KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

130
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA (Studi Etnografi: Nilai Sosial Kerukunan Antar Umat Beragama di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir) OLEH: FRENKI LEO CANDRA SAGALA 120901032 DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017 Universitas Sumatera Utara

Transcript of KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Page 1: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

(Studi Etnografi: Nilai Sosial Kerukunan Antar Umat

Beragama di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir)

OLEH:

FRENKI LEO CANDRA SAGALA

120901032

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

Universitas Sumatera Utara

Page 2: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Abstrak

Masyarakat kecamatan Pangururan adalah masyarakat yang

beranekaragam agama yakni agama Islam, Katolik, Protestan, Buddha, dan aliran

kepercaaan lainnya. Kerukunan antar umat beragama merupakan suatu hal yang

harus dipertahankan untuk mencapai suatu kesejahteraan dan terwujudnya

pembangunan bangsa. Masyarakat Pangururan secara teritorial etnis dan agama

adalah suku Batak Toba dan beragama mayoritas Kristen Katolik dan Kristen

Protestan dan minoritas agama Islam, Buddha dan Aliran kepercayaan lainnya

(Parmalim). Tetapi dengan keadaan seperti itu, masyarakat Pangururan yang

berbeda agama menjalin hubungan dalam keadaan rukun ataupun harmonis.

Sikap-sikap masyarakat Pangururan walaupun berbeda agama namun hidup saling

menghormati, saling menghargai, saling tolong menolong, saling membantu,

bekerjasama, dan bersikap toleran. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

nilai-nilai sosial masyarakat sebagai dasar praktik yang mencerminkan kerukunan

antar umat beragama serta untuk mengetahui bagaimana peran elit lokal dan

masyarakat yang mencerminkan terciptanya kerukunan antar umat beragama di

kecamatan Pangururan.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan

etnografi. Adapun teknik yang digunakan dalam penghimpunan data yaitu dengan

melakukan pengamatan, wawancara, dan data dokumen dari berbagai instansi.

Pengamatan yang dilakukan berusaha untuk menggambarkan serta menjelaskan

bagaimana nilai-nilai sosial yang mencerminkan terciptanya kerukunan antar umat

beragama di kecamatan Pangururan kabupaten Samosir. wawancara dilakukan

untuk mengetahui mengenai peranan elit lokal dan masyarakat sebagai wujud

Universitas Sumatera Utara

Page 3: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

terciptanya kerukunan antar umat beragama yang berbeda. Data dokumen yang

diperoleh dari instansi merupakan data pendukung untuk menggambarkan

keadaan masyarakat Pangururan didaerah penelitian.

Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa terciptanya kerukunan antar

umat beragama di pengaruhi oleh nilai-nilai budaya dan juga nilai-nilai agama

sebagai dasar praktik masyarakat. Nilai budaya masyarakat Pangururan adalah

Dalihan Natolu atau tiga tungku sebagai bentuk pola keseimbangan dan pola

keteraturan masyarakat. Pola keteraturan masyarakat tercermin dalam tiga

kedudukan status masyarakat dan mempunyai peranan penting sebagai bentuk

kewajiban masyarakat atas kedudukan yang diperoleh. Sedangkan nilai agama

sebagai acuan/pedoman masyarakat yang dimana setiap ajaran agama mendoktrin

setiap umatnya untuk hidup saling menghormati, menghargai, mengasihi, saling

membantu, dan toleran. Peranan elit lokal yang mencerminkan kerukunan antar

umat beragamaadalahmembangun solidaritas, memfasilitasi setiap lembaga

agama, dan mensosialisasikan nilai-nilai agama. Sedangkan peranan masyarakat

tercermin dalam faktor kekerabatan, faktor budaya, faktor lingkungan, dan faktor

ekonomi.

Kata Kunci: Kerukunan, Nilai Sosial, Peranan, Umat Beragama

Universitas Sumatera Utara

Page 4: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

perlindungan serta memberikan berkat dan Karunia-Nya dalam proses

penyusunan dan penyelesaian tugas akhir skripsi ini yang menjadi salah satu

persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Sumatera Utara.

Skripsi berjudul “Kerukunan Antar Umat Beragama” yang berlokasi di

Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Skripsi ini mengkaji nilai-nilai sosial

yang menjadi cerminan terciptanya hubungan harmonis antar umat beragama di

lokasi penelitian. Skripsi ini tidak hanya ditujukan untuk mencapai kelulusan dan

gelar sarjana saja tetapi, tulisan dan penelitian ini sangat diharapkan sebagai

sumber wawasan baru dan memberi manfaat bagi masyarakat umum bahwa nilai

budaya merupakan salah satu faktor yang mencerminkan terciptanya kerukunan

antar umat beragama dan juga nilai-nilai agama sebagai landasan/pedoman pola

hidup setiap umat beragama dengan pemahaman yang lebih dihayati.

Penulis sadari bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan

doa dari berbagai pihak yang terkait, sehingga tulisan skripsi ini dapat

terselesaikan, maka dari itu penulis mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya

kepada seluruh pihak yang telah mencurahkan ide, gagasan, saran, materi, kritik,

dan waktu demi penyelesaian skripsi ini.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih mendalam yakni

kepada :

Universitas Sumatera Utara

Page 5: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Harmona Daulay, S.Sos, M.Si selaku Ketua Departemen Sosiologi

FISIP USU.

3. Bapak Drs. Muba Simanihuruk, M.Si selaku dosen pembimbing dan

sekaligus pembimbing Akademik yang memberikan banyak arahan selama

penulis aktif dalam perkuliahan, kemudian atas saran dan kritik serta

dengan sabar dalam membimbing penulis untuk penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Henri F Sitorus, M.Sc, Ph. D selaku dosen penguji skripsi yang

telah memberikan banyak masukan berupa saran dan kritik bagi penulis

yang sangat bermanfaat.

5. Seluruh dosen Departemen Sosiologi yang telah memberikan ilmu yang

sangat bermanfaat dan juga membimbing penulis dan seluruh mahasiswa

Sosiologi dengan penuh semangat dan keikhlasan selama menuntut ilmu di

FISIP USU.

6. Seluruh jajaran staff pegawai di FISIP USU terkhususnya staff dan

pegawai Departemen Sosiologi atas bantuannya selama penulis kuliah di

FISIP USU.

7. Kedaua orang tua penulis yang sangat dibanggakan, Ayahanda terkasih

Erbin Sagala dan Ibunda tercinta Norma Saragi, atas segala doa dan kasih

sayang yang tak terhingga yang senantiasa membesarkan, mendidik, dan

sumber material dan moral, serta tetap memotivasi penulis selama berada

dibangku perkuliahan.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

8. Ke enam saudara yang penulis sayangi, Parmonangan Sagala, Aliberto

Sagala, Rina Fitrayani Sagala, Agjes Parulian Sagala, Margen Palwin

Sagala, Dani Pardingotan Sagala, atas doa dan dukungan baik secara

materi maupun moral yang selama ini penulis dapatkan dan menjadi

motivasi penulis untuk menyelesaikan kuliah dengan sebaik-baiknya.

9. Teman-teman penulis saat perkuliahan di FISIP USU Departemen

Sosiologi stambuk 2012, Holong A.T.I. Sitompul, Ivo Andreas Sinaga, M.

Rizky Dermawan Sitakar, Masraini Nahampun, Dedi Roy Hutagalung,

Hesty Aritonang, serta kepada seluruh kawan-kawan penulis lainnya yang

tidak dapat dituliskan satu persatu, penulis mengucapkan banyak

terimakasih buat pertemanan dan serta motivasinya selama ini.

10. Senioren penulis di Departemen Sosiologi yang telah memberi ide serta

motivasi kepada penulis, Adian Sinambela S.Sos, Waren Stifo Sianturi

S.Sos, Teo Tarigan, Ribel Hutapea S.Sos, Hezron Pardede, dan masih

banyak lagi yang tidak dapat penulis sampaikan, terimakasih atas arahan

serta masukan kepada penulis saat berkuliah maupun dalam penulisan

skripsi ini.

11. Kepada teman-teman yang lain yang telah mendukung dan memotivasi

penulis dalam penyusunan Skripsi ini, Christin Natalia Lumbantobing,

Jupentus B Pardosi, Richardo Nababan, Bill Tancer Situmorang, Mikhael

Simamora, Ben Eriktus Simatupang, dan semua teman-teman yang tidak

penulis sampaikan satu-persatu. Semoga Tuhan memberkati kita

seluruhnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

12. Bapak Enrownara Tinambunan selaku Kasie Pemerintahan Camat

Pangururan, yang telah berkenan memberi izin penelitian bagi penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Seluruh narasumber yang telah bersedia membantu memberikan informasi

yang luar biasa bermanfaat bagi penulis dalam proses penyelesaian skripsi

ini, atas data-data yang diperlukan dan bantuan lain selama proses

penyusunan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, Penulis menyadari bahwa tulisan skripsi ini

masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu

penulis mengharapkan saran, masukan, dan kritikan yang membangun demi

kesempurnaan skripsi ini. Terimakasih sebesar-besarnya dan semoga tulisan

skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, 2017

penulis,

Frenki Leo Candra Sagala

Universitas Sumatera Utara

Page 8: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK .............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 9

1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................... 10

1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................... 10

1.4.1 Manfaat Teoritis ................................................................. 11

1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................. 11

1.5. Defenisi Konsep ............................................................................. 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Fungsional Struktural ..................................................................... 16

2.2. Elit Lokal ........................................................................................ 25

2.3. Konsep Kerukunan ......................................................................... 27

2.4. Penelitian Relevan .......................................................................... 33

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian ............................................................................... 37

3.2. Lokasi Penelitian ............................................................................ 38

3.3. Unit Analisis dan Informan ............................................................ 39

3.3.1. Unit Analisis ........................................................................ 39

3.3.2. Informan ................................................................................ 39

Universitas Sumatera Utara

Page 9: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

3.3.2.1. Informan Kunci .................................................... 39

3.3.2.2. Informan Biasa ..................................................... 40

3.4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 41

3.4.1. Pengumpulan Data Primer .................................................. 41

3.4.1.1. Observasi .............................................................. 42

3.4.1.2. Wawancara ........................................................... 42

3.4.2. Pengumpulan Data Sekunder .............................................. 43

3.5. Interpretasi Data ............................................................................. 44

BAB IV HASIL DAN INTERPRETASI DATA

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................................ 46

4.1.1. Gambaran Umum ............................................................... 46

4.1.2. Letak Geografis .................................................................. 49

4.1.3. Sistem Mata Pencaharian ................................................... 51

4.1.4. Kependudukan ................................................................... 53

4.1.5. Pendidikan .......................................................................... 55

4.1.6. Kesehatan ........................................................................... 58

4.1.7. Sosial Ekonomi .................................................................. 59

4.2. Sejarah Agama Kristen dan Islam .................................................. 61

4.3. Profil Informan ............................................................................... 62

4.3.1. Informan Kunci ................................................................... 62

4.3.2. Informan Biasa ................................................................... 70

4.4. Dasar Praktik Kerukunan antar umat beragama ............................. 72

4.4.1. Konsep Kerukunan ............................................................. 72

4.4.2. Dalihan Natolu Sebagai Nilai Budaya ................................ 73

Universitas Sumatera Utara

Page 10: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

4.4.3. Nilai Agama Sebagai Dasar Praktik Kerukunan ................ 80

4.5. Peranan Elit Lokal dan Masyarakat ................................................ 84

4.5.1. Peranan Elit Lokal .............................................................. 84

4.5.1.1. Peran Elit Formal ................................................... 84

4.5.1.1.1. Membangun Solidaritas .......................... 86

4.5.1.1.2. Fasilitas dan Sosialisasi .......................... 87

4.5.1.2. Peran Elit Informal ............................................... 88

4.5.2. Peranan Masyarakat yang Mencerminkan Kerukunan ....... 90

4.5.2.1. Faktor Kekerabatan .............................................. 91

4.5.2.2. Faktor Budaya ...................................................... 95

4.5.2.3. Faktor Lingkungan ............................................... 99

4.5.2.4. Faktor Ekonomi .................................................. 102

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ................................................................................... 104

5.2. Saran ............................................................................................. 111

LAMPIRAN DOKUMENTASI ........................................................................ 114

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 117

Universitas Sumatera Utara

Page 11: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kerukunan hidup beragama merupakan salah satu pilar utama dalam

memelihara persatuan bangsa dan kedaulatan negara Republik Indonesia.

Kerukunan hidup beragama adalah kondisi bagi semua golongan agama bisa

hidup bersama-sama secara damai tanpa mengurangi hak dan kebebasan masing-

masing untuk menganut dan melaksanakan kewajiban agamanya (Sairin, 2006).

Kerukunan akan bisa dicapai apabila setiap golongan agama memiliki prinsip

setuju dalam perbedaan. Setuju dalam perbedaan berarti setiap individu maupun

kelompok mau menerima dan menghormati individu ataupun kelompok lainnya

dengan seluruh aspirasi, keyakinan, kebiasaan dan pola hidupnya, menerima dan

menghormati orang lain dengan kebebasan untuk menganut keyakinan agamanya

sendiri.

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang multikultural dan

menjungjung tinggi pluralisme, kaya akan perbedaan yang bermacam-macam

yang terdiri dari suku, ras, bahasa, agama dan budaya. Masyarakat Indonesia

adalah masyarakat yang pluralis yang tercermin dalam dasar ideologi negara

Indonesia yaitu Pancasila, sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sila tersebut memerintahkan kepada kita segenap bangsa Indonesia untuk

memiliki kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai landasan utama

menjalani kehidupan. Hal inilah yang mencerminkan bahwa bangsa Indonesia

bukan negara agama maupun negara sekuler namun, bangsa yang mengakui

Universitas Sumatera Utara

Page 12: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

keberadaan agama. Kemunculan agama lahir dari lingkungan yang plural dan

membentuk dirinya sebagai tanggapan terhadap pluralitas tersebut. Jika

pluralisme agama tidak dipahami secara tegas dan benar oleh masing-masing

pemeluk agama akan menimbulkan dampak, tidak hanya berupa konflik antar

umat beragama, tetapi juga konflik sosial dan desintegrasi bangsa (Akhyar, 2015).

Kerukunan antar umat beragama pastilah sangat kompleks, apalagi di

Indonesia yang memang secara historis dan sosial sangat majemuk dari sudut

keagamaan. Dalam kemajemukan agama tersebut, tidak jarang munculnya

persoalan antar penganut agama yang disebabkan atas perbedaan paham dan

pandangan terhadap keberadaan agama lain. Faktor terjadinya konflik antar umat

beragama dalam masyarakat plural bukan hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor

atas nama agama akan tetapi konflik agama juga dipengaruhi oleh hal lain, karena

dalam masyarakat meskipun berada dalam pluralitas agama tetapi diwarnai juga

dengan aspek pluralitas atau kemajemukan lainnya seperti, dari sudut budaya,

ekonomi dan politik. Pandangan yang melihat dari sudut keagamaan saja

dipastikan tidak hanya gagal memahami dinamika hubungan antar kelompok

agama, melainkan juga tidak historis dan sosiologis (Elmirzanah, 2002).

Agama adalah salah satu aspek kepercayaan hidup bermasyarakat yang

sangat penting kedudukannya dalam kehidupan bermasyarakat seperti juga dalam

kehidupan ekonomi, sosial dan pendidikan. Pada umumnya, agama membantu

memberikan rasa aman, tentram dan damai karena agama dipercaya mampu

mengontrol dan membimbing setiap penganutnya kearah yang lebih baik.

Disamping itu, agama berfungsi untuk menjadikan hidup dibumi ini untuk dapat

ditolerir, damai dan tentram antara penganut agama yang berbeda-beda ataupun

Universitas Sumatera Utara

Page 13: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

dapat tarsatukannya kehidupan masyarakat antar bangsa, antar budaya dan antar

agama didunia ini (O’dea, 1994).

Agama yang dianggap sebagai jalan kebenaran dan kedamaian hidup

manusia, tidak selamanya berjalan sesuai dengan nilai dan norma yang tertanam

didalamnya. Melainkan, agama-agama dapat menjadi sumber konflik, bahkan

bukan tidak mungkin manusia justru mencari dasar-dasar pembenaran dalam kitab

sucinya masing-masing untuk membenarkan konflik yang terjadi. Ayat-ayat kitab

suci yang mengajarkan cinta kasih diantara sesama manusia malah mengantarkan

manusia kedalam fanatisme sempit, sebab ia beranggapan bahwa ia sedang

menjalankan perintah agama. Padahal yang dilakukannya itu sangat bertentangan

dengan tujuan agama yang luhur (Yewangoe, 2002).

Apabila ditinjau dari sudut keagamaan, setiap manusia cenderung

memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Ada yang eksklusivisme, inklusivisme

dan pluralisme. Dalam konteks hubungan antar umat beragama, adanya

kecenderungan agama sebagai media perekat sosial. Melalui elit agama dan

interaksi antar umat beragama diharapkan muncul kesadaran beragama untuk

menciptakan kedamaian dan persaudaraan sejati berdasarkan spirit kebenaran

universal agama. Pluralisme jika tidak disikapi secara positif dan dewasa akan

berbuah lahirnya konflik antar umat beragama (Knitter, 2004).

Keanekaragaman agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia,

membawa persoalan atau masalah hubungan antar penganut agama. Persoalan

atau konflik yang terjadi atas nama agama diakibatkan pemahaman dan

pandangan sebagian kelompok terhadap pluralitas agama masih formal, dari

Universitas Sumatera Utara

Page 14: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

sebagian kelompok tersebut, menganggap hanya ajaran agamanyalah yang paling

benar dan lebih baik dan agama-agama lain dianggap agama yang kurang

sempurna atau mengalami reduksionisme. Formalnya pemahaman dan pandangan

antar umat beragama terhadap pluralitas agama maka secara tidak sadar individu

atau kelompok tersebut akan terjerumus pada stereotipe atau prasangka buruk

terhadap diluar kelompoknya. Pluralisme tidak berfungsi jika masing-masing

individu maupun kelompok mengklaim hanya ajaran agamanyalah yang paling

benar (ekslusivisme). Sikap eksklusif yang melekat dalam diri manusia pada

dasarnya akan memicu konflik antar beda agama ataupun sesama umat beragama,

antar-budaya dan antar suku bangsa. Memahami agama hendaknya tidak hanya

pada klaim kebenaran saja tetapi menginduksi dari interaksi sosial keagamaaan

antar umat beragama yang akan memunculkan sikap toleransi terhadap agama lain

(Sabri, 1999).

Kerukunan antar umat beragama di Indonesia perlu ditinjau ulang dalam

latar munculnya konflik-konflik yang mengatasnamakan agama. Kasus-kasus

kerusuhan atas latar belakang agama yakni pembakaran dan pembongkaran gereja

di Aceh, pembakaran tempat ibadah di Tanjung Balai, dan banyak kasus-kasus

kerusuhan atas nama agama antara lain di Situbondo, Tasikmalaya, Kupang,

Sambas, Maluku, Ambon, Poso dan yang lain mengisyaratkan betapa kompleks

persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia yang sedang membangun

ditengah kemajemukan (pluralitas) bangsa yang sedemikian pusparagam. Konflik

agama tersebut, mengindikasikan bahwa pemahaman masyarakat tentang

kerukunan antar umat beragama perlu ditinjau ulang. Banyaknya konflik yang

melibatkan agama sebagai pemicunya menuntut adanya perhatian yang serius

Universitas Sumatera Utara

Page 15: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

untuk mengambil langkah-langkah yang antisipatif demi damainya kehidupan

umat beragama di Indonesia pada masa-masa mendatang. Jika diabaikan,

dikwatirkan akan muncul masalah-masalah yang lebih berat dalam angka

pembangunan bangsa dibidang politik, ekonomi, pendidikan, keamanan, budaya

dan bidang-bidang lainnya (Nashir, 1997).

Masalah kerukunan beragama perlu di analisa lebih dalam tentang konflik-

konflik yang terjadi yang mengatasnamakan agama, baik intern maupun antar

umat beragama dan umat berkeyakinan di negeri ini. Masalah kerukunan

beragama berakar pada banyak persoalan, dari dalam dan dari luar agama. Faktor

dari dalam sepertinya Sebagian kelompok memiliki pemahaman yang sempit

tentang agama. Faktor luar berasal dari banyak masalah yang membelit

masyarakat, seperti kemiskinan, pengangguran, pendidikan, infrastruktur yang

lemah atau lingkungan. Pemerintah dinilai belum mampu membangun yang

sumber daya alamnya melimpah. Penegakan hukum yang lemah, bahkan korupsi,

kolusi, nepotisme semakin meraja lela. Kemampuan penegak hukum yang kurang

mampu dalam mengantisipasi dan menyelesaikan persoalan-persoalan keagamaan

yang pluralis. Pemerintah diharapkan dapat mencapai tujuan negara dimana

terciptanya keadilan yang dimaksud serta tidak terjadinya lagi praktik-praktik

diskriminasi atau kriminalisasi terhadap keragaman agama di Indonesia. Akibat

kurang mampunya penegak hukum, tren kekerasan di Indonesia meningkat,

toleransi beragama semakin terkikis dan radikalisasi agama kian menguat yang

terlihat dari merosotnya toleransi terhadap kelompok atau agama lain (Rosyid,

2013).

Universitas Sumatera Utara

Page 16: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Upaya mencari jalan keluar supaya terciptanya pengaturan kemajemukan

agama yang baik dan mampu mendukung terbentuknya persatuan dan kesatuan

bangsa, khususnya menyangkut peran aktif antar kelompok dan keberagaman

mestinya harus dapat segera diwujudkan. Kebersamaan dalam menjalankan

aktifitas keagamaan pada masyarakat yang majemuk atau masyarakat yang

memiliki lebih dari satu jenis kepercayaan, akan menciptakan keharmonisan

agama atau kerukunan umat beragama, dan saling menghargai atau menghormati

antar pemeluk-pemeluk agama yang berbeda. Terciptanya kerukunan beragama

tergantung kesadaran kognitif individu maupun kelompok dalam menjalankan

ajaran agamanya, politik, ekonomi dan budaya, dimana timbulnya konflik atau

pergesekan berdasarakan agama yang disebabkan para pemeluk agama kurang

memahami keseluruhan arti nilai-nilai spritual dan fungsi agama tersebut.

Berangkat dari permasalahan diatas, ada fenomena yang menarik bagi

penulis melihat kerukunan antar umat beragama yang berbeda keyakinan di

kecamatan Pangururan, kabupaten Samosir, provinsi Sumatera Utara yang bisa

hidup berdampingan, rukun, damai, tentram dan mampu menjaga keharmonisan

meskipun dikategorikan masyarakatnya berada dalam golongan masyarakat yang

heterogen. Terdapat empat jenis kepercayaan yang dianut masyarakat Pangururan

yang secara sah diakui negara yakni : Katolik, Protestan, Islam dan Budha.

Menurut data sensus penduduk BPS tahun 2010 jumlah penduduk kecamatan

Pangururan berkisar 29.412 jiwa yakni, pemeluk agama Katolik (47,30%),

Protestan (50,07%), Islam (2,44%), Budha (0,01%) dan lainnya (0,18%),

(www.bps.go.id). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa agama Kristen

Universitas Sumatera Utara

Page 17: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

adalah agama Mayoritas dan agama lainnya seperti Islam, Buddha dan aliaran

kepercayaan lainnya adalah Minoritas.

Ditambahkan juga, bahwa realitas yang tidak dapat disangkal di daerah ini,

bahwa adanya bangunan Mesjid dan Gereja yang letaknya bersebelahan ataupun

berdekatan. Meskipun demikian bahwa salah satu aspek yang dapat mengganggu

terwujudnya kerukunan antar umat beragama adalah persoalan pendirian rumah

ibadah, tetapi hal tersebut sudah diatasi dengan keputusan dari departemen agama

dan departemen dalam negeri, bersama majelis-majelis agama yakni Majelis

Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PHDI),

Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) melalui diskusi dan dialog yang

intensif, serius dan berulang-ulang yang berhasil dalam mencapai kesepakatan dan

dituangkan dalam Persatuan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

Tentang Pedoman dan Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah atau Wakil Kepala

Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum

Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah.

Dengan penjelasan diatas, posisi tempat ibadah tersebut tidak juga menjadi

suatu hal yang mempengaruhi ataupun menjadi pemicu terjadinya konflik antar

umat beragama dalam kehidupan bermasyarakat di kecamatan Pangururan

kabupaten Samosir. Kondisi demikian dapat terlihat karena masih adanya

kehangatan, keakraban bertetangga dan berhubungan sosial antar umat beragama

yang satu dengan yang lain dalam masyarakat.

Pangururan merupakan suatu wilayah yang menjunjung tinggi nilai

kerukunan, walaupun masyarakatnya hidup dalam berbeda agama, namun mereka

Universitas Sumatera Utara

Page 18: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

mampu untuk menghormati satu sama lain, saling menghargai dan saling menjaga

keharmonisan. Bekerjasama dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Suatu realita yang mencerminkan kerukunan antar umat beragama adalah adanya

sikap dan perilaku tolong menolong yang terlihat dalam upacara pernikahan dan

acara orang yang meninggal. Kerukunan di daerah ini menjadi hal yang menarik

untuk dikaji, karena kecamatan Pangururan merupakan wilayah yang berkembang

dan masyarakatnya rata-rata berpendidikan Sekolah Menengah, maka penulis

tertarik untuk meneliti, apakah kerukunan ini terjadi karena mereka saling

memahami bagaimana menghormati dan menghargai agama lainnya atau hanya

karena mereka takut karena ada salah satu agama yang jumlahnya lebih banyak

dibandingkan agama lainnya.

