Kerjasama Antar Daerah dalam Pengelolaan Sampah...

download Kerjasama Antar Daerah dalam Pengelolaan Sampah …temuilmiah.iplbi.or.id/wp-content/uploads/2016/12/IPLBI2016-B-069... · Pembuangan Akhir (TPA) ... Perencanaan Wilayah Dan Kota,

If you can't read please download the document

Transcript of Kerjasama Antar Daerah dalam Pengelolaan Sampah...

  • TEMU ILMIAH IPLBI 2016

    Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | A 069

    Kerjasama Antar Daerah dalam Pengelolaan Sampah Tempat

    Pembuangan Akhir (TPA) Regional di Metropolitan Cirebon

    Raya

    Wening Prawesti Jaksi

    Sistem Infrastruktur dan Transportasi, Perencanaan Wilayah Dan Kota, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan

    Kebijakan, Institut Teknologi Bandung.

    Abstrak

    Metropolitan Cirebon Raya (MCR) adalah kesatuan perkotaan yang terbentuk karena aglomerasi

    aktivitas sosial masyarakat, lahan terbangun, dan penduduk, yang perlu didukung infrastruktur

    wilayah. Infrastruktur wilayah meliputi transportasi, air bersih, energi listrik dan penanganan sam-

    pah. Dengan bertambahnya jumlah penduduk di metropolitan setiap tahunnya, diperlukan Tempat

    Pembuangan Akhir yang dapat melayani skala regional untuk dapat menampung sampah di MCR.

    Penelitian ini untuk mengidentifikasi bentuk kerjasama antar daerah yang diperlukan dalam pem-

    bangunan dan pengelolaan TPA Regional. Dengan menggunakan analisis kualitatif dan Multi Criteria

    Analysis didapatkan bentuk kerjasama yang sesuai dengan kondisi MCR, namun tetap mengikuti

    aturan kerjasama yang berlaku di Indonesia.

    Kata-kunci : kerjasama, Metropolitan Cirebon Raya (MCR), regional, sampah, Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

    Pendahuluan

    Metropolitan Cirebon Raya (MCR) adalah kesa-

    tuan perkotaan yang terbentuk karena aglo-

    merasi aktivitas sosial masyarakat, aglomerasi

    lahan terbangun, dan aglomerasi penduduk. Pe-

    raturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12

    Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pembangunan

    Dan Pengembangan Metropolitan Dan Pusat

    Pertumbuhan Di Jawa Pada tahun 2050 wilayah

    administrasi Metropolitan Cirebon Raya Barat

    meliputi 45 Kecamatan, yaitu : 5 kecamatan di

    Kota Cirebon, 31 kecamatan di Kabupaten Cire-

    bon, 1 kecamatan di Kabupaten Indramayu, 3

    kecamatan di Kabupaten Majalengka, dan 5

    kecamatan di Kabupaten Kuningan. Dari analisis

    konsep awal pengembangan kawasan MCR yang

    dilakukan oleh West Java ProvinceMetropolitan

    Development Management tahun 2013, me-

    nyebutkan bahwa diperlukan infrastruktur yang

    sesuai dengan kebutuhan penduduk di masa

    yang akan datang. Hasil proyeksi menunjukkan

    bahwa pada tahun 2015, 2020, 2025 dan 2040,

    MCR akan mengalami perkembangan area met-

    ropolitan dan membutuhkan infrastruktur pen-

    dukung wilayah yaitu, transportasi, air bersih,

    energi listrik dan penanganan sampah, seperti

    Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

    Metropolitan Cirebon Raya telah memiliki 3

    (tiga) TPA, yaitu TPA Kopiluhur, TPA Gunung

    Santri dan TPA Ciawijapura. Ketiga TPA tersebut

    telah mengalami overload, karena tidak dapat

    lagi menampung sampah untuk MCR. Oleh se-

    bab itu, diperlukan TPA berskala wilayah (re-

    gional) yang dapat menampung sampah un-tuk

    kabupaten yang termasuk di dalam wilayah MCR.

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk me-

    ngetahui bentuk kerjasama antar daerah yang

    sesuai dengan kondisi Metropolitan Cirebon Ra-

    ya dalam pembangunan dan pengelolaan TPA

    Regional.

