hakim Agung selanjutnya dianalisa secara

mendalam sesuai dengan pendekatan yang digunakan.

F. Sistematika Penelitian

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk Penulisan Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta 2012” dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing

bab terisi atas beberapa subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti.

Adapun perinciannya sebagai berikut:

Page 29: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

18

BAB I : PENDAHULUAN

Penulis akan mengemukakan mengenai : latar belakang

permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian,

pembatasan masalah, metode penelitian serta sistematika

penulisan skripsi.

BAB II : PENGANGKATAN HAKIM AGUNG OLEH KOMISI

YUDISIAL DENGAN PERSETUJUAN DEWAN

PERWAKILAN RAKYAT

Penulis akan menguraikan tinjauan umum mengenai :

Pemisahan Kekuasaan Negara (Separation of Power),

Mekanisme Checks and Balances, Komisi Nasional

Sebagai Pilar Keempat Demokrasi, Teori Kewenangan,

Tugas dan Wewenangan Komisi Yudisial dalam

Pengangkatan Hakim Agung, Kewenangan DPR dalam

Pengangkatan Hakim Agung serta Pengangkatan Hakim

dalam Perspektif Islam.

BAB III : PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR

27/PUU-XI/2013 TENTANG SELEKSI HAKIM

AGUNG DI DPR

Penulis akan menguraikan mengenai: Kewenangan Komisi

Yudisial Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

27/PUU-XI/2013, Kewenangan DPR RI Pasca Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 dan

Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam

Memberi Putusan Nomor 27/PUU-XI/2013.

BAB IV : IMPLIKASI PEMILIHAN HAKIM AGUNG PASCA

TERBITNYA PUTUSAN MAHKAMAH

KONSTITUSI NOMOR 27/PUU-XI/2013 TENTANG

Page 30: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

19

PENGHAPUSAN KEWENANGAN DPR UNTUK

MEMILIH HAKIM AGUNG

Penulis akan menguraikan analisis terhadap pembahasan

dari permasalahan yang ada, yaitu: Praktek-praktek

Persetujuan DPR Terhadap Pemilihan Pejabat Negara serta

Kendala yang dihadapi Komisi Yudisial dan DPR dalam

proses seleksi hakim agung secara keseluruhan.

Penulis akan menguraikan tentang hasil analisis yang

merupakan perumusan dari pembahasan yang dilakukan

pada bab-bab sebelumnya, yang merupakan :

Kesimpulan dan Saran dari penulis sehubungan dengan

permasalahan yang telah diuraikan dalam penelitian.

Page 31: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

20

BAB II

PENGANGKATAN HAKIM AGUNG OLEH KOMISI YUDISIAL DENGAN

PERSETUJUAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

A. Pemisahan Kekuasaan Negara (Separation of Power)

Pada umumnya, doktrin pemisahan kekuasaan berasal dari

Montesquieu dengan trias politica-nya dan diterapkan pertama kali oleh

The Framers of U.S. Constitution melalui proses penyaringan secara selektif

dari teori Montesquieu dan dipadukan dengan visi dan pengalaman

bernegara mereka yang berciri khas kebebasan politik dan supremasi

hukum.24

Menurut Montesquieu, dalam bukunya L‟Espirit des Lois (1748),

membagi kekuasaan negara dalam tiga cabang, yaitu : (1) kekuasaan

legislatif sebagai pembuat undang-undang, (2) kekuasaan eksekutif yang

melaksanakan, dan (3) kekuasaan untuk menghakimi atau yudikatif. Dari

kalsifikasi Montesquieu inilah dikenal pembagian kekuasaan negara modern

dalam tiga fungsi, yaitu legislatif (the legislative function), eksekutif (the

executive or administrative function) dan yudisial (the yudicial function).25

24

Gunawan A. Tauda, Komisi Negara Independen, cet. I, (Yogyakarta: Genta Press,

2012), h. 29.

25 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, cet. I, (Jakarta: Rajawali Pers,

2009), h. 283.

20

Page 32: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

21

Sebelumnya, John Locke juga membagi kekuasaan negara dalam tiga

fungsi, tetapi berbeda isinya. Menurut John Locke, fungsi-fungsi kekuasaan

negara itu meliputi: a) Fungsi legislatif, b) Fungsi eksekutif dan c) Fungsi

federatif.26

Dalam bidang legislatif dan eksekutif, pendapat kedua sarjana itu

tampaknya mirip. Akan tetapi, dalam bidang yang ketiga pendapat mereka

berbeda. John Locke mengutamakan fungsi federatif, sedangkan Baron de

Montesquieu mengutamakan fungsi yudikatif.

Trias politika dalam sistem kekuasaan pemerintahan menjadi bahan

rujukan dan pilihan bagi negara-negara yang hendak membentuk

pemerintahannya sesuai kondisi dan kultur di negara masing-masing. Trias

politika adalah suatu prinsip normatif bahwa setiap cabang kekuasaan

sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah

penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa.27

Doktrin yang murni pemisahan kekuasaan dirumuskan untuk

menentukan dan menjaga kebebasan politik dengan membagi kekuasaan

pemerintah ke dalam tiga cabang yakni, legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Masing-masing cabang pemerintah dibatasi pada pelaksanaan fungsinya

sendiri dan tidak diperbolehkan melanggar fungsi dari cabang-cabang yang

lain. Tidak ada individu yang diperbolehkan pada saat yang bersamaan

26 Ni‟matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, h. 117.

27 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, cet. XXVIII, (Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2008), h.117.

Page 33: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

22

menjadi anggota lebih dari satu cabang, sehingga masing-masing cabang

mengawasi (check) cabang yang lain dan tidak ada satu kelompok orang

yang mampu mengontrol mesin negara.28

B. Mekanisme Checks and Balances

Dapat diketahui bahwa UUD NRI 1945 tidak lagi dapat dikatakan

menganut paham trias politica Montesquieu secara mutlak, yang

memisahkan cabang-cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudisial,

tanpa diiringi oleh hubungan saling mengendalikan satu sama lain.

Dengan perkataan lain, sistem baru yang dianut oleh UUD NRI

1945 adalah sistem pemisahan kekuasaan berdasarkan prinsip checks and

balances. Jimly Asshiddiqie mengatakan, kalaupun istilah pemisahan

kekuasaan tadinya hendak dihindari, namun kita dapat saja menggunakan

istilah pemisahan kekuasaan (division of power) seperti yang dipakai oleh

Athur Mass, yaitu capital division of power untuk pengertian yang bersifat

horizontal, dan territorial division of power untuk pengertian yang bersifat

vertikal.29

Pemisahan kekuasaan dapat dipahami sebagai doktrin konstitusional

atau doktrin pemerintahan yang terbatas, yang membagi kekuasaan

pemerintahan ke dalam cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan

28

Romi Librayanto, Trias Politica Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia, cet. I,

(Makassar: Pusat Studi Politik, Demokrasi, dan Perubahan Sosial, 2008), h. 23.

29 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, h. 292.

Page 34: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

23

yudikatif.30

Tugas kekuasaan legislatif adalah membuat hukum, kekuasaan

eksekutif bertugas menjalankan hukum, dan kekuasaan yudikatif bertugas

menafsirkan hukum.

Kemudian tidak dapat dipisahkan dengan pengertian ini adalah

checks and balances yang mengatakan bahwa masing-masing cabang

pemerintahan membagi sebagian kekuasaannya pada cabang lain dalam

rangka membatasi tindakan-tindakannya. Kekuasaan dan fungsi dari

masing-masing cabang adalah terpisah dan dijalankan oleh orang yang

berbeda, tidak ada organ tunggal yang dapat menjalankan otoritas yang

penuh karena masing-masing saling bergantung satu sama lain.31

Istilah checks and balances menurut Black‟s Law Dictionary,

diartikan sebagai : arrangement of governmental power whereby powers of

one governmental branch check or balance those of other brance.32

Berdasarkan pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa checks and balances

merupakan suatu prinsip saling mengimbangi dan mengawasi antar cabang

kekuasaan satu dengan yang lainnya.

Penerapan konsep pemisahan kekuasaan di zaman modern saling

mengkombinasi antara konsep pemisahan ataupun pembagian dengan

konsep checks and balances. Dalam hal ini, kekuasaan tidak dipisah (secara

30

Romi Librayanto, Trias Politica Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia, h. 87.

31 Ibid.

32 Henry Campbell Black, Black‟s Law Dictionary, (St. Paul Minn: West Publishing, page

238.

Page 35: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

24

tegas) tetapi hanya dibagi-bagi sehingga memungkinkan timbulnya

overlapping kekuasaan. Dalam teori checks and balances, guna

penyeimbangan kekuasaan, memang dimungkinkan terjadinya overlapping

kekuasaan.33

Operasionalisasi dari teori check and balance menurut Fuadi, dapat

dilakukan melalui:34

1. Pemberian kewenangan terhadap suatu tindakan kepada lebih

dari satu cabang pemerintahan.

2. Pemberian kewenangan pengangkatan pejabat tertentu kepada

lebih dari satu cabang pemerintahan.

3. Upaya hukum dari cabang pemerintahan yang satu terhadap

cabang yang lainnya.

4. Pengawasan langsung dari satu cabang pemerintahan terhadap

cabang pemerintahan lainnya.

5. Pemberian kewenangan kepada pengadilan sebagai pemutus kata

akhir bila ada konflik kewenangan antara eksekutif dan

legislatif.

Hampir semua negara hukum yang demokratis dewasa ini memuat

konsep checks and balances pada konstitusinya, melalui penerapan-

penerapan yang variatif. Sebagai contoh, konstitusi Republik Indonesia

menempatkan cabang kekuasaan eksekutif (Presiden) sebagai co-legislator

yang powerful. Selain berhak mengusulkan, Presiden juga membahas dan

menyetujui setiap rancangan undang-undang.

33

Gunawan A. Tauda, Komisi Negara Independen, h. 45.

34 Munir Fuadi, Teori Negara Hukum Modern, (Bandung: Refika Aditama, 2009), h. 124.

Page 36: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

25

C. Komisi Nasional Sebagai Pilar Keempat Demokrasi

Doktrin trias politica Montesquieu yang mengandaikan bahwa tiga

fungsi kekuasaan negara harus tercermin pada tiga (3) jenis organ negara,

sering terlihat tidak relevan lagi untuk dijadikan rujukan. Di sisi lain,

perkembangan masyarakat baik secara ekonomi, politik dan sosial budaya

serta pengaruh globalisme, menghendaki struktur organisasi negara lebih

responsif terhadap perubahan, serta efektif dan efisien dalam melakukan

pelayanan publik dan mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan.35

Perkembangan tersebut berpengaruh pada struktur organisasi negara,

termasuk bentuk dan fungsi lembaga negara. Bermunculan lembaga-

lembaga negara independen yang dapat berupa dewan (council), komisi

(commission), komite (committee), badan (board) atau otoritas (authority).

Lembaga-lembaga baru tersebut bisa disebut sebagai state auxiliary organs

sebagai lembaga negara yang bersifat penunjang.36

Salah satu

kecenderungan bentuk ketatanegaraan Indonesia di masa transisi dan setelah

perubahan UUD 1945 adalah munculnya Komisi Negara Independen

(independen agencies) maupun lembaga struktural lainnya.

Komisi negara independen adalah organ negara (state organs) yang

diidealkan independen dan karenanya berada di luar cabang kekuasaan

eksekutif, legislaif maupun yudikatif, namun justru mempunyai fungsi dari

35

Romi Librayanto, Trias Politica Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia, h. 66.

36 Gunawan A. Tauda, Komisi Negara Independen, h. 172.

Page 37: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

26

ketiganya. Menurut Funk dan Seamon sebagaimana dikutip oleh Gunawan

A. Tauda, sebuah komisi independen tidak jarang mempunyai kekuasaan

quasi legislatif, quasi eksekutif dan quasi yudikatif.37

Pada tatanan praktik ketatanegaraan Indonesia, keseluruhan

lembaga-lembaga negara yang dikategorikan sebagai komisi negara

independen adalah yang memiliki karakteristik sebagaimana disebutkan

berikut ini:38

1. Dasar hukum pembentukannya menyatakan secara tegas

kemandirian atau independensi dari komisi negara independen

terkait dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

2. Independen,dalam artian bebas dari pengaruh, kehendak maupun

kontrol dari cabang kekuasaan lain.

3. Pemberhentian dan pengangkatan anggota komisi menggunakan

mekanisme tertentu yang diatur khusus, bukan semata-mata

kehendak Presiden.

4. Kepemimpinan komisi bersifat kolektif, jumlah anggota atau

komisioner bersifat ganjil dan keputusan diambil secara

majoritas suara.

5. Kepemimpinan komisi tidak dikuasai oleh partai politik tertentu.

6. Masa jabatan pemimpin komisi bersifat definitif, habis secara

bersamaan dan dapat diangkat kembali untuk satu periode

berikutnya.

Komisi Yudisial sebagai komisi independen merupakan lembaga

negara hasil amandemen ketiga UUD 1945 pada tahun 2001, tercantum

dalam Pasal 24B UUD NRI 1945 di mana KY bersifat mandiri yang

berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai

wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,

37 Ibid., h.173.

38 Ibid., h.175.

Page 38: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

27

keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Sebagai implementasi putusan

tersebut diperlukan ketentuan turunan yang memuat lebih detail tentang

Komisi Yudisial. Maka, pada tanggal 13 Agustus 2004 disahkan Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial di era

pemerintahan presiden RI Megawati Soekarnoputri.39

Merujuk pada ketentuan Pasal 24 ayat (4) UUD NRI 1945, maka

keberadaan KY pada hakikatnya merupakan badan lain yang fungsinya

berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan pasal tersebut, maka

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY melalui Pasal 2

menyatakan:

“Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri

dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau

pengaruh kekuasaan lainnya.”

Membaca ketentuan pasal tersebut menunjukan bahwa Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2011 menempatkan kedudukan KY sama dengan

lembaga-lembaga negara lain seperti MPR, DPR, MA dan MK. KY

dikonstruksikan bukan sebagai pelaku kekuasaan kehakiman. Tetapi

lembaga ini dalam kewenangannya berkaitan erat dengan kekuasaan

kehakiman, terutama dalam menjaga kredibilitas para hakim yaitu melalui

39

Komisi Yudisial Republik Indonesia, Kiprah 7 Tahun Komisi Yudisial RI: Menjaga

Keseimbangan Meneguhkan Kehormatan, (Jakarta: Komisi Yudisial RI, 2012) h. 14.

Page 39: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

28

pengusulan pengangkatan hakim dan dalam rangka menjaga dan

menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.40

Untuk mendorong reformasi peradilan maka perlu dilahirkan suatu

lembaga mandiri yang mampu melakukan pengawasan terhadap kinerja

hakim dan rekruitmen hakim. Oleh karena itu dibentuklah suatu komisi

yang bernama Komisi Yudisial. Tujuan dibentuk Komisi Yudisial adalah

sebagai auxiliary organ dimana Mahkamah Agung adalah sebagai main

state organnya.41

Sehingga dari pengertian tersebut dapat ditegaskan bahwa

Komisi Yudisial dibentuk bukanlah sebagai pelaksana kekuasaan

kehakiman melainkan sebagai elemen pendukung dalam rangka mendukung

Mahkamah Agung untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman yang

merdeka, bersih dan berwibawa.

Apabila kita perbandingkan dengan sistem hukum di Prancis,

lembaga sejenis KY atau disebut Counseil Superiur de la Magistrature

(CSM) memiliki kewenangan untuk pengangkatan hakim bahkan mereka

juga mempunyai kewenangan hingga dalam memberikan pertimbangan

terhadap promosi, mutasi terhadap para seluruh hakim di Prancis. Tujuan

40

Titik Triwulan Tutik, Eksistensi, Kedudukan dan Wewenang Komisi Yudisial Sebagai

Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD

1945, cet. I, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007) h. 108.

41 J. Djohansjah, Reformasi Mahkamah Agung Menuju Independensi Kekuasaan

Kehakiman, cet.I, (Bekasi: Kesaint Blanc, 2008), h. 122.

Page 40: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

29

dari sistem ini adalah agar adanya keseimbangan dari pihak eksekutif dan

yudikatif dalam melakukan pengangkatan hakim-hakim di Prancis.42

Selain itu, tujuan dari dibentuk KY juga sebagai sarana agar

masyarakat dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja

dan kemungkinan pemberhentian hakim. Sehingga diharapkan kekuasaan

kehakiman juga terjaga dari segi akuntabilitas dan independensi di hadapan

masyarakat. Oleh karena itu diharapkan melalui KY, aspirasi masyarakat

dapat dilibatkan di dalam proses pengangkatan Hakim Agung.

Meskipun kewenangan pengusulan Calon Hakim Agung diberikan

kepada KY, namun tetap saja KY tidak mempunyai kewenangan yang

begitu absolut dalam menentukan Hakim Agung yang terpilih, karena hasil

seleksi oleh KY nantinya akan diberikan kepada DPR untuk disetujui.

