1304057645_Kepmenkes 069-2006 Pencantuman HET Pada Label Obat
Kerjasama Antar Daerah dalam Pengelolaan Sampah...
Transcript of Kerjasama Antar Daerah dalam Pengelolaan Sampah...
-
TEMU ILMIAH IPLBI 2016
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | A 069
Kerjasama Antar Daerah dalam Pengelolaan Sampah Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Regional di Metropolitan Cirebon
Raya
Wening Prawesti Jaksi
Sistem Infrastruktur dan Transportasi, Perencanaan Wilayah Dan Kota, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan
Kebijakan, Institut Teknologi Bandung.
Abstrak
Metropolitan Cirebon Raya (MCR) adalah kesatuan perkotaan yang terbentuk karena aglomerasi
aktivitas sosial masyarakat, lahan terbangun, dan penduduk, yang perlu didukung infrastruktur
wilayah. Infrastruktur wilayah meliputi transportasi, air bersih, energi listrik dan penanganan sam-
pah. Dengan bertambahnya jumlah penduduk di metropolitan setiap tahunnya, diperlukan Tempat
Pembuangan Akhir yang dapat melayani skala regional untuk dapat menampung sampah di MCR.
Penelitian ini untuk mengidentifikasi bentuk kerjasama antar daerah yang diperlukan dalam pem-
bangunan dan pengelolaan TPA Regional. Dengan menggunakan analisis kualitatif dan Multi Criteria
Analysis didapatkan bentuk kerjasama yang sesuai dengan kondisi MCR, namun tetap mengikuti
aturan kerjasama yang berlaku di Indonesia.
Kata-kunci : kerjasama, Metropolitan Cirebon Raya (MCR), regional, sampah, Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Pendahuluan
Metropolitan Cirebon Raya (MCR) adalah kesa-
tuan perkotaan yang terbentuk karena aglo-
merasi aktivitas sosial masyarakat, aglomerasi
lahan terbangun, dan aglomerasi penduduk. Pe-
raturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12
Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pembangunan
Dan Pengembangan Metropolitan Dan Pusat
Pertumbuhan Di Jawa Pada tahun 2050 wilayah
administrasi Metropolitan Cirebon Raya Barat
meliputi 45 Kecamatan, yaitu : 5 kecamatan di
Kota Cirebon, 31 kecamatan di Kabupaten Cire-
bon, 1 kecamatan di Kabupaten Indramayu, 3
kecamatan di Kabupaten Majalengka, dan 5
kecamatan di Kabupaten Kuningan. Dari analisis
konsep awal pengembangan kawasan MCR yang
dilakukan oleh West Java ProvinceMetropolitan
Development Management tahun 2013, me-
nyebutkan bahwa diperlukan infrastruktur yang
sesuai dengan kebutuhan penduduk di masa
yang akan datang. Hasil proyeksi menunjukkan
bahwa pada tahun 2015, 2020, 2025 dan 2040,
MCR akan mengalami perkembangan area met-
ropolitan dan membutuhkan infrastruktur pen-
dukung wilayah yaitu, transportasi, air bersih,
energi listrik dan penanganan sampah, seperti
Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Metropolitan Cirebon Raya telah memiliki 3
(tiga) TPA, yaitu TPA Kopiluhur, TPA Gunung
Santri dan TPA Ciawijapura. Ketiga TPA tersebut
telah mengalami overload, karena tidak dapat
lagi menampung sampah untuk MCR. Oleh se-
bab itu, diperlukan TPA berskala wilayah (re-
gional) yang dapat menampung sampah un-tuk
kabupaten yang termasuk di dalam wilayah MCR.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk me-
ngetahui bentuk kerjasama antar daerah yang
sesuai dengan kondisi Metropolitan Cirebon Ra-
ya dalam pembangunan dan pengelolaan TPA
Regional.
