KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

42
KETUA RAPAT: Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. Pertama-tama saya ucapkan terima kasih kepada pihak pemerintah yang sudah hadir dan kawan- kawan dari Panja Hak Cipta. Baik kita lanjutkan yang kemarin, kita masuk ke sebelumnya saya buka dulu. (RAPAT DIBUKA PUKUL 13.40 WIB) Kita masuk ke DIM 362 ya kemarin yang pending ya. Kami persilakan dari pihak pemerintah untuk memberikan penjelasan mengenai DIM 362 ini. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Terima kasih. Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh. Bapak Pimpinan dan Anggota Panja yang kami hormati, DIM 362 yang kemarin belum kita bahas, itu terdiri dari beberapa poin. Jadi yang pertama adalah ayat (2)-nya berbunyi tentang: Ayat (2) “Lembaga manajemen kolektif yang tidak memiliki izin operasional dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti”. Dengan demikian hanya yang terakreditasi dan kemudian memenuhi syarat yang akan mempunyai hak itu. Kemudian di poin berikutnya di Pasal 90. Pasal 90 “Untuk pengelolaan royalti hak cipta bidang musik dibentuk dua lembaga manajemen kolektif tingkat nasional yang masing-masing merepresentasikan keterwakilan salah satu hal sebagai berikut: a. Kepentingan pencipta; dan b. Kepentingan pemilik hak terkait”. Ini seperti yang kita bahas kemarin ada dua lembaga manajemen kolektif. Di ayat (2). Ayat (2) “Kedua lembaga manajemen kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti dari pengguna yang bersifat komersial”. Ayat (3) “Untuk melakukan penghimpunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kedua lembaga manajemen kolektif wajib melakukan koordinasi dan menetapkan besaran royalti yang menjadi hak masing-masing lembaga sesuai dengan kelaziman dalam praktek berdasarkan keadilan”. Kemudian ayat (4). Ayat (4) “Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penetapan besaran royalti diatur oleh Peraturan Menteri”. Demikian Pak Pimpinan.

Transcript of KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Page 1: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

KETUA RAPAT: Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. Pertama-tama saya ucapkan terima kasih kepada pihak pemerintah yang sudah hadir dan kawan-kawan dari Panja Hak Cipta. Baik kita lanjutkan yang kemarin, kita masuk ke sebelumnya saya buka dulu.

(RAPAT DIBUKA PUKUL 13.40 WIB)

Kita masuk ke DIM 362 ya kemarin yang pending ya. Kami persilakan dari pihak pemerintah untuk memberikan penjelasan mengenai DIM 362 ini. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Terima kasih. Assalaamu'alaikum warrahmatullaahi wabarakatuh. Bapak Pimpinan dan Anggota Panja yang kami hormati, DIM 362 yang kemarin belum kita bahas, itu terdiri dari beberapa poin. Jadi yang pertama adalah ayat (2)-nya berbunyi tentang:

Ayat (2) “Lembaga manajemen kolektif yang tidak memiliki izin operasional dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti”.

Dengan demikian hanya yang terakreditasi dan kemudian memenuhi syarat yang akan mempunyai hak itu. Kemudian di poin berikutnya di Pasal 90.

Pasal 90 “Untuk pengelolaan royalti hak cipta bidang musik dibentuk dua lembaga manajemen kolektif tingkat nasional yang masing-masing merepresentasikan keterwakilan salah satu hal sebagai berikut:

a. Kepentingan pencipta; dan b. Kepentingan pemilik hak terkait”.

Ini seperti yang kita bahas kemarin ada dua lembaga manajemen kolektif.

Di ayat (2).

Ayat (2) “Kedua lembaga manajemen kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti dari pengguna yang bersifat komersial”.

Ayat (3)

“Untuk melakukan penghimpunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kedua lembaga manajemen kolektif wajib melakukan koordinasi dan menetapkan besaran royalti yang menjadi hak masing-masing lembaga sesuai dengan kelaziman dalam praktek berdasarkan keadilan”. Kemudian ayat (4).

Ayat (4) “Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penetapan besaran royalti diatur oleh Peraturan Menteri”. Demikian Pak Pimpinan.

Page 2: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik, terima kasih. Kita buka dari ujung ya dari PKS untuk merespon apa yang disampaikan pemerintah. Silakan dari Pak Ade dari PKS. F-PKS (Ir. ADE BARKAH): Terima kasih Pimpinan. Sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh pemerintah pada rapat kemarin, pada prinsipnya kami menyepakati apa yang diusulkan oleh pemerintah tentang yang ini. Demikian Pimpinan. KETUA RAPAT: Terima kasih. Selanjutnya dari Fraksi Golkar, Pak Tantowi. F-PG (TANTOWI YAHYA): Terima kasih. Dengan izin Pimpinan saya yang duduk di samping Bapak. Ada beberapa hal yang ingin kami dapatkan penjelasan lebih lanjut dari pemerintah. Pertama, kami sepakat bahwa hanya LMK yang mempunyai izin operasional dari pemerintah saja dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM Pak ya yang boleh menghimpun himbalan atas penggunaan ciptaan dan produk hak yang berkaitan dengan hak cipta. Pertanyaan kami adalah apakah bisa dibocorkan persyaratan-persyaratan dasar untuk masyarakat untuk mendirikan LMK ini? Karena pada awalnya ketika undang-undang ini kita sosialisasikan pasti ini akan ditanggapi secara antusias oleh kalangan industri. Oleh karena itu dalam kesempatan ini mohon pemerintah menjelaskan apa persyaratan yang dihormati oleh pemerintah terkait dengan keinginan dari industri atau pasar yang akan membentuk LMK ini, kemudian diberikan izin oleh pemerintah. Kemudian kedua, kemarin Pak Dirjen juga berbicara mengenai bahwa WIPO juga akan memberikan akreditasi terhadap CMO-CMO ini baik CMO yang menjadi sub atau Anggota dari LMK maupun LMK besarnya sendiri. Oleh karena itu mohon dijelaskan juga apakah akreditasi dari WIPO ini akan menjadi persyaratan mutlak atau akreditasi dari WIPO ini sudah dikonversi menjadi persyaratan peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Yang ketiga Pak Dirjen, poin 4, terkait mengenai besaran royalti. Ini jadi mohon dikasih gambaran juga ke kita apa saja basis-basis penentuan bagi pemerintah dalam nanti memberikan advice atau rujukan kepada para CMO dalam menetapkan besaran royalti ini. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Saya kira langsung ditanggapi oleh pihak pemerintah, karena banyak hal-hal yang sangat urgent saya pikir yang disampaikan oleh Pak Tantowi. Silakan. INTERUPSI: Pimpinan, boleh? KETUA RAPAT: Saya kira biar jadi cukup banyak ya banyak hal dijelaskan, silakan Pak Dirjen. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI):

Page 3: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Terima kasih Pak Pimpinan. Bapak-Bapak, Untuk LMK ini memang kami akan menerapkan sistem, di mana hanya yang memenuhi akreditasi saja yang bisa eksis dan oleh karena itu undang-undang ini akan memberikan jangka waktu 2 tahun sebetulnya. Jadi eksisting yang ada itu silakan menyesuaikan diri dalam waktu 2 tahun sesuai dengan undang-undang ini, dan kemudian mereka akan terbagi hanya menjadi dua LMK secara nasional. Hal lain yang apa yang menjadi persyaratan dasar satu LMK bisa eksis dan diakui dan kemudian diberikan izin operasional. Yang pertama adalah seperti yang dinormakan di undang-undang ini minimal dia punya 200 member pencipta, dengan 200 member pencipta ini otomatis dia mempunyai legal standing yang cukup untuk menjadi LMK. Kemudian yang kedua, ada persyaratan lain bahwa dia harus diaudit, dia mesti bersedia diaudit dan kemudian secara transparan melaporkan audit keuangan dan audit kinerja sebetulnya. Sebetulnya kalau di BUMN audit itu tidak hanya semata audit keuangan, tapi juga audit kinerja yang kemudian di-open dan laporan yang audited ini, itu mesti juga di-publish, karena Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik saya kira Komisi I juga menangani ini, itu mensyaratkan bahwa badan-badan usaha seperti ini itu harus mem-publish audited-nya. Yang tidak audited sebetulnya belum, tapi setelah audited di-publish. Mengenai besaran royalti, besaran royalti ini memang setelah kami pelajari ada beberapa yang bisa menjadi benchmark kita. Misalnya LMK di Jepang, itu yang sudah sangat maju. Jadi misalnya berapa persen untuk penyanyi, berapa persen untuk musician, berapa persen untuk produser dan lain-lain. Saya tidak terlalu ingat betul persentase kuantitatifnya, tapi kita akan merujuk pada itu yang intinya dari semua itu yang persentase terbesarnya tetap pada pencipta sebetulnya, karena pencipta yang membuat lagu itu, tetapi misalnya ketika LMK itu akan memungut royalti dari broadcasting, maka semua elemen mendapatkan itu, baik pencipta, maupun related right-nya,... right semua mendapatkan di situ, karena yang ditayangkan di TV itu semua komponen muncul. Tapi kalau di Jepang seperti yang kami jelaskan kemarin ketika masuk di Karaoke yang akan harus membayar adalah penciptanya saja yang mempunyai hak, tetapi kan alasan kita berbeda dengan di sana, sehingga related right juga harus diperhitungkan kalau di Indonesia. Kemudian terkait dengan WIPO, WIPO itu bulan September yang akan datang memang kami akan mengikuti general assembly di Geneva, dan salah satu yang di-suggest oleh Dirjen WIPO kepada kami adalah membuat satu rekomendasi, dukungan terhadap WIPO untuk mengakreditasi CMO yang ada di seluruh dunia. Negara-negara lain itu sudah menandatangan, Indonesia akan dicadangkan untuk menandatangan pada September nanti dan apa yang menjadi standar mereka sama juga transparansi dan good governance. Jadi apa yang tadi kami sampaikan itu sudah sejalan dengan WIPO standard yang terkait dengan ini. Terima kasih. F-PG (TANTOWI YAHYA): Pimpinan, izin, sebelum. Ada satu yang belum dijawab Pak Dirjen tadi, maksud saya itu adalah pembentukkan dua CMO besar itu, satu CMO buat author’s right, satu buat neighbouring right itu bagaimana mekanisme pembentukkannya itu? Terima kasih. KETUA RAPAT: Silakan. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Di Indonesia kan sekarang saat ini sebetulnya kita punya berapa, 5 sekitar 5 CMO yang ada besar ada juga yang kecil itu. Nah oleh karena itu ketika undang-undang ini berlaku, maka CMO itu yang ada yang eksisting itu mesti menyesuaikan diri dan kemudian Menteri-declaire dia akan masuk ke blok yang

Page 4: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

mana. Kalau kemudian misalnya mereka mengatakan kami ini kepentingannya pencipta semua ya silakan masuk blok di yang A yang pencipta. Kemudian dia akan menjadi satu blok sendiri, satu LMK sendiri. Nah itu yang sedang kami pikirkan apakah di Peraturan Menteri itu mereka mesti melebur menjadi satu badan hukum atau mereka boleh menjadi ada satu holding-nya kemudian ada beberapa member, sehingga mungkin di blok yang terkait dengan untuk komposer, ini mungkin ada dua atau tiga CMO yang di bawahnya, itu terserah, nanti mereka akan atur sendiri mekanismenya atau yang kedua kita hanya mengenal satu, berarti semua mesti merger menjadi satu. Kalau ini agak menjadi sulit, kita akan pilih yang pertama tadi. Jadi silakan eksistingnya tetap ada, tapi semua eksisting baik holding-nya maupun yang ada di bawahnya ini beberapa itu, itu mesti standarnya undang-undang ini, dia mesti sesuaikan badan hukumnya nirlaba dan diakreditasi juga. Jadi yang diakreditasi kalau dia Menteri-declaire diri sebagai CMO, itu izin operasional akan berlaku untuk baik member maupun holding-nya. F-PDIP (ICHSAN SOELISTIO): Pimpinan. F-PG (TANTOWI YAHYA): Pak Ichsan juga izin ya mungkin 1 menit saja. Pak Dirjen kan tahu mengatur orang musik itu lebih susah dari pada ngatur partai politik ya, karena kalau kita ini seperti mahluk yang susah, tapi kita ada satu bahasa, tapi mengatur orang musik itu bukan pekerjaan mudah. Pertanyaan yang belum dijawab secara lugas oleh Pak Dirjen tadi adalah kalau tidak diatur secara eksplisit lewat Permen ini pembentukkan CMO untuk hak cipta itu sendiri akan menimbulkan masalah. Siapa yang akan menginisiasi pembentukkan CMO besar ini? Kita kemarin sudah sepakat bahwa mereka mendapatkan 30% dari dana yang mereka collect mereka potong 30%, 70% kemudian didistribusikan kepada anak-anaknya. Kemudian mekanisme yang sama akan turun ke bawah kan begitu. Nah permasalahannya itu adalah tadi Pak Dirjen mengatakan bahwa apakah mereka melebur, rasanya tidak mungkin, bahwa mereka melebur menjadi satu merek itu tidak mungkin. Nah berarti mereka harus membikin holding, holding ini apabila tidak ada intervensi dari pemerintah, saya yakin pembentukkannya akan makan waktu lama, akan terjadi cakar-cakaran dulu. Nah sejauh apa Pak Pimpinan intervensi pemerintah, apakah pemerintah yang membentuk itu... gitu ya pemerintah yang membentuk itu, kemudian eksisting CMO ini kemudian masuk di dalamnya atau ada upaya lain supaya undang-undang ini segera berlaku dan CMO itu segera terbentuk. Mohon maaf ini jadi agak panjang di sini Pak Ichsan. KETUA RAPAT: Baik, saya kira langsung Pak Ichsan dulu ya. Setelah Pak Ichsan, Pak Deding ya ingin menambahkan. F-PDIP (ICHSAN SOELISTIO): Terima kasih Pimpinan. Saya hanya mau mendalami lagi saja Pak. Pak Dirjen, tadi Pak Tantowi sudah ngomong bahwa mengaturnya sulit Pak. Kalau saya mengusulkan Pak, kan kemarin kita setuju bahwa CMO itu minimum 200 Pak. Biarkan saja macam-macam sebanyak-banyaknya beberapa yang terbentuk asal mereka bisnis 200. Akan terjadi suatu pertumbuhan sendiri lagi. Kalau memang dia kurang dari 200 otomatis di... artinya dibubarkan mereka untuk pindah. Sehingga nanti terjadi suatu persaingan yang secara natural, karena kalau mau ditunggu dibentuk oleh pemerintah, saya kira sulit Pak. Jadi kita biarkan saja toh sama aturannya bahwa mereka tetap itu semua minimum 200 nanti koleksinya sama semuanya, Bapak pemerintah hanya mengatur itunya, tapi bentuknya berapa banyak nanti biarkan saja nanti by... by competition semuanya sehingga nanti terjadi eliminasi sendiri-sendiri. Berikutnya Pak yang mengenai kembali mengenai royalti ini juga Pak Dirjen, saya kira jangan Menteri yang mengatur, tetapi Menteri hanya menyetujui biarkan pula mereka yang mengatur semuanya, jadi jangan kesepakatan antara mereka sendiri saja jadi benar-benar kita bentuk yang asalnya mungkin ini

Page 5: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

semacam koperasilah antara mereka dasarnya itu bahwa mereka antara pencipta mau minta berapa. Kalau pencipta dengan itu mungkin tidak terlalu mudah karena satu pihak ya. Yang sulit adalah yang... ini kan, ada penyanyi, ada pemusiknya ya toh, ada produsernya, ada segala macam. Nah ini biarkanlah mereka yang membahas besarannya, baru disetujui oleh pemerintah besarannya itu. Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT: Baik, terima kasih Pak Ichsan. Karena nyambung ini Pak Deding silakan. F-PG (DR.H. DEDING ISHAK, SH.,MM.): Sekaligus saja, jadi untuk pendalaman saja terkait dengan pertanyaan dari Pak Tantowi dan Pak Ichsan. Jadi pertama memang harus dijelaskan oleh Pak Dirjen terkait dengan muatan atau konten dari Permen nantinya. Sehingga apa yang menjadi keraguan kekhawatiran sekaligus juga pertanyaan-pertanyaan yang belum bisa dijawab itu terjawab nanti di. Pertama, terkait dengan soal penentuan besaran, besaran dari royalti yang untuk hak pencipta, kemudian juga untuk hak terkait lainnya begitu. Meskipun kita tentu apakah kita akan mengadop Jepang atau melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam konteks Indonesia begitu. Kemudian tadi Pak Dirjen juga menyinggung soal kebutuhan akreditasi Pak ya untuk CMO ini. Ya kita sangat setuju itu memang penting, tetapi bagaimana sebetulnya soal akreditas ini apakah ini seperti kalau di dunia akademis kan ada nilai itu ada grade ya, akreditasi itu ada A, B, C begitu, nah apakah juga akan seperti itu? Nah kemudian apakah itu diperlakukannya apakah sama begitu atau memang berbeda sesuai dengan gradasi atau kualifikasi tadi akreditasi atau seperti apa? Kemudian tadi juga soal bagaimana posisi pemerintah. Betul Pak Ichsan, memang kita ingin lebih memberikan otorisasi terhadap CMO ini, pemerintah ini relatif jangan terlalu masuk gitu ya, tetapi ya pemerintah berkepentingan begitu, karena pemerintah ini mewakili negara untuk mem-protect ya terutama pihak-pihak yang nanti bisa dirugikan, apalagi masyarakat. Oleh karenanya meskipun... tidak secara eksplisit dinyatakan fungsi pemerintah dalam konteks pengawasan, tetapi ini kira-kira di mana Pak ya peran pemerintah dalam arti bisa pertama memastikan bahwa legalisasi ini dijalankan undang-undang dijalankan dengan konsisten begitu. Yang kedua, kalau ada disebut selain pengadilan sebagai juga pemerintah di mana meskipun pasal-pasal sebelumnya sudah dijelaskan. Nah dalam konteks CMO ini seperti apa perannya? Apakah memang secara eksplisit sebagai... kebutuhan akan pengawasan atau bagaimana bentuk lain ya semacam pengawasan begitu. Terima kasih Pak. KETUA RAPAT: Baik. Silakan pihak pemerintah langsung dijawab. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Terima kasih Pak Pimpinan dan Anggota yang kami hormati. Jadi ada dua soal memang yang muncul. Yang pertama, yang disampaikan oleh Pak Tantowi dan Pak Ichsan, kemudian Pak Deding, yang pertama adalah sampai sejauhmana sebetulnya pemerintah boleh masuk dan sampai sejauh mana urgensi pemerintah berkiprah di situ. Tadi sebetulnya ada dua soal yang pertama adalah ketika pemerintah membiarkan ini, maka ada kekhawatiran ini tidak jalan dan kenyataan itu sudah terjadi saat ini. Jadi ketika kita biarkan terus tidak ada inisiatif ke arah itu. Yang kedua, mungkin pemikirannya dengan kita paksa hanya 200, maka otomatis semua itu akan bergerak secara alamiah dan dia akan menghimpun sendiri-sendiri sesuai dengan persyaratan ini, sehingga bagi kami sebetulnya untuk kedua ini jika memang pemerintah juga harus turun buat kami tidak soal, artinya pemerintah akan turun dan membantu untuk memfasilitasi itu, dan kita sudah coba lakukan selama ini sudah kita lakukan, walaupun mereka tidak bisa bersatu, tapi dari pengalaman itu kan kemudian kita bagi menjadi dua ini dan kami yakin itu bisa menjadi jalan tengah yang baik.