Sehingga proses seleksi Calon Hakim Agung ini bukanlah sebagai bentuk

monopoli dari KY saja, karena pada akhirnya KY tetap membutuhkan

institusi-institusi lainnya termasuk peran masyarakat untuk memberikan

masukan terkait calon-calon Hakim Agung yang akan diseleksi.

D. Teori Kewenangan

Sering ditemukan istilah kekuasaan, kewenangan, dan wewenang

dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan dan ilmu hukum. Kekuasaan

sering disamakan begitu saja dengan kewenangan dan kekuasaan sering

42

Rifqi Sjarief Assegaf, Kata Pengantar dari Komisi Yudisial Di Beberapa Negara Uni

Eropa, (Jakarta: LeIP, 2002), h. vi.

Page 41: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

30

dipertukarkan dengan istilah kewenangan, demikian juga sebaliknya.

Bahkan kewenangan sering disamakan juga dengan wewenang. Kekuasaan

biasanya berbentuk hubungan, dalam arti ada satu pihak yang memerintah

dan pihak lain yang diperintah (the rule and the ruled).43

Berdasarkan pengertian di atas, dapat terjadi kekuasaan yang tidak

berkaitan dengan hukum. Kekuasaan yang tidak berkaitan dengan hukum

oleh Henc van Maarseven disebut sebagai blote match,44

sedangkan

kekuasaan yang berkaitan dengan hukum oleh Max Weber disebut sebagai

wewenang rasional atau legal, yakni wewenang yang berdasarkan suatu

sistem hukum ini dipahami sebagai suatu kaidah-kaidah yang telah diakui

serta dipatuhi oleh masyarakat dan bahkan yang diperkuat oleh Negara.45

Agar kekuasaan dapat dijalankan maka dibutuhkan penguasa atau

organ sehingga Negara itu dikonsepkan sebagai himpunan jabatan-jabatan

(een ambten complex) di mana jabatan-jabatan itu diisi oleh sejumlah

pejabat yang mendukung hak dan kewajiban tertentu berdasarkan

konstruksi subyek-kewajiban.46

Dengan demikian kekuasaan mempunyai

dua aspek, yaitu aspek politik dan aspek hukum, sedangkan kewenangan

43

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h. 36.

44 Indroharto, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, cet. XVII, (Bandung: Citra

Aditya Bakti, 2000), h. 30.

45 A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat

Indonesia, cet. V, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), h. 52

46 Rusadi Kantaprawira, Hukum dan Kekuasaan, Makalah, (Yogyakarta:Universitas Islam

Indonesia, 2002), h. 39.

Page 42: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

31

hanya beraspek hukum semata. Artinya, kekuasaan itu dapat bersumber dari

konstitusi, juga dapat bersumber dari luar konstitusi (inkonstitusional),

misalnya melalui kudeta atau perang, sedangkan kewenangan jelas

bersumber dari konstitusi.47

Terdapat perbedaan antara pengertian kewenangan (authority,

gezag) dan wewenang (competence, bevoegheid).48

Kewenangan adalah

apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan

yang diberikan oleh undang-undang, sedangkan wewenang hanya suatu

onderdeel (bagian) tertentu saja dari kewenangan. Di mana dalam dalam

kewenangan itu terdapat wewenang-wewenang (rechtsbe voegdheden).49

Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik, lingkup

wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat

keputusan pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam rangka

pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang

utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Secara yuridis,

pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh peraturan

perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.50

47

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik , h. 35.

48 Ateng Syafrudin, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan

Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, ( Bandung, Universitas Parahyangan, 2000), h. 22.

49 Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, cet. X, (Jakarta: Ghalia Indonesia,

2002), h. 78.

50 Indroharto, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, h. 65.

Page 43: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

32

Dari berbagai pengertian kewenangan sebagaimana tersebut di atas,

penulis berkesimpulan bahwa kewenangan (authority) memiliki pengertian

yang berbeda dengan wewenang (competence). Kewenangan merupakan

kekuasaan formal yang berasal dari undang-undang, sedangkan wewenang

adalah suatu spesifikasi dari kewenangan, artinya barang siapa (subyek

hukum) yang diberikan kewenangan oleh undang-undang, maka ia

berwenang untuk melakukan sesuatu yang tersebut dalam kewenangan itu.51

Kewenangan yang dimiliki oleh organ (institusi) pemerintahan

dalam melakukan perbuatan nyata (riil), mengadakan pengaturan atau

mengeluarkan keputisan selalu dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh

dari konstitusi secara atribusi, delegasi, maupun mandat. Suatu atribusi

menunjuk pada kewenangan yang asli atas dasar konstitusi. Pada

kewenangan delegasi, harus ditegaskan suatu pelimpahan wewenang kepada

organ pemerintahan yang lain. Pada mandat tidak terjadi pelimpahan

apapun dalam arti pemberian wewenang, akan tetapi, yang diberi mandat

bertindak atas nama pemberi mandat. Dalam pemberian mandat, pejabat

yang diberi mandat menunjuk pejabat lain untuk bertindak atas nama

mandator (pemberi mandat).

Berdasarkan uraian tersebut penulis akan membahas tentang

kewenangan dua lembaga negara yang di amanatkan oleh UUD NRI 1945

51

A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat

Indonesia, h. 57.

Page 44: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

33

dalam mekanisme pengangkatan hakim agung dalam hal ini adalah KY dalam

mengusulkan pengangkatan hakim agung berdasarkan uji kelayakan dan

kepatutan (fit and proper test) dan DPR dalam menyetujui pengusulan

pengangkatan hakim agung yang telah diusulkan oleh oleh KY.

E. Tugas dan Wewenang Komisi Yudisial dalam Pengangkatan Hakim

Agung

Sebagai lembaga yang lahir dari amanat UUD NRI 1945, KY

mempunyai tugas mengusulkan pengangkatan hakim agung kepada DPR.

Kewenangan tersebut secara detail terdapat dalam Pasal 24B ayat (1) UUD

1945. Kewenangan itu diperkuat dengan Pasal 13 huruf a Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (selanjutnya disebut UU Nomer 18

Tahun 2011) menyebutkan bahwa KY memiliki wewenang sebagai berikut:

1. Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di

Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan;

2. Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,

serta perilaku hakim;

3. Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim

(KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah Agung;

4. Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau

Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Ketentuan lain juga menyebutkan KY berwenang menganalisis

putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagai dasar

untuk melakukan mutasi hakim (Pasal 42 UU No. 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman) dan melakukan seleksi pengangkatan

Page 45: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

34

hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama dan Pengadilan Tata

Usaha Negara bersama MA (diatur dalam UU No. 49 Tahun 2009, UU

No. 50 Tahun 2009 tentang PA, dan UU No. 51 Tahun 2009 tentang

PTUN).52

Wewenang untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung

adalah wewenang yang dimiliki oleh KY untuk melakukan seleksi

terhadap calon hakim agung dan kemudian mengusulkannya kepada

DPR. Seleksi calon hakim agung merupakan kewenangan KY yang

dimaksudkan untuk mengisi kekosongan jabatan hakim agung yang

ditinggalkan hakim agung karena memasuki masa pensiun dan

meninggal dunia.

Sejak kehadiran KY, pengangkatan calon hakim agung di

samping berasal dari hakim karir, juga berasal dari non karir, seperti

praktisi hukum, akademisi hukum dan lain-lain selama memenuhi syarat

yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.53

Dalam

melaksanakan wewenang untuk mengusulkan pengangkatan hakim

agung dan hakim ad hoc, KY mempunyai tugas yang tercantum dalam

Pasal 14 UU Nomor 18 Tahun 2011, yaitu:

52

Komisi Yudisial Republik Indonesia, Mengenal Lebih Dekat Komisi Yudisial, (Jakarta:

Pusat Data dan Layanan Informasi Komisi Yudisial, 2012), h. 24.

53 Sirajuddin dan Zulkarnain, Komisi Yudisial dan Eksaminasi Publik: Menuju Peradilan

yang Bersih dan Berwibawa, cet. I, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006), h. 80.

Page 46: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

35

1. Melakukan pendaftaran calon hakim agung;

2. Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung;

3. Menetapkan calon hakim agung;

4. Mengajukan calon hakim agung ke DPR.

Pelaksanaan proses seleksi dilaksanakan dalam jangka waktu

paling lama enam (6) bulan sejak KY menerima pemberitahuan dari

MA mengenai lowongan hakim agung. Calon hakim agung yang dapat

mengikuti seleksi di KY dapat berasal dari MA, pemerintah dan

masyarakat. Berikut uraian proses seleksi calon hakim agung oleh KY:

1. Pendaftaran Calon Hakim Agung

Pendaftaran seleksi dilakukan setelah mendapat

pemberitahuan pengisian jabatan hakim agung dari MA. Maka

sesuai dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004

tentang Komisi Yudisial, dalam jangka waktu paling lama 15 (lima

belas) hari sejak menerima pemberitahuan mengenai lowongan

hakim agung, KY mengumumkan pendaftaran penerimaan calon

hakim agung selama 15 (lima belas) hari berturut-turut.

Untuk mendaftar, seseorang harus memenuhi persyaratan

untuk dapat diangkat sebagai hakim agung sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah

Page 47: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

36

Agung dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi

Yudisial sebagaimana diuraikan dalam tabel di bawah ini:54

Tabel 1

Persyaratan Hakim Agung

Hakim Karier Non Karier

1 Warga Negara Indonesia 1 Warga Negara Indonesia

2 Bertakwa Kepada Tuhan Yang

Maha Esa

2 Bertakwa Kepada Tuhan Yang

Maha Esa

3

Berijazah megister di bidang

hukum dengan dasar sarjana

hukum atau sarjana lain yang

yang mempunyai keahlian di

bidang hukum

3

Berijazah doctor di bidang hukum

dengan dasar sarjana hukum atau

sarjana lain yang yang mempunyai

keahlian di bidang hukum

4 Berusia sekurang-kurangnya 45

tahun

4 Berusia sekurang-kurangnya 45

tahun

5 Mampu secara rohani dan

jasmani untuk menjalankan tugas

dan kewajiban

5 Mampu secara rohani dan jasmani

untuk menjalankan tugas dan

kewajiban

6 Berpengalaman paling sedikit 20

tahun menjadi hakim, termasuk

paling sedikit 3 tahun menjadi

hakim tinggi, dan

6 Berpengalaman dalam profesi

hukum dan/atau akademisi hukum

sekurang-kurangnya 20 tahun, dan

7

Tidak pernah dijatuhi sanksi

pemberhentian sementara akibat

melakukan pelanggaran kode etik

dan/atau pedoman perilaku

hakim.

7

Tidak pernah dijatuhi pidana

penjara berdasarkan putusan

pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap karena

melakukan tindak pidana yang

diancam dengan pidana penjara 5

tahun atau lebih.

Setelah masa pendaftaran ditutup, KY melakukan seleksi

persyaratan administrasi. Seleksi tahap ini dilakukan dengan cara

penelitian terhadap persyaratan administrasi calon hakim

agung.kemudian KY mengumumkan daftar nama calon hakim

54

Komisi Yudisial Republik Indonesia, 8 Tahun Komisi Yudisial Mengukuhkan Sinergitas

Memperkokoh Kewenangan, (Jakarta: Komisi Yudisial RI, 2013), h. 63.

Page 48: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

37

agung yang lolos seleksi persyaratan administrasi dalam jangka

waktu paling lama 15 (lima belas) hari.

Sejak pengumuman kelulusan persyaratan administrasi

dilakukan, masyarakat diberikan kesempatan memberi informasi

ataupendapat terhadap calon hakim tersebut dalam jangka waktu

selama 30 (tiga puluh) hari. Setelah jangka waktu habis, KY

melakukan penelitian atas informasi atau pendapat tersebut juga

dalam jangka waktu 30 (tiga puluh hari).

2. Seleksi Calon Hakim Agung

Setelah melewati proses seleksi administrasi, calon hakim

agung akan menjalankan serangkaian seleksi meliputi: karya profesi,

pembuatan karya tulis di tempat, penyelesaian kasus hukum, profile

assessment, klarifikasi, pemeriksaan kesehatan, pembekalan dan

wawancara terbuka.55

a. Karya Profesi

Setiap calon wajib menyerahkan karya profesinya

kepada panitia, yang berupa: 1) bagi calon dari jalur

hakim karier menyerahkan putusan pengadilan tingkat

banding pada saat yang bersangkutan menjadi ketua atau

majelis dalam menangani dan memutus perkara. 2) bagi

55

Komisi Yudisial Republik Indonesia, 8 Tahun Komisi Yudisial Mengukuhkan Sinergitas

Memperkokoh Kewenangan, h. 64.

Page 49: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

38

calon dari jalur non karier berprofesi jaksa, menyerahkan

tuntutan jaksa (dakwaan), profesi pengacara

menyerahkan pembelaan (pledoi), profesi akademisi dan

profesi hukum lainnya menyerahkan hasil

karya/publikasi ilmiah.56

b. Pembuatan Karya Tulis di Tempat

Pada proses ini para peserta seleksi diwajibkan

untuk membuat suatu karya tulis yang secara langsung

dikerjakan di tempat pelaksanaan dengan tema dan judul

yang telah ditentukan oleh panitia

c. Pendapat Hukum

Setiap calon wajib menjawab soal kasus Kode Etik

dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan kasus

hukum dalam bentuk membuat putusan

kasasi/peninjauan kembali (judicial review) yang telah

disiapkan oleh panitia.57

d. Penilaian Kepribadian (Profile Assessment)

Dalam rangka mengukur dan menilai kelayakan

kepribadian calon hakim untuk diangkat menjadi hakim

agung, dalam proses ini dilakukan self assessment,

56

Ibid.

57 Ibid.

Page 50: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

39

profile assessment, investigasi dan klarifikasi. Untuk

mengetahui track record calon hakim agung.58

e. Pemeriksaan Kesehatan, Pembekalan dan Wawancara

Terbuka

Calon yang telah lulus dari rangkaian seleksi

kualitas dan kepribadian tadi, akan mengikuti wawancara

terbuka yang meliputi: visi misi, komitmen dan program

jika terpilih, pemahaman Kode Etik dan Pedoman

Perilaku Hakim (KEPPH), wawasan dan pengetahuan

hukum serta klarifikasi LHKPN dan laporan dari

masyarakat.59

3. Mengajukan Calon Hakim Agung ke DPR

Usai menjalani serangkaian seleksi, berdasarkan Pasal 18 ayat

(4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi

Yudisial, dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari

terhitung sejak berakhirnya seleksi, KY berkewajiban untuk

menetapkan dan mengajukan tiga calon hakim agung kepada DPR

dengan tembusan disampaikan kepada Presiden.60

58

Ibid., 65

59 Ibid.

60 Sirajuddin dan Zulkarnain, Komisi Yudisial dan Eksaminasi Publik: Menuju Peradilan

yang Bersih dan Berwibawa, h. 85.

Page 51: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

40

Selanjutnya DPR menetapkan calon hakim agung kepada

Presiden dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, dan keputusan

Presiden mengenai pengangkatan hakim agung ditetapkan dalam

jangka waktu paling lama 14 (empat belas) sejak Presiden menerima

nama calon yang diajukan DPR.61

KY sebagai pengontrol dan penyeimbang kekuasaan

kehakiman diharapkan mampu menjamin terciptanya pengangkatan

hakim agung yang kredibel dan menjaga kontinuitas hakim-hakim

yang bertugas agar tetap teguh pada nilai-nilai moralitasnya sebagai

seorang hakim yang memiliki integritas dan kepribadian tidak

tercela, jujur, adil, serta menjunjung tinggi nilai-nilai

profesionalisme yang melekat padanya.62

Wewenang ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya

politisasi pengangkatan hakim agung. Secara ilmiah, kekuasaan

politik Presiden dan parlemen selalu ingin mendudukan orang-

orangnya sebagai hakim agung. Jika bukan mengeliminasi, KY

diharapkan mampu meminimalisasi terjadinya politisasi itu.

Sebagaimana diketahui bahwa sebelumnya penentuan dan

61

Ibid.

62 Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam

UUD 1945, cet. IV, (Yogyakarta: FH UII Press, 2005), h. 52.

Page 52: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

41

pengusulan pengangkatan hakim agung sebelumnya dilakukan oleh

DPR yang merupakan lembaga politik.

Penentuan hakim agung yang demikian tidak akan bisa

melepaskan diri dari kepentingan dan kekuatan politik di lembaga

tersebut. Konsekuensi yang ditimbulkan sudah dapat diduga, bahwa

hakim agung yang terpilih tersebut sedikit banyak akan membalas

jasa-jasa pemilihnya.

Permasalahan pengangkatan hakim agung di belahan dunia

manapun memang mengundang tarik ulur kekuasaan yang rumit.

