Kerangka Dasar APP 2012 Keuskupan Surabaya

11
Kerangka Dasar APP 2012 Keuskupan Surabaya “Mewujudkan Hidup Sejahtera Yang Ekaristis” I. ANALISA ISU STRATEGIS Tema APP Nasional selama 5 tahun ke depan 2012–2016 adalah Mewujudkan Hidup Sejahtera. Tema ini memiliki latar belakang keprihatinan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan. Kemiskinan adalah kenyataan hidup. Upaya pemerintah untuk mengatasi masalah kemiskinan belum tuntas. Kenyataan yang terjadi bukan pengentasan masyarakat dari kemiskinan, melainkan menciptakan ketergantungan. Sementara itu, tidak sedikit pihak dari kalangan pemerintah yang mengingkari mandat untuk memperjuangkan kesejahteraan dengan perilaku koruptif yang masih menjadi kebiasaan. Akibatnya, sebagian besar masyarakat yang berkekurangan berada dalam kesenjangan dengan sekelompok orang yang hidup dalam kemewahan. Kesenjangan itu merupakan potret nyata sebuah bangsa yang telah kehilangan kepedulian untuk mewujudkan kesejahteraan bersama (bonum commune). Di wilayah pedesaan kita mendengar bahwa sumber daya produktif masyarakat telah lama mengalami kemerosotan. Penggunaan pupuk kimia selama ini telah memperburuk kesuburan tanah, mengakibatkan ketergantungan dan ujung-ujungnya meningkatkan biaya produksi. Sementara harga produksi pertanian seringkali begitu rendah. Keadaan masyarakat miskin yang rentan diperparah oleh bencana alam seperti banjir, kekeringan, tanah longsor atau serangan hama. Hal itu merusak lingkungan hidup dan sumber pendapatan masyarakat. Dalam situasi demikian, kaum muda dari daerah pedesaan cenderung meninggalkan dunia pertanian. Dari tahun ke tahun urbanisasi meningkat tidak sebanding dengan daya serap tenaga kerja. Akibatnya jumlah penganggur semakin meningkat. Tingginya angka pengangguran juga terkait dengan rendahnya tingkat pendidikan, obsesi menjadi pegawai serta kurangnya kesadaran untuk berwirausaha. Sementara itu, dari kawasan industri di wilayah perkotaan kita mendengar bahwa dampak pasar bebas yang diberlakukan telah menjadikan negara ini hanya sebagai sumber bahan baku, eksploitasi tenaga kerja murah dan pasar bagi produksi negara lain. Situasi ini turut menciptakan kemiskinan seiring dengan mentalitas konsumeristis. Masyarakat terjebak dalam jerat sistem ekonomi kapitalis yang mendahulukan mengkonsumsi daripada menabung untuk merencanakan masa depan. Tidak heran persoalan sosial ekonomi yang mengemuka ialah mahalnya biaya hidup, juga biaya kesehatan dan pendidikan serta kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan atau pinjaman modal..

Transcript of Kerangka Dasar APP 2012 Keuskupan Surabaya

Page 1: Kerangka Dasar APP 2012 Keuskupan Surabaya

Kerangka Dasar APP 2012 Keuskupan Surabaya“Mewujudkan Hidup Sejahtera Yang Ekaristis”

I. ANALISA ISU STRATEGIS

Tema APP Nasional selama 5 tahun ke depan 2012–2016 adalah Mewujudkan Hidup Sejahtera. Tema ini memiliki latar belakang keprihatinan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan. Kemiskinan adalah kenyataan hidup. Upaya pemerintah untuk mengatasi masalah kemiskinan belum tuntas. Kenyataan yang terjadi bukan pengentasan masyarakat dari kemiskinan, melainkan menciptakan ketergantungan. Sementara itu, tidak sedikit pihak dari kalangan pemerintah yang mengingkari mandat untuk memperjuangkan kesejahteraan dengan perilaku koruptif yang masih menjadi kebiasaan. Akibatnya, sebagian besar masyarakat yang berkekurangan berada dalam kesenjangan dengan sekelompok orang yang hidup dalam kemewahan. Kesenjangan itu merupakan potret nyata sebuah bangsa yang telah kehilangan kepedulian untuk mewujudkan kesejahteraan bersama (bonum commune).

