kewarganegaraan

9
Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan, dengan demikian masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang mendalam terhadap bangsa itu sendiri. Nasionalisme menurut pakar : Nasionalisme menurut Hans Kohn “Nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan”. Nasionalisme menurut Lothrop Stoddard “Nasionalisme adalah suatu keadaan jiwa, suatu kepercayaan yang dianut oleh sejumlah besar manusia sehingga mereka membentuk suatu kebangsaan dalam bentuk kebersamaan” Nasionalisme Nazaruddin Sjamsuddin “Nasionalisme adalah suatu konsep yang berpendapat bahwa kesetiaan individu diserahkan sepenuhnya kepada negara”. Nasionalisme Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia Nasionalisme adalah paham kebangsaan yang tumbuh karena adanya persamaan nasib dan sejarah serta kepentingan untuk hidup bersama sebagai suatu bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, demokratis dan maju dalam satu kesatuan bangsa dan negara serta cita-cita bersama guna mencapai, memelihara dan mengabdi identitas, persatuan, kemakmuran, dan kekuatan atau kekuasaan negara bangsa yang bersangkutan PRINSIP

description

kewarganegaraan

Transcript of kewarganegaraan

Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan, dengan demikian masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang mendalam terhadap bangsa itu sendiri.

Nasionalisme menurut pakar :

Nasionalisme menurut Hans Kohn

“Nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan”.

Nasionalisme menurut Lothrop Stoddard

“Nasionalisme adalah suatu keadaan jiwa, suatu kepercayaan yang dianut oleh sejumlah besar manusia sehingga mereka membentuk suatu kebangsaan dalam bentuk kebersamaan”

Nasionalisme Nazaruddin Sjamsuddin

“Nasionalisme adalah suatu konsep yang berpendapat bahwa kesetiaan individu diserahkan sepenuhnya kepada negara”.

Nasionalisme Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia

Nasionalisme adalah paham kebangsaan yang tumbuh karena adanya persamaan nasib dan sejarah serta kepentingan untuk hidup bersama sebagai suatu bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, demokratis dan maju dalam satu kesatuan bangsa dan negara serta cita-cita bersama guna mencapai, memelihara dan mengabdi identitas, persatuan, kemakmuran, dan kekuatan atau kekuasaan negara bangsa yang bersangkutan

PRINSIP

a. Persatuan

Cinta tanah air berimplikasi pada setiap orang berkewajiban menjaga dan memelihara semua yang ada di atas tanah airnya, sehingga muncul kesadaran akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Persatuan inilah yang menurut Bung Hatta sebagai prinsip nasionalisme yang pertama. Kemudian prinsip ini pula yang memotivasi bangsa Indonesia untuk bersatu padu dan berlomba – lomba memajukan Indonesia melalui nilai – nilai pendidikan.

b. Pembebasan

Nasionalisme merupakan pengakuan kemerdekaan perseorangan dari kekuasaan atau pembebasan manusia dari penindasan perbudakan. Nasionalisme dalam konteks inilah yang akan membangun segenap keadaan realitas manusia tertindas menuju manusia yang utuh. Ketertindasan yang berawal dari rendahnya daya pikir dan wawasan yang bermuara pada rendahnya kualitas pendidikan, hingga mudah dipecundangi oleh bangsa asing.

Beberapa bentuk dari nasionalismeNasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen tersebut.

Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak rakyat"; "perwakilan politik". Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudul Du Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia "Mengenai Kontrak Sosial").

Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk "rakyat").

Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik. Misalnya "Grimm Bersaudara" yang dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman.

Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang menganggap negara adalah berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat negara Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan budaya mereka tetapi menolak RRC karena pemerintahan RRT berpaham komunisme.

Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah 'national state' adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayap-kanan di Spanyol, serta sikap 'Jacobin' terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri Perancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang demi mewujudkan hak kesetaraan (equal rights) dan lebih

otonomi untuk golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika. Secara sistematis, bila mana nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah, seperti nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan pusat yang kuat di Spanyol dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan Corsica.

Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat nasionalisme bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik; nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJP bersumber dari agama Hindu.

Namun demikian, bagi kebanyakan kelompok nasionalis agama hanya merupakan simbol dan bukannya motivasi utama kelompok tersebut. Misalnya pada abad ke-18, nasionalisme Irlandia dipimpin oleh mereka yang menganut agama Protestan. Gerakan nasionalis di Irlandia bukannya berjuang untuk memartabatkan teologi semata-mata. Mereka berjuang untuk menegakkan paham yang bersangkut paut dengan Irlandia sebagai sebuah negara merdeka terutamanya budaya Irlandia. Justru itu, nasionalisme kerap dikaitkan dengan kebebasan.