Page 6: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Kemudian yang kedua, yang ketiga, kalau seandainya ini terkait dengan penetapan royalti, kami sebetulnya sepakat bahwa pemerintah tidak masuk di situ, tapi cukup mengesahkan. Sehingga misalnya pemerintah itu nanti hanya akan membuat Peraturan Menteri terkait dengan tata cara permohonan penerbitan izin, persyaratan izin, itu baru di kita, tapi berapa royalti untuk penyanyi, berapa dan seterusnya, produser berapa, saya kira itu lebih baik diserahkan kepada para pelaku musik sendiri. Kemudian kami juga ingin menyampaikan bahwa dari awal pemerintah mengatakan tidak mau masuk di organisasi itu, misalnya dari pembina, jadi apa itu tidak perlu, tapi pemerintah bergerak di soal izin operasionalnya saja. Jadi tidak ada kepentingan apapun mau mereka seperti apa, siapa yang duduk di situ itu diserahkan. Hanya kalau mau mendapatkan izin operasional harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Tentang dari Pak Deding terkait dengan akreditasi, memang nanti kita akan bedakan, karena tidak mungkin menyamakan misalnya mereka yang punya member 200 dengan yang punya member 3.000 tidak mungkin. Sehingga yang 3.000 pasti grade-nya A gitu, tapi transparansi, kemudian akuntabilitas, kinerja, itu kan jadi ukuran-ukuran. Malah ke depan itu saya berpikir kalau bisa diaudit oleh auditor yang sangat handal, sekelas... misalnya, itu luar biasa, karena kita internasional, tapi saya kira minimal kalau pakai akuntan publik saja yang ada di domestik kita, itu sudah akan menjadi ukuran yang baik. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Pak Deding menambahkan lagi ya? F-PG (DR.H. DEDING ISHAK, SH.,MM.): Ya saya menambahkan tadi sebetulnya saya mau interupsi tapi sebaiknya sekarang saja. Tadi dijelaskan bahwa soal penetapan besaran ini Pak itu diserahkan kepada mereka ya? pemerintah hanya memfasilitasi saja. Nah ini apakah ini sudah dituangkan rumusannya di undang-undang atau nanti akan diinikan di Permen begitu? Baik, itu saja Pak. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Jadi ini ada di ayat (4) Pak, jadi kalau ini yang disepakati maka ayat (4) akan berubah. Perubahannya kalau boleh saya langsung usulkan:

Ayat (4) “Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penetapan besaran royalti diatur oleh lembaga manajemen kolektif dan disahkan oleh Menteri”. Jadi Menteri hanya mensahkan. Kalau seandainya itu yang dipilih, tinggal kita mengubah yang ayat (4) ini. Menteri Hukum dan HAM ya. Bunyinya menjadi:

Ayat (4) “Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penetapan besaran royalti ditetapkan oleh lembaga manajemen kolektif sebagaimana dimaksud ayat (1) dan disahkan oleh Menteri”. KETUA RAPAT: Baik, terima kasih. Ini rumusan baru dari pemerintah ya. Baik, sebelum saya ketok palu, saya berikan kesempatan ke fraksi yang belum memberikan tanggapan dari PPP, Pak Adit bagaimana? F-PPP (H.M. ADITYA MUFTI ARIFFIN, SH.):

Page 7: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Setuju dengan pengajuan pemerintah Ketua. KETUA RAPAT: Dari PAN? F-PAN (......................): Setuju. KETUA RAPAT: Demokrat belum ini. Oke ya setuju ya? F-PD (H. HARRY WITJAKSONO, SH.): Itu disahkannya dalam bentuk apa Pak? Dalam bentuk penetapan lagi? Pengesahannya nanti dalam bentuk? Tidak maksudnya dikeluarkan satu produk dari kementerian lagi atau bagaimana disahkannya gitu? Dalam apa... pengesahannya apa? DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Ada beberapa mekanisme yang bisa kita ambil di sini, bisa juga dalam bentuk surat pengesahan boleh juga, atau juga misalnya di ujungnya akan ditetapkan oleh disahkan juga oleh Menteri, tapi kalau saya lebih cenderung kita membuat semacam sertifikat yang mengesahkan itu dalam bentuk surat. F-PD (H. HARRY WITJAKSONO, SH.): Pertanyaan berikutnya, akibat hukumnya apa kalau belum ada pengesahan itu? DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Otomatis kalau sesuai dengan ini kalau belum disahkan dia belum berlaku sebagai pedoman, tidak bisa dijalankan ya, karena dikhawatirkan misalnya nanti dia akan berat sebelah ke pemilik hak tertentu yang sebetulnya secara base practice international dan general principle of law itu tidak layak. Kita akan mengatakan base practice-nya seperti ini, dan itu yang akan menjadi pedoman Pak. F-PD (H. HARRY WITJAKSONO, SH.): Pengesahannya kepada hitung-hitungannya kali ya Pak ya? Jadi artinya masih ada prerogatif dari pemerintah untuk tidak menyetujui angka-angka yang disepakati yang diajukan oleh lembaga manajemen kolektif Pak ya. Nah itu apa yang dijadikan indikasi pemerintah untuk bisa maksudnya ukurannya? Sebab nanti kalau kita tidak ada ukurannya nanti kan semau-maunya pemerintah lagi. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Base practice dan prinsip-prinsip internasional Pak di secara internasional sebetulnya kita juga bisa melihat kapan dan berapa hak yang harus dimiliki oleh pencipta, berapa oleh musisi dan lain-lain itu bisa melihat praktek di beberapa negara dan itu bisa menjadi ukuran-ukuran kita. Jepang dan Amerika itu relatif sama. Jadi kita menggunakan itu saja. KETUA RAPAT:

Page 8: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Baik, jelas ya? Sebentar lagi saya akan ketok palu ini. Dari PKS ada masukan lagi? Silakan. F-PKS (DR.H. MARDANI, M.Eng.): Pertanyaan sederhana saja Pak Dirjen, karena CMO-nya banyak, ada standar tidak yang seragam untuk penetapan royalti itu? DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Secara internasional gitu Pak, secara internasional sebetulnya tidak ada keseragaman, misalnya mereka bisa mengatakan untuk pencipta itu ada yang lebih besar persentasenya ada juga yang lebih kecil. Nanti saya akan coba cari datanya, tetapi intinya dari komparatif yang telah kita lakukan, termasuk dengan..., itu kelihatan sekali misalnya penyanyi itu akan dapat 20% misalnya dari royalti, karena misalnya kenapa penyanyi itu lebih kecil, karena kalau dia nyanyi ke mana-mana dia punya honor yang sangat besar. Nah oleh karena itu di undang-undang ini pun dikatakan ketika lagu itu dinyanyikan oleh penyanyi ke mana-mana dan dibayar sangat mahal, maka performing right dari pencipta itu juga harus tetap dibayar. Jadi misalnya ada penyanyi yang satu kali show itu Rp.100 juta, tapi masa penciptanya tidak dapat apa-apa. Nah oleh karena itu si pencipta itu setiap satu lagu misalnya harus dibayar berapa, Rp.500 ribu minimal atau berapa atau Rp.1 juta, dengan demikian kalau dia nyanyi 10 lagu yang otomatis dia harus mendapat 10 kali sekian. Kalau di luar negeri kan begitu, semua band yang nyanyi menyanyikan lagu orang itu harus bayar ke penciptanya. Sama juga di group yang sama. Misalnya satu band penciptanya seorang, ada orang anggota band itu yang menciptakan, pasti dia akan mendapatkan jauh lebih banyak ketika band itu konser di mana-mana, karena selain dia mendapatkan fee dari penampilannya, dia juga akan mendapatkan sekian kali dari lagu yang diciptakannya, itu fair sekali. Jadi tidak ada istilah mereka yang kreatif tidak mendapatkan hak yang memadai, tapi ini sangat detil Pak persentasenya. Jadi kami akan coba komparatif juga dengan beberapa dan ini yang akan kita jadikan standar untuk itu. Terima kasih. F-PKS (DR.H. MARDANI, M.Eng.): Pimpinan. Melanjutkan sedikit saja, mungkin tidak Pak Dirjen bahwa antar CMO dia punya besaran yang berbeda? DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Ada kemungkinan seperti itu, jadi sekarang itu karena sekarang di Indonesia ini CMO banyak, maka ada CMO yang menerapkan saya yakin berbeda satu sama lain, tapi nanti setelah ada pedoman ini, pedoman ini kan akan ditetapkan oleh kedua holding itu, kedua yang belum itu, maka otomatis dia akan semuanya akan merujuk pada ini. Pengesahan oleh pemerintah ini maksudnya adalah untuk menyamakan semua itu dan pada prinsipnya nanti yang namanya group band, group band misalnya dia harus masuk di kedua CMO itu untuk memperoleh royalti hak cipta dia harus masuk di CMO yang mewakili pencipta. Untuk memperoleh related right dia masuk di yang satu. Jadi nanti dua CMO ini tidak akan bersaing, karena dua-duanya pasti masuk-masuk itu dengan sendirinya. Ya jadi dengan membuat dua blok ini otomatis dia akan lebih simpel. Hanya memang CMO yang satu itu akan banyak sekali, karena banyak unsurnya, ada penyanyi, ada musisi, ya dan lain-lain. Sementara di sini kan hanya pencipta satu. KETUA RAPAT: Masih ada? F-PD (H. HARRY WITJAKSONO, SH.):

Page 9: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Masih terkait dengan yang ini. Memang teknis sih tapi saya ingin tahu Pak. Jadi tadi kan dikatakan ada beberapa LMK ya lembaga manajemen kolektif ya itu bisa berbeda-beda dong Pak? Artinya pembagiannya, artinya LMK yang sama LMK yang B bisa berbeda dong padahal penyanyi yang sama apa beda apa tidak mungkin sama? DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Kalau sudah ada pedomannya tidak akan berbeda. Makanya kita minta keduanya itu dengan usulan tadi kan membuat pedoman, dan pedomannya kita sahkan. Nah berdasarkan itu tidak akan ada perbedaan-perbedaan lagi mestinya kan yang disahkan di sana itu sebetulnya lebih pada berapa persen yang harus menjadi hak dari LMK yang mewakili pencipta dan berapa persen hak yang harus menjadi wakilnya hak terkait.

Kalau misalnya mereka sepakat munculnya kemudian 50-50 misalnya, maka itu sudah akan menjadi kepastian hukum untuk user. Jadi ketika dia datang ke broadcasting, si broadcasting tahu saya punya kewajiban membayar saya ini adalah Rp.100,- ya sudah saya kasih 50 ke sini, kasih 50 ke sini, tapi kalau misalnya tidak ada seperti itu, dia bingung, LMK ini nagih berapa ini berapa dan berapa yang harus dibayar oleh karaoke contohnya itu juga harus kita tetapkan dalam pedoman ini, karena karaoke itu kan ukurannya tadi meter square berapa meter persegi dia punya ruangan, kalau di Jepang. Jadi kalau dia misalnya punya 1.000 meter persegi, otomatis ada rate-nya 1.000 meter persegi dia harus bayar sekian.

Keluarkanlah misalnya 1.000 meter persegi itu keluar pembayarannya Rp.100 juta, nah tinggal Rp.100 juta ini akan dikasih ke siapa sesuai dengan pedoman tadi. Kalau ternyata misalnya pedomannya 40-60 antara dua CMO ini tinggal dia kasih yang 40 kasih ke sini, 60 dia kasih ke sana. Itu sebetulnya konsep global yang kita bayangkan.

F-PD (H. HARRY WITJAKSONO, SH.): Single ya? Tidak, maksudnya dua begini, saya tidak paham, dimungkinkan tidak LMK ini... tentang pencipta ini ada beberapa macam tidak kan cuma satu kan? LMK pencipta satu, LMK penyanyi satu, ini karena single ya, jadi tidak mungkin ada dua lembaga yang bisa? Nah artinya kalau boleh banyak berarti ya harus sama dong yang diberikan kepada si A LMK A, berarti yang B juga harus sama dong kalau untuk pencipta yang sama, begitu kan maksudnya kan? Saya tidak paham ini. KETUA RAPAT: Silakan Pak Dirjen. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Jadi kemarin itu kita sepakat ada 2 LMK yang nasional dan itu menjadi semacam holding. Kalau ini ada 3 ya 3 ini menjadi member dari holding itu. Holding yang membagi dan holding yang... F-PD (H. HARRY WITJAKSONO, SH.): Nah yang berikutnya yang harus patuh ini yang punya kewajiban berarti LMK-nya, kalau dia tidak bayar sesuai dengan itu, berarti dia yang kena masalah hukum kan? Kalau posisi pemilik lagu, penyanyi lagu itu posisi user kan ya. Jadi tinggal terima, kalau ada yang misalnya katakanlah tidak patuh, salah bayar atau tidak bayar atau bayarnya kurang dia yang kena sanksi kan? KETUA RAPAT: Pak Harry sudah ya. Ini sebenarnya yang lebih mengkhawatirkan ini bagi penggemar karaoke ini, mudah-mudahan bukan Pak Harry, biaya karaoke jadi mahal gitu loh. Banyak harus bayar royalti-royalti. Ini sudah oke pasal ini ya, jelas ya, kita lanjut ke DIM berikutnya ya?

Page 10: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

(RAPAT: SETUJU)

Baik, sekarang kita masuk ke DIM 363 ya. DIM 363 baik. Baik, kita masuk ke DIM 363. Silakan pihak pemerintah. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Baik. Bapak Pimpinan dan Anggota yang kami hormati, DIM 363, 364, 365, 366 sampai dengan DIM 372 itu kita merger menjadi dan akan muncul di DIM 373 Pak. Jadi karena ada redanden tadi ya. Sehingga yang DIM 373 itu Pasal 91 bunyinya:

Pasal 91 “Dalam melaksanakan pengelolaan hak pencipta, pemegang hak cipta atau pun milik hak terkait” Ini kita sekalian revisi. KETUA RAPAT: Pak, sebelum lanjut mohon maaf saya ini, karena ini pindah saya ketok dulu pindah ke DIM 373 ya?

(RAPAT: SETUJU)

DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Baik.

Pasal 91 “Dalam melaksanakan pengelolaan hak pencipta, pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait, lembaga manajemen kolektif wajib melaksanakan audit keuangan dan audit kinerja oleh akuntan publik paling sedikit 1 tahun sekali dan mempublikasikan hasilnya kepada masyarakat”. KETUA RAPAT: Baik, terima kasih Pak Dirjen. Ini saya salut hari ini Panja paling lengkap di masa ujung jabatan ini. Jadi yang tadi saya dengar ke MK balik lagi kemari ya takut kena demo di jalan. Baik, saya putar ya mulai dari PAN dari ujung dari PAN ya. Silakan Pak Chandra. F-PAN (Ir. CHANDRA TIRTA WIJAYA): Yang tadi ya DIM 373,... ke hak cipta ini agak susah gitu, karena kita sudah wakili sama Pak Tantowi untuk menyetujui seluruhnya. Tidak, karena kita kan bukan penyanyi, kalo Pak Tantowi ini ya penyanyi, Anggota Dewan, banyak dia, fee-nya banyak dia. Tidak, yang sebelah saya, bukan saya yang sebelah saya, karena saya sesuai dengan Tatib di BK itu sudah tidak menikmatkan lagu-lagu di karaoke lagi. Kalau dari kami dari PAN tadi yang Pasal 91 ya Pak ya DIM 373 yaitu ya setuju saja tidak ada permasalahan, karena menurut kita ini memang cukup baik ya untuk awal-awal, mudah-mudahan ini bisa berjalan dengan baik. Terima kasih.

