KERAGAAN HUTAN DIPTEROCARPACEAE DENGAN ......kan komponen penting dalam analisis tegakan hutan alam...

15
185 KERAGAAN HUTAN DIPTEROCARPACEAE DENGAN PENDEKATAN MODEL STRUKTUR TEGAKAN ( ) Performance of Dipterocarps Forest base on Stand Structure Model Approach Farida Herry Susanty , Endang Suhendang , I Nengah Surati Jaya dan/ Cecep Kusmana 1) 2) 2) 2) and 1) 2) Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Jl. A. Wahid Syahrani No. 68 Sempaja Kotak Pos 1206 Samarinda Telp. 0541-206364 / Fax. 0511-742298 Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Kampus Dramaga IPB, Bogor Shorea Ragam kondisi hutan menunjukkan perbedaan struktur, komposisi jenis dan nilai potensi serta variasi kerapatan tegakan. Kebutuhan dan peran penting model struktur tegakan dalam pengelolaan hutan terutama dalam pengaturan hasil menjadi tuntutan penyediaan perangkat kuantitatif untuk berbagai variasi kondisi hutan di Indonesia. Tujuan penelitian adalah menentukan model struktur tegakan hutan Dipterocarpaceae hutan bekas tebangan berdasarkan data runtun waktu. Penelitian dilaksanakan di hutan penelitian Labanan Kabupaten Berau Propinsi Kalimantan Timur. Data diperoleh dari hasil pengukuran plot permanen pada hutan alam bekas tebangan dengan tiga teknik penebangan yang berbeda yaitu (a) penebangan ramah lingkungan dengan limit diameter 50 cm (RIL 50), (b) RIL 60, (c) teknik konvensional dan (d) hutan primer sebagai kontrol. Total luas plot permanen adalah 48 Ha. Penentuan model struktur tegakan terbaik berdasarkan fungsi kemungkinan maksimum famili sebaran yang dicobakan meliputi fungsi eksponensial, gamma, lognormal dan Weibull. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan kerapatan dan bidang dasar tegakan, tingkat pemulihan tegakan sekitar 85% tercapai pada jangka waktu 17 tahun setelah penebangan dengan teknik penebangan yang berbeda. Fungsi famili sebaran terpilih yang sesuai untuk kelompok jenis spp., Dipterocarpaceae non , Non Dipterocarpaceae dan semua jenis adalah berbentuk lognormal. Naskah masuk : 1 Mei 2013; Naskah diterima : 20 November 2013 ABSTRACT Keywords: Dipterocarps, density, basal area, stand structure Variety of forest conditions indicates differences on structure, a species composition and potential value as well as variations in stand density. Stand structure model plays an importance of stand structure models in the forest management, especially on yield regulation. It can provide quantitative tools for a variety of dipterocarp forests in Indonesia. The study objective was to determine stand structure models of dipterocarps forest in logged-over forests. The study site was located in Labanan forest, East Kalimantan Province. Data were collected from measurement of permanent plots within logged-over forest were that represent three different logging techniques, i.e., (a) reduced impact logging with diameter limit 50 cm (RIL50), (b) RIL60, (c) conventional logging and (d) primary forest. Total permanent plot area is about 48 Ha. The result showed that based on density and basal area, about 85% of residual stands of 17-years after logging with different harvesting techniques had been well recovered. Distribution family function that outfit for species groups i.e., spp., Dipterocarps non Shorea, Non Dipterocarpaceae and all species were lognormal pattern. Dipterocarpaceae Shorea Shorea ABSTRAK Kata kunci: Dipterocarpaceae, kerapatan, bidang dasar, strukturtegakan

Transcript of KERAGAAN HUTAN DIPTEROCARPACEAE DENGAN ......kan komponen penting dalam analisis tegakan hutan alam...

185

KERAGAAN HUTAN DIPTEROCARPACEAEDENGAN PENDEKATAN MODEL STRUKTUR TEGAKAN

( )Performance of Dipterocarps Forest base on Stand Structure Model Approach

Farida Herry Susanty , Endang Suhendang , I Nengah Surati Jaya

dan/ Cecep Kusmana

1) 2) 2)

2)and

1)

2)

Balai Besar Penelitian DipterokarpaJl. A. Wahid Syahrani No. 68 Sempaja Kotak Pos 1206 Samarinda

Telp. 0541-206364 / Fax. 0511-742298

Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor,Kampus Dramaga IPB, Bogor

Shorea

Ragam kondisi hutan menunjukkan perbedaan struktur, komposisi jenis dan nilai potensi serta variasi kerapatantegakan. Kebutuhan dan peran penting model struktur tegakan dalam pengelolaan hutan terutama dalam pengaturanhasil menjadi tuntutan penyediaan perangkat kuantitatif untuk berbagai variasi kondisi hutan diIndonesia. Tujuan penelitian adalah menentukan model struktur tegakan hutan Dipterocarpaceae hutan bekastebangan berdasarkan data runtun waktu. Penelitian dilaksanakan di hutan penelitian Labanan Kabupaten BerauPropinsi Kalimantan Timur. Data diperoleh dari hasil pengukuran plot permanen pada hutan alam bekas tebangandengan tiga teknik penebangan yang berbeda yaitu (a) penebangan ramah lingkungan dengan limit diameter 50 cm(RIL 50), (b) RIL 60, (c) teknik konvensional dan (d) hutan primer sebagai kontrol. Total luas plot permanen adalah48 Ha. Penentuan model struktur tegakan terbaik berdasarkan fungsi kemungkinan maksimum famili sebaran yangdicobakan meliputi fungsi eksponensial, gamma, lognormal dan Weibull. Hasil penelitian menunjukkan bahwaberdasarkan kerapatan dan bidang dasar tegakan, tingkat pemulihan tegakan sekitar 85% tercapai pada jangka waktu17 tahun setelah penebangan dengan teknik penebangan yang berbeda. Fungsi famili sebaran terpilih yang sesuaiuntuk kelompok jenis spp., Dipterocarpaceae non , Non Dipterocarpaceae dan semua jenis adalahberbentuk lognormal.

