KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL … · batas hidrogeologi di mana semua kejadian...

54
<Lampiran > KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN DI BIDANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH MENTERI ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 6 dan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, perlu menetapkan Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerin- tahan di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah; b. bahwa Pedoman Teknis sebagai-mana dimaksud dalam huruf a dapat digunakan oleh Badan Legislatif Daerah maupun Badan Eksekutif Darah dalam menetapkan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan air bawah tanah; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Pertambangan (LN Tahun 1967 Nomor 22, TLN Nomor 2831); 2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (LN Tahun 1974 Nomor 65, TLN Nomor 3046); 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber-daya Alam Hayati dan Ekosis- temnya (LN Tahun 1990 Nomor 49, TLN Nomor 3419); 4. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (LN Tahun 1992 Nomor 115, TLN Nomor 3501); 5. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (LN Tahun 1997 Nomor 41, TLN Nomor 3685); 6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Transcript of KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL … · batas hidrogeologi di mana semua kejadian...

<Lampiran>

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000

TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN

DI BIDANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH

MENTERI ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL,

Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 6 dan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, perlu menetapkan Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerin-tahan di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah;

b. bahwa Pedoman Teknis sebagai-mana dimaksud dalam huruf a dapat digunakan oleh Badan Legislatif Daerah maupun Badan Eksekutif Darah dalam menetapkan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan air bawah tanah;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Pertambangan (LN Tahun 1967 Nomor 22, TLN Nomor 2831);

2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (LN Tahun 1974 Nomor 65, TLN Nomor 3046);

3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber-daya Alam Hayati dan Ekosis-temnya (LN Tahun 1990 Nomor 49, TLN Nomor 3419);

4. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (LN Tahun 1992 Nomor 115, TLN Nomor 3501);

5. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (LN Tahun 1997 Nomor 41, TLN Nomor 3685);

6. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Ling-kungan Hidup (LN Tahun 1997 Nomor 68, TLN Nomor 3699);

7. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (LN Tahun 1999 Nomor 54, TLN Nomor 3833);

8. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (LN Tahun 1999 Nomor 60, TLN Nomor 3839);

9. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (LN Tahun 1999, Nomor 72, TLN Nomor 3848);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (LN Tahun 1982 Nomor 37, TLN Nomor 3225);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah (LN Tahun 1997 Nomor 54, TLN Nomor 3691);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (LN Tahun 1999 Nomor 59, TLN Nomor 3838);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (LN Tahun 2000 Nomor 54, TLN Nomor 3952);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi (LN Tahun 2000 Nomor 63, TLN Nomor 3955);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyeleng- garaan Jasa Konstruksi (LN Tahun 2000 Nomor 64, TLN Nomor 3956);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyeleng-garaan Pembinaan Jasa Konstruksi (LN Tahun 2000 Nomor 65, TLN Nomor 3957);

17. Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 1972 tentang Pengaturan, Pengurusan dan Penguasaan Uap Geotermal, Sumber Air Bawah Tanah dan Mata Air Panas;

18. Keputusan Presiden omor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

19. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000 tentang

Susunan Kabinet Periode Tahun 1999 sampai dengan 2004;

20. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1748 Tahun 1992 tanggal 31 Desember 1992 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 169 Tahun 1998 tanggal 17 Februari 1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi;

MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PEDO-MAN TEKNIS PENYELENG-GARAAN TUGAS PEMERIN-TAHAN DI BIDANG PENGELO-LAAN AIR BAWAH TANAH.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1. Departemen adalah Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2. Direktoral Jenderal adalah Direktorat Jenderal yang bidang tugasnya meliputi

bidang air bawah tanah. 3. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) adalah lembaga

sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000. 4. Asosiasi adalah asosiasi perusahaan pengeboran air bawah tanah atau

asosiasi juru bor air bawah tanah yang telah mendapat akreditasi dari LPJK sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.

5. Badan Usaha adalah lembaga swasta atau pemerintah yang salah satu kegiatannya melaksanakan usaha dibidang air bawah tanah.

6. Perusahaan Pengeboran air bawah tanah adalah Badan Usaha yang sudah mendapat izin untuk ber-gerak dalam bidang pengeboran air bawah tanah.

7. Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi air bawa tanah.

8. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang mempunyai kewenangan di bidang air bawah tanah.

9. Gubernur adalah Gubernur sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun

1999. 10. Bupati adalah Bupati sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999. 11. Walikota adalah Walikota sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun

1999. 12. Air bawah tanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan pengandung

air di bawah permukaan tanah, termasuk mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah.

13. Pengelolaan air bawah tanah adalah pengelolaan dalam arti luas mencakup segala usaha inventarisasi, pengaturan, pemanfaatan, perizinan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan serta konservasi air bawah tanah.

14. Hak guna air adalah hak untuk memperoleh dan menggunakan air bawah tanah untuk keperluan tertentu.

15. Cekungan air bawah tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologi di mana semua kejadian hidrogeologi seperti proses pengimbuhan, pengaliran, pelepasan air bawah tanah berlangsung.

16. Akuifer atau lapisan pembawa air adalah lapisan batuan jenuh air di bawah permukaan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air dalam jumlah cukup dan ekonomis.

17. Pengambilan air bawah tanah adalah setiap kegiatan pengambilan air bawah tanah yang dilakukan dengan cara penggalian, pengeboran, atau dengan cara membuat bangunan penurap lainnya untuk dimanfaatkan airnya dan atau tujuan lain.

18. Inventarisasi air bawah tanah adalah kegiatan pemetaan. penyelidikan, penelitian, eksplorasi, evaluasi, pengumpulan dan pengelolaan data air bawah tanah.

19. Konservasi air bawah tanah adalah pengelolaan air bawah tanah untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara serta mempertahankan mutunya.

20. Pencemaran air bawah tanah adalah masuknya atau dimasukkannya unsur, zat. komponen fisika, kimia atau biologi ke dalam air bawah tanah oleh kegiatan manusia atau oleh proses alami yang mengakibatkan mutu air bawah tanah turun sampai ke tingkat tertentu sehingga tidak lagi sesuai dengan peruntukannya.

21. Pembinaan adalah segala usaha yang mencakup pemberian pengarahan, petunjuk, bimbingan, pelatihan dan penyuluhan dalam pelaksanaan pengelolaan air bawah tanah.

22. Pengendalian adalah segala usaha yang mencakup kegiatan pengaturan, penelitian dan pemantauan pengambilan air bawah tanah untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana demi menjaga kesinambungan ketersediaan dan mutunya.

23. Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin tegaknya peraturan perundang-undangan pengelolaan air bawah tanah.

24. Persyaratan teknik adalah ketentuan teknik yang harus dipenuhi untuk melakukan kegiatan di bidang air bawah tanah.

25. Prosedur adalah tahapan dan mekanisme yang harus dilalui dan diikuti untuk melakukan kegiatan di bidang air bawah tanah,

26. Pedoman adalah acuan di bidang air bawah tanah yang bersifat umum yang harus dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan daerah setempat.

27. Sumur pantau adalah sumur yang dibuat untuk memantau muka dan atau mutu air bawah tanah pada akuifer tertentu.

28. Jaringan sumur pantau adalah kumpulan sumur pantau yang tertata berdasarkan kebutuhan pemantauan terhadap air bawah tanah pada suatu cekungan air bawah tanah.

BAB II

ASAS DAN LANDASAN Pasal 2

1. Pengelolaan air bawah tanah didasarkan atas asas-asas : a. fungsi sosial dan nilai ekonomi; b. kemanfaatan umum; c. keterpaduan dan keserasian; d. keseimbangan; e. kelestarian; f. keadilan; g. kemandirian; h. transparansi dan akuntabilitas publik.

2. Teknis pengelolaan air bawah tanah berlandaskan pada satuan wilayah cekungan air bawah tanah.

3. Hak atas air bawah tanah adalah hak guna air.

BAB III PENGELOLAAN

Pasal 3

1. Pengelolaan cekungan air bawah tanah yang berada di dalam satu wilayah

Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota. 2. Pengelolaan cekungan air bawah tanah yang melintasi wilayah Propinsi atau

Kabupaten/Kota ditetapkan oleh masing-masing Gubernur atau Bupati/Walikota berdasarkan kesepakatan Bupati/Walikota yang bersangkutan dengan dukungan koordinasi dan fasilitasi dari Gubernur.

3. Teknis pengelolaan air bawah tanah dilakukan melalui tahapan kegiatan : a. inventarisasi; b. perencanaan pendayagunaan; c. konservasi; d. peruntukan pemanfaatan; e. perizinan; f. pembinaan dan pengendalian; g. pengawasan.

BAB IV INVENTARISASI

Pasal 4

1. Kegiatan Inventarisasi meliputi kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian, eksplorasi, evaluasi, pengumpulan dan pengelolaan data air bawah tanah yang meliputi :

a. sebaran cekungan air bawah tanah dan geometri akuifer; b. kawasan imbuh (recharge area) dan lepasan (discharge area); c. karakteristik akuifer, dan potensi air bawah tanah; d. pengambilan air bawah tanah; e. data lain yang berkaitan dengan air bawah tanah.

2. Semua data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah milik negara yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum.

3. Kegiatan inventarisasi air bawah tanah dilakukan dengan memperhatikan kepentingan umum dan Pemerintah dalam rangka penyusunan rencana atau pola induk pengembangan terpadu air bawah tanah dan pemanfaatannya.

4. Inventarisasi air bawah tanah dalam rangka pengelolaan air bawah tanah dilaksanakan oleh Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota.

5. Pelaksanaan kegiatan evaluasi potensi air bawah tanah dilakukan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan Menteri ini.

BAB V

PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN Pasal 5

Kegiatan perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dilaksanakan sebagai dasar pengelolaan air bawah tanah pada satuan wilayah cekungan air bawah tanah.

Pasal 6 1. Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5, didasarkan pada hasil pengolahan dan evaluasi data inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

2. Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dalam rangka pengelolaan, pemanfaatan dan perlindungan air bawah tanah dilaksanakan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota dan melibatkan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Pelaksanaan perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dilakukan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Keputusan Menteri ini.

4. Pelaksanaan penentuan debit pengambilan air bawah tanah dan penentuan debit penurapan mataair dilakukan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Keputusan Menteri ini

BAB VI

KONSERVASI Pasal 7

1. Untuk mencegah terjadinya kerusakan air bawah tanah, lingkungan keberadaannya dan lingkungan sekitarnya, serta untuk perlindungan dan pelestarian air bawah tanah, maka perlu dilakukan upaya konservasi air bawah tanah.

2. Konservasi air bawah tanah bertumpu pada asas kemanfaatan, kesinambungan ketersediaan, dan kelestarian air bawah tanah, serta lingkungan keberadaannya.

3. Pelaksanaan konservasi air bawah tanah didasarkan pada : a. kajian identifikasi dan evaluasi cekungan air bawah tanah; b. kajian kawasan imbuh (recharge area) dan lepasan (discharge area); c. perencanaan pemanfaatan; d. informasi hasil pemantauan perubahan kondisi air bawah tanah.

Pasal 8 1. Dalam upaya konservasi air bawah tanah dilakukan pemantauan terhadap

perubahan muka dan mutu air bawah tanah melalui sumur pantau. 2. Penetapan jaringan sumur pantau dalam satu cekungan air bawah tanah

lintas Propinsi dan atau Kabupaten/Kota dilakukan berdasarkan kesepakatan Bupati/Walikota yang bersangkutan dengan dukungan koordinasi dan fasilitasi Gubernur.

3. Bupati/Walikota sesuai lingkup kewenangan masing-masing menetapkan jaringan sumur pantau pada cekungan air bawah tanah dalam satu wilayah Kabupaten/Kota.

Pasal 9 1. Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota melakukan upaya konservasi air

bawah tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. 2. Gubernur, Bupati/Walikota dalam mengelola air bawah tanah bertanggung

jawab memelihara kelestarian lingkungan keberadaan air bawah tanah dan lingkungan sekitarnya.

3. Setiap pemegang izin pengambilan air bawah tanah dan izin pengambilan mata air, wajib melaksanakan konservasi air bawah tanah sesuai dengan fungsi kawasan yang ditetapkan sesuai tata ruang wilayah yang bersangkutan.

BAB VII

PERUNTUKAN PEMANFAATAN Pasal 10

1. Peruntukan pemanfaatan air bawah tanah untuk keperluan air minum merupakan prioritas utama di atas segala keperluan lain.

2. Urutan prioritas peruntukan air bawah tanah adalah sebagai berikut : a. air minum; b. air untuk rumah tangga; c. air untuk peternakan dan pertanian sederhana; d. air untuk industri; e. air untuk irigasi; f. air untuk pertambangan; g. air untuk usaha perkotaan;

h. air untuk kepentingan lainnya. 3. Urutan prioritas peruntukan pemanfaatan air bawah tanah sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) dapat berubah dengan memperhatikan kepentingan umum dan kondisi setempat.

4. Peruntukan pemanfaat air bawah tanah ditetapkan oleh Gubernur, Bupati/Walikota sesuai lingkup kewenangan masing-masing.

BAB VIII

PERIZINAN Pasal 11

1. Kegiatan eksplorasi, pengeboran termasuk penggalian, penurapan dan pengambilan air bawah tanah hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh izin.

2. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari : a. izin eksplorasi air bawah tanah; b. izin pengeboran air bawah tanah; c. izin penurapan mata air; d. izin pengambilan air bawah tanah e. izin pengambilan mata air.

3. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan oleh Bupati/Walikota berdasarkan hasil kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 6 dan Pasal 10.

Pasal 12 1. Prosedur pemberian izin eksplorasi air bawah tanah dilakukan sesuai dengan

pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Keputusan Menteri ini. 2. Prosedur pemberian izin pengeboran dan izin pengambilan air bawah tanah

dilakukan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Keputusan Menteri ini.

3. Prosedur pemberian izin penurapan mataair dan izin pengambilan mataair dilakukan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI Keputusan Menteri ini.

Pasal 13 1. Pengeboran air bawah tanah hanya dapat dilakukan oleh :

a. Badan Usaha yang mempunyai Izin Perusahaan Pengeboran Air

Bawah Tanah dan juru bornya telah mendapatkan Surat Izin Juru Bor. b. Instansi/Lembaga Pemerintah yang instalasi bornya telah mendapat

Surat Tanda Instalasi Bor dari Asosiasi, dan telah memperoleh registrasi dari LPJK sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Izin usaha perusahaan pengeboran air bawah tanah (SIPPAT) dan izin juru bor (SIJB) diberikan oleh Bupati/Walikota, sesuai lingkup kewenangan masing-masing setelah mendapatkan sertifikat klasifikasi dan kualifikasi dari Asosiasi dan telah memperoleh registrasi dari LPJK.

3. Prosedur pemberian izin perusahaan pengeboran air bawah tanah dilakukan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII Keputusan Menteri ini.

4. Prosedur pemberian izin juru bor air bawah tanah dilakukan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII Keputusan Menteri ini.

Pasal 14 1. Pengambilan air bawah tanah untuk keperluan air minum dan air rumah

tangga sampai batas-batas tertentu tidak diperlukan izin. 2. Pengaturan batas-batas tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di

atas ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati/Walikota. BAB IX PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN Pasal 15

1. Menteri, Gubernur dan Bupati/ Walikota sesuai lingkup kewenangan masing-masing melakukan upaya pembinaan pendayagunaan pengambilan air bawah tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pengendalian dan pengawasan dalam rangka kegiatan eksplorasi air bawah tanah, pengeboran dan atau penurapan mata air, pengambilan air bawah tanah dan pencemaran serta kerusakan lingkungan air bawah tanah dilakukan oleh Bupati/Walikota dan masyarakat.

3. Pedoman teknik pengawasan pelaksanaan konstruksi sumur produksi air bawah tanah dilaksanakan sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX Keputusan Menteri ini.

Pasal 16 Bupati/Walikota menangguhkan setiap pengambilan air bawah tanah yang

mengganggu keseimbangan air bawah tanah setempat dan atau terjadinya kerusakan lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB X PEMBIAYAAN

Pasal 17

1. Setiap pengambilan dan atau pemanfaatan air bawah tanah dikenakan pungutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pembiayaan kegiatan konservasi air bawah tanah dibebankan kepada APBD dan atau APBN yang berasal dari pungutan air bawah tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan sumber dana lainnya.

3. Persyaratan teknik penentuan nilai perolehan air dari pemanfaatan air bawah tanah sebagai dasar dalam penetapan pajak pemanfaatan air bawah tanah sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran X Keputusan Menteri ini.

BAB XI

DATA AIR BAWAH TANAH Pasal 18

1. Data air bawah tanah yang didapat dari pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1), disampaikan kepada Direktur Jenderal.

2. Semua data yang ada pada instansi/Lembaga Pemerintah dan Swasta yang belum pernah disampaikan kepada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dilaporkan kepada pemberi izin dengan tembusan kepada Direktur Jenderal.

3. Data sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) secara nasional dikumpulkan dan dikelola oleh Direktur Jenderal.

4. Direktorat jenderal merupakan pusat data dan informasi air bawah tanah yang terbuka untuk umum.

5. Gubernur dan atau Bupati/Walikota mengumpulkan dan mengelola data serta informasi air bawah tanah dan disampaikan kepada Direktur Jenderal.

6. Data air bawah tanah yang didapat dari pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, wajib disampaikan kepada Direktur Jenderal sesuai dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI Keputusan Menteri ini.

BAB XII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 19

Semua izin dalam bidang air bawah tanah yang telah diterbitkan sebelum ditetapkan Keputusan Menteri ini, masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya izin yang bersangkutan.

