Keterlibatan Warga Dan Tata Pemerintahan Yang Partisipatif

8
Good Governance Brief Agustus 2008 Keterlibatan Warga dan Tata Pemerintahan yang Partisipatif Tantangan dan Peluang untuk Meningkatkan Pelayanan Publik di Tingkat Daerah Agar fungsional, demokrasi memerlukan adanya warga yang berpengetahuan luas, media yang berdaya, masyarakat yang berpartisipasi menyusun kebijakan, negara yang responsif, serta proses pemerintahan yang terbuka, transparan menampung semua kepentingan. Memperbaiki hubungan warga dengan pemerintah mengharuskan ditingkatkannya efektivitas dan tingkat respons negara, pemberdayaan warga, serta akuntabilitas pejabat dan anggota DPRD. Negara tidak bisa bekerja sendirian memecahkan berbagai masalah masyarakat dan memberikan obat untuk defisit demokrasi — tindakan warga juga diperlukan. Demokrasi yang bermakna harus memperkuat suara masyarakat, mendemonstrasikan sistem tata pemerintahan yang responsif, serta mempromosikan kepentingan semua warga. Paradigma baru tata pemerintahan meliputi proses, politik dan kemitraan. Di masa lalu, banyak negara (termasuk Indonesia) dikelola oleh pejabat yang mengambil keputusan semata berdasar pengetahuan teknis dan kepentingan pribadi. Tapi, struktur dan tuntutan tata pemerintahan yang baru medorong lembaga pemerintah mengembangkan konsultasi publik, menerapkan praktek tata pemerintahan partisipatif di tingkat daerah, mendorong partisipasi masyarakat dan mengembangkan kemitraan baru dengan organisasi masyarakat warga. Hal ini memerlukan deprofesional- isasi politik dan administrasi publik. Tata pemerintahan tidak hanya milik para spesialis dan pejabat pemerin- tah. Aktor pemerintah harus mulai membuka diri bagi pengambilan keputusan yang lebih responsif dan transparan. Tanpa transparansi, partisipasi warga tidak akan efektif. Tanpa akuntabilitas, mereka yang berkuasa bisa mengabaikan kehendak rakyat. Dengan menuntut pemerintah cepat tanggap terhadap kebutuhan ekonomi dan sosial, aktivitas terorganisir warga bisa memiliki pengaruh riil dan kasat mata terhadap kinerja pemerintah dan juga terhadap kualitas dan tingkat respons pelayanan publik. Risalah ini fokus pada peran aktif warga dalam tata pemerintahan daerah. Khususnya, menyoroti upaya-upaya yang telah dilakukan masyarakat warga untuk memperbaiki pelayanan publik lewat berbagai peran yang dimainkan warga: sebagai klien, sebagai warga penuntut perbaikan, dan sebagai penduduk yang berbagi peran dalam penyediaan layanan. Risalah ini terdiri beberapa bagian: Munculnya masyarakat warga (civil society) dan partisipasi masyarakat di Indonesia Kerangka kebijakan untuk keterlibatan warga Praktek keterlibatan organisasi masyarakat warga dalam tata pemerintahan partisipatif Tantangan terhadap partisipasi warga dalam tata pemerintahan daerah dan pelayanan publik Rekomendasi dari konferensi nasional yang dilaksanakan Mei 2008 Ada kegairahan tinggi sehubungan dengan peluang baru demokratisasi dan otonomi daerah yang segera disambut oleh masyarakat. Pemerintah daerah, kini ada di garis terdepan perubahan sosial dan politik dan perlu bekerja erat dengan warga untuk menghantarkan agenda rumit pelayanan publik, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial.

description

Pemerintah

Transcript of Keterlibatan Warga Dan Tata Pemerintahan Yang Partisipatif

Page 1: Keterlibatan Warga Dan Tata Pemerintahan Yang Partisipatif

Good Governance Brief

Agustus 2008

Keterlibatan Warga danTata Pemerintahan yang PartisipatifTantangan dan Peluang untuk MeningkatkanPelayanan Publik di Tingkat Daerah

Agar fungsional, demokrasi memerlukan adanya warga yang berpengetahuan luas, media yang berdaya,masyarakat yang berpartisipasi menyusun kebijakan, negara yang responsif, serta proses pemerintahan yangterbuka, transparan menampung semua kepentingan. Memperbaiki hubungan warga dengan pemerintahmengharuskan ditingkatkannya efektivitas dan tingkat respons negara, pemberdayaan warga, serta akuntabilitaspejabat dan anggota DPRD. Negara tidak bisa bekerja sendirian memecahkan berbagai masalah masyarakatdan memberikan obat untuk defisit demokrasi — tindakan warga juga diperlukan. Demokrasi yang bermaknaharus memperkuat suara masyarakat, mendemonstrasikan sistem tata pemerintahan yang responsif, sertamempromosikan kepentingan semua warga.