Naskah masuk : 1 Mei 2013; Naskah diterima : 20 November 2013

ABSTRACT

Keywords: Dipterocarps, density, basal area, stand structure

Variety of forest conditions indicates differences on structure, a species composition and potential value as well asvariations in stand density. Stand structure model plays an importance of stand structure models in the forestmanagement, especially on yield regulation. It can provide quantitative tools for a variety of dipterocarp forests inIndonesia. The study objective was to determine stand structure models of dipterocarps forest in logged-over forests.The study site was located in Labanan forest, East Kalimantan Province. Data were collected from measurement ofpermanent plots within logged-over forest were that represent three different logging techniques, i.e., (a) reducedimpact logging with diameter limit 50 cm (RIL50), (b) RIL60, (c) conventional logging and (d) primary forest. Totalpermanent plot area is about 48 Ha. The result showed that based on density and basal area, about 85% of residualstands of 17-years after logging with different harvesting techniques had been well recovered. Distribution familyfunction that outfit for species groups i.e., spp., Dipterocarps non Shorea, Non Dipterocarpaceae and allspecies were lognormal pattern.

Dipterocarpaceae

Shorea Shorea

ABSTRAK

Kata kunci: Dipterocarpaceae, kerapatan, bidang dasar, struktur tegakan

Jurnal Penelitian Hutan Tanaman

Vol. No. , 201 ,10 4 Desember 3 185 - 199

186

I. PENDAHULUAN

Hutan tropika dataran rendah di Asia Teng-gara didominasi oleh famili Dipterocarpaceae(Ashton, 1982) sehingga sering disebut sebagaihutan Dipterocarpaceae. Hutan Dipterocarpa-ceae di wilayah Malesia Barat merupakan tipehutan tropis paling produktif berdasarkan nilaikayunya (FAO, 2001). Di Indonesia, famili Dip-terocarpaceae mempunyai kontribusi ter-besar(lebih dari 25%) sebagai kayu komersial hutan

alam dengan volume antara 50 100 m ha ter-utama untuk wilayah hutan di Kalimantan (Sist

., 2003).Ragam kondisi hutan primer dan hutan bekas

tebangan menunjukkan perbedaan struktur, kom-posisi jenis dan nilai potensi (Ishida ., 2005),serta variasi kerapatan tegakan, laju kematian( ) dan laju alih tumbuh ( ) (Lewis

., 2004). Tingkat keragaman jenis suatuvegetasi merupakan hasil dari proses ekofisiolo-gis yang dinamis dan korelasi dengan kondisiiklim setempat, kondisi hara, rentang toleransijenis, faktor biogeografi atau sebaran jenis danvariasi kondisi ekologi hutan (Lee 2002).Pemulihan pertum-buhan tegakan hutan berjalanseiring waktu (Smith dan Nichols, 2005), denganjangka waktu yang beragam tergantung padatingkat kerusakan hutan dan daya dukung lingku-ngannya (Muhdin ., 2008). Kondisi hutanalam produksi di Indonesia lebih dari 50% berupahutan bekas tebangan (Ditjen Planologi Kehuta-nan, 2011), maka sangat penting untuk mengeta-hui variasi karakteristik tegakan hutan bekastebangan. Untuk menurunkan adanya kesenja-ngan ( ) antara kegiatan eksploitasi hutan danupaya konservasi yang diperlukan untuk hutanDipterocarpaceae, maka diperlukan informasiyang lebih banyak tentang karakteristik biologidan ekologi dari hutan Dipterocarpaceae, sebagaidasar ilmiah dalam kebijakan manajemen hutanyang efektif (Naito ., 2008).

Prodan (1968) menyatakan bahwa karakteris-tik biometrik hutan merupakan pendekatan kuan-titatif untuk menjelaskan proses-proses pentingdalam hutan, yang mempelajari sifat-sifat atauciri-ciri tegakan hutan dalam ukuran (metrik)suatu dimensi biologi spesifik sebagai identitaspengenal yang bersifat kuantitatif (skala rasiodan interval). Sebagian besar penelitian awal da-lam biometrik hutan terutama pemodelan per-tumbuhan hutan ditujukan pada hutan tanamanatau hutan , yang tidak mempunyaikompleksitas seperti pada hutan tropis (Vanclay,2003). Pemodelan dinamika hutan dalam ber-

3 -1

etal

et al

mortality ingrowthet al

et al.,

et al

gap

et al

temperate

bagai studi kuantitatif seringkali dihadapkan pa-da heterogenitas dan kompleksitas hutan (berupakeragaman tegakan dan variasi kondisi) dan ke-terbatasan atau ketiadaan data yang bersifat jang-ka panjang (Kariuki ., 2006). Pemantauandimensi tegakan hutan alam tanah kering melaluiplot-plot permanen memerlukan jangka waktupengukuranoptimal2 3 tahun (Suhendang,1997).

Pengetahuan model struktur tegakan sangatdiperlukan untuk menjamin tingkat keterandalantertentu dalam pendugaan dimensi tegakan, se-hingga dapat memberikan efisiensi penerapanyang luas dan akurasi yang tinggi (Prodan, 1968).Data mengenai dimensi tegakan sangat bergunadalam menyusun rencana pengelolaan hutan, di-samping potensi jenis dan kualitasnya. Agar di-peroleh tingkat keterandalan yang tinggi, makaproses pendugaan dimensi tegakan harus didasar-kan kepada bentuk struktur tegakan yang teran-dalkan. Suhendang (1985) mengemukakan 5(lima) kegunaan struktur tegakan hutan, yaitu:penentuan kerapatan pohon pada berbagai kelasdiameter, penentuan luas bidang dasar tegakan,pengamatan dendrometrik, penentuan volumetegakan dan nilai komersil tegakan dan penen-tuan biomassa tegakan. Beberapa studi menun-jukkan bahwa penggunaan model strukturtegakan terbukti memberikan efisiensi metodeinventarisasi dibandingkan dengan metode kon-vensional sensus pendugaan jumlah pohon, luasbidang dasar, dan volume tegakan per hektar(Udiansyah, 1994). Dalam perencanaan penge-lolaan hutan, penyusunan model-model kuantita-tif sebagai diperlukan untukmeningkatkan akurasi dan validitas dalam men-capai pengelolaan hutan yang kontinyu/lestari(Phillips 2002). Struktur tegakan merupa-kan komponen penting dalam analisis tegakanhutan alam untuk menerangkan dinamika tega-kan dalam hutan tropis (Lewis ., 2004).Kebutuhan dan peran penting model strukturtegakan dalam pengelolaan hutan di masa men-datang menuntut perlunya penyediaan perangkatkuantitatif yang valid untuk berbagai variasikondisi hutan Dipterocarpaceae di Indonesia.

