KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN …repository.ugm.ac.id/135425/1/GEO31 KERUSAKAN BANGUNAN...
Transcript of KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN …repository.ugm.ac.id/135425/1/GEO31 KERUSAKAN BANGUNAN...
PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
128
KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN (SABODAM) PASCA
ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI 2010
Moh. Dedi Munir*, Djudi Balai Sabo, Kementerian PU, Sopalan, Maguwoharjo, Depok, Sleman Yogyakarta, 55282
*corresponding author: [email protected]
ABSTRAK
Sabodam merupakan bangunan pengendali aliran debris atau lahar yang dibangun melintang pada
alur sungai. Prinsip kerja Bangunan Sabo adalah mengendalikan sedimen dengan cara menahan,
menampung dan mengalirkan material / pasir yang terbawa oleh aliran dan meloloskan air ke hilir.
Selama masa kejadian banjir lahar pasca erupsi Merapi tahun 2010, sebanyak 77 unit sabodam yang
ada di sungai – sungai lahar Merapi mengalami kerusakan atau bahkan hanyut terbawa aliran lahar
(Balai Besar Wilayah Sungai Serayu – Opak, 2011). Sebagian besar dugaan penyebab keruntuhan
sabodam mengarah pada pondasinya yang memiliki konsep pondasi mengambang yaitu dibangun di
dasar sungai tanpa pondasi yang mengikat ke dalam lapisan tanah keras dengan asumsi bahwa
material dasar sungai daerah vulkanik yang didominasi pasir memiliki stabilitas dan daya dukung
yang cukup baik sehingga cukup mampu mengikat bangunan untuk tetap pada posisi semula (tidak
mengguling ataupun bergeser).
Oleh sebab itu, perlu dilakukan kajian (berupa struktur bangunan dan geologi) lebih lanjut terkait
konsep pondasi mengambang untuk memahami kelemahan dalam implementasinya, mekanisme
kegagalan serta penyesuaian lebih lanjut untuk perbaikan pengelolaan, dengan mengambil daerah
Gunungapi Merapi sebagai lokasi studi kasus.
Hasil kajian menunjukkan kerusakan sabodam pondasi mengambang dominan disebabkan oleh local
scouring, maka untuk mengurangi kedalaman lokal scouring yang mengakibatkan terjadinya
kegagalan bangunan sabodam dalam implementasinya sabodam dibangun secara seri dengan jarak
efisien antar sabodam dan pondasi yang lebih dalam. Berdasarkan investigasi lapangan, diketahui
bahwa proses geologi daerah penelitian menunjukkan kondisi yang mengindikasikan terjadinya
rembesan dan gerusan lokal yang mengurangi kekuatan struktur bangunan.
I. PENDAHULUAN
Letusan Gunung Merapi pada tahun 2010
dengan indeks vulkanik 4 (VEI 4), merupakan
letusan vulkanik terbesar sejak 1872, hal ini
berbeda dengan letusan yang terjadi
sebelumnya tahun 2006 dengan indeks yang
hanya (VEI 1) (Preece, 2014). Besarnya letusan
yang terjadi juga menghasilkan material
volkanik dengan jumlah yang sangat besar.
Banyaknya produk vulkanik yang terendapkan
pada daerah di sekitar puncak serta lereng-
lereng Gunung Merapi menimbulkan besarnya
potensi banjir lahar yang mungkin terjadi pada
tahun-tahun berikutnya (Gambar 1).
Permasalahan yang diakibatkan dari banjir
lahar tidak hanya berupa kerusakan sabodam
di aliran sungai, tetapi juga dapat
menghancurkan infrastruktur seperti jalan
nasional, jembatan, desa, pertanian serta
mengancam kehidupan manusia. Pada sungai-
sungai yang berhulu di puncak Gunung
Merapi, banjir lahar pasca letusan 2010 telah
mengakibatkan banyak kerusakan pada
bangunan Sabodam baik berupa rusaknya
bagian dari bangunan maupun sampai hancur
atau terbawa hanyutnya bangunan sabo (
Gambar 2). Dari bangunan sabo yang
mengalami banjir lahar, apabila dilihat dari
jumlah bangunan sabodam yang mengalami
kerusakan dalam satu sistem sungai, maka
kerusakan terbesar (jumlah rusaknya
sabodam) berada pada Kali Putih dengan 21
unit mengalami kerusakan dari 22 unit jumlah
total (Gambar 3).
PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
129
Prosentase total kerusakan bangunan
sabodam pada sistem sungai yang berhulu di
Gunung Merapi pasca letusan Gunung Merapi
2010 adalah sebesar 34,8 % dengan 8% sendiri
berada di aliran Kali Putih atau merupakan
bagian yang terbesar (Tabel 1).