Paradigma baru tata pemerintahan meliputi proses, politik dan kemitraan. Di masa lalu, banyak negara(termasuk Indonesia) dikelola oleh pejabat yang mengambil keputusan semata berdasar pengetahuan teknisdan kepentingan pribadi. Tapi, struktur dan tuntutan tata pemerintahan yang baru medorong lembagapemerintah mengembangkan konsultasi publik, menerapkan praktek tata pemerintahan partisipatif di tingkatdaerah, mendorong partisipasi masyarakat danmengembangkan kemitraan baru dengan organisasimasyarakat warga. Hal ini memerlukan deprofesional-isasi politik dan administrasi publik. Tata pemerintahantidak hanya milik para spesialis dan pejabat pemerin-tah. Aktor pemerintah harus mulai membuka diri bagipengambilan keputusan yang lebih responsif dantransparan. Tanpa transparansi, partisipasi warga tidakakan efektif. Tanpa akuntabilitas, mereka yang berkuasabisa mengabaikan kehendak rakyat. Dengan menuntut pemerintah cepat tanggap terhadap kebutuhan ekonomidan sosial, aktivitas terorganisir warga bisa memiliki pengaruh riil dan kasat mata terhadap kinerja pemerintahdan juga terhadap kualitas dan tingkat respons pelayanan publik.

Risalah ini fokus pada peran aktif warga dalam tata pemerintahan daerah. Khususnya, menyoroti upaya-upayayang telah dilakukan masyarakat warga untuk memperbaiki pelayanan publik lewat berbagai peran yangdimainkan warga: sebagai klien, sebagai warga penuntut perbaikan, dan sebagai penduduk yang berbagi perandalam penyediaan layanan. Risalah ini terdiri beberapa bagian:

• Munculnya masyarakat warga (civil society) dan partisipasi masyarakat di Indonesia• Kerangka kebijakan untuk keterlibatan warga• Praktek keterlibatan organisasi masyarakat warga dalam tata pemerintahan partisipatif• Tantangan terhadap partisipasi warga dalam tata pemerintahan daerah dan pelayanan publik• Rekomendasi dari konferensi nasional yang dilaksanakan Mei 2008

Ada kegairahan tinggi sehubungan dengan peluang barudemokratisasi dan otonomi daerah yang segera disambut olehmasyarakat. Pemerintah daerah, kini ada di garis terdepanperubahan sosial dan politik dan perlu bekerja erat denganwarga untuk menghantarkan agenda rumit pelayanan publik,pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial.

Page 2: Keterlibatan Warga Dan Tata Pemerintahan Yang Partisipatif

2

Munculnya Masyarakat Warga dan Partisipasi Masyarakatdi Indonesia

Terdapat sejarah panjang perkumpulan warga di Indonesia. Tekstur kaya berbagai kelompok masyarakat dangerakan sosial telah lama ada: masyarakat agamis, sekolah swasta, perkumpulan kredit, kelompok gotong-royong,RT/RW, perkumpulan pengguna air, dan banyak lainnya. Kebanyakan kelompok ini bersifat askriptif (berdasarpada suku, agama, jenis kelamin atau kekeluargaan) dan bukan sukarela. Hanya dengan kebangkitan modernisasiselama dekade kebangkitan nasional (1910–1920) organisasi masyarakat itu berkembang menjadi domeinpublik yang mandiri. Beratus-ratus, jika tidak beribu-ribu, organisasi massa berdiri berdasarkan agama, suku,afiliasi politik dan keprihatinan bersama lainnya. Di tahun 2008 ini, Indonesia merayakan seratus tahunberdirinya organisasi massa yang pertama, Budi Utomo.

Organisasi non-pemerintah (Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM) mulai dikenal di Indonesia di akhir tahun1970-an. Walaupun pemerintah Orde Baru mampu menjaga pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, kemiskinandan kurangnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan menciptakan ruang bagi LSM untukberperan dalam kegiatan sosial dan ekonomi berbasis masyarakat. Peraturan Departemen Dalam Negeri padatahun 1990 memformalisasikan kerjasama ini dan mengijinkan LSM terpilih terlibat dalam pembangunan denganmenjadi mitra pemerintah. Lembaga Swadaya Masyarakat ini terlibat dalam berbagai bidang, baik sebagaipenyedia layanan publik atau sebagai agen program pemerintah yang tanpa mereka layanan tidak akan dapatmenjangkau strata terendah masyarakat. Namun demikian, masih terdapat larangan tentang kebebasanberkumpul dan berekspresi. Organisasi warga diatur dengan Undang-undang No. 8/1985 tentang OrganisasiKemasyarakatan, yang memungkinkan negara menghalangi pertumbuhan organisasi non-pemerintah pada1980-an, dan membatasi kesempatan organisasi kemasyarakatan non-pemerintah (termasuk LSM) untuk bebasberoperasi.

Dengan munculnya paradigma pembangunan masyarakat (community development) di akhir 1970-an dan awal1980-an, pemerintah memperkenalkan organisasi pembangunan masyarakat seperti Lembaga KetahananMasyarakat Desa (LKMD) dan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Selama tahun 1990-an, penilaianpartisipasi pedesaan (participatory rural appraisal) dan bentuk lain pembangunan berbasis proyek menjadihal yang biasa antara para donor dan LSM. Tetapi, pada prakteknya, seringkali partisipasi ini dikooptasi olehelit lokal dan hasil konsultasi publik tertutup bagi publik. Maka, partisipasi pun menjadi mobilisasi terpaksamelalui apa yang dinamakan “gotong royong” untuk proyek pembangunan masyarakat; yang sekali lagi, seringdisalahgunakan oleh elit lokal untuk kepentingan pribadi.