  ADA asumsi, remaja sekarang tak punya jiwa nasionalis. Anak muda sekarang berbeda dengan remaja dulu. Sekarang lebih mementingkan egonya. Beberapa dari mereka menolak asumsi tersebut. Menurutnya, tidak benar remaja sekarang tidak punya jiwa nasionalis. Mereka juga menolak pendapat yang mengatakan anak muda hanya mementingkan ego pribadi. Walau banyak juga yang seperti itu, tapi tidak semuanya. Jadi tidaklah tepat, jika semua anak muda dipukul rata seperti itu hanya karena beberapa orang yang antipati pada negeri ini. ntinya masih banyak remaja yang punya jiwa kebangsaan.Menilai anak muda sekarang bukanlah dengan kacamata dulu. Sebab, situasi dan kondisi-nya berbeda. Zaman dulu, anak muda yang mau mengangkat senjata melawan penjajah, dikategorikan nasionalis. Patokan itu jelas tidak relevan lagi bila diterapkan saat ini. Sekarang perang tak lagi berkecamuk. Karenanya mereka menampakkan rasa nasionalis dalam bentuk yang lain. Misalnya belajar serius dan menghasilkan sebuah karya yang mengharumkan bangsa Indonesia.Beberapa remaja juga menolak bila nasionalisme selalu dikaitkan dengan perang dan politik. Menurut mereka, dengan tidak melakukan hal-hal negatif, sudah termasuk wujud cinta bangsa. Memakai produk dalam negeri pun bisa dianggap sebagai bentuk cinta tanah air. Bukan cuma pemuda sebagai pelajar, mereka yang kurang beruntung mengeyam pendidikan dan emnjadi tenaga kerja juga mempunyai dedikasi yang tinggi pada bangsa ini. Termasuk pemuda pemudi Indonesia yang bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia di luar negeri, juga punya jiwa kebangsaan tinggi. Meski hanya kerja sebagai buruh, tapi dedikasi dan keuletan mereka sangat luar biasa. Penghasilan yang didapat di negeri orang, digunakan untuk membangun di kampung halaman. Mereka tetap ingat dengan tanah kelahirannya.Langkah awal guna menyadarkan remaja untuk cinta tanah air juga bisa dibuat dalam format baru, misalnya setiap kali peringatan hari nasional diadakan kegiatan yang bisa emberikan saluran apresiasi terhadap anak muda. Lebih jauh lagi, di lingkungan keluarga dibentuk satu kebiasaan yang kondusif membentuk semangat patriotisme.***

Nasionalisme dan patriotisme bangsa Indonesia saat ini telah mengalamipenurunan walaupun tidak dilupakan sama sekali. Sedikit demi sedikit Indonesiadigerogoti dari dalam oleh segelintir manusia yang mengatasnamakan rakyat demikepentingan pribadi dan golongannya tanpa rasa bersalah, tanpa rasa malu.Tampaknya sudah saatnya beberapa gelintir manusia yang masih mempercayai nilainilailuhur Pancasila berupaya mengembalikan nilai-nilai nasionalisme danpatriotisme tersebut melalui berbagai sistem, terutama sistem pendidikan baik formal,informal, maupun nonformal. Keberadaan mata pelajaran PendidikanKewarganegaraan (bersama-sama mata pelajaran IPS, bahasa, dan kesenian) perludiberdayakan dalam membina dan memupuk rasa kebangsaan pada diri anak didiksejak jenjang pendidikan usia dini, sekolah dasar, hingga perguruan tinggi.

MEMBANGUN RASA NASIONALISME GENERASI MUDA MELALUI   SASTRA

Semenjak awal peradaban manusia di Indonesia meyakini bahwa tiap-  tiap warganya memiliki rasa nasionalisme. Rasa nasionalisme bisa  tumbuh mendampingi watak masing-masing individunya menuju ke  arah positif. Rasa nasionalisme itu sendiri mengingatkan kepada kita  akan suatu paham yang menciptakan dan mempertahankan  kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan suatu konsep  identitas diri. Dimana identitas diri itu merupakan sebuah alat untuk  menunjukkan rasa cinta tanah air. Perwujudan secara nyata berupa mampu terikatnya jiwa warga negara untuk mempertahankan wilayah  negerinya. Wilayah yang telah dikenal karena dari tempat itulah  mampu memberikan penghidupan dan penafkahan.

Dari hal kompleks di atas ikatan pribadi muncul. Membentuk  berbagai benang-benang kesadaran, bisa pula kesadaran itu  direkayasa yang memang dirancang untuk membangun rasa nasionalisme. Namun selebihnya, generasi muda yang seharusnya lebih banyak memilikinya malah suka “menutup mata, telinga, mulut bahkan hati” dengan perasaan enteng jika ditnya saat nasionalisme. Padahal mereka adalahelemen bangsa yang utama. Jika hal ini

