Kerangka kerja pengambilan keputusan: implementasi ...
Transcript of Kerangka kerja pengambilan keputusan: implementasi ...
1
Latar Belakang
Kampanye imunisasi massal untuk mencegah atau merespons Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi dan penyakit-penyakit berdampak tinggi/high impact disease
(PD3I/HID) adalah strategi yang efektif untuk mengurangi kematian dan penyakit. Walaupun
demikian, banyak negara harus menunda kampanye imunisasi tersebut dikarenakan adanya
pembatasan fisik (physical distancing) yang diimplementasikan untuk mengurangi penularan COVID-
19.
Bagi negara-negara yang terdampak baik PD3I/HID maupun wabah COVID-19, memutuskan tindakan
yang terbaik dapat merupakan sebuah tantangan. Mempertimbangkan keuntungan dari intervensi
yang aman dan efektif dalam mengurangi mortalitas dan morbiditas terhadap risiko peningkatan
penularan penyakit baru yang bisa membebani layanan kesehatan esensial dapat menjadi suatu hal
yang rumit. Titik awal dari pertimbangan tersebut adalah analisa risiko-keuntungan yang meninjau
secara rinci bukti epidemiologis dan menilai konsekuensi kesehatan publik jangka pendek dan
menengah dari pelaksanaan atau penundaan kampanye imunisasi massal, dibandingkan dengan
potensi peningkatan penularan COVID-19.1
Dalam konteks pandemi COVID-19, dokumen ini:
I. menguraikan sebuah kerangka kerja umum untuk pengambilan keputusan dalam
melaksanakan kampanye pencegahan dan respons terhadap wabah;
II. menawarkan prinsip-prinsip untuk dipertimbangkan ketika melaksanakan kampanye imunisasi
massal untuk pencegahan peningkatan risiko dari PD3I/HID di antara populasi rentan; dan
III. menjelaskan secara rinci risiko dan keuntungan dalam melaksanakan kampanye imunisasi
sebagai respons terhadap KLB PD3I/HID.
Dokumen ini dilengkapi dengan sebuah lampiran (Lampiran 1) yang memberikan panduan tentang
cara mengatur pelaksanaan kampanye imunisasi massal yang aman, serta serangkaian materi teknis
tentang langkah-langkah pencegahan, respons dan pengendalian terhadap COVID-19, termasuk
Prinsip-prinsip Panduan untuk kegiatan imunisasi saat pandemi COVID-19: Panduan Sementara,2
Pertanyaan-pertanyaan yang Sering Diajukan: Imunisasi dalam konteks pandemi COVID-19,3 dan
Kontinuitas program pemberantasan polio: implementasi dalam konteks pandemi COVID-19.4
Kerangka kerja pengambilan keputusan: implementasi
kampanye imunisasi massal dalam konteks COVID-19
Panduan sementara
22 Mei 2020
2
Panduan sementara ini harus digunakan bersama dengan pedoman pencegahan dan pengendalian
WHO untuk penyakit khusus yang sudah ada.
Pengguna
Panduan sementara ini ditujukan untuk digunakan oleh otoritas kesehatan nasional (dan sub-nasional
jika diperlukan), bersama dengan mitra program imunisasi.
Kerangka kerja umum untuk pengambilan keputusan
Meskipun urgensi dan keharusan untuk melakukan kampanye imunisasi massal baik untuk upaya
preventif atau sebagai respons terhadap wabah berdasarkan keharusan kesehatan masyarakat (public
health) mungkin berbeda, metode pengambilan keputusan dari keduanya serupa. Kerangka kerja yang
diuraikan di sini secara umum dapat diimplementasikan untuk kedua skenario tersebut dan
menawarkan penilaian komparatif dari risiko relatif dan keuntungan yang dievaluasi berdasarkan
kasus per kasus, dengan mengambil pendekatan tindakan bertahap (step-wise approach).
Gambar 1 menunjukkan diagram pengambilan keputusan yang menggambarkan lima langkah:
Langkah 1: Menilai potensi dampak KLB PD3I/HID menggunakan kriteria kunci epidemiologis (lihat
detail, Tabel 1)
Langkah 2: Menilai potensi keuntungan dari kampanye imunisasi massal dan kapasitas negara untuk
mengimplementasikannya secara aman dan efektif (lihat detail, Tabel 2)
Langkah 3: Mempertimbangkan potensi risiko dari peningkatan penularan COVID-19 yang
berhubungan dengan kampanye imunisasi massal.
Langkah 4: Menentukan tindakan yang paling sesuai menimbang situasi epidemiologi COVID-19 (lihat
detail, Tabel 3)
Langkah 5: Jika keputusan diambil untuk melanjutkan kampanye imunisasi massal, implementasikan
praktik yang terbaik. Ini harus memperhitungkan:
• Koordinasi; perencanaan; pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI); pendekatan
strategi vaksinasi; keterlibatan masyarakat; dan kesamaan akses untuk pasokan
logistik/supply. (lihat detail, Tabel 4),
• Pelaksanaan operasi sesuai dengan: panduan penyakit tertentu WHO untuk
pengendalian wabah, panduan WHO untuk PPI dalam konteks wabah COVID-19, dan
langkah-langkah dan peraturan lokal pencegahan dan pengendalian COVID-19. 5-9
Lima langkah ini diimplementasikan secara umum secara berurutan tapi tidak dengan sangat
kronologis. Tumpang tindih proses bertahap pada tingkat tertentu dapat terjadi.
