KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS SEMANGKA TERHADAP...
Transcript of KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS SEMANGKA TERHADAP...
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
343
KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS SEMANGKA TERHADAP
PENYAKIT LAYU FUSARIUM
Jekvy Hendra1) dan Fadjar Rianto2)
1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung
2)Universitas Tanjungpura Kalimantan Barat
ABSTRAK
Pembatas produksi semangka antara lain karena penyakit layu fusarium. Pada penelitian ini dikaji ketahanan beberapa varietas semangka terhadap penyakit layu yang disebabkan Fusarium oxysporum fsp. niveum. Penelitian dilakukan di lab menggunakan polibag. Varietas semangka yang digunakan, New Dragon, Uranus, Long Dragon dan Giant diinokulasi patogen pada 7 hari setelah tanam. Setiap polibek (± 400 g media tanam) ditaburkan merata 6,94 g inokulum patogen yang mengandung 5,76 x 106 propagul/g. Rancangan penelitian menggunakan RAK. Kemungkinan adanya keragaman semangka ditentukan menggunakan RAPD. Hasil menunjukkan semua varietas semangka yang digunakan dapat terserang, hanya Long Dragon dan Giant tahan terhadap F.oxysporum fsp. niveum sampai 4 minggu setelah tanam. Akibat serangan patogen pertumbuhan, tinggi dan berat kering tanaman terhambat. Hasil RAPD yang dilakukan terlihat kesamaan genetik pada Long Dragon dan Giant, 2 varietas semangka yang menunjukkan lebih tahan terhadap serangan patogen. Kata kunci: ketahanan, semangka, layu fusarium
ABSTRACT
One of limiting factor of watermelon production, due to Fusarium wilt. In this study examined several varieties of watermelon resistance against fusarium wilt caused by F. oxysporum fsp. niveum. The study was conducted in the lab using polybags. Watermelon varieties are used, New Dragon, Uranus, Long Dragon and Giant inoculated by the pathogen at 7 days after planting. Each polibag (± 400 g of growing media) poured with 6.94 g of pathogen inoculum containing 5.76 x 106 propagules/g. This reaserched use CRD. The possibility of a watermelon variability determined by RAPD. The results showed all watermelon varieties can be infected, only the Long Dragon and Giant showed mild resistant to F.oxysporum fsp. niveum as long as 4 weeks after planting. Due to pathogen infection, plant growth such as plant height and dry weight was lower than control. Results of RAPD showed genetic similarity between Long Dragon and Giant, the 2 varieties of watermelon which shows more resistant to pathogen attack. Key words: resistance, watermelon, Fusarium wilt
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buah semangka sudah umum dikenal luas oleh masyarakat Indonesia.
Hampir sepanjang musim buah ini menghiasi pasar, terutama pada musim
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
344
kemarau. Pada musim penghujan biasanya buah agak sulit ditemukan, dan juga
rasa buah yang kurang manis sehingga menjadikan buah ini kurang diminati.
Pada musim penghujan selain dapat menyebabkan buah menjadi kurang manis
juga berkembangnya penyakit layu. Sampai sekarang penyakit layu masih
tergolong sulit untuk dikendalikan.
Umumnya buah semangka dijadikan sebagai konsumsi buah segar.
Penampilan buah yang berwarna merah tua atau kuning menjadi daya tarik
konsumen untuk membelinya. Sentra penanaman di Indonesia terdapat di Jawa
Tengah (D.I. Yogyakarta, Kabupaten Magelang dan Kabupaten Kulonprogo); di
Jawa Barat (Indramayu, Karawang); di Jawa Timur ( Banyuwangi, Malang); dan
di Lampung, dengan rata-rata produksi 30 ton/ha/tahun. Tanaman tumbuh
dengan baik pada tanah yang berpasir dan kandungan bahan organiknya
memadai.
Kendala produksi buah semangka, terutama di daerah tropis yang lembab
adalah serangan F. oxysporum f.sp. niveum. Patogen ini menyebabkan kelayuan
pada tanaman. Patogen akan berkembang dan merusak jaringan pembuluh.
