KESETIMBANGAN FASA

9
KESETIMBANGAN FASA Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat – sifat fisik seragam, yang terpisah dari bagian sistem lain oleh suatu bidang batas. Pemahaman perilaku fasa mulai berkembang dengan adanya aturan fasa Gibbs. Untuk sistem satu komponen, persamaan Clapeyron dan Clausisus Clapeyron menghubungkan perubahan tekanan kesetimbangan dengan perubahan suhu. Sedangkan pada sistem dua komponen, larutan ideal mengikuti hukum Raoult. Larutan non elektrolit nyata (real) akan mengikuti hukum Henry. Perubahan suhu (T), tekanan (P), konsentrasi (C), dan entalpi (H) selama proses pemisahan dapat dianalisa berdasarkan konsep kesetimbangan termodinamik. Korelasi fase menurut kaidah fase Gibbs: F=C – P + 2 …………………………………………………….(1) dengan: F = Variabel intensif/bebas C = Jumlah spesies atau komponen dalam sistem P = Jumlah fase dalam sistem Kesetimbangan antara beberapa fasa dapat dinyatakan dengan besaran- besaran

description

fasa

Transcript of KESETIMBANGAN FASA

Page 1: KESETIMBANGAN FASA

KESETIMBANGAN FASA

Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat – sifat fisik seragam, yang

terpisah dari bagian sistem lain oleh suatu bidang batas. Pemahaman perilaku fasa mulai

berkembang dengan adanya aturan fasa Gibbs.

Untuk sistem satu komponen, persamaan Clapeyron dan Clausisus – Clapeyron

menghubungkan perubahan tekanan kesetimbangan dengan perubahan suhu. Sedangkan pada

sistem dua komponen, larutan ideal mengikuti hukum Raoult. Larutan non elektrolit nyata (real)

akan mengikuti hukum Henry.

Perubahan suhu (T), tekanan (P), konsentrasi (C), dan entalpi (H) selama proses

pemisahan dapat dianalisa berdasarkan konsep kesetimbangan termodinamik. Korelasi fase

menurut kaidah fase Gibbs:

F=C – P + 2 …………………………………………………….(1)

dengan:

F = Variabel intensif/bebas

C = Jumlah spesies atau komponen dalam sistem

P = Jumlah fase dalam sistem

Kesetimbangan antara beberapa fasa dapat dinyatakan dengan besaran- besaran

intensif T (suhu), P (tekanan) dan μ (potensial kimia). Kriteria suatu kesetimbangan

diperlihatkan oleh perubahan energi bebas Gibbs (ΔG) yang dinyatakan melalui

persamaan :

dG = - SdT + VdP + i μi dni .................................................................(1)

dengan potensial kimia (μ) :

Pada keadaan setimbang, potensial kimia suatu komponen adalah sama pada setiap fasa,

contoh pada kesetimbangan :

H2O (l ) ↔ H2O (g)

maka μ H2O (l ) = μ H2O (g ) yang dapat dibuktikan sebagai berikut :

Page 2: KESETIMBANGAN FASA

Fasa α ↔ Fasa β

dGα = μiα dniα

dGβ = μiβ dniβ

dG = dGα + dGβ ................................................................................... (2)

dG = μiα dniα + μiβ dniβ……………………………………………… (3)

karena - dniα = + dniβ

maka : dG = μiα dniα - μiβ dniα ………………………………………. (4)

dG = (μiα - μiβ ) dniα…………………………..…………...………… (5)

pada kesetimbangan maka dG = 0 dan P dan T sistem tetap sehingga

0 = (μiα - μiβ ) dniα …………………………………………………… (6)

karena ) dniα ≠ 0, maka μiα = μiβ ......................................................... (7)

Artinya potensial kimia akan berharga sama bila sistem dalam kesetimbangan.

Persamaan (7) memperlihatkan bila μiα > μiβ maka akan terjadi aliran potensial dari fasa α

menuju fasa β dan sering disebut sebagai kesetimbangan material. Demikian pula bila Tα > Tβ

maka akan terjadi aliran suhu dari fasa α menuju fasa β hingga tercapai kesetimbangan termal.

Kesetimbangan mekanik akan tercapai bila terjadi aliran tekanan dari fasa α menuju fasa β.

1. Persamaan Clapeyron dan Clausisus – Clapeyron

Pada sistem 1 komponen (zat murni) pada P dan T tertentu maka (7) menjadi :

μiα = μiβ …………………………………………………………….……(8)

Page 3: KESETIMBANGAN FASA

Jika pada kondisi 1 (P, T dan μ ) diubah menjadi kondisi 2 yaitu tekanan diubah dari P

menjadi P + dP dan suhu diubah dari T menjadi T+dT sehingga μiα menjadi μiα + d μiα

dan μiβ menjadi μiβ + d μiβ, maka pada kesetimbangan :

μiα + d μiα = μiβ + d μiβ ………………………………………………..….....(9)

Jika persamaan (8) dikurangi persamaan (9), maka akan didapat persamaan (10)

d μiα = d μiβ ………………………………………………………….…….. (10)

dengan

d μiα = -Sα dT + V α dP dan d μiβ = -Sβ dT + V β dP ……..… .. …….……. (11)

Hubungan antara persamaan (10) dan (11) didapat persamaan (13) :

-Sα dT + V α dP = -Sβ dT + V β dP ……..… .. …….………………………..(12)