terus berlanjut, masihkah negeri ini mau menanggung malu di khalayak internasional 30 tahun mendatang? Ironis memang, apabila dibandingkan dengan semangat remaja-remaja pendahulu. Generasi muda yang diharapkan mampu diharapkan sebagai pemegang estafet pemerintahan akhirnya “memungkiri” amanah itu sendiri dengan mengabaikan nasib bangsa. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena remaja saat ini hanya mau mengambil satu unsur saja dari dua unsur yang dimiliki oleh remaja dahulu. Kedua unsur itu ialah perjuangan dan kemenangan. Mereka mengenal bahwa lewat sebuah perjuangan, kemenangan tak mustahil untuk diraih. Namun remaja sekarang mengambil unsur kemenangan saja tanpa melewati proses. Mereka menginginkan kemenangan ada begitu saja secara instrant. Inilah perwujudan pemikiran mereka sekarang ini. Akibat fasilitas yang didapat secara instant, otak mereka pun dicuci pula dan ikut-ikutan instant. Hal itu mampu dibuktikan misalnya para remaja diharapkan pada suatu sejarah masa lalu lewat film-film perjuangan. Seketika bulu kuduk berdiri dan semangat nasionalisme muncul, jiwa yang menyimpan rasa itu terbakar. Realitanya, selang beberapa waktu saja jiwa suci itu kembali meredup, hilang.

Maka untuk memasukkan nasionalisme ke jiwa remaja dibutuhkan suatu proses dorongan semangat secara bertahap agar terekam jelas dan tak akan hilang walaupun budaya-budaya asing telah merambah negeri ini. Salah satu upaya itu ialah mengaplikasikan pelajaran-pelajaran sekolah untuk menyimpan benih-benih pada pribadi generasi muda kita. Rasa nasionalisme dapat dibentuk melalui pembelajaran sastra. Bukankah sastra mengajarkan kesatuan utama yang mampu memberikan kemudahan dalam kehidupan manusia. Sastra juga mengusung unsur kelembutan dan kedamaian. Oleh sebab itu layak apabila sastra mampu berdampingan dengan kehidupan.

Remaja yang memiliki kecintaan terhadap sastra secara perlahan akan menemukan suatu kedamaian dan menumbuhkan jiwa nasionalisme. Mereka akan menempatkan diri pada ruang kehidupan secara khusus, mereka tidak akan berorientasi pada materi saja. Faktanya memang perubahan selalu mengarah pada materi namun perubahan yang di iringi dengan jiwa akan terasa berbeda. Jadi tidak terfokus pada fisik saja. Seperti yang diungkapkan oleh John F. Kennedy “Seandainya ada lebih banyak kaum politik memahami puisi, saya yakin dunia yang kita alami ini akan menjadi tempt yang lebih baik”.

Namun pembelajaran sastra dikebanyakan sekolah kurang efisien karena hanya berteori saja. Sebenarnya praktek dalam berkarya sastra akan terasa lebih mudah untuk menciptakan rasa ideologi nasionalisme. Siswa akan mengekpresikan seluruh cinta tanah air yang ia miliki lewat karya sastra. Ada suatu kebanggaan tersendiri apabila ide-ide kita mampu dituangkan dalam tulisan yang indah daripada hanya berbicara saja. Jadi media sastra selalu terbuka lebar. Bagi remaja yang mau mengungkapkan bagaimana rasa penghargaan kita terhadap bangsa.

Dari penjelasan di atas, masalah ideologi nasionalisme tampaknya mampu menjadi sumber ide yang sangat menarik bagi penulis. Sebagai contoh novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis. Di dalamnya menceritakan tokoh Guru Isa yang menggambarkan semangat bernasionalisme walaupun hatinya dikabuti rasa takut. Dan masih banyak lagi khazanah karya sastra Indonesia yang bernafas serupa. Tentunya gambaran nasionalisme ditunjukkan dengan cara yang menyenangkan. Cara yang dimiliki sastrawan pasti berbeda dengan sejarawan. Sastrawan akan menafsirkan nasionalisme dari berbagai arah. Ia tak mau bertumpu pada satu arah saja. Ia akan merasakan kepuasan walaupun harus berjungkir untuk menafsirka nasionalisme. Bukti ini semakin memperkuat bahwa memahami nasionalisme lewat karya sastra sangat menyenangkan.

Perlu diketahui pula bahwa nasionalisme dan sastra memiliki hubungan kuat. Sebagai contohnya adalah Nugroho Notosusanto menyatakan bahwa sastra Indonesia modern mulai pada Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908. Dan menurut Ajib Rosidi, peresmian pengakuan terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dilakukan pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 di Jakarta. Dengan fakta di atas, daya cipta kebudayaan (sastra) dianggap bersifat nasional. Maksudnya menjadi milik nasionalitas Indonesia, termasuk bahasa dan sastra. Dari pernyataan kedua tokoh di atas mampu memberikan buah pelajaran bagi generasi muda akan suatu perjuangan. Mengubah yang lemah menjadi kuat dan yang anarkis menjadi kedamaian.

Karena itu, sastra haruslah menempati ruang penghidupan yang lebih layak dari sebelumnya. Cara pandang pun harus diubah. Demi melahirkan jiwa-jiwa nasionalisme dengan bekal budi pekerti santun. Sastra sudah saatnya diterjemahkan filosofinya agar tidak menciptakan fakta irasional. Dengan kembalinya sastra disela-sela kehidupan generasi muda diharapkan tercipta situasi kebangsaan yang utuh. Generasi muda akan mengendalikan bangsa dengan rasa nasionalisme hasil pembelajaran sastra [Redaksi Art. XII. IPA 5]