Perlu diketahui bahwa mekanisme yang digunakan Indonesia

dengan pengusulan, persetujuan dan pengangkatan, sedikit banyak

memang mirip dengan mekanisme pengangkatan hakim agung pada

Supreme Court di Amerika Serikat. Di negeri tersebut, hakim agung

(yang notabene hanya 9 saja jumlahnya) akan diusulkan oleh

Presiden. Usulan presiden ini diperoleh melalui serangkaian proses

seleksi yang sangat ketat dan teliti, kemudian diajukan kepada

senat.63

Kandidat hakim agung yang diusulkan kepada senat,

prinsipnya hanya memerlukan konfirmasi dari lembaga tersebut,

dalam arti untuk disetujui atau tidak disetujui. Para kandidat akan

63

Titik Triwulan Tutik, Eksistensi, Kedudukan dan Wewenang Komisi Yudisial Sebagai

Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD

1945, h. 121.

Page 53: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

42

diminta pendapatnya mengenai suatu permasalahan, melalui Komisi

Kehakiman Senat (Senate Judiciary Committee). Dilihat dari sudut

pandang politik, dengar pendapat ini merupakan bagian dari

justifikasi senat kepada presiden sebagai pihak yang mengusulkan.

Komisi Kehakiman melakukan dengar pendapat dengan

kandidat hakim agung yang diusulkan oleh presiden dalam tiga (3)

tahapan yaitu investigasi, dengar pendapat publik dan tidak tertutup

kemungkinan dilibatkannya kelompok-kelompok masyarakat dan

profesi secara terbuka dalam rangka menggali informasi tentang

kandidat hakim agung termasuk untuk memberikan dukungan atau

penolakan terhadap kandidat. Komisi akan menyampaikan

rekomendasinya kepada seluruh anggota senat untuk menyetujui

atau menolak.64

Senat kemudian membuka perdebatan atas rekomendasi

Komisi Kehakiman untuk mengambil kesimpulan. Meskipun

ideologi, pandangan hidup, filsafat hukum, visi politik atau pendapat

kandidat tentang kasus-kasus hukum kontroversial yang diketahui

melalui dengar pendapat tadi dapat menjadi bahan pertimbangan,

pada kenyataannya terdapat faktor-faktor lain yang ikut

dipertimbangkan oleh anggota senat, seperti pendapat anggota lain

yang berpengaruh, pendapat konstituennya, atau bahkan pendapat

64

Ibid., h. 122

Page 54: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

43

orang-orang terdekatnya. Dalam hal ini, hasil dengar pendapat

Komisi Kehakiman tidak menjadi parameter utama, tetapi keputusan

senat lah yang berpengaruh.

Pengangkatan hakim melalui lembaga khusus (umumnya

disebut judicial councils) terjadi di beberapa negara. Tom Ginsburg

sebagaimana dikutip Saldi Isra dalam keterangannya sebagai saksi

ahli permohonan uji materil dengan perkara nomor 27/PUU-

XI/2013, menjelaskan bahwa keberadaan judicial councils bertujuan

untuk menjauhkan kekuasaan kehakiman dari intervensi politik.

Demi terciptanya peradilan yang mandiri dan akuntabel. Ruang

kekuasaan kehakiman yang perlu dijauhkan dari kepentingan politik

adalah: (1) fungsi pengangkatan; (2) promosi; dan (3) penindakan

hakim.65

Contoh yang menarik adalah Iraq. Syarat seorang hakim

adalah sebagai berikut: (1) lulus sarjana hukum dari sekolah hukum

yang terdaftar; (2) lulus dari Institut Kehakiman (judicial institute)

di Baghdad berupa pelatihan selama dua tahun; (3) Tiga tahun

pengalaman dalam praktik hukum, baik sebagai advokat atau

petugas peradilan yang telah terdaftar di judicial institute. Selain itu

terdapat syarat alternatif, yaitu: telah berpengalaman selama 10

65

Saldi Isra, dalam keterangannya sebagai saksi ahli permohonan uji materil dengan

perkara nomor 27/PUU-XI/2013 tentang Seleksi Hakim Agung di DPR, h. 21.

Page 55: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

44

tahun dalam bidang hukum meskipun di bawah umur 45 tahun dapat

pula mencalonkan diri menjadi hakim.

Di Iraq, seluruh seleksi dilakukan oleh The Higher Judicial

Councils (HJC, Dewan Yudisial Tertinggi). HJC bertugas

menominasikan kandidat hakim untuk kemudian dilantik oleh

lembaga politik yang telah ditentukan. Jumlah hakim yang akan

diseleksi oleh HJC berdasarkan kebutuhan dari pengadilan, baik

berdasarkan permintaan dari Ketua Pengadilan maupun dugaan

kebutuhan pengadilan oleh HJC itu sendiri. HJC akan bergerak

apabila anggaran seleksi hakim telah disetujui oleh parlemen.

Pemenuhan kebutuhan hakim berkaitan dengan kondisi ekonomi

pada saat itu. HJC, selain berwenang menyeleksi juga memiliki

kewenangan untuk memindahkan hakim ke peradilan-peradilan

yang mereka tentukan.66

Berdasarkan dua contoh di atas, menurut penulis

pengangkatan hakim agung di Amerika Serikat dan Iraq tidak

berbeda jauh dengan yang terjadi di Indonesia, masing-masing

negara memiliki komisi yang serupa dengan KY di Indonesia.

Hanya saja dalam proses pengajuannya, untuk di Amerika Serikat

calon hakim agung diusulkan oleh Presiden kemudian diajukan

kepada senat, kemudian Komisi Kehakiman Senat (Senate Judiciary

66

Ibid., h. 22.

Page 56: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

45

Committee) yang akan melakukan dengar pendapat dengan kandidat

hakim agung, meskipun nantinya pendapat Komisi Kehakiman

Senat tidak dijadikan pertimbangan utama. sedangkan di Iraq,

seluruh seleksi dilakukan oleh The Higher Judicial Councils (HJC,

Dewan Yudisial Tertinggi) dan tugas parlemen hanya melantik

hakim agung terpilih.

F. Kewenangan DPR dalam Pengangkatan Hakim Agung

Proses pengangkatan hakim agung merupakan hal yang sangat

penting untuk menciptakan hakim yang memiliki profesionalitas, integritas

dan kualitas. Proses perekrutan hakim agung secara tegas dinyatakan dalam

pasal 24A ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan: “calon hakim agung

diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk

mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung

oleh presiden”

Dengan ketentuan itu, DPR selaku lembaga penampung aspirasi

rakyat mempunyai kewenangan untuk menentukan siapa yang tepat menjadi

hakim agung sesuai dengan aspirasi dan kepentingan rakyat untuk

memperoleh kepastian dan keadilan. Kewenangan DPR dalam

pengangkatan hakim agung ini berkaitan dengan fungsi pengawasan yang

dimilikinya, Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009

Page 57: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

46

tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD menyebutkan DPR mempunyai

fungsi: a) legislasi; b) anggaran; dan c) pengawasan.

Keterlibatan lembaga perwakilan rakyat dengan adanya hak untuk

memberikan atau tidak memberikan persetujuan ataupun pertimbangan ini

dapat disebut juga hak untuk konfirmasi (right to confirm) lembaga

legislatif. Dengan adanya hak ini, lembaga perwakilan dapat ikut

mengendalikan atau mengawasi kinerja para pejabat public dimaksud dalam

menjalankan tugas dan kewenangannya masing-masing agar sesuai dengan

ketentuan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.67

Konstitusi tidak menjelaskan secara lebih rinci tentang proses

perekrutan hakim agung. Mekanisme pemilihan hakim agung juga tidak

diatur secara eksplisit dalam tata tertib DPR Tahun 2009-2014. Keterlibatan

DPR dalam mekanisme perekrutan hakim agung diatur dalam pasal 6 huruf

p pada bagian tugas dan wewenang anggota Dewan Perwakilan Rakyat

yang menyatakan: “memberikan persetujuan calon hakim agung yang di

usulkan komisi yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh

presiden”

Selaras dengan hal tersebut, tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat

juga mengatur tentang mekanisme persetujuan yang dimaksudkan dalam

pasal 24A ayat (3) UUD 1945 dan pasal 6 huruf p pada tata tertib Dewan

67

Paimin Napitupulu. Menuju Pemerintahan Perwakilan, cet. I, (Bandung: PT. Alumni,

2007), h. 33.

Page 58: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

47

Perwakilan Rakyat dalam perekrutan hakim agung, hal tersebut di atur

dalam pasal 191 ayat (1) dan (2) pada tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat

yang menyatakan:

1) Dalam hal peraturan perundang-undangan menentukan

agar DPR mengajukan, memberikan persetujuan, atau

memberikan pertimbangan atas calon untuk menjadwalkan

dan menugaskan pembahasannya pada komisi terkait.

2) Tata cara pelaksanaan seleksi dan pembahasan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh komisi

yang bersangkutan, meliputi:

a. Penelitian administrasi,

b. Penyampaian visi dan misi,

c. Uji kelayakan (fit and proper test),

d. Penentuan urutan calon,

e. Diumumkan kepada publik

Adapun setelah melalui tahapan-tahapan tersebut atau dalam hal ini

adalah uji kelayakan (fit and proper test) selanjutnya dilakukan pemilihan

yang berdasarkan BAB XVII tentang tata cara pengambilan keputusan pada

tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat yang menyebutkan:

Pasal 275

Keputusan berdasarkan suara terbanyak diambil apabila keputusan

berdasarkan mufakat sudah tidak terpenuhi karena adanya pendirian

sebagian anggota rapat yang tidak dapat dipertemukan lagi dengan

pendirian anggota rapat yang lain.

Pasal 276

1) Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak dapat dilakukan

secara terbuka atau secara rahasia.

2) Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak secara terbuka

dilakukan apabila menyangkut kebijakan.

3) Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak secara rahasia

dilakukan apabila menyangkut orang atau masalah lain yang

ditentukan dalam rapat.

Page 59: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

48

Pada mekanisme pemilihan hakim agung di Dewan Perwakilan

Rakyat, proses pemilihan dilaksanakan dengan cara keputusan berdasarkan

suara terbanyak secara rahasia. Mekanisme dari pemilihan tersebut

dinyatakan pada Pasal 279 tentang tata tertib DPR:

1) Pemberian suara secara rahasia dilakukan dengan tertulis,

tanpa mencantumkan nama, tanda tangan, fraksi pemberi

suara, atau tanda lain yang dapat menghilangkan sifat

kerahasiaannya.

2) Pemberian suara secara rahasia dapat juga dilakukan

dengan cara lain yang tetap menjamin sifat kerahasiaan.

3) Dalam hal hasil pemungutan suara tidak memenuhi

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 277 ayat (2),

pemungutan suara diulang sekali lagi dalam rapat itu juga.

4) Dalam hal hasil pemungutan suara ulang, sebagaimana

dimaksud pada ayat (3), tidak juga memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 245 ayat (1),

pemungutan suara secara rahasia, sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), menjadi batal.

Paparan ringkas di atas dimaksudkan untuk memberi gambaran

sekilas tentang persetujuan yang dimaksud pada pasal 24A ayat (3) UUD

1945 dalam tata tertib DPR. Sedangkan untuk kewenangan dalam memilih

calon hakim agung oleh DPR secara tegas di atur dalam Pasal 8 UU Nomor

3 Tahun 2009 tentang perubahan UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang

Mahkamah Agung yang menyatakan:

Pasal 8 ayat (2)

“calon hakim agung dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dari

nama calon yang di usulkan oleh komisi yudisial”

Page 60: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

49

Pasal 8 ayat (3)

“calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipilih oleh Dewan

Perwakilan Rakyat 1 (satu) orang dari 3 (tiga) nama calon untuk

setiap lowongan”

Kewenangan untuk memilih calon hakim agung oleh DPR juga

secara tegas diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 tentang

Komisi Yudisial. Posisi DPR sebagai lembaga legislatif hanya dirumuskan

dalam pasal 18 ayat (5) dan pasal 19 ayat (1).

Pasal 18 ayat (5)

”dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung

sejak seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir, komisi

yudisial menetapkan dan mengajukan 3 (tiga) orang nama hakim

agung kepada DPR untuk setiap 1 (satu) lowongan hakim agung,

dengan tembusan disampaikan kepada presiden”.

Pasal 19 ayat (1)

”DPR telah menetapkan calon hakim agung untuk diajukan kepada

presiden dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak

diterima nama calon sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat

(5)”.

Rumusan pengangkatan calon hakim agung dalam undang-

undang ternyata berbeda dengan yang ada dalam UUD NRI 1945.

Pasal 8 Ayat (2), (3), (4), dan (5) UU No. 3 Tahun 2009 tentang

Mahkamah Agung dan Pasal 18 Ayat (4) dan Pasal 19 Ayat (1) UU

No. 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial, pada dasarnya

menyatakan calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi

Yudisial dipilih DPR 1 (satu) orang dari 3 (tiga) nama calon untuk

setiap lowongan.

Page 61: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

50

Adanya ketentuan kuota tersebut ditengarai karena pola

pengangkatan calon hakim agung di DPR dilakukan dengan

pemilihan, di mana Anggota DPR memiliki pilihan (Option), yakni

1 orang untuk setiap 3 nama yang dicalonkan. Maka dari itu, DPR

merasa perlu untuk mengetahui keunggulan calon yang satu dengan

calon lainnya, karena dari sejumlah nama yang dicalonkan, hanya

ada beberapa orang yang akan dipilih sebagai hakim agung.

Dari alur proses, pemberian persetujuan atau tidak

memberikan persetujuan terhadap calon hakim agung yang

diusulkan oleh KY dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:68

Pertama, KY menyampaikan surat kepada pimpinan DPR

yang berisi nama-nama calon hakim agung

Kedua, pimpinan DPR mensosialisasikan surat yang

disampaikan oleh KY kepada seluruh anggota DPR melalui rapat

paripurna DPR pada tahun sidang berjalan.

68

Tjatur Sapto Edy, makalah “Peran dan Tanggung Jawab DPR dalam Seleksi Calon

Hakim Agung”, Jakarta: 20 Mei 2014, h. 7.

Page 62: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

51

Ketiga, rapat paripurna DPR menugaskan kepada Badan

Musyawarah untuk menjadwalkan dan menugaskan pembahasannya

kepada komisi terkait.

Keempat, sesuai dengan penugasan paripurna, Badan

Musyawarah mengadakan rapat Bamus/rapat konsultasi sebagai

pengganti rapat Bamus dengan menugaskan kepada Komisi III DPR

untuk melakukan pembahasan terhadap calon hakim agung yang

diusulkan oleh KY.

Kelima, Komisi III DPR mengadakan rapat intern untuk

membicarakan persiapan, perencanaan dan pembahasan dalam

memberi persetujuan terhadap calon hakim agung.

Keenam, berdasarkan rapat intern, Komisi III membentuk

Tim Kerja yang bertugas untuk menyusun jadwal, menetapkan tata

cara, maupun metode yang hasilnya disampaikan kepada rapat pleno

Komisi III untuk dibahas, disetujui dan ditetapkan.

Ketujuh, Komisi III menyampaikan jadwal kepada masing-

masing calon hakim agung untuk mengikuti proses pembuatan

makalah sebagai salah satu instrument untuk melihat dan

mengetahui kecakapan, keahlian dan pengetahuan calon hakim

agung di mana judul makalah calon hakim agung telah ditentukan

oleh Komisi III secara acak.

Page 63: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

52

Kedelapan, Komisi III meminta masukan, tanggapan dan

pendapat masyarakat terkait profil dan rekam jejak calon hakim

agung sebelum dibuka fit and proper test.

Kesembilan, Komisi III melakukan fit and proper test di

hadapan seluruh angota Komisi III, yang materinya berupa

pemaparan visi misi, program, klarifikasi atas laporan masyarakat

dan proses pendalaman dalam tanya jawab.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013

tentang seleksi calon hakim agung di DPR tidak merubah alur proses

pemberian persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap

calon hakim agung di DPR karena putusan ini hanya menghapuskan

kewenangan DPR yang semula memilih calon hakim agung menjadi

hanya menyetujui calon hakim agung yang diausulkan KY dengan

tetap memperhatikan mekanisme yang tercantum dalam Bab XVII

tata tertib DPR.

Putusan tersebut juga mengubah mekanisme pengajuan calon

hakim agung ke DPR yang awalnya KY menetapkan dan

mengajukan 3 (tiga) calon hakim agung kepada DPR untuk setiap 1

(satu) lowongan hakim agung, pada putusan tersebut KY

menetapkan dan mengajukan 1 (satu) calon hakim agung kepada

DPR untuk setiap 1 (satu) lowongan hakim agung.