Dengan berakhirnya pemerintah Orde Baru tahun 1998, larangan terhadap partisipasi dan masyarakat wargadihilangkan. Pemilihan umum yang demokratis pada tahun 1999 dan 2004 memungkinkan dipilihnya anggotaDPRD yang lebih akuntabel (lihat Good Governance Brief LGSP “Peran DPRD dalam Meningkatkan OtonomiDaerah dan Tata Pemerintahan yang Baik”, terbitan April 2008). Pemilihan langsung kepala daerah mulai 2005telah mulai memunculkan pemimpin yang lebih responsif. Implementasi desentralisasi sejak 2001 telahmemungkinkan munculnya inovasi daerah dan berpindahnya proses pembuatan keputusan lebih dekatkepada warga. Kebebasan berkumpul dan berbicara telah mendorong masyarakat warga yang terorganisirmemainkan peran lebih penting dalam kehidupan publik.

Sepuluh tahun terakhir jumlah organisasi masyarakat warga di seluruh Indonesia sangat meningkatberbarengan dengan bangkitnya masyarakat warga. Penyebaran demokrasi telah membuka kesempatan barubagi kelompok masyarakat warga di Indonesia untuk berpartisipasi memperkenalkan institusi dan mekanismeakuntabilitas dalam negara yang sebelumnya tidak menyokong keterlibatan warga. Dengan meningkatnyakebebasan dasar berekspresi dan berkumpul, muncul dan berkembanglah berbagai ide serta aktor sosialbaru karena masyarakat yang sebelumnya ditolak berpartisipasi kini mencoba lebih terlibat. Indonesia memilikipotensi untuk perubahan sosial yang besar serta peningkatan kewirausahaan. Untuk mengimbangi hal ini,para pejabat daerah juga telah mulai membuka pintu bagi masukan dari warga dan organisasi masyarakat.

Page 3: Keterlibatan Warga Dan Tata Pemerintahan Yang Partisipatif

3

Kerangka Kebijakan untuk Keterlibatan Warga

Sebuah telaah mengenai kerangka hukum partisipasi warga1 menjelaskan bagaimana peluang baru ini tumbuhlewat berbagai undang-undang sektoral. Contohnya Undang-undang No. 20/2003 tentang Sistem PendidikanNasional yang memperkenalkan Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan berbasis kabupaten; Undang-undangNo. 7/2004 tentang Sumber Daya Air yang mewajibkan badan pemerintah daerah menyelenggarakan dengarpendapat publik tentang kebijakan sumber daya air; Undang-undang No. 41/1999 tentang Kehutanan yangmemperkenalkan konsep kehutanan masyarakat; dan Undang-undang No. 27/2007 tentang Tata Ruang yangmengakui hak warga untuk terlibat dalam desain tata ruang dan mengakses dokumen perencanaan.

Warga juga berpartisipasi dalam siklus perencanaan pembangunan, melalui Musrenbang (MusyawarahPerencanaan Pembangunan) yang diselenggarakan pemerintah (lihat Good Governance Brief LGSP“Musrenbang sebagai Penggerak Penting dalam Penganggaran Partisipatif yang Efektif, terbitan Juli 2007).Berdasar Undang-undang No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Musrenbangadalah langkah pertama dalam perencanaan partisipatif dan siklus anggaran yang memungkinkan warga mem-buat prioritas kebutuhan mereka lewat pertemuan Musrenbang tingkat desa, kecamatan dan kabupaten.2

Warga memiliki hak berpartisipasi dalam semua tingkatan Musrenbang.

Beberapa pemerintah daerah juga telah menetapkan peraturan daerah (Perda) yang memungkinkantransparansi dan partisipasi warga dikonsultasikan dalam proses pembuatan kebijakan. Meskipun partisipasiwarga tidak bisa sepenuhnya diatur undang-undang, setidaknya Perda tranparansi telah memberi perlindunganhukum dan dorongan bagi warga untuk terlibat dan mengabadikan haknya dalam undang-undang. Perda inijuga menjamin akses terhadap informasi tertentu di daerah. Ini penting karena Undang-Undang KebebasanInformasi Publik baru disahkan DPR April 2008 dan masih perlu waktu untuk diterapkan penuh.

Departemen Dalam Negeri, yang kini tengah merevisi Undang-undang No. 32/2004 tentang PemerintahanDaerah, tengah mempertimbangkan untuk memasukan satu bagian tentang partisipasi warga yang akanmenjamin hak warga untuk mengakses dokumen daerah dan menjadi peserta aktif dalam proses penganggarandan penyusunan peraturan daerah serta kebijakan publik lainnya.