Page 11: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

KETUA RAPAT: Terima kasih kepada Pak Chandra. Selanjutnya dari Fraksi PPP, Pak Aditya silakan. F-PPP (H.M. ADITYA MUFTI ARIFFIN, SH.): Pada dasarnya PPP menyetujui Ketua, cuma kami mengajukan ada penambahan redaksi. Jadi setelah mempublikasi hasil kepada masyarakat ini ditambah redaksinya melalui media nasional, begitu Ketua. Terima kasih. Di akhirnya Ketua, jadi ditambah melalui media nasional. KETUA RAPAT: Baik, kita tampung dulu perlu kita bahas lebih lanjut ya. Selanjutnya dari PDI Perjuangan Pak Ichsan. F-PDIP (ICHSAN SOELISTIO): Terima kasih Pimpinan. Pak Dirjen saya hanya mau minta penjelasan saja apakah nanti di penjelasan atau di mana mengenai audit kinerja ini tolong pemerintah tentukan kinerjanya seperti apa yang diinginkan oleh pemerintah supaya mendapatkan satu standar yang sama, karena tadi kita khawatirkan akan banyak CMO-CMO sehingga untuk diaudit kinerjanya harus ada standarnya base-nya apa gitu Pak. KETUA RAPAT: Saya... dulu ya sebelum dijawab. Dari Fraksi Golkar silakan. F-PG (TANTOWI YAHYA): Terima kasih pemerintah. Kembali atas seizin Pimpinan di samping Bapak. Pasal 91 pada dasarnya kami sepakat dengan usulan dari pemerintah, tapi kami setuju juga dengan usulan dari teman kami dari PPP tadi bahwa dalam hal mempublikasikan hasilnya kepada masyarakat itu harus diperjelas Pak, jadi jangan nanti LMK ini hanya cukup kirim surat ya, jadi harus jelas, karena ini menyangkut hak pemilik yang jumlahnya sangat banyak dan wajib diketahui oleh masyarakat. Jadi harus dijelaskan di sini mempublikasikan hasilnya kepada masyarakat itu seperti apa. Terima kasih. KETUA RAPAT: Selanjutnya dari Fraksi PKS. F-PKS (DR.H. MARDANI, M.Eng.): Pertama, mohon penjelasan Pak Dirjen ya, dengan dihapusnya Pasal 90 ini berarti tidak ada lagi lembaga sentra manajemen kolektifnya tidak ada ya? sentra tidak ada lagi dia. Terima kasih. Kemudian seandainya mereka atau LMK ini tidak melakukan audit keuangan dan kinerja, apakah ada sanksi atau tidak itu? mohon dijelaskan. INTERUPSI: Izin Pak Dirjen.

Page 12: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Menarik Pak Dirjen menambahkan audit kinerja ya, bukan cuma audit keuangan, tetapi oleh akuntan publik gitu ya, adakah memang memungkinkan akuntan publik melakukan audit terhadap kinerja? KETUA RAPAT: Baik, selanjutnya dari Fraksi Partai Demokrat, Pak Harry atau Pak Eddy ini? Pak Eddy ini pengalaman karaoke-karaoke zaman dulu itu Pak. Silakan Pak. F-PD (H. HARRY WITJAKSONO, SH.): Sebentar Pak Ketua, kita luruskan dulu ini, kita bicara... hanya karaoke dong, ini bukan karaoke kan, ini penikmat tadi yang disampaikan oleh Pak Tantowi penikmat, itu bukan berarti kita menikmati penyanyinya bukan, penikmat musik, itu harus... juga, jangan dibilang penikmat karaoke semua ini jangan. KETUA RAPAT: Silakan Pak Eddy. F-PD (Drs. EDDY SADELI, SH.): Terima kasih Pak Ketua. Saya kira saya setuju yang diusulkan oleh teman saya ini Pak dari PPP, mesti dipublikasikan pada pers nasional Pak, sedikit-sedikit tiga Pak, Kompas apa, Suara Karya, Republik dan apa Pos Kota apa gitu ya supaya, jadi demikian jangan satu saja, kalau tiga gitu. Keduanya, saya kira audit tidak adanya kinerja Pak, audit keuangan Pak, jadi kinerja bukan audit di situ. Jadi mengusulkan juga audit keuangan yang transparan dan itu ya akuntabel. Terima kasih Pak Ketua. KETUA RAPAT: Baik, terima kasih Pak Eddy. Saya kira audit itu audit keuangan dan kinerja dua-duanyalah gitu, menyeluruh saya pikir ya. Pak Otong apakah ada tanggapan? F-PKB (Drs.H. OTONG ABDURRAHMAN): Ya saya kira apa yang sudah disampaikan oleh fraksi-fraksi yang lain saya kira sudah bagus semuanya. Jadi termasuk misalnya tadi kalau ada audit keuangan dan kinerja ya saya kira baik sekali itu Pak. Ya cuma mungkin kalau ada yang bertanya tentang status lembaga ini itu yang harus bisa dijelaskan Pak Pimpinan ya, karena kan lembaga ini nirlaba Pak ya, jadi bagaimana ini posisinya kok anu sekali jelimet sekali gitu. Itu pada saat misalnya diposisikan bahwa lembaga ini nirlaba begitu, tapi seperti lembaga yang memang mencari profit gitu. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Otong. Sebelum dijawab Pak Dirjen, dari meja Pimpinan dari Pak silakan Pak. F-PPP (Drs.H. AHMAD KURDI MOEKRI): Tidak, tadi saya Pak Dirjen perhatikan usulan yang dari PKS saya pikir logis dan tadi sudah ditanggapi juga Pak Ketua, jadi yang diaudit tidak hanya keuangannya Pak Eddy, saya kira lebih baguslah kalau diauditnya dengan kinerjanya juga, artinya kinerja produksi LMK ini dan yang terkait saya kira kalau itu bisa disepakati mungkin lebih bagus, lebih maju ini artinya, jadi bukan hanya penggunaannya tapi

Page 13: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

kerjanya dia ada tidak, benar tidak gitu kan. Nah jadi lembaga LMK dan tadi dua ya dengan sentra ya, saya kira baguslah kalau ditambahin itu. Terima kasih. F-PG (DR.H. DEDING ISHAK, SH.,MM.): Jadi langsung saja menambahkan apa yang disampaikan oleh Pak Kurdi jadi kita memang sangat mengapresiasi dan merespon apa yang disampaikan Pak Dirjen tadi bahwa selain audit keuangan ada kinerja. Hanya barangkali harus diperjelas supaya tegas, jangan ada pertanyaan dari Pak Eddy itu, karena selama ini kan lazimnya akuntan publik ini mengaudit keuangan ya. Ya soal kompetensilah Pak Dirjen ya. Oleh karenanya membaca juga di Pasal 93 ini kan soal kinerjanya dievaluasi oleh kementerian ya Pak ya oleh Menteri dan oleh ini, mungkin Menteri akan membentuk ya tim yang secara kompetensi juga patutlah untuk kita akui sebagai lembaga yang cukup kredibel untuk melakukan itu, yang penting itu jadi keahliannya dan sebagainya sehingga simultan antara hasil dari akuntan publik yang mengaudit keuangannya dengan kementerian melalui timnya yang juga mengaudit kinerjanya. Saya rasa itu Pak, dan apakah ini tentu akan lebih dielaborasi di Peraturan Menteri begitu Pak kira-kira begitu. Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik, terima kasih. Demikian apa yang diusulkan kawan-kawan, mohon langsung tanggapan dari pihak pemerintah. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Bapak Pimpinan dan Anggota yang kami hormati, Ini masukan-masukan yang sangat bermanfaat dan sangat produktif. Jadi yang pertama terkait dengan audit, audit itu sekarang itu untuk BUMN termasuk untuk instansi pemerintah itu dilakukan untuk dua soal. Jadi audit keuangan dan audit kinerja. Malahan kantor kami sekarang oleh BPK sedang diaudit kinerja. Jadi BPK pun melakukan audit kinerja, termasuk misalnya bagaimana sistem pendaftaran, antrian orang, jangan sampai orang itu ngantri tidak punya nomor antrian itu sampai diatur seperti itu dan buat kami ini sesuatu yang sangat produktif. Jadi dengan demikian audit kinerja yang akan dilakukan nanti itu misalnya termasuk bagaimana dia melakukan kolekting itu sendiri, bagaimana dia mengkomunikasikan ini kepada member-nya, bagaimana tata kerja mereka itu menjadi penting. Inilah yang kemudian menjadi GCG (Good Corporate Governance). Sebetulnya nanti ada kriterianya GCG itu ada yang A, ada yang B, ada yang double A, ada yang triple A gitu ya, itu tergantung dan ini akan menjadi bagian dari akreditasi kelembagaan itu sendiri. Jadi kalau satu LMK telah mendapatkan A, jangan berpikir seumur hidup dia akan A, kalau kinerjanya ternyata jelek, auditnya ternyata jelek, dia mungkin turun jadi B, seperti perguruan tinggi. Perguruan tinggi itu tidak pernah seumur hidup A, tiba-tiba dia bisa jadi B, kalau ternyata kemudian dia mengelola secara tidak bagus dan akuntan publik itu juga untuk BUMN terbiasa untuk melakukan juga audit kinerja. Jadi dengan demikian ini juga bisa dilakukan. Kemudian terkait dengan yang nirlaba tadi. Kan sekarang begini Pak, badan usaha itu sebetulnya ada dua jenis. Ada badan usaha yang berbadan hukum, dan ada badan usaha yang tidak berbadan hukum. Yang berbadan hukum itu misalnya PT, kemudian ada badan usaha lain yang nirlaba seperti yayasan. Koperasi. Yang tidak berbadan hukum itu ada lain-lain juga, ada seperti CV, ada Firma, dan lain-lain. Nah jadi dengan demikian yang badan usaha yang berbadan hukum pun kita bagi lagi, ada yang profit oriented seperti PT dan ada yang nirlaba. Nah kita memilih bentuk yang nirlaba untuk LMK ini. Oleh karena itu dengan usulan-usulan tadi yang sangat produktif, boleh tidak kami bacakan kesimpulan rumusan. Jadi Pasal 91:

Pasal 91 “Dalam melaksanakan pengelolaan hak pencipta dan pemegang hak terkait, lembaga manajemen kolektif wajib melaksanakan audit keuangan dan audit kinerja yang dilaksanakan oleh akuntan publik paling sedikit

Page 14: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

satu tahun satu kali dan dipublikasikan hasilnya melalui satu media nasional cetak dan satu media nasional elektronik”. Jadi detik.com maksudnya. Okezone. KETUA RAPAT: Sudah ya, cukup ya. Baik, demikian penjelasan dari pihak pemerintah, apabila disetujui saya ketok palu ini. Pak Ade masih ada? Silakan. F-PKS (Ir. ADE BARKAH): Pimpinan. Maaf Pak Dirjen, mohon penjelasan Pak Dirjen tentang sanksinya apabila itu tidak dilakukan audit itu apakah itu ada peraturannya atau tidak? DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Ini sebetulnya kan setiap 1 tahun 1 kali akan ada evaluasi yang dilakukan oleh Menteri dan di situ bisa grade-nya turun atau kalau sama sekali tidak dilakukan bisa dicabut izin operasionalnya ya dalam Permen. KETUA RAPAT: Jelas ya Pak Ade ya? Masih ada Pak Ferdi? F-PG (FERDIANSYAH, SE., MM.): Setuju diketok Ketua. KETUA RAPAT: Baik.

(RAPAT: SETUJU)

F-PG (FERDIANSYAH, SE., MM.): Hanya klarifikasi berarti Pasal 93-nya hilang ya, karena Pasal 93 itu adalah berkaitan dengan kinerja. Ya ini makanya sinkronisasi saja. Oh baik sekarang. KETUA RAPAT:

Baik, saya pikir pertanyaan Pak Ferdi bisa dijelaskan Pak Dirjen langsung. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Baik. Jadi menurut kami 93 masih perlu, tetapi substansinya barangkali harus kita ubah. Jadi paling sedikit 1 kali dalam setahun Menteri melaksanakan evaluasi terhadap lembaga manajemen kolektif itu saja, nanti apa saja yang akan dievaluasi akan ditetapkan oleh peraturan. KETUA RAPAT:

Page 15: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

oke. Baik, kita masuk ke DIM 374 ya. Silakan Pak Dirjen. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Sudah Pak. KETUA RAPAT: Baik kita karena ini kertasnya berubah-ubah jadi. Baik kita tadi DIM 375 sudah dibahas juga ya saya ketok yang DIM 375 ya?

(RAPAT: SETUJU)

Sekarang kita masuk ke DIM 376 silakan pihak pemerintah menjelaskan. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Terima kasih. DIM 376: “Dalam hal hasil pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud ayat (1) menunjukkan bahwa lembaga manajemen kolektif tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, 90 ayat (3), 91 atau 92, Menteri mencabut operasional lembaga manajemen kolektif”. Sudah ada ya, mungkin tata laksananya. KETUA RAPAT: Sudah ya. Baik sudah penjelasan Pak Dirjen. Kita putar lagi ya kita mulai dari ujung ini dari Demokrat saya lihat banyak nyatat-nyatat Ibu Alyah mungkin. F-PD (Hj. HIMMATUL ALYAH SETIAWATY, SH.MH.): Terima kasih Pimpinan. Lari-lari kita hari ini Pak. Jadi ini menjawab DIM 376 menjawa pertanyaan-pertanyaan tadi mengenai sanksi dan apakah masuk Permen atau itu mungkin perlu juga jawaban dari Pak Dirjen apa masih harus diatur lebih rincinya lagi mungkin itu. Terima kasih. KETUA RAPAT: Langsung ya biar ditanggapi semua baru dijawab oleh Pak Dirjen. Silakan Pak Ferdi ya. F-PG (FERDIANSYAH, SE., MM.): Terkait DIM 376, kami hanya klarifikasi soal penyebutan pasal Pak. Pasal ini kan yang 91 pakai atau, apakah memang ini menjadi bagian yang terpisah dan bagaimana terkait yang tadi yang sudah dijelaskan oleh Pak Dirjen yang untuk Pasal 93, apa ini juga bagian terpisah? Jadi bisa kalimatnya interpretasinya adalah Pasal 91 atau Pasal 92 atau Pasal 93. Nah sekarang permasalahannya apakah ini menjadi bagian terpisahkan bisa antara 91,92,93 atau menjadi satu rangkaian Pak, mohon klarifikasi dulu.

Page 16: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Jadi kalau satu rangkaian berarti salah satu saja dilanggar, berarti kena dicabut izin operasional, tapi kalau pakai atau-atau berarti salah satu dari Pasal 91,92,93 mohon klarifikasi dulu Pimpinan. KETUA RAPAT: Baik, karena ini klarifikasi, langsung dijawab Pak Dirjen. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Terima kasih Bapak Pimpinan dan Anggota yang kami hormati. Memang dalam pasal itu boleh alternatif, boleh kumulatif, yang kita gunakan di sini adalah alternatif. Dengan demikian salah satu pasal saja dilanggar, maka dia bisa diancam untuk dicabut. Misalnya kalau kita katakan dan di sini, maka semuanya mesti kumulatif baru kita bisa cabut, tapi kalau kita katakan atau, tidak mengaudit, itu sudah bisa dicabut. Ini jauh lebih bagus ya. F-PG (FERDIANSYAH, SE., MM.): Berarti 93-nya masuk Pak ya? ini belum tersebutkan Pak ya? DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Ya. F-PG (FERDIANSYAH, SE., MM.): Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Dirjen. Selanjutnya silakan dari Pak Otong, terus bergilir ya. F-PKB (Drs.H. OTONG ABDURRAHMAN): Saya mendukung apa yang disampaikan oleh Pak Ferdi yang 93-nya, karena ini menyangkut evaluasi kan yang tadi belum yang akan dijelaskan oleh di Peraturan Menterinya evaluasi apa saja gitu dan itu akan masuk menjadi satu alternatif yang akan dijadikan sanksi bagi LMK. Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik, selanjutnya dari Fraksi PKS. Dari Fraksi PKS silakan. F-PKS (.................): Terima kasih Pimpinan. Tentu ini pencabutannya juga ada bertahap ya, mungkin sebelumnya ada penyampaian peringatan dulu ya, mungkin itu saja. Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT: Selanjutnya dari Golkar ada tambahan Pak Tantowi? Sudah ya. Pak Deding silakan.