Pengertian
Infrastruktur pada dasarnya mengacu pada sis-
tem fisik yang menyediakan transportasi, air,
bangunan, dan fasilitas publik lain yang di
-
Kerjasama Antar Daerah dalam Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Regional di Metropolitan Cirebon Raya
A 070 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
perlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia secara ekonomi dan sosial. Menurut
Hudson (1997), infrastruktur mencakup trans-
portation, waste and waste water, waste
management, energy production and distri-
bution, buildings, recreation facilities, commu-
nication.
Sampah adalah istilah umum yang sering digu-
nakan untuk menyatakan limbah padat. Sam-
pah adalah konsekuensi dari adanya akti-vitas
manusia, namun pada prinsipnya sam-pah me-
rupakan suatu bahan yang terbuang atau dibu-
ang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun
alam (baik dari proses kegiatan manusia, hewan,
tanaman yang menghasilkan kotoran ataupun
benda padat lain-nya) yang belum memiliki nilai
ekonomis.
Pengelolaan sampah merupakan salah satu ba-
gian dari tanggung jawab pemerintah dae-rah.
Terkait dengan pelaku pengelolanya, pada da-
sarnya terdapat dua macam pengelolaan sam-
pah, yaitu pengelolaan/ penanganan sam-pah
setempat (individu) dan pengelolaan sam-pah
terpusat untuk suatu lingkungan permu-kiman
atau kota. Penanganan sampah terpusat salah
satunya adalah pengelolaan Tempat Pem-
buangan AKhir (TPA).
Metropolitan Cirebon Raya dalam pengelolaan
sampah dilakukan oleh masing-masing kabupa-
ten/kota. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang
ada di MCR berjumlah 3 (tiga), yaitu Kopiluhur,
TPA Gunung Santri dan TPA Ciawijapura yang
telah mengalami overload . Hasil dari proyeksi
timbulan sampah di Metropolitan Cirebon Raya
adalah sebagai berikut;
Tabel 1. Timbulan Sampah Metropolitan Cirebon Raya
Tahun Timbulan Sampah
2015 4463882.900 (l/h)
2020 5233314.412 (l/h)
2025 6734133.565 (l/h)
2030 7441243.317 (l/h)
2035 7948054.073 (l/h)
Sumber: Hasil Proyeksi, 2016
Metode
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan se-
cara umum ada dua, yaitu metide arsip dengan
mengumpulkan literature dan dokumen kebij-
akan serta laporan mengenai kondisi persam-
pahan di Metropolitan Cirebon Raya. Kedua ada-
lah melalui survei dalam bentuk observasi lapa-
ngan dan wawancara (in depth interview) de-
ngan stakeholder terkait pengelolaan sampah.
Stakeholder yang diwawancara adalah dari ka-
langan pemerintah dan pengelola TPA yang ada
di Metropolitan Cirebon Raya. Stakeholder pe-
merintah tersebut adalah pemerintah Provinsi
Jawa Barat dan pemerintah daerah Kota Cirebon,
Kabupaten Cirebon dan Majalengka, serta pe-
ngelola TPA yang ada di MCR.
Metode Analisis Data
Metode yang digunakan adalah pendekatan kua-
litatif dengan studi kasusu di Metropolitan Cire-
bon Raya. Penelitian ini ditujukan untuk me-
ngidentifikasi bentuk kerjasama daerah yang
sesuai untuk pengelolaan TPA Regional. Infor-
masi yang diperoleh berdasarkan tinjauan pus-
taka, data primer dan sekunder. Metode analisis
yang digunakan adalah analisis kualitatif des-
kriptif dengan menggunakan proses induktif,
yaitu penelusuran teori umum yang kemudian
disandingkan dengan kondisi lapangan. Peru-
musan alternative model kerjasama dilakukan
dengan menggunakan metode Multi Criteria
Analysis (MCA).
Penentuan alternatif kerja sama dilakukan de-
ngan melihat kesesuaiannya dengan dasar hu-
kum yang berlaku di Indonesia serta kesesu-
aiannya dengan karakteristik Metropolitan Cire-
bon Raya. Berdasarkan kesesuaian dengan da-
sar hukum di Indonesia, telah diidentifikasi bah-
wa terdapat 5 (lima) alternatif model kerja sama
antar daerah yang dapat diterapkan (Thalita, T.