    Pengertian

    Infrastruktur pada dasarnya mengacu pada sis-

    tem fisik yang menyediakan transportasi, air,

    bangunan, dan fasilitas publik lain yang di

  • Kerjasama Antar Daerah dalam Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Regional di Metropolitan Cirebon Raya

    A 070 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016

    perlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar

    manusia secara ekonomi dan sosial. Menurut

    Hudson (1997), infrastruktur mencakup trans-

    portation, waste and waste water, waste

    management, energy production and distri-

    bution, buildings, recreation facilities, commu-

    nication.

    Sampah adalah istilah umum yang sering digu-

    nakan untuk menyatakan limbah padat. Sam-

    pah adalah konsekuensi dari adanya akti-vitas

    manusia, namun pada prinsipnya sam-pah me-

    rupakan suatu bahan yang terbuang atau dibu-

    ang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun

    alam (baik dari proses kegiatan manusia, hewan,

    tanaman yang menghasilkan kotoran ataupun

    benda padat lain-nya) yang belum memiliki nilai

    ekonomis.

    Pengelolaan sampah merupakan salah satu ba-

    gian dari tanggung jawab pemerintah dae-rah.

    Terkait dengan pelaku pengelolanya, pada da-

    sarnya terdapat dua macam pengelolaan sam-

    pah, yaitu pengelolaan/ penanganan sam-pah

    setempat (individu) dan pengelolaan sam-pah

    terpusat untuk suatu lingkungan permu-kiman

    atau kota. Penanganan sampah terpusat salah

    satunya adalah pengelolaan Tempat Pem-

    buangan AKhir (TPA).

    Metropolitan Cirebon Raya dalam pengelolaan

    sampah dilakukan oleh masing-masing kabupa-

    ten/kota. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang

    ada di MCR berjumlah 3 (tiga), yaitu Kopiluhur,

    TPA Gunung Santri dan TPA Ciawijapura yang

    telah mengalami overload . Hasil dari proyeksi

    timbulan sampah di Metropolitan Cirebon Raya

    adalah sebagai berikut;

    Tabel 1. Timbulan Sampah Metropolitan Cirebon Raya

    Tahun Timbulan Sampah

    2015 4463882.900 (l/h)

    2020 5233314.412 (l/h)

    2025 6734133.565 (l/h)

    2030 7441243.317 (l/h)

    2035 7948054.073 (l/h)

    Sumber: Hasil Proyeksi, 2016

    Metode

    Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data yang digunakan se-

    cara umum ada dua, yaitu metide arsip dengan

    mengumpulkan literature dan dokumen kebij-

    akan serta laporan mengenai kondisi persam-

    pahan di Metropolitan Cirebon Raya. Kedua ada-

    lah melalui survei dalam bentuk observasi lapa-

    ngan dan wawancara (in depth interview) de-

    ngan stakeholder terkait pengelolaan sampah.

    Stakeholder yang diwawancara adalah dari ka-

    langan pemerintah dan pengelola TPA yang ada

    di Metropolitan Cirebon Raya. Stakeholder pe-

    merintah tersebut adalah pemerintah Provinsi

    Jawa Barat dan pemerintah daerah Kota Cirebon,

    Kabupaten Cirebon dan Majalengka, serta pe-

    ngelola TPA yang ada di MCR.

    Metode Analisis Data

    Metode yang digunakan adalah pendekatan kua-

    litatif dengan studi kasusu di Metropolitan Cire-

    bon Raya. Penelitian ini ditujukan untuk me-

    ngidentifikasi bentuk kerjasama daerah yang

    sesuai untuk pengelolaan TPA Regional. Infor-

    masi yang diperoleh berdasarkan tinjauan pus-

    taka, data primer dan sekunder. Metode analisis

    yang digunakan adalah analisis kualitatif des-

    kriptif dengan menggunakan proses induktif,

    yaitu penelusuran teori umum yang kemudian

    disandingkan dengan kondisi lapangan. Peru-

    musan alternative model kerjasama dilakukan

    dengan menggunakan metode Multi Criteria

    Analysis (MCA).

    Penentuan alternatif kerja sama dilakukan de-

    ngan melihat kesesuaiannya dengan dasar hu-

    kum yang berlaku di Indonesia serta kesesu-

    aiannya dengan karakteristik Metropolitan Cire-

    bon Raya. Berdasarkan kesesuaian dengan da-

    sar hukum di Indonesia, telah diidentifikasi bah-

    wa terdapat 5 (lima) alternatif model kerja sama

    antar daerah yang dapat diterapkan (Thalita, T.