Page 17: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

F-PG (DR.H. DEDING ISHAK, SH.,MM.): Ini mohon penjelasan Pak Dirjen saja ini terkait dengan ini kan sanksi Pak ya, kita bicara sanksi dari Menteri untuk mencabut bila mereka ini melanggar salah satu pasal. Tadi kan saya mengusulkan menambah Pasal 93, tetapi setelah dilihat 93 ini bukan bicara ini kewajiban dan ini, ini dari pemerintah. Saya pikir memang pemerintah tidak perlu mencantumkan ini menambahkan itu kalau menurut saya, ini koreksi saja, catatan. KETUA RAPAT: Baik, terima kasih Pak Deding. Dari PDI Perjuangan silakan. F-PDIP (Drs. M. NURDIN, MM.): Saya ingin mengingatkan saja Pak, ini tambahan penjelasan. Dalam kaitan dengan evaluasi, itu kan kita sepakat bahwa LMK itu 200 ya Pak, kalau ada yang menarik diri itu kan jadi... evaluasi mungkin bisa turun itu dalam kaitan dengan ini pertahun atau setelah mereka tarik? Jadi kelompok-kelompok itu kan dianjurkan untuk bergabung dengan yang lain supaya 200-nya bisa itu kan paling sedikit 200. Jadi kalau ada yang narik 2 misalnya gitu, nah mereka kan itu harus bergabung dengan yang lain, kalau tidak kan berarti dibuat kand. Jadi ini termasuk dalam evaluasi itu antara lain seperti itu, karena ini disebutkan di Pasal 89. Jadi saya sepakat bahwa itu bukan dan tapi atau koma-koma itu. Jadi andaikata satu pasal pun kena, itu termasuk... Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Dari PPP ada? F-PPP (H.M. ADITYA MUFTI ARIFFIN, SH.): PPP setuju Ketua, cuma kami mau minta diperjelas baik mengenai Permen yang akan dikeluarkan nanti, di sini menyebutkan bahwa pasal ini menyebutkan bahwa: “Apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91 dan Pasal 92 Menteri mencabut izin operasional lembaga manajemen kolektif tersebut”. Jadi kalau menurut saya ini lebih baik Menteri akan memberikan sanksi, karena kalau melanggar ini mungkin saja nanti sanksinya ada teguran dulu pertama atau ada surat peringatan dulu, jadi tidak langsung dicabut begitu Ketua. Mungkin itu Ketua, terima kasih. KETUA RAPAT: Baik, Pak Chandra kayanya setuju ini ya? Oh belum. Silakan. F-PAN (Ir. CHANDRA TIRTA WIJAYA): Terima kasih Ketua. Saya tadi lihat memang yang Pasal 93 tidak ada ya, jadi Pasal 91 atau 92, 93 tidak ada. Ya saya usul tidak ada yang 93 karena itu kan paling sedikit satu kali itu Menterinya, maksudnya Menterinya dievaluasi oleh Presidennya. Presiden Prabowo maksudnya gitu di Hambalang. Nah yang jadi pertanyaan saya di sini semua LMK bisa dipecat ini awal-awalnya, karena di sini Pasal 92:

Page 18: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Pasal 92

“Lembaga manajemen kolektif hanya dapat menggunakan dana operasional paling banyak 20%”. Kita tahu mereka baru mulai, berarti mulai itu pasti semuanya dipakai untuk operasional nanti. Nah ini kan baru dibuat di undang-undang, di sini ini tidak ada jangka waktunya kan masalah 20% ini. Tadi saya bincang-bincang dengan tetangga sebelah ini alangkah baiknya 20% itu dia paling banyak pada tahun keberapa berarti 20%-nya gitu kan, tapi kalau ini masih sudah disepakati 20%, maka jadi perhatian kita bahwa kalau mereka menggunakan lebih dari 20% untuk operasional sudah bisa dipecat dia itu, sudah bisa dicabut izin operasionalnya. Itu saja yang jadi perhatian kami. Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik, terima kasih. Silakan pihak pemerintah menanggapi. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Mungkin kita bagus juga mundur ke 20% dulu atau ya. Sebetulnya dari pembahasan-pembahasan yang kami lakukan juga dengan meminta pandangan CMO, awalnya mereka meminta 30%, tapi kemudian kami karena pendapatan mereka itu mungkin sekarang hanya sekitar 7 miliar per tahun misalnya untuk yang terbesar, tapi ketika misalnya ini efektif dan pendapatan mereka bisa 100 sampai 200 miliar, maka 20% ini menjadi sangat terlalu besar. Jadi kalau kita mau perbaiki ini, mungkin berapa 5 tahun pertama 30% dan setelah itu harus maksimal 20%. Saya tidak tahu apakah 5 tahun ataukah 3 tahun, 3 tahun. Jadi 3 tahun pertama 30% sesuai dengan usulan-usulan mereka waktu itu, tapi setelah 3 tahun menjadi 20%. INTERUPSI: Maaf saya potong Pak Dirjen. Jadi yang penting kan sebanyak-banyaknya, di sini maksimal 30%-nya ya, karena tahun pertama mungkin perlu pembiayaan yang besar gitu ya 3 tahun ya. baik, saya pikir maksimal 3 tahun ya gitu ya, jangan 5 tahun kelamaan juga saya pikir ya. KETUA RAPAT: Menyangkut 20% langsung kita ubah ya. F-PAN (Ir. CHANDRA TIRTA WIJAYA): Kita kan sudah sepakat 20%... kemarin ini, tapi pemikiran... ini kan sebetulnya nanti kita... kecuali kalau kita mengubah substansi lagi itu Pak Ketua. INTERUPSI: Ketua kalau di Permen, Permen ada angka maksimal 20% kalau kita buat... 30% ini bertentangan. KETUA RAPAT: Ya, jadi begini ya, sebenarnya yang lebih mengerti teknis ini kan sebelum dijawab ini ya, kalau memang 20% itu saya pikir suatu yang banyak juga 20% ya, ya ini kalau memang 20% sudah cukup, apakah kita harus kemarin mencapai angka 20% pun kita kan sudah diskusi yang panjang masalah ini kan, diskusi yang panjang. Nah ini bagaimana Pak Dirjen ya kalau memang 20% itu kan langsung diambil maksimal di tahun-tahun pertama begitu ya dan kalau kita harus mengubah ini lagi ya saya serahkan ke floor ini ya, berarti mengubah, sudah diketok palu kita ubah lagi, tapi kalau 20% tadi sudah pemikiran yang memang sudah matang, dan mungkin referensi dari kunjungan kita ke beberapa negara ya harus menjadi

Page 19: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

referensi ke Jepang dan Korea itu sepengetahuan Pak Dirjen itu berapa persen? Karena apa yang sudah kami ketok kemarin belum tentu secepat itu pula kita harus mohon penjelasan Pak. F-PD (Hj. HIMMATUL ALYAH SETIAWATY, SH.MH.): Pak Pimpinan.

Ngalah deh. Padahal harusnya gender diperhatikan ini. F-PDIP (ICHSAN SOELISTIO): Pimpinan terima kasih. Saya hanya mau mencoba membahas ini lagi Bapak Pimpinan. Ini sekarang kalau kita terpaku pada 20% ini kan pada musik, pada lagu, bagaimana kalau buku, angkanya kan tidak tahu ini ada Pak Profesor Eddy di sini apakah tercapai itu 20% Prof? punya buku tidak, punya duit tidak untuk buku ini untuk CMO, karena kan akan ada LMK-nya sendiri juga nanti buku ini. Ya apapun itu namanya, sehingga kalau ditulis di sini berarti berlaku keseluruhan kan Pak Dirjen. Nanti kaya patung atau kaya industri kreatif lagi mungkin tidak terlalu besar ini 20% juga buat mereka untuk mendapatkannya. Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik. Ibu Alyah ada hubungannya dengan ini? Oh iya silakan. F-PD (Hj. HIMATUL ALYAH SETIAWAY, SH., MH): Ini jadi menarik, dari tadi kan sebenarnya bilangan atau jumlah nominal berapa yang pantas dikenakan kepada persen. Bagaimana kalau diusulkan kaitannya itu kepada pendapatan, sehingga misalkan pendapatan sekian milyar atau dikesampingkan itu, apa jumlah persentasenya sekian, kalau sekian menjadi, jadi kita seperti marketing dilari ke target seperti itu, tetapi jadi lebih fair terhadap mereka mendapatkan biaya yang dikeluarkan itu, dikaitkannya kepada pendapatannya. KETUA RAPAT: Bu Alyah, Ini sebenarnya sudah diskusi yang panjang kemarin, termasuk pemikiran seperti Ibu Alyah ini sudah kemarin didiskusikan. Nah ini sebanyak-banyaknya begitu ya, semaksimalnya. Mungkin saja kalau sudah jalan 35% begitu, 10% tetapi baiklah silakan Pak Dirjen jawab tadi Pak Ichsan. F-PKS (Dr. H. MARDANI, M.Eng): Pimpinan, Sebelum tadi Pak Dirjen. Saya memahami ide 3 tahun pertama itu pembangunan institusi memang memerlukan katakan budget yang lebih termasuk pembangunan infrastrukturnya baik infrastruktur IT-nya, infrastruktur macam-macamnya dan memang kalau kita melihat pembangunan suatu institusi awalnya tinggi, berikutnya dia tinggal over head cost-nya saja tetapi makanya mungkin Pak Dirjen bisa, saya selalu mengatakan Jenderal Komisi I itu ketuanya Jenderal terus. Jadi Pak Dirjen, mungkin saya kemarin sempat minta sebetulnya waktu ke Jastran waktu di Jepang itu minta data setahun terakhir, mereka itu bisa ngumpulin berapa, kalau tidak salah angkanya cukup gede begitu ya tetapi itu untuk Tokyo saja seingat saya ya, karena dia memang base-nya di Tokyo waktu itu. Nah kalau Pak Dirjen tidak ngasih, angka average sekarang, terus proyeksi nanti berapa, kelihatan 20% itu cukup, kita tidak usah ubah begitu.

Page 20: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik. Terima kasih. Silakan pihak Pemerintah langsung menanggapi. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Baik Pak. Kami ingin menyampaikan ini bagaimana sebetulnya gambaran kita terhadap royalti. Jadi maksudnya kalau misalnya suatu saat ada Lembaga Manajemen Kolektif mengambil royalti dari suatu pengguna total secara nasional itu 10 Milyar, maka kalau 20% kita sudah akan sisihkan 2 Milyar untuk operasional mereka. Nah di samping itu sebetulnya nanti yang 8 milyar ini akan dibagi-bagi ke begitu banyak komponen. Misalnya kalau di Jepang untuk Pencipta itu 50%, untuk Produser itu 25%, dan untuk lagu itu 25%. Itu yang digunakan oleh CPRE yang ada di Jepang. Nah sekarang bagaimana praktek Jepang memungut ini untuk operasional mereka. Jastran itu begitu awal berdiri menggunakan 15% dan sekarang tinggal 11,5% Lembaga Manajemen Kolektifnya, mereka tidak diatur oleh Pemerintah. Jadi Jastran mengatur seperti itu. Di Korea 15%. Jadi kalau kita taruh angka maksimal 20%, mungkin karena kita menganggap lebih awal, tetapi kan setiap tahun akan diaudit terus kalau kita menganggap terlalu tinggi, nanti kasihan karena pencipta itu nanti akan mendapatkan dari setelah dikurangi 20% dulu baru dibagi-bagi dengan macam-macam begitu banyak. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih penjelasan Pak Dirjen. Saya kira jelas ya bahwa 20% ini angka yang moderat dan sudah dengan pertimbangan matang ya. Saya ketok palu bahwa tidak ada perubahan ya?

(RAPAT : SETUJU)

Baik. Sekarang kita masuk ke DIM 378. Silakan pihak Pemerintah menjelaskan. Baik. Berhubungan ada yang menanyakan waktu, saya berharap sih hari sebelum saya jawab waktu inikan sesungguhnya tinggal di ujung, tinggal di ujung kalau kawan-kawan berkenan kita selesaikan sampai ketentuan pidana ini tidak banyak lagi tetapi sementara waktu sampai jam 4 ya kita putuskan ya.

(RAPAT : SETUJU)

Silakan Pak Dirjen DIM 378. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Terima kasih Bapak Pimpinan. Kalau sampai jam 4, kami yakin sampai dengan seluruh hak LMK ini akan selesai, tinggal pidana. Jadi 378 itu “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan dan penerbitan izin operasional serta evaluasi mengenai Lembaga Manajemen Kolektif diatur dengan Peraturan Menteri”. Kemudian kami juga ingin menjelaskan kepada Bapak dan Ibu sekalian, bahwa Peraturan Menteri ini nanti akan mengatur juga terkait jika ada yang kemudian kurang dari 200. Kurang dari 200 itu kita akan ada mekanismenya peringatan, kemudian dalam waktu tertentu dia harus memenuhi kuota itu dan kami juga ingin menyampaikan disini bahwa yang paling penting selain ketaatan terhadap regulasi, kinerja dan audit keuangan adalah juga kontrol yang dilakukan oleh membernya sendiri. Jadi ketika membernya tidak

Page 21: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

percaya lagi kepada Lembaga Manajemen Kolektif itu dan mereka menarik diri dari situ, otomatis dia akan hilang legitimasinya sendiri. Jadi ini saya kira menjadi kontrol yang baik dari internal mereka. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Dirjen. Sekarang kita putar tanggapan dimulai dari PAN. F-PAN (...): Kalau PAN dari yang pasal ini setuju Ketua, tidak ada perubahan dan tambahan. Pada prinsipnya, setuju Ketua. KETUA RAPAT: Selanjutnya, dari PPP. F-PPP (H.M. ADITYA MUFTI ARIFFIN, SH): Karena PAN sudah setuju, PPP setuju. KETUA RAPAT: PDIP silakan Pak Ichsan. F-PDIP (ICHSAN SOELISTIO): Terima kasih Pak Pimpinan. Itukan tadi ada pengurangan Pak Dirjen. Saya kira juga harus ada batas waktu, bahwa setelah atau batas limit angka kan dia tidak bisa mencapai lagi ke 200, tetapi setelah sekian lama dia otomatis jadi dibubarkan. Memang dipermainkan tetapi apakah perlu ditaruh disini dan berikutnya mungkin Pak Dirjen karena ini banyak sekali yang akan diatur di Permen, mungkin Draft Awal Permen itu kalau bisa sebelum ini disahkan kita tahu juga Pak Dirjen sehingga jangan ada kagetan-kagetan juga nanti ada hal-hal yang disananya tidak sesuai dengan yang disini Pak Dirjen kalau bisa. Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT: Terima kasih. Saya pikir usul yang menarik dari Pak Ichsan ya nanti kalau ada Draftnya itu boleh Pak, persiapan buat pemerintahan baru juga ini rupanya. F-PDIP (ICHSAN SOELISTIO): Bukan begitu Pak, karena kita yang buat inikan ini tadi kita kan bukan itu, di dalam LMK-nya itu kan baru pencipta, pengguna, belum pembuat Undang-Undangnya Pak. Terima kasih Pak. KETUA RAPAT: Terima kasih. Masukan yang bagus saya kira ya. Selanjutnya, Pak Tantowi dari Golkar. Biasanya setujunya sulit, menunggu terus ini, menunggu hasil terus ini. Dari PKS silakan.

Page 22: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

F-PKS (Dr. H. MARDANI, M.Eng): Pimpinan, Anggota dan Pak Dirjen serta pihak Pemerintah, Bukan bertanya balik, tetapi ada atau tidak persyaratan personal untuk menjadi Pengurus CMO LMK. Saya agak khawatir begini, kita kan ingin desentralisasi Pemerintah meminimalisir peran, memperbesar partisipasi masyarakat termasuk dalam mengatur diri sendiri. Ini sesuailah dengan good corporate govenance, dengan demokratisasi tetapi saya khawatir nanti ada pembajak-pembajak demokrasi yang nanti dalam tanda kutip masuk-masuk lagi modal-modal besar begitu ya, sehingga akhirnya yang terjadi LMK ini menjadi superbody yang tidak bisa, ada atau tidak persyaratan jadi pengurus nanti dipermenkan atau apa kita, karena saya pikir ini idenya bagus sekali ya tetapi selalu dalam posisi namanya wabil khusus pencipta dan turunannya, selalu dalam posisi yang lemah, sehingga ketika digabung LMK menyerahkan nasibnya kepada LMK, LMK juga yang akan memungut. Kalau LMK ini, ini babnya buat saya bukan bab hukum ya, etika dan moral itu nanti jangan sampai nanti pengurus-pengurus itu masuk tangan-tangan dari kapital-kapital tertentu, sehingga terjadilah sebetulnya dominasi dan akuisisi secara tidak langsung dari lembaga yang sangat bagus yang kita inginkan ini. Mohon maaf kalau ini sudah ada dan terima kasih. KETUA RAPAT: Baik. Dari Fraksi Demokrat, Pak Harry silakan. F-PD (H. HARRY WITJAKSONO, SH): Hampir mirip dengan PKS. Memang di dalam Undang-Undang ini umum sekali Pak. Artinya begini, bukan kita tidak minta detail tetapi artinya benar bisa terjadi penyusupan-penyusupan atau, berarti lobbi-nya pada Pemerintah kan? Tadi sependapat dengan PKS bahwa sebisa mungkin Pemerintah se-minimal, karena partisipasi masyarakat maksimal. Cuman maksud saya memang saya juga terganggu kalau ini terlalu detail juga jadi bukan Undang-Undang lagi kan? Tetapi paling tidak, ada message disini bahwa Undang-Undang ini menterjemahkan bahwa yang namanya Manajemen Kolektif begini, kalau tidak nanti bisa ini, ini umum sekali kalimat ini, misalnya. Misalnya kan kita Negara Indonesia Pancasila inikan suka sebut Pancasila atau apa, tetapi paling tidak ada kata kuncinya di dalam Undang-Undang ini sehingga tidak ada penyusupan nanti di Peraturan Menterinya, karena ini menyangkut kepentingan Pencipta, terus kemudian musikusnya, penerimanya segala macam. Jadi kalau tidak, nanti bisa, misalnya Pemerintah nanti menambahkan sesuatu yang tidak bertentangan dengan ini juga masuk ininya karena umum sekali Pak Didi. Kalau bisa Pak Didi sama dengan kita juga. KETUA RAPAT: Baik. Ini dari Pak Otong dulu ya, Pak Otong ya? Pak Eddy atau Bu Alyah? Pak Eddy silakan. F-PD (DRS. EDDY SADELI, SH): Terima kasih Pak. Saya berpikir Pak ya ini ada LMK untuk Hak Cipta dan untuk Hak yang terkait. Kalau ini nanti dibubarkan, inikan vakum Pak. Kalau 1 tidak memenuhi 200 orang, kan vakum Pak. Ya vakum ya bagaimana? Jadi perlu dipikirkan vakumnya ini Pak. Kalau dibubarkan 1 kan vakum, apalagi dua-duanya dibubarkan vakum lagi semuanya, kalau tidak memenuhi 200 itu. Nah ini mesti ada jalan keluarnya Pak saya kira. Betul saya setuju sama Pak Mardani dari PKS, itu tidak perlu LMK-nya yang dibubarkan Pak. Mungkin Pengurusnya mesti diganti, lebih baik pengurusnya diganti. Kalau LMK-nya dibubarkan, Negara Indonesia dibubarkan kalau ininya begitu. Begitu kira-kira tidak memenuhi syarat itu.