2014). Terdapat beberapa model kerja sama,
antara lain:
1. FSC (Fee for Service Contract), merupakan
penjualan suatu pelayanan publik dari suatu
-
Wening Prawesti Jaksi
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | A 071
daerah kepada daerah lain yang bekerja
sama.
2. JA (Joint Agreement), merupakan kerja sama
yang melibatkan daerah-daerah yang beker-
ja sama dalam penyediaan atau pengelolaan
pelayanan publik.
3. JFA (Jointly-Formed Authorities), merupakan
kerja sama yang berbentuk badan kerja
sama yang terdiri dari perwakilan tiap daerah
yang memiliki kewenangan mengeksekusi
kebijakan.
4. IK (Interkomunalitas), merupakan pemben-
tukan suatu lembaga baru yang bertugas
mengelola kepentingan daerah-daerah yang
bekerja sama.
5. WK (Wadah Koordinasi), merupakan koor-
dinasi dari tiap daerah yang bekerja sama
terkait teknis pelaksanaan hingga evaluasi.
Sumber : Hasil Analisis, 2016
Dasar hukum yang digunakan,sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewe-
nangan Provinsi sebagai daerah otonom.
2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007
tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja sama
Daerah.
5. Permendagri Nomor 69 Tahun 2007 tentang
Kerja sama Pembangunan Perkotaan.
6. Permendagri Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Petunjuk Teknis Kerja sama Antar Daerah.
7. Permendagri Nomor 23 Tahun 2009 tentang
Tata Cara Pembinaan dan Kerja sama Antar
Daerah.
Tabel 1. Karakteristik Bentuk Kerjasama Pengelolaan TPA Regional di MCR
-
Kerjasama Antar Daerah dalam Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Regional di Metropolitan Cirebon Raya
A 072 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Kelima alternatif model tersebut akan dii-
dentifikasi kesesuaiannya dengan karakteristik
Metropolitan Cirebon Raya yang terbagi menjadi
tiga karakteristik yaitu karaktreristik wilayah,
karakteristik kelembagaan, dan karakteristik ker-
ja sama yang berlaku di Metropolitan Cirebon
Raya saat ini.
Analisis dan Interpretasi
Berdasarkan analisis alternatif model yang telah
dilakukan terkait kesesuaian dengan peraturan
yang berlaku di Indonesia dan kesesuaian
dengan karakteristik Metropolitan Cirebon Raya,
maka terdapat 3 (tiga) alternatif model kerja
sama yang dapat diterapkan yaitu: fee for ser-
vice contract, joint agreement, dan wadah
koordinasi. Ketiga model kerja sama tersebut
terpilih karena dalam kesesuaian dengan
peraturan yang berlaku dan kesesuaian dengan
karakteristik Metropolitan Cirebon Raya. Model-
model tersebut muncul paling banyak dalam
setiap kriteria, baik dasar hukum dan karak-
teristik (yang artinya sesuai). Sehingga dapat
diasumsikan bahwa ketiga model tersebut me-
miliki kemungkinan cukup besar untuk bisa
diterapkan di Metropolitan Cirebon Raya.
a. Fee for Service Contract
Kelebihan dari model ini yaitu feasible untuk
dilaksanakan karena hubungan antar pihak
yang bekerja sama bersifat saling keter-
gantungan yang mengandalkan pada kebu-
tuhan pasar. Selain itu model ini juga realis-
tis dengan mempertimbangkan jenis dan
besaran kemampuan kedua pihak. Namun di
sisi lain terdapat kekurangan yaitu dokumen
perjanjian yang dihasilkan biasanya rumit,
karena melibatkan birokrasi dari pemerintah
daerah yang bersangkutan dan mengusung
asas sukarela sehingga membutuhkan ko-
mitmen dan political will yang kuat dari
kedua pihak.
