Kepemimpinan Dan Komunikasi Pendidikan

56
KEPEMIMPINAN DAN KOMUNIKASI PENDIDIKAN Disusun oleh: Dr. Helmawati, S.E., M.Pd.I. A. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan berasal dari kata ”pimpin”. Berdasarkan Kamus Lengkap Bahasa Inondesia Modern (2006), kata ”pimpin” memiliki arti memimpin, menuntun, menunjukkan jalan, mengepalai, melatih, mendidik, dan mengajari. Selain memiliki pengertian menunjukkan jalan, memimpin juga berarti mempengaruhi dan pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari orang-orang yang dipimpinnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Inodnesia (KBBI, 2001), pimpinan adalah hasil memimpin, bimbingan, atau tuntunan. Pemimpin adalah orang yang memimpin, sedangkan kepemimpinan ialah perihal pemimpin atau cara memimpin. Oleh karena itu, setiap pemimpin tidak akan sama dalam kepemimpinannya. Ini berarti bahwa seorang pemimpin akan mempunyai gaya yang khas dalam memimpin. B. Kepemimpinan Kepala Sekolah/Madrasah Kepala sekolah atau kepala madrasah ialah salah satu personil sekolah/madrasah yang membimbing dan memiliki tanggung jawab bersama anggota lain untuk mencapai tujuan. Kepala sekolah atau kepala madrasah secara resmi diangkat oleh pihak atasan. Kepala sekolah atau kepala madrasah ini disebut pemimpin resmi atau official leader.

Transcript of Kepemimpinan Dan Komunikasi Pendidikan

KEPEMIMPINAN DAN KOMUNIKASI PENDIDIKANDisusun oleh: Dr. Helmawati, S.E., M.Pd.I.

A. Pengertian KepemimpinanKepemimpinan berasal dari kata pimpin. Berdasarkan Kamus Lengkap Bahasa Inondesia Modern (2006), kata pimpin memiliki arti memimpin, menuntun, menunjukkan jalan, mengepalai, melatih, mendidik, dan mengajari. Selain memiliki pengertian menunjukkan jalan, memimpin juga berarti mempengaruhi dan pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari orang-orang yang dipimpinnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Inodnesia (KBBI, 2001), pimpinan adalah hasil memimpin, bimbingan, atau tuntunan. Pemimpin adalah orang yang memimpin, sedangkan kepemimpinan ialah perihal pemimpin atau cara memimpin. Oleh karena itu, setiap pemimpin tidak akan sama dalam kepemimpinannya. Ini berarti bahwa seorang pemimpin akan mempunyai gaya yang khas dalam memimpin.

B. Kepemimpinan Kepala Sekolah/MadrasahKepala sekolah atau kepala madrasah ialah salah satu personil sekolah/madrasah yang membimbing dan memiliki tanggung jawab bersama anggota lain untuk mencapai tujuan. Kepala sekolah atau kepala madrasah secara resmi diangkat oleh pihak atasan. Kepala sekolah atau kepala madrasah ini disebut pemimpin resmi atau official leader. Selanjutnya, untuk dapat mewujudkan tujuan pendidikan di lembaga yang dipimpinnya, kepala sekolah atau kepala madrasah berdasarkan Daryanto (2011) harus: (1) memiliki wawasan jauh ke depan (visi) dan tahu tindakan apa yang harus dilakukan (misi) serta paham benar tentang cara yang akan ditempuh (strategi); (2) memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan seluruh sumber daya terbatas yang ada untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan sekolah (yang umumnya tidak terbatas); (3) memiliki kemampuan mengambil keputusan dengan terampil (cepat, tepat, dan akurat); (4) memiliki kemampuan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan dan mampu menggugah pengikutnya untuk melakukan hal-hal penting bagi tujuan sekolah atau madrasahnya; (5) memiliki toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang; (6) memiliki kemampuan memerangi musuh-musuh kepala sekolah atau kepala madrasah, seperti ketidakpedulian, kecurigaan, tidak membuat keputusan, mediokrasi, imitasi, arogansi, pemborosan, kaku, dan bermuka dua dalam bersikap dan bertindak. Demikianlah, bagi seorang kepala sekolah atau kepala madrasah memimpin adalah mempengaruhi. Kepemimpinan bukan jabatan, posisi, atau bagan alir (flowchart). Kepemimpinan adalah suatu kehidupan yang mempengaruhi kehidupan lain.

