Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

32
Diabetes Melitus Tipe 1 dengan Ketoasidosis Gita Nur Azizah 102013182 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510, No. Telp (021) 5694- 2061 Email: [email protected] Pendahuluan Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan ketidakseimbangan antara tuntunan dan suplai insulin. Sindrom ditandai oleh hiperglikemi dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Ketoasidosis diabetic (KAD) merupakansalah satu komplikasi akut diabetes yang sangat berhubungan dengan kualitas edukasi yang diberikan kepada seorang dengan diabetes mellitus (DM) 2, sementara DM tipe 1, sering kali ketoasidosis merupakan pintu awal diagnosis. 1 Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD. 2 Risiko KAD pada IDDM adalah 1 – 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek

description

22

Transcript of Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

Page 1: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes Melitus Tipe 1 dengan Ketoasidosis

Gita Nur Azizah

102013182

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510, No. Telp (021) 5694-2061

Email: [email protected]

Pendahuluan

Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan ketidakseimbangan antara tuntunan

dan suplai insulin. Sindrom ditandai oleh hiperglikemi dan berkaitan dengan abnormalitas

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Ketoasidosis diabetic (KAD) merupakansalah satu

komplikasi akut diabetes yang sangat berhubungan dengan kualitas edukasi yang diberikan

kepada seorang dengan diabetes mellitus (DM) 2, sementara DM tipe 1, sering kali ketoasidosis

merupakan pintu awal diagnosis.1 Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin

efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon,

katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab

utama morbiditas dan mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas

terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh

kematian akibat KAD.2

Risiko KAD pada IDDM adalah 1 – 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada

anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD,

anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan

makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah

asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu terjadinya

KAD.3

Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan

oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik intravena dan

balance elektrolit, tes glukosa, dan pemeriksaan status mental (termasuk derajat kesadaran).

Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama, gangguan sirkulasi, atau

Page 2: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko edema serebri (termasuk usia < 5

tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di unit perawatan intensif anak.2,3

Anamnesis

Anamnesa bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan memperhatikan petunjuk-

petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien. Anamnesis bisa dilakukan

pada pasien itu sendiri yang disebut Auto Anamnesa apabila pasien dalam kondisi sadar dan baik,

bisa juga melalui keluarga terdekat atau orang yang bersama pasien selama ia sakit apabila

pasien dalam kondisi tidak sadar atau kesulitan berbicara disebut dengan Allo Anamnesa.4

Dengan dilakukanya anamnesis maka 70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan sisanya

lagi didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus skenario 1

dilakukan anamnesis secara allo-anamnesis, dan hal yang perlu dilengkapi dan ditanyakan

adalah:5

1. Identitas Pasien

Melengkapi identitas nama, umur, jenis kelamin, tanggal lahir, lahir premature atau normal,

diagnose medis, dan tanggal medis.

2. Keluhan Utama

Keluhan utama adalah keluhan yang dirasa sangat mengganggu saat ini. Keluhan utama yang

dialami anak tersebut adalah merasa lemas dan nyeri perut yang disertai muntah- muntah.

3. Riwayat Kesehtan

a. Riwayat penyakit sekarang

- Apakah nyeri disertai dengan rasa cepat lelah?

- Apakah terdapat nyeri di kepala?

- Apakah penglihatan anak menjadi kabur?

- Apakah terdapat peningkatan frekuensi buang air kecil yang berleibih?

- Bagaimana intake cairan apakah sering timbul rasa haus serta keinginan untuk minum

air yang banyak?

- Bagaimana dengan nafsu makan apakah anak cepat lapar?

- Apakah terjadi penurunan berat badan yang cepat terhadap anak?

- Apakah dulu ibu anak memberi makanan padat yang terlalu dini kepada anak

(kemungkinan alergi)?

Page 3: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

- Apakah terdapat pernafasan cepat dan dalam?

- Apakah nafas berbau seperti aseton?

b. Riwayat Penyakit Dahulu

- Apakah anak sering sakit pada masa bayi?

c. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat penyakit keluarga.

- Apakah salah satu orang tua pernah menderida DM?

- Apakah ibu menderita preemplasia?

- Apakah bayi lahir dari ibu yang sudah berusia lanjut?

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh H to T (head to toe), dimulai dengan Inspeksi,

Palpasi, Perkusi, dan Auskultasi.5

a. Tanda- tanda vital:

- Keadaan umum: sakit sedang

- Kesadaran: somnolen

- Tekanan darah: 80/ 50 mmHg

- Tekanan nadi: 120x/ menit

- Respiratory Rate: 40x/ menit, nafas cepat dan dalam

- Suhu tubuh: 37 derajat Celcius

- Turgor kulit: menurun

- Capillary Refil Test: 3 detik

b. Inspeksi

- Keadaan umum pasien serta tanda khas dari pasien yang tampak saat datang

- Terlihat penurunan kesadaran dan nafas kussmaul

- Warna kulit dan kondisi kulit (kering, normal, lembab)