b. Joint agreement
Kelebihan dari model ini yaitu feasible untuk
di laksanakan karena tidak terdapat peru-
bahan struktur. Selain itu model ini juga
dapat mening-katkan solidaritas kerja sama
dan berpengaruh kepada kebijakan daerah
serta memiliki pembagian kontrol dan
tanggung jawab yang jelas. Namun di sisi
lain terdapat kekurangan yaitu dokumen
perjanjian yang di hasilkan biasanya rumit,
karena melibatkan birokrasi dari peme-rintah
daerah yang bersangkutan.
c. Wadah koordinasi
Kelebihan dari model ini adalah feasible
untuk dilaksanakan karena hubungan antar
pihak yang bekerja sama sifatnya fleksibel
dan juga bersifat partisipatif. Selain itu
solidaritas dan keberlangsungan koordinasi
dapat terjamin melalui forum-forum koordi-
nasi yang dilakukan. Namun terdapat keku-
rangan dari model ini yaitu tidak adanya
mekanisme atau aturan yang kuat terhadap
kesepakatan kerja sama yang dilakukan.
Selain itu juga dibutuhkan komitmen dan
kesadaran yang kuat dari setiap pihak yang
terlibat agar kerja sama dapat berjalan
dengan baik.
Identifikasi Biaya Kerjasama Antar Daerah
Kerja sama merupakan hubungan antara dua
atau lebih pihak dalam merumuskan kesepa-
katan bersama dan dalam proses tersebut
memungkinkan terjadinya biaya transaksi. Untuk
mengetahui biaya transaksi yang terjadi maka
dilakukan analisis lebih lanjut mengenai empat
komponen yang telah dihasilkan dalam peneli-
tian sebelumnya, yaitu biaya informasi, biaya
negosiasi, biaya penegakan/ pengawasan/ ko-
mitmen, dan biaya aktor (Feiock, 2005). Iden-
tifikasi dilakukan dengan menggunakan hasil in-
formasi berdasarkan data-data sekunder dan
hasil wawancara dengan para stakeholder ter-
kait.
a. Biaya Informasi
Secara umum, koordinasi yang dilakukan di
Metropolitan Cirebon Raya dalam pengelo-
laan sampah cukup baik. Pengelolaan sam-
pah berjalan tanpa ada gangguan di masing-
maisng kabupaten. Akan tetapi, aliran infor-
masi terkait TPA Regional belum tersam-
paikan dengan baik. Pemerintah Provinsi
Jawa Barat masih hanya mengandalkan Pe-
raturan Daerah No 12 Tahun 2014, belum
-
Wening Prawesti Jaksi
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | A 073
disertasi rapat rutin untuk implementasi
pembangunan TPA Regional.
Pertemuan mengenai pembahasan TPA Regional
dilakukan pada tahap awal inisiasi dan per-
temuan daerah untuk membahas pembagian
tanggung jawab TPA Regional secara umum.
b. Biaya Negoisasi
Dalam proses negoisasi terkait pembangun-
an dan pengelolaan TPA Regional berjalan
cukup baik. Inisiasi yang dilakukan oleh
pemerintah provinsi kepada pemerintah ka-
bupaten yang termasuk Metropolitan Cirebon
Raya adalah adanya arahan dari Peraturan
Daerah no 12 Tahun 2014. Pada tahapan
awal, Pemerintah Kabupaten Cirebon di-
arahkan untuk mencari alternatif lokasi TPA
Regional. Pada tahun 2015 didapatkan bebe-
rapa alternatif dan lokasi terpilih adalah TPA
Ciwaringin. Negoisasi lainnya adalah skala
pelayanan dari TPA regional tersebut. TPA
Regional nantinya akan melayani Kabupaten
Cirebon dan beberapa kecamatan di Kabu-
paten Majalengka yang termasuk Metropo-
litan Cirebon Raya.
c. Biaya Komitmen
Penegakan/ pengawasan/ komitmen antar
pemerintah untuk TPA Regional masih belum
berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan
masih berupa inisiasi dan proses tahap awal.