Keterlibatan Masyarakat Warga dalam Pemerintahan Partisipatif

Tidak seperti pemerintah daerah dan DPRD, tidak ada peran yang telah ditentukan untuk organisasimasyarakat warga dalam urusan kebijakan publik. Secara global, peran formal organisasi masyarakat wargadan lembaga swadaya masyarakat tidak dikenal oleh pemerintah maupun organisasi internasional hingga 20tahun lalu. Bentuk demokrasi klasik tidak memberi peran bagi warga selain sebagai pemilih dan “konsumen”dari pelayanan pemerintah. Tetapi, bersamaan dengan perubahan paradigma dari government ke governance,dan kebangkitan masyarakat warga dalam gelombang ketiga demokrasi global, istilah seperti “civil society”, “citizenparticipation” dan “governance” makin biasa terdengar. Institute of Development Studies (IDS) di Inggristelah menerbitkan suatu matriks yang mengklasifikasikan pola dan cara masyarakat warga dan pemerintahberinteraksi3. Bentuk dan pola itu adalah antara lain:

• peningkatan kesadaran dan pengembangan kapasitas untuk mobilisasi;• riset dan penyusunan informasi untuk advokasi;• lobi untuk mempengaruhi perencanaan dan penyusunan kebijakan;• pengawasan dan evaluasi yang berbasis warga;

1 Suhirman, Kerangka Hukum dan Kebijakan Partisipasi Warga di Indonesia, Bandung 2007.2 Dirinci dalam Surat Edaran Bersama Departemen dalam Negeri dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional No. 0008/

M.PPN/01/2007 tentang Petunjuk Tehnis Penyelenggaraan Musrenbang.3 Goetz, Anne Marie and Gaventa, John, Bringing Citizen Voice and Client Focus into Service Delivery, Lembar Kerja IDS No.

138, Juli 2001, halaman 15.

Page 4: Keterlibatan Warga Dan Tata Pemerintahan Yang Partisipatif

4

• kemitraan dan implementasi;• pemeriksaan (auditing);• pengelolaan bersama program sektoral (termasuk rencana produksi bersama); dan• kerangka kerja pemerintah untuk perencanaan yang partisipatif.

Peran yang dimainkan masyarakat warga dalam tata pemerintahan di Indonesia terentang mulai daripengawasan murni, advokasi sampai menjadi fasilitator resmi Musrenbang. Keterlibatan komunitas dalam tatapemerintahan dapat mengambil bentuk beragam, dan merupakan prasyarat bagi perubahan sosial berkelanjutan.Beberapa tahun terakhir, muncul sejumlah praktek dan eksperimen keterlibatan warga. Sebagian didukungpara donor tetapi kebanyakan dimulai oleh pejabat pemerintah yang reformis bermitra dengan organisasimasyarakat warga. Beberapa kasus khusus dipaparkan pada konferensi nasional LGSP “Keterlibatan Wargadan Tata Pemerintahan yang Partisipatif” di Jakarta, Mei 2008. Lima diantaranya disarikan di bawah ini.4

Kelompok masyarakat warga telah berhasil melobi pemerintah untuk alokasi dana lebih besar bagi sektorpendidikan, perawatan kesehatan bagi kaum miskin, dan penganggaran yang lebih peka gender. Berpindahdari pola lama politik protes, kelompok masyarakat warga kini terlibat dengan badan pemerintah dalamkonsultasi publik, dengar pendapat anggaran dan gugus tugas antar pemangku kepentingan. Denganketerampilan berorganisasi dan advokasi yang baru, koalisi warga makin memperoleh kepercayaan dari pejabatpemerintah yang responsif. Di Parepare (Sulawesi Selatan), aliansi warga lokal bermitra dengan badanpemerintah dan anggota DPRD sukses membagikan uang “Bantuan Langsung Tunai” (program pemerintahyang di beberapa daerah lain mendapat perlawanan) dan memperoleh komitmen pemerintah daerah untukmemberi bantuan tambahan bagi keluarga miskin di tiga kecamatan sebagai sebuah proyek percontohan.

Kartu laporan warga (citizen report card) dan kontrak pelayanan (citizen charter) telah memungkinkanterjadinya interaksi pemerintah– warga pada pelayanan publik tertentu dan mendorong lembaga pemerintahmeningkatkan pelayanan lewat tuntutan publik. Pakta integritas menjamin peran yang jelas bagi warga dalampengawasan pelayanan publik. Sepanjang 2007, LGSP dan mitra lokal berhasil memperkenalkan kartu laporanwarga (CRC) ini di tiga kabupaten: Padang Panjang (Sumatera Barat), Semarang (Jawa Tengah) dan Gowa (SulawesiSelatan). LSM lokal dengan kemampuan melaksanakan survei kepuasan dan analisis data digabungkan dengankelompok advokasi yang menggunakan hasil survei itu untuk berdialog tentang perbaikan pelayanan publikdengan badan pemerintah daerah. Di Gowa awal 2008, siaran langsung televisi mempertemukan bupati dengandua wakil masyarakat untuk membicarakan hasil CRC yang menyebut tingkat kepuasan warga terhadap pelayananpendidikan menengah sangat rendah. Dalam dialog itu, bupati Gowa menjanjikan kerjasama dengan lembagapendidikan daerah untuk memperbaiki pendidikan. Bupati mendukung proses CRC dengan mengatakan: “Surveiini sesuai dengan peraturan daerah transparansi, dan membuktikan bahwa pemerintah daerah Gowa benar-benar melibatkan warga untuk memantau kinerja pelayanan publik.”

