Kepuasan Perkawinan pada Istri yang Menjalani Perkawinan...

33
KEPUASAN PERKAWINAN PADA ISTRIYANG MENJALANI PERKAWINAN JARAK JAUH OLEH NAOMI WIDYASWORO 802008601 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Transcript of Kepuasan Perkawinan pada Istri yang Menjalani Perkawinan...

KEPUASAN PERKAWINAN PADA ISTRIYANG MENJALANI

PERKAWINAN JARAK JAUH

OLEH

NAOMI WIDYASWORO

802008601

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Abstrak

Individu dalam memasuki sebuah perkawinan mempunyai harapan jika perkawinan

yang di bangun berjalan seumur hidup dan bertahan selamanya. Membangun rumah

tangga bersama-sama sehingga mendapatkan kebahagian dalam rumah tangga. Namun

tidak jarang, Fenomena yang terjadi dalam kehidupan perkawinan saat ini Istri harus

berpisah dari suami karena pekerjaan yang diambilnya sebelum menikah. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui kepuasan perkawinan pada istri yang sedang menjalani

perkawinan jarak jauh. Partisipan penelitian ini adalah wanita yang sudah menikah dan

perkawinan di tempuh dalam kondisi jarak jauh dimana suami berada di luar pulau jauh

dari keberadaan istri. Karakteristik lain yang terdapat pada partisipan adalah usia

perkawinan satu sampai lima tahun. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif

fenomenologi dengan teknik pengumpulan data menggunakan hasil wawancara dan

observasi. penelitian ini menggunakan aspek-aspek kepuasan perkawinan dalam Fowers

dan Olson (1989, 1993). Dari hasil penelitian ini menunjukkan adanya ketidak puasaan

partisipan dalam hal komunikasi dengan suami yang terkadang membuat masalah dalam

rumah tangga, kepercayaan kepada suami membuat keterbukaan, dukungan teman dan

keluarga dapat memberi motivasi pada partisipan.

Kata kunci : Kepuasan Perkawinan, Perkawinan Jarak Jauh

Abstract

Someone who enters a marriage has hopes that the marriage they built can last for life

and forever. They hope that they can get happiness in their marriage. In other hands,

the phenomena that occur in life in today's marriages is when wife must be separated

from her husband because her husband took a job before their marriage. This study

aims to determine marital satisfaction on wife who is undergoing a long-distance

marriage. Participants of this study were women who were married and marriage in

distance marriage in a state in which the husband was work outside the island away

from his wife.Data collection techniques will be undertaken using a qualitative method

of interviews and observations. This research uses aspects of marital satisfaction by

Fowers and Olson(1989, 1993). The results of this study indicate dissantisfaction in

communication sometimes create problems in the family, husband’s trust make openess,

the support of friends and family give motivation to the participants.

Keyword : marriage satisfaction, long distance marriage

1

PENDAHULUAN

Kehidupan manusia tidak terlepas dari kebergantungan dan saling membutuhkan

satu dengan yanglain dan perkawinan merupakan pemersatu antara pria dan wanita

dalam sebuah keluarga. Pernikahan merupakan hubungan antara pria dan wanita yang

secara sosial diakui dan ditujukan untuk melegalkan hubungan seksual, melegitimasi

dalam membesarkan anak dan membangun pembagian peran antara sesama pasangan

menurut Duvall &Miller (dalam Wisnuwardani &Fatmawati, 2012). Keluarga sebagai

sebuah sistem memiliki karakteristik yang terkait dengan kemampuan keluarga dalam

beradaptasi untuk meraih kepuasan hidup keluarga Henry (dalam Lestari, 2012).

Dua pribadi yang memasuki jenjang perkawinan merupakan dua pribadi yang

berbeda satu sama lain. Meninggalkan rumah menjadi orang dewasa yang hidup sendiri

adalah fase pertama dalam siklus kehidupan keluarga dan melibatkan pelepasan.

Pelepasan adalah proses orang dewasa muda menjadi orang dewasa dan keluar dari

keluarga asalnya.Orang dewasa akan menjadi satu dengan pasangannya dalam

membentuk satu rumah tangga yang baru melalui perkawinan. Fase kedua dalam

menempuh suatu kehidupan perkawinan adalah fase dimana individu membentuk suatu

keluarga baru yaitu individu dari dua keluarga yang berbeda bersatu untuk membentuk

suatu sistem keluarga yang baru. Fase kedua ini merupakan penyatuan dua sistem

keluarga untuk membangun sistem keluarga yang baru, selain itu dalam fase ini

pasangan satu sama lain melibatkan diri dalam menjalin relasi dengan keluarga kerabat.

Fase yang ketiga dimana pasangan memiliki anak-anak.Kondisi ini menuntut mereka

memberikan kasih sayang kepada anak. Selain pasangan harus memahami peran mereka

2

sebagai orangtua itu sehingga dapat berkomitmen yang dapat menyesuaikan diri dalam

proses perkembangan anak (Santrock,2002).

Perkawinan merupakan penyatuan dua orang yang saling merindukan, saling

menginginkan kebersamaan, saling membutuhkan, saling memberi dukungan, dorongan

dan saling melayani, semuanya diwujudkan dalam kehidupan yang dinikmati secara

bersama (Gunarsa, 2003). Dengan adanya kebersamaan dan saling melengkapi,

kepuasan perkawinan dapat tercapai sejauh mana kedua pasangan perkawinan dapat

memenuhi kebutuhan pasangan masing-masing dan sejauh mana kebersamaan,

kebebasan dari hubungan yang mereka ciptakan memberikan peluang bagi mereka

untuk memenuhi kebutuhan dan harapan-harapan yang mereka bawa sebelum

perkawinan terlaksana (Sudarjoen dalam Wardani, 2012).

Kepuasan perkawinan adalah komponen dari penyesuaian perkawinan dan

asumsinya, seseorang dengan penyesuaian perkawinan yang baik akan menggambarkan

kepuasan yang baik, kebalikannya jika seseorang dengan penyesuaian perkawinan yang

buruk dapat menggambarkan ketidakpuasan dalam perkawinan menurut (Spainer dalam

Rachmawati, 2013). Kepuasan perkawinan menurut Olson dan Fower (1993) adalah

evaluasi secara menyeluruh mengenai kehidupan perkawinan, ada 10 aspek kepuasan

perkawinan yang di ungkapan oleh Olson dan Fower (1989) yaitu isu kepribadian,

kesamaan peran, komunikasi, aktivitas bersama, orientasi agama, pengelolaan keuangan, solusi

masalah, orientasi seksual, anak dan orangtua, keluarga dan teman. Faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi dalam kepuasan perkawinan (Papalia dalam Wismanto, 2012) antara lain

usia saat menikah, agama, dukungan emosional, latar belakang pendidikan dan

3

perbedaan harapan. Boettcher (dalam Wismanto, 2012) berpendapat bahwa empati dan

keintiman juga menjadi faktor dari kepuasaan perkawinan.

Dalam suatu perkawinan menurut Tylor (dalam Wardani, 2012) dibutuhkan

komunikasi yang baik diantara pasangan suami istri.Luasnya komunikasi yang intim

bagi kedua pasangan memberikan efek yang signifikan pada kedua pasangan dalam

tingkat kepuasan relasi mereka.Selain komunikasi yang baik, keintiman dan kedekatan,

seksualitas, kejujuran dan kepercayaan, semuanya itu menjadi sangat penting untuk

menjalin relasi perkawinan yang memuaskan.

Setiap kehidupan rumah tangga tidak selalu akan berjalan dengan mulus seperti

yang seringkali didambakan setiap pasangan. Ada saja kendala yang dialami oleh

pasangan. Menurut Hurlock (1997) kehidupan perkawinan pada awal tahun pertama dan

kedua merupakan masa-masa pasangan menyesuaikan satu sama lain. Pasangan suami

istri sering kali mengalami permasalahan yang terkadang menimbulkan ketegangan

emosional. Dalam kehidupan perkawinan pasangan akan mengalami konflik dan

masalah yang harus mereka hadapi dan selesaikan secara bersama sama.

Pasangan suami istri pada umumnya menginginkan dapat tinggal bersama dalam

tempat tinggal yang sama, namun tidak semua keluarga dapat mewujudkannya. Ada

beberapa keluarga yang tidak tinggal dalam satu rumah dikarenakan berbagai alasan.

Menurut Scott (2002) Perkawinan jarak jauh adalah pola hubungan jarak jauh yang di

tandai jarangnya pertemuan atau tatap muka antara suami istri dan biasanya pasangan

tersebut tinggal di kota yang berbeda. Hubungan jarak jauh diartikan sebagai hubungan

yang disebabkan oleh sesuatu hal sehingga menyebabkan pasangan suami istri harus

4

tinggal terpisah, mereka yang menjalani perkawinan jarak jauh misal suami di mutasi

atau dipindahkan kekota lain oleh tempat kerjanya namun istri tetap tinggal di kota

asalnya karena tidak memungkinkan untuk ikut hal ini di kemukakan oleh (Wardani

dkk, 2013).

Pasangan yang menjalani perkawinan jarak jauh (long distance marriage) tentu

saja akan menghadapi masalah yang berbeda dengan pasangan yang tinggal bersama.

Masalah utama dilihat dalam komunikasi jika dibanding dengan pasangan yang tinggal

serumah (Rachmawati dan Endah, 2013) selain masalah komunikasi, pengambilan

keputusan, kelelahan terhadap peran, kurangnya kebersamaan seringkali menjadi

masalah dalam menjalani perkawinan jarak jauh.

Pasangan yang melakukan perkawinan jarak jauh akan jarang bertemu sehingga

ini memungkinkan menimbulkan permasalahan pada pasangan.Menurut Ibrahim (dalam

Handayani, 2008) masalah rumah tangga umumnya terjadi karena lunturnya tingkat

kepercayaan. Pernikahan yang berkisar 5-10 tahun adalah pernikahan yang rawan

karena beradaptasi dengan pasangannya.Pernikahan jarak jauh semakin marak

dilakukan oleh pasangan suami istri dan pemenuhan kebutuhan terkadang menjadi

alasan utama menjalani pernikahan jarak jauh. Pada hubungan jarak jauh ini terkendala

jarak sehingga komunikasi merupakan hal yang penting bagi pasangan.

Perkawinan jarak jauh membatasi khususnya dalam aspek komunikasi secara

langsung, pemecahan masalah dalam rumah tangga hanya dirasakan oleh salah satu

pasangan saja, seperti yang diungkapkan Nova (wawancara pribadi, 5 September 2014),

Nova dan suami bertemu hanya 6 bulan sekali karena suami bekerja sebagai pelaut di

5

sebuah kapal pesiar. Ketika anaknya sakit, Nova kewalahan dan sangat membutuhkan

suami. Sebagai istri yang juga harus bekerja ia harus mengasuh anak yang menjadi

tanggung jawab seorang istri. Menurut Santrock (2002) dalam pengasuhan anak

menuntut komitmen sebagai orang tua meliputi suami dan istri, memahami peran

sebagai orangtua dan mengetahui perkembangan anak secara bertahap, juga menyatakan

bahwa tugas-tugas berkaitan pekerjaan dan kehidupan keluarga merupakan tugas yang

sangat banyak, sangat penting dan sangat sulit diatasi.

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setyaningrum (2006) pada

partisipan istri pelaut, mengatakan bahwa keharmonisan hubungan rumah tangga sangat

diperlukan untuk menunjang kepuasan dalam pernikahan.Karena kurangnya waktu

bertemu yang dialami oleh istri pelaut, maka istri harus pandai menjaga komunikasi

dengan suaminya, harus menjaga hubungan dengan mertua dan ipar selain itu juga harus

ada penyesuaian seksual yang baik dan penyesuaian keuangan yang mencukupi.