Di wilayah pedesaan kita mendengar bahwa sumber daya produktif masyarakat telah lama mengalami kemerosotan. Penggunaan pupuk kimia selama ini telah memperburuk kesuburan tanah, mengakibatkan ketergantungan dan ujung-ujungnya meningkatkan biaya produksi. Sementara harga produksi pertanian seringkali begitu rendah. Keadaan masyarakat miskin yang rentan diperparah oleh bencana alam seperti banjir, kekeringan, tanah longsor atau serangan hama. Hal itu merusak lingkungan hidup dan sumber pendapatan masyarakat. Dalam situasi demikian, kaum muda dari daerah pedesaan cenderung meninggalkan dunia pertanian. Dari tahun ke tahun urbanisasi meningkat tidak sebanding dengan daya serap tenaga kerja. Akibatnya jumlah penganggur semakin meningkat. Tingginya angka pengangguran juga terkait dengan rendahnya tingkat pendidikan, obsesi menjadi pegawai serta kurangnya kesadaran untuk berwirausaha.

Sementara itu, dari kawasan industri di wilayah perkotaan kita mendengar bahwa dampak pasar bebas yang diberlakukan telah menjadikan negara ini hanya sebagai sumber bahan baku, eksploitasi tenaga kerja murah dan pasar bagi produksi negara lain. Situasi ini turut menciptakan kemiskinan seiring dengan mentalitas konsumeristis. Masyarakat terjebak dalam jerat sistem ekonomi kapitalis yang mendahulukan mengkonsumsi daripada menabung untuk merencanakan masa depan. Tidak heran persoalan sosial ekonomi yang mengemuka ialah mahalnya biaya hidup, juga biaya kesehatan dan pendidikan serta kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan atau pinjaman modal..

Hidup sejahtera seakan menjadi impian, ketika hidup beriman tanpa kita sadari memisahkan antara cultus dan caritas. Ritus atau cultus yang dihayati di ruang doa atau rumah ibadat, terpisah dan tidak serta merta terwujud dalam amal kasih atau caritas, kepada sesama. Karya amal kasih kepada sesama pun cenderung dangkal, tradisi yang selama ini terjadi sekedar karitatif dan tidak memberdayakan. Padahal yang lebih dibutuhkan oleh kaum miskin adalah pengentasan dari kemiskinan dengan karya sosial pemberdayaan serta perwujudan solidaritas nyata dalam persekutuan untuk mengatasi aneka kesulitan. Berbagai upaya mewujudkan kesejahteraan pribadi dan bersama sebenarnya mengalir dari dan menuju pada ritus yang kita rayakan terutama melalui ekaristi.

Ekaristi memiliki makna yang mendalam dalam hidup beriman murid-murid Kristus. Ekaristi bagaikan sumber yang mengalirkan rahmat, dengan hasil guna yang amat besar, pengudusan manusia dan pemuliaan Allah dalam Kristus yang adalah puncak dari kehidupan orang beriman (SC. 10). Sebagai sumber dan puncak kehidupan beriman para murid Kristus, Ekaristi mempertemukan Allah dan manusia dalam perjumpaan di dalam diri Yesus Kristus (KGK.1368). Perjumpaan manusia dengan Allah menampilkan hidup sejahtera itu sendiri. Oleh sebab itu, tema APP yang dipilih untuk tahun 2012 bagi Keuskupan Surabaya adalah “Mewujudkan Hidup Sejahtera Yang Ekaristis”.