Kelompok advokasi dan pengawasan anggaran telah mendedah praktek anggaran pemerintah yang takresponsif, seperti tidak konsistennya kebijakan perencanaan dan penganggaran, alokasi dana yang rendah untukpelayanan publik, serta besarnya biaya operasional jika dibandingkan dengan pelayanan. Anggaran yang rumitdapat dibuat lebih transparan dengan mempublikasikan poster dan kalender anggaran serta menyelenggarakandengar pendapat anggaran. Sebagaimana dicatat International Budget Project (www.internationalbudget.org),keterlibatan masyarakat warga dalam penerapan kerja anggaran (termasuk analisis, advokasi, dan transparansianggaran) dapat menjadi cara yang kuat untuk memaksa pemerintah menjadi akuntabel sekaligus mengenalkankebijakan pemberian bantuan bagi kaum yang kurang beruntung. Beberapa organisasi masyarakat warga yangbermitra dengan anggota DPRD di Kota Madiun misalnya, menemukan ketidaksesuaian dalam draft anggaran2008 dan bersama menyampaikan keberatan dan menuntut klarifikasi. Hal ini memberi isyarat pada pemdabahwa mereka diawasi, dan terbukti draft anggaran itu lalu direvisi. Melibatkan dan mengorganisasikan wargabenar-benar bisa memaksa pemerintah untuk lebih akuntabel mengenai praktek pengeluaran mereka.

Sehubungan dengan transparansi anggaran, organisasi masyarakat warga telah berhasil melobi pemerintahdaerah untuk mempublikasikan anggarannya. Pada 2006, di Padang Panjang (Sumatera Barat), LGSP bekerja

4 Materi konferensi selengkapnya dapat dilihat di situs web LGSP, www.lgsp.or.id.

Page 5: Keterlibatan Warga Dan Tata Pemerintahan Yang Partisipatif

5

sama dengan pejabat kota mendesain dan menjalankan kampanye untuk meningkatkan pemahaman wargamengenai proses penganggaran publik, serta program dan pengeluaran tahunan pemerintah. organisasimasyarakat warga dan para pemuka masyarakat menyambut inisiatif ini, termasuk pengakuan pemerintahatas hak dasar untuk memperoleh informasi anggaran dan kesediaan menjadikan pandangan komunitas sebagaipertimbangan dalam keputusan penganggaran. LGSP juga membantu pemerintah daerah mengembangkankampanye informasi berupa ruang di media dan poster-poster yang memuat alokasi anggaran pembangunantahunan. Poster dirancang mudah terlihat di gedung pemerintahan, sekolah, warung kopi, dan pasar. Bappedamelaporkan mereka kesulitan memenuhi permintaan publik terhadap poster itu. Dalam acara peluncuranresmi, walikota Padang Panjang menekankan bahwa inisiatif transparansi ini “akan membantu memperbaikiimplementasi anggaran melalui partisipasi publik,” dan menambahkan “Ini terobosan yang akan diteruskan dimasa depan.” Pemerintah daerah Padang Panjang belakangan mempublikasikan poster anggaran 2007 dan2008 atas inisiatif mereka sendiri.

Rembug warga (town-hall meetings) dan kebangkitan kembali tradisi pertemuan warga untukmembangun konsensus, menjadi forum pelibatan konstruktif warga dan pemerintah. Di Jepara (Jawa Tengah)dan Mojokerto (Jawa Timur), rembug warga besar digelar awal 2008 sebagai sarana bagi warga untuk memberimasukan dalam proses perencanaan. Pertemuan ini terbuka dan dihadiri pejabat senior, anggota DPRD, forum-forum warga, organisasi komunitas dan LSM kunci. Tujuannya bukanlah untuk membuat proses perencanaanparalel, namun justru untuk melengkapi dan memberi masukan pada pertemuan Musrenbang dengan caramenyiapkan warga lebih baik untuk forum SKPD dan Musrenbang, serta membuat pemerintah menyadarikeresahan utama warganya. Kelompok kerja yang dibentuk di dua kota itu juga akan terus berhubungandengan pemerintah untuk menjamin adanya kesepakatan yang tepat waktu untuk peristiwa penganggaran.

Dukungan LGSP terhadap Keterlibatan Masyarakat Wargadalam Tata Pemerintahan Daerah

Salah satu tujuan utama LGSP adalah untuk memperkuat kapasitas organisasi masyarakat warga dalammendesak pemerintah daerah agar lebih tranparan dan akuntabel, juga dalam mengadvokasi wargamenuntut pelayanan publik yang lebih baik, serta dalam memposisikan organisasi masyarakat wargasebagai mitra sah yang dihormati pemerintah. Program LGSP membantu meningkatkan peluang bagiketerlibatan publik dan memperkuat keahlian warga untuk memberikan kontribusi secara konstruktifdan efektif terhadap kebijakan publik, khususnya dalam perencanaan dan siklus anggaran, sertapeningkatan pelayanan publik. Dukungan diberikan guna mendorong organisasi masyarakat untuk:

• Beradvokasi untuk perbaikan pelayanan dan pemantauan kinerja pemerintah,• Berpartisipasi dalam perencanaan daerah, penganggaran dan penyusunan kebijakan publik, dan• Mengawasi pelaksanaan program pemerintah daerah dan DPRD.

