kesadaran.docx

86
IDENTIFIKASI DAN PENATALAKSANAAN PADA PENURUNAN KESADARAN PENGERTIAN Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. Sementara penurunan kesadaran adalah keadaan dimanapenderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga / tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus. Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang mengenal / mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya. Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yaitu : 1. Kompos mentis Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca indra dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar maupun dalam. 2. Somnelen / drowsiness / clouding of consciousness Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun. 3. Stupor / Sopor Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu dua kata . Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri. 4. Soporokoma / Semikoma KEGAWATDARURATAN MEDIS - 1 - NEUROLOGI

Transcript of kesadaran.docx

IDENTIFIKASI DAN PENATALAKSANAAN PADA PENURUNAN KESADARAN

PENGERTIAN Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. Sementara penurunan kesadaran adalah keadaan dimanapenderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga / tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus.Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang mengenal / mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya.

Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yaitu :1. Kompos mentisKompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca indra dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar maupun dalam.2. Somnelen / drowsiness / clouding of consciousnessMata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun.3. Stupor / SoporMata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu dua kata . Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri.4. Soporokoma / SemikomaMata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.5. KomaDengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara maupun reaksi motorik.

ETIOLOGI Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan kemungkinan penyebab penurunan kesadaran dengan istilah SEMENITE yaitu :a. S: SirkulasiMeliputi stroke dan penyakit jantungb. E: EnsefalitisDengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.c. M: MetabolikMisalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikumd. E: ElektrolitMisalnya diare dan muntah yang berlebihan.e. N: NeoplasmaTumor otak baik primer maupun metastasisf. I: IntoksikasiIntoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan penurunan kesadarang. T: TraumaTerutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada.h. E: EpilepsiPasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan penurunan kesadaran.

MANIFESTASI KLINISGejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah : Penurunan kesadaran secara kwalitatif GCS kurang dari 13 Sakit kepala hebat Muntah proyektil Papil edema Asimetris pupil Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negatif Demam Gelisah Kejang Retensi lendir / sputum di tenggorokan Retensi atau inkontinensia urin Hipertensi atau hipotensi Takikardi atau bradikardi Takipnu atau dispnea Edema lokal atau anasarka Sianosis, pucat dan sebagainya.

PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab penurunan kesadaran yaitu : Laboratorium darah ;Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea darah ( BUN ), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alcohol, obat-obatan dan analisa gas darah ( BGA ). CT Scan ; pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak PET ( Positron Emission Tomography );untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan tumor otak. SPECT ( Single Photon Emission Computed Tomography );untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke. MRI ; Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak. Angiografi serebral ; Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi arteriovena. Ekoensefalography ; Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral yang disebabkan hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral yang luas dan neoplasma. EEG ( elektroensefalography ); Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses, jaringan parut otak, infeksi otak. EMG ( Elektromiography ); Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit lain.

PENGKAJIAN PRIMER1. Airwaya. Apakah pasien berbicara dan bernafas secara bebasb. Terjadi penurunan kesadaranc. Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dlld. Penggunaan otot-otot bantu pernafasane. Gelisah f. Sianosisg. Kejangh. Retensi lendir / sputum di tenggorokani. Suara serakj. Batuk2. Breathinga. Adakah suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dllb. Sianosisc. Takipnud. Dispneae. Hipoksiaf. Panjang pendeknya inspirasi ekspirasi3. Circulationa. Hipotensi / hipertensib. Takipnuc. Hipotermid. Pucate. Ekstremitas dinginf. Penurunan capillary refillg. Produksi urin menurunh. Nyerii. Pembesaran kelenjar getah bening

PENGKAJIAN SEKUNDER1. Riwayat penyakit sebelumnyaApakah klien pernah menderita : a. Penyakit strokeb. Infeksi otakc. DMd. Diare dan muntah yang berlebihane. Tumor otakf. Intoksiaksi insektisidag. Trauma kepalah. Epilepsi dll.2. Pemeriksaan fisika. Aktivitas dan istirahat Data Subyektif: kesulitan dalam beraktivitas kelemahan kehilangan sensasi atau paralysis. mudah lelah kesulitan istirahat nyeri atau kejang otot Data obyektif: Perubahan tingkat kesadaran Perubahan tonus otot (flasid atau spastic), paraliysis (hemiplegia) , kelemahan umum. gangguan penglihatanb. Sirkulasi Data Subyektif: Riwayat penyakit stroke Riwayat penyakit jantung Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial. Polisitemia. Data obyektif: Hipertensi arterial Disritmia Perubahan EKG Pulsasi : kemungkinan bervariasi Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominalc. Eliminasi Data Subyektif: Inkontinensia urin / alvi Anuria Data obyektif Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ) Tidak adanya suara usus( ileus paralitik )d. Makan/ minum Data Subyektif: Nafsu makan hilang Nausea Vomitus menandakan adanya PTIK Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan Disfagia Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah Data obyektif:Obesitas ( faktor resiko )e. Sensori neural Data Subyektif: Syncope Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid. Kelemahan Kesemutan/kebas Penglihatan berkurang Sentuhan : kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada muka Gangguan rasa pengecapan Gangguan penciuman Data obyektif: Status mental Penurunan kesadaran Gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) Gangguan fungsi kognitif Ekstremitas : kelemahan / paraliysis genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam Wajah: paralisis / parese Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya. ) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, stimuli taktil Kehilangan kemampuan mendengar Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik Reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil terhadap cahaya positif / negatif, ukuran pupil isokor / anisokor, diameter pupilf. Nyeri / kenyamanan Data Subyektif:Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya Data obyektif: Tingkah laku yang tidak stabil Gelisah Ketegangan otot g. RespirasiData Subyektif : perokok ( faktor resiko )h. KeamananData obyektif: Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan Perubahan persepsi terhadap tubuh Kesulitan untuk melihat objek Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan Berkurang kesadaran dirii. Interaksi sosialData obyektif: Problem berbicara Ketidakmampuan berkomunikasi3. Menilai GCSAda 3 hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang menggunakan Skala Coma Glasgow : Respon motorik Respon bicara Pembukaan mataKetiga hal di atas masing-masing diberi angka dan dijumlahkan.Penilaian pada Glasgow Coma ScaleRespon motorikNillai 6 : Mampu mengikuti perintah sederhana seperti : mengangkat tangan, menunjukkan jumlah jari-jari dari angka-angka yang disebutkan oleh pemeriksa, melepaskan gangguan.Nilai 5: Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan seperti tekanan pada sternum, cubitan pada M. TrapeziusNilai 4 : Fleksi menghindar dari rangsang nyeri yang diberikan , tapi tidak mampu menunjuk lokasi atau tempat rangsang dengan tangannya.Nilai 3 : fleksi abnormal .Bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan bawah , fleksi pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decorticate rigidity )Nilai 2 : ekstensi abnormal.Bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan bawah, fleksi pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decerebrate rigidity )Nilai 1 : Sama sekali tidak ada responCatatan : Rangsang nyeri yang diberikan harus kuat Tidak ada trauma spinal, bila hal ini ada hasilnya akan selalu negatifRespon verbal atau bicaraRespon verbal diperiksa pada saat pasien terjaga (bangun). Pemeriksaan ini tidak berlaku bila pasien : Dispasia atau apasia Mengalami trauma mulut Dipasang intubasi trakhea (ETT)Nilai 5 : pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara . orientasi waktu, tempat , orang, siapa dirinya , berada dimana, tanggal hari.Nilai 4 : pasien confuse atau tidak orientasi penuhNilai 3 : bisa bicara , kata-kata yang diucapkan jelas dan baik tapi tidak menyambung dengan apa yang sedang dibicarakanNilai 2 : bisa berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya (ngrenyem), suara-suara tidak dapat dikenali makna katanya Nilai 1 : tidak bersuara apapun walau diberikan rangsangan nyeri Respon membukanya mata :Perikasalah rangsang minimum apa yang bisa membuka satu atau kedua matanya Catatan:Mata tidak dalam keadaan terbalut atau edema kelopak mata. Nilai 4 : Mata membuka spontan misalnya sesudah disentuh Nilai 3 : Mata baru membuka bila diajak bicara atau dipanggil nama atau diperintahkan membuka mataNilai 2 : Mata membuka bila dirangsang kuat atau nyeri Nilai 1 : Tidak membuka mata walaupaun dirangsang nyeri

