KERENTANAN DAN UPAYA ADAPTASI MASYARAKAT …

13
KERENTANAN DAN UPAYA ADAPTASI MASYARAKAT PESISIR TERHADAP PERUBAHAN IKLIM ( ) Vulnerability and Adaptation of Community at the Coastal Area to Climate Change Niken Sakuntaladewi & Sylviani Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan; Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Indonesia; e-mail: [email protected]; [email protected] iterima 3 Juli 2014 direvisi 12 Agustus 2014 disetujui 19 Oktober 2014 Perubahan iklim dipahami masyarakat sebagai perubahan musim dan telah banyak memberikan dampak negatif pada kehidupan. Tulisan ini membahas kerentanan masyarakat pesisir akibat perubahan iklim. Penelitian dilakukan di tiga desa yaitu kawasan hutan lindung di Kabupaten Subang, kawasan hutan konservasi di Kabupaten Jembrana, dan hutan hak di Kabupaten Pemalang. Data dikumpulkan dari 30 responden pada masing-masing desa, dan dianalisa dengan . Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim menurunkan penghasilan mayoritas masyarakat di tiga desa penelitian. Jumlah masyarakat desa sekitar hutan mangrove yang merupakan hutan hak mempunyai kerentanan paling rendah (37%), kerentanan tertinggi di masyarakat desa sekitar hutan lindung (82%) dan kerentanan sedang di masyarakat desa sekitar hutan konservasi (55%). Kerentanan masyarakat banyak dipengaruhi oleh: 1) keterbukaan yaitu kondisi iklim; 2) sensitivitas, meliputi ketergantungan masyarakat terhadap jenis penghasilan yang sensitif iklim, lokasi sumber penghasilan yang dekat dengan sumber bencana dan rusaknya lingkungan biofisik; 3) kapasitas adaptasi, meliputi perbaikan lingkungan biofisik, variasi sumber penghasilan, ekstensifikasi lahan usaha, penerapan teknologi pertanian dan perikanan, penyesuaian jadwal kegiatan usaha dengan prakiraan musim, alih profesi, tetap pada kegiatan lama dan berharap pada keuntungan, kuatnya kelembagaan masyarakat, bantuan atau program pembangunan desa dan pendampingan yang intensif Perubahan iklim, kerentanan, masyarakat pesisir, mangrove. Climate change is being understood by the local communities as seasonal change and has caused many negative impacts to the livings. This article aims to analyse vulnerability of the coastal communities due to climate change. Research was conducted in three villages located around mangrove forests functioning as protected forest in Subang Regency, conservation forest in Jembrana Regency, and private forest in Pemalang Regency. Data was collected from thirty respondents per village, and analyzed with Multivariate Analysis. Research shows that climate change has lowered the incomes of majory of the rural communities. The number of community living in private forest is the least vulnerable (37%), follows consecutively by those in conservation forest (55%), and the most vulnerable ones is (82%) in protection forest. Their vulnerability are affected by: 1) exposure, the climate; 2) sensitivity, covering dependency of coastal community sources of incomes to climate change, location of community sources of incomes close to the source of disaster, and environmental damage; and 3) adaptive capacity, including improved biophysical environment, various sources of incomes, agricultural and fishery technologies, ability to reschedule the activities, changing profession, do nothing, strong community institution, government development program, and intensive assistance. Climate change, vulnerability, coastal community, mangrove.. Multivariate Analysis D . Kata kunci: ABSTRACT Keywords: ABSTRAK 281 Kerentanan dan Upaya Adaptasi Masyarakat Pesisir terhadap...(Niken Sakuntaladewi & Sylviani) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan iklim yang menjadi perhatian dunia internasional telah banyak memberikan dampak negatif pada berbagai aktivitas kehidupan di bumi, termasuk sektor kehutanan di wilayah pesisir. Dampak negatif perubahan iklim tersebut antara lain tergenangnya daerah pantai dan ancaman tenggelamnya pulau-pulau terkecil akibat kenaikan permukaan air laut, badai tropis, hantaman gelombang besar dan rob (Read & Robert, 2010) serta ancaman bagi keselamatan jiwa manusia akibat peningkatan intensitas badai topis (UNFCCC, 2007), menurunnya kualitas air bersih

Transcript of KERENTANAN DAN UPAYA ADAPTASI MASYARAKAT …

Page 1: KERENTANAN DAN UPAYA ADAPTASI MASYARAKAT …

KERENTANAN DAN UPAYA ADAPTASI MASYARAKAT PESISIRTERHADAP PERUBAHAN IKLIM

()

Vulnerability and Adaptation of Community at the Coastal Area toClimate Change

Niken Sakuntaladewi & SylvianiPusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan; Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Indonesia;

e-mail: [email protected]; [email protected]

iterima 3 Juli 2014 direvisi 12 Agustus 2014 disetujui 19 Oktober 2014

Perubahan iklim dipahami masyarakat sebagai perubahan musim dan telah banyak memberikan dampaknegatif pada kehidupan. Tulisan ini membahas kerentanan masyarakat pesisir akibat perubahan iklim. Penelitiandilakukan di tiga desa yaitu kawasan hutan lindung di Kabupaten Subang, kawasan hutan konservasi di KabupatenJembrana, dan hutan hak di Kabupaten Pemalang. Data dikumpulkan dari 30 responden pada masing-masing desa,dan dianalisa dengan . Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim menurunkanpenghasilan mayoritas masyarakat di tiga desa penelitian. Jumlah masyarakat desa sekitar hutan mangrove yangmerupakan hutan hak mempunyai kerentanan paling rendah (37%), kerentanan tertinggi di masyarakat desa sekitarhutan lindung (82%) dan kerentanan sedang di masyarakat desa sekitar hutan konservasi (55%). Kerentananmasyarakat banyak dipengaruhi oleh: 1) keterbukaan yaitu kondisi iklim; 2) sensitivitas, meliputi ketergantunganmasyarakat terhadap jenis penghasilan yang sensitif iklim, lokasi sumber penghasilan yang dekat dengan sumberbencana dan rusaknya lingkungan biofisik; 3) kapasitas adaptasi, meliputi perbaikan lingkungan biofisik, variasisumber penghasilan, ekstensifikasi lahan usaha, penerapan teknologi pertanian dan perikanan, penyesuaian jadwalkegiatan usaha dengan prakiraan musim, alih profesi, tetap pada kegiatan lama dan berharap pada keuntungan,kuatnya kelembagaan masyarakat, bantuan atau program pembangunan desa dan pendampingan yang intensif

Perubahan iklim, kerentanan, masyarakat pesisir, mangrove.

Climate change is being understood by the local communities as seasonal change and has caused many negative impacts to thelivings. This article aims to analyse vulnerability of the coastal communities due to climate change. Research was conducted in three villageslocated around mangrove forests functioning as protected forest in Subang Regency, conservation forest in Jembrana Regency, and privateforest in Pemalang Regency. Data was collected from thirty respondents per village, and analyzed with Multivariate Analysis. Researchshows that climate change has lowered the incomes of majory of the rural communities. The number of community living in private forest isthe least vulnerable (37%), follows consecutively by those in conservation forest (55%), and the most vulnerable ones is (82%) in protectionforest. Their vulnerability are affected by: 1) exposure, the climate; 2) sensitivity, covering dependency of coastal community sources ofincomes to climate change, location of community sources of incomes close to the source of disaster, and environmental damage; and 3)adaptive capacity, including improved biophysical environment, various sources of incomes, agricultural and fishery technologies, ability toreschedule the activities, changing profession, do nothing, strong community institution, government development program, and intensiveassistance.