    2014). Terdapat beberapa model kerja sama,

    antara lain:

    1. FSC (Fee for Service Contract), merupakan

    penjualan suatu pelayanan publik dari suatu

  • Wening Prawesti Jaksi

    Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | A 071

    daerah kepada daerah lain yang bekerja

    sama.

    2. JA (Joint Agreement), merupakan kerja sama

    yang melibatkan daerah-daerah yang beker-

    ja sama dalam penyediaan atau pengelolaan

    pelayanan publik.

    3. JFA (Jointly-Formed Authorities), merupakan

    kerja sama yang berbentuk badan kerja

    sama yang terdiri dari perwakilan tiap daerah

    yang memiliki kewenangan mengeksekusi

    kebijakan.

    4. IK (Interkomunalitas), merupakan pemben-

    tukan suatu lembaga baru yang bertugas

    mengelola kepentingan daerah-daerah yang

    bekerja sama.

    5. WK (Wadah Koordinasi), merupakan koor-

    dinasi dari tiap daerah yang bekerja sama

    terkait teknis pelaksanaan hingga evaluasi.

    Sumber : Hasil Analisis, 2016

    Dasar hukum yang digunakan,sebagai berikut:

    1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000

    tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewe-

    nangan Provinsi sebagai daerah otonom.

    2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

    tentang Pemerintahan Daerah.

    3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

    tentang Penataan Ruang.

    4. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007

    tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja sama

    Daerah.

    5. Permendagri Nomor 69 Tahun 2007 tentang

    Kerja sama Pembangunan Perkotaan.

    6. Permendagri Nomor 22 Tahun 2009 tentang

    Petunjuk Teknis Kerja sama Antar Daerah.

    7. Permendagri Nomor 23 Tahun 2009 tentang

    Tata Cara Pembinaan dan Kerja sama Antar

    Daerah.

    Tabel 1. Karakteristik Bentuk Kerjasama Pengelolaan TPA Regional di MCR

  • Kerjasama Antar Daerah dalam Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Regional di Metropolitan Cirebon Raya

    A 072 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016

    Kelima alternatif model tersebut akan dii-

    dentifikasi kesesuaiannya dengan karakteristik

    Metropolitan Cirebon Raya yang terbagi menjadi

    tiga karakteristik yaitu karaktreristik wilayah,

    karakteristik kelembagaan, dan karakteristik ker-

    ja sama yang berlaku di Metropolitan Cirebon

    Raya saat ini.

    Analisis dan Interpretasi

    Berdasarkan analisis alternatif model yang telah

    dilakukan terkait kesesuaian dengan peraturan

    yang berlaku di Indonesia dan kesesuaian

    dengan karakteristik Metropolitan Cirebon Raya,

    maka terdapat 3 (tiga) alternatif model kerja

    sama yang dapat diterapkan yaitu: fee for ser-

    vice contract, joint agreement, dan wadah

    koordinasi. Ketiga model kerja sama tersebut

    terpilih karena dalam kesesuaian dengan

    peraturan yang berlaku dan kesesuaian dengan

    karakteristik Metropolitan Cirebon Raya. Model-

    model tersebut muncul paling banyak dalam

    setiap kriteria, baik dasar hukum dan karak-

    teristik (yang artinya sesuai). Sehingga dapat

    diasumsikan bahwa ketiga model tersebut me-

    miliki kemungkinan cukup besar untuk bisa

    diterapkan di Metropolitan Cirebon Raya.

    a. Fee for Service Contract

    Kelebihan dari model ini yaitu feasible untuk

    dilaksanakan karena hubungan antar pihak

    yang bekerja sama bersifat saling keter-

    gantungan yang mengandalkan pada kebu-

    tuhan pasar. Selain itu model ini juga realis-

    tis dengan mempertimbangkan jenis dan

    besaran kemampuan kedua pihak. Namun di

    sisi lain terdapat kekurangan yaitu dokumen

    perjanjian yang dihasilkan biasanya rumit,

    karena melibatkan birokrasi dari pemerintah

    daerah yang bersangkutan dan mengusung

    asas sukarela sehingga membutuhkan ko-

    mitmen dan political will yang kuat dari

    kedua pihak.