Suatu hal yang sangat menarik dalam kerukunan umat beragama di

kecamatan Pangururan adalah suatu bentuk kerjasama dalam suatu tujuan,

misalnya secara bersama-sama dalam mensukseskan agenda dan acara keagamaan

masing-masing serta bersama-sama aktif dalam mensukseskan kegiatan yang

diadakan oleh berbagai desa dan pemerintahan setempat. Masyarakat Pangururan

juga menjadi contoh bagi masyarakat wilayah lainnya, karena masyarakatnya

mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan tetangga yang berbeda agama

dengan baik. Masyarakat Pangururan juga terkenal karena masih menjaga tradisi

nenek moyangnya dengan tanpa mengurangi atau menambah adat yang sudah ada

walaupun banyak unsur-unsur baru yang masuk kedalam kehidupan masyarakat

pangururan. Adat yang kental sampai sekarang adalah upacara adat pernikahan,

upacara adat kematian, pemberian sesajen ketempat yang dianggap keramat dan

Universitas Sumatera Utara

Page 19: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

berjiarah ketempat makam nenek moyang sebagai lambang menghormati roh

nenek luhur.

Ditambahkan juga bahwa sikap yang dimiliki oleh masyarakat Pangururan

terlebih masyarakat etnis Batak yang secara realistis adalah mayoritas penganut

agama Kristen dilihat dari jumlah penduduk dan agama Islam sebagai agama

minoritas, tidak saling memiliki prasangka buruk terhadap kelompok yang beda

sama kelompoknya. Hal tersebut ditemui pada sikap mayoritas terhadap minoritas

bahwa adanya sikap saling membiarkan satu sama lain seperti halnya dalam

membuka usaha, penggunaan kerudung dan yang lainnya. Disisi lain, adanya

hubungan kekerabatan sebagai pengikat tali persaudaraan antara umat beragama

yang berbeda, seperti halnya ikatan marga, asimilasi yang dimana walaupun

berbeda agama tetapi hubungan kekerabatan didaerah ini masih sangat kental

sehingga mempengaruhi kerukunan antar umat beragama yang baik.

Dengan kondisi sosial seperti itulah yang menjadi salah satu ketertarikan

penulis untuk melakukan penelitian tentang Kerukunan Antar Umat Beragama di

kecamatan Pangururan, kabupaten Samosir.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah

yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah dasar praktik antar umat beragama yang mencerminkan kerukunan di

kecamatan Pangururan kabupaten Samosir?

Universitas Sumatera Utara

Page 20: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

2. Bagaimana peranan elit lokal dan masyarakat yang mencerminkan kerukunan

antar umat beragama di kecamatan Pangururan kabupaten Samosir?

1.3. Tujuan Penelitian

1.Untuk mengetahuikerukunan yang terjalin antara umat beragama Islam, Kristen

Protestan, Katolik, Buddha dan aliran kepercayaan lainnya di kecamatan

Pangururan kabupaten Samosir.

2. Untuk menggali nilai-nilai lokal budaya masyarakat di kecamatan Pangururan

yang mencerminkan kerukunan dalam keberagaman agama dan untuk

mengetahui bagaimana perilaku elit lokal dan masyarakat dalam menjaga

kerukunan di kecamatan Pangururan kabupaten Samosir.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis

maupun secara praktis.

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi,

pemahaman, serta sumbangan bagi kepustakaan departemen sosiologi dan

segenap para mahasiswa, khususnya mahasiswaa sosiologi maupun masyarakat

luas dalam meningkatkan wawasan serta cakrawala berpikir.

1.4.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam

menulis karya ilmiah serta menambah wawasan penulis khususnya yang berkaitan

Universitas Sumatera Utara

Page 21: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

dengan kerukunan antar umat beragama, serta penelitian ini juga diharapkan

mampu menjawab persoalan-persoalan yang terjadi di dalam masyarakat dan

dijadikan sebagai bahan masukan, informasi, ataupun referensi bagi masyarakat

luas dan masyarakat di sekitar tempat penelitian.

1.5. Defenisi Konsep

Dalam sebuah penelitian, defenisi konsep sangat diperlukan untuk

mempermudah dan memfokuskan penelitian. Defenisi konsep bertujuan untuk

merumuskan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu

persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan

penelitian. Adapun defenisi konsep dalam penelitian ini adalah:

1. Nilai Sosial

Nilai sosial adalah sesuatu yang dipandang berharga oleh orang

atau kelompok orang serta dijadikan acuan tindakan maupun pengarti arah

hidup. Dari penjelasan diatas dimaksud bahwa nilai ditumbuhkan dan

dibatinkan lewat kebudayaan orang itu yang dihayatinya sebagai jagat

makna hidup dan diwancanakan serta dihayati dalam jagat simbol.

Nilai adalah suatu bagian penting dari kebudayaan. Suatu tindakan

dianggap sah yang artinya secara moral dapat diterima, apabila harmonis

dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat dimana

tindakan itu dilakukan. Menurut Horton dan Hunt (1987) nilai adalah

gagasan mengenai apakah sesuatu pengalaman itu berarti atau tidak

berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan

seseorang tetapi ia tidak menghakimi apakah sebuah perilaku dan

Universitas Sumatera Utara

Page 22: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

pertimbangan seseorang, tetapi ia tidak menghakimi apakah sebuah

perilaku tertentu itu salah atau benar (Narwoko, 2004).

2. Kerukunan

Menurut Lubis (2005) Kerukunan adalah kondisi sosial yang

ditandai oleh adanya keselarasan, kecocokan atau ketidak berselisihan.

Dalam literatur ilmu sosial kerukunan diartikan dengan istilah integrasi

sosial. Kerukunan merupakan kondisi dan proses tercipta dan

terpeliharanya pola-pola interaksi yang beragam diantara unit-unit (unsure

/ sub sistem) yang otonom. Kerukunan mencerminkan hubungan timbal

balik yang ditandai oleh sikap saling menerima, saling mempercayai,

saling menghormati dan menghargai, serta sikap saling memaknai

kebersamaan (ejournal, Suryawandan, 2016).

Keselarasan adalah cita-cita luhur masyarakat Jawa. Keselarasan

artinya harmoni kehidupan lahir dan batin serta antara personal dan sosial.

Masyarakat jawa menerapkan berbagai prisnsip etika yang disebut prinsip

rukun dan hormat untuk untuk mencapai keseimbangan. Prinsip ukun dan

hormat menjadikan individu semakin arif dalam komunikasi antar personal

dalam masyarakat, hinga jauh dari ketegangan sosial. Prinsip yang

mengandung keselarasan hidup adalah pengendalian diri. Masyarakat jawa

memandang oang lain bukan sebagai lawan, melainkan kawan antara

kawan dan dengan dirinya diciptakan rona komunikasi yang ritmis, tidak

saling menjatuhkan, saling hormat agar tidak terjadi perpecahan

(Endraswara, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 23: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

3. Jemaat Agama Kristen

Tiga ajaran Kristen yang dikenal yaitu Inkarnasi, Penebusan dan

Trinitas. Ajaran Inkarnasi adalah percaya bahwa dalam tubuh Kristus itu

adalah Tuhan yang memakai tubuh manusia, kepercayaan ini menyatakan

bahwa Kristus adalah manusia-Tuhan yang sekaligus merupakan Tuhan

seutuhnya dan sekaligus juga manusia seutuhnya. Ajaran Penebusan

adalah Rekonsiliasi atau merukunkan kembali yaitu pulihnya kembali

persatuan (at-one-ment). Orang Kristen percaya, bahwa kehidupan dan

kematian Kristus adalah sebuah penebusan dosa dan perdamaian bagi

umat manusia. Konsep penting Kristen ketiga adalah konsep Trinitas yang

mengajarkan bahwa walaupun Tuhan itu Esa, dia juga tiga dengan kata

lain, Allah Tri Tunggal (Smith, 2008).

Agama Kristen berarti suatu keyakinan ataupun kepercayaan yang

mempercayai bahwa Yesus Kristus sebagai juru selamat manusia yang

menebus Dosa-dosa manusia dengan kematian-nya di Kayu Salib. Tempat

ibadah agama Kristen adalah Gereja dan kitab suci yang digunakan adalah

Alkitab.

Jemaat adalah persekutuan orang-orang yang percaya kepada

Yesus Kristus baik yang disuatu maupun keseluruhan persekutuan Kristen.

Jemaat dalam bahasa Yunani disebut dengan “ekklesia” yang berarti

perkumpulan orang-orang yang Sdipanggil dan dipilih Tuhan (Alkitab

Perjanjian Baru).

4. Umat agama Islam

Universitas Sumatera Utara

Page 24: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Islam berasal dari kata salam yang berarti damai, tentram dan juga

berarti menyerahkan diri, maka keseluruhan pengertian yang dikandung

adalah kedamaian sempurna yang terwujud jika hidup seseorang

diserahkan kepada Allah. Kata sifat yang berkenaan dengan ini adalah

Muslim (Huston Smith, 2008).

Islam artinya penyerahan diri kepada Allah, Tuhan yang Maha

Kuasa, Maha Perkasa dan Maha Esa. Penyerahan itu diikuti dengan

kepatuhan dan ketaatan untuk menerima dan melakukan apa saja perintah

dan larangan-nya. Aturan dan undang-undang yang dibuat oleh Allah itu

dikenal dengan istilah Syari’ah (Kaelany, 2005).

Agama Islam berarti sebuah kepercayaan yang mengutamakan

ketaatan dan kepatuhan terhadap Syari’ah untuk mengatur hubungan

kehidupan manusia dengan Allah. Kitab suci agama Islam adalah Al-

Quran.

5. Penganut Aliran Kepercayaan

Menurut Kartapradja (1985) aliran kepercayaan adalah keyakinan dan

kepercayaan suatu individu atau masyarakat di luar agama yang artinya

tidak termasuk salah satu agama. Aliran kepercayaan itu ada dua macam

yakni:

• Kepercayaan yang sifatnya tradisional dan animistis, tanpa filosofi

dan tidak ada pelajaran mistiknya, seperti kepercayaan orang-orang

perlamin dan pelebegu di tapanuli.

• Golongan kepercayaan yang ajarannya ada filosofisnya juga

disertai mistik, golongan inilah yang disebut atau menamakan

Universitas Sumatera Utara

Page 25: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

dirinya golongan kebatinan. Golongan kebatinan ini

perkembangannya akhirnya menamakan dirinya sebagai golongan

kepercayaan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Fungsional Struktural

Asumsi dasar teori fungsionalisme strutural adalah bahwa suatu

masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari para anggotanya akan nilai-

nilai dan norma-norma kemasyarakatan tertentu yang mempunyai kemampuan

mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai

suatu sitsem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan

(equilibrium). Dengan demikian masyarakat adalah kumpulan sistem-sistem sosial

yang satu sama lain berhubungan dan saling ketergantungan.

Menurut teori fungsionalisme struktural, masyarakat berada dalam kondisi

statis atau lebih tepatnya berdiri dalam kondisi keseimbangan, selalu melihat

bahwa anggota masyarakat terikat informal oleh norma-noram, nilai-nilai dan

moralitas umum. Dalam teori struktural fungsional juga diterangkan bahwa

masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terjadi atas bagian-bagian atau

elemen-elemen yang menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi dalam

suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian lainnya. Asumsi

dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap

sistem yang lainnya. Penganut teori ini cenderung hanya melihat kepada

sumbangan satu sistem dapat beroperasi dalam menentang fungsi-fungsi lainnya

dalam suatu sitem sosial. Penganut teori ini beranggapan bahwa semua struktur

adalah fungsional bagi suatu masyarakat (Ritzer, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Page 27: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Talccot Parsons sebagai penggas dalam teori ini menyatakan bahwa suatu

keadaan yang teratur itu disebut “masyarakat”. masyarakat terdiri banyak individu

yang berbeda, dan perbedaan itu yang menimbulkan masalah.

Parsons menyusun beberapa konsep yang melatarbelakangi perpaduan

masyarakat sebagai berikut;

1. Adanya nilai-nilai budaya, dan

2. Nilai tersebut dikembangkan menjadi norma-norma sosial, dan

3. Diterapkan setiap aktor/individu menjadi suatu motivasi.

Dalam struktural fungsional, Parsons memandang bahwa suatu masyarakat

sebagai bagian dari suatu lembaga sosial yang berada dalam keseimbangan, yang

mempolakan kegiatan manusia berdasarkan norma-norma yang dianut bersama

serta dianggap sah dan mengikat peran status manusia itu sendiri (Vegeer, 1986).

Talccot Parsons juga berpendapat bahwa tingkah laku manusia

dipengaruhi dari batin oleh tujuan-tujuan tertentu yang diterapkan atas nilai-nilai

dan norma-norma yang dibagi bersama dengan orang lain. Parsons merumuskan

empat prasyarat fungsional yang harus dipenuhi oleh setiap masyarakat, kelompok

atau organisasi untuk menjaga keseimbangan dan keberadaannya tersebut. Empat

prasyarat tersebut adalah AGIL yakni, Adaptation, Goal Atteinment, integration,

dan Laten Pattern Maintenance (Doyle, 1990).

Adaptation yaitu penyesuaian diri dengan keadaan dengan cara

mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi maupun golongan.

Goal Attainment yaitu penggunaan sumber daya secara efektif dalam

meraih tujuan tertentu serta penerapan perioritas diantara tujuan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Integration yaitu membangun landasan yang kondusif bagi terciptanya

kordinasi yang baik antar sistem. Masyarakat harus mengatur hubungan diantara

komponen-komponennya supaya berfungsi secara maksimal.

Latent Pattern Maintenence atau pemeliharaan pola-pola yang sudah ada:

setiap masyarakat harus mempertahankan, memperbaiki dan memperbaharui baik

motivasi individu-individu maupun pola-pola budaya yang menciptakan dan

mempertahankan motivasi-motivasi itu.

Dalam teori struktural fungsional, Parsons juga mengungkapkan adanya

beberapa struktur institusional dalam mekanisme untuk memenuhi persyaratan

fungsional yang diberikan sehingga mencapai hasil sebuah identifikasi tipe

struktural tertentu yang ada dalam masyarakat (Doyle, 1990). Parsons dalam hal

ini menunjukkan :

a) Struktur kekerabatan, struktur ini berhubungan dengan pengaturan

pengungkapan perasaan, seksual, pemeliharaan dan pendidikan anak

muda.

b) Struktur prestasi instrumental dan stratifikasi, struktur ini menyalurkan

semangat dorongan individu dalam memenuhi tugas yang perlu untuk

mempertahankan kesejahteraan masyarakat keseluruhan sesuai dengan

nilai-nilai yang dianut bersama.

c) Teritorialitas, kekuatan dan integrasi dalam sistem kekuasaan, sema

masyarakat harus memiliki suatu bentuk organisasi teritorial. Hal ini perlu

untuk mengontrol konflik internal dan untuk berhubungan dengan

masyarakat lainnya, atau masyarakat memiliki suatu bentuk organisasi

politik.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

d) Agama dan integrasi nilai, pentingnya nilai-nilai yang dianut bersama

sudah sering kali ditekankan. Masalah membatasi nilai dan komitmen

yang kuat terhadap nilai-nilai itu sangat erat hubungannya dengan istitusi

agama. Secara tradisional agama memberikan kerangka arti simbolis yang

bersifat umum yang karenanya sistem nilai dalam masyarakat memperoleh

makna akhir atau mutlak.

Teori fungsionalisme menerangkan hal bahwa sistem sosial seimbang oleh

karena adanya nilai-nilai yang dianut bersama oleh individu seperti nilai moral

dan agama. Inilah yang mengikat individu dalam kelompok masyarakat.

Rusaknya nilai-nilai ini berarti rusaknya keseimbangan sosial melalui

ketidaknyamanan para individu-individu masyarakat. Menurut teori

fungsionalisme masyarakat merupakan suatu organisme yang harus ditelaah

dengan konsep biologis tentang struktur dan fungsinya (Nazsir, 2008).

Prinsip pokok perspektif fungsionalisme ini adalah sebagai berikut

1) Masyarakat merupakan sistem yang kompleks yang terdiri dari bagian-

bagian yang saling berhubungan dan tergantung, dan setiap bagian-

bagian tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap bagian-bagian

lainnya.

2) Setiap bagian dari sebuah masyarakat eksis karena bagian tersebut

memiliki fungsi penting dalam memelihara eksistensi dan stabilitas

masyarakat secara keseluruhan, karena itu eksistensi dari satu bagian

tertentu dari masyarakat dapat diterangkan apabila fungsinya bagi

masyarakat sebagai keseluruhan dapat diidentifikasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

3) Semua masyarakat mempunyai mekanisme untuk mengintegrasikan

dirinya, yaitu mekanisme yang dapat mengintegrasikan dirinya,

merekatkannya menjadi satu; satu bagian penting dari mekanisme

tersebut adalah komitmen anggota suatu masyarakat kepada

serangkaian kepercayaan dan nilai yang sama.

4) Masyarakat cenderung mengarah pada suatu keadaan ekuilibrium

(seimbang), dan gangguan pada salah satu bagiannya cenderung

menimbulkan penyesuaian pada bagian lain agar tercapai harmoni atau

stabilitas.

5) Perubahan sosial merupakan kejadian yang tidak biasa dalam

masyarakat, tetapi apabila hal tersebut terjadi, maka perubahan itu pada

umumnya akan membawa konsekuensi yang menguntungkan

masyarakat secara keseluruhan. Sebagai konsekuensi logis dari prinsip

pokok diatas, perspektif ini berpandangan bahwa segala hal yang tidak

berfungsi akan lenyap dengan sendirinya.

6) Karena agama sampai saat ini masih tetap eksis maka jelas bahwa

agama mempunyai fungsi atau bahkan memainkan sejumlah fungsi

didalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, perspektif fungsionalis

lebih memfokuskan perhatian dalam mengamati fenomena keagaamaan

pada sumbangan fungsional agama yang diberikan pada sistem sosial.

Melalui perspektif ini, pembicaraan tentang agama akan berkisar pada

permasalahan tentang fungsi agama dalam meningkatkan kohesi

masyarakat dan kontrol terhadap perilaku individu.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Teori tindakan ini dikemukakan oleh Max Weber yang kemudian

dikembangkan oleh Talcott Parsons yang menyatakan bahwa aksi itu bukanlah

perilaku/behavior. Aksi adalah tindakan mekanis terhadap stimulus sedangkan

perilaku merupakan proses mental yang aktif dan kreatif. Parsons juga

beranggapan bahwa yang utama bukanlah tindakan individu melainkan norma dan

nilai-nilai sosial yang menuntut dan mengatur perilaku itu. Kondisi objektif

disatukan dengan komitmen kolektif terhadap suatu nilai akan mengembangkan

suatu bentuk tindakan sosial tetentu. Parsons juga beranggapan bahwa

tindakannya juga melakukan klasifikasi tipe peranan dalam suatu sistem sosial

yang disebut pattern variables, yang didalamnya berisi tentang interaksi yang

afektif, beriorentasi pada diri sendiri dan orientasi kelompok. Sedangkan sistem

yaitu suatu kerangka yang terdiri dari beberapa elemen/sub elemen/sub sistem

yang saling berinteraksi dan berpengaruh.

Konsep sistem digunakan untuk menganalisis perilaku dan gejala sosial

dengan berbagai sistem yang lebih luas maupun dengan sub sistem yang

tercangkup didalamnya. Dalam pandangan Parsons, masyarakat dan suatu

organisme hidup merupakan sistem yang terbuka yang berinteraksi dan saling

mempengaruhi dengan lingkungannya. Sitem kehidupan ini dapat dianalisis

melalui interaksi atau bagian-bagian yang membentuk sistem dan pertukaran

antara sitem itu dengan lingkungannya. Parsons mengemukakan teorinya tentang

model masyarakat kedalam empat sistem tindakan yakni (Ritzer, 2008):

Universitas Sumatera Utara

Page 32: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

1. Sistem budaya

Dalam unit analisisnya yang paling dasar adalah tentang “arti” atau

“sistem simbolik”. Dalam tingkat ini, Parsons memusatkan perhatiannya

pada nilai yang dihayati bersama.

2. Sistem sosial

Kesatuan yang paling dasar pada analisanya adalah interaksi

berdasarkan peran. Menurut Tallcot Parsons sistem sosial adalah interaksi

antara dua atau lebih individu didalam suatu lingkungan tertentu.

3. Sistem kepribadian

Kesatuan yang paling dasar dari unit analisanya adalah individu

merupakan aktor atau pelaku. Pusat perhatian Parsons dalam analisisnya

adalah kebutuhan-kebutuhan, motif-motif, sikap-sikap, seperti motivasi

untuk mendapat kepuasan atau keuntungan.

4. Sistem organisme (aspek biologis manusia sebagai suatu sistem)

Kesatuan paling dasar dalam sistem ini adalah manusia dalam arti

biologis, yakni aspek fisik dari manusia itu. Yang termasuk aspek fisik

ialah lingkungan fisik dimana manusia itu hidup.

Inti pemikiran Parsons ditemukan didalam empat sistem tindakan

ciptaannya. Proplem Hobbesian tentang keteraturan yang dapat mencegah perang

sosial semua lawan semua, menurut Parsons tak dapat dijawab oleh filsuf kuno.

Parsons menemukan jawaban problem didalam fungsional struktural dengan

asumsi sebagai berikut (Ritzer, 2008):

1. Sistem memiliki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling

bergantung.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

2. Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan diri atau

keseimbangan.

3. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur.

4. Sifat dasar bagian dari suatu sistem berpengaruh terhadap bagian-bagian

lainnya.

5. sistem memelihara batas-batas dengan lingkungannya.

6. Alokasi dan integrasi merupakan dua proses fundamental yang diperlukan

untuk memelihara keseimbangan sistem

7. Sistem cenderung menuju kearah pemeliharaan keseimbangan diri yang

meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-

bagian dan keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan yang berbeda-

beda dan mengendalikan kecenderungan untuk merubah sistem dari

dalam.

Dengan asumsi-asumsi diatas hal ini menyebabkan bahwa Parsons

menempatkan analisis struktur keteraturan masyarakat pada perioritas utama.

Dengan demikian, ia sedikit sekali membicarakan/membahas mengenai perubahan

sosial.

Konsepsi Parson mengenai sistem sosial dimulai dari level mikro, yaitu

interaksi-interaksi antara ego dan alter ego, yang diartikan sebagai bentuk dasar

dari sistem dasar dari sistem sosial. Menurut Parsons sistem yang terdiri dari

beragam aktor individual yang berinteraksi satu sama lain dalam situasi yang

setidaknya memiliki aspek fisik atau lingkungan, aktor yang cenderung

termotivasi kearah optimalisasi kepuasan dan yang hubungannya dengan situasi

mereka, termasuk hubungan satu sama lain, didefenisikan dan diperantarai dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 34: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

bentuk sistem simbol yang terstruktur secara kultural dan dimiliki bersama

(Ritzer, 2008).

Walaupun sistem sosial identik dengan interaksi sosial namun Parsons

menganggap interaksi bukan hal terpenting dalam sitem sosial, namun ia

menempatkan status peran sebagai unit yang mendasari sistem sosial. Status

merujuk pada posisi struktural dalam sistem sosial, dan peran adalah apa yang

dilakukan aktor dalam suatu posisi.

Aktor tindak dipandang menurut pemikiran dan tindakan, karena dia tidak

lain hanyalah sekumpulan peran status dan peran. Contohnya, sosialisasi dalam

masyarakat membutuhkan seseorang yang mempunyai posisi struktural yang lebih

tinggi daripada masyarakat yang diberikan sosialisasi.

Menurut Talccot Parsons, kebudayaan merupakan kekuatan utama yang

mengikat sistem tindakan. Hal ini disebabkan karena didalam kebudayaan

terdapat norma dan nilai yang harus ditaati oleh individu untuk mencapai tujuan

dari kebudayaan itu sendiri. Nilai dan norma tersebut akan diinternalisasikan oleh

aktor kedalam dirinya sebagai suatu proses dalam sistem kepribadian agar

membentuk individu sesuia ang diinginkan dalam sistem kultural. Contohnya nilai

dan norma akan mendorong individu untuk bertutur kata lebih sospan kepada

orang yang lebih tua.

Parsons berpendapat bahwa sistem kultural sama dengan sistem tindakan

yang lain. Jadi, kebudayaan adalah sistem soimbol yang terpola dan tertata yang

merupakan sarana orientasi aktor, aspek sistem kepribadian yang

diinternalisasikan, dan pola-pola yang terinstitusionalkan dalam sistem sosial

(Ritzer, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 35: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

2.2. Elit Lokal

Teori elit dibangun diatas pandangan atau persepsi bahwa keberadaan elit

baik elit dibidang politik maupun elit dibidang agama tidak dapat dielakkan dari

aspek-aspek kehidupan modren ang serba kompleks. Elit diklasifikasikan atas elit

lokal atau elit setempat yaitu, lurah, guru, pegawai-pegawai daerah dan pusat,

tokoh-tokoh politik, agama dan petani kaya. Kepemimpinan elit tidak dapat

dielakkan dari sifatnya yang asli yaitu pemimpin merupakan seseorang yang

ditunjuk oleh masyarakat untuk mengatur dan mengarahkan berbagai persoalan-

persoalan yang dihadapi masyarakat mengarah pada kesejahteraan hidup

masyarakat.

Pada dasarnya tokoh elit ini dibedakan menjadi dua yakni: elit formal dan

elit informal. Elit formal adalah orang yang oleh organisasi/lembaga tertentu

ditunjuk sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan dan pengangkatan resmi

memangku suatu jabatan dan struktur organisasi dengan segala hak dan kewajiban

yang berkaitan dengannya untuk mencapai sasaran organisasi. Sedangkan

informal ialah orang yang tidak mendapatkan pengangkatan formal sebagai

pemimpin, namun karena dia memiliki kualitas unggul, dia mencapai kedudukan

sebagai orang yang mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu

kelompok atau masyarakat (Keller, 1995).

Ada dua tradisi akademik tentang elit. Dalam tradisi yang lebih tua elit

diperlukan sebagai sosok khusus yang menjalankan misi historis, memenuhi

kebutuhan mendesak, melahirkan bakat-bakat unggul. Elit dipandang sebagai

kelompok pencipta tatanan yang dianut oleh semua pihak. Dalam pendekatan

Universitas Sumatera Utara

Page 36: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

yang lebih baru, elit dipandang sebagai kelompok yang menghimpun para

petinggi para pemerintahan (Kartini, 1998).