Climate change, vulnerability, coastal community, mangrove..

Multivariate Analysis

D

.

Kata kunci:

ABSTRACT

Keywords:

ABSTRAK

281Kerentanan dan Upaya Adaptasi Masyarakat Pesisir terhadap...(Niken Sakuntaladewi & Sylviani)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan iklim yang menjadi perhatian duniainternasional telah banyak memberikan dampaknegatif pada berbagai aktivitas kehidupan di bumi,termasuk sektor kehutanan di wilayah pesisir.

Dampak negatif perubahan iklim tersebut antaralain tergenangnya daerah pantai dan ancamantenggelamnya pulau-pulau terkecil akibat kenaikanpermukaan air laut, badai tropis, hantamangelombang besar dan rob (Read & Robert, 2010)serta ancaman bagi keselamatan jiwa manusiaakibat peningkatan intensitas badai topis(UNFCCC, 2007), menurunnya kualitas air bersih

Page 2: KERENTANAN DAN UPAYA ADAPTASI MASYARAKAT …

282

Pemalang dan Kabupaten Jembrana. Bagi mereka,dampak perubahan iklim merupakan ancamanlangsung bagi kehidupan dan memaksa merekamelakukan berbagai upaya agar dapat bertahanhidup pada kondisi iklim yang tidak menentu.Petani dan nelayan di tiga kabupaten tersebut yangmata pencahariannya sangat tergantung padakondisi alam dan dinamika musim cenderungmakin tidak menentu nasibnya akibat perubahaniklim.

Penelitian ini bertujuan untuk:Mengidentifikasi gejala dan eksposur perubahan iklim di daerah pantai.Menganalisis tingkat kerentanan masyarakatpesisir terhadap perubahan iklim.Mengkaji upaya adaptasi masyarakat pesisirterhadap perubahan iklim.

Penelitian dilakukan di tiga desa di sekitarkawasan hutan mangrove pada tahun 2010 dan2012, yaitu: 1) desa Mojo (Kabupaten Pemalang,Provinsi Jawa Tengah) yang merupakan hutanhak, 2) desa Langensari (Kabupaten Subang,Provinsi Jawa Barat) berupa hutan lindung serta 3)desa Sumber Klampok (Kabupaten Jembrana,Bali) yang berlokasi di sekitar Taman Nasional BaliBarat (TNBB). Ketiga desa tersebut berada dipesisir pantai yang rentan terhadap perubahancuaca.

Informasi berupa data sekunder tentangpengelolaan hutan mangrove diperoleh dari parapihak yang terkait, antara lain instansi pemerintahdaerah dan UPT pusat. Data primer bersumberdari masyarakat pesisir sebanyak 30 orang per desa

B. Tujuan Penelitian

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

B. Pengumpulan Data

1. -

2.

3.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi-kan informasi bagi para pihak pengelola kawasanhutan khususnya mangrove bahwa perubahaniklim berpengaruh terhadap penghidupan dansumber mata pencaharian masyarakat dan upayamasyarakat beradaptasi terhadap perubahan iklimtersebut.

di Amerika Latin dan terganggunya ketersediaan airbersih dan pangan di benua Afrika. Diperkirakanpada tahun 2020 sekitar 75 hingga 220 jutapenduduk akan mengalami kekurangan air bersih(UNFCCC, 2007; Liverman, 2007).

Kerentanan masyarakat erat kaitannya dengantingkat kemiskinan dan rendahnya kemampuanadaptasi. Hasil penelitian di Afrika menunjukkanbahwa tingkat kerentanan masyarakat terhadapperubahan iklim berbeda dari satu daerah ke daerahlain meski dalam satu negara (Liverman, 2007).Tingkat kerentanan tersebut dipengaruhi olehkondisi dan keterpaparan iklim ( ),sensitivitas masyarakat dan kemampuan merekauntuk beradaptasi (Metzger , 2006; IPCC,2007).

Sebagai negara berkembang yang berbentukkepulauan dan berada di daerah tropis, Indonesiasangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.Bappenas (2011) melaporkan bahwa perubahaniklim dunia telah memberikan dampak di berbagaisek-tor secara langsung maupun tidak langsung diIndonesia. Di sektor kelautan dan perikanan,dilaporkan bahwa pada tahun 2005 hingga 2007,Indonesia telah kehilangan 24 pulau kecil. Di sektorpertanian, kekeringan dan banjir telah menggangguhasil panen pertanian di berbagai daerah diIndonesia dan penurunan kapasitas produksisumber daya lahan, sumber air, dan infrastrukturpertanian (irigasi). Badan Penelitian danPengembangan Pertanian (2008) Bappenas(2011) melaporkan perubahan iklim berpotensimeningkatkan persentase penurunan hasilpertanian dari 2,5-5% menjadi lebih dari 10%.Selama periode 1991 hingga 2006, luasan lahanpertanian yang dilanda kekeringan berkisar antara28.580 hektar hingga 867.930 hektar per tahun danareal pertanian yang rusak berkisar antar 4.614hektar hingga 192.331 hektar.

Pada tahun 2010 tercatat jumlah pendudukmiskin di desa-desa pesisir mencapai tujuh juta jiwayang tersebar di 10.639 desa pesisir (PemdaKabupaten Pekalongan, 2011), baik yang berprofesisebagai petani maupun nelayan kecil. Penghasilandan aktivitas kehidupan mereka sangat dipenga-ruhi dan rentan terhadap keragaman dan perubahaniklim. Masyarakat desa pesisir yang berada di dalamdan sekitar hutan mangrove tidak terlepas daridampak negatif perubahan iklim, termasuk merekayang tinggal di Kabupaten Subang, Kabupaten

climate exposure

et al.

dalam

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 4 Desember 2014, Hal. 281 - 293

Page 3: KERENTANAN DAN UPAYA ADAPTASI MASYARAKAT …

Rumusan skala interval tersebut sebagai berikut:

SI = (m- n)/b

Di mana:SI : skala intervalm : total skor tertinggi/maksimum yang mungkin

terjadin : total skor terendah/minimum yang mungkin

terjadib : banyaknya kelas penilaian yang dibentuk

Dikarenakan data klimatologi yang mencakupdesa-desa penelitian di Kabupaten Subang danKabupaten Pemalang tidak tersedia, informasididapat dari hasil analisa Sucofindo (2009)terhadap data iklim selama 30 tahun dari beberapastasiun pengukuran di Provinsi Jawa Barat danJawa Tengah. Untuk desa-desa penelitian di BaliBarat, data yang tersedia adalah data curah hujandari kantor Klimatologi dan Geofisika Bali Baratuntuk kurun waktu sembilan tahun.

yang mata pencahariannya tergantung dari alam dandipilih menggunakan stratifikasi .Tahapan pengumpulan data dilakukan sepertiterlihat pada Tabel 1.