- Inspeksi thorak, abdomen, mukosa dan ekstrimitas apakah ada luka yang tidak

kunjung sembuh

c. Palpasi

- Tes turgor kulit menurun pada bagian abdomen anak

- Tes capillary refill 3 detik

Page 4: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

- Palpasi pada rongga thorak, abdomen sampai suprapubik untuk melihat apakah

terdapat rasa nyeri pada perabaan yang menandakan adanya inflamasi

d. Perkusi

- Perkusi pada rongga dada untuk melihat adanya edema paru atau tanda-tanda

pneumonia

e. Auskultasi

- Auskultasi pada rongga dada untuk melihat adanya edema paru atau tanda-tanda

pneumonia

- Auskultasi pada rongga dada dan jantung untuk menilai keadaan umum organ paru

dan jantung

- Auskultasi abdomen untuk mendengarkan bising usus

Berdasarkan skenario, kasus pada anak ini merupakan tindakan yang membutuhkan

penanganan segera. Oleh karena itu, pemeriksaan di atas yang sifatnya bukan untuk menegakkan

diagnosis segera dapat tidak dikerjakan dahulu. Pemeriksaan dilanjutkan apabila pasien sudah

mendapatkan terapi yang adekuat.5

Pemeriksaan Penunjang

a. Glukosa:

- Kadar glukosa plasma puasa diatas 126 mg/dL (7,8 mmol/L) pada lebih dari satu

pemeriksaan baik diamnbil pada pagi hari sesudah puasa semalaman.

- Kadar glukosa plasma sewaktu diatas 200 mg/Dl (11,1 mmol/L). Glukosa plasma

sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu

makan terakhir. 6

b. Pada individu asimtomatik, jika terdapat peningkatan kadar glukosa darah puasa dan

peningkatan kadar glukosa darah yang menetap selama dilakukan tes toleransi glukosa oral

(TTGO/OPGTT) yang dilakukan lebih dari 1 kali. Cara pemeriksaan TTGO adalah:6

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa

2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.

3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.

4. Periksa glukosa darah

Page 5: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

5. Berikan glukosa 75g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5

menit.

6. Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa

7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

WHO (1985) menganjurkan pemeriksaan standar seperti di atas, tetapi di Indonesia hanya

memakai pemeriksaan glukosa darah 2 jam saja. Sedangkan, TTGO pada anak seringkali

tidak dibutuhkan karena gejala klinis yang khas. 2

c. Persentase HbA1c lebih sering diukur. Nilai normal bervariasi sesuai dengan metode

laboratorium yang digunakan, tetapi anak-anak nondiabetes umumnya memiliki nilai-nilai

dalam kisaran rendah normal. Pada diagnosis, diabetes anak-anak agaknya mendapatkan

hasil di atas batas atas dari kisaran referensi. Pengukuran kadar HbA1c adalah metode terbaik

untuk jangka menengah untuk pemantauan jangka panjang pengendalian diabetes. Untuk

nilai rujukan HbA1c berkisar 5-9% kada Hb total.6

d. Ketonuria

Dalam keadaan tidak ada insulin dalam jumlah cukup, maka tiga “badan keton" utama

dibentuk dan diekskresi ke dalam kemih: asam β-hidroksibutirat, asam asetoasetat, dan

aseton. Produk-produk komersil untuk menguji adanya keton dalam kemih kini tersedia.

Tablet Acetest, Ketostix, dan Keto-Diastix menggunakan suatu reaksi nitroprusida yang

hanya mengukur aseton dan asetoasetat. Dengan demikian, uji-uji ini dapat keliru

mengarahkan bila asam β-hidroksibutirat merupakan metabolit yang dominan.2

Kondisi-kondisi lain di samping ketoasidosis diabetik dapat menyebabkan badan-badan

keton tampil dalam kemih; antara lain kelaparan, diet tinggi lemak, ketoasidosis alkoholik,

demam, dan kondisi lain di mana kebutuhan metabolik meningkat. Kadar beda keton dalam

kadar normal apabila < 0,6 mmol/L, Ketosis apabila > 1 mmol/L, dan indikasi Ketoasidosis

diabetic apabila kadar benda keton mencapai >3 mmol/L.2

e. Proteinuria

Proteinuria seperti yang ditemukan pada pemeriksaan carik celup rutin seringkali menjadi

tanda pertama komplikasi diabetes pada ginjal. Jika proteinuria terdeteksi, maka perlu

dilakukan analisis kumpulan kemih 24 jam untuk menentukan derajat proteinuria (individu

normal mengekskresikan < 30 mg protein per hari) dan laju ekskresi kreatinin kemih; pada

Page 6: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

saat yang sama, kadar kreatinin serum perlu ditentukan sehingga bersihan kreatinin (suatu

perkiraan dari laju filtrasi glomerulus) dapat dihitung. Pada beberapa kasus kelak terjadi

proteinuria yang berat (3-5 g/hari) dengan gejala-gejala sindroma nefrotik lain seperti edema,

hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia.6

f. Gas darah arteri (AGD).

Umumnya pada pasien dengan kondisi ketoasidosis diabetik derajat pH sering pada kondisi

asidosis yaitu berkisar antara 7,3 sampai 6,8. Derajat berat ataupun ringannya asidosis

diklasifikasikan sebagai berikut:6

1. Ringan : Bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.

2. Sedang: Bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.

3. Berat : Bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.

Working Diagnosis

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan maka pasien di diagnosis

menderita ketoasidosis diabetik. Diagnosis kerja ditegakkan berdasarkan temuan pada

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Data anamnesis yang menjadi

patokan adalah adanya gejala klasik diabetes melitus, yakni poliuria, polidipsi dan polifagi serta

keadaan pasien yang lemas dan penurunan berat badan. Berdasarkan anamnesis juga tidak

didapat keterangan bahwa sang pasien menderita diabetes sebelumnya. Hal ini menambah

kemungkinan timbul berbagai komplikasi dari diabetes tersebut yang disebabkan oleh

hiperglikemi dan kekurangan glukosa dalam sel.