Serangan bisa melalui akar atau pangkal batang yang terluka. Biasanya pada
daerah yang berpasir Fusarium juga dapat bersinergi dengan nematoda
Meloidogyne spp. Serangannya menjadi persoalan yang serius, terutama di
daerah yang endemik. Diketahui ada 3 ras (0, 1, 2) yang menyerang semangka.
Ras 2 yang menjadi pusat perhatian karena sampai sekarang belum diketahui
gen yang menyandi ketahanan pada semangka (Boyhan et al., 2003).
Serangan F. oxysporum f. sp. niveum pada smangka dan jenis keluarga
mentimun dapat terjadi pada semua stadia tumbuh. Biji-biji yang terserang akan
menyebabkan pembusukan sehingga benih tidak bisa berkecambah. Serangan
pada bibit bisa terjadi pada kutiledon atau pangkal batang dan menyebabkan
rebah kecambah. Serangan pada tanaman tua menimbulkan kelayuan dan dapat
berujung pada kematian. Jika buah dapat terbentuk biasanya berukuran kecil
sehingga tidak layak untuk dijual.
Nekrotik pada akar dapat menjadi tempat penetrasi. Kerusakan pada akar
menimbulkan gejala layu yang berlangsung secara perlahan. Gejala layu ini akan
segera tampak jika lingkungan panas tetapi akan kembali segar pada sore dan
malam. Kelayuan ini terjadi jika temperatur tinggi yang dibarengi dengan
keparahan penyinaran yang tingi pula. Bila serangan terjadi pada kondisi yang
demikian biasanya tanaman akan segera mati.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
345
Pengendalian terhadap penyakit layu fusarium pada semangka lebih
mengandalkan pada penggunaan tanaman resisten dibandingkan cara lainnya.
Cara pengendalian lain yang dapat dilakukan adalah fumigasi, rotasi tanaman,
solarisasi tanah dan pengendalian hayati. Efektifitas pengendalian menggunakan
tanaman resisten sangat tergantung oleh lazimnya ras spesifik patogen dan
kepadatan inokulum di tanah di daerah penanaman sebagai dasar dalam
menentukan pengendalian semangka. Kandungan propagul patogen layu
fusarium berkisar 100 – 1200 cfu/ g tanah cukup dapat menyebakan infeksi lebih
20% pada varietas yang rentan saat di lapangan (Zhou and Everts, 2003).
Kejadian penyakit bisa juga didukung oleh lingkungan di pertanaman seperti
kandungan air tanah, temperatur, cahaya serta populasi mikroba terutama yang
dapat bekerja sebagai agens hayati.
Mengingat permintaan buah semangka yang tinggi maka industri perakitan
semangka menjadi lahan yang diminati. Telah cukup banyak varietas semangka
yang beredar di Indonesia. Perakitan kultivar lebih mengarah kepada
pemenuhan keinginan konsumen, daya hasil yang tinggi, ukuran dan bentuk
buah, ketahanan terhadap hama dan penyakit. Pengujian terhadap ketahanan
tanaman terhadap patogen lokal berbahaya seperti Fusarium menjadi hal penting
yang harus diperhatikan.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat ketahanan beberapa varietas
semangka terhadap penyakit layu fusarium dan juga untuk melihat keragaan
genetik varietas semangka yang digunakan menggunakan RAPD.
METODOLOGI
Penelitian yang dilakukan terdiri dari dua kegiatan, pengujian ketahanan
beberapa varietas semangka dan analisa keragaman variasi genetik semangka
menggunakan RAPD.
Pengujian Ketahanan Varietas Semangka terhadap F. oxysporum f.sp. niveum
Pengujian ketahanan semangka terhadap patogen penyebab penyakit
layu fusarium dibagi menjadi beberapa tahap yaitu:
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
346
Penyiapan inokulum patogen
Patogen layu fusarium yang digunakan adalah isolat koleksi Klinik Tanaman
Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB. Sebelum digunakan patogen
ini diremajakan pada media PDA di cawan petri dan kemudian diinkubasi pada
suhu kamar sampai memenuhi hampir seluruh permukaan cawan.