Page 64: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

53

G. Pengangkatan Hakim dalam Perspektif Islam

Al-Quran menggunakan kata hakama ketika Allah memerintahkan

Nabi menjadi hakim yaitu melakukan tugas menegakkan hukum dan

keadilan di tengah-tengah manusia. 69

Sebagaimana dalam Al-Quran:

Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di

muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan

adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan

menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat

darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka

melupakan hari perhitungan.(Q.S. Shaad: 26)

Pada masa permulaan Islam, yang menjadi hakim adalah Rasulullah

SAW dan bisa dikatakan bahwa Rasul merupakan hakim pertama dalam

Islam. Oleh sebab itu semua permasalahan yang terjadi pada saat itu

langsung diselesaikan langsung olehnya. Dalam menyelesaikan

permasalahan yang dihadapkan kepadanya Rasul berpegang pada apa yang

telah diturunkan oleh Allah SWT.70

Seiring perkembangan dan kemajuan Islam, akhirnya tidak dapat

dipungkiri lagi bahwa perlu untuk mengangkat hakim-hakim di daerah-

daerah kekuasaan Islam. Juga karena banyaknya permasalahan hukum yang

69

Alaiddin Koto, Sejarah Peradilan Islam, cet. I, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2012), h. 88.

70 Ibid., h. 89.

Page 65: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

54

terjadi di masyarakat sehingga membutuhkan untuk segera diselesaikan.

maka urusan peradilan di daerah-daerah diserahkan kepada penguasa-

penguasa yang dikirim ke daerah itu. Akhirnya Rasulullah mengizikan

sahabatnya untuk bertindak selaku hakim. Hal ini merupakan petunjuk

untuk memisahkan antara kekuasaan eksekutif dan yudikatif. Hakim-hakim

yang pernah diangkat oleh Rasulullah adalah Muadz bin Jabal sebagai

hakim di Yaman, Attab bin Asid sebagai hakim di Makkah.71

Begitu pula pada masa Umar bin Khattab, saat menjadi khalifah

beliau sekaligus juga menjadi hakim. Dan dalam perkembangannya Umar

pun mengangkat orang lain untuk menjadi hakim seiring dengan

perkembangan politik, sosial, dan ekonomi. Pada masa Umar ini pertama

kali dipisahkan antara yudikatif dan eksekutif. Oleh karena tugas peradilan

adalah kewenangan umum dari kepala negara, maka menjadi wewenangnya

untuk mengangkat hakim-hakim.

Saat itu hakim hanya diberi kewenangan menangani perkara perdata

saja. Sedangkan untuk perkara pidana tetap ditangani oleh khalifah sendiri,

atau oleh penguasa daerah. Khalifah juga selalu mengawasi tindakan para

penguasa daerah dan hakim-hakimnya, serta selalu memberi petunjuk dan

71

T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, cet. V, (Semarang: PT

Pustaka Rizki Putra, 2005), h. 10.

Page 66: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

55

bimbingan. Bahkan di masa itu sempat dibuat undang-undang yang dikenal

dengan “Dustur Umar” yang menjadi dasar asasi bagi peradilan Islam.72

Dalam mengangkat hakim, para penguasa berpedoman pada kriteria

tertentu. Di antara kriteria itu adalah hakim diangkat dari orang yang

banyak ilmu, yang takwa kepada Allah, wara‟, adil, dan cerdas. Hakim-

hakim yang diangkat oleh penguasa mempunyai hak otonomi dan

kebebasan penuh. Putusan-putusannya tidak dipengaruhi oleh Khalifah.

Sebagai wakil dari kepala negara, hakim tetap melaksanakan tugasnya

untuk memeriksa dan mengadili seandainya yang terlibat dalam perkara itu

adalah khalifah.73

72

Ibid., 11.

73 Ibid., 15.

Page 67: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

56

BAB III

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 27/PUU-XI/2013

TENTANG SELEKSI CALON HAKIM AGUNG DI DPR

A. Kewenangan Komisi Yudisial dan Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-

XI/2013 tentang Seleksi Calon Hakim Agung di DPR

1. Kewenangan Komisi Yudisial Pasca Putusan

Setelah keluarnya putusan MK Nomor 27/PUU-XI/2013

tentang Seleksi Calon Hakim Agung di DPR, pada dasarnya tidak

ada kewenangan KY yang berubah. Kewenangan KY tetap tetap

sama seperti yang tercantum dalam Pasal 13 UU KY, yaitu:

Komisi Yudisial mempunyai wewenang:

a. mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc

di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan

persetujuan;

b. menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,

serta perilaku hakim;

c. menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim

bersama-sama dengan Mahkamah Agung; dan

d. menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau

Pedoman Perilaku Hakim.

Dari hasil putusan tersebut, KY hanya merubah kuota calon

hakim agung yang nantinya akan diserahkan kepada DPR, dari 3

(tiga) calon hakim agung untuk setiap 1 (satu) lowongan, menjadi 1

(satu) calon hakim agung untuk setiap 1 (satu) lowongan hakim

56

Page 68: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

57

agung. Sesuai dengan amar putusan MK pada bagian 5 (lima) angka

1.7 dan 4, yaitu:74

Pasal 8 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

selengkapnya menjadi:

(2) Calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dari nama

calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial.

(3) Calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui oleh

Dewan Perwakilan Rakyat 1 (satu) orang dari 1 (satu)

nama calon untuk setiap lowongan.

(4) Persetujuan calon hakim agung sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari

sidang terhitung sejak tanggal nama calon diterima

Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004

tentang Komisi Yudisial selengkapnya menjadi:

74

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang Seleksi Calon Hakim

Agung di DPR Pengujian Pasal 8 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah

Agung dan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial terhadap Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. h. 53.

Page 69: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

58

“Dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari

terhitung sejak berakhirnya seleksi uji kelayakan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial menetapkan dan

mengajukan 1 (satu) calon hakim agung kepada DPR untuk setiap 1

(satu) lowongan hakim agung dengan tembusan disampaikan

kepada Presiden”.

2. Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pasca Putusan

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-XI/2013 telah

memangkas kewenangan DPR dalam Pasal 8 ayat (2), ayat (3) dan

ayat (4) Undang-Undang Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2009

serta Pasal 18 ayat (4) UU KY karena dipandang bertentangan

dengan norma Pasal 24A ayat (3) UUD 1945. Dengan adanya

putusan ini, kewenangan DPR bukan lagi memilih calon hakim

agung yang diusulkan KY, tetapi sekedar memberi persetujuan atas

calon yang diajukan.

Proses transformasi pengisian jabatan hakim agung memang

sangat dinamis dan mengalami perubahan yang signifikan.

Semangat perubahan ini tentu harus dimaknai sebagai wujud

perkembangan demokrasi Indonesia yang sudah maju, di mana

pengisian jabatan publik seperti hakim agung tidak didasarkan pada

penunjukan tetapi melalui suatu proses pemilihan. Keadaan ini tentu

sebagai respon atau sarana koreksi untuk melahirkan pejabat publik

yang berintegritas, professional dan memiliki keahlian dan kapasitas

Page 70: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

59

pengetahuan yang mumpuni dalam mewujudkan kekuasaan

kehakiman yang merdeka dan tidak memihak.

Penulis merasa sangat perlu untuk mencari dan menemukan

makna persetujuan dengan menggunakan sudut pandang sistematika

peraturan perundang-undangan. Pertama, UUD 1945 melalui Pasal

24A ayat (3) menegaskan bahwa calon hakim agung diusulkan oleh

KY kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan. Kemudian, Pasal

24A ayat (3) memberikan ruang yuridis untuk pengaturan lebih

lanjut mengenai susunan dan kedudukan Mahkamah Agung,

termasuk pula prosedur pelaksanaan dari Pasal 24A ayat (3)

tersebut. Atas dasar itu, lahirlah UU Mahkamah Agung yang telah

dua kali mengalami perubahan, terakhir dengan UU No. 3 Tahun

2009.

Penulis lebih mengkhususkan untuk melihat ketentuan dalam

Pasal 8 ayat (2), (3) dan (4) UU No. 3 Tahun 2009, karena ketentuan

tersebut yang menjadi pokok inti terdapatnya indikasi pergeseran

penjabaran makna persetujuan oleh DPR. Terlebih dahulu ayat (2)

menjelaskan bahwa calon hakim agung dipilih oleh DPR dari nama

calon yang diusulkan oleh KY. Kemudian, ayat (3) mempertegas

bahwa calon hakim agung yang diusulkan KY tersebut dipilih 1

(satu) orang dari 3 (tiga) nama calon untuk setiap lowongan.

Page 71: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

60

Ketentuan pada ayat (3) tersebut menghendaki adanya proses

pemilihan oleh DPR terhadap calon hakim agung yang diusulkan

oleh KY. Proses itu sebenarnya memiliki pijakan logika yuridis

yang kuat karena di sisi lain KY mengajukan 3 (tiga) nama calon

untuk setiap lowongan. Artinya, sebelum memberikan persetujuan,

pembentuk undang-undang menghendaki DPR untuk melakukan

pemilihan terlebih dahulu. Singkatnya, jika terdapat 2 (dua)

lowongan hakim agung, maka KY mengusulkan 6 (enam) nama,

untuk dipilih 2 (dua) diantaranya.

Sebagaimana yang disampaikan DPR melalui Sarifuddin

Sudding,75

bahwa Pasal 24A ayat (3) dan Pasal 24B ayat (1) UUD

NRI 1945 telah mengatur secara umum dan tegas mekanisme

pegangkatan hakim agung, yaitu diusulkan oleh Komisi Yudisial

kepada DPR-RI untuk mendapatkan persetujuan, kemudian

ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. Lanjutnya, bahwa

frasa untuk mendapatkan persetujuan DPR terhadap calon hakim

agung yang diusulkan Komisi Yudisial dalam Pasal 24A ayat (3)

UUD NRI 1945 bermakna DPR mempunyai kewenangan

konstitusional untuk dapat memberikan persetujuan atau tidak dapat

memberikan persetujuan terhadap calon hakim agung yang

75

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang Seleksi Calon Hakim

Agung di DPR, h. 37.

Page 72: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

61

diusulkan oleh KY tidak serta-merta harus disetujui oleh DPR.

Harus ada proses penilaian, harus ada proses pemilihan untuk dapat

disetujui atau tidak dapat disetujui oleh DPR.

Apakah persetujuan DPR yang dimaksudkan oleh Pasal 24A

UUD NRI 1945 harus dengan proses pemilihan? Apakah pembentuk

undang-undang menghendaki penjabaran makna yang sama antara

persetujuan dan pemilihan? Secara terminologi tentu tidak. Ada

baiknya kita melihat perbandingan penggunaan kata persetujuan dan

pemilihan dalam konteks kewenangan yang dimiliki oleh DPR.

Penulis menemukan perbedaan penggunaan kata persetujuan dan

pemilihan tersebut dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR,

DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), terkhusus pada Pasal 71 tentang

tugas dan wewenang DPR. Lihat bagan berikut:

Tabel 2

Klasifikasi Tugas dan Wewenang DPR

Dalam Pasal 71 UU MPR, DPR, DPD, dan DPR

Persetujuan

Pemilihan

Persetujuan

Bersama

(DPR dengan

Presiden)

Pertimbangan

Huruf b

Huruf g

Huruf j

Huruf o

Huruf p

Huruf r

Huruf m

Huruf q

Huruf a

Huruf d

Huruf e

Huruf k

Huruf l

Page 73: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

62

Keterangan :

Pasal 71 huruf b : Memberikan persetujuan atau tidak

memberikan persetujuan terhadap Perppu yang diajukan

Presiden untuk menjadi undang-undang.

Pasal 71 huruf g : Memberikan persetujuan atas RUU APBN yang diajukan oleh Presiden, setelah dibahas bersama

terlebih dahulu.

Pasal 71 huruf j : Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan

perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian

internasional lainnya.

Pasal 71 huruf o : Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota KY.

Pasal 71 huruf p : Memberikan persetujuan calon hakim

agung yang diusulkan oleh KY.

Pasal 71 huruf r : Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara yang menjadi

kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan dan terhadap perjanjian yang berakibat luas dan

mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban

keuangan negara.

Pasal 71 huruf m : Memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD.

Pasal 71 huruf q : Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi.

Pasal 71 huruf a : Persetujuan bersama dalam hal pembentukan undang-undang.

Pasal 71 huruf d : Persetujuan bersama dalam pembentukan undang-undang, termasuk tehadap RUU yang diajukan oleh

DPD.

Pasal 71 huruf e : Persetujuan bersama dalam pembentukan

undang-undang, terhadap RUU yang diajukan DPR atau

Presiden yang berkaitan dengan otonomi daerah,

Pasal 71 huruf k : Memberikan pertimbangan kepada

Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi.

Pasal 71 huruf l : Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat duta besar dan menerima

penempatan duta besar.

Dari bagan tersebut, dapat dilihat bahwa pembentuk undang-

undang sendiri menggunakan istilah persetujuan dan pemilihan

dalam batasan tugas dan wewenang DPR. Bahkan untuk lebih

Page 74: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

63

mempertegas, terdapat istilah persetujuan bersama dan

pertimbangan. Penggunaan istilah-istilah tersebut tentunya bukan

tanpa maksud dan tujuan yang jelas. Cara termudah untuk

menegaskan bahwa terdapat perbedaan antara persetujuan dan

pemilihan, ialah dengan melihat tugas dan wewenang DPR dalam

konteks yang lebih spesifik, yakni dalam hal pengangkatan anggota

lembaga negara.76

Pada pengangkatan hakim agung dan anggota KY, DPR

memiliki wewenang untuk memberikan persetujuan, sedangkan

pada pengangkatan anggota BPK dan hakim konstitusi, DPR

memiliki wewenang untuk melakukan pemilihan. Logika

sederhananya, jika pembentuk undang-undang menginginkan

mekanisme yang sama untuk keempat jabatan tersebut, mengapa

tidak digunakan istilah yang sama untuk semua jabatan yang

dimaksud.

Pembentuk undang-undang justru menggunakan istilah yang

berbeda yakni persetujuan dan pemilihan. Artinya, memang

peruntukan dan pemaknaan istilah persetujuan berbeda dengan

pemilihan, khususnya dalam konteks wewenang DPR dalam proses

76

Anggota lembaga negara yang dimaksud ialah anggota Komisi Yudisial (huruf o),

Hakim Agung (huruf p), anggota Badan Pemeriksa Keuangan (huruf m), dan Hakim Konstitusi

(huruf q).

Page 75: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

64

pengisian jabatan negara, terlebih lagi pada wewenang lain yang

dimiliki DPR. Sehingga seharusnya, istilah “mendapatkan

persetujuan DPR” dalam proses pengisian jabatan hakim agung

tidaklah dapat disama-artikan dengan pemilihan.

Inkonsistensi atau keragu-raguan pembentuk undang-undang

dalam memaknai Pasal 24A ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, pada

UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD

(MD3), tetap digunakan istilah “memberikan persetujuan”, tetapi

dalam UU Mahkamah Agung dan UU KY justru menggunakan

istilah “dipilih oleh DPR”.

Setelah dicermati, pemaknaan persetujuan mengalami

pergeseran ke arah pemilihan disebabkan karena adanya ketentuan

lain yang mengatur bahwa KY mengusulkan 3 (tiga) nama calon

untuk setiap lowongan, yakni Pasal 18 ayat (5) UU Nomor 18

Tahun 2011 tentang KY, yang dijadikan dasar pengaturan

pengangkatan hakim agung dalam UU No. 3 Tahun 2009 tentang

Mahkamah Agung. Dari ketentuan tersebut, DPR memandang

bahwa perlu dilakukan proses pemilihan untuk kemudian

menentukan calon hakim agung yang nantinya akan disetujui dan

ditetapkan sebagai hakim agung.

Padahal, konsep persetujuan sendiri memiliki proses yang

berbeda dengan konsep pemilihan. Hal ini sebagaimana diuraikan oleh

Page 76: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

65

Khusnu Abadi,77 bahwa ketentuan pengisian jabatan publik dengan

mempergunakan frasa memperoleh persetujuan DPR mempunyai

pengertian dan makna hanya memberikan pilihan kepada DPR untuk:

a) Memberikan persetujuan, atau

b) Menolak, atau tidak memberikan persetujuan dengan

kewajiban pihak yang mengusulkan untuk mengusulkan

calon yang baru.

Dari penjelasan tersebut, kita menemukan perbedaan mendasar

konsep persetujuan dengan pemilihan, artinya kandungan makna dan

tujuan pada ketentuan Pasal 24A ayat (3) UUD NRI Tahun 1945

memang berbeda dengan kandungan pada Pasal 8 ayat (2), (3), dan (4)

UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.

Meskipun MK telah mengurangi kewenangan DPR yang

terdapat pada ketentuan perundang-undangan, yang tidak lagi

melakukan proses pemilihan tetapi sekedar memberi persetujuan,

namun demikian DPR tetap melakukan fit and proper test. Proses fit

and proper test tersebut tentu harus dipahami dan dilakukan dalam

konteks memberi persetujuan atau tidak memberi persetujuan

77

Khusnu Abadi menyampaikannya dalam keterangan sebagai ahli pada perkara Pengujian

UU Mahkamah Agung dan UU Komisi Yudisial di Mahkamah Konstitusi, pada hari Kamis, 16 Mei

2013. Dalam menjelaskan konsep tersebut, Khusnu Abadi mengutip dan membandingkan berbagai

ketentuan pengisian jabatan publik yang berkenaan dengan makna frasa persetujuan DPR, seperti

pengangkatan Kapolri, pengangkatan Panglima TNI, pengangkatan gubernur, deputi gubernur

senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia.