4. Menilai reflek-reflek patologis :a. Reflek BabinskyApabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda yang runcing maka timbullah pergerakan reflektoris yang terdiri atas fleksi kaki dan jari-jarinya ke daerah plantar b. Reflek Kremaster :Dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus pada bagian dalam (medial) paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya kontrkasi M.kremaster homolateral yang berakibat tertariknya atau mengerutnya testis. Menurunnya atau menghilangnya reflek tersebut berarti adanya ganguan traktus corticulspinal5. Uji syaraf kranial :NI.N. Olfaktorius penghiduan diperiksa dengan bau bauhan seperti tembakau, wangi-wangian, yang diminta agar pasien menyebutkannya dengan mata tertutupN.II. N.OpticusDiperiksa dengan pemerikasaan fisus pada setiap mata . digunakan optotipe snalen yang dipasang pada jarak 6 meter dari pasien . fisus ditentukan dengan kemampuan membaca jelas deretan huruf-huruf yang ada N.III/Okulomotoris. N.IV/TROKLERIS , N.VI/ABDUSENDiperiksa bersama dengan menilai kemampuan pergerakan bola mata kesegala arah , diameter pupil , reflek cahaya dan reflek akomodasiN.V. Trigeminus berfungsi sensorik dan motorik,Sensorik diperiksa pada permukaan kulit wajah bagian dahi , pipi, dan rahang bawah serta goresan kapas dan mata tertutup Motorik diperiksa kemampuan menggigitnya, rabalah kedua tonus muskulusmasketer saat diperintahkan untuk gerak menggigit N.VII/Fasialis fungsi motorik N.VII diperiksa kemampuan mengangkat alis, mengerutkan dahi, mencucurkan bibir , tersentum , meringis (memperlihatkan gigi depan )bersiul , menggembungkan pipi.fungsi sensorik diperiksa rasa pengecapan pada permukaan lidah yang dijulurkan (gula , garam , asam)N.VIII/ Vestibulo - acusticus Fungsi pendengaran diperiksa dengan tes Rinne , Weber , Schwabach dengan garpu tala. N.IX/ Glosofaringeus, N.X/vagus : diperiksa letak ovula di tengah atau deviasi dan kemampuan menelan pasien N.XI /Assesorius diperiksa dengan kemampuan mengangkat bahu kiri dan kanan ( kontraksi M.trapezius) dan gerakan kepala N.XII/ Hipoglosus diperiksa dengan kemampuan menjulurkan lidah pada posisi lurus , gerakan lidah mendorong pipi kiri dan kanan dari arah dalam.

DIAGNOSIS DAN INTERVENSI1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi SSP dan oedemaTujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam.Kriteria hasil : Tidak ada tanda tanda peningkatan TIK Tanda tanda vital dalam batas normal Tidak adanya penurunan kesadaranIntervensi :Mandiri : Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standart Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana Pantau tekanan darah Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan penglihatan kabur Pantau suhu lingkungan Pantau intake, output, turgor Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk,muntah Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai Tinggikan kepala 15-45 derajatKolaborasi : Berikan oksigen sesuai indikasi Berikan obat sesuai indikasi2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas oleh sekretTujuan : bersihan jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam.Kriteria hasil: Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas Ekspansi dada simetris Bunyi napas bersih saat auskultasi Tidak terdapat tanda distress pernapasan GDA dan tanda vital dalam batas normal

Intervensi:Mandiri : Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memberikan pengeluaran sekresi yang optimal Penghisapan sekresi Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jamKolaborasi : Berikan oksigenasi sesuai advis Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi3. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasanTujuan :Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jamKriteria hasil: RR 16-24 x permenit Ekspansi dada normal Sesak nafas hilang / berkurang Tidak suara nafas abnormal Intervensi : Mandiri : Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan. Auskultasi bunyi nafas. Pantau penurunan bunyi nafas. Berikan posisi yang nyaman : semi fowler Berikan instruksi untuk latihan nafas dalamCatat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan Kolaborasi : Berikan oksigenasi sesuai advis Berikan obat sesuai indikasi4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasiTujuan :Setelah diberikan tindakan keperawatan selaama 1 jam, pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuatKriteria Hasil :Pasien mampu menunjukkan : Bunyi paru bersih Warna kulit normal Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakanIntervensi :Mandiri : Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter. Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2 Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen. Pantau irama jantungKolaboraasi : Berikan cairan parenteral sesuai pesanan Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.

STROKE

DEFINISIMenurut WHO stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global yang berlangsung cepat, lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukan penyebab selain daripada gangguan vascular. Pada umumnya gangguan fungsional otak fokal berupa hemiparalisis atau sindroma hemiparesis kontralateral akibat lesi regional yang disertai deficit sensorik, sedangkan gangguan global ialah terjadinya gangguan kesadaran sampai koma, hal ini terjadi akibat destruksi morfologik dan kompresi substansia retikularis di diensefalon atau mesensefalon akibat perdarahan atau infark yang luas.Istilah stroke digunakan untuk Sudden Focal Neurologic Syndrom atau leih spesifik Cerebrovascular Disease yang merupakan abnormalitas otak akibat proses patologis dari pembuluh darah yang memberikan arti lebih inklusif yaitu oklusi lumen dan embolus atau thrombus, rupture pembuluh darah, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah otak, peningkatan viskositas atau perubahan lain dari kualitas aliran darah melalui pembuluh darah serebral.

ANATOMI OTAKOtak memperoleh darah melalui 2 sistem, yakni system karotis dan system vertebral. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sistem vertebral, yaitu:a. Sirkulus Willisi : a. serebri anterior kanan dan kiri, a. komunikans anterior, sepasang a. serebri posterior, dan a. komunikans posterior kanan dan kiri.b. Anastomosis antara a. serebri interna dan a. karotis eksterna di aerah orbita, masing-masing melalui a. oftalmika dan a. fasialis ke a. maksila eksternac. Hubungan antara system vertebral dengan a. karotis eksterna (pembuluh darah ekstrakranial).

FISIOLOGI OTAKSistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan system vertebralis terutama memberi darah bagi otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah otak terutama dipengaruhi oleh 3 faktor. Dua yang paling penting adalah tekanan untuk memompakan darah dari system arteri-kapiler ke system vena, dan tahanan perifer pembuluh darah otak. Faktor ketiga adalah faktor darah sendiri.Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah dan pembuluh darah), dan faktor kemampuan khusus naik dan berdilatasi bila tekanan sistemik turun. Daya akomodasi system arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak yang berfungsi normal bila tekanan antara 50-150 mmHg.Faktor darah, selain viskositas daya koagulasinya, diameter arteriol juga dipengaruhi oleh kadar/tekanan parsial CO2 dan O2. PCO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam akan menyebabkan vasodilatasi, sebaiknya bila PCO2 turun dan PO2 naik, atau suasana pH tinggi maka akan terjadi vasokonstriksi.Viskositas yang tinggi mengurangi aliran darah otak dan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya thrombosis.

FAKTOR RESIKO Faktor risiko adalah karakteristik (demografi, psikologi, anatomi, fisiologi dan patologi) yang ada pada seseorang yang dapat menimbulkan atau meningkatkan risiko untuk menderita penyakit tertentu. Berbagai macam faktor risiko dilaporkan pada patogenesis terjadinya stroke namun faktor usia, hipertensi, merokok, dan diabetes dikatakan sebagai faktor risiko yang mendahului pada semua jenis stroke. Penyakit jantung juga banyak didapatkan dalam kaitan dengan stroke iskemik. Faktor risiko terjadinya stroke dapat dibagi dalam:

a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah (Non Modifiable) 1. UsiaInsiden stroke akan meningkat secara eksponensial menjadi dua hingg tiga kali lipat setiap dekade diatas usia 50 tahun dan ada data yang menyebutkan 1 dari 3 orang yang berusia diatas 60 tahun akan tenderita salah satu jenis stroke.2. Jenis kelaminTernyata pria lebih berisiko kena serangan stroke, demikian hasil penelitian. Tetapi lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke. Serangan stroke pada pria umumnya terjadi pada usia lebih muda dibanding wanita, sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Wanita, meski jarang kena stroke, namun serangan itu datang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih besar.3. GenetikRiwayat stroke pada orang tua (baik ayah maupun ibu) akan meningkatkan risiko stroke. Peningkatan risiko stroke ini dapat diperantarai oleh beberapa mekanisme, yaitu: penurunan genetis faktor risiko stroke,, penurunan kepekaan terhadap faktor risiko stroke, pengaruh keluarga pada pola hidup dan paparan lingkungan,, interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.4. RasDi Amerika Serikat, berbagai laporan epidemiologi menunjukkan adanya perbedaan yang berarti dalam hal insidensi untuk semua jenis stroke dan infark serebri lebih besar pada kelompok berkulit hitam. Lebih banyak dijumpai faktor risiko seperti hipertensi dan diabetes pada kelompok berkulit hitam.

b. Faktor risiko yang telah diketahui dan dapat diubah 1. HipertensiHipertensi memegang peranan penting dan sering menyebabkan gangguan fungsi otak dan struktur otak manusia melalui mekanisme gangguan vaskuler. Infark dan perdarahan otak merupakan stadium akhir akibat memburuknya gangguan vaskuler di otak. Stroke yang terjadi akibat hipertensi disebabkan adanya perubahan patologis yang terjadi pada pembuluh arah serebral di alam jaringan otak yang mempunyai dinding relative tipis. Perubahan ini menunjukkan faktor predisposisi stroke secara langsung dan peningkatan proses aterogenesis merupakan faktor predisposisi perdarahan dan infark otak. Selain itu hipertensi menyebabkan gangguan autoregulasi pembuluh darah otak sehingga aliran darah otak menurun.Patofisiologi bagaimana hipertensi menyebabkan stroke berkaitan dengan perubahan struktur dalam arteri-arteri kecil dan arteriol yang menyebabkan penyumbatan pembuluh darah progresif. Akibat dari penyempitan pembuluh darah ini makan aliran darah arteri akan terganggu dan dapat menyebabkan mikroinfark jaringan. Obstruksi atau rupture pembuluh darah otak merupakan penyebab sekiar sepertiga kematian akibat hipertensi.1. 2. MerokokMerokok dapat menigkatkan koagubilitas, viskositas, konsentrasi fibrinogen, hematokrit, tekana darah, menurunkan kadar HDL, dan mendorong agregasi platelet. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terjadinya penebalan endotel pembuluh darah.Merokok dapat mempengaruhi faktor-faktor fisiologis, patologis, hematologis,dan metabolik yang masing-masing faktor tersebut dapat berperan pada mulainya, perkembangannya, dan akhirnya timbul aterosklerosis.Mekanisme terjadinya ateroma akibat merokok belum diketahui secara pasti, tetapi kemungkinan akibat: stimulasi system saraf simpatis oleh nikotin dan ikatan O2 dengan Hb akan digantikan oleh CO2 , reaksi imunologi direk pada ining pembuluh darah, peningkatan agregasi trombosit, dan peningkatan permeabilitas endotel terhadap lipid akibat zat-zat yang terdapat di dalam rokok.3. Diabetes MellitusDiabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan secara bermakna meningkatkan kemungkina timbulnya aterosklerosis. DM mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar, sehingga terjadi penyempitan lumen pembuluh darah dan mengganggu kelancaran aliran darah otak, dan pada akhirnya akan menyebabkan infark sel otak.4. HiperkolesterolemiaMeningkatnya kadar kolesterol dalam darah,terutama LDL, penurunan kadar HDL merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya aterosklerosis.