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
dan mengetahui faktor-faktor penyebab
kerusakan yang terjadi pada bangunan sabo di
Kawasan aliran sungai Kali Putih Gunung
Merapi. Kegiatan penelitian berlokasi di
daerah Gunungapi Merapi di Kabupaten
Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
Kabupaten Klaten dan Magelang Propinsi Jawa
Tengah. Kali Putih merupakan sungai yang
terletak di sebelah Barat Daya yang memiliki
DAS seluas 26 km2, dengan panjang sungai
14,70 km mulai dari ketinggian ± 1.800 m dpl
sampai dengan ketinggian ± 200 m dpl hingga
bertemu dengan Kali Blongkeng.
II. GEOLOGI REGIONAL
Gunungapi strato Merapi berada pada 25-30
km arah utara dari Kota Yogyakarta Indonesia.
Gunungapi Merapi berada di atas zona
subduksi Jawa dengan komposisi sebagian
besar berupa basalt-andesite, pyroclastic flow,
lava, dan endapan lahar (Surono, dkk, 2011).
Berdasarkan peta geologi lembar Yogyakarta
pada Gambar 4. (Rahardjo dkk, 1977, Surono
dkk, 1994, dan JICA, 1990) geologi daerah
penelitian tersusun atas Formasi Endapan
Gunung Merapi Muda berupa lava dan
piroklastik dengan lapisan abu vulkanik.
Daerah di sekitar Kali Putih juga tersusun atas
lapisan abu yang berukuran halus dengan
warna yang bervariasi dari abu-abu terang
sampai coklat terang (Preece, 2014).
Gunungapi Merapi termasuk dalam jenis
gunungapi tipe strato. Selain dari bencana
primer letusan gunungapi juga memiliki
potensi bencana sekunder yang disebut banjir
lahar. Banjir lahar terdiri dari dua macam yaitu
banjir debris dan aliran dengan konsentrasi
yang tinggi (hyperconcentrayed flow). Aliran
ini mengandung sekitar 40-60% material
berupa aliran massa yang non-kohesif dan
bersifat lepas-lepas, memiliki gradasi yang
terbalik, dengan densitas yang rendah pada
bagian dasar). Selain itu, debris flows memiliki
sekitar 60-80% berupa konsentrasi material
vulkanik (Scott, 1988 dalam Surjono dan
Yufianto, 2011).
III. BANGUNAN SABODAM
Sabodam dibangun dengan fungsi untuk
mengendalikan sedimen dengan cara
menahan, menampung dan mengalirkan
sedimen. Tata letak pembangunan sabodam
di daerah gunungapi dilakukan pada daerah
produksi sedimen sampai dengan daerah
pengendapan sedimen. Di daerah tersebut
batuan dasar alur sungai sudah tertimbun
endapan hasil letusan gunungapi, sehingga
letaknya cukup dalam. Untuk itu pondasi
sabodam dibuat mengambang dengan
anggapan bahwa batuan pada pondasi
tersebut memiliki karakteristik yang cukup
keras. Sabodam ini dibangun secara seri
artinya bangunan yang satu mendukung
bangunan lainnya, dengan jarak tertentu yang
disyaratkan agar sabodam stabil dan aman
dari gerusan lokal (VSTC, 1985).
Pola pengendalian aliran lahar (sabodam)
memiliki perbedaan fungsi pada daerah yang
berbeda-beda. Daerah Gunungapi
berdasarkan pengendalian lahar di bedakan
menjadi tiga macam yaitu, daerah
pengendapan lahar, daerah transportasi lahar,
daerah sumber material lahar, dan daerah
puncak gunung. Jenis-jenis bangunan
Sabodam yang ada di Gunungapi Merapi
berjumlah 264 buah dengan tipe yang
berbeda-beda. Tipe yang berada untuk daerah
sumber material lahar adalah Sabodam, dam
konsolidasi, dan tanggul pengarah. Daerah
transportasi lahar memiliki tipe bangunan
Sabodam, dam konsolidasi, normalisasi sungai,
dan tanggul banjir. Kantong lahar, dam
konsolidasi, tanggul banjir, gronsil, dan
normalisasi sungai berada pada daerah
pengendapan lahar. Lokasi Bangunan Sabo di
Kali Putih ditunjukkan pada gambar 2. Jumlah
PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
130
bangunan sabodam yang ada pada sungai Kali
Putih adalah sebanyak 22 unit yang terbangun
pada ketinggian antara 850 m sampai dengan
ketinggian 270 m.
IV. METODOLOGI
Metode yang dilaksanakan pada penelitian ini
adalah desk study, pengumpulan dan
pengujian data primer, uji model hidraulik,
analisa dan penyusunan laporan.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan
cara survai dan kunjungan lapangan seperti
identifikasi kerusakan bangunan sabo dan
pengujian geofisika. Data sekunder
dikumpulkan dari beberapa instansi yang
terkait antara lain.
Uji model hidraulik dilakukan untuk
mengetahui prilaku bangunan sabo
berdasarkan kondisi tertentu dari banjir lahar
yang terjadi dalam skala laboratorium. Uji
model hidraulika dilakukan di Laboratorium
Hidraulika Balai Sabo dengan menggunakan
saluran kaca (flume) berukuran lebar 0,20 m x
panjang 6 m, dengan mengambil kasus ruas
sungai Kali Putih antara PU-D1 Mranggen, PU-
C11/12 Gemeng sampai dengan PU-C10
Ngepos, dengan rentang sepanjang ± 2 km.