Differential Diagnosis

Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk

heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang

penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan

postprandial, arterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati dan neuropati. Manifestasi

klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari

Page 7: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

penyakit vaskularnya. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa

dan gangguan toleransi glukosa dapat tetap berisiko mengalami komplikasi metabolik diabetes).7

Diabetes mellitus tipe 2 merupakan jenis yang lebih sering terjadi, tetapi jauh lebih

sedikit yang telah dipahami karena bersifat multifaktorial. Defek metabolik karena gangguan

sekresi insulin atau karena resistensi insulin di jaringan perifer.7

Genetika : toleransi karbohidrat dikontrol oleh berjuta pengaruh genetik. Oleh karena itu

DM II merupakan kelainan poligenik dengan faktor metabolik berganda yang berinteraksi

dengan pengaruh eksogen untuk menghasilkan fenotip tersebut koordinasi genetik pada DM

tipe 2 pada kembar identik mendekati 90%.

Resistensi insulin

- Mekanisme mayor resistensi insulin pada otot skeletal meliputi gangguan aktivasi sintase

glikogen, disfungsi regulator metabolis, reseptor doen-regulation, dan abnormalitas

transporter glukosa.

- Meningkatkan penurunan ambilan glukosa selular yang dimediasi oleh insulin.

- Hepar juga menjadi resisten terhadap insulin, yang biasanya berespon terhadap

hiperglikemia dengan menurunkan produksi glukosa. Pada DM II, produksi glukosa

hepar terus berlangsung meskipun terjadi hiperglikemia, mengakibatkan peningkatan

keluaran glukosa hepar basal secara tidak tepat.

- Obesitas, terutama obesitas abdomen, berhubungan langsung dengan peningkatan derajat

resistensi insulin.

Disfungsi sel beta

- Disfungsi sel beta mengakibatkan ketidakmampuan sel pulau (sel islet) penkreas

menghasilkan insulin yang memadai untuk menyediakan insulin yang cukup setalah

sekresi insulin dipengaruhi.

- Diteorikan bahwa hiperglikemia dapat membuat sel beta semakin tidak responsif

terhadap glukosa karena toksisitas glukosa.

- Sekresi insulin normalnya terjadi dalam dua fase. Fase pertama terjadi dalam beberapa

menit setelah suplai glukosa dan kemudian melepaskan cadangan insulin yang disimpan

dalam sel beta; fase dua merupakan pelepasan insulin yang baru disintesis dalam

Page 8: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

beberapa jam setelah makan. Pada DM II, fase pertama pelepasan insulin sangat

terganggu.

Fungsi sel beta (termasuk fase awal sekresi insulin) dan resistensi insulin membaik dengan

penurunan berat badan dan peningkatan aktivitas fisik. Penatalaksanaa DM dikenal sebagai 4

pilar yang terdiri atas edukasi (pasien, keluarga), terapi medis (food planning), latian jasmani

atau aktivitas fisik, dan intervensi farmakologis untuk menurunkan kadar glukosa darah (obat

hyperglikemik oral/OHO maupun insulin). Prognosis akan memuaskan apabila dapat dikontrol

dengan tepat.7

Gastroenteritis

Didefinisikan sebagai inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus yang ditandai

dengan muntah dan diare yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yangmenimbulkan

dehidrasi dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Faktor Infeksi bakteri : Vibrio, E.

Coli, Salmonella, Shigelia Compylobacter, Yersina, Aeromonas,dan sebagainya.Infeksi

virus : Eterovirus, Adenovirus, Rotavirus,Astrovirus, parasit : cacing (Ascaris, Triguris,

Oxyyuris, Strongyloides), protozoa (EntamoebaHstolitica, Glardialambia, Trichomonas

Hominis). Faktor malabsorbsi karbohidrat, lemak, atau protein. Faktor makanan basi, beracun,

dan alergi terhadap makanan. Factor psikologis rasa takut dan cemas. Imunodefisiensi dapat

mengakibatkan terjadinya pertumbuhan bakteri. Infeksi terhadap organ lain, seperti radang

tonsil, bronchitis, dan radang tenggorokan.8

Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus,bakteri atau toksin, dan parasit.

Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi

enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dindingusus pada

gastroenteritis akut.Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang

lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman

yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik

(makananyang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga

ususmeningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isirongga usus

berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus,

sehingga sekresi air dan elektrolit meningkatkemudian terjadi diare. Gangguan mutilitas usus

Page 9: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

yang mengakibatkanhiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri

adalah kehilanganair dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa.8

Intoksikasi

Intoksifikasi atau keracunan adalah masuknya makanan,zat atau senyawa kimia dalam tubuh

manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Misalnya intoksikasi

insektisida (Insektisida hidrokarbon khorin ( IHK) dan Isektida fosfat organic ( IFO), makanan,

dan zat-zat psikoaktif (kokain, mariyuana, dan heroin). Keracunan makanan adalah masuknya zat

toxic (racun) dari bahan yang kita makan ke dalam tubuh baik saluran cerna,kulit,inhalasi dll.

Yang menimbulkan tanda dan gejala klinis. Pada keadaan keracunan makanan, gejala-gejala

timbul karena racun yang ikut tertelan bersama dengan makanan. Umumnya pada keracunan

makanan, gejala-gejala terjadi tak lamasetelah menelan bahan beracun tersebut, bahkan dapat

segera setelah menelan bahan beracunitu dan tidak melebihi 24 jam setelah tertelannya racun.

Seseorang dicurigai menderita keracunan, bila :9

- Sakit mendadak.