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Meinatun (2013) penelitian

ini mengungkapkan bahwa 1 dan 3 subjek merasakan kepuasan pernikahan ditunjukkan

dengan komunikasi, kepercayaan dan kesetiaan, saling pengertian, kerjasama mengasuh

anak, pemenuhan materi dan rasa empati. Subjek 2 merasakan kurang puas dengan

pernikahannya karena kasih sayang yang diberikan suami kurang dan perasaan kecewa

terhadap suami yang kurang peka terhadap subjek, serta kualitas kebersamaan kurang

optimal dan juga ada campur tangan keluarga suami dalam rumah tangga subjek.

Berdasarkan uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa kehidupan berumah

tangga membutuhkan adanya kebersamaan antara suami dan istri sehingga dapat

6

mewujudkan kepuasan dalam mencapai pernikahan.Oleh karena itu penelitian tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul kepuasan perkawinan pada istri yang

menjalani perkawinan jarak jauh.

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Desain penelitian mengunakan penelitian kualitatif fenomonologi menurut

Smith & Osborn (2007) fenomonologi adalah metode pemikiran untuk memperoleh ilmu

pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang ada dengan langkah-langkah

logis, sistematis kritis, tidak berdasarkan apriori/prasangka, dan tidak dogmatis.

Teknik PengumpulanData

Menurut Moleong (2010) sumber data yang utama dalam penelitian kualitatif

adalah berupa kata-kata yaitu wawancara dan observasi. Tindakan selebihnya adalah

data tambahan seperti dokumen dan lain sebagainya.Untuk mendapatkan gambaran

kepuasan dari partisipan, penelitian yang dilakukan dengan menggunakan aspek-aspek

kepuasan perkawinan dari Fower dan Olson (1989;1993).Beberapa tahap dalam analisis

data yakni membahas seluruh data yang diperoleh, melakukan reduksi data, melakukan

kategorisasi dan penafsiran data. Untuk pengujian keabsahan data dalam penelitian ini

digunakan teknik triangulasi untuk pemeriksaan melalui sumber lain ( Moleong, 2010).

7

Teknik Analisis

Teknik analisis Interpretative Phenomenological Analysis (IPA) menurut Smith

& Osborn (2007)mengunakan tahapan sebagai berikut reading and reading , initial

noting, developing emergent Themes, Searching for connection a cross emergent

themes, Moving the next case, Looking for pattern accross area.

Gambaran Umum Partisipan

Partisipan 1 lahir di Salatiga 15 Januari 1986, partisipan 1 adalah orang asli

Salatiga, pendidikan terakhir partisipan 1 adalah SMK, partisipan adalah seorang

wiraswasta yang sehari-hari membuka salon. Partisipan 1 sudah menikah selama 3

tahun dan sudah dikaruniai seorang putri yang berumur 2,5 tahun. Suami partisipan 1

bekerja di pertambangan Kalimantan sejak mereka masih berpacaran.perbedaan usia

suami dan partisipan 1 adalah 3 tahun. Setelah menikah dengan suami partisipan 1

tinggal dengan mertuanya di Salatiga.

Partisipan 2 lahir di Salatiga 6 Januari 1988, partisipan 2 merupakan orang asli

Salatiga. Pendidikan terakhir partisipan 2 adalah SMK, partisipan adalah seorang ibu

rumah tangga dan wiraswasta dengan membuka warung kelontong. Partisipan 2 sudah

menikah selama 2 Tahun dan di karuniai seorang anak laki-laki berumur 12 bulan.

Suami partisipan 2 bekerja di sebuah perusahaan garmen yang berada dibatam , usia

perkawinan partisipan 2 dan suami adalah 2 tahun, saat ini partisipan 2 tinggal bersama

orangtuanya di Salatiga.

8

HASIL PENELITIAN

Isu Kepribadian

Berdasarkan hasil penelitian partisipan 1, terlihat komunikasi yang cukup lancar

antara partisipan 1 dan suami yang bekerja diluar pulau, karena dilakukan setiap hari

melalui telepon. Meskipun demikian seringkali terjadi kesalahpahaman dalam

komunikasi tersebut. Yang terjadi adalah suami merasa jengkel dengan beberapa

perilaku istri misalnya pada saat istri tidak mengangkat telpon darinya karena sedang

sibuk bekerja atau sedang mengurus anak atau ketika maksud dari suami tidak dapat

ditangkap baik oleh istri. Hal ini membuat istri merasa tidak puas dengan sikap suami

yang cenderung ingin di perhatikan terus menerus dan tidak sabaran saat menjalani

perkawinan jarak jauh.

Ya kadang ada sih mbak, kalo misal saat suami ngomong dia gak denger atau

saat dia ngomong akunya gak denger karena ngurus anak gitu kan sering salah

paham (106-109 P1 W1)

Pada partisipan 2 terlihat komunikasi yang kurang baik antara ia dan suami. Suami

jarang sekali menghubungi partisipan 2. Komunikasi hanya terjadi pada saat suami akan

mengirim uang dan apabila suami ingin menanyakan kondisi anak saja hal ini di

sebabkan karena suami kesal dengan istri yang selalu mengeluh dengan kondisinya

yang capek setelah bekerja atau mengurus anak. Hal tersebut membuat istri merasa

jengkel dan tidak mengalami kepuasan dalam perkawinannya khususnya pada sikap dan

perilaku suami yang tidak memperdulikan partisipan 2.

“aku pengennya itu namanya orang berumah tangga kan dimanapun kapanpun

sedikit punya waktu untuk menghubungi, tapi kan suamiku gak pernah

9

menghubungi , bok ya tanya kabarku atau kabar anak tpi kan suamiku

tanggapannya lain gitu (P2 W2 77-79)

Kesamaan Peran

Selama menjalani perkawinan jarak jauh partisipan 1 melakukan peran ganda

yang membuat ia sangat membutuhkan kehadiran suami khususnya pada saat ia

mengalami kerepotan dalam bekerja di salon, megerjakan pekerjaan rumah tangga,

mengasuh anak dan ketika anak sedang dalam keadaan sakit. Ia merasa puas pada saat

suami pulang dan membantunya mengerjakan pekerjaan rumah, seperti menemani anak

bermain, membantu dalam memasak dan juga mengantar jemput anak dan menemani

anak saat ia harus bekerja di salon.

“jadi pas anakku lepas ASI itu dia kan mengalami tantrum mbak, marah-marah

sendiri terus nangis gitu kan repot banget mbak, tak gendong aku kan juga capek

to, ya tapi mau gimana suami jauh dari rumah gak bisa bantu, ya aku urus sendiri

tapi lama-lama ya terbisa to mbak gak nangis lagi (P1 W2 199-203)”

Tidak hanya dalam mengasuh anak saja partisipan sangat mengharapkan kehadiran

suami untuk mendampinginya melalui masa-masa sulit mengatasi anak yang tantrum

akibat lepas ASI. Namun jarak yang jauh membuat suami hanya dapat menunjukkan

dukungannya dengan mendengarkan, menghibur dan memotivasi istri untuk lebih sabar

menghadapi anak.

Hal yang sama juga dirasakan partisipa 2 dalam menjalankan peran ganda. Tidak

mudah bagi partisipan 2 karena selain mengurus anak ia pun harus bekerja untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya,dan saat-saat seperti ini ia sangat mengharapkan

10

kehadiran suami. Karena kelelahan fisik, maka partisipan 2 memutuskan untuk berhenti

bekerja dan fokus pada mengasuh anak. Partisipan 2 merasa tidak puas karena tidak ada

keterlibatan suami dalam mengurus anak mereka.

Komunikasi

Partisipan 1 menggunakan media telepon dalam berkomunikasi dengan suami

yang berada diluar pulau. Komunikasi melalui telepon ini dilakukan setiap hari. Suami

sering menghubungi istri saat ia sedang tidak bekerja dan selalu memperhatikan

keadaan istri, sebaliknyapun demikian partisipan 1 juga selalu menanyakan keadaan

suami dan pekerjaannya disana. Ada keterbukaan yang terjadi antara suami dan

partisipan 1. Setiap kali berkomunikasi partisipan 1 selalu menceritakan segala sesuatu

yang ia alami, baik itu masalah yang ia hadapi dengan mertua maupun anak mereka,

sebaliknya suami pun selalu menceritakan keadaannya dengan terbuka mengenai

masalah pekerjaan yang sedang di hadapi. Keterbukaan antara partisipan 1 dengan

suami dirasa semakin berkembang semenjak pacaran sehingga partisipan 1 makin

mengenal suami. Keterbukaan dengan suami juga membuat partisipan 1 merasa dekat

dengan suaminya walaupun mereka terpisah jarak. Keterbukaan ini menimbulkan

kepuasanan partisipan 1 dalam perkawinannya.

“mbak karena aku setuju apa gak suami setuju apa gak gitu jadi kita

ngomongnya di bicarakan dulu, ini ada yang mau dibahas, nah kalo kita berdua

sepakat kamu setuju aku setuju gimana baiknya gitu mbak (P1 W2 68-71)”

11

Pada partisipan 2, tidak terlihat komunikasi yang baik antara ia dan suami, hal

ini tampak dalam jarangnya komunikasi yang terjadi antara suami dan partisipan 2. Ada

masalah yang melatarbelakanginya, yaitu saat sebelum suami kembali untuk bekerja ke

luar pulau, didapati suami masih menghubungi mantan pacarnya, hal ini memicu

kemarahan besar partisipan 2, namun tidak keluar sedikitpun penjelasan dari sang

suami. Masalah yang tidak terselesaikan ini membuat hubungan partisipan 2 dan suami

kurang harmonis, setiap berkomunikasi hanya berakhir dengan pertengkaran sehingga

membuat suami enggan untuk berkomunikasi dengan istri. Partisipan 2 menyadari hal

tersebut namun suami sudah tidak mau lagi berkomunikasi dengannya. Komunikasi

seperti ini membuat partisipan 2 merasa tidak puas dengan keadaannya.

“gak puas to mbak, pastinya kan kalo kelurga ada kerja capek, dia walaupun gak sama

suami, suami masih menanyakan, ya gak usah nanyakan istri nanyakan anak aja aku

dah seneng mbak, gimana kabarnya gimana kabar kondisi anak. Gak usah dia itu mau

atau egois, tapi kan dia yang di timbulkan egois, ya istri kan juga jengkel mbak (P2 W2

160-163)”

Aktivitas Bersama

Jarak yang memisahkan partisipan 1 dan suami tidak membuat suami berhenti

mengingatkan istri agar selalu sholat bersama. Partisipan 1 senang karena mengetahui

suaminya pun melakukan waktu ibadah yang teratur. Hal ini diperkuat oleh kesaksian

adik partisipan 1 yang tinggal satu kota dengan suami karena dari adik itu juga

partisipan 1 dapat mengetahui semua yang dilakukan suami. Quality time juga

terbangun apabila suami partisipan 1 pulang, mereka menghabiskan waktu bersama

dengan makan bersama bertiga atau dengan berbelanja kebutuhan bersama.

12

“Paling main gitu bareng-bareng, kalo bertiga aja biasanya makan gitu, gak

sering ngajak-ngajak gitu, biasanya bertiga seringnya makan atau waktu

belanja begitu. (176-178) “

Pada partisipan 2, partisipan tidak mengetahui kegiatan suami yang tinggal

terpisah darinya karena suami tidak pernah menceritakan mengenai pekerjaannya dan

aktivitas apa saja yang ia lakukan disana. Kegiatan bersama partisipan 2 dalam

menghabiskan waktu luang di lakukan bersama kakak dan anaknya seperti berjalan-

jalan bersama. Kondisi ini membuat partisipan 2 tidak mengalami kepuasan terhadap

aktivitas yang sedang di jalani suaminya.

“pergi sama anak refreshing ya mainlah sama anak supaya gak sumpek gitu

terus anak ya dapet pemandangan hawa yang segar, sama kakak sama keluarga ya gitu

(P1 W2 370-372)”

Orentasi Agama

Partisipan 1 merasa bahwa suaminya bukan orang yang dalam mempelajari

agama terlalu dalam namun suami partisipan 1 punya kemauan mempelajari aturan-

aturan yang ada didalam agama yang mereka anut. Saat partisipan 1 memutuskan untuk

berhijab, suaminya pun mendukung dalam beragama. Suami tidak pernah melarang

keputusan partisipan 1 sebaliknya suami mencarikan informasi apa-apa saja yag harus

dilakukan dalam proses berhijab sehingga istri merasa puas dengan dukungan yang

diberikan suaminya dalam melakukan aturan agamanya.