Inisiasi komitmen yang telah berjalan adalah
Kabupaten Cirebon telah mencari alternatif
lokasi TPA Regional dan hasil pencarian
menunjukkan bahwa TPA Regional Ciwari-
ngin adalah paling layak. Pencarian alternatif
lokasi TPA ini dilakukan pada tahun 2015.
TPA ini melayani Kabupaten Cirebon, Kabu-
paten Majalengka dan Kabupaten Kuningan.
Rencana penyediaan TPA Regional tersebut,
diarahkan untuk menggunakan tek-noloi
sanitary landfill , berbeda dengan TPA lain-
nya yang masih menggunakan open dum-
ping.
Komitmen yang akan dijalani adalah Pemerintah
Provinsi Jawa Barat memiliki tanggung jawab
sebagai inisiator dan coordinator dari pem-
bangunan TPA Regional, serta biaya pem-
bangunan ditanggung oleh pemerintah provinsi.
Kabupaten Cirebon berkomimen untuk membe-
baskan lahan yang dijadikan lokasi TPA Regional,
sedangkan Kabupaten Majalengka membayar
restribusi secara rutin untuk pengelolaan sam-
pah di TPA tersebut.
Akan tetapi belum adanya ketegasan dalam me-
nyikapi komitmen tersebut, karena belum di
tuangkan ke dalam dokumen perjanjian/ MoU
antar pemerintah daerah. Namun, komitmen
tersebut telah dibahas dan disepakati oleh antar
pemerintah.
d. Biaya Aktor
Secara umum peran aktor dalam kerjasama
antar daerah pembangunan dan pengelolaan
TPA Regional belum berjalan dengan baik.
Hal ini dikarenakan belum adanya pem-
bagian tugas pokok dan fungsinya secara
jelas dan terperinci. Peranan aktor masih
pada tahapan awal untuk inisiasi dan pen-
carian lokasi alternatif TPA Re-gional. Akan
tetapi, belum ada dokumen per-janjian yang
telah disepakati dan ditandatangani oleh
pemerintah terkait. Selain itu, belum ada
kelanjutan dari tahapan awal tersebut mau-
pun eksekusinya.
Dalam menetapkan model kerja sama penge-
lolaan TPA Regional MCR dilakukan dengan
menggunakan metode Multi Criteria Analysis
(MCA). Multi Criteria Analysis merupakan suatu
metode untuk melihat persoalan kompleks de-
ngan menyusun karakteristik data serta alter-
natif pilihan untuk menghasilkan gambaran ke-
seluruhan kepada pengambil keputusan (De-
partment for Communities and Local Govern-
ment, 2009).
Nilai skor dengan kemungkinan terjadinya biaya
transaksi terkecil merupakan alternatif model
kerja sama yang dipilih. Hal tersebut menun-
jukkan bahwa model terpilih adalah model yang
paling sedikit memungkinkan terjadinya biaya
transaksi. Sehingga kerjasama pengelolaan TPA
Regional MCR dapat berjalan secara efektif.
Kriteria yang digunakan dalam analisis yaitu
hasil analisis faktor-faktor yang dapat menye-
babkan biaya transaksi di TPA Regional MCR.
Kemudian faktor-faktor biaya transaksi ini di
berikan rentang nilai yang dijadikan acuan da-
-
Kerjasama Antar Daerah dalam Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Regional di Metropolitan Cirebon Raya
A 074 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
lam menilai setiap alternatif model kerja sama
antar daerah berdasarkan komponen biaya
transaksi.
Rentang nilai dari setiap komponen ini yaitu 1-3
(nilai minimum 1 dan nilai maksimum 3) yang
memiliki arti sebagai berikut.
1 = Tidak terjadi
2 = Mungkin terjadi
3 = Terjadi
Pada dasarnya, rentang nilai 1-3 terebut
merupakan kemungkinan-kemungkinan yang
akan terjadi apabila alternatif model ini di terap-
kan dalam kerjasama pengelolaan TPA Regional
MCR. Penilaian terhadap kemungkinan tersebut
dilakukan oleh penulis dengan mempertimbang-
kan analisis dari literatur terkait.