II. IDE DASAR

i. Hidup Sejahtera

Hidup sejahtera adalah hidup dalam kelimpahan. Hal ini sejalan dengan motto Uskup: “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10:10). Hidup dalam kelimpahan tak lain adalah hidup dalam iman kepada Tuhan. Tuhan memiliki dan mengendalikan segalanya. Harta benda merupakan kehormatan, bukan sekedar hak milik sebagai yang utama. Harta benda merupakan berkat Tuhan yang patut disyukuri, yang diberikan kepada setiap orang seturut ukurannya, kesanggupannya, seturut kodrat, seturut pemberian Tuhan serta konsekuensi iman dan ketaatan seseorang mengikuti prinsip-

Page 2: Kerangka Dasar APP 2012 Keuskupan Surabaya

prinsip Kitab Suci. Harta benda merupakan hasil upaya penuh iman mengembangkan talenta. Prioritasnya bukan mengumpulkan kekayaan dan meningkatkan kekayaan, tetapi bijaksana dalam mengatur kekayaan

Hidup dalam kelimpahan bukan berarti kelimpahan harta benda duniawi, tetapi menempatkan dan mengarahkan harta benda duniawi itu menjadi sarana untuk memuliakan Tuhan. Tindakan memuliakan Tuhan tak bisa dilepaskan dengan mengangkat harkat martabat manusia. Dengan demikian, mewujudkan hidup sejahtera berarti menjadikan materi sebagai sarana untuk mengabdikan diri kepada Tuhan melalui karya amal kasih dan pemberdayaan kepada sesama. Tindakan memberi derma, memberi pinjaman modal, melakukan pendampingan serta menjalin kerjasama dalam persekutuan dengan orang-orang yang berkekurangan adalah salah satu contoh mewujudkan hidup sejahtera.

Dalam upaya mewujudkan hidup sejahtera, seseorang tidak hanya memikirkan diri sendiri. Seseorang selalu merasa tidak nyaman dengan penderitaan orang yang berkekurangan. Seseorang mudah gelisah dengan ketidakadilan yang terjadi. Pendek kata, seseorang merasa belum sejahtera dan mudah tergerak oleh belas kasih, karena ia menyadari bahwa dirinya berada di tengah sesama yang belum sejahtera.

Manusia hidup bukan untuk dirinya sendiri. Keberadaan manusia ada karena dan untuk manusia lain. Tuhan menjadi pusat dan tujuan akhir hidup manusia. Hidup manusia menjadi berarti dan bermakna hanya dan dalam hidup dengan manusia lain. Oleh karena itu, panggilan hidup manusia diarahkan supaya orang lain mempunyai hidup dan kehidupan. Itulah yang diteladankan Allah Bapa, yang rela memberikan hidup kepada manusia, melalui pengorbanan Yesus Kristus, Putera-Nya.

ii. Ekaristi

Ekaristi mengenangkan kembali pengorbanan Yesus yang luhur dan mulia. Pengorbanan itu tidak semata-mata demi kematian, namun berujung pada kebangkitan yang mendatangkan keselamatan. Umat beriman dipanggil untuk ikut mengambil bagian dalam Misteri Paskah. Karena kuasa kasih dan kebangkitanNya, Yesus memberikan kesempatan kepada umat untuk ikut mengambil bagian dalam peristiwa yang mendatangkan keselamatan bagi dunia ini.

Ekaristi adalah sumber dan puncak hidup kristiani. Hidup Kristiani mengalir dari ekaristi sebagai sumbernya dan tertuju serta terwujud secara penuh pada ekaristi sebagai puncaknya, kearah mana seluruh aktivitas umat beriman mesti mengarahkan. Inilah dorongan yang diberikan oleh Ekaristi, di mana Ekaristi menjadi titik awal kita masuk ke dalam dunia kehidupan sehari-hari, sekaligus membawa kita kembali kepada Ekaristi setelah perjuangan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam Ekaristi, Yesus hadir dan membagikan rahmatNya, menjadi sumber hidup rohani. Umat yang menghayati Ekaristi dan menerima dengan iman, niscaya menanggapinya dengan pertobatan dan menghasilkan buah dalam kehidupan sehari-hari. Ekaristi mengenangkan Yesus yang memberikan amanat dalam Perjamuan Malam terakhir, “perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” (Luk 22:19). Ia memberi amanat untuk melaksanakan suatu perayaan liturgis sekaligus untuk melakukan karya cinta kasih bagi sesama. Inilah yang diteladankanNya dengan cara simbolis membasuh kaki para murid. Ada keterkaitan utuh antara, cultus dan caritas dari amanat Yesus. Ritus atau cultus yang dipahami dan dihayati dengan baik, menjadi sumber yang mengantar umat beriman mengamalkan kasih atau caritas, kepada sesama.