Tabel klasifikasi kolesterol total, LDL, HDL dan TG (NCEP-ATP III)

Jenis LipidKadar (mg/dl)Keterangan

Kolesterol Total< 200200-239 240OptimalDiinginkanTinggi

LDL< 100100-129130-159160-189 190OptimalMendekati OptimalDiinginkanTinggiSangat Tinggi

HDL< 40 60RendahTinggi

Trigliserida< 150150-199200-499 500OptimalDiinginkanTinggiSangat Tinggi

5. Penyalahgunaan alkoholAlkohol dapat menyebabkan terhambatnya proses fibrinolisis, biasanya terjadi pada penderita dengan hipertensi dan diabetes mellitus.6. ObesitasSecara fisiologis, obesitas diefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adipose sehingga dapat mengganggu kesehatan.Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya penyakit jantung dan faktor resiko sekunder untuk stroke melalui penyakit jantung terlebih dahulu.7. Penyakit jantungBerbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke di kemudian hari. Penyakit jantung rematik, penyakit jantung koroner dengan infark otot jantung, dan gangguan irama denyut jantung merupakan faktor resiko stroke yang cukup potensial. Faktor resiko ini pada umumnya akan menimbulkan sumbatan aliran darah ke otak Karen ajantung melepas gumpalan darah atau sel-sel yang telah mati ke dalam aliran darah/emboli.8. Fibrilasi atriumAtrial fibrilasi (AF) merupakan gangguan irama yang banyak menyerang pria dewasa, AF ditemukan pada 1-1,5% populasi di negara-negara barat dan merupakan salah satu faktor risiko independen strokeAtrial fibrilasi apapun penyebabnya dapat menyebabkan terjadinya emboli/sumabatn darah yang memicu terjadinya suatu stroke Atrial fibrilasi non valvuler sebagai penyebab sumber emboli mempunyai variasi yang luas yaitu mulai dari lone atrial fibrillation sampai ventrikel dengan gagal jantung kongestif.Pasien dengan atrial fibrilasi paroksismal maupun persisten dan penyakit jantung katup seperti stenosis mitral memiliki risiko tertinggi untuk terjadinya emboli pada masa yang akan datang dan membutuhkan antikoagulan . Atrial fibrilasi sangat penting, merupakan faktor risiko stroke yang dapat diatasi. Risiko terjadinya stroke diketahui rendah (2% pertahun) pada pasien yang diterapi dengan asprin. Perlu menjadi catatan bahwa pedoman dapat bervariasi pada pengelolaan faktor risiko stroke.

PEMBAGIAN KLINIS DAN DIAGNOSISStroke diklasifikasikan sebagai berikut :1. Berdasarkan waktu terjadinyaa. Transient Ischemic Attack (TIA)Definisi TIA adalah defisit neurologik yang timbul karena serangan ischemia otak dan gejalanya membaik sempurna dalam jangka waktu tidak lebih dari 24 jam. Di dalam klinik dikenal dua jenis TIAs yaitu : tipe carotis dan tipe vertebra-basiler. TIAs carotis kiri lebih sering terjadi dibandingkan carotis kanan.b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)Gejala neurologic yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tapi tidak lebih dari 1 minggu.c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing StrokeDeficit neurologis fokal, terjadi bertahap. Puncaknya 24-48 jam . penyembuhan biasanya tidak sempurna.d. Completed strokeGejala defisit neurologis semakin berat dan menetap.

2. Berdasarkan lokasi lesi vaskulera. Sistem karotis Motorik : hemiparese kontralateral, disartria Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosiab. Sistem vertebrobasiler Motorik : hemiparese alternans, disartria Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

3. Berdasarkan kelainan patologisa. Stroke hemoragik Perdarahan intra serebral Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan) Stroke akibat trombosis serebri Emboli serebri Hipoperfusi sistemikSTROKE HEMORAGIK

Menurut WHO, dalam International Statistic Classification of Disease and Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:1. Perdarahan Intraserebral (PIS)2. Perdarahan Subaraknoidal (PSA)

PERDARAHAN INTRASEREBRAL (PIS)

DefinisiStroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vascular. Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah suatu sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak.

EpidemiologiPerdarahan intraserebral dua kali lebih banyak dibanding perdarahan subarakhnoid (PSA) dan lebih berpotensi menyebabkan kematian atau disabilitas dibanding infark serebri atau PSA. Sekitar 10% kasus stroke disebabkan oleh PIS. Sumber data dari Stroke Data Bank (SDB), menyebutkan bahwa setidaknya 1 dari 10 kasus stroke disebabkan oleh perdarahan parenkim otak. Populasi dimana frekuensi hipertensinya tinggi, seperti Amerika-Afrika dan orang-orang Cina, Jepang dan keturunan Thai, memiliki frekuensi yang tinggi terjadinya PIS. Perdarahan intraserebral dapat terjadi pada rentang umur yang lebar, dapat terjadi pada dekade tujuh puluh, delapan puluh dan sembilan puluh. Walaupun persentase tertinggi kasus stroke pada usia dibawah 40 tahun adalah kasus perdarahan, PIS sering juga terjadi pada usia yang lebih lanjut.Usia lanjut dan hipertensi merupakan faktor resiko paling penting dalam PIS. Perdarahan intraserebral terjadi sedikit lebih sering pada pria dibanding wanita dan lebih sering pada usia muda dan setengah-baya pada ras kulit hitam dibanding kulit putih di usia yang sama.

PatofisiologiKebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik. Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil, terutama pada cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan aneurisma Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai pons dan serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah menyebabkan perdarahan ke dalam substansi otak.Pada pasien dengan tekanan darah normal dan pasien usia tua, PIS dapat disebabkan adanya cerebral amyloid angiopathy (CAA). Keadaan ini disebabkan adanya akumulasi protein -amyloid didalam dinding arteri leptomeningen dan kortikal yang berukuran kecil dan sedang. Penumpukan protein -amyloid ini menggantikan kolagen dan elemen-elemen kontraktil, menyebabkan arteri menjadi rapuh dan lemah, yang memudahkan terjadinya resiko ruptur spontan. Berkurangnya elemen-elemen kontraktil disertai vasokonstriksi dapat menimbulkan perdarahan masif, dan dapat meluas ke dalam ventrikel atau ruang subdural. Selanjutnya, berkurangnya kontraktilitas menimbulkan kecenderungan perdarahan di kemudian hari. Hal ini memiliki hubungan yang signifikan antara apolipoprotein E4 dengan perdarahan serebral yang berhubungan dengan amyloid angiopathy.Suatu malformasi angiomatous (arteriovenous malformation/AVM) pada otak dapat ruptur dan menimbulkan perdarahan intraserebral tipe lobular. Gangguan aliran venous karena stenosis atau oklusi dari aliran vena akan meningkatkan terjadinya perdarahan dari suatu AVM. Terapi antikoagulan juga dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan intraserebral, terutama pada pasien-pasien dengan trombosis vena, emboli paru, penyakit serebrovaskular dengan transient ischemic attack (TIA) atau katub jantung prostetik. Nilai international normalized ratio (INR) 2,0 - 3,0 merupakan batas adekuat antikoagulasi pada semua kasus kecuali untuk pencegahan emboli pada katub jantung prostetik, dimana nilai yang direkomendasikan berkisar 2,5 - 3,5. Antikoagulan lain seperti heparin, trombolitik dan aspirin meningkatkan resiko PIS. Penggunaan trornbolitik setelah infark miokard sering diikuti terjadinya PIS pada beberapa ribu pasien tiap tahunnya.

Gejala KlinisMayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan biasanya di dapati hipertensi kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan. Herniasi uncal dengan hiiangnya fungsi batang otak dapat terjadi. Pasien yang selamat secara bertahap mengalami pemulihan kesadaran dalam beberapa hari. Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami seizure tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral.Pasien usia tua dengan tekanan darah normal yang mengalami PIS atau perdarahan intraserebellar karena amyloid angiopathy biasanya telah menderita penyakit Alzheimer atau demensia progresif tipe Alzheimer dan dalam perjalanannnya perdarahan dapat memasuki rongga subarakhnoid.Serangan sering kali di siang hari, waku bergiat atau emosi/marah. Sifat nyeri kepala : nyeri hebat sekali. Mual-muntah, sering terdapat pada permulaan serangan. Hemiparese atau hemiplegi biasa terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma.