Data yang dikumpulkan dikelompokkan kedalam singkapan atau keterpaparan ( ),kepekaan ( ) suatu sistem untuk berubah,dan kapasitas adaptasi ( ). Datadianalisis dengan menggunakan rumusan

:

Total nilai pada setiap region dan atri-but/indikator diklasifikasi menggunakan skalainterval (SI) untuk menentukan kelas kerentanan.

random sampling

exposuresensitivity

adaptive capacity

Multivariate Analysis

C. Analisis Data

Dimana: PC = Principle Component; = koefisienteknis; = variabel.

ax

283

i

k

i

ii xaPC1

1

Tabel 1. Metode pengumpulan dataTable 1. Methods of data collection

No. Metode (Methods)Sumber

data/responden (Sourceof data/respondent)

Jenis data (Type of data)

1. Pencatatan (Recording) Instansi pemerintahdaerah dan pusat,antara lain DinasKehutanan, Bappeda,BMG, TamanNasional, PerumPerhutani

Data iklim (curah hujan).

Program pembangunan daerah/desa danpemberdayaan masyarakat.

Pengelolaan hutan mangrove.

Demografi desa. Tata guna lahan.

2. Wawancara (Interview) Instansi pemerintah,perwakilan masyarakat

Informasi tentang kondisi cuaca dan musim sertadampak terhadap petani sawah maupun nelayan,sumber mata pencaharian lainnya.

Fungsi hutan bagi masyarakat.

Strategi masyarakat dalam mengatasi perubahanmusim.

Kelembagaan desa yang berperan.

3. Pengamatan lapangan(Field observation)

Tokoh masyarakat Melakukan cross cheking terhadap kondisi sosial ekonomidan budaya masyarakat, kondisi kawasan (tanaman danpemanfaatannya).

4. Diskusi KelompokTerfokus (Focus GroupDiscussion)

Para pihak terkait Data dan informasi tentang kondisi lahan sebagaidampak dari perubahan musim, status kawasan sertaprogram-program para pihak terkait.

Kerentanan dan Upaya Adaptasi Masyarakat Pesisir terhadap...(Niken Sakuntaladewi & Sylviani)

Page 4: KERENTANAN DAN UPAYA ADAPTASI MASYARAKAT …

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gejala dan Keterpaparan Perubahan Iklim

1. Analisis Kuantitatif

2. Pengamatan Empiris Masyarakat

Singkapan ( ) menggambarkan kejadianiklim yang mempengaruhi suatu sistem (sosial danekosistem) (Frankel-Reed ., 2011). Kejadianiklim ini menjadikan suatu sistem (sosial danekosistem) secara alamiah rentan terhadapperubahan iklim. Menurut Yusuf & Francisco(2009), singkapan dapat diukur dengan melakukananalisis tren dan korelasi antara variabel iklim (suhudan curah hujan) dengan kejadian bencana klimatis( ) yang berhubungan dengankehidupan manusia seperti topan, banjir,kekeringan, longsor, dan kenaikan tinggi muka airlaut.

Berdasarkan analisis klimatologis Sucofindo(2009) terhadap kondisi iklim di dua provinsi, JawaBarat dan Jawa Tengah, dari tahun 1971 sampaidengan 2011 menggambarkan bahwa perubahansuhu udara dan perubahan curah hujan merupakandua unsur iklim yang dapat menunjukkan terja-dinya perubahan iklim. Hasil analisis klimatologisdisajikan pada Gambar 1 hingga Gambar 4.

Hasil analisis Sucofindo (2009) menunjukkansuhu udara di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengahcenderung meningkat. Anomali curah hujan jugamenunjukkan keragaman yang besar, yaitu 59% darirataan selama 30 tahun dari tahun 1971 s/d 2001untuk Provinsi Jawa Barat dan 75% dari rataancurah hujan untuk tahun-tahun yang sama diProvinsi Jawa Tengah. Di kedua provinsi tersebutdari tahun 1980 didominasi tren anomali negatifcurah hujan yang menunjukkan potensi penurunancurah hujan.

Hasil analisis terhadap data klimatis di TNBBselama kurun waktu sembilan tahun (2001-2010)menunjukkan kecenderungan menurunnya curahhujan (Gambar 5). Pada tahun 2010, sebagaimana disebagian besar wilayah Indonesia, di ketiga provinsitersebut juga mengalami musim ekstrem (La-Nina)berupa hujan yang turun sepanjang tahun di manamusim kemarau yang biasanya pada bulan Meisampai Agustus tidak terjadi.

Masyarakat desa di sekitar hutan mangrove tidakmemahami tentang fenomena perubahan iklim,namun merasakan bahwa musim telah berubah.Pengamatan responden petani dan nelayan di

exposure

et al

climatic hazard

Kabupaten Subang dan Pemalang terhadap kondisiiklim di daerah mereka disajikan pada Tabel 2.

Menurut petani, sebelum tahun 1985 musimhujan berawal sekitar bulan Oktober dan berakhirpada bulan Mei dengan puncak curah hujan (tinggi)terjadi sekitar bulan Desember hingga bulanMaret. Sejak beberapa tahun terakhir curah hujanbaru turun sekitar bulan Desember dan berakhirsekitar bulan April. Curah hujan tinggi hanyaberlangsung sekitar dua bulan pada bulan Februaridan Maret. Secara umum mereka mendapatkanawal musim hujan datang lebih lambat dan jumlahbulannya lebih pendek. Sebaliknya musim kemaraudatang lebih awal dan berlangsung lebih panjang.Pengamatan masyarakat ini sejalan dengan datadari BMKG yang mengindikasikan adanya potensiberkurangnya curah hujan dari rerataan 30 tahunatau cenderung kering.

Petani tambak di Kabupaten Pemalang danKabupaten Subang mengamati pasang surut airlaut yang dulunya teratur kini tidak beraturan lagi.Dulu, pasang tinggi/besar biasa terjadi padatanggal atau mulai tanggal 21 sampaiakhir bulan untuk kalender Jawa, namun kini selaintidak teratur, air pasang berlangsung lebih lama,yang semula hitungan hari kini bisa mencapai satuhingga dua minggu. Para nelayan mendapatkanpergeseran angin barat dan angin timur yang tidaklagi dapat diprediksi datangnya, dan gelombanglaut makin besar serta makin sering terjadi.

Pada tahun 2010, responden di semua desapenelitian di ketiga kabupaten menyatakan tidakterjadi musim kemarau atau terjadi iklim ekstrim.Masyarakat di sekitar TNBB pada bulan Julisebelum tahun 2010 bersama para petugas TNsudah siap siaga atau bekerja keras memadamkanapi di kawasan hutan konservasi, namun padatahun 2010 hingga bulan Juli hujan masih turundan tidak terjadi kebakaran.

Masyarakat di desa-desa penelitian di tigakabupaten menyadari bahwa kalender musim yangditurunkan leluhurnya sudah tidak sesuai lagi.Kondisi iklim tersebut menjadikan masyarakat(petani tambak, petani sawah serta nelayan)mengalami kesulitan untuk berusaha karena tidakmampu memprediksi kapan datangnya dan untukberapa lama terjadinya musim hujan, musimkemarau dan banjir rob. Gelombang laut besar jugasulit diprediksi datangnya sehingga mencemaskandan membahayakan para nelayan kecil yang hanyamenggunakan perahu kecil.

likuran

284JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 4 Desember 2014, Hal. 281 - 293

Page 5: KERENTANAN DAN UPAYA ADAPTASI MASYARAKAT …

285Kerentanan dan Upaya Adaptasi Masyarakat Pesisir terhadap...(Niken Sakuntaladewi & Sylviani)

Page 6: KERENTANAN DAN UPAYA ADAPTASI MASYARAKAT …

286

B. Tingkat Kerentanan

Sensitivitas didefinisikan sebagai tingkatpengaruh suatu sistem akibat adanya keragamandan perubahan iklim. Pengaruh tersebut dapatsecara positif atau negatif, langsung maupun tidaklangsung (atau dampak turunan) dan bisa mengenaiindivi-du atau kelompok (Frankel-Reed ., 2011;Sylviani & Sakuntaladewi, 2010). Dampak langsungdidefinisikan sebagai dampak yang langsung terjaditerhadap lingkungan dan dapat segera dilihat sertadirasakan, sedangkan dampak turunan di-maksudkan sebagai akibat dari dampak terhadaplingkungan yang terjadi beberapa waktu kemudiandan dapat dirasakan langsung bagi rumah tanggamaupun kelompok (Yayasan Pelangi Indonesia,2009 Sylviani & Sakuntaladewi, 2010).