Untuk perbanyakan inokulum patogen dilakukan pada media beras.
Sebelumnya beras sebanyak 300 g dicuci dan dimasukan kedalam 3 erlenmeyer
masing-masing sejumlah 100 g. Beras ini kemudian disterilisasi dalam autoklaf
pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah dingin masing-masing tabung
erlenmeyer tersebut ditambahkan dengan biakan murni F. oxysporum f. sp.
niveum yang ditumbuhkan pada media PDA sebanyak ¼ bagian dari permukaan
biakan, sambil diaduk menggunakan batang kaca. Ini dimaksudkan agar patogen
bisa menyebar pada media beras. Biakan pada media beras ini diinkubasi pada
suhu kamar selama 14 hari sampai patogen berkembang menutupi hampir
seluruh media beras.
Gambar 1. Biakan F. oxysporum f.sp. niveum isolat Kerawang pada media beras yang siap digunakan sebagai sumber inokulum
Penyemaian
Benih semangka yang terdiri dari varietas New Hope, Uranus, Long
Dragon dan Giant dipapar dengan suhu 37oC dalam inkubator selama 48 jam
sebelum di kecambahkan pada media penyemaian. Penyemaian dilakukan pada
bak plastik ukuran 20 x 15 x 5 cm yang sebelumnya diisi dengan media tanam
yang terdiri campuran tanah, pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
347
1:1:1 (v/v/v). Sebelum digunakan media semai disterilisasi menggunakan uap
panas selama 1 jam.
Benih semangka masing-masing varietas disebarkan merata pada
permukaan media semai yang sudah dilembabkan sebelumnya. Benih kemudian
ditutup menggunakan media semai sampai ketinggian ± 3 cm. Selama proses
penyemaian diusahakan agar media tetap lembab dengan melakukan
penyiraman. Kelembaban media penting agar perkecambahan berlangsung
dengan baik. Penyemaian benih ini berlangsung selama 15 hari.
Inokulasi patogen
Inokulasi patogen pada media tanam diusahakan mencapai konsentrasi
propagul (konidia dan potongan hifa) 105/ g media tanam. Untuk itu maka
dilakukan pengukuran kandungan propagul patogen per gram media
perbanyakan (media). Semua biakan patogen pada media beras dicampur jadi
satu. Dalam pengukuran diambil secara acak 5 sampel masing-masing berat 1
gram, dimasukkan dalam tabung reaksi. Kedalam masing-masing tabung reaksi
tersebut ditambahkan air steril sebanyak 9 ml dan kemudian dikocok
menggunakan vortex selama 2 menit untuk melepaskan propagul ke air.
Untuk menentukan konsentrasi propagul pada masing-masing sampel
digunakan haemositometer. Pada gelas objek haemositometer ditetesi dengan
suspensi propagul, ditutup dengan cover glass. Pengamatan jumlah propagul
dilakukan pada petak yang berukuran berukuran 0,5 x 0,5 x 0.01 mm.
Penghitungan dilakukan pada 5 petak yang ditentukan secara acak, sehingga
untuk setiap sampel konsentrasi propagul merupakan rata-rata dari 5 kali hasil
pengamatan.
Hasil penghitungan didapat pada media beras tersebut terdapat 5.76 x
106 propagul/g. Untuk mendapat kandungan 105 propagul patogen pada setiap g
media tanam diperlukan sebanyak ± 0,017 g biakan patogen. Atau setiap polibeg
media tanam yang mempunyai berat ± 400 g diperlukan 6,94 g biakan patogen.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
348
Gambar 2. Inokulasi biakan patogen saat tanaman berumur 1 minggu setelah tanam.