3
Gambar 1: Diagram pengambilan keputusan
Pengendalian PD3I/HID
Menilai dampak potensial dari KLB PD3I/HID
menggunakan risiko kunci epidemiologis,
terlepas dari transmisi COVID-19
LANGKAH 1
Menilai manfaat potensial dari kampanye
imunisasi massal dan kapasitas negara untuk
mengimplementasikannya secara aman dan
efektif, terlepas dari transmisi COVID-19
LANGKAH 2
Apakah kampanye imunisasi massal
dianggap bermanfaat?
Ya Tidak
Dapatkah kampanye imunisasi
massal berkualitas tinggi
dilaksanakan dengan tindakan
Pencegahan & Pengendalian Infeksi
(PPI) yang memadai?
Pertimbangkan risiko potensial
peningkatan penularan COVID-
19 yang terkait dengan
kampanye imunisasi massal
Ya LANGKAH 3
Tentukan tindakan yang paling
tepat dengan
mempertimbangkan situasi
epidemiologis COVID-19
LANGKAH 4
Apakah kampanye imunisasi
massal merupakan prioritas
mengingat situasi epidemiologis
COVID-19?
Bekerja sama dengan mitra
untuk mengakses sumber
daya yang diperlukan
Tidak
Menilai kembali secara mingguan dan
memperkuat imunisasi rutin,
surveilans, manajemen kasus, dan
keterlibatan masyarakat
Tidak
Melaksanakan kampanye
berdasarkan best practice
sesegera mungkin
Rencanakan strategi untuk catch up
imunisasi jika diperlukan
LANGKAH 5
4
Pelaksanaan kampanye imunisasi massal sebagai upaya preventif
Saat negara-negara mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai transmisi lokal virus COVID-
19 dan mengingat peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas yang dihasilkan dari gangguan
terhadap layanan imunisasi, negara-negara mempertimbangkan penundaan lebih lanjut dari
kampanye imunisasi massal dan mencari opsi mengenai implementasinya.
Otoritas kesehatan disarankan untuk mengadopsi proses pengambilan keputusan yang sistematis,
seperti yang digambarkan pada Gambar 1, untuk menentukan dan bagaimana kampanye imunisasi
massal harus dilakukan dan melibatkan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI)
dalam memberikan rekomendasi terhadap penundaan dan/atau pemulihan kembali dari strategi
vaksinasi massal.
Daftar di bawah ini, meskipun tidak lengkap, memberikan prinsip-prinsip kunci untuk dipertimbangkan
penundaan sementara apa pun terhadap pelaksanaan vaksinasi massal sebagai upaya preventif.
Referensi lebih lengkap dapat ditemukan pada Bagian III dalam dokumen. Dalam konteks penularan
COVID-19, negara-negara sangat disarankan untuk:
a) Memantau secara rutin risiko yang berkembang dari KLB PD3I/HID yang berkaitan dengan
gangguan pada layanan kesehatan esensial dan imunisasi rutin dikarenakan pandemi COVID-19;
b) Hanya melaksanakan kampanye imunisasi preventif yang berkualitas tinggi yang dapat dilakukan
dalam kondisi aman, tanpa menyebabkan kerugian yang tidak seharusnya pada petugas
kesehatan dan masyarakat;
c) Mengevaluasi kapasitas negara untuk mengimplementasikan kampanye imunisasi massal –
nasional ataupun subnasional – secara aman dan efektif terlepas dari wabah COVID-19 dengan
menilai: kecukupan sumber daya manusia; kapasitas cold chain; hambatan transportasi dan
logistik; kemampuan kepatuhan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi; alur material; dan
kebutuhan finansial (lihat detail, Tabel 2);
d) Memahami perilaku masyarakat dalam memperoleh layanan kesehatan dalam konteks COVID-
19 dan melibatkan tokoh masyarakat dalam pengambilan keputusan, perancangan, dan
perencanaan kegiatan untuk menjamin permintaan dan implementasi yang tinggi, bersamaan
dengan pengembangan strategi komunikasi risiko yang sesuai; (lihat detail, Tabel 2);
e) Membuat koordinasi dan mekanisme pengawasan yang kuat untuk bersama-sama
merencanakan dengan gugus tugas COVID-19 terkait strategi imunisasi yang tidak tradisional
yang mematuhi aturan menjaga jarak fisik. Pendekatan baru ini mungkin membutuhkan
perpanjangan durasi operasi, meningkatkan jumlah pekerja kesehatan yang terlibat atau
mengadaptasi strategi komunikasi (lihat detail, Tabel 4);
f) Jika memungkinkan, usahakan untuk mengintegrasikan layanan yang efektif dengan mengadopsi
pendekatan khusus sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat;
g) Memastikan ketersediaan logistik PPI yang memenuhi syarat, dalam jumlah yang memadai,
dapat diakses oleh seluruh petugas kesehatan pada semua tingkatan, dan secara ketat
melakukan monitoring pelaksanaannya secara benar (lihat detail, Tabel 4);
h) Memprioritaskan pelatihan terhadap petugas kesehatan termasuk pemberi vaksinasi untuk
benar-benar mematuhi rekomendasi infeksi, pencegahan, dan pengendalian untuk organisasi
maupun saat pelaksanaan layanan Imunisasi (lihat Lampiran 1);
i) Memastikan pembentukan sistem supervisi yang kuat dan sistem monitoring terhadap Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
5
Pelaksanaan kampanye imunisasi massal sebagai respons terhadap wabah
Berdasarkan diagram pengambilan keputusan yang digambarkan pada Gambar 1, bagian ini
memberikan detail lebih jauh pada masing-masing dari lima langkah yang digambarkan pada Bagian I,
dalam konteks KLB PD3I/HID akut.