Analisis dilakukan terhadap hasil pengambilan
data di lapangan dan hasil pengujian uji model
laboratorium. Identifikasi kerusakan Sabodam
di lapangan dilakukan berdasarkan orientasi
foto kerusakan sabodam pasca letusan 2010
dan interpretasi hasil kunjungan lapangan.
V. DATA DAN ANALISIS
A. Identifikasi Kerusakan Sabodam dan
Penyebab
Karakteristik letusan Gunungapi Merapi
umumnya disertai dengan luncuran awan
panas yang akibatnya menimbulkan kerusakan
hutan, ekosistemnya serta perubahan
morfologinya (Gambar 7). Tercatat kurang
lebih seluas 2.400 ha hutan Taman Nasional
Gunung Merapi mengalami kerusakan dari
total 6.410 ha luas hutan Taman Nasional
Gunung Merapi yang berada dalam wilayah
Kabupaten Magelang, Boyolali, Klaten dan
Sleman. Dampak dari kerusakan hutan dilihat
secara hidrologis akan berpengaruh terhadap
peningkatan aliran permukaan (surface runoff)
dan bertambahnya debit sungai karena
menurunnya jumlah hutan penutup lahan.
Peristiwa banjir lahar akan terjadi jika
terpenuhi tiga ketentuan yaitu tersedia
material endapan, curah hujan yang tinggi,
dan kelerengan yang cukup curam. Pada
musim hujan pasca erupsi 2010 sering terjadi
banjir lahar di daerah Kali Putih. Hal ini
dikarenakan kondisi di lokasi yakni
terendapkannya material hasil erupsi yang ada
dengan jumlah yang sangat besar dan masih
baru sehingga cukup mudah untuk terangkut
aliran. Kejadian banjir lahar pasca erupsi
Gunung Merapi 2010 mengakibatkan kerugian
yang cukup besar yaitu hancur dan hanyutnya
bangunan Sabodam di aliran Kali Putih.
Besarnya debit banjir lahar yang diperoleh
berdasarkan pengamatan tanda-tanda bekas
banjir pada Jembatan Ngepos Kali Putih
Januari 2011 sebesar 963 m3/det juga turut
mendukung kerusakan yang terjadi. Apabila
dibandingkan dengan debit banjir lahar
puncak untuk perencanaan bangunan
sabodam, nilai tersebut memiliki besaran nilai
yang sudah mendekati debit puncak yaitu
sebesar 946 m3/det (Data ini didapat dari
wawancara dengan Yachiyo Engineering
Consultant, 2014).
Identifikasi kerusakan di Daerah Kali Putih
dilakukan berdasarkan analisa foto dan
kunjungan lapangan dengan melakukan
pemeriksaan lebih detail mengenai kondisi di
lokasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
bagian mana pada Sabodam yang mengalami
kerusakan dan untuk melaksanakan studi
berikutnya menganalisa kejadian yang telah
terjadi.
Salah satu bangunan sabo yang diidentifikasi
kerusakannya adalah Sabo PU-D3. Jenis
kehancuran yang ditemui yaitu bangunan
pelindung yang terdiri dari sub dam, tembok
PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
131
tepi kiri-kanan, Sub Subdam, tembok tepi kiri-
kanan termasuk apron runtuh dan hanyut.
Selain itu, pondasi bangunan utama yaitu
maindam tergerus sedalam 21 m dari peluap
(Gambar 5).
Sabodam PU-D3 Salamsari dibangun tahun
1983 dengan material pasangan batu kali dan
beton. Data dimensi dan kerusakan sabodam
PU-D3 Salamsari disajikan dalam bentuk Tabel
2 sebagai berikut: Sabodam PU-D3 Salamsari
runtuh pada sub dam dan sub subdam, apron
dan tembok tepi kiri-kanan akibat banjir lahar.
Foto dan sketsa kerusakan sabodam PU-D3
Salamsari disajikan dalam Gambar 5. Dilihat
dari letaknya maka sabodam PU-D3 Salamsari
berada pada urutan bangunan No. 3 dari hulu
dari total 22 unit bangunan sabodam yang ada
di sistem sungai Kali Putih. Jarak antara
sabodam PU-D3 Salamsari dengan sabodam di
hilirnya yaitu PU-C14 Gejugan I sepanjang
1.033 m (Tabel 4).
Jumlah kerusakan sabodam Kali Putih
pasca erupsi Gunungapi Merapi 2010
adalah sebanyak 21 unit, dan 3 unit
diantaranya merupakan kerusakan
sabodam paling parah karena tubuh
sabodamnya sampai patah dan hanyut
yaitu sabodam PU-D1 Mranggen
(Tabel 3), sabodam PU-C11/12
Gremeng, dan sabodam PU-C10
Ngepos yang berturut-turut
merupakan sabodam No. 7, No. 8, dan
No. 9 dari hulu (Gambar 6). Dampak
dari keruntuhan sabodam tersebut
adalah hilangnya fungsi penahanan
material sedimen, sehingga terjadi
degradasi dasar sungai. Keseluruhan
data kerusakan yang diidentifikasi
pada bangunan Sabodam ditunjukkan
pada
Tabel 5.