- Gejala tak sesuai dengan keadaan patologik tertentu.

- Gejala berkembang dengan cepat karena dosis besar.

- Anamnese menunjukkan kearah keracunan, terutama kasus percobaan bunuh

diri, pembunuhan atau kecelakaan.

- Keracunan kronis dicurigai bila digunakannya obat dalam waktu lama atau

lingkungan pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia.

Penatalaksanaannya pada intoksifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:9

Resusitasi

Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan nadi.Infusdextrose

5 % kec. 15- 20 tts/menit .,nafas buatan,oksigen,hisap lendir dalamsaluran

pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran nafas,kalu perlurespirator pada

kegagalan nafas berat.Hindari pernafasan buatan dari mulu tkemulut, sebab racun organo

fhosfat akan meracuni lewat mlut penolong.Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan

meniup face mask atau menggunakan alat bag– valve– mask.

Page 10: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

Emesis dan Katarsis.

merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar ataudengan pemeberian

sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil maka

dilakukan kataris yaitu dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus

halus dan besar. Hasil paling efektif bila emesis dan kataris sebaiknya hanya dilakukan bila

keracunan terjadi kurang dari 4– 6 jam . 

Anti dotum

Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh padatempat

penumpukan. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mgb. Dilanjutkan dengan 0,5– 

1 mg setiap 5 - 10 - 15 menit sampai timbul gejala-gejala atropinisasi

( muka merah,mulut kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis). Kemudian interval

diperpanjang setiap 15 –30 - 60 menit selanjutnya setiap 2 – 4 – 6 – 8 dan12 jam.d.

Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian yangmendadak

dapatmenimbulkan rebound effect berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akutyang

sering fatal.

Etiologi dan Faktor Pencetus

Ada sekitar 80% pasien KAD diketahui menderita diabetes mellitus (DM) manakala 20%

lagi baru mengetahui menderita DM. menghentikan atau mengurangi dosis insulin pada terapi

DM merupakan salah satu pencetus KAD. Malah, KAD sering terkena pada penderita DM tipe 1

dimana kadar insulin tidak cukup sesuai dengan kebutuhan metabolic tubuh. Antara factor

pencetus lain adalah infeksi, infark miokardium akut, pancreatitis akut dan penggunaan obat

golongan steroid.10

Pada anak prepubertas, penyebab tersering adalah infeksi manakala tidak mengambil

injeksi atau tekanan emosi merupakan penyebab tersering pada remaja dewasa. Anak yang

menggunakan insulin analog juga berisiko tinggi untuk mendapat rapid onset KAD. Kegagalan

untuk mengambil long acting insulin dapat menyebabkan defisiensi insulin pada malam hari.

Pada negara berkembang, ketiadaan insulin buatan meruakan punca utama KAD.10

Page 11: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

Epidemologi

Diagnosis KAD didapatkan sekitar 16-80% pada penderita anak baru dengan Diabetes

melitus tipe 1, tergantung lokasi geografi. Di Eropa dan Amerika utara angkanya berkisar 15-

67%, sedangkan di Indonesia dilaporkan antara 33-66%.10

Prevalensi KAD di Amerika serikat diperkirakan sebesar 4,6-8 per 1000 penderita diabetes,

dengan mortalitas < 5% atau sekitar 2-5%. KAD juga merupakan penyebab kematian tersering

pada anak dan remaja penyandang diabetes melitus tipe 1, yang diperkirakan setengah dari

penyebab kematian penderita Diabetes melitus dibawah usia 24 tahun. Sementara itu di

Indonesia belum didapatkan angka yang pasti mengenai hal ini.10

Patofisiologi

Pada diabetes tipe 1 terjadi defisiensi insulin mengakibatkan terjadinya gangguan

metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Ketoasidosis diabetik mencerminkan suatu

keadaan defisiensi insulin mutlak atau relatif disertai peningkatan berlebihan hormon stres atau

pengimbang. Meningkatnya hormon pengimbang seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan

growth hormone dengan kompensatorik insulin yang tidak meningkat, menyebabkan

meningkatnya lipolisis dan ketogenesis. Hal ini yang meningkatkan kadar asam lemak bebas

dalam darah, ketosis, dan asidosis metabolik. Asam lemak bebas diserap hati, tempat asam

tersebut diesterifikasi menjadi trigliserida dan dioksidasi menjadi asam asetoasetat dan

hidroksibutirat (keton) secara berlebihan, sehingga menyebabkan terjadinya asidosis metabolik.11

Ketosis dan asidosis metabolik ikut berperan dalam menyebabkan terjadinya gangguan

elektolit dan muntah, yang sering terjadi pada KAD dan biasanya bersifat parah. Pada keadaan

defisiensi insulin, meningkatnya kadar hormon pengimbang juga merangsang produksi glukosa

melalui glikogenolisis dan glukoneogenesis, kadar glukosa biasanya meningkat (>250 mg/dL)

pada penderita KAD. Seiring dengan meningkatnya kadar glukosa darah, jumlah glukosa yang

muncul dalam filtrasi glomerulus melebihi kemampuan tubulus proksimal ginjal untuk

mereasorbsi glukosa terjadi glukosuria.11

Dengan terus meningkatnya kadar glukosa darah, terjadi peningkatan glukosuria hingga

laju pengeluaran glukosa melalui urin setara dengan laju pembentukan glukosa. Saat hal ini