    b. Joint agreement

    Kelebihan dari model ini yaitu feasible untuk

    di laksanakan karena tidak terdapat peru-

    bahan struktur. Selain itu model ini juga

    dapat mening-katkan solidaritas kerja sama

    dan berpengaruh kepada kebijakan daerah

    serta memiliki pembagian kontrol dan

    tanggung jawab yang jelas. Namun di sisi

    lain terdapat kekurangan yaitu dokumen

    perjanjian yang di hasilkan biasanya rumit,

    karena melibatkan birokrasi dari peme-rintah

    daerah yang bersangkutan.

    c. Wadah koordinasi

    Kelebihan dari model ini adalah feasible

    untuk dilaksanakan karena hubungan antar

    pihak yang bekerja sama sifatnya fleksibel

    dan juga bersifat partisipatif. Selain itu

    solidaritas dan keberlangsungan koordinasi

    dapat terjamin melalui forum-forum koordi-

    nasi yang dilakukan. Namun terdapat keku-

    rangan dari model ini yaitu tidak adanya

    mekanisme atau aturan yang kuat terhadap

    kesepakatan kerja sama yang dilakukan.

    Selain itu juga dibutuhkan komitmen dan

    kesadaran yang kuat dari setiap pihak yang

    terlibat agar kerja sama dapat berjalan

    dengan baik.

    Identifikasi Biaya Kerjasama Antar Daerah

    Kerja sama merupakan hubungan antara dua

    atau lebih pihak dalam merumuskan kesepa-

    katan bersama dan dalam proses tersebut

    memungkinkan terjadinya biaya transaksi. Untuk

    mengetahui biaya transaksi yang terjadi maka

    dilakukan analisis lebih lanjut mengenai empat

    komponen yang telah dihasilkan dalam peneli-

    tian sebelumnya, yaitu biaya informasi, biaya

    negosiasi, biaya penegakan/ pengawasan/ ko-

    mitmen, dan biaya aktor (Feiock, 2005). Iden-

    tifikasi dilakukan dengan menggunakan hasil in-

    formasi berdasarkan data-data sekunder dan

    hasil wawancara dengan para stakeholder ter-

    kait.

    a. Biaya Informasi

    Secara umum, koordinasi yang dilakukan di

    Metropolitan Cirebon Raya dalam pengelo-

    laan sampah cukup baik. Pengelolaan sam-

    pah berjalan tanpa ada gangguan di masing-

    maisng kabupaten. Akan tetapi, aliran infor-

    masi terkait TPA Regional belum tersam-

    paikan dengan baik. Pemerintah Provinsi

    Jawa Barat masih hanya mengandalkan Pe-

    raturan Daerah No 12 Tahun 2014, belum

  • Wening Prawesti Jaksi

    Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | A 073

    disertasi rapat rutin untuk implementasi

    pembangunan TPA Regional.

    Pertemuan mengenai pembahasan TPA Regional

    dilakukan pada tahap awal inisiasi dan per-

    temuan daerah untuk membahas pembagian

    tanggung jawab TPA Regional secara umum.

    b. Biaya Negoisasi

    Dalam proses negoisasi terkait pembangun-

    an dan pengelolaan TPA Regional berjalan

    cukup baik. Inisiasi yang dilakukan oleh

    pemerintah provinsi kepada pemerintah ka-

    bupaten yang termasuk Metropolitan Cirebon

    Raya adalah adanya arahan dari Peraturan

    Daerah no 12 Tahun 2014. Pada tahapan

    awal, Pemerintah Kabupaten Cirebon di-

    arahkan untuk mencari alternatif lokasi TPA

    Regional. Pada tahun 2015 didapatkan bebe-

    rapa alternatif dan lokasi terpilih adalah TPA

    Ciwaringin. Negoisasi lainnya adalah skala

    pelayanan dari TPA regional tersebut. TPA

    Regional nantinya akan melayani Kabupaten

    Cirebon dan beberapa kecamatan di Kabu-

    paten Majalengka yang termasuk Metropo-

    litan Cirebon Raya.

    c. Biaya Komitmen

    Penegakan/ pengawasan/ komitmen antar

    pemerintah untuk TPA Regional masih belum

    berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan

    masih berupa inisiasi dan proses tahap awal.