Sehingga berdasarkan rentang nilai tersebut
maka model yang paling mendekati nilai 1
merupakan model yang akan terpilih untuk
diterapkan dalam kerjasama pengelolaan TPA
Regional MCR. Terdapat beberapa asumsi yang
digunakan untuk melakukan penilaian terhadap
setiap alternatif. Alternatif model dengan nilai
ketidakmerataan distribusi informasi rendah
berarti bahwa dalam keberjalanannya setiap pi-
hak akan memiliki informasi yang cukup merata
dan koordinasi yang juga baik.
Tabel 3. Karakteristik Bentuk Kerjasama Pengelolaan
TPA Regional di MCR
Sumber : Hasil Analisis, 2016
Alternatif model dengan nilai kepentingan ren-
dah berarti bahwa dalam kerja sama yang di
lakukan, setiap pihak telah memiliki perhatian/
kepentingan yang sama, sehingga kerja sama
dilakukan untuk mencapai tujuan bersama. Al-
ternatif model dengan nilai aktor yang
mendominasi rendah berarti bahwa kerja sama
dilakukan dengan prinsip kesetaraan dari setiap
pihak dan melibatkan setiap pihak dalam peru-
musan kesepakatan. Alternatif model de-ngan
nilai kurangnya komitemen stakeholders rendah
berarti bahwa setiap pihak memiliki komitmen
yang dipercaya yang dapat terlihat dari pelak-
sanaan kerja sama dan juga perhatian yang
diberikan. Asumsi tersebut kemudian di kaitkan
dengan hasil analisis literatur untuk menda-
patkan pertimbangan penilaian (judgement)
pada setiap alternatif model.
Berdasarkan penilaian pada Tabel 3, maka da-
pat disimpulkan bahwa alternaif model kerja-
sama yang optimal adalah joint agreement. Pe-
nilaian tersebut muncul karena dalam menja-
lankannya dibutuhkan dokumen perjanjian ker-
jasama/ MoU. Kondisi tersebut memungkin-kan
dengan adanya political will adanya arahan kuat
Peraturan Daerah No 12 Tahun 2014 sebagai
bentuk pembangunan infrastruktur dalam
menghadapi wilayah metropolitan dan tanpa
ada perubahan struktural.
Selain itu, bentuk joint agreement juga telah
berhasil digunakan di beberapa daerah, salah
satunya adalah Kertamantul, Provinsi Yogya-
karta dalam merencanakan, membangun dan
mengelola infrastruktur wilayah, yaitu air bersih,
transportasi, jalan, limbah cair dan padat
(sampah). Terdapat pembagian kontrol dan
tanggung jawab yang jelas.
Kesimpulan
Infrastruktur persampahan tidak hanya pada
tingkat individu, namun juga diperlukan pena-
nganan secara terpusat, salah satunya adalah
Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kondisi Met-
ropolitan Cirebon Raya yang pada periode 5
tahunan akan terus berkembang perlu ditunjang
dengan infrastruktur wilayah dengan memperlu-
as skala pelayanannya.
Semakin tinggi jumlah penduduk, semakin tinggi
pula timbulan sampah yang dihasilkan. Kebera-
daan ketiga TPA di MCR sudah tidak mencukupi,
sehingga dibutuhkan TPA Regional. Hal ini juga
-
Wening Prawesti Jaksi
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | A 075
sejalan dengan arahan dari Peraturan Daerah
No 12 Tahun 2014 untuk diadakannya pemba-
ngunan TPA Regional MCR.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, terdapat
tiga alternative model kerjasama yang dapat
diterapkan dalam pengelolaan TPA Regional di
MCR. Ketiga model kerja sama tersebut dipilih
karena kesesuaiannya dengan peraturan yang
berlaku dan kesesuaiannya dengan karakteristik
Metropolitan Cirebon Raya.