Page 23: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Jangan Negara yang dibubarkan, Pengurusnya yang mesti dibubarkan. Kira-kira begitu ya. Terima kasih Pak. KETUA RAPAT: Baik. Terakhir Pak Otong. Silakan. F-PKB (Drs. H. OTONG ABDURRAHMAN): Saya hanya ingin anu saja Pak. Inikan standardnya ini ke musik yang disitu kita percaya banyak sekali peminatnya. Pertanyaannya kan yang 200 Anggota ini itu distandard-kan semua begitu termasuk juga misalnya untuk buku, film, LMK-nya itu begitu Pak Dirjen. Nah ini yang mungkin kemudian tadi pertanyaan ini menjadi aktual Pak Soelistio. Jadi pada saat misalnya ada batasan Pak, batasan-batasan mengenai waktu untuk pemberhentian itu, kalau misalnya kurang dari 200 mana LMK-LMK yang berlainan. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Otong. Selanjutnya, dari Pak Deding, Pak Kurdi dulu ya. WAKIL KETUA (Drs. H. AHMAD KURDI MOEKRI): Terima kasih Pak Ketua. Pak Dirjen, Saya tidak dalam kaitan setuju atau tidak setuju, ini untuk bahan pemikiran saja. Ini kebiasaan memang ini tidak biasa ini. Dalam setiap Undang-Undang, umumnya itu paling sampai ke tingkat Peraturan Pemerintah, sementara ini adalah kalau cap itu ke Peraturan Menteri yang memang harapannya karena ingin segera operasional kan dan tidak lambat. Pemikirannya bagus, cuman loncatan seperti ini bisa dibenarkan atau tidak. Itu satu. Yang kedua, pasal-pasal kesini ini yang kaitan dengan Menteri-menteri seperti jadi dominan sekali Menteri dalam hal memantau tentang keberadaan LMK ini, sehingga ya dia bisa efektif, dia bisa ... lain sebagainya , semua tergantung kepada, jadi kerjaan menteri ini kok jadi besar sekali terhadap eksistensi LMK ini begitu. Ini pas atau tidak begitu? Itu saja cuman sebatas untuk dipikirkan ulang. Saya tidak dalam kaitan mau menyetujui atau tidak, supaya itu jadi bahan pertimbangan saja dulu. KETUA RAPAT: Baik. Selanjutnya, silakan Pak Deding. WAKIL KETUA (Dr. H. DEDING ISHAK, SH., MM): Jadi saya ingin merefer ini saja. Jadi kita sudah punya Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang PPP itu Pak, Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan kebetulan saya Ketua Panjanya waktu itu. Jadi memang yang sudah sepakat antara Pemerintah dan DPR, kemudian dimasukan demonasi dalam Undang-Undang itu adalah terkait dengan pengawalan. Jadi setelah itu Undang-Undang, PP ini dikawal oleh DPR begitu. Jadi pertanyaan dari Pak Mardani apa teman-teman yang lain terkait dengan keinginan termasuk juga Pak

Page 24: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Ichsan tadi bahwa sebelum ini disahkan, Draft Permen ini ya, Permen ini bisa juga disampaikan kepada kami sebetulnya bukan menjadi kewajiban dari Pemerintah tetapi ini nawaitu yang baiklah dari Pemerintah, begitu kan kira-kira. Itu pertama. Yang kedua, seperti halnya Pak Kurdi itu begitu memang tadi aturan yang disampaikan adalah kita ingin segera operasional, sehingga kalau melalui PP ini agak, tidak tahulah bagaimana, agak lambat, itu sehingga kalau melalui Permen ini lebih operasional tetapi juga mohon pandangan Pak Dirjen terkait dengan kita punya Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 itu. Yang kedua, keanggotaan dari LMK dalam holding. Kan ada holding untuk pencipta, kemudian holding untuk terkait. Nah inikan keanggotaannya lebih bersifat institusional begitu ya Pak ya. Jadi lembaganya, nah kemudian apakah mungkin dalam Permen itu nanti diatur kriteria begitu, kriteria-kriteria, persyaratan-persyaratan dari itu. Itu saja. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Deding. Silakan pihak Pemerintah menanggapi. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Terima kasih. Ini memang Undang-Undang ini belum memberikan persyaratan secara khusus untuk Pengurus LMK seperti yang tadi dipertanyakan, karena kami berpikir kami itu sebetulnya memberikan kewenangan penuh kepada mereka, karena ini lembaganya sebetulnya lebih merupakan lembaga yang lahir dari masyarakat itu sendiri, bukan lembaga semacam state occilary body yang kita bentuk, sehingga persyaratan kepengurusan dan seterusnya akan tunduk kepada persyaratan yang terkait dengan badan hukum itu sendiri. Kalau dia yayasan, otomatis ada persyaratan di Undang-Undang Yayasan dan lain-lain. Kemudian yang kami juga ingin sampaikan terkait dengan apakah ini lebih cocok Permen atau PP. Nanti Pak Kardjono bisa jawab. PEMERINTAH (KARDJONO): Terima kasih. Mohon izin. Jadi berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, itu memang Permen itu sifatnya lebih mengikat ke dalam dan ini karena semuanya lebih ada kewenangan pada menteri itu dapat dimungkinkan langsung kepada Permen, karena waktu pembentukan peraturan perundang-undangan untuk Undang-Undang 12 ini memang waktu itu inisiatif, awal mulanya inisiatif dari Dewan itu tidak ... adanya Perpres tetapi waktu Perpres dilahirkan itu sampai pada Permen bahkan Perda, bahkan Peraturan Desa pun sepanjang itu untuk melaksanakan, penyelenggaraan negara bisa dilakukan. Berkenan dengan tersebut, mohon dengan hormat mengingat ini sifatnya mengikat ke dalam sepertinya dapat disetujui sepanjang para pembentuk Undang-Undang ini mensepakati police dari itu, pembentuk Undang-Undangnya. Terima kasih Pimpinan. Terima kasih Pak Dirjen. KETUA RAPAT: Baik.

Cukup dari Pemerintah? Bagaimana kawan-kawan, ini apakah setuju? Setuju ya?

(RAPAT : SETUJU)

Selanjutnya, kita masuk ke DIM 382.

Page 25: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Silakan pihak Pemerintah memberikan penjelasan. F-PG (TANTOWI YAHYA): Pimpinan, Mohon izin Pimpinan. Saya ingin menjelaskan dulu kepada Bapak-bapak yang mungkin kemarin di 2 rapat yang penting kita itu tidak hadir, tidak ikut sehingga masih rancu yang 200 Anggota minimum itu siapa sebenarnya. Jadi Undang-Undang ini mengamanatkan nanti akan ada 2 CMO besar semacam holding yang tadi pembentukannya belum kita sepakati bagaimana teknis pembentukannya tetapi yang jelas itu harus seizin Pemerintah. Holding yang pertama khusus untuk hak cipta, holding yang kedua khusus untuk hak terkait, pemain musik dan seterusnya. Nah yang diwajibkan 200 itu adalah CMO-CMO yang sekarang existing yang sekarang ini ada, dia tidak bisa lagi menagih langsung ke konsumen, harus melalui holding ini. Nah untuk membuat CMO itu diwajibkan mempunyai minimal 200 Anggota. Jadi yang diwajibkan 200 Anggota itu adalah CMO-CMO yang akan bergabung di salah satu holding ini, bukan holding besar ini. Nah ini harus rancu dulu. Mungkin sebutannya itu Pimpinan ada CMO Kecil sebagai Anggota dengan CMO Besar sebagai Holding. Nah tadi yang belum kita bahas secara mengikat itu adalah ketika CMO Kecil itu 200 itu tiba-tiba protol Anggotanya, copot begitu ya. Nah apakah dengan demikian itu, status CMO tersebut dengan sendirinya batal atau dia merger fusi dengan CMO lainnya yang sejenis agar supaya dia tetap memenuhi ketentuan Undang-Undang. Itu saja Pak Dirjen. Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik. Perlu ada penjelasan? Baik. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Jadi apa yang disampaikan oleh Pak Tantowi itu benar dan kami ingin menyampaikan disini juga bahwa holding itu tidak terganggu dengan berkurangnya 200 orang itu. Jadi holdingnya tetap exist untuk memungut dan lain-lain dan ada pasal-pasal lain sebetulnya di Undang-Undang ini yang mewajibkan semua pencipta itu harus menjadi member CMO. Dia akan pilih CMO yang mana terserah. Kalau dia tidak menjadi Anggota itu, dia tidak akan mendapatkan royalti dari penggunaan secara komersial. Jadi pungutan dari macam-macam itu dari broadcasting atau segala macam, dia tidak akan mendapatkan itu dan dengan dia juga wajib menjadi Anggota CMO ini, tidak akan ada secara pribadi dia menggugat atau melaporkan pengguna karena semua yang akan mewakili adalah CMO-nya. Dengan demikian, kepastian hukum untuk ke pengguna, kepastian hukum untuk yang bersangkutan juga lebih terjamin. Terima kasih Pak. KETUA RAPAT: Terima kasih. Pak Harry, ya silakan Pak Harry. F-PD (H. HARRY WITJAKSONO, SH): Kalau dia tidak wajib kan berarti tidak dapat hal positif dari itu. Nah berarti kalau yang menyanyikan lagu itu juga tidak apa-apa juga dong? Kalau yang nyanyi juga tidak apa-apa dong, berarti di pasar bebas nyanyi sama siapa saja bisa. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI):

Page 26: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Logikanya karena dia tidak menjadi member, maka dia tidak akan mendapatkan perlindungan untuk mendapatkan hak ekonomi. F-PD (H. HARRY WITJAKSONO, SH): Hak terkaitnya tidak dapat ya meski penyanyi atau pelantun lagunya atau yang didaur ulang lagi juga tidak ada apa-apa ya walaupun penyanyi ikut member disitu, tidak masalah ya? DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Kalau penyanyi ikut member, otomatis dia akan mendapatkan dari yang 1 itu Pak. F-PD (H. HARRY WITJAKSONO, SH): Tidak, penciptanya tidak daftar, tidak ikut member tetapi penyanyinya masuk, penyanyi siapa saja kan? Kebetulan lagu itu dinyanyikan oleh Penyanyi A, Penyanyi A ini terdaftar tetapi Penciptanya tidak masuk member, dia dapat atau tidak? DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Yang akan dibayar adalah yang hak terkaitnya saja, karena yang pelaku hak terkaitnya melakukan pendaftaran itu. F-PD (H. HARRY WITJAKSONO, SH): Artinya, Penyanyi yang dapat? DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Ya. F-PD (H. HARRY WITJAKSONO, SH): Dasarnya apa Pak? Lagunya kan lagu yang no name, maksudnya tidak terdaftar. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Jadi begini Pak. Kalau misalnya royalti itu sudah dipungut, itu pembagiannya sudah agak jelas, mana yang menjadi bagian pencipta, dan mana yang menjadi bagian penyanyi musisi dan lain-lain. Kalau penciptanya tidak daftar, hak ini tidak boleh digunakan tetapi dia mestinya simpan saja. nah otomatis yang akan diberikan kepada hak terkait itu hanya yang penyanyinya saja dan lain-lain itu, karena dia menjadi member. Ini sebetulnya suatu upaya bagaimana semua itu menjadi member dari CMO itu. F-PD (H. HARRY WITJAKSONO, SH): Melalui Pak Ketua. Seperti yang contohnya Pak Martin kemarin, kalau mengulang-ngulang kan ada Lagu Batak yang penciptanya ada jelas tetapi dia tidak mau mendaftarkan dia mau wakafkan, sementara lagu-lagu dinyanyikan terus dalam acara-acara di lampu-lampu tua atau apa segala macam, berarti terdapat penyanyinya, penyanyinya tetap dapat. Nah dasarnya apakah seperti, ciptanya kan dianggap sudah tidak ada. Penyanyinya kan siapa saja bisa nyanyi lagu itu. F-PG (TANTOWI YAHYA): Saya coba bantu ya. Contoh sederhana ini Pak Harry ya.

Page 27: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Ada lagu yang sangat fenomenal Widuri. Widuri itu ciptaan Adriadi dinyanyikan oleh Bob Tutupoli. Kalau tidak ada campur tangan penyanyi, tidak ada campur pemain musik, tidak ada campur tangan produser, maka dia tidak bisa dalam istilah itu disebut pornogram. Itu karya yang sudah melibatkan banyak hal sehingga menjadi karya yang bisa didengar. Ketika lagu ini didaftarkan oleh si Adriadi, dia mendaftarkannya itu kepada CMO untuk pencipta lagu. Kemudian lagu ini didaftarkan juga oleh si empunya yang punya hak-hak lain di CMO lain. Ketika lagu ini diputar oleh suatu radio, dapat semua itu, Adriadinya dapat atas lagu ciptaannya, Bob Tutupoli dapat karena suaranya diputar, pemain musik yang terlibat di lagu tersebut juga dapat. Nah produser juga dapat. Nah pendistribusiannya inilah yang sekarang kita bangun itu. Jadi nanti melalui CMO Besar untuk copyrights, untuk outers rights maka si Adriadi dapat dengan sendirinya si Bob Tutupoli duduk di rumah, tiba-tiba 1 bulan begitu dapat setoran karena lagunya itu menjadi top air play misalnya, diputar berulang-ulang, kemudian Enteng Tanamal yang main musik disitu dapat semuanya, itu yang kita atur sekarang ini. Nah kalau misalnya lagu itu seperti Nahum Situmorang tidak didaftarkan oleh Penciptanya maka dia tidak terproteksi secara ekonomi. Lagu tersebut ya kalau misalnya diputar ya sudah tidak ada bantuan apa-apa terhadap lagu tersebut. Nah kemudian kita jelaskan kemarin terkait dengan hal-hal seperti itu, ketika ada pencipta lagu yang ingin mewakafkan karyanya itu ada istilah kita sebut kemarin itu creative common license. Nah creative common license itu juga tidak bersifat permanen ketika Pak Nahum atau punya hak itu berpikiran berbeda dia akan mengkomersialkan itu maka dia tarik dari situ, dia pindahkan ke CMO. Kurang lebih kayak begitu petanya itu. F-PD (H. HARRY WITJAKSONO, SH): Kalau itu saya sependapat Pak, jelas. Maksud saya adalah terbalik ini, ini penciptanya tidak daftarin, tidak masuk member, tetapi lagu itu begitu populer, tadi yang disampaikan oleh Pak Tantowi bagus itu. Jadi lagu widuri tetapi pencipta tidak masuk member, lagu itu populer oleh Bob Tutupoli, oleh Enteng Tanamalnya jadi pornogram. Nah ini tetap dapat dikasih penyanyinya kan walaupun penciptanya tidak ada. Bukannya tidak ada, penciptanya tidak ikut member begitu loh. WAKIL KETUA (Drs. H. AHMAD KURDI MOEKRI): Ini memang akan ada fenomena lanjutannya memang. Jadi yang mendaftarkan ke CMO Hak Cipta itu kan pencipta. Yang mendaftarkan CMO Hak Terkait itu kan pemilik hak terkait mestinya itu atau kalau dua-duanya dipegang oleh seorang karena dia nyanyi, dia produksi sendiri, maka dua-duanya dia daftarkan. Jadi kalau yang akan mendapatkan royalti itu adalah mereka yang sudah mendaftarkan siapa pun itu. Itu saja. KETUA RAPAT: Baik. Jelas ya itu ya? Jadi kalau yang tidak mendaftarkan lalu dipopulerkan oleh orang lain ya tidak mendapat, dia sudah menghibahkan ke publik begitu kan ya? Baik, pasal ini saya ketok palu ya?

(RAPAT : SETUJU)

Sekarang, kita masuk DIM 383. Silakan pihak Pemerintah menjelasan. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): DIM 383 “Pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pengadilan Niaga”. Kemudian ayat (3) “Pengadilan lainnya selain Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak berwenang menangani penyelesaian sengketa hak cipta”. Ayat (3)-nya, sepanjang para pihak yang bersengketa diketahui keberadaannya dan atau berada di wilayah Republik Indonesia harus menempuh terlebih dulu penyelesaian sengketa melalui mediasi sebelum melakukan tuntutan pidana. Ini yang pertama

Page 28: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

ingin kami jelaskan bahwa kenapa Pengadilan Niaga? Pengadilan Niaga dipilih untuk seluruh penyelesaian sengketa hak kekayaan intelektual, paten, merk, desain kecuali rahasia dagang. Jadi rahasia dagang pun sebetulnya kita akan sesuaikan nanti untuk menjadi Pengadilan Niaga. Kenapa masuk di Pengadilan Niaga? Karena Pengadilan Niaga dianggap yang paling siap untuk itu dan Pengadilan Niaga lebih terseleksi, hanya ada di tempat-tempat tertentu. Kami khawatir kalau masuk ke Pengadilan Negeri yang ada di Pelosok yang tidak memahami karakteristik kami, maka putusnya menjadi tidak obyektif. Kemudian yang juga ingin kami sampaikan, pengadilan niaga tidak mengenal banding tetapi dia langsung kasasi sehingga dia akan memperpendek waktu. Hal lain yang juga ingin saya sampaikan bahwa kalau kemudian pengadilan selain pengadilan niaga ini kita katakan masih mempunyai kewenangan, kita kan mengunci di ayat (3) bahwa tidak ada Pengadilan lain yang berwenang. Jadi kenyataannya orang bersengketa paten, orang bersengketa hak cipta, dia gugat lewat 1365 BW, dia gugat dengan perbuatan melawan hukum, lebarnya jadi kemana-kemana, ganti rugi, ini-itu apa segala macam padahal sebetulnya konotasi yang paling penting disitu adalah menyelesaikan Hakinya dan hak itu sangat eksklusif tetapi begitu dia masuk ke 1365, keluar dari Pengadilan Niaga karena 1365 pakainya Pengadilan Umum biasa dan akibatnya jauh lebih panjang dan lain-lain. Jadi dengan demikian kita ingin dorong ke Pengadilan Niaga. Kalau di Jepang sebetulnya ada Pengadilan Khusus Hak Kekayaan Intelektual dan kami berkunjung secara khusus. KETUA RAPAT: Baik. Terima kasih Pak Dirjen. Artinya kalau saya boleh tangkap ini diselesaikan dulu masalah haknya di Pengadilan Niaga. Masalah ganti rugi kan setelah selesai itu 1365 BW tetap bisa digunakan tetapi setelah selesai, tidak boleh bersama seperti selama ini kan yang jadi dilema di Pengadilan, digugat, digugat lagi di Pengadilan, di 1365 tadi ya, lalul pidana umum juga masuk juga, jadi kacau balau begitu. Jadi ini menegaskan bahwa selesaikan ini dulu begitu Pak Dirjen maksudnya. Baik. Saya buka mulai dari. WAKIL KETUA (Drs. H. AHMAD KURDI MOEKRI): Interupsi saja ini. Saya kira kalau memang Undang-Undang ini seperti tadi penjelasan Pak Dirjen justru untuk menghindari timbulnya tuntutan lain kan, jadi artinya kalau misalnya diatur oleh Undang-Undang seperti ini ya tidak bisa lewat ke Pengadilan lain, khusus ini saja. KETUA RAPAT: Baik. Saya mulai dari sana ya, dari Fraksi Demokrat. Silakan. F-PD (...): Fraksi Demokrat setuju Pak dengan pendapat Pemerintah. Terima kasih Pak Ketua. KETUA RAPAT: Ini ikan gabus ikan sepat ini. Pak Otong silakan dari PKB. F-PKB (Drs. H. OTONG ABDURRAHMAN): Ya baik Pak.