Sumber penghasilan masyarakat di tiga desatersebut dapat dikelompokkan menjadi: 1)pertanian dan perikanan (padi sawah, kebun melati,palawija, tambak ikan, sayur); 2) nelayan; 3)peternakan (sapi, kambing); 4) buruh; 5) wira usaha(bengkel, warung) dan 6) pegawai pemerintah(ABRI, pegawai negeri sipil seperti guru, lurah). Biladikaitkan dengan perubahan musim, sumberpenghasilan masyarakat tersebut dapat di-kelompokkan menjadi: 1) penghasilan yang sensitifterhadap perubahan musim (misal: tambak ikan,kebun melati, padi sawah, pertanian sayur) dan 2)penghasilan yang tidak sensitif terhadap perubahanmusim (misal: pegawai negeri, ABRI, warung).Gambaran umum sumber penghasilan respondendisajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 memperlihatkan bahwa 72,7% masya-rakat desa Sumber Klampok yang sangat sensitifterhadap perubahan musim 'sebagian sumberpenghasilannya bereaksi terhadap perubahanmusim'. Sementara desa Langensari dan Mojo,masyarakat yang bermata pencaharian 'bereaksi

et al

dalam

terhadap perubahan musim' dan 'sebagian sumberpenghasilan bereaksi terhadap perubahan musim'kisarannya antara 38,91% dan 48,15%. Masyarakatyang mata pencahariannya 'tidak bereaksi terhadapperubahan musim' pada ketiga desa tingkat sensi-tivitasnya relatif kecil, antara 7,41% dan 18,18%

Beberapa sumber mata pencaharian masyarakatdi tiga desa adalah:

Permasalahan utama terkait dengan keragamandan perubahan iklim di tambak meliputi banjir robdan salinitas air tambak. Banjir rob adalah banjiryang disebabkan oleh pasangnya air laut dan kerapmelanda kota-kota yang ada di pesisir laut. Air lautpasang tersebut menahan air sungai yang sudahmenumpuk, akhirnya mampu menjebol tangguldan menggenangi daratan (Yunita, 2013). Banjirrob kini lebih sering terjadi dan berlangsung lebihlama. Sekitar tahun 2010 banjir rob masih dalamhitungan jam, kini sudah menjadi hitungan hari. Didesa Mojo Kabupaten Pemalang dan Langensari,Kabupaten Subang banjir rob yang terjadi padabulan Januari dan Februari menyebabkan sawahdan tambak serta tanggul terendam dan menyatudengan laut. Banjir rob merusak tambak, me-nyebabkan aset udang dan bandeng budidayatambak hanyut ke luar terbawa air.

Survei yang dilakukan Dinas LingkunganHidup di 16 desa pesisir di Kabupaten Pemalangpada tahun 2010 mendapatkan banjir rob tahun2010 melanda 12,1 ha pemukiman penduduk, 477ha tambak bandeng serta 287 ha padi sawah. Lamagenangan banjir rata-rata enam jam. Denganasumsi panen padi dan bandeng sebanyak dua kalidalam satu tahun maka kerugian yang dideritaakibat banjir rob tersebut diperkirakan mencapaienam miliar.

1. Areal Tambak Ikan dan Udang Desa Mojodan Desa Langensari

.

Tabel 3. Sensitivitas mata pencaharian masyarakat desa Langensari, Mojo dan Sumber Klampok terhadapperubahan musim

Table 3. Sensitivity of community's sources of incomes to climate change at villages Langensari, Mojo, and Sumber Klampok

Sensitivitas sumber penghasilan(Sensitivity of community’s sources of incomes)

Langensari MojoSumber

Klampok

Bereaksi terhadap perubahan musim(Reacted to climate change)

48,2% 44,4% 9,1%

Sebagian sumber penghasilan bereaksi terhadap perubahan iklim(Party reacted to climate change)

44,4% 38,9% 72,7%

Tidak bereaksi terhadap perubahan musim(Not reacted to climate change)

7,4% 16,7% 18,2%

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 4 Desember 2014, Hal. 281 - 293

Page 7: KERENTANAN DAN UPAYA ADAPTASI MASYARAKAT …

287

Ketidakteraturan musim di desa Langensarimenyulitkan petani tambak untuk mengatursalinitas air tambak. Kondisi ini menjadikan udangyang ditebar pada bulan Maret setelah 40 harimengalami stres dengan tanda-tanda kulit menjadimerah, berada di tepi, mengapung, kemudian mati.Petani udang bisa mengalami kegagalan panenhingga 100%. Sedangkan bandeng di desaLangensari dan desa Mojo mengalami penurunanproduksi maupun kualitas. Penurunan beratbandeng umur enam bulan dapat mencapai 0,5 onshingga satu ons/ekor, dan warna sisik tidak lagibening. Penurunan kualitas maupun berat bandengmenjadikan harga bandeng turun hingga Rp1.500/kg. Dengan asumsi panen bandeng dua kalidalam satu tahun, total kerugian petani bandengtambak mencapai Rp 15 juta/ha/panen. Masalahlain yang dihadapi masyarakat di kedua desa ini ada-lah banyaknya hama ikan bandeng.

Sebagian masyarakat desa Mojo mengusahakanmelati untuk memasok pabrik teh. Iklim yang tidakmenentu dan iklim ekstrem yang terjadi tahun 2010menjadikan akar tanaman dan bunga melati banyakyang busuk akibat hujan yang terjadi sepanjangtahun. Kondisi ini menjadikan produksi bungamelati tidak menentu dengan rentang cukup tinggidari tiga ons hingga satu kuintal/0,25 bahu (1 bahu= 0,80 ha). Kisaran penghasilan dari Rp 30.000hingga Rp 1 juta/0,25 bahu. Meski berisiko besar,masyarakat tetap mengusahakan kebunnya karenapenghasilan dari kebun melati bisa membantumenutup keperluan harian keluarga. Masyarakatberharap harga bunga melati menjadi lebih men-janjikan pada musim penghujan karena banyaknyabunga yang busuk. Harga bunga melati berkisar Rp12.000-15.000 per kg di tingkat petani. Pada musimpenghujan harga dapat mencapai Rp 18.000 per kgdan pada hari raya harga dapat mencapai Rp 20.000per kg.

Desa yang terletak di sekitar TNBB, KabupatenJembrana, selain mengusahakan ternak sapi,masyarakatnya juga mengusahakan tanamanpalawija (kacang hijau) yang ditanam secaramonokultur. Kacang hijau ditanam dua kali dalamsatu tahun. Penanaman dilakukan pada bulan

2. Kebun Melati Desa Mojo

Tanaman Palawija dan Sayuran DesaSumber Klampok

3.