Langkah 1: Menilai potensi dampak KLB PD3I /HID menggunakan kriteria epidemiologis kunci
Tabel 1 menunjukkan kriteria kunci yang harus dipertimbangkan oleh otoritas kesehatan saat menilai
dampak dari KLB PD3I/HID. Daftar tersebut tidak lengkap dan dimaksudkan sebagai panduan untuk
pengambilan keputusan. Walaupun kriteria tersebut dapat diaplikasikan untuk PD3I/HID apa pun,
penilaian harus mempertimbangkan kekhasan masing-masing PD3I/HID serta tren sejarah dalam area
yang terinfeksi.
Tabel 1. Pertimbangan epidemiologi kunci dan risiko lainnya saat menilai dampak dari KLB penyakit
PD3I/HID, terlepas dari skenario penularan COVID-19
Kriteria epidemiologi Pertimbangan kunci
1 Kerentanan populasi Bagaimana tingkatan endemisitas penyakit? Apakah area tersebut pernah terdampak oleh wabah? Apakah pelaksanaan imunisasi untuk pencegahan atau respons wabah pernah dilakukan dalam 2-3 tahun terakhir? Bagaimana estimasi cakupan imunisasi (pada anak-anak dan populasi umum)? Bagaimana proporsi kasus yang sudah divaksinasi? Bagaimana tingkat kelahiran dalam area tersebut? Apakah ada pergerakan populasi massal yang sedang terjadi atau diharapkan?
2 Intensitas dan besaran penularan
Berapa banyak kasus dan kematian yang sudah dilaporkan dan bagaimana tren wabah secara keseluruhan? Apakah ini wabah baru atau apakah sudah terjadi selama beberapa minggu atau bulan? Kelompok usia dan gender manakah yang paling banyak terdampak (tingkat serangan dan fatalitas kasus)? Berapa tingkatan komplikasi parah dan kematian dari penyakit tersebut? Berapa cepat penularan, dan angka reproduksi efektif?
3 Penyebaran geografis Apakah ada kasus yang muncul pada area geografis lokal? Apakah ada beberapa area dalam negara yang terdampak oleh wabah? Apakah wabah tersebut berdampak pada area yang berpenduduk padat? Apakah wabah tersebut menyebar ke negara lainnya atau adakah risiko penyebaran internasional?
4 Pola musiman Bagaimana variasi musiman dan siklus mempengaruhi evolusi wabah? Pada saat musim apa wabah tersebut muncul?
5 Konteks sosial-politik Apakah wabah tersebut muncul dalam kondisi yang rapuh, konflik dan rentan, misalnya pada perkemahan untuk orang terlantar internal (IDPs) atau pengungsi? Apakah wabah ini memengaruhi populasi rentan (sebagai contoh balita, wanita hamil, lansia, kelompok yang sulit diraih, tahanan, dan lainnya)? Bagaimana wabah dirasakan oleh masyarakat?
6
Langkah 2: Menilai potensi keuntungan dari kampanye imunisasi massal dan kapasitas negara untuk
mengimplementasikannya secara aman dan efektif
Jika memungkinkan, ketentuan dari imunisasi kepada populasi yang rentan pada peningkatan risiko
morbiditas dan mortalitas karena PD3I/HID harus diprioritaskan. Namun, negara-negara harus
melakukan penilaian risiko-keuntungan secara hati-hati sebelum memutuskan apakah kampanye
imunisasi massal adalah respons yang paling tepat selama pandemi COVID-19. Untuk memfasilitasi
pengambilan keputusan, Tabel 2 memberikan pertimbangan kunci kepada pengambil keputusan
terhadap kriteria risiko-keuntungan.