Page 29: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Jadi kalau pengadilan niaga yang dianggap siap, ya saya kira PKB sangat setuju ya. Cuman seberapa jauh nanti kesiapan ini menyangkut dengan beberapa persoalan yang akan muncul, yang kita tata inikan mungkin suasana berbeda begitu Pak Dirjen dengan yang sebelumnya. Misalnya kalau kita berbicara tentang Pengadilan Tinggi atau Pengadilan Negeri kan sudah dimana-mana, ini mungkin sekedar ini saja Pak untuk melihat tadi seberapa jauh infrastruktur ini siap benar untuk ini. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Otong sudah membenarkan fraksinya tadi. Kalau difoto itu bahaya Pak. Selanjutnya dari PKS ya. F-PKS (Ir. ADE BARKAH): Dari PKS, kami sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Pemerintah. Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik. Selanjutnya dari Fraksi Golkar. F-PG (TANTOWI YAHYA): Terima kasih Pimpinan. Kami sangat sepakat bahwa Undang-Undang ini akhirnya mendorong dari siapapun yang bersengketa khususnya yang dirugikan untuk menyelesaikan ini secara niaga. Jadi yang terjadi sekarang ini adalah bahwa ini terlalu melebar kemana-mana ya Pak Dirjen ya, sampai akhirnya itu ketika seseorang itu pernah bersengketa dengan pencipta lagu A dan pernah ada kasus besar, maka si pencipta A itu disudutkan lagunya tidak pernah dipergunakan oleh siapapun, karena ada kejadian traumatik. Nah pertanyaan saya itu Pak Pimpinan, Pak Dirjen adalah bisa atau tidak kita bangun mekanisme bahwa ketika terjadi pelanggaran terhadap haki ini maka ada koridor yang harus disepakati. Kalau sekarang ini itukan liar, suka-suka yang menuntut. Jadi ada 1 lagu tiba-tiba karena kita salah ya, kita salah, kita lupa, tiba-tiba itu tuntutannya itu un-believable yang tidak masuk akal. Ini seringkali kejadian. Nah kemudian yang kedua, karena ini pernah terjadi Pak Dirjen, ini terjadi di saya ini. Saya pakai lagu bayar ke orangnya, tetapi salah ketik nama dia. Sebenarnya inikan hak moral, tidak ada urusan dengan hak ekonomi karena sudah saya bayar melalui publisher atau melalui CMO, tetapi si pencipta lagunya melakukan tuntutan Rp10 Milyar kepada saya gara-gara namanya itu hanya mestinya pakai huruf s, saya pakai huruf z. Nah tetapi ini diperkarakan. Akibatnya apa ya? Akibatnya kita damai, tetapi orang itu black-list. Orang itu black-list di pasar kita, tidak pernah dipakai lagi karyanya. Jadi dia terhukum dengan sendirinya. Ya menurut saya karena kita sekarang ini sekali lagi pada titik enol, hal-hal seperti ini harus kita kaji, kemudian harus kita bahas supaya banyak, sifatnya begini Pimpinan, Pencipta-pencipta lagu yang sudah tidak laku ini dia itu perangkapnya itu disitu. Dia cari kesalahan user, sampai dia bisa melakukan tuntutan dan tuntutannya itu sekali lagi saya sebut itu tidak bisa diterima oleh akal jumlah yang dia tuntut padahal untuk sebenarnya kesalahan adalah hak moral. Jadi hak ekonomi sudah dibayar, kemudian ada kealpaan kita, salah sebut atau tidak tersebut sama sekali maka tentunya seperti itu. Mohon penjelasan dan penyelesaian. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Tantowi. Selanjutnya dari Fraksi PDIP. F-PDIP (Drs. M. NURDIN, MM):

Page 30: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Saya sepakat Pak. Jadi bermula kan sengketa itu diselesaikan melalui abitrase kemudian baru ke Pengadilan tetapi kembali ke teman dan pertanyaan apakah pengadilan niaga ini sudah ada di setiap tempat. Kalau misalnya terlalu jauh itu bagaimana teknis pelaksanaannya karena ini mungkin kan ada beberapa pencipta-pencipta yang jauh daripada besar misalnya yang kemudan tidak ada pengadilan niaga di daerahnya. Itu apakah bisa pengadilan negeri atau, itu kalau yang tidak jauh seperti Tipikor kan ada juga di tempat-tempat yang belum ada. Jadi itu saja jalan keluarnya bagaimana seperti tadi yang mungkin pengalaman Pak Tantowi juga mungkin jadi lebih salah satu alasan untuk kita melihat apakah kesiapan pengadilan niaga ini memang betul-betul sudah siap. Saya teringat kepada Sistem Peradilan Pidana Anak, maka mungkin hak grading adalah hakim-hakim dan penyidik-penyidik itu juga perlu karena ini masalah hak cipta ini hal yang baru yang sekarang sedang dikembangkan. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Nurdin. Selanjutnya dari Fraksi PPP. F-PPP (...): Pada dasarnya PPP setuju Ketua dan mengenai lain-lainnya diserahkan kepada stakeholder utama saja Ketua. Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik. Selanjutnya, saya ketok ya. Oke, setuju ya?

(RAPAT : SETUJU)

Sekarang, kita masuk ke DIM 463 ya. Baik, DIM 463 silakan pihak Pemerintah. F-PDIP (ICHSAN SOELISTIO): Pimpinan, Saya potong dulu Pimpinan. Karena kalau kita berbicara DIM 463 ini sesudah Pasal 111 Pimpinan, itu Pasal 111 sudah langsung ketentuan pidana. Sedangkan kalau kita baca di Pasal 110-nya, ini sangat luas kekuasaannya PPNS-nya disini dimana PPNS disitu bisa memeriksa badan hukum, memeriksa pembukuan, pencatatan segala macam yang Polisi saja belum bisa melakukan itu begitu. Jadi saya kira disini harus ada klarifikasi terhadap PPNS tersebut begitu di Pasal 110 ini. Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT: Baik. Ini saya pikir usulan yang perlu ditanggapi. Sebelum kita masuk ke pidana tentu hal-hal yang berkaitan dengan penegakan hukum pidana ini apa yang disampaikan Pak Ichsan, saya pikir perlu penjelasan. F-PDIP (ICHSAN SOELISTIO): Bukan koreksi, klarifikasi kepada Pak Dirjen.

Page 31: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Pada DIM 383 inikan ada 4 ayat ya Pak ya, 4 ayat atau 3 ayat, 4 ayat ya, karena ini salah ini. Jadi yang terakhirnya sepanjang para pihak dan seterusnya ya Pak ya. Jadi ayat keempat, tolong disesuaikan. Itu saja Pak. Terima kasih. Jadi Pak Ketua tadi mengetok ayat (1) sampai (4) Pak. KETUA RAPAT: Baik. Barusan tadi klarifikasi ya ayat (1) sampai (4). Baik sebelum kita lanjut tadi, saya pikir pertanyaan yang penting dari Pak Ichsan mohon dari Dirjen untuk menjelaskan. Terima kasih. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Terima kasih Pimpinan. Sebenarnya ada juga yang dipertanyakan oleh Pak Tantowi, apakah kami jawab juga karena tadi ada beberapa hal.

Jadi yang pertama untuk Pak Ichsan. Tentang penyidikan itu diatur di Pasal 110 dimana dikatakan selain Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Negeri Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini dan seterusnya. Jadi kami tetap mengutamakan Kepolisian. Jadi tidak kewenangannya sama.

F-PDIP (ICHSAN SOELISTIO): Melalui Pimpinan. Betul Pak, understanding saya harusnya begitu tetapi kalau kita baca Pasal 1-nya bahwa selain penyidik pejabat negara itu, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan yang bla-bla diberi wewenang. Jadi ini kekuatannya bersama-sama, sendiri-sendiri ini Pak understanding saya Pak dari kata-kata ayat (1)-nya Pak. Jadi kalau memang mau ini tolong dipisahkan ininya, karena ini menjadi satu kesatuan Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang hukum diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dengan Undang-Undang mengatur mengenai tata cara hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana hak cipta. Ayat (2)-nya penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang melakukan, berarti dia PPNS bisa begini Pak. Terima kasih Pak. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Memang dalam praktek, kami juga tidak pernah tidak berkoordinasi dengan Korwas dan Korwas-nya ada di Mabes Polri karena juga di ayat (3)-nya dikatakan dalam melakukan penyidikan PPNS dapat meminta bantuan penyidik pejabat kepolisian. Kemudian penyidik pejabat pegawai negeri sipil memberitahu dimulainya penyidikan kepada penuntut umum dan penyidik pejabat kepolisian. Hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil disampaikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Kepolisian Republik Indonesia. Ini semuanya sebetulnya pihak Polri. Kami juga memang kemarin, kami lihat waktu sempat berbincang dengan Pak Kapolri kami sampaikan pasal ini bagaimana seperti ini dan waktu itu memang dalam pengarahannya Kapolri juga mengatakan bahwa harus tetap ada Polri di samping PPNS tetapi kami sampaikan kepada Pak Kapolri bahwa kami malah lebih dari itu. Jadi selain Polisi ada kami begitu. Jadi kami adalah layer, level berikutnya setelah itu karena buat kami sebetulnya penghargaan terhadap KUHAP itu jauh lebih penting dalam hukum acara dimana Polri adalah Penyidik Utama di Indonesia.

Kemudian yang berikutnya yang ingin kami sampaikan terkait dengan Pak Tantowi ini. Jadi hak moral memang Pak Tantowi di Undang-Undang yang lama itu deliknya delik biasa dan ini merupakan suatu keanehan karena sebetulnya di dunia ini tidak ada yang membuat hak moral ini menjadi delik biasa. Oleh karena itu, di Undang-Undang yang ini kita menjadikan hak moral itu delik aduan dan tidak ada pidana

Page 32: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

penjaranya. Kita di Undang-Undang ini menerapkan dengan denda maksimal Rp500juta. Malah saya berpikir mungkin maksimal seharusnya Rp100Juta saja cukup, karena ini tidak ada kerugian ekonomi. Mungkin hanya salah ketik, mungkin tidak mencantumkan nama begitu ya, 100 juta itu enough menurut kita sebetulnya. Jadi kalau dia pun menuntut macam-macam dia mesti berkaca pada pasal yang ada ini.

Kemudian terkait dengan bagaimana penyelesaian sengketa ini. Kalau boleh saya ungkapkan secara lebih agak detail, penyelesaian sengketa inikan sebetulnya bisa dibagi 2. Ada yang ajudikasi, dan ada yang non ajudikasi. Yang ajudikasi ini kita bagi 2 lagi, ada yang ajudikasi litigasi yaitu Pengadilan Niaga, dan ada yang ajudikasi non litigasi itu abitrase. Abitrase dan pengadilan itu punya kompetensi absolut yang sama, sehingga ketika para pihak sudah masuk ke abitrase maka litigasi akan menjadi tidak punya wewenang lagi dan sebaliknya, begitu kita sudah masuk di litigasi, abitrase tidak punya kewenangan lagi. Nah di samping itu ada yang namanya non ajudikasi. Non ajudikasi ini alternatif dispute resolution, disitu ada negoisasi, ada mediasi, ada konsiliasi.

Oleh karena itu, kita pakai keduanya dimana penyelesaian sengketa itu dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, abitrase atau Pengadilan. Jadi silakan para pihak memilih itu tetapi di ayat (4) kita katakan sepanjang para pihak yang bersengketa ada di Indonesia kemudian keberadaan bisa diketahui dan lain-lain, maka penyelesaian sengketa melalui mediasi itu harus ditempuh lebih dulu sebelum mereka menuntut secara pidana. Hanya barangkali Pak Pimpinan kalau boleh kami usul setelah kami pikir-pikir lebih detail, apakah pembajak juga harus dimediasi dulu. Kalau pembajak menurut saya tidak perlu mediasi.

Oleh karena itu, barangkali pasal ini kita limitasikan sepanjang para pihak yang bersengketa antara pengguna dan pencipta atau pemegang hak cipta, jadi pengguna saja, karaoke, broadcasting, penyanyi, apa segala macam maka harus melalui mediasi. Jadi dia luar itu yang pembajakan, penggandaan secara ilegal itu tidak perlu pakai mediasi dulu. Kalau boleh kami usulkan seperti itu.

KETUA RAPAT:

Saya kira usulan baru tolong langsung diformulasikan.

DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Sepanjang para pihak yang bersengketa antara pengguna dengan pencipta dan atau pemegang

hak terkait diketahui keberadaannya dan atau berada di wilayah Indonesia harus menempuh terlebih dulu penyelesaian sengketa melalui mediasi sebelum melakukan tuntutan pidana. Sebetulnya kami dapat ide ini dari Pak Ichsan yang terakhir, karena bagaimana kalau di internet yang sulit, sehingga kita mengatakan diketahui keberadaannya dan berada di Indonesia karena mungkin juga usernya tidak ada di Indonesia tetapi dia ada di blog yang di luar negeri, sehingga kita kasih batasan itu.

Terima kasih.

WAKIL KETUA (Drs. H. AHMAD KURDI MOEKRI): Berikutnya mengenai denda tadi Pak yang Bapak usulkan maksimalnya 100 juta. Ini terkait yang ini saja atau termasuk pembajak. Saya kira kalau pembajak artinya di luar ini. Jadi yang ini saya setuju maksimal 100 juta, tetapi kalau kaitannya dengan pembajak mungkin harus lebih berat begitu. Ya jadi itu saja. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Ini hanya untuk pelanggaran hak moral saja dan itu diatur di Pasal 111. Sementara kalau untuk pembajak hukumannya 7 tahun dan 3 Milyar. KETUA RAPAT: Baik, rumusan baru Pemerintah kita setujui ya?

(RAPAT : SETUJU)

Pak Ichsan masih ada?