C. Syarat Menjadi Kepala Sekolah atau Kepala MadrasahKepala sekolah atau kepala madrasah adalah seorang guru yang memiliki tambahan tugas untuk membina dan memimpin anggotanya untuk mencapai tujuan. Agar seseorang layak menjadi kepala sekolah atau kepala madrasah maka hendaknya memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan. Pimpinan harus memiliki kompetensi-kompetensi yang akan menunjang kinerjanya. M. Amin Thaib BR dkk. dalam bukunya Standar Supervisi dan Evaluasi Pendidikan pada Madrasah Aliyah (Ditmapenda, 2005), menyatakan ada tiga kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh seorang kepala madrasah aliyah. Kompetensi tersebut yaitu: kompetensi personal, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Namun, seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa kepala sekolah atau kepala madrasah adalah guru yang memiliki tugas tambahan, maka kompetensi yang harus dimilikinya hendaknya disesuaikan dengan kompetensi sebagai guru (UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas). Kompetensi-kompetensi tersebut yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.1. Kompetensi PedagogikKepala sekolah atau madrasah harus memiliki ilmu yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Jenjang pendidikan minimal S1. Kepala sekolah atau kepala madrasah sejatinya adalah guru, maka kompetensi pedagogik yang dimaksud adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi pedagogik perlu dimiliki agar kepala sekolah atau kepala madrasah mengetahui, mampu menghayati dan berempati terhadap tugas yang akan diemban rekan-rekan guru yang ada dibawah pimpinannya. Dengan jabatan tambahan sebagai kepala sekolah atau kepala madrasah, selain memiliki kompetensi pedagogik tentunya juga harus memiliki keahlian atau kecakapan dalam kepemimpinan dan keahlian manajerial yang dapat diperolehnya melalui pendidikan, pelatihan atau penataran.Contoh jenjang pelatihan atau penataran yang sebaiknya diikuti oleh kepala madrasah adalah:a. Penataran yang diadakan oleh Departemen Agama, baik Diklat maupun oleh Ditmapenda Islam;b. Penataran/diklat yang diselenggarakan oleh instansi/organisasi secara swadaya;c. Penataran/diklat tingkat nasional yang diadakan oleh Depdiknas;d. Penataran instruktur tingkat nasional yang diadakan oleh PPPG kejuruan;e. Penatara/diklat tingkat provinsi yang diadakan oleh bidang Mapenda maupun Dinas Pendidikan setempat;f. Penataran yang diadakan oleh Ditjen Pendidikan Luar Sekolah.2. Kompetensi KepribadianKompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah atau kepala madrasah harus memiliki kepribadian yang akan dapat dicontoh atau ditularkan kepada seluruh anggotanya, seperti: guru, staf TU, karyawan, maupun para peserta didik. Selain itu, nilai-nilai kepribadian yang dapat dilaksanakan dari butiran Pancasila, diantaranya: harus memiliki kayakinan (beriman dan bertakwa) kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki sifat kemanusian yang adil dan beradab, memiliki rasa cinta tanah air yang akhirnya akan membawa pada sikap persatuan Indonesia, memiliki sifat suka bermusyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama, dan memiliki sifat adil bagi seluruh anggotanya.Hal tersebut di atas jika dilaksanakan tentu akan dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Maka sifat-sifat itulah yang harus dijadikan dasar kepribadian seorang pemimpin.3. Kompetensi Profesional Profesional adalah orang yang dengan keahlian khusus menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh dan pekerjaannya itu dijadikan sebagai pencaharian hidup. Ini berarti bahwa kepala sekolah atau kepala madrasah harus memiliki kemampuan yang menunjang kinerjanya sebagai seorang pemimpin dan berkerja dengan kesungguhan hati. Untuk menjadi kepala sekolah atau kepala madrasah yang profesional idealnya harus memahami secara komprehensif bagaimana kinerja dan kemampuan manajerialnya dalam memimpin, sehingga lembaga pendidikannya tersebut menjadi sekolah/madrasah yang berbudaya.4. Kompetensi SosialPemimpin tidak dapat bekerja seorang diri. Dia membutuhkan kerjasama dari orang lain yang ada di dalam maupun di luar lingkungannya untuk mendukung seluruh program atau rencana yang telah disusunnya. Oleh karena itu, pimpinan harus memiliki kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi yang baik dengan berbagai pihak, seperti: guru, staf tata usaha, peserta didik, karyawan, pejabat pemerintah, pengusaha, dan juga masyarakat. Orang-orang yang ada di sekitarnya tentu memiliki cara pandang (persepsi) yang berbeda, tujuan dan harapan yang berbeda, keberagaman budaya, serta keyakinan yang mungkin juga berbeda. Dalam menghadapai kondisi ini, kemampuan berinteraksi dan sosial seorang pimpinan ditantang untuk mampu mengakomodir seluruh perbedaan yang diarahkan dalam satu visi misi untuk meraih tujuan bersama. Kemampuan berkomunikasi yang efektif akan menghantarkan seorang pemimpin pada pencapaian tujuan organisasi.

D. Fungsi Kepala Sekolah atau Kepala MadrasahBerdasarkan buku Standar Supervisi dan Evaluasi Pendidikan pada Madrasah Aliyah (2005), fungsi kepala sekolah atau kepala madrasah dibagi menjadi empat fungsi. Fungsi-fungsi tersebut yaitu fungsi edukator, manajer, administrator, dan fungsi supervisor.1. Fungsi sebagai EdukatorBertugas melaksankan pembinaan anak dan proses belajar serta bermain secara efektif dan efisien, terutama bila ada guru yang berhalangan. Menanggapi pernyataan bahwa kepala sekolah berfungsi sebagai edukator atau pendidik, Daryanto (2011) berpendapat bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus menerus meningkatkan kompetensinya sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif dan efisien.2. Fungsi sebagai ManajerFungsi sebagai manajer terdiri dari empat. Pertama, fungsi perencanaan. Sebagai seorang perencana seorang pimpinan harus memiliki visi yang jelas. Daryanto (2011) menyatakan bahwa sebuah visi adalah pernyataan yang secara relatif mendeskripsikan aspirasi atau arahan untuk masa depan organisasi. Agar visi sesuai dengan tujuan organisasi di masa mendatang, para pemimpin harus menyusun dan menafsirkan tujuan-tujuan bagi individu dan unit-unit kerja. Kedua, fungsi pengorganisasian. Tindakan manajemen para pemimpin organisasi dalam mengendalikan organisasi meliputi: (a) mengelola harta milik atau aset organisasi; (b) mengendalikan kualitas kepemimpinan dan kinerja organisasi; (c) menumbuhkembangkan serta mengendalikan situasi maupun kondisi kondusif yang berkenaan dengan keberadaan hubungan dalam organisasi. Ketiga, fungsi pelaksanaan. Untuk melaksanakan kepemimpinan yang efektif diperlukan pengetahuan yang luas, seni, dan juga keahlian. Dalam proses pelaksanaan, seorang pemimpin berperan untuk membangkitkan semangat kerja, khususnya para guru baik dengan reward atau punishment; atau pelatihan baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Dan fungsi yang keempat, yaitu pengendalian. Ruang lingkup peran pengendali organisasi yang melekat pada pemimpin meliputi pengendalian pada perumusan pendefinisian masalah dan pemecahannya, pengendalian pendelegasian wewenang, pengendalian uraian kerja dan manajemen konflik. Dalam buku Standar Supervisi pada Madrasah Aliyah (2005), fungsi kepala sekolah atau madrasah sebagai manajer bertugas menyelenggarakan kegiatan pendidikan diantaranya: penyusunan program kerja, mengatur kegiatan mengajar-belajar dan bermain, menyusun rencana anggaran dan pendapatan sekolah atau madrasah, membina para personal, menilai kinerja para personal, merencanakan pengembangan dan pendayagunaan sarana dan prasarana, melaksanakan hubungan sekolah/madrasah dengan lingkungan. Sedangkan dalam Standar Supervisi Pendidikan pada MTs (2005), fungsi kepala madrasah sebagai manajer pendidikan meliputi: menentukan dan menetapkan kebijakan teknis, mengambil keputusan, bersama-sama warga madrasah menentukan RAPBM, mengorganisasikan kegiatan madrasah, mengarahkan dan mengkoordinasikan kegiatan madrasah, mengatur proses penyelenggaraan pendidikan dan semua komponen yang terlibat, dan melaksanakan pengawasan serta evaluasi. 3. Fungsi sebagai AdministratorMengutip Soekarto Indrafachrudi (2006), Archibald B. Shaw menyatakan bahwa administrasi pendidikan adalah proses mempertumbuhkan aktivitas yang bersifat khusus melalui kegiatan perencanaan, pengorganisasian, dan pembinaan, baik mengenai sumber daya manusia maupun mengenai sumber daya nonmanusia, agar pembina sekolah lebih mampu menciptakan situasi belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan sekolah. Maka administrator sekolah berarti adalah orang yang memimpin pelaksanaan administrasi sekolah.Kepala sekolah atau kepala madrasah bertugas menyelenggarakan administrasi sekolah atau madrasah. Selanjutnya, Daryanto (2011) menyatakan bahwa fungsi kepala sekolah sebagai administrator khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan. Salah satu faktor yang harus diprioritaskan di sekolah yaitu sumber daya manusia, guru. Untuk