Dari ketiga model tersebut, dilakukan Multi
Criteria Analysis untuk menentukan model yang
tepat yang akan digunakan dalam kerjasama
antar daerah. Analisis multi kriteria dilakukan
dengan memberikan penilaian berdasarkan fak-
tor-faktor biaya transaksi, seperti biaya infor-
masi, negosiasi, komitmen dan aktor. Jika sema-
kin rendah biaya transaksi, atau semakin peni-
laian terhadap model mendekati 1, maka model
tersebut merupakan model yang dipilih untuk
diterapkan dalam kerjasama engelolaan TPA
Regional.
Mekanisme bentuk kerjasama pengelolaan Tem-
pat Pembuangan Akhir (TPA) Regional yang
sesuai di Metropolitan Cirebon Raya adalah joint
agreement. Dengan adanya political will arahan
kuat Peraturan Daerah No 12 Tahun 2014 dan
tanpa ada perubahan struktural memungkinkan
adanya joint agreement di MCR. Selan itu,
adanya pengikat kabupaten-kabupaten yang ter-
kait serta menggunakan pengaruh aktor pe-
merintah provinsi untuk mengarahkan dan me-
ngambil kebijakan melalui musyawarah dapat
dilakukan.
Akan tetapi, kelemahannya adalah belum
adanya tandatangan atau kesepatan yang akan
dituangkan secara dokumen dan isi dari
perjanjian perlu sangat rinci dan jelas pemba-
gian kewenangannya, serta pengaturan opera-
sional TPA Regional perlu sudah dibahas dan
disusun bersama sebelum kerjasama dilakukan.
Daftar Pustaka
Literatur
Damanhuri, Prof Enri, dan Dr. Tri Padmi. (2010).
Diktat Kuliah TL-3104 tentang Pengelolaan Sampah
2010 - 2011. Bandung: Fakultas Teknik Sipil dan
Lingkungan Institut Teknologi Bandung.
Feiock, R.C. (2005). Institutional Collective Action and
Local Governance. Paper presented at The
Innovative Governance Salon, University of
Southern California, 25 April 2005.
Fraenkel, Jack R., Norman E. Wallen, dan Helen H.
Hyun. (2012). How to Design and Evaluate
Research in Education: Eight Edition. New York:
McGraw-Hill.
Kustiwan, Iwan, dan Nia K. Pontoh. 2009. Pengantar
Perencanaan Perkotaan. Bandung: Penerbit ITB.
Studio Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota
Metropolitan Cirebon Raya. (2016). Buku Fakta
dan Analisis. Program Studi Perencanaan Wilayah
dan Kota. Institut Teknologi Bandung
Sugiyono, Prof. Dr. (2012). Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Talitha, Tessa & Hudalah, D. (2014). Model
Kerjasama Antar Daerah Dalam Perencanaan
Sistem Transportasi Wilayah Metropolitan Bandung
Raya. Jurnal Tata Loka. Vol. 16. No. 4. Biro
Penerbit Planologi Universitas Diponogoro.
Tchobanoglous, George, Hilary Theisen, dan Samuel A.
Vigil. (1993). Integrated Solid Waste Management.
United States: McGraw-Hill, Inc.
Winarso, Haryo., et al. (2006). Metropolitan di
Indonesia : Kenyataan dan Tantangan dalam
Penataan Ruang. Direktorat Jenderal Penataan
Ruang, Departemen Pekerjaan Umum : Jakarta
Yunus, Hadi Sabari. (2010). Megapolitan: Konsep,
Problematika, dan Prospek (Cetakakan II).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yunus, Hadi Saari. (2010). Dinamika Wilayah Peri
Urban Determinan Masa Depan Kota (Cetakan I).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi
sebagai daerah otonom
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Kerja sama Daerah
Permendagri Nomor 69 Tahun 2007 tentang Kerja
sama Pembangunan Perkotaan
-
Kerjasama Antar Daerah dalam Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Regional di Metropolitan Cirebon Raya
A 076 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Permendagri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk
Teknis Kerja sama Antar Daerah
Permendagri Nomor 23 Tahun 2009 tentang Tata Cara
Pembinaan dan Kerja sama Antar Daerah