Tabel 2. Pertimbangan kunci saat menilai risiko-keuntungan untuk mengimplementasikan
kampanye imunisasi massal, terlepas dari skenario penularan COVID-19
Kriteria risiko-keuntungan Pertimbangan kunci
Menilai dampak kampanye imunisasi massal pada penularan PD3I/HID
Mengestimasi efek potensial pada gangguan penularan PD3I/HID
Mengestimasi tingkat potensi penurunan morbiditas dan mortalitas
Mengestimasi potensi penyebab perlindungan komunitas
Mempertimbangkan dampak COVID-19 pada surveilans PD3I
Menentukan kapasitas negara untuk mengimplementasikan kampanye imunisasi massal berkualitas tinggi
Menilai kapasitas dan ketersediaan sumber daya manusia termasuk pemetaan staf terlatih (misal., polio) dan mitra pembangunan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi masyarakat (ormas)
Menentukan kebutuhan sumber material dan mengevaluasi kemampuan pengadaan dan logistik: ketersediaan sumber daya yang cukup dan merata termasuk masker dan peralatan perlindungan diri tambahan (APD) yang dibutuhkan 9-11 (Lampiran 1)
Mempertimbangkan potensi gangguan pada transportasi kargo persediaan karena pembatasan COVID-19
Mengestimasi kapasitas ekonomi dan finansial termasuk dana yang dibutuhkan dan yang tersediaa.
Menentukan kebutuhan pada monitoring surveilans Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dan surveilans setelah imunisasi COVID-19
Mengestimasi dampak kesehatan publik jika tidak melakukan kampanye imunisasi massal
Mengestimasi risiko kelebihan morbiditas dan mortalitas dan peningkatan risiko amplifikasi dan penyebaran yang cepat
Mempertimbangkan tekanan pada layanan kesehatan karena kelebihan beban penyakit PD3I/HID dan efek tidak langsung terhadap mortalitas penyakit lainnya (misal., peningkatan pada kematian karena malaria, campak, HIV/AIDS dan kematian TB yang diamati selama wabah Ebola 2014-2015 karena gangguan layanan kesehatan)12
_______________
a Untuk negara-negara yang memenuhi syarat GAVI pasokan vaksin dan biaya operasional untuk operasi respons wabah
(sampai batas atas) ditanggung untuk kolera, meningitis meningokokus, tipus, dan demam kuning. Untuk vaksin campak,
biaya ditanggung oleh M&RI Outbreak Response Fund
7
Mempertimbangkan gangguan pada layanan kesehatan esensial dan pengalihan sumber daya dari program rutin dan dari respon COVID-19
Mengestimasi peningkatan risiko paparan infeksi COVID-19 karena peningkatan permintaan perawatan kesehatan oleh kasus PD3I/HID
Menilai kekuatan pelibatan masyarakat
Menentukan bagaimana masyarakat dan populasi target merasakan risiko yang dikaitkan dengan COVID-19 dan dengan KLB PD3I/HID
Mempertimbangkan untuk mengajak perwakilan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan dalam perencanaan dan pengimplementasian intervensi
Mempertimbangkan penyesuaian pelibatan masyarakat dan strategi komunikasi untuk memberitahukan kepada publik terhadap potensi keuntungan dan potensi risiko yang berhubungan dengan mengadopsi langkah-langkah pengendalian
Mengerti kebutuhan komunikasi risiko dalam kasus KIPI atau pertambahan COVID-19
Langkah 3: Mempertimbangkan potensi risiko dari peningkatan penularan COVID-19 yang
berhubungan dengan kampanye imunisasi massal
Pengumpulan massa pada saat kampanye imunisasi massal dapat meningkatkan risiko introduksi
COVID-19 dan menambah penularan COVID-19 antar individu dalam komunitas dan antar petugas
kesehatan. 13 Ukuran dari risiko tersebut belum dipahami benar, tapi hasil dari studi modelling yang
sedang berlangsung mungkin akan segera memberikan bukti untuk lebih lanjut menginformasikan
pengambilan keputusan. Sementara itu, saat menilai potensi risiko penularan COVID-19 yang
diasosiasikan dengan kampanye imunisasi massal, negara-negara sangat disarankan untuk
mempertimbangkan hal-hal berikut:
a) Skenario penularan COVID-19 di dalam negara dan area yang terdampak.14
b) Tipe dan tingkat tindakan pengendalian dan intervensi yang diterapkan oleh pemerintah
dan kepatuhan komunitas kepada tindakan-tindakan tersebut: Risiko penularan COVID-19
selama imunisasi massal bisa berbeda pada area dengan tindakan restriksi pergerakan
masyarakat yang sangat baik dan kuat dibandingkan dengan area dengan di mana tindakan
restriksi pergerakan masyarakat tidak diterapkan dengan baik oleh masyarakat ataupun
diterapkan dengan lemah.
c) Strategi vaksinasi dan jenis administrasi vaksin: Risiko penularan COVID-19 bisa dikurangi
dengan (i) desentralisasi pemberian vaksin melalui pos imunisasi yang lebih maju atau
pelayanan keliling dan/atau menambah jumlah tempat vaksinasi untuk membatasi
perkumpulan besar, dan (ii) mengawasi administrasi mandiri atau pemberian vaksin oral
dengan botol kecil dalam dosis tunggal yang diawasi langsung (misal., vaksin oral kolera) yang
membatasi kontak antara pemberi vaksin dan penerima.