Inokulasi patogen pada media tanam dilakukan dengan mencampur
biakan patogen sesuai perhitungan. Inokulasi pada media tanam dilakukan
setelah bibit semangka berumur 1 minggu setelah tanam. Propagul patogen
disebarkan di sekeliling tanaman (± 8 cm dari pangkal batang) sampai
kedalaman 10 cm dari permukaan tanah dengan cara mengaduk-aduk agar
propagul tercampur dengan media tanam. Setelah inokulasi patogen dilakukan
penyiraman agar media tanam menjadi lembab.
Penanaman
Penanaman bibit pada media tanam dilaksanakan saat semai berumur 14
hari. Setiap polibag ditanam dua tanaman. Seleksi dilakukan saat inokulasi
patogen sehingga dengan demikian setiap polibag disisakan sebuah tanaman.
Pada saat tanam juga diberi pupuk majemuk NPK (15:15:15) yang disebarkan di
sekeliling batang sebanyak 3 g/polibag.
Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman berupa penyiraman dan pemasangan ajir.
Penyiraman dilakukan seiap dua hari atau jika media terlihat mulai mengering.
Pemberian ajir dilakukan setelah tanaman mulai menjalar ke luar polibeg. Selain
itu dilakukan juga pengendalian hama (ulat daun) dengan cara mengambilnya
dan di buang.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
349
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan berupa pengukuran tinggi tanaman,
kelayuan tanaman, berat kering. Pengamatan tinggi dan kelayuan tanaman mulai
dilakukan seminggu setelah inokulasi patogen selama 4 minggu, karena
sebagian besar tanaman telah menunjukkan kelayuan. Pengukuran tinggi
menggunakan penggaris dengan mengukur mulai pangkal batang sampai pucuk
yang terpanjang.
Pengamatan kelayuan tanaman atau tipe gejala yang terbentuk mengacu
pada skor indek penyakit (IP) menggunakan skala 0-4 modifikasi dari Chikh-
Rouhu et al. (2008). Kriteria yang digunakan adalah 0 = tidak ada gejala; 1 =
daun hijau namun sedikit layu; 2 = hampir seluruh daun layu; 3 = seluruh daun
layu, batang utama masih hijau namun mulai rebah; 4 = tanaman mati, pangkal
batang warna coklat dan kering.
Besarnya keparahan penyakit (IP) dihitung dengan menggunakan rumus:
IP = Σ(n x v)
x 100% N x V
Keterangan: n = jumlah tanaman pada skor tertentu
v = skor penyakit
N = jumlah tanaman tiap perlakuan
V = skor tertinggi
Pengukuran berat kering dilakukan pada akhir pengamatan. Tanaman
yang masih tersisa dicabut dan dikeringkan dalam oven pada suhu 40oC selama
48 jam. Ada diantara tanaman yang diberi perlakuan sudah mengalami kematian
sehingga tidak lagi dilakukan pengukuran berat kering.
Analisa Variasi Genetik Semangka Menggunakan RAPD
Analisa variasi genetik pada beberpa varietas semangka dibagi menjadi
tahap isolasi DNA dari daun, pelaksanaan RAPD PCR dan elektroforesis
menggunakan agarose 1,4%. Ekstraksi DNA dari daun dilakukan dengan
mengambil sampel daun seberat 1 g untuk kemudian digerus menggunakan
mortar. Untuk mempermudah dalam penggerusan ditambahkan dengan nitrogen
cair. Hasil gerusan dimasukkan dalam tabung ependorf 2 ml dan ditambah 1000
µl buffer ekstraksi yang mengandung 1% β-markaptoetanol. Campuran ini
diinkubasi pada suhu 65oC dalam penangas air selama 30 menit, dan setiap 10
menit tabung dibolak-balik untuk membantu proses lisis.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
350
Campuran tadi diambil dari penangas dan diamkan selama 2 menit pada
suhu ruang, kemudian ditambahkan 750 µl campuran chloroform dan
isoamilalkohol perbandingan 24:1. Agar tercampur dengan baik pengocokan
menggunakan vortek selama 5 menit lalu disentrifus pada kecepatan 11 000 rpm
selama 10 menit.