Sehingga (Sβ−Sα ) dT = (V β - V α ) dP ……..… .. …….…………….…. (13)

Jika terjadi perubahan dari α → β, maka ∆ S = (Sβ−Sα ) dan ∆ V = (V β - V α ), maka ∆ S

dT = ∆ V dP atau dPdT

= ∆ S∆ V

……………………………………………….. (14)

Bila pers (14) merupakan perubahan fasa pada kesetimbangan maka

∆ S = dH

T ∆ V .............................................................................................................(15)

Untuk kesetimbangan padat- cair, persamaan (15) akan menjadi :

dPdT

= dH peleburan

T ∆ V peleburan .............................................................................................(16)

Sedangkan untuk kesetimbangan fasa terkondensasi, baik padat dengan fasa uapnya

maupun cair dengan fasa uapnya, persamaan (16) akan menjadi :

dPdT

= ∆ S∆V

= ∆ HT (V g−V c)

.......................................................................................... (17)

dengan ∆H merupakan kalor penguapan molar cairan atau kalor sublimasi molar padatan

dan V cadalah volum molar padatan dan cairan. Umumnya V g−V c ≅ V gbila V g

diasumsikan sebagai gas ideal yaitu V g=RTP

maka persamaan (17) menjadi persamaan

(18) yang dikenal sebagai persamaan Clausius- Clayperon :

dPdT

= ∆ H P

R T 2 atau dln PdT

= ∆ H

R T 2 ……………………………………………….. (18)

Page 4: KESETIMBANGAN FASA

Dengan anggapan ∆H tak bergantung pada suhu maka integrasi persamaan (18) dari

kondisi 1 menjadi kondisi 2 akan menjadi persamaan (19) berikut :

Ln P1

P2 =

−∆ HR ( 1

T1

−1

T2) ................................................................................(19)

Keseimbangan Uap –Cair

Teori dasar keseimbangan fasa menyatakan bahwa bila sistem dalam keadaan

seimbang, maka akan berlaku:

dengan fugasitas komponen ’i’ pada fasa cair sama dengan fugasitas komponen ‘i’ pada fasa gas.

Persamaan (2) dapat juga dituliskan sebagai:

Dengan :

γ i = koefisien aktivitas komponen ‘i’ di fasa cair

X i = fraksi mole ‘i’ di fasa cair

f i = fugasitas komponen ‘i’ murni pada keadaan standar

∅ i = koefisien fugasitas komponen ‘i’ di fasa uap

yi = fraksi mole ‘i’ di fasa uap

Pt = tekanan sistem

Jika tekanan uap murni komponen ‘i’ rendah dan Pt ≈ 1 atm, maka dapat f i diganti Pi °. Untuk

ini persamaan (3) dapat dituliskan menjadi:

Bila suatu campuran memenuhi sifat ideal, baik fasa gas dan fasa cairannya, maka hubungan

keseimbangannya dapat dinyatakan dengan Hukum Raoult dan Dalton:

Page 5: KESETIMBANGAN FASA

Hukum Henry menyatakan bahwa korelasi keseimbangan untuk sistem ideal dan larutan yang

cukup encer dapat dinyatakan dengan:

PA= HCA

Dengan :

PA = tekanan parsial ‘A’ di fasa uap

CA = konsentrasi ‘A’ di fasa cair

H = tetapan Henry

CONTOH :

Determine the temperature and composition of the first dew created from a saturated vapor

mixture of benzene and toluene containing 45 mole percent benzene at 200 kPa. Benzene and

toluene mixtures may be considered as ideal.

Data: Vapor pressure, Psat, data: ln P sat = A − B/(T + C), where P sat is in kPa and T is in oK.

Compound A B C

Benzene (1) 14.1603 2948.78 − 44.5633

Toluene (2) 14.2515 3242.38 − 47.1806

Solutions :

We start with the equation (E-1) :

x1 + x2 = 1

Substituting xi = yiP/Pisat into equation (E-1) yields

y1 P

P1Sat +

y2 P

P2Sat

Page 6: KESETIMBANGAN FASA

With the numerical values for mole fractions and pressure, equation (E-2) becomes

90/exp(14.1603 − 2948.78/(T − 44.5633)) + 110/exp(14.2515 − 3242.38/(T − 47.1806)) = 1

The dew point temperature should be between the boiling points of benzene and toluene

given by

T 1boil =

2948.7814.1603−log(200) + 44.5633 = 377.31 K

T 2boil =

3242.3814.2515−log(200) + 47.1806 = 409.33 K

The solution of the nonlinear algebraic equation (E-3) can be determined using Matlab

function fsolve with inline function as follows:

>> fun=inline('90/exp(14.1603 - 2948.78/(T - 44.5633))+ 110/exp(14.2515 - 3242.38/(T -

47.1806)) - 1');

T=fsolve (fun,400,optimset('Display','off'))

T = 398.0874

The dew point temperature of the benzene-toluene mixture is 398.1oK. At this temperature,

the vapor pressure of benzene is

PiSat = exp(14.1603 − 2948.78/(398.0874 − 44.5633)) = 336.70 kPa

The mole fraction of benzene in the liquid phase is then

X1= y1 P

P1 =

(0.45)(200)336.7

= 0.2673

The mole fraction of toluene in the liquid phase is

x2 = 1 − x1 = 0.7327