Kapasitas untuk mengimplementasikan tindakan ketat PPI COVID-19 selama pelaksanaan dan untuk
mengomunikasikan dan melibatkan masyarakat secara efektif Risiko penularan COVID-19 bisa
dikurangi dengan implementasi skrining COVID-19, melaksanakan jaga jarak fisik di antara pengunjung
8
dan tim vaksinator (1 meter), kepatuhan terhadap praktik PPI dan ketersediaan yang cukup untuk
masker dan APD tambahan yang dibutuhkan. 9,10 (lihat Lampiran 1) Operasi vaksinasi akan lebih efektif
jika masyarakat yakin pada PPI dan tindakan kesehatan publik yang diambil.
Langkah 4: Menentukan tindakan yang paling sesuai situasi epidemiologi COVID-19
Berdasarkan analisis risiko-keuntungan yang dilakukan pada Langkah 1-3, otoritas kesehatan
kemudian bisa menentukan tindakan yang paling tepat kepada risiko epidemiologi dari KLB PD3I/HID
dan skenario penularan COVID-19 sedang dialami oleh negara. Grafis pada Tabel 3 memandu
intervensi yang direkomendasikan dalam merespons kemungkinan risiko ganda.
Langkah 5: Jika keputusan diambil untuk melanjutkan operasi vaksinasi massal, implementasikan
praktik yang terbaik
Beberapa strategi cocok digunakan untuk memberikan kampanye imunisasi massal. Dengan itu
negara-negara didorong untuk melakukan pendekatan alternatif, non-tradisional atau vaksinasi
campuran saat tahap perencanaan baru dimulai, dan untuk mengikuti rekomendasi WHO dalam
mengorganisasi operasi imunisasi yang berkualitas tinggi dalam konteks COVID-19, dengan bantuan
pemangku kepentingan lokal, regional, dan internasional (Lampiran 1).
Tabel 3. Intervensi yang direkomendasikan menurut risiko epidemiologi wabah VPD/HID dan
skenario COVID-1914
Karakteristik epidemiologi KLB PD3I dan HID
Skenario penularan COVID-19b
Tidak ada
kasus
Kasus spora
dis
Kelompok
Kasus
Penularan
komunitas
Risiko rendah
Risiko sedang
Risiko tinggi
Tindakan yang direkomendasikan (Semua skenario)
Mengimplementasikan imunisasi sebagai respons KLB dengan langkah pencegahan standar PPI
Penilaian ulang mingguan, implementasikan langkah pengendalian KLB PD3I/HID, pertimbangkan operasi vaksinasi preventif
Penilaian ulang dan implementasikan langkah pengendalian KLB PD3I/HID
Baik implementasi atau penundaan operasi dapat berdampak negatif. Keputusan harus diambil secara per kasus.
Risiko rendah: kasus sporadis pada area lokal geografis di mana adanya kekebalan komunitas
Risiko sedang: kelompok kasus/klaster pada area lokal geografis tanpa atau dengan kekebalan
komunitas yang rendah
_______________
b Skenario penularan COVID-19 WHO dikembangkan untuk mengklasifikasikan negara-negara dan juga bisa diaplikasikan
pada tingkatan sub-nasional
9
Risiko tinggi: risiko cepatnya penambahan kasus pada dua atau lebih distrik terdampak, di area rawan
konflik serta populasi yang rentan
Jika memungkinkan dan layak, pelaksanaan imunisasi massal bisa dipertimbangkan sebagai “jendela
peluang” untuk intervensi lainnya termasuk pelaksanaan imunisasi multi-antigen, atau pemberian
terintegrasi dari intervensi kesehatan lainnya, seperti vitamin A, obat anti cacing, dan kelambu
berinsektisida. Namun, dampak positif yang diantisipasi dan kelayakan intervensi yang terintegrasi
harus dinilai secara hati-hati karena integrasi semacam itu bisa meningkatkan ukuran kerumunan
secara signifikan, memperpanjang waktu pengimplementasian, dan meningkatkan durasi kontak
antara petugas kesehatan dan penerima. Kualitas dari operasi vaksinasi massal seharusnya jangan
terlalu dikompromikan.
Tabel 4 mengkarakterisasi area praktik terbaik yang diperlukan untuk secara sukses
mengimplementasikan operasi vaksinasi massal dalam konteks COVID-19.
Tabel 4. Pertimbangan kunci untuk mengimplementasikan praktik terbaik untuk operasi vaksinasi
massal
Area praktik terbaik
Pertimbangan kunci
Koordinasi Membuat koordinasi yang kuat dan mekanisme bekerja bersama dengan gugus tugas COVID-19 beserta rekan program imunisasi, organisasi masyarakat sipil, pemimpin komunitas, badan kesehatan internasional, dan donatur.