Tujuan penelitian ini adalah menentukan mo-del struktur tegakan berdasarkan kerapatan danbidang dasar tegakan hutan bekas tebangan padavariasi kondisi dengan teknik penebangan yangberbeda. Penyusunan model struktur tegakanadalah dalam rangka penyusunan keragaan ka-rakteristik biometrik hutan Dipterocarpaceaeuntuk menunjang praktek pengelolaan hutancampuran tidak seumur dengan tujuan utamamenghasilkan kayu secara berkelanjutan.

et al

quantitative tools

et al.,

et al

Keragaan Hutan Dipterocarpaceae denganPendekatan Model Struktur Tegakan

Farida Herry Susanty, Endang Suhendang, I Nengah Surati Jaya dan Cecep Kusmana

187

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada plot ukur per-manen yang berada dalam wilayah KawasanHutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) stasiunpenelitian hutan Labanan yang terletak di DesaLabanan, Kabupaten Berau Kalimantan Timur(Gambar 1). Secara geografis terletak antara117°10'22"-117°15'35" Bujur Timur dan1°52'43"-1°57'34" Lintang Utara. Berdasarkanwilayah administrasi pemerintahan, KHDTK La-banan termasuk dalam wilayah Kabupaten BerauProvinsi Kalimantan Timur (B2PD 2012). Areal

hutan Labanan mempunyai kelerengan dari lan-dai (0 8%) hingga curam (> 45%), dengan topo-grafi yang cenderung berbukit dengan ketinggianareal hingga 500 m dpl. Batuan dasar berupadeposit alluvial (dan ) dari batuan induk Miocene danPliocene. Jenis tanah meliputi Podsolik merahkuning, latosol dan litosol (B2PD 2012). Ber-dasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Fergus-son (1951) dari stasiun pengamat iklim Kali-marau yang berjarak kurang lebih 60 km,KHDTK Labanan termasuk ke dalam tipe iklim B(sangat basah) dengan Nilai Q = 14,3% (B2PD,2012).

mudstone, silstone, sandstonegravel

Tj. Redeb

Gambar ( ) 1. Lokasi plot penelitian ( )Figure Research plot location

188

Pelaksanaan kegiatan penelitian meliputi pe-ngumpulan data lapangan, pengolahan dan anali-sis data pada bulan Oktober 2012 sampai denganApril 2013.

Bahan penelitian berupa hutan bekas tebang-an dan hutan primer dengan pengukuran ulangsemua jenis pohon dengan limit diameter 10 cmpada plot permanen.Alat-alat yang dipergunakanadalah kompas, clinometer dan pita ukur/phiband serta program pengolah data Visual FoxPro6.0 dan MATLAB ver 7.7.

Desain plot penelitian adalah plot permanenyang dibangun pada tahun 1990, dengan ukuranplot 200 x 200 m (4 ha) yang terbagi dalam 4 sub-plot dengan ukuran 100 x 100 m (1 ha). Masing-masing sub plot dibuat sub-sub plot berukuran 20x 20 m sebanyak 25 buah, dengan 4 variasi kon-disi hutan alam dengan total luas 48 ha.

Pengumpulan data tegakan dilakukan ber-dasarkan kegiatan inventarisasi tegakan secara

B. Bahan dan Alat

C. Metode Penelitian

sensus dalam plot penelitian. Inventarisasi dila-kukan pada semua jenis pohon dengan limitdiameter 10 cm dengan data yang dikumpulkanmeliputi: nama jenis pohon, keliling batang(setinggi dada 1,3 m atau 20 cm di atas banir),pohon mati dan posisi pohon dalam plot.

Pengukuran dimensi tegakan dan validasi datadilaksanakan secara periodik setiap dua tahun.Perlakuan pada plot penelitian adalah sebagaiberikut (Gambar 2):a) RIL 50: teknik penebangan ramah lingkung-

an dengan limit diameter 50 cm, melakukanperencanaan jalan sarad berdasarkan petagaris kontur dan posisi pohon serta dilakukanpengawasan penebangan (3 plot).

b) RIL 60: teknik penebangan ramah lingkung-an dengan limit diameter 60 cm, melakukanperencanaan jalan sarad berdasarkan petagaris kontur dan posisi pohon serta dilakukanpengawasan penebangan (3 plot).

c) CNV: teknik penebangan konvensional de-ngan limit diameter 60 cm, tidak ada peren-canaan jalan sarad ataupun peta posisi pohon(3 plot).

d) HP: hutan primer sebagai kontrol (3 plot).

Gambar ( ) 2. Desain plot penelitian ( )Figure Research plot design

Jurnal Penelitian Hutan Tanaman

Vol. No. , 201 ,10 4 Desember 3 185 - 199

189

D. Analisis Data

1. Penentuan kerapatan tegakan

2. Penentuan luas bidang dasar tegakan

Analisis data tegakan dilakukan dengan meng-gunakan program yang meliputipenyusunan model struktur tegakan berdasarkan

kerapatan (pohon ha ) dan bidang dasar (m ha )tegakan dengan limit diameter 10 cm untukkelompok jenis Dipterocarpaceae (terbagi dalamkelompok jenis spp. dan Dipterocarpa-ceae non Shorea) dan non Dipterocarpaceae.Metode penyusunan model struktur tegakan me-liputi (a) pemeriksaan data ( ),(b) pemilihan model ( ) dilakukanpada 12 plot contoh, (c) pengujian keabsahan( ) dilakukan pada 36 plot contohlain (36 ha) dan (d) penerapan model. Modelfamili sebaran yang dicobakan meliputi familisebaran eksponensial, gamma, lognormal danWeibull. Pemilihan famili sebaran yang dianggapterbaik berdasarkan nilai fungsi kemungkinanmaksimum (Suhendang, 1985). Model yang ter-pilih kemudian diterapkan untuk menentukankerapatan tegakan dan luas bidang dasar tegakan.