Berdasarkan keseluruhan data kerusakan yang
diidentifikasi, dapat diketahui bahwa gerusan
lokal menjadi faktor yang signifikan dalam
menyebabkan rusaknya bangunan Sabo. Hal
ini dikarenakan terjadinya perlemahan
pondasi bangunan Sabodam. Dari data
spesifikasi dan dimensi bangunan sabodam
dengan kedalaman gerusan lokal yang terjadi
pada banjir lahar 2010, maka dibuat grafik
hubungan antara tinggi terjun dengan
kedalaman gerusan lokal di hilir sabodam.
Semakin tinggi terjunan maka semakin dalam
gerusan lokal yang terjadi, dengan persamaan
Y = 0,3281 X + 4,0329 (Gambar 8).
Jumlah material hasil erupsi Gunungapi
Merapi tahun 2010 yang terendapkan di
puncak gunung, lereng dan alur sungai-sungai
yang berhulu di Gunungapi Merapi adalah
sebanyak 140 juta m3 (Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi, 2011). Dari 140 juta
m3 material hasil erupsi tersebut sebanyak 18
juta m3 terkonsentrasi di daerah hulu Kali
Putih (UGM, 2011).
Jumlah bangunan Sabodam yang ada di Kali
Putih adalah 22 unit dengan kapasitas
tampung hanya sebesar 2,58 juta m3, sehingga
perbandingan antara jumlah persediaan
material yang harus dikendalikan sabodam
dengan kapasitas tampung sabodam tidak
berimbang. Sabodam yang ada hanya mampu
menampung material berkisar 1/7 (14,33%)
dari jumlah material yang terkonsentrasi di
hulu Kali Putih. Material tersebut masih
bersifat lepas karena letusan 2010 terjadi pada
26 Oktober 2010 saat memasuki musim
penghujan, sehingga sangat mudah terangkut
oleh aliran banjir.
Peristiwa degradasi dasar sungai akibat
keruntuhan salah satu sabodam
mengakibatkan efek terganggunya kestabilan
sabodam yang lain, yang sering disebut
dengan efek domino. Hal ini, karena sistem
kerja sabodam adalah saling mendukung dan
melengkapi antara sabodam yang satu dengan
PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
132
yang lainnya dalam satu sistem seri / deret
sabodam. Disamping itu perlemahan stabilitas
sabodam juga diperbesar dengan adanya
aktifitas penambangan galian golongan C yang
melebihi batas ketersediaan sedimen suplai
dari hulu, serta terkadang penambangan
dilakukan pada tempat-tempat yang dilarang.
Hal ini terjadi karena terbatasnya ruang yang
bisa ditambang kalau jarak antar sabodam
cukup dekat. Untuk mengantisipasi penurunan
stabilitas yang membahayakan keamanan
sabodam maka pemerintah kabupaten
Magelang melarang penambangan galian
golongan C yang menggunakan alat berat.
Aktivitas penambangan material galian
golongan C sesungguhnya diperlukan untuk
menyediakan ruang tampungan untuk
menampung sedimen pada letusan
berikutnya, dengan catatan apabila dilakukan
pada tempat yang dianjurkan yaitu pada lokasi
hulu sabodam di area tampungan mati (dead
storage) atau volume yang terkendali dengan
batas tentu tidak terlalu dekat dengan
bangunan baik Sabodam maupun tanggul
serta tidak melebihi volume suplai (Gambar 9).
Penambangan yang melebihi volume suplai
sedimen dari hulu akan berpengaruh terhadap
perubahan morfologi sungai dan menurunnya
kualitas lingkungan. Gangguan terhadap
lingkungan dapat berupa adanya suara bising,
debu, asap truk, dan lain-lain. Di sisi lain
aktivitas penambangan juga akan menambah
penghasilan masyarakat, sehingga adanya
suplai sedimen dari aktivitas Gunungapi
Merapi juga merupakan berkah, karena
memiliki kualitas yang cukup baik untuk bahan
bangunan.
material dasar sungai pembentuk alur sungai
merupakan bentukan endapan material hasil
erupsi yang tersusun secara acak mengikuti
besaran debit pengangkutnya. Material
dengan ukuran besar akan terangkut ketika
debit banjir besar dan material ukuran kecil
akan terangkut meskipun debit yang mengalir
hanya kecil. Susunan material dasar sungai
terdiri dari abu vulkanik, lanau, pasir, kerikil
dan batu. Abu vulakanik dan lanau apabila
bercampur dengan air akan meningkatkan
kekentalan aliran dan material jenis pasir dan
kerikil apabila terangkut aliran akan
menggelinding mirip roda yang memperingan
penggeseran, hal ini yang menyebabkan batu-
batu besar dapat terangkut dan bahkan
mengapung dipermukaan aliran.