“dalam Islam kan banyak banget itu mbak yang gak boleh kayak gini gak boleh

kayak gini ya kita diajarin pelan-pelan dari sebelum berhijab sampai berhijab gitu, ya

nanti kalo sudah berhijab tidak terbuka tapi benar-benar tertutup, belajarnya baru

13

awal nah kan ada prosesnya ya InsaAllah lah nanti bisa lebih dalam lagi, suamiku juga

kayak gitu disana juga mencoba lebih baik lagi (P1 W2 145-150)”

Sedangkan pada partisipan 2, ia merasa bahwa suaminya belum dapat menjadi

imam dalam rumah tangga dan teladan yang baik. Hal ini disebabkan suami tidak

pernah menuntun istrinya melakukan hal yang benar dan tidak dapat menjadi contoh

yang baik bagi anaknya. Dalam hal ini partisipan 2 merasa tidak puas dengan apa yang

di lakukan oleh suaminya karena ketidakadaan dukungan suami dalam.

“kurang baik mbak bagi aku soalnya belum jadi imam yang baik gitu low

(287-288 P2 W2)”

Penglolaan Keuangan

Dari hasil penelitian partisipan 1, terlihat suami adalah pencari nafkah utama

dalam rumah tangga, walaupun istri juga berwirausaha salon, penghasilan dari salon

bukan untuk membiayai kebutuhan rumah tangga mereka. Pengaturan keuangan tiap

bulan diserahkan kepada partisipan 1 dan selalu diawali dengan diskusi terbuka dan

kesepakatan antara suami dan partisipan 1. Yang dilakukan adalah partisipan sudah

mempunyai budget untuk tiap-tiap pengeluaran seperti misalnya berapa untuk anak,

untuk ditabung dan untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk pembangunan rumah.

Partisipan 1 merasa puas karena ada pengaturan yang jelas mengenai keuangan mereka.

Hal ini di dukung dengan penjelasan suami yang memang selalu membicarakan

mengenai pengaturan keuangan mereka melalui telephone atau saat bertemu secara

langsung.

14

“jadi ya ini kan gaji suami nah gaji suami sudah ada pos-pos nya sendiri mbak ini buat

ibu ,buat anak ku, sama buat nabung sama ini sisanya buat pengeluaran buat ini kita

kan ada tanggungan di bank juga (P1 W1134-136)”

Berbeda dengan partisipan 1, partisipan 2 tidak merasa puas dengan pembagian

keuangan dalam rumah tangga karena walaupun suami memberi nafkah setiap bulan,

namun yang di berikan suami tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan partisipan

2 dan anaknya, sehingga partisipan 2 harus mencari uang tambahan untuk memenuhi

kebutuhan rumah tangga ditengah kesibukannya mengurus anak sedangkan membagi

perhatian kepada pekerjaan dan anak bukan hal yang mudah bagi partisipan 2. Ia pun

merasa suami tidak menunjukkan kepeduliannya terhadap kesulitan yang ia hadapi.

Pengaturan keuangan dilakukannya sendiri tanpa ada pembicaraan dengan suami.

“kalo pemberian suami secara finansial ya pastilah kurang mbak, untuk

memenuhi kebutuhan susu anak, belum lagi kita hidup bermasyarakat ada

sosialisasi ada segala hal yang tidak kita tahu secara tiba-tiba (P2 W2 134-

136”

Solusi Masalah

Semenjak awal perkawinan sampai saat ini Partisipan 1 tinggal satu atap dengan

mertua. Itu bukan hal yang mudah bagi partisipan 1, karena ia harus menyesuaikan

dengan sifat dan pola hidup mertua. Tidak jarang terjadi pertengkaran kecil antara

partisipan 1 dan ibu mertua, dan seringkali yang memicu pertengkaran itu adalah karena

ibu mertua yang sering berkomentar negatif dan mencampuri urusannya sehingga

membuat partisipan 1 merasa tidak nyaman. Dalam masalah ini, suamilah yang menjadi

penengah dan pendamai antara partisipan 1 dan ibu mertua. Konflik lain yang terjadi

15

antara partisipan dan suami adalah dalam proses pembangunan rumah. Seringkali

partisipan 1 tidak menangkap dengan baik keinginan suami mengenai rumah mereka,

sehingga ia tidak dapat menyampaikan dengan jelas kepada tukang yang mengerjakan.

Kondisi seperti ini seringkali menimbulkan pertengkaran antara partisipan 1 dan suami.

Namun pertengkaran mereka tidak berlangsung lama karena setelah itu selalu

dibicarakan dan diselesaikan. Partisipan 1 merasa puas karena walaupun mereka

menjalani perkawinan jarak jauh masalah yang terjadi antara mereka selalu dapat

diselesaikan dengan baik karena selalu dibicarakan bersama.

“iya puas sie mbak, soalnyakan suamiku nanyain aku gantian gitu loh mbak,

kalo gini terus gimana kalo sedang ada masalah, dia keberatan apa gak, dia

selalu menanyakan nah kalo misal aku keberatan dia selalu menawarkan

enaknya gimana. Yang penting kita mencari solusi bersama-sama (172-176)”

Dalam hal penyelesaian masalah partisipan 2 tidak mendapatkan kepuasan dari

suami dalam hal penyelesaian konflik yang sedang mereka alami, karena suami tidak

mau terbuka dengan masa lalu nya saat sebelum menikah dengan partisipan 2, sehingga

saat partisipan 2 tahu bahwa suaminya masih menghubungi mantan pacar partisipan 2

marah namun suami partisipan tidak mau menyelesaikan atau menjelaskan untuk

menyelesaikan masalah. Yang di lakukan suami partisipan 2, suami meminta partisipan

2 mengurus perceraian mereka untuk penyelesaian masalah namun partisipan 2 menolak

untuk bercerai. Permintaan suami yang meminta partisipan 2 untuk mengurus surat

perceraian di benarkan oleh teman partisipan 2 yang mengatakan hal yang sama.