Diagnosis Pemeriksaan saat serangan danriwayat medis sebelumnya memberi nilai penting akan penyebab perdarahan. Sebagai tambahan, pemeriksaan fisik umum dengan teliti serta pemeriksaan neurologis adalah esensial. Berdasar temuan tersebut dan pengetahuan akan tampilan klinis PIS, harus mewaspadakan kita akan adanya lesi massa intrakranial, namun juga kemungkinan etiologi dan lokasi. 1. Pungsi lumbar Walau gambaran klinis sering cukup untuk memperkirakan diagnosis, ia tak dapat ditegakkan dengan pasti hingga adanya ruptur aneurisma disingkirkan. Pungsi lumbar dilakukan pada semua kasus yang diperkirakan tidak disertai peninggian tekanan intrakranial.

2. Tomografi terkomputer Hematoma intraserebral segar tampak jelas, juga ukuran dan lokasi terhadap substansi putih dan kelabu dari otak. Distribusi anatomis hematoma sendiri memberi pengarahan yang kuat akan etiologinya. CT scan memungkinkan diagnosis yang cepat dan akurat atas PIS spontan. Tampilan sering mengarahkan pada lesi spesifik. CT scan dengan kontras intravena mungkin menunjukkan adanya tumor atau AVM, pengenalan atas kemungkinan penyebab perdarahan.

3. Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI) Dengan gadolinium intravena diindikasikan untuk pasien yang klinis stabil bila perdarahan spontan terjadi pada pasien nonhipertensif dengan pemeriksaan koagulasi normal, perdarahan pada lokasi yang tidak biasa pada pasien hipertensif, tampilan klinis mengarah pada penyebab nonhipertensif, atau CT scan inisial menunjukan lesi yang bertanggung-jawab seperti tumor.

4. Angiografi Angiografi serebral haus dilakukan pada semua pasien yang diduga mempunyai PIS akibat aneurisma, fistula arteriovenosa, malformasi vaskuler, atau vaskulitis. Terkadang, angiogram inisial mungkin negatif akibat penekanan oleh hematoma pada kelainan vaskuler. Bila lesi vaskuler yang bertanggung-jawab sangat diduga angiografu ulang harus dilakukan 2-3 minggu setelah hematoma berkurang serta edema berkurang. Hanya angiografi yang dapat memberikan jawaban pasti atas pertanyaan akan kelainan vaskuler yang mendasari.

Penatalaksanaan Tindakan segera terhadap pasien dengan PIS ditujukan langsung terhadap pengendalian TIK serta mencegah perburukan neurologis berikutnya. Tindakan medis seperti hiperventilasi, diuretik osmotik dan steroid digunakan untuk mengurangi hipertensi intrakranial yang disebabkan oleh efek massa perdarahan. Sudah dibuktikan bahwa evakuasi perdarahan yang luas dan terletak dalam dapat meninggikan survival pada pasien dengan koma, terutama yang bila dilakukan segera setelah onset perdarahan. Walau begitu pasien sering tetap dengan defisit neurologis yang jelas. Pasien yang memperlihatkan tanda-tanda herniasi unkus memerlukan evakuasi yang sangat segera dari hematoma. Angiogram memungkinkan untuk menemukan kelainan vaskuler. Adalah sangat serius untuk memikirkan pengangkatan PIS yang besar terutama bila ia terletak pada hemisfer yang nondominan, bila ia bersamaan dengan hipertensi intrakranial yang menetap dan diikuti perburukan neurologis walau telah diberikan tindakan medis maksimal. Adanya hematoma dalam jaringan otak bersamaan dengan adanya kelainan neurologis tampaknya memerlukan evakuasi bedah segera sebagai tindakan terpilih. Beratnya perdarahan inisial menggolongkan pasien kedalam tiga kelompok:1. Perdarahan progresif fatalKebanyakan pasien berada pada keadaan medis buruk. Perubahan hebat tekanan darah mempengaruhi kemampuan otak untuk mengatur catu darahnya, gangguan elektrolit umum terjadi dan pasien sering dehidrasi. Hipoksia akibat efek serebral dari perdarahan serta obstruksi jalan nafas memperburuk keadaan. Perburukan dapat diikuti sejak saat perdarahan dengan bertambahnya tanda-tanda peninggian TIK dan gangguan batang otak. Pengelolaan inisial pada kasus berat ini adalah medikal dengan mengontrol tekanan darah ketingkat yang tepat, memulihkan kelainan metabolik, mencegah hipoksia dan menurunkan tekanan intrakranial dengan manitol, steroid serta tindakan hiperventilasi.2. Kelompok sakit ringan3. Kelompok intermediet dimana perdarahan cukup berat untuk menimbulkan defisit neurologis parah namun tidak cukup untuk menyebabkan pasien tidak dapat bertahan hidup. Tindakan medikal diatas diberikan hingga ia keluar dari keadaan berbahaya, namun keadaan neurologis tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Pada keadaan ini pengangkatan hematoma, terutama yang terletak pada substansi putih, dilakukan secara bedah. Akhir-akhir ini diteliti bahwa bila tanpa disertai efek massa jelas, tidak terbukti bahwa operasi terhadap PIS kecil, terutama bila terletak superfisial pada substansi putih subkortikal, akan memperbaiki outcome. Dalam mempertimbangkan tindakan operasi tersangka PIS hipertensif, angiogram penting untuk mencari penyebab potensial lain seperti aneurisma, AVM atau tumor. Sayangnya kemungkinan amiloid tidak begitu dapat diprediksi dan bila ditemukan mungkin agak menimbulkan kesulitan saat operasi dalam hal mengatasi perdarahan. Juga sangat penting untuk mencari kelainan perdarahan sebelum operasi dan mengoreksinya bila mungkin. Perdarahan primer fossa posterior mempunyai keistimewaan dimana evakuasi dini dari hematoma pada pasien yang hidup setelah perdarahan inisial merupakan urgensi yang sangat. Obstruksi jalur CSS baik pada akuaduk atau ventrikel keempat menyebabkan hidrosefalus segera yang memperburuk keadaan pada pasien yang perdarahannya sendiri belum tentu mengancam jiwa. Perdarahan serebeler biasanya timbul tanpa disertai kehilangan kesadaran, ataupun defisit motorik atau sensorik. Namun nyeri kepala, pusing, serta kesulitan berjalan, dan gerak mata abnormal sering terjadi. Karena perburukan klinis sering terjadi sangat cepat dan tindakan evakuasi secara bedah telah diperlihatkan bermanfaat, penting sekali menemukan kelainan klinisnya sesegera mungkin.