Dominasi material dengan diameter kecil yang
diperlihatkan pada uji laboratorium
menunjukkan bahwa endapan hasil erupsi
Gunungapi Merapi yang terakumulasi di hulu
Kali Putih lebih banyak berupa abu vulkanik,
sedang batu ukuran besar sedikit terangkut
yang diperkirakan merupakan hasil longsoran
ataupun erosi dari endapan lama. Diameter
rata-rata butiran di lokasi penelitian yaitu
10,40 mm atau berukuran halus.
Aktivitas penambangan bahan galian golongan
C di Kali Putih wilayah Desa Argosoka
Mranggen setiap hari terdiri dari jumlah truk
yang beroperasi sebanyak 50 unit dan rata-
rata setiap hari dapat mengangkut 1 sampai
dengan 2 kali dengan volume sekali angkut 7
m3. Maka volume material bahan galian
golongan C yang ditambang = 50 unit truk x 2
kali per hari x 7 m3 = 700 m3/hari. Dan dalam
setahun = 700 m3 x 365 hari = 255.500
m3/tahun.
B. Pengujian Geolistrik
Pengujian ini dilakukan di lokasi PU-D1
Mranggen, Kabupaten Magelang dengan
tujuan untuk mengetahui besaran Ohm atau
nilai tahanan listrik pada bagian bawah
bangunan sabo. Besaran Ohm yang terdapat
pada bagian bawah bangunan sabo dapat
diinterpretasikan sebagai perkiraan kondisi
litologi dan kondisi air di bawah permukaan.
Pengujian dilakukan dengan dua (line) survey
yaitu pada bagian hulu dan hilir bangunan
sabo (Gambar 10). Panjang lintasan dan spasi
elektroda yang diaplikasi pada survey
geolistrik disesuaikan dengan kondisi dan
lebar dari sungai (Kali Putih). Panjang lintasan
akan menentukan kedalaman survey,
PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
133
sedangkan resolusi hasil dari survey
ditentukan oleh spasi elektroda yang ada.
Pada line di bagian hulu, lintasan memiliki
panjang 30 meter dengan kedalaman
maksimum yaitu ±6 meter. Lintasan ini
dilakukan dengan spasi antar elektroda 2
meter sehingga resolusi yang diharapkan
sebesar 1 meter. Survey dilakukan dengan
lintasan melintang sungai (Kali Putih) atau
sejajar dengan bangunan sabo yang ada.
Daerah dengan litologi berupa hasil produksi
gunung api umumnya relatif memiliki nilai
resistivitas yang tinggi. Sedangkan adanya
pengaruh air dapat mengakibatkan nilai
resistivitas relatif rendah.
Litologi yang terdapat pada permukaan dasar
kali adalah berupa soil lepas hasil transportasi
yang bercampur dengan gravel-gravel hasil
transport. Hasil yang diperoleh dari geolistrik
di hilir bangunan sabo menunjukkan kisaran
nilai tahanan jenis antara 90-500 Ohm meter
(Gambar). Daerah dengan bentuk relatif
sirkular dengan resistivitas yang tinggi, 400 –
450 Ohm meter (warna merah)
diinterpretasikan sebagai bongkah yang
berada di bawah permukaan. Variasi nilai
ditemukan pada hasil resistivitas di line
pengukuran di hilir bangunan sabo. Nilai
resistivitas yang relatif rendah 100 – 130 Ohm
meter pada bagian sebelah kiri lintasan
menunjukkan adanya kemungkinan pengaruh
aliran air Kali Putih.
Kajian Hidraulik
Kajian hidraulika dilakukan untuk mengetahui
perilaku aliran lahar dan mengetahui
kedalaman gerusan lokal yang terjadi di
Sabodam. Pelaksanaan uji model hidraulika
dilakukan di laboratorium dengan
menggunakan saluran kaca (flume) dengan
ukuran lebar 20 cm, tinggi 40 cm dan panjang
600 cm. Hal yang mendasari pengujian
hidraulik tersebut adalah karena parameter
yang diamati adalah besarnya gerusan lokal di
hilir Sabodam yang sifat perubahannya hanya
kearah vertikal saja.
Variasi besar debit diambil sebesar 550
m3/detik, 500 m3/detik, dan 450 m3/det.
Besarnya variasi debit ditentukan berdasarkan
debit desain sabodam Kali Putih PU-D1 yaitu
sebesar 530 m3/det. Dari survai lapangan
besarnya kemiringan dasar sungai Kali Putih
pada ruas antara PU-C10 Ngepos sampai
dengan PU-D5 Salamsari berkisar antara 3,4 %
~ 5,4 %, sehingga pada uji model hidraulika
gerusan lokal ini diambil variasi kemiringan
dasar sungai (I) sebesar 7 %, 6 %, dan 5 %.