    Inisiasi komitmen yang telah berjalan adalah

    Kabupaten Cirebon telah mencari alternatif

    lokasi TPA Regional dan hasil pencarian

    menunjukkan bahwa TPA Regional Ciwari-

    ngin adalah paling layak. Pencarian alternatif

    lokasi TPA ini dilakukan pada tahun 2015.

    TPA ini melayani Kabupaten Cirebon, Kabu-

    paten Majalengka dan Kabupaten Kuningan.

    Rencana penyediaan TPA Regional tersebut,

    diarahkan untuk menggunakan tek-noloi

    sanitary landfill , berbeda dengan TPA lain-

    nya yang masih menggunakan open dum-

    ping.

    Komitmen yang akan dijalani adalah Pemerintah

    Provinsi Jawa Barat memiliki tanggung jawab

    sebagai inisiator dan coordinator dari pem-

    bangunan TPA Regional, serta biaya pem-

    bangunan ditanggung oleh pemerintah provinsi.

    Kabupaten Cirebon berkomimen untuk membe-

    baskan lahan yang dijadikan lokasi TPA Regional,

    sedangkan Kabupaten Majalengka membayar

    restribusi secara rutin untuk pengelolaan sam-

    pah di TPA tersebut.

    Akan tetapi belum adanya ketegasan dalam me-

    nyikapi komitmen tersebut, karena belum di

    tuangkan ke dalam dokumen perjanjian/ MoU

    antar pemerintah daerah. Namun, komitmen

    tersebut telah dibahas dan disepakati oleh antar

    pemerintah.

    d. Biaya Aktor

    Secara umum peran aktor dalam kerjasama

    antar daerah pembangunan dan pengelolaan

    TPA Regional belum berjalan dengan baik.

    Hal ini dikarenakan belum adanya pem-

    bagian tugas pokok dan fungsinya secara

    jelas dan terperinci. Peranan aktor masih

    pada tahapan awal untuk inisiasi dan pen-

    carian lokasi alternatif TPA Re-gional. Akan

    tetapi, belum ada dokumen per-janjian yang

    telah disepakati dan ditandatangani oleh

    pemerintah terkait. Selain itu, belum ada

    kelanjutan dari tahapan awal tersebut mau-

    pun eksekusinya.

    Dalam menetapkan model kerja sama penge-

    lolaan TPA Regional MCR dilakukan dengan

    menggunakan metode Multi Criteria Analysis

    (MCA). Multi Criteria Analysis merupakan suatu

    metode untuk melihat persoalan kompleks de-

    ngan menyusun karakteristik data serta alter-

    natif pilihan untuk menghasilkan gambaran ke-

    seluruhan kepada pengambil keputusan (De-

    partment for Communities and Local Govern-

    ment, 2009).

    Nilai skor dengan kemungkinan terjadinya biaya

    transaksi terkecil merupakan alternatif model

    kerja sama yang dipilih. Hal tersebut menun-

    jukkan bahwa model terpilih adalah model yang

    paling sedikit memungkinkan terjadinya biaya

    transaksi. Sehingga kerjasama pengelolaan TPA

    Regional MCR dapat berjalan secara efektif.

    Kriteria yang digunakan dalam analisis yaitu

    hasil analisis faktor-faktor yang dapat menye-

    babkan biaya transaksi di TPA Regional MCR.

    Kemudian faktor-faktor biaya transaksi ini di

    berikan rentang nilai yang dijadikan acuan da-

  • Kerjasama Antar Daerah dalam Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Regional di Metropolitan Cirebon Raya

    A 074 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016

    lam menilai setiap alternatif model kerja sama

    antar daerah berdasarkan komponen biaya

    transaksi.

    Rentang nilai dari setiap komponen ini yaitu 1-3

    (nilai minimum 1 dan nilai maksimum 3) yang

    memiliki arti sebagai berikut.

    1 = Tidak terjadi

    2 = Mungkin terjadi

    3 = Terjadi

    Pada dasarnya, rentang nilai 1-3 terebut

    merupakan kemungkinan-kemungkinan yang

    akan terjadi apabila alternatif model ini di terap-

    kan dalam kerjasama pengelolaan TPA Regional

    MCR. Penilaian terhadap kemungkinan tersebut

    dilakukan oleh penulis dengan mempertimbang-

    kan analisis dari literatur terkait.

