Ketahanan Pangan Di Indonesia

7
Ketahanan Pangan di Indonesia Pangan merupakan faktor terpenting dalam kehidupan setiap manusia. Dengan pangan, manusia dapat bertahan hidup, mempunyai tenaga untuk menjalani segala aktifitasnya, bahkan pangan merupakan ladang penghasilan bagi sebagian orang. Pangan dapat membawa dampak bagi seluruh aspek kehidupan manusia. Maraknya era krisis pangan mengkibatkan aspek sosial, transportasi serta budaya mengalami perubahan. Gentingnya krisis pangan dunia telah disuarakan oleh berbagai tokoh dunia. Pada Spring Meeting IMF-World Bank pada awal bulan April 2008, Robert Zoellick, Kepala Bank Dunia, memperingatkan bahwa sekitar 100 juta orang yang saat ini sudah miskin akan menjadi bertambah miskin karena melonjaknya harga pangan dunia. Rendahnya laju peningkatan produksi pangan dan terus menurunnya produksi khususnya di Indonesia antara lain disebabkan oleh produktivitas tanaman pangan yang masih rendah dan terus menurun dan peningkatan luas areal penanaman-panen yang terus menurun khususnya di lahan pertanian pangan produktif di pulau Jawa. Kedua faktor di atas memastikan laju pertumbuhan produksi dari tahun ke tahun yang cenderung terus menurun. Meurut Khan, krisis pangan juga akan berakibat pada terjadinya kesenjangan perdagangan antar-negara yang tidak hanya

description

pangan

Transcript of Ketahanan Pangan Di Indonesia

Ketahanan Pangan di Indonesia

Pangan merupakan faktor terpenting dalam kehidupan setiap manusia. Dengan pangan, manusia dapat bertahan hidup, mempunyai tenaga untuk menjalani segala aktifitasnya, bahkan pangan merupakan ladang penghasilan bagi sebagian orang. Pangan dapat membawa dampak bagi seluruh aspek kehidupan manusia. Maraknya era krisis pangan mengkibatkan aspek sosial, transportasi serta budaya mengalami perubahan.