Page 77: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

66

terhadap calon hakim agung yang diusulkan oleh KY, bukan dalam

kaitan memilih calon hakim agung yang diusulkan KY.78

Dalam relasi kekuasaan negara, proses politik yang

dilakukan oleh DPR tentu tidak bisa dinafikan sebab konstitusi

sudah memberi kewenangan konstitutif yang bersifat atribut dalam

memberi persetujuan atau tidak memberi persetujuan terhadap calon

hakim agung yang diusulkan KY.

B. Pertimbangan Hakim Konstitusi dalam Memberi Putusan Nomor

27/PUU-XI/2013 tentang Seleksi Calon Hakim Agung di DPR

1. Kewenangan Mahkamah

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili permohonan a

quo berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Pasal 10 ayat (1)

huruf a Undang-Undang 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, dan Pasal 29

ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman, di mana salah satu kewenangan

konstitusional MK adalah mengadili pada tingkat pertama dan

78

. Tjatur Sapto Edy, makalah Peran dan Tanggung Jawab DPR dalam Seleksi Calon

Hakim Agung , (Jakarta: 20 Mei 2014), h. 6.

Page 78: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

67

terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-

Undang terhadap UUD.

Sedangkan Pengujian yang dimohonkan oleh para Pemohon

adalah Pasal 8 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU MA dan Pasal 18

ayat (4) UU KY, terhadap Pasal 24A ayat (3), dan Pasal 28D ayat

(1) UUD 1945, maka MK berwenang untuk mengadili permohonan

tersebut.

2. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Para Pemohon

Menurut hukum acara pengujian Undang-Undang pada

Mahkamah Konstitusi, legal standing adalah kemampuan subyek

hukum untuk memenuhi persyaratan menurut Undang-Undang

untuk mengajuan permohonan pengujian Undang-Undang terhadap

UUD kepada Mahkamah Konstitusi.79

Legal standing merupakan

adaptasi dari istilah personae in judicio yang artinya adalah hak

untuk mengajukan gugatan di depan pengadilan.80

Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK, yang dapat

mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD

1945 adalah mereka yang menganggap hak dan/atau kewenangan

79

Arifin, Firmansyah. Julius Wandi. Merambah Jalan Pembentukan Mahkamah Konstitusi

di Indonesia, cet. I, (Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, 2003) h. 11.

80 Harjono, Konstitusi Sebagai Rumah Bangsa: Pemikiran Hukum Dr. Harjono, S.H.,

M.C.L. Wakil Ketua MK, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi,

2008) h. 176.

Page 79: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

68

konstitusionalnya yang diberikan oleh UUD 1945 dirugikan oleh

berlakunya suatu Undang-Undang, yaitu:

a. perorangan warga negara Indonesia (termasuk kelompok

orang yang mempunyai kepentingan sama);

b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup

dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam

Undang-Undang;

c. badan hukum publik atau privat; atau

d. lembaga negara;

Para Pemohon dalam pengujian Pasal 8 ayat (2), ayat (3),

dan ayat (4) UU MA dan Pasal 18 ayat (4) UU KY, terhadap Pasal

24A ayat (3), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yaitu Dr. Made

Dharma Weda, S.H., M.H., Dr. RM. Panggabean, S.H., M.H dan Dr.

ST. Laksanto Utomo, SH., MH. adalah warga negara Indonesia yang

mempunyai kepedulian dan hak konstitusional untuk berpartisipasi

dalam menegakkan hukum secara nyata dengan menjadi hakim

agung pada Mahkamah Agung (MA) namun gagal pada proses fit

and proper test di DPR. Para Pemohon mendalilkan telah dirugikan

dengan berlakunya Pasal 8 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU MA,

dan Pasal 18 ayat (4) UU KY yang menyatakan:

Pasal 8 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU MA:

(2) Calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat

dari nama calon yang diusulkan oleh Komisi

Yudisial.

(3) Calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi

Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat 1 (satu)

Page 80: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

69

orang dari 3 (tiga) nama calon untuk setiap

lowongan.

(4) Pemilihan calon hakim agung sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lama

30 (tiga puluh) hari sidang terhitung sejak

tanggal nama calon diterima Dewan Perwakilan

Rakyat.

Pasal 18 ayat (4) UU KY yang menyatakan:

Dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas)

hari terhitung sejak berakhirnya seleksi uji kelayakan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial

menetapkan dan mengajukan 3 (tiga) calon hakim agung

kepada DPR untuk setiap 1 (satu) lowongan hakim

agung dengan tembusan disampaikan kepada Presiden.

Menurut para Pemohon bertentangan dengan Pasal 24A ayat

(3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan:

Pasal 24A ayat (3):

Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial

kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan

persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim

agung oleh Presiden.

Pasal 28D ayat (1):

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Alasan Pemohon pada pokoknya sebagai berikut:

a. Para Pemohon adalah warga negara Indonesia yang

mempunyai kepedulian dan hak konstitusional untuk

berpartisipasi dalam menegakkan hukum secara nyata,

dengan menjadi hakim agung di Mahkamah Agung (MA);

b. Bahwa untuk melaksanakan hak konstitusionalnya tersebut,

para Pemohon pernah mendaftar dan dinyatakan lulus pada

beberapa tahapan seleksi yang dilakukan oleh Komisi

Yudisial (KY). Pemohon II sudah beberapa kali mengikuti

Page 81: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

70

seleksi yang sama dan telah diusulkan oleh KY kepada

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendapatkan

persetujuan, akan tetapi oleh karena dalam UU MA

memberikan wewenang kepada DPR untuk memilih calon

hakim yang diusulkan oleh KY, DPR bukannya memberikan

persetujuan sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 24A

ayat (3) UUD 1945, tetapi melakukan pemilihan, sehingga

Pemohon II tidak dipilih oleh DPR;

c. Bahwa Undang-Undang yang menjadi objek permohonan

para Pemohon telah memberikan kewenangan kepada DPR

untuk memilih calon hakim agung yang sudah dinyatakan

lolos dan diusulkan oleh KY telah merugikan hak

konstitusional Pemohon II yang juga berpotensi merugikan

hak konstitusional Pemohon I dan Pemohon III apabila

mendaftarkan diri kembali sebagai calon hakim agung

karena para Pemohon akan berhadapan dengan

ketidakpastian hukum dalam pengisian lowongan hakim

agung.

Berdasarkan dalil para Pemohon yang telah disebutkan di

atas, MK berpendapat para Pemohon memenuhi kualifikasi sebagai

warga negara Indonesia yang memiliki hak konstitusional dan hak

konstitusionalnya tersebut dapat dirugikan dengan berlakunya Pasal

8 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU MA, dan Pasal 18 ayat (4) UU

KY. Oleh karena itu, para Pemohon memiliki kedudukan hukum

(legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo.

Page 82: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

71

3. Pendapat Hakim Mahkamah Konstitusi tentang Pokok

Permohonan

Para Pemohon mengajukan pengujian materiil Pasal 8 ayat

(2), ayat (3), dan ayat (4) UU MA, dan Pasal 18 ayat (4) UU KY

yang menurut para Pemohon bertentangan dengan Pasal 24A ayat

(3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, dengan alasan yang pada

pokoknya sebagai berikut:81

a. Mekanisme pengangkatan hakim agung dan kewenangan

DPR dalam UU MA dan UU KY yang diuji oleh para

Pemohon telah dirumuskan secara berbeda dan tidak

sesuai dengan Pasal 24A ayat (3) UUD 1945, sehingga

menimbulkan ketidakpastian hukum bagi warga negara

Indonesia yang hendak menggunakan hak

konstitusionalnya untuk menjadi hakim agung,

khususnya para Pemohon;

b. Keterlibatan DPR dalam pengangkatan hakim agung

memang diatur dalam UUD 1945, akan tetapi

keterlibatan DPR tersebut hanya dalam bentuk

memberikan persetujuan terhadap calon hakim agung

yang diajukan oleh KY sebelum ditetapkan oleh Presiden

sebagai hakim agung, bukan dalam bentuk memilih calon

hakim;

c. Kewenangan DPR untuk memilih calon hakim agung

merupakan pelanggaran serius terhadap konstitusi karena

mekanisme pengangkatan hakim agung yang melibatkan

DPR telah diatur secara menyimpang oleh Pasal 8 ayat

(2), ayat (3) dan ayat (4) UU MA dan Pasal 18 ayat (4)

UU KY dari Pasal 24A ayat (3) UUD 1945, dan juga

menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap para

Pemohon dan hak setiap warga negara Indonesia;

d. Mekanisme calon hakim agung yang dipilih oleh DPR

berpotensi mengganggu independensi peradilan, karena

hal tersebut memungkinkan bagi DPR menolak calon-

calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial

dengan alasan tidak memenuhi jumlah yang disyaratkan

81

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang Seleksi Calon Hakim

Agung di DPR, h. 44.

Page 83: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

72

oleh UU MA dan UU KY, atau DPR memilih calon

hakim agung yang dapat melindungi kepentingan partai

politik tertentu, dan juga membuka kesempatan kepada

DPR untuk mengulang kembali proses seleksi yang

sudah dilakukan oleh KY;

e. Pola pemilihan calon hakim agung yang dilakukan oleh

DPR, menimbulkan konsekuensi kepada KY untuk

mengajukan calon hakim agung Iebih dari jumlah calon

hakim agung yang dibutuhkan, yang mengharuskan KY

mengajukan 3 (tiga) calon hakim agung kepada DPR

untuk setiap lowongan hakim agung. Dalam praktiknya

hal tersebut cukup menyulitkan KY untuk memenuhi

jumlah calon hakim agung yang harus diajukan melebihi

dari jumlah hakim agung yang dibutuhkan, sehingga

mengganggu proses rekrutmen hakim agung itu sendiri.

Untuk membuktikan dalilnya para Pemohon mengajukan alat

bukti surat/tulisan serta ahli yaitu Zainal Arifin Mochtar, Saldi Isra,

dan Fajrul Falaakh.

Terhadap permasalahan konstitusional yang diajukan oleh

para Pemohon tersebut, MK memutuskan dalil para Pemohon

beralasan menurut hukum dan akhirnya MK memutuskan

mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya, dengan

pertimbangan sebagai berikut:82

a. Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 menentukan, “Kekuasaan

kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum

dan keadilan”. Salah satu cara untuk menjamin

independensi lembaga peradilan maupun hakim, UUD

1945 mengatur sedemikian rupa proses dan mekanisme

pengisian jabatan hakim agung, yaitu dengan

82 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang Seleksi Calon Hakim

Agung di DPR, h. 46.

Page 84: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

73

menyerahkan pengusulan calon hakim agung kepada

suatu organ konstitusional yang independen yaitu KY

yang dibentuk berdasarkan UUD 1945. Latar belakang

pemberian kewenangan pengusulan calon hakim agung

kepada KY, tidak terlepas dari pengangkatan hakim

agung sebelum perubahan UUD 1945 berdasarkan

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang

Mahkamah Agung yang menentukan bahwa hakim

agung diangkat oleh Presiden selaku Kepala Negara dari

calon yang diusulkan oleh DPR yaitu diusulkan masing-

masing dua calon untuk satu posisi hakim agung.

Mekanisme tersebut dianggap tidak memberi jaminan

independensi kepada hakim agung, karena penentuan

hakim agung akan sangat ditentukan oleh Presiden dan

usul DPR yang kedua-duanya adalah lembaga politik.

Perubahan UUD 1945 dimaksudkan, antara lain,

memberikan jaminan independensi yang lebih kuat

kepada hakim agung, dengan menentukan mekanisme

pengusulan hakim agung yang dilakukan oleh suatu

lembaga negara yang independen pula, sehingga

pengaruh politik dalam proses penentuan hakim agung

dapat diminimalisasi. Dalam hal ini, UUD menghendaki

adanya peran minimal kekuatan politik dari lembaga

politik untuk menentukan hakim agung, agar hakim

agung benar-benar independen.

b. Putusan Mahkamah Nomor 005/PUU-IV/2006, tanggal

23 Agustus 2006, Mahkamah mempertimbangkan, antara

lain, “... di samping lembaga-lembaga negara yang

bersifat utama, atau yang biasa disebut sebagai lembaga

tinggi negara seperti dimaksud di atas, dalam UUD 1945

juga diatur adanya lembaga-lembaga negara yang

bersifat konstitusional lainnya seperti Komisi Yudisial,

Kepolisian Negara, Tentara Nasional Indonesia, bank

sentral, komisi pemilihan umum, dewan pertimbangan

presiden, dan sebagainya. Namun, pengaturan lembaga-

lembaga tersebut dalam UUD 1945, tidaklah dengan

sendirinya mengakibatkan lembaga-lembaga negara

yang disebutkan dalam UUD 1945 tersebut, termasuk

Komisi Yudisial, harus dipahami dalam pengertian

lembaga (tinggi) negara sebagai lembaga utama (main

organs).

Page 85: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

74

Komisi Yudisial sebagai lembaga negara tidaklah

menjalankan salah satu fungsi kekuasaan negara

sebagaimana yang secara universal dipahami. Sebagai

komisi negara, sifat tugas Komisi Yudisial terkait dengan

fungsi kekuasaan kehakiman, yaitu dalam hubungan

dengan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain

dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,

keluhuran martabat, dan perilaku hakim. Oleh karena

itu, keberadaan komisi negara yang demikian biasa

disebut sebagai „auxiliary state organs‟ atau „auxiliary

agencies‟ yang menurut istilah yang dipakai oleh

Soetjipno sebagai salah seorang mantan anggota PAH I

BP MPR dalam persidangan Mahkamah Konstitusi pada

tanggal 10 Mei 2006, Komisi Yudisial merupakan

„supporting element‟ dalam sistem kekuasaan kehakiman

(vide Berita Acara Persidangan tanggal 10 Mei 2006).

Namun, oleh karena persoalan pengangkatan hakim

agung dan persoalan kehormatan, keluhuran martabat,

dan perilaku hakim itu dianggap sangat penting, maka

ketentuan mengenai hal tersebut dicantumkan dengan

tegas dalam UUD 1945. Kedudukan Komisi Yudisial

ditentukan pula dalam UUD 1945 sebagai komisi negara

yang bersifat mandiri, yang susunan, kedudukan, dan

keanggotaannya diatur dengan undang-undang

tersendiri, sehingga dengan demikian komisi negara ini

tidak berada di bawah pengaruh Mahkamah Agung

ataupun dikendalikan oleh cabangcabang kekuasaan

lainnya”.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, kedudukan

KY yang mandiri sebagai suatu komisi negara yang tidak

berada di bawah pengaruh Mahkamah Agung ataupun

tidak dikendalikan oleh cabang kekuasaan negara lainnya

menjadi sangat penting untuk menentukan calon hakim

agung.83

c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi

Yudisial pada konsiderans (Menimbang), huruf b

menyatakan: “Komisi Yudisial mempunyai peranan

penting dalam usaha mewujudkan kekuasaan kehakiman

yang merdeka melalui pencalonan hakim agung serta

83 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang Seleksi Calon Hakim

Agung di DPR, h. 48.

Page 86: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

75

pengawasan terhadapb hakim yang transparan dan

partisipatif guna menegakkan kehormatan dan keluhuran

martabat, serta menjaga perilaku hakim”.

KY telah melakukan serangkaian seleksi

administrasi dan seleksi terhadap kualitas dan

kepribadian seperti yang ditentukan dalam Pasal 15

sampai dengan Pasal 18 UU KY yang juga ikut

melibatkan masyarakat. Dari ketentuan tersebut di atas,

sangat jelas KY mempunyai tugas yang berat dalam

menjaring calon hakim agung yang berkualitas yang

diyakini mempunyai integritas yang tinggi terhadap

penegakan hukum dan keadilan di Indonesia.

Penjaringan calon hakim agung melalui seleksi

yang dilakukan oleh KY dalam mencari hakim agung

yang berintegritas dan berkualitas, menurut MK telah

sesuai dengan yang diamanatkan oleh UUD 1945

khususnya Pasal 24A ayat (2) yang menyatakan, “Hakim

agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang

tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di

bidang hukum”.

d. Pengusulan calon hakim agung kepada DPR untuk

mendapatkan persetujuan sebagaimana yang ditentukan

dalam Pasal 24A ayat (3) UUD 1945, yang menyatakan,

“Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada

Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan

persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim

agung oleh Presiden”, merupakan pengusulan calon

hakim agung yang sudah melalui proses penyeleksian

sebagaimana yang telah diuraikan di atas, namun hal

tersebut tidak sinkron ketika pengaturan lebih lanjut dari

Pasal 24A ayat (3) UUD 1945 tersebut yaitu dalam Pasal

8 ayat (2) UU MA yang menyatakan, “Calon hakim

agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih oleh

Dewan Perwakilan Rakyat dari nama calon yang

diusulkan oleh Komisi Yudisial”.