Supernatan yang terbentuk diambil dengan hati-hati dan pindahkan ke
ependorf 2 ml yang baru. Tambahkan lagi dengan 1/10 sodium asetat 3M pH 5,2
dan 2,5 x volume etanol absulut untuk presipitasi DNA. Untuk mempercepat
proses tabung dibolak-balik secara perlahan. Setelah itu disentrifus pada 13 000
rpm selama 10 menit untuk mengendapkan DNA. Cairan di buang dan pelet DNA
yang terbentuk dicuci dengan etanol 70% kemudian disentrifus lgi selama 5
menit. Kembali cairan dibuang dan endapan DNA dikeringkan. Setelah kering
pelet DNA dilarutkan dengan 100 µl buffer TE.
Untuk melaksanakan RAPD pelet DNA yang sudah dilarutkan dalam
bufer TE untuk sekali reaksi diambil sebanyak 2 µl masukan dalam tabung
ependorf 200 µl. Selain itu ditambahkan berturut-turut PCR buffer 10 x + Mg2+
sebanyak 2.5 µl, dNTPs 10mM sebanyak 0.2 µl, primer random 10 pmol/µl
sebanyak 1 µl, sucrose cresol 10x sebanyak 1 µl, taq polimerase 5 unit/µl
sebanyak 0.2 µl serta aquades sehingga volume total menjadi 25 µl.
Untuk melakukan RAPD digunakan tiga jenis primer random masing-
masing OPC 08; OPB 01 dan OPD 10. Sehingga dalam RAPD dilakukan 3 kali
reaksi. PCR untuk 45 siklus menggunakan suhu denaturasi 94oC selama 5 menit;
suhu annealing 36oC 1 menit; suhu ekstensi 72oC selama 2 menit dan suhu
ekstensi akhir 72oC selama 10 menit.
Visualisasi hasil amplifikasi PCR menggunakan elektroforesis. Hasil PCR
ditambah dengan loading dye dengan perbandingan 5:1 dimasukan kedalam tiap
sumuran pada agarose yang telah diletakkan pada mesin elektroforesis. Hasil
amplifikasi tadi di runningkan pada gel elektroforesis (agarose 1.4%) pada 70 V
selama 75 menit menggunakan Mupid electroforesis..
Setalah hasil dari elektroforesis agar/ gel diangkat dan diletakkan pada
UV transluminator untuk melihat visualisasi pola penyebaran potongan DNA yang
berhasil dilakukan menggunakan PCR.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
351
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Ketahanan Semangka terhadap F. oxysporum f.sp. niveum
Isolat patogen penyakit layu yang digunakan cukup baik dalam
kemampuan menimbulkan sakit pada semangka. Gejala layu yang terbentuk
bisa diawali dengan daun, terutama daun tua yang berubah menjadi kekuningan.
Daun memperlihatkan seperti tanaman yang kekurangan hara N. Pada
perkembangannya daun akan terkulai, kehilangan turgor dan terus akan menjalar
ke bagian atas. Proses perkembangan berikutnya tanaman akan rebah dan
batang utama akan berubah menjadi coklat.
Terkadang didapati pula pada tanaman yang layu ditumbuhi oleh miselia
yang berwarna putih, terutama jika kondisi tanah lembab (Gambar 4). Lama
kelamaan miselia akan berubah warna menjadi merah muda keunguan.
Biasanya tanaman akan memperlihatkan kelayuan yang lebih cepat tanpa diikuti
dengan daun yang menguning. Pada bagian pucuk (pada batang utama atau
cabang) akan menggulung, memperlihatkan pertumbuhan yang mulai terhenti.
Tanaman akan rebah dan kering (Gambar 3).
Gambar 3. Gejala layu yang diikuti dengan pembentukan miselia F. oxysporum f.
sp. nivea pada pangkal batang. Penyakit akan cepat berkembang jika kondisi lingkungan mendukung, suhu
tanah berkisar antara 15 - 27oC dengan kondisi tanah yang lembab. F.
oxysporum f. sp. niveum berkembang baik pada kisaran suhu 20 – 30oC.