Page 33: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

WAKIL KETUA (Dr. H. DEDING ISHAK, SH., MM): Saya sudah selesai karena sudah diketok tetapi tetap yang masalah penyidikan. Penyidikan ini Pak Dirjen, saya kira kalau Bapak bicara SPDP-nya itu dari PPNS langsung ke Penuntut Umum, saya kira kalau pakai kata “dan” ini saya condong untuk diganti dengan kata “melalui”. Jadi kalau nomor 4-nya “Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil memberitahukan dimulainya penyidikan pada penuntut umum melalui penyidik kejahatan kepolisian negara Republik Indonesia”. Jadi jangan “dan”. Terima kasih. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Dari Polri boleh? DIREKTUR TINDAK PIDANA EKONOMI & KHUSUS POLRI (KAMIL RAZAK): Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Yang kami hormati Pimpinan dan Para Anggota Dewan yang terhormat, Nama saya, Kamil Razak Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus, baru ditarik dari PPATK Pak. Jadi untuk menangani kasus-kasus. Jadi kemarin kita sudah bahas sama Beliau juga ..., Kapolri mengumpulkan seluruh Dirjen di Kementerian/Lembaga yang memiliki PPNS. Jadi sekitar kalau kita hitung Undang-Undang yang dulu ada 52 kemudian mengkerut sekarang tinggal mungkin 22 Undang-Undang. Dari keseluruhan itu ada beberapa memang PPNS yang berdiri sendiri, memang kami dari Polisi mengucapkan terima kasih Pak Dirjen Haki bahwa mengabdi bahwa ... itu adalah penyidik utama sehingga tidak menghilangkan kewenangan dari Penyidik seperti halnya pos dan giro, bea cukai, perikanan, dan pajak. Itu masa lalu. Dalam hal ini mohon izin mungkin karena saya baru belum terlibat disini. Dulu ada Tim, sudah harmonisasi Pemerintah sampai di Hotel Ambara. Seperti yang disampaikan oleh Pak Ichsan tadi memang betul bahwa PPNS itu tidak langsung SPDP-nya kepada Kejaksaan, karena begitu SPTD dikirim biasanya ada Perkap dari Kapolri itu, begitu terima SPDP kita undang dulu Rekan-rekan dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil ini. Kita gelarkan dulu sebelum kita tentukan Tim SPDP, apakah ini, perkara ini masuk ke ranah pidana antara ranah perdata. Itu nama gelar amal. Dari hasil gelar itu, diputuskan atau ditemukan bahwa ini ada unsur pidana, baru Polisi menyerahkan kepada Kejaksaan SPDP dari itu. Nah nanti dalam proses selanjutnya, rekan-rekan dari PPNS ini melakukan penyidikan selalu didampingi. Di samping ini ada beberapa hal, mohon izin Pak Dirjen, yang perlu kita rumuskan kembali sebenarnya. Seperti kalau kita lihat rumusan ayat (1) ini bahwa Penyidik PPNS itu sama kewajibannya dengan Penyidik Polisi termasuk dalam hal upaya paksa. Nah kalau dalam ketentuan KUHAP kalau kita baca kewenangan dari Penyidik PPNS itukan tidak boleh melakukan upaya paksa. Kalau melakukan upaya paksa harus didampingi seperti poin huruf h. Ini terjadi di Sulawesi kalau tidak salah melakukan upaya paksa tanpa bantuan Polisi di Pra peradilkan kalah. Nah contoh kalau kita baca disini, huruf h-nya “melakukan penyitaan, penggeledahan dan pemeriksaan di tempat diduga terjadi barang bukti”. Nah penggeledahan ini kalau ini memang tetap berkira, memang kita tidak perlu melakukan permohonan izin penyitaan kepada pengadilan atau penggeledahan pada peradilan, bisa langsung karena dikhawatirkan barang itu cepat hilang. Namun kalau PPNS diberikan kewenangan seperti ini, berarti kita sudah melanggar pada aturan yang lebih tinggi dimana upaya paksa penggeledahan, penyitaan apalagi penahanan penangkapan itu harus didampingi oleh Kepolisian. Mungkin harus diubah kata-kata yang, kita tambahkan kata-kata itu. Kalau demikian, dari Pasal 1-nya harus kita ubah dulu, harus ayat (1), ayat (2), PPNS diberikan kewenangan bla-bla. Kalau sudah mencakup upaya paksa itu harus didampingi oleh Kepolisian. Kemudian berkait dengan Pak Ichsan tadi. Saya tertarik masalah pemeriksaan pembukuan. Pemeriksaan pembukuan disini berarti kita sudah diberikan kewenangan melakukan semacam audit karena pembukuan itu menyangkut ... Nah selama ini pengalaman itu tidak diakui kalau Polisi melakukan pemeriksaan bukan harus, oleh ahli audit. Kalau kita hanya memeriksa, menyita itu boleh. Dari hasil penyitaan, dokumen-dokumen itu kemudian kita serahkan kepada BPK untuk melakukan audit. Jadi bukan penyidiknya. Itu tidak akan diakui pada saat di sidang pengadilannya.

Page 34: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Nah ini mungkin Pak Dirjen untuk diperbaiki sedikit. Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT: Terima kasih. Mungkin dari Pak Dirjen ada. Mengenai tadi masalah “dan” atau “melalui” ini saya pikir perlu kita perdalam, karena pasti ada alasannya kenapa ada ... Kalau hemat saya, ini kita jadi bahan diskusi ya. Hemat saya disini sebenarnya saling bekerja sama antara Lembaga Kepolisian maupun PPNS dan pengalaman saya juga sebagai Lawyer Haki selama ini banyak ada masalah itu apa yang dilakukan oleh Polisi, apa yang dilakukan oleh PPNS, banyak didukung oleh Kepolisian, karena inikan hasil PPNS inikan teorinya tetapi ini mohon menjadi bahan diskusi kita, disampaikan langsung ke Penuntut Umum dan Kepolisian bukan berarti dalam pandangan saya meninggalkan peranan kepolisian tidak juga kalau kita lihat rangkaian pasal yang ada, kita lihat kerja sama yang sangat saling bersinergi dan dari pengalaman yang ada selama ini justru saling menunjang peranan kepolisian ini sudah luar biasa mendukung ini. Nah mengenai kata apakah kata “dan” harus diubah atau tidak, mungkin perlu pandangan dari Pak Dirjen. Terima kasih. F-PDIP (ICHSAN SOELISTIO): Sebelum Pak Dirjen ini, saya tambahkan Pak. Ini terkait dengan hasil kunjungan kita ke berbagai daerah. Pertama tentu kita sangat setuju dan mendorong kerja sama antara Kepolisian dengan PPNS dalam konteks penegakan hukum hak cipta ini lebih maksimal lagi dan tentu saja melalui perubahan Undang-Undang ini kita akan perbaiki termasuk tadi catatan yang kritis dari Bareskrim tentu itu yang harus kita perbaiki Pak Dirjen saya rasa, tetapi memang ada 1 soal Pak Kamil. Nah memang ada keluhan di berbagai daerah, karena memang teman kita Kepolisian ini tidak secara SDM dan terutama kaitannya dengan kuantitasnya, jumlahnya begitu sehingga bagi daerah-daerah tertentu ini agak menyulitkan untuk melakukan koordinasi dengan Korwas dan sebagainya, sehingga ini memang harus dijadikan solusinya tanpa harus melanggar ketentuan Undang-Undang Peraturan yang lebih tinggi itu maksudnya. Nah sehingga ada langsung dibawa penuntutan ke Jaksa, Kejaksaan ini juga ini suatu soal yang memang menjadi temuan permasalahan di lapangan yang saya pikir harus ada solusinya kira-kira begitu Pak. Terima kasih Pak. WAKIL KETUA (Drs. H. AHMAD KURDI MOEKRI): Saya tambahkan Pak Ketua. Jadi ini karena memang ada usulan dari Pak Ichsan, jadi saya tertarik juga pendapat Pak Ketua tadi. Tampaknya memang, jadi ini mungkin mengubah substansi ya. Kalau usulan Pak Ichsan dipenuhi, artinya posisi PPNS itu menjadi kurang bermaknalah karena harusnya milik Polisi juga akhirnya begitu. Jadi sementara tadi hanya koordinasi kan begitu. Jadi walaupun tadi dia utama, menurut hemat saya kan ini kewajiban itu pemberitahuannya baik ke penonton maupun ke Polisi sebagai sesama Penyidik kan begitu, katakanlah Penyidik Utama tetapi tidak lantas secara serta merta begitu menjadi kemudian tidak berarti kan PPNS kalau harus melalui Polisi. Rasanya kalau saya lebih cenderung ya “dan” ini. Jadi pemberitahuannya baik ke Kejaksaan maupun ke Penyidik Utama tadi katakanlah sebagai bahan note laporan, tetapi kalau dalam praktek tadi sebagai dijelaskan oleh Bareskrim bidang ekonomi tadi Pak Kamil, saya kira mungkin tidak terjadi. Artinya karena toh pada saatnya SPDP itukan dikerjakan bersama dulu atau dikoordinasikan dalam prakteknya, sehingga ya terserahlah apa rumusannya mau yang “dan” ini atau bersama itu kan? Atau melalui, tetapi kalau melalui ini rasanya menjadi ini tidak berarti begitu, atau memposisikan PPNS-nya tidak ada arti apa-apa, khawatir begitu nanti, untuk apa kami kalau harus melalui Polisi, sudahannya, khawatir begitu. Terima kasih Pak Ketua. KETUA RAPAT:

Page 35: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Baik. Saya kira prinsip yang harus dipegang disini bukanlah ada kewenangan yang ditambah atau dikurang, pengalaman harus kerja sama selalu bagus saya lihat ya. Benar atau tidak dari Pak Bareskrim? Tetapi wacana ini memang harus kita perdalam biar jelas. Silakan Pak. DIREKTUR TINDAK PIDANA EKONOMI & KHUSUS POLRI (KAMIL RAZAK): Mohon izin Pak menanggapi sedikit. Yang berjalan selama ini, itu selalu melalui. Jadi karena sudah, kalau berkaitan dengan Korwas, di seluruh Polda itu sudah ada Korwasnya. Justru kami dari Kepolisian sesuai arahan Kapolri kemarin itu mendorong seluruh Penyidik PPNS ini untuk bekerja. Namun dari 52 PPNS tadi itu tidak ada yang maju berkasnya Pak, makanya sekarang kita kembali lagi, membangun kembali hubungan lagi, kita mendidik ulang keseluruhan, akhirnya dari Departemen Dalam Negeri itu tahun ini akan mengirim 20 ribu untuk dididik. Nah kalau dilepas, dalam KUHAP kan memang melalui Pak. Jadi melalui itu bukan berarti meniadakan kewenangan PPNS tidak, karena dalam melalui itu kami harus melakukan pengkajian bersama-sama, pada saat mengirim berkas itu, rekan-rekan PPNS itu kita panggil, bedah dulu sebelum di ini kurang ini, ada check list-nya Pak, kurang ini, kurang ini, lengkapi. Nah seandainya Polisi juga menangani proses penyidikan ini di hak cipta atau hak seluruh kekayaan hak intelektual, polisi tidak bisa berdiri sendiri , karena sangat tergantung ketergantungan pada rekan-rekan dari PPNS Hak Cipta atau Haki, kita pasti minta keterangan Ahli. Jadi hubungan kalau untuk Dirjen Haki dengan Polisi dari dulu serta ... 87 membidangi masalah ini, sudah sedemikian rupa, cuman yang saya kritisi karena saya tidak ikut dari awal masalah kewenangan untuk melakukan upaya paksa apa tindakan complishan itulah yang harus kita hati-hati karena ini terjadi. Di pra peradilan kan kita kalah. Kalau bunyinya seperti itu, tidak minta bantuan melakukan penggeledahan dan penyitaan upaya paksa tadi, itu di Pra peradilan kita kalah karena tidak dilakukan oleh Polisi. Yang punya kewenangan untuk itu adalah Polisi. Kalau hanya memeriksa dan sebagainya hal-hal memeriksa barang bukti, memeriksa orang, memanggil orang, itu diberikan kewenangan itu tetapi kalau sudah upaya paksa yang 4 tadi, itu tidak boleh, harus didampingi oleh Polisi. Terima kasih Pak. KETUA RAPAT: Baik Pak. Kalau saya lihat tetapi ini jadi diskusi kita. Sebenarnya apa yang dilakukan semua kan didampingi oleh Kepolisian, tidak mungkin sendiri begitu Pak ya. Tidak mungkin sendiri sepengetahuan saya, pasti didampingi oleh Kepolisian. Nah tetapi ini saya akan menyerahkan floor pandangan terbaik, tetapi pengalaman selama ini sebenarnya tidak ada masalah. Artinya, harus tetap dalam posisi keduanya punya peran yang benar-benar punya gigi, kan PPNS ini banyak membantu Polisi juga, hal-hal yang sangat teknis, bahkan bisa memberikan masukan kerja sama.

Namun sebelum saya lebih lanjut, silakan Pak Dirjen. Silakan. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Terima kasih Pimpinan dan Anggota yang kami hormati. Jadi pengalaman kami selama ini tidak pernah ada penyidikan yang dilakukan oleh PPNS Haki secara sendiri. Jadi semuanya dilakukan secara bersama-sama dengan Penyidik Polri dan Koordinasi ini malah dalam beberapa kasus itu langsung dikoordinasikan oleh Menko Polhukam karena kami terikat dengan Timnas PPHKI dimana Ketua Timnas PPHKI itu adalah Menkopolhukam, Sekretarisnya Dirjen Haki, dan Anggota-anggotanya itu ada sekitar 16 kementerian termasuk Polri, dan beberapa Kementerian lain. Jadi dengan demikian sebetulnya ada tahap-tahap dimana PPNS itu dapat melakukan sendiri atau dengan bantuan misalnya ketika mulai penyidikan tetapi semuanya diberitahukan ke Polri. Kemudian pada saat penyerahan hasil penyidikan berkas itu kepada penuntut umum itu harus melalui Korwas begitu. Jadi sementara ini tidak pernah ada masalah kita. Jadi yang tadi disampaikan oleh Pak Kamil itu saat akan menyerahkan Korwas itulah diserahkan kepada Korwas untuk disampaikan penuntut umum itulah diulang kembali, evaluasi apakah itu masuk pidana, apakah itu masuk perdata dan lain-lain.

Page 36: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Jadi menurut kami tidak ada masalah. Mungkin tadi yang diusulkan oleh Pak Kamil itu terkait dengan penggeledahan, penyitaan. Kalau untuk 2 itu wajib didampingi Polri, kami juga tidak keberatan untuk itu. Jadi karena jangan sampai pra peradilan ini kita kalah itu saja. Buat kami, lebih senang walaupun selama ini Polri selalu ada bersama kita begitu ya, tetapi kalau distate lebih rumusannya kita setujui. KETUA RAPAT: Baik Pak. Jadi sehubungan dengan yang tadi, sebenarnya tidak ada masalah begitu ya kata “dan” atau “melalui” itu Pak Dirjen. F-PDIP (ICHSAN SOELISTIO): Pimpinan, Saya potong sebentar. Saya kira masalah Pak walaupun maaf Pak saya bukan Polisi, tetapi dalam hal ini kalau “dan” kan berarti PPNS-nya melakukan langsung SPDP kepada Penuntut Umum dan Polisi. Jadi tidak ada pengertian di kata disini bahwa ini melalui Polisi, artinya dibahas dulu karena “dan”. Jadi saya buat ini SPDP, saya langsung ke Penuntut Umum, copi-nya saya berikan kepada Polisi kalau “dan”, tetapi kalau “melalui” saya buat SPDP-nya saya tanya dulu Polisi baru saya kasih ke Penuntut Umum. Terima kasih Pimpinan. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): “melalui” Pak Ichsan, karena di ayat (5)-nya hasil penyidikan yang telah dilakukan PPNS disampaikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Kepolisian dan sudah jadi berkas. DIREKTUR TINDAK PIDANA EKONOMI & KHUSUS POLRI (KAMIL RAZAK): Mohon izin. Jadi surat di penyidikan itu kita akan melaukan penyidikan, kita beritahukan, jadi belum melakukan apa-apa, belum melakukan pemanggilan, belum melakukan segala macam, baru akan. Nah yang berikutnya setelah SPDP proses berjalan. Proses berjalan setelah selesai itu berkasnya melalui juga. Jadi ada 2 tahap. KETUA RAPAT: Jadi sesungguhnya di tahap awal tidak masalah Pak Ichsan apa yang disampaikan Pak Ichsan di tahap kedua berarti, itu sudah dicover itu sebenarnya. Tidak masalah ya. Jadi kembali ke rumusan yang awal, tidak ada masalah karena selanjutnya sudah jelas ya. Baik. DIREKTUR TINDAK PIDANA EKONOMI & KHUSUS POLRI (KAMIL RAZAK): Kecuali usulan Pak ini terkait dengan kewenangan penggeledahan itu harus ditambahkan ... didampingi oleh penyidik kepolisian. Itu saja, bukan ditambahi disitu rumusannya ya. KETUA RAPAT: Baik. Ini untuk mempertegas tidak apa-apa walaupun pengalaman kami selama ini tidak pernah sendiri kelihatannya, saya pasti dampingi, tidak punya upaya paksa juga setahu saya ya biar PPNS tetapi tidak apa-apa pasal ini kalau memang floor setuju tidak masalah. Nah tinggal bagaimana rumusannya Pak Dirjen usulannya.

Page 37: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Karena begini, sekaligus Sekretaris Menkopolhukam. Ini saya jadi seperti ingat waktu ujian disertasi ini, tetapi Pak Kamil juga lagi S3. Jadi ditambahkan ayat (6) di Pasal 110 yang bunyinya begini “Dalam hal melakukan tindakan sebagaimana diatur ayat (2) huruf e dan f”, huruf e dan f itu penggeledahan, pemeriksaan, tempat yang diduga dan lain-lain, huruf f-nya penyitaan terhadap bahan barang dan lain-lain, “Penyidik Pegawai Negeri Sipil harus didampingi oleh Penyidik Pejabat Kepolisian Republik Indonesia”, meminta bantuan? Oh oke, “meminta bantuan Penyidik”. Oke “Dalam hal melakukan tindakan sebagaimana diatur ayat (2) huruf e dan f, PPNS harus meminta bantuan Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia”.

Itu saja. Oke. KETUA RAPAT: Baik, ini semakin tegas ya, semakin jelas ya? Pak Ichsan dan kawan-kawan yang lain sudah oke ya, sudah tercover apa yang dikehendaki. Baik, ini sekarang kita sudah lewat 5 menit ya. Saya ingin menanyakan ke kawan-kawan kita ingin perpanjang sampai jam berapa ini? Baik kalau begitu kita tambah waktu sampai 16.30 WIB ya ini tinggal beberapa DIM lagi. Kalau ketentuan pidana tidak mungkin hari ini kita selesaikan. Sebelum ketentuan pidana ini ada beberapa DIM lagi ya, DIM berapa? Oke, kita lanjut ke DIM 463. Silakan Pak Dirjen. DIRJEN HKI (AHMAD RAMLI): Terima kasih. Bapak Pimpinan dan Anggota yang kami hormati, Untuk pidana ini barangkali boleh kami highlight sedikit. Jadi yang pertama pidana hak kekayaan intelektual itu memang pidana yang sangat spesifik. Disana, intinya hanya dikenakan kepada pengguna atau mereka yang melakukan penggandaan secara komersial itu. Jadi penekanannya seperti itu. Jadi dengan demikian, penampilan di tempat nikahan orang, penampilan di tempat khitanan dan lain-lain itu tidak termasuuk pelanggaran. Nah ini yang kita perbaiki betul setelah kami komparatif dengan berbagai Undang-Undang di Negara lain. Kemudian kami juga tidak ingin memberikan beban berlebih kepada penegak hukum ketika hak itu tidak mungkin dilakukan. Sebagai contoh misalnya sharing yang dilakukan oleh antara siswa SMP atau siapapun lagu dari handphone ke handphone lain kalau itu kemudian dianggap sebagai penggandaan atau pendistribusian maka selain itu tidak signifikan tetapi juga menangkapnya menjadi sangat sulit dan itu akan beban yang sebetulnya menjadi sia-sia untuk kita dan itu akan terjadi dimana-mana yang sangat sulit kita detect. Oleh karena itu, secara internasional juga ada fenomena dimana untuk hal-hal yang seperti itu akhirnya tidak mendapat prioritas. Oleh karena itu, yang akan mendapat prioritas itu yang utama adalah orang yang menggandakan untuk pembajakan itu akan dikenakan hukuman yang sangat tinggi 7 tahun dengan denda yang sangat tinggi juga, kemudian orang yang mendistribusikan untuk kepentingan komersial, didagangkan, dijual dan lain-lain kemudian orang yang menggunakan karya-karya cipta ini untuk kepentingan komersial karaoke yang tidak bayar royalti, broadcasting yang tidak bayar royalti itu juga kena, sementara yang lain-lain yang terkait dengan hak moral yang tadinya kita anggap sebagai delik biasa dan kemudian dikenakan penjara itu kita ubah menjadi delik aduan dan kemudian dendanya kita turunkan sekecil mungkin, karena jangan sampai kejadian itu menjadi tragis karena begitu konflik soal ini, dua-duanya akan menjadi rugi. Yang satu terblack-list, yang satu juga terganggu untuk kreativitasnya karena intinya kami ingin mengatakan bahwa pidana hak cipta ini multimum remedium dan itu tidak dimaksudkan untuk membuat orang kreatif menjadi tidak kreatif karena kami khawatir ketika misalnya soal pidana ini salah menerapkan, yang tadinya hak cipta akan melindungi mereka, membantu mereka, malah kemudian menjadi kontra produktif.