Perencanaan Perencanaan yang detail harus mencakup: informasi terkini untuk target populasi (seperti migrasi internal, seperti perpindahan dari perkotaan ke pedesaan sebelum/pada saat karantina), estimasi terbaik untuk kebutuhan masker dan alat perlindungan diri tambahan (APD), dan langkah yang memadai baik untuk pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) dan manajemen limbah. 9,10,15
Mempertimbangkan tambahan kebutuhan sumber daya finansial dan manusia untuk memastikan implementasi operasi berkualitas tinggi, mempertimbangkan implikasi dari jaga jarak fisik atau langkah pengendalian dan pencegahan spesifik COVID-19.
Memastikan standar prosedur operasi dan pelatihan dalam PPI terkini, penggunaan APD, dan semua pendekatan vaksinasi yang dimodifikasi.
Pencegahan dan pengendalian infeksi 9,10
Aktivitas harus dilakukan hanya jika sesuai dengan panduan COVID-19 WHO yang sudah ada untuk meminimalisasi penularan.
Mematuhi dengan ketat pada praktik PPI yang baik termasuk akses yang memadai untuk pasokan PPI yang sesuai, seperti masker, pembersih tangan atau unit pencuci tangan dengan air dan sabun, untuk memastikan penerapan tindakan pencegahan berbasis standar dan penularan untuk melindungi petugas kesehatan tidak hanya terhadap COVID-19, tapi juga patogen lainnya yang berpotensi menular melalui kontak antar manusia atau cedera jarum suntik, sesuai rekomendasi WHO. 16
Strategi vaksinasi
Menyesuaikan strategi yang paling aman, dalam melakukan penyampaian kampanye imunisasi yang paling efektif.
10
Mempertimbangkan peningkatan jangka waktu dan jumlah tempat vaksinasi, jadi lebih sedikit orang yang divaksinasi per tempat/hari sejalan dengan usaha menjaga jarak fisik.
Mempertimbangkan penyesuaian operasi pada area berisiko tinggi dan/atau kelompok berisiko tinggi.
Mempertimbangkan desentralisasi tempat vaksinasi dengan tempat yang lebih baik atau bergerak, menggunakan tempat umum atau pribadi yang kosong sebagai tempat vaksinasi, seperti sekolah dan stadion. Vaksinasi rumah-ke-rumah juga bisa dipertimbangkan jika sumber daya manusia mencukupi, dan kapasitas IPC dan logistik tersedia.
Menggunakan tindakan operasional yang berbeda atau non-tradisional untuk memberikan vaksin. Sebagai contoh, vaksin oral kolera (OCV) diberikan menggunakan botol dosis tunggal (single dose vial) dan tahan panas. Hal itu tidak membutuhkan tenaga ahli untuk administrasi dan bisa diberikan melalui administrasi mandiri yang diawasi langsung, menghindari kontak fisik antara pemberi vaksin dan penerima.
Pelibatan masyarakat
Melibatkan pemimpin masyarakat dan peran lainnya yang tepercaya dalam masyarakat dalam perencanaan pelaksanaan imunisasi, penyebaran pesan kesehatan (contohnya radio dan media sosial) mengenai pencegahan COVID-19 mendorong individu untuk mencari penanganan jika mereka mengalami gejala potensi COVID-19. 10,17
Membangun kepercayaan publik dan keyakinan dalam kemampuan operasi untuk menghindari peningkatan risiko infeksi COVID-19.
Bekerja sama dengan komunitas untuk meminimalisir risiko penularan COVID-19 selama operasi vaksinasi, sebagai contoh orang dengan gejala gangguan pernapasan dan demam harus didorong untuk mencari penanganan sebelum vaksinasi.
Akses yang adil
Memastikan vaksin cadangan darurat untuk merespons wabah kolera, campak, meningitis, polio, dan demam kuning tersedia. Mengizinkan akses yang cepat dan adil kepada persediaan vaksin dan biaya operasionalnya untuk organisasi yang menjalankan operasi vaksinasi massal. c
_______________
c Cadangan darurat kolera, meningitis, dan demam kuning dikelola oleh International Coordinating Group (ICG) dan didanai
oleh GAVI, aliansi vaksin. Vaksin campak tersedia melalui M&RI Outbreak Reponse Fund
https://measlesrubellainitiative.org/resources/outbreak-response-fund/. Cadangan global Vaksin Oral Polio (OPV) Tipe 2
diatur oleh World Health Organization (WHO) atas nama negara-negara anggotanya. Kelompok penasihat, terdiri dari
perwakilan dari rekan Inisiatif Penghapusan Polio Global (CDC, WHO, UNICEF, BMGF) dan anggota-anggota independen,
menganjurkan Direktur Jenderal WHO mengenai pengeluaran vaksin ini dari cadangan global
11
Lampiran – Organisasi untuk operasi vaksinasi massal dalam konteks COVID-19
Rekomendasi untuk mengatur tempat vaksinasi
• Pelaksanaan layanan vaksinasi pada tempat yang berventilasi bagus dan secara rutin diberi
disinfektan.