Patogen yang menginfeksi yang dimulai pada akar atau pangkal batang akan
menimbulkan kerusakan pada jaringan. Berkas jaringan pembuluh batang akan
berubah warna menjadi coklat sebagai tanda terjadi nekrosis (Harlock, 2004)
sehingga dapat mengganggu transport air dan mineral. Kerusakan akan hebat
jika serangan terjadi saat tanaman masih muda. Terkadang serangan dapat
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
352
terhenti dan tanaman masih dapat membentuk buah, namun biasanya buah yang
terbentuk berukuran kecil dan jumlah buah yang dihasilkan sedikit.
Gambar 4. Tanaman menunjukkan gejala layu dan mati akibat serangan F. oxysporum f.sp. nivea. Pertumbuhan tanaman terhambat.
Tidak semua jenis semangka rentan terhadap penyakit layu fusarium. Hasil
pengujian yang dilakukan oleh Aswani (2009) dari 33 varietas semangka
terhadap 3 isolat F. oxysporum f. sp. nivea menunjukkan ketahanan yang
berbeda. Masing-masing varietas memperlihatkan respon yang berbeda
terhadap setiap isolat yang digunakan. Pada varietas Uranus, Long dragon, New
dragon, dan Giant semuanya dapat diserang oleh patogen layu fusarium.
Keparahan terus meningkat sejalan bertambah umur tanaman. Keparahan
penyakit tertinggi terjadi pada varietas Uranus, sedang yang relatif kecil
serangannya terjadi pada varietas Long dragon (gambar 4). Tanaman mulai
menunjukkan gejala layu pada minggu kedua setelah inokulasi. Insiden penyakit
akibat serangan F. oxysporum f.sp. niveum terbanyak terjadi pada semangka
varietas Uranus. Jumlah tanaman terserang juga lebih tinggi, yaitu mencapai
50% (4 tanaman), menyusul varietas Long dragon sebanyak 3 tanaman (37,5%)
dan varietas lainnya masing-masing hanya satu tanaman (12.5%).
Berbeda dengan hasil yang didapat oleh Aswani (2009) bahwa varietas
Uranus salah satu diantara 33 varietas yang diuji ketahanannya terhadap F.
oxysporum f. sp. niveum isolat asal Kerawang tergolong agak tahan, masa
inkubasi lebih dari 23 hari setelah inokulasi dan insiden penyakit rata-rata 36.67.
Tingginya varietas Uranus yang terserang kemungkinan berkaitan erat dengan
kelembaban tanah. Serangan F. oxysporum pada alfalfa meningkat sejalan
dengan meningkatnya matrik potensial air tanah, tetapi perkembangan akan
terhenti setelah tanaman berumur lebih dari 8 minggu (Emberger and Welty,
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
353
1983). Tingginya kandungan air menyebabkan akar kurang berkembang akibat
gangguan pada respirasi, sehingga ada jaringan yang mengalami kerusakan.
Fusarium masih bisa bertahan pada kondisi potensial air yang tinggi, dan adanya
luka memungkinkan patogen untuk menginfeksi.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4
Ke
pa
rah
an
Pe
nya
kit (%
)
Minggu ke
Long Dragon
Giant
Uranus
New Dragon
Gambar 5. Perkembangan keparahan penyakit layu fusarium pada beberapa varietas semangka.
Selain faktor kelembaban tanah, tipe tanah, asal isolat, kondisi
pertumbuhan tanaman ternyata serangan F. oxysporum juga dipengaruhi oleh
temperatur dan cahaya (Larkin, and Fravel, 2002) . Insiden serangan F.
oxysporum f.sp. lycopersici pada tomat akan meningkat dengan meningkatnya
suhu, optimum pada suhu 27oC tetapi kembali menurun jika diberi perlakuan
suhu 32oC. Isiden penyakit layu juga akan meninggi jika diberi perlakuan cahaya
penuh selama 14 jam per hari.