“pernah mbak suamiku bilang, kita akan selesaikan biar cepat selesai kita

akhiri aja, kalo kamu lama nunggu aku kamu urus aja sendiri, kamu ngurus

16

surat-suratnya dulu nanti waktu aku pulang tinggal kita urus, nah itu mbak

penyelesaiannya dia ingin pisah tapi aku gak ada niat (P2 W2 290-293)”

Orentasi Seksual

Dalam membangun hubungan seksual partisipan 1 dan suami, selalu

membicarakan mengenai hal tersebut bersama. Terkadang suami meminta foto istri

ataupun menyatakan kerinduannya pada istri. Partisipan 1 percaya penuh pada suami

dan tidak mencurigai apapun yang dilakukan suami disana.

“kalo pas kita telpon ya di bahas itu hahaha... ya gitupuas aja sie mbak selama

ini dalam menjalani hubungan intim hehehe (P1 W2 323)”

Sedangkan pada partisipan 2, waktu suami ada di didekatnya, ia masih

merasakan kehangatan suami, juga dalam hubungan seksual partisipan 2 masih

melakukan kewajibannya sebagai istri. Namun setelah ada konflik yang terjadi dan tidak

terselesaikan itu partisipan 2 menolak permintaan seksual suami walaupun partisipan 2

pun membutuhkannya. Setelah suami pergi partisipan 2 tidak pernah merasakan relasi

seksual dalam bentuk apapun. Partisipan 2 berusaha mengalihkannya dengan

menyibukkan diri bekerja dan mengurus anak. Partisipan 2 merasa tidak puas dengan

relasi seksualnya dengan suami khususnya pada saat suami pergi kembali bekerja di

Batam.

“baik-baik aja mbak biasa aja gitu sewaktu dirumah biasa sewajibnya istri

melayani suami tapi setelah mau pergi ya beda lagi mbak, kan namanya hati dia

mau tapi aku gak mau kan itu, namanya orang jengkel mau diajak apapun ya

gak mau (344-347 P2 W2)

17

Anak dan Orangtua

Dari hasil penelitian pada partisipan 1, terlihat suami berperan dengan baik,

suami dirasa bertanggung jawab dengan perkembangan anak. Hal ini terlihat dari

kesediaan suami untuk berdiskusi dengan partisipan 1 mengenai pertumbuhan, masa

depan sekolahnya pada saat putri mereka akan masuk PAUD mereka membicarakan

bersama dan cara yang tepat dalam mendidik anak. Dalam hal ini partisipan 1 merasa

suami melakukan perannya dengan bertanggung jawab sebagai seorang ayah dan suami

yang baik sehingga walaupun mereka menjalani perkawinan jarak jauh istri tetap

merasa puas.

“aku sering mengkomunikasikan itu sama suami, misal kayak rencana mau

sekolah gitu. Aku membicarakan dulu, kan anak ku baru masih 2 tahun ya udah

tak masukin PAUD, 2 tahun lebih mbak dia masuk PAUD karena udah mau tiga

tahun. (P1 W2 226-229)”

Pada partisipan 2, suami dirasa kurang bertanggung jawab dalam memainkan

peran sebagai seorang ayah. Terlihat dari kurang besarnya perhatian suami terhadap

perkembangan anak, karena ia tidak selalu berinisiatif untuk menanyakan kondisi anak

maupun mendiskusikan mengenai masa depan bagi sang anak. Peran ayah di gantikan

oleh kakak partisipan 2 karena tidak adanya sosok ayah untuk anaknya. Partisipan 2

juga berusaha mendekatkan suami dengan anak dengan menceritakan perkembangan

anak mereka juga mengirimkan foto perkembangan anak mereka sehingga suami juga

terkadang menanyakan anak, namun sebatas hanya menanyakan saja. Sebagai istri,

partisipan 2 pun tidak merasa puas dengan sikap suami tersebut, ditambah suami yang

tidak dapat menjadi teladan yang baik bagi dia dan anak. Kehadiran orang ketiga dalam

18

rumah tangga mereka semakin membuat partisipan 2 menjadi tidak puas dengan peran

suami perkawinannya. Hal inipun dibenarkan oleh teman partisipan 2 bahwa suami

partisipan 2 mempunyai wanita lain selain dia.

“gak ada mbak cuman kasih nafkah yang di jatahnya aja udah itu aja, namanya

hubungan apa tanya apa apa enggak gak pernah sama sekali gak ada mbak.

Malah dia dapatnya dari omnya dari kakakku gitu dianggap seperti anaknya

sendiri to, jadi dia tahunya kakaku itu papahnya ayahnya (252-256 P2 W2)”

Keluarga dan Teman

Kebutuhan yang kecil akan teman dan keluarga pada partisipan 1 dikarenakan

kedekatan dan keterbukaan dengan suami sehingga partisipan 1 lebih suka menceritakan

segala sesuatu pada suaminya. Kesenangan akan kehadiran teman dan keluarga pada

partisipan 2 sangat membantu membuat partisipan 2 tetap bertahan dan ingin

mempertahankan rumah tangganya. Keluarga menyerahkan semua keputusan kepada

partisipan 2 namun keluarga dan teman ingin partisipan 2 tetap menyelesaikan masalah

rumah tangganya dengan di bicarakan baik-baik demi anak mereka. Hal tersebut di

benarkan oleh teman sekat wanita partisipan 2 yang menjadi teman cerita bagi

partisipan 2 selama ini.