• Memastikan ketersediaan pembersih tangan atau tempat cuci tangan dengan air dan sabun
untuk digunakan penerima dan pengantar di pintu masuk tempat vaksinasi dan fasilitas
kesehatan.
• Membatasi jumlah anggota keluarga yang menemani orang yang akan divaksinasi (satu
pengantar) dan menjaga jarak 1 meter antar penerima setiap waktu. Menjaga jarak 1 meter antar
pengantar juga diterapkan.
• Melakukan skrining terhadap penerima dan pengantar sebelum pendaftaran ke tempat vaksinasi
untuk mencegah penyebaran COVID-19. Menjaga jarak 1 meter antara penyeleksi dan
penerima/pengantar setiap saat. Dalam penyeleksian, harus juga termasuk penilaian mengenai:
i. risiko paparan COVID-19 (yaitu kontak dengan kasus terduga atau positif COVID-19 atau
orang lain dengan gejala COVID-19 di rumah tangga, perjalanan pribadi ke atau kontak
dengan wisatawan dari area yang diketahui memiliki kasus), dan
ii. gejala-gejala seperti yang dijelaskan dalam definisi kasus COVID-19 untuk dewasa dan anak-
anak.
Jika hasil skrining negatif, vaksinasi bisa dilanjutkan.
Jika hasil skrining positif tawarkan masker medis, jangan lakukan vaksinasi di tempat vaksinasi,
mengacu pada layanan untuk evaluasi untuk COVID-19, dan jika mungkin, tawarkan vaksinasi di
tempat evaluasi COVID-19. Jika tidak memungkinkan, tunda vaksinasi selama 14 hari setelah
gejala selesai.
Orang dengan hasil penyaringan positif dianggap sebagai kasus terduga COVID-19 dan harus
dikelola sebagaimana dalam panduan WHO. 10
• Hindari tempat tunggu atau ruangan yang padat. Beberapa strategi untuk hal ini termasuk:
o mengintegrasikan aktivitas vaksinasi dengan layanan kesehatan esensial lainnya yang sesuai
o rencanakan sesi vaksinasi kecil dan perpanjang durasi operasi;
o gunakan area luar ruangan dan patuhi rekomendasi jaga jarak fisik di dalam fasilitas, atau
tempat vaksinasi
o buat sesi vaksinasi eksklusif untuk orang-orang dengan kondisi medis yang sudah ada
sebelumnya (seperti memiliki tekanan darah tinggi, penyakit jantung, penyakit pernapasan,
atau diabetes).
• Apabila memungkinkan, pisahkan tempat vaksinasi dengan layanan pengobatan, contohnya
dengan mengalokasikan waktu dan tempat yang berbeda.
Rekomendasi untuk pemberi vaksin
• Lakukan pembersihan tangan setelah melayani kunjungan dengan menggunakan sabun dan air
atau pembersih tangan yang mengandung alkohol 60-80%.
• Pemberi vaksin tidak harus menggunakan sarung tangan, kecuali kulit penerima memiliki kondisi
tertentu misalnya ada ruam, terluka atau tergores. Jika menggunakan sarung tangan dirasa perlu,
pemberi vaksin harus mengganti sarung tangan antara setiap penerima vaksin dan membuang
12
sarung tangan bekas secara benar ke dalam tempat tertutup, kemudian lakukan pembersihan
tangan.
• Pada area dengan penularan COVID-19 oleh masyarakat secara luas, pemberi vaksin bisa
mempertimbangkan penggunaan masker medis/bedah, seperti menggunakan masker yang sama
selama melakukan vaksinasi. Pada area tanpa penularan COVID-19 oleh masyarakat secara luas,
penggunaan masker medis oleh pemberi vaksin tidak dipertimbangkan sebagai suatu keharusan.
Pada area di mana penularannya tidak diketahui atau sistem surveilans lemah, pertimbangkan
penggunaan masker untuk pemberi vaksin. Saat tidak ada kontak langsung dengan individu,
seperti administrasi mandiri untuk OCV, penggunaan APD tidak dibutuhkan.10
• Untuk pelaksanaan dengan vaksin oral dosis tunggal, seperti OCV, administrasi mandiri oleh
penerima direkomendasikan dilakukan di bawah pengawasan dari tim vaksinasi untuk
mengurangi kontak fisik antara pemberi vaksin dan penerima.
• Pemberi vaksin tidak boleh melakukan vaksinasi jika mereka merasakan gejala penyakit
pernapasan apa pun dan harus mencari perawatan, seperti yang direkomendasikan secara
nasional.
Vaksinasi untuk kasus COVID-19 (positif ataupun terduga)
Saat ini, tidak ada kontraindikasi medis yang diketahui untuk memberikan vaksinasi kepada orang
yang terinfeksi COVID-19.
Namun, seseorang yang positif atau terduga COVID-19 dan tidak tinggal di dalam fasilitas kesehatan
berisiko menyebarkan infeksinya kepada orang lain. Oleh karena itu, individu tersebut harus
menunda vaksinasi sampai gejala mereka selesai, sebaiknya setelah dua tes COVID-19 berturut-turut
yang dilakukan dalam jangka waktu 24 jam. Jika tes tidak memungkinkan, WHO merekomendasikan
menunda vaksinasi selama 14 hari setelah gejala selesai.