BAB XIII

PENUTUP Pasal 20

Kebijakan dalam bentuk pengaturan kewenangan dan pedoman-pedoman lainnya yang dipandang perlu dan belum tercantum dalam Pedoman Teknis ini akan diatur dan ditetapkan kemudian.

Pasal 21 Dengan ditetapkan Keputusan Menteri ini, maka :

1. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 02.P/101/M.PE/ 1994 tentang Pengurusan Administratif Air Bawah Tanah;

2. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1945.K/101./M.PE/1995 tentang Pedoman Pengelolaan air Bawah Tanah Untuk Daerah Tingkat II;

3. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1946.K/101/M.PE/1995 tentang Perizinan Pengeboran dan Pengambilan Air Bawah Tanah. Untuk Kegiatan Usaha Pertambangan dan Energi dan Peraturan Pelaksanaannya, dinyatakan tidak berlaku

Pasal 22 Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 November 2000

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ttd.

Purnomo Yusgiantoro

Tembusan :

1. Presiden Republik Indonesia 2. Wakil Presiden Republik Indonesia 3. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian 4. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah 5. Menteri Negara Lingkungan Hidup 6. Sekretaris Jenderal Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral 7. Inspektur Jenderal Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral. 8. Para Direktur Jenderal di Lingkungan Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral. 9. Para Gubernur di seluruh Indonesia 10. Para Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.

<Lampiran>  

1

LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor : 1451 K/10/MEM/2000 Tanggal : 3 November 2000

PEDOMAN TEKNIS EVALUASI POTENSI AIR BAWAH TANAH

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peran sumberdaya air bawah tanah semakin lama semakin penting dan strategis, karena menyangkut kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak dalam berbagai aktivitas masyarakat. Agar pemanfaatan sumberdaya air bawah tanah dapat dilakukan secara berkelanjutan dengan tetap mempertimbangkan potensi ketersediaan dan perubahan-perubahan yang terjadi akibat pemanfaatannya tidak menimbulkan dampak negatif yang berarti baik bagi air bawah tanah maupun lingkungan di sekitarnya, maka diperlukan evaluasi potensi air bawah tanah sebagai dasar perencanaan dan pengembangannya. Oleh karena itu, sebagai perangkat pendukung diperlukan pedoman teknis evaluasi potensi air bawah tanah.

B. Maksud dan Tujuan

Pedoman teknis evaluasi potensi air bawah tanah ini dimaksudkan sebagai acuan dalam pelaksanaan evaluasi potensi air bawah tanah dengan skala 1 : 100.000 atau lebih besar, dalam rangka perencanaan dan pengembangan air bawah tanah. Tujuan evaluasi potensi air bawah tanah adalah untuk mengoptimalkan pengambilan air bawah tanah yang berasaskan antara lain kemanfaatan, kesinambungan, dan pelestarian air bawah tanah.

C. Ruang Lingkup

Pedoman teknis evaluasi potensi air bawah tanah ini meliputi metode dan tahapan evaluasi; ketentuan umum; kegiatan evaluasi potensi air bawah tanah yang meliputi pengumpulan data, evaluasi geometri dan konfigurasi sistem akuifer berikut parameter-parameternya, jumlah dan mutu air bawah tanah, penentuan daerah imbuh dan daerah lepasan, penentuan tingkat potensi air bawah tanah, dan pelaporan.

D. Metode dan Tahapan Evaluasi

Evaluasi potensi air bawah tanah dilakukan dengan metode gabungan antara deduktif, empirik, analitik, dan estimasi kuantitatif, dengan melalui tahapan-tahapan : 1. Pengumpulan data air bawah tanah dan yang berkaitan, baik data primer maupun

sekunder; 2. Evaluasi dan analisis data terkumpul; 3. Penyusunan peta-peta tematik dan peta potensi air bawah tanah; 4. Penyusunan laporan.

E. Sasaran

Sasaran yang akan dicapai adalah tersedianya informasi potensi air bawah tanah dengan tingkatan maju (advance), dalam arti informasi tersebut sudah mengandung evaluasi yang semi-kuantitatif hingga kuantitatif sehingga layak dipakai acuan untuk perencanaan dan pengembangan dalam pendayagunaan air bawah tanah.

2

II. PENGERTIAN

1. Air bawah tanah tak tertekan atau air bawah tanah bebas adalah air bawah tanah yang terdapat dalam akuifer tak tertekan;

2. Air bawah tanah tertekan atau air bawah tanah artois adalah air bawah tanah yang terdapat dalam akuifer tertekan;

3. Akuifer tak tertekan adalah akuifer yang dibatasi di bagian atasnya oleh muka air bertekanan sama dengan tekanan udara luar (1 atmosfer) dan di bagian bawahnya oleh lapisan kedap air; muka air bawah tanah pada akuifer ini disebut muka air preatik;

4. Akuifer tertekan atau akuifer artois adalah akuifer yang dibatasi di bagian atas dan bawahnya oleh lapisan kedap air; muka air bawah tanah pada akuifer ini disebut muka pisometrik yang mempunyai tekanan lebih besar dari tekanan udara luar;

5. Akuifer semi-tertekan atau akuifer bocor adalah akuifer yang dibatasi di bagian atasnya oleh lapisan lambat air dan di bagian bawahnya oleh lapisan kedap air; muka air bawah tanah pada akuifer ini disebut muka pisometrik yang mempunyai tekanan lebih besar dari tekanan udara luar;

6. Akuiklud atau lapisan kedap air adalah suatu lapisan jenuh air yang mengandung air tetapi tidak mampu melepaskannya dalam jumlah berarti;

7. Akuitar atau lapisan lambat air adalah suatu lapisan sedikit lulus air yang tidak mampu melepaskan air dalam arah mendatar, tetapi melepaskan air cukup berarti ke arah vertikal;

8. Akuifug atau lapisan kebal air adalah suatu lapisan kedap air yang tidak mampu mengandung dan meneruskan air;

9. Uji pemompaan adalah salah satu cara untuk menentukan karakteristik hidraulika akuifer dan non-akuifer yang bertindak sebagai penekan;

10. Koefisien kelulusan (k) adalah angka yang menunjukkan kemampuan meluluskan air di dalam rongga-rongga batuan tanpa mengubah sifat-sifat airnya; dengan dimensi [panjang/waktu], misal [m/detik];

11. Koefisien keterusan (T) adalah angka yang menunjukkan banyaknya air yang dapat mengalir melalui suatu bidang vertikal setebal akuifer, selebar satu satuan panjang dengan landaian hidraulika 100 %; dengan dimensi [panjang2/waktu], misal [m2/hari];

12. Kapasitas jenis (Qs) adalah debit air yang diperoleh pada setiap penurunan muka air bawah tanah sepanjang satu satuan panjang dalam suatu sumur pompa pada akhir periode pemompaan; dengan dimensi [panjang3/waktu/panjang], misal [liter/detik/m];

13. Serahan jenis (Sy) adalah volume air yang dibebaskan atau diberikan oleh suatu satuan isi akuifer jika dapat meniris (mengalir sendiri) secara bebas oleh gaya berat. atau kesarangan efektif adalah perbandingan dalam persen ( % ) antara air yang dapat diambil dari tanah atau batuan yang jenuh air dan volume total tanah atau batuan;

14. Koefisien simpanan (S) adalah volume air yang dilepaskan dari atau dimasukkan ke dalam akuifer setiap satu satuan luas akuifer pada satu satuan perubahan kedudukan muka air bawah tanah; koefisien cadangan tidak berdimensi [-];

15. Debit optimum (Qopt) adalah volume air yang dapat dikeluarkan dalam setiap satuan waktu tertentu tanpa menimbulkan kerusakan pada akuifer yang disadap; dengan dimensi [panjang3/waktu], misal [liter/detik];

16. Daur hidrologi adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan peredaran air dalam keadaannya yang berupa bahan cair, uap air, dan padat dari lautan ke udara, dari udara ke daratan, di atas permukaan daratan atau di bawah tanah dan kembali ke laut;

17. Limpasan permukaan (RO) adalah air yang mencapai sungai tanpa mencapai permukaan air bawah tanah, yakni curah hujan dikurangi sebagian dari besarnya infiltrasi, air yang tertahan dan genangan; dengan dimensi [panjang3/waktu], misal [liter/detik];

18. Evapotranspirasi atau penguap-keringatan (ET) adalah jumlah penguapan dan pengeringatan yang berasal dari permukaan yang basah (permukaan air atau tanah

3

terbuka) dan tetumbuhan ke dalam atmosfera; dengan dimensi [panjang/waktu], misal [mm/tahun];

19. Hidrograf muka air bawah tanah adalah grafik yang menggambarkan hubungan antara kedudukan muka air bawah tanah dan waktu;

20. Peta potensi cekungan air bawah tanah adalah bentuk ungkapan informasi yang menggambarkan dimensi, geometri dan karakteristik akuifer dan non akuifer serta jumlah ketersediaan dan mutu air bawah tanah.

III. EVALUASI POTENSI AIR BAWAH TANAH

Evaluasi potensi air bawah tanah merupakan kegiatan lanjutan setelah evaluasi hidrogeologi berskala regional, yakni pemetaan hidrogeologi sistematis skala 1 : 250.000. Evaluasi potensi air bawah tanah ini didasarkan atas cekungan air bawah tanah dengan skala lebih besar atau sama dengan 1 : 100.000.

Evaluasi potensi air bawah tanah mencakup kegiatan :

A. Pengumpulan Data

1. Data Primer air bawah tanah dan yang berkaitan dikumpulkan secara in-situ,

yakni dari suatu kegiatan survei lapangan meliputi :

a. Pengamatan dan pemutakhiran data geologi;

b. Evaluasi titik minatan hidrogeologi dan hidrologi meliputi sumur gali, sumur pasak, sumur bor, mataair dan fasilitas lain yang serupa (rembesan, kolam, danau, rawa, sungai);.

c. Pengukuran geofisika;

d. Pengeboran sumur eksplorasi;

e. Uji pemompaan pada sumur eksplorasi dan sumur terpilih;

f. Pengambilan contoh air bawah tanah untuk analisis fisika, kimia, maupun bakteriologi.

2. Data Sekunder air bawah tanah dan yang berkaitan dikumpulkan dari berbagai

sumber, meliputi :

a. Peta topografi dan peta geologi skala 1 : 100.000 atau lebih besar;

b. Data hasil kegiatan pengeboran;

c. Data hasil pengukuran geofisika;

d. Data fisik dan kimia air bawah tanah;

e. Data hidroklimatologi;

f. Data hidrologi berupa aliran sungai dan air permukaan lainnya;

g. Data jenis tanah dan tanaman penutup serta tata guna lahan;

h. Data penggunaan air bawah tanah.

4

B. Penentuan Geometri Cekungan dan Konfigurasi Sistem Akuifer

1. Geometri cekungan air bawah tanah meliputi :

a. Penentuan batas lateral cekungan air bawah tanah berikut tipenya;

b. Penentuan batas vertikal bagian atas dan bagian bawah cekungan air bawah tanah.

2. Konfigurasi sistem akuifer meliputi :

a. Penentuan sebaran lateral akuifer dan non-akuifer disajikan dalam suatu bentuk peta tematik, misal Peta Satuan Hidrogeologi (Map of Hydrogeological Units).

b. Penentuan sebaran vertikal sistem akuifer dan non-akuifer yang mempunyai karakteristik hidrolika yang relatif sama, misal kedudukan muka air bawah tanahnya, dikelompokkan menjadi satu sistem (akuifer atau non-akuifer) dilakukan dengan cara :

1) Membuat penampang hidrogeologi;

2) Menentukan kedalaman bagian atas sistem akuifer;

3) Menentukan kedalaman bagian bawah sistem akuifer.

c. Penentuan model konseptual sistem akuifer berdasarkan butir a dan b di atas untuk memudahkan di dalam penghitungan neraca air pada cekungan air bawah tanah tersebut.

C. Penentuan Parameter Akuifer dan Non Akuifer

Parameter akuifer dan non-akuifer yang ditentukan meliputi :

1. Koefisien kelulusan (k) suatu akuifer atau non-akuifer ditentukan berdasarkan :

a. uji lapangan melalui uji akuifer, uji peker (packer test), dan uji perkolasi;

b. uji laboratorium dengan metode falling head, constant head, dan analisis ukuran butir;

c. metode deduktif dilakukan dengan memperhatikan macam, sifat-sifat fisik, dan penyusun utama batuan serta membandingkannya dengan koefisien kelulusan yang terdapat dalam berbagai sumber.

2. Koefisien keterusan (T) dari suatu akuifer atau non-akuifer ditentukan dengan :

a. uji lapangan dilakukan melalui uji akuifer;

b. metode gabungan antara deduktif dan analitis dilakukan dengan mengalikan koefisien kelulusan (k) hasil deduksi dan ketebalan akuifer (D).

3. Koefisien simpanan (S) dari suatu akuifer atau non-akuifer ditentukan melalui uji akuifer.

5

D. Penentuan Jumlah Air Bawah Tanah

Penentuan jumlah air bawah tanah dilakukan melalui penghitungan parameter-parameter jumlah sebagai berikut :

1. Imbuhan air bawah tanah ke dalam suatu akuifer secara kuantitatif, antara lain dengan metode persentase curah hujan (precipitation percentage), neraca khlorida (chloride balance), dan hidrograf sumur (well hydrograph);

2. Aliran air bawah tanah yang masuk ke dalam suatu cekungan air bawah tanah atau yang ke luar dari cekungan dihitung antara lain dengan jaring aliran (flow net) dan menerapkan persamaan Darcy;

3. Debit optimum yang dihasilkan dari setiap sistem akuifer di suatu cekungan air bawah tanah ditentukan dengan dua cara, yakni :

a. Uji sumur, untuk menentukan parameter sumur yang meliputi debit optimum (Qopt) dan debit jenis (Qs);

b. Estimasi kuantitatif dilakukan untuk menentukan Qopt areal pada suatu cekungan air bawah tanah dilakukan melalui tahapan :

1) Penentuan ketebalan (D) setiap sistem akuifer;

2) Penentuan koefisien kelulusan (k) setiap sistem akuifer;

3) Penentuan koefisien keterusan (T) setiap sistem akuifer;

4) Penentuan debit jenis (Qs) setiap sistem akuifer;

5) Penentuan debit optimum (Qopt) setiap sumur pada setiap sistem akuifer dengan menurunkan muka air bawah tanah sampai kedudukan kritis.

4. Jarak minimum antar sumur ditentukan agar debit optimum pada setiap sumur yang dibuat dapat dicapai yang ditentukan berdasarkan uji pemompaan yang dilengkapi dengan sumur-sumur pengamat (observation wells);

Neraca air pada suatu cekungan air bawah tanah dilakukan untuk menentukan angka besaran beberapa komponen daur hidrologi (hydrologic cycle) yang dilakukan sebagai berikut :

a. Analisis data hidroklimatologi untuk memperoleh besaran komponen daur hidrologi, yakni curah hujan areal (P), evapotranspirasi (ET), dan limpasan permukaan (R );

b. Penghitungan neraca air untuk menentukan jumlah air bawah tanah dilakukan dengan mempertimbangkan model konseptual sistem akuifer pada cekungan air bawah tanah yang dikaji, komponen daur hidrologi, dan menerapkan persamaan neraca air.

E. Penentuan Mutu Air Bawah Tanah

Dilakukan melalui :

1. Evaluasi hidrokimia untuk mendapatkan informasi tentang asal usul (genesa), kecepatan dan arah pergerakan, dan imbuhan serta lepasan air bawah tanah;

2. Evaluasi bakteriologi untuk mengetahui kandungan bakteri patogen dan coli di dalam air bawah tanah dengan tujuan untuk mendeteksi polusi biologi terhadap air bawah tanah serta menguji kelayakan penggunaannya untuk keperluan air minum;

6

3. Evaluasi peruntukan untuk mengetahui kelayakan penggunaan air bawah tanah bagi berbagai keperluan seperti air minum, rumah tangga, industri, dan pertanian.

F. Penentuan Daerah Imbuh dan Daerah Lepasan Air Bawah Tanah

Dilakukan dengan cara menumpang-tindihkan (overlay) antara peta muka preatik dan peta muka pisometrik. Garis perpotongan antara muka preatik dan muka pisometrik adalah garis engsel (hinge line) tersebut merupakan batas antara daerah imbuh dan daerah lepasan;

Apabila data muka preatik dan muka pisometrik tidak tersedia secara memadai, penentuan batas antara daerah imbuh dan daerah lepasan dilakukan dengan cara pendekatan yang mengacu kepada konsepsi-konsepsi hidrogeologi yang berlaku.

G. Penentuan Tingkat Potensi Air Bawah Tanah

Tingkat potensi air bawah tanah di suatu cekungan disajikan dalam Peta Potensi Air Bawah Tanah skala 1 : 100.000 atau lebih besar, yang menyajikan penilaian secara areal tentang kemungkinan pengembangan air bawah tanah untuk keperluan air minum. Kemungkinan pengembangan air bawah tanah didasarkan atas 2 (dua) kelompok kriteria yang berkaitan dengan penilaian jumlah dan mutu air bawah tanah.

1. Kelompok Kriteria Jumlah

Jumlah air bawah tanah yang dapat dieksploitasi dinilai berdasarkan harga parameter akuifer dan parameter sumur secara areal (areal values), meliputi koefisien keterusan (T), debit jenis (Qs), dan debit optimum (Qopt).

Berdasarkan kriteria jumlah, dibedakan menjadi 3 (tiga) kelas yakni :

a. Besar, jika debit optimum setiap sumur lebih dari 10 liter/detik;

b. Sedang, jika debit optimum setiap sumur antara 2.0 - 10 liter/detik;

c. Kecil, jika debit optimum setiap sumur kurang dari 2.0 liter/detik.