DPR sebagai lembaga politik bukan lagi

memberikan persetujuan kepada calon hakim agung yang

diusulkan oleh KY, namun DPR memilih nama calon

hakim agung yang diusulkan KY tersebut, yang

kemudian melakukan fit and proper test seperti yang

sudah dilakukan oleh KY, ditambah lagi dengan

Page 87: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

76

wawancara yang dilakukan oleh DPR terhadap calon

hakim agung untuk menguji penguasaan ilmu hukumnya.

Padahal dalam risalah pembahasan perubahan

UUD 1945, khususnya mengenai pembentukan KY

dijelaskan bahwa tujuan pembentukan KY yang mandiri

adalah dalam rangka melakukan rekrutmen terhadap

hakim agung yang akan diusulkan kepada DPR untuk

disetujui dan ditetapkan oleh Presiden. Hal tersebut,

sebagaimana diungkapkan oleh Agun Gunanjar Sudarsa

(anggota PAH 1 BP MPR) dalam Rapat Pleno ke-38

PAH I BP MPR, tanggal 10 Oktober 2001, antara lain

menyatakan,84

“... dalam Pasal 24B ini, kami

menyatakan bahwa hakim agung diangkat dan

diberhentikan dengan persetujuan DPR atas usul Komisi

Yudisial. Nah, sehingga dengan kata-kata „dengan

persetujuan DPR‟, DPR itu tidak lagi melakukan fit and

proper test, DPR tidak lagi melakukan proses seleksi,

tetapi DPR hanya memberikan persetujuan atau menolak

sejumlah calon hakim agung yang diusulkan Komisi

Yudisial. Kembali kami menekankan, agar kekuasaan

kehakiman yang merdeka itu tidak terintervensi oleh

kepentingan-kepentingan politik”. Catatan risalah

perubahan UUD 1945, menjelaskan dengan sangat

gamblang makna dan kandungan Pasal 24A ayat (3)

UUD 1945 yang menyatakan, “Hakim agung diusulkan

Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk

mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan

sebagai hakim agung oleh Presiden”.

Dengan demikian, posisi DPR dalam penentuan

calon hakim agung sebatas memberi persetujuan tau

tidak memberi persetujuan atas calon hakim agung yang

diusulkan oleh KY, dan DPR tidak dalam posisi untuk

memilih dari beberapa calon hakim agung yang

diusulkan oleh KY sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang a quo. Hal itu dimaksudkan agar ada jaminan

independensi hakim agung yang tidak dapat dipengaruhi

84

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Risalah Rapat Pleno Panitia Ad Hoc I BP MPR RI -

Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945, h. 506.

Page 88: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

77

oleh kekuatan politik atau cabang kekuasan negara

lainnya.85

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut MK,

Pasal 8 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UU MA, serta Pasal 18 ayat

(4) UU KY, telah menyimpang atau tidak sesuai dengan norma

Pasal 24A ayat (3) UUD 1945, karena ketentuan tersebut telah

mengubah kewenangan DPR dari hanya “memberikan persetujuan”

menjadi kewenangan untuk “memilih” calon hakim agung yang

diajukan oleh KY.

Demikian juga, ketentuan dalam kedua Undang-Undang a

quo, yang mengharuskan KY untuk mengajukan tiga calon hakim

agung untuk setiap lowongan hakim agung, juga bertentangan

dengan makna yang terkandung dalam Pasal 24A ayat (3) UUD

1945. Agar ketentuan kedua Undang-Undang a quo, tidak

menyimpang dari norma UUD 1945, menurut MK, kata “dipilih”

oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3)

harus dimaknai “disetujui” oleh Dewan Perwakilan Rakyat serta

kata “pemilihan” dalam ayat (4) UU MA harus dimaknai sebagai

“persetujuan”.

85

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang Seleksi Calon Hakim

Agung di DPR, h. 50.

Page 89: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

78

Begitu juga frasa “3 (tiga) nama calon” yang termuat dalam

Pasal 8 ayat (3) UU MA dan Pasal 18 ayat (4) UU KY harus

dimaknai “1 (satu) nama calon”, sehingga calon hakim agung yang

diajukan oleh KY kepada DPR hanya satu calon hakim agung untuk

setiap satu lowongan hakim agung untuk disetujui oleh DPR.

Page 90: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

79

BAB IV

IMPLIKASI PEMILIHAN HAKIM AGUNG PASCA PUTUSAN

MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 27/PUU-XI/2013 TENTANG

PENGHAPUSAN KEWENANGAN DPR UNTUK MEMILIH

HAKIM AGUNG

A. Praktek-Praktek Persetujuan DPR Terhadap Pemilihan Pejabat

Negara

Salah satu tugas lain yang diemban oleh DPR sesuai dengan

mandat peraturan perundang-undangan adalah pemilihan pejabat publik

yang lazimnya melalui mekanisme uji kepatutan dan kelayakan (fit and

proper test). Proses seleksi pejabat publik melalui mekanisme uji

kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) oleh DPR mulai diragukan

keefektifannya.

Hal tersebut dipicu oleh banyaknya kejadian buruk, seperti

praktik korupsi yang melibatkan pejabat publik hasil seleksi DPR,

seperti anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2003-2007

yang dijebloskan ke penjara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

karena dakwaan korupsi berupa penyuapan. Tidak lama kemudian,

Irawady Junus, mantan anggota KY ditangkap oleh KPK karena diduga

menerima suap dalam proyek pengadaan tanah. Terakhir, ditetapkannya

79

Page 91: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

80

Syamsul Bahri sebagai tersangka kasus korupsi proyek KIMBUN di

Malang.86

Tahapan penentuan alat kelengkapan yang ditugaskan

dalam pengangkatan pejabat publik

Peran dan kewenangan DPR dalam proses pemilihan pejabat

publik dapat dikategorikan menjadi dua (2) kelompok.87

Pertama,

kelompok pejabat publik yang dalam pengangkatannya diusulkan,

dengan persetujuan, dan dipilih oleh DPR. Kelompok pejabat publik

itu dalam proses pencalonannya memerlukan persetujuan melalui

Rapat Paripurna DPR sebelum disampaikan kepada presiden untuk

diproses lebih lanjut. Kedua, kelompok pejabat publik yang dalam

pengangkatannya harus mendapatkan pertimbangan dari DPR atau

dikonsultasikan dengan DPR. Untuk kelompok itu, proses

pencalonannya tidak memerlukan persetujuan Rapat Paripurna DPR.

Hasil pertimbangan dari alat kelengkapan yang ditugaskan akan

langsung dikirim kepada presiden untuk diproses lebih lanjut.

86

Permasalahan Seleksi Pejabat Publik di DPR, diakses pada 20 Oktober 2014 dari

korankota.co.id/indeks.php/kolom/18/06/13/seleksi-pejabat-publikdiDPR

87 Rachmad Maulana Firmansyah, Catatan Kinerja DPR 2012: Fondasi Tahun Politik, cet.

I, Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), 2013. h, 42.

Rapat

Paripurna

Bamus menentukan

jadwal dan komisi yang

membahas

Rapat

Komisi

Page 92: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

81

Beberapa kegiatan DPR periode 2004-2009 dan periode 2009-

2014 yang termasuk dalam kategori pengangkatan pejabat publik

dapat dilihat pada tabel di bawah ini:88

Tabel 3

Praktik Pengangkatan Pejabat Publik di DPR Perode

2004-2009 dan 2009-2014

Pertimbangan DPR Penolakan DPR Persetujuan DPR

Usul calon anggota

Komisi Pengawas

Persaingan Usaha

(KPPU) periode

2006—2011

Pemberian amnesti

dan abolisi kepada

semua orang yang

terlibat dalam

Gerakan Aceh

Merdeka (GAM)

25 calon Duta Besar

Luar Biasa dan

Berkuasa Penuh RI

Calon anggota

Lembaga

Perlindungan Saksi

dan Korban (LPSK)

Calon anggota

Badan Pengawas

Pemilu (Bawaslu)

Kepala Badan

Pelaksana Kegiatan

Hulu Minyak dan

Gas Bumi (BP

Migas)

Calon

Gubernur Bank

Indonesia (BI)

Calon hakim

agung periode I

tahun 2014

Pencalonan anggota

Komisi Penyiaran

Indonesia Pusat (KPI)

periode 2007—2010

Pencalonan hakim

agung

Pencalonan anggota

Komisi Nasional Hak

Asasi Manusia

(Komnas HAM)

periode 2007—2012

Pencalonan anggota

dan Ketua Komite

Badan Pengatur Hilir

Minyak dan Gas (BPH

Migas) masa jabatan

2007—2011

Pencalonan anggota

Komisi Perlindungan

Anak Indonesia

(KPAI) masa jabatan

2007—2010

Pencalonan Deputi

Gubernur BI

Kantor Akuntan

Publik (KAP) untuk

memeriksa

pengelolaan dan

tanggung jawab

keuangan tahunan

BPK

88

Sekretariat DPR RI dan UNDP, Laporan Lima Tahun DPR RI 2004-2009: Mengemban

Amanat dan Aspirasi Rakyat, cet. I, (Jakarta: Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia (DPR RI), h. 18.

Page 93: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

82

Calon anggota BPK

(dari 7 menjadi 9

orang)

Pencalonan Deputi

Gubernur BI

Pencalonan anggota

KPU

Pencalonan pimpinan

KPK

Pemberhentian dan

pengangkatan

Panglima Tentara

Nasional Indonesia

(TNI)

Penggantian hakim

konstitusi

KAP untuk

memeriksa

pengelolaan dan

tanggung jawab

keuangan tahunan

BPK

Calon Gubernur BI

Sumber: Laporan Lima Tahun DPR RI 2004-2009: Mengemban Amanat

dan Aspirasi Rakyat

Keterlibatan DPR dalam pemilihan pejabat publik mendapat

ruang, paling tidak sejak berdirinya berbagai lembaga dan komisi-

komisi negara yang independen, terlepas dari cabang kekuasaan

eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Lembaga negara non-struktural

itu menjalankan tugas-tugas tertentu berdasarkan undang-undang.89

Pengangkatan pejabat negara pada umumnya dilakukan melalui

proses tersendiri yang bersifat politis ketimbang mekanisme

pengangkatan berdasarkan karier yang berlaku bagi Pegawai Negeri

Sipil (PNS).

89

Ibid., h. 19.

Page 94: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

83

Mencermati bagaimana DPR menjalankan proses uji

kelayakan dan kepatutan dalam pemilihan pejabat publik membawa

kita memperhatikan peraturan tatib dan implementasinya pula.

Paling tidak, saat pemilihan calon anggota KPK atau hakim

konstitusi misalnya, semua anggota Komisi III sepakat menjadikan

Pasal 152 Peraturan Tatib DPR sebagai acuan. Namun, aturan yang

dimaksud dan aplikasinya sering kali menghasilkan kualitas dan

integritas calon yang tidak terukur. Bahkan, dari segi proses, masih

belum menjamin transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas.90

Contohnya DPR tidak partisipatif dalam memberikan

kesempatan bagi publik untuk memberikan penilaian atau masukan

terhadap 18 calon hakim konstitusi usulan DPR. Komisi III

memberikan waktu yang sangat singkat, yaitu kurang dari 1 hari (+/-

10 jam). Informasi untuk memberikan penilaian dan masukan itu

hanya diumumkan di satu media cetak pada Kamis, 6 Maret 2008.

Sangatlah mustahil mengharapkan adanya masukan publik yang

memadai tentang rekam jejak calon mengingat waktu yang begitu

90

Ironi Wewenang DPR Menguji Pejabat Publik, diakses pada 12 November 2014 dari

www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f790eb2a598d/ironi-wewenang-dpr-menguji-pejabat-publik

Page 95: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

84

singkat. Akibatnya, Komisi III tidak mengadakan klarifikasi

terhadap calon hakim konstitusi. Pertimbangannya adalah Komisi III

tidak mempunyai data untuk diklarifikasi.91

Sering kali, ketiadaan paramater yang jelas ditemukan dalam

proses pemilihan pejabat publik. Seperti yang terjadi pada proses

pemilihan hakim agung tahun 2014, di mana Komisi III DPR

menolak tiga (3) Calon Hakim Agung yang disodorkan Komisi

Yudisial. Penolakan itu didasari hasil voting yang dilakukan Komisi

III pada Selasa, 4 Februari 2014. Calon Hakim Agung Suhardjono,

Maria dan Sunarto ditolak dengan alasan tidak mempunyai kualitas

yang mumpuni dan kualitas ketiga calon tidak mengalami

peningkatan setelah tahun 2012 gagal dalam uji kelayakan dan

kepatutan seleksi hakim agung.92

Selain penolakan terhadap tiga (3) calon hakim agung pada

Februari 2014, ambil saja contoh saat proses uji kelayakan dan

kepatutan hakim konstitusi pada 2008. Dalam UU MK, kriteria

hakim konstitusi telah diatur tetapi masih sebatas ukuran umum,

seperti istilah negarawan yang tidak dijabarkan secara lebih jelas.

91

Ibid.

92 Komisi III Tolak Semua Calon Hakim Agung, diakses pada 9 September 2014 dari

http://nasional.kompas.com/read/2014/02/04/1835236/Komisi.III.Tolak.Semua.Calon.Hakim.Agung

Page 96: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

85

Oleh karena itu, pernyataan itu sulit ditafsirkan serupa dalam

penggunaannya sebagai parameter dalam proses seleksi.93

B. Kendala Proses Seleksi Hakim Agung

1. Kualitas Calon Hakim Agung

Salah satu yang menjadi kendala adalah dari kualitas para

calon hakim agung itu sendiri. Hasil evaluasi KY pada proses

seleksi terutama saat proses wawancara, mayoritas peserta calon

hakim agung lemah saat dihadapkan pada pertanyaan tentang

pengetahuan dasar. Hal tersebut mungkin dikarenakan para calon

hakim agung sudah terlalu lama bekerja secara praktis sebagai

hakim.94

Hakim Agung harus memiliki integritas dan potensi, dua

syarat inilah yang sulit ditemukan pada calon-calon yang diajukan.

Sering ditemukan calon yang memenuhi kualifikasi, kompetensi

tetapi integritasnya tidak cukup untuk menjadi hakim agung,

sebaliknya terdapat calon yang cukup berintegritas tetapi memiliki

kekurangan pada kompetensinya.95

93

Ironi Wewenang DPR Menguji Pejabat Publik, diakses pada 12 November 2014 dari

www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f790eb2a598d/ironi-wewenang-dpr-menguji-pejabat-publik

94 Calon Hakim Agung Minim Pengetahuan Dasar, diakses pada 15 Juli 2014 dari

m.republika.co.id/berita/nasional/hukum//14/07/12/n8lntq-wahcalon-hakim-agung-minim-

pengetahuan-hukum-dasar

95 Hakim Agung itu Harus manusia Paripurna, diakses pada 3 September 2014 dari

m.news.viva.co.id/news/read/537855—hakim-itu-harus-manusia-paripurna-

Page 97: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

86

Aspek pengetahuan tentang hukum secara umum, teknis

yuridis termasuk pengetahuan tentang perundang-undangan dan

hukum acara dari para calon terkadang tidak cukup memuaskan.

Terlebih jika dikaitkan bahwa calon hakim agung nantinya

diharapkan tahu akan segala permasalahan hukum untuk mencapai

standar bahwa hakim seharusnya tahu akan hukum (iuscuria novit).

Terdapat perbedaan yang cukup menonjol terkait dengan

pemahaman para calon tentang aspek hukum acara. Para hakim dari

karier terlihat cukup menguasai tentang teknis yuridis dan

pengetahuan tentang hukum cara. Sementara para calon non karier

masih jauh dari pemahaman tentang teknis yuridis, khususnya

hukum acara.96

Pengetahuan tentang perundang-undangan para calon juga

tidak ada yang menonjol, khususnya terhadap UU yang relatif baru.

Bahkan kadang terdapat calon yang lupa atau tidak mengetahui

tentang UU MA dan UU Kekuasaan Kehakiman. Meski demikian,

harus juga dikatakan bahwa latar belakang para calon

96

Wawancara dengan Lina Maryani, SH (Kepala Sub Bagian Peningkatan Kapasitas

Hakim di Biro Rekrutmen Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Hakim di Komisi Yudisial).

Jakarta, 8 September 2014.

Page 98: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

87

mempengaruhi pengetahuan tentang perundang-undangan ini, sesuai

dengan lingkup pekerjaannya selama ini.97

Para calon hakim karier misalnya cukup memahami

bidangnya masing-masing, Sementara calon hakim non karier juga

demikian, cukup bisa menjawab pertanyaan tentang perundang-

undangan yang terkait dengan latar belakang keilmuannya. Para

calon dengan latar belakang akademisi biasanya cukup mampu

menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan teori hukum.