Sedangkan besarnya konsentrasi sedimen (Cd)
diambil sebesar 5 % dan 2,5 %. Serta untuk
mengetahui besarnya pengaruh kedalaman
gerusan lokal yang merupakan fungsi dari
ketinggian sabodam, maka tinggi bangunan
sabodam dibuat variasi yaitu 11 m, 9 m, dan 7
m. Pelaksanaan uji model hidraulika dibuat
skenario sebagai berikut: Uji model hidraulika
dibuat dalam 2 kelompok, kelompok 1
memiliki jarak antar bangunan sabodam 200
m dan kelompok 2 dengan jarak antar
bangunan sabodam 300 m. Tiap kelompok
terdiri dari 3 sub kelompok yaitu sub
kelompok tinggi bangunan sabodam 11 m, 9
m, dan 7 m. Tiap sub kelompok dibagi dalam 3
bagian ruas kemiringan yaitu 7 %, 6 %, dan 5
%. Pada masing-masing ruas kemiringan
diberikan besaran debit 550 m3/det, 500
m3/det, dan 450 m3/det dan konsentrasi
sedimen 2,5 % dan 5 % dengan pengaliran
dalam sekali running selama 10 menit.
Perubahan penurunan dan kenaikkan dasar
sungai yang terjadi diukur setelah berakhir
waktu running untuk mengetahui perilaku dan
dampak dari setiap skenario perlakuan.
Hasil uji model hidraulika gerusan lokal dari
hasil pelaksanaan uji model hidraulika
sebanyak 54 seri, maka diperoleh hasil sebagai
berikut:
1. Untuk jarak antar bangunan sabodam
200 m, tinggi sabodam 11 m dengan
konsentrasi sedimen 5 %, dan kemiringan
dasar mulai dari 7 % berangsur mengecil
sampai dengan 5 % terjadi gerusan kecil
dan lambat laun berubah terjadi
PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
134
sedimentasi apabila debit semakin
berkurang.
2. Untuk jarak antar bangunan sabodam
200 m, tinggi sabodam 9 m sampai dengan
7 m dengan konsentrasi sedimen 2,5 %,
dan kemiringan dasar sungai mulai 7 %
berangsur mengecil sampai dengan 5 %
dominan terjadi gerusan besar sampai
mencapai kedalaman 11,2 m panjang 31 m.
3. Untuk jarak antar bangunan sabodam
300 m, tinggi sabodam 11 m sampai
dengan 7 m dan konsentrasi sedimen 2,5 %
secara konsisten terjadi gerusan yang
cukup dalam untuk kemiringan 7 % dan
kedalaman gerusan berkurang untuk
kemiringan dasar yang agar landai.
C. Mekanisme Kejadian Banjir Lahar
Berdasarkan kegiatan di lapangan dan
laboratorium dapat diketahui mekanisme
kejadian banjir lahar yang menyebabkan rusak
dan hancurnya bangunan sabo. Banjir lahar
yang membawa material debris dengan
konsentrasi yang tinggi dengan cepat akan
memenuhi tampungan sedimen yang ada.
Indikasi rembesan yang terjadi pada bagian
bawah bangunan sabo yang terjadi
sebelumnya akan mengurangi kekuatan
struktur bangunan (Balai Sabo, 2014). Hal ini
terutama terjadi apabila rembesan tersebut
membawa material-material. Banjir lahar yang
terjadi yang disebabkan oleh cepatnya aliran
akan menyebabkan tergerusnya bagian di hilir
bangunan sabo sehingga menyebabkan
lemahnya konstruksi bangunan tersebut.
Gerusan lokal yang terjadi akan membuat
bangunan sabo mengalami penurunan
kekuatan structural (Balai Sabo, 2014).
Pelemahan kondisi struktural dan besarnya
banjir lahar menyebabkan bangunan sabo
akan runtuh dan hanyut terbawa (Gambar 11).
VI. KESIMPULAN
- Kedalaman pondasi sabodam sebelum
erupsi Gunungapi Merapi 2010 berkisar 4
s/d 7 m. Berdasarkan analisis, setelah
erupsi Gunungapi Merapi 2010
kedalaman gerusan lokal yang terjadi
berkisar 1,4 s/d 9 m. Hal ini menunjukkan
bahwa Bangunan Sabo sebaiknya
dibangun secara seri dan memerlukan
pondasi yang lebih dalam dibandingkan
dengan kondisi yang ada sekarang.
- Kerusakan Sabodam terparah cenderung
terjadi pada Sabodam di daerah hulu,
mengingat gradasi material yang
terangkut oleh banjir lahar di daerah hulu
berupa batu-batu besar. Disamping itu
kemiringan sungai daerah hulu juga
curam, sehingga kecepatan dan energi
aliran lahar besar.
- Uji model hidraulik dilakukan dengan
menghasilkan kedalaman gerusan lokal
yaitu 11,2 meter sedangkan gerusan lokal
yang ada dilapangan yaitu sedalam 21
meter. Ketidaksesuaian terjadi
kemungkinan dikarenakan terjadinya
perbedaan kondisi yang diterapkan dalam
model (baik berupa komposisi aliran,
bangunan Sabo dan kondisi di lapangan).