    Sehingga berdasarkan rentang nilai tersebut

    maka model yang paling mendekati nilai 1

    merupakan model yang akan terpilih untuk

    diterapkan dalam kerjasama pengelolaan TPA

    Regional MCR. Terdapat beberapa asumsi yang

    digunakan untuk melakukan penilaian terhadap

    setiap alternatif. Alternatif model dengan nilai

    ketidakmerataan distribusi informasi rendah

    berarti bahwa dalam keberjalanannya setiap pi-

    hak akan memiliki informasi yang cukup merata

    dan koordinasi yang juga baik.

    Tabel 3. Karakteristik Bentuk Kerjasama Pengelolaan

    TPA Regional di MCR

    Sumber : Hasil Analisis, 2016

    Alternatif model dengan nilai kepentingan ren-

    dah berarti bahwa dalam kerja sama yang di

    lakukan, setiap pihak telah memiliki perhatian/

    kepentingan yang sama, sehingga kerja sama

    dilakukan untuk mencapai tujuan bersama. Al-

    ternatif model dengan nilai aktor yang

    mendominasi rendah berarti bahwa kerja sama

    dilakukan dengan prinsip kesetaraan dari setiap

    pihak dan melibatkan setiap pihak dalam peru-

    musan kesepakatan. Alternatif model de-ngan

    nilai kurangnya komitemen stakeholders rendah

    berarti bahwa setiap pihak memiliki komitmen

    yang dipercaya yang dapat terlihat dari pelak-

    sanaan kerja sama dan juga perhatian yang

    diberikan. Asumsi tersebut kemudian di kaitkan

    dengan hasil analisis literatur untuk menda-

    patkan pertimbangan penilaian (judgement)

    pada setiap alternatif model.

    Berdasarkan penilaian pada Tabel 3, maka da-

    pat disimpulkan bahwa alternaif model kerja-

    sama yang optimal adalah joint agreement. Pe-

    nilaian tersebut muncul karena dalam menja-

    lankannya dibutuhkan dokumen perjanjian ker-

    jasama/ MoU. Kondisi tersebut memungkin-kan

    dengan adanya political will adanya arahan kuat

    Peraturan Daerah No 12 Tahun 2014 sebagai

    bentuk pembangunan infrastruktur dalam

    menghadapi wilayah metropolitan dan tanpa

    ada perubahan struktural.

    Selain itu, bentuk joint agreement juga telah

    berhasil digunakan di beberapa daerah, salah

    satunya adalah Kertamantul, Provinsi Yogya-

    karta dalam merencanakan, membangun dan

    mengelola infrastruktur wilayah, yaitu air bersih,

    transportasi, jalan, limbah cair dan padat

    (sampah). Terdapat pembagian kontrol dan

    tanggung jawab yang jelas.

    Kesimpulan

    Infrastruktur persampahan tidak hanya pada

    tingkat individu, namun juga diperlukan pena-

    nganan secara terpusat, salah satunya adalah

    Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kondisi Met-

    ropolitan Cirebon Raya yang pada periode 5

    tahunan akan terus berkembang perlu ditunjang

    dengan infrastruktur wilayah dengan memperlu-

    as skala pelayanannya.

    Semakin tinggi jumlah penduduk, semakin tinggi

    pula timbulan sampah yang dihasilkan. Kebera-

    daan ketiga TPA di MCR sudah tidak mencukupi,

    sehingga dibutuhkan TPA Regional. Hal ini juga

  • Wening Prawesti Jaksi

    Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | A 075

    sejalan dengan arahan dari Peraturan Daerah

    No 12 Tahun 2014 untuk diadakannya pemba-

    ngunan TPA Regional MCR.

    Berdasarkan analisis yang dilakukan, terdapat

    tiga alternative model kerjasama yang dapat

    diterapkan dalam pengelolaan TPA Regional di

    MCR. Ketiga model kerja sama tersebut dipilih

    karena kesesuaiannya dengan peraturan yang

    berlaku dan kesesuaiannya dengan karakteristik

    Metropolitan Cirebon Raya.