Dalam menilai integritas dan kualitas para calon selama

proses wawancara secara komprehensif cukup sulit mengingat

bahwa tidak ada kesamaan mengenai pertanyaan yang diajukan,

meskipun pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat diklasifikasikan

dalam beberapa isu-isu penting. Berdasarkan isu-isu penting

tersebut, jawaban para calon akan menjadi landasan dalam penilaian

terhadap para calon. 98

Penilaian dilakukan dengan mengklasifikasikan dalam tiga

kategori yakni calon dalam kategori baik, sedang/rata-rata dan

kurang baik dari aspek integritas dan kualitasnya. Kategori baik

adalah para calon yang mempunyai integritas yang baik terkait

97

Wawancara dengan Bachrudin Nasori S.Si, MM (Anggota DPR Komisi III Fraksi PKB ).

Jakarta, 17 September 2014.

98 Yayasan Lembaga Bantuan Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Memilih Hakim Agung

Terpilih: Laporan Pemantauan dan Analisa Proses Seleksi Hakim Agung, (Jakarta: YLBHI, 2013),

h. 19.

Page 99: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

88

dengan aktivitas calon pada masa lalu yang tidak banyak

bermasalah, pandangan calon tentang profesi hakim dan

kemampuan calon dalam memahami hukum dan reformasi

peradilan. Kategori cukup mengacu pada integritas calon yang

biasa-biasa saja terkait aktivitas calon yang tidak luar biasa dan

kemampuan hukum yang rata-rata. Sementara kategori kurang

adalah para calon yang memiliki sejumlah permasalah terkait

dengan aktivitas calon dalam mejalankan profesinya dimasa lalu dan

pemahaman hukum, teknis yuridis dan pandangan tentang reformasi

peradilan yang lemah.99

Jumlah calon hakim juga terbatas, karena persyaratan

menjadi calon hakim agung minimal telah menjadi hakim tinggi

selama tiga (3) tahun. Dapat dipastikan delapan puluh persen (80%)

pelamar calon hakim agung sampai pada seleksi terakhir yang

dilakukan KY adalah calon yang sudah pernah melamar

sebelumnya. Jika seorang hakim sudah berusia 66 tahun, biasanya

orang tersebut enggan untuk mendaftar karena sedikit lagi akan

masuk masa pensiun. Mereka yang mendaftar calon hakim agung

rata-rata di bawah umur 50 tahun dan sedikit di atas 60 tahun.

Keterbatasan jumlah tersebut juga dikarenakan calon hakim yang

99

Ibid.

Page 100: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

89

tidak lolos seleksi tidak diperbolehkan mengikuti seleksi di tahun

depan, tetapi harus menunggu selama satu tahun. Misalnya seorang

calon gagal pada seleksi Tahun 2012, dia baru bisa mengikuti

seleksi kembali pada Tahun 2014.100

2. Terbatasnya Alokasi Anggaran

Kata anggaran merupakan terjemahan dari kata budget dalam

bahasa Inggris. Definisi anggaran yang dibuat oleh The National

Committee on Governmental Accounting adalah sebagai berikut:

“A budget is a plan of financial operation embodying an

estimated of proposed expenditures for a given period of time and

the proposed means of financing them.”

Maksudnya adalah anggaran merupakan rencana operasional

keuangan yang mencakup suatu estimasi pengeluaran untuk suatu

jangka waktu tertentu sekaligus berisi juga usulan cara untuk

membiayai pengeluaran tersebut.101

Anggaran yang diterima KY dari APBN paling utama

dialokasikan untuk program dukungan manajemen dan pelaksanaan

tugas teknis KY demi meningkatkan dukungan teknis administratif

kepada KY di bidang pembiayaan kegiatan, peningkatan SDM,

akuntabilitas serta pelayanan publik, program peningkatan kinerja

100

Hakim Agung itu Harus manusia Paripurna, diakses pada 3 September 2014 dari

m.news.viva.co.id/news/read/537855-hakim-itu-harus-manusia-paripurna-

101 Muhammad Gade, Akuntansi Pemerintahan, cet.I, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI),

2002, h. 25.

Page 101: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

90

seleksi hakim agung dan pengawasan perilaku hakim serta untuk

peningkatan sarana dan prasarana aparatur KY 102

Terbatasnya alokasi anggaran yang diberikan pemerintah

menjadi kendala bagi KY. Seperti yang terjadi pada pertengahan

tahun 2014, KY sempat menghentikan proses seleksi calon hakim

agung dikarenakan kebijakan pemotongan anggaran. Pada Tahun

2014, alokasi anggaran yang diperoleh KY berjumlah 83, 75 miliar.

Namun, berdasarkan Inpres No. 04 Tahun 2014 tentang

penghematan dan Pemotongan Belanja Kementrian dan Lembaga

dalam Rangka Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2014 , KY

mendapat nilai pemotongan anggaran sebesar 22,8 miliar oleh

pemerintah. Maka proses yang sedang berjalan dihentikan

sementara karena ketiadaan dana pelaksanaan.103

Seharusnya KY melakukan 2 periode seleksi calon hakim

agung pada tahun ini, tetapi terkait penerbitan Inpres No. 04 Tahun

2014, proses seleksi harus dihentikan. Pemerintah tidak memikirkan

dampak buruk pemangkasan tersebut terhadap kegiatan utama di

setiap lembaga. Padahal di sisi lain KY dituntut untuk menghasilkan

kinerja yang baik tetapi penunjang perbaikan kerja yang semuanya

102

Alokasi Anggaran Kementrian/Lembaga Tahun 2014 Berdasarkan Program, diakses

pada 8 Desember 2014 dari pendanaan.bappenas.go.id/index.php

103 Anggaran Dipotong, KY Hentikan kegiatan Sementara, diakses pada 23 November 2014

dari komisiyudisial.go.id/berita-5306-anggaran-dipotong-ky-hentikan-kegiatan-sementara

Page 102: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

91

bergantung pada anggaran justru dipotong dengan alasan

penghematan.104

Efek dari terbatasnya anggaran ini berimbas ke banyak hal,

misalnya sosialisasi lowongan calon hakim agung menjadi tidak

maksimal karena untuk memasang iklan di berbagai media massa

membutuhkan dana yang tidak sedikit. Besarnya anggaran juga

berpengaruh pada jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) di KY.

Pada biro rekrutmen hakim misalnya, mereka masih mengalami

banyak kekurangan SDM sehingga setiap kali KY membuka seleksi

calon hakim agung, biro lain juga ikut membantu.105

Begitu juga untuk menggerakkan penghubung-penghubung

di daerah untuk memantau rekam jejak hakim-hakim membutuhkan

biaya yang tidak sedikit. Tetapi meskipun terdapat keterbatasan dana

dan keterbatasan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM), proses

harus tetap berjalan.106

Di bawah ini adalah tabel jumlah SDM yang

ada pada KY:

104

Wawancara dengan Lina Maryani, SH (Kepala Sub Bagian Peningkatan Kapasitas

Hakim di Biro Rekrutmen Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Hakim di Komisi Yudisial).

Jakarta, 8 September 2014.

105 Ibid.

106 Ibid.

Page 103: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

92

Tabel 4

Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) di KY Tahun 2013

N

o

Unit Kerja

Status Kepegawaian

Non

PNS

Eselon I Eselon

II

Eselon

III

Eselon

IV

Non

Eselon

Jumlah

PIMPINAN DAN PARA KETUA BIDANG

1 Ketua

Merangkap

Anggota

1 1

2 Wakil Ketua

merangkap

anggota

1 1

3 Ketua Bidang 5 5

Jumlah 7 0 0 0 0 0 7

SEKRETARIAT JENDERAL

1 Sekretaris

Jenderal 0 0

2 Biro Pengawasan

Perilaku Hakim

1 2 6 32 41

3 Biro

Rekrutmen

Advokasi dan

Peningkatan Kapasitas

Hakim

1

2

4

16

23

4 Biro

Investigasi 1 2 1 12 16

5 Biro Perencanaan

dan Kepatuhan

Internal

1 1 3 7 12

6 Biro Umum 1 2 7 40 50

7 Pusat Analisis

dan Layanan Informasi

1 2 0 19 22

Jumlah 6 11 21 126 164

TENAGA LAINNYA (NON PNS)

1 Tenaga Ahli 16 16

2 Staf Khusus 3 3

Page 104: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

93

3 Pegawai Tidak

tetap

3 3

4 Tenaga

Pengawalan

Pimpinan dan

Anggota

7 7

Jumlah 29 0 0 0 0 0 29

Jumlah Total 200

Sumber: 8 Tahun Komisi Yudisial Mengukuhka Sinergitas Memperkokoh Kewenangan,

Jakarta: Komisi Yudisial RI, 2013.

3. Keterbatasan Waktu Pendaftaran

Pendaftaran seleksi calon hakim agung dilakukan setelah

mendapat pemberitahuan pengisian jabatan hakim agung dari MA.

Maka sesuai dengan Pasal 15 UU Nomor 18 Tahun 2011 tentang

KY, dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari sejak

menerima pemberitahuan mengenai lowongan hakim agung, KY

mengumumkan pendaftaran penerimaan calon hakim agung selama

15 (lima belas) hari berturut-turut.107

Keterbatasan waktu ini juga merupakan kendala dalam

proses seleksi calon hakim agung. Sering terlambatnya surat

pemberitahuan pengisian jabatan dari MA, padahal menurut

peraturan seharusnya surat pemberitahuan tersebut sudah diberikan

kepada KY enam (6) bulan sebelum hakim pensiun, tetapi

prakteknya sering ada keterlambatan. Pengumuman pendaftaran

107

Wawancara dengan Lina Maryani, SH (Kepala Sub Bagian Peningkatan Kapasitas

Hakim di Biro Rekrutmen Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Hakim di Komisi Yudisial).

Jakarta, 8 September 2014.

Page 105: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

94

selama 15 (lima belas) hari berturut-turut juga dirasa terlalu singkat

mengingat banyaknya syarat administrasi yang harus dipenuhi oleh

pendaftar.108

4. Proses Politik Pada Fit and Proper Test di DPR

Kekuasaan politik mempunyai energi yang cukup besar

untuk melakukan intervensi terhadap kekuasaan kehakiman.

Besarnya pengaruh kekuasaan politik ini dibuktikan bahwa setiap

penominasian hakim agung akan selalu mempunyai keterkaitan

dengan kalkulasi politik.

Proses pemilihan hakim agung merupakan proses yang

rentan dipolitisasi. Hal ini terkait posisi strategis seorang hakim

agung secara politik. Alhasil banyak kekuatan politik yang

berkepentingan dengan posisi tersebut. Sebagaimana dinyatakan

Christoper E Smith dalam Critical Judicial Nominations and

Political Change (1989), proses nominasi hakim agung akan selalu

diikuti dengan kontestasi kepentingan politik. Pihak-pihak terkait

seperti pemerintah, parlemen dan MA mempunyai tujuan politik

masing-masing.109

Anthony Blackshield dalam The Appointment and Removal

of Federal Judges (2005) seperti dikutip oleh Oce Madril

108 Ibid.

109 Ahsin Thohari, Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan, (Jakarta: Lembaga Studi dan

Advokasi Masyarakat (ELSAM), 2004) h, 24.

Page 106: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

95

menggambarkan tiga (3) pola politisasi:110

Pertama, pemerintah atau

parlemen memilih hakim agung yang memiliki sikap politik sama

dengan mereka. Kedua, calon hakim agung itu sendiri merupakan

anggota parlemen dan aktif dalam partai politik. Ketiga, pemilihan

hakim agung atas dasar balas jasa politik. Tiga pola politisasi ini

yang menyebabkan independensi hakim dan peradilan terganggu.

Hakim dan peradilan dibuat tunduk kepada kepentingan politik

sehingga independensi dan imparsialitas hakim dalam memutus

perkara akan dipertanyakan.

Sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman, MA

seharusnya bersih dari segala muatan politik apapun bentuknya.

Namun jika dalam proses pengangkatan hakim agung melibaktkan

DPR yang merupakan lembaga politik maka dikhawatirkan akan

mempengaruhi independensi hakim agung yang dipilih oleh DPR

dalam membuat suatu putusan kelak di MA.

Pihak DPR sendiri merasa ketakutan tersebut tidak cukup

beralasan. DPR adalah lembaga perwakilan yang oleh sistem

perwakilan modern harus melalui partai politik. Fenomena yang

kerap terjadi adalah calon hakim agung yang berkualitas tidak lolos

seleksi di DPR, sebaliknya yang tidak berkualitas bisa diloloskan,

110

Oce Madril, Bunga Rampai Komisi Yudisial: Membumikan Tekad Menuju Peradilan

Bersih, (Jakarta: Gramedia, 2011), h. 333.

Page 107: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

96

lalu dicurigai adanya praktek suap menyuap antara DPR dan calon

hakim agung yang tidak berkualitas tersebut. Kecurigaan ini pula

yang mendaari pemangkasan kewenangan di DPR.

Pihak DPR berpendapat hal ini tidak perlu terjadi seandainya

KY mampu menyeleksi calon hakim agung yang berintegritas untuk

diajukan kepada DPR. Pada saat penolakan tiga (3) calon hakim

agung yaitu Suhardjono, Maria Anna dan Sunarto sebenarnya ketiga

calon tersebut adalah calon yang pernah diajukan kepada Komisi III

DPR dan ditolak. Dengan tidak disetujuinya ketiga calon hakim

tersebut DPR mengharapkan KY dapat melakukan perbaikan dalam

rekrutmen calon hakim agung yang akan datang.111

Mereka menganggap tidak ada satupun ketentuan putusan

MK yang menyatakan DPR tidak boleh melakukan fit and proper

test. Mekanisme seleksi calon hakim agung berdasarkan fit and

proper test diatur dalam UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR,

DPR, DPD dan DPRD (MD3) dan tata tertib DPR.112

DPR juga menganggap metode wawancara yang digunakan

dalam fit and proper test oleh DPR selama ini dinilai efektif dalam

seleksi calon hakim agung. Tujuan dari wawancara tersebut salah

111

Wawancara dengan Bachrudin Nasori S.Si, MM, (Anggota DPR Komisi III Fraksi PKB

). Jakarta, 17 September 2014.

112 Ibid.

Page 108: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

97

satunya adalah untuk memperlihatkan kepada masyarakat umum

tentang integritas dan kualitas para calon hakim agung dan

diharapkan masyarakat dapat aktif bertanya kepada para calon dan

dapat mendengar sendiri jawabannya. Semua proses bersifat

transparan dan dapat diliput oleh media.113

DPR merasa harus ikut menilai kelayakan hakim agung

karena tidak ingin dianggap sebagai lembaga yang sekedar memberi

cap stempel persetujuan, karena perlu diingat pula bahwa seleksi

hakim agung berpindah tangan dari Presiden ke DPR itu karena

maksud reformasi yang hendak mengurangi kekuasaan presiden.

Oleh karenanya menurut pandangan DPR hal tersebut adalah

menjadi legal policy pembentuk Undang-Undang untuk

mengaturnya dalam Undang-Undang, sebagaimana diamanahkan

Pasal 24A ayat (5) UUD Tahun 1945 yang berbunyi “Susunan,

kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta

badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang”.

113

Ibid.

Page 109: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

98

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian ini, maka dapat

dikemukakan beberapa kesimpulan dari permasalahan yang dibahas:

1. Putusan MK No. 27/PUU-XI/2013 menyatakan kewenangan DPR

dalam proses pengisian jabatan hakim agung kembali pada

kewenangan yang diberikan langsung oleh konstitusi, yakni sebatas

memberikan persetujuan terhadap calon hakim agung yang diusulkan

oleh Komisi Yudisial. MK dalam bagian pertimbangannya

mengatakan, dalam risalah pembahasan perubahan UUD 1945,

khususnya mengenai pembentukan KY dapat dibaca dengan jelas

bahwa tujuan pembentukan KY yang mandiri adalah untuk

melakukan pengangkatan terhadap hakim agung yang akan diusulkan

kepada DPR untuk disetujui dan ditetapkan oleh Presiden.

Sebagaimana diungkapkan Agung Gunanjar Sudarsana (Anggota

PAH 1 BP MPR) dalam Rapat Pleno Ke-38 Panitia Ad Hoc I Badan

Pekerja MPR, tanggal 10 Oktober 2001, berdasarkan kata „dengan

persetujuan DPR‟, DPR tidak perlu lagi melakukan proses seleksi

dan fit and proper test tetapi hanya memberikan persetujuan atau

menolak sejumlah hakim agung yang diusulkan KY. MK

Page 110: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

99

berpendapat, catatan risalah perubahan tersebut telah menjelaskan

dengan sangat gamblang makna Pasal 24A ayat (3) UUD 1945 yang

menyatakan, “Hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada

Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan

selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden”. dengan

demikian posisi DPR dalam penentuan calon hakim agung sebatas

memberi persetujuan atau tidak memberi persetujuan atas calon

hakim agung yang diusulkan KY sebagaimana diatur dalam

undang-undang a quo. Hal itu dimaksudkan agar ada jaminan

independensi hakim agung yang tidak dapat dipengaruhi kekuatan

politik atau cabang kekuasaan negara lainnya.