- Hasil pengujian geolistrik menunjukkan
kondisi bawah permukaan yang memiliki
karakteristik yaitu memiliki kandungan air
memungkinkan terjadinya rembesan.
- Hal yang menyebabkan terjadinya
kerusakan atau hancurnya bangunan
Sabodam di Kali Putih adalah besarnya
banjir lahar, produk vulkanik letusan yang
melimpah, gerusan lokal, dan indikasi
rembesan pada daerah Bangunan Sabo.
VII. ACKNOWLEDGEMENT
Terima kasih disampaikan kepada seluruh tim
peneliti Balai Sabo yaitu Ir. Chandra Hassan,
Dipl, HE, M.Sc, Ir. Sadwandharu, Sp, F. Tata
Yunita, ST, MT , M.Sc dengan bimbingan Drs.
Suwarno, Ir. Chandra Hassan, Dip. HE, M.Sc,
Drs. Sutikno, Dip. H, C. Bambang Sukatja, ST,
M.Sc. serta didukung oleh semua anggota dan
PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
135
pihak yang terkait. Kepada semua pihak yang
telah mendukung tersusunnya penelitian ini
disampaikan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Sabo, 2014, Kajian Konsep Pondasi Mengambang Pada Bangunan Sabo, Badan Litbang, Kementerian Pekerjaan Umum
Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak. 2011. Dokumen Program Pengendalian Lahar Gunung Merapi Tahun Anggaran 2011. Yogyakarta.
Gertisser, R., Charbonnier, S.J., Troll, V.R., Keller, J., Preece, K., Chadwick, J.P., Barclay, J., Herd, R.A., 2011. Merapi (Java, Indonesia): anatomy of a killer volcano. Geology Today 27, 57-62.
Preece, K., J., 2014, Transitions between effusive and explosive activity at Merapi volcano, Indonesia: a volcanological and petrological study of the 2006 and 2010 eruptions,
Surono, Jousset, P., Pallister, J., Boichu, M., Buongiorno, M.F., Budisantoso, A., Costa, F., Andreastuti, S., Prata, F., Schneider, D., Clarisse, L., Humaida, H., Sumarti, S., Bignami, C., Griswold, J., Carn, S., Oppenheimer, C., Lavigne, F., 2012. The 2010 explosive eruption of Java’s Merapi volcano – A ‘100-year’ event. Journal of Volcanology and Geothermal Research 241-242, 121-135.
Rahardjo, W., Sukandarrumidi, Rosidi, H. M. D., 1977, Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Direktorat Geologi
Scott, K. M. (1988) Origin Behaviour and Sedimentology of Lahars and Lahars Runout Flows in Toutle-Cowlitz River System: USGS Professional Papers.
Surjono, S., S., Yufianto, A., 2011, Geo- disaster Laharic Flow along Putih River, Central Java, Indonesia, Journal of South East Asian Applied Geology (pp) 103-110
UGM. 2011. Prosiding Simposium Bencana Merapi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
VSTC. 1985. Perencanaan Bangunan Pengendali Sedimen. Volcanic Sabo Technical Centre. Yogyakarta.
TABEL
Tabel 1. Kerusakan Sabodam di beberapa aliran sungai No Sistem sungai Jumlah Sabodam Jumlah Kerusakan Sabodam
1. Kali Apu 5 unit 5 unit (100%)
2. Kali Putih 22 unit 21 unit (95,5%)
3. Kali Kuning 15 unit 14 unit (93,3%)
Tabel 2. Data dan Kerusakan Sabodam di Kali Putih PU-D3 Dam Utama Sub Dam Sub Sub Dam
Tinggi 10,5 m Tinggi 3,5 m Tinggi -- m
Lebar Crest 3,00 m Lebar Crest 2,0 m Lebar Crest -- m
Panjang 84,6 m Panjang 30,0 m Panjang -- m
Jenis kerusakan Bangunan pelindung yang terdiri dari sub dam, tembok tepi kiri-kanan, Sub Subdam, tembok tepi kiri-kanan termasuk apron runtuh dan hanyut, serta pondasi bangunan utama yaitu maindam tergerus sedalam 21 m dari peluap.
Tabel 3. Data dan Kerusakan Sabodam di Kali Putih PU-D1 Dam Utama Sub Dam Sub Sub Dam
Tinggi 7,5 m Tinggi 4,0 m Tinggi 4,0 m
Lebar Crest 3,0 m Lebar Crest 2,0 m Lebar Crest 2,0 m
Panjang 53,0 m Panjang 30,0 m Panjang 30,0 m
Jenis kerusakan Maindam, subdam, apron, tembok samping kiri dan kanan runtuh total dan hanyut.
PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
136
Tabel 4. Jarak antar sabodam pada Kali Putih dan kedalaman gerusan lokal
Tabel 5. Data Kerusakan di Sabodam Kali Putih
No Nama Sabodam Jenis Kerusakan
1 PU-D1 Mranggen Maindam, subdam, apron, tembok samping kiri dan kanan runtuh total dan hanyut.
2 PU-D2 Mranggen Pondasi Sub Sub Dam runtuh akibat tergerus sedalam 9 m panjang 25 m.
3 PU-D3 Salamsari Bangunan pelindung yang terdiri dari sub dam, tembok tepi kiri-kanan, Sub Subdam, tembok tepi kiri-kanan termasuk apron runtuh dan hanyut, serta pondasi bangunan utama yaitu maindam tergerus sedalam 21 m dari peluap.
4 PU-D4 Salamsari Pondasi Sub Sub Dam tergerus sedalam 8 m.
5 PU-D5 Salamsari Peluap maindam terabrasi, lantai apron, tembok tepi dan subdam runtuh dan hanyut.
6 PU-C14 Gejugan Bangunan pelindung tebing kiri di hulu maindam rusak sebagian, mercu peluap maindam terabrasi tidak terlalu dalam, dan tembok tepi kanan pelindung tebing runtuh akibat pembelokan arah aliran. Namun bangunan Utama Sabodam cukup baik.
7 PU-C13 Gejugan II Bangunan pelindung tebing kiri di hulu maindam rusak sebagian, mercu peluap maindam terabrasi tidak terlalu dalam, dan tembok tepi kanan pelindung tebing runtuh akibat pembelokan arah aliran. Namun bangunan Utama Sabodam cukup baik.
8 PU-C11/12 Gremeng Maindam, subdam, apron, tembok samping kiri dan kanan runtuh total dan hanyut.
9 PU-C10 Ngepos Maindam runtuh, kemudian terjadi degradasi dasar sungai.
10 PU-C9 Cabe Lor Lantai apron dan subdam rusak.
GAMBAR
Gambar 1 Sejarah Endapan Letusan Gunung Merapi (Gertisser et al., 2011 dalam Preece, 2014)
No Dari Ke Jarak (km) Tinggi Terjun (m)
Kedalaman Gerusan Lokal (m)
1 PU-D5 PU-D4 0,675 -
2 PU-D4 PU-D3 1,197 16,5 8
3 PU-D3 PU-C14 1,033 10 21
4 PU-C14 PU-C13 0,772 8,5 8,5
5 PU-C13 PU-D2 1,471 4,7
6 PU-D2 PU-D1 1,227 12,6 9
7 PU-D1 PU-C11/12 0,791 16,4 7,2
8 PU-C11/12 PU-C10 0,890 9,5 6,4
9 PU-C10 PU-C9 0,696 -
10 PU-C9 PU-RD1 0,843 8 5.5
11 PU-RD1 PU-RD2 0,400 5,8 -
12 PU-RD2 PU-RD3 0,648 5,8 -
13 PU-RD3 PU-RD4 0,434 5 -
14 PU-RD4 PU-RD5 0,375 3,5 -
15 PU-RD5 PU-C8A 1,593 3,5 5,25
16 PU-C8A PU-RD6 0,304 3,75 1,4
17 PU-RD6 PU-RD7 0,299 -
18 PU-RD7 PU-C8 1,518 5 -
19 PU-C8 PU-C2 3,970 2 -
20 PU-C2 PU-C0 5,701 -
21 PU-C0 PU-GS Gebayan 6,476 6,5 -
PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
137
Gambar 2 Foto Kerusakan Sabodam PU-D3 Salam-sari
Gambar 3. Peta Sebaran Kerusakan Bangunan Sabo
Sumber : PPK Penanggulangan Lahar Gunung Merapi Yogyakarta, 2011.
21 m
.
PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
138
Gambar 4 Peta Geologi Regional Yogyakarta (Raharjo dkk, 1995, Surono dkk, 1994, JICA, 1990)
R
u
n
t
u
h
A
b
r
a
s
i
View
M
ai
n
Da
m
Long
Section Abrasi
Abrasi
Sisa
runtuhan.
S
c
o
u
r
i
n
g
Runtuh
2
1
,
0
0
m Runtuh
A
b
r
a
s
i
Gambar 5 Sketsa kerusakan Sabodam PU-D3 Salamsari
PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
139
y = 0,3473x + 4,6027R² = 0,0928
0
5
10
15
20
25
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Ked
alam
an G
eru
san
loka
l, D
(m
)
Tinggi terjun, Δh (m)
Grafik Hubungan Tinggi Terjun VS Gerusan Lokal
Gambar 7 Perubahan morfologi puncak Gunungapi Merapi sebelum dan sesudah letusan 2010 dengan kedalaman kawah baru sedalam 200 m (Surono, dkk, 2012)
A = 9.50 m
B = 3.00 m
C = 2.20
m Gambar 6 Foto Kerusakan Sabodam PU-D1 Mranggen
Gambar 8. Grafik Hubungan Tinggi Terjun dan Gerusan Lokal
PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
140
Gambar 10. Hasil pengujian geolistrik di daerah PU-D1
Gambar 9 Aktivitas penambangan bahan galian Gol. C (Balai Sabo, 2014)
PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
141
Gambar 11. Proses mekanisme banjir lahar pada bangunan Sabo