Oktober hingga panen bulan Januari danpenanaman berikutnya pada bulan Februarihingga panen bulan Mei. Hasil kacang hijaubervariasi dari 0,5-3 kuintal/0,5 ha/minggudengan harga berkisar antara Rp 2.500 Rp5.000/kg. Perubahan iklim menjadikan produksikacang hijau turun hingga satu kuintal/ha.

Meski dalam banyak hal perubahan iklimmemberikan dampak negatif, masyarakat desaSumber Klampok dan desa Mojo yang menanamcabe pada tahun 2010 mengalami keuntunganbesar. Di kedua desa tersebut, cabe berhasil denganbaik. Cabe ditanam satu kali dalam setahun(Desember tanam dan panen sekitar bulan Maret,dan dipanen tiap lima hingga tujuh hari sekali).Harga cabe di tingkat petani yang biasanya berkisarRp 2.500/kg hingga Rp 5.000/kg meningkat jadiRp 30.000 hingga Rp 40.000/kg. Produksi cabe didesa Mojo bisa menghasilkan hingga Rp 400juta/ha. Membaiknya harga cabe karena di daerahlain banyak yang tidak panen cabe karena banjir.

Meningkatnya produksi cabe merupakancontoh dampak langsung dari perubahan iklim,bersifat postitif dan dirasakan oleh beberapaindividu masyarakat. Sedangkan banjir rob,salinitas air tambak yang sulit diatur, banyaknyahama tikus adalah beberapa contoh dampaklangsung, bersifat negatif karena menyebabkan pe-nurunan produksi sawah dan tambak sertapenghasilan masyarakat setempat. Dampak inidirasakan oleh kelompok besar masyarakat.

Penurunan penghasilan masyarakat di desaLangensari, Mojo dan Sumber Klampokmerupakan dampak turunan dari perubahan iklim,menjadikan masyarakat sensitif terhadap per-ubahan iklim. Dari uraian di atas, teridentifikasibahwa sensitivitas masyarakat pesisir di tiga desapenelitian bersumber, antara lain pada: a) ketergan-tungan sebagian besar masyarakat terhadap jenispenghasilan yang sensitif iklim (tambak ikan/udang yang sensitif terhadap perubahan salinitasair, padi sawah yang sensitif terhadapmeningkatnya hama wereng, palawija yang sensitifterhadap perubahan curah hujan); b) lokasi sumberpenghasilan (tambak) yang dekat dengan sumberbencana yaitu tepi sungai atau pantai yang rawankena ombak dan banjir rob dan c) perusakanlingkungan (mangrove).

Kerentanan dan Upaya Adaptasi Masyarakat Pesisir terhadap...(Niken Sakuntaladewi & Sylviani)

Page 8: KERENTANAN DAN UPAYA ADAPTASI MASYARAKAT …

288

4. Usaha Tambak Ikan dan Udang

5 Kerentanan Masyarakat Pesisir

Masyarakat desa Langensari, Kabupaten Subangdan desa Mojo, Kabupaten Pemalang mengubahhutan mangrove di sekitarnya menjadi tambakbandeng dan tambak udang sebelum tahun 1970-an. Kegiatan ini makin parah karena dilakukansecara masif pada sekitar pertengahan tahun 1990-an untuk pengembangan udang windu (

). Praktik tambak udang windu yang tidakramah lingkungan dengan cara pembabatanmangrove dan pemberian obat-obatan menjadikanusaha tersebut hanya mampu bertahan selamakurang lebih empat tahun. Selanjutnya produksiudang windu menurun drastis dan masyarakatberada pada kondisi perekonomian yang sangatlemah. Sensitivitas desa-desa lokasi penelitianmeliputi sensitivitas dari segi biofisik dan sosial yangberdampak pada penurunan penghasilan mereka.Luas hutan mangrove yang dikonversi menjaditambak disajikan pada Tabel 4.

.Kerentanan masyarakat desa Mojo, Langensari

dan Sumber Klampok akibat perubahaniklim/cuaca ekstrem berkaitan dengan berbagaiaspek. Aspek dimaksud meliputi kebijakanpemerintah terkait pemanfaatan sumber daya hutanmangrove, program pembangunan Pemerintah/Perum Perhutani untuk pemanfaatan hutanmangrove bagi kesejahteraan masyarakat dan

Penaeusmonodon

kelestariannya, keberadaan lembaga masyarakatdesa dan program lembaga desa, sarana prasaranadesa, keadaan masing-masing keluarga (jenis matapencaharian utama dan sampingan, lokasi matapencaharian, tingkat pendidikan, jumlah tang-gungan), pendampingan masyarakat dan kondisibiofisik lingkungan. Hasil analisis dengan memper-timbangkan berbagai aspek di atas disajikan padaTabel 5.

Uji t untuk ketiga bentuk pengelolaan hutan(hutan hak, hutan produksi dan hutan konservasi)memberikan beda nyata pada level 0,05, yangberarti adanya kebijakan terhadap pemanfaatansumber daya hutan mangrove berpengaruhterhadap kerentanan masyarakat.

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa dari ketigalokasi desa penelitian tersebut, desa Langensarimempunyai angka rata-rata kemampuan adaptasimasyarakat terhadap perubahan iklim palingrendah. Ini menandakan bahwa masyarakat desaLangensari paling rentan terhadap perubahan iklimdibanding desa Mojo di Jawa Tengah dan desaSumber Klampok di Bali. Persentase jumlahmasyarakat yang rentan terhadap perubahan iklimdi desa Langensari juga menduduki peringkatpaling tinggi (82%). Kerentanan masyarakat di desaLangensari antara lain disebabkan kesadaranmasyarakat terhadap lingkungan paling rendah,kelembagaan di masyarakat kurang berfungsi,program Perum Perhutani yang mengkom-

Tabel 4. Luas hutan mangrove yang dikonversi menjadi tambak, 2009Table 4. Area of mangrove forest converted to aquaculture, 2009

Desa(Village)

Luas tambak(Aqua farm area)

(ha)

Keterangan(Note)

Langensari 235 Sisa hutan mangrove: 75 ha (Monografi Desa, 2009).

Mojo 357 Tanah timbul 100 ha, sudah ditanami mangrove 72 ha (Monografi Desa,2009).

Sumber Klampok - Mangrove di kawasan Taman Nasional Bali Barat, tidak ada kerusakanmangrove.

Tabel 5. Kerentanan masyarakat desa Mojo, Langensari, dan Sumber KlampokTable 5. Vulnerability of the communities in villages Mojo, Langensari and Sumber Klampok

Lokasi (Location)Angka rata-rata

(Average)Proporsi masyarakat yang rentan terhadap perubahan iklim

(Proportion of communities vulnerable to climate change) (%)

Desa Mojo 7,74 37Desa Langensari 5,22 82Desa Sumber Klampok 8,00 55

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 4 Desember 2014, Hal. 281 - 293

Page 9: KERENTANAN DAN UPAYA ADAPTASI MASYARAKAT …

289

binasikan pembangunan ekonomi dan perbaikanlingkungan kurang berhasil. Lembaga MasyarakatDesa Hutan (LMDH) sebagai wadah para petanitambak lemah, tidak ada pertemuan rutin, kurang-nya upaya bersama untuk memajukan kelompok.Masyarakat juga hampir tidak mendapat manfaatdari petugas penyuluh lapangan karena mereka tidakrutin datang ke desa untuk memberi penyuluhan.