Inilah mewujudkan hidup sejahtera yang ekaristis. Mewujudkan hidup sejahtera yang bersumber dari teladan Yesus yang mengorbankan diri. Pengorbanan diri Yesus hendaknya menggerakkan untuk bertobat dan menghasilkan buah pertobatan dalam rupa karya nyata. Karya nyata kasih kepada sesama, sebagaimana diteladankanNya dengan cara simbolis membasuh kaki para murid, merupakan inspirasi untuk melakukan amal kasih dan pemberdayaan kepada sesama. Dengan demikian, mewujudkan hidup sejahtera yang ekaristis berarti mewujudkan hidup sejahtera dengan rela berkorban, saling berbagi dan rela dipecah-pecah.

iii. Hidup Sejahtera Yang Ekaristis

St. Irenaeus mengatakan relasi antara Ekaristi dengan hidup kita, yaitu cara berpikir kita disesuaikan dengan Ekaristi dan Ekaristi pada gilirannya meneguhkan cara berpikir kita (KGK . 1327). Hidup yang ekaristis tidak terbatas pada cara berpikir, melainkan meliputi seluruh aspek hidup kita: pikiran, perkataan dan perbuatan dalam hidup sehari-hari sesuai dengan konteks zaman. Bagaimana mewujudkan hidup yang ekaristis yang bersumber dan berpuncak pada ekaristi, agar bermakna secara nyata ? Untuk menjawab pertanyaan ini kita akan bertolak dari unsur penting dari Sakramen Ekaristi.

a. Hadir secara Nyata

Page 3: Kerangka Dasar APP 2012 Keuskupan Surabaya

Gereja melihat Ekaristi sebagai sumber dan puncak hidup kristiani karena melalui Ekaristi, Kristus secara nyata sekaligus misteri hadir di dalamnya. Kristus yang telah wafat, bangkit dan duduk di sisi kanan Allah, menjadi pembela kita hadir dengan banyak cara kepada GerejaNya. Dalam SabdaNya, dalam doa-doa Gereja sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam namaKu di situ Aku hadir di tengah-tengah mereka, dalam diri orang miskin, orang sakit, orang yang dipenjara dan dalam sakramen-sakramen. Ia hadir dalam rupa Ekaristi (SC 7). Kehadiran Yesus yang nyata dalam rupa roti dan anggur membawa kita memperoleh kebersamaan dan solidaritas dengan hidup dan seluruh nasibNya, yang wafat dan bangkit untuk kita.

Yesus Kristus adalah tanda dan sarana kehadiran Allah. Dalam Dia, Allah yang transenden bisa didengar, dilihat, diraba oleh manusia (1 Yoh 1:1). Dalam DiriNya, Allah yang tidak tampak itu hadir dan kelihatan dalam dunia (bdk., Ibr 1: 3). Yesus adalah kesatuan antara yang transenden dan imanen, yang Ilahi dan manusiawi, yang sakral dan yang sekuler. Sakramen Allah dan kebersamaan dengan Allah itu hadir dalam Ekaristi yang dibagi-bagikan, sehingga kita yang menyambutnya boleh mengalami Allah dan dipersatukan denganNya.

Hidup manusia menjadi penuh justru ketika segi paling eksistensial dari manusia, hubungan yang transenden dengan Sang Penciptanya, diberi tempat selayaknya. Karena dalam inti pribadi manusia, hubungan eksistensial dengan asal dan tujuan inilah yang memberi warna, arah, motivasi, tanggung jawab, dedikasi dan nilai kepada semua hubungan dan kegiatan manusia. Oleh kesadaran itulah, hidup kristiani dilihat bukan sebagai hidup yang menolak dunia, melainkan hidup yang masuk dalam dunia. Sebagaimana Allah dalam Kristus oleh Roh Kudus dalam Ekaristi hadir dalam sejarah dunia, kita dipanggil untuk hadir dalam dunia. Ekaristi menjadi sumber kekuatan orang beriman untuk hadir secara nyata mengamalkan panggilannya ke dalam dunia, menjadikan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang jaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, sebagai kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan murid-murid Kristus. Pada gilirannya, dalam perjuangan membangun dunia bersama dengan semua orang yang berkehendak baik, orang beriman pun membawa kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan itu dalam Doa Syukur Agung.

b. Ekaristi dan Komunitas

Ekaristi lahir dari komunitas para murid Yesus seperti yang dirayakan sampai sekarang. Yang lebih dahulu adalah komunitas para murid yang mengikuti Yesus dan baru kemudian Ekaristi mengungkapkan cara hidup mereka. Dalam perspektif pengalaman komunitas, Ekaristi dialami bukan pertama-tama sebagai perayaan kata-kata apalagi hanya diucapkan pemimpin, tetapi tentang kehidupan yang satu untuk diberkati dan dibagikan. Di tengah umat Allah yang banyak mengalami kemiskinan, Ekaristi dirayakan selaras dengan maksud awal yaitu ungkapan cara hidup para pengikut Yesus Kristus.

Tidak pada tempatnya untuk memahami Ekaristi sebagai ajang menempa kesalehan pribadi atau tempat bagi umat penonton yang pasif, tanpa kepedulian untuk mengupayakan kehidupan bersama yang semakin berorientasi pada Injil Yesus Kristus. Bukankah perutusan Gereja sebagai sakramen keselamatan bagi dunia berarti menjalin persaudaraan manusiawi. Oleh karena itu, Ekaristi hendaknya menjadi tindakan manusia secara pribadi, jujur dan dalam kesungguhan bersama komunitas yang merayakan, sekaligus membangun kembali relasi pribadi dalam kasih antar anggotanya sedemikian rupa, sehingga yang miskin dan lemah tidak terpinggirkan.

Ekaristi menjadi panggilan dan tugas Gereja yang ingin dengan setia menghormati dirinya sebagai komunitas murid-murid Kristus, yang dengan setia merayakan serta membagikan kabar suka cita: “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10:10)

Alasan keberadaan Gereja ditegaskan dengan tugas dan karya untuk membangun persaudaraan manusiawi. Kesungguhan sebuah komunitas kristiani dalam memikul tanggung jawab itu menentukan kepenuhan perayaan syukur atau Ekaristi. Perjamuan terakhir yang menjadi dasar penetapan Ekaristi punya latar belakang Paskah Yahudi khususnya perayaan pembebasan dari Mesir dan perjanjian Sinai. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa persatuan dengan Allah mengandaikan tindakan aktif, yaitu penghapusan ketidakadilan dan eksploitasi. Ekaristi juga dirayakan dalam kesempatan perjamuan, yang bagi orang Yahudi merupakan tanda persaudaraan. Roti dan anggur yang diberkati dan dibagikan merupakan hasil bumi dari jerih payah kerja manusia. Hal ini langsung mengingatkan orang bahwa sebuah persaudaraan sejati didasarkan pada anugerah bumi untuk dibagi-bagikan bagi semua.

Page 4: Kerangka Dasar APP 2012 Keuskupan Surabaya

Kelayakan hidup manusiawi minimal sering diungkapkan dengan dipenuhinya sandang-pangan-papan. Tentu saja ukuran kelayakan ini tidak sesuai dengan kesadaran orang jaman sekarang tentang hidup manusiawi yang layak. Meja persaudaraan yang diungkapkan dalam tindakan berbagi hasil bumi, roti dan anggur, tidak pernah akan memuja ketidakadilan atau eksploitasi, yang memang berlawanan dengan maksud dari perayaan ekaristi.

c. Penuh Syukur

Istilah Ekaristi mau menekankan makna Perjamuan Kudus sebagai puji syukur atas karya penyelamatan Allah dalam diri Yesus Kristus oleh Roh Kudus. Ekaristi mengungkapkan pokok iman Gereja bahwa Allah menghendaki supaya semua orang selamat dan mengenal kebenaran (1 Tim 2 :4). Hal itu dilaksanakan dalam sejarah keselamatan yang diawali dengan karya agung Allah di tengah umat Israel dan diselesaikan dalam misteri Paskah Yesus Kristus, melalui sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikanNya dalam kemuliaan (bdk. Ibr 1 :1). Dengan misteri ini, Kristus menghancurkan maut dengan wafatNya dan membangun kembali hidup dengan kebangkitanNya. Sebab dari lambung Kristus yang tersalib mengalirlah sakramen Gereja yang mengagumkan (SC. 5). Oleh karena itulah, “Gereja tidak pernah lalai mengadakan pertemuan untuk merayakan misteri paskah”, di situ mereka membaca apa yang tercantum tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci (bdk., Luk 24: 27). Mereka merayakan ekaristi yang menghadirkan kemenangan dan kejayaanNya atas maut sekaligus mengucapkan syukur kepada Allah atas karuniaNya yang tidak terkatakan (2 Kor 9 :15) dalam Kristus Yesus, untuk memuji keagunganNya (bdk., Ef 1 :12) dengan kekuatan Roh Kudus.

Ekaristi tidak lain adalah puji syukur Gereja kepada Allah Bapa dalam Kristus dan oleh Roh Kudus. Itu berarti bahwa spiritualitas Ekaristi tidak lain dan tidak bukan adalah relasi orang beriman dengan Allah dan sesama yang ditandai pertama-tama dan terutama oleh rasa syukur. Semangat jaman modern ini mengkondisikan manusia untuk selalu merasa kurang. Tetapi bagi kita, masih lebih banyak alasan lagi untuk bersyukur.

“Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan atau bahaya atau pedang? Seperti ada tertulis: Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan."Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita”. (Rm 8 :35-39)

d. Berbagi Hidup

Ekaristi adalah perjamuan Tuhan. Sejak Gereja perdana, “memecahkan roti dan berdoa” (Kis 2: 42.46) menjadi ciri khas hidup kristiani, sekaligus menjadi pusat dan pemersatu kehidupan umat beriman. Meski berakar dalam tradisi religius Yahudi, Ekaristi mempunyai arti dan makna karena berpusat pada Yesus Kristus. Selama hidupNya di dunia, Yesus sering makan bersama dalam meja perjamuan, baik dengan sahabat maupun orang asing, orang benar maupun orang berdosa. Dengan begitu Yesus hendak menyatakan bahwa Kerajaan dan Belas Kasih Allah ditawarkan kepada semua orang, kepada siapa saja dan tidak satu orang pun dikecualikan dariNya.

Perjamuan adalah suatu cara untuk berbagi hidup, ketika orang mengundang seseorang makan, ia mengundangnya untuk ambil bagian dalam hidupnya. Dengan mengadakan perjamuan, Yesus mengundang orang-orang untuk ambil bagian dalam hidupNya. Hal yang paling nyata tampak dalam perjamuan malam terakhir (Mrk 14: 22-25). Dengan mengatakan, “Ambillah, inilah TubuhKu, minumlah, inilah darahKu”, Yesus memberikan DiriNya sekaligus mengundang para murid untuk mengambil bagian dalam hidupNya, “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darahKu, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia” (Yoh 6:56). Dengan mengambil bagian dalam Ekaristi, kita bersatu dengan Kristus sendiri, yang telah membagikan hidup kepada semua orang. Maka hidup yang bersumber dan berpuncak pada Ekaristi tidak lain berarti mau dan rela berbagi hidup, juga kepada orang lain.

e. Mengorbankan Diri

Page 5: Kerangka Dasar APP 2012 Keuskupan Surabaya

Korban Ekaristi tidak bisa dipisahkan dari korban Kristus di salib. Dalam perjamuan malam terakhir, Yesus menerangkan peristiwa wafat dan kebangkitanNya sebagai pemberian diri sehabis-habisnya untuk penebusan manusia. ”Inilah TubuhKu yang diserahkan bagi kamu” dan “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darahKu yang ditumpahkan bagi kamu” (Luk 22: 19-20). Perjamuan malam terakhir yang menjadi penetapan Ekaristi, menjadi antisipasi wafat dan kebangkitanNya sebagai penyerahan diri secara penuh bagi pendirian Perjanjian Baru bagi semua orang. “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah” (Yoh 12:24). Ia wafat tetapi Ia bangkit. Kebangkitan Yesus yang tersalib adalah kebenaran tentang Allah yang adalah kasih.

Ekaristi adalah kenangan yang menghadirkan korban salib Kristus, satu kali untuk selamanya. “Setiap kali di altar dirayakan kurban salib, tempat Anak Domba paskah kita, yakni Kristus telah dikurbankan” (1 Kor 5 :7), dilaksanakan karya penebusan kita. Dengan mengorbankan Kristus dalam perjamuan ekaristis, Gereja sebagai Tubuh Kristus, mengambil bagian dalam korban Kristus yang menguduskannya. Dan bersama Kristus pada gilirannya, Gereja mempersembahkan diri kepada Allah dan bagi kemanusiaan.

Karena korban salib adalah satu-satunya korban yang universal dan definitif, setiap korban mendapat kesuburan darinya. Dan karena pusat korban Kristus yang istimewa adalah ketaatan sempurna pada kehendak Bapa, maka hidup yang berpusat dan bersumber pada Ekaristi pertama-tama berarti berusaha mentaati kehendak Bapa dengan sebaik mungkin. Apa itu kehendak Bapa? Manusia dipanggil untuk memuliakan Allah, “Kemuliaan Allah adalah supaya manusia hidup secara penuh”. Maka dalam konteks jaman sekarang ini, berkorban diri sebagai wujud hidup yang ekaristis berarti mengusahakan segala yang baik bagi kesejahteraan umum, supaya martabat manusia dihargai, supaya manusia mendapat kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang utuh.Dalam masyarakat yang plural di mana muncul gerakan fundamentalis dan dalam jaman yang cenderung sekular, konsumeris dan hedonis yang menyuburkan struktur dosa dan budaya kematian ini, perjuangan untuk mewujudkan hidup yang ekaristis tidaklah mudah. Di saat itulah, sambil memperbaharui diri terus menerus untuk mati terhadap kedosaan pribadi, dengan terus menimba kekuatan dari sekaligus mengarahkan diri kepada Kristus yang hadir dalam perjamuan Ekaristis, berkorban diri berarti menyerahkan diri sehabis-habisnya.

f. Cara Hidup yang Ekaristis

Tidak ada Ekaristi dalam komunitas yang anggotanya tidak saling mengasihi. Orang tidak dapat menerima roti kehidupan sepenuhnya, sementara mengabaikan kehidupan orang lain, khususnya yang dirampas oleh ketidakadilan. Yesus memperlihatkan “Allah yang memberi” dan khususnya “Allah yang memberi pengampunan”. Orang Kristiani tidak dapat hidup dalam rahmat kerahiman Allah ini, jika sekaligus menyatakan permusuhannya dengan sesama. Menurut cara hidup Yesus, Ekaristi merupakan meja persaudaraan bagi siapa saja. Mendiamkan dan membiarkan aneka diskriminasi, berarti menolak ekaristi dalam arti yang paling dasariah. Persembahan bumi, roti dan anggur dalam ekaristi, tidak punya arti tanpa sikap bersahabat dan memelihara alam ciptaan. Ekaristi adalah perayaan hidup sehari-hari, kenangan akan cinta Yesus kepada umatNya yang dirayakan dengan suka cita, kegembiraan dan harapan.

III. TUJUAN

a. Mengajak umat beriman untuk menghayati iman di masa Pra Paskah, sebagai kesempatan untuk mengenangkan pengorbanan Yesus yang mendatangkan keselamatan dan kesejahteraan bagi manusia

b. Mengajak umat beriman untuk menghayati masa pertobatan, sebagai kesempatan penyesalan untuk kembali menghayati Perayaan Ekaristi (liturgi dan devosi) sebagai sumber yang mengantar umat beriman mengamalkan kasih kepada sesama.

c. Mengajak umat untuk menghayati masa puasa dan pantang, sebagai kesempatan untuk semakin terbuka terhadap kehendak Allah dengan rela menahan diri, rela berkorban dan saling berbagi.

d. Mengajak umat mewujudkan buah pertobatan eklesial, secara pribadi atau kelompok dengan melakukan pengumpulan dana APP, menggalang solidaritas dalam persekutuan untuk mengatasi aneka kesulitan dan melakukan karya sosial amal kasih atau pemberdayaan kepada sesama, terutama bagi mereka yang miskin.

Page 6: Kerangka Dasar APP 2012 Keuskupan Surabaya

IV. SUBYEK SASARAN

Seluruh umat beriman, secara teritorial dan kategorial, dalam lingkungan dan kelompok kecil umat

V. INDIKATOR KEBERHASILAN

a. Ada penghayatan iman di masa Pra Paskah, melalui Perayaan Ekaristi, liturgi, devosi dan pendalaman iman masa Pra Paskah

b. Ada pembaharuan kesadaran dan tindakan bahwa Ekaristi (liturgi dan devosi) terkait erat dengan karya amal kasih.

c. Ada pembaharuan kesadaran dan tindakan bahwa puasa dan pantang merupakan kesempatan untuk rela menahan diri, rela berkorban dan saling berbagi.

d. Ada perwujudan buah pertobatan eklesial berupa pengumpulan dana APP, penggalangan dana solidaritas dalam mengatasi kesulitan biaya pendidikan, kesehatan dan modal usaha serta karya sosial amal kasih dan pemberdayaan Credit Union serta kewirausahaan bagi petani dan orang muda.

VI. MODEL, METODE, MATERI

No Model Metode Materi

Sarasehan iman, berbicara tentang masalah kehidupan, dalam terang iman. Dengan metode: melihat masalah – menilai dengan terang iman – merumuskan tindakan untuk mengatasai masalah

Sharing, tanya jawab, diskusi dan pada pertemuan terakhir, merumuskan gagasan dengan metode 9 langkah pengelolaan program

Buku bahan sarasehan iman masa Pra Paskah 2012

VII. WAKTU / TEMPAT PELAKSANAAN

No Waktu Tempat Pelaksanaan

Minggu Pra Paskah 1 – Minggu Pra Paskah 5, setiap minggu 1 kali pertemuan

Secara Teritorial, di lingkunganSecara Kategorial, di dalam kelompok kecil umat

VIII. TIM PELAKSANA

Tim Pelaksana di tingkat Lingkungan / Kelompok kecil umat bertugas:

i. Mempersiapkan dan memandu pelaksanaan bahan sarasehan iman masa Pra Paskah di masing-masing lingkungan / kelompok kecil umat, setelah mendapatkan sosialisasi dari Panitia APP Paroki

ii. Merancang dan melaksanakan program gerakan / aksi nyata APP di tingkat lingkungan / kelompok kecil umat , selaras dengan tema APP / fokus Ardas setiap tahun

Page 7: Kerangka Dasar APP 2012 Keuskupan Surabaya

iii. Mengelola pengumpulan dana APP, menghitung dan menyetorkan pengumpulan dana APP seluruhnya (100 %) ke Panitia APP Paroki untuk diteruskan ke Panitia APP Keuskupan Surabaya.

iv. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan dana APP v. Membuat laporan kegiatan dan pengelolaan pengumpulan dana APP ke Panitia APP Paroki

IX. PENGELOLAAN DANA