Page 12: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

terjadi, kadar glukosa darah mungkin sudah stabil pada kisaran 400-600mg/dL. Derajat

hiperglikemia ini menyebabkan terjadinya diuresis osmotik. Bersama dengan berkurangnya

asupan cairan dan muntah akibat ketosis dan asidosis tadi, hal ini menyebabkan terjadinya

dehidrasi. Saat dehidrasi memburuk sampai ke tahap mengurangi laju filtrasi glomerulus, jumlah

glukosa yang difiltrasi menurun sehingga pengeluran glukosa melalui urin berkurang dan kadar

glukosa darah semakin meningkat ke suatu kadar stabil melebihi 600-800mg/dL.10,11

Kelainan elektrolit selalu terjadi pada KAD. Diuresis osmotik yang dipicu oleh glukosa

pada KAD menyebabkan berkurangnya reabsorpsi natrium dan air oleh tubulus distal ginjal dan

keluarnya natrium dan air secara berlebihan. Natrium dan kalium juga dieksresikan bersama

dengan asam keto. Pada KAD, konsentrasi natrium serum biasanya rendah akibat perpindahan

osmotik air, yang dipicu oleh hiperglikemia, dari kompartemen intrasel ke ekstrasel. Penurunan

kadar natrium serum akibat pengenceran ini diperkirakan sebesar 1.6 mEq/L untuk setiap

peningkatan 100mg/dL glukosa darah di atas kisaran normal. Pengeluaran kalium selama KAD

dapat cukup besar dan sering terjadi deplesi kalium. Kehilangan kalium ini disebabkan oleh

ekskresi kalium melalui urin bersama dengan asam keto dan oleh efek meningkatnya kadar

aldosteron akibat dehidrasi. Namun karena asidosis meningkatkan perpindahn kalium dari ruang

intrasel ke ekstrasel, maka kalium serum pada awal KAD sering meningkat atau normal. Dengan

demikian konsentrasi kalium serum yang terukur bukan merupakan indikator yang handal untuk

menentukan status kalium tubuh.10,11

Gejala Klinis

Gejala klinis KAD biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam. Poliuri,

polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa hari menjelang KAD,

dan seringkali disertai gejala mual, muntah dan nyeri perut.Adanya nyeri perut sering

disalahartikan sebagai 'acute abdomen', dan dilaporkan dijumpai pada 40-75% kasus KAD.

Walaupun penyebabnya belum diketahui secara pasti, asidosis metabolik diduga menjadi

penyebab utama gejala nyeri abdomen , gejala ini akan menghilang dengan sendirinya setelah

asidosisnya teratasi.12

Pada pemeriksaan klinis sering dijumpai penurunan kesadaran, dan bahkan koma (10%

kasus), tanda-tanda dehidrasi dan syok hipovolemia (kulit/mukosa kering dan penurunan turgor,

Page 13: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

hipotensi dan takikardi). Tanda klinis lain adalah napas cepat dan dalam (Kussmaul) yang

merupakan kompensasi hiperventilasi akibat asidosis metabolik, disertai bau aseton pada

napasnya. Walaupun amat jarang terjadi, pada anak yang lebih besar (remaja) keadaan klinis di

atas harus dibedakan dengan status hiperglikemi hiperosmolar (SHH) atau yang dahulu disebut

sebagai hiperglikemi-hiperosmolar non-ketotik . Pada SHH sering didapatkan tanda klinis antara

lain: hiperglikemia (sering melebihi 600 mg/dL), tanpa ketosis atau hanya ringan, asidosis non-

ketotik, dehidrasi yang berat, gangguan kesadaran yang berat, kejang, hemiparesis, refleks

Babinski positif, hipertemia, dan sering disertai napas Kussmaul (asidosis laktat). Osmolaritas

serum sering melebihi 350 mOsm/kg.12

KAD juga harus dibedakan dengan penyebab asidosis, dan koma yang lain termasuk:

hipoglikemia, uremia, gastroenteritis dengan asidosis metabolik, asidosis laktat, intoksikasi

salisilat, ensefalitis, dan lesi intrakranial. Diagnosis KAD didasarkan atas adanya "trias biokimia"

yakni: hiperglikemia, ketonemia, dan asidosis. Kriteria diagnosis yang telah disepakati luas

adalah sebagai berikut :13

- Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).

- Asidosis, bila pH darah < 7,3,

- kadar bikarbonat < 15 mmol/L).

Penatalaksanaan

Non-Medika Mentosa

Tujuan pengobatan ialah mengembalikan anak kepada kesehatan dan pertmbuhan yang

mendekati normal. Hal yang penting ialah pertumbuhan dan perkembangannya dengan

memperhatikan kekuatan jasmani yang sebaiknya. Tidak boleh banyak berbeda dengan anak

normal. Diet makanan harus adekuat untuk pertumbuhan dan aktifitas normal dan cukup

mengenyangkan. Sebaliknya makanan tidak banya berbeda dengan makanan anak lain dan

disesuaikan dengan makanan keluarga. Walaupun sekarang bayak penganut diet bebas, ada

baiknya anak diberikan bimbingan. Diet bebas berarti bahwa anak boleh makan sesukanya pada

waktu makan, tetapi tidak boleh berlebihan dan harus menjauhkan diri dari makanan manis

(gula-gula dan lain-lain) dan makanan yang banyak mengandung karbohidrat. Prinsip diet ini

ialah:

Page 14: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

a. Kalori cukup untuk pertumbuhan dan aktifitas.

b. Protein tidak kurang dari 2-3 gram/kkbb/hari.

c. 40-50% daripada kalori terdiri dari karbohidrat.

d. Cukup vitamin dan mineral.

Medika Mentosa

Kesuksesan pengelolaan diabetes mellitus tipe 1 dengan penyulit ketoasidosis diabetic

membutuhkan koreksi terhadap dehidrasi, hiperglikemia, gangguan elektrolit, komorbiditas, dan

monitoring selama perawatan. Pada kasus ringan sekalipun membutuh monitor yang intensif,

maka sebaiknya minimal perawatan adalah di ruangan yang bias dilakukan monitor intensif (high

care unit). Secara umum pemberian cairan adalah langkah awal penatalaksanaan KAD setelah

resusitasi kardiorespirasi. Terapi cairan ditunjukan untuk ekspansi cairan intraselular,

intravascular, interstisial, dan restorasi perfusi ginjal. Jika tidak ada masalah kardiak atau

penyakit ginjal kronik berat, cairan salin isotonic (NaCl 0,9%) diberikan dengan dosis 15-20

cc/kg BB/jam pertama atau satu sampai satu setengah liter pada jam pertama. Tindak lanjut

cairan pada jam-jam berikutnya tergantung pada keadaan hemodinamik, status hidrasi, elektrolit,

dan produksi urin. Penggantian cairan dapat dilakukan sampai dengan 24 jam, dan penggantian

cairan sangat mempengaruhi pencapaian target gula darah, hilangnya benda keton, dan perbaikan

asidosis.11

Insulin

Insulin merupakan farmakoterapi kausatif utama KAD. Pemberian insulin intravena

kontiyu lebih disukai karena waktu paruhnya pendek dan mudah dititrasi. Dari beberapa studi

prostektif dengan rekomendasi didapatkan bahwa pemberian insulin regular dosis rendah

intravena merupakan cara yang efektif dan terpilih. Jika insulin intravena yang diberikan sekitar

1.0-1.15 unit/jam, maka sebenarnya tidak diperlukan insulin bentuk bolus (priming dose) di

awal. Dengan pemberian insulin intravena dosis rendah diharapkan terjadi penurunan glukosa

plasma dengan kesepatan 50-100 mg/dl setiap jam sampai glikosa turun 200 mg/dl, lalu

kecepatan insulin diturunkan menjadi 0,02-0,05 unit/kgBB/jam. Jika glukosa sudah berada di

sekitar 150-200 mg/dl maka pemberian infus dekstrose dianjurkan untuk menjegah

hipoglikemia.11

Page 15: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

Kalium

Sejatinya pasien KAD akan mengalami hiperglikemia melalui mekanisme asidemia,

defisiensi insulin, dan hipertonisitas. Jika saat masuk kalium pasien normal atau rendah, maka

sesungguhnya terdapat defisiensi kalium yang berat di tubuh pasien sehingga butuh pmberian

kalium yang adekuat karena terapi insulin akan menurunkan kalium lebih lanjut. Monitor jantung

perlu dilakukan pada keadaan tersebut agar jangan terjadi aritmia. Untuk mencegah hypokalemia

maka pemberian kalium sudah dimulai manakala kadar kalium di sekitar batas atas nilai

normal.11

Bikarbonat

Jika asidosis memang murni karena KAD, maka koreksi bikarbonat tidak

direkomendasikan diberikan rutin, kecuali jika pH darah kurang dari 6,9. Hanya saja pada

ketoasidosis dengan gangguan fungsi ginjal yang signifikan, sering kali sulit membedakan

apakah asidosisnya karena KAD atau karena gagal ginjalnya. Efek buruk dari dari koreksi

bikarbonat yang tidak pada tempatnya adalah meningkatnya risiko hypokalemia, menurunnya

asupan oksigen jaringan, edema serebri, dan asidosis susunan saraf pusat parakdosi.11

Fosfat

Meski terjadi hipopasfatemia pada KAD, serum fosfat sering ditemukan dalam keadaan

normal atau meningkat saat awal. Kadar fosfat akan turun dengan pemberian insulin. Dari

beberapa studi tidak ditemukan manfaat yang nyata pemberian fosfat pada KAD, bahkan

pemberian fosfat yang berlebihan akan mencetuskan hypokalsemia berat. Pada keadaan

konsentrasi serum fosfat kurang dari 1 mg/dl dan disertai dengan disfungsi kardiak, aritmia atau

depresi nafas akibat kelemahan otot, maka koreksi fosfat menjadi pertimbangan penting.11

Transisi Keinsulin Perkutan

Setelah krisis hiperglikemia teratasi dengan pemberian insulin intravena dosis rendah,

maka langkah selanjutnya adalah memastikan bahwa KAD sudah memastikan bahwa KAD

sudah memasuki fase resolusi dengan kriteria gula darah kurang dari 200 mg/dl dan dua dari

keadaan berikut: serum bikarbonat lebih atau sama dengan 15 mEq/l, pH vena 7.3, dan anion gap

hitung kurang kurang atau sama dengan 12 mEq/l. 11

Page 16: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

Agar tidak terjadi hiperglikemia atau KAD berulang maka sebaiknya pengehntian insulin

intravena dilakuan 2 jam setelah suntikan subkutan pertama. Asupan nutrisi merupakan

merupakan pertimbangan penting saat transisi ke subkutan, jika pasien puasa karena sesuatu hal

atau asupan masih sangat kurang maka insulin intravena diteruskan.11

Jika pasien sudah terkontrol regimen insulin tertentu sebelum mengalami KAD, maka pemberian

insulin dapat diberikan ke regimen awal dengan dapat dipertimbangkan keregimen awal dengan

tetap mempertimbangkan kebutuhan insulin pada keadaan terakir. Pada pasien yang belum

pernah mendapatkan insulin maka pemberian insulin secara perkutan terbagi lebih dianjurkan.