Penatalaksanaan secara medik1. Penilaian dan Pengelolaan InisialPengelolaan spontan terutama tergantung keadaan klinis pasien serta etiologi, ukuran serta lokasi perdarahan. Tak peduli apakah tindakan konservatif atau bedah yang akan dilakukan, penilaian dan tindakan medikal inisial terhadap pasien adalah sama. Saat pasien datang atau berkonsultasi, evaluasi dan pengelolaan awal harus dilakukan bersama tanpa penundaan yang tak perlu. Pemeriksaan neurologis inisial, yang dapat dilakukan dalam 10 menit, harus menyeluruh. Informasi ini penting tidak saja untuk memastikan prognosis, namun juga untuk membuat rencana tindakan selanjutnya. Pemeriksaan neurologis serial harus dilakukan. Tindakan standar adalah untuk mempertahankan jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi. Hipoksia harus ditindak segera untuk mencegah cedera serebral sekunder akibat iskemia. Pengamatan ketat dan pengaturan tekanan darah penting baik pada pasien hipertensif maupun nonhipertensif. Jalur arterial dipasang untuk pemantauan yang sinambung atas tekanan darah. Setelah PIS, kebanyakan pasien adalah hipertensif. Penting untuk tidak menurunkan tekanan darah secara berlebihan pada pasien dengan lesi massa intrakranial dan peninggian TIK, karena secara bersamaan akan menurunkan tekanan perfusi serebral. Awalnya, usaha dilakukan untuk mempertahankan tekanan darah sistolik sekitar 160mmHg pada pasien yang sadar dan sekitar 180mmHg pada pasien koma, walau nilai ini terkadang tidak mutlak dan akan bervariasi tergantung masing-masing pasien. Pasien dengan riwayat hipertensi berat dan tak terkontrol mungkin diperkenankan untuk mempertahankan tekanan darah sistoliknya diatas 180mmHg, namun biasanya dibawah 210mmHg, untuk mencegah meluasnya perdarahan oleh perdarahan ulang. Pengelolaan awal hipertensinya lebih disukai labetolol, suatu antagonis alfa-1, beta-1 dan beta-2 kompetitif. Drip nitrogliserin mungkin perlu untuk kasus tertentu. Gas darah arterial diperiksa untuk menilai oksigenasi dan status asam-basa. Bila jalan nafas tak dapat dijamin, atau diduga suatu lesi massa intra-kranial pada pasien koma atau obtundan, dilakukan intubasi endotrakheal. Cegah pemakaian agen anestetik yang akan meninggikan TIK seperti oksida nitro. Agen anestetik aksi pendek lebih disukai. Bila diduga ada peninggian TIK, dilakukan hiperventilasi untuk mempertahankan PCO2 sekitar 25-30mmHg, dan setelah kateter Foley terpasang, diberikan mannitol 1.5 g/kg IV. Tindakan ini juga dilakukan pada pasien dengan perburukan neurologis progresif seperti perburukan hemiparesis, anisokoria progresif, atau penurunan tingkat kesadaran. Dilakukan elektrokardiografi, dazdenyut nadi dipantau. Darah diambil saat jalur intravena dipasang. Hitung darah lengkap, hitung platelet, elektrolit, nitrogen urea darah, kreatinin serum, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan tes fungsi hati dinilai. Foto polos dilakukan bila perlu. Setelah penilaian secara cepat dan stabilisasi pasien, dilakukan CT scan kepala tanpa kontras. Sekali diagnosis PIS ditegakkan, pasien dibawa untuk mendapatkan pemeriksaan radiologis lain yang diperlukan, ke unit perawatan intensif, kamar operasi atau kebangsal, tergantung status klinis pasien, perluasan dan lokasi perdarahan, serta etiologi perdarahan. Sasaran awal pengelolaan adalah pencegahan perdarahan ulang dan mengurangi efek massa, sedang tindakan berikutnya diarahkan pada perawatan medikal umum serta pencegahan komplikasi.2. Pencegahan atas Perdarahan UlangPerdarahan ulang jarang pada perdarahan hipertensif. Saat pasien sampai didokter, perdarahan aktif biasanya sudah berhenti. Hal yang sama, risiko perdarahan ulang dari AVM dan tumor juga jarang. Tindakan utama yang dilakukan untuk mencegah perdarahan ulang adalah mengontrol tekanan darah seperti dijelaskan diatas. Pada perdarahan karena aneurisma yang ruptur, risiko perdarahan ulang lebih tinggi. Dilakukan usaha untuk mempertahankan tekanan darah 10-20 % diatas tingkat normotensif untuk mencegah vasospasme, namun cukup rendah untuk menekan risiko perdarahan. Beberapa menganjurkan pemakaian asam aminokaproat, suatu agen antifibrinolitik. Namun manfaat serta indikasi untuk pemakaiannya tetap belum jelas. Kasus dengan koagulasi abnormal, risiko perdarahan ulang atau perdarahan yang berlanjut sangat nyata kecuali bila koagulopati dikoreksi. Pasien dengan PIS akibat terapi antikoagulan memerlukan koreksi segera atas faktor koagulasinya. Heparin intravena (waktu paruh 1-2 jam) harus dihentikan, dan diberikan protamin sulfat agar segera menghapuskan efek heparin. Pasien dengan PIS yang mendapat warfarin harus mendapatkan plasma segar yang dibekukan (FFP) agar segera menghilangkan antikoagulasi. Vitamin K (fitonadion), yang memerlukan kurang dari 6 jam untuk mengembalikan parameter koagulasi kenormal, harus juga diberikan untuk membantu mempertahankan hemostasis. Pemeriksaan koagulasi harus diamati dan tambahan FFP dan vitamin K diberikan bila perlu. Pasien dengan PIS akibat penyakit von Willebrand atau hemofilia A atau B harus segera mendapatkan konsultasi hematologis. Pasien von Willebrand harus mendapat kriopresipitat. Pasien dengan hemofilia A harus mendapat kriopresipitat atau konsentrat liofil faktor VIII. Pasien hemofilia B mungkin bisa diberikan FFP intravena atau konsentrat yang kaya faktor II, VII, IX, dan X. Kadar darah faktor pembekuan harus dipertahankan paling tidak 20-30 % dari normal bila operasi untuk mengevakuasi hematom tidak akan dilakukan dan 50-100 % dari normal bila diperlukan operasi. Bila PIS terjadi pada pasien dengan defek perdarahan kongenital, FFP harus diberikan. Ini akan memberikan semua faktor pembekuan kecuali platelet. PIS akibat suatu trombositopenia harus mendapat transfusi platelet, tidak peduli etiologi trombositopenianya untuk mempertahankan jumlah platelet paling tidak 100.000/mm3. Pasien dengan penurunan produksi platelet, waktu hidup platelet biasanya normal hingga hitung platelet dapat dipertahankan dengan transfusi berulang. Pada kasus dengan peningkatan penghancuran platelet, waktu hidup platelet sangat memendek hingga platelet yang ditransfusikan hanya bersikulasi dalam masa pendek, sekitar satu jam. Jadi transfusi platelet mempunyai nilai yang sangat terbatas. Pada kasus ini, setelah transfusi platelet inisial, kortikosteroid sering berguna dalam meninggikan hitung platelet. Sering diperlukan splenektomi untuk membuang daerah sekuestrasi platelet masif.3. Mengurangi Efek Massa Pengurangan efek massa dapat dilakukan secara medikal maupun bedah. Pasien dengan peninggian TIK dan/atau dengan area yang lebih fokal dari efek massa, usaha nonbedah untuk mengurangi efek massa penting untuk mencegah iskemia serebral sekunder dan kompresi batang otak yang mengancam jiwa. Tindakan untuk mengurangi peninggian TIK antaranya (1) elevasi kepala hingga 30o untuk mengurangi volume vena intrakranial serta memperbaiki drainase vena; (2) mannitol intravena (mula-mula 1.5 g/kg bolus, lalu 0.5 g/kg tiap 4-6 jam untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L); (3) restriksi cairan ringan (67-75 % dari pemeliharaan) dengan penambahan bolus cairan koloid bila perlu; (4) ventrikulostomi dengan pemantauan TIK serta drainasi CSS untuk mempertahankan TIK kurang dari 20mmHg; dan (5) intubasi endotrakheal dan hiperventilasi, mempertahankan PCO2 25-30mmHg. Pada pasien sadar dengan efek massa regional akibat PIS, peninggian kepala, restriksi cairan, dan mannitol biasanya memadai. Tindakan ini dilakukan untuk memperbaiki tekanan perfusi serebral dan mengurangi cedera iskemik sekunder. Harus ingat bahwa tekanan perfusi serebral adalah sama dengan tekanan darah arterial rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, hingga tekanan darah sistemik harus dipertahankan pada tingkat normal, atau lebih disukai sedikit lebih tinggi dari tingkat normal. Diusahakan tekanan perfusi serebral setidaknya 70mg, bila perlu memakai vasopresor seperti dopamin intravena atau fenilefrin. Pasien sadar dipantau dengan dengan pemeriksaan neurologis serial, pemantauan TIK jarang diperlukan. Pada pasien koma yang tidak sekarat (moribund), TIK dipantau secara rutin. Disukai ventrikulostomi karena memungkinkan mengalirkan CSS, karenanya lebih mudah mengontrol TIK. Perdarahan intra-ventrikuler menjadi esensial karena sering terjadi hidrosefalus akibat hilangnya jalur keluar CSS. Lebih disukai pengaliran CSS dengan ventrikulostomi dibanding hiperventilasi untuk pengontrolan TIK jangka lama. Pemantauan TIK membantu menduga manfaat tindakan medikal dan membantu memutuskan apakah intervensi bedah diperlukan. Walau pemantauan TIK bermanfaat menuntun tindakan atas PIS, belum dapat diputuskan manfaatnya dalam memperbaiki outcome. Pemakaian kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral akibat PIS pernah dilaporkan bermanfaat pada banyak kasus anekdotal dan sering dianjurkan. Namun penelitian menunjukkan bahwa deksametason tidak menunjukkan efek yang bermanfaat, disamping jelas meningkatkan komplikasi (infeksi dan diabetes). Namun digunakan deksametason IV, 4mg tiap 6 jam pada pasien dengan perdarahan parenkhimal dimana tampilan CT scan memperlihatkan edema serebral yang berat.4. Perawatan UmumManfaat nimodipin dalam mengelola PSA akibat aneurisma yang pecah sudah sangat jelas. Pasien dengan perdarahan intraventrikuler atau kombinasi dengan perdarahan subarakhnoid atau parenkhimal akibat robeknya aneurisma, nimodipin diberikan 60mg melalui mulut atau NGT setiap 4 jam. Namun penggunaan pada PIS nonaneurismal belum pasti, hingga tidak digunakan pada pasien PIS spontan nonaneurismal. Antikonvulsan diberikan begitu diagnosis PIS supratentorial ditegakkan, kecuali bila perdarahan terbatas pada talamus atau ganglia basal. Secara inisial disukai fenitoin karena kadar darah terapeutik dapat dicapai dalam 1 jam dengan pemberian IV, mudah pemberiannya, dan efektif mencegah kejang umum. Pada dewasa, pembebanan 1 g IV (50 mg/mnt) diikuti 300-400 mg IV atau oral perhari. Tekanan darah harus dipantau selama pembebanan IV karena infus yang terlalu cepat dapat berakibat penurunan tekanan darah mendadak. Sebagai tambahan, EKG harus dipantau karena fenitoin berkaitan dengan aritmia kardiak termasuk pelebaran interval PR dan gelombang Q dengan diikuti kolaps vaskuler. Kadar fenitoin dipantau ketat dan dosis disesuaikan hingga kadar fenitoin serum dalam jangkauan terapeutik (10-20 ug/mL) dan pasien bebas kejang. Antikonvulsan lain seperti fenobarbital (60 mg/IV atau oral, dua kali sehari, kadar terapeutik darah 20-40 ug/mL) dan karbamazepin (200 mg oral, 3-4 kali sehari, kadar terapeutik 4-12 ug/mL). Kejang bisa bersamaan dengan peninggian dramatik TIK dan tekanan darah sistemik, yang dapat menyebabkan perdarahan, karenanya harus dicegah. Selain itu hipoksia dan asidosis sering tampak selama aktifitas kejang, potensial untuk menambah cedera otak sekunder. Pengelolaan metabolik yang baik diperlukan pada pasien dengan PIS. Status cairan, elektrolit serum, dan fungsi renal harus ditaksir berulang, terutama pada pasien dengan restriksi cairan, mendapat mannitol atau diuretika lain, atau tidak makan. Nutrisi memadai adalah esensial. Perawatan pulmoner agresif dilakukan untuk mencegah sumbatan mukus, aspirasi, dan pneumonia. Stoking kompresi pneumatik dan tabung anti embolik dipasang untuk mencegah trombosis vena dalam. Terapi fisik dimulai dini, memperbaiki jangkauan gerak. Bidai pergelangan tangan dan kaki dipasang untuk mencegah kontraktur fleksi.