Cahaya penuh berkaitan dengan aktivitas metabolisme tanaman yang
secara tidak langsung akan mempengaruhi eksudasi akar. Cahaya akan
berperan dalam memacu metabolisme, dan ini biasa akan meningkatkan akar
menghasilkan eksudat sebagai produk reaksi katabolisme. Aktivitas patogen tular
tanah sangat dipengaruhi oleh eksudat akar sehingga juga akan menentukan
kemungkinan terjadinya infeksi. Menurut Steinkellner, Mammerler and Vierheilig
(2005) akar tomat dan tanaman bukan inang dapat menstimulasi
perkecambahan mikrokonidia F. oxysporum f. sp. lycopersici sama baiknya, dan
stimulasinya tergantung pada umur tanaman. Kemampuan berkecambah
merupakan faktor awal untuk membuka peluang terjadinya serangan pada
tanaman inang.
Berdasarkan tingkat perkembangan penyakit maka varietas semangka
yang diujikan daya tahannya terhadap serangan F. oxysporum f. sp. niveum
semuanya tergolong agak tahan, terkecuali varietas Uranus tergolong rentan.
Pada pengamatan 4 minggu setelah inokulasi keparahan penyakit pada ketiga
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
354
varietas semangka berkisar antara 50-75% sedangkan varietas Uranus
mencapai 90%.
Akibat serangan Fusarium pada tanaman semangka mengakibatkan
gangguan pertumbuhan. Patogen menyerang akar menyebabkan pembusukan
sehingga akar kurang mampu untuk menyerap air dan hara yang diperlukan
untuk pertumbuhan. Gangguan lebih besar terjadi pada varietas Long Dragon
yang tergolong agak tahan, baik terhadap pertambahan tinggi atau berat kering
tanaman (Gambar 5). Gangguan yang terjadi dapat dilihat dari selisih antara
tanaman kontrol yang tidak terserang patogen penyakit layu fusarium dengan
tanaman yang diinokulasi dengan patogen. Tetapi secara keseluruhan akibat
penyakit layu fusarium, varietas Uranus menunjukkan pertumbuhan yang kurang
baik dibandingkan varietas lainnya. Hal ini diperlihatkan dengan berat kering
tanaman yang paling rendah dibandingkan lainnya. Penghambatan pertumbuhan
tomat akibat serangan F. oxysporum f. sp. lycopersici lebih nyata terhadap berat
kering tanaman dibandingkan tinggi. Umumnya tanaman yang masih dapat
tumbuh walaupun terserang patogen memperlihatkan gejala etiolasi sehingga
akibatnya tinggi tanaman tidak saling berbeda antara satu dengan lainnya.
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3
Tin
gg
i Ta
na
ma
n (cm
)
Pengamatan (MSI)
Uranus
Konttrol
0
10
20
30
40
50
60
70
1 2 3
Tin
gg
i Ta
na
ma
n (cm
)
Pengamatan (MSI)
Long Dragon
Konttrol
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
Uranus Konttrol
Be
rat K
eri
ng
(g
ram
)
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
Long Dragon Konttrol
Be
rat K
eri
ng
(g
ram
)
Gambar 6. Penurunan tinggi tanaman dan berat kering akibat serangan F. oxysporum f.sp. niveum pada semangka varietas Long Dragon yang agak tahan (kanan) dan varietas Uranus yang rentan (kiri).
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
355
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
Long Dragon Giant Uranus Dragon
Be
rat (g
ram
)
Varietas semangka
Gambar 7. Berat kering beberapa varietas semangka yang terserang F. oxysporum f.sp. niveum
Analisa Genetik Semangka Menggunakan RAPD
Ketahanan tanaman bisa ditentukan berdasarkan genetik yang dipunyai.
Usaha pengendalian terhadap penyakit layu fusarium pada semangka sangat
mengandalkan pada resistensi secara genetik. Untuk bisa menentukan
ketahanan suatu varietas semangka yang tergolong tahan terhadap F.
oxysporum f. sp. niveum dilakukan dengan menggunakan RAPD. Berdasakan
pola pita dari varietas semangka yang tahan bisa digunakan sebagai acun untuk
menetapkan apakah varietas semangka tergolong tahan atau tidak terhadap F.
oxysporum f. sp. niveum.