“mereka ya sama kayak aku, sama kalo bisa dipertahankan, kalo bisa jangan egoislah,

soalnya yang menang itu kamu, kamu yang resmi bukan mereka pacar lama kan gitu kan

mereka apa-apa, kecuali dia udah nikah sama suamiku nah dia cuman pacaran aja kan

mbak..masih menang aku mbak kan gitu (240-244 P2 W2)”

19

PEMBAHASAN

Perkawinan jarak jauh membuat ketidak hadiran suami di tengah keluarga

sehingga tanggung jawab partisipan sebagai istri dalam menjalani perannya menjadi

lebih besar. Peran ganda merupakan hal yang harus di jalani partisipan selain mengurus

rumah tangga, partisipan juga mempunyai tanggung jawab dalam membesarkan dan

mengurus anak di saat suami tidak ada dirumah karena harus bekerja di luar rumah.

peran ganda bukanlah sesuatu yang mudah karena selain bekerja di luar rumah

partisipan masih mempunyai tanggung jawab dalam mengurus anak dan melakukan

pekerjaan rumah sehingga partisipan sangat membutuhkan kehadiran suami dalam

pembagian peran.

Pada saat suami berada dirumah partisipan merasa sangat terbantu dengan

kehadiran suami karena dapat saling berbagi tugas dan tanggung jawab bersama dalam

mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak hal ini seperti yang

diungkapkan oleh Gunarsa (2003) bahwa dalam perkawinan pasangan saling

membutuhkan, saling memberi dukungan, dorongan dan saling melayani, semuanya di

wujudkan dalam kehidupan yang dinikmati secara bersama. Sehingga saat mereka

saling melayani dan melakukan hal bersama dalam dalam perannya akan membuat istri

puas dengan perkawinan mereka. Selain adanya pembagian peran, perkawinan jarak

jauh juga membutuhkan waktu dimana pada saat pasangan bertemu dan menghabiskan

waktu bersama-sama dengan keluarga hal ini di butuhkan untuk lebih memahami

pasangan dan mendekatkan pasangan satu dengan yang lain menurut Baron dan Byrne

(dalam Srisusanti, 2013) pasangan yang sering melakukan kegiatan secara bersama-

20

sama diasumsikan akan merasakan kebahagiaan dalam perkawinannya karena mereka

akan saling lebih memahami satu sama lain. Pada saat suami partisipan pulang kerumah

mereka bersama-sama menghabiskan waktu seperti berbelanja kebutuhan rumah tangga,

makan bersama dan ngobrol bersama sehingga partisipan dan suami merasakan adanya

kebersamaan bersama yang membuat partisipan menjadi puas dengan kehadiran suami.

Keterbukaan komunikasi pada pasangan suami istri sangat di perlukan dalam

menjalani perkawinan jarak jauh karena dari keterbukaan pada pasangan dapat

menumbuhkan rasa percaya kepada pasangan saat pasangan tidak berada di rumah.

Menurut Simanjuntak (2012) mengkomunikasikan permasalahan ataupun kegiatan

sehari-hari merupakan wujud dari keterbukaan pada pasangan, keterbukaan dalam

komunikasi membuat partisipan merasa semakin dekat dengan suami, sehingga relasi

dapat terjaga, dengan adanya kejujuran dan keterbukaan merupakan suatu cara untuk

dapat mengerti pasangan.

Keterbukaan partisipan dengan suami membuat mereka saling bisa

mengkomukasikan setiap permasalahan yang ada dalam rumah tangga seperti masalah

dengan mertua ataupun masalah pekerjaan dan masalah anak, sehingga walaupun

menjalani perkawinan jarak jauh namun partisipan dan suami tetap dapat merasa puas di

karenakan adanya rasa saling terbuka sehingga dapat meminimalkan rasa curiga pada

pasangan. hal ini sama seperti yang diungkapkan oleh (Devinto dalam Wisnuwardani &

Fatmawati, 2012) dalam hubungan komunikasi interpersonal dapat mengalami

pemudaran saat tejadi konflik-konflik kecil yang tidak terselesaikan sampai akhirnya

muncul konflik yang cukup besar dan muncul ketidak puasan pada pasangan yang

21

membuat hubungan keduanya menjadi lemah. Berbeda dengan partisipan 2 minimnya

komunikasi dengan suami membuat masalah yang ada cenderung tidak terselesaikan

dan membuat masalah baru dalam rumah tangga, sehingga membuat partisipan menjadi

tidak puas dikarenakan tidak adanya inisiatif dari suami untuk menyelesaikan masalah

membuat komunikasi partisipan 2 semakin memburuk. Sehingga pada perkawinan jarak

jauh dibutuhkan rasa saling terbuka dan percaya dalam mengkomunikasikan segala

sesuatu sehingga dapat terwujud kepuasan dalam perkawinan.

Menjalani perkawinan jarak jauh ketaatan kepada agama dapat menolong

pasangan dalam membangun rumah tangga menurut (Gymnastiar dalam Srisusanti,

2013) agama merupakan pondasi awal untuk membangun rumah tangga yang penuh

dengan ketenteraman, kebahagiaan dan kesejahteraan. Hal ini terbukti pada saat

partisipan merasa puas dalam perkawinannya, karena mendapat bimbingan dari suami

dalam menjalankan ajaran agama dan suami juga saling memberi dukungan mengenai

agama sehingga istri merasa lebih puas dalam menjalani rumah tangganya. Adanya

kehidupan agama yang benar dapat membuat suami partisipanberinisiatif mengambil

keputusan yang baik dalam rumah tangga, hal ini sesuai yang diungkapkan oleh

(Christiano dalam Julinda, 2009) bahwa agama secara langsung mempengaruhi kualitas

pernikahan dengan memelihara nilai-nilai suatu hubungan norma dan dukungan sosial

yang turut memberikan pengaruh yang besar dalam pernikahan, mengurangi perilaku

yang berbahaya dalam pernikahan.

22

Keluarga dan teman dalam kehidupan rumah tangga dapat menolong partisipan

dalam menjalani perkawinan jarak jauh karena menurut (Devinto dalam Wisnuwardani

& Fatmawati, 2012) manusia adalah mahluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk

berbagi dalam tawa, menangis, merasakan kehangatan, persahabatan dan cinta juga

dengan adanya orang lain dapat menumbuhkan pertumbuhan dan perkembangan diri.

Adanya teman dan keluarga membuat partisipanmendapat dukungan dalam kehidupan

berumah tangga pada saat partisipan sedang mengalami permasalahan. Mempunyai

teman yang juga mengalami hal yang sama dapat saling mendukung satu sama lain dan

saling berbagi. Namun kedekatan dan keterbukaan suami dalam kehidupan rumah

tangga dapat membuat kebergantungan partisipan pada teman dan keluarga berkurang

karena suamilah orang yang dapat di percaya, terdekat dan saling berbagi masalah

dalam kehidupan rumah tangga mereka.

23

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Adanya kehadiran pasangan menentukan ada tidaknya peran ganda yang di

jalani oleh istri sehingga hal ini membuat kepuasan perkawinan ada istri yang

menjalani perkawinan jarak jauh.

2. Ketaatan pada agama menentukan ada tidaknya inisiatif dalam penyelesaian

masalah dan pengambilan keputusan. Sehingga keputusan dalam rumah tangga

dapat di bicarakan bersama yang membuat istri merasa puas.

3. Keterbukaan membuat pasangan saling percaya dan dapat mengkomunikasikan

masalah secara bersama-sama dapat menjadi hal yang membuat istri merasa

puas dalam menjalani perkawinan jarak jauh.

4. Kehadiran keluarga dan temandapat memberikan dukungan dan dorongan bagi

istri yang sedang menjalani perkawinan jarak jauh

Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya dapat diteliti mengenai bagaimana gambaran

kepuasan perkawinan pada suami yang menjalani perkawinan jarak jauh.

2. Untuk pasangan yang akan menjalani perkawinan jarak jauh, perlu

mempertahankan kehadiran pasangan, ketaatan pada agama dan keterbukaan

satu sama lain.

24

DAFTAR PUSTAKA

Fower, B. J., & Olson, D. H. (1989). ENRICH marital inventory: A discriminate

validity and cross-validity assessment. Journal of Marital and Family Therapy,

13, 65-79.

http://www.prepare-erich.com/pe_main_site_content/pdf/research/study3.pdf.

Diunduh tanggal 13 Agustus 2013

Fower, B. J., & Olson, D. H. (1993). ENRICH marital satisfaction scale: A brief

research and clinical tool. Jurnal of Family Psychology, 7, 176-185.

http://citesserx.ist.psu.edu/viewdoc/summary?doi=10.1.1.201.2.Diunduh tanggal

14 Agustus 2013

Gunarsa, D. S. (2003).Psikologi untuk keluarga. Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia.

Handayani, H . M. (2009). Kualitas cinta pada perkawinan jarak jauh ditinjau dari

teori segitiga cinta sternberg. Sekripsi (tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas

Psikologi UKSW.

Hurlock, E. B. (1997). Psikologi perkembangan: suatu sendekatan sepanjangrentang

kehidupan. Jakarta:Penerbit Erlangga.

Julinda, (2009).Gambaran kepuasan pernikahan istripada pasangan commuter

marriage.

http://fpsi.www.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/.../Jurnal-Liza-Julinda-

2.pd.Diunduh tanggal 26 Januari 2014

Lestari, S. (2012).Psikologi keluarga. Jakarta: Kencana Prenanda Media Group

Maleong, L. J. (2010). Metode penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Meinatun, M. (2013) kepuasan pernikahan pada istri yang menjalani mernikahan jarak

jauh (long distance marriage).

http://www.eprints.undip.ac.id/38260/. Diunduh tanggal 3 Januari 2014

Rahmawati, D., & Endah, M. (2013).Perbedaan tingkat kepuasan perkawinan ditinjau

dari tingkat penyesuaian perkawinan pada istri brigif, marinir TNI-AL

menjalani long distance marriage.Jurnal Psikologi Pendidikan dan

Perkembangan.Vol 02, No. 01.

http://www.journal.unair.ac.id/.../Dwi%20Rachmawati_110810051_ringkasan.p

df. Diunduh tanggal 3 Febuari 2014

25

Santrock, J. W. (2002). Life-Span development perkembangan masa hidup. Alih bahasa

: Ahmad Chuisairi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Scott, A.T. (2002) Communication characterizing successful long distance

marriages.(Tesis, Louisiana State University).

http://etd.lsu.edu/docs/available/etd-0416102-172102/unrestricted/Scott_dis.pdf.

Diunduh tanggal 11 Desember 2013

Setyaningrum,V. (2006). Kepuasaan perkawinan istri pelaut.

http://www.ebookbrowsee.net/gunadarma-10599233-skripsi-fpsi-pdf-d1570846.

Diunduh tanggal 15 September 2014

Simanjuntak, J.,& Roswitha, D. (2012). Keterampilan perkawinanseni merawat cinta

dan mewariskan pernikahan. Jakarta: Yayasan Perduli Konseling Nusantara

(PELIKAN).

Smith, J. A., & Osbron Mike (2007). Qualitative psychology: Interpretative

phenomenological analysis. 53-80

http://www. sagepub.com/..../17418_04_smith_2e_ch_04.pdf. Diunduh tanggal 23

September 2015

Srisusanti, S. (2013) Studi deskriptif mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

kepuasan perkawinan pada istri. Jurnal Universitas Gunadarma,7(6)

http://library.gunadarma.ac.id/repository/view/9039/studi-deskriptif-mengenai-

faktor-faktoryang-mempengaruhi-kepuasan-perkawinan-pada-istri.html/. Diunduh

pada 20 September 2015

Wardani, N. A. K. (2012). Self Disclosure dan Kepuasan Perkawinan Pada Usia Awal

Perkawinan

http://www.journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/article/view/55.Diunduh tanggal

23 September 2014

Wardani, Zulputri, Rina. M., & Ifani C. (2013) Gambaran trust pada istri yang

menjalani commuter marriage

http://www.sisfo.upiyptk.ac.id/ejournal/ourwork.php. diunduh pada 14 agustus

2014

Wismanto, B. Y. (2012, Oktober).Multi faktor yang mempengaruhi kepuasan pasangan

perkawinan jawa tengah.National Conference 30 tahun Fakultas Psikologi,

Surabaya 3-4 Oktober 2012.

http://eprints.unika.ac.id/230/. Di unduh tanggal 24 Agustus 2014

26

Wisnuwardani, D. & Fatmawati, S. M. (2012) Hubungan interpersonal. Jakarta:

Salemba Humanika.