Jika adalah total jumlah pohon per hektar,adalah fungsi kepekatan model sebaran

terpilih, adalah diameter pohon (cm), makajumlah pohon per hektar dalam kelas diame-ter ke- ( ) dengan adalah nilai tengah

kelas diameter ke- diformulasikan (Suhen-dang, 1985) sebagai berikut :

pohon per hektar .... (1)

dimana k = selang kelas diameter

Jika adalah jumlah pohon dalam kelas

diameter ke- , yang dihitung dengan meng-gunakan model sebaran terpilih, i adalah

spreadsheet

Shorea

data exploratorymodel selection

model validation

Nf(x)

x

i N x

i

N

ix

-1 2 -1

i i

i

2

-2

( )i

i

kx

kix

N f x dx

2

4i i iG x N

titik tengah kelas diameter ke- , maka luasbidang dasar tegakan kelas diameter ke-diformulasikan (Suhendang, 1985) sebagaiberikut :

m /ha

Penilaian karakteristik tegakan tinggal dila-kukan dengan membandingkan variasi kon-disi hutan dengan menggunakan uji beda ni-lai rataan (uji t). Untuk menilai bentuk hubu-ngan antara jangka waktu pemulihan setelahpenebangan dengan kerapatan dan bidangdasar tegakan dilakukan analisis regresi. Per-samaan regresi yang dicobakan adalah per-samaan linear, polinomial, eksponensial danlogaritma. Kriteria pemilihan persamaan ter-baik berdasarkan nilai koefisien regresi ( )

dan koefisien determinasi ( ) tertinggi sertanilai standar error (SE) terkecil (Steel danTorrie, 1995).

Fluktuasi kondisi kerapatan (pohon ha ) dan

bidang dasar (m ha ) tegakan hutan alam setelahpenebangan meningkat mendekati kondisi awaltegakan sebelum penebangan yang berupa hutanprimer, seiring jangka waktu setelah penebangan(Gambar 3). Tingkat kerapatan tegakan hutanalam bekas tebangan telah mendekati kondisihutan primer pada 9 tahun setelah penebangan,sedangkan berdasarkan nilai bidang dasar tega-kan kondisi dicapai pada 11 tahun setelah pene-bangan.

ii

r

R

2

-1

2 -1

2

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Kerapatan dan bidang dasar tegakan

Keragaan Hutan Dipterocarpaceae denganPendekatan Model Struktur Tegakan

Farida Herry Susanty, Endang Suhendang, I Nengah Surati Jaya dan Cecep Kusmana

190

0

100

200

300

400

500

600

HP 1 3 5 7 9 11 13 15 17

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

(Period after logging (years))

RIL 50

RIL 60

CNV

HP

0

10

20

30

40

HP 1 3 5 7 9 11 13 15 17

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

(Period after logging (years))

RIL 50 RIL 60

CNV HP

Gambar ( ) 3. Kondisi tegakan dengan teknik penebangan yang berbeda berdasarkan (a) kerapatan

tegakan rataan (pohon ha ) dan (b) bidang dasar rataan (m ha )

Figure

(Stand condition

with different logging technique based on (a) mean stand density (trees ha ) and (b)

mean basal area (m ha ))

-1 2 -1

-1

2 -1

Pada tegakan hutan 17 setelah penebangan

mempunyai kesamaan sebesar 66,7 77,8% di-bandingkan dengan hutan primer berdasarkantingkat kerapatan dan luas bidang dasar tegakan-nya. Jika dibandingkan dengan kondisi sebelumpenebangan, pemulihan tegakan setelah 17 tahuncenderung positif berdasarkan tingkat kerapatan

(93 102%) dan bidang dasar tegakan (81,088,8%). Fluktuasi kerapatan tegakan dan bidangdasar tegakan pada masing-masing plot peneli-tian berdasarkan kelompok jenis Dipterocarpa-ceae dan non Dipterocarpaceae mempunyai ke-cenderungan yang berbeda-beda (Gambar 4 dan5).

��

Jurnal Penelitian Hutan Tanaman

Vol. No. , 201 ,10 4 Desember 3 185 - 199

191

0

50

100

150

200

250

300

HP 1 3 5 7 9 11 13 15 17

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

(Period after logging (years))

RIL50 RIL60

CNV HP

0

100

200

300

400

500

HP 1 3 5 7 9 11 13 15 17

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

(Period after logging (years))

RIL50 RIL60

CNV HP

Gambar ( ) 4. Kerapatan tegakan rataan (pohon ha ) dengan teknik penebangan yang berbedaberdasarkan kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae

( (

Figure

Mean stand density trees ha ) with different logging technique based on speciesgroup (a) Dipterocarps and (b) non Dipterocarps)

-1

-1

Keragaan Hutan Dipterocarpaceae denganPendekatan Model Struktur Tegakan

Farida Herry Susanty, Endang Suhendang, I Nengah Surati Jaya dan Cecep Kusmana

192

0

4

8

12

16

20

HP 1 3 5 7 9 11 13 15 17

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)(Period after logging (years))

RIL 50 RIL 60

CNV HP

0

4

8

12

16

20

HP 1 3 5 7 9 11 13 15 17Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

(Period after logging (years))

RIL 50 RIL 60 CNV HP

Gambar ( ) 5. Luas bidang dasar tegakan rataan (m ha ) dengan teknik penebangan yang berbedaberdasarkan kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae

(

Figure

Mean stand basal area (m ha ) with different logging technique based on speciesgroup (a) Dipterocarps and (b) non Dipterocarps)

2 -1

2 -1

2. Model struktur tegakan

Penyusunan model struktur tegakan hutanDipterocarpaceae dilakukan dengan mencobakan4 model famili sebaran yaitu eksponensial, gam-

ma, lognormal dan weibull (Gambar 6). Penen-tuan fungsi sebaran terpilih dilakukan berdasar-kan nilai fungsi kemungkinan maksimum dariperhitungan 12 plot contoh (12 ha) pada masing-masing kondisi tegakan.