Gentingnya krisis pangan dunia telah disuarakan oleh berbagai tokoh dunia. Pada Spring Meeting IMF-World Bank pada awal bulan April 2008, Robert Zoellick, Kepala Bank Dunia, memperingatkan bahwa sekitar 100 juta orang yang saat ini sudah miskin akan menjadi bertambah miskin karena melonjaknya harga pangan dunia. Rendahnya laju peningkatan produksi pangan dan terus menurunnya produksi khususnya di Indonesia antara lain disebabkan oleh produktivitas tanaman pangan yang masih rendah dan terus menurun dan peningkatan luas areal penanaman-panen yang terus menurun khususnya di lahan pertanian pangan produktif di pulau Jawa. Kedua faktor di atas memastikan laju pertumbuhan produksi dari tahun ke tahun yang cenderung terus menurun. Meurut Khan, krisis pangan juga akan berakibat pada terjadinya kesenjangan perdagangan antar-negara yang tidak hanya terbatas pada negara-negara yang sedang membangun tetapi juga akan mempengaruhi negara-negara yang telah maju.Walaupun dalam masa krisis pangan sejak awal 2008 ini Indonesia mempunyai produksi dan stok beras yang cukup, dalam jangka panjang masih harus tetap dibenahi struktur pasar yang dihadapi petani. Agar petani padi dapat terus bergairah menanam padi, minimal harga jual padinya harus dipertahankan cukup tinggi dibandingkan dengan harga bahan produksi (pupuk, pestisida) yang harus dibelinya. Membangun Ketahanan pangan berbasis Agribisnis pangan rakyat di Indonesia perlu mendapatkan perhatian serius. Mengingat pada tahun 1984 swasembada pangan pernah tercapai, namun tahun-tahun selanjutnya semakin merosot sehingga upaya-upaya mempertahankan dan mencukupi kebutuhan pangan nasional semakin terancam. Produksi pangan nasional semakin terancam dan impor pangan dijadikan sebagai solusi instan. Seharusnyalah dibangun kembali kerangka pembangunan pertanian berkerakyatan dan berorientasi kemandirian dan kesejahteraan yang merata di dalam sistem agribisnis yang terpadu. Masalah penyediaan pangan untuk penduduk harus dipandang secara utuh, bukan sekedar dinilai secara untung rugi saja tetapi lebih jauh dicermati pada aspek politik, dan sosialnya karena di dalam pandangan nasional ketahanan pangan harus merupakan bagian dari ketahanan nasional. (Jaegopal, 2010)Kebijakan Impor pangan yang menonjol sebagai program instant untuk mengatasi kekurangan produksi justru membuat petani semakin terpuruk dan tidak berdaya atas sistem pembangunan ketahanan pangan yang tidak tegas. Rendahnya penerapan teknologi budidaya disebabkan karena pemahaman dan penguasaan penerapan paket teknologi baru yang kurang dapat dipahami oleh petani secara utuh sehingga penerapan teknologinya sepotong-sepotong (Mashar, 2000). Seperti penggunaan pupuk yang tidak tepat, bibit unggul dan cara pemeliharaan yang belum optimal diterapkan petani belum optimal karena lemahnya sosialisasi teknologi, sistem pembinaan serta lemahnya modal usaha petani itu sendiri. Selain itu juga karena cara budidaya petani yang menerapkan budidaya konvensional dan kurang inovatif seperti kecenderungan menggunakan input pupuk kimia yang terus menerus, tidak menggunakan pergiliran tanaman, kehilangan pasca panen yang masih tinggi 15 20 % dan memakai air irigasi yang tidak efisien. Akibatnya antara lain berdampak pada rendahnya produktivitas yang mengancam kelangsungan usaha tani dan daya saing di pasaran terus menurun. Rendahnya produktivitas dan daya saing komoditi tanaman pangan yang diusahakan menyebabkan turunnya minat petani untuk mengembangkan usaha budidaya pangannya, sehingga dalam skala luas mempengaruhi produksi nasional. Akibat over suplai pangan dari impor seringkali memaksa harga jual hasil panen petani menjadi rendah tidak sebanding dengan biaya produksinya sehingga petani terus menanggung kerugian. Hal ini menjadikan bertani pangan tidak menarik lagi bagi petani dan memilih profesi lain di luar pertanian, sehingga ketahanan pangan nasional mejadi rapuh. Menempatkan pangan sebagai bagian menempatkan kepentingan rakyat, bangsa dan negara serta rasa nasionalisme untuk melindungi, mencintai dan memperbaiki produksi pangan lokal harus terus dikembangkan. Pertanian pangan termasuk di kawasan transmigrasi hendaknya jangan dipandang sebagai lahan untuk menyerap tenaga kerja atau petani dikondisikan untuk terus memberikan subsidi bagi pertumbuhan ekonomi sektor lain dengan tekanan nilai jual hasil yang harus rendah dan biaya sarana produksi terus melambung. Tetapi seharusnya petani pangan mendapatkan prioritas perlindungan oleh pemerintah melalui harga jual dan subsidi produksi karena petani membawa amanah bagi ketahanan pangan, petani pangan perlu mendapatkan kesejahteraan yang layak. Dalam hal ini adalah wajar jika pemerintah berpihak kepada petani dan pelaku produksi pertanian pangan karena merupakan golongan terbesar dari masyarakat Indonesia . Melihat kondisi saat ini dan produksi pangan yang semakin tergantung impor dan bergesernya pola konsumsi masyarakat maka untuk mencapai kemandirian pangan ke depan harus dilakukan melalui upaya-upaya terpadu secara terkonsentrasi pada peningkatan produksi pangan nasional yang terencana. Yang perlu ditekankan adalah: peningkatan produktivitas dan penerapan teknologi bio/hayati organik, perluasan areal pertanian pangan dan optimalisasi pemberdayaan sumber daya pendukung lokalnya, kebijakan tataniaga pangan dan pembatasan impor pangan, pemberian kredit produksi dan subsidi bagi petani pangan, pemacuan kawasan sentra produksi dan ketersediaan silo untuk stock pangan sampai tingkat terkecil dalam mencapai swasembada pangan di setiap daerah. Untuk itu pemacuan peningkatan produksi pangan nasional harus ditunjang dengan kesiapan dana, penyediaan lahan, teknologi, masyarakat dan infrastrukturnya yang dijadikan sebagai kebijakan ketahanan pangan nasional. Untuk mengatasi permasalahan di atas pemerintah harus memberikan subsidi teknologi kepada petani dan melibatkan stakeholder dalam melakukan percepatan perubahan (Saragih, 2003). Pengelolahan subsidi pemerintah hendaknya perlu mendapatkan perhatian yang lebih karena bila berbicara mengenai pangan, maka segala aspek baik politik, transportasi, budaya dan aspek-aspek lainnya juga dapat terancam. Ketegasan terhadap undang-undang konservasi lahan, pelestarian hutan dan pertanian patut diperhatikan. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 menegaskan bahwa Pembangunan dan perbaikan gizi dilaksanakan secara lintas sektor meliputi produksi, pengolahan, distribusi, hingga konsumsi pangan dengan kandungan gizi yang cukup, seimbang, serta terjamin keamanannya. Pemerintah harus konsisten dengan empat pilar pembangunan pangan dan gizi yang sudah dianggarkan yaitu : akses terhadap pangan yang didukung oleh ketersediaan dan daya beli; keamanan pangan; status gizi; dan pola hidup sehat, sebagai penjabaran pembangunan pangan dan gizi secara komprehensif. Pembinaan petani dengan sosialisasi pengelolahan lahan juga perlu dilakukan. Sehingga sudah jelas, peran serta dari pemerintah perlu ditingkatkan. Tidak hanya dari elemen pemerintah, dalam hal ini diharapkan partisipasi dari elemen nonpemerintah seperti mahasiswa serta LSM, diharpakan dapat ikut andil dan turun langsung menuju lapangan. Kesadaran warga untuk mengkonsumsi bahan pengganti beras seperti meningkatkan konsumsi umbi-umbian. Tindakan kreatif dan inovatif seperti pengolahan bahan pangan yang tingkat produksinya tinggi sehingga bernilai jual tinggi dan para petani kian tergiur untuk mengelola sawahnya.