13
Referensi
1. Vaccination in Acute Humanitarian Emergencies: A Framework for Decision Making. Geneva: World Health Organization ;2017( https://apps.who.int/iris/handle/10665/255575, accessed 11 May 2020)
2. Guiding principles for immunization activities during the COVID-19 pandemic: Interim guidance. Geneva: World Health Organization; 2020 (https://apps.who.int/iris/handle/10665/331590, accessed 11 May 2020)
3. Frequently Asked Questions: Immunization in the context of COVID-19 pandemic. Geneva: World Health Organization, the United Nations Children’s Fund (UNICEF); 2020 (https://apps.who.int/iris/handle/10665/331818 , accessed 11 May 2020)
4. Polio eradication programme continuity: implementation in the context of the COVID-19 pandemic. World Health Organization; 2020 (http://polioeradication.org/wp-content/uploads/2020/03/COVID-POL-programme-continuity-planning-20200325.pdf, accessed 11 May 2020)
5. Response to measles outbreaks in measles mortality reduction settings. Geneva: World Health Organization; 2009 (https://apps.who.int/iris/handle/10665/70047 ,accessed 11 May 2020)
6. Managing meningitis epidemics in Africa: A quick reference guide for health authorities and health-care workers. Geneva: World Health Organization; 2015 (https://apps.who.int/iris/handle/10665/154595 ,accessed 11 May 2020)
7. Cholera outbreak response: Field manual. The Global Task Force on Cholera Control (GTFCC); 2019 (https://www.gtfcc.org/wp-content/uploads/2020/04/gtfcc-cholera-outbreak-response-field-manual.pdf, accessed 11 May 2020)
8. Managing yellow fever epidemics. Geneva: World Health Organization; 2019 (https://apps.who.int/iris/handle/10665/329432, accessed 11 May 2020)
9. Rational use of personal protective equipment for coronavirus disease (COVID-19) and considerations during severe shortages: interim guidance. Geneva: World Health Organization; 2020 (https://apps.who.int/iris/handle/10665/331695, accessed 11 May 2020)
10. Community-based health care, including outreach and campaigns, in the context of the COVID-19 pandemic. World Health Organization (WHO) and the United Nations Children’s Fund (UNICEF); 2020 (https://apps.who.int/iris/handle/10665/331975, accessed 11 May 2020)
11. Coronavirus disease (COVID-19) technical guidance: Essential resource planning: WHO surge calculators- Forecasting supplies, diagnostics and equipment requirements. Geneva: World Health Organization; 2020 (https://www.who.int/who-documents-detail/covid-19-essential-supplies-forecasting-tool, accessed 11 May 2020)
12. Parpia, A. S., Ndeffo-Mbah, M. L., Wenzel, N. S., & Galvani, A. P., 2016. Effects of Response to 2014-2015 Ebola Outbreak on Deaths from Malaria, HIV/AIDS, and Tuberculosis, West Africa. Emerging infectious diseases, 22(3), 433– 441. (https://doi.org/10.3201/eid2203.150977, accessed 11 May 2020)
13. Key planning recommendations for Mass Gatherings in the context of COVID-19. Geneva:
World Health Organization; 2020 (https://apps.who.int/iris/handle/10665/331004, accessed
20 May 2020)
14. Global surveillance for COVID-19 caused by human infection with COVID-19 virus: interim guidance. Geneva: World Health Organization; 2020 (https://apps.who.int/iris/handle/10665/331506, accessed 11 May 2020)
15. Water, sanitation, hygiene, and waste management for the COVID-19 virus: interim guidance.
Geneva: World Health Organization; 2020 (https://apps.who.int/iris/handle/10665/331499,
accessed 11 May 2020)
16. Coronavirus disease (COVID-19) outbreak: rights roles and responsibilities of health workers,
including key considerations for occupational safety and health. Geneva: World Health
Organization; 2020 (https://apps.who.int/iris/handle/10665/331510, accessed 11 May 2020)
17. The COVID-19 risk communication package for healthcare facilities. WPRO: World Health
Organization; 2020 (https://iris.wpro.who.int/handle/10665.1/14482, accessed 11 May 2020)
14
Pernyataan
Dokumen ini dikembangkan melalui konsultasi dengan Kantor Regional WHO, UNICEF, Gavi, CDC, dan
MSF.
WHO terus memantau situasi dengan cermat untuk setiap perubahan yang dapat memengaruhi
panduan sementara ini. Jika ada perubahan, WHO akan mengeluarkan pembaruan lebih lanjut. Jika
tidak, dokumen panduan sementara ini akan berlaku hingga 2 tahun setelah tanggal publikasi.
© World Health Organization 2020. Sebagian hak dilindungi. Karya ini tersedia di bawah lisensi CC BY-NC-
SA 3.0 IGO.
Nomor Referensi WHO : WHO/2019-nCoV/Framework_Mass_Vaccination/2020.1