Jurnal Penelitian Hutan Tanaman

Vol. No. , 201 ,10 4 Desember 3 185 - 199

193

Gambar ( ) 6. Perbandingan model struktur tegakan untuk semua jenis pada (a) RIL 50; (b) RIL 60;(c) penebangan konvensional dan (d) hutan primer

Figure(Comparison of stand structure

models for all species on (a) RIL 50; (b) RIL 60; (c) conventional logging and (d)primary forest)

(a)

(b)

(c)

(d)

Keragaan Hutan Dipterocarpaceae denganPendekatan Model Struktur Tegakan

Farida Herry Susanty, Endang Suhendang, I Nengah Surati Jaya dan Cecep Kusmana

Ker

apat

an(p

ohon

ha-

1)

()

Den

sity

(tre

esha-1

)K

erap

atan

(pohon

ha-

1)

()

Den

sity

(tre

esha-1

)K

erap

atan

(pohon

ha-

1)

()

Den

sity

(tre

esha-1

)

Ker

apat

an(p

ohon

ha-

1)

()

Den

sity

(tre

esha-1

)

Kelas diameter (cm)( )Diameter class

Kelas diameter (cm)( )Diameter class

Kelas diameter (cm)( )Diameter class

Kelas diameter (cm)( )Diameter class

0

7,5

12,5

17,5

22,5

27,5

32,5

37,5

42,5

47,5

52,5

57,5

62,5

67,5

72,5

77,5

82,5

87,5

92,5

97,5

102,5

0

7,5

12,5

17,5

22,5

27,5

32,5

37,5

42,5

47,5

52,5

57,5

62,5

67,5

72,5

77,5

82,5

87,5

92,5

97,5

102,5

0

7,5

12,5

17,5

22,5

27,5

32,5

37,5

42,5

47,5

52,5

57,5

62,5

67,5

72,5

77,5

82,5

87,5

92,5

97,5

102,5

0

7,5

12,5

17,5

22,5

27,5

32,5

37,5

42,5

47,5

52,5

57,5

62,5

67,5

72,5

77,5

82,5

87,5

92,5

97,5

102,5

194

Hasil pengujian keabsahan ( )dilakukan pada 36 plot contoh lain (36 ha) ter-hadap model lognormal menunjukkan penerima-an 100% baik untuk kelompok jenis Dipterocar-paceae (termasuk spp. dan Dipterocarpa-ceae non ), non Dipterocar-paceae mau-pun semua jenis. Model famili sebaran Lognor-

model validation

ShoreaShorea

0

5

10

15

20

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95100

Kelas Diameter (cm)(Diameter class (cm))

(Diameter class (cm))

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

0

10

20

30

40

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Kelas Diameter (cm)

(Diameter class (cm))

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

0

20

40

60

80

100

120

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95100

Kelas Diameter (cm)

(Diameter class (cm))Kelas Diameter (cm)

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

Gambar ( ) 7. Model famili sebaran terpilih (lognormal) berdasarkan kerapatan tegakan hutanbekas tebangan (HBT) untuk kelompok jenis (a) spp.; (b) Dipterocarpaceaenon shorea; (c) non Dipterocarpaceae dan (d) semua jenis

Shorea

FigureShorea

(Selected distributionfamily model (lognormal) based on stand density of logged over forests for speciesgroup (a) spp.; (b) Dipterocarps non shorea; (c) non Dipterocarps and (d) allspecies)

(a) (b)

(c)(d)

mal merupakan model terpilih sebagai modelterbaik yang lebih tepat dibandingkan model-model sebaran lain yang dicobakan untuk mene-rangkan struktur tegakan kelompok jenis Dipte-rocarpaceae ( spp. dan Dipterocarpaceaenon shorea), non Dipterocarpaceae serta untuksemua jenis (Gambar 7 8).

Shorea

Jurnal Penelitian Hutan Tanaman

Vol. No. , 201 ,10 4 Desember 3 185 - 199

195

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95100

Kelas Diameter (cm)(Diameter class (cm))

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

(

Kelas Diameter (cm)(Diameter class (cm))

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

0.0

1.0

2.0

3.0

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95100

Kelas Diameter (cm)(Diameter class (cm))

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

0.0

1.0

2.0

3.0

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95100

Kelas Diameter (cm)(Diameter class (cm))

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

(a) (b)

(c) (d)

Gambar ( ) 8. Model famili sebaran terpilih (lognormal) berdasarkan bidang dasar tegakan hutanbekas tebangan (HBT) untuk kelompok jenis (a) spp.; (b) Dipterocarpaceaenon shorea; (c) non Dipterocarpaceae dan (d) semua jenis

Shorea

FigureShorea

(Selected distributionfamily model (lognormal) based on stand basal area of logged over forests forspecies group (a) spp.; (b) Dipterocarps non shorea; (c) non Dipterocarpsand (d) all species)

Analisis regresi hubungan antara jangkawaktu pemulihan selama 17 tahun setelahpenebangan terhadap kerapatan dan bidang dasartegakan pada semua plot penelitian (48 ha)mempunyai korelasi yang rendah (Tabel 1),

Tabel ( ) 1. Persamaan regresi hubungan jangka waktu setelah penebangan (x) terhadap kerapatandan bidang dasar untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae, spp.,Dipterocarpaceae non shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (ND) dan semua jenis (SJ)

Shorea

TableShorea

(Regression equation of period after logging (x) to density and basal area for speciesgroup Dipterocarps, spp., Dipterocarps non shorea (D-s), non Dipterocarps(ND) and all species (SJ)).

dengan varians yang signifikan untuk kelompokjenis Dipterocarpaceae, spp., Dipterocar-paceae non non Dipterocarpaceae dansemua jenis.

ShoreaShorea,

Keragaan Hutan Dipterocarpaceae denganPendekatan Model Struktur Tegakan

Farida Herry Susanty, Endang Suhendang, I Nengah Surati Jaya dan Cecep Kusmana

Kelompok

Jenis

(Species

group )

Fungsi (Kerapatan)

Function (Density)

Fungsi (Bidang dasar)

Function (Basal area)

D Y(K) = 81,274e0,0163x y(B) = 0,0008x 3 – 0,0042x2 – 0,1182x + 6,4719

R² = 0,0624 SE = 0,1436 Pvalue=0,00 R² = 0,0340 SE = 2,2055 Pvalue=0,00

Shorea spp. y(K) = 34,299e 0,0277x y(B) = 0,0003x 3 + 0,0003x 2 – 0,0802x + 3,2581

R² = 0,1561 SE = 0,1462 Pvalue=0,00 R² = 0,087 SE = 0,8725 Pvalue=0,00

D-s y(K) = 45,975e 0,0061x y(B) = 0,0004x 3 – 0,0045x2 – 0,0381x + 3,2138

R² = 0,006 SE = 0,1786 Pvalue=0,49 R² = 0,0092 SE = 1,6743 Pvalue=0,86

nD y(K) = -0,0399x 3 + 0,7509x 2 + 3,1094x + 279,4 y(B) = -0,0016x3 + 0,0493x 2 – 0,2135x + 10,452