    Dari ketiga model tersebut, dilakukan Multi

    Criteria Analysis untuk menentukan model yang

    tepat yang akan digunakan dalam kerjasama

    antar daerah. Analisis multi kriteria dilakukan

    dengan memberikan penilaian berdasarkan fak-

    tor-faktor biaya transaksi, seperti biaya infor-

    masi, negosiasi, komitmen dan aktor. Jika sema-

    kin rendah biaya transaksi, atau semakin peni-

    laian terhadap model mendekati 1, maka model

    tersebut merupakan model yang dipilih untuk

    diterapkan dalam kerjasama engelolaan TPA

    Regional.

    Mekanisme bentuk kerjasama pengelolaan Tem-

    pat Pembuangan Akhir (TPA) Regional yang

    sesuai di Metropolitan Cirebon Raya adalah joint

    agreement. Dengan adanya political will arahan

    kuat Peraturan Daerah No 12 Tahun 2014 dan

    tanpa ada perubahan struktural memungkinkan

    adanya joint agreement di MCR. Selan itu,

    adanya pengikat kabupaten-kabupaten yang ter-

    kait serta menggunakan pengaruh aktor pe-

    merintah provinsi untuk mengarahkan dan me-

    ngambil kebijakan melalui musyawarah dapat

    dilakukan.

    Akan tetapi, kelemahannya adalah belum

    adanya tandatangan atau kesepatan yang akan

    dituangkan secara dokumen dan isi dari

    perjanjian perlu sangat rinci dan jelas pemba-

    gian kewenangannya, serta pengaturan opera-

    sional TPA Regional perlu sudah dibahas dan

    disusun bersama sebelum kerjasama dilakukan.

    Daftar Pustaka

    Literatur

    Damanhuri, Prof Enri, dan Dr. Tri Padmi. (2010).

    Diktat Kuliah TL-3104 tentang Pengelolaan Sampah

    2010 - 2011. Bandung: Fakultas Teknik Sipil dan

    Lingkungan Institut Teknologi Bandung.

    Feiock, R.C. (2005). Institutional Collective Action and

    Local Governance. Paper presented at The

    Innovative Governance Salon, University of

    Southern California, 25 April 2005.

    Fraenkel, Jack R., Norman E. Wallen, dan Helen H.

    Hyun. (2012). How to Design and Evaluate

    Research in Education: Eight Edition. New York:

    McGraw-Hill.

    Kustiwan, Iwan, dan Nia K. Pontoh. 2009. Pengantar

    Perencanaan Perkotaan. Bandung: Penerbit ITB.

    Studio Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota

    Metropolitan Cirebon Raya. (2016). Buku Fakta

    dan Analisis. Program Studi Perencanaan Wilayah

    dan Kota. Institut Teknologi Bandung

    Sugiyono, Prof. Dr. (2012). Metode Penelitian

    Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

    Talitha, Tessa & Hudalah, D. (2014). Model

    Kerjasama Antar Daerah Dalam Perencanaan

    Sistem Transportasi Wilayah Metropolitan Bandung

    Raya. Jurnal Tata Loka. Vol. 16. No. 4. Biro

    Penerbit Planologi Universitas Diponogoro.

    Tchobanoglous, George, Hilary Theisen, dan Samuel A.

    Vigil. (1993). Integrated Solid Waste Management.

    United States: McGraw-Hill, Inc.

    Winarso, Haryo., et al. (2006). Metropolitan di

    Indonesia : Kenyataan dan Tantangan dalam

    Penataan Ruang. Direktorat Jenderal Penataan

    Ruang, Departemen Pekerjaan Umum : Jakarta

    Yunus, Hadi Sabari. (2010). Megapolitan: Konsep,

    Problematika, dan Prospek (Cetakakan II).

    Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

    Yunus, Hadi Saari. (2010). Dinamika Wilayah Peri

    Urban Determinan Masa Depan Kota (Cetakan I).

    Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

    Perundang-undangan

    Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang

    Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi

    sebagai daerah otonom

    Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

    Pemerintahan Daerah

    Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

    Penataan Ruang

    Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang

    Tata Cara Pelaksanaan Kerja sama Daerah

    Permendagri Nomor 69 Tahun 2007 tentang Kerja

    sama Pembangunan Perkotaan

  • Kerjasama Antar Daerah dalam Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Regional di Metropolitan Cirebon Raya

    A 076 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016

    Permendagri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk

    Teknis Kerja sama Antar Daerah

    Permendagri Nomor 23 Tahun 2009 tentang Tata Cara

    Pembinaan dan Kerja sama Antar Daerah