Jika kebutuhan insulin masih tinggi maka regimen basal bolus akan lbih menyerupai insulin

fisiologi dengan resiko hipoglikemia yang lebih rendah.11

Gambar no.1 Protokol Manajemen KAD (Kitabchi 2009)11

Komplikasi

Hipoglikemia dan hipokalemia

Sebelum penggunaan protokol insulin dosis rendah, kedua komplikasi ini dapat dijumpai

pada kurang lebih 25% pasien yang diterapi dengan insulin dosis tinggi. Kedua komplikasi ini

diturunkan secara drastis dengan digunakannya terapi insulin dosis rendah. Namun, hipoglikemia

tetap merupakan salah satu komplikasi potensial terapi yang insidensnya kurang dilaporkan

Page 17: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

secara baik. Penggunaan cairan infus menggunakan dekstrosa pada saat kadar glukosa mencapai

250 mg/dL pada KAD dengan diikuti penurunan laju dosis insulin dapat menurunkan insidens

hipoglikemia lebih lanjut. Serupa dengan hipoglikemia, penambahan kalium pada cairan hidrasi

dan pemantauan kadar kalium serum ketat selama fase-fase awal KAD dan KHH dapat

menurunkan insidens hipokalemia.15

Edema Serebral

Peningkatan tekanan intrakranial asimtomatik selama terapi KAD telah dikenal lebih dari

25 tahun. Penurunan ukurnan ventrikel lateral secara signifikan, melalu pemeriksaan eko-

ensefalogram, dapat ditemukan pada 9 dari 11 pasien KAD selama terapi. Meskipun demikian,

pada penelitian lainnya, sembilan anak dengan KAD diperbandingkan sebelum dan sesudah

terapi, dan disimpulkan bahwa pembengkakan otak biasanya dapat ditemukan pada KAD bahkan

sebelum terapi dimulai. Edema serebral simtomatik, yang jarang ditemukan pada pasien KAD

dan KHH dewasa, terutama ditemukan pada pasien anak dan lebih sering lagi pada diabetes

awitan pertama.15

Sindrom Distres Napas Akut Dewasa (Adult Respiratory Distress Syndrome)

Suatu komplikasi yang jarang ditemukan namun fatal adalah sindrom distres napas akut

dewasa (ARDS). Selama rehidrasi dengan cairan dan elektrolit, peningkatan tekanan koloid

osmotik awal dapat diturunkan sampai kadar subnormal. Perubahan ini disertai dengan

penurunan progresif tekanan oksigen parsial dan peningkatan gradien oksigen arterial alveolar

yang biasanya normal pada pasien dengan KAD saat presentasi. Pada beberapa subset pasien

keadaan ini dapat berkembang menjadi ARDS. Dengan meningkatkan tekanan atrium kiri dan

menurunkan tekanan koloid osmotik, infus kristaloid yang berlebihan dapat menyebabkan

pembentukan edema paru (bahkan dengan fungsi jantung yang normal). Pasien dengan

peningkatan gradien AaO2 atau yang mempunyai rales paru pada pemeriksaan fisis dapat

merupakan risiko untuk sindrom ini. Pemantauan PaO2 dengan oksimetri nadi dan pemantauan

gradien AaO2 dapat membantu pada penanganan pasien ini. Oleh karena infus kristaloid dapat

merupakan faktor utama, disarankan pada pasien-pasien ini diberikan infus cairan lebih rendah

dengan penambahan koloid untuk terapi hipotensi yang tidak responsif dengan penggantian

kristaloid.15

Page 18: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

Asidosis metabolik hiperkloremik

Asidosis metabolik hiperkloremik dengan gap anion normal dapat ditemukan pada

kurang lebih 10% pasien KAD; meskipun demikian hampir semua pasien KAD akan mengalami

keadaan ini setelah resolusi ketonemia. Asidosis ini tidak mempunyai efek klinis buruk dan

biasanya akan membaik selama 24-48 jam dengan ekskresi ginjal yang baik. Derajat keberatan

hiperkloremia dapat diperberat dengan pemberian klorida berlebihan oleh karena NaCl normal

mengandung 154 mmol/L natrium dan klorida, 54 mmol/L lebih tinggi dari kadar klorida serum

sebesar 100 mmol/L.15

Sebab lainnya dari asidosis hiperkloremik non gap anion adalah: kehilangan bikarbonat

potensial oleh karena ekskresi ketoanion sebagai garam natrium dan kalium; penurunan

availabilitas bikarbonat di tubulus proksimal, menyebabkan reabsorpsi klorida lebih besar;

penurunan kadar bikarbonat dan kapasitas dapar lainnya pada kompartemen-kompartemen tubuh.

Secara umum, asidosis metabolik hiperkloremik membaik sendirinya dengan reduksi pemberian

klorida dan pemberian cairan hidrasi secara hati-hati. Bikarbonat serum yang tidak membaik

dengan parameter metabolik lainnya harus dicurigai sebagai kebutuhan terapi insulin lebih

agresif dan pemeriksaan lanjutan.15

Trombosis vaskular

Banyak karakter pasien dengan KAD dan KHH mempredisposisi pasien terhadap

trombosis, seperti: dehidrasi dan kontraksi volume vaskular, keluaran jantung rendah,

peningkatan viskositas darah dan seringnya frekuensi aterosklerosis. Sebagai tambahan,

beberapa perubahan hemostatik dapat mengarahkan kepada trombosis. Komplikasi ini lebih

sering terjadi pada saat osmolalitas sangat tinggi. Heparin dosis rendah dapat dipertimbangkan

untuk profilaksis pada pasien dengan risiko tinggi trombosis, meskipun demikian belum ada data

yang mendukung keamanan dan efektivitasnya.15

Pencegahan

Dua faktor yang paling berperan pada timbulnya KAD adalah terapi insulin yang tidak

adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat diatasi dengan

memberikan hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan,

Page 19: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan dengan penderita dan keluarganya di saat

sakit, serta edukasi. Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita

DM tipe-1 agar tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekompensasi metabolik dan

penatalaksanaan yang tepat.7 Hal praktis yang dapat dilakukan adalah:10

1. Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan pemberian

insulin, manajemen insulin yang tepat disaat sakit).

2. Menghindari stres.

3. Menghindari puasa yang berkepanjangan.

4. Mencegah dehidrasi.

5. Mengobati infeksi secara adekuat.

6. Melakukan pemantauan kadar gula darah/keton secara mandiri.

Selain itu edukasi seperti di atas, beberapa studi melaporkan bahwa salah satu penyebab

penting KAD pada pasien dengan T1DM adalah penghentian insulin (67%). Alasan untuk

penghentian insulin diantaranya adalah permasalahan ekonomi (50%), kehilangan nafsu makan

(21%), masalah prilaku (14%) atau rendahnya pengetahuan manajemen hari sakit (14%). Oleh

karena penyebab paling umum dari penghentian insulin adalah alasan ekonomi, perbaikan

pelayanan kesehatan masyarakat dan akses pasien ke pengobatan adalah cara terbaik untuk

mengatasinya pada kelompok pasien ini.15

Prognosis

KAD biasanya prognosis baik menuju sedang tergantung keparahan kondisinya.

Prognosis dapat diperbaiki dengan terapi cairan serta insulin yang adekuat, tepat, dan cepat.

Pemantauan kondisi fisik serta hal-hal lain juga turut andil dalam memperbaiki prognosis. KAD

yang berat serta ditunjang dengan terapi yang buruk tentu akan mempeburuk prognosis. Apalagi

kalau sudah pada tahap komplikasi KAD yaitu edema serebrum dimana angka kematian sekitar

31% dari total KAD.10

Kesimpulan

Hipotesis diterima. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,pemeriksaan penunjang

dan manifestasi klinik pasien menderita diabetes mellitus tipe 1 dengan ketoasidosis. Kurangnya

Page 20: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

glukosa dalam sel mengakibatkan proses gluconeogenesis dan terbentuknya benda-benda keton

yang bersifat asam sehingga menyebabkan kondisi asidosis. Terapi utama pada KAD adalah

rehidrasi dan insulin serta dilakukan pemantauan terhadap kadar elektrolit, gula dan status pasien

untuk mencegah terjadinya komplikasi. Prognosis penyakit umumnya buruk jika tidak ditangani

segera dan tepat.

Daftar Pustaka

1. Garna H, Nataprawira HMD. Diabetes Mellitus. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu

Kesehatan Anak. Edisi ke-3. Bandung: Bagian ilmu kesehatan anak FK Universitas

Padjajaran; 2005.h.533-61.

2. Syahputr M. Diabetik Ketoacidosis. Medan: Bagian Biokimia Fakultas kedokteran

Universitas Sumatera Utara. 2003. hal 1-14.

3. Felner EI, White PC. Improving management of diabetic ketoacidosis in children.

Pediatrics 2001.h.108:735-40.

4. Santoso M. Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Yayasan Diabetes Indonesia. 2005.h.5-7.

5. Charles, YM Bee. Point of care ketone testing: screening for diabetic ketoacidosis at

the emergency department. Singapore Journal Medicine: 2007.

6. TM, Wallace, Mathews. Recent advances in the monitoring and management of

diabetic ketoacidosis. QJ Med: 2004.

7. Suyono Slamet. Diabetes di Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid III, 2009;

Ed. V. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia : h. 1877-83

8. Fauzi A, Simadibrata M. Penyakit tropic infeksi gastrointestinal. Dalam: Ilmu penyakit

dalam. Jakarta: Interna Publishing.2014.h. 1762-8

9. Insley Jack, Surdjono Ahmad. Vadde mecum pediatric. Edisi ke-13. EGC:Jakarta.2006:

31-40.

10. A W.Sudoyo,B Setiyohadi,I Alwi,M Simadibrata,S Setiati.(eds). Ilmu penyakit dalam.

4th ed.Jakarta, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia;2006. 1874-80.

11. Tarigan THE. Ketoasidosis. Dalam: Ilmupenyakit dalam. Jilid ke-2. Edisi ke-4. Jakarta:

Interna Publishing.2014.h.2375-80.

Page 21: Ketoasidosis Ec Diabetes Melitus Tipe 1

12. Harris GD, Fiordalisi I. Physiologic management of diabetic ketoacidemia: A 5-year

prospective pediatric experience in 231 episodes. Arch Pediatr Adolesc Med

1994;148:1046-52.

13. Jose RLB. Buku ajar endokrinologi anak. Jakarta: Sagung Seto;2010;hal. 124-161.

14. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Nelson imu kesehatan anak.

EGC:Jakarta.2002.2012-3.

15. TM, Wallace, Mathews. Recent advances in the monitoring and management of

diabetic ketoacidosis. QJ Med: 2004.