R² = 0,2092 SE = 54,7557 Pvalue=0,00 R² = 0,2709 SE =1,8905 Pvalue=0,00

SJ y(K) = 364,87e0,0163x

y(B) = -0,0008x3

+ 0,0451x2

– 0,3317x + 16,924

R² = 0,203 SE = 0,0735 Pvalue=0,00 R² = 0,1696 SE = 3,0345 Pvalue=0,00

196

B. Pembahasan

Hasil uji beda nilai rataan (uji t) untuk kera-

patan tegakan (pohon ha ) pada kondisi awaltegakan (sebelum penebangan berupa hutan pri-mer) tidak mempunyai perbedaan yang signifi-kan pada semua plot penelitian (t < t =

2,0739 dan P >0,05). Kerapatan tegakan plot

penelitian sebesar 461 647 pohon ha dengan

rataan 531 pohon ha . Hasil penelitian Setiawan(2013) di Kalimantan Timur menunjukkan bah-wa kerapatan tegakan pada hutan dengan ber-bagai jangka waktu setelah penebangan sebesar

250 511 pohon ha , sedangkan hasil penelitianMuhdin (2012) menunjukkan kerapatan tegakanhutan alam bekas tebangan di Kalimantan yaitu

113 607 pohon ha . Kondisi plot penelitian jugamendekati hasil Sist dan Ferreira (2007) di Amazon Timur yang menunjukkan tingkat kerapatansebelum penebangan sebesar 480 ± 96,6 pohon

ha dengan luas bidang dasar 28 ± 4 m ha .Sedangkan Gourlet-Fleury . (2004) di FrenchGuiana memperoleh nilai kerapatan tegakan

yang lebih tinggi yaitu sebesar 625 pohon ha .Nilai bidang dasar tegakan pada plot peneli-

tian sebesar 19,35-31,84 m ha dengan rataan

23,68 m ha . Krisnawati (2001) menunjukkanbahwa pada berbagai variasi jangka waktu hutansetelah penebangan di Kalimantan Tengah, me-nunjukkan nilai bidang dasar tegakan 16,4 26,7

m ha , sedangkan Setiawan (2013) menunjukkan

nilai bidang dasar tegakan 12,63 32,57 m ha

dan pada hutan primer sebesar 27,80 32,57 m ha

di Muara Wahau Kalimantan Timur. Berdasarkan tingkat kerapatan dan nilai bidang dasartegakan dengan perbandingan hasil-hasil penelitian sebelumnya untuk wilayah Kalimantan(Krisnawati, 2001; Muhdin, 2012; Setiawan,2013), plot penelitian hutan Labanan mempunyaitingkat kerapatan sedang hingga tinggi.

Tingkat kerapatan tegakan pada 17 tahun sete-lah penebangan untuk kelompok jenis Diptero-carpaceae cenderung lebih dinamis dan belumkembali pada kondisi kerapatan dan bidang dasartegakan awal sebelum penebangan (kerapatan78,8 98,7% dan bidang dasar 51,3 58,7%). Halini menunjukkan pula bahwa tegakan tinggal ma-sih didominansi jenis-jenis non Dipterocarpa-ceae. Hasil yang sama dari penelitian di CordobaArgentina menyatakan bahwa ada kemiripankerapatan pohon antara hutan bekas tebangandengan hutan primer, tetapi hutan bekas tebanganmempunyai nilai bidang dasar yang lebih rendahdibandingkan hutan primer (Bonino dan Araujo,2005). Tingkat pemulihan tegakan bervariasi

-1

-1

-1

-1

-1

-1 2 -1

-1

2 -1

2 -1

2 -1

2 -1

2 -

1

hitung tab(0,05;22)

value

et al

–-

-

-

– –

berdasarkan kondisi awal tegakan, teknik pene-bangan yang diterapkan dan kelompok jenisvegetasi penyusun tegakan hutan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwamodel struktur tegakan dengan famili sebaranlognormal sebagai famili sebaran terbaik dite-rima pada beberapa kelompok jenis di beberapatipe hutan. Dalam Suhendang (1985) pada hutanalam hujan tropika dataran rendah untuk kelom-pok jenis komersial, jenis pohon meluang dansemua jenis di Bengkunat, Lampung memilikimodel struktur tegakan lognormal, begitu puladalam Boreel (2009) untuk kelompok jenis toremdan non torem di pulau Yamdema KabupatenMaluku Tenggara Barat. Untuk kelompok jenisyang sama dengan penelitian ini, Setiawan(2013) menunjukkan bahwa kelompok jenis

, non dansemua jenis pada hutan bekas tebangan dan hutanprimer di Muara Wahau, Kalimantan Timurmempunyai penerimaan model struktur tegakanberbentuk lognormal.

Struktur tegakan hutan tidak seumur mem-punyai pola distribusi tegakan dalam kelas dia-meter yang bervariasi. Davis . (2001),menyatakan bahwa pada tahun 1898 de Lio Courtpertama kali mengemukakan hasil studinya ten-tang distribusi tegakan hutan tidak seumur dalambentuk persamaan eksponensial negatif. Bentukmatematis serupa juga dikemukakan oleh Phillip(1998), dalam bentuk transformasi persamaanlogaritmik. Roedjai (1982) Ibie (1997),meneliti sebaran diameter tegakan hutan tropikabasah di Gunung Meratus Kalimantan Timurdengan menggunakan beberapa metode sebaran,yaitu: normal, eksponensial, binomial dan beta.Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bah-wa model sebaran beta memberikan gambaranterbaik dan lebih realistis dari analisa modelsebaran lainnya. Borota (1991) Ibie (1997)juga menggunakan rumusan fungsi beta untukmenggambarkan sebaran diameter pohon teori-tis, untuk diameter pohon setinggi dada dantinggi pohon pada hutan-hutan alam tropika,antara lain di Ghana, Congo, Gabon, dan Laos.