Angka rata-rata kemampuan adaptasimasyarakat terhadap perubahan iklim di desa Mojoberada di antara angka rata-rata di desa Langensaridan desa Sumber Klampok, namun jumlahmasyarakat desa Mojo yang ada di bawah nilai rata-rata kemampuan adaptasi adalah yang terendah(37%). Ini berarti lebih dari 60% masyarakat desaMojo tidak rentan atau mampu beradaptasiterhadap perubahan iklim. Ketangguhanmasyarakat desa Mojo terletak pada kesadaranmereka terhadap lingkungan, kelembagaankelompok tani yang cukup kuat, programpemerintah yang mendukung, serta pendampinganintensif dari lembaga swadaya masyarakat (LSM)

(OISCA).Di desa Sumber Klampok, ketangguhan

masyarakat terhadap perubahan iklim dikarenakan:a) kesadaran masyarakat untuk menjaga mangrove;b) adanya kelembagaan masyarakat yang kuat; c)pendampingan masyarakat yang cukup intensif daripemerintah (Balai Taman Nasional) dan d) programyang sesuai untuk peningkatan penghasilan (aksesterhadap hutan melalui program HKm, penyediaanpakan ternak sapi) dan pemenuhan kebutuhan airdengan pembuatan sumur bor. Penjagaan terhadapmangrove dilakukan bersama antara petugas BalaiTaman Nasional dan masyarakat. Masyarakatmenyadari bahwa tanpa menebang hutan mangrovemereka dapat juga mendapat manfaat dari hutantersebut (ekoturisme).

Kapasitas Adaptasi dimaksudkan sebagaikemampuan suatu masyarakat atau sistem untukmenyesuaikan pada perubahan iklim besertavariabilitasnya guna mengurangi/melunakkanpotensi kerusakan, mendapatkan keuntungan dariatau menanggulangi dampak dari perubahan iklim(Frankel-Reed ., 2011). Masyarakat di tiga desapenelitian merasakan adanya dampak negatifperubahan iklim berupa kerusakan lingkungan,

Organization for Industrial Spiritual & CulturalAdvancement

et al

C. Upaya Adaptasi

khususnya di desa Langensari dan desa Mojo yangmenyebabkan penurunan penghasilan mereka.Disadari atau tidak, dengan atau tanpa bantuanpihak luar, masyarakat sudah lama melakukantindakan adaptasi untuk mengatasi dampak negatifperubahan iklim (Tabel 6).

Di desa Langensari, desa Mojo dan desa Gili-manuk, perubahan iklim memberikan pengaruhyang berbeda. Pengaruh tersebut berupa pengaruhlangsung dan tidak langsung, positif maupunnegatif dan mengenai individu mapun kelompok.

Tindakan adaptasi yang dilakukan di desaLangensari, Mojo dan Sumber Klampok dapatdikelompokkan ke dalam: 1) perbaikan lingkunganbiofisik; 2) diversifikasi sumber penghasilan; 3)ekstensifikasi lahan usaha; 4) penerapan teknologipertanian dan perikanan; 5) penyesuaian jadwal ke-giatan usaha dengan prakiraan musim; 6) alihprofesi; 7) program pembangunan desa dan 8)pendampingan.

Masyarakat yang berada di kawasan hutanmangrove berusaha untuk memperbaikilingkungannya dengan melakukan penanamanmangrove dan persemaian malalui bantuanpemerintah daerah dan LSM. Mangrove berfungsisebagai yang melindungi desa dari angin danmendatangkan ikan serta kepiting sebagaitambahan penghasilan. Di desa LangensariKabupaten Subang pengelolaan hutan mangrovedilakukan melalui program Pengelolaan HutanBersama Masyarakat (PHBM) yang masya-rakatnya tergabung dalam LMDH. Setiap satuhektar mangrove yang digunakan untuk tambakikan harus menyisakan 60% s/d 80% mangrove ditengah tambak. Uang iuran dari masing-masingpeserta PHBM sebesar Rp 120.000/ha/tahun, se-besar 62,5% untuk Perhutani, 20,8% untuk LMDHdan 16,7% untuk Desa. Hal lain yang dilakukanmasyarakat dalam menjaga lingkungan yaitumenjaga keamanan seperti menangkap orang yangmenebang mangrove. Keberhasilan penanamanmangrove di desa Mojo tidak lepas dari perankelompok tani setempat 'Pelita Bahari'. Saat inipengelolaan mangrove di desa Mojo berada ditangan kelompok tani tersebut. Kelompok tani inisangat berperan dalam perbaikan, perlindungandan pengamanan mangrove di desa Mojo. Kinidengan bantuan berbagai pihak mereka telahberhasil membangun mangrove untuk ekowisata.

1. Perbaikan Lingkungan Biofisik

barier

Kerentanan dan Upaya Adaptasi Masyarakat Pesisir terhadap...(Niken Sakuntaladewi & Sylviani)

Page 10: KERENTANAN DAN UPAYA ADAPTASI MASYARAKAT …

290

2. Diversifikasi Sumber PenghasilanMasyarakat desa Langensari, Mojo dan Sumber

Klampok lebih dari 55% mempunyai lebih dari satusumber penghasilan (penghasilan utama danpenghasilan sampingan) (Tabel 7). Variasi sumberpenghasilan tersebut dapat dikelompokkan dalam:pertanian-pertanian, pertanian-kelautan, pertanian-non pertanian, atau kelautan-non pertanian. Variasisumber penghasilan ini merupakan salah satubentuk strategi untuk menanggulangi risikokegagalan terhadap sebagian mata pencaharian,sehingga memperkecil sensitivitas mereka terhadapperubahan iklim.

3. Ekstensifikasi Lahan UsahaEkstensifikasi lahan usaha tambak dilakukan

masyarakat desa Langensari. Lahan timbul telahdikaveling-kaveling masyarakat dan dilakukanpematokan untuk menandai adanya hak garap/penguasaan garapan, bukan pemilikan lahan.Masyarakat melakukan ekstensifikasi tambak padalahan timbul sebagai sarana untuk meningkatkanpenghasilan. Beberapa responden menyatakanbahwa untuk mendapatkan hak terha-dap lahantimbul tersebut, mereka membayar kepada aparatdesa setempat. Masyarakat mengetahui bahwamereka tidak mempunyai hak menggarap lahan

Tabel 6. Dampak perubahan iklim dan strategi adaptasi masyarakat desa Langensari, Mojo dan SumberKlampok

Table 6. Impacts or climate change and adaptation strategies of the villagers Langensari, Mojo and Sumber Klampok

Desa(Village)

Dampak(Impacts)

Bentuk adaptasi(Adaptation strategy)

Desa Langensari,Kabupaten Subang, JawaBarat

Banjir rob tahun 1990-an airnyabening, mulai tahun 2000 airbanjir rob menjadi keruh

Banjir rob lebih sering terjadidan lebih lama, menyebabkankerusakan tambak

Salinitas air tambak tidakterkontrol menjadikan udangdan bandeng stres

Hama ikan bandeng meningkat

Sawah lebih sering diseranghama tikus dan wereng, jugaterendam banjir rob

Perhutani: program pembangunan hutan mangrovedan program PHBM

Masyarakat desa: a) penyesuaian jadwal tanam untukmenghindari risiko kegagalan besar; b) memagarisawah dengan plastik untuk melindungi sawah dariserangan tikus; c) penyemprotan insektisida untukmengatasi wereng; d) ekstensifikasi tambak