Dalam tiga tahun terakhir ini, LGSP mendukung berdirinya kelompok kepentingan publik dan aksiwarga yang telah terlibat dan berhubungan efektif dengan lembaga pemerintah dan DPRD. LGSP jugatelah mengembangkan paket pelatihan, dan memberikan pelatihan di bidang analisis anggaran, pelayananpublik dan ketrampilan advokasi. Di tahun 2007 saja, LGSP telah membantu menyelenggarakan 150acara tata pemerintahan seperti dengar pendapat anggaran, konsultasi publik dan rembug warga (town-hall meetings) yang memungkinkan masyarakat dan organisasi masyarakat warga memberikan masukankebijakan. Lebih dari 160 organisasi masyarakat warga telah menganalisis APBD dan mengajukan temuanmereka kepada pemerintah daerah, dua kali lipat lebih dari jumlah di tahun 2006. LGSP juga mendukungketerlibatan organisasi masyarakat warga dalam peningkatan implementasi pelayanan publik dalampengawasan pelayanan publik. Dengan menggunakan analisis anggaran dan advokasi anggaran, wargatelah terlibat lebih efektif dalam perencanaan dan penganggaran pelayanan publik seperti pendidikandan kesehatan, dan di beberapa kasus berhasil membuat alokasi anggaran meningkat.

Page 6: Keterlibatan Warga Dan Tata Pemerintahan Yang Partisipatif

6

Tantangan terhadap Partisipasi Warga dalam Tata PemerintahanDaerah dan Pelayanan Publik

Sejumlah faktor dan tantangan masih menghalangi pendalaman keterlibatan warga. Indonesia adalah demokrasiyang masih berusia muda, dengan administrasi publik dan struktur pegawai negeri masih terkait dengan masalalu yang otoriter. Politisi terlihat masih melayani diri sendiri dan masih ada sisa ketidakpercayaan antara aktivisLSM dan pejabat pemerintah. Maka, apa yang dapat dicapai masyarakat warga pun terbatas. Berikut beberapafaktor yang menjadi penghalang partisipasi warga dan demokrasi lokal di Indonesia didiskusikan:

• Korupsi. Indonesia masih berada di seperempat bagian terbawah pada Corrupion Perception IndexTransparency International. Hal ini mengurangi keyakinan terhadap lembaga negara, dan membuat banyakorganisasi berbasis warga berhati-hati bekerja sama secara formal dengan institusi negara.

• Rasa berkuasa di antara politisi, pejabat pemerintah dan elit lokal mempersulit tuntutan partisipasiwarga. Anggota DPRD kadang menganggap dengar pendapat publik tidak diperlukan, “Kami sudah mewakilimasyarakat,” kata mereka. Sentimen ini berkait dengan hubungan patron-klien yang mengakar dan anggapanadanya kewajiban menunjukkan penghormatan kepada mereka yang berstatus lebih tinggi. Dalam wacanademokratis saat ini, hal di atas kurang wajar, tapi praktek lama ini masih tetap ada. Pejabat pemerintahmemiliki tugas, yang menurut mereka harus dilakukan tanpa campurtangan pengawasan dari luar. Untukpenyediaan pelayanan publik, pejabat pemerintah mungkin merasa penghantaran layanan adalah hak mereka.Warga hanya diperlakukan sebagai pengguna, bukan pemangku kepentingan atau konsumen yang dimintaipendapat. Staf pemerintah daerah juga kurang memiliki insentif dan kesempatan dalam melakukan inovasi.

• Saling tidak percaya. Terkait dengan tema korupsi dan rasa berkuasa adalah ketiadaan rasa percaya,satu warisan rezim lama yang terus ada. Pejabat berargumen bahwa warga desa tidak kompetenmemutuskan masa depannya; sebaliknya warga tidak percaya para pejabat merencanakan pembangunandengan niat untuk membela rakyat. Selama dengar pendapat publik yang partisipatif dan rembug warga,ketidakpercayaan ini kadang tumpah dalam interaksi yang memanas.

• Reformasi birokrasi yang lambat. Aparat negara masih mencantol keatas dan patrimonial. Pegawainegeri cenderung melihat diri mereka sebagai pejabat dengan hak istimewa dan bukan sebagai abdimasyarakat yang punya tanggung jawab. Tempat akuntabilitas masih terlalu tinggi dalam hirarki administratif.

• Sulitnya implementasi peraturan perundang-undangan. Walaupun terdapat peraturanperundang-undangan yang memberikan ruang bagi warga untuk terlibat dalam rencana kebijakan danpembuatan keputusan, prakteknya peran warga justru seringkali dibatasi sebagai pengamat pasif padaacara yang diselenggarakan pemerintah. Ada rasa frustasi terhadap pelaksanaan Musrenbang dan dengarpendapat mengenai Perda-Perda, karena seringkali acara itu tidak lebih dari penyebaran informasi tentangkeputusan yang telah diambil.

• Kapasitas berbeda diantara organisasi masyarakat warga. Banyak orang, termasuk para aktivisLSM punya pemahaman terbatas mengenai isu pemerintahan, dan tidak mengerti program politik, sikluspenyusunan kebijakan pemerintah ataupun cara menggunakan sarana legal untuk memberantas korupsidan penyalahgunaan kekuasaan. Mereka sering menggunakan pendekatan yang kurang halus atau destruktif.“Politik protes” yang bisa memperburuk rasa saling percaya masih ada di kalangan LSM. Juga masih adakecenderungan untuk fokus mencari keuntungan jangka pendek dari pemerintah, dalam bentuk peningkatanalokasi anggaran atau pelayanan publik untuk kelompok sosial tertentu (misalnya pendidikan untuk kaumtunanetra) dibanding mengejar isu lebih luas menuntut pejabat publik lebih akuntabel terhadap yangdilakukan (atau tidak dilakukan) agar mereka melaksanakan tanggungjawabnya secara konsisten dan efektif.5

5 Bacaan lebih lanjut, lihat Bab 6 dalam Merilee S. Grindle, Going Local. Decentralization, Democratization and the Promise ofGood Governance. Princeton (NJ): Princeton University Press, 2007.

Page 7: Keterlibatan Warga Dan Tata Pemerintahan Yang Partisipatif

7

6 Lihat Champions of Participation: Engaging Citizens in Local Governance, Laporan IDS international learning event, May2007.

• Kepemimpinan. Beberapa studi menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam tatapemerintahan daerah di Indonesia sangat bergantung pada niat baik dan aktifitas kewirausahaan parapemimpin lokal. Jika ada pemimpin daerah – baik dari lembaga eksekutif ataupun legislatif – berpikiranreformis, keterlibatan masyarakat dalam tata pemerintahan daerah juga akan tinggi. Sebaliknya, di daerahyang kurang terbuka, warga terpaksa menggunakan cara-cara lain seperti demonstrasi dan protes untukmengekspresikan pandangan mereka tentang kebijakan publik. Keterlibatan komunitas yang efektiftergantung pada “para pelopor partisipasi”6 di dalam maupun di luar pemerintahan

• Berubah-ubahnya aturan tentang kebebasan berkumpul dan informasi. Meskipun hak-hak publikdiundangkan dalam konstitusi yang telah diamandemen, warga masih sulit menjalankan hak-hak demokratikmereka, contohnya dalam mengakses dokumen publik. Ada pula upaya-upaya pemerintah daerah untukmembatasi kebebasan LSM. Undang-undang No. 8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan sekarangsedang direvisi, dan sebagian pengamat khawatir undang-undang ini akan memperketat kontrol negaraterhadap kebebasan berserikat.

Rekomendasi

Pada Mei 2008, LGSP menggelar konferensi nasional tiga hari “Keterlibatan Warga dan Tata Pemerintahan yangPartisipatif: Tantangan dan Kesempatan untuk Meningkatkan Pelayanan Publik di Tingkat Daerah,” menggunakankerangka kerja risalah ini. Hadir sekitar 200 mitra tata pemerintahan daerah, baik lembaga legislatif maupuneksekutif serta perwakilan organisasi masyarakat warga di 35 kabupaten/kota, juga lembaga donor dan mitraLGSP di pemerintah pusat. Pembicara kunci adalah Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional PaskahSuzetta, yang diwakili Raden Siliwanti, Direktur Politik dan Komunikasi Bappenas. Juga hadir pembicarainternasional Jesse Robredo, walikota Naga City dari Filipina; Derick Brinkerhoff, senior fellow RTIInternational; Judith Edstrom, chief of party LGSP; dan Robert Cunnane, Acting Mission Director USAID.Konferensi ini menggarisbawahi upaya-upaya yang telah dilakukan masyarakat warga untuk memperbaikipenghantaran pelayanan publik melalui berbagai peran yang dilakukan warga: sebagai klien, sebagai wargapenuntut perbaikan, dan sebagai penduduk yang ikut berbagi peran dalam penyediaan pelayanan publik.Rekomendasi yang muncul dari konferensi dan dari kerja LGSP di bidang ini adalah:

Memastikan agar kerangka hukum mewajibkan pejabat pemerintah dan anggota DPRDmelibatkan warga dan organisasi masyarakat warga dalam pengambilan kebijakan. Sebagaimanatelah disebut, ada banyak peraturan sektoral dan regulasi lokal yang memungkinkan warga terlibat dalampengambilan keputusan pemerintah. Namun, kerangka hukum harus benar-benar jelas dan bisa dijalankan.Perlu peraturan pelaksanaan di tingkat pusat agar ada petunjuk tehnis yang jelas sehingga warga bisa terlibatdalam pengambilan keputusan.

Memelihara kebebasan warga. Aktivis masyarakat warga dan intelektual khawatir proses revisi UU 8/1985 tentang organisasi massa akan berujung pada pengekangan kebebasan berserikat dan berbicara. Pesertakonferensi sepakat bahwa pemerintah harus berkonsultasi dengan jaringan masyarakat warga nasional dalammerancang Undang-Undang itu, sehingga bisa menjamin hak asasi berserikat dan berbicara terlindungi.

Terus mengembangkan dan mendukung praktek memihak warga seperti meja keluhan, paktaintegritas, kartu laporan warga, dan forum multi-stakeholder. Beberapa daerah telah menerapkancara praktis untuk menjamin keterlibatan nyata warga. Cara-cara ini harus dievaluasi untuk disebarkan kedaerah lain. Lembaga donor biasanya mendukung inovasi ini, tapi jaringan organisasi masyarakat warga danlembaga seperti Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara seharusnya juga menyokong. Rembug wargadi pendopo kota/kabupaten, forum warga, dan forum multistakeholder lain mulai menjadi kebiasaan danterbukti mampu membuat pemerintah lebih akuntabel serta menggalakkan perubahan sosial yang positif.Forum semacam ini harus disokong dan dilembagakan, baik di tingkat lokal maupun nasional.