Page 38: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Oleh karena itu, ada di Pasal 111 Pak Ketua itu, ini memang DIM-nya ada beberapa tetapi karena menyatuh boleh kami baca seluruhnya Pak? Jadi “Setiap orang yang melakukan pelanggaran hak moral berupa tidak mencantumkan nama pencipta pada suatu ciptaan”, jadi bukan salah mencantumkan Pak, tidak mencantumkan. Kalau salah ejaan, atau segala macam itu tidak dianggap pelanggaran. Kemudian mengubah ciptaan tanpa seizin pencipta atau mengubah judul dan anak judul ciptaan tanpa seizin Pencipta, kemudian itu adalah pelanggaran hak moral. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Undang-Undang ini dipidana dengan pidana denda paling banyak 500 juta disini. Kalau tadi dalam diskusi kita akan masukan menjadi 100 juta, kami setuju karena ini lebih kepada hanya kebanggaan, dan lain-lain. KETUA RAPAT: Baik. Terima kasih Pak Dirjen. Saya kira kita ini masuk ke hal yang sangat krusial dan kalau kita salah memformulasikan ini harus penuh kehati-hatian saya pikir ya. Tadi saya menarik apa yang disampaikan oleh Pak Dirjen itu, banyak hal-hal yang menyebut hak ekonomi dan hak moral, jangan sampai pula kalau salah penerapan ini yang namanya kreativitas ya di saat Indonesia muncul para kreator-kreator yang hebat dan baku ini jadi menjadikan ancaman begitu ya, dan harus kita ingat pula, ini saya mencoba mengajak kita merenungkan, mendiskusikan sebelum kita lanjut lebih jauh. Inikan sanksi ini jangan sampai kepentingan-kepentingan besar yang walaupun disini kita seniman juga ingin dilindungi, kepentingan nasional dilindungi tetapi sanksi ini saya masih perlu pendalaman dari kita semua ya, bukan kita masalah, inikan tinggal ketentuan pidana begitu ya. Jadi ini kalau saya pikir perlu pendalaman benar-benar karena ini masuk ke angka-angka apa kalau pun tadi saya sudah katakan sampai 16.30 WIB apakah kita lanjut atau tidak karena ini sudah masuk hal yang krusial ini tadi Pak Dirjen menjelaskan malah timbul kegalauan dan timbul suatu hal yang perlu pendalaman lebih jauh, jangan sampai mungkin keluarga kita, anak kita yang kreatif mungkin tidak bermaksud dia meniru tetapi hanya mengcoppy untuk, lalu terancam pidana atau program-program yang sekarang yang cukup ganas juga, apa menyisir ini misalnya microsoft dan sebagainya inikan tadi perlu kita pikirkan.

Jadi saya menawarkan kawan-kawan apakah kita lanjut ini atau kita pikirkan matang-matang tetapi nanti sudah final ketimbang sekarang sudah agak lelah kita main ketok saja hukuman berat begitu, kita tidak sadar jadi boomerang, saya tidak mau begitu tetapi ini tinggal, sebenarnya tinggal beberapa pasal tetapi pemikirannya agak mendalam, agak bahaya kalau kita tanggal 15 kita ketok jadi boomerang buat kita saya tidak mau juga begitu ya, kita semua tidak mau saya pikir.

Baik, saya serahkan ke floor bagaimana kita lanjut atau tidak, apa kita dalami tetapi yang perlu diingat lagi bahwa waktu kita memang sangat terbatas, begitu kita ketemu minggu di awal minggu depan berarti ya sekitar Hari Selasa atau Rabu harus final ini pidana, lalu minggu depan juga saya mengingatkan jadwal, yang namanya Timus ya Timus dan Timsin juga harus final di minggu depan, relatif tinggal tidak sampai sebulan saya pikir efektifnya.

Baik, saya serahkan ke floor mengenai ini. Terima kasih. Silakan Pak, urutannya ya dari Pak Ichsan.

F-PDIP (ICHSAN SOELISTIO): Pimpinan, Saya kira setuju untuk ditunda karena kami Fraksi PDI Perjuangan juga mau ini harus memberikan, pidana ini harus memberikan suatu efek jera juga, jangan sampai tidak ada efek jeranya karena peredaran uang yang ada disini cukup besar. Jadi saya berpikir kita harus benar-benar menyakini pasal-pasal ini karena bagaimana Undang-Undang Hak Cipta yang lalu kan belum masuk ada TPPU, sedangkan uang ini kalau memang kita sudah dengan adanya TPPU ini mungkin kita bisa mengaitkan sehingga memberikan efek jera. Yang penting menurut saya itu adalah efek jera dan juga adalah sehingga hukumannya juga tinggi. Nah memberikan hukuman yang tinggi ini kita harus hati-hati, jangan semudah-mudah itu kita memberikan hukuman yang tinggi. Jadi alangkah baiknya kalau memang ini kita tunda hari ini sampai Hari Senin, paling telat Hari Selasa kita sudah bicarakan lagi. Terima kasih Pimpinan.

Page 39: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

KETUA RAPAT: Baik. Dari Pak Tantowi Golkar. F-PG (TANTOWI YAHYA): Terima kasih. Saya sepakat pada dasarnya khusus terkait dengan hak moral, pengenaan pidana bukan saja kita mereduksi dari 500 juta menjadi 100 juta tetapi yang lebih spesifik itu bagaimana kita mengatakan bahwa user itu sudah melakukan pelanggaran 1 kali, karena hemat kami bahwa 500 atau 100 juta itu untuk 1 kali pelanggaran. Nah bagaimana kalau misalnya berkali-kali pelanggaran itu, apakah berkali-kali kali 100 juta, karena yang paling berpotensi untuk melanggar ini adalah dunia broadcast. Broadcast kita itu paling jarang menulis nama pencipta lagu. Jadi mari kita lihat yang masih tertib itu hanya lembaga penyiaran publik, hanya TVRI dan RRI. Yang lain-lain itu baik radio maupun televisi swasta itu mengabaikan itu. Nah apabila itu terjadi katakanlah 100 lagu yang dia putar, terus 100-100nya tidak disebutkan penciptanya, pukul rata. Nah jadi oleh karena itu Pak Dirjen saya sepakat bahwa harus ada rumusan yang komprehensif ini, pengenaan 500 atau 100 itu ketika terjadi kealpaan dari user untuk menyebut atau menuliskan atau mencatatkan namanya sehingga terlihat diketahui oleh publik itu berapa kali basisnya. Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik. Dari PKS silakan. F-PKS (Dr. H. MARDANI, M.Eng): Terima kasih Pimpinan. Pimpinan dan Anggota dan pihak Pemerintah Pak Dirjen khususnya, Kalau kita lihat tadi Pak Dirjen, saya sih melihat anak-anak banyaknya muter musik barat begitu ya. Saya tidak tahu apakah formulasi terhadap lagu-lagu asing sudah masuk ke dalam cakupan dari kita punya obyek yang harus dihakikan atau tidak. Itu yang pertama, karena jangan sampai kalau kita buat hukum tiba-tiba hukum itu membuka peluang bagi quote and quote pihak asing yang memang sekarang inflasi kita untuk melakukan katakan penjajahan jenis baru dengan hampir semua dari kita harus menghadapi masalah. Itu yang pertama Pak Dirjen. Yang kedua, saya setuju hukumnya harus keras tetapi memang harus spesifik jangan sampai hukum ini nanti bisa agak pasal karet ke kiri ke kanan begitu ya, sehingga saya setuju dengan Pimpinan bahwa kita detailkan, mungkin juga Pemerintah dengan waktu 1-2 hari ini bisa mendalami lebih jauh sehingga ketemu dengan formula yang memudahkan pembahasan saat kita ketemu yang akan datang. Terima kasih. KETUA RAPAT: Pak Mardani, Sebelum ke. F-PKS (Ir. ADE BARKAH):

Maaf Pimpinan, tambahkan. Terima kasih Pimpinan. Menambahkan sedikit.

Page 40: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Dalam masalah kreativitas, kadang-kadang tidak semua ciptaan ataupun kreasi itu, semua original dari seseorang. Seringkali dalam mencipta atau kreasi itu, seseorang melihat ada prinsip namanya amati kemudian melakukan modifikasi, kemudian berkreasi seperti itu. Jadi mungkin perlu ada semacam kira-kira kalaupun ada disini masalah pengubah ciptaan tanpa seizin itu ya, apakah itu memang dalam rangka mengambil hak cipta seseorang mau diubah sedikit atau memang dia merupakan ada sebuah perombakan yang signifikan sehingga itu bisa menjadi hak cipta seseorang. Jadi perlu juga ini hati-hati dalam ini, karena banyak kreasi-kreasi itu misalkan dalam hal patung ataupun lukisan dan sebagainya, ataupun kalau misalnya pembuatan alat mesin dan sebagainya, kadang-kadang hasil pengamatan ataupun kekurangan-kekurangan ataupun penyempurnaan-penyempurnaan yang perlu dilakukan, dia lakukan penyempurnaan, apakah hal ini juga nanti termasuk dalam kriteria mengubah hasil ... orang, mungkin perlu dipertimbangkan apa ini.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Ade. Dari Demokrat, ada masukan? Silakan. F-PD (DRS. EDDY SADELI, SH): Terima kasih Pak Ketua. Saya dukung Pak Tantowi. Saya juga Pak Tantowi yang tahu lagu-lagu ini penciptanya saya, siapa begitu, saya sendiri tidak tahu, kalau saya nyanyikan ..., makanya kita tidak tahu karena buku-buku lagu-lagu yang lengkap tidak ada Pak di Indonesia susah nyari itu. Nah siapa penciptanya kalau disini dicantumkan, tidak mencantumkan nama pencipta 100 juta wah repot itu. Saya pikir ada rumusan lain Pak Dirjen, bagaimana supaya perumusannya ini kalau 100 juta nama penciptanya tidak dicantumkan wah, pada umumnya penyanyinya yang kita tahu tetapi kalau penciptanya kita tidak tahu Pak. Terima kasih Pak Ketua. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Eddy Sadeli. Ini terakhir dari Pak Kurdi. Silakan. WAKIL KETUA (Drs. H. AHMAD KURDI MOEKRI): Inikan ada 2 hal tadi ya. Satu, soal waktu karena kita sepakat ingin mempercepat ya kan, persoalannya kapan begitu kan? Nah umpama kalau besok, memang hari ini hari fraksi kan, kebetulan mungkin fraksi saya tidak begitu ini, artinya bisa, saya mau mengusulkan tadinya, tadi mau mengusulkan kalau besok dimungkinkan sampai sebelum Jumat. Yang kedua, ini soal angka-angka. Saya kira perlu ada sepakat dan perlu rujukan. Artinya, orang lain melakukan hal ini seperti apa sih. Terus kita tidak harus seperti itu, cuman ada ukurannya-lah kalau umpamanya tadi soal yang 100 juta, kemudian apalagi kalau 1 kali kesalahan atau keseluruhannya atau setiap kali kesalahan, umpama. Nah itu saya tidak. Nah yang kedua, mungkin yang perlu kalau katakanlah kalau perlu diperberat itu yang tadi yang pembajak kan begitu, kalau ini mungkin tadi hanya moral malah begitu karena dia tidak tersebut dan belum tentu semua orang menuntut juga begitu kan? Nah jadi intinya barangkali Pak Dirjen dalam menentukan angka-angka termasuk hukuman kurungannya kalau bisa ada rujukannya apa. Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik. Terima kasih.

Page 41: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

Sebelum lebih lanjut Pak Dirjen, kalau berkenan masalah pidana ini rujukan itu kalau bisa mungkin beberapa negara bisa jadi acuan, dibawa kemari karena ini menurut saya sangat krusial dan sensitif sekali ya. Kalau bisa negara-negara yang maju bidang haki keseniannya, misalnya katakanlah Philipina itukan banyak lagu-lagu bisa jadi acuan yang selevel dengan kita katakanlah, lalu Thailand, Malaysia juga negara maju tentu ya jadi perbandingan kita Jepang, Amerika, maupun Inggris yang tentu akan terkait ini, sehingga ini akan lebih, kita bisa lebih mendalami dan bisa menyesuaikan begitu ya Pak Tantowi ya, karena ini saya sangat khawatir ya. Ini bukan hanya lagu, tetapi yang saya khawatir mengenai program-program komputer itu. Itu yang sangat, di satu sisi kalau kita tidak memberikan sanksi yang berat seniman kita kasihan, seolah-olah tidak dilindungi tetapi kalau kita ingin sanksi luar biasa, ada kepentingan ekonomi yang nyuling besar yang mengancam kita juga. Ini memang kita posisi dilema sekali, kecuali kalau kita sangat maju di teknologi seperti Jerman, Jepang atau Amerika yang ada microsoft seperti perusahaan Bill Gates mungkin tidak, tetapi ini kita dalam posisi dilema sementara kaitan dengan seniman, pencipta di satu sisi kekuatan besar yang jangan sampai jadi imperialisme yang dikatakan Pak Mardani tadi ya, modern itu kan apalagi dunia haki ini dibagi negara maju ini 60% lebih income mereka dari royalti-royalti ini. Jadi ini maksud saya kita coba merenungi lebih jauh, kita dalami, jadi mohon pihak Pemerintah Pak Dirjen ada rujukan beberapa negara yang selevel kurang lebih dengan kita dan negara yang jauh lebih maju begitu ya. Baik. Tadi usul Pak Kurdi mengenai, besok ya mengusulkan, ini suara terbayak saja kalau, diralat, Pak Tantowi? ...: Kalau saya, saya siap, siap-siap saja. KETUA RAPAT: Pak Tantowi, Bagaimana?

Baik. Kalau begitu kita atur secepatnya di minggu depan ya, kalau bisa Senin mungkin atau ya Senin

atau Selasa begitu ya, karena ini sekali lagi kita bermain dengan waktu ini ya. Jadi mohon kawan-kawan didalami, jadi nanti pada saat minggu depan sudah kita lebih mudah lagi ya.

Baik. Saya mengusulkan minggu depan Hari Selasa begitu ya? Bagaimana Hari Selasa setuju? Kalau memungkinkan Senin, kita Senin begitu ya? Kita sepakat Hari Senin ya, dari pihak Pemerintah bagaimana, apakah bisa Hari Senin kita lanjut

ya, dari pagi begitu ya, nanti sekretariat dari pagilah biar seharian begitu ya, jam 10 begitu ya. Baik ya, saya ketok palu jadwal Hari Senin.

(RAPAT: SETUJU)

Sekali lagi saya ucapkan terima kasih kepada kawan-kawan di Panja dan Pansus juga kepada pihak pemerintah yang sangat konsen. Oh sebelumnya silakan Pak. HKI (AHMAD RAMLI): Bapak Pimpinan yang kami hormati, Ini sebetulnya kemarin waktu kita akan membahas ini ada satu pasal yang kami usulkan diubah dan waktu itu disepakati untuk dibahas setelah selesai LMK yaitu tentang pengumuman tadi tentang performing right. Nah jadi ini Pasal 1 ayat (11) itu istilahnya publikasi. Publikasi adalah penyebarluasan dan seterusnya. Kita akan ubah menjadi pengumuman seperti yang ada di undang-undang yang lama, karena

Page 42: KETUA RAPAT - berkas.dpr.go.id

kalau pengumuman tidak hanya menyebarkan hasil copy hasil penggandaan, tetapi menyanyikan pun sudah harus membayar ini royalti. Jadi kami hanya mengubah Pasal 1 ayat (11) ini poin 11 dengan kata pengumuman yang sudah kami sampaikan di sini Pak. KETUA RAPAT: Baik, karena saya belum tutup tadi. HKI (AHMAD RAMLI): Isinya juga Pak berubah, karena di sana meng-cover performing right yang itu sangat penting. KETUA RAPAT: Tadi saya belum tutup, kalau mau ditanggapi ini cuma satu pasal mumpung kira-kira bagaimana usulan dari pemerintah? Sepakat ya karena tidak terlalu prinsip saya rasa itu ya malah memperjelas ya. Baik, terima kasih sekali lagi terima kasih semuanya kita jumpa lagi pada hari Senin jam 10.00 ya. Yang tadi saya ketok dulu ya oke ya.

(RAPAT: SETUJU)

Dan sekaligus saya ketok lagi menutup sidang pada hari ini.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 16.25 WIB)