Desa Mojo, KabupatenPemalang, Jawa Tengah

Hama wereng meningkat

Salinitas air tambak turun dansulit dikontrol mengakibatkankualtias dan produksi bandengturun

Pematang tambak mudah rusakkarena air pasang dan ombak

Intrusi air laut

Tahun 2010 terjadi musimekstrem, menurunkan produksimelati karena tanaman danbunga melati banyak yang busuk

Petani tambak: a) menanam mangrove di sepanjangpematang tambak dan di pantai (pada lahan timbul);b) teknologi memanen ikan; c) diversifikasi usahakepiting cangkang lunak

Petani bunga melati: bertahan mengusahakan melati

Pemerintah: kebun bibit desa mangrove, mengelolatanah timbul, siaran radio ‘cintai mangrove’ sebagaiprogram ‘awareness raising’ (bersama LSM OISCA)

Desa Sumber Klampok,Kabupaten Jembrana,Bali

Perubahan pola musim tanamdengan tanaman palawijamonokultur sehingga berdampakterhadap hasil panen (kacang hijauturun 1 kuintal/ha; panen cabemeningkat dari tahun-tahunsebelumnya, dari 3 kali menjadi 5kali panen dan tidak busuk)

Pemupukan palawija, mencampur macam-macamtanaman palawija untuk memanfaatkan hujandengan baik

Alih profesi menjadi pemandu wisata

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 4 Desember 2014, Hal. 281 - 293

Page 11: KERENTANAN DAN UPAYA ADAPTASI MASYARAKAT …

291

timbul, namun beberapa di antara mereka tetapmengaveling lahan timbul. Perhutani menghadapikendala untuk mengatasi soal pemanfaatan lahantimbul untuk tambak ini.

Ekstensifikasi tambak masyarakat pada lahantimbul tidak memberikan kesempatan bagimangrove untuk tumbuh di pesisir pantai. Kurangdisadari oleh masyarakat desa Langensari bahwastrategi adaptasi yang tidak ramah lingkungan inimenjadikan sumber penghasilan masyarakat daritambak makin rentan terhadap perubahan iklim danberujung pada penurunan penghasilan.

Di desa Langensari, sebagian masyarakatmengusahakan sawah irigasi dan menanam padi duakali per tahun. Sawah menempati lahan terluas (402ha) disusul tambak (235 ha) dan hutan lindungmangrove (160 ha). Padi sawah menghasilkan 6ton/ha/musim dan tambak 125 ton/ha. Hargalahan sawah mencapai kisaran Rp 100 juta hingga300 juta per hektar sedangkan tambak harganyaturun sekitar Rp 20 juta sampai Rp 40 juta karenahasil tambak cenderung menurun.

Dalam mengusahakan sawah, masyarakatmengeluhkan banyaknya hama wereng dan tikus.Wereng banyak menyerang padi masyarakat padabulan April dan Mei, sedangkan tikus banyakmenyerang pada bulan Juni. Untuk mengatasi hamapadi sawah tersebut, masyarakat melakukan pe-nyemprotan untuk mengatasi hama wereng danbagi petani yang mampu, memagari sekelilingsawah dengan plastik untuk mengatasi serangantikus.

Di desa Mojo, Kabupaten Pemalang, masyarakatmengeluhkan tanggul tambak yang sering jebolsehingga perlu diperkuat dengan penanamanmangrove di pematang tambak. Penanamanmangrove di tanggul tambak dimulai pada tahun2000 dan pada tahun 2010 terdapat sekitar 85 hamangrove tumbuh di areal sekitar tambak

4. Penerapan Teknologi Pertanian danPerikanan

(pematang tambak). Penanaman mangrove dipematang tambak memberikan berbagai manfaatbagi masyarakat desa Mojo yaitu menguatkanpematang tambak sehingga tidak mudah rusak danmemberikan keteduhan bagi masyarakat yangbekerja di tambak. Untuk mengurangi bahayajebolnya tambak, masyarakat desa Mojo jugamenggunakan teknik memanen ikan tanpamengosongkan tambak. Mereka menggunakan jalauntuk menangkap ikan. Teknik ini berhasilmenyangga/menyelamatkan pematang tambakdari gempuran air laut saat berlangsungpemanenan.

Di desa Sumber Klampok, masyarakat yangsemula menanam palawija secara monokultur kinimenanam bermacam-macam palawija pada waktuyang sama untuk memanfaatkan hujan denganbaik. Mereka juga melakukan pemupukan untukmeningkatkan hasil palawija.

Penyesuaian kegiatan pertanian denganprakiraan musim banyak dilakukan oleh petanipadi sawah dan petani tambak di desa Langensaridan desa Mojo. Di desa Mojo, bandeng dantongkol merupakan barang substitusi. Hargabandeng tinggi bila tangkapan ikan tongkol olehnelayan rendah, tetapi bila tangkapan tongkolnelayan me-limpah, harga bandeng biasanyaturun. Ikan tongkol biasanya banyak didapat padabulan Oktober-November dan petani tambakcenderung tidak memanen ikannya pada bulan-bulan tersebut.

Masyarakat mengamati penanaman udang padabulan Maret banyak mengalami kegagalan. Sekitar40 hari setelah tanam (sekitar bulan Mei) udangbanyak yang stres, kulit menjadi merah (bukanhijau bening), berada di tepi, mengapung dan lama-kelamaan mati. Udang yang mengalami streskemungkinan karena hujan yang tidak menentudan masih ada hujan di bulan Mei sehingga salinitas

5. Penyesuaian Jadwal Kegiatan Usahadengan Prakiraan Musim

Kerentanan dan Upaya Adaptasi Masyarakat Pesisir terhadap...(Niken Sakuntaladewi & Sylviani)

Tabel 7. Jumlah sumber penghasilan masyarakat desa Langensari, Mojo dan Sumber KlampokTable 7. Number of community sources of incomes at villages Langensari, Mojo and Sumber Klampok

Sumber penghasilan (Sources of income) Langensari Mojo Sumber Klampok

Penghasilan utama (Main income) 33,33% 44,44% 27,27%

Penghasilan utama dan sampingan (Main and additional income) 66,67% 55,56% 72,72%

Total responden (Number of respondents) 30 30 30

Page 12: KERENTANAN DAN UPAYA ADAPTASI MASYARAKAT …

292

air tambak sulit dikontrol, ditambah banyaknyalimbah pabrik yang terbawa banjir rob ke tambak.Banjir rob pada tahun 1990-an airnya bening,namun mulai tahun 2000-an air banjir rob menjadikeruh. Dengan demikian, sebagian masyarakatmenghindari penanaman udang pada bulan Maretuntuk mengu-rangi risiko kegagalan panen.

Banyaknya kepiting di hutan mangrovememberikan sumber penghasilan baru bagisebagian masyarakat desa Mojo. Mereka yangtergabung dalam Kelompok Pembudidaya IkanPencinta Lingkungan (KP2L) “Pelita Bahari”mengembangkan usaha budidaya kepitingcangkang lunak atau dikenal dengan kepiting“soka” di desa Mojo sebagai alternatif solusimengatasi penurunan penghasilan masyarakat.Teknologi budidaya kepiting soka adalah murnihasil temuan masyarakat sebagai teknologi lokalyang ramah lingkungan dan hasil ujicoba sejaktahun 2005. Di samping kepiting lunak, para petanijuga mendapatkan usaha baru, yaitu penggemukankepiting mangrove. Kepiting lebih tahan terhadapperubahan salinitas air tambak.