Pada setiap kelas di atas, perlu ditentukan jarak minimum antar sumur agar debit optimum dapat dicapai.

2. Kelompok Kriteria Mutu

Dari sisi mutu, kelayakan air bawah tanah untuk keperluan air minum didasarkan atas kandungan unsur/senyawa anorganik utama seperti besi (Fe), mangan (Mn), khlorida (Cl), nitrat (NO3), nitrit (NO2), sulfat (SO4), derajat keasaman (pH), dan jumlah zat padat terlarut (TDS), menurut standar Departemen Kesehatan (Tabel 1).

Tabel 1 . Standar Air Minum DepKes untuk Unsur / Senyawa Kimia Utama

Unsur / Senyawa

Nilai Maksimum yang Disarankan [mg/liter]

Nilai Maksimum yang Diperbolehkan [mg/liter]

Fe Mn Cl

NO3 NO2 SO4 PH

0,1

0,05 200

- -

200 -

0,1 0,5 600 20 0,0 400 7,5

7

TDS

500 1.500

Berdasarkan kriteria mutu, dibedakan menjadi 3 (tiga) kelas yakni :

a. Baik, jika kandungan unsur/senyawa anorganik di dalam air bawah tanah di bawah nilai maksimum yang disarankan;

b. Sedang, jika kandungan unsur/senyawa anorganik di dalam air bawah tanah antara nilai maksimum yang disarankan dan nilai maksimum diperbolehkan;

c. Jelek, jika kandungan unsur/senyawa anorganik di dalam air bawah tanah di atas nilai maksimum yang diperbolehkan.

3. Wilayah Potensi Air Bawah Tanah

a. Berdasarkan kriteria jumlah dan mutunya, pada setiap sistem akuifer dapat dibedakan menjadi 4 (empat) wilayah potensi air bawah tanah, yakni (Gambar 1) :

1) Tinggi, jika setiap sumur yang dibuat (dengan jarak antar sumur tertentu) menghasilkan Qopt lebih dari 10 liter/detik dengan mutu air baik;

2) Sedang, jika setiap sumur yang dibuat (dengan jarak antar sumur tertentu) menghasilkan Qopt antara 2,0 - 10 liter/detik atau lebih dari 10 liter/detik dengan mutu air baik - sedang;

3) Rendah, jika setiap sumur yang dibuat (dengan jarak antar sumur tertentu) menghasilkan Qopt kurang dari 2,0 liter/detik dengan mutu air baik - sedang;

4) Nihil, jika setiap sumur yang dibuat menghasilkan air dengan mutu jelek.

b. Dalam suatu cekungan air bawah tanah, di mana di dalamnya dijumpai 2 (dua) sistem akuifer, yakni sistem akuifer dangkal (tak tertekan) dan sistem akuifer dalam (tertekan), maka tingkat potensi di cekungan tersebut diketahui dengan cara menumpang-tindihkan (overlay) antara tingkat potensi pada sistem akuifer dangkal dan sistem akuifer dalam.

MUTU

JUMLAH

BAIK di bawah nilai

maksimum yang disarankan

SEDANG antara nilai

maksimum disarankan dan maksimum diperbolehkan

JELEK di atas nilai

maksimum yang diperbolehkan

BESAR Qopt > 10 liter/detik

TINGGI (biru)

SEDANG Qopt = 2.0 – 10

liter/detik

S E D A N G (hijau)

KECIL Qopt < 2.0 liter/detik R E N D A H

N I H I L

(orange)

Gambar 1 . Matriks Potensi Air Bawah Tanah

IV. pelaporan

Hasil akhir dari evaluasi potensi air bawah tanah dituangkan dalam bentuk laporan tertulis yang berisi uraian pembahasan dan dilengkapi dengan sajian :

A. Peta utama berupa Peta Potensi Cekungan Air Bawah Tanah Skala 1 : 100.000 atau lebih besar, yang di dalamnya memberikan informasi tentang wilayah potensi,

8

konfigurasi dan parameter sistem akuifer, parameter sumur, daerah imbuh dan daerah lepasan;

B. Peta-peta hidrogeologi tematik skala 1 : 100.000 atau lebih besar, antara lain Peta Morfologi, Peta Satuan Hidrogeologi, Peta Kedalaman Bagian Atas Sistem Akuifer, Peta Kedalaman Bagian Bawah Sistem Akuifer, Peta Ketebalan Sistem Akuifer, dan Peta Muka Air Bawah Tanah, dan Peta Mutu Air Bawah Tanah;

C. Gambar, sketsa, grafik, dan tabel hasil analisis dan penghitungan.

Menteri Energi dan Sumber daya Mineral

ttd

Purnomo Yusgiantoro

404

Lampiran II Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

LAMPIRAN II KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALN O M O R : 1451 K/10/MEM/2000TANGGAL : 3 November 2000

PEDOMAN TEKNIS PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN AIR BAWAH TANAH

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air bawah tanah saat ini sudah tidaklagi merupakan komoditi bebas tetapi telahmenjadi komoditi ekonomi yang mempunyaiperan penting bahkan di beberapa tempatmenjadi strategis.

Pemanfaatan air bawah tanah yangterus meningkat dapat menimbulkan dampaknegatif terhadap air bawah tanah itu sendirimaupun lingkungan di sekitarnya, diantaranyaberkurangnya jumlah dan mutu air bawah tanah,penyusupan air laut dan amblesan tanah.

Agar pemanfaatannya dapat optimaltanpa menimbulkan dampak negatif, makadiperlukan pedoman perencanaan pendaya-gunaan air bawah tanah.

B. Maksud dan Tujuan

Pedoman ini dimaksudkan sebagaiacuan dalam pendayagunaan air bawah tanahyang berwawasan lingkungan.

Tujuannya adalah untuk menyera-gamkan kesatuan tindak perencanaan pendaya-gunaan air bawah tanah sehingga pemanfaatanair bawah tanah dapat dilakukan secarabijaksana sesuai dengan rencana peruntukan,prioritas pemanfaatan dan potensi keter-sediaannya.

II. PENGERTIAN

1. Pendayagunaan air bawah tanah adalahpemanfaatan air bawah tanah secara optimaldan berkelanjutan.

2. Daerah imbuh air bawah tanah adalah suatuwilayah di mana proses pengimbuhan air tanahberlangsung, yang ditandai oleh kedudukanmuka preatik lebih tinggi dari pada mukapisometrik;

3. Daerah lepasan air bawah tanah adalah suatuwilayah di mana proses pelepasan air bawahtanah berlangsung, yang ditandai olehkedudukan muka preatik lebih rendah dari padamuka pisometrik;

4. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan(AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besardan penting suatu usaha dan/atau kegiatanpengambilan air bawah tanah yangdirencanakan pada lingkungan hidup yangdiperlukan bagi proses pengambilan keputusanserta penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan.

5. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) adalahdokumen yang mengandung upaya penanganandampak terhadap lingkungan hidup yangditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/ataukegiatan pengambilan air bawah tanah.

6. Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) adalahdokumen yang mengandung upaya pemantauankomponen lingkungan hidup yang terkenadampak akibat dari rencana usaha dan ataukegiatan pengambilan air bawah tanah.

III. TAHAPAN PERENCANAAN PENDAYAGUNAANAIR BAWAH TANAH

Perencanaan pendayagunaan air bawahtanah yang berwawasan lingkungan didasarkan padatahapan yang mencakup inventarisasi potensi airbawah tanah, perencanaan pemanfaatan, perizinan,pengawasan dan pengendalian, serta konservasi airbawah tanah.

A. Inventarisasi Potensi Air Bawah Tanah

Iventarisasi potensi air bawah tanahmerupakan fungsi paling menentukan dalampendayagunaan air bawah tanah yangberwawasan lingkungan karena ketersediaandan potensi air bawah tanah suatu daerahditentukan oleh faktor alami, merupakan sesuatuyang diterima apa adanya sebesar kemampuanalam itu sendiri.

Langkah awal dari inventarisasi potensiair bawah tanah adalah inventarisasi seluruhaspek air bawah tanah yang ada untukmengetahui potensinya melalui kegiatanpemetaan, penyelidikan, penelitian, eksplorasidan evaluasi, mengumpulkan dan mengeloladata air bawah tanah.

Kegiatan inventarisasi di atas dilakukanmelalui pengumpulan, evaluasi, dan analisisdata untuk memperoleh :

405

Lampiran II Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

1. informasi batas cekungan air bawah tanah;

2. informasi dimensi, geometri dan parameterakuifer;

3. informasi mengenai daerah imbuh dandaerah lepasan air bawah tanah;

4. informasi jumlah air bawah tanah;

5. informasi mutu air bawah tanah;

6. informasi jumlah pengambilan air bawahtanah;

7. informasi lainnya yang diperlukan

Mengingat sifat dari air bawah tanahyang dinamis maka diperlukan pemutakhiraninformasi-informasi tersebut di atas sesuaidengan perkembangan pengambilan air bawahtanah.

Dari hasil kegiatan inventarisasi tersebutmaka akan diperoleh informasi potensisumberdaya air bawah tanah.

B. Perencanaan Pemanfaatan Air Bawah Tanah

Penyusunan perencanaan pemanfaatan airbawah tanah untuk memenuhi suatu permintaandapat dilakukan dengan mempertimbangkan :

1. kebutuhan air bawah tanah untuk jangkapanjang berdasarkan perkembangan peman-faatan air bawah tanah yang telah ada danrencana pengembangan air tanah selanjutnya;

2. rekaan (model simulasi matematis) kondisihidrogeologi mirip keadaan alami;

3. perencanaan pemanfaatan air bawah tanahdalam kurun waktu tertentu sesuai kuotapengambilan air bawah tanah yang amansehingga pemanfaatannya tidak sampaimenimbulkan dampak negatif;

4. pemanfaatan air bawah tanah untuk memenuhipermintaan harus lebih kecil atau maksimumsama dengan daya dukung ketersediaannyasecara alami;

5. Lokasi-lokasi yang kondisi lingkungan airbawah tanahnya telah rawan atau kritisdilakukan pengaturan pengambilan sertaperuntukannya lebih lanjut sesuai kemampuanketersediaannya serta bagi yang telah ada wajibdilakukan pengurangan debit pengambilan.

C. Perizinan

Kegiatan pengeboran atau penurapanmatair dan pengambilan air bawah tanah dapatdilakukan setelah memperoleh izin pengambilanair bawah tanah atau izin pengambilan mata air(SIPA) dengan ketentuan sebagai berikut :

1. peruntukan pemanfaatan air bawah tanah untukkeperluan air minum dan rumah tangga adalahmerupakan prioritas utama di atas segalakeperluan lain;

2. pemanfaatan air bawah tanah pada akuifer bebas,diprioritaskan untuk keperluan air minum danrumah tangga;

3. pengambilan air bawah tanah untuk keperluanlain tidak mengganggu keperluan untuk rumahtangga.

4. dalam pengaturan pemanfaatan didasarkan atasurutan prioritas peruntukan serta memperhatikankepentingan umum dan kondisi setempat.

Izin-izin tersebut selain sebagaiperwujudan aspek legalitas juga dimaksudkan untukmembatasi pengambilan air bawah tanah melaluiketentuan-ketentuan teknis yang harus dipatuhi olehpemegang izin, agar pengambilan air bawah tanahsesuai dengan daya dukung ketersediaannya secaraalami.

D. Pengawasan dan Pengendalian

Keberhasilan pendayagunaan air bawahtanah yang berwawasan lingkungan sangattergantung pada fungsi pengawasan danpengendalian sehingga keberlanjutan pemanfaatanair bawah tanah dapat terwujud.

1. Pengasawan

Kegiatan pengawasan meliputi :

a. Pengawasan pelaksanaan persyaratanteknik yang tercantum dalam SIP dan SIPA;

b. Pengawasan terhadap pelaksanaan UKLdan UPL atau AMDAL

c. Pengawasan terhadap kemungkinanterjadinya pencemaran dan kerusakanlingkungan air bawah tanah

2. Pengendalian

Kegiatan pengendalian meliputi :

a. Kegiatan pemantauan

1) Pemantauan jumlah dan mutu air bawahtanah;

2) Pemantauan dampak lingkungan akibatpendayagunaan air bawah tanah;

3) Pemantauan perubahan penggunaandan fungsi lahan.

b. Pembuatan peta pengendalian peng-ambilan air bawah tanah yang mencakuppenentuan :

1) Zonasi air bawah tanah (aman, rawan,kritis, dan rusak);

406

Lampiran II Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

2) Kedalaman akuifer yang aman untukdisadap;

3) Kuota debit pengambilan air bawahtanah berdasarkan potensi keterse-diaannya;

4) Debit pengambilan air bawah tanahberdasarkan peruntukannya

c. Melakukan pengenaan sanksi administra-tif dan sanksi hukum sesuai denganperaturan perundangan yang berlakuterhadap pelaksanaan pengeboran dan ataupengguna air bawah tanah apabila terjadikerusakan lingkungan akibat pengambilanair bawah tanah.

E. Konservasi Air Bawah Tanah

Konservasi air bawah tanah adalahpengelolaan air bawah tanah untuk menjaminpemanfaatannya secara bijaksana dan menjaminketersediaannya dengan tetap memelihara sertameningkatkan mutunya. Pada dasarnya merupakantindakan yang perlu dilakukan dalampendayagunaan sumber daya air bawah agarpemanfaatannya dapat optimum danberkesinambungan tanpa menimbulkan dampaknegatif terhadap kondisi dan lingkungansumberdaya air bawah tanah tersebut.

Upaya teknik yang dapat dilakukan dalampelaksanaan konservasi air bawah tanah meliputi :

1. memaksimalkan pengimbuhan air bawah tanah;

2. pengaturan pengambilan air bawah tanah;

3. perlindungan air bawah tanah.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

ttd

Purnomo Yusgiantoro

407

Lampiran III Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

LAMPIRAN III KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALN O M O R : 1451 K/10/MEM/2000TANGGAL : 3 November 2000

PEDOMAN TEKNIS PENENTUAN DEBIT PENGAMBILANAIR BAWAH TANAH

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengambilan air bawah tanah perludilakukan secara terkendali denganmempertimbangkan asas kemanfaatan,kesinambungan ketersediaan, keadilan dankelestarian air bawah tanah beserta lingkungankeberadaannya.

Salah satu aspek penting dalampengendalian air bawah tanah adalah penentuandebit pengambilan yang diperbolehkan, olehkarena itu diperlukan pedoman penentuan debitpengambilan air bawah tanah.

B. Maksud dan Tujuan

Pedoman teknis penentuan debitpengambilan air bawah tanah dimaksudkansebagai acuan dalam menentukan besarnya debitpengambilan agar sesuai dengan daya dukungketersediaannya.

Tujuannya adalah sebagai dasarpenentuan debit pengambilan air bawah tanahyang dituangkan dalam surat izin pengambilanair bawah tanah (SIPA).

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pedoman ini meliputipenentuan debit pengambilan air bawah tanahpada akuifer tidak tertekan dan akuifer tertekanserta debit penurapan mataair.

II. PENGERTIAN

1. Karakteristik akuifer adalah sifat dasar darihidraulik suatu akuifer, diantaranya nilaiketerusan, nilai kelulusan, nilai koefisiensimpanan.

2. Produktivitas akuifer adalah kemampuan akuifermenghasilkan air bawah tanah dalam jumlahtertentu.

3. Muka air bawah tanah adalah permukaan airbawah tanah didalam sumur dihitung dari mukatanah setempat atau muka laut.

4. Peta hidrogeologi skala > 1 : 100.000 adalahbentuk ungkapan informasi yang menggam-barkan pelamparan akuifer dan non akuifer

bersama-sama dengan kondisi geologi, curahhujan, tampilan air permukaan, kemungkinanluah sumur dan hidrokimia pada akuifer endapanpermukaan dan akuifer batuan dasar, untukmemahami rezim air bawah tanah suatu daerah/wilayah/kawasan.

5. Peta konservasi cekungan air bawah tanahadalah bentuk ungkapan informasi yangmenggambarkan pengaturan kedalamanpenyadapan, pembatasan debit sumur produksi,pengaturan peruntukan pemanfaatan, sertazonasi kondisi air bawah tanah aman, rawan,kritis atau rusak.

6. Peta buaian muka air bawah tanah adalah bentukungkapan informasi yang menggambarkanperbedaan kedudukan muka air bawah tanahpada akuifer tidak tertekan pada saat kedudukankedalaman maksimum dan minimum suatudaerah/wilayah/kawasan.

7. Peta jaringan aliran air bawah tanah adalahbentuk ungkapan informasi yang menggam-barkan lebar akuifer, garis kesamaan muka airbawah tanah, arah aliran air bawah tanah sertajumlah air bawah tanah pada setiap segmenaliran air bawah tanah suatu daerah/wilayah/kawasan.

III. PENENTUAN DEBIT PENGAMBILAN AIRBAWAH TANAH PADA AKUIFER TIDAKTERTEKAN

Penentuan debit pengambilan air bawahtanah pada akuifer tidak tertekan denganmempertimbangkan :

1. Peta Hidrogeologi Skala > 1 : 100.000

Dari peta ini dapat diperoleh gambaran secarakualitatif / semi kuantitatif mengenai satuanhidrogeologi dan kemungkinan luah sumurpada akuifer tidak tertekan dan hidrokimia airbawah tanah tidak tertekan;

2. Peta Potensi Cekungan Air Bawah Tanah Skala> 1 : 100.000

Dari peta ini dapat diperoleh informasi secarasemi-kuantitatif / kuantitatif mengenai kedalamanakuifer tidak tertekan, muka air bawah tanah tidaktertekan, debit optimum dan jarak antar sumur,dan mutu air bawah tanah tidak tertekan;

408

Lampiran III Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

3. Peta Kedalaman Muka Air Bawah Tanah TidakTertekan Skala > 1 : 50.000

Dari peta ini dapat diperoleh informasikedudukan muka air bawah tanah maksimum(musim penghujan), muka air bawah tanahminimum (musim kemarau) serta besar buaianmuka air bawah tanah dan arah alirannya;

4. Peta Jaringan Aliran Air Bawah Tanah TidakTertekan Skala > 1 : 50.000

Dari peta ini dapat diperoleh informasi rincimengenai lebar akuifer, garis kesamaan mukaair bawah tanah, arah aliran air bawah tanahserta jumlah aliran air bawah tanah pada setiapsegmen;

5. Peta Konservasi Cekungan Air Bawah TanahSkala > 1 : 50.000

Peta ini khusus digunakan pada daerah yangpengambilan air bawah tanahnya telah intensif.Dari peta ini diperoleh informasi mengenaidaerah-daerah yang pengambilan air bawahtanah pada akuifer tidak tertekan yang perludibatasi;

6. Hasil Uji Pemompaan

Dari hasil analisis data uji pemompaan dapatdiperoleh informasi mengenai debitpengambilan air bawah tanah optimum sesuaikondisi air bawah tanah setempat.

Atas dasar pertimbangan tersebut di atas,debit maksimum pengambilan air bawah tanah padaakuifer tidak tertekan yang diperbolehkan adalahsama dengan pengambilan yang menyebabkanpenurunan muka air bawah tanahnya sebesar 60%dari tebal air pada saat muka air bawah tanah mini-mum.

IV. PENENTUAN DEBIT PENGAMBILAN AIRBAWAH TANAH PADA AKUIFER TERTEKAN.

Penentuan debit air bawah tanah pada akuifertertekan dengan mempertimbangkan :

1. Peta Hidrogeologi Skala > 1: 100.000

Dari peta ini dapat diperoleh gambaran secarakualitatif/semi kuantitatif mengenai satuanhidrogeologi dan kemungkinan luah sumurpada akuifer tertekan dan hidrokimia air bawahtanah tertekan;

2. Peta Potensi Cekungan Air Bawah Tanah Skala> 1 : 100.000

Dari peta ini dapat diperoleh informasi secarasemi-kuantitatif/kuantitatif mengenai kedalamanakuifer tertekan, muka air bawah tanah tertekan,debit optimum dan jarak antar sumur, dan mutuair bawah tanah tertekan;

3. Peta Jaringan Aliran Air Bawah Tanah TertekanSkala > 1 : 50.000

Dari peta ini dapat diperoleh informasi rinci

mengenai lebar akuifer, garis kesamaan mukaair bawah tanah, arah aliran air bawah tanahserta jumlah aliran air bawah tanah pada setiapsegmen;

4. Peta Konservasi Cekungan Air Bawah TanahSkala > 1 : 50.000

Peta ini khusus digunakan pada daerah yangpengambilan air bawah tanahnya intensif. Daripeta ini dapat diperoleh informasi mengenaidaerah-daerah yang pengambilan air bawahtanah pada akuifer tertekan yang perlu dibatasi;

5. Hasil Uji Pemompaan

Dari hasil analisis data uji pemompaan dapatdiperoleh informasi mengenai debit optimumpengambilan air bawah tanah pada akuifertertekan sesuai kondisi air bawah tanahsetempat.

Atas dasar pertimbangan tersebut di atas,debit maksimum pengambilan air bawah tanah padaakuifer tertekan yang diperbolehkan adalah samadengan pengambilan yang menyebabkan penurunanmuka air bawah tanah hingga kedalaman bagianatas lapisan penekan (confining layer), yaitu lapisankedap air atau lapisan lambat air yang menutupiakuifer tertekan tersebut.

V. PENENTUAN DEBIT PENURAPAN MATAAIR

Penentuan debit penurapan mataair denganmempertimbangkan :

1. Peta Hidrogeologi Skala > 1 : 100.000

Dari peta ini diperoleh informasi mengenailokasi, debit mataair, mutu air, dan jenis mataair;

2. Data debit mataair

Data debit mataair yang diperlukan adalah debitbulanan minimum dan bulanan maksimum,sekurang-kurangnya selama periode pengukuran1 (satu) tahun;

3. Pengambilan air bawah tanah dari mataairdiperhitungkan berdasarkan debit aliran secaraalamiah, dalam arti tidak dilakukan denganrekayasa teknik untuk meningkatkan debitpengambilan dengan mengubah carapemunculannya;

4. Data pemanfaatan mataair yang telah ada sepertiuntuk irigasi dan air minum serta rumah tanggabagi penduduk sekitar.

Atas dasar pertimbangan tersebut di atas,maka debit maksimum penurapan mataair adalahdebit minimum mataair yang keluar secara alamiahdikurangi dengan debit pemanfaatan yang telah ada.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

ttd

Purnomo Yusgiantoro

409

Lampiran IV Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

LAMPIRAN IV KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALN O M O R : 1451 K/10/MEM/2000TANGGAL : 3 November 2000

PROSEDUR PEMBERIAN IZIN EKSPLORASIAIR BAWAH TANAH

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumberdaya air bawah tanah saat inisudah tidak lagi merupakan komoditi bebasnamun telah menjadi komoditi ekonomi yangmempunyai peran vital bahkan di beberapatempat strategis.

Di lain pihak pemanfaatan air bawahtanah yang terus meningkat dalam menunjangpembangunan telah memberikan dampak negatifterhadap sumberdaya air bawah tanah itusendiri, seperti penurunan muka air bawahtanah, penurunan mutu air bawah tanah,penyusupan air laut maupun amblesan tanah.

Oleh sebab itu diperlukan prosedurpemberian izin eksplorasi air bawah tanah agardata dan informasi air bawah tanah dapatdiperoleh secara akurat untuk dipergunakandalam perencanaan pemanfaatan air bawah tanahyang berwawasan lingkungan.

B. Maksud dan Tujuan

Prosedur pemberian izin eksplorasi airbawah tanah ini dimaksudkan sebagai acuanyang perlu dilaksanakan dalam rangkapemberian izin eksplorasi air bawah tanah.

Tujuannya adalah untuk menye-ragamkan kesatuan tindak dalam pemberian izineksplorasi air bawah tanah, sehingga data daninformasi yang diperoleh dapat dimanfaatkanbagi perencanaan pemanfaatan air bawah tanah.

II. PENGERTIAN

1. Eksplorasi air bawah tanah adalah penyelidikanair bawah tanah detail untuk menetapkan lebihteliti/seksama tentang sebaran dan karakteristiksumber air tersebut.

2. Perusahaan pengeboran air bawah tanah adalahBadan Usaha yang sudah mendapat izin untukbergerak dalam bidang pengeboran air bawahtanah.

3. Sumurbor produksi adalah sumurbor yang dibuatuntuk mengambil air bawah tanah pada satuatau lebih akuifer.

4. Badan usaha adalah lembaga swasta ataupemerintah yang salah satu kegiatannyamelaksanakan usaha dibidang air bawah tanah.

III. PROSES ADMINISTRASI IZIN EKSPLORASIAIR BAWAH TANAH

A. Ketentuan Umum

1. Untuk kegiatan eksplorasi pada cekunganair bawah tanah diperlukan persyaratanteknik.

2. Persyaratan teknik untuk kegiataneksplorasi air bawah tanah pada cekunganair bawah tanah lintas Propinsi dan/atauKabupaten/Kota dikeluarkan ataskesepakatan Bupati/Walikota yangbersangkutan dengan dukungan koordinasidan fasilitasi Gubernur.

3. Badan Usaha atau Instansi/LembagaPemerintah yang terbukti melakukankegiatan eksplorasi air bawah tanah tanpaizin dikenakan sanksi sesuai dengan per-aturan perundang-undangan yang berlaku.

B. Izin Eksplorasi Air Bawah Tanah

1. Persyaratan, meliputi :

a. Pengajuan proposal kegiatan yangberisi :

1) Maksud dan Tujuan Kegiatan;

2) Rencana kerja dan peralatan;

3) Peta topografi skala 1 : 50.000 yangmencantumkan lokasi rencanaeksplorasi air bawah tanah;

4) Daftar tenaga ahli dalam bidangair bawah tanah yang dimiliki;

5) Salinan atau fotocopy Surat IzinPerusahaan Pengeboran Air BawahTanah (SIPPAT), Surat TandaInstalasi Bor (STIB) dan Surat IzinJuru Bor (SIJB) yang sah jika akanmelakukan pengeboran eksplorasiair bawah tanah yang dilaksanakanoleh Badan Usaha;

6) Salinan atau fotocopy STIB danSIJB yang sah jika akan melakukanpengeboran eksplorasi air bawahtanah yang dilaksanakan olehInstansi/Lembaga Pemerintah.

b. Persyaratan lain yang ditetapkan olehBupati/Walikota.

410

Lampiran IV Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

2. Apabila persyaratan permohonan lengkapmaka berdasarkan persyaratan teknikdiberikan izin eksplorasi air bawah tanahkepada pemohon, atau permohonan izinditolak dengan alasan penolakannya.

3. Di dalam izin eksplorasi air bawah tanahdicantumkan ketentuan yang wajibdilaksanakan oleh pemegang izin :

a. masa berlaku izin;

b. permohonan perpanjangan izin harusdiajukan sebelum jangka waktu izinberakhir;

c. hanya dapat melaksanakan satu rencanakegiatan untuk setiap permohonan;

d. jika sumurbor eksplorasi dijadikansumurbor produksi maka pihak pemakaisumurbor tersebut harus mendapatkansurat izin pengambilan air bawah tanahdari Bupati/Walikota, sedangkan jikasumur tidak digunakan wajib ditutup.

e. hasil kegiatan eksplorasi air bawahtanah wajib dilaporkan kepada Bupati/Walikota.

f. ketentuan lain yang ditetapkan olehBupati/Walikota.

C. Perpanjangan Izin Eksplorasi Air BawahTanah

1. Izin eksplorasi air bawah tanah dapatdiperpanjang dengan mengajukan :

a. Proposal kegiatan lanjutan yangberisi :

1) salinan/fotocopy izin eksplorasi airbawah tanah yang akan berakhirmasa berlakunya;

2) alasan permohonan perpanjanganizin;

3) maksud dan tujuan kegiatanlanjutan;

4) rencana kerja lanjutan;

b. Persyaratan lain yang ditetapkan olehBupati/Walikota.

2. Jika melewati batas waktu yang telahditetapkan dari masa berlakunya izin, makaizin tidak dapat diperpanjang.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

ttd

Purnomo Yusgiantoro

411

Lampiran V Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

LAMPIRAN V KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALN O M O R : 1451 K/10/MEM/2000TANGGAL : 3 November 2000

PROSEDUR PEMBERIAN IZIN PENGEBORAN DAN IZINPENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air bawah tanah memegang peranpenting sebagai salah satu sumber pasokankebutuhan akan air untuk berbagai keperluan.

Pemanfaatan air bawah tanah yangmeningkat dari tahun ke tahun telahmenimbulkan dampak berupa penurunan mukaair bawah tanah, penurunan mutu air,penyusupan air laut di daerah pantai, danamblesan tanah. Oleh karena itu diperlukanpengelolaan sumberdaya air bawah tanah agarsumberdaya tersebut tetap berkelanjutanketersediaan dan pemanfaatannya.

Mengingat salah satu aspek pentingdalam pengelolaan tersebut adalah pengaturanlokasi pengambilan, kedalaman penyadapan,dan pembatasan debit pengambilan air bawahtanah yang dituangkan dalam bentuk izinpengeboran dan izin pengambilan air bawahtanah, maka diperlukan pedoman pemberian izinpengeboran dan izin pengambilan air bawahtanah.

B. Maksud dan Tujuan

Prosedur pemberian izin pengeboran(SIP) dan izin pengambilan air bawah tanah(SIPA) dimaksudkan sebagai acuan dalampemberian SIP dan SIPA.

Dalam proses pemberian izinpengeboran dan izin pengambilan air bawahtanah pada cekungan air bawah tanah lintasPropinsi dan atau Kabupaten/Kota diperlukanpersyaratan teknik berdasarkan kesepakatanBupati/Walikota yang bersangkutan dengandukungan koordinasi dan fasilitasi Gubernur.

Tujuannya agar pengambilan airbawah tanah sesuai dengan ketersediaannyaserta tidak mengganggu keseimbangan airbawah tanah dan lingkungan sekitarnya.

II. PENGERTIAN

1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan(AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besardan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang

direncanakan pada lingkungan hidup yangdiperlukan bagi proses pengambilan keputusanserta penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan.

2. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) adalahdokumen yang mengandung upaya penanganandampak terhadap lingkungan hidup yangditimbulkan akibat dari rencana usaha dan ataukegiatan.

3. Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) adalahdokumen yang mengandung upaya pemantauankomponen lingkungan hidup yang terkenadampak akibat dari rencana usaha dan ataukegiatan.

4. Muka air bawah tanah adalah permukaan airbawah tanah di dalam sumurbor dihitung darimuka tanah setempat atau titik acuan lain.

5. Sumurbor produksi air bawah tanah adalahsumurbor yang dibuat untuk mengambil airbawah tanah pada satu atau lebih lapisan akuifertertentu.

6. Konstruksi sumurbor adalah instalasi sumurboryang terpasang setelah proses pembuatansumurbor selesai, yang terdiri atas pipa lindung,saringan, pembalut kerikil, penyekat lempungdan penyekat semen.

7. Pipa jambang adalah susunan pipa dengandiameter tertentu pada bangunan konstruksisumurbor mulai dari permukaan tanah sampaikedalaman tertentu yang berfungsi untukmenampung air bawah tanah dan penempatanpompa.

8. Pipa naik adalah susunan pipa dengan diameter tertentu pada bangunan konstruksisumurbor yang terletak di bawah pipa jambang,berfungsi sebagai sarana air bawah tanah naiksampai ke pipa jambang.

9. Saringan adalah pipa yang berlubang-lubangatau bercelah-celah dengan diameter tertentu dibagian dindingnya dan berfungsi menyaringair bawah tanah ke dalam sumurbor.

10. Pembalut kerikil adalah pembalut yangterbentuk dari kerikil yang diisikan ke dalamruang antara dinding lubang bor dan pipasaringan, yang berfungsi untuk menjagakemampuan saringan dalam meluluskan air danmenahan butir-butir batuan lepas yang akanmasuk ke dalam sumurbor.

412

Lampiran V Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

11. Penyekat lempung adalah penyekat yangterbentuk dari lempung yang dimasukkan kedalam ruang antara dinding lubang bor danpipa naik di atas dan di bawah pembalut kerikil.

12. Penyekat semen adalah penyekat yang terbentukdari bubur semen yang diinjeksikan ke dalamruang antara dinding lubang bor dan pipajambang di atas penyekat lempung yangmenutupi pembalut kerikil. Penyekat semenberguna untuk mencegah tercemarnya air bawahtanah, serta untuk menahan agar dinding lubangbor tidak runtuh.

III. PROSES ADMINISTRASI IZIN

A. Izin Pengeboran Air Bawah Tanah (SIP)

1. Persyaratan, meliputi :

a. Peta situasi berskala 1 : 10.000 ataulebih besar, dan peta topografi, skala1 : 50.000 yang memperlihatkan titiklokasi rencana pengeboran air bawahtanah;

b. Informasi mengenai rencana penge-boran air bawah tanah;

c. Salinan atau fotocopy Surat IzinPerusahaan Pengeboran Air BawahTanah (SIPPAT), Surat Tanda InstalasiBor (STIB) dan Surat Izin Juru Bor(SIJB) yang masih berlaku;

d. Dokumen UKL dan UPL untukpengambilan air bawah tanah kurangdari 50 (lima puluh) l/detik, sedangkanuntuk pengambilan air bawah tanahsama atau lebih besar dari 50 (limapuluh) l/detik dari satu sumur produksipada kawasan kurang dari 10 (sepuluh)hektar harus dilengkapi dokumenAMDAL;

e. Tanda bukti kepemilikan 1 (satu) buahsumur pantau yang dilengkapi alatperekam otomatis muka air (AutomaticWater Level Recorder - AWLR), bagipemohon sumur kelima atau kelipatan-nya atau jumlah pengambilan air bawahtanah sama atau lebih besar dari 50(lima puluh) l/detik dari satu ataubeberapa sumur pada kawasan kurangdari 10 (sepuluh) hektar.

f. Persyaratan lainnya yang ditetapkanoleh Bupati/Walikota.

2. Apabila persyaratan lengkap maka Bupati/Walikota :

a. Untuk rencana pengeboran yang berlokasi padacekungan air bawah tanah dalam satu wilayahKabupaten/Kota, memberikan SIP kepadapemohon atau menolak permohonanpengeboran disertai dengan alasannya dengantembusan kepada Direktur Jenderal, Gubernurdan pelaksana pengeboran;

b. Untuk rencana pengeboran yang berlokasi padacekungan air bawah tanah lintas Propinsi danatau Kabupaten/Kota memberikan SIP kepadapemohon berdasarkan persyaratan teknik untukizin pengeboran yang telah disepakati olehBupati/Walikota yang bersangkutan ataumenolak permohonan disertai alasan bahwapengambilan air bawah tanah tidak memung-kinkan lagi dengan tembusan kepada DirekturJenderal, Gubernur dan pelaksana pengeboran.

3. Dalam SIP dicantumkan persyaratan teknik untukpengeboran air bawah tanah dan ketentuan-ketentuan, meliputi :

a. Nomor registrasi sumur :

b. Lokasi titik pengeboran :

Kampung : Desa/ Kelurahan :

Kecamatan : Kota/Kabupaten :

Propinsi :

Koordinat (UTM) B/T :

U/S :

Zona :

c. Pelaksana Pengeboran

1) Instansi/Lembaga/PT/CV :

2) Alamat :

3) No. dan Tanggal SIPPAT :

4) No. dan Tanggal STIB :

5). No. dan Tanggal SIJB :

d. Kedalaman akuifer yang disadap.

e. Rancang bangun konstruksi sumur, meliputi :

1) Kedalaman sumurbor

2) Diameter dan panjang pipa jambang

3). Diameter dan panjang pipa saringan

4) Diameter dan panjang pipa naik

5) Diameter dan panjang pipa pisometer

6) Kedudukan pembalut kerikil

7) Kedudukan penyekat semen

8) Kedudukan pipa pisometer

f. Perusahaan pemohon wajib memberitahukankepada Bupati/Walikota tentang rencanapelaksanaan konstruksi sumur dan ujipemompaan dan pelaksanaannya harusdisaksikan oleh petugas yang berwenang;

413

Lampiran V Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

g. Perusahaan pemohon wajib mengirim-kan laporan hasil kegiatan pengeboransetelah pengeboran selesai kepadaBupati/Walikota dengan tembusankepada Direktur Jenderal dan Gubernuryang berisi :

1) Gambar penampang litologi/batuan dan hasil logging sumur

2) Gambar penampang penyelesaiankonstruksi sumur

3) Hasil analisis data uji pemompaan

4) Hasil analisis fisika dan kimia airbawah tanah.

h. Masa berlaku SIP air bawah tanahsesuai Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;

i. Ketentuan lain yang ditetapkan olehBupati/Walikota.

B. Izin Pengambilan Air Bawah Tanah (SIPA)

1. Persyaratan, meliputi :

a. Laporan penyelesaian pengeboransumur dan dilampiri :

1) Izin Pengeboran (SIP);

2) Gambar penampang litologi/batuandan hasil rekaman logging sumur;

3) Gambar bagan penampangpenyelesaian konstruksi sumurbor;

4) Berita acara pengawasanpemasangan konstruksi sumurbor;

5) Berita acara uji pemompaan;

6) Laporan uji pemompaan;

7) Hasil analisis fisika dan kimia airbawah tanah.

b. Persyaratan lain yang ditetapkan olehBupati/Walikota.

2. Apabila persyaratan lengkap, maka Bupati/Walikota :

a. Untuk rencana pengambilan air bawahtanah yang berlokasi pada cekunganair bawah tanah dalam satu wilayahKabupaten/Kota, memberikan SIPAkepada pemohon atau menolakpermohonan disertai alasannya dengantembusan kepada Direktur Jenderal,Gubernur;

b. Untuk rencana pengambilan air bawahtanah yang berlokasi pada cekunganair bawah tanah lintas Propinsi dan atauKabupaten/Kota memberikan SIPAkepada pemohon berdasarkanpersyaratan teknik untuk SIPA yang

telah disepakati oleh Bupati/Walikotayang bersangkutan atau menolakpermohonan disertai alasannya dengantembusan kepada Direktur Jenderal,Gubernur.

3. Dalam SIPA dicantumkan persyaratan teknikuntuk pengambilan air bawah tanah danketentuan-ketentuan, meliputi :

a. Nomor registrasi sumur :

b. Lokasi titik pengeboran:Kampung : Desa/Kelurahan :Kecamatan: Kota/Kabupaten :Provinsi:Koordinat (UTM) B/T :

U/S :Zona

c. Jumlah maksimum pengambilan air bawahtanah yang diperbolehkan;

d. Kapasitas dan kedudukan pompa;

e. Jika pengambilan air bawah tanah melebihiketentuan jumlah maksimum air bawahtanah yang diizinkan maka perusahaanpemohon akan dikenakan sanksi sesuaidengan ketentuan yang berlaku;

f. Kewajiban perusahaan pemohon untuk :

1) Memasang meter air

2) Melaporkan jumlah pengambilan airbawah tanah setiap bulan kepadaBupati/Walikota.

3) Menyediakan air bawah tanah kepadamasyarakat apabila diperlukansebanyak-banyaknya 10% (sepuluhpersen) dihitung dari jumlah maksimumair bawah tanah yang diizinkan.

4) Mendaftar ulang SIPA sebelum masaberlaku SIPA berakhir.

g. Masa berlaku izin pengambilan air bawahtanah sesuai peraturan daerah Kabupaten/Kota;

h. Ketentuan lain yag ditetapkan oleh Bupati/Walikota.

C. Daftar ulang Izin Pengambilan Air Bawah Tanah(Daftar ulang SIPA)

1. Persyaratan, meliputi :

a. Salinan fotocopy SIPA yang terakhir;

b. Salinan/fotocopy surat keterangan jumlahpengambilan air bawah tanah satu bulansejak SIPA berlaku dan pengambilan 3(tiga) bulan terakhir, sesuai surat ketetapanpajak pemanfaatan air bawah tanah;

414

Lampiran V Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

c. Hasil analisis fisika dan kimia air bawah tanahyang terakhir pada saat sumur yang akandiperpanjang dari laboratorium rujukan;

d. Persyaratan lain yang ditentukan Bupati/Walikota.

2. Apabila persyaratan lengkap, maka Bupati/Walikota:

a. Untuk rencana perpanjangan pengambilan airbawah tanah yang berlokasi pada cekungan airbawah tanah dalam satu wilayah Kabupaten/Kota, memberikan perpanjangan SIPA ataumenolak permohonan perpanjangan SIPAdisertai alasannya dengan tembusan kepadaDirektur Jenderal dan Gubernur;

b. Untuk rencana perpanjangan pengambilan airbawah tanah yang berlokasi pada cekungan airbawah tanah lintas Propinsi dan atau Kabupatendan atau Kota, memberikan perpanjangan SIPAkepada pemohon berdasarkan persyaratan teknikuntuk perpanjangan SIPA yang telah disepakatioleh Bupati/Walikota yang bersangkutan ataumenolak permohonan disertai alasannya dengantembusan kepada Direktur Jenderal danGubernur.

3. Dalam daftar ulang SIPA dicantumkan persyaratanteknik untuk pengambilan air bawah tanah danketentuan-ketentuan, meliputi :

a. Nomor registrasi sumur :

b. Lokasi titik pengeboran :

Kampung : Desa/ Kelurahan :

Kecamatan : Kota/Kabupaten :

Propinsi :

Koordinat (UTM) B/T :

U/S :

Zona :

c. Jumlah maksimum pengambilan air bawah tanahyang diperbolehkan;

d. Jika pengambilan air bawah tanah melebihiketentuan jumlah maksimum air bawah tanahyang diizinkan maka perusahaan pemohon akandikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yangberlaku;

e. Kewajiban perusahaan pemohon untuk :

1) Melaporkan pengambilan air bawah tanahsetiap bulan kepada Bupati/Walikota.

2) Menyediakan air bawah tanah kepadamasyarakat apabila diperlukan sebanyak-banyaknya 10% dihitung dari jumlahmaksimum air bawah tanah yang diizinkan,

3) Daftar ulang SIPA sebelum masa berlakuSIPA berakhir.

f. Masa berlaku SIPA sesuai Peraturan DaerahKabupaten/Kota;

g. Ketentuan lain yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

ttd.

Purnomo Yusgiantoro

415

Lampiran VI Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

LAMPIRAN VI KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALN O M O R : 1451 K/10/MEM/2000TANGGAL : 3 November 2000

PROSEDUR PEMBERIAN IZIN PENURAPANDAN IZIN PENGAMBILAN MATAAIR

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air bawah tanah yang berasal darimataair memegang peran penting sebagai salahsatu sumber pasokan kebutuhan akan air untukberbagai keperluan.

Pemanfaatan air bawah tanah yangmeningkat telah menimbulkan konflik antarakeperluan penduduk, irigasi pertanian danindustri. Oleh karena itu diperlukanpengelolaan agar air bawah tanah dari mataairtersebut tetap berkelanjutan ketersediaan danpemanfaatannya.

Mengingat salah satu aspek pentingdalam pengelolaan tersebut adalah pengaturandebit pengambilan mataair yang dituangkandalam bentuk izin penurapan dan izinpengambilan mataair, maka diperlukan pedomanpemberian izin penurapan dan izinpengambilan mataair.

B. Maksud dan Tujuan

Prosedur pemberian izin penurapan(SIP) dan izin pengambilan mataair (SIPMA)dimaksudkan sebagai acuan dalam pemberianSIP dan SIPMA.

Dalam proses pemberian izinpenurapan dan izin pengambilan mataair padacekungan air bawah tanah lintas Propinsi danatau Kabupaten/Kota diperlukan persyaratanteknik berdasarkan kesepakatan Bupati/Walikota yang bersangkutan dengan dukungankoordinasi dan fasilitasi Gubernur.

Tujuannya agar pengambilan airbawah tanah dari mataair sesuai denganketersediaannya serta tidak mengganggukeseimbangan air bawah tanah dan lingkungansekitarnya.

II. PENGERTIAN

1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan(AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besardan penting suatu usaha dan atau kegiatan yangdirencanakan pada lingkungan hidup yangdiperlukan bagi proses pengambilan keputusanserta penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan;

2. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) adalahdokumen yang mengandung upaya penanganandampak terhadap lingkungan hidup yangditimbulkan akibat dari rencana usaha dan ataukegiatan;

3. Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) adalahdokumen yang mengandung upaya pemantauankomponen lingkungan hidup yang terkenadampak akibat dari rencana usaha dan ataukegiatan

III. PROSES ADMINISTRASI IZIN

A. Izin Penurapan (SIP)

1. Persyaratan, meliputi :

a. Peta situasi berskala 1 : 10.000 ataulebih besar, dan peta topografi, skala1 : 50.000 yang memperlihatkan titiklokasi rencana penurapan mataair ;

b. Informasi mengenai rencana penurapanmataair dilengkapi gambar rancanganbangunan rencana penurapan mataairyang telah disetujui oleh instansi yangberwenang;

c. Dokumen UKL dan UPL untukpengambilan mataair kurang dari 50l/detik, sedangkan untuk pengambilanmataair sama atau lebih besar dari 50l/detik dari mataair harus dilengkapidokumen Amdal;

d. Persyaratan lainnya yang ditetapkanoleh Bupati/Walikota.

2. Apabila persyaratan lengkap maka Bupati/Walikota :

a. Untuk rencana penurapan mataair yangberlokasi pada cekungan air bawahtanah dalam satu wilayah Kabupaten/Kota, memberikan SIP kepadapemohon atau menolak permohonanpenurapan disertai dengan alasannyadengan tembusan kepada DirekturJenderal, Gubernur dan pelaksanapembuat bangunan penurapan;

b. Untuk rencana penurapan mataair yangberlokasi pada cekungan air bawahtanah lintas Propinsi dan atau

416

Lampiran VI Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Kabupaten/Kota memberikan SIPkepada pemohon berdasarkanpersyaratan teknik untuk izinpenurapan mataair yang telahdisepakati oleh Bupati/Walikota yangbersangkutan atau menolak permo-honan disertai alasan bahwa peng-ambilan mataair tidak memungkinkanlagi, dengan tembusan kepada DirekturJenderal, Gubernur dan pelaksanapembuat bangunan penurapan.

3. Dalam SIP dicantumkan persyaratanteknik untuk penurapan mataair danketentuan-ketentuan, meliputi :

a. Nomor registrasi mataair :

b. Lokasi titik penurapan :Kampung : Desa/Kelurahan :Kecamatan : Kota/Kabupaten :Propinsi :Koordinat (UTM) B/T :

U/S :Zona :

c. Pelaksana pembuat bangunan

Penurapan :1) Instansi/Lembaga/PT/CV:2) Alamat :

d. Rancang bangun konstruksi bangunanpenurapan;

e. Perusahaan pemohon wajib membe-ritahukan kepada Bupati/Walikotatentang rencana pelaksanaan bangunanpenurapan dan pelaksanaannya harusdisaksikan oleh petugas yangberwenang;

f. Perusahaan pemohon wajib mengirim-kan laporan hasil kegiatan penurapansetelah penurapan selesai kepadaBupati/Walikota dengan tembusankepada Direktur Jenderal dan Gubernuryang berisi :

1) gambar penyelesaian konstruksibangunan penurapan;

2) hasil pengukuran debit mataair;3) hasil analisis fisika dan kimia air.

g. Masa berlaku SIP sesuai PeraturanDaerah Kabupaten/Kota;

h. Ketentuan lain yang ditetapkan olehBupati/Walikota.

B. Izin Pengambilan Mataair (SIPMA)

1. Persyaratan meliputi :

a. Laporan penyelesaian penurapanmataair dan dilampiri :

1) izin penurapan (SIP);

2) gambar penyelesaian konstruksibangunan penurapan;

3) berita acara pengawasan pelak-sanaan konstruksi bangunanpenurapan;

4) hasil analisis fisika dan kimia air.

b. Persyaratan lain yang ditetapkan olehBupati/Walikota.

2. Apabila persyaratan lengkap, maka Bupati/Walikota :

a. Untuk rencana pengambilan mataairyang berlokasi pada cekungan airbawah tanah dalam satu wilayahKabupaten/Kota, memberikan SIPMAkepada pemohon atau menolakpermohonan disertai alasannya dengantembusan kepada Direktur Jenderal danGubernur;

b. Untuk rencana pengambilan mataairyang berlokasi pada cekungan airbawah tanah lintas Propinsi dan atauKabupaten/Kota memberikan SIPMAkepada pemohon berdasarkanpersyaratan teknik untuk SIPMA yangtelah disepakati oleh Bupati/Walikotayang bersangkutan atau menolakpermohonan disertai alasannya, dengantembusan kepada Direktur Jenderal danGubernur.

3. Dalam SIPMA dicantumkan persyaratanteknik untuk pengambilan mataair danketentuan-ketentuan, meliputi :

a. Nomor registrasi mataair :b. Lokasi titik penurapan :

Kampung : Desa/ Kelurahan :

Kecamatan : Kota/Kabupaten :

Propinsi :

Koordinat (UTM) B/T :

U/S :

Zona :

c. Jumlah maksimum pengambilanmataair yang diperbolehkan;

d. Kapasitas pompa;

e. Pompa (apabila digunakan) hanyaboleh dipasang pada bak penampung(rezervoir) bukan di bangunanpenurapan;

f. Jika pengambilan mataair melebihiketentuan jumlah maksimum yangdiizinkan maka perusahaan pemohonakan dikenakan sanksi sesuai dengan

417

Lampiran VI Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

g. Kewajiban perusahaan pemohonuntuk :

1) memasang meter air;

2) melaporkan jumlah pengambilanmataair setiap bulan kepadaBupati/Walikota;

3) menyediakan air bawah tanahkepada masyarakat apabiladiperlukan sebanyak-banyaknya10% dihitung dari jumlahmaksimum air bawah tanah yangdiizinkan;

4) mendaftar ulang SIPMA sebelummasa berlaku SIPMA berakhir.

h. Masa berlaku SIPMA sesuai PeraturanDaerah Kabupaten/Kota;

i. Ketentuan lain yang ditetapkan olehBupati/Walikota.

C. Daftar Ulang Izin Pengambilan Mataair(Daftar Ulang SIPMA)

1. Persyaratan, meliputi :

a. Salinan fotocopy SIPMA yang terakhir;

b. Salinan/fotocopy surat keteranganjumlah pengambilan mataair satu bulansejak SIPMA berlaku dan pengambilan3 (tiga) bulan terakhir, sesuai suratketetapan pajak pemanfaatan air bawahtanah (mataair);

c. Hasil analisis fisika dan kimia air yangterakhir pada saat sumur yang akan didaftar ulang dari laboratorium rujukan;

d. Persyaratan lain yang ditentukanBupati/Walikota.

2. Apabila persyaratan lengkap, maka Bupati/Walikota :

a. Untuk rencana daftar ulang pengam-bilan mataair yang berlokasi padacekungan air bawah tanah dalam satuwilayah Kabupaten/Kota, memberikandaftar ulang SIPMA atau menolakpermohonan daftar ulang SIPMAdisertai alasannya dengan tembusankepada Direktur Jenderal dan Gubernur;

b. Untuk rencana daftar ulangpengambilan mataair yang berlokasipada cekungan air bawah tanah lintasPropinsi dan atau Kabupaten dan atauKota, memberikan daftar ulang SIPMAkepada pemohon berdasarkan

persyaratan teknik untuk daftar ulangSIPMA yang telah disepakati olehBupati/Walikota yang bersangkutanatau menolak permohonan disertaialasannya dengan tembusan kepadaDirektur Jenderal dan Gubernur.

3. Dalam daftar ulang SIPMA dicantumkanpersyaratan teknik untuk pengambilanmataair dan ketentuan-ketentuan,meliputi :

a. Nomor registrasi mata air :

b. Lokasi titik penurapan :

Kampung : Desa/Kelurahan :Kecamatan : Kota/Kabupaten :Propinsi :Koordinat (UTM) B/T :

U/S :Zona :

c. Jumlah maksimum pengambilanmataair yang diperbolehkan;

d. Jika pengambilan mataair melebihiketentuan jumlah maksimum mataairyang diizinkan maka perusahaanpemohon akan dikenakan sanksi sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e. Kewajiban perusahaan pemohonuntuk :

1) melaporkan pengambilan mataairsetiap bulan kepada Bupati/Walikota.

2) menyediakan air kepadamasyarakat apabila diperlukansebanyak-banyaknya 10% dihitungdari jumlah maksimum mataairyang diizinkan;

3) daftar ulang SIPMA sebelum masaberlaku SIPMA berakhir.

f. Masa berlaku daftar ulang SIPMAsesuai Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;

g. Ketentuan lain yang ditetapkan olehBupati/Walikota.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

ttd

Purnomo Yusgiantoro

418

Lampiran VII Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

LAMPIRAN VII KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALN O M O R : 1451 K/10/MEM/2000TANGGAL : 3 November 2000

PROSEDUR PEMBERIAN IZINPERUSAHAAN PENGEBORAN AIR BAWAH TANAH

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumberdaya air bawah tanah telahmemberikan peran penting dalam menunjangpembangunan di Indonesia, yakni dalampemasokan kebutuhan akan air, terutama untukkeperluan air minum, pertanian, dan industri.

Sumberdaya air bawah tanah di satupihak mempunyai peran cukup penting dalammenunjang pembangunan, namun dipihak lain,karena peningkatan yang terus meneruspemakaian sumberdaya itu, telah menimbulkandampak negatif terhadap sumberdaya air itusendiri di beberapa daerah yakni berupapenurunan muka air bawah tanah, penurunanmutu air, penyusupan air laut di daerah pantai,dan amblesan tanah.

Mengingat pengambilan air bawahtanah pada umumnya diakibatkan oleh budidayamanusia melalui cara pengeboran, maka secaralangsung atau tidak langsung pelaksanapengeboran air bawah tanah memegang perandalam upaya mengurangi kerusakan lingkunganair bawah tanah.

B. Maksud dan Tujuan

Prosedur ini dimaksudkan sebagaiacuan dalam rangka pemberian Izin PerusahaanPengeboran Air Bawah Tanah (SIPPAT).

Tujuannya adalah untuk menye-ragamkan kesatuan tindak cara pemrosesanpermohonan SIPPAT dan kewajiban yang perludilaksanakan oleh perusahaan pengeboranpemegang SIPPAT dalam menjalankankegiatannya.

II. PENGERTIAN

1. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi(LPJK) adalah Lembaga sesuai dengan PeraturanPemerintah Nomor 28 Tahun 2000.

2. Asosiasi adalah asosiasi juru bor air bawah tanahyang telah mendapat akreditasi dari LPJK.

3. Klasifikasi adalah Klasifikasi sesuai denganPeraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.

4. Kualifikasi adalah Kualifikasi sesuai denganPeraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.

5. Sertifikat adalah Sertifikat sesuai denganPeraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.

6. Akreditasi adalah Akreditasi sesuai denganPeraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.

III. KETENTUAN UMUM

1. Bentuk usaha pengeboran air bawah tanahtermasuk salah satu sub bidang usaha jasapelaksanaan konstruksi

2. Bentuk usaha dapat berupa orang perseorangan,bidang usaha nasional baik yang berbadanhukum maupun tidak berbadan hukum danbadan usaha asing serta harus mendapatkanklasifikasi dan kualifikasi yang dinyatakandengan sertifikat dari Lembaga PengembanganJasa Konstruksi (LPJK) atau Asosiasi PerusahaanPengeboran Air Bawah Tanah yang telahmendapat akreditasi dari LPJK.

3. SIPPAT diberikan oleh Bupati/Walikota sesuaidengan tempat domisili.

4. Perusahaan/perorangan bukan pemegangSIPPAT yang melakukan pengeboran, dikenakansanksi hukum sesuai dengan peraturan yangberlaku dan dilakukan penyitaan instalasi bor.

5. Pengeboran untuk keperluan rumah tanggadengan pengambilan debit maksimal 100 m3/bulan dapat dilakukan pada perorangan tanpaSIPPAT.

6. SIPPAT dengan klasifikasi dan kualifikasigolongan I, II, III dan IV berlaku di seluruhwilayah Republik Indonesia.

IV. PROSES ADMINISTRASI SIPPAT

A. SIPPAT Baru

1. Persyaratan, meliputi :

a. Surat pernyataan kepemilikan instalasibor bermeterai;

b. Foto instalasi bor berukuran 9 x 12 cmdan 4 x 6 cm, masing-masing sebanyak3 (tiga) lembar;

c. Data teknis instalasi bor (Daftar Isianterlampir);

d. Salinan sertifikat klasifikasi dansertifikat kualifikasi badan usaha yangdikeluarkan oleh Asosiasi dan telahdiregistrasi di LPJK.

419

Lampiran VII Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

e. Persyaratan lain yang ditentukan olehBupati/Walikota.

2. Jika persyaratan permohonan lengkap,Bupati/Walikota menerbitkan SIPPAT ataumenolak permohonan SIPPAT disertaidengan alasan penolakannya;

3. Bupati/Walikota dapat menolakpermohonan izin perusahaan pengeboranair bawah tanah disertai dengan alasanpenolakannya;

4. Di dalam SIPPAT dicantumkan ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan atauditaati oleh pemegang SIPPAT, yaitu :

a. setiap perubahan instalasi bor harusmendapatkan STIB berikut Plat NomorInstalasi Bor yang baru dari Asosiasiyang telah diakreditasi oleh LPJK;

b. setiap instalasi bor harus dijalankanoleh seorang Juru Bor yang mempunyaiSurat Ijin Juru Bor (SIJB);

c. pelaksanaan pengeboran wajib diawasioleh tenaga ahli/asisten ahli dalambidang geologi atau di bidanghidrogeologi.

d. pemegang SIPPAT wajib melaporkanhasil kegiatan usahanya secara tertulisdan mengirimkan laporan teknik hasilpengeboran kepada Bupati/Walikota

e. menyampaikan laporan hasilpengeboran sesuai standar yang telahditentukan oleh Bupati/Walikota.

f. tindakan perusahaan yang bertentangandengan ketentuan-ketentuan tersebut diatas dan atau ketentuan-ketentuan lainyang berlaku dibidang air bawah tanahdapat mengakibatkan dicabutnyaSIPPAT serta dikenakan sanksi-sanksilain sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan yang berlaku.

g. pemilik/pengurus perusahaanpemegang SIPPAT yang terbukti telahmelakukan pelanggaran melakukanpengeboran tanpa izin lebih dari 2 (dua)kali tidak diizinkan bergerak dibidangpengeboran air bawah tanah.

h. perusahaan pemegang SIPPAT yangterbukti melakukan pengeboran tanpaizin dikenakan sanksi hukum danpenyegelan instalasi bor.

i. memperpanjang SIPPAT sebelum habismasa berlakunya.

j. ketentuan lain yang ditentukan olehBupati/Walikota.

B. Perpanjangan SIPPAT

1. SIPPAT dapat diperpanjang denganmengajukan permohonan kepada Bupati/Walikota.

2. Persyaratan perpanjangan SIPPAT denganmelampirkan :a. Sertifikat klasifikasi dan sertifikat

kualifikasi badan usaha yang telahmendapat penilaian ulang dari Asosiasidan telah diregistrasi oleh LPJK;

b. Persyaratan lain yang ditentukan olehBupati/Walikota.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

ttd

Purnomo Yusgiantoro

420

Lampiran VIII Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

LAMPIRAN VIII KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALN O M O R : 1451 K/10/MEM/2000TANGGAL : 3 November 2000

PROSEDUR PEMBERIAN IZIN JURU BOR AIR BAWAH TANAH

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumberdaya air bawah tanah telahmemberikan peran penting dalam menunjangpembangunan, terutama untuk keperluan airminum, pertanian, dan industri.

Pemanfaatan air bawah tanah yangmeningkat telah menimbulkan dampak negatifberupa penurunan muka air bawah tanah,penurunan mutu air, penyusupan air laut didaerah pantai, dan amblesan tanah. Oleh karenaitu diperlukan pengelolaan sumberdaya airbawah tanah agar pemanfaatan sumberdayatersebut tetap berkelanjutan.

Mengingat air bawah tanah yangdimanfaatkan tersebut hampir seluruhnya akibatbudidaya manusia melalui cara pengeboran,maka langsung atau tidak langsung, Juru Borair bawah tanah memegang peran dalam upayapengelolaan air bawah tanah terutama untukmengurangi kerusakan lingkungan air bawahtanah.

B. Maksud dan Tujuan

Prosedur pemberian Izin Juru Bor AirBawah Tanah dimaksudkan sebagai acuandalam rangka pemberian Izin Juru Bor air bawahtanah.

Tujuannya adalah untuk menye-ragamkan kesatuan tindak dalam pemberianSurat Izin Juru Bor Air Bawah Tanah, danmemberikan penjelasan tentang kewajiban JuruBor sebagai pemegang izin dalam melaksanakanpengeboran.

II. PENGERTIAN

1. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi(LPJK) adalah Lembaga sesuai dengan PeraturanPemerintah Nomor 28 Tahun 2000.

2. Asosiasi adalah asosiasi juru bor air bawah tanahyang telah mendapat akreditasi dari LPJK sesuaiPeraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.

3. Klasifikasi adalah klasifikasi sesuai denganPeraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.

4. Kualifikasi adalah kualifikasi sesuai denganPeraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.

5. Sertifikat adalah Sertifikat sesuai denganPeraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.

6. Akreditasi adalah Akreditasi sesuai denganPeraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000.

III. KETENTUAN UMUM

1. Juru Bor air bawah tanah termasuk penanggungjawab teknik usaha dasar pelaksanaankonstruksi sub bidang pegeboran air bawahtanah;

2. Penanggung jawab teknik usaha jasapelaksanaan konstruksi sub bidang pengeboranair bawah tanah harus memiliki sertifikatketerampilan kerja atau keahlian kerja yangditerbitkan oleh Asosiasi Profesi yang telahmendapat akreditasi dari LPJK;

3. Surat Ijin Juru Bor (SIJB) air bawah tanahdiberikan oleh Bupati/Walikota;

4. Masa berlaku SIJB sesuai Peraturan Daerahsetempat;

5. SIJB berlaku di seluruh Indonesia.

IV. PROSES ADMINISTRASI IZIN JURU BOR AIRBAWAH TANAH

A. Izin Juru Bor

1. Persyaratan, meliputi :

a. salinan ijazah calon juru bor denganpendidikan paling rendah SMU atausederajat;

b. pengalaman kerja calon Juru Bor lebihdari 3 (tiga) tahun dibidang pegeboranair bawah tanah (dilengkapi denganbukti-bukti pengalaman kerja);

c. pas foto calon Juru Bor ukuran 2 x 3cm, sebanyak 3 (tiga) lembar;

d. fotocopy KTP calon juru bor;

e. sertifikat keterampilan kerja dansertifikat keahlian kerja dari Asosiasidan telah diregistrasi oleh LPJK;

e. persyaratan lain yang ditentukan olehBupati/Walikota;

2. Jika permohonan lengkap, maka Bupati/Walikota memberikan Izin Juru Bor ataumenolak permohonan izin disertai alasanpenolakannya.

421

Lampiran VIII Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

3. Di dalam surat izin juru bor dicantumkanketentuan-ketentuan yang harusdilaksanakan atau ditaati oleh pemegangizin, antara lain :a. Pemegang SIJB dapat melakukan

pengeboran selama SIJB-nya masihberlaku;

b. Izin Juru Bor tidak meliputi IzinPengeboran (SIP) dan Izin PengambilanAir Bawah Tanah (SIPA);

c. Setiap perubahan domisili wajibdilaporkan;

d. Pemegang Izin Juru Bor tidakmelakukan pengeboran tanpa/sebelummendapat SIP;

e. Sebelum masa Izin Juru Bor berakhir,harus mengajukan permohonanperpanjangan, dan apabila masa tersebutdi atas berakhir belum mengajukanpermohonan, maka Juru Bor dianggaptidak aktif lagi;

f. Tindakan pemegang izin yangbertentangan dengan ketentuan-ketentuan tersebut diatas dapatmengakibatkan dicabutnya Izin JuruBor, serta dikenakan sanksi sesuaidengan ketentuan peraturan perudang-undangan yang berlaku;

g. Ketentuan lain yang ditetapkan Bupati/Walikota.

B. Perpanjangan Izin Juru Bor

Izin Juru Bor air bawah tanah dapatdiperpanjang dengan mengajukan permohonankepada Bupati/Walikota, dengan melampirkanpersyaratan :

1. Salinan/fotocopy Izin Juru Bor yang akanberakhir masa berlakunya;

2. Pas foto Juru Bor ukuran 2 x 3 cm,sebanyak 3 (tiga) lembar;

3. foto copy KTP;4. Surat keterangan berbadan sehat dari

dokter;5. Sertifikat klasifikasi dan sertifikat

kualifikasi keterampilan kerja atau keahliankerja yang telah mendapat penilaian ulangdari asosiasi dan telah diregistrasi olehLPJK;

6. Persyaratan lain yang ditetapkan Bupati/Walikota.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

ttd

Purnomo Yusgiantoro

422

Lampiran IX Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

LAMPIRAN IX KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALN O M O R : 1451 K/10/MEM/2000TANGGAL : 3 November 2000

PEDOMAN TEKNIK PENGAWASANPELAKSANAAN KONSTRUKSI SUMUR PRODUKSI

AIR BAWAH TANAH

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan sumberdaya air bawahtanah memegang peran penting sebagai salahsatu sumber pasokan kebutuhan akan air untukberbagai keperluan. Agar sumberdaya air bawahtanah tetap berkelanjutan perlu pengendaliandalam pengambilannya.

Salah satu aspek penting dalampengendalian air bawah tanah adalah ketepatanpemasangan konstruksi sumur produksi sesuaidengan kondisi air bawah tanah setempat, olehkarena itu diperlukan pedoman teknikpengawasan pelaksanaan konstruksi sumurproduksi air bawah tanah.

B. Maksud dan Tujuan

Pedoman teknik pengawasanpelaksanaan konstruksi sumur produksi airbawah tanah dimaksudkan sebagai acuan dalampengawasan pelaksanaan pembuatan danperbaikan/penyempurnaan konstruksi sumurproduksi air bawah tanah.

Tujuannya adalah agar pelaksanaanpembuatan dan perbaikan/penyempurnaankonstruksi sumur produksi sesuai denganketentuan teknis yang tercantum dalam SuratIzin Pengeboran (SIP) serta mempertimbangkankondisi air bawah tanah setempat.

II. PENGERTIAN

1. Pengawasan adalah kegiatan yang dilakukanuntuk menjamin tegaknya peraturan per-undangan dibidang air bawah tanah.

2. Sumur produksi air bawah tanah adalah sumuryang dibuat untuk mengambil air bawah tanahpada satu atau lebih akuifer, meliputi sumurbordan sumurpasak.

3. Konstruksi sumur adalah instalasi sumur yangterpasang setelah proses pengeboran ataupenggalian serta penyelesaian sumur selesai,yang terdiri atas pipa jambang, saringan, pipanaik, pipa pisometer, kerikil pembalut, lempungpenyekat dan semen penyekat.

4. Pipa jambang adalah susunan pipa dengandiameter tertentu pada bangunan konstruksi

sumur mulai dari permukaan tanah sampaikedalaman tertentu yang berfungsi untukmenampung air bawah tanah dan penempatanpompa.

5. Pipa naik adalah susunan pipa dengan diametertertentu pada bangunan konstruksi sumur yangterletak di bawah pipa jambang, berfungsisebagai sarana air bawah tanah naik sampai kepipa jambang.

6. Pipa saringan adalah pipa yang berlubang-lubang atau bercelah-celah dengan ukurantertentu di bagian dindingnya untukmemungkinkan masuknya air bawah tanah kedalam sumur;

7. Pipa pisometer adalah pipa dengan lubang-lubang pada dindingnya yang dipasang di luarpipa jambang dan pipa naik serta pipa saringandi dalam lubang bor untuk pemantauan mukaair bawah tanah;

8. Kerikil pembalut adalah pembalut yangterbentuk dari kerikil yang diisikan ke dalamruang antara dinding lubang bor dan saringan,yang berfungsi untuk menjaga kemampuansaringan dalam meluluskan air dan menahanbutir-butir batuan lepas yang akan masuk kedalam sumur;

9. Lempung penyekat adalah penyekat yangterbentuk dari lempung yang dimasukan kedalam ruang antara dinding lubang bor danpipa naik;

10. Semen penyekat adalah penyekat yangterbentuk dari bubur semen yang diinjeksikanke dalam ruang antara dinding lubang bor danpipa jambang atau pipa naik. Penyekat semenberguna untuk mencegah tercemarnya air bawahtanah, serta untuk menahan agar dinding lubangbor tidak runtuh.

III. PENGAWASAN PELAKSANAAN KONSTRUKSISUMUR PRODUKSI

A. Pengawasan Pelaksana dan Peralatan

Pengawasan terhadap pelaksana danperalatan konstruksi sumur dari Lembaga/Instansi Pemerintah atau perusahaan pengeboranpemegang Surat Izin Perusahaan PengeboranAir Bawah Tanah (SIPPAT), meliputi :

423

Lampiran IX Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

1. Juru Bor yang memiliki Surat Izin JuruBor (SIJB) yang masih berlaku;

2. Surat Tanda Instalasi Bor (STIB) berikutplat Nomor Instalasi Bor yang masihberlaku;

3. Peralatan keselamatan kerja sesuai denganperaturan perundang-undangan yangberlaku.

B. Pengawasan Bahan-bahan Konstruksi Sumur

Pengawasan terhadap bahan yang akandipakai untuk konstruksi sumur meliputi :

1. Pipa

a. Pipa jambang dan pipa naik

Diameter dan panjang pipa jambangserta pipa naik harus sesuai ketentuanyang tercantum dalam SIP sertamempertimbangkan kondisi air bawahtanah setempat.

b. Pipa saringan

1) Jenis pipa saringan sesuai SNI2) Celahan (slot) pipa saringan

menyesuaikan dengan akuifer yangakan disadap.

3) Diameter dan panjang pipasaringan harus sesuai ketentuanyang tercantum dalam SIP sertamempertimbangkan kondisi airbawah tanah setempat.

c. Pipa pisometer

Diameter dan panjang pipa pisometerharus sesuai ketentuan yang tercantumdalam SIP serta mempertimbangkankondisi air bawah tanah setempat.

2. Kerikil pembalut

a. Kerikil pembalut harus dipilih yangtidak mudah berubah bentuk, tidaklapuk, berbutir berbundar, diutamakanyang mempunyai kandungan silikatinggi, dan tidak mengandung gamping,zat organik, lumpur dan kotoranlainnya, atau kerikil artifisial;

b. Diameter kerikil pembalut menye-suaikan dengan celah pipa saringanyang akan dipasang.

3. Lempung penyekat

Lempung penyekat harus dipakai lempungyang memenuhi syarat atau yangdiproduksi khusus untuk keperluankonstruksi sumur.

4. Semen penyekat

a. Komposisi bubur semen yang dipakai

40 (empat puluh) kilogram semensetiap 22 (dua puluh dua) liter air.

b. Semen yang digunakan harusmemenuhi SNI 15-2049-1994 (Mutudan cara uji portland semen jenis 1).

C. Pengawasan Pelaksanaan PemasanganKonstruksi Sumur

Diameter lubang bor minimal haruslebih besar 100 (seratus) milimeter (4 inchi)dari diameter pipa jambang, dan minimal haruslebih besar 150 (seratus lima puluh) milimeter(6 inchi) dari diameter pipa naik dan saringanyang akan dipasang.

Pengawasan pelaksanaan pemasangankonstruksi sumur meliputi :

1. Pipa jambang dan pipa naik harusditempatkan sesuai dengan ketentuan yangtercantum sesuai SIP serta mempertim-bangkan kondisi air bawah tanah setempat;

2. Kedudukan pipa saringan ditempatkanpada kedudukan akuifer yang akandisadap, sesuai dengan ketentuan yangtercantum dalam SIP serta mempertim-bangkan kondisi air bawah tanah setempat;

3. Pipa pisometer berdiameter minimal 19(sembilan belas) mm (3/4 inchi) denganlubang-lubang pada dindingnya harusditempatkan pada tengah-tengah akuiferyang disadap;

4. Penempatan kerikil pembalut di antaralubang bor dan pipa saringan yangdipasang;

5. Kedudukan lempung penyekat di antaradinding lubang bor dan pipa naik;

6. Kedudukan semen penyekat di antaradinding lubang bor dan pipa jambang ataupipa naik sesuai dengan ketentuan yangtercantum dalam SIP dengan mempertim-bangkan kondisi air bawah tanah setempat.

Contoh gambar konstruksi sumur produksisebagaimana terlampir.

IV. PELAPORAN

Hasil pengawasan pelaksanaanpemasangan konstruksi sumur produksi dituangkandalam bentuk Berita Acara Pengawasan PelaksanaanPemasangan Konstruksi Sumur Produksi.

Daftar Isian Berita Acara PengawasanPelaksanaan Konstruksi Sumur Produksisebagaimana terlampir.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

ttd

Purnomo Yusgiantoro

424

Lampiran IX Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Gambar 1

Pedoman Teknik Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Sumur Produksi Air Bawah Tanah

Contoh Gambar Penampang Tegak Konstruksi Sumurbor Produksi untuk Kapasitas 150 lt/menit sampai dengan 300 lt/menit.

425

Lampiran IX Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Gambar 2

Pedoman Teknik Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Sumur Produksi Air Bawah Tanah

Contoh Gambar Penampang Tegak Konstruksi Sumurbor Produksi untuk Kapasitas 150 lt/menit sampai dengan 300 lt/menit.

426

Lampiran IX Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Daftar Isian IPedoman Teknik Pengawasan Pelaksanaan Konstruksi Sumur Produksi Air Bawah Tanah

KEPALA SURAT

BERITA ACARA PENGAWASAN PELAKSANAAN KONSTRUKSI SUMUR PRODUKSINomor : .........................................................

Pada hari ini ...........................tanggal ......................................bulan .......................................tahun ........... kami yangbertanda tangan di bawah ini :

1. ........................................ Jabatan ...........................

2. ........................................ Jabatan ...........................

3. ........................................ Jabatan ...........................

4. ........................................ Jabatan ...........................

berdasarkan surat perintah .......................................................Nomor ......................................tanggal .................................telahmelaksanakan pengawasan pelaksanaan konstruksi sumur produksi pada Instansi/perusahaan/perorangan :

1. Nama : .........................................

a. Alamat : .........................................

b. Lokasi sumurbor : .........................................

.........................................

Koordinat : B/T..................................................U/S.................................................

Zone : .........................................

c. Sumur ke : .........................................

2. Surat Izin Pengeboran Air : Nomor :

Bawah Tanah (Terlampir) Tanggal :

3. Konstruksi Sumur (Gambar :terlampir)

a. Kedalaman sumur : ......................... meter

b. Diameter dan panjang pipa jambang : ............ .inchi,...................... meter

c. Kedudukan pipa saringan : 1) .............. s/d........................... meter.................... inchi

: 2) .............. s/d .......................... meter.................... inchi

: 3) .............. s/d........................... meter.................... inchi

: 4) .............. s/d .......................... meter.................... inchi

: 5) .............. s/d .......................... meter.................... inchi

d. Diameter dan panjang pipa naik : .............. inchi................. meter

e. Diameter dan panjang pipa pisometer : .............. inchi................. meter

f. Kedudukan pembalut kerikil : .......................................s.d. .....................meter

g. Kedudukan penyekat semen : .............. s.d. .....................meter

h. Keterangan : ............................

427

Lampiran IX Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Pelaksanaan konstruksi pada sumur tersebut di atas telah terlaksana dengan baik.

Demikian Berita Acara ini dibuat dan ditandatangani bersama.

Pimpinan/ Kuasa Perusahaan Ketua Tim Pengawas

ttd., ttd.,

Cap perusahaan Cap instansi yang melaksanakanpengawasan

( ............................................) ( ............................................)NIP ..................................

Anggota pengawas Tandatangan1. ................................................................. .................................................................2. ................................................................. .................................................................3. ................................................................. .................................................................

*) Coret yang tidak perlu

428

Lampiran X Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

LAMPIRAN X KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALN O M O R : 1451 K/10/MEM/2000TANGGAL : 3 November 2000

PEDOMAN TEKNIS PENENTUAN NILAI PEROLEHAN AIRDARI PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DALAM PENGHITUNGAN

PAJAK PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan kenyataan, air bawahtanah masih merupakan andalan utama sebagaisumber air bersih bagi masyarakat baik untukkeperluan rumah tangga sederhana yang bersifattidak komersial maupun untuk keperluankomersial misalnya industri, perhotelan,perkantoran umum atau perdagangan,pemukiman mewah atau apartemen, pertanian,perikanan, peternakan, dll.

Peningkatan pengambilan air bawahtanah lama kelamaan akan menimbulkandampak lingkungan. Di daerah perkotaan dankawasan industri pengambilan air bawah tanahdengan intensitas tinggi mengakibatkanberkurangnya sumberdaya air bawah tanahsehingga sering menimbulkan konflikpengambil air bawah tanah.

Secara alami air bawah tanah tidakdibatasi oleh batas wilayah administrasi maupunbatas kepemilikan lahan, sehingga air bawahtanah merupakan sumberdaya alam milikbersama artinya pengambilan di suatu tempatakan berpengaruh pada tempat lain disekitarnya. Karena besarnya pengambilan airbawah tanah tidak sama, maka demi keadilanpengambil dengan volume yang lebih besarpada prinsipnya harus memberikan kompensasikepada pengambil yang volumepengambilannya lebih kecil. Kompensasitersebut diwujudkan dalam bentuk pajakpemanfaatan air bawah tanah.

B. Maksud dan Tujuan

Pedoman ini ditujukan sebagai acuanuntuk menghitung besarnya Nilai Perolehan Airdari pemanfaatan air bawah tanah. Manfaatutama pedoman ini adalah untuk memberikanpegangan bagi Pemerintah Daerah dalammenentukan Nilai Perolehan Air daripemanfaatan air bawah tanah sesuai denganPeraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997tentang Pajak Daerah.

C. Ruang Lingkup

Pedoman ini berisi uraian danpenjelasan tentang cara menentukan danmenghitung Nilai Perolehan Air dari peman-faatan air bawah tanah terutama komponen dariHarga Dasar Air disertai dengan lampiran contohperhitungannya

II. PENGERTIAN

1. Nilai Perolehan Air (NPA) adalah nilai air bawahtanah yang telah diambil dan dikenai pajakpemanfaatan air bawah tanah, besarnya samadengan volume air yang diambil dikalikandengan harga dasar air.

2. Harga Dasar Air (HDA) adalah harga air bawahtanah per satuan volume yang akan dikenaipajak pemanfaatan air bawah tanah, besarnyasama dengan harga air baku dikalikan denganfaktor nilai air.

3. Harga Air Baku (HAB) adalah harga rata-rata airbawah tanah per satuan volume di suatu daerahyang besarnya sama dengan nilai investasi untukmendapatkan air bawah tanah tersebut dibagidengan volume produksinya.

4. Faktor Nilai Air (FNA) adalah suatu bobot nilaidari komponen sumberdaya alam dankompensasi pemulihan, peruntukan danpengelolaan, besarnya ditentukan berdasarkansubyek kelompok pengguna air serta volumepengambilannya.

5. Kompensasi pemulihan adalah biaya yangdipungut untuk upaya pemulihan atas kerusakanlingkungan yang telah maupun akan terjadiakibat pengambilan air bawah tanah.

6. Kompensasi peruntukan dan pengelolaan adalahbiaya yang dipungut dengan subsidi silangpengambilan air bawah tanah.

7. NPABT adalah Nilai Perolehan Air BawahTanah.

III. KOMPONEN NILAI PEROLEHAN AIR

A. Dasar Pengenaan Pajak

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor19 tahun 1997, dasar pengenaan pajak

429

Lampiran X Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

pemanfaatan air adalah nilai perolehan air (NPA)yang nilainya ditentukan oleh sebagian atauseluruh faktor berikut ini :

1. jenis sumber air;2. lokasi sumber air;3. volume air yang diambil;4. kualitas air;5. luas areal tempat pemakaian air;6. musim pengambilan air;7. tingkat kerusakan lingkungan yang

diakibatkan oleh pengambilan air dan/ataupemanfaatan air.

Besarnya pajak pemanfaatan air bawah tanahmaksimum adalah :

Pajak pemanfaatan air bawah tanah = 20% xNPA

Cara menghitung Nilai Perolehan Air (NPA)adalah volume air yang diambil (V), dikalikandengan Harga Dasar Air (HDA):

NPA = V x HDA

B. Nilai Perolehan Air

Nilai Perolehan Air mengandung duakomponen ialah Volume dan Harga Dasar Air(HDA). Komponen yang berupa volume adalahbesarnya pengambilan air. Sedangkankomponen Harga Dasar Air besarnya ditentukandari :

1. Komponen Sumberdaya Alam

Komponen sumberdaya alam air bawahtanah nilainya ditentukan oleh faktor jenisair bawah tanah, lokasi sumber air bawahtanah, dan kualitas air bawah tanah.

a. Jenis Air Bawah Tanah

Jenis sumber air bawah tanah terdiriatas air bawah tanah dangkal dan airbawah tanah dalam termasuk mataair :

1) Air bawah tanah dangkal sebagaisumberdaya alam mempunyaikemudahan dalam pengambilannyatetapi rawan terhadap pencemarandan pada umumnya mempunyaipotensi yang terbatas. Air bawahtanah dangkal didefinisikansebagai air yang terdapat dalamakuifer bebas.

2) Air bawah tanah dalam sebagaisumberdaya alam mempunyaitingkat kesulitan yang lebih tinggidibandingkan dengan air bawahtanah dangkal dalam hal

pengambilannya, tetapi umumnyamempunyai potensi yang besar dantidak mudah terkena pencemaran.

3) Mataair sebagai sumberdaya alamumumnya mempunyai potensi sertatingkat kesulitan pengambilanyang sangat beragam, tergantungbesarnya debit serta lokasipemunculannya.

b. Lokasi Sumber Air Bawah Tanah

Potensi sumberdaya air bawahtanah tidak merata di seluruh daerah dankeberadaannya tidak dibatasi oleh wilayahadministrasi maupun lahan kepemilikan.Nilai strategis sumber air bawah tanahtergantung dari keberadaan sumber airalternatif lainnya. Air bawah tanah di suatulokasi mempunyai sifat yang strategis danvital, apabila tidak ada sumber air alternatiflain yang dapat dipakai sebagai sumberair baku, misalnya air sungai ataupun airyang dipasok oleh jaringan air bersih(PDAM) sehingga air bawah tanah menjadisatu-satunya sumber air di lokasi ataudaerah tersebut. Berdasarkan keberadaansumber air alternatif tersebut maka nilaistrategis air bawah tanah dapat di bedakanmenjadi dua daerah:

1) Daerah di luar jangkauan sumber airalternatif

2) Daerah di dalam jangkauan sumber airalternatif

c. Kualitas Air Bawah Tanah

Kualitas sumberdaya air bawahtanah tergantung pada komposisi batuanyang membentuk akuifer serta pengaruhdari luar, misalnya air laut dan sumberpencemaran. Secara umum kualitas airdibedakan menjadi dua ialah :

1) Kualitas baik untuk bahan baku airminum

2) Kualitas jelek untuk bahan baku airminum

Kualitas air jelek misalnyamempunyai kadar salinitas yang tinggisehingga bersifat payau ataupun asin atautidak layak untuk dijadikan bahan bakuair minum.

2. Komponen Kompensasi Pemulihan

Kompensasi Pemulihan air bawah tanahmerupakan biaya bagi usaha perbaikanperubahan lingkungan akibat pengambilan air

430

Lampiran X Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

bawah tanah. Kompensasi ini dikenakan bagisemua jenis pengambilan air bawah tanah danbagi semua tingkat dampak pengambilan airbawah tanah, baik telah ataupun belummenimbulkan kerusakan lingkungan.

Biaya kompensasi pemulihan kerusakanlingkungan tersebut meliputi :

a. Biaya pemulihan yang diperlukan akibatterjadi penurunan muka air bawah tanah;

b. Biaya pemulihan yang diperlukan akibatterjadi salinisasi;

c. Biaya pemulihan yang diperlukan akibatterjadi penurunan muka tanah (landsubsidence);

d. Biaya pemulihan yang diperlukan akibatterjadi pencemaran air bawah tanah.

Semakin besar volume pengambilanair bawah tanah maka semakin besar pula resikokerusakannya sehingga besarnya kompensasiditentukan secara progresif tergantung besarnyavolume pengambilan air bawah tanah.

3. Komponen Kompensasi Peruntukan danPengelolaan

Penggunaan air bawah tanahdiprioritaskan untuk air minum serta dibedakanberdasarkan subyek pemakainya. Selain itu airbawah tanah dikelola agar dapat dimanfaatkansecara optimal dan berkesinambungan. Untukitu pemakai air bawah tanah perlu dikenaikompensasi biaya peruntukan dan pengelolaanyang dibedakan sebagai berikut :

a. Non Niaga;b. Niaga Kecil;c. Industri Kecil;d. Niaga Besar;e. Industri Besar.

Setiap kelompok pemakai dikenaibiaya peruntukan yang berbeda dimana usahanon niaga paling kecil dan usaha industri pal-ing besar pungutannya.

Bila dipandang perlu setiap kelompoktersebut masih dapat diperinci atau dibedakanmenjadi beberapa jenis pemakai disesuaikandengan kondisi daerah setempat.

IV. PENENTUAN NILAI PEROLEHAN AIR

Nilai Perolehan Air ditentukan berdasarkankomponen sumberdaya alam, komponenkompensasi untuk pemulihan, peruntukan danpengelolaan. Masing-masing komponen tersebutditetapkan nilainya berdasarkan kriteria yang telahdisebutkan di atas.

A. Bobot Komponen Sumberdaya Alam

Berdasarkan kriteria air bawah tanah yangmerupakan gabungan dari komponensumberdaya air bawah tanah maka dibedakanmenjadi tiga tingkatan bobot yang dihitungsecara eksponensial terhadap nilai peringkatnya.

1. Suatu daerah yang mempunyai sumberdayaair bawah tanah dengan potensi besar baikkualitas maupun kuantitas tetapi terdapatsumberdaya air alternatif mempunyaiperingkat 3 maka diberi bobot 9.

2. Suatu daerah yang mempunyai sumberdayaair bawah tanah dengan potensi besar baikkualitas maupun kuantitas tetapi tidakterdapat sumberdaya air alternatif mem-punyai peringkat 2 maka diberi bobot 4.

3. Suatu daerah yang mempunyai sumberdayaair bawah tanah dengan potensi kecilkarena kualitasnya jelek mempunyaiperingkat 1 maka diberi bobot 1.

Bobot tersebut dihitung secaraeksponensial pangkat dua terhadap nilaiperingkatnya. Nilai eksponen dua tersebutmerupakan nilai rata-rata sumberdaya air bawahtanah, tetapi dimungkinkan nilai eksponen lebihkecil atau lebih besar dari nilai dua tersebuttergantung keadaan sumberdaya air bawah tanahsetempat dan ketentuan daerah.

Berdasarkan kombinasi komponen airbawah tanah sebagai sumberdaya alamsebagaimana diuraikan di atas maka dapatdikelompokkan dan diberikan bobotberdasarkan nilai potensinya sebagai berikut :

Tabel a : Bobot komponen sumberdaya alam

No Kriteria Peringkat Bobot

1. Air bawah tanah, kualitas baik, adasumber air 3 9

2. alternatif 2 43. Air bawah tanah, kualitas baik, 1 1

tidak ada sumber air alternatifAir bawah tanah, kualitas jelek

Bobot tesebut diatas dipakai sebagai faktorpengali terhadap harga air baku air bawahtanah. Harga air baku air bawah tanah dihitungmengacu pada biaya investasi eksploitasi airbawah tanah rata-rata di suatu daerah.

431

Lampiran X Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

B. Bobot Komponen Kompensasi

Bobot komponen kompensasi untuk usahapemulihan, peruntukan dan pengelolaan(selanjutnya disebut sebagai kompensasi)ditetapkan terutama berdasarkan jenispenggunaan (subyek pengambil) dan volumepemakaiannya setiap bulan secara progresifsebagai berikut :

Tabel b : Bobot komponen kompensasi

Kompensasi (tabel c) = 40% dikalikan BobotKomponen Kompensasi(tabel b) +

Jumlah = Faktor Nilai Air

Harga Dasar Air dirumuskan sebagai berikut :

HDA = (Faktor Nilai Air) x (Harga Air Baku)

Nilai Perolehan Air dirumuskan sebagaiberikut :

NPA = (Volume) x (Faktor Nilai Air) x (Harga Air Baku)

Contoh Cara Perhitungan Nilai Perolehan Air

1. Perhitungan Harga Air Baku

Misal di suatu daerah untuk mendapatkan airbaku digunakan sumurbor dalam denganperincian harga eksploitasi sebagai berikut :

Pembuatan sumurborkedalaman 150 m Rp. 150.000.000,00Biaya operasionalselama 5 tahun Rp. 60.000.000,00

Jumlah Rp. 210.000.000,00

Umur produksi sumurbor tersebut dimisalkan 5tahun, debit sumur 50 m3/hari sehingga volumepengambilan atau produksi air selama5 tahun = 5 x 365 x 50 m3 = 91.250 m3

Sehingga Harga Air Baku = Rp. 210.000.000/91.250 m3 = Rp. 2.301/m3

Untuk memperoleh harga air baku yang berasaldari mataair dapat digunakan perhitunganseperti di atas dengan memasukkan komponenbiaya penurapan, perpipaan dan biayapengolahan.

2. Perhitungan Nilai Perolehan Air

a. Pengguna air bawah tanah untuk keperluan NonNiaga

Jumlah volume pemanfaatan air bawahtanah 3000 m3, kualitas baik, ada sumber airalternatif (di dalam daerah jaringan PDAM) makaperhitungan NPA sebagai berikut :

Perhitungan Faktor Nilai Air

Volume 0 - 50 m3

Komponen SumberdayaAlam = 9 x 0,6 = 5,4Komponen Kompensasi = 1 x 0,4 = 0,4

Jumlah Faktor Nilai Air = 5,8

Volume 51 - 500 m3

Nilai bobot setiap kelompok tersebutdipakai sebagai pengali terhadap harga air baku.Nilai bobot tersebut ditetapkan berdasarkanketentuan daerah, nilai bobot lebih kecil ataulebih besar dari nilai tersebut di atas.

C. Prosentase Komponen Harga Dasar Air

Setiap komponen Harga Dasar Airmempunyai prosentase masing-masing yangbesarnya sebagai berikut :

Tabel c : Bobot Komponen Harga Dasar Air

No Komponen Bobot

1 Sumberdaya Alam 60%2. Kompensasi Pemulihan, 40%

Peruntukan dan Pengelolaan

D. Harga Air Baku

Air baku dalam pengertian ini merupakanair yang berasal dari air bawah tanah termasukmata air yang telah diambil dari sumbernya dantelah siap untuk dimanfatkan. Harga air bakumerupakan nilai rupiah dari biaya eksploitasiatau investasi untuk mendapatkan air bakutersebut besarnya yang ditentukan oleh Daerah.

E. Rumusan Nilai Perolehan Air

Berdasarkan berbagai komponen tersebutdi atas maka Faktor Nilai Air dapat dirumuskansebagai berikut :

Sumberdaya alam =60% dikalikan Bobot(tabel c) Komponen Sumberdaya

alam (tabel a)

No Peruntukan 0-50 51-500 501-1000 1001-2500 >2500

m 3 m 3 m3 m3 m3

1. Non Niaga 1 1,1 1,2 1,3 1,42. Niaga Kecil 2 2,2 2,4 2,6 2,83. Industri 3 3,3 3,6 3,9 4,5

Kecil4. Niaga Besar 4 4,4 4,8 5,2 5,65. Industri 5 5,5 6,0 6,5 7,0

Besar

432

Lampiran X Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Komponen SumberdayaAlam = 9 x 0,6= 5,4Komponen Kompensasi = 1,1 x 0,4= 0,44

Jumlah Faktor Nilai Air = 5,84

Volume 501 - 1000 m3

Komponen SumberdayaAlam = 9 x 0,6= 5,4Komponen Kompensasi = 1,2 x 0,4= 0,48

Jumlah Faktor Nilai Air = 5,88

Volume 1001 - 2500 m3

Komponen SumberdayaAlam = 9 x 0,6= 5,4Komponen Kompensasi = 1,3 x 0,4= 0,52

Jumlah Faktor Nilai Air = 5,92

Volume 2500 - 3000 m3

Komponen SumberdayaAlam = 9 x 0,6= 5,4Komponen Kompensasi = 1,4 x 0,4= 0,56

Jumlah Faktor Nilai Air = 5,96

Perhitungan nilai Perolehan Air

(Volume x Harga Dasar Air) = (Volume x FaktorNilai Air x Harga Air Baku)

Volume 0 -50 m3 =50 x 5,80 x Rp. 2.301 = Rp. 667.290

Volume 51-500 m3 =450 x 5,84 x Rp. 2.301 = Rp. 6.047.028

Volume 501-1000 m3 =500 x 5,88 x Rp. 2.301 = Rp. 6.764.940

Volume 1001-2500 m3 =1500 x 5,92 x Rp. 2.301 = Rp. 20.432.880

Volume 2500-3000 m3 =500 x 5,96 x Rp. 2.301 = Rp. 6.856.980

NPA = Rp. 40.769.118

Pajak pemanfaatan air bawah tanah =20% x NPA = Rp. 8.153.823

b. Pengguna air bawah tanah untuk keperluan NiagaBesar

Jumlah volume pemanfaatan air bawah tanah3000 m3 , kualitas baik, ada sumber air alternatif(di dalam daerah jaringan PDAM) makaperhitungan NPA sebagai berikut :

Perhitungan Faktor Nilai Air

Volume 0 - 50 m3

Komponen Sumberdaya alam = 9 x 0,6 = 5,4Komponen Kompensasi = 4 x 0,4 = 1,6

Jumlah Faktor Nilai Air = 6,0

Volume 51 - 500 m3

Komponen Sumberdaya Alam = 9 x 0,6= 5,4Komponen Kompensasi = 4,4 x 0,4= 1,76

Jumlah Faktor Nilai Air = 7,14

Volume 501 - 1000 m3

Komponen Sumberdaya Alam = 9 x 0,6= 5,4Komponen Kompensasi = 4,8 x 0,4= 1,92

Jumlah Faktor Nilai Air = 7,32

Volume 1001 - 2500 m3

Komponen Sumberdaya Alam = 9 x 0,6= 5,4Komponen Kompensasi = 5,2 x 0,4= 2,08

Jumlah Faktor Nilai Air = 7,48

Volume 2500 - 3000 m3

Komponen Sumberdaya Alam = 9 x 0,6 = 5,4Komponen Kompensasi = 5,6 x 0,4= 2,24

Jumlah Faktor Nilai Air = 7,64

Perhitungan nilai Perolehan Air

(Volume x Harga Dasar Air) = (Volume x FaktorNilai Air x Harga Air Baku)

Volume 0 - 50 m3 =50 x 6,00 x Rp. 2.301 = Rp. 690.300Volume 51 - 500 m3 =450 x 7,16 x Rp. 2.301 = Rp. 7.413.822Volume 501-1000 m3 =500 x 7,32 x Rp. 2.301 = Rp. 8.421.660Volume 1001-2500 m3 =1500 x 7,48 x Rp. 2.301 = Rp. 25.817.220Volume 2500-3000 m3 =500 x 7,64 x Rp. 2.301 = Rp. 8.789.820

NPA = Rp. 51.132.822

Pajak pemanfaatan air bawah tanah =20% x NPA = Rp. 10.226.564

c. Pengguna air bawah tanah untuk keperluan NonNiaga

Jumlah volume pemanfaatan air bawah tanah3000 m3 , kualitas baik, tidak ada sumber airalternatif (di luar daerah jaringan PDAM) makaperhitungan NPA sebagai berikut :

Perhitungan Faktor Nilai Air

Volume 0 - 50 m3

Komponen Sumber Daya alam = 4 x 0,6 = 2,4Komponen Kompensasi = 1 x 0,4 = 0,4

Jumlah Faktor Nilai Air = 2,8

433

Lampiran X Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Volume 51 - 500 m3

Komponen Sumberdaya Alam = 4 x 0,6= 2,4Komponen Kompensasi = 1,1 x 0,4= 0,44

Jumlah Faktor Nilai Air = 2,84

Volume 501 - 1000 m3

Komponen Sumberdaya Alam = 4 x 0,6= 2,4Komponen Kompensasi = 1,2 x 0,4= 0,48

Jumlah Faktor Nilai Air = 2,88

Volume 1001 - 2500 m3

Komponen Sumberdaya Alam = 4 x 0,6= 2,4Komponen Kompensasi = 1,3 x 0,4= 0,52

Jumlah Faktor Nilai Air = 2,92

Volume 2500 - 3000 m3

Komponen Sumberdaya Alam = 4 x 0,6 = 2,4Komponen Kompensasi = 1,4 x 0,4= 0,56

Jumlah Faktor Nilai Air = 2,96

Perhitungan Nilai Perolehan Air

(Volume x Harga Dasar Air) = (Volume x FaktorNilai Air x Harga Air Baku)

Volume 0 - 50 m3 =50 x 2,80 x Rp. 2.301 = Rp. 322.140

Volume 51 - 500 m3 =450 x 2,84 x Rp. 2.301 = Rp. 2.940.678

Volume 501-1000 m3 =500 x 2,88 x Rp. 2.301 = Rp. 3.313.440

Volume 1001-2500 m3 =1500 x 2,92 x Rp. 2.301 = Rp. 10.078.380

Volume 2500-3000 m3 =500 x 2,96 x Rp. 2.301 = Rp. 3.405.480

NPA = Rp. 20.060.118

Pajak pemanfaatan air bawah tanah =20% x NPA = Rp. 4.012.023

d. Pengguna air bawah tanah untuk keperluan NonNiaga Besar

Jumlah volume pemanfaatan air bawah tanah3000 m3 , kualitas baik, tidak ada sumber airalternatif (di luar daerah jaringan PDAM) makaperhitungan NPA sebagai berikut :

Perhitungan Faktor Nilai Air

Volume 0 - 50 m3

Komponen Sumber Daya alam = 4 x 0,6 = 2,4Komponen Kompensasi = 4 x 0,4 = 1,6

Jumlah Faktor Nilai Air = 4,0

Volume 51 - 500 m3

Komponen Sumberdaya Alam = 4 x 0,6 = 2,4Komponen Kompensasi = 4,4 x 0,4= 1,76

Jumlah Faktor Nilai Air = 4,16

Volume 501 - 1000 m3

Komponen Sumberdaya Alam = 4 x 0,6 = 2,4Komponen Kompensasi = 4,8 x 0,4= 1,92

Jumlah Faktor Nilai Air = 4,32

Volume 1001 - 2500 m3

Komponen Sumberdaya Alam = 4 x 0,6 = 2,4Komponen Kompensasi = 5,2 x 0,4= 2,08

Jumlah Faktor Nilai Air = 4,48

Volume 2500 - 3000 m3

Komponen Sumberdaya Alam = 4 x 0,6 = 2,4Komponen Kompensasi = 5,6 x 0,4= 2,24

Jumlah Faktor Nilai Air = 4,64

Perhitungan Nilai Perolehan Air

(Volume x Harga Dasar Air) = (Volume x FaktorNilai Air x Harga Air Baku)

Volume 0 - 50 m3 =50 x 4,00 x Rp. 2.301 = Rp. 460.200

Volume 51 - 500 m3 =450 x 4,16 x Rp. 2.301 = Rp. 4.307.472

Volume 501-1000 m3 =500 x 4,32 x Rp. 2.301 = Rp. 4.970.160

Volume 1001-2500 m3 =1500 x 4,48 x Rp. 2.301 = Rp. 15.462.720

Volume 2500-3000 m3 =500 x 4,64 x Rp. 2.301 = Rp. 5.338.320

NPA = Rp. 30.538.872

Pajak pemanfaatan air bawah tanah =20% x NPA = Rp. 6.107.774

F. Penutup

Pedoman ini berisi tentang garis besar yangmasih dimungkinkan untuk dirinci oleh Daerah baikmengenai pembagian kelompok maupun besarnyabobot penilaian yang disesuaikan dengan kondisisumberdaya air bawah tanah serta kondisi sosialekonomi Daerah setempat.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

ttd

Purnomo Yusgiantoro

434

Lampiran XI Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

LAMPIRAN XI KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERALN O M O R : 1451 K/10/MEM/2000TANGGAL : 3 November 2000

PEDOMAN PELAPORAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengambilan air bawah tanah akanmempengaruhi terhadap ketersediaan air bawahtanah dan kondisi lingkungan keberadaannya.Apabila jumlah pengambilan air bawah tanahtidak diketahui dan ternyata telah melampauibatas keseimbangan antara kemampuanimbuhan dengan jumlah pengambilannya, makaakan menimbulkan dampak negatif terhadaplingkungan. Dampak negatif tersebut dapatberupa penurunan jumlah maupun mutu airbawah tanah.

Pengelolaan air bawah tanah yangberorientasi pada kelestarian lingkungan, sertapemanfaatannya yang berlangsung secaraberkelanjutan perlu dibudidayakan. Salah satulangkah yang dilakukan adalah pemantauanterhadap jumlah pengambilan air bawah tanahdalam kurun waktu tertentu.

Informasi jumlah pengambilan airbawah tanah diperoleh melalui pelaporanpengambilan air bawah tanah dari setiap titikpengambilan.

B. Maksud dan Tujuan

Pedoman ini dimaksudkan sebagaiacuan bagi pengambilair bawah tanah dalammelaporkan kegiatan pengambilan air bawahtanah.

Tujuannya adalah untuk mengatur tatacara serta penyeragaman pelaporan pengambilanair bawah tanah dari seluruh titik pengambilansehingga menghasilkan data yang lengkapsehingga memudahkan dalam pengelolaan dataair bawah tanah.

C. Ruang Lingkup

Pedoman pelaporan pengambilan airbawah tanah ini mencakup sasaran; pengertian;ketentuan teknis, pelaksana isi laporan danperiode pelaporan.

D. Sasaran

Sasaran pembuatan pedoman pelaporanpengambilan air bawah tanah adalah :1. untuk mengetahui jumlah air bawah tanah

yang telah diambil di suatu daerah.

2. untuk mengawasi pelaksanaan peng-ambilan air bawah tanah sesuai denganSurat Izin Pengambilan Air Bawah Tanah(SIPA).

II. PENGERTIAN

1. Jumlah pengambilan air bawah tanah adalahvolume air bawah tanah dalam satuan volumeyang diambil dari sumurgali, sumur pasak,sumurbor atau mataair setiap bulan.

2. Debit pemompaan adalah volume [liter ataum3] air yang dipompa per satuan waktu [menit,jam atau hari].

3. Lama pemompaan adalah lama atau durasidilakukannya pemompaan setiap hari.

4. Meter air atau alat ukur lainnya adalah alatuntuk menghitung volume air yang mengalirdi dalam pipa atau saluran yang telah diteraoleh instansi yang berwenang.

III. Ketentuan Teknis

A. Pelaksana

Pelaporan pengambilan air bawah tanahdilaksanakan oleh pengambil air bawah tanahyang ditujukan kepada Bupati/Walikota dengantembusan kepada Direktur Jenderal danGubernur.

B. Isi Laporan

Laporan pengambilan air bawah tanah terdiridari :

a. Nama perusahaan;

b. Alamat Perusahaan;

c. Lokasi pengambilan air bawah tanah(sumurbor, sumurpasak, sumurgali ataumataair, dsb) meliputi Desa/Kelurahan,Kecamatan, Kabupaten/Kota, dan Propinsi;

d. Bulan dan tahun, yaitu bulan dan tahundilaksanakan pencatatan dan pengukuran;

e. Nama titik pengambilan, yaitu sumur ke.... atau nama mataair, serta nomor registrasisumurbor atau mataair;

f. Izin pengambilan air bawah tanah, yaitunomor dan tanggal SIPA serta jumlahpengambilan yang diizinkan berdasarkanSIPA;

435

Lampiran XI Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

g. Jumlah pengambilan air bawah tanahsesuai dengan pencatatan pada meter airatau alat ukur lainnya;

h. Debit pemompaan, yaitu debit hariandalam satu bulan.

Daftar isian Laporan Pengambilan AirBawah Tanah sebagaimana tercantum dalamDaftar Isian 1 dan 2.

C. Periode Pelaporan

Pelaporan jumlah pengambilan airbawah tanah wajib dilaksanakan setiap bulan.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

ttd

Purnomo Yusgiantoro

436

Lampiran XI Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451 K/10/MEM/2000

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL