Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Guru

download Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Guru

of 57

description

tesis kepemimpinan kepala sekolah

Transcript of Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kompetensi Guru

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI GURUDiposkan oleh Mohamad Yasin Yusuf

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Madrasah secara harfiyah bisa diartikan dengan sekolah, karena secara teknis keduanya mempunyai kesamaan, yaitu sebagai tempat berlangsungnya proses belajar mengajar secara formal, namun demikian keduanya mempunyai karakteristik dan ciri yang berbeda. Madrasah memiliki kurikulum, metode dan cara mengajar sendiri yang berbeda dengan sekolah. Karena karakteristik dan ciri khas yang berbeda tersebut, maka madrasah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Keberhasilan madrasah adalah keberhasilan kepala madrasah. Kepala madrasah yang berhasil apabila mereka memahami keberadaan madrasah sebagai organisasi yang kompleks dan unik serta mampu melaksanakan peranan kepala madrasah sebagai seseorang yang diberi tanggung jawab memimpin madrasah. Studi keberhasilan Kepala Madrasah dalam memimpin organisasi sekolah menunjukkan bahwa kepala madrasah adalah orang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah. Bahkan lebih jauh studi tersebut menyimpulkan bahwa keberhasilan suatu madrasah dalam mencapai misinya adalah merupakan keberhasilan kepala madrasah. Kepala madrasah selaku orang yang mempunyai wewenang dan kekuasaan sudah selayaknya mempunyai gaya kepemimpinan yang efektif untuk mengatur dan mengembangkan bawahannya secara professional. Kepala Madrasah professional dalam paradigma baru manajemen pendidikan akan memberikan dampak positif dan perubahan yang cukup mendasar dalam pembaruan sistem pendidikan di madrasah. Dampak tersebut antara lain terhadap efektifitas pendidikan, kepemimpinan madrasah yang kuat, pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, budaya mutu, teamwork yang kompak, cerdas, dan dinamis, kemandirian, partisipasi warga sekolah dan masyarakat, keterbukaan (transparansi) manajemen, kemauan untuk berubah (psikologis dan fisik), evaluasi dan perbaikan berkelanjutan, responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, akuntabilitas, dan sustainabilitas. Kemampuan managerial yang handal juga mampu membawa suasana madrasah yang sehat dan dinamis. Menciptakan sikap dan semangat serta profesionalisme guru juga banyak tergantung pada kepemimpinan kepala madrasah. Para guru atau staf lainnya akan dapat bekerja dengan baik dan penuh semangat bila kepala madrasah mampu menerapkan kepemimpinannya secara efektif. Oleh karena itu untuk meningkatkan profesionalisme guru perlu diperhatikan kepemimpinan kepala sekolah. Dalam kajian manajemen pendidikan, kegiatan menggerakkan orang lain adalah kepemimpinan (leadership). Kepemimpinan yang menentukan arah dan tujuan, memberikan bimbingan dan menciptakan iklim kerja yang mendukung pelaksanaan proses administrasi secara keseluruhan dan kegiatan belajar mengajar. Kepala Madrasah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordnasikan menggerakkan dan menyerasikan semua sumberdaya pendidikan yang tersedia di madrasah. Kepemimpinan

kepala madrasah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong madrasah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran madrasah melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Kepala madrasah dikatakan sebagai pemimpin yang efektif bilamana ia mampu menjalankan proses kepemimpinannya yang mendorong, mempengaruhi dan mengarahkan kegiatan dan tingkah laku kelompoknya. Inisiatif dan kreativitas kepala madrasah yang mengarah kepada kemajuan madrasah merupakan bagian integratif dari tugas dan tanggungjawab. Fungsi utamanya ialah menciptakan kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efisien. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, kepala madrasah memiliki tanggungjawab ganda, yaitu : pertama, melaksanakan administrasi madrasah sehingga dapat tercipta situasi belajar mengajar yang baik. Kedua, melaksanakan supervisi pendidikan sehingga diperoleh peningkatan kegiatan mengajar guru dalam membimbing pertumbuhan murid-murid. Berbagai upaya yang harus dipikirkan dan dijalankan guna peningkatan mutu pendidikan adalah peningkatan proses belajar mengajar yang sangat tergantung kepada profesionalisme guru sebagai sumber daya manusia. Guru dituntut untuk memiliki berbagai ketrampilan dalam menghantarkan siswa untuk mencapai tujuan yang direncanakan. Beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh guru yang professional adalah: 1. Penguasaan materi pelajaran. Untuk memperoleh hasil yang baik maka guru bukan hanya perlu menguasai sekedar materi tertentu, tetapi perlu penguasaan yang lebih luas dari materi yang disajikan. 2. Kemampuan menerapkan prinsip-prinsip psikologi. Para ahli pendidikan maupun ahli psikologi mengakui tentang adanya perbedaan yang dimiliki oleh setiap individu, meliputi perbedaan bakat, minat, sikap, harapan dan aspekaspek kepribadian lainnya. Prinsip-prinsip psikologi yang bertalian dengan belajar dapat memberikan strategi belajar mengajar yang tepat bagi guru. 3. Kemampuan menyelenggarakan proses belajar mengajar. Bekal teoritis dan praktis adalah merupakan disiplin ilmu yang dapat menunjang pemahaman tentang konsep belajar mengajar. Guru harus memahami berbagai model mengajar secara teoritis dan selanjutnya dapat memilih model-model yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. 4. Kemampuan menyesuaikan diri dengan berbagai situasi baru. Secara formal maupun professional tugas guru seringkali menghadapi berbagai permasalahan yang timbul akibat adanya berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan tugas profesionalnya. Perubahan itu misalnya perubahan kurikulum, pembaharuan sistim pengajaran, adanya peraturan perundang-undangan yang baru dan lain sebagainya. Kemampuan menyesuaikan diri dengan berbagai pembaharuan ini sebenarnya merupakan sikap positif yang berkaitan dengan keberadaan lingkungan profesinya. Disamping itu guru yang professional mempunyai beberapa karakeristik, yaitu: 1. Komitmen terhadap profesionalitas yang melekat pada dirinya seperti sikap dedikatif, komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja. 2. Menguasai ilmu dan mampu mengembangkan serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya atau sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi serta implementasi.

3. Mendidik dan meyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya. 4. Mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri, atau menjadi pusat anutan dan konsultan bagi peserta didiknya. 5. Memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan. 6. Mampu bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkelanjutan. Kepala Madrasah Aliyah Pondok Modern Al-Islam Nganjuk dalam perannya sebagai pemimpin di madrasah selalu berusaha untuk menimbulkan kesadaran dalam diri seluruh personil madrasah, bahwa maju mundurnya sebuah lembaga pendidikan tidak hanya didasarkan kepada peran kepala madrasah sebagai pimpinan lembaga, akan tetapi perubahan tersebut terjadi apabila seluruh personil madrasah berperan secara aktif dalam pelaksanaan proses pendidikan di dalam madrasah, sehingga tujuan didirikannya madrasah tersebut dapat berkembang secara sempurna sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh lembaga itu sendiri. Oleh karena itu, untuk menghasilkan proses belajar mengajar yang kondusif madrasah yang unggul, maka yang diperlukan diantaranya adalah adanya kepemimpinan kepala madrasah yang mampu memerankan kepemimpinannya serta meningkatkan profesionalisme gurunya. Sebab guru merupakan media transformasional segala ilmu pengetahuan yang dibutuhkan siswa. Selain itu peranan guru sangat dibutuhkan, apalagi di sekolah menengah umum yang mengutamakan penyiapan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi. Dari hasil pengamatan sementara, Madrasah Aliyah Pondok Modern Al-Islam Nganjuk dalam beberapa tahun terakhir ini, melalui kepemimpinan kepala madrasah yang ada sudah mulai mengadakan perubahan untuk meningkatkan profesionalisme guru, hal ini dibuktikan dengan dokumen madrasah mengenai keberhasilan guru dalam meningkatkan prestasi siswa dalam berbagai kegiatan seperti juara I Cerdas Cermat Arab-Inggris dan Puisi Arab se Exs Karisidenan Kediri tahun 2004 di STAIN Tulungagung, juga Juara III Lomba Pidato Bahasa Inggris pada Pekan Olah Raga dan Seni Pesantren Tingkat Nasional di Banjarmasin tahun 2007 dan masih banyak prestasi-prestasi lain yang tidak etis kalau penulis sebutkan satu-persatu. Di sisi lain adanya beberapa guru yang memiliki prestasi di bidangnya dan meningkatnya minat dari para guru untuk lebih meningkatkan profesionalisme dirinya, misalnya keinginan untuk meningkatkan pendidikan, mengikutsertakan pelatihan dan mendalami buku-buku. Dari fenomena diatas, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut gaya kepemimpinan dan usaha yang dilakukan oleh Madrasah Aliyah Pondok Modern Al-Islam Nganjuk dalam mengembangkan dan meningkatkan profesionalisme guru di sekolah yang dipimpinnya tersebut, selain itu peneliti tertarik untuk meneliti lebih mendalam, guna menggali berbagai masalah yang berkaitan dengan Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam upaya meningkatkan profesionalitas guru Hal ini sangat penting artinya terutama berkaitan dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mulai diterapkan pada tahun pelajaran 2006. Selanjutnya dari fenomena diatas peneliti menganggap penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang gaya kepemimpinan dan usaha yang dilakukan oleh Kepala Madrasah

Pondok Modern Aliyah Al-Islam Nganjuk dengan melakukan penelitian yang berjudul Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru (Studi Kasus Di Madrasah Aliyah Pondok Modern Al-Islam Kapas Sukomoro Nganjuk). B. Fokus Penelitian Fokus utama penelitian ini adalah kepemimpinan Kepala Madrasah Aliyah Pondok Modern Al-Islam Nganjuk dalam meningkatkan profesionalisme guru. Dari fokus masalah tersebut maka rumusan masalah yang akan dipaparkan oleh peneliti adalah: 1. Bagaimana gaya kepemimpinan Kepala Madrasah Aliyah Pondok Modern Al-Islam Nganjuk dalam meningkatkan profesionalisme guru.? 2. Strategi apa yang digunakan Kepala Madrasah Aliyah Pondok Modern Al-Islam Nganjuk dalam meningkatkan profesionalisme guru. ? C. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana gaya kepemimpinan Kepala Madrasah Aliyah Pondok Modern Al-Islam Nganjuk dalam meningkatkan profesionalisme guru. 2. Untuk mengetahui apa strategi Kepala Madrasah Aliyah Pondok Modern Al-Islam Nganjuk dalam meningkatkan profesionalisme guru. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mendapat temuan yang lebih mendalam dan komprehensif sesuai dengan tema penelitian. Diharapkan dari hasil penelitian tersebut akan diungkap bagaimana idealnya kepemimpinan Kepala Madrasah dalam meningkatkan profesionalisme guru, sehingga manfaat yang diharapkan adalah : 1. Bagi Kepala Madrasah Aliyah Pondok Modern Al-Islam Nganjuk khususnya dan Kepala Madrasah pada umumnya dalam melaksanakan tugas utamanya yang berkaitan dengan peningkatan profesionalisme guru. 2. Bagi guru pada umumnya untuk senantiasa menyadari akan pentingnya peningkatan profesionalisme dalam melaksanakan tugas kegiatan belajar mengajar. 3. Bagi peneliti yang akan datang untuk menambah wawasan tentang kepeminpinan Kepala Madrasah dalam peningkatan profesionalisme guru. E. Penegasan Istilah Untuk menghindari persepsi yang salah dalam memahami judul tesis Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru (Studi Kasus Di Madrasah Aliyah Pondok Modern Al-Islam Kapas Sukomoro Nganjuk) yang berimplikasi pada pemahaman terhadap isi tesis ini, perlu kiranya peneliti memberikan beberapa penegasan sebagai berikut : 1. Penegasan istilah secara konseptual a. Kepemimpinan : perihal pemimpin; cara memimpin. b. Kepala : - Lead, Chief, Leader, Keadaan, Peminpin , Ketua , Kantor, Pekerjaan, Perkumpulan. - bagian tubuh dari leher ke atas; bagian hulu; sesuatu yang kedudukannya di atas atau terutama (yang terpenting, yang pokok); pemimpin. a. Madarsah : - madrasah; sekolah agama. - Sekolah atau perguruan (biasanya berdasarkan agama Islam). a. Profesional : pemain bayaran; pekerjaan yang benar-benar dilakukan sesuai dengan ketrampilannya. b. Guru : orang yang kerjanya mengajar.

1. Penegasan Istilah secara Operasional Penegasan secara operasional dari judul Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru adalah kepemimpinan yang dijalankan oleh Kepala Madrasah Aliyah Pondok Modern Al-Islam Kapas Sukomoro Nganjuk untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan dan melibatkan orang lain dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru. F. Sistematika Penulisan Tesis ini secara keseluruhan terdiri dari enam bab. Bab I merupakan pendahuluan yang berisi tentang Latar Belakang pentingnya penelitian ini di ungkap, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Penegasan Istilah dan Sistematika Penulisan. Bab II berisikan kajian teori yang terdiri dari Teori-teori Kepemimpinan dengan pembahasan tentang Pengertian Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan. Profesionalisme Guru dengan pembahasan tentang Pengertian dan Syarat Profesionalisme Guru, Sikap Profesionalisme Guru dan Kemampuan Profesionalisme Guru serta Peran Serta Madrasah dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru dengan pembahasan Pengertian Meningkatkan Kemampuan Profesionalisme Guru, Fungsi Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru dan Teknik Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru. Bab III menguraikan metodologi penelitian yang digunakan dalam Pendekatan dan Jenis Penelitian, Kehadiran Peneliti, Subyek Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisa Data, Keabsahan Data, Tahap Penelitian dan Lokasi Penelitian. Bab IV menjelaskan pemaparan data dan temuan penelitian yang mengungkap tentang Gambaran Umum MA Pondok Modern Al-Islam Nganjuk Gaya Kepemimpinan Kepala MA Pondok Modern Al-Islam Nganjuk dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru, Alasan Terjadinya Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Kepemimpinan Kepala Madrasah dan Strategi Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru. Bab V berisikan analisis tentang hasil penelitian, yang menjelaskan Gaya Kepemimpinan Kepala MA Pondok Modern Al-Islam Nganjuk dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru, Alasan Terjadinya Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Kepemimpinan Kepala Madrasah dan Strategi Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru. Dan bab VI adalah bab penutup yang berisi Kesimpulan Hasil Penelitian dan Saran Saran. BAB II KAJIAN TEORI TeoriTeori Kepemimpinan 1. Pengertian Kepemimpinan Ada banyak pendapat yang mengemukakan tentang pengertian kepemimpinan, diantaranya adalah telah didefinisikan oleh Stoner, bahwa kepemimpinan managerial dapat didefinisikan sebagai proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatankegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya. Menurut Dharma, kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok orang

untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Pengertian kepemimpinan juga diungkapkan oleh Soepardi yang dikutip Mulyasa menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang, dan bahkan menghukum (kalau perlu), serta membina dengan maksud agar manusia sebagai media manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi secara efektif dan efisien . Gibson et al dalam Tjiptono & Diana, memberikan definisi kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi motivasi atau kompetensi individu-individu lainnya dalam suatu kelompok. Sedangkan dalam kaitannya dengan TQM, definisi yang diberikan Goetsch D.L dan Davis adalah bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan memiliki tanggungjawab total terhadap usaha mencapai atau melampuai tujuan organisasi. Dari beberapa pengertian tersebut setidaknya ada tiga implikasi penting yang saling berpengaruh dan berinteraksi yaitu : a. Kepemimpinan menyangkut orang lain, bawahan atau pengikut. Tanpa bawahan semua kualitas kepemimpinan seorang manager tidak relevan. b. Kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak seimbang di antara para pemimpin dan anggota kelompok. Karena pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan para anggota kelompok, tetapi anggota kelompok tidak dapat mengarahkan kegiatan pemimpin secara langsung. c. Pemimpin dapat mempergunakan pengaruh, pemimpin bukan hanya dapat memerintah bawahan tentang apa yang dikerjakan tetapi juga dapat mempengaruhi bagaimana bawahan melakukan perintah. Kepemimpinan seseorang dapat dikatakan efektif manakala memiliki sifat-sifat kepemimpinan sebagaimana yang dikemukakan oleh Edwin Ghiseli. Ia mengatakan sifat kepemimpinan yang efektif adalah : a. Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas (supervisory ability) atau pelaksanaan fungsi-fungsi dasar manajemen, terutama pengarahan dan pengawasan pekerjaan orang lain. b. Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tangggungjawab dan keinginan sukses. c. Kecerdasan, mencakup kabijakan, pemikiran kreatif dan daya pikir. d. Ketegasan (decisiveness), atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan dan memecahkan masalah-masalah dengan cakapdan tepat. e. Kepercayaan diri, atau pandangan terhadap dirinya sebagai kemampuan untuk menghadapi masalah. f. Inisiatif, atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung, mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru atau inovasi. Di dalam ajaran Islam sendiri banyak ayat dan hadits-hadits, baik secara langsung maupun tidak langsung yang menjelaskan pengertian dari kepemimpinan. Diantaranya seperti yang dijelaskan dalam Surat Al-Anam ayat 165 yang menjelaskan bahwa hakikat diutusnya para rasul kepada manusia sebenarnya hanyalah untuk memimpin umat dan mengeluarkannya dari kegelapan kepada cahaya. Tidak satupun umat yang eksis kecuali Allah mengutus orang yang mengoreksi akidah dan meluruskan penyimpangan para individu umat tersebut.

Artinya : Dan Dia-lah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang Makna hakiki kepemimpinan dalam Islam adalah untuk mewujudkan khilafah dimuka bumi, demi terwujudnya kebaikan dan reformasi. Perintah Allah demikian jelas dalam Surat An Nisa ayat 65 Artinya : Dan (ingatlah) ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan khalifah di bumi, mereka berkata ,Apakah engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memujiMu dan menyucikan nama-Mu? Dia berfirman, Sungguh, Aku Mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.. Dalam pandangan dan pendapat diatas, dapat diambil suatu ke-simpulan bahwa kepemimpinan adalah perilaku yang disengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas serta hubungan dalam kelompok, organisasi atau lembaga pendidikan 2. Gaya Kepemimpinan Kepemimpinan adalah ditelaah dari berbagai segi, tergantung dari konsep gaya kepemimpinan yang menjadi dasar sudut pandang. Karena beragamnya gaya kepemimpinan melahirkan berbagai pendekatan atau teori kepemimpinan yang beragam pula. Sehingga efektivitas kepemimpinan dapat diidentifikasikan dari berbagai kriteria sesuai dengan konsep gaya kepemimpinan yang dipergunakan. Ada beberapa teori tentang gaya kepemimpinan, antara lain : a. Teori Tannenbaum dan Warren H. Schmidt. Dia mengemukakan bahwa manager harus mempertimbangkan tiga kekuatan sebelum memilih gaya kepemimpinan, yaitu: (1) Kekuatan-kekuatan dalam diri manager yang mencakup ; sitem nilai, kepercayaan terhadap bawahan, kecenderungan kepemimpinannya sendiri, dan perasaan aman atau tidak aman. (2) Kekuatan-kekuatan dalam diri para bawahan, meliputi; kebutuhan mereka akan kebebasan, kebutuhan mereka akan peningkatan tanggungjawab, apakah mereka tertarik dalam dan mempunyai keahlian untuk penanganan masalah, dan harapan mereka mengenai keterlibatan dalam pembuatan keputusan. (3) Kekuatan-kekuatan dari situasi, mencakup ; tipe organisasi, efektifitas kelompok, desakan waktu, dan sifat masalah itu sendiri. Pendekatan yang paling efektif sebagai manager menurut mereka adalah sedapat mungkin fleksibel, maupun memilih perilaku kepemimpinan yang dibutuhkan dalam waktu dan tempat tertentu. b. Teori Contingency dari Fiedler.

Teori ini dikemukakan oleh Fred Fiedler, ia menyatakan bahwa efektifitas suatu kelompok tergantung pada interaksi antara kepribadian pemimpin dan situasi. Situasi menurut dia dirumuskan dengan dua karakteristik yaitu : (1) Derajat situasi dimana pemimpin menguasai, mengendalikan dan menguasai situasi. (2) Derajat situasi yang menghadapkan manager dengan ketidakpastian. Pemimpin yang efektif, harus mampu manyesuaikan dan mangubah gaya-gaya kepemimpinannya terhadap situasi, dan manakala pemimpin mempunyai keterbatasan dalam mengubah gaya kepemimpinannya maka situasi harus diubah atau pemimpin harus dicarikan pemimpin yang gayanya cocok dengan situasi. c. Teori Siklus Kehidupan dari Hersey dan Blanchard. Teori ini dikemukakan oleh Paul Hersey dan Kenneth Blancrad yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku konsisten para pemimpin yang mereka gunakan ketika mereka bekerja dengan dan melalui orang lain seperti yang dipersepsi oleh orangorang itu. Pada saat suatu proses kepemimpinan berlangsung, seorang pemimpin mengaplikasikan suatu gaya kepemimpinan tertentu. Gaya kepemimpinan yang efektif merupakan gaya kepemimpinan yang dapat mempengaruhi, mendorong, mengarahkan dan menggerakkan orang-orang yang dipimpin sesuai dengan situasi dan kondisi supaya mereka mau bekerja dengan penuh semangat dalam mencapai tujuan organisasi. Hersey dan Blanchard menjelaskan bahwa gaya pemimpin yang efektif ada 4 (empat) yaitu : (1) Gaya instruktif, penerapannya pada bawahan yang masih baru atau baru bertugas. Ciri-ciri gaya kepemimpinan instruktif, mencakup antara lain : (a) Memberi pengarahan secara spesifik tentang apa, bagaimana dan kapan kegiatan dilakukan. (b) Kegiatan lebih banyak diawasi secara ketat. (c) Kadar direktif tinggi. (d) Kadar suportif rendah. (e) Kurang dapat meningkatkan kemampuan pegawai. (f) Kemampuan motivasi pegawai rendah. (g) Tingkat kematangan bawahan rendah. (2) Gaya konsultatif, penerapannya pada bawahan yang memiliki kemampuan tinggi, namun kemauan rendah. ciri-cirinya mencakup antara lain : (a) Kadar direktif rendah. (b) Kadar suportif tinggi. (c) Komunikasi dilakukan timbal balik. (d) Masih memberikan pengarahan yang spesifik. (e) Pimpinan secara bertahap memberikan tanggungjawab kepada pegawai walaupun bawahan masih dianggap belum mampu. (f) Tingkat kematangan bawahan rendah sampai sedang. (3) Gaya pertisipatif, penerapannya pada bawahan yang memiliki kemampuan rendah, namun memiliki kemauan kerja tinggi. ciri-ciri kepemimpinan pastisipatif ini mencakup antara lain : (a) Pemimpin melakukan komunikasi dua arah. (b) Secara aktif mendengar dan merespon segenap kesu-karan bawahan. (c) Mendorong bawahan untuk menggunakan kemampuan secara maksimal dalam operasional.

(d) Melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan. (e) Mendorong bawahan untuk berpartisipasi. (f) Tingkat kematangan bawahan sedang sampai tinggi. Kepemimpinan partisipatif ini juga dikenal dengan istilah kepemimpinan terbuka, bebas atau non directive. Orang yang menganut pen-dekatan ini hanya sedikit memegang kendali dalam proses pengambilan keputusan. Ia hanya menyajikan informasi mengenai atau permasalahan dan memberikan kesempatan kepada anggota tim untuk mengembangkan strategi dan pemecahannya. Tugas pemimpin adalah mengarahkan tim kepada tercapainya konsensus. Asumsi yang mendasari gaya kepemimpinan ini adalah bahwa para karyawan akan lebih siap menerima tanggung jawab terhadap solusi, tujuan dan strategi di mana mereka diberdayakan untuk mengembangkannya. Kritik terhadap pendekatan ini menyatakan bahwa pembentukan konsensus banyak membuang waktu dan hanya berjalan bila semua orang yang terlibat memiliki komitmen terhadap kepetingan utama organisasi. (4) Gaya delegatif, penerapannya pada bawahan yang memiliki kemampuan tinggi dan kemamuan tinggi. Gaya kepemimpinan delegatif mempunyai ciri-ciri antara lain : (a) Memberikan pengarahan bila diperlukan saja. (b) Memberikan suport dianggap tidak perlu lagi. (c) Penyerahan tanggungjawab kepada bawahan untuk mengatasi dan menyelesaikan tugas. (d) Tidak perlu memberi motivasi. (e) Tingkat kematangan bawahan tinggi. d. Teori Bill Woods dalam Timpe, ia menyatakan bahwa kepemimpinan dapat digolongkan atas beberapa golongan, antara lain : (1) Otokratis Secara Otokratis artinya pemimpin menganggap organisasi sebagai milik sendiri. Ia bertindak sebagai diktator terhadap para anggota organisasinya dan menganggap mereka itu sebagai bawahan dan sebagai alat, bukan manusia. Cara menggerakkan para anggota organisasi dengan unsur-unsur paksaan dan ancaman-ancaman pidana. Bawahan hanya menurut dan menjalankan perintah-perintah atasan serta tidak boleh membantah, karena pimpinan secara otokratis tidak menerima kritik, saran dan pendapat. Seorang pemimpin otoriter memimpin tingkah laku anggota kelompoknya dengan mengarahkan kepada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh si pemimpin. Segala keputusan berada di satu tangan, yakni si pemimpin otoriter itu, yang menganggap dirinya dan dianggap orang lain lebih mengetahui daripada orang-orang lain dalam kelompoknya. Setiap keputusannya dianggap sah dan pengikut-pengikutnya menerima tanpa pertanyaan. (2) Militeristis Seorang pemimpin yang bersifat militeristik yaitu pemimpin yang memiliki sifat-sifat antara lain : (a) Untuk menggerakkan bawahannya ia menggunakan sistem perintah yang biasa digunakan dalam ketentaraan. (b) Gerak-geriknya senantiasa tergantung kepada pangkat dan jabatannya. (c) Senang akan formalitas yang berlebihlebihan. (d) Menuntut disiplin keras dan kaku dari bawahannya. (e) Senang akan upacara-upacara untuk berbagai keadaan. (f) Tidak menerima kritik dari bawahan.

(3) Paternalistis Secara Paternalistis ; gaya ini lebih mengarah pada seorang pemimpin yang bersifat kebapakan. Ia menganggap anak buahnya sebagai anak atau manusia belum dewasa yang dalam segala hal masih membutuhkan bantuan dan pertimbangan, bahkan kadang-kadang perlindungan yang berlebih-lebihan. Pemimpin semacam ini jarang atau tidak memberikan kesempatan sama sekali kepada anak buahnya untuk bertindak sendiri dalam mengambil inisiatif atau keputusan. Anak buahnya jarang sekali diberikan kesempatan untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya. Pemimpin semacam ini juga tidak mempunyai sifat keras atau kejam terhadap mereka yang dipimpin, bahkan hampir dalam segala hal sikapnya baik dan ramah walaupun ada sisi negatifnya yaitu selalu merasa sebagai orang yang selalu mengatahui segala sesuatu. Seorang pemimpin seperti ini dalam hal-hal tertentu amat diperlukan, akan tetapi sebagai pemimpin pada umumnya kurang baik. (4) Kharismatis Secara Kharismatis, mengenai gaya kharismatis, para sarjana belum menemukan sebabsebab mengapa seorang pemimpin memiliki kharisma. Yang diketahui adalah mempunyai daya tarik yang amat besar dan umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya cukup besar walaupun mereka sering tidak dapat menjelaskan mengapa menjadi pengikutnya. Kepatuhan dan kesetiaan para pengikut timbul dari kepercayaan yang penuh kepada pemimpin yang dicintai, dihormati dan dikagumi. Bukan karena benar tidaknya alasan-alasan dan tindakan-tindakan pemimpin. Kemampuan menguasasi bawahannya yang terdapat pada diri pemimpin disebabkan kepercayaannya yang luar biasa kepada kemampuannya itu. Para pemimpin kharismatis kemungkinan akan mempunyai kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan, rasa percaya diri serta pendirian dalam keyakinan-keyakinan dan cita-cita mereka sendiri. Suatu kebutuhan akan kekuasaan memotivasi pemimpin tersebut untuk mencoba mempengaruhi para pengikut. Rasa percaya diri dan pendirian yang kuat meningkatkan rasa percaya para pengikut terhadap pertimbangan dan pendapat pemimpin tersebut. Seorang pemimpin tanpa pola ciri yang demikian lebih kecil kemungkinannya akan mencoba mempengaruhi orang, dan jika berusaha mempengaruhi, maka lebih kecil kemungkinannya untuk berhasil. (5) Secara bebas atau Laisses Faire Pemimpin dengan gaya secara bebas atau Laisses Faire melaksanakan kepemimpinan dengan gaya ini dapat diartikan sebagai membiarkan anak buahnya untuk berbuat sesuai kehendak mereka sendiri-sendiri. Petunjuk-petunjuk, pengawasan dan kontrol kegiatan dan pekerjaan anak buahnya tidak diadakan. Pemberian tugas, cara bekarja sama semuanya diserahkan kepada anak buah sendiri, pengarahan, saran-saran dan pimpinan juga tidak ada. Sedangkan kekuasaan dan tanggungjawab jalannya simpang siur. Pada hakikatnya di sini pemimpin itu tidak memimpin, tetapi membiarkan bawahan bekerja sesuka hatinya. Pemimpin hanya mempunyai tugas representatif. Para anggota diberikan kebebasan sepenuhnya, maka proses pengambilan keputusan menjadi lambat, bahkan sering tidak berkeputusan. (6) Demokratis. Secara demokratis dalam melaksanakan tugas, pemimpin semacam ini mau menerima

saran-saran dari anak buah bahkan kritikan-kritikan dari mereka demi suksesnya pekerjaan bersama. Ia memberi kebebasan yang cukup kepada anak buahnya, karena menaruh kepercayaan yang cukup bahwa mereka itu akan berusaha sendiri menyelesaikan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya. Segala usaha ditujukan untuk membuat bawahan senantiasa mencapai hasil yang baik dari diri sendiri. Untuk itu seorang pemimpin demokratis senantiasa berusaha memupuk kekeluargaan dan persatuan, membangun semangat dan kegairahan kerja pada anak buahnya. Secara garis besar gaya demokratis adalah : (a) Pandangannya bertitik tolak bahwa manusia adalah makhluk termulia di dunia. (b) Selalu berusaha mempertemukan antara kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya. (c) Senang menerima saran pendapat dan kritik dari bawahan. (d) Selalu berusaha menjadikan bawahan lebih sukses daripada dirinya. (e) Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan. (f) Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin. Gaya kepemimpinan demokratis dikenal juga dengan istilah kepemimpinan konsultatif atau consensus. Orang yang menganut pendekatan ini melibatkan para karyawan yang harus melaksanakan keputusan dalam proses pembuatannya. Sebenarnya yang membuat keputusan akhir adalah pemimpin, tetapi hanya setelah menerima masukan dan rekomendasi dari anggota tim. Kritik terhadap pendekatan ini menyatakan bahwa keputusan yang paling populer dan di sukai tidak selalu merupakan keputusan terbaik, dan bahwa kepemimpinan demokratis sesuai dengan sifatnya, cenderung menghasilkan keputusan yang disukai daripada keputusan yang tepat. Gaya ini juga dapat mengarah kepada kompromi yang pada akhirnya memberikan hasil yang tidak diharapkan. Profesionalisme Guru 1. Pengertian dan Syarat Profesional Guru Kata Profesional berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian, seperti guru, dokter, hakim dan sebagainya. Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syaratsyarat khusus, apalagi sebagai guru pofesional yang harus menguasai betul seluk beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan prajabatan. Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal atau dengan kata lain, guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya. Yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya mem-peroleh pendidikan formal, tetapi juga harus menguasasi berbagai strategi atau teknik di dalam kegiatan belajar mengajar serta menguasai landasan-landasan kependidikan. Selanjutnya dalam

melakukan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki seperangkat kemampuan (competency) yang beraneka ragam. Adapun beberapa syarat yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional seperti yang dikemukakan oleh Ali sebagaimana dikutip oleh Usman, diantaranya adalah : a. Menuntut adanya ketrampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam b. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya. c. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai. d. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya. e. Memenungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan. Selain itu Usman juga mengemukakan bahwa ada beberapa syarat yang masih ada bagi profesionalisme guru, antara lain : a. Memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. b. Memiliki obyek / klien layanan yang tetap, yaitu guru dengan muridnya. c. Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat. Dengan demikian seseorang yang akan melakukan kegiatan profesional harus menempuh jenjang pendidikan yang khusus menpersiapkan jabatan itu. Untuk menjadi seorang guru maka maka dia harus menempuh jenjang pendidikan pre service education seperti jurusan PAI Fakultas Tarbiyah IAIN/STAIN/PTS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan, Pendidikan Guru Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah ( PGSD/MI) dan lain sebaganya. 2. Tugas Guru Kualitas pendidikan guru akan berdampak pada tinggi rendahnya mutu pendidikan. Karena guru adalah faktor penentu keberhasilan belajar. Karenanya seorang yang berprofesi sebagai guru harus selalu meningkatkan profesionalismenya. Namun keberhasilan belajar tidak bisa lepas juga dari kontribusi komponen-komponen sistem pendidikan lainnya, yaitu fasilitas, sarana prasarana, siswa, kepala sekolah, partisipasi orangtua dan masyarakat. Menyangkut faktor guru, banyak kemampuan profesional yang harus dimilikinya, dikuasainya dengan baik, agar proses belajar mengajar menjadi penuh bermakna dan selalu relevan dengan tujuan dan bahan ajarnya. Menurut Usman kemampuan profesional guru bukan saja bertugas sebagai pendidik akan tetapi juga juga memiliki tugas-tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan, namun demikian kemampuan esensial yang berhubungan dengan tugas utama guru yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai pengajar dan pendidik. Kemampuan profesional guru menurut Bafadhal antara lain meliputi : a. Kemampuan membuat rencana pengajaran. b. Kemampuan mengajar, termasuk penilaian pengajaran. c. Kemampuan mengadakan hubungan antar pribadi dengan murid. Kemampuan pertama yang harus dimiliki guru adalam kemampuan merencanakan pengajaran yang biasa disebut satuan pelajaran. Kemampuan merencanakan peng-ajaran menunjuk pada ketrampilan guru menciptakan dan merumuskan tujuan instruksional, memilih bentuk dan menyusun alat penilaian, memilih materi dan metode, media dan sumber pengajaran, menyusun langkah-langkah kegiatan belajar mengajar, sehingga terbentuk satu rencana

pengajaran bidang study pendidikan. Kemampuan mengajar berkenaan dengan bagaimana guru men-ciptakan suatu sistem pengajaran sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya. Kemampuan mengajar menunjuk pada kemampuan guru menggunakan alat penilaian yang telah disusun. Kemampuan ketiga yang harus dimiliki oleh guru adalah kemampuan mengadakan hubungan antar pribadi dengan muridnya. Al Ghazali dalam Bafadhal menegaskan bahwa dalam proses belajar mengajar harus diciptakan hubungan pribadi yang baik antara guru dengan murid. Terciptanya hubungan pribadi yang baik membuat segala perilaku guru selalu berkenan di hati murid. Selain itu, guru dalam menciptakan hubungan pribadi dengan murid hendaknya mampu memberi kepercayaan kepada murid sebagai bagian dari usaha menciptakan suasana kelas yang dapat memberi dampak yang sangat dalam, yaitu anak ikut mengambil tanggungjawab, menghormati anak, mengakui kreativitasnya, menimbulkan kegairahan belajar, membawa kesemarakan dalam kelas. Hubungan dengan murid hendaknya berdasarkan kecintaan, sehingga guru tahu benar saat-saat murid membutuhkan pertolongan. Santoso dan Rifai dalam Bafadhal menyatakan, bahwa kemampuan profesional guru bisa dipengaruhi oleh faktor-faktor : a. Latar belakang pendidikan formal, misalnya SLTP, SLTA dan perguruan tinggi. b. Masa kerja adalah lamanya guru diangkat menjadi guru. c. Pengalaman kerja, mencakup jenis bidang study yang pernah dipegang oleh guru dan pendidikan tambahan atau training selama menjadi guru. Menurut Buchori dalam Muhaimin, bahwa kegiatan atau pekerjaan itu dikatakan profesi apabila ia dilakukan dengan tingkat keahlian yang cukup tinggi. Agar suatu profesi dapat menghasilkan mutu produk yang baik, maka ia perlu dibarengi dengan etos kerja yang mantap pula. Ada 3 (tiga) ciri dasar yang selalu dapat dilihat pada setiap pekerja profesional yang baik mengenai etos kerjanya, yaitu : a. Keinginan untuk menjunjung tinggi mutu pekerjaan (job quality). b. Menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerjaan. c. Keinginan untuk memberikan layanan kepada masyarakat melalui karya profesionalnya. Ketiga ciri dasar tersebut merupakan etos kerja yang seharusnya melekat pada setiap pekerjaan yang profesional, termasuk didalamnya guru. Peran dan Fungsi Kepala Madrasah Dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru 2. Peran Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru Sesuai dengan ciri-ciri sekolah sebagai organisasi yang bersifat kompleks dan unik, maka peran kepala madrasah harus dilihat dari berbagai sudut pandang. Dari sisi tertentu, kepala madrasah dapat dipandang sebagai manajer, sebagai pemimpin dan juga sebagai pendidik. Tetapi sebelum masing-masing peran tersebut diuraikan, ada 2 (dua) kata kunci yang dapat dipakai sebagai landasan untuk memahami lebih jauh peran kepala madrasah. Kedua kata tersebut adalah Kepala dan Madrasah . Kata Kepala dapat diartikan sebagai ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedangkan madrasah adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Dengan demikian secara sederhana, kepala madrasah dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu madrasah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar. Kata memimpin dari rumusan

tersebut mengandung makna luas, yaitu : kemampuan untuk menggerakkan segala sumber yang ada pada suatu madrasah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan . Dalam praktek organisasi, kata pemimpin mengandung konotasi: menggerakkan, mengarahkan, membimbing, melindungi, membina, memberikan teladan, memberikan dorongan, memberikan bantuan dan sebagainya. Betapa banyak variabel arti yang terkandung dalam kata pemimpin memberikan indikasi betapa luas peran kepala madrasah, sebagai seorang pemimpin suatu organisasi yang bersifat kompleks dan unik. a. Kepala Madrasah Sebagai Manager James A.F. Stoner keberadaan manager pada suatu organisasi sangat diperlukan, sebab organisasi sebagai alat mencapai tujuan organisasi dimana didalamnya berkembang berbagai macam pengetahuan, serta organisasi yang menjadi tempat untuk membina dan mengembangkan karir-karir sumber daya manusia, memerlukan manager yang mampu untuk merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan agar organisasi dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Stoner, ada 8 (delapan) macam fungsi seorang menajer yang perlu dilaksanakan dalam suatu organisasi, yaitu : (1) Bekerja dengan dan melalui orang lain. (2) Bertanggungjawab dan mempertanggungjawabkan. (3) Dengan waktu dan sumber yang terbatas mampu menghadapi berbagai persoalan. (4) Berfikir secara realistik dan konseptual. (5) Adalah juru penengah. (6) Adalah seorang politisi. (7) Adalah seorang diplomat. (8) Pengambil keputusan yang sulit. Kedelapan fungsi manager yang dikemukakan oleh Stoner tersebut tidak saja berlaku bagi setiap manager dari organisasi apa-pun, termasuk kepala madrasah, terutama sekali dalam meningkat-kan profesionalisme guru yang ada di lembaganya. Sehingga kepala madrasah yang berperan mengelola kegiatan sekolah harus mampu mewujudkan kedelapan fungsi tersebut dalam perilaku sehari-hari. b. Kepala Madrasah sebagai Pemimpin Kata memimpin mempunyai arti : memberikan bimbingan, menuntun, mengarahkan dan berjalan di depan (precede). Pemimpin berperilaku untuk membantu organisasi dengan kemampuan maksimal dalam mencapai tujuan. Pemimpin tidak berdiri disamping, melainkan mereka memberikan dorongan dan memacu (to prod), berdiri didepan yang memberikan kemudahan untuk kemajuan serta memberikan inspirasi organisasi dalam mencapai tujuan. Kepemimpinan adalah satu kekuatan penting dalam rangka pengelolaan. Oleh sebab itu kemampuan memimpin secara efektif merupakan kunci untuk menjadi seorang manager yang efektif. Esensi kepemimpinan adalah kepengikutan (followership), kemauan orang lain atau bawahan untuk mengikuti keinginan pemimpin, itulah yang menyebabkan seseorang menjadi pemimpin. Dengan kata lain pemimpin tidak akan terbentuk apabila tidak ada bawahan. Koontz menyebutkan bahwa kepala sekolah sebagai seorang pemimpin harus mampu : (a) Mendorong timbulnya kemauan yang kuat dengan penuh semangat dan percaya diri

para guru, staf dan siswa dalam melaksanakan tugas masing-masing. (b) Memberikan bimbingan dan mengarahkan para guru, staf dan para siswa serta memberikan dorongan memacu dan berdiri di depan demi kemajuan dan memberikan inspirasi sekolah dalam mencapai tujuan. c. Kepala Madrasah sebagai Pendidik Memahami arti pendidik tidak cukup dengan berpegang ko-notasi yang terkadung dalam definisi pendidik, melainkan harus di-pelajari keterkaitannya dengan makna pendidikan, sasaran pendi-dikan, bagaimana strategi pendidikan itu dilaksanakan. Dalam kamus Bahasa Indonesia, pendidik adalah orang yang mendidik. Sedangkan mendidik diartikan memberikan latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran sehingga pendidikan dapat diartikan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya peng-ajaran dan latihan. Betapa berat dan mulia peranan seorang kepala madrasah sebagai pendidik, karena dia diharuskan mampu menanamkan, memajukan dan meningkatkan paling tidak 4 (empat) macam nilai, yaitu : (a) Mental, hal-hal yang berkaitan dengan sikap batin dan watak manusia. (b) Moral, hal-hal yang berkaitan dengan ajaran baik buruk mengenai perbuatan, sikap dan kewajiban atau moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti dan kesusilaan. (c) Fisik, hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan dan penam-pilan manusia secara lahiriah. (d) Artistik, hal-hal yang berkaitan dengan kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan. Selain itu yang perlu diperhatikan oleh setiap kepala sekolah terhadap perannya sebagai pendidik, mencakup 2 (dua) hal pokok, yaitu sasaran atau kepada siapa perilaku sebagai pendidik itu diarahkan. Sedangkan yang kedua, yaitu bagaimana peranan sebagai pendidik itu dilaksanakan. 3. Fungsi Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru Kepala sekolah / madrasah sebagai pemimpin formal hanya akan menjadi pemimpin yang efektif bilamana ia mampu menjalankan proses kepemimpinannya yang mendorong, mempengaruhi dan mengarahkan kegiatan dan tingkah lalu kelompoknya. Inisiatif dan kreativitas kepala madrasah yang mengarah kepada kemajuan madrasah merupakan bagian integratif dari tugas dan tanggungjawab. Fungsi utamanya ialah mencip-takan kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efisien. Soetopo dan Soemanto menjelaskan bahwa dalam melak-sanakan fungsi tersebut kepala sekolah / medrasah memiliki tanggung jawab ganda, yaitu : a. Melaksanakan administrasi sekolah sehingga dapat tercipta situasi belajar yang baik. b. Melaksanakan supervisi pendidikan sehingga diperoleh peningkatan kegiatan mengajar guru dalam membimbing pertumbuhan murid-murid. Pembahasan di bawah ini akan dikemukakan berkenaan dengan fungsi kepala sekolah sebagai administrator dalam meningkatkan profesionalisme guru dan fungsi kepala sekolah sebagai supervisor dalam meningkatkan profesionalisme guru. a. Sebagai Administrator Kepala sekolah memiliki peranan yang sangat penting ter-utama dalam hubungannya dengan menjalankan fungsi sebagai seorang administrator pendidikan. Karena sesuai dengan substansi dari administrasi itu sendiri adalah usaha yang dilakukan bersama

antara kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan dengan para guru dan karyawannya untuk mencapai hasil pendidikan yang maksimal. Adapun tugas administrasi, tepatnya administrasi pendidikan, mengupayakan agar tujuan pendidikan dapat dicapai. Secara rinci Daryanto mengemukakan kewajiban administrasi sehubungan dengan tujuan pendidikan yang dikemukakan sebagai berikut : (1) Berusaha agar tujuan pendidikan tampil secara formal dengan jalan merumuskan, menyeleksi, menjabarkan dan menetapkan tujuan pendidikan yang akan dicapai sesuai dengan lembaga atau organisasi pendidikan yang bersangkutan secara formal. (2) Menyebarluaskan dan berusaha menanamkan tujuan pendidikan itu kepada anggota lembaga, sehingga tujuan pendidikan tersebut menjadi kebutuhan dan pendorong kerja para anggota lembaga. (3) Memilih, menyeleksi, menjabarkan dan menetapkan proses berupa tindakan, kegiatan dan pola kerja yang diperhitungkan dapat memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan hal ini, perlu juga diusahakan agar proses untuk mencapai tujuan non pendidikan tidak terlalu banyak, sehingga menghambat tercapainya tujuan pendidikan. Didalam praktek, kegiatan yang bersifat kemasyarakatan, administrasi atau teknik justru sering terlalu banyak, sehingga kegiatan edukatif menjadi terlalaikan. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa kegiatan yang non pendidikan atau non edukatif yang tidak seimbang dengan kegiatan pendidikan akan menurunkan mutu pendidikan itu sendiri. (4) Mengawasi pelaksanaan proses pendidikan dan lainnya dengan memantau, memeriksa dan mengendalikan kegiatan dan tindakan pada setiap tahap proses pengendalian mutu dalam pendidikan. Pada dasarnya pengawasan ini lebih menekankan kepada usaha mengembalikan proses yang menyimpang pada hukum dan tahap perkembangan serta interaksinya dan hukum-hukum untuk mewujudkan kesempurnaan, kebaikan serta kebahagiaan seperti yang diberlakukan Allah SWT. (5) Menilai hasil yang telah dicapai dan proses yang sedang atau telah berlaku, mengupayakan agar informasi tentang hasil dan proses itu menjadi umpan balik yang dapat memperbaiki proses dan hasil selanjutnya. Dari tugas adminitrasi pendidikan diatas, kepala madrasah selaku pimpinan tertinggi di lembaga pendidikan yang merupakan juga administrator di lembaga pendidikan mempunyai peranan penting dalam menjalankan tugas tersebut, terurama yang berkaitan dengan guru. Menurut Hadari Nawawi, di lingkungan lembaga pendidikan, tenaga kerja atau pegawai dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : (1) Tenaga teknis atau tenaga profesional atau tenaga edukatif (dosen/guru/pengajar), yakni personil pelaksana proses belajar mengajar dan kegiatan pendidikan lainnya. (2) Tenaga administrasi atau tenaga non edukatif (non dosen/guru/pengajar), yakni meliputi pegawai tata usaha, pegawai laboratorium, keuangan, sopir, pesuruh, keamanan, pegawai perpusta-kaan dan lain-lain. Kepala madrasah sebagai administrator pendidikan ber-tanggungjawab terhadap kelancaran pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di madrasahnya. Oleh karena itu, hendaknya dia mampu mengaplikasikan fungsi-fungsi administrasi seperti perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pengawasan kepegawaian dan pembiayaan ke dalam pengelolaan sekolah yang dipimpinnya. Terkait dengan masalah-masalah administrasi tenaga kependidikan ini, proses

pengelolaan kepegawaian dapat dibedakan antara lain : (1) Administrasi dalam arti luas, yakni yang menyangkut kebijaksanaan, penerimaan (seleksi), penempatan, pembinaan dalam menciptakan perangkat kepegawaian yang stabil, berprestasi, berkelangsungan dan setia kepada organisasi kerja. (2) Administasi dalam arti sempit, yakni yang menyangkut kegiatan tata usaha kepegawaian dalam memenuhi haknya antara lain mengenai memproses surat-surat pengangkatan, pemindahan, kenaikan pangkat, dan pemberhentian. Fungsi administrator pendidikan di dalam sebuah lembaga atau sekolah sangat kompleks sekali karena selain kepala sekolah harus merencanakan (planning) tindakan apa yang akan dilakukan di dalam lembaga yang ia pimpin, setelah itu ia juga harus dapat mengorganisasikan (organizing) siapa-siapa saja yang ditugaskan menjalankan tugastugas tersebut dengan baik dan sesuai dengan ke-ahlian dan kemampuan dari maisngmasing anggota organisasinya. Pada tahap selanjutnya mereka juga bertugas untuk melaksa-nakan rencana yang telah dibuat bersama dengan para anggotanya (actuating). Dan pada tahap terakhir dari seluruh kegiatan tersebut mereka juga harus mengevaluasi dan memberikan penilaian terhadap seluruh kegiatan yang telah mereka lakukan tersebut ( controlling dan evaluating ). Seluruh kegiatan terpening ini adalah kepala madrasah hendaknya menerapkan selalu sistem demokratis dalam kepemimpinan-nya dan selalu mengikutsertakan seluruh karyawan dan para guru dalam merencanakan seluruh kegiatannya agar dalam melaksanakan kegiatan yang telah direncakanan dan disusun nantinya, semua anggota dapat melaksanakannya dengan baik dan bertanggungjawab, karena kegagalan dan keberhasilan itu tergantung kepada usaha mereka bersama. b. Sebagai Supervisor Tugas dan tanggungjawab kepala madrasah terus mengalami perkembangan dan perubahan, baik dalam sifat maupun luasnya. Kepala madrasah yang berperan sebagai administrator, juga berperan sebagai seorang supervisor yang bertugas untuk memberikan bimbingan bagi guru dnan karyawan dengan melalui pertumbungan kemampuan sebagai sarana meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran. Menurut Ngalim Purwanto, supervisi adalah segala bantuan dari pimpinan sekolah yang tertuju pada perkembangan kepemimpinan guru-guru dan personel sekolah lainnya didalam mencapai tujuan pendidikan. Ia berupa dorongan-dorongan, bimbinganbimbingan dan kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru-guru. Atau dengan kata lain, supervisi adalah suatu aktivitas yang direncakanan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam perkerjaan secara efektif. Dalam Dictionary of Education, Good Carter memberi pe-ngertian bahwa supervisi pendidikan adalah usaha dari para petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas-petugas lainnya dalam memperbaiki pengajaran termasuk menstimulir, menyelesai-kan pertumbuhan jabatan dan mengembangkan jabatan-jabatan guru dan merevisi tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode mengajar serta evaluasi pengajaran. Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud supervisor pendidikan adalah seorang pemimpin yang melakukan suatu usaha untuk membantu para guru dalam meningkatkan pertumbuhan pribadi dan jabatannya dan juga para staf madrasah lainnya agar anak didik dapat belajar secara lebih baik dalam situasi proses mengajar secara lebih efektif dan efisien.

Supervisor harus mempunyai pegangan dalam melaksanakan perannya. Oleh sebab itu perlu dijabarkan lagi secara operasional dengan memperhatikan faktor-faktor yang khusus agar dapat membantu jalannya supervisi yang lebih efektif. Dalam hal ini sebagaimana dijabarkan dalam tujuan supervisi pendidikan sebagai berikut : (1) Membantu guru agar dapat lebih mengerti / memahami dan mengerti tujuan-tujuan pendidikan di sekolah dan fungsi sekolah dalam usaha mencapai tujuan pendidikan. (2) Membantu guru agar mereka dapat lebih menyadari dan mengerti kebutuhan masalahmasalah yang dihadapi siswanya, supaya dapat membantu siswanya itu lebih baik lagi. (3) Untuk melaksanakan kepemimpinan efektif dengan cara yang demokratis dalam rangka meningkatkan kegiatan-kegiatan profesional di sekolah dan hubungan antara kegiatan staf yang kooperatif untuk bersama-sama meningkatkan kemampuan masingmasing. (4) Menemukan kemampuan dan kelebihan tiap guru dan memanfa-atkan serta mengembangkan kemampuan itu dengan memberikan tugas dan tanggungjawab yang sesuai dengan kemampuannya. (5) Membantu guru meningkatkan kemampuan penampilannya di depan kelas. (6) Membantu guru baru dalam masa orientasinya supaya cepat dapat menyesuaikan diri dengan tugasnya dan dapat menggunakan kemampuannya secara maksimal. (7) Membantu guru menemukan kesulitan belajar murid-muridnya dan merencanakan tindakan-tindakan perbaikannya. (8) Menghindari tuntutan-tuntutan terhadap guru yang diluar batas atau tidak wajar, baik tuntutan itu datangnya dari dalam (madrasah) maupun dari luar (masyarakat). Dalam melaksanakan tugas supervisi, seorang supervisor memiliki beragam bentuk atau teknik supervisi yang dapat diterapkan dengan penyesuaikan kepada lembaga pendidikan yang pada saat itu mereka pimpin atau mereka supervisi. Adapaun teknik-teknik yang sering dipergunakan oleh seorang supervisor itu sendiri terbagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu : (1) Teknik supervisi pendidikan yang bersifat individual, meliputi: a. perkunjungan kelas ( classroom visitation). b. pembicaraan pribadi ( individual conference). c. kunjungan rumah (home visit). (2) Teknik supervisi pendidikan yang bersifat kelompok, meliputi: a. Rapat guru ( meeting). b. penataran (inservice training). c. Demontrasi mengajar (demontration teaching). d. Buletin supervise. e. Pertemuan orientasi guru. Kepala madrasah sebagai seorang pemimpin pendidikan yang berperan sebagai supervisor dalam melaksanakan tugas hendaknya selalu berpegang kepada prinsip yang positif dan menghindarkan dirinya dari prinsip yang negatif, sedangkan prinsip-prinsip positif yang patut diikuti oleh supervisor adalah : (1) Supervisi harus dilaksanakan secara demokratis dan kooperatif. (2) Supervisi harus kreatif dan konstruktif. (3) Supervisi harus scientifik dan efektif. (4) Supervisi harus dapat memberi perasaan aman pada guru. (5) Supervisi harus berdasarkan kenyataan.

(6) Supervisi harus memberikan kesempatan kepada supervisor dan guru-guru untuk mengadakan self evaluation. Prinsip-prinsip negatif yang harus dihindari oleh supervisor adalah : (1) Seorang supervisor tidak boleh bersifat otoriter. (2) seorang supervisor tidak boleh mencari-cari kesalahan pada guru. (3) Seorang supervisor bukan inspektur yang ditugaskan untuk memeriksa apakah peraturan-peraturan dan instruksi-instruksi yang telah diberikan dilaksanakan atau tidak. (4) Seorang supervisor tidak boleh menganggap dirinya lebih tinggi dari guru-guru karena jabatannya. (5) Seorang supervisor tidak boleh terlalu banyak memperhatikan hal-hal kecil mengenai cara-cara guru mengajar. Dengan melihat beberapa prinsip diatas, baik yang merupa-kan prinsip yang harus diikuti (prinsip positif) maupun prinsip yang harus dihindari (prinsip negatif), maka dapat peneliti simpulkan bahwa sikap pemimpin atau supervisor yang hanya memaksa bawahannya, menakut-nakuti dan melemahkan kreativitas dari anggota staf, maka sikap tersebut perlu diubah dengan sikap korektif relasi dimana orang merasa aman dan tenang dalam mengembangkan kreativitasnya. 4. Strategi Kepala Madrasah dalam pembinaan Profesionalisme Guru Menurut kurikulum 1975, tanggungjawab pembinaan guru berada di tangan kepala sekolah (madrasah) dan penilik sekolah. Menurut Gwynn tanggungjawab pembinaan guru berada di tangan supervisor yang terdiri dari : general supervisor, special grade supervisor, special subject supervisor, yang ketiga-tiganya dikoordinasi oleh super intendent. Mengingat yang hampir bertemu setiap hari dengan guru di madrasah adalah kepala madrasah, dan bukan pembina yang lainnya, maka kepala madrasahlah yang paling banyak bertanggungjawab dalam pembinaan profesionalisme guru. Oleh karena itu selain tugas kepala madrasah adalah sebagai administrator madrasah, yang tidak boleh dilupakan, karena sangat penting haruslah diaksentuasikan pada pembinaan guru di madrasah yang dipimpinnya. Pembinaan profesionalisme guru dimaksudkan sebagai serangkaian usah pemberian bantuan kepada guru terutama bantuan berwujud bimbingan profesional yang dilakukan oleh kepala madrasah, pengawas dan mungkin oleh pembina sesama guru lainnya untuk meningkatkan proses dan hasil belajar mengajar. Bimbingan profesional yang dimaksud adalah kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan profesionalisme guru terutama dalam proses belajar mengajar. Disamping itu pembinaan guru juga dimaksudkan sebagai usaha terlaksananya sistem kenaikan pangkat dalam jabatan profesional guru. Menurut Glickman ada beberapa strategi yang diikuti oleh pembina (kepala madrasah) dalam melakukan pembinaan profesionalisme guru, yaitu : a. Mendengar (listening), yang dimaksud dengan mendengar adalah ke-pala madrasah mendengarkan apa saja yang dikemukakan oleh guru, bisa berupa kelemahan, kesulitan, kesalahan, masalah dan apa saja yang dialami oleh guru, termasuk yang ada kaitannya dengan peningkatan profesionalisme guru. b. Mengklarifikasi (clarifying), yang dimaksud klarifikasi adalah kepala madrasah memperjelas mengenai apa yang dimaksudkan oleh guru. Jika pada mendengar (point a) diatas, kepala madrasah mendengar mengenai apa saja yang dikemukakan oleh guru, maka dalam meng-klarifikasi ini kepala madrasah memperjelas apa yang diinginkan oleh guru dengan menanyakan kepadanya.

c. Mendorong (Encouraging), yang dimaksud dengan mendorong adalah kepala madrasah mendorong kepada guru agar mau mengemukakan kembali mengenai sesuatu hal bilamana masih dirasakan belum jelas. d. Mempresentasikan (presenting), yang dimaksud dengan mempresen-tasikan adalah kepala madrasah mencoba mengemukakan persepsi-nya mengenai apa yang dimaksudkan oleh guru. e. Memecahkan masalah (problem solving), yang dimaksud dengan memecahkan masalah adalah kepala madrasah bersama-sama dengan guru memecahkan masalahmasalah yang dihadapi oleh guru. f. Negosiasi (negotiating), yang dimaksud dengan degoisasi adalah berunding. Dalam berunding, kepala madrasah dan guru membangun kesepakatan-kesepakatan mengenai tugas yang harus dilakukan masing-masing atau bersama-sama. g. Mendemonstrasikan (demonstrating), yang dimaksud dengan mende-monstrasikan adalah kepala madrasah mendemonstrasikan tampilan tertentu dengan maksud agar dapat diamati dan ditirukan oleh guru. h. Mengarahkan (directing), yang dimaksud dengan mengarahkan adalah kepala madrasah mengarahkan agar guru melakukan hal-hal tertentu. i. Menstandarkan (standardization), yang dimaksud dengan men-standarkan adalah kepala madrasah mengadakan penyesuaian penyesuaian bersama dengan guru. j. Memberikan penguat (Reinforcing), yang dimaksudkan memberikan penguat adalah kepala madrasah menggambarkan kondisi-kondisi yang menguntungkan bagi pembinaan guru. Dari kesepuluh strategi kepala madrasah diatas dalam melaksa-nakan pembinaan profesionalisme guru digambarkan dalam sebuah tabel strategi pembina (kepala madrasah) sebagai berikut : TABEL I MATRIKS STRATEGI KEPALA MADRASAH DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU No Strategi Pembina Aktivitas Pembina Hasil Yang Diperoleh 1 Directive Mengklarifikasi Mempresentasikan Mendemonstrasikan Mengarahkan Menstandarkan Memberikan Penguat Tanggungjawab guru dalam mengembangkan dirinya sangat rendah (minimum), dibutuhkan keterlibatan yang tinggi dari pembina (tanggungjawab pembina harus maksimum) 2 Non Directive Mendengarkan Mengklarifikasi Mendorong Mempresentasikan Negosiasi Tanggungjawab guru dalam mengembangkan dirinya tinggi (maksimum), sebaliknya tanggungjawab pembina dalam membina rendah (minimum). Pembina hanya sebagai fasilitator saja 3 Collaborative Mendengarkan

Mempresentasikan Pemecahan masalah Negosiasi Tanggungjawab pembina dan guru sama-sama sedang. Atau dengan kata lain terjadinya kontak yang seimbang antara pembina dan guru. Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa orientasi strategi pembina ( kepala madrasah / sekolah) terbagi tiga, yaitu directive, non directive dan collaborative. Pada strategi pembina yang directive, tanggungjawab pembina maksimum, sebaliknya tanggungjawab guru minimum. Sedangkan pada strategi pembina non directive, tanggung jawab pembina minimum, sebaliknya tanggungjawab guru maksimum. Sementara pada strategi pembina yang collaborative, baik tanggung-jawab guru maupun pembina samasama berada dalam keadaan sedang atau berada seimbang. Strategi pembinaan guru yang berorientasi directive menampilkan perilaku-perilaku pokok, yaitu : klarifikasi, presensi, demonstrasi, penegasan, standarisasi dan penguatan. Dari tabel diatas, Glickman menggambarkan bahwa ada 6 (enam) hal yang harus dilakukan oleh kepala madrasah yang menggunakan strategi directive dalam melakukan pembinaan profesionalisme guru, antara lain : a. Pembina mengklarifikasi permasalahan dari para guru b. Pembina mempresentasikan gagasan mengenai apa dan bagaimana informasi akan dikumpulkan c. Pembina mengarahkan apa yang harus dilakukan oleh guru d. Pembina mendemonstrasikan kemungkinan perilaku guru dan jika perlu guru diminta menirukan e. Pembina menetapkan patokan atau standar tingkah laku mengajar yang dikehendaki f. Pembina menggunakan insentif sosial dan material .hasil akhir dari strategi directive adalah berupa tugas guru. Pengkondisian guru melalui lingkungan yang dibangun oleh kepala madrasah diharapkan memunculkan perilaku guru sebagaimana yang dikehendaki. Dalam strategi non directive, tanggungjawab guru dalam mengembangkan dan membina dirinya sendiri adalah tinggi. Sebaliknya tanggungjawab pembina (kepala madrasah) dalam membina guru adalah rendah. Sehingga dalam pembinaan yang demikian, kedaulatan lebih banyak di tangan guru dibandingkan di tangan pembina. Pembina (kepala madrasah) sebagai fasilitator saja. Aktivitas pembina (kepala madrasah) dalam strategi non directive dalam melakukan pembinaan profesionalisme guru meliputi : mendengarkan, mengklarifikasi, mendorong, mempresentasikan dan bernegosiasi. Dari tabel diatas dapat ditarik pengertian ada 5 (lima) hal yang harus dilakukan oleh kepala madrasah yang meng-gunakan strategi non directive dalam melakukan pembinaan profesionalisme guru, antara lain : a. Pembina mendengarkan, memperhatikan dan mendiskusikan peng-ajaran dengan guru b. Pembina mendorong guru untuk mengelaborasi c. Pembina mengajukan pertanyaan d. Apabila guru bertanya, pembina mengupayakan pemecahan e. Pembina bertanya kepada guru guna menentukan tindakan Target akhir yang diinginkan dengan strategi pembinaan yang non directive adalah perencanaan guru sendiri ( teacher self plan ).

Pada orientasi startegi collaborative dalam pembinaan profe-sionalisme guru ada kedaulatan yang seimbang antara pembina (kepala madrasah) dengan guru. Tanggungjawab mereka masing-masing, yaitu sebagai guru dan sebagai pembina secara seimbang. Aktivitas pokok pembina (kepala madrasah) pada pandangan collaborative dalam melakukan pembinaan profesionalisme guru meliputi : mendengarkan, mempresentasikan, memecahkan masalah dan bernegosiasi. Dalam penggunaan strategi collaborative dalam melakukan pembinaan profesionalisme guru, yaitu antara lain : a. Pembina mempresentasikan persepsinya mengenai sesuatu yang dijadikan sebagai sasaran pembinaan. b. Pembina mendengarkan guru. c. Pembina dan guru mengajukan alternatif pemecahan masalah. d. Pembina dan guru bernegosiasi atau berunding. Target akhir yang diinginkan dengan strategi pembinaan yang collaborative demikian adalah terdapatnya kontak antara pembina dan guru. Beberapa strategi pembinaan kepala madrasah dalam meningkatkan profesionalisme guru tersebut merupakan strategi yang mudah jika itu dilaksanakan oleh kepala madrasah bersama-sama dengan guru dan sebaliknya, jika keinginan peningkatan profesionalisme ada pada satu pihak, misalnya kepala madrasah saja, maka bagi kepala madrasah tugasnya semakin berat, demikian juga sebaliknya, jika keinginan hanya ada pada guru tetapi pimpinan tidak merespons, maka guru juga mempunyai tugas yang berat, sebab disamping mengajar, guru juga harus bertugas meningkatkan profesionalisme dan menentang kepala madrasah, tetapi jika peningkatan profesionalisme guru dilaksanakan secara bersama-sama antara guru dan kepala madrasah, maka akan mudah tercapai. BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Sesuai dengan sifat dan karakter permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, maka penelitian yang akan digunakan adalah menggu nakan pendekatan kualitatif, dengan memakai perspektif fenomenologi, yaitu peneliti memahami dan menghayati kepemimpinan kepala madrasah dalam meningkatkan profesionalisme guru. Karena kepemimpinan madrasah merupakan beberapa tindakan yang dilakukan kepala madrasah untuk meningkatkan profesionalisme guru melalui proses pengambilan keputuwsan memerlukan kajian mendalam untuk menghasilkan kesimpulan yang akurat. Penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi menurut Muhadjir setidak-tidaknya mengakui empat kebenaran, yaitu : kebenaran empirik sensual, empirik logik atau teoritik, empirik etik dan kebenaran empirik transendental. Kemampuan penghayatan dan pemaknaan manusia atas indikasi empirik manusia menjadi mampu mengenal ke-empat kebenaran tersebut. Epistimologi, fenomenologi sebagaimana pendekatan rasionalisme menyatakan bahwa ilmu yang valid merupakan abstraksi, simplikasi atau idealisasi dan realitas yang terbukti koheren dengan logika. Bagi fenomenologi, semua ilmu itu berasal dari pemahaman intelektual terhadap fenomena yang dibangun atas pengalaman empirik. Dukungan data empirik yang relevan dibuatkan dalam rangka menghasilkan produk ilmu yang benar-

benar ilmu bukan sekedar fiksi. Dengan pendekatan fenomenologi ini, peneliti berupaya memahami kebenaran empirik sensual, empirik logik atau teoritik, empirik etik dan kebenaran empirik transendental dari sistem dan proses yang terjadi di madrasah dalam rangka menemukan bentuk kepemimpinan serta akibatnya yang muncul di permukaan dan yang masih tersembunyi yang berpengaruh terhadap profesionalisme guru Data-data empirik yang telah diperoleh melalui beberapa teknik pengumpulan data yang dipilih sesuai dengan fokus penelitian, akan dipahami sebagai intelektual dan diberi pemaknaan berdasarkan bangunan konstruksi teoritik tertentu untuk menawarkan sejumlah klaster tata pikir logik untuk memahami dan memberikan pemaknaan sejumlah data penelitian jenis dan pendekatan ini. Penelitian kualitatitf sebagai metode ilmiah sering digunakan oleh sekelompok peneliti dalam bidang sosial, seperti : sosiologi, anthropologi dan sejumlah penelitian perilaku lainnya, termasuk ilmu pendidikan. diantara ciri-ciri penelitian kualitatitf menurut Arifin adalah : 1. Penelitian kualitatif menggunakan latar alami atau lingkungan alamiah sebagai sumber data langsung. 2. Penelitian kualitatif sifatnya diskriptif analitik, seperti : hasil pengamatan, hasil pemotretan, cuplikan tertulis, dokumen dan catatan lapangan. 3. Tekanan penelitian kualitatif ada pada proses, bukan pada hasil. 4. Penelitian kualitatif bersifat induktif serta analisa data induktif, dimulai dari lapangan, yakni fakta empiris atau induktif. 5. Penelitian kualitatif mengutamakan makna atau interpretasi, mengutamakan kepada bagaimana orang mengartikan hidup. Untuk memahami dan memberikan pemaknaan secara mendalam terhadap data empirik yang terkait dengan masing-masing pikiran sebagaimana tertuang diatas, dipilih beberapa tata pikir logik yang dipandang sesuai dengan karakter permaslahan yang akan dipahami dan diberi pemaknaan. Untuk tujuan pertama digunakan pola pikir instrumental, yakni dengan melihat bagaimana peran kepemimpinan kepala madrasah dalam meningkatkan profesionalisme guru. Tujuan penelitian kedua akan digunakan pola pikir struktural, yaitu untuk mengetahui mengapa dengan kepemimpinan kepala madrasah terjadi peningkatan profesionalisme guru. Ditinjau dari jenisnya, penelitian tentang kepemimpinan kepada madrasah dalam meningkakan profesionalisme guru ini adalah study kasus, yang menurut Bogdan dan Biklen merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau suatu tempat penyimpanan dokumen atau suatu peristiwa tertentu. Dimana dalam laporan penelitian ini penulis menggunakan uraian dan penjelasan secara utuh mengenai berbagai aspek madrasah mulai kepala madrasah, guru, siswa komunitas yang melengkapi madrasah, program kerja, dan situasi sosial madrasah. Tujuan dari studi kasus adalah untuk mengembangkan pengetahuan yang mendalam mengenai obyek yang bersangkutan yang berarti bahwa studi kasus harus disifatkan sebagai penelitian yang eksploratif dan deskriftif. B. Kehadiran Peneliti Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri. Menggunakan peneliti sebagai instrumen mempunyai keuntungan dan kekurangan. Adapun keuntungan peneliti sebagai instrumen adalah subyek lebih tanggap dengan maksud kedatangannya, peneliti dapat

menyesuaikan diri terhadap setting penelitian. Sehingga peneliti dapat menjelajah ke seluruh bagian setting peneliti untuk mengumpulkan data, keputusan dapat secara cepat, terarah, gaya dan topik pembicaraan dapat berubah-ubah dan jika perlu pengumpulan data dapat ditunda. Keuntungan lain yang didapat dengan menggunakan peneliti sebagai instrumen adalah informasi dapat diperoleh melalui sikap dan cara responden memberikan informasi. Dengan demikian peneliti merupakan instrumen kunci guna menangkap makna, interaksi nilai dan nilai lokal yang berbeda dimana hal ini tidak memungkinkan diungkap lewat kuisioner. Sedangkan kelemahan peneliti sebagai instrumen adalah menginter-prestasikan data dan fakta, peneliti dipengaruhi oleh persepsi atau kesan yang dimiliknya sebelum data dan fakta itu ditemukan. Demikian pula dalam memberikan informasi, responden sangat dipengaruhi oleh persepsi dan kesan terhadap penelitian. Kelemahan ini dapat ditutupi dengn kesadaran yang tinggi terhadap munculnya kemungkinan subyektivitas, baik dari peneliti maupun responden. Peneliti harus berusaha dapat menghindari pengaruh subyektivitas dan menjaga lingkungan secara alamiah agar proses yang terjadi berjalan sebagaimana biasanya. Disinilah pentingnya peneliti kualitatif menahan dirinya untuk tidak terlalu jauh intervensinya terhadap lingkungan yang menjadi obyek penelitiannya. Dalam penelitian ini, penulis tidak menentukan waktu lamanya mau-pun harinya, akan tetapi penulis secara terus menerus menggali data dalam waktu yang tepat dan sesuai kesempatan dengan data informan. Sisi lain, yang penulis tekankan adalah keterlibatan langsung peneliti di lapangan dengan informan dan sumber data. Disamping itu karena penelitian kualitatif yang menjadi kepeduliannya adalah fenomena sosial dan budaya, menyangkut manusia dan tingkah lakunya sebagai makhluk psikis, sosial budaya, maka dalam hal ini peneliti tidak saja studying people, tetapi learning from people. Disamping meneliti manusia juga belajar dari manusia serta mempunyai orientasi dan mendasarkan diri pada perluasan pengetahuan. Menurut konsepnya keadaan yang demikian merupakan penciptaan rapport, artinya terjadinya hubungan harmonis yang mendalam antara pene-liti dengan informan/pihak yang diteliti sehingga terjadi arus bebas dan keterusterangan dala komunikasi informasi yang berlangsung, tanpa kecuriga-an dan tanpa upaya saling menutup diri. Sebab satu dengan yang lain tidak saling kenal. Hal ini jelas akan dialami bahwa proses kehadiran peneliti terasa asing di MA Pondok Modern Al-Islam Nganjuk. Oleh karena itu, proses penjajakan dan menuju terjalinnya hubungan dengan pihak yang diteliti senantiasa penulis ciptakan di lapangan sehingga informan merasa sebagai guru peneliti atau nara sumber. Kesempatan ini penulis terus gunakan agar informan tidak lagi hanya merespons pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti, tetapi juga bersama-sama peneliti mengidentifikasi hal-hal yang diperlukan peneliti. C. Subyek Penelitian Dalam penelitian ini, subyek penelitian menitikberatkan pada sumber data manusia, yaitu orang-orang yang dapat memberikan informasi kepemimpinan sebagai obyek penelitian secara akuran. Subyek penelitian terdiri dari Kepala MA Pondok Modern Al-Islam Nganjuk, Kepala Tata Usaha dan beberapa guru bidang study, baik Guru Tetap Yayasan (GTY) maupun Guru Tidak Tetap (GTT). Penentuan subyek penelitian ini dilakukan dengan menggunakan purposive sampling, yaitu pemilihan sampel dengan pertimbangan antara lain :

1. Subyek penelitian terlibat langsung dalam proses pengelolaan dan proses belajar mengajar di madrasah. 2. Keterlibatan mereka dalam pengelolaan dan proses belajar mengajar di MA Pondok Modern Al-Islam Nganjuk telah berlangsung paling tidak sudah 3 (tiga) tahun lamanya dan masih aktif hingga saat penelitian ini dilakukan. Tujuan penggunaan purposive sampling ini adalah : 1. Untuk mendapatkan informasi dari setiap percabangan dan konstruksi perilaku kepala madrasah dalam meningkatkan profesionalisme guru di MA Pondok Modern Al-Islam Nganjuk. 2. Merinci berbagai seluk beluk yang ada dalam temuan konteks yang unik. 3. Untuk informasi yang menjadi dasar dalam penelitian. Selanjutnya untuk memilih dan menentukan informan dalam pene-litian ini digunakan snowball sampling, yaitu diibaratkan sebagai bola salju yang menggelinding, semakin lama semakin besar. Proses ini baru berhenti setelah informasi yang diperoleh antara sesama informan mempunyai ke-samaan, sehingga tidak ada data yang dianggap baru. Informan kunci dalam penelitian ini adalah satu orang, yaitu kepala madrasah yang mempunyai perilaku kepemimpinan langsung terhadap lembaga yang dipimpinnya. Sedangkan untuk informan bantu, peneliti mengambil 6 (enam) orang guru untuk melengkapi data penelitian. D. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan jenis penelitian diatas, yaitu jenis penelitian kualitatif, maka cara pengumpulan data dilakukan dengan 3 (tiga) teknik, yaitu ; wawancara, observasi dan dokumentasi. Instrumen utama pengumpulan data dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan alat bantu tape recorder, alat kamera, pedoman wawancara dan alat-alat lain yang diperlukan secara insidental. Untuk lebih jelasnya, penjelasan teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah sebagai berikut : 1. Wawancara Dalam penelitian kualitatif, biasanya gunakan teknik wawancara sebagai cara untuk mengumpulkan data / informasi. Ada 2 (dua) alasan peneliti menggunakan teknik wawancara, yaitu ; pertama , dengan wa-wancara peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan di alami seseorang / subyek yang diteliti, tetapi juga apa yang tersembunyi jauh di dalam diri subyek penelitian. Kedua, apa yang ditanyakan pada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang dan juga masa yang akan datang. Teknik wawancara ini digunakan untuk mengetahui secara men-dalam, mendetail atau insentif adalah upaya menemukan pengalaman pengalaman informan atau responden dari topik tertentu atau situasi spesifik yang dikaji. Oleh karena itu, dalam melaksanakan wawancara untuk mencari data, dgunakan pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan jawaban berupa informasi. Wawancara dilakukan secara terbuka untuk menggali pandangan subyek penelitian (kepala madrasah, kepala tata usaha dan para guru) tentang masalah yang akan diteliti. Wawancara dilakukan pada waktu dan konteks yang tepat untuk mendapatkan data yang akurat dan dilakukan berkali-kali sesuai dengan keperluan. Dalam mengadakan wawancara peneliti dilengkapi dengan alat perekam suara dan buku catatan kecil. Langkah-langkah wawancara yang akan digunakan oleh peneliti yaitu :

a. Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan dengan tujuan menentukan individu yang berkompeten dalam persoalan yang diangkat. b. Mengadakan persiapan wawancara dengan menetapkan waktu dan tempat yang memadai agar wawancara dapat dilaksanakan dengan maksimal. c. Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan, seperti ikhtisar penelitian secara umum dan informasi dasar atau latar belakang orang yang diajak wawancara. d. Melaksanakan wawancara dengan cara mengawali dan membuka alur wawancara sebagai orang yang netral dengan tidak masuk pada suatu konflik pendapat. e. Melangsungkan dan mengatur alur wawancara sesuai dengan masalah yang akan diteliti. f. Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dengan menekankan informasi-informasi penting atau bagian-bagian komentar penting dan mengakhirinya. g. Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan dalam rangka pengecekan keabsahan data. h. Mengindentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh dengan cara mengorganisasi dan mensistematiskan data untuk dianalisa. 2. Observasi Observasi dalam penelitian ini dilaksanakan dengan 2 (dua) teknik agar pengamat dalam hal ini peneliti mempunyai dua peranan sekaligus yaitu sebagai pengamat dan sekaligus menjadi anggota resmi dari kelompok yang diamati. Untuk mendukung keduanya maka peneliti melakukan observasi atau pengamatan yang didasarkan atas pengalaman secara langsung dan observasi atau pengamatan murni dimana memungkinkan peneliti melihat dan mengamati sendiri secara independen. Observasi ini peneliti pergunakan untuk mengamati aktivitas kepala sekolah, guru dan kegiatan madrasah. Observasi terlibat atau partisipasi adalah observasi yang dilaksanakan dengan cara peneliti melibatkan diri atau berinteraksi pada kegiatan yang dilakukan oleh subyek dalam lingkungannya, mengumpulkan data secara sistematik dalam bentuk catatan lapangan. Teknik pengumpulan data dengan derajat keterlibatan peneliti secara langsung kan tetapi tetap mempertahankan adanya keseimbangan antara sebagai orang dalam (insider) dan orang luar (outsider) seperti ini disebut dengan partisipasi moderat (moderate participation). Dalam peran observasi ini, peneliti sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan madrasah yang relevan dengan fokus penelitian dan dalam hal ini memperhatikan saran dan masukan. Selama penelitian, peneliti mengamati langsung aktivitas kepala madrasah pada saat berinteraksi dengan para guru dan pada saat kepala madrasah melakukan aktivitas di madrasah. Selain itu peneliti juga mengadakan observasi langsung pada saat guru melakukan proses belajar mengajar. 3. Dokumentasi Untuk menghemat dan menghindari kehilangan data yang telah di kumpulkan dalam waktu relatif lama yang disebabkan kesalahan teknik, maka dilakukan pencatatanpencatatan secara lengkap dan secepat mungkin dalam setiap selesai pengumpulan data di lapangan. Pengum-pulan data jenis kualitatif ini biasanya memakan waktu panjang, di lakukan dalam waktu panjang, dilakukan secara simultan dalam masa yang sama antara aktivitas merumuskan hipotesis dan menganalisa data lapangan. Pada tahapan analisa hepotesa selanjutnya maka harus didukung dengan sumber-sumber data sebelumnya

seperti catatan data lapangan dan kepustakaan yang terkait dengan masalah penelitian. Disamping itu, data dokumentasi diperlukan untuk melengkapi data yang diperoleh dri wawancara dan observasi. Dokumen yang di maksud bisa berupa foro-foto dokumen madrasah, arsip madrasah, transkrip wawancara dan dokumen tentang sejarah madrasah dan perkembangannya. Kesemua dokumentasi ini akan dikumpulkan untuk dianalisa demi kelengkapan data penelitian. Pengumpulan data peneliti lakukan secara terus menerus dan ber-akhir pada saat peneliti sudah memperoleh data lengkap tentang obyek yang diteliti. Sehingga dengan demikian dianggap sudah diperoleh pemahaman terhadap bidang kajian. E. Analisa Data Analisa data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang persoalan yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Sedangkan untuk meningkatkan pemahaman tersebut, analisa perlu dilanjutkan dengan upaya mencari makna dibalik yang empiri sensual. Dalam penelitian kualitatif, analisa data dalam prakteknya tidak dapat dipisahkan dengan proses pengumpulan data. Kedua kegiatan ini ber-jalan serempak, artinya analisa data dikerjakan bersamaan dengan pengumpulan data dan dilanjutkan setelah pengumpulan data selesai. Dengan demikian secara teoritik analisa dan pengumpulan data dilaksanakan secara berulang-ulang guna memecahkan masalah. Nasution mengingatkan, bahwa data kualitatif terdiri atas kata-kata, bukan angka-angka, dimana diskripsinya memerlukan analisa untuk mendapatkan gambaran yang lebih mendalam dengan memahami makna atau verstehen. F. Pemeriksaan Keabsahan Data Dalam penelitian ini, pemeriksaan keabsahan data didasarkan atas dasar kriteria-kriteria tertentu untuk menjamin kepercayaan data yang diperoleh melalui penelitian. Menurut Moleong kriteria tersebut ada 4 (empat) macam, yaitu ; kredibilitas, transerabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas. Akan tetapi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) kriteria, yaitu : kredibilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas. 1. Kredibilitas Kredibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan data yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan dunia nyata serta terjadi sebenarnya. Untuk mencapai nilai kredibilitas ada beberapa teknik yang digunakan diantaranya teknik triangulasi sumber, pengecekan anggota, kehadiran peneliti di lapangan, diskusi teman sejawat, pengamatan secara terus menerus, pengecekan kecukupan referensi. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data dan metode. Triangulasi sumber data dilakukan dengan cara menanyakan kebenaran data tertentu dari warga dan civitas akademika MA Pondok Modern Al-Islam Nganjuk yang satu untuk dikonfirmasikan kepada informan yang lain. Triangulasi metode juga dilakukan dengan cara membandingkan data atau informasi yang dikumpulkan dari observasi, kemudian diban-dingkan dengan data dari wawancara dan dokumentasi yang terkait langsung dengan data tersebut. Pengecekan anggota dilakukan dengan cara menunjukkan data atau informasi, termasuk hasil interpretasi peneliti yang sudah ditulis dengan rapi dalam bentuk catatan lapangan atau transkrip wawancara pada informan agar dikomentari, disetujui atau tidak dan bisa ditambah infor-masi lain, jika dianggap perlu. Pengecekan anggota dapat dilakukan secara formal atau tidak formal.

Perpanjangan keikutsertaan peneliti dapat menguji kebenaran informasi yang diperoleh secara distorsi, baik berasal dari peneliti sendiri maupun dari civitas akademika MA Pondok Modern Al-Islam Nganjuk. Distorsi tersebut mungkin tidak sengaja atau kekhilafan. Perpanjangan keikutsertaan dapat membangun kepercayaan civitas akademika MA Pondok Modern Al-Islam Nganjuk kepada peneliti sehingga antara peneliti dan informan kunci tercipta hubungan ke-akraban yang baik, sehingga memudahkan para civitas akademika MA Pondok Modern Al-Islam Nganjuk mengungkapkan sesuatu secara transparan dan ungkapan hati yang tulus dan jujur. Diskusi teman sejawat dilakukan melalui diskusi dengan teman-teman program studi Manajemen Pendidikan Islam, baik angakatan sebelumnya maupun angkatan sekarang. Diskusi teman sejawat ini dilakukan dengan cara membahas data dan temuan-temuan penelitian selama peneliti berada di lapangan, peneliti akan mendiskusikan hasil kembalian data dengan guru-guru dan kepala sekolah. Melalui diskusi teman sejawat diharapkan banyak memberikan kritikan demi menyempurnakan pembahasan dan menjadikan bahan informasi bagi peneliti untuk keperlu-an audit dikemudian hari. 2. Dependabilitas Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan terjadi-nya kemungkinan kesalahan dalam mengumpulkan data sehingga data tersebut dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kesalahan banyak disebabkan faktor manusia itu sendiri terutama peneliti sebagai instrumen kunci yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan kepada peneliti. Mungkin karena keletihan atau karena keterbatasan mengingat sehingga membuat kesalahan. Konsep ketergantungan disini dimaksudkan agar peninjauan data dan konsep dilakukan dengan mempertimbangkan segala innstrumen data termasuk didalamnya adalah peneliti. Konsep dependabilitas (ketergantungan) lebih luas dikarenakan dapat memperhitungkan segalanya, yaitu apa yang dilakukan oleh seluruh civitas akademika MA Pondok Modern Al-Islam Nganjuk sebagai perwujudan ke-unggulannya. Cara untuk menetapkan bahwa proses penelitian dapat dipertanggungjawabkan melalui audit dependabilitas oleh auditor independen guna mengkaji kegiatan yang dilakukan peneliti. Dalam penelitian ini sebagai auditor adalah dosen pembimbing. 3. Konfirmabilitas Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara mengecek data dan informasi dan interpretasi hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada pada pelacakan audit (audit trail). Dalam pelacakan audit ini peneliti menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan seperti data lapangan berupa : a. Catatan lapangan dari hasil pengamatan peneliti tentang aktivitas MA Pondok Modern Al-Islam Nganjuk. b. Kemampuan kepemimpinan kepala madrasah. c. Kemampuan manajerial para tenaga kependidikannya. d. Interaksi antara kepala madrasah dengan guru. e. Wawancara dan transkrip wawancara dengan Kepala MA Pondok Modern Al-Islam Nganjuk. f. Hasil rekaman. g. Analisis data. h. Hasil sintesa. i. Catatan proses pelaksanaan penelitian yang mencakup metodologi, strategi, serta usaha

keabsahan. Dengan demikian pendekatan konfirmabilitas lebih menekankan pada kerekteristik data yang menyangkut kegiatan para penglolanya dalam mewujudkan konsep tersebut. Upaya ini bertujuan untuk mendapatkan kepastian bahwa data yang diperoleh itu benar-benar obyektif, bermakna, dapat dipercaya, faktual dan dapat dipastikan. Berkaitan dengan pengumpulan data ini, keterangan dari civitas akademika MA Pondok Modern Al-Islam Nganjuk perlu diuji krediblitasnya. Hal inilah yang menjadi tumpuan penglihatan, pengamatan obyektivitas, subyektivitas untuk menuju suatu kepastian G. Tahap Penelitian Moleong mengungkapkan bahwa pelaksanaan penelitian meliputi 4 (empat) tahap, yaitu : 1. Tahap Pra Lapangan Tahap ini meliputi kegiatan penentuan fokus penyesuaian para-digma dengan teori dan disiplin ilmu, penjajakan latar penelitian men-cakup observasi awal ke lapangan penelitian dan permohonan izin kepa-da subyek yang diteliti dan pihak-pihak yang berkepentingan. Selain itu dilakukan juga konsultasi pusat penelitian, penyusunan usulan penelitian, seminar proposal penelitian, baik dalam skala kecil maupun besar. 2. Tahap Lapangan Tahap ini meliputi pengumpulan data-data yang terkait dengan masalah penelitian. Dalam tahap ini peneliti akan terus mencari data tentang kepemimpinan kepala madrasah dalam meningkatkan profesio-nalisme guru sampai pada kelengkapan data penelitian. 3. Tahap Analisa Data Tahap ini meliputi analisa data yang diperoleh dri hasil wawan-cara dengan kepal madrasah dan para instrumen penelitian lainnya mau-pun melalui dokumen yang dikumpulkan selama penelitian. Setelah itu di lakukan penafsiran data sesuai dengan konteks permasalahan yang di-teliti. Selanjutnya melakukan pengecekan keabsahan data dengan cara mengecek sumber data dan metode yang dipergunakan untuk memperoleh data sehingga data benar-benar kredibel sebagai dasar dan bahan untuk pemberian makna data yang merupakan proses penentuan dalam memahami konteks penelitian yang sedang diteliti. Tahap ini kemudian diakhiri dengan kegiatan penyusunan hasil penelitian dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian makna data. Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dan saran atau koreksi pembimbing untuk mendapatkan kritikan, perbaikan dan saran atau koreksi pembimbing, yang kemudiuan akan ditindaklanjuti dengan perbaikan atas semua yang dikatakan atau disarankan dosen pembimbing dengan menyempurnakan hasil penelitian tesis. Langkah terakhir adalah melakukan pengurusan kelengkapan persyaratan untuk mengadakan ujian tesis. H. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi lokasi penelitian adalah Madrasah Aliyah Pondok Modern Al-Islam Nganjuk yang terletak di Desa Kapas Kec. Sukomoro Kab. Nganjuk. Madrasah ini memiliki letak yang strategis karena tidak terlalu jauh dari kota Nganjuk. Tempatnya mudah dijangkau dari segala penjuru, baik dengan sepeda, sepeda motor maupun angkutan umum. Selain itu MA Pondok Modern Al-Islam Nganjuk dipilih sebagai lokasi penelitian berdasarkan atas beberapa pertimbangan, diantaranya : 1. Madrasah ini walaupun masih tergolong muda, kematangan dalam peningkatan profesionalisme guru terlihat jelas.

2. Dari dokumen Madrasah, profesionalisme guru mengalami peningkatan yang cukup signifikan, hal ini dibuktikan dengan keberhasilan guru dalam meningkatkan prestasi siswa baik prestasi akademik maupun non akademik. 3. Guru-guru banyak diikutkan dalam program peningkatan profesionalisme guru, diantaranya adalah mengikutsertakan seminar, pelatihan, work shop, penataran, lokakarya dan diklat. Serta adanya peningkatan guru yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (S2).

BAB IV PAPARAN DATA A. Gambaran Umum Madrasah Aliyah Pondok Modern Al-Islam Nganjuk 1. Lokasi Madrasah Madrasa