Di desa Sumber Klampok, adaptasi jugadilakukan dengan cara mengalihkan sumberpenghasilan masyarakat ke sektor pariwisata.TNBB bekerjasama dengan Pemda menggalangwisata untuk datang ke TNBB. Pengalihan sumberpenghasilan ini dibarengi dengan berbagai upayaseperti menggaet perusahaan di kawasan TNBB,melengkapi sarana prasarana dan mempersiapkanwarga desa untuk menjadi pemandu wisata yanghandal. Warga desa Sumber Klampok yang menjadipemandu wisata di Denpasar juga berupayamembawa wisatawan ke TNBB. Tarif merekabervariasi tergantung pada obyek wisata yangdikunjungi dan lamanya waktu yang diperlukan.

Program Kebun Bibit Rakyat (KBR) dan iklansingkat Badan Lingkungan Hidup (BLH) padatahun 2009/2010 yang memuat pesan singkatuntuk mencintai mangrove dan disiarkan olehradio Suara Widuri berhasil menjadikan masyarakatdesa Mojo sadar akan arti penting mangrove bagiperekonomian masyarakat dan perlindunganlingkungan/desa tempat mereka tinggal danberusaha.

6. Alih Profesi

7. Program Pembangunan Desa

8. Pendampingan

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pendampingan oleh LSM OISCA dari Jepangterhadap masyarakat desa Mojo dilakukan sejak1999. Kesadaran masyarakat akan pentingnyamangrove timbul setelah mengalami kegagalanusaha udang windu pada areal tambak terbuka(tanpa mangrove). Mereka kembali mengusahakanbandeng tambak, namun upaya ini tidak berhasil.Praktik ternak udang windu yang dilakukan denganmenggunakan berbagai obat-obatan untukmendapatkan hasil maksimal telah merusaklingkungan, di mana mutu air dan kondisi dasartambak kurang subur sehingga mengganggukesehatan dan kehidupan udang (Kuderi, 2014).Kondisi ini menjadikan masyarakat teringatkembali saat mangrove masih bagus, di mana setiaphari mereka bisa mendapatkan penghasilan hariandan kecukupan nutrisi dari tangkapan ikan danudang. Mereka mulai menanam kembali mangrove,baik di pesisir pantai maupun di pematangtambak.

Perubahan iklim berdampak terhadap berbagaiaktivitas kehidupan termasuk di sektor kehutanankhususnya yang ada di wilayah pesisir pantai yangmengakibatkan tergenangnya daerah pantai danmenurunnya kualitas air. Pemahaman masyarakatpesisir terhadap perubahan iklim masih beragamdan fenomenal terhadap perubahan musim.

Tingkat kerentanan masyarakat dipengaruhioleh kemampuan untuk beradaptasi terhadapterjadinya perubahan musim. Masyarakat tidakselalu dapat melakukan adaptasi sendiri. Dukungandari Pemerintah dan LSM diperlukan untukmenjadikan mereka mampu beradaptasi terhadapperubahan iklim.

Kesadaran masyarakat terhadap pentingnyaperan hutan mangrove, kelembagaan masyarakatyang tangguh, program pembangunan yang tepatdari pemerintah dan pendampingan intensifterhadap masyarakat merupakan beberapa aspekpenting dalam menjadikan masyarakat mampumenghadapi perubahan iklim.

JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 4 Desember 2014, Hal. 281 - 293

Page 13: KERENTANAN DAN UPAYA ADAPTASI MASYARAKAT …

293

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Masyarakat perlu mendapat akses informasitentang perubahan iklim dan prakiraan cuaca agardapat melakukan antisipasi dan adaptasi denganbaik. Pendampingan dan penguatan kelembagaanlokal penting dilakukan agar masyarakat suksesdalam beradaptasi, terutama dalam aspekpemahaman dalam melakukan ekstensifikasitambak. Aspek sosial dan ekonomi harus dijadikansalah satu pertimbangan dalam pengeloaan hutanlindung dan di hutan konservasi.

BAPPENAS. (2011).. Jakarta: Bappenas.

Frankel-Reed, J., Barbara, F.T., Ilona, P., Alfred, E.,

& Mark, S. (2011).

. Eschborn:

Deutsche Geselischaft fur Internationale

Zusammenarbeit (GIZ)

IPCC. (2007). Summary for policy makers. Climate

change 2007: Impacts, adaptation and

vulnerability (p. 7-22). In Parry, M.L.,

Canziani, O.F., Palutikof, J.P., van der Linden,

P.J., & Hanson, C.E. (eds.),

. Cambridge: Cambridge

University Press.

Kuderi, S. (2014).

Diunduh dari

http://www/nahjoy.com/2014/01/16. (5

Mei 2014).

Liverman, D. (2007).

. UK: Oxford University.

Indonesia adaptation strategy.Improving capacity to adapt

Integrating climate change

adaptation into development planning

Fourth Assessment

Report of the Intergovernmental Panel for Climate

Change (IPCC)

Menguak peranan obat-obatan di

tambak udang intensif .

Assessing impacts, adaptation and

vulnerability: Reflections on the Working Group II

Report of the Intergovernmental Panel on Climate

Change

Mettzger, M.J., Rounsevell, M.D.A., Acosta-

Michlik, L., Leemans, R., & Schroter, D.

(2006). The vulnerability of ecosystem

services to land use change.

69-85.

Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan.

(2011).

. D i u n d u h d a r i

http://pekalongankab.go.id/fasilitas -

web/artikel/ekonomi/1554-program-

pengembangan-desa-pesisir-tangguh-

pdpt.html (20 Mei 2014).Read & Robert. (2010).

Geneva: International Centre for Trade andSustainable Development (ICTSD).

Sucofindo. (2009).

Jakarta:Sucofindo.

Sylviani & Sakuntaladewi, N. (2010). Dampakperubahan musim dan strategi adaptasipengelolaan di masyarakat desa sekitarTaman Nasional Baluran.

(3), 155-177.UNFCCC. (2007).

(Information Services). Bonn:UNFCCC Secretariat.

Yunita, S. (2013).. D i u n d u h d a r i

Sherlyyunitabahrun.wordpress.com (5Januari 2014).

Yusuf, A.A. & Francisco, H. (2009). Climatechange vulnerability mapping for SoutheastAsia. Jakarta: IDRC.

Agriculture

Ecosystem and Environment, 114,

Program pengembangan desa pesisir

t a n g g u h

Trade, economic vulnerability,resilience and the implications of climate change insmall island and littoral developing economies.

Penyusunan informasi tematikuntuk mengantisipasi dampak perubahan iklimterhadap isu prioritas nasional bidang pangan,kesehatan, dan fenomena iklim ekstrim.

Jurnal PenelitianSosial dan Ekonomi Kehutanan, 7

Climate change: impacts,vulnerabilities and adaptation in developingcountries

Pengertian dampak macam sertap e n y e b a b b a n j i r

Kerentanan dan Upaya Adaptasi Masyarakat Pesisir terhadap...(Niken Sakuntaladewi & Sylviani)