PERDARAHAN SUB ARAKNOID (PSA)Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara otak dan selaput otak (rongga subaraknoid). Perdarahan subarachnoid merupakan penemuan yang sering pada trauma kepala akibat dari yang paling sering adalah robeknya pembuluh darah leptomeningeal pada vertex di mana terjadi pergerakan otak yang besar sebagai dampak, atau pada sedikit kasus, akibat rupturnya pembuluh darah serebral major. Pasien yang mampu bertahan dari pendarahan subarachoid kadang mengalami adhessi anachnoid, obstruksi aliran cairan cerebrospinal dan hidrocepalus. Cedera intrkarnial yang lain kadang juga dapat terjadi.Perdarahan subarachnoid, dapat diidentifikasi pada CT-scan sebagai jaringan dengan densitas tinggi (40 90 Hu). Menggantikan cairan serebrospinal di interhemisfer atau fissura silvii, sulcus cerebral atau sisterna basalis. Jika pendarahan subarachnoid luas maka bentuk arah infundibulum atau cabang arteri karotis pada sisterna nampak sebagai filing deffect pada darah intrasisternal yang hiperdens. Meskipun pemeriksaan CT-scan sangat akurat untuk mendeteksi pendarahan subarachnoid yang baru untuk mengetahui adanya darah disubarachnoid di interhemisferik falxcerebri yang relatif memiliki densitas dan sulit dideteksi. Pendarahan subarachnoid biasanya meluas sampai pada sulcus paramedian, mengakibatkan penampakan densitas dan irreguler, setelah beberapa hari pemeriksaan CT Scan biasanya menunjukkan pembersihan darah subarachnoid disekitar falxcerebri, sebaliknya pendarahan subdural interhemisferik secara tipikal terlihat sebagai bentuk baji, tepi halus, zona densitas tinggi.Pada pasien dengan trauma kepala, pendarahan subarachnoid saat muncul biasanya terbatas pada satu atau dua sulci, pendarahan subarachnoid yang luas, menunjukkan adanya ruptur dari aneurisma atau pseudoaneurisma dan kadang merupakan indikasi untuk pemeriksaan angiografi. Aneurisma konsenital biasanya berlokasi pada ciculus willisi dan pseudoaneurisma berlokasi pada pembuluh darah yang dapat merengang akibat pergeseran otak misalnya arteri cerebral anterior dibawah falxcerebri.

Epidemiologi Pendarahan subarachnoid menduduki 7-15% dari seluruh gangguan peredaran darah otak (GPDO) Usia : insidennya 62% pendarahan subarachnoid timbul pertama kali pada 40-60 tahun. Pecahnya pembuluh darah bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi paling sering menyerang usia 25-50 tahun. Perdarahan subaraknoid jarang terjadi setelah suatu cedera kepala. Kelamin : pada MAV laki-laki lebih banyak daripada wanita.

EtiologiPerdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya aneurisma (85%), kerusakan dinding arteri pada otak. Dalam banyak kasus PSA merupakan kaitan dari pendarahan aneurisma. Penelitian membuktikan aneurisma yang lebih besar kemungkinannya bisa pecah. Selanjunya 10% kasus dikaitkan dengan non aneurisma perimesencephalic hemoragik, dimana darah dibatasi pada daerah otak tengah. Aneurisma tidak ditemukan secara umum. 5% berikutnya berkaitan dengan kerusakan rongga arteri, gangguan lain yang mempengaruhi vessels, gangguan pembuluh darah pada sum-sum tulang belakang dan perdarahan berbagai jenis tumor.

AnatomiOtak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi arachnoidea dan piamater.1. Duramater. Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian-bagian otak.Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke dalam tulang itu sendiri; lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis.Septa kuat yang berasal darinya membentang jauh ke dalam cavum cranii. Di anatara kedua hemispherium terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri. Ia melekat pada crista galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis interna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas ke dua sisi. Falx cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa sehingga masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri. Tentorium cerebelli terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa craniii posterior. Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus os occipitalis dan pinggir atas os petrosus dan processus clinoideus. Di sebelah oral ia meninggalkan lobus besar yaitu incisura tentorii, tempat lewatnya trunkus cerebri. Saluran-saluran vena besar, sinus dura mater, terbenam dalam dua lamina dura.2. Arachnoide. Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan.Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam sinus-sinus venosus utama yaitu granulationes pacchioni (granulationes/villi arachnoidea). Sebagian besar villi arachnoidea terdapat di sekitar sinus sagitalis superior dalam lacunae lateralis. Diduga bahwa liquor cerebrospinali memasuki circulus venosus melalui villi. Pada orang lanjut usia villi tersebut menyusup ke dalam tulang (foveolae granulares) dan berinvaginasi ke dalam vena diploe.Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang secara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid umum.Cisterna magna diakibatkan oleh pelebaran-pelebaran rongga di atas subarachnoid di antara medulla oblongata dan hemisphere cerebellum; cistena ini bersinambung dengan rongga subarachnoid spinalis. Cisterna pontin yang terletak pada aspek ventral dari pons mengandung arteri basilaris dan beberapa vena. Di bawah cerebrum terdapat rongga yang lebar di antara ke dua lobus temporalis. Rongga ini dibagi menjadi cisterna chiasmaticus di ats chiasma opticum, cisterna supraselaris di atas diafragma sellae, dan cisterna interpeduncularis di antara peduncle cerebrum. Rongga di antara lobus frontalis, parietalis, dan temporalis dinamakan cisterna fissure lateralis (cisterna sylvii).3. Piamater. Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.

PatofisiologiAneurisma merupakan luka yang yang disebabkan karena tekanan hemodinamic pada dinding arteri percabangan dan perlekukan. Saccular atau biji aneurisma dispesifikasikan untuk arteri intracranial karena dindingnya kehilangan suatu selaput tipis bagian luar dan mengandung faktor adventitia yang membantu pembentukan aneurisma. Suatu bagian tambahan yang tidak didukung dalam ruang subarachnoid.Aneurisma kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi dalam arteri karotid bagian dalam dan dari cabang utama bagian anterior pembagi dari lingkaran wilis. Selama 25 tahun John Hopkins mempelajari otopsi terhadap 125 pasien bahwa pecah atau tidaknya aneurisma dihubungkan dengan hipertensi, cerebral atheroclerosis, bentuk saluran pada lingkaran wilis, sakit kepala, hipertensi pada kehamilan, kebiasaan menggunakan obat pereda nyeri, dan riwayat stroke dalam keluarga yang semua memiliki hubungan dengan bentuk aneurisma sakular.Ruang antara membran terluar arachnoid dan pia mater adalah ruang subarachnoid. Pia mater terikat erat pada permukaan otak. Ruang subarachnoid diisi dengan CSF. Trauma perdarahan subarachnoid adalah kemungkinan pecahnya pembuluh darah penghubung yang menembus ruang itu, yang biasanya sama pada perdarahan subdural. Meskipun trauma adalah penyebab utama subarachoid hemoragik, secara umum digolongkan dengan pecahnya saraf serebral atau kerusakan arterivenous.

Diagnosis1. Gambaran Klinisa. Gejala prodromal : nyeri kepala hebat dan perakut, hanya 10%, 90% tanpa keluhan sakit kepala.b. Kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari tak sadar sebentar, sedikit delirium sampai koma.c. Gejala / tanda rangsangan meningeal : kaku kuduk, tanda kernig ada.d. Fundus okuli : 10% penderita mengalami edema papil beberapa jam setelah pendarahan. Sering terdapat pedarahan subarachnoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior, atau arteri karotis interna.e. Gejala-gejala neurologik fokal : bergantung pada lokasi lesi.f. Gangguan fungsi saraf otonom : demam setelah 24 jam, demam ringan karena rangsangan meningeal, dan demam tinggi bila pada hipotalamus. Begitu pun muntah, berkeringat, menggigil, dan takikardi, adanya hubungan dengan hipotalamus. Bila berat, maka terjadi ulkus peptikum disertai hematemesis dan melena dan seringkali disertai peninggian kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan ada perubaha pada EKG.

2. Gambaran Radiologia. CT SCANPemeriksaan ct scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa intracranial. Pada pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan darah (densitas tinggi) dalam ventrikel atau dalam ruang subarachnoid.b. Magnetic resonance imaging (MRI)Perdarahan subarachnoid akut: perdarahan subarachnoid akut tidak biasanya terlihat pada T1W1 dan T2W1 meskipun bisa dilihat sebagai intermediate untuk pengcahayaan sinyal tinggi dengan proton atau gambar FLAIR. CT pada umunya lebih baik daripada MRI dalam mendeteksi perdarahan subarachnoid akut. Control perdarahan subarachnoid: hasil tahapan control perdarahan subarachnoid kadang-kadang tampak MRI lapisan tipis pada sinyal rendah.

PenatalaksanaanPenderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat. Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat. Kadang dipasang selang drainase didalam otak untuk mengurangi tekanan. Pembedahan untuk menyumbat atau memperkuat dinding arteri yang lemah, bisa mengurangi resiko perdarahan fatal di kemudian hari. Pembedahan ini sulit dan angka kematiannya sangat tinggi, terutama pada penderita yang mengalami koma atau stupor. Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk melakukan pembedahan dalam waktu 3 hari setelah timbulnya gejala. Menunda pembedahan sampai 10 hari atau lebih memang mengurangi resiko pembedahan tetapi meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan kembali.

PrognosaNoTandaSurvival (%)

1Kesadaran normal,sakit kepala ringan,tidak ada defisit neurologi dan tanda meningeal70

2Sakit kepala sedang-berat,kelumpuhan saraf kranial60

3Kesadaran menurun (bingung),defisit neurologi fokal ringan50

4Stupor,hemiparesis,keadaan vegetatif awal40

5Koma, deserebrasi10

Klasifikasi Hunt & Hess untuk SHA

STROKE NON HEMORAGIK

Merupakan stroke yang timbul akibat Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko-kranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik.

PATOLOGISecara patologik suatu infark dapat dibagi menjadi thrombosis serebri dan emboli serebri. Iskemia otak dianggap sebagai kelainan gangguan suplai darah ke otak membahayakan fungsi neuron tanpa member perubahan yang menetap, sedangkan infark otak timbul karena iskemia otak yang lama dan parah dengan perubahan fungsi dan struktur otak yang irreversibel.Akibat dari gangguan aliran darah otak akan timbul perbedaan daerah jaringan otak: Pada daerah yang mengalami hipoksia akan timbul edema sel otak dan bila berlangsung lebih lama, kemungkinan terjadi infark. Daerah disekitar infark timbul daerah penumbra iskemik dimana sel masih hidup tetapi tidak berfungsi. Daerah di luar penumbra akan timbul edema lokal atau daerah hiperemis berarti sel masih hidup dan berfungsi.

PATOFISIOLOGIInfark iskemik serebri sangat erat kaitannya dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau perdarahan aterom, menyebabkan terbentuknya thrombus an terlepas sebagai emboli, dan menyebabkan dining pembuluh darah menjadi lemah dan terjadi aneurisme yang keudian dapat robek.

Vascular territory Manifestasi klinik stroke iskemik berdasar daerah yang terserang:

Internal carotid artery Ipsilateral blindness (ophthalmic artery) Middle cerebral artery symptomatology

Middle cerebral arteryContralateral weakness and sensory loss involving arm and face more than leg AphasiaHemineglect, anosognosia (denial of neurologic deficit), spatial disorientation in the right cerebral hemisphere Variable degrees of homonymous visual-field defects

Anterior cerebral arteryContralateral weakness and sensory loss predominantly involving the lower extremity Urinary incontinence, especially with bilateral lesions Arm dyspraxia Abulia (lacks will; indecisive) Transcortical motor aphasia in dominant side

Posterior cerebral artery Contralateral homonymous hemianopsiaContralateral hemisensory loss without weakness Variable visual association cortical deficits, such as alexia without agraphia and associative visual agnosia

Basilar artery Paralysis of limbs (usually bilateral, but may be asymmetric) Usually severe bulbar or pseudobulbar paralysis of the cranial musculature (dysphagia, dysarthria, facial diplegia, and others) Paucity of sensory or cerebellar abnormalities Abnormalities of eye movement (internuclear ophthalmoplegia, "one-and-a-half syndrome," nystagmus, skew deviation, ocular bobbing, miosis, and ptosis) Coma

MANIFESTASI KLINIKGejala utama SNH akibat thrombosis serebri ialah timbul deficit neurologis secara sub akut, didahului gejala prodromal, terjadi saat istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun. Stroke akibat emboli serebri diaptkan pada usia lebih muda, mendadak dan saat beraktivitas. Sumber emboli berasar dari berbagai tempat, kesadaran dapat menurun jika embolus cukup besar. Gejala-gejala penyumbatan sistem karotis terbagi menjadi:1) Gejala penyumbatan arteri karotis interna Buta mendadak Disfasia bila gangguan terletak pada sisi dominan Hemiparesis kontra lateral dan dapat disertai sin. Horner pada sisi sumbatan2) Gejala penyumbatan arteri serebri anterior Hemiparesis konta lateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol Gangguan mental (bila lesi di frontal) Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh Inkontonensia kejang3) Gejala penyumbatan arteri serebri media Bila sumbatan dipangkal arteri terjadi hemiparesis yang sama Hemihipestesia Gangguan fungsi luhur pada korteks hemisfer dominan yang terserang4) Gejala penyumbatan kedua sisi Hemiplegic dupleks Sukar menelan Gangguan emosional

Gejala- gejala gangguan system vertebra-basilar terbagi menjadi:1) Gejala penyumbatan arteri serebri posterior Hemianopsia homonym kontralateral dari sisi lesi Hemiparesis kontralateral Halangnya rasa sakit, suhu, sensorik proprioseptif Bila salah satu cabang yang ke thalamus tersumbat menimbulkan nyeri talamikus, hemikhorea dan hemiparesis disebut sindrom ejerine Marie.2) Gejala penyumbatan arteri vertebralis Bila sumbatan pada sisi dominan : sindrom Wallenberg. Bila sumbatan bukan pada sisi dominan sering tidak menimbulkan gejala3) Gejala penyumbatan arteri serebeli post-inf. Sindrom Wallenberg berupa ataksia serebelar pada lengan dan tungkai yang sama, gangguan N.II an refleks kornea hilang pada sisi yang sama Sinrom horner sesisi dengan lesi Disfagia Nistagmus Hemihipestesia alterans4) Gejala penyumbatan pada cabang kecil arteri basilaris Paresis n. cranial yang nukleusnya terletak di tengah-tengah N.III, N.VI, dan N.XII, disertai hemiparesis kontralateral.

DIAGNOSISDiagnosis didasarkan atas hasil:1) Penemuan klinis Anamnesis: terutama terjadinya keluhan atau gejala deficit neurologis yang mendadak, tanpa trauma kepala, dan adanya faktor resiko stroke. Pemeriksaan fisik: adanya efisit neurologis fokal, dan ditemukan faktor risiko seperti hipertensi, kelainan jantung, bising jantung ataupun kelainan pembuluh darah lainnya.2) Pemeriksaan tambahan / Laboratorium CT Scan: amat membantu diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutama fase akut Angiografi serebral Pemeriksaan liquor serebrospinalis3) Pemeriksaan lain Pemeriksaan untuk mencari faktor resiko, seperti darah rutin, hitung jenis dan gambaran darah. Komponen kimia darah, gas dan elektrolit Doppler, EKG, ECG, dll.

TATALAKSANA1) Fase akut (hari ke 0-14 setelah onset penyakit)Sasaran pengobatan adalah untuk menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu fungsi otak. Perlu diperhatikan fungsi optimal dari respirasi, jantung, tekanan darah, kadar gula, keadaan gawat atau koma, elektrolit, balans cairan dan asam basa darahh.Medikamentosa yang dapat diberikan: Anti-edema otak: manitol dosis 0,25-0,50 gr/KgBB/hari, 6x100 cc salaam 7-10 hari kemudian diturunkan secara tapering off. Anti-agregasi trombosit: acetyl salisilat acid (ASA), seperti aspirin/aspilet dengan dosis rendah 2x50 mg. Metabolic activator: Choline 2x250 mg iv, piracetam 12 g/hari/iv.drip (masa akut), dan piracetam 2x200 mg (waktu keluar rumah sakit).2) Fase pasca akut RehabilitasiBatasi kecacatan penderita, fisik dan mental dengan fisioterapi terapi wicara dan psikoterapi. Terapi preventifTerapi bertujuan untuk mencegah terulangnya atau timbulya serangan baru stroke dengan jalan antara lain: mengobati dan menghinari faktor-faktor risiko stroke dengan cara mengobati DM, hipertensi, obesitas, menghindari rokok, stress dan berolah raga secara teratur.