Suhendang (1985), dari hasil penelitiannya diBengkunat (Lampung), mendapatkan untukjenis-jenis pohon damar asam dan simpur, me-nyebar menurut sebaran Gamma. Hasil peneli-tian Mangkudisastra (1995), tentang strukturtegakan di Aceh menujukan bahwa pada tingkatfamili memiliki sebaran gamma, diterima secarakonsisten. Demikian juga hasil penelitian Udian-syah (1994), tentang penggunaan struktur tega-kan dalam menduga beberapa macam dimensi

Dipterocarpaceae Dipterocarpaceae

et al

dalam

dalam

Jurnal Penelitian Hutan Tanaman

Vol. No. , 201 ,10 4 Desember 3 185 - 199

tegakan hutan tidak seumur di Kampar (Riau),menunjukkan bahwa famili sebaran lognormalditerima secara konsisten. Jenis atau kelompokjenis dalam tegakan mempunyai karakteristikstruktur yang khas karena dipengaruhi oleh kon-disi tempat tumbuh yang spesifik pula.

Sepanjang jangka waktu 17 tahun setelahpenebangan, pola pertumbuhan atau pemulihantegakan ada kecenderungan mempunyai bentukeksponensial dan polinomial untuk kelompokjenis Dipterocarpaceae (baik spp. mau-pun Dipterocarpaceae non shorea). Sehubungan

dengan nilai R yang masih rendah jika hanyamemperhitungkan waktu, maka perlu mem-per-hatikan variable lainnya. Kelompok jenis Dipte-rocarpaceae mempunyai kecenderungan pemuli-han yang lebih rendah dibandingkan kelompokjenis non Dipterocarpaceae. Penilaian karakteris-tik kelompok jenis Dipterocarpaceae sebagaikelompok jenis komersial utama sangat pentingbagi penilaian pemulihan hutan bekas tebangandalam rangka kontinuitas hasil hutan.

Komposisi jenis penyusun tegakan hutanbekas tebangan setelah 17 tahun lebih didomi-nansi oleh kelompok jenis non Dipterocarpaceaeterutama jenis-jenis pioneer. Hal ini menunjuk-kan bahwa pola pertumbuhan tegakan merupa-kan fungsi ekofisiologis termasuk adanya penga-ruh perlakuan yang diberikan (Coates dan Bur-ton, 1997). Jumlah pohon dan struktur tegakanyang menggambarkan tingkat ketersediaan tega-kan pada setiap tingkat pertumbuhan tegakan,diduga berpengaruh terhadap kemam-puanregenerasi atau pertumbuhan tegakan termasukkecepatan pemulihan tegakan (Smith dan Nichols,2005; Muhdin, 2012).

Penilaian pemulihan yang lebih spesifik padatingkat kelompok jenis diperlukan untuk men-dukung prediksi pertumbuhan tegakan hutanyang lebih efektif dengan melibatkan aspek dina-mika karakteristik ekologi (Chertov, 2005). Peni-laian kuantitatif berdasarkan sampling floristikdalam perencanaan dan interpretasi penelitianekologi mempunyai nilai penting dalam aspekkonservasi dan manajemen hutan tropis (Manidan Parthasarathy, 2006). Dalam perencanaanpengelolaan hutan, model-model kuantitatif da-pat digunakan untuk meningkatkan nilai akurasidan validitas proyeksi pengaturan hasil dalammencapai pengelolaan yang berkelanjutan (Phillips

., 2002).

Shorea

et al

2

V. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

1. Tegakan tinggal 17 tahun setelah penebangandengan teknik penebangan yang berbedamempunyai kondisi pemulihan (yang mendekati kondisi awal tegakan sebe-lum penebangan berupa hutan primer ber-dasarkan dimensi statis tegakan (kera-patandan bidang dasar tegakan).

2. Model famili sebaran lognormal dapat digu-nakan untuk menerangkan struktur tegakankelompok jenis Dipterocarpaceae, non Dip-terocarpaceae dan semua jenis.

3. Dimensi kuantitatif tegakan hutan 17 tahunsetelah penebangan akan mendekati kondisihutan primer, tetapi masih didominasi olehkelompok jenis non Dipterocarpaceae ter-utama jenis-jenis pioner.

4. Pemulihan tegakan berdasarkan strukturtegakan untuk kelompok jenis Dipterocar-paceae lebih lambat dibandingkan kelompokjenis non Dipterocarpaceae (tercapai padatahun ke-9 setelah penebangan).

Penilaian pemulihan tegakan setelah pene-bangan dan tindakan silvikultur lainnya berdasar-kan dimensi kuantitatif perlu mempertimbang-kan karakteristik jenis atau kelompok jenis pe-nyusun tegakan hutan.

recovery)

Ashton, P.S. 1982. Dipterocarpaceae.1(9):237-552.

[B2PD] Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. 2012.Kondisi kawasan hutan dengan Tujuan Khu-sus. website : http://diptero.or.id/ ?q=node/18.

Bonino, E.E. and P. Araujo. 2005. Structural Differen-ces between a Primary and a Secondary Forestin the Argentine Dry Chaco and ManagementImplications. Short Communication. ForestEcol Manag. 206:407-412.

Boreel, A. 2009. Struktur Tegakan dan SebaranSpasial Jenis Pohon Torem (

H.J. Lam & B.J.D. Meeuse) diPulau Yamdena Kabupaten Maluku TenggaraBarat tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Chertov, O., A. Komarov, A. Mikhailov, G. An-drienko, N. Andrienko and P. Gatalsky. 2005.Geovisualization of forest simulation mode-ling results: A case study of carbon seques-

Flora Male-siana

Manilkarakanosiensis

197

Keragaan Hutan Dipterocarpaceae denganPendekatan Model Struktur Tegakan

Farida Herry Susanty, Endang Suhendang, I Nengah Surati Jaya dan Cecep Kusmana

tration and biodiversity. Computers and Elec-tronics inAgriculture. 49: 175-191.

Coates, K.D. and P.J. Burton. 1997. A Gap-BasedApproach for Development of SilviculturalSystem to Address Ecosystem ManagementObjectives. Forest Ecol Manag. 99:337-354.

Davis, LS, Johnson, KN, P.S. Bettinger, T.E. Howard.2001. Forest Management. To Sustain Ecolo-gical, Economic and Social Value. FourthEdition. McGraw Hill. NewYork.

[Ditjen Planologi] Direktorat Jenderal PlanologiKehutanan, Kementerian Kehutanan. 2011.Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun2011. Ditjen Planologi Kehutanan. .

[FAO] Food and Agricultural Organization of theUnited Nations. 2001. State of The WorldForest. Rome: FAO.