Page 8: Keterlibatan Warga Dan Tata Pemerintahan Yang Partisipatif

8

Memperbaiki akuntabilitas LSM/organisasi masyarakat warga. Akuntabilitas adalah prasyarat untukadvokasi yang berhasil. Masyarakat akan diuntungkan jika LSM menerapkan standar tinggi, sebagaimana standaryang mereka tuntut terhadap pejabat pemerintah. Jaringan organisasi masyarakat warga harus menjamin agarlembaga mitra tak menyalahgunakan kepercayaan pemerintah untuk keuntungan pribadi. Terlebih, mengingatsecara historis ada ketidakpercayaan dan “politik protes” yang tinggi di Indonesia, jaringan LSM harus mendoronganggotanya untuk mengalihkan energi ke bentuk keterlibatan yang lebih efektif, seperti forum warga, partisipasipopular dan advokasi kebijakan yang didasarkan pada analisis data. Mekanisme seperti itu bisa menyalurkantuntutan warga menjadi permintaan yang lebih konstruktif dan memperbaiki kualitas dari kinerja pemerintah.

Menjadikan proses perencanaan dan penganggaran lebih transparan. Proses perencanaanmusrenbang dengan persiapan anggaran pemerintah sering tidak berhubungan. Maka, meski warga terlibatdalam proses perencanaan, tidak berarti anggaran final pemerintah akhirnya merefleksikan prioritas warga.Cara untuk menjamin adanya konsistensi adalah dengan mengijinkan warga berpartisipasi pada pertemuanpersiapan penganggaran, termasuk ketika kerangka anggaran tengah dipersiapkan oleh DPRD dan tim anggaranpemerintah daerah. Menyiapkan anggaran memang hak prerogatif pemerintah, namun pengawasan publikpada saat-saat penting akan memperkecil kemungkinan kepentingan pribadi mempengaruhi alokasi anggaran.

Mendukung penyertaan peran warga pada pelayanan publik tertentu. Di banyak negara, pelayananpublik membaik setelah diserahkan kepada komunitas. Contohnya termasuk pengelolaan air limbah, penitipananak, dan klinik ibu-anak. Skema semacam ini belum sepenuhnya diterapkan secara efektif di Indonesia. Peraturanpemerintah No 50/2007 tentang kerjasama pihak ketiga, yang memberikan kerangka hukum untuk kerjasamaswasta-pemerintah, memunculkan peluang untuk meningkatkan kerjasama pemerintah, tak hanya dengansektor swasta namun juga dengan organisasi warga.

Kesimpulan

Indonesia telah beranjak jauh dari praktek tata pemerintahan yang buruk, terpusat, dan penuh rasa salingtidak percaya milik pemerintah otoriter masa lalu. Ada kegairahan tinggi sehubungan dengan peluang barudemokratisasi dan otonomi daerah yang disambut masyarakat. Pemerintah dan masyarakat warga bergerak kearah demokrasi yang lebih partisipatif dan bermakna, yang memberi persamaan dan kesejahteraan bagi semua.Donor seperti LGSP mendukung semua pemangku kepentingan untuk mengembangkan kapasitas tatapemerintahan mereka. Pemerintah daerah, kini ada di garis terdepan perubahan sosial dan politik, dan bukansekadar pelengkap pemerintah pusat. Mereka harus bekerja erat dengan warga untuk menghantarkan agendarumit pelayanan publik, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Organisasi masyarakat warga bisa ambilbagian memobilisasi warga untuk membangun strategi menangani kebutuhan vital daerah. Untuk itu organisasimasyarakat warga memerlukan ruang, kapasitas dan legitimasi agar bisa terlibat dalam kemitraan yang berhasil.

Program Dukungan Tata PemerintahanDaerah (LGSP) membantu pemerintahdaerah di Indonesia dengan bantuan teknisyang mendukung kerangka kerja untukmemerintah secara adil dan demokratis.LGSP mendukung pemerintah daerahmenjadi lebih kompeten dalam tugas utamatata pemerintahan daerah dan mampumeningkatkan penyediaan layanan sertamengelola sumber daya dengan lebih baik.LGSP juga memperkuat kapasitas DPRD danmasyarakat dalam melaksanakan peranperwakilan dan pengawasan mereka, sertameningkatkan partisipasi warga dalamproses pembuatan keputusan. BantuanLGSP bekerja di lebih dari 60 pemerintah

kota/kabupaten terpilih di sembilan propinsi:Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat,Banten dan Jawa Barat, Jawa Tengah, JawaTimur, Sulawesi Selatan dan Papua barat.

Program LGSP dilaksanakan atas kerja-sama Badan Perencanaan PembangunanNasional (Bappenas), Departemen DalamNegeri, Departemen Keuangan, pemerintahdaerah dan organisasi masyarakat dalamwilayah provinsi target LGSP. Program LGSPdidanai oleh United States Agency forInternational Development (USAID) dandilaksanakan oleh RTI International berkola-borasi dengan International City/CountyManagement Association (ICMA), Demo-cracy International (DI), Computer Assisted

Tentang LGSP

Kantor Pusat LGSPGedung Bursa Efek Indonesia,Tower 1, Lantai 29, Jl. Jend. SudirmanKav. 52-53, Jakarta 12190, IndonesiaTel: +62 21 515 1755Fax: +62 21 515 1752Email: [email protected]: www.lgsp.or.id

Development Incorporated (CADI) danIndonesia Media Law and Policy Center(IMLPC). Pelaksanaan program dimulai pada1 Maret 2005 dan akan berakhir pada 30September 2009.