HEMATOMA INTRASEREBRAL

DEFINISIHematoma intraserebral atau perdarahan intraserebral adalah suatu sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak

EPIDEMIOLOGIPerdarahan intraserebral dua kali lebih banyak dibanding perdarahan subarakhnoid (PSA) dan lebih berpotensi menyebabkan kematian atau disabilitas dibanding infark serebri atau PSA.Sekitar 10% kasus stroke disebabkan oleh PIS. Sumber data dari Stroke Data Bank (SDB), menyebutkan bahwa setidaknya 1 dari 10 kasus stroke disebabkan oleh perdarahan parenkim otak. Populasi dimana frekuensi hipertensinya tinggi, seperti Amerika-Afrika dan orang-orang Cina. Jepang dan keturunan Thai, memiliki frekuensi yang tinggi terjadinya PIS. Perdarahan intraserebral dapat terjadi pada rentang umur yang lebar, dapat terjadi pada dekade tujuh puluh, delapan puluh dan sembilan puluh. Walaupun persentase tertinggi kasus stroke pada usia dibawah 40 tahun adalah kasus perdarahan, PIS sering juga terjadi pada usia yang lebih lanjut.Usia lanjut dan hipertensi merupakan faktor resiko paling penting dalam PIS. Perdarahan intraserebral terjadi sedikit lebih sering pada pria dibanding wanita dan lebih sering pada usia muda dan setengah-baya pada ras kulit hitam dibanding kulit putih di usia yang sama.PATOFISIOLOGIKebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik. Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil, terutama pada cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan aneurisma Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai pons dan serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah menyebabkan perdarahan ke dalam substansi otak.Pada pasien dengan tekanan darah normal dan pasien usia tua, PIS dapat disebabkan adanya cerebral amyloid angiopathy (CAA). Keadaan ini disebabkan adanya akumulasi protein -amyloid didalam dinding arteri leptomeningen dan kortikal yang berukuran kecil dan sedang. Penumpukan protein -amyloid ini menggantikan kolagen dan elemen-elemen kontraktil, menyebabkan arteri menjadi rapuh dan lemah, yang memudahkan terjadinya resiko ruptur spontan. Berkurangnya elemen-elemen kontraktil disertai vasokonstriksi dapat menimbulkan perdarahan masif, dan dapat meluas ke dalam ventrikel atau ruang subdural. Selanjutnya, berkurangnya kontraktilitas menimbulkan kecenderungan perdarahan di kemudian hari. Hal ini memiliki hubungan yang signifikan antara apolipoprotein E4 dengan perdarahan serebral yang berhubungan dengan amyloid angiopathy.Suatu malformasi angiomatous (arteriovenous malformation/AVM) pada otak dapat ruptur dan menimbulkan perdarahan intraserebral tipe lobular. Gangguan aliran venous karena stenosis atau oklusi dari aliran vena akan meningkatkan terjadinya perdarahan dari suatu AVM.Terapi antikoagulan juga dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan intraserebral, terutama pada pasien-pasien dengan trombosis vena, emboli paru, penyakit serebrovaskular dengan transient ischemic attack (TIA) atau katub jantung prostetik. Nilai internationa! normalized ratio (INR) 2,0 - 3,0 merupakan batas adekuat antikoagulasi pada semua kasus kecuali untuk pencegahan emboli pada katub jantung prostetik, dimana nilai yang direkomendasikan berkisar 2,5 - 3,5. Antikoagulan lain seperti heparin, trombolitik dan aspirin meningkatkan resiko PIS. Penggunaan trornbolitik setelah infark miokard sering diikuti terjadinya PIS pada beberapa ribu pasien tiap tahunnya.

GEJALA KLINISMayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan biasanya di dapati hipertensi kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan. Herniasi uncal dengan hiiangnya fungsi batang otak dapat terjadi. Pasien yang selamat secara bertahap mengalami pemulihan kesadaran dlam beberapa hari. Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami seizure tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral.Pasien usia tua dengan tekanan darah normal yang mengalami PIS atau perdarahan intraserebellar karena amyloid angiopathy biasanya telah menderita penyakit Alzheimer atau demensia progresif tipe Alzheimer dan dalam perjalanannnya perdarahan dapat memasuki rongga subarachnoid.

DIAGNOSISComputed Tomography (CT- scan) merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien sadar yang mengalami peningkatan volume perdarahan. Magnetic resonance imaging (MRI) dapat menunjukkan perdarahan intraserebral dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. Perubahan gambaran MRI tergantung stadium disolusi hemoglobin-oksihemoglobin-deoksihemogtobin-methemoglobin-ferritin dan hemosiderin.

OUTCOME FUNGSIONALPrediksi akurat untuk outcome pada PIS di unit gawat darurat menjadi masalah yang penting bukan saja untuk menghadapi keluarga pasien, tapi juga untuk menilai pasiennya membutuhkan perawatan intensif invasif, yang sering membutuhkan rujukan rumah sakit. Pada dasarnya, prediksi ini untuk mengidentifikasi pasien untuk mencapai pemulihan outcome fungsionalnya, lebih dari sekedar dapat bertahan hidup,yang nantinya dapat memberi arahan kepada keluarga dan tim medis untuk perawatan selanjutnya.Ada banyak model instrumen untuk memprediksi outcome pada PIS yang telah di publikasi dan telah diterima luas penggunaanya dalam klinis. Prediktor yang sering digunakan termasuk volume perdarahan, nilai SKG, hidrosefalus, letak lesi perdarahan, usia atau adanya perdarahan intraventrikular.Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai impairments, disabilitas dan handicaps. Ofeh WHO membuat batasan sebagai berikut : 1. Impairments : menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis dan anatomis yang disebabkan stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi, terapi okupasional ditujukan untuk memperbaiki kelainan ini. 2. Disabilitas adalah hambatan, kehilangan kemampuan untuk berbuat sesuatu yang seharusnya dilakukan orang yang sehat seperti : tidak bisa berjalan, menelan, melihat akibat pengaruh stroke. 3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seorang penderita stroke berperan sebagai manusia normal akibat impairment atau disability tersebut.

Glasgow Outcome Scale (GOS)Glasgow Outcome Scale (GOS) adalah skala yang digunakan untuk mengukur outcome yang pada awal penggunaannya ditujukan pada pasien trauma kapitis. Skala ini diciptakan oleh Jennet dkk pada tahun 1975 dan dipakai untuk mengalokasikan orang-orang yang menderita cedera otak akut pada cedera otak traumatik maupun non-traumatik ke dalam kategori outcome. Skala ini menggambarkan disabilitas dan kecacatan dibandingkan gangguan, yang difokuskan pada bagaimana trauma mempengaruhi fungsi kehidupan.Skala yang asli terdiri dari 5 tingkatan sebagai berikut :0. Death 1. Vegetative StateTanda dari vegetative state adalah ketiadaan fungsi kognItif yang ditunjukkan oleh hilangnya komunikasi total, yang menandakan bahwa korteks serebral tidak berfungsi lagi. Tidak seperti pada pasien koma, pasien pada keadaan vegetative state memiliki respon buka mata, gerakan bola mata, dan siklus tidur-bangun. Meskipun pasien dengan vegetative state dapat menunjukkan berbagai aksi motorik yang reflektif, kebiasaan ini tidak dapat menunjukkan kesadaran.2. Severe disability Pasien sadar, namun membutuhkan pertolongan. Meskipun tingkat ketergantungan bervariasi, yang termasuk dalam kategori ini adalah pasien yang bergantung kepada seorang pengasuh untuk seluruh aktifitas sepanyang hari. Pasien yang tidak dapat ditinggal sendiri dan tidak dapat merawat diri mereka sendiri selama interval 24 jam termasuk dalam kategori ini.3. Moderate disability Pasien dalam kategori ini dapat ditinggal sendiri, namun memiliki tingkat kecacatan fisik dan kognitif yang membatasi mereka dibandingkan tingkat kehidupan sebelum trauma. Banyak pasien pada kategori ini dapat kembali bekerja, meskipun dalam pekerjaan mereka diberikan kelonggaran khusus dan asisten untuk mereka, dan tidak dapat memikul pekerjaan sebesar tanggungjawab mereka sebelum sakit.4. Good recoveryPada kategori ini pasien dapat mandiri dan dapat kembali bekerja pada pekerjaan atau aktifitas mereka sebelum sakit tanpa adanya keterbatasan mayor. Pasien dapat menderita defisit neurologi atau kognitif ringan yang menetap, namun tidak mengganggu keseluruhan fungsi. Pasien dalam kategori ini kompeten dalam bersosialisasi dan mampu membawa diri dengan baik tanpa perubahan kepribadian yang berarti.Tingkatan ini dapat dikelompokkan menjadi outcome buruk (GOS 0-2) dan outcome baik (GOS 3-4).

FUNC SCOREFUNC score adalah instrumen penilaian klinis saat pasien stroke perdarahan intraserebral tiba di rumah sakit, yang dapat memprediksi pencapaian kemandirian fungsional setelah 90 hari kemudian.Skor pada FUNC score dimulai 0 -11, skor ini tidak dikategorikan dalam beberapa kelompok ( misal ringan, sedang atau berat ), tetapi dari hasil studi sebelumnya menunjukkan bahwa nilai 11 mengindikasikan kemungkinan yang sangat kuat bahwa outcome pasien dengan skor ini (11) secara fungsional tidak akan bergantung kepada orang lain (independence). Kenyataan lain menunjukkan bahwa tidak ada pasien dengan nilai FUNC Score 4 yang mampu mencapai kemandirian secara fungsional. Jadi semakin besar nilai FUNC score semakin besar pula kemungkinannya pasien akan mencapai kemandirian secara fungsional.FUNC score terdiri dari 5 komponen utama yaitu volume PIS, umur, lokasi PIS, nilai SKG dan gangguan kognitif sebelum terjadinya PIS

ICH (Intracerebral Haemorrhage) Score : adalah instrumen penilaian klinis saat pasien stroke perdarahan intraserebral tiba di rumah sakit, yang dapat memprediksi outcome mortalitas dalam 30 hari kemudian, yang terdiri dari 5 komponen utama yaitu volume PIS, umur, perdarahan infratentorial, nilai SKG dan perdarahan intraventrikular. Nilai antara 0-6 dimana nilai 6 berarti resiko kematiannya dalam 30 hari sangat tinggi.

Komponen Nilai

Nilai SKG 3-4 5-12 13-15210

Volume PIS,cm3 >30 80