Gourlet-Fleury, S., J.M. Guehl and O. Laroussinie,2004. Ecology and Management of aNeotropical Rainforest. Lessons Drawn fromParacou, a Long-term experimental researchsite in French Guiana. Elsevier SAS. Paris.

Ibie BF. 1997. Pendugaan Dimensi Tegakan HutanRawa Gambut Sekunder Berdasarkan StrukturTegakan di Aarboretum Nyaru MentengPalangkaraya Tesis. Institut Pertanian Bogor.Bogor. (Tidak dipublikasikan).

Ishida, H., T. Hattori andY. Takeda. 2005. Comparisonof Species Composition and Richness betweenPrimary and Secondary LucidophyllousForests in Two Altitudinal Zones of TsushimaIsland, Japan. Forest Ecol Manag. 213:273-287.

Kariuki, M., R.M. Kooyman, L. Brooks, R.G.B. Smithand J.K. Vanclay. 2006. Modelling Growth,Recruitments and Mortality to Describe andSimulate Dynamics of Subtropical Rainforestsfollowing Different Levels of Disturbance.

1:22-47.

Krisnawati H. 2001. Pengaturan Hasil Hutan TidakSeumur dengan Pendekatan DinamikaStruktur Tegakan (Kasus hutan alam bekastebangan) tesis. Institut Pertanian Bogor.Bogor. (Tidak dipublikasikan).

Lee, H.S., S.J. Davies, J.V. LaFrankie, S. Tan, A. Itoh,T. Yamakura, T. Okhubo and P.S. Ashton.2002. Floristic and Structural Diversity ofMixed Dipterocarp Forest in Lambir HillsNational Park, Sarawak, Malaysia. J Trop ForSci. 14(3):379-400.

Lewis, S.L., O.L. Phillips, D. Sheil, B. Vinceti, T.R.Baker, S. Brown, A.W. Graham, N. Higuchi,D.W. Hilbert, W.F. Laurance, J. Lejoly, Y.Malhi, A. Monteagudo, V.N. Vargas, B. Sonké,N.M.N Supardi, J.W. Terborgh and R.V.

Jakarta

FBMIS.

Martínez. 2004. Tropical forest Tree Mortality,Recruitment and Turnover Rates: Calculation,Interpretation and Comparison when CensusIntervals vary. J Ecol. 92:929-944.

Mangkudisastra C. 1995. Modelling of HorizontalForest Structure in the lowland tropical forestto assess timber dimensions [tesis]. Gottingen:Georg-August-University Gottingen.

Mani, S. and N. Parthasarathy. 2006. Tree DiversityAnd Stand Structure in Inland and CoastalTropical Dry Evergreen Forests of PeninsularIndia. Current Science, Vol. 90 (9): 1238-1246.

Muhdin, E. Suhendang, D. Wahjono, H. Purnomo,Istomo dan B.C.H. Simangunsong. 2008.Keragaman Struktur Tegakan Hutan AlamSekunder. J Man Hut Trop. 16(2):81-87.

Muhdin. 2012. Dinamika Struktur Tegakan HutanTidak Seumur untuk Pengaturan Hasil HutanKayu Berdasarkan Jumlah Pohon (Kasus padaareal bekas tebangan hutan alam hujan tropikadataran rendah tanah kering di Kalimantan)Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor(Tidak dipublikasikan).

Naito, Y., M. Kanzaki, H. Iwata, K. Obayashi, S.L.Lee, N. Muhammad, T. Okuda and Y. Tsumura.2008. Density-Dependent Selfing and ItsEffects on Seed Performance in a TropicalCanopy Tree Species,(Dipterocarpaceae). Forest Ecol Manag.256:375-383.

Phillips MS. 1998. Measuring Trees and Forest.Second Edition. CAB International.

Phillips, P.D., I. Yasman, T.E. Brash and P.R. vanGardingen. 2002. Grouping Tree Species forAnalysis of Forest Data in Kalimantan(Indonesian Borneo). Forest Ecol Manag.157:205-216.

Prodan, M. 1968. . Gardiner SH,penerjemah. Oxford: Pergamon Press.

Setiawan, A. 2013. Keragaan Struktur Tegakan danKepadatan Tanah pada Tegakan Tinggal diHutan Alam Produksi. Disertasi. InstitutPertanian Bogor. Bogor (Tidak dipublikasi-kan).

Sist, P. and F.N. Ferreira. 2007. Sustainability ofReduced-Impact Logging in the EasternAmazon. Forest Ecology and Management243:199-209.

Sist, P, R. Fimbel, D. Sheil, R. Nasi and M.H.Chevallier. 2003. Towards sustainablemanagement of mixed Dipterocarp forests ofSouth-East Asia: Moving beyond minimumdiameter cutting limits. Environ Conserv.30(4):364-374.

Shorea acuminata

Forest Biometrics

198

Jurnal Penelitian Hutan Tanaman

Vol. No. , 201 ,10 4 Desember 3 185 - 199

Smith, R.G.B. and J.D. Nichols. 2005. Patterns ofBasal Area Increment, Mortality and Recruit-ment were Related to Logging Intensity inSubtropical Rainforest in Australia over 35years. Forest Ecol Manag. 218:319-328.

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie JH. 1995. Prinsip danProsedur Statistika. Suatu PendekatanBiometrik. Sumantri B. penerjemah PTGramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari:Principles and Procedures of Statistics. Ed ke-2. Jakarta.

Suhendang, E. 1985. Studi Model Struktur TegakanHutan Alam Hujan Tropika Dataran Rendah di

Bengkunat. Provinsi Daerah Tingkat ILampung Tesis. Institut Pertanian Bogor.Bogor. (Tidak dipublikasikan).

Suhendang, E. 1997. Penentuan Periode PengukuranOptimal untuk Petak Ukur Permanen di HutanAlam Tanah Kering. J Man Hut Trop. 3(1):1-12.

Udiansyah. 1994. Studi Efisiensi PenggunaanStruktur Tegakan dalam Menduga BeberapaDimensi Tegakan. Kalimantan Scientiae.33(12):67-72.

Vanclay, J.K. 2003. Growth Modelling and YieldPrediction for Sustainable Forest Manage-ment. he Malaysian Forester. 66(1):58-69.T

199

Keragaan Hutan Dipterocarpaceae denganPendekatan Model Struktur Tegakan

Farida Herry Susanty, Endang Suhendang, I Nengah Surati Jaya dan Cecep Kusmana