2. Pasca Putusan MK Nomor 27/PUU-IX/2013, jika DPR menyatakan

setuju terhadap calon hakim yang diusulkan KY maka calon hakim

agung tersebut diajukan ke Presiden untuk diangkat sebagai Hakim

Agung. Kalaupun DPR tidak menyetujui calon hakim agung yang

diusulkan, maka KY dengan kewenangan yang dimiliki, dapat

melakukan proses ulang dari awal untuk menyeleksi dan mengajukan

nama calon hakim agung yang baru ke DPR hingga terpenuhinya

lowongan jabatan hakim agung yang dibutuhkan. Putusan MK

tersebut juga mengubah mekanisme pengajuan calon hakim agung ke

DPR yang awalnya KY menetapkan dan mengajukan 3 (tiga) calon

hakim agung kepada DPR untuk setiap 1 (satu) lowongan hakim

Page 111: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

100

agung, pada putusan tersebut Komisi Yudisial menetapkan dan

mengajukan 1 (satu) calon hakim agung kepada DPR untuk setiap 1

(satu) lowongan hakim agung.

3. Kualitas calon hakim agung, terbatasnya alokasi anggaran,

keterbatasan waktu pendaftaran serta proses politik dalam fit and

proper test di DPR merupakan kendala-kendala yang dialami KY dan

DPR dalam proses pengangkatan hakim agung secara keseluruhan.

Mayoritas peserta calon hakim agung lemah saat dihadapkan pada

pertanyaan tentang pengetahuan dasar dan pengetahuan peraturan

perundang-undangan yang relatif baru. Latar belakang calon hakim

agung juga mempengaruhi pengetahun mereka, misalnya calon

hakim non karier cukup bisa menjawab pertanyaan tentang

perundang-undangan yang terkait dengan latar belakang

keilmuannya, sedangkan para calon dengan latar belakang akademisi

cukup mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan teori

hukum. Terbatasnya alokasi anggaran berimbas pada tidak

leluasanya KY untuk mengoptimalkan kewenangannya dalam proses

pengangkatan hakim agung, sosialisasi lowongan calon hakim agung

menjadi tidak maksimal karena untuk memasang iklan di berbagai

media massa membutuhkan dana yang tidak sedikit, hal tersebut juga

mempengaruhi jumlah SDM pada KY dan jumlah penghubung-

penghubung di daerah yang bertugas untuk memantau rekam jejak

Page 112: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

101

hakim-hakim. Sementara keterbatasan waktu pendaftaran dapat

dikatakan sebagai kendala mengingat cukup banyak persyaratan

administratif yang harus dipenuhi calon hakim agung. Sementara

proses fit and proper test di DPR merupakan kendala yang banyak

menimbulkan pro dan kontra. Sebagai salah satu pelaku kekuasaan

kehakiman, MA seharusnya bersih dari segala muatan politik apapun

bentuknya. Namun jika dalam proses pengangkatan hakim agung

melibaktkan DPR yang merupakan lembaga politik maka

dikhawatirkan akan mempengaruhi independensi hakim agung yang

dipilih oleh DPR dalam membuat suatu putusan kelak di MA

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut maka penulis memberikan saran sebagai

berikut:

1. DPR sebagai lembaga yang menjalankan sebagian besar fungsi

legislasi nasional hendaknya memerhatikan asas-asas pembentukan

peraturan perundang-undangan yang baik, agar produk legislasi yang

dihasilkan terjamin kualitas rumusan dan tujuannya, sehingga tidak

lagi timbul pemaknaan ganda atau penafsiran yang tidak sesuai

dengan kehendak UUD 1945.

2. Hakim adalah pejabat negara yang merdeka dan independen dalam

melaksanakan tugasnya sehingga lembaga perekrut Hakim Agung

harusnya adalah lembaga yang jauh daripada kepentingan politik.

Page 113: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

102

Kewenangan DPR yakni menyetujui atau tidak menyetujui (political

selection) calon Hakim Agung yang diusulkan KY diharapkan

dilaksanakan dengan mekanisme khusus dan memberikan alasan

yang jelas (reasoning) jika DPR tidak menyetujui calon yang di

usulkan oleh KY. Hal ini semata-mata agar ada jaminan independensi

hakim agung yang tidak dapat dipengaruhi oleh kekuatan politik atau

cabang kekuasan negara lainnya.

3. Hendaknya KY terus memperbaiki pola perekrutan hakim agung.

Dengan diserahkannya kewenangan untuk menyeleksi calon Hakim

Agung ke KY diharapkan mekanisme yang ada pada saat ini harus

terus mengalami peningkatan meskipun masih terdapat kekurangan

pada internal KY. Misalnya lebih bekerjasama dengan MA agar MA

bisa memberikan informasi lowongan hakim agung kepada badan

peradilan di bawah MA, begitu juga dengan memanfaatkan jejaring

atau penghubung KY yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia

untuk mensosialisasikan lowongan calon hakim agung. KY juga

seharusnya bisa lebih proaktif untuk mengajak hakim-hakim yang

memang berintegritas untuk mengikuti seleksi calon hakim agung.

Hal ini perlu dilakukan untuk melahirkan para calon hakim yang

kapabel, berintegritas, dan berkualitas.

Page 114: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

1. Bagaimana tanggapan Komisi Yudisial atas putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 27/PUU XI/2013 tentang Seleksi Calon Hakim Agung di DPR?

- Pada dasarnya KY menyambut baik putusan tersebut, tanggapan Pak

Taufiqurrahman selaku Ketua Bidang Rekrutmen Hakim menyambut

baik, terutama beliau merasakan betul sulitnya memenuhi 3 kali lipat

itu (kuota calon hakim agung).

2. Apakah kuota 1:1 akan memudahkan Komisi Yudisial dalam menyeleksi

Calon Hakim Agung?

- Bagi kami jadi lebih mudah, karena dengan kuota 3:1 itu kami banyak

hutang hakim ke MA, tetapi dengan 1:1 sekarang semoga bisa lebih

cepat seleksinya sehingga setiap lowongan hakim dari MA bisa kami

penuhi.

3. Apabila terjadi penolakan dari DPR terhadap Calon Hakim Agung yang

diusulkan KY seperti yang terjadi pada Februari 2014, bagaimana

mekanisme selanjutnya yang dilakukan Komisi Yudisial?

- Tentu kami ulang dari awal, kami lakukan seleksi lagi untuk memenuhi

permintaan hakim dari MA.

4. Menurut KY, apa kelebihan dan kekurangan dari kuota 3:1 dan 1:1 dalam

lowongan Calon Hakim Agung?

- Dengan 3:1 yang dulu, kami mengirim 3 calon hakim dan mereka

dipilih 1, mereka harus pilih salah satu dari 3 calon itu meskipun

semuanya tidak mereka sukai tapi mereka terpaksa harus pilih salah

satunya, jadimereka ada beban. tapi sekarang kami mengirim 1 dan

mereka pilihannya hanya setuju atau tidak. Ini membuat mereka

seperti tidak punya beban, kalau mereka tidak suka ya tolak saja.

Kuota 1:1 ini bagi CHA lebih sulit. Dan dari sisi anggaran, penolakan

Narasumber : Lina Maryani, SH (Kepala Sub Bagian Peningkatan

Kapasitas Hakim di Biro Rekrutmen Advokasi dan

Peningkatan Kapasitas Hakim di Komisi Yudisial)

Waktu/Tempat : Selasa, 8 Juli 2014/ Gedung Komisi Yudisial

Page 115: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

itu sangat membuang anggaran, padahal karena rentang waktu

seleksi cukup panjang, otomatis anggaran juga besar.

5. Menurut pemberitaan media, selama ini terjadi penurunan jumlah

pendaftar. Apa yang menjadi penyebab penurunan jumlah pendaftar

tersebut?

- Ke depannya kami akan melakukan survey, mengapa calon-calon

potensial, maksutnya calon hakim yang sudah 40 tahun, hakim karir

dan bergelar tinggi tidak mau menjadi hakim agung. Disinyalir

contohnya seperti hakim pengadilan tinggi gajinya lebih tinggi dari

hakim agung atau mungkin karena takut dengan proses di DPR, hal ini

butuh survey lebih lanjut, tidak bisa diklaim ju

6. Apakah yang menjadi kendala bagi Komisi Yudisial dalam proses seleksi

Calon Hakim Agung secara keseluruhan?

- Tentang kualitas calon yang mendaftar, integritasnya, pengetahuannya

kurang memadai ,dalam wawancara kan terlihat.. Aspek pengetahuan

tentang hukum secara umum, teknis yuridis termasuk pengetahuan

tentang perundang-undangan dan hukum acara dari para calon

terkadang tidak cukup memuaskan. Para hakim dari karier terlihat

cukup menguasai tentang teknis yuridis dan pengetahuan tentang

hukum cara. Sementara para calon non karier masih jauh dari

pemahaman tentang teknis yuridis, khususnya hukum acara. Tetapi

kalau bicara kenapa mereka tidak tertarik mendaftar hal itu butuh

diteliti lebih lanjut, mungkin saja tidak yakin dengan proses di DPR.

- Dari internal yang dihadapi KY adalah alokasi anggaran yang

dialirkan pada kami, harusnya tahun ini ada 2 periode seleksi, tetapi

pemerintah mementingkan pemilu sehingga ada pemotongan

anggaran. Dengan pemotongan anggaran, sosialisasi lowongan juga

tidak bisa maksimal karena memasang iklan di media membutuhkan

dana yang tidak sedikit. Tetapi meskipun ada keterbatasan dana,

proses harus tetap berjalan, meskipun efeknya cukup banyak, kami

jadi kurang sosialisasi, untuk menggerakkan penghubung di daerah

juga membutuhkan biaya. Anggaran juga pengaruh pada jumlah SDM

di KY, bagian rekrutmen hakim misalnya masih banyak kekurangan

orang. Jadi setiap ada rekrutmen, biro lain juga ikut membantu.

Page 116: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

Makanya kami mengembangkan Penghubung-penghubung di daerah

yang memantau rekam jejak hakim di daerahnya masing-masing.

- Keterbatasan waktu juga menjadi kendala, sering telatnya surat dari

MA, menurut peraturan harusnya surat lowongan sudah diberikan

kepada KY 6 bulan sebelum hakim pensiun, tetapi prakteknya sering

ada keterlambatan.

7. Bagaimana harapan Komisi Yudisial untuk seleksi Calon Hakim Agung

kedepannya setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi?

- Harapannya putusan ini bisa menambah jumlah pendaftar calon

hakim agung dan DPR bisa membuat aturan yang lebih jelas

mengenai proses fit and proper test calon hakim agung di DPR

,tidak seperti yang sekarang karena sebenarnya banyak

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh anggota DPR adalah

pertanyaan yang sama yang sudah diajukan KY dalam proses

seleksi. Jadi harapan kami kedepannya mereka harus punya aturan

jelas, jangan berdasarkan feeling mereka saja dalam memilih

hakim agung.

Page 117: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

1. Bagaimana tanggapan Bapak selaku anggota Komisi III DPR terkait putusan MK

Nomor 27/PUU XI/2013 tentang Seleksi Calon Hakim Agung di DPR?

- Tentunya kami menghormati putusan tersebut, bagaimanapun kan hak para

pemohon ya, kalau merasa dirugikan dengan undang-undang tertentu ya

silakan saja uji di MK. Apapun hasilnya tentu kami menghormati itu. Tapi

resikonya kan karena hanya satu calon di setiap satu lowongan dan DPR

hanya menyetujui atau tidak menyetujui jadi ada resikonya ya. Kalau kami

tidak setuju, ya kami katakana tidak. Tidak bisa kami pilih yang terbaik seperti

sebelum putusan.

2. Ketika melakukan fit and proper test, apa yang menjadi acuan DPR dalam

menentukan layak atau tidaknya calon hakim agung untuk menjadi hakim agung?

- Mekanisme itu (fit and proper test) kan diatur di UU MD3 dan di tata tertib

DPR juga ada. Tentu kami acuannya dari sana. Wawancara dalam fit and

proper test selama ini cukup efektif. Tujuan dari wawancara itu kan supaya

memperlihatkan kepada masyarakat umum tentang integritas dan kualitas

para calon hakim agung dan diharapkan masyarakat juga bisa aktif bertanya

kepada para calon dan dapat mendengar sendiri jawabannya. Semua proses

sudah cukup transparan dan dapat diliput oleh media.

3. Apakah DPR tetap akan melakukan fit and proper test untuk menyetujui hakim

agung yang diusulkan KY selanjutnya?

Narasumber : Wawancara dengan Bachrudin Nasori S.Si, MM (Anggota

DPR Komisi III Fraksi PKB ).

Waktu/Tempat : Rabu, 17 September 2014/ Gedung DPR RI Jakarta.

Page 118: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

- putusan MK itu hanya merubah dari memilih menjadi menyetujui, tidak ada

ketentuan yang menyatakan DPR tidak boleh melakukan fit and proper test.

Kan ketentuannya sudah ada di tata tertib DPR dan MD3, ya kami pakai itu.

4. Selama ini proses fit and proper test di DPR dikatakan penyebab para calon hakim

pesimis bisa lolos seleksi, bagaimana pendapat bapak?

- Saya kira asal mempersiapkan diri dengan baik untuk apa takut sama DPR,

kan prosesnya sudah terbuka, diliput media juga. Jadi bisa dilihatlah

bagaimana kami ini mewawancarai mereka. Sudah bisa dilihat itu. Sudah

cukup transparan. Kalau yang ditolak-ditolak itu memang kurang apik saat fit

and proper test.

5. Kurang apik itu seperti apa maksudnya, Pak?

- Misalnya yang semuanya ditolak oleh DPR. mereka kualitasnya tidak ada

perubahan sejak ditolak pada tahun 2012, jawaban yang diberikan tidak jauh

berbeda. Makanya hampir semua menolak. Ditanya pernah tidak putusan

mereka dibatalkan MA, ada yang mengatakan pernah.. lalu ditanya, yang

benar keputusan mereka atau keputusan MA yang benar, mereka jawab

keputusan MA yang lebih benar. Berarti kan dia pernah salah dalam buat

putusan, mereka akui itu.

6. Apakah yang menjadi kendala bagi DPR dalam melaksanakan kewenangannya

untuk memilih hakim agung?

- Kendala yang dihadapi ya dari para calon hakim sendiri, seperti yang 3 calon

kemarin ditolak, hal itu kan tidak perlu terjadi kalau seandainya KY mampu

menyeleksi calon hakim agung yang berintegritas untuk diajukan kepada

DPR. Pada saat penolakan tiga calon hakim Suhardjono, Maria Anna dan

Sunarto, mereka kan calon yang pernah diajukan kepada Komisi III DPR dan

ditolak. Ya masa harus itu itu lagi orangnya? Kami mengharapkan KY

lakukanlah perbaikan dalam rekrutmen calon hakim agung yang akan datang.

Dimaksimalkan lagi mencari yang potensial. Kebanyakan pengetahuan

perundang-undangan para calon juga tidak ada yang menonjol, khususnya

UU yang masih baru. Kadang ada calon yang lupa sampai tidak tahu tentang

UU MA dan UU Kekuasaan Kehakiman, padahal kan itu bidangnya mereka

ya. Tapi ya latar belakang calon juga berpengaruh pada pengetahuannya.

Kepercayaan kepada DPR untuk menjalankan kewenangan kami dalam proses

pengangkatan hakim agung ini juga mungkin kendala ya, ko kesannya kalau

Page 119: KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL DAN DEWAN PERWAKILAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27862/1/DIAH... · Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi selain

dipilih DPR calon hakim agung yang berkualitas tidak lolos, sebaliknya yang

tidak berkualitas bisa diloloskan, lalu dicurigai ada praktek suap antara DPR

dan calon hakim agung yang tidak berkualitas. Itu tidak cukup beralasan ya,

kan itu saya bilang tadi, prosesnya sudah transparan. Kami ini tidak mau

dianggap lembaga yang sekedar memberi cap stempel persetujuan, nanti

kalau hasilnya buruk kami juga yang dihujat. Jadi biarlah kami ikut menilai

juga. Kan seleksi hakim agung berpindah tangan dari Presiden ke DPR itu

karena maksud reformasi yang mengurangi kekuasaan presiden. menurut saya

ini sudah jadi legal policy pembentuk Undang-Undang untuk mengatur hal

tersebut di dalam Undang-Undanh.

7. Bagaimana harapan bapak sebagai anggota Komisi III untuk seleksi calon hakim

agung kedepannya setelah keluarnya putusan MK?

- Ya kedepannya harus benar-benar memperhatikan kualitas calon-calon yang

akan diajukan kepada DPR, hakim berintegritas dan punya pemahaman

hukum yang bagus. Resiko putusan MK kan begitu, tidak ya katakan tidak.

Kita terus rapat dengan KY untuk kedepannya seperti apa, supaya tidak

terjadi lagi seperti yang sebelumnya.