Gambar 8. Hasil RAPD semangka varietas New Dragon (N); Uranus (U); Long Dragon (L), Giant (G), Marker (M). Jenis primer yang digunakan OPC 08; OPB 01 dan OPD 10.
N U L G M N U L G M N U L G M
OPC 08 OPB 01 OPD 10
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
356
Hanya saja ternyata primer yang digunakan pada RAPD kurang baik,
tidak terlalu bisa digunakan untuk membedakan antara varietas semangka,
terutama OPC 08. Pada primer OPB 01 baik untuk menampilkan keragaan
genetik varietas Giant dan sedikit kurang baik pada Long Dragon. Semua jenis
primer tidak baik untuk menampilkan keragaan genetik varietas New Dragon dan
Uranus. Pada primer OPD 10 dan OPB 01 kemungkinan tergambarkan pita yang
menunjukkan ketahanan terhadap patogen layu fusarium yang dimiliki oleh
varietas Giant dan Long Dragon. Kedua varietas ini tergolong agak tahan pada
pengujian yang dilaksanakan menggunakan isolat F. oxysporum f.sp. niveum
asal Karawang.
KESIMPULAN
Pada pengujian resistensi semangka beberapa varietas terhadap F.
oxysporum f. sp. niveum menunjukkan ada tiga varietas yang tergolong agak
tahan (New Dragon, Giant dan Long Dragon) dan satu yang tergolong rentan
(Uranus). Virulensi kemungkinan besar karena faktor lingkungan mendukung
untuk terjadinya penyakit seperti faktor suhu dan cahaya. Akibat serangan
patogen dapat mempengaruhi penghambatan pertumbuhan tanaman, baik
terhadap tinggi tanaman maupun berat kering. RAPD yang dilakukan untuk
menemukan penciri gen penentu ketahanan semangka terhadap penyakit layu
fusarium kurang berhasil. Primer yang digunakan OPB 01, OPC 08 dan OPD 10
kurang dapat menampakan keragaaan genetik semangka yang tergolong tahan
atau agak tahan.
DAFTAR PUSTAKA
Aswani, A. 2009. Keregaman genetik beberapa varietas semangka (Citrulus
lanatus [Thunb.] Matsum & Nakai var lanatus) berdasarkan karakter agronom dan ketahanan terhadap penyakit layu fusarium (Fusarium oxysporum f.sp. niveum [E.F. Smith] Snyder & Hansen). Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor
Emberger, G. and R.E. Welty. 1983. Effect of soil water matric potential on
resistance to Fusarium oxysporum f. sp. medicaginis in alfalfa. Phytopathology 73:208-212.
Harlock. C. 2004. Fusarium Wilt of melons (Watermelon, rockmelon and
honeydew). Agency for Food and Fibre Sciences, Horticulture. Queensland Govern. www.dpi.qld.au/horticulture/11645.html. Diunduh tanggal 7 Juli 2010
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
357
Larkin, R. P., and D.R. Fravel. 2002. Effects of varying environmental conditions
on biological control of Fusarium wilt of tomato by non-pathogenic Fusarium spp. Phytopathology 92(11):1160-1166.
Prihatman, K. 2000. Semangka (Citrulus vulgaris). Sistem Informasi Manajemen
Pembangunan di Perdesaan. BAPPENAS. Steinkellner, S. R. Mammerler and H. Vierheilig. 2005. Microconidia germination
of the tomato pathogen Fusarium oxysporum in the presence of root exudates. Journal of Plant Interactions 1(1): 23-30
Boyhan, G.E., D. B. Langston, D. M. Granberry, P. M. Lewis, and D. O. Linton.
2003. Resistance to Fusarium Wilt and Root-knot Nematode in Watermelon Germplasm Cucurbit Genetics Cooperative Report 26:18-25.
Zhou, X.G. and K. L. Everts. 2003. Races and Inoculum Density of Fusarium
oxysporum f. sp. niveum in Commercial Watermelon Fields in Maryland and Delaware Plant Disease 87(6): 692- 698.