Dalam setiap masyarakat akan selalu terdapat peran dan pengaruh. Namun

agar dapat menggunakan peran dan pengaruh tersebut secara optimal maka

seseorang harus memiliki keunggulan dibanding orang lain. Dalam kenyataannya

orang yang memiliki keunggulan hanya berjumlah sedikit dan mempunyai

pengaruh yang sangat besar dalam masyarakat itulah yang disebut dengan elit.

Lebih lanjut disampaikan bahwa masing-masing elit dapat menguasai dari satu

bidang sehingga peran dan pengaruhnya dimasyarakat akan besar. Menurut

Raymond Aron (ahli sosiologi dan wartawan); menyatakan bahwa ide tentang elit

ini menjadi minoritas yang melaksanakan kekuasaan; dimana saja dia berbicara

mengenai kelas-kelas penguasa (keller, 1995).

Secara umum konsep elit menunjukkan ciri-ciri berikut: 1) superioritas

atau kelebihan dalam bidang-bidang tertentu, kekuasaan, pengetahuan, kekayaan

dan sebagainnya. 2) karena kelebihannya sehingga menempati kedudukan sosial

yang lebih tinggi diatas warga masyarakat lainnya. Dalam kehidupan masyarakat

ada anggapan bahwa akan selalu dibutuhkan seorang pemimpin, sehingga akan

muncul orang yang diperintah dan memerintah orang yang lainnya. Menurut

Pareto, dalam hubungan memerintah dan diperintah tersebut akan terdapat

governing elit dan non governing elit yang kemudian digambarkan melalui

gambar piramida dimana dibawah kedua golongan elit tersebut kemudian terdapat

yang disebut non golongan elit yang jumlahnya lebih banyak daripada kedua jenis

golongan elit tersebut. dengan keunggulan yang dimiliki maka elit akan dapat

meningkatkan peran dan pengaruhnya dimasyarakat (Keller, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Page 37: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

2.3. Konsep Kerukunan

Secara etimologis kata kerukunan pada mulanya adalah bahasa Arab, yaitu

“ruknum” berarti tiang, dasar, sila. Jamak ruknum adalah “arkan”, artinya suatu

bangunan sederhana yang terdiri dari bagian unsur dari kata arkan diperoleh

pengertian, bahwa kerukunan merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari berbagai

unsur yang berlainan dan setiap unsur tersebut saling menguatkan (Syaukani,

2008). Dalam bahasa Indonesia arti rukun adalah:

1. Rukun nominal adalah sesuatu yang dipenuhi untuk sahnya pekerjaan, seperti

tidak sahnya manusia dalam sembahyang yang tidak cukup syarat, dan

rukunya asas, yang berarti dasar atau sendi: semuanya terlaksana dengan baik

dan tidak menyimpang dari rukunnya agama.

2. Rukun ajektif berarti baik dan damai tidak bertentangan: hendaknya kita

hidup rukun dengan tetangga, bersatu hati, sepakat.

Menurut Eka Darmaputera, kerukunan dibagi menjadi dua yakni,

kerukunan yang Autentik yang artinya kerukunan itu sungguh-sungguh keluar

dari hati yang tulus dan murni. Kerukunan Dinamis artinya kerukunan dimana

orang hidup tidak sekedar hidup berdampingan (ko-eksisten) secara damai,

kerukunan yang dinamis adalah kerukunan dimana di dalamnya kelompok-

kelompok yang berbeda secara proaktif, dinamis serta kreatif terlibat dalam

interaksi yang intens dan terus-menerus untuk mencari kebenaran yang lebih

tinggi, untuk merumuskan kesepakatan-kesepakatan bersama yang lebih

berkualitas (Yewangoe, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 38: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Kerukunan berarti sepakat dengan perbedaan-perbedaan dan menjadikan

perbedaan tersebut sebagai titik tolak untuk membina kehidupan sosial yanrg

saling pengertian dan menerima dengan ketulusan hati dan penuh dengan

keiklasan. Kerukunan merupakan kondisi dan proses tercipta dan terpeliharanya

pola-pola interaksi yang beragam diantara unit-unit (unsur / subsistem) yang

otonom. Kerukunan mencerminkan hubungan timbal balik yang ditandai oleh

sikap untuk saling menerima, saling mempercayai, saling menghormati dan

menghargai, serta sikap saling memaknai kebersamaan.

Menurut Lubis (2005:7-8) dalam bahasa inggris disepadankan dengan

harmonious atau concord. Dengan demikian, kerukunan berarti kondisi sosial

yang ditandai oleh adanya keselarasan, kecocokan atau ketidak berselisihan.

Dalam literatur ilmu sosial kerukunan diartikan dengan istilah integrasi sosial.

Kerukunan merupakan kondisi dan proses tercipta dan terpeliharanya pola-pola

interaksi yang beragam diantara unit-unit (unsure / sub sistem) yang otonom.

Kerukunan mencerminkan hubungan timbal balik yang ditandai oleh sikap saling

menerima, saling mempercayai, saling menghormati dan menghargai, serta sikap

saling memaknai kebersamaan (Suryawandan, 2016).

Dengan demikian kerukunan merupakan jalan hidup manusia yang

memiliki bagian-bagian dan tujuan tertentu yang harus dijaga bersama-sama,

seperti hidup saling tolong-menolong, toleransi, tidak saling bermusuhan, saling

menjaga satu sama lain. Menurut Suseno (2001), Prinsip kerukunan bertujuan

untuk mempertahankan masyarakat dalam keadaan harmonis. Rukun ialah berada

dengan selaras, damai dan tentram, tanpa perselisihan dan pertentangan, bersatu

dalam maksud untuk membantu. Kata rukun juga menunjuk atau bertujuan pada

Universitas Sumatera Utara

Page 39: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

cara bertindak pada individu maupun kelompok. Berlaku rukun berarti mencegah

tanda-tanda ketegangan dalam masyarakat atau antara pribadi-pribadi sehingga

hubungan-hubungan sosial tetap kelihatan selaras dan baik (Soehardi, 2002).

Kerukunan antar agama yang dimaksud ialah mengupayakan terciptanya

suatu keadaan yang tidak ada pertentangan intern dalam masing-masing umat

beragama, antar golongan agama-agama yang berbeda satu sama lain, antara

pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama lainnya, antara umat beragama

dengan pemerintah.

Menurut Weinata Sairin (2006) kerukunan antar agama merupakan salah

satu pilar utama dalam memelihara persatuan bangsa dan kedaulatan negara

republik indonesia. Kerukunan diartikan sebagai kondisi hidup dan kehidupan

yang mencerminkan suasana damai, tertib, tentram, sejahtera, hormat-

menghormati, tenggang rasa, gotong royong sesuai ajaran agama dan kepribadian

pancasila. Dengan kata lain kerukunan dalam perspektif agama adalah hidup

damai dan tentram saling toleransi antara masyarakat yang beragama sama

ataupun berbeda, kesediaan mereka untuk menerima adanya perbedaan keyakinan

dengan orang atau kelompok lain, membiarkan orang lain untuk mengamalkan

ajaran yang diyakini oleh masing-masing masyarakat, dan kemampuan untuk

menerima perbedaan.

Kerukunan antar agama adalah suatu bentuk hubungan yang harmonis

dalam dinamika pergaulan hidup bermasyarakat yang saling menguatkan yang

diikat oleh sikap pengendalian hidup dalam wujud (Hendropuspito, 2000):

Universitas Sumatera Utara

Page 40: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

1) Saling hormat menghormati kebebasan menjalankan ibadanya sesuai

dengan agamanya

2) Saling hormat-menghormati dan bekerjasama intern pemeluk agama, antar

berbagai golongan agama dan umat-umat beragama dengan pemerintah

yang sama-sama bertanggungjawab membangun bangsa dan negara

3) Saling tenggang rasa dan toleransi dengan tidak memaksa agama dengan

orang lain.

2.1.1. Tri Kerukunan

Untuk mencegah agar manusia tidak terjebak dalam konflik-konflik atas

perbedaan, maka indonesia mencanangkan tri kerukunan yakni (Yewangoe,

2002):

1. Kerukunan intern-umat beragama

Ialah kerukunan di antara aliran-aliran / paham-paham yang ada dalam

suatu umat atau komunitas agama. Dalam hal ini, diperlukan kesadaran-kesadaran

para umat beragama agar saling menghargai satu sama lain supaya tidak timbul

pertentangan atau miskonsepsi terhadap suatu agama yang dianutnya. Dan para

tokoh agama dalam hal pembinaannya agar menonjolkan tentang agama yang baik

agar teciptanya suasana harmonis antara umat beragama ataupun beda agama.

2. Kerukunan antar-umat beragama

Ialah kerukunan diantara pemeluk-pemeluk agama yang berbeda-beda

yaitu diantara pemeluk islam dengan pemeluk kristen-protestan, katolik, hindu

dan budha. Kerukunan yang dimaksud adalah diupayakannya bahwa yang beda

Universitas Sumatera Utara

Page 41: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

agama agar mempunyai rasa toleransi, menciptakan suasana damai, tentram,

damai, mengurangi adanya pembedaan dan hidup berdampingan satu sama lain

antar umat beragama serta menjungjung tinggi nilai-nilai pancasila.

3. Kerukunan antar umat-beragama dengan pemerintah

Ialah supaya diupayakan keserasian dan keselarasan di antara para

pemeluk atau pejabat agama dengan para pejabat pemerintah dengan saling

memahami dan menghargai tugas masing-masing dalam rangka membangun

masyarakat dan bangsa indonesia yang beragama. Dalam Undang-Undang 1945

Pasal 29 Ayat (2) dengan tegas menyatakan Negara menjamin kemerdekaan tiap-

tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah

menurut agamanya dan kepercayannya. Pasal tersebut dikuatkan dengan Undang-

Undang No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 22 Ayat (2), maka

Negara tidak diperkenankan melakukan diskriminasi dan membatasi kebebasan

beragama dan keyakinan warga negaranya.

2.1.2. Faktor-Faktor Pendukung Kerukunan

Faktor pendukung kerukunan antar umat beragama terwujud karena antar

pemeluk agama atau intern pemeluk agama yang berbeda aliran terdapat

hubungan persaudaraan (geneologis, terjadi simbiosis mutualisme di bidang

perekonomian, pemahaman dalam batin antar-pemeluk agama dan atau intern

agama yang berbeda aliran diwujudkan dalam kehidupan dengan mengedepankan

persamaan kebutuhan dan menafikan konflik yang lazimnya dipicu oleh

perbedaan keyakinan dan agama, pola pikir antar pemeluk agama dan atau intern

agama yang berbeda aliran terjauhkan dari sikap negatif (Rosyid, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Page 42: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

1. Antar agama dan intern agama yang berbeda aliran terdapat hubungan

persaudaraan (geneologis), dimana lebih mengedepankan ikatan

persaudaraan yang berimbas saling memahami perbedaan agama dan

perbedaan aliran kepercayaan.

2. Antar pemeluk agama dan atau intern agama yang berbeda aliran

terjadinya simbiosis mutualisme di bidang perekonomian yakni mitra

kerja.

3. Pemahaman dalam batin antar pemeluk agama dan atau intern umat

beragama yang berbeda aliran diwujudkan dalam kehidupan dengan

mengedepankan persamaan kebutuhan dan menafikan oleh perbedaan

keyakinan agama.

4. Pola pikir antar-pemeluk agama atau intern agama yang berbeda agama

terjauhkan dari sikap negatif. Hal ini karena adanya kesamaan kehidupan

ekonomi masyarakat yang sama.

5. Warga minoritas mengikuti acara budaya yang bernuansa ritual

keagamaan jika diundang menghadiri acara warga mayoritas, seperti

hajatan untuk doa kematian, hajatan menantu dan hajatan lainnya. Begitu

juga sebaliknya, pemeluk agama mayoritas akan memenuhi hal yang sama

karena sepenanggungan

6. Adanya hubungan kerjasama dalam pembangunan antara kelompok

mayoritas dan minoritas

7. Terdapat dalam hubungan kekeluargaan dimana ada anggota-anggota

didalam keluarga memiliki multiagama. Dalam artian setiap individu

bebas menentukan mana yang baik dan yang buruk untuk dirinya.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

2.4. Penelitan Relevan

Pembahasan mengenai kerukunan antar umat beragama bukan kali

pertama diangkat dalam penyusunan skripsi, namun telah banyak diteliti oleh

peneliti sebelumnya. Salah satu penelitian yang berkaitan dekat dengan penelitian

ini adalah tesis Mukti Ali Harahap program pascasarjana UNIMED. Dalam

penelitiannya mengenai nilai budaya yakni peranan Dalihan Natolu dalam

mewujudkan kerukunan umat beragama di Balige.

Kerukunan antar umat beragama di Indonesia memang sangat kompleks

dalam mewujudkan hubungan yang harmonis. Hal tersebut dipengaruhi bahwa

keanekaragaman masyarakat Indonesia yang terdiri dari budaya, ras, etnis, klan,

agama, dan yang lainnya. Suatu hubungan harmonis akan terjalin apabila suatu

nilai-nilai dan norma dihayati dan diinternalisasikan dalam kepribadian setiap

individu. Seperti halnya nilai Pancasila merupakan ideologi seluruh bangsa

Indonesia dalam mewujudkan integritas bangsa yang tercermin dalam semboyan

Bhineka Tunggal Ika. Dalam mewujudkan suatu kerukunan yang berbeda

identitas merupakan hal yang kompleks, untuk itu diperlukan suatu peranan yang

dapat menjaga, mempertahankan dan mewujudkan nilai-nilai yang menjadi

landasan masyarakat.

Menurut hemat penulis, hubungan harmonis antar umat beragama akan

tercapai apabila nilai dan norma kebudayaan, agama, dihayati dan dipraktikkan

dalam pola hidup setiap individu. Seperti halnya Dalihan Natolu adalah suatu

bentuk sistem yang didalam terdapat subsistem-subsistem yang mencerminkan

pola keteraturan dan pola keseimbangan masyarakat. Pola keseimbangan

Universitas Sumatera Utara

Page 44: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

masyarakat tercermin dalam peranan status yang terdapat dalam unsur-unsur

Dalihan Natolu sebagai nilai kebudayaan masyarakat Batak Toba. Peranan status

merupakan suatu kewajiban dan hak, yang tercermin dalam suatu tindakan atau

perilaku setiap individu maupun kelompok. Keteraturan akan terwujud apabila

setiap status yang dimiliki individu maupun kelompok diperankan sesuai dengan

fungsi statusnya. Talccot Parsons juga mengemukakan bahwa keteraturan

masyarakat tercipta dengan adanya sistem kebudayaan yang menjadi landasan

masyarakat. sistem kultur tersebut menjadi sasaran orientasi setiap individu untuk

bertindak. Perbedaan pandangan agama akan bersifat mengurangi apabila setiap

individu yang berbeda unsur kebudayaan melakukan asimilasi yakni melalui

peleburan dalam pernikahan. Hal tersebut adalah suatu tindakan yang secara

otomatis dapat menjalin hubungan rukun antar yang beda agama. Sistem

kekerabatan masyarakat kebudayaan suku Batak Toba adalah Dalihan Natolu. Hal

tersebut merupakan suatu sistem yang mempersatukan masyarakat yang berbeda

agama dimana setiap individu masyarakat dalam melakukan pemenuhan

kebutuhan biologisnya adalah dengan menikah dengan lawan jenis masing-masing

dan juga berbeda klan.

Sistem kekerabatan adalah suatu wujud yang mencerminkan tindakan dan

perilaku masyarakat. Tindakan atau perilaku tersebut adalah wujud kebudayaan,

seperti halnya wujud dalam unsur-unsur Dalihan Natolu, somba marhula-hula,

manat mardongan tubu, elek marboru. Hal tersebut merupakan norma-norma yang

harus dijalankan setiap individu masyarakat Batak, yang artinya individu dalam

wujud tersebut harus menjalankan fungsi peranan statusnya. Hal inilah yang

menjadi cerminan kerukunan antar umat beragama di Balige dimana baik yang

Universitas Sumatera Utara

Page 45: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

beragama Islam maupun Kristen terikat dengan kerabat dan pola budaya Batak

secara teritorial.

Dalam hemat penulis suatu kerukunan akan terjalin dengan harmonis

apabila setiap masyarakat bersikap “conformity” yakni menyesuaikan atau

menyelaraskan pola nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang berlaku dimasyarakat.

Penyesuaian atau penyelarasan yang mendukung kerukunan antar umat beragama

adalah adanya penyelarasan dibidang kebudayaan setiap individu yakni

kebudayaan agama. Misalnya, dalam budaya Batak Toba daging Babi adalah

makanan Khas terutama di pesta adat, tetapi bagi umat Muslim hal tersebut adalah

“Haram” (tidak dapat dikonsumsi). Suatu tindakan rukun atau perilaku rukun

adalah dengan melakukan pemotongan hewan lain atau juga dengan pemesanan

makanan khusus. Hal inilah yang menjadi dasar pijakan yang hendak diteliti oleh

penulis, dimana masyarakat Pangururan hidup dengan rukun dengan adanya

adaptasi/penyelarasan nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang berlaku di masyarakat.

Maka dengan itu penulis tertarik untuk membahasnya dengan judul kerukunan

antar umat beragama studi etnografi: nilai sosial kerukunan antar umat beragama

kecamatan Pangururan kabupaten Samosir (Mukti Ali Harahap, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 46: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan dan

memecahkan suatu masalah. Metode penelitian yang dimaksud adalah sebagai

cara yang ilmiah untuk mendapatkan data yang valid, dengan tujuan untuk dapat

ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan tentang suatu gejala atau fenomena

tetentu sehingga, dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan

mengantisipasi masalah (sugiyono : 2009).

Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah etnografi

dan pendekatan kualitatif. Clifford Geertz (1992) mengemukakan etnografi

merupakan lukisan mendalam. Etnografi merupakan catatan mendalam mengenai

penelitian mengenai keanekaragaman sruktur-struktur konseptual yang kompleks.

Seorang etnografer pertama-tama harus memahami dan kemudian menerjemahkan

struktur-struktur tersebut. Metode etnografi digunakan agar mampu menghasilkan

data-data yang mendalam mengenai suatu gejala sosial yang akan diteliti,

sehingga ekplorasi data secara mendalam bisa terjaring dengan baik. Pendekatan

kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari

perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan sosial. Pendekatan

kualitatif juga biasa dikaitkan dengan pengertian yang sama dengan pendekatan

yang dikenal dalam antropologi yang dinamakan pendekatan holistic. Dalam

penelitian kualitatif tidak dekenal sampel, tetapi penelitian kasus yang diteliti

secara mendalam dan menyeluruh untuk memperoleh gambaran mengenai

Universitas Sumatera Utara

Page 47: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

prinsip-prinsip umum atau pola-pola yang berlaku umum berkenaan dengan

gejala-gejala yang ada dalam kehidupan sosial dari komuniti yang diteliti sebagai

kasus (Famiola, 2008).

Pendekatan kualitataif ini juga bertujuan untuk menggambarkan,

meringkas berbagai kondisi, dan fenomena realitas sosial yang ada dimasyarakat

yang menjadi objek penelitian dan menarik realitas itu kepermukaan sebagai suatu

ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun

fenomena tertentu (Bungin, 2007). Artinya data yang dikumpulkan bukan

merupakan angka-angka, statistika, melainkan data tersebut berasal dari naskah

wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, jurnal, internet

dan dokumen resmi lainnya.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat atau wilayah penelitian tersebut

dilaksanakan. Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah kecamatan Pangururan

kabupaten Samosir provinsi Sumatera Utara. Dalam kajian penelitian ini, peneliti

memusatkan fokus lokasi penelitian ini di Desa pasar pangururan. Adapun alasan

peneliti untuk melakukan penelitian di daerah ini adalah dikarenakan masyarakat

di daerah ini multiagama (bermacam-macam agama) dan yang menarik perhatian

peneliti, bahwa perbedaan agama tersebut mempunyai hubungan yang rukun dan

harmoni antar sesama penganut agama yang berbeda.

Universitas Sumatera Utara

Page 48: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

3.3. Unit Analisis dan Informan

Dalam melakukan penelitian harus mempunyai unit analisis (satuan

tertentu yang dapat dihitung sebagai suatu subjek penelitian) dan informan yang

menjadi sumber informasi dalam penelitian ini.

3.3.1. Unit Analisis

Karakteristik dari penelitian kualitatif adalah menggunakan apa yang

dimaksud dengan unit analisis. Unit analisis kualitatif terdiri dari tingkat yang

sangat mikro yaitu pikiran dan tindakan individu, sampai dengan konteks yang

paling makro, yaitu sistem dunia (Bungin, 2007). Dalam penelitian ini yang

menjadi unit analisis adalah masyarakat yang beragama kristen dan agama islam.

3.3.2. Informan

Informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi yang aktual

dalam menjelaskan masalah penelitian. Informan adalah orang yang diperkirakan

menguasai dan memahami data, ataupun fakta dari suatu objek penelitian

(Bungin:2007). Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini dibagi

menjadi dua yaitu:

3.3.2.1.Informan Kunci

Informan kunci adalah individu-individu yang sangat memahami

permasalahan yang diteliti serta dianggap memiliki atau mengetahui informasi

pokok yang diperlukan dalam penelitian tersebut.

Dalam penelitian ini informan kunci adalah tokoh-tokoh masyarakat yang

mengerti dan memehami permasalahan keberagaman agama di Pangururan, serta

Universitas Sumatera Utara

Page 49: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

mengetahui apa yang mendasari praktik perilaku rukun antar umat beragam di

Pangururan. Dalam penelitian ini, informan kunci sangat dibatasi mengingat

sensitifitas hubungan antar umat beragama di Indonesia untuk itu, peneliti

mempertimbangkan seorang informan dalam memberikan informasi mengenai

masalah penelitian ini. Penulis menyaring informan sebagai informan kunci agar

tidak terjadi kekeliruan dalam pengumpulan data dalam hal ini. Untuk itu penulis

memilahnya dengan memilih informan yang mengetahui banyak mengenai

hubungan antar umat beragama dan juga terjun dalam tugas untuk menjaga dan

mempertahankan hubungan antar umat beragama.

Informan dipilih menjadi informan kunci atas dasar alasan bahwa mereka

adalah objek penelitian ini dan mereka dapat memberikan data bagaimana

kerukunan antar umat beragama di Pangururan dapat terjalin dengan harmonis.

Terjaring 8 orang informan kunci, yang terdiri dari 1 orang dari Depag, 2 orang

dari FKUB, 1 orang tokoh adat, 3 orang tokoh agama, 1 orang MUI

3.3.2.2. Informan Biasa

Informan pendukung atau informan biasa adalah orang yang dapat

dijadikan sebagai pelengkap informasi yang dibutuhkan. Informan pendukung

biasanya orang-orang yang mengetahui informasi tentang masalah dalam

penelitian namun informasinya cenderung terbatas sehingga informasi dan

informan biasa hanya akan menjadi data tambahan untuk memperjelas data dari

informan kunci. Informan biasa dalam penelitian ini adalah masyarakat yang

berhubungan langsung antara umat Kristen dan umat Islam dalam kesehariannya

Universitas Sumatera Utara

Page 50: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

dan mampu menjadi objek penelitian yang tentunya mampu memberikan

informasi tambahan.

Alasan mengapa masayarakat yang berhubungan langsung antar umat

beragama yang berbeda, karna mereka langsung terlibat dalam bentuk hubungan

aktivitas-aktivitas sehari-harinya, sehingga dengan begitu, dapat memberikan

informasi yang mungkin dapat memperjelas atau memperkuat data yang diberikan

oleh informan kunci. Informan biasa terdiri dari empat orang.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi atau

data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Dalam

pengumpulan data dilakukan dengan beberapa metode untuk memperoleh data

atau informasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan

data sebagai berikut

3.4.1. Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer adalah peneliti melakukan kegiatan

langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data dan informasi yang lengkap

berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Teknik pengumpulan data secara

perimer merupakan hal yang paling penting untuk dilakukan oleh seorang peneliti

untuk memperoleh data yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian

sipeneliti. Adapun teknik pengumpulan data primer ini dilakukan dengan cara:

Universitas Sumatera Utara

Page 51: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

3.4.1.1. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah dengan menggunakan indera sebagai

alat untuk melihat keseharian manusia dalam melakukan aktivitasnya. Dengan

menggunakan metode observasi, peneliti dapat mengidentifikasi dan

mengkategorikan dan melihat sejauh mana tingkat gejala atau fenomena yang

harus diamati dan perlu untuk diteliti (Bungin, 2007).

Adapun yang menjadi objek observasi dalam penelitian ini adalah

peneliti langsung kelokasi penelitian dan mengamati bagaimana aktivitas sosial

sebelum dilanjutkan kepada wawancara yang mendalam. Dalam penelitian ini

yang akan diobservasi adalah sistem landasan yang mempengaruhi terciptanya

kerukunan antar umat beragama serta bagaimana peran masing-masing

masyarakat dalam menjaga dan mempertahankan keteraturan dan pola

keseimbangan hubungan masyarakat yang berbeda agama di lingkungan

kecamatan Pangururan. dan juga bagaimana peran-peran tokoh-tokoh masyarakat

dalam membangun maupun menjaga dan mempertahankan keharmonasan antar

umat beragama di Pangururan.

3.4.1.2. Wawancara

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada orang-orang

yang menjadi informan dari peneliti, ini bisa disebut dengan metode interview

guide, yakni aturan-aturan daftar pertanyaan yang dijadikan acuan bagi peneliti

untuk memperoleh data yang diperlukan. Metode pengumpulan data dengan

wawancara yang dilakukan berulang-ulang kali dan membutuhkan waktu yang

cukup lama bersama informan dilokasi penelitian (Bungin, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 52: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Wawancara yang dimaksud adalah percakapan yang mendalam yang

bersifat terbuka dan tidak baku. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data

dan informasi secara lengkap tentang kerukunan antar umat beragama yang

difokuskan mengenai apa yang menjadi dasar praktik masyarakat dalam menjalin

hubungan harmonis di kecamatan Pangururan. wawncara langsung dilakukan

secara bertatap muka dengan kedua jenis informan yakni informan kunci dan

informan biasa.

3.4.2. Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder adalah pengumpulan data yang

dilakukan melalui penelitian studi kepustakaan yang diperlukan untuk mendukung

data yang berkaitan dengan penelitian.data diperoleh dari buku-buku ilmiah,

tulisan ilmiah dan laporan penelitian yang berkaitan dengan objek kajian

penelitian, penelitian terdahulu, serta materi-materi yang dianggap relevan dengan

masalah-masalah yang diteliti.

Dalam pengumpulan data sekunder, majalah, jurnal, dokumentasi yang

diperoleh dari sumber elektronik atau internet dapat dilakukan. Metode ini untuk

memeksimalkan data baik mengenai teori atau kajian yang berkaitan dengan

permasalahan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan bahan

sebagai data sekunder dari jurnal ilmiah tentang kerukunan antar umat beragama

di Pangururan, buku tentang teori-teori sosiologi, buku tentang pluralitas agama,

dan juga konsep yang menyerupai kerukunan antar umat beragama.

Universitas Sumatera Utara

Page 53: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

3.5 Interpretasi Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dimulai dengan menelah seluruh data

yang telah tersedia dari berbagai sumber yaitu wawancara, pengamatan yang

sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen resmi, foto dan sebagainya

(Moleong, 2010). Data yang diperoleh nantinya disaring dan menghasilkan inti

atau rangkuman data yang diperoleh, kemudian ditampilkan kembali dalam

bentuk yang sederhana. Interpretasi data merupakan suatu kegiatan

menggabungkan antara hasil analisis dengan permasalahan penelitian untuk

menemukan makna yang ada dalam permasalahan. Interpretasi data dimulai

dengan menelah seluruh data yang tersedia yang dapat melalui observasi,

wawancara, dan juga dokumentasi. Setelah itu data akan dipelajari dan ditelaah

kembali menggunakan teori yang digunakan dan diinterpretasikan secara kualitatif

untuk menganalisis permasalahan tersebut. analisis data melibatkan pengumpulan

data ang terbuka, yang didasarkan pada pernyataan-pernyataan umum, dan

analisis informasi dari partisipan (Creswel, 20013).

Untuk menghasilkan rangkuman, maka data yang telah tersedia

sebelumnya telah dibaca, dipelajari, dan ditelaah sebelumnya. Dengan demikian

hasil interpretasi data ini tetap berada pada fokus penelitian. Selanjutnya

dilakukan penyusunan data-data, kemudian dikategorikan dan dikembangkan

dengan dukungan teori dalam kajian pustaka, serta diinterpretasikan secara

kualitatif. Yaitu proses pengolahan data dimulai dari tahap mengedit data sesuai

dengan pokok permasalahan, serta metode penelitian yang telah ditetapkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 54: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

BAB IV

HASIL DAN INTERPRETASI DATA

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum

Penelitian ini dilakukan di Pangururan yang merupakan salah satu wilayah

kecamatan yang terletak di kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Indonesia.

Pangururan adalah ibu kota kabupaten Samosir setelah pemekaran pada tahun

2003 dari kabupaten Toba Samosir. Kabupaten Samosir adalah sebuah pulau yang

terbentuk dari letusan Gunung Toba sekitar tahun 69000 – 77000 tahun yang lalu

yang dideskripsikan sebagai letusan supervulkanologi yang sangat dasyat yang

memuntahkan 1000 km3 material letusan dengan ketinggian letusannya mencapai

50 km dan mempengaruhi suhu dan kondisi dilapisan toposphere dan stratosphere

bumi.

Kecamatan Pangururan adalah ibu kota dari kabupaten Samosir, untuk

dapat mengetahui sejarah terbentuknya Pangururan penulis mengalami kesulitan

dengan tidak adanya catatan atau penelitian yang relevan yang menyangkut

gambaran sejarah mengenai terbentuknya Pangururan. Namun menurut informasi

dari media massa,konon ceritanya bahwa nama dari Pangururan ini terbentuk dari

suatu “partukkoan” atau dalam bahasa indonesia tempat perkumpulan, kedai

(warung) dan sekaligus sebagai tempat bermain judi masyarakat Batak yang

datang dari perkampungan lainnya,dan tempat perkumpulan tersebut didirikan

raja Natanggang pada waktu itu. Setiap orang atau masyarakat yang bermain judi

ditempat itu selalu kalah ataupun kehabisan uang sehingga banyak orang-orang

Universitas Sumatera Utara

Page 55: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

atau masyarakat mengatakan tempat itu adalah tempat Pang-urur-an uang atau

dalam bahasa indonesia sebagai tempat kita mengeluarkan uang.Oleh karna hal

tersebut, maka raja Natanggang sebagai keturunan dari raja Sitempang

menjadikan nama tempat tersebut Pangururan (www. Partukkoan.com).

Dilihat dari sejarah singkat diatas, bahwa Pangururan sampai sekarang

tetap berdiri sesuai latar historisnya, dimana tempat masyarakat untuk

mengeluarkan uang. Sebagai bukti Pangururan adalah sebagai pusat kota

Kabupaten Samosir, sebagai pusat perbelanjaan masyarakat kabupaten Samosir

dan pusat pemerintahan kabupaten Samosir.

Penduduk kecamatan Pangururan secara etnis bahwa suku yang pertama

kali yang bertempat tinggal diwilayah tersebut adalah masyarakat yang beretnis

Batak Toba. Sejarah etnis Batak Toba di Samosir menurut pengakuan masyarakat

dan bersumber dari buku yang diperoleh, menurut Ypes keberadaan masyarakat

Batak Toba pada mulanya berasal dari Teluk Haru provinsi Aceh dan kemudian

pindah ke Pusuk Buhit ditepian Danau Toba (Simanjuntak, 2006).

Kemudian dari Pusuk Buhit, menurut Cunmingham keturunan Batak

tersebut melakukan migrasi lagi keseluruh tanah Batak yang sekarang yakni:

wilayah Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, kabupaten Asahan,

Simalungun, Deli Serdang, Labuhan Batu, Aceh Tenggara dan luar Sumatera

(simanjuntak, 2006). Menurut mitos, saat Si Raja Batak sampai di Pusuk Buhit

(Pucuk Bukit), Masyarakat meyakini bahwa Si Raja Batak Merupakan manusia

ciptaan dewa (Mulajadi Nabolon). Melihat kesendirian Si Raja Batak, maka dewa

Universitas Sumatera Utara

Page 56: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

(Mulajadi Nabolon) mengirimkan putrinya untuk menemani Si Raja Batak dan

menikah dengannya.

Si Raja Batak memiliki dua anak yang disebut Guru Tateabulan dan Raja

Isumbaon. Guru Tateabulan memiliki lima orang anak laki-laki yakni: Raja Biak-

Biak, Sariburaja, Limbongmulana, Sagalaraja, Malauraja dan memiliki empat

anak perempuan yakni: Sibidinglaut, Si Boru Pareme, Si Boru Paromas dan Nan

Tinjo. Anak pertama Guru Tateabulan adalah Raja Biak-Biak dan diyakini

sebagai mahluk yang dapat berubah wujud, namun sampai saat ini keberadaan raja

biak-biak tersebut dan siapa keturunannya tidak diketahui. Dan anak kedua dari

Guru Tateabulan yakni Sariburaja menikahi adiknya Si Boru Pareme.

Sariburaja merupakan anak kedua dari Guru Tateabulan yang pertamakali

pergi merantau dan menjadi leluhur bagi kelompok besar marga lainnya yaitu

Lontung. Sedangkan Limbongmulana dan Sagalaraja menjadi marga menetap dan

penghuni tetap di lereng Pusuk Buhit (Pucuk Bukit). Sementara Malauraja dan

keturunanya berpencar ke daerah Pangururan saat ini. Raja Isumbaon anak kedua

dari Si Raja Batak memiliki keturunan yang bernama Sorimangaraja dan

kemudian memiliki tiga anak yakni: Sorba Dijulu, Sorba Dijae dan Sorba Dibanua

dan kemudian memiliki anak yang dijadikan marga saat ini.

Marga-marga diatas menyebar hampir disetiap daratan yang berdekatan

dengan Danau Toba. Marga merupakan nama leluhur yang kemudian dijadikan

sebagai kelompok seperti ikatan marga saat ini. Kemudian menyebar kesegala

penjuru wilayah Indonesia bahkan Dunia sampai saat ini. Melalui sumber-sumber

Universitas Sumatera Utara

Page 57: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

yang ada maka dapat dijelaskan bagaimana posisi masyarakat Batak Toba sebagai

penghuni awal dan berpengaruh sampai saat ini di wilayah kabupaten Samosir.

4.1.2. Letak Geografis

Kecamatan Pangururan merupakan sebuah kecamatan yang berada di

kabupaten Samosir, Sumatera Utara, Indonesia. Luas wilayah kecamatan

Pangururan sebesar 121,43 km2 dengan ketinggian berada pada 904 – 2.157 m

diatas permukaan laut.

Secara administratif batas-batas wilayah kecamatan Pangururan antara

lain: sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Simanindo, sebelah Selatan

berbatasan dengan kecamatan Palipi, sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan

Sianjur Mula-Mula dan sebelah Timur berbatasan dengan Ronggur Nihuta.

Kecamatan Pangururan terdiri dari 28 desa, berikut tabel nama-nama desa

di kecamatan Pangururan:

Daftar Nama-Nama Desa/Kelruahan

NO DESA/KELURAHAN JUMLAH DUSUN

01 Desa Sialanguan 2 Dusun

02 Desa Situngkir 2 Dusun

03 Desa Hutabolon 2 Dusun

04 Desa Siopat Sososr 2 Dusun

05 Desa Parbaba Dolok 3 Dusun

06 Desa Lumban Suhi-Suhi Toruan 3 Dusun

07 Desa Lumban Suhi-Suhi Dolok 2 Dusun

Universitas Sumatera Utara

Page 58: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

08 Desa Pardomuan Nauli 2 Dusun

09 Desa Sitolu Huta 2 Dusun

10 Desa Sinabulan 2 Dusun

11 Desa Aek Nauli 2 Dusun

12 Desa Parhorasan 3 Dusun

13 Desa Panampangan 2 Dusun

14 Desa Pardugul 2 Dusun

15 Desa Parlondut 2 Dusun

16 Desa Sianting-Anting 2 Dusun

17 Desa Sait Nihuta 2 Dusun

18 Desa Parsaoran I 3 Dusun

19 Desa Lumban Pinggol 2 Dusun

20 Desa Tanjung Bunga 3 Dusun

21 Desa Pardomuan I 3 Dusun

22 Desa Huta Tinggi 3 Dusun

23 Desa Huta Namora 3 Dusun

24 Desa Raniate 3 Dusun

25 Desa Parmonangan 3 Dusun

26 Kelurahan Pasar Pangururan 4 Lingkungan

27 Kelurahan Siogung-Ogung 3 Lingkungan

28 Kelurahan Pintu Sona 3 Lingkungan

Tabel1: Daftar Nama-Nama Desa/Kelurahan Sumber: Kecamatan Pangururan Dalam Angka 2017

Dari 25 desa dan 3 kelurahan di kecamatan Pangururan bahwa 23 desa dan

3 kelurahan berada di hamparan dan 2 desa berada di lereng pegunungan.

Universitas Sumatera Utara

Page 59: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Topografi wilayah kecamatan Pangururan berbukit-bukit dan bergelombang

hingga pegunungan yang berada pada ketinggian 904 – 2.157 m diatas permukaan

laut.

Kecamatan pangururan mempunyai dua iklim aitu musim kemarau dan

musim penghujan, dimana kedua iklim tersebut sangat berpengaruh terhadap

potensi pertanian masyarakat Pangururan. Dalam tiga tahun terakhir ini, iklim di

kecamatan Pangururan tidak stabil dimana musim penghujan sangat rendah dan

tingkat musim kemarau sangat tinggi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap potensi

hasil pertanian masyarakat di kecamatan Pangururan.

4.1.3. Sistem Mata Pencaharian

Hampir 85% masyarakat indonesia bekerja di sektor pertanian, hal ini

menjadikan negara Indonesia terkenal dengan negara agraris. Pangururan

merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di wilayah Indonesia, hampir 90%

masyarakat Pangururan bekerja di sektor pertanian. Hasil pertanian yang utama

adalah tanaman padi, jagung, cabe, kacang tanah dan ubi.

Hasil tanaman, jagung, cabe, kacang tanah, sayuran biasanya di jual ke

pasar pada hari Rabu oleh masyarakat, karena di Pangururan pasar di adakan pada

hari Rabu, dan istilah pasar di Pangururan adalah “Onan”. Dan selain kepasar,

hasil tanaman tersebut juga dijual pada orang-orang tertentu yang menampung

hasil tanaman apabila hasil tanaman tersebut berjumlah banyak. Biasanya orang

yang menampung disebut sebagai “Toke” atau dalam bahasa Indonesianya

Penadah. Sementara hasil padi biasanya masyarakat tidak menjualnya, padi

Universitas Sumatera Utara

Page 60: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

disimpan di umah masing-masing, dan digiling ke kilang padi sesuai dengan

kebutuhan saja.

Pada masyarakat kecamatan Pangururan, ada anggapan bahwa menyimpan

padi di rumah merupakan suatu kebanggan, karena padi merupakan ukuran

kemakmuran petani disana. Semakin banyak hasil panen padi yang diperoleh

seseorang, maka orang itu dianggap orang yang hebat atau orang yang sudah

sukses bertani. Karna persepsi masyarakat petani Pangururan apabila lumbung

padi telah penuh di rumah, maka diperhitungkan makan dalam jangka setahun

sudah terpenuhi.

Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah dan Perladangan Menurut

Desa di Kecamatan Pangururan

NO

DESA/KELURAHAN

LUAS

PANEN

(ha)

PRODUKSI

(ton)

PRODUKTIVITAS

(kw/ha)

01 Desa Sialanguan - - -

02 Desa Situngkir - - -

03 Desa Hutabolon 5 27 5.4

04 Desa Siopat Sososr - - -

05 Desa Parbaba Dolok 52 208 4.0

06 Desa Lumban Suhi-Suhi

Toruan

87 539 6.2

07 Desa Lumban Suhi-Suhi

Dolok

58 278 4.8

08 Desa Pardomuan Nauli 68 286 4.2

Universitas Sumatera Utara

Page 61: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

09 Desa Sitolu Huta 30 180 6.0

10 Desa Sinabulan 18 95 5.3

11 Desa Aek Nauli 18 95 5.3

12 Desa Parhorasan 34 146 4.3

13 Desa Panampangan 42.5 259 6.1

14 Desa Pardugul 40.5 235 5.8

15 Desa Parlondut 41.5 249 6.0

16 Desa Sianting-Anting 36.5 226 6.2

17 Desa Sait Nihuta 31 167 5.4

18 Desa Parsaoran I 44 242 5.5

19 Desa Lumban Pinggol 30 168 5.6

20 Desa Tanjung Bunga - - -

21 Desa Pardomuan I 8 46 5.7

22 Desa Huta Tinggi 16 93 5.8

23 Desa Huta Namora 62.5 363 5.8

24 Desa Raniate 53,5 332 6.2

25 Desa Parmonangan 24 122 5.1

26 Kelurahan Pasar Pangururan 8 46 5.7

27 Kelurahan Siogung-Ogung 12 64 5.3

28 Kelurahan Pintu Sona 17 95 5.6

JUMLAH 837 4562 5.5

Tabel 2. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah dan Perladangan Menurut Desa. Sumber: Kecamatan Pangururan dalam Angka 2017

Universitas Sumatera Utara

Page 62: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

4.1.4. Kependudukan

Jumlah penduduk kecamatan Pangururan tergolong besar dan tersebar

seluruh wilayah desa dan wilayah kelurahan yang terdapat di Pangururan.

Persebaran penduduk di kecamatan Pangururan belum seluruhnya merata, ada

beberapa desa maupun kelurahan yang sudah cukup padat penduduk dan ada juga

wilayah desa maupun kelurahan yamg masih sedikit penduduknya. Hal ini

disebabkan oleh berbagai faktor seperti kesuburan tanah, kondisi wilayah, serta

akses wilayah ke ibu kota kecamatan.

NO

DESA/KELURAHAN

LUAS WILAYAH (km2) PENDUDUK

(jiwa)

01 Desa Sialanguan 2.00 355

02 Desa Situngkir 2.00 416

03 Desa Hutabolon 2.00 543

04 Desa Siopat Sososr 1.00 786

05 Desa Parbaba Dolok 20.50 911

06 Desa Lumban Suhi-Suhi Toruan 3.50 2103

07 Desa Lumban Suhi-Suhi Dolok 6.30 1066

08 Desa Pardomuan Nauli 9.50 500

09 Desa Sitolu Huta 0.80 799

10 Desa Sinabulan 1.23 425

11 Desa Aek Nauli 5.36 408

12 Desa Parhorasan 15.40 726

13 Desa Panampangan 2.65 684

Universitas Sumatera Utara

Page 63: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

14 Desa Pardugul 5.44 745

15 Desa Parlondut 1.50 885

16 Desa Sianting-Anting 1.80 803

17 Desa Sait Nihuta 1.40 862

18 Desa Parsaoran I 1.50 1385

19 Desa Lumban Pinggol 1.50 626

20 Desa Tanjung Bunga 6.50 1881

21 Desa Pardomuan I 2.50 4861

22 Desa Huta Tinggi 3.00 1045

23 Desa Huta Namora 7.00 2582

24 Desa Raniate 6.75 2598

25 Desa Parmonangan 3.00 1005

26 Kelurahan Pasar Pangururan 0.50 2718

27 Kelurahan Siogung-Ogung 4.00 1570

28 Kelurahan Pintu Sona 2.80 1890

JUMLAH 121.43 35.178

Tabel 3. Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Menurut Desa dan Kelurahan Kecamatan Pangururan. Sumber: Kecamatan Pangururan dalam Angka 2017

Komposisi penduduk kecamatan Pangururan didominasi oleh penduduk

kaum usia muda. Hal menarik yang dapat diamati dari piramida penduduk adalah

kelompok 20-24 tahun yang jauh lebih kecil dari kelompok penduduk usia muda

15-19 tahun. Hal ini mencerminkan suatu kondisi besarnya jumlah penduduk usia

dewasa yang merantau keluar kecamatan untuki melanjutkan pendidikan ke

perguruan tinggi dan mencari pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 64: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

No Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 0 - 4 936 898 1834

2 5 - 9 1936 1721 3657

3 10 - 14 1866 1927 3793

4 15 - 19 1939 1773 3712

5 20 - 24 1658 1559 3217

6 25 - 29 1593 1424 3017

7 30 - 34 1629 1564 3193

8 35 - 39 1438 1297 2735

9 40 - 44 1039 918 1957

10 45 - 49 883 888 1771

11 50 - 54 735 798 1533

12 55 - 59 716 785 1501

13 60 -64 464 584 1048

14 65 - 69 361 458 819

15 70 - 74 173 329 502

16 >74 298 591 889

Jumlah 17664 17514 35178

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin. Sumber: Kecamatan Pangururan dalam Angka 2017.

4.1.5. Pendidikan

Fasilitas pendidikan di kecamatan Pangururan pada Tahun 2017 sebanyak

52lembaga sekolah yang terdiri dari 37 SD Negeri dan 2 SD Swasta, 5 SLTP Negeri dan

1 SLTP Swasta, 2 SLTA Negeri , 3 SLTA Swasta dan 2 SMK.

Universitas Sumatera Utara

Page 65: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Fasilitas sekolah dasar (SD) belum terdapat diseluruh desa, ada 2 desa yang

belum memiliki Sekolah Dasar yaitu: desa Sialanguan dan desa Panampangan.

Jika anak dikedua desa ini ingin pergi sekolah, mereka harus menempuh

perjalanan yang cukup jauh untuk bersekolah ke desa tetangga mereka yang sudah

memiliki sarana sekolah Dasar.

No

Desa/Kelurahan

SD SLTP SLTA/SMK

Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swast

a

01 Sialanguan - - - - - -

02 Situngkir 1 - - - - -

03 Hutabolon 1 - 1 - - -

04 Siopat Sosor - - - - 1 -

05 Parbaba Dolok 1 - - - - -

06 Lumban Suhi-Suhi

Toruan

3 - - - - -

07 Lumban Suhi-Suhi

Dolok

2 - 1 - - -

08 Pardomuan Nauli 2 - - - - -

09 Sitolu Huta 1 - - - - -

10 Sinabulan 1 - - - - -

11 Aek Nauli 1 - - - - -

12 Parhorasan 1 - - - - -

13 Panampangan - - - - - -

14 Pardugul 1 - - - - -

Universitas Sumatera Utara

Page 66: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

15 Parlondut 1 - - - - -

16 Sianting-Anting 1 - - - - -

17 Sait Nihuta 2 - - - - -

18 Parsaoran I 1 - 1 - - -

19 Lumban Pinggol 1 - - - - -

20 Tanjung Bunga 3 - - - - -

21 Pardomuan I 2 1 - 1 - 1

22 Huta Tinggi 1 - - - - -

23 Huta Namora 2 - - - - -

24 Raniate 3 - 1 - - -

25 Parmonangan 1 - - - - -

26 Pasar Pangururan 1 1 1 4

27 Siogung-Ogung 2 - - - - -

28 Pintu Sona 1 - - - 1 -

Jumlah 37 2 5 1 2 5

Tabel 5. SD, SLTP, SLTA Dirinci Menurut Desa/Kelurahan. Sumber: Kecamatan Pangururan dalam Angka 2016.

Jumlah guru yang terdapat di kecamatan Pangururan sebanyak 779 orang

yang terdiri dari 405 orang untuk guru SD, 171 orang guru SLTP, 157 orang

SLTA, dan 46 orang SMK. Pada jenjang pendidikan SD seorang guru di

kecamatan Pangururan mengajarrata-rata berkisar 11 murid, untuk SLTP rata-rata

berkisar 15 murid, untuk SLTA rata-rata berkisar 17 siswa, dan SMK rata-rata

berkisar 16 siswa.

Untuk setiap desa ang belum memiliki fasilitas pendidikan SLTP dan

SLTA, jika anak-anak di desa ini ingin melanjutkan pendidikan, mereka harus

Universitas Sumatera Utara

Page 67: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

melanjutkan pendidikan keluar desa mereka yang memiliki fasilitas SLTP dan

SLTA. Kebanyakan murid/siswa dari semua desa memilih melanjutkan

pendidikannya ke kelurahan Pasar Pangururan. Alasan mereka memilih untuk

sekolah di Pasar Pangururan adalah dikarenakan fasilitas sekolah di kelurahan ini

sudah begitu lengkap dan baik, dan sarana-prasarana lainnya pun sangat

mendukung seperti angkutan umum, teknologi dan ilmu pengetahuan.

Hampir seluruh desa tidak memiliki fasilitas SLTP dan SLTA dan hampir

sebagian desa di kecamatan Pangururan memiliki jarak yang cukup jauh ke

kelurahan Pasar Pangururan dan kelurahan Pintu Sona, sehingga sangat sulit jika

anak-anak dari desa tersebut untuk menempuh perjalanan untuk kesekolah. Untuk

menghindari keterlambatan ke sekolah, mereka memilih untuk menjadi anak kos

di kelurahan Pasar Pangururan. Sebagian anak-anak yang tidak memiliki SLTP

dan SLTA di desanya memilih menyewa kamar di rumah warga pasar

Pangururan. Dampak negatif dari anak kos tersebut, kurangnya pengawasan

terhadap mereka sehingga mereka terlalu bebas dengan segala perilaku kenakalan

remaja yang tentunya sangat merugikan mereka sendiri dan merugikan orang tua

mereka.

Dan sebagian lagi siswa/murid yang ingin kesekolah memilih naik sepeda motor

untuk menempuh perjalanan kesekolahnya. Waktu yang dibutuhkan untuk

menempuh perjalanan kesekolah jika menggunakan sepeda motor berkisar 20-30

menit saja. Namun selain dampak positif bagi para pengemudi sepeda motor, ada

juga berdampak negatif bagi anak sekolah yang mengemudikan sepeda motor,

sering terjadi kecelakaan lalu lintas dan rata-rata yang mengalami kecelakaan

tersebut adalah anak-anak sekolah. Hal ini disebabkan usia mereka yang masih

Universitas Sumatera Utara

Page 68: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

terlalu muda untuk mengendarai sepeda motor, serta minimnya pengetahuan

mereka tentang aturan jalan saat berkendara.

4.1.6. Kesehatan

Fasilitas Kesehatan Jumlah Unit

Rumah sakit 1

Puskesmas 1

Pustu 5

Polindes 16

Posyandu 38

Lainnya 9

Tabel 6. Fasilitas kesehatan di kecamatan Pangururan Sumber: kecamatan Pangururan dalam angka 2016.

Pada tahun 2016 dari seluruh sarana yang ada di kecamatan Pangururan

lebih banyak sarana kesehatan Posyandu, diperkirakan sebanyak 38 unit

dibandingkan sarana fasilitas lainnya yaitu Rumah sakit, Puskesmas, Polindes,

Pustu, dan lainnya.

4.1.7. Sosial Ekonomi

Masyarakat kecamatan Pangururan merupakan masyarakat yang terdiri

dari bermacam-macam sukudan agama. Penduduk yang menhuni desa/kelurahan

wilayah kecamatan Pangururan terdiri dari suku Batak Toba, Batak Karo,

Simalungun, Pakpak, Jawa, Minang dan Tionghoa. Etnis mayoritas yang

berdomisili di kecamatan Pangururan adalah suku Batak Toba, namun perbedaan

Universitas Sumatera Utara

Page 69: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

etnis bukan menjadi suatu permasalahan bagi semua masyarakat Pangururan.

Masyarakat tetap hidup rukun dan menjunjung tinggi nilai Pancasila.

Masyarakat Pangururan mayoritas memeluk agama Kristen, baik Kristen

Protestan maupun Kristen Katolik. Selain agama Kristen terdapat juga agama

Islam, Budha dan aliran kepercayaan lainnya.

No

Desa/

Kelurahan

Islam

Kristen

Protestan

Katolik

Hindu

Budha

Kong

hucu

Aliran

Keperc

ayaan

Lainny

a

01 Desa Sialanguan 5 116 234 0 0 0 0

02 Desa Situngkir 0 169 247 0 0 0 0

03 Desa Hutabolon 19 363 161 0 0 0 0

04 Desa Siopat Sososr 37 329 416 0 4 0 0

05 Desa Parbaba Dolok 3 428 480 0 0 0 0

06 Desa Lumban Suhi-

Suhi Toruan

43 1218 842 0 0 0 0

07 Desa Lumban Suhi-

Suhi Dolok

0 116 950 0 0 0 0

08 Desa Pardomuan

Nauli

0 151 349 0 0 0 0

09 Desa Sitolu Huta 40 182 577 0 0 0 0

10 Desa Sinabulan 10 73 342 0 0 0 0

11 Desa Aek Nauli 4 145 259 0 0 0 0

12 Desa Parhorasan 0 258 468 0 0 0 0

13 Desa Panampangan 11 160 513 0 0 0 0

Universitas Sumatera Utara

Page 70: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

14 Desa Pardugul 0 387 358 0 0 0 0

15 Desa Parlondut 5 569 311 0 0 0 0

16 Desa Sianting-Anting 15 47 316 0 0 0 0

17 Desa Sait Nihuta 29 510 323 0 0 0 0

18 Desa Parsaoran I 31 1089 256 0 0 0 0

19 Desa Lumban

Pinggol

3 550 73 0 0 0 0

20 Desa Tanjung Bunga 0 625 1256 0 0 0 0

21 Desa Pardomuan I 251 2167 1843 0 0 0 0

22 Desa Huta Tinggi 38 803 204 0 0 0 0

23 Desa Huta Namora 71 1404 1107 0 0 0 0

24 Desa Raniate 1 788 1809 0 0 0 0

25 Desa Parmonangan 0 650 355 0 0 0 0

26 Kelurahan Pasar

Pangururan

121 2193 403 0 0 1

27 Kelurahan Siogung-

Ogung

28 690 852 0 0 0 0

28 Kelurahan Pintu Sona 39 1153 698 0 0 0 0

JUMLAH 804 18358 16011 0 4 0 1

Tabel 7. Jumlah Penganut Agama Menurut Desa di Kecamatan Pangururan. Sumber: Kecamatan Pangururan dalam Angka 2017.

Masyarakat Pangururan merupakan masyarakat yang memiliki bemacam-macam

agama yakni, agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Budha dan aliran kepercayaan

lainnya. Jumlah tempat ibadah di kecamatan Pangururan didominasi oleh penganut

agama Kristen Protestan dan penganut agama Kristen Katolik. Menurut data kecamatan

dalam angka 2017, bahwa jumlah ruang ibadah di kecamatan Pangururan berkisar yakni:

Universitas Sumatera Utara

Page 71: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

jumlah Gereja sebanyak 66 unit, jumlah Mesjid 1unit dan Mushola 1unit, jumlah kuil 0

unit, dan Whihara 0unit. Maka dapat disimpulkan bahwa jumlah keseluruhan rumah

ibadah dikecamatan Pangururan sebanyak 68 unit.

Industri kecil atau kerajinan rakyat yang terdapat di kecamatan Pangururan

pada tahun 2016 sebanyak 17 unit Kilang Padi, 59 unit Tukang Jahit, 58

Pertukangan, 41 unit Bengkel. Jumlah pedangang eceran, 97 unit pedagang

minyak, dan 78 unit warung nasi.

4.2. Sejarah Agama Kristen dan Agama Islam di Pangururan

Ditinjau dari etnis bahwa kabupaten Samosir adalah sebuah wilayah

geografis yang dihuni oleh suku pertama kali adalah suku Batak Toba yang

menganut kepercayaan agama Parmalim. Dalam evolusi waktu, sistem

kepercayaan agama Batak tersebut, tersingkir oleh ajaran agama-agama Barat

melalui doktrin-doktrin yang dilakukan para misionaris-misionaris Jerman pada

masa penjajahan di Indonesia. Yang berhasil membawa ajaran Kristen adalah

Ludwing Ingwer Nommensen (1834-1918) dan dibantu dengan misionaris-

misionaris lain dan salah satunya adalah misionaris Van Der Tuk yang gagal

menyebarkan agama Kristen sebelum Nommensen. Para misionaris-misionaris ini

pada waktu itu, berupaya untuk mendoktrin suku Batak Toba untuk menganut

agama Kristen sekaligus menghambat masuknya ajaran-ajaran agama Islam

masuk kewilayah tanah Batak. Keberhasilan para misionaris Belanda dalam

menyebarkan agama Kristen ditanah Batak mengakibatkan masyarakat Batak

beralih agama ke Kristen dan meninggalkan agama-agama lokal yaitu agama

Parmalim. Pada masa itu, agama Parmalim yang dianut oleh masyarakat Batak

Toba mengalami transformasi yang sangat pesat akibat zending agama Kristen.

(Togar Nainggolan, 2012:176-218).

Sedangkan yang membawa ajaran agama Islam ke kabupaten Samosir pertama

kali adalah melalui penjajahan Belanda yang datang ke tanah Batak. Umat agama

Islam diketahui keberadaannya ditanah Batak pada masa penjajahan yaitu yang

Universitas Sumatera Utara

Page 72: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

pertama kali di kecamatan Harian kabupaten Samosir dilihat pada bangunan

Mesjid Nurul Huda yang dibangun pada tahun 1940. Beranjak ke kecamatan

Pangururan Mesjid Al-Ha-Sannah pada umumnya adalah sebuah Musholah yang

didirikan pada masa penjajahan Belanda. Seiring jalannya waktu, Mushola

tersebut direnovasi oleh umat Islam menjadi Mesjid yang telah berdiri kokoh

sekarang. Dan Mushola ini dulunya tidak diketahui kapan masa berdirinya

sekaligus tokoh yang

membangunnya. Yang menjadi bukti berdirinya Mushola tersebut dilihat dari bukt

i peningalan sisa-

sisa penjajahan Belanda. (irindonesia.wordpress.com/2011/08/09/masjid-al-

hasannah. diakses: tanggal 12 Desember 2016).

4.3. Profil Informan

4.3.1. Informan Kunci

Profil informan ketua Depertemen agama Kabupaten Samosir

Nama : Tawar Tua Simbolon

Usia :49 tahun

Etnis : Batak Toba

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : PNS

Jabatan di FKUB : Wakil penasihat FKUB

Beliau menuturkan bahwa di kecamatan Pangururan kabupaten Samosir

sudah dibentuk Forum Kerukunan Umat Beragama yakni untuk menjaga dan

mempertahankan identitas daerah yang mana bahwa masyarakat Samosir

mempunyai keanekaragaman agama dan juga suku. Untuk itu diperlukan suatu

perkumpulan ataupun forum dalam menjaga stabilitas identitas daerah Samosir.

Dalam penuturan beliau terciptanya Kerukunan Umat Beragama di Pangururan

Universitas Sumatera Utara

Page 73: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

maupun seluruh kecamatan yang ada di Samosir terjadi secara natural tanpa ada

unsur paksaan pihak manapun. Kerukunan secara natural ini tergambar pada

adanya ikatan kekerabatan antara umat Kristen dan umat Islam di Samosir.

Hubungan kekerabatan antara Kristen dan Islam terlihat jelas dalam suatu acara

adat dimana masyarakat saling marsiurupan (saling membantu) dalam menjalan

kelangsungan acara tersebut. Dalam tradisi penyajian makanan acara adat Batak

Toba akan disajikan oleh pihak Parboru (pihak perempuan) maka apabila salah

seorang kerabat yang beragama Islam terikat dalam perkumpulan pihak Boru

(pihak perempuan), tentu wajib seseorang yang beragama Islam tersebut ikut serta

dalam penyajian makanan. Karna hal tersebut adalah kewajiban sebagai tradisi

Batak Toba di Pangururan. Suatu perilaku masyarakat itu dalam penyajian

makanan seperti pemotongan hewan Kerbau agar umat Islam ikut mengkonsumsi

daging hewan tersebut, maka acara pemotongan hewan Kerbau itu dilakukan

pihak parboru yang beragama Islam. Dan apabila hewan Babi yang disediakan

dalam acara tersebut maka, kelompok kerabat tersebut akan menyediakan

makanan khusus yang tidak dapat mengkonsumsi hewan Babi, yaitu dengan

menyediakan makanan dari cathering.

Profil informan Majelis Ulama Samosir

Nama : Ustad Amruh Hasibuan

Usia : 40 tahun

Etnis : Batak Toba

Agama : Islam

Pekerjaan : PNS

Universitas Sumatera Utara

Page 74: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Bapak Amruh Hasibuan adalah seorang Ustad di desa Takkaran

kecamatan Onan Runggu dan menjabat sebagai Majelis Ulama di kabupaten

Samosir. belia menjelaskan bahwa kerukunan antar umat beragama di Pangururan

tercipta dengan adanya ikatan kekerabatan masyarakat seperti ikatan pernikahan.

Sikap masyarakat walaupun berbeda agama di Pangururan cenderung saling

menghargai, menghormati, yang terlihat dalam acara adat. Salah satu sikap

masyarakat menghormati budaya agama adalah dengan penyajian makanan yang

khusus bagi yang tidak dapat mengkonsumsi makanan tersebut. Beliau juga

menjelaskan salah satu perilaku rukun masyarakat di Pangururan terletak pada

kebiasaan masyarakat seperti minum Tuak. Baik yang beragama Islam maupun

Nasrani bergabung dilapo Tuak dan berbaur seperti kebiasaan masyarakat Batak

Toba di Pangururan. Beliau juga menjelaskan bahwa sikap rukun masyarakat

Pangururan dipengaruhi oleh ajaran agama masing-masing dan juga dipengaruhi

oleh peranan pemerintah serta FKUB kabupaten Samosir.

Profil informan ketua Forum Kerukunan Umat Beragama

Nama : J. Molder Sinaga

Usia : 52 tahun

Etnis : Batak Toba

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Pelayan Gereja Pentakosta

Jabatan di FKUB : Ketua FKUB

Bapak J. Molder Sinaga adalah ketua FKUB kabupaten Samosir dan

bekerja sebagai pendeta pelayan gereja Pentakosta. Beliau menjelaskan bahwa

kebudayaan menjadi landasan kerukunan antar umat beragama di Pangururan

Universitas Sumatera Utara

Page 75: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

seperti halnya keterikatan dalam ritual acara adat-istidat, baik yang berbeda agama

tetap menjalankan dan melaksanakan kewajiban sesuai dengan adat bagaimana

semestinya. Beliau menjelaskan bahwa peranan FKUB merupakan bentuk cara

untuk mencegah agar antar umat beragama hidup dengan harmonis dan

menjauhkan konflik. Salah satu tindakan FKUB adalah berdialog antar anggota

yang termasuk seluruh tokoh-tokoh agama di Pangururan untuk menjaga dan

mempertahankan keharmonisan hubungan antar umat beragama, dengan cara

mensosialisasikan nilai budaya melalui pendidikan dan nilai agama melalaui

pendidikan dan Khotbah.

Profil informan Pendeta Kristen Protestan

Nama : Pendeta Ramli Sihombing

Usia : 45 tahun

Etnis : Batak Toba

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Pelayan Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan)

Jabatan : Menjabat sebagai pengurus Forum Komunikasi Kristen Protestan, Kristen Katolik (FK3S)

Bapak Ramli Sihombing adalah seorang pendeta disalah satu gereja

Kristen Protestan di kecamatan Pangururan dan juga menjabat sebagai Anggota

pengurus forum komunikasi Kristen Protestan dan Kristen Katolik. Beliau

menjelaskan bahwa kerukunan antar umat beragama di Pangururan dapat terjalin

harmonis disebabkan bahwa sebagian antar umat beragama memiliki ikatan

kekerabatan yakni satu marga dan sebagai Hula-Hula ataupun Boru. Walaupun

berbeda agama namun di Pangururan masyarakat apabila ada acara maka setiap

status menjalankan peranan masing-masing. Beliau juga menjelaskan bahwa

Universitas Sumatera Utara

Page 76: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

peranan tokoh-tokoh masyarakat juga berperan dalam mempertahankan

kerukunan antar umat beragama, melalui dialog antar tokoh yakni di FKUB.

Dalam dialog antar tokoh-tokoh masyarakat, dalam mempertahankan kerukunan

umat beragama adalah dengan mengedepankan penanaman nilai-nilai agama yang

diutamakan kepada generasi muda.

Profil informan Pastor Kristen Katolik

Nama : Herman Sitanggang

Usia : 57 tahun

Etnis : Batak Toba

Agama : Kristen Katolik

Pekerjaan : Pelayan Gereja Kristen Katolik

Jabatan : Pastor

Bapak Herman Sitanggang adalah seorang Pastor Paroki St. Mikhael

Pangururan. Beliau menjelaskan bahwa kerukunan antar umat beragama di

Pangururan terjalin dengan harmonis disebabkan bahwa ajaran agama tersebutlah

menjadi acuan masyarakat Pangururan untuk berperilaku. Seperti halnya ajaran

umat Kristiani untuk hidup saling mengasihi satu sama lain. Beliau juga

menuturkan kerukunan antar umat beragama di Pangururan ini hidup saling

mengharagai dan menghormati, dan untuk mempertahankan kerukunan tersebut

maka peranan tokoh-tokoh masyarakat berdedikasi dalam menjaga kerusuhan

yang bernuansa agama. Peranan tokoh-tokoh masyarakat adalah menekankan

nilai-nilai agama pada generasi muda dalam rangka untuk menciptakan

kepribadian manusia masyarakat Pangururan.

Profil informan tokoh adat

Universitas Sumatera Utara

Page 77: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Nama : A. Riston Sitanggang

Usia : 67 tahun

Etnis : Batak Toba

Agama : Kristen Katolik

Pekerjaan : Petani

Jabatan : Tokoh Adat

A. Riston Sitanggang adalah seorang masyarakat biasa yang berprofesi

sebagai petani dan beliau tersebut dipercaya sebagai tokoh yang mengerti adat-

istiadat di Pangururan. Beliau menuturkan bahwa terciptanya kerukunan antar

umat beragama di Pangururan terjalin dengan hubungan kekerabatan. Dengan

hubungan kerabat tersebut walaupun berbeda agama namun kenyataanya di

Pangururan bahwa masyarakat terlibat dengan adat yang tercermin dalam Dalihan

Natolu sebagai sistem budaya dan menjadi nilai dan norma pola hidup

masyarakat. beliau menjelaskan walaupun mereka yang beragama Islam namun

mereka terlibat dalam unsur-unsur Dalihan Natolu yakni sebagai Hula-Hula,

Dongan Tubu, dan Boru. Terciptanya kerukunan antar umat beragama disebabkan

aturan-aturan dalam makna Dalihan Natolu yang menentukan sikap dan perilaku

masyarakat.

Profil informan Ustad agama Islam Pangururan

Nama : Hendra Himawan Manik

Usia : 29 tahun

Etnis : Batak Toba (Pendatang dari daerah Singkil)

Agama : Islam

Pekerjaan : Najir Masjid

Jabatan : Ustad

Universitas Sumatera Utara

Page 78: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Bapak Hendra adalah seorang Ustad di Masjid Al Hasanah Pangururan

dan bekerja sebagai Najir Masjid. Beliau menuturkan terciptanya kerukunan antar

umat beragama di Pangururan dikarnakan adanya ikatan persaudaraan. Dengan

ikatan persaudaraan itu beliau menjelaskan bahwa walaupun berbeda agama

namun kalau di adat baik umat Islam terlibat dengan bagaimana adat kebudayaan

di Pangururan. Beliau menjelaskan bahwa sikap masyarakat yang berbeda agama

di Pangururan ini hidup saling menghargai dan menghormati juga dipengaruhi

oleh ajaran agama dan pevan tokoh-tokoh masyarakat. Seperti halnya, Bupati

Samosir mengadakan silaturahmi dan mengundang antar tokoh-tokoh masyarakat

seluruh Samosir untuk berbuka Puasa dan membahas untuk selalu menjaga dan

mempertahankan hubungan yang harmonis antar umat beragama.

Profil informan masyarakat pendatang di Pangururan

Nama : Selamet Ryono

Usia : 50 tahun

Etnis : Minang (pendatang)

Agama : Islam

Pekerjaan : Industri usaha rumah makan

Bapak Selamet adalah masyarakat yang merantau ke Pangururan beserta

keluarganya dan tinggal menetap sebagai warga masyarakat Pangururan. Beliau

sudah hampir 13 tahun hidup dan tinggal di Pangururan dan berusaha membuka

rumah makan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.

Slamet Ryono menuturkan bahwa keharmonisan hubungan umat beragama

baik Islam maupun umat Nasrani dapat terjaga dengan baik di pengaruhi oleh

sikap masyarakat yang saling menghargai, hormat-menghormati dan bersifat

Universitas Sumatera Utara

Page 79: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

kekeluargaan. Menurut beliau bahwa perilaku-perilaku rukun antar umat Nasrani

dan Islam tercermin dalam sikap saling menyapa, menegur, membantu ataupun

menolong. Perilaku kedua umat beragama di Pangururan tidak berdasar pada

adanya sikap prasangka buruk, beliau menuturkan bahwa mereka umat pendatang

yang sama sekali tidak mempunyai kerabat di Pangururan, menganggap umat

Nasrani adalah sebagai saudara kandung. Beliau mengatakan apabila mereka umat

Muslim jatuh sakit, maka perilaku masyarakat setempat yang di lingkungannya

dan beragama Nasrani tersebutlah, yang datang untuk menolong dan membantu

untuk membawakan ke rumah sakit, dan mereka umat Nasrani juga kadang

memberikan pinjaman uang untuk membantu sementara biaya pengobatannya,

Dan begitu juga sebaliknya.

Profil informan masyarakat pendatang

Nama : Masronggo

Usia : 47 tahun

Etnis : Jawa

Agama : Islam

Pekerjaan : Industri usaha rumah makan

Menurut beliau bahwa kerukunan umat beragama di Pangururan sangat

harmonis dan alasannya tidak pernah ditemuinya sedikitpun pertengkaran antara

umat nasrani dan umat muslim. kerukunan umat beragama dapat terjalin didukung

sikap masyarakat yang saling menghargai dan menghormati dengan kata lainnya,

bahwa masyarakat tidak memiliki saling prasangka buruk walaupun berbeda

agama. Sikap masyarakat di Pangururan identik bahwa semua manusia adalah

saudara. Sebagian umat Islam adalah beretnis Batak Toba dan sebagian lagi

Universitas Sumatera Utara

Page 80: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

adalah suku Pendatang dan inilah faktor pendukung terjalinnya hubungan

masyarakat yang harmonis. Keberadaan etnis pendatang yang tidak memiliki

kerabat di Pangururan secara realistis tidak pernah mengalami diskriminasi dari

umat Nasrani. Hubungan masyarakat Nasrani dan Islam begitu harmonis, dimana

keduanya saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Suatu perilaku

menghargai dan menghormati terdapat pada sikap masyarakat bahwa pengunjung

rumah makan Islam hampir 70% adalah umat Nasrani, sebagaian umat Islam

pendatang berbaur bersama umat Nasrani masyarakat setempat di kedai Tuak

maupun di kedai Kopi, sikap saling mengundang apabila ada acara yang

dilaksanakan.

4.3.2. Informan Biasa

Profil informan Biasa

Nama : Paima Patricius Saing

Usia : 48 tahun

Etnis : Batak Toba

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : PNS

Jabatan : Menjabat sebagai pengurus FKUB

Beliau menuturkan terjalinya kerukunan antarumat beragama di

Pangururan dipengaruhi oleh penanaman nilai-nilai agama sesuai ajaran

agamanya masing-masing. Disamping itu juga, kerukunan umat beragama

terbentuk oleh adanya hubungan ikatan kerja dibidang ekonomi. Yakni hal

tersebut terlihat pada hubungan pekerja Batu Bata di Pangururan (simbiosis

mutualisme dibidang ekonomi). Dan juga ikatan kerja di pemerintahan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 81: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

instansi-instansi lainnya. Dalam peran FKUB mengharapkan dan

mensosialisasikan kepada seluruh penyuluh agama dan guru agama agar

membimbing dan menekankan ajaran-ajaran nilai keagamaan kepada seluruh

masyarakat maupun murid/siswa. Maksud dari peran FKUB dalam hal tersebut

adalah untuk menciptakan dan mempertahankan visi dan misi yang sesuai dengan

nilai-nilai yang tertera pada Bhineka Tunggal Ika.

Profil informan Biasa

Nama : Harduga Nainggolan

Usia : 22 tahun

Etnis : Batak Toba

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Penarik Betor

Jabatan : Kepala Dusun di desa Parsaoran I

Menurut beliau hubungan antara umat Nasrani dan umat Islam di

Pangururan sangat harmonis dimana salah satu faktor pendukung adalah sikap dan

perilaku mereka saling menghargai, menghormati, saling menolong dan saling

menegur. Sikap dan Perilaku baik masyarakat pendatang ini selalu mendapat

respon yang positif dari masyarakat setempat dan tidak mempunyai celah untuk

berprasangka buruk baik secara beda agama maupun suku. Dalam kesehariannya

bahwa kadang kala masyarakat pendatang Islam yang berada pada umur 27 Tahun

kebawah juga mau berbaur dan ikut serta mengkonsumsi minuman dilapo tuak.

Hal tersebut terlihat pada kebanyakan pada pergaulan anak muda yang berkumpul

di kedai Tuak (Aren) sebagai tempat perkumpulan dan juga untuk tujuan

mengkonsumsi minuman Tuak Tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 82: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

4.4. Dasar Praktik Kerukunan Umat Beragama

4.4.1. Konsep Kerukunan

Kerukunan merupakan suatu kondisi sosial yang didorong oleh kesadaran

dan hasrat bersama demi kepentingan bersama. Kerukunan adalah proses interaksi

yang mencerminkan hubungan timbal balik yang ditandai oleh sikap saling

menghargai, menghormati, toleran dan sikap saling memaknai kebersamaan.

Rukun mencerminkan keadaan selaras, damai dan tentram, tidak ada perselisihan

ataupun pertentangan.

Kerukunan dalam perspektif agama adalah kondisi masyarakat hidup

dengan suasana damai dan tentram, saling toleransi antara masyarakat yang

beragama sama ataupun berbeda, kesedian umat beragama untuk menerima

adanya perbedaan keyakinan dengan orang atau kelompok umat agama lainnya,

sikap membiarkan umat agama lain untuk mengamalkan ajaran yang diyakini oleh

masing-masing umat beragama dan sikap untuk menerima adanya perbedaan..

Masyarakat Pangururan secara teritorial, kekuatan, agama, dan integrasi

dalam kekuasaan adalah mayoritas suku Batak Toba. Menurut Talcott Parsons,

semua masyarakat harus memiliki suatu bentuk organisasi teritorial. Hal ini

bertujuan untuk mengontrol konflik internal dan untuk berhubungan dengan

masyarakat lainnya. Dengan penjelasan teori tersebut, penulis menemukan bahwa

integrasi masyarakat Pangururan dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya dan juga

berfungsi sebagai pengontrol konflik dalam tatanan kehidupan masyarakat. Nilai

budaya tersebut merupakan sistem yang terpola sebagai landasan atau pedoman

dasar praktik yang mencerminkan perilaku rukun dalam kaitannya dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 83: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

dinamika hubungan antar umat beragama. Dalam teori Parson masyarakat adalah

suatu sistem sosial, secara fungsional terintegrasi kedalam suatu bentuk

keseimbangan (equilibrium) dan keteraturan (order). Dalam skema teori tindakan

yang dikemukakan oleh Parsons, bahwa sistem kebudayaan merupakan kekuatan

utama yang mengikat tindakan masyarakat. Hal ini disebabkan karena didalam

kebudayaan terdapat nilai-nilai dan norma-norma yang harus ditaati individu

untuk mencapai tujuan dari kebudayaan itu sendiri.

4.4.2. Dalihan Natolu Sebagai Nilai Budaya

Kebudayaan masyarakat Pangururan secara etnis adalah Batak Toba. Nilai

budaya sebagai wujud kebudayaan masyarakat Pangururan adalah Dalihan Natolu

(tiga tungku). Dalihan Natolu merupakan suatu struktur yang mengintegrasikan

masyarakat kedalam suatu bentuk keteraturan dan keseimbangan pola hidup

masyarakat. Seperti yang dijelaskan informan Bapak Tawar Tua Simbolon (49

tahun):

Dalihan Natolu itu dalah konsep kehidupan masyarakat di Pangururan dan tujuannya adalah untuk mempersatukan masyarakat. Dalihan Natolu adalah produk kebudayaan Batak Toba yang memberi dan mengarahkan masyarakat cara-cara hidup masyarakat, yang artinya konsep tersebut membentuk stabilisasi seluruh masyarakat di Pangururan ini.

Berangkat dari sejarah mengenai filosofi Dalihan Natolu yang dipegang

erat oleh masyarakat di Pangururan nampak jelas bahwa sistem tersebut dilahirkan

untuk mengintegrasikan masyarakat menuju keseimbangan. Keseimbangan yang

dimaksud disini bahwa konsep Dalihan Natolu tersebut mencerminkan tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 84: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

adanya pembagian kasta dalam masyarakat. seperti yang dijelaskan informan

Pendeta Ramli Sihombing (45 tahun ):

Dulu nenek moyang kita kalau memasak itu diatas tiga batu sebagai penyangga agar seimbang kuali atau periuklah contohnya. Inilah dirangkai para lelehur kita dulu sebagai cara-cara hidup dengan kelompok satu darah kita, ataupun dengan satu ikatan karna pernikahan. Masyarakat Pangururan tidak ada namanya siapa yang lebih tinggi kedudukannya kalau diadat. Yang artinya saya bilang tadi, walaupun dia hula-hula bukan berarti dia selamanya yang harus dihormati, hula-hula itupun harus menghargai dan menghormati borunya karna sebagian pekerjaan adatnya hula-hula adalah pekerjaannya boru.

Sistem sosial adalah pola-pola yang mengatur hubungan timbal balik antar

individu dengan masyarakat dan antara individu dengan masyarakatnya, dan

tingkah laku individu-individu tersebut. Dalam hubungan-hubungan timbal balik

tersebut, kedudukan dan peranan individu mempunyai arti yang penting, karena

harmonisnya hubungan masyarakat tergantung daripada keseimbangan individu-

individu.Konsep keseimbangan pola hidup masyarakat Pangururan dikategorikan

dalam tiga status dalam pembagiannya dimasyarakat yakni, Hula-Hula (pihak

pemberi istri), Dongan Tubu (satu Marga/klan), dan Boru (pihak penerima

perempuan). Hal ini juga dijelaskan oleh informan Bapak Paima Patricius Saing

(48 tahun):

Kedudukan yang dianut masyarakat Pangururan atas dasar dari Dalihan Natolu budaya Batak Toba, hal tersebut terbagi kedalam tiga kedudukan yaitu Hula-Hula (Paman), Dongan Tubu (satu Marga), Boru (pihak perempuan/suami anak perempuan). Ketiga kedudukan di Pangururan ini mempunyai adat masing-masing dalam status yang kita miliki.Dalam suatu acara di Pangururan

Universitas Sumatera Utara

Page 85: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

ini, kedudukan-kedukan tadi harus menjalankan tugas-tugasnya, peran hula-hula itu apa, peran boru itu apa.

Kedudukan (status) yang dimiliki masyarakat Pangururan merupakan

suatu kedudukan yang diterima sejak lahir (asceibed status), status yang

diusahakan(aschieved status), status yang diberikan atas usaha (asigned status).

Status yang pertama yang dianut masyarakat adalah status Marga/klan, karna

status tersebut diterimanya mulai sejak lahir. Peranan setiap individu yang terikat

dengan ikatan Marga di Pangururan harus bersifat saling menjaga satu sama lain

agar hubungan marga tersebut hidup dengan langgeng. Potensi konflik masyarakat

Pangururan adalah ikatan satu Marga/klan. Hal ini jelas bahwa hubungan yang

berdekatan lah yang dapat memicu perpecahan ketimbang hubungan yang jauh,

dimana setiap individu kadangkala bersikap intoleran terhadap ikatan darahnya.

Seperti yang dituturkan oleh informan Bapak A. Riston Sitanggang (67 tahun):

Kalau satu marga kita itu disebut dengan Dongan Tubu/Sabutuha (satu darah). Masarakat Pangururan kalau kita dengan satu Marga itu harus bersikap hati-hati, jangan sampai tersinggung, karna yang satu Marga ininya yang sering salah paham dan juga berkelahi. Makanya dalam pesan-pesan leluhur kita selalu itu diumpamakan seperti ini “hau na jonok do naboi marsoigosan” (kayu yang berdekatannya saling bergesekan). Perumpamaan ini mengartikan bahwa kita yang satu marga itu harus “Marsipasangapan” (saling menghormati dan menghargai) biar gak timbul perkelahian diantara kita satu Marga.

Hal tersebut juga ditambahkan bapak Pator Herman Sitanggang (57 tahun):

Kalau satu Marga itu di Pangururan ini harus saling menjaga bersifat menghargailah. Kalau tidak menghargai perkelahian yang datang ujung-ujungnya. Kita tidak boleh anggap enteng atau sepele walaupun yang satu Marga atau adik kitapun itu, karna ini yang mala petaka bagi kita

Universitas Sumatera Utara

Page 86: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

satu Marga di Pangururan ini. Contohnya masalah warisan, kita yang satu Marga harus saling menjaga dan menghargai. Seperti yang dikatakan pada perumpamaan “akka naso manta mardongan tubu, na tajom ma adopanna” (barang siapa yang tidak saling menjaga hubungan satu Marga, celaka yang akan dihadapinya).

Dari penjelasan diatas tampak jelas bahwa hubungan satu Marga di

Pangururan merupakan potensi terjadinya perpecahan/konflik. Penulis

menemukan bahwa Dalihan Natolu sebagai simbol pola keseimbangan

masyarakat Pangururan yang dimana dibagi menjadi tiga status yakni Hula-Hula,

Dongan Tubu, dan Boru mempunyai peranan masing-masing dalam mewujudkan

pola keteraturan hubungan-hubungan antar masyarakat. Seperti halnya konflik

yang terjadi dalam satu Marga di Pangururan, peranan Hula-Hula dan Boru sangat

potensial sebagai mediator perpecahan yang terjadi dalam ikatan Marga tersebut.

Seperti yang dikatakan oleh Informan Tawar Tua Simbolon (49 tahun):

Kalau konflik dalam satu Marga ada yang terjadi di Pangururan ini, maka yang datang nanti untuk mendamaikan perkara Marga tersebut adalah Hula-Hulanya dan Borunya.

Status/kedudukan masyarakat Pangururan yang kedua adalah Hula-Hula

yang diterima melalui usaha (aschieved status). Hula-Hula dalam masyarakat

Pangururan berperan sebagai pemberi perempuan terhadap suatu ikatan Marga

dan juga dipercaya sebagai pemberi berkat kepada yang disebut sebagai pihak

Boru, melalui doanya kepada Tuhan-nya. Dalam artian, ikatan Marga tersebut

dalam adat masyarakat Pangururan akan menjadi pihak Boru dari Hula-Hula

(pemberi perempuan). Maka untuk itu, sikap masyarakat Pangururan terhadap

Hula-Hula harus dihormati oleh Borunya. Seperti yang dikatakan oleh informan

Bapak Ramli Sihombing (45 tahun):

Universitas Sumatera Utara

Page 87: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Sikap kita di Pangururan ini kalau terhadap Hula-Hula, kita harus menghormati, menghargai, dan membantunya kalau ada contohnya acara pesta adat yang diadakannya. Hula-Hula itu bagi kita masyarakat Batak adalah Tampuk ni hita jolma (pusat/pusar kita manusia) yang artinya Hula-Hula lah yang memberikan kita keturunan lewat anak gadisnya. Maka dengan itulah, kita masyarakat Pangururan harus Somba(hormat) kepada Hula-Hula (tulang/paman)kita. “Songon nidok ni natua-tua, naso somba marhula-hula, siraraon ma gadong na” (seperti yang diumpamakan oleh orang tua, barang siapa yang tidak menghormati hula-hulanya, hancur/busuklah ubinya).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sikap masyarakat

terhadap hula-hulanya harus bersikap hormat dan menghargai. Pada waktu

penelitian dilapangan, penulis menemukan bahwa peran hula-hula terhadap pihak

parboru bersifat mengayomi, lemah lembut, dan menghargai. Hal ini dikarnakan,

Hula-Hula walaupun pemberi perempuan juga mempunyai ketergantungan

terhadap borunya, dimana Hula-Hula membutuhkan sebagian pekerjaan Boru

dalam suatu acara adat. Dan peran Hula-Hula juga di Pangururan, apabila konflik

terjadi dalam kehidupan Borunya maka Hula-Hula lah yang berperan untuk

mendamaikannya sebagai mediator. Seperti yang dikatakan oleh informan Bapak

Paima Patricius Saing (48 Tahun):

Kita memang harus menghormati Hula-Hula kita, tapi Hula-Hula kita juga harus menghormati dan menghargai kita borunya, karna kitalah Bukkulan/Siboru Parlopes/Sihunti Ampang, yang artinya Borulah yang memberikan tenaga seperti menyajikan makanan dalam acara yang diadakan Hula-Hula. Makanya, kalau Boru ada yang mengalami pertengkaran, maka Hula-Hula lah yang mendamaikannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 88: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Status ketiga yang disebut sebagai unsur Dalihan Natolu adalah Pihak

“Parboru”, dimana status tersebut diterima melalui pemberian (asigned Status).

Pihak parboru merupakan kelompok yang paling berperan dalam suatu acara di

masyarakat Pangururan. Pihak tersebutlah yang mengkondisikan bagian

konsumsi, mengundang tamu yang terlibat kerabat dengan tutur Marga (konsep

dari hula-hulanya). Boru dalam konsep Batak di Pangururan adalah

Bukkulan/Sihunti Ampang (tenaga/penyajian/ bagian dapur), Maka untuk itulah

sikap Hula-Hulanya harus lemah lembut, membujuk, dan menghargai Borunya.

Seperti yang dituturkan informan Bapak J. Molder Sinaga (52 tahun):

Parboru nya dibilang bukkulan/siboru parhopes/sihunti ampang. Parboru juga disebut Parhobas (pembantu segalanya) kalau dalam suatu acara. Parborulah yang paling capek tugasnya kalau dikita masyarakat Pangururan.Bagian konsumsi didapur adalah tugas dan kewajiban parboru. kita Hula-Hula harus elek (membujuk, lemah lembut) terhadap pihak Boru kita, karna itu tadi merekalah bukkulan kita.

Dari penjelasan diatas nampak jelas bahwa sikap hula-hula terhadap

Borunya harus bersikap membujuk, lemah lembut, dan saling menghargai. Hal

tersebut dikarnakan bahwa peran Boru dalam masyarakat Pangururan untuk

membantu pihak Hula-hulanya dalam suatu pekerjaan. Dalam waktu penelitian,

penulis juga menemukan bahwa peran Boru di Pangururan bersikap akomodatif,

dimana apabila terjadi konflik dalam kelompok Hula-Hulanya, maka peran

Borulah yang menjadi mediator dalam mendamaikan konflik/pertengkaran

tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh informan Bapak A. Riston Sitanggang (67

tahun):

Universitas Sumatera Utara

Page 89: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Kalau Hula-Hula kita bertengkar hebat, kitalah Borunya yang datang untuk mendamaikannya secara kekeluargaan. Hula-Hula kita itukan keluarga melalui istri kita, jadi kalau mereka bertengkar sudah menjadi kewajiban kita ikut campur untuk mendamaikan hula-hula kita tadi.

Konsep keseimbangan dan keteraturan pola hidup masyarakat Pangururan

merupakan wujud dari unsur-unsur Dalihan Natolu sebagai produk kebudayaan

Batak Toba. Pola keseimbangan masyarakat Pangururan tercipta sesuai tujuan

maknanya yaitu, peranan masing-masing fungsi status masyarakat dihayati dan

dijalankan sesuai fungsi status yang dimilikinya. Dari kesimpulan penjelasan

diatas tampak jelas bahwa nilai budaya masyarakat Pangururan merupakan

landasan/patokan berperilaku dan tindakannya. Dengan begitu, keberlangsungan

keharmonisan masyarakat Pangururan akan selalu terjaga, dikarnakan peranan dan

sistem budaya Dalihan Natolu diiternalisasikan kedalam sistem keperibadian

setiap individu masyarakat melalui adaptasi dan juga melalui proses sosialisasi

dari agen-agen sosial. Dengan proses internalisasi tersebut maka setiap individu

sadar akan dirinya adalah bagian dari kelompok masyarakat.

4.4.3. Nilai Agama Sebagai DasarPraktik Kerukunan Umat Beragama

Menurut Talcott Parsons agama secara tradisional memberikan kerangka

arti simbolis yang bersifat umum yang karenanya sistem nilai dalam masyarakat

memperoleh makna akhir atau mutlak. Dengan kata lain, pandangan dunia (word

view) yang mendasar dalam masyarakat berkaitan dengan struktur agamanya.

Pandangan dunia merupakan kerangka umum bagi orientasi kognitif yang pokok

dan simbol ekspresif yang dianut bersama dalam suatu masyarakat. Artinya,

Universitas Sumatera Utara

Page 90: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

kepercayaan-kepercayaan dasar serta sentimen secara khas dibentuk oleh warisan

agama.

Nilai-nilai agama Kristen mengajarkan kepada seluruh umatnya agar hidup

dengan cinta- Kasih. Nilai tersebut bertujuan agar manusia hidup berlandaskan

dalam Kasih Yesus Kristus. Nilai tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kebenaran (Truth), kita umat manusia harus memegang teguh kebenaran dan

mengajarkannya dalam kebenaran berdasar pada alkitab. Kebenaran ini juga

terletak pada integritas dan kejujuran, yaitu ada keselarasan antara apa yang

dikatakan dan dilakukan.

b. Kesalehan (righteousness), disini setiap orang percaya harus hidup berfokus

dan berpusat pada Allah Bapa di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Kesalehan

berbicara tentang hubungan kita dengan Allah dan kesederhanaan hidup.

c. Kekudusan (Holiness), ini merupakan syarat seseorang dapat melihat Allah, dan

masuk menghadap hadiratnya. Umat Kristen telah dipisahkan dari dunia ini untuk

tujuan khusus yaitu sebagai garam dan terang dunia.

d. Kesetian (Faithfulness), sifat setia sangat diharapkan untuk dapat dimiliki oleh

setiap orang percaya. Kesetian orang Kristen harus didasarkan pada kesetian

Allah sendiri dengan senantiasa menyertai kita.

e. Keutamaan (excellency), semangat yang terbaik untuk memberikan kepada

Tuhan dan sesama tentunya diilhami oleh Allah sendiri yang telah memberikan

pemberian yang terbaik yaitu anak-nya yang Tunggal bagi dunia.

f. Kasih (Love), ini merupakan ciri kehidupan umat Kristiani yang selalu

dinantikan oleh orang-orang disekitar kita. Kasih yang dinyatakan kesediaan

Universitas Sumatera Utara

Page 91: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

untuk menerima orang lain, mengampuni yang bersalah, dan menyalurkan berkat

Tuhan yang membutuhkan.

Nilai-nilai agama Islam mengajarkan kepada seluruh penganutnya agar

tercipta keserasian para penganutnya maupun antar umat beragama. Nilai ajaran

agama Islam sangat menjunjung dan memperioritaskan terciptanya hubungan

yang harmonis antar umat beragama. Dalam hal tersebut nilai-nilai agama Islam

mencakup tiga aspek sebagai pokok yang harus diperhatikan dalam ajaran agama

Islam yaitu:

a. Nilai Akidah, akidah atau keimanan merupakan landasan bagi umat Islam,

sebab dengan akidah yang kuat seseorang tidak akan goyah dalam keimanannya.

Akidah dalam Islam keyakinan tentang akan Allah sebagai Tuhan yang wajib

disembah. Untuk itu sebagai umat Islam harus mengucapkan kalimat syahadat

sebanyak dua kali dan perbuatan dengan amal sholeh, beserta keyakinan yang

kuat dari dalam hati.

b. Nilai Syari’ah adalah panduan yang diberikan Allah yang berisikan hukum-

hukum atau aturan untuk semua hamba-hambanya untuk diamalkan demi

mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat. Syariah juga diartikan sebagai

peraturan-peraturan atau pokok-pokok yang digariskan oleh Allah agar manusia

berpegang kepadanya, dalam mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya,

sesama manusia, alam dan hubungan manusia dengan kehidupan.

c. Nilai Akhlak, dalam agama Islam Akhlak merupakan perilaku seseorang

muslim memberikan suatu gambaran akan pemahamannya terhadap umat Islam.

Akhlak adalah gambaran tingkah laku dalam jiwa yang daripadanya lahir

perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan

Universitas Sumatera Utara

Page 92: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

pertimbangan. Akhlak dalam ajaran Islam terdiri dari berbagai aspek, dimulai

akhlak terhadap Allah hingga terhadap manusia yyaitu sebagai berikut:

1. Akhlak terhadap Allah, nilai-nilai ke-Tuhanan yang mendasar adalah;

iman, ihsan, takwa, iklas, tawakal, syukur dan sabar.

2. Akhlak terhadap manusia, nilai-nilai akhlak terhadap sesama manusia

yakni sebagai berikut; silaturahmi, persaudaraan, persamaan, adil, baik

sangka, rendah hati, tepat janji, lapang dada, dapat dipercaya, perwira,

hemat dan dermawan.

Ajaran agama bagi masyarakat Pangururan merupakan simbol nilai yang

menjadi acuan/pedoman hidup setiap masyarakat. Doktrin agama mengarahkan

setiap umatnya untuk berintegrasi dan berperilaku atau bertindak sesuai aturan-

aturan yang tercakup didalam ajaran agama tersebut. Kerukunan antar umat

beragama di Pangururan dapat tercipta dengan harmonis dipengaruhi oleh ajaran-

ajaran agama masing-masing. Ajaran agama mendoktrin umatnya untuk bersikap

baik terhadap sesama manusia walaupun berbeda identitas budaya, agama, suku,

dan sebagainya. Kerukunan antar umat beragama di Pangururan dapat terjalin

dengan harmonis adalah bahwa setiap umat beragama menginternalisasikan ajaran

agama kedalam pembentukan kepribadiannya. Hal tersebut juga dapat

disimpulkan bahwa sifat masyarakat Pangururan yang berbeda agama

mengedepankan nilai-nilai agama, yakni tujuan dari ajaran agama tentang

keselamatan duniawi yang mutlak.Seperti yang dijelaskan informan Pendeta

Ramli Sihombing (45 tahun):

kita dapat rukun dengan umat beragama lain yang berbeda dengan aliran kepercayaan kita itu yang paling

Universitas Sumatera Utara

Page 93: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

utama dipengaruhi oleh ajaran agama di Pangururan ini. Ajaran agama kita Kristen mengajarkan kita untuk saling mengasihi satu sama lain, baikpun itu agama Islam, Buddha, Hindu maupun Parmalim. Dalam ajaran agama Kristen, kita umatnya diajarkan untuk mengasihi musuh kita. Inilah yang kita jalankan sebagai umat Nasrani di Pangururan ini kita saling menghormati dan menghargai mereka yang berbeda agama dengan kita.

Hal tersebut juga ditambahkan oleh Ustad Hendra Himawan Manik :

Kita dapat hidup rukun di Pangururan ini karna kita saling menghargai dan menghormati agama masing-masing. Ajaran agama itu mengajarkan kita untuk berakhlak, yakni berakhlak kepada Subwanata Allah, berakhlak kepada sesama manusia, dan berakhlak kepada lingkungan. Di Pangururan ini ajaran agamalah yang menjadi landasan perilaku setiap umat Muslim, dimana kita diajarkan dalam “alquran” saling menghormati, saling menghargai, saling tolong-menolong, dan saling membantu satu sama lain.

4.5. Peran Elit Lokal dan Masyarakat Dalam wujud Kerukunan Umat

Beragama

4.5.1. Peran Elit Lokal

Peranan elit lokal mengacu pada fungsional struktural, yang dipercaya

dan ditunjuk oleh masyarakat sebagai pemimpin untuk mengatur dan

mempertahankan berbagai persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat

mengarah pada kesejahteraan hidup masyarakat. elit lokal merupakan status yang

merupakan suatu posisi struktural dalam sistem sosial yang ditunjuk oleh

masyarakat maupun status yang diusahakannya (aschieved dan asigned status),

dan berperan menjalankan fungsinya dalam membangun dan mempertahankan

pola kesejahteraan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Page 94: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

4.5.1.1. Peran Elit Formal

Elit formal adalah orang yang oleh organisasi/lembaga tertentu ditunjuk

sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan dan pengangkatan resmi memangku

suatu jabatan dan struktur organisasi dengan segala hak dan kewajiban yang

berkaitan dengannya untuk mencapai sasaran organisasi.

Gerakan sosial lahir sebagai wujud reaksi terhadap permasalah-

permasalahan yang dapat mempengaruhi keteraturan dan keseimbangan

masyarakat sehingga masyarakat berprinsip untuk menciptakan perubahan

diberbagai bidang kehidupan masyarakat. gerakan sosial juga sebagai sebuah

tindakan yang berkelanjutan secara bertahap, dan kampanye yang dilakukan oleh

orang-orang biasa dan mereka membuat tuntutan secara kolektif dan solidaritas

dalam interaksi yang berkesinambungan. Gerakan sosial dinilai sebagai bentuk

aktivitas yang khas dari masyarakat sipil dalam kegiatan sosial aktor-aktor terlibat

secara mandiri dan diikat oleh suatu identitas kolektif yang dibangun atas dasar

kebutuhan dan kesadaran.

Kondisi ini juga ditemui pada peran elit formal masyarakat Pangururan

sebagai bentuk gerak sosial maupun fungsi status sosial dalam menjaga dan

mempertahankan kerukunan antar umat beragama. Peran-peran elit formal

masyarakat Pangururan dalam menjaga kerukunan umat beragama terbentuk

dalam gerakan sosial dalam wujud tindakan yang dilakukan oleh segenap aktor

yang mempunyai status kepemimpinan. Demi terwujudnya keharmonisan

hubungan antar umat beragama cara-cara elit formal dalam fungsinya membentuk

Universitas Sumatera Utara

Page 95: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

wujud perilaku dan tindakan seperti halnya, membangun solidaritas dan

memfasilitasi tokoh-tokoh agama.

4.5.1.1.1.Membangun Solidaritas

Solidaritas merupakan rasa kebersamaan, rasa kesatuan kepentingan, rasa

simpati, sebagai salah satu anggota dari kelas yang sama atau diartikan sebagai

perasaan atau ungkapan dalam sebuah kelompok yang dibentuk oleh kepentingan

bersama.

Solidaritas yang dimaksud disini adalah membangun rasa kebersamaan

atau kesatuan dalam kepentingan bersama untuk mengurangi keanekaragaman

masyarakat yakni perbedaan agama. Peranan elit formal masyarakat Pangururan

berfungsi dalam mewujudkan hubungan harmonis antar umat beragama, hal

tersebut dilihat dalam bentuk tindakan elit dalam membangun rasa kebersamaan

demi kepentingan bersama dalam keanekaragaman agama di Pangururan. Seperti

yang dituturkan oleh informan Bapak Tawar Tua Simbolon selaku ketua

Departemen agama kebupaten Samosir:

Peranan dari tokoh masyarakat sangat menjunjung tinggi keharmonisan umat beragama di Pangururan ini. Seperti Bupati kita kemarin mengadakan silaturahmi pada bulan Puasa agama Muslim, dengan mengajak dan mengundang jajaran tokoh-tokoh masyarakat sekabupaten Samosir untuk buka bersama. Silaturahmi yang diadakan bupati kita Rafidin Simbolon sangatlah berguna dimana dalam acara tersebut kita tokoh-tokoh masyarakat diajak untuk membangun dan mempertahankan kerukunan umat beragama. Dalam upaya yang dipaparkannya pada pertemuan tersebut, ditekankan kepada segenap penyuluh agama untuk selalu menekankan nilai-nilai agama

Universitas Sumatera Utara

Page 96: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

masing-masing umat demi mewujudkan hubungan harmonis dibidang keagamaan.

Bentuk tindakan peran elit lokal dalam menjaga dan mempertahankan

kerukunan antar umat beragama di Pangururan juga didukung oleh peranan FKUB

(Forum kerukunan umat beragama). Seperti yang dituturkan oleh informan Bapak

J. Molder Sinaga selaku ketua FKUB:

Kita angota dalam forum kerukunan umat beragama terdiri dari para tokoh-tokoh dari setiap agama. Mengenai tindakan yang kami upayakan dalam menjaga kerukunan umat beragama didaerah kita ini, kita yang terdiri dari segenap penyuluh agama mencari soulusi yakni setiap penyuluh agama ditekankan untuk mengajarkan nilai-nilai agama pada umatnya. Tindakan kita untuk menjaga dan mempertahankan kerukunan umat beragama di Pangururan diutamakan sosialisasi kepada generasi muda untuk mencegah konflik-konflik agama dimasa mendatang.

Secara sosiologis, tindakan-tindakan para elit formal masyarakat

Pangururan, dalam membangun solidaritas adalah untuk menjaga timbulnya

konflik-konflik yang bernuansa agama. Yang artinya fungsi dari peranan status

elit lokal pangururan adalah sebagai bentuk pengendalian supaya tidak terjadi

dinamika konflik masyarakat yang berbeda agama. Dalam mengatasi dinamika

konflik agama, silaturahmi dan solidaritas FKUB merupakan suatu bentuk

pengendalian sosial.

4.5.1.1.2.Fasilitas dan Sosialisasi

Dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama, elit formal di

Pangururan dalam tindakannya adalah memfasilitasi setiap lembaga-lembaga

agama dan mensosialisasikannya untuk bekerjasama dalam penekanan nilai-nilai

Universitas Sumatera Utara

Page 97: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

agama kepada setiap masyarakat sesuai kepercayaan yang dianut masing-masing.

Seperti yang dipaparkan oleh Bapak Tawar Tua Simbolon selaku ketua

departemen agama Samosir:

Kalau peran kami pemerintah dalam menjaga dan mempertahankan kerukunan antar umat beragama di Pangururan ini, kita selaku dari depag yaitu memfasilitasi setiap lembaga agama dan juga kita selalu nmensosialisasikan kepada jajaran tokoh-tokoh agama agar mengupayakan penekanan nilai-nilai agama kepada generasi muda.

Hal tersebut juga ditambahkan oleh informan Bapak J. Molder Sinaga

selaku ketua FKUB Samosir:

Dalam mewujudkan pembangunan wisata Samosir para pemerintah mengupayakan dengan mensosialisasikan lewat tokoh-tokoh agama agar berupaya menekankan nilai-nilai agama kepada masyarakat.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa peranan elit formal adalah

memfasilitasi dan mensosialisasikan kepada tokoh-tokoh agama untuk

mewujudkan keharmonisan hubungan antar umat beragama. Tujuan elit formal

adalah untuk selalu menjaga dan mempertahankan hubungan antar umat beragama

agar selalu harmonis dan guna untuk mewujudkan pembangunan kawasan wisata

Samosir.

4.5.1.1.2. Peran Elit Informal

Elit informal ialah orang yang tidak mendapatkan pengangkatan formal sebagai

pemimpin, namun karena dia memiliki kualitas unggul, dia mencapai kedudukan

Universitas Sumatera Utara

Page 98: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

sebagai orang yang mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu

kelompok atau masyarakat.

Elit informal di Pangururan mempunyai peranan sebagai status struktur

yang dimana berfungsi untuk mencapai sasaran sesuai tujuan yang dimaksud.

Tujuan yang dimaksud adalah mengupayakan terjalinnya kerukunan antar umat

beragama, yakni peranan tokoh-tokoh agama sebagai elit informal berfungsi

sebagai aktor untuk memotivasi umatnya dalam pembentukan karakter sesuai

ajaran agama yang dianut masing-masing. Peranan elit informal Pangururan

sangat berperan dalam menjaga dan mempertahankan kerukunan antar umat

beragama. Seperti yang dipaparkan oleh Ustad Amruh Hasibuan dan juga beliau

selaku Majelis Ulama Samosir:

Kita tokoh-tokoh agama berupaya untuk selalu mengingatkan dan juga mengajarkan ajaran agama agar setiap umatnya berakhlak mulia dan saling menghormati satu sama lain walaupun berbeda agama.

Hal tersebut juga ditambahkan oleh Pendeta Ramli Sihombing :

Ya kita sebagai Pendeta maupun Pastor di Pangururan ini sama-sama berupaya untuk selalu mengajarkan ajaran agama sebagai tugas kita. Ajaran agama kita sudah sangat jelas yah bahwa kita setiap umat manusia harus saling mengasihi satu sama lain. Ajaran inilah yang selalu kita tekankan kepada masyarakat umat beragama.

Dari penjelasan informan diatas dapat disimpulkan bahwa peranan elit

informal Pangururan adalah menjalankan fungsi peranannya sebagai tokoh-tokoh

agama. Peranan tokoh-tokoh agama masyarakat adalah mengajarkan ajaran agama

kepada umatnya yakni mengenai ajaran kebenaran mengenai keselamatan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 99: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

abstrak. Integrasi nilai antar umat beragama dapat mencerminkan kesatuan dan

persatuan adalah dengan ajaran agama yang bertujuan untuk mencapai kebenaran

mengenai keselamatan dunia.

4.5.2. Peran Masyarakat Pangururan yang Mencerminkan

Kerukunan

Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status) yang

artinya apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan

kedudukannya maka individu tersebut menjalankan suatu peranan. Peranan

meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang

dalam masyarakat, yang merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang

membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan. Peranan juga dapat

dikatakan sebagai perikelakuan individu yang penting bagi struktur sosial.

Setiap peranan bertujuan agar antara individu yang melaksanakan

peranan tadi dengan orang-orang yang disekitarnya yang tersangkut atau ada

hubungannya dengan peranan tersebut, terdapat hubungan yang diatur oleh nilai-

nilai sosial dan ditaati kedua belah pihak.

Keteraturan dan keseimbangan hubungan antar umat beragama yang

berbeda di Pangururan dan juga hubungan tersebut dikategorikan harmonis, hal

tersebut tercapai atau dipengaruhi adanya unsur-unsur nilai sebagai struktur sosial

masyarakat. Struktur nilai tersebut yang menjadi pengikat antar umat beragama di

Pangururan adalah Dalihan Natolu. Sistem nilai tersebut merupakan

landasan/acuan dikarnakan mempunyai peranan masing-masing dalam struktur

budaya tersebut. Kondisi keteraturan dan pola keseimbanagan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 100: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

mencerminkan keharmoniasa hubungan antar umat beragama, ditemui pada

sistem kekerabatan dan sistem budaya/tradisi masyarakat Pangururan.

4.5.2.1. Faktor kekerabatan

Kekerabatan adalah suatu ikatan,individu dengan individu, individu

dengan kelomok, kelompok dengan kelompok. Kekerabatan adalah suatu

kesatuan yang terhimpun dalam suatu ikatan darah (Marga/Klan) dan ikatan

Pernikahan. Keharmonisan dalam ikatan kekerabatan akan tercipta apabila setiap

status diperankan sesuai dengan fungsinya.

4.5.2.1.1. Ikatan Marga

Marga merupakan organisasi kelompok Primer yang terikat oleh ikatan

satu darah (Gemeinschaft/Panguyuban), yang artinya ikatan tersebut diterima oleh

masyarakat melalui keturunan. Dengan demikian, bahwa Marga yang terdiri dari

kumpulan orang-orang walaupun tempat tinggal tidak berdekatan akan tetapi,

kumpulan orang-orang tersebut mempunyai ideologi yang sama.

Kerukunan antar umat beragama di Pangururan salah satu faktor adalah

ikatan Marga (Panguyuban). Dalam hubungan Marga di Pangururan walaupun

berbeda agama namun perilaku-perilaku yang satu marga akan saling menghargai

dan bersikap menjaga satu sama lain. Hal ini dikarnakan konflik/pertentangan

masyarakat di Pangururan lebih dipengaruhi oleh ikatan Marga. Seperti yang

dituturkan oleh informan Bapak Ramli Sihombing (45 tahun):

Walaupun kita di Pangururan ini berbeda agama namun kita terikatnya sebagian oleh Marga. Walaupun kita satu Marga namun kita harus berhati-hati dengan satu Marga

Universitas Sumatera Utara

Page 101: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

ini. Satu Marga ininya mau berkelahi. Makanya kita harus berhati-hati dalam artian kita harus sopan sesuai dengan adat kita.

Hal tersebut juga ditambahkan oleh A. Riston Sitanggang (67 tahun):

Kita di Pangururan ini walaupun berbeda agama kalau kita dengan Dongan Tubu harus saling menjaga dan menghargai. Hati-hati bersikap kepada satu Marga kita, Contohnya, kalau berbicara kepada yang lebih Tua apa adatnya dan bagaimana kita harus menyebutnya, bapak tua, bapak uda, oppung, abang, anggi, ito. Ini harus dipahami oleh setiap Marga kalau tidak, bisa-bisa nanti berkelahi. Seperti yang dibilang dalam perumpamaan “hau na jonok do Marsiogosan” yang artinya keluarga yang dekat-dekatannya bisa cepat berkelahi ketimbang keluarga yang jauh.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kerukunan umat

beragama di Pangururan di bentuk oleh ikatan Marga. Nampak jelas bahwa ikatan

satu Marga mencerminkan perilaku rukun dimana setiap individu dalam Marga

tersebut harus bersikap hati-hati, yang artinya bersikap saling menjaga dan

menghargai satu sama lain dan diikuti juga dengan sebutan-sebutan yang khas

dalam tradisi budaya Pangururan.

4.5.2.1.2. Ikatan Pernikahan

Sistem pernikahan masyarakat Pangururan berbentuk tipe eksogami

(menikah diluar Marga/Klan), tipe tersebut membentuk hubungan kerabat yang

luas. Secara sosiologis, sistem pernikahan eksogami akan berfungsi sebagai

peleburan atas suatu dasar perbedaan. Peleburan tersebut dimaksud sebagai proses

yang kompleks terhadap tercapainya suatu kesatuan masyarakat yang

beranekaragam. Kompleks yang dimaksud merupakan suatu proses penyatuan

Universitas Sumatera Utara

Page 102: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

masyarakat atas dasar pernikahan, akan mempengaruhi integrasi nilai-nilai dan

norma-norma dalam pola hidup masyarakat yang beranekaragam.

Ikatan pernikahan di Pangururan juga menjadi simbol terciptanya

kerukunan antar umat beragama di Pangururan.kerukunan antar umat beragama di

Pangururan dibentuk dalam unsur-unsur Dalihan Natolu, dimana antar umat

beragama mempunyai status dan peranan masing-masing. Tiga status dalam unsur

Dalihan Natolu yaitu Hula-Hula, Dongan Tubu, Boru, inilah yang menjadi

pengikat dan pembentuk tejalinnya hubungan harmonis antar umat beragama di

Pangururan. seperti yang dijelaskan oleh J. Molder Sihombing (52 tahun):

Kalau di Pangururan ini walaupun berbeda agama namun umat Islam sebagian orang terikat keluarga dengan kita Kristen. jadi kalau ada acara adat mereka juga ikut sebagai kumpulan hula-hula, kumpulan dongan tubu, dan kumpulan Boru.

Hal tersebut juga ditambahkan oleh informan Ustad Amruh Hasibuan (40tahun):

Kalau kami umat Islam di Pangururan ini yang terikat dengan kerabat Kristen bagaimana adat-istiadat budaya disini, ya begitu juga adat yang kami ikuti. Hula-Hulanya kami, Dongan Tubunya kami, dan Boru juga nya kami. Bagaimana kewajiban diadat bah kegitu juganya, tetapi gak seluruhnya lagi kalau masalah makanan tergantung personalnya lah.

4.5.2.1.3. Interaksi Antar Umat Beragama dalam Lingkup Kerabat

Interaksi dalam hal ini adalah hubungan timbal balik masyarakat baik

individu maupun kelompok dalam suatu aspek fisik atau lingkungan yang sama.

Interaksi antar umat beragama masyarakat Pangururan juga di pengaruhi oleh

Universitas Sumatera Utara

Page 103: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

aspek lingkungan kebudayaan dimana sebagian masyarakat yang terikat dengan

kerabat baik Muslim maupun Nasrani mencerminkan sikap saling menghormati,

dan menghargai. Seperti yang dituturkan oleh informan A.Riston Sitanggang :

Walaupun Muslim di Pangururan ini kalau kita berbicara yakniantara Kristen dan Islam dimana kita saling teikat oleh keluarga juga berlandaskan pada budaya kita contohnya bagaimana kita harus berbicara dengan Hula-Hula (Tulang/Paman) sesama Dongan Tubu (satu Marga), dan dengan Boru. Umat Islam pun walaupun berbeda suku namun kita yang terikat dengan kerabat, mereka memanggil kita sesuai dengan adat budaya. begitu juga sebaliknya kita masyarakat Nasrani kalau kerabat kita etnis jawa juga kita panggil dengan kebudayaan kita. Kita disini sudah sama-sama ngerti adat budaya.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kerukunan antar umat

beragama di Pangururan, keterlibatan antar umat beragama dalam adat-istiadat

kebudayaan masyarakat. Keterlibatan yang dimaksud adalah bahwa masyarakat

mempunyai peranan masing-masing dengan status yang dimilikinya. Sikap yang

digambarkan dalam penuturan tersebut dimana ketiga kedudukan masyarakat

Pangururan hidup saling menghargai, menghormat, mengayomi dan saling

membantu satu sama lain. Kerukunan antar umat beragama tercipta di Pangururan

secara sosiologis, adanya conformity, yang artinya bahwa setiap masyarakat baik

yang berbeda agama berproses pada penyesuaian/penyelarasan dengan cara

mengindahkan kaidah-kaidah dan nilai-nilai masyarakat.

4.5.2.2. Faktor Budaya

Dalam budaya Batak Toba di Pangururan bahwa budaya “marsisari-sarian”

(saling peduli) menjadi wujud praktik perilaku integratif umat beragama di

Universitas Sumatera Utara

Page 104: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Pangururan. Tradisi tersebut merupakan bentuk tata kelakuan/adat-istiadat yang

sangat jelas tampak pada prosesi adat, seperti pernikahan maupun acara yang

meninggal. Budaya marsisari-sarian adalah suatu bentuk peran dari fungsi ketiga

status yang diterimanya dari konsep Dalihan Natolu yaitu, hula-hula, dongan tubu,

dan boru. Budaya marsisari-sarian menggambarkan suatu proses kerjasama antar

ketiga status peranan dalam budaya masyarakat Pangururan. Dalam waktu

penelitian dilapangan penulis menemukan bahwa nilai budaya tersebut menjadi

landasan atau acuan baik yang beragama Islam maupun agama Kristen di

Pangururan. Yang artinya baik agama Islam atau agama Kristen sama-sama

terlibat dalam kelompok status hula-hula, dongan tubu, dan boru.Secara

sosiologis, keadaan tersebut merupakan “conformity” dimana umat beragama

menyesuaikan/penyelarasan nilai-nilai dan kaidah-kaidang yang berlaku

dimasyarakat. Penyelaran tersebut sangat nampak dalam proses kerjasama

masyarakat didalam adat-istiadat masyarakat, dimana kerjasama tersebut timbul

bahwa setiap masyarakat menyadari adanya kepentingan dan kewajiban yang

sama pada saat yang bersamaan. Seperti yang dijelaskan informan Pastor Herman

Sitanggang (57 tahun):

Kalau ada pesta maka hula-hula dan boru akan membentuk kerjasama meskipun anggotanya ada yang Muslim, kalau di Pangururan, agamanya Muslim jugai ikut serta dalam proses pelaksanaan adat. Kalau kerjasama diadat itu nampak tugas borulah yang membantu hula-hulanya untuk mengadakan acara adat. Tugas borulah yang paling capek di acara adat karna tugas mereka itu untuk mengundang kerabat yang dikampung ini dan juga tugas mereka harus menyediakan makanan sesuai dengan kapasitas undangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 105: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Hal tersebut juga ditambahkan oleh informan Ustad Hendra Himawan

Manik (29 tahun):

Saya di Pangururan ini suku Batak Toba dan saya agama Islam dan kalau di adat saya juga pernah jadi hula-hula dan kelompok dari boru. Jadi kalau saya jadi kelompok Boru saya juga menjalankan tugas saya sebagai kelompok boru seperti mengundang kerabat hula-hula kita. Hula-hula kita tadi yang dia agama Kristen menghargai saya yang umat Islam, saya hanya ditugaskan untuk mengundang para kerabat kalau bagian memasak makanan, saya tidak disuruhkarna saya kan agama Islam dan haram bagi kami itu daging Babi.

Dari penjelasan beliau diatas tampak jelas bahwa kerjasama antar umat

beragama dalam proses acara adat saling menghargai dan bersikap toleran.

Hubungan antar umat beragama di Pangururan terjalin harmonis dimana setiap

penganut agama tersebut dalam proses adat melaksanakan kewajibannya dan

haknya sebagai landasan dari status yang dianutnya. Secara sosiologis hal ini

menggambarkan bahwa setiap umat beragama mengadakan

akomodasi/penyesuaian terhadap suatu kenyataan lingkungan budaya. Kenyataan

tersebut adalah bahwa adanya status dan peranan yang dimiliki setiap umat

beragama sebagai bentuk asimilasi melalui pernikahan.

Potensi konflik hubungan antar umat beragama akan terjadi apabila salah

satunya tidak menghargai keberadaan dan budaya kelompok agama lain. Seperti

di Pangururan bahwa mayoritas penganut agama Kristen adalah suku Batak Toba

dan minoritas umat agama Islam sebagian suku Batak dan terikat kerabat. Dalam

kebudayaan Batak daging Babi merupakan makanan tradisi masyarakat yang

beragama Kristen. Dalam penelitian dilapangan penulis menemukan bahwa

hubungan antar umat beragama di Pangururan hidup saling menghargai

Universitas Sumatera Utara

Page 106: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

kebudayaan agama masing-masing yang dianut oleh masyarakat. Hidup saling

menghargai nampak jelas pada penyajian makanan dalam prosesi adat-istiadat

yang diadakan oleh masyarakat Pangururan. seperti yang dituturkan oleh Uatad

Amruh Hasibuan (40 tahun):

Kalau masalah makanan di pesta pernikahan, kalau umat Kristen yang mengadakan acara, maka mereka menyajikan makanan khusus bagi kerabatnya yang Muslim seperti pesanan dari luar (cathering). Tapi kalau yang berduit mengadakan acara pesta maka mereka akan memberikan satu ekor kambing/kerbau untuk disembelih dan yang menyembelih kambing tadi wajib kami yang Muslim dan memasak nya juga. Umat kristen juga akan menyediakan tempat khusus/tempat duduk khusus untuk kami yang Muslim diacara pesta itu.

Hal tersebut juga ditambahkan oleh informan Bapak A. Riston Sitanggang

(67 tahun):

Kalau di Pangururan karna kita Kristen juga mempunyai ikatan dengan orang Islam, kalau di adat kalau masalah penyajian makanan kita selalu menyediakan makanan untuk yang tidak bisa mengkonsumsi daging Babi, kalau bahasa Bataknya Parsubang. Kadang kita juga menyediakan Kambing/Kerbau untuk mereka Islam dan kalau yang memotong hewan tersebut di Pangururan ini, mereka yang Islamlah dan juga memasaknya di dapur. Nanti pas acara makan, itu disediakan tempat khusus tempat orang itu makan.

Dari penjelasan beliau diatas tampak jelas bahwa sikap masyarakat antar

umat beragama saling menghargai satu sama lain. Seperti halnya penyajian

makanan khusus untuk konsumsi umat Islam dan tempat duduk yang khusus. Hal

ini menggambarkan bahwa sikap masyarakat Pangururan sangat toleran terhadap

perbedaan agama. Secara sosiologis hal ini merupakan suatu akomodasi pada

Universitas Sumatera Utara

Page 107: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

suatu kenyataan yang realistis (equilibrium), dimana setiap penganut agama

mengkondisikan budaya agama masing-masing dalam prosesi adat-istiadat.

Budaya Ulos dan Jambar merupakan suatu potensi terjadinya konflik

dalam adat-istiadat masyarakat Pangururan, dimana hal ini merupakan kewajiban

dan hak masyarakat. Dengan demikian, penulis menemukan bahwa tradisi ini

merupakan bentuk perilaku dan tindakan masyarakat antar umat beragama di

Pangururan, dimana nilai tersebut juga dipraktikkan oleh umat Muslim di

Pangururan. Seperti yang dituturkan oleh informan Bapak Tawar Tua Simbolon

(49 tahun):

Umat Muslim itu sebagian kan terikat keluarga dengan kita, jadi kalau dipesta adat mereka juga ikut Mangulosi atau menerima ulos, menerima Jambar, dan juga mereka membawa beras kepesta itu. Hal itu terjadi karna gini anak perempuanku menikah dengan Islam kalau aku mengadakan pesta contohnya menikahlah anak laki-laki saya tentu tadi anak perempuanku bersama suaminya tadi harus menjalankan tugasnya sebagai pihak boru, tidak bisa itu mengelak, jadi walaupun anak perempuanku Islam tetapnya orang itu mangulosi dan menerima jambar.

Hal tersebut juga ditambahkan oleh informa Bapak J. Molder Sinaga (52 tahun):

Ulos adalah kewajiban kita untuk memberikannya dan berhak menerimanya dari kerabat kita, kalau dibudaya kita di Pangururan ini. Suku jawa dan agama Islam pun di Pangururan ini kalau udah namanya adat harus dijalankan sesuai dengan kewajibannya. contohnya meninggallah seseorang agama Kristen dan hula-hulanya adalah orang jawa dan beragama Islam, hula-hulanya tadi kalau di Pangururan ini tetap dan wajib memberikan Ulos Saput kepada yang meninggal, itu udah tradisi kita yang wajib harus kita jalankan. Begitu juga sebaliknya

Universitas Sumatera Utara

Page 108: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

kalau yang umat Muslim yang meninggal kita mengikuti adat mereka dan apa kewajiban kesitu juga kita berikan.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa setiap umat beragama di

Pangururan, budaya Ulos dan Jambar walaupun beragama Muslim namun tetap

juga menjalankannya sebagai fakta dari peranan status yang dimilikinya. Secara

sosiologis bahwa kerukunan/harmonisasi hubungan masyarakat tercipta apabila

setiap individu menginternalisasikan peranannya dengan sistem budaya dalam

pembentukan kepribadiannya. Dengan kata lain setiap aktor harus menyesuaikan

lingkungannya akibat kenyataan yang diterimanya. Hal ini jelas bahwa walaupun

dibedakan agama namun apabila seseorang tersebut terikat dengan kebudayaan

dimana dia tinggal maka aktor tersebut harus menjalankan perannya sesuai

dengan statusnya.

4.5.2.3. Faktor Lingkungan

Kerukunan antar umat beragama di Pangururan juga dipengaruhi keadaan

lingkungan. Keadaan lingkungan juga merupakan hasil dari ciptaan/wujud

kebudayaan yang mencerminkan pola dan bentuk tatanan kehidupan masyarakat.

Lingkungan kecamatan Pangururan secara teritorial didominasi oleh suku Batak

Toba dan agama Kristen dan keadaan masyarakat di lingkungan kecamatan

Pangururan dalam tatanan masyarakatnya mencerminkan keteraturan dan

keharmonisan masyarakat. Dalam penelitian dilapangan penulis juga menemukan

bahwa kerukunan atar umat beragama di Pangururan di pengaruhi oleh faktor

lingkungan, dimana adanya proses asimilasi yang terjadi pada setiap masyarakat.

Proses asimilasi yang terjadi di Pangururan adalah adanya penyesuaian bahasa

Universitas Sumatera Utara

Page 109: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

dan tradisi pola hidup keseharian masyarakat. seperti yang dijelaskan oleh Slamet

Ryono (50 tahun):

Kami masyarakat pendatang disini, sudah 10 tahun lebih kami tinggal disini. Kalau kita umat Muslim di Pangururan ini apalagi kami yang merantau disini ya kami harus menghargai budaya masyarakat asli disini. Seperti halnya kalau saat kami berbicara dengan umat Kristen kadang-kadang kami itu sudah berbahasa Batak Toba. Kami yang merantau disini tidak ada keluarga, yang menjadi keluarga kami yah orang Kristen disini juga. Kalau kami sakit, yang menolong dan membawakan kami kerumah sakit itu yah itu tadi orang Kristen juga.

Hal ini juga ditambahkan oleh informan Harduga Nainggolan (22 Tahun):

Kalau kita umat Kristen di Pangururan ini juga menghargai budaya agama mereka dan juga budaya sukunya. Tapi kalau dalam bahasa sehari-hari kita dengan mereka sudah keseringan berbahasa Batak Toba walaupun mereka yang umat Muslim tadi dan juga masyarakat pendatang mereka masing kurang lancar dalam bahasa kita Toba. sikap mereka itu menghormati dan menghargai kita disini sebagai masyarakat setempat, kitapun gitu karna kita dihargai oleh mereka maka kita menghargai dan menghormati mereka juga.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kerukunan antar umat

beragama secara sosiologis masyarakat imigran Pangururan bertindak secara

“conformity” adanya penyesuaian/penyelarasan nilai bahasa dan norma-norma

yang berlaku dimasyarakat. Penyesuaian tersebut merupakan suatu wujud perilaku

masyarakat untuk menjaga stabilisasi hubungan antar umat beragama di

Pangururan. Hal tersebut dipengaruhi oleh kesadaran individu atau kelompok

imigran masyarakat Pangururan, terhadap kedudukannya sebagai masyarakat

minoritas sehingga membentuk kepribadiannya sesuai dengan nilai dan norma

Universitas Sumatera Utara

Page 110: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

yang berlaku dimasyarakat. Dengan demikian dengan penyesuaian terhadap

lingkungan budaya lain maka secara lambat laun (evolusi), suatu kepribadian

individu akan berubah.

Salah satu wujud tindakan perilaku rukun antar umat beragama di

Pangururan juga didukung dengan pola adaptasi terhadap kebiasaan-kebiasaan

yang membudaya dilingkungan masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan masyarakat

Pangururan bahwa tempat perkumpulam masyarakat umumnya di Lapo Tuak

(kedai Tuak). Penulis menemukan bahwa kerukunan antar umat beragama di

Pangururan adanya proses asimilasi yakni saling bergaul langsung dalam kurun

waktu yang lama seperti halnya di Lapo Tuak. Seperti yang dijelaskan Ustad

Amruh Hasibuan (40 tahun):

Ya jelas agama Islam itu juga kadang minum tuak dengan agama Kristen di kedai tuak. Peminum tuak ini antara Islam dan Kristen itu paling banyak dijumpai di Pangururan ini mereka yang generasi muda. Generasi muda Islam dan Kristen di Pangururan dalam dunia permainan anak muda itu uda sama-sama kalau di Pangururan ini.

Hal ini juga ditambahkan oleh informan Harduga Nainggolan (22 Tahun):

Aku Kristen dan teman saya Islam itu sudah sering berkumpul dilapo tuak untuk minum tuak bersama. Bernyanyi bersama, kalau kita kan lagu Batak nya lagu populer kita mereka juga yang Islam baik itu yang pendatang ke Pangururan ini mereka ikut menyanyikan lagu Batak yang kita nyanyikan. Udah pandaipun orang itu mengenai lagu-lagu Batak.

Dari penjelasan informan diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan

antar umat beragama di Pangururan hidup dalam rukun di pengaruhi adanya

Universitas Sumatera Utara

Page 111: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

proses asimilasi umat Islam terhadap kebudayaan setempat. Proses asimilasi

tersebut sangat didukung dengan para imigran yang berdomisili di Pangururan

dimana mereka menyesuaikan pola perilakunya terhadap kebudayaan yang

berlaku dimasyarakat. Dengan proses asimilasi tersebut merupakan salah satu

gambaran terbentuknya kerukunan antar umat beragama di Pangururan.

4.5.2.4. Faktor Ekonomi

Kerukunan antar umat beragama di Pangururan juga dipengaruhi oleh

faktor ekonomi, dimana setiap individu masyarakat membutuhkan/memerlukan

pemenuhan kebutuhan biolgisnya. Salah satu faktor pendukung tindakan antar

umat beragama adalah dibidang ekonomi. Dalam hubungan ekonomi sebagai

motivasi yang membentuk kerukunan tersebut adalah adanya hubungan ikatan

kerja dan media pertukaran jasa dan uang antar umat beragama di Pangururan.

seperti yang dijelaskan informan bapak Paima Patricius Saing (48 tahun):

Ikatan kerjalah salah satu yang menjadikan masyarakat Pangururan itu dalam perbedaan agama dapat hidup rukun. Seperti pekerja di bagian departemen agama ini umat setiap umat agama pasti ada sebagai kaur disetiap bidang agama. Begitu juga dibagian pendidikan, FKUB, FKTM, dan lembaga kemasyarakatan lainnya di Pangururan ini semua umat beragama itu terikat dengan pekerjaan.

Hal tersebut juga ditambahkan oleh Masronggo (47 tahun):

Pekerja batu Bata di Pangururan ini banyak juga orang Muslim yang bersuku jawa. Ditengok dari kesehariannya mereka dan yang punya usaha tersebut akur-akur aja seperti kadangkala pekerjanya juga diservis dengan dibawa kewarung Tuak pas malamnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 112: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Dari penjelasan diatas bahwa hubungan rukun antar umat beragama

sangat dipengaruhi oleh faktor ikatan kerja. Secara sosiologis kerukunan antar

umat beragama dapat terjalin dengan harmonis dikarnakan, pola adaptasi dengan

lingkungannya dalam pemenuhan kebutuhannya di Pangururan dengan bekerja

sebagai buruh maupun bekerja didalam struktur kepemerintahan. Hal tersebut

merupakan suatu tindakan adaptasi masyarakat pendatang di Pangururan dimana

masyarakat dalam pemenuhan kebutuhannya harus bekerja sebagai buruh maupun

bertugas dengan sistem kepemerintahan.

Kerukunan antar umat beragama di Pangururan juga diwujudkan dalam

praktik ekonomi yang dimana antar umat beragama Islam dan Kristen

mengadakan pertukaran barang dan uang. Dalam penelitian dilapangan, penulis

menemukan bahwa masyarakat imigran dalam bertahan hidup di Pangururan

adalah dengan berdagang seperti usaha dagang industri rumah makan. Dan

pengunjung/pembeli dagangan mereka masyarakat pendatang adalah sebagian

besar adalah umat Kristen. Hal ini menggambarkan bahwa tindakan dan perilaku

masyarakat antar umat beragama di Pangururan sangat toleran dan bersifat

menjauhkan sikap eksoterisme dalam suatu agama. Seperti yang dijelaskan oleh

informan Slamet Ryono (50 tahun):

Kami umat Islam disini dan juga sebagai orang yang merantau ke Pangururan ini, dalam mempertahankan hidup kami yah dengan berdagang rumah makanlah. Walaupun kami suku Minang dan pendatang disini tapi pengunjung/pembeli kewarung kami ini itu kebanyakan orang Kristen, sekitar 70% lah orang Kristen dibanding orang Islam yang datang makan kewarung kami ini.

Hal tersebut juga ditambahkan oleh informan Masronggo (47 tahun):

Universitas Sumatera Utara

Page 113: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Kami udah 15 Tahun disini dan hidup bertetangga dengan Kristen. Kami disini bekerja dengan menjual makanan. Diwarung ini, kebanyakan orang Kristen yang datang Markombur, dan juga biasanya kalau masalah pribadi (keuangan) orang Kristen itu terkadang ke kami yang Muslim ininya orang itu bertukar pikiran, katanya kalau sama-sama orang Kristen merasa dikucilkan kalau bicara masalah keuangan.

Dari penjelasan informan diatas tampak jelas bahwa perilaku dan tindakan

masyarakat sangat harmonis dengan perbedaan agama. Hal tersebut dilihat pada

proses pertukaran barang dan uang dimana umat Islam yang juga sebagai

pendatang menyediakan kebutuhan terhadap pelanggan Kristen dengan menerima

imbalan (reward) atas jasa/barang yang diberikannya kepada umat Kristen. juga

tampak jelas bahwa tindakan masyarakat seperti yang dijelaskan informan diatas

bahwa setiap keluhan pribadi individu agama Kristen lebih terbuka kepada umat

yang agamanya yang Islam.

Universitas Sumatera Utara

Page 114: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan oleh penulis mengenai dasar

praktik yang mencerminkan kerukunan antar umat beragama di Pangururan, maka

kesimpulan yang diambil adalah sebagai berikut:

Sebagai landasan praktik kerukunan antar umat beragama di Pangururan

adalah Dalihan Natolu (tiga tungku), yang merupakan sistem budaya Batak Toba.

Nilai tersebut adalah suatu simbol atau lambang yang menjadi pedoman atau

acuan masyarakat Pangururan dan juga berpengaruh positif dalam memperkukuh

hubungan antar umat agama yang berbeda-beda. Dalihan Natolu merupakan

wujud kebudayaan Batak Toba di Pangururan yang melambangkan bentuk

keteraturan dan pola keseimbangan masyarakat. Pola keseimbangan masyarakat

Pangururan dilambangkan dalam tiga wujud status yakni, Hula-Hula (pihak

pemberi istri), Dongan Tubu (ikatan Marga/klan), dan Boru (pihak yang diberi

perempuan). Dalam wujud keteraturan masyarakat Pangururan, bahwa ketiga

status tersebut mempunyai peranan masing-masing dalam fungsi statusnya, yakni;

sikap hormat kepada pihak Hula-Hula, sikap hati-hati terhadap satu Marga/klan,

dan sikap mengayomi, lemah lembut dan membujuk kepada pihak Perempuan.

Peranan tersebutlah yang mencerminkan kerukunan antar umat beragama di

Pangururan dilihat bahwa Dalihan Natolu merupakan nilai dan norma yang

membentuk sikap perilaku dan tindakan umat beragama. Untuk membuktikan

nilai budaya tersebut dalam mengintegrasikan antar umat beragama di Pangururan

Universitas Sumatera Utara

Page 115: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

yang mencerminkan sikap dan tindakan antar umat beragama adalah peranan atas

status.

1. Faktor Kekerabatan

Faktor kekerabatan di Pangururan merupakan wujud Dalihan Natolu yang

dilambangkan dalam tiga status pola hidup masyarakat. Kekerabatan masyarakat

Pangururan dibagi kedalam dua bentuk yakni, ikatan Marga dan ikatan

Pernikahan. Ikatan Marga dalam masyarakat Pangururan merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi keharmonisan hubungan antar umat beragama, dimana

bahwa sebagian penduduk Islam Pangururan terikat oleh Marga-Marga. Hal inilah

salah satu yang mendorong terjalinnya kerukunan antar umat beragama di

Pangururan, dimana simbol sikap atau tindakan masyarakat harus saling menjaga,

menghargai, menghormati, dan toleran terhadap yang satu Marga. Seperti halnya,

bahwa sebutan-sebutan dalam ikatan Marga di Pangururan adalah sebutan, bapak

tua, bapak uda, abang, anggi (adik), oppung (kakek/nenek), among (ayah), inong

(ibu), dan yang lainnya. Sebutan-sebutan tersebut merupakan norma-norma yang

ditaati setiap individu dalam berinteraksi/bergaul dengan satu Marganya.

Ikatan Pernikahan juga merupakan salah satu faktor yang mencerminkan

terjalinnya hubungan harmonis antar umat beragama di Pangururan. Ikatan

pernikahan tersebut sebagai bentuk peleburan atau proses asimilasi antar umat

beragama yang berbeda kebudayaan di Pangururan. Proses asimilasi di

Pangururan tercermin dalam perpaduan antar umat Kristiani dengan umat Islam

dalam pernikahan. Dengan perpaduan/peleburan tersebut masyarakat terintegrasi

dalam nilai-nilai dan norma dan menjadi cara masyarakat bertindak dan

Universitas Sumatera Utara

Page 116: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

berperilaku sesuai dengan unsur-unsur Dalihan Natolu. Yang artinya umat Islam

yang terikat dengan pernikahan beradaptasi dengan kebudayaan masyarakat

Pangururan yang terlihat dalam status yang diperankannya yakni sebagai Hula-

Hula dan Boru. Sikap yang dicerminkan ikatan tersebut di Pangururan harus

saling menghormati, saling menjaga dan toleran, dimana ikatan tersebut

mempunyai peranan penting satu sama lain dalam suatu acara adat. Sikap-sikap

tersebutlah sebagai nilai dan norma yang menjadi landasan setiap individu atau

masyarakat di Pangururan.

2. Faktor Budaya

Faktor budaya merupakan ciri khas yang mencerminkan sikap dan

tindakan masyarakat Pangururan yang berbeda agama. Sikap dan tindakan antar

umat beragama tercermin dalam bahasa, dimana antar umat beragama baik yang

berbeda etnis mengadaptasikan pola bahasanya terhadap bahasa budaya Batak

Toba. Hal ini merupakan cerminan proses asimilasi antar umat agama yang

berbeda kebudayaan dimana umat beragama tersebut saling bergaul/berinteraksi

dengan waktu yang lama sehingga budaya-budaya yang melekat pada individu

berubah secara perlahan (evolusi).

Peranan status/kedudukan dalam unsur-unsur Dalihan Natolu merupakan

bentuk perilaku dan tindakan masyarakat antar umat beragama di Pangururan

yang mencerminkan terjalinnya kerukunan maupun hubungan harmonis. Peranan

status tersebut merupakan praktik kekerabatan masyarakat Pangururan yang

terlihat dalam peranan Hula-Hula dan Boru. Yang pertama, peranan status Hula-

Hula terhadap Boru dalam budaya masyarakat Pangururan yakni menghargai, dan

Universitas Sumatera Utara

Page 117: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

bersikap lemah lembut. Hal ini dikarnakan bahwa sebagian pekerjaan Hula-Hula

adalah tugas boru, seperti menyajikan makanan dan minuman dalam acara yang

dilaksanakan. Suatu perilaku dan tindakan masyarakat Pangururan adalah apabila

ada pihak Boru yang berkelahi/konflik maka pihak Hula-Hulalah yang menjadi

pihak mediator untuk mendamaikan konflik dipihak Borunya. Hal inilah yang

mencerminkan kerukunan antar umat beragama di Pangururan walaupun berbeda

agama tetapi terlibat dalam kebudayaan yaitu peran status yang dimiliki masing-

masing atau kelompok. Kedua, peranan status Boru terhadap Hula-Hula nya

dalam budaya masyarakat Pangururan harus bersifat menghormati, menghargai,

dan membantu. Kerukunan antar umat beragama di Pangururan dipengaruhi oleh

kesatuan nilai dan norma, dimana setiap umat beragama terlibat dalam ikatan

Boru. Sikap Boru kepada Hula-Hula dalam prosesi acara adat harus saling

membantu seperti halnya penyajian makanan dan minuman. Sikap tindakan Boru

juga di Pangururan yang mencerminkan perilaku antar umat beragama yakni,

apabila dalam pihak hula-hula berkelahi/konflik maka tindakan/peranan Borulah

sebagai mediator untuk mendamaikannya secara kekeluargaan.

Salah satu sikap saling menghargai perbedaan agama di Pangururan adalah

masalah penyajian makanan, dimana dalam budaya Batak Toba dalam acara adat

dalam penyajian makanan, daging Babi merupakan makanan khas yang disajikan

dalam pelaksanaan acara adat. Sikap dan tindakan antar umat beragama di

Pangururan, apabila ada kerabatnya yang tidak bisa mengkonsumsi daging babi,

maka yang mengadakan acara akan mengkondisikan penyajian makanan untuk

mereka/kerabat yang tidak bisa mengkonsumsi sajian tersebut. Seperti halnya

penyajian makanan Khusus (cathering), atau menyembelih hewan

Universitas Sumatera Utara

Page 118: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Kambing,Kerbau atau Lembu untuk kerabat tersebut. Di Pangururan sikap

toleransi antar umat beragama tampak jelas saling menghargai dimana dalam

penyembelihan hewan Kambing, Kerbau atau Lembu dilakukan oleh umat Muslin

dan juga memasak daging hewan tersebut. Hal inilah bentuk sikap dan tindakan

masyarakat Pangururan dalam menjaga hubungan atas perbedaan budaya agama.

Perilaku dan tindakan yang mencerminkan terjalinnya kerukunan antar

umat beragama di Pangururan juga terwujud dalam tradisi Ulos, dan Jambar

dalam suatu acara adat. Secara teritorial, Pangururan dihuni oleh masyarakat

mayoritas agama Kristen dan berkebudayaan Batak Toba. Dalam prosesi adat di

Pangururan, Ulos dan Jambar adalah suatu simbol kewajiban dan hak masyarakat.

Kewajiban setiap unsur-unsur Dalihan Natolu yang disimbolkan dalam tiga peran

status/kedudukan diwajibkan harus memberikan Ulos dikarnakan hal tersebut

merupakan utang. Dan sebaliknya juga ketiga status tersebut sudah menjadi hak

untuk menerima Jambar (penghargaan) dari pihak yang mengadakan adat. Inilah

sikap-sikap yang melambangkan kerukunan antar umat beragama di Pangururan,

dimana baik umat Muslin dan juga Kristen terlibat dalam peran status adat

kebudayaan.

Sikap dan tindakan masyarakat Pangururan dalam menghargai dan

menghormati kebudayaan agama yang berbeda yakni Islam, maka dalam

pemberian Jambar juga dikondisikan seperti daging Kambing, Kerbau, atau

Lembu.

Universitas Sumatera Utara

Page 119: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

3. Faktor Lingkungan

Kerukunan antar umat beragama di Pangururan juga dipengaruhi oleh

faktor lingkungan dimana faktor ini salah satu hal untuk menjelaskan hubungan

imigran dengan masyarakat setempat. Masyarakat imigran di Pangururan sebagai

wujud yang mencerminkan kerukunan adalah adanya adaptasi/conformity dengan

budaya masyarakat asli yakni, penyesuaian bahasa, sikap-sikap menegur dengan

sebutan-sebutan tradisi masyarakat Pangururan. Hal tersebut merupakan peranan

imigran maupun masyarakat lainnya dalam mewujudkan keteraturan dan

keharmonisan di lingkungan Pangururan.

Adaptasi yang lainnya juga dicerminkan dalam kebiasaan-kebiasaan

masyarakat Pangururan yakni minum/konsumsi Tuak. Adaptasi ini merupakan

pola yang mempererat hubungan masyarakat imigran yang tidak memiliki karabat

di Pangururan, dimana mereka dalam memposisikan diri berbaur dengan

lingkungan masyarakat seperti halnya dikedai Tuak dan kedai Kopi.

4. Faktor Ekonomi

Kerukunan antar umat beragama di Pangururan juga dipengaruhi oleh

faktor ekonomi yakni dengan adanya ikatan pekerjaan dan pertukaran sosial.

Dalam ikatan pekerjaan hubungan antar umat beragama terjalin dengan baik yakni

adanya hubungan kepemimpinan dengan bawahan (di pemerintahan), dan juga

adanya hubungan pemilik modal dengan buruh seperti ikatan dalam pekerja

industri batu Bata.

Faktor pertukaran sosial juga membentuk kerukunan antar umat beragama

di Pangururan dimana, adanya proses pertukaran barang dengan uang. Seperti

Universitas Sumatera Utara

Page 120: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

halnya, bahwa strategi bertahan hidup masyarakat imigran yang Muslim di

Pangururan adalah dengan berusaha industri rumah makan. Dengan penjelasan

tersebut, sikap dan tindakan masyarakat Pangururan bahwa pengunjung rumah

makan tersebut diperkirakan sekitar 70% umat Islam dan sebagian lagi umat

Muslim. Hal inilah yang mencerminkan perilaku masyarakat bahwa sikap-sikap

antar umat beragama tidak eksoteris/etnosentris.

5. Peranan Elit Lokal

Peranan elit lokal di Pangururan juga sangat berfungsi dalam menjaga dan

mempertahankan kerukunan antar umat beragama di Pangururan. Salah satu hal

upaya yang dilakukan elit lokal Pangururan adalah membangun solidaritas antar

umat beragama yakni yang tercermin dalam tindakan Bupati dengan mengadakan

silaturahmi dan berbuka puasa bersama yang dihadiri seluruh jajaran tokoh-tokoh

masyarakat Samosir. Hal ini bertujuan untuk mendiskusikan dalam menjaga dan

mempertahankan keanekaragaman agama di Pangururan juga sekabupaten

Samosir.

Pendidikan Multikultural adalah suatu upaya yang dilakukan oleh elit

lokal di Pangururan seperti pendidikan agama dan budaya. Melalui pendidikan di

lembaga sekolah, bahwa setiap murid/siswa diajarkan pendidikan kebudayaan

dengan maksud untuk menyatukan nilai-nilai dan norma masyarakat yang berbeda

agama. Dan juga pendidikan agama sangat ditekankan kepada tokoh-

tokoh/penyuluh agama untuk menekankan ajaran agama masing-masing kepada

seluruh umat terutama genarasi mudah agar dipahami dan dihayati setiap individu.

Universitas Sumatera Utara

Page 121: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Tampak jelas bahwa agama merupakan tolak ukur setiap penganutnya untuk

bertindak dan berperilaku.

Keempat prasyarat fungsional yang digagas oleh Talcott Parsons mengenai

tindakan masyarakat yaitu AGIL yakni: Adaptasi, setiap masyarakat baik imigran

ataupun masyarakat setempat Pangururan menyesuaikan dirinya dengan pola

keteraturan dan keseimbangan masyarakat, yang artinya setiap umat beragama

mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi; Goal attainment,

untuk mencapai tujuan tersebut imigran maupun masyarakat setempat yang

berbeda agama bersikap menghormati, saling menghargai, menyapa/menegur,

saling membantu, dan toleran; Integrasi, dengan adanya upaya tujuan bersama,

masyarakat saling melebur dan bergaul/berbaur antara yang satu dengan yang lain

dengan waktu yang lama tanpa memandang perbedaan baik agama, suku, ras,

maupun status sosial. Dengan begitu, keteraturan dan keharmonisan antar umat

beragama akan terwujud; Latten Pattern Maintenance, dengan demikian anggota

masyarakat satu dengan yang lainnya melebur dalam suatu sistem sosial

masyarakat, yang artinya setiap masyarakat baik yang berbeda agama mempunyai

peranan masing-masing dalam mewujudkan sistem sosial tersebut, dengan

prinsip-prinsip yang dipertahankan yaitu nilai dan norma agama yang diyakini

setiap umatnya.

5.2. Saran

Setelah meneliti kondisi kerukunan antar umat beragama di kecamatan

Pangururan kabupaten Samosir, maka penulis mengajukan saran-saran sebagai

berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 122: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

1. Kepada Tokoh-Tokoh Masyarakat

Diharapkan agar selalu berupaya menjaga dan mempertahankan kerukunan

masyarakat yang beranekaragam agama, etnis, dan budaya, dengan

memberi nasihat atau arahan kepada setiap warga melalui khotbah maupun

lewat pendidikan supaya sikap toleransi antar masyarakat selalu

dipertahankan dan diperkukuh guna terciptanya integritas dan identitas

masyarakat Pangururan.

2. Kepada Masyarakat

Kepada masyarakat hendaknya tetap menjaga dan melestarikan budaya

yang ada dengan berpegang pada etika (Batak Toba), yang artinya setiap

masyarakat harus menjalankan perannya sesuai nilai-nilai dan norma yang

dihayati agar kerukunan selalu terjaga dan bertahan.

3. Kepada Mahasiswa

Penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Kepada peneliti selanjutnya,

disarankan untuk melakukan penelitian sejenis dengan skala penelitian

yang lebih luas untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat dan

kredibel.

Universitas Sumatera Utara

Page 123: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

(Gambar 01. Kantor Depag Samosir dan spanduk toleransi dalam sikap menghargai budaya keagamaan)

(gambar 02. Visi dan misi kantor depertemen agama Samosir yang mencerminkan peranan tokoh-tokoh masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Page 124: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

(gambar 03. Rumah ibadah masjid Al-Hasanah dan gereja HKBP yang saling berdekatan di kecamatan Pangururan).

(gambar 04. Gereja Katolik inkulturasi Paroki St. Mikhael Pangururan).

Universitas Sumatera Utara

Page 125: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

(gambar 05. Sikap pemerintah kabupaten Samosir yang mencerminkan sikap menghargai dan menghormati budaya agama Islam).

(gambar 06. Pamplet setiap desa yang melambangkan pengupayaan untuk selalu menjaga dan mempertahankan nilai-nilai kerukunan masyarakat).

Universitas Sumatera Utara

Page 126: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

(gambar 07. Wawancara dengan tokoh Majelis Ulama Samosir).

Universitas Sumatera Utara

Page 127: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

SUMBER BUKU:

Burhan, Bungin. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Endraswara, S. 2010. Etika Hidup Orang Jawa Pedoman Beretika dalam

Menjalani Kehidupan Sehari-hari. Yogyakarta: NARASI.

Elmirzanah, Syafa’atun., Limantina Sihaloho., Dkk. 2002. Pluralisme, Konflik

dan Perdamaian: Studi Bersama Antar-Iman. Yogyakarta: DIAN /

Interfidei dan The Asian Fondation.

Hendropuspito, D. 2000. Sosiologi Agama. Yogyakarta: Karnisius.

Harahap, Syahrin. 2011. Teologi Kerukunan. Jakarta: Prenada Media Group.

Ishomuddin. 2002. Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Johnson, Doyle Paul. 1981. Teori Sosiologi Klasik Dan Modren. Jakarta: PT

Gramedia dan Anggota IKAPI.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Knitter, Paul F. 2004. Satu Bumi Banyak Agama: Dialog Multiagama dan

Tanggung Jawab Global. Jakarta: Gunung Mulia.

Kaelany. 2005. Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan. Jakarta: PT. Bumi

Aksara.

Khalikin, Ahsanul. 2013. Pandangan Pemuka Agama Terhadap Kebijaksanaan

Pemerintah Bidang Keagamaan. Jakarta: Kementerian Agama RI

Badan Litbang dan Diklat.

Keller, Suzanne. 1995. Penguasa dan Kelompok Elit; Peranan Elit Penentu

dalam Masyarakat Modren. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kartotjio, Kartini. 1998. Pemimpin dan Kepemimpinan; Apakah Pemimpin

Abnormal Itu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Universitas Sumatera Utara

Page 128: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Munawar, Said Agil Husin Al. 2005. Fikih Hubungan Antar Agama. Ciputat: PT

Ciputat Press.

Nainggolan, Togar. 2012. Batak Toba: Sejarah dan Transformasi Religi. Medan:

Bina Media Perintis.

Nazsir, Nasrullah. 2008. Teori-teori Sosiologi. Bandung: Widya Padjajaran.

Narwoko, J. Dwi., Bagong Suyanto. 2004. Sosiologi: Teks Pengantar dan

Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Nashir, Haerdar. 1997. Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar Offset.

Nusyriwan, E. Jusuf. 1989. Interaksi Sosial dalam Ensiklopedia Nasional

Indonesia.Jilid 7. Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka.

Ritzer, George. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berpradigma Ganda

(Terjemahan Alimandan). Jakarta: Rajawali Press.

Ritzer, George, dan J. Goodman, Douglas. 2008. Teori Sosiologi Modren (Edisi

Keenam). Jakarta: Kencana.

Sabri, Mohammad. 1999. Keberagaman yang Saling Menyapa. Yogyakarta:

Adipura.

Simanjuntak, Bungaran Antonius. 2006. Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak

Toba Hingga 1945: Suatu Pendekatan Antropologi Budaya dan Politik.

Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar (Edisi Kedua). Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada.

Soekanto, Soerjono. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar (Edisi Baru Ketiga).

Jakarta: Rajawali Pers.

Scharf, Betty R. 2004. Sosiologi Agama. Jakarta: Prenada Media.

Universitas Sumatera Utara

Page 129: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Syaukani, Imam. 2008. Komplikasi Kebijakan dan Peraturan Perundang-

Undangan Kerukunan Umat Beragama. Jakarta: Puslitbang.

Smith, Huston. 2008. Agama-Agama Manusia: Terjemahan Saafroedin Bahar.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sairin, Weinata. 2006. Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kerukunan

Berbangsa. Jakarta: Gunung Mulia.

Vegeer, K. J. 1986. Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial Atas Hubungan

Masyarakat Dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka.

Yewangoe, A.A. 2002. Agama dan Kerukunan. Cetakan II. Jakarta: Gunung

Mulia.

SUMBER JURNAL:

Akhyar, Zainul., Harpani Matnuh., Siti Patimah. 2015. Implementasi Toleransi

Antar Umat Beragama di Desa Kolam Kanan Kecamatan Barambai

Kabupaten Barito Kuala. Online. Jurnal Pendidikan

Kewarganegaraan: Volume 5, Nomor 9, Mei 2015 (diakses tanggal 21

februari 2017).

Chowmas, Dharmaji. 2009. Kerukunan Antar Umat Beragama dalam Pandangan

Agama Budha. Online. Ejournal.uin suska.ac.id/index.php.toleransi/arti

cle/view/ (diakses tanggal 22 february 2017).

Hisyam, Mohamad Ali. 2015. Membaca Tantangan Kerukunan Antaragama Di

Indonesia. Jurnal Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya Kuala

Lumpur Malasya. Online.

teosofi.uinsby.ac.id/index.php/teosofi/article/view/99(diakses tanggal 5

oktober 2016).

Universitas Sumatera Utara

Page 130: KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA - repositori.usu.ac.id

Khotimah, M. Ag. 2011. Dialog dan Kerukunan Antar UmatBeragama. Online.

Ejornal.uin-suska.ac.id/index.php/ushuludin/article/viewFile/639/644

(diakses tanggal 21 february 2017).

Kartapradja, Kamil. 1985. Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia.

Jakarta: Yayasan Masagung.

Latif, Syarifuddin. 2012. Meretas Hubungan Mayoritas-Minoritas dalam

Perspektif Nilai Bugis.

Jurnal Al Ulum STAIN Watampone. Online. www.journal.iaingorontalo

.ac.id/index.php/au/article/view/56/41 (diakses tanggal 5 oktober

2016).

Rosyid, Moh. 2013. Harmoni Kehidupan Sosial Beda Agama dan Aliran Kudus.

Jurnal STAIN

Kudus Jawa Tengah. Online. journal.stainkudus.ac.id/index.php/Addin/

article/download/569/582 (diakses tanggal 5 oktober 2016).

Soehardi.2002. Nilai-Nilai Tradisilisan dalam Budaya Jawa. Online.

Jurnal.Ugm.Ac.Id/Jurnal-Humaniora/Article/View/763/608(Diakses

Tanggal 17 Desember 2016)

Suryawandana, Nashrul Wahyu.,Endang Danial. 2016. Implementasi Semangat

Persatuan Pada Masyarakat Multikultural Melalui Agenda Forum

Kerukunan Umat Beragama (Fkub) Kabupaten Malang. Online.

ejournal.undip.ac.id › Home › Vol 23, No 1 › Suryawan (Diakses

Tanggal 17 Desember 2016).

SUMBER INTERNET:

sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321 ( diakses tanggal 29 oktober

2016).

https://www.bps.go.id/(diakses taanggal 19 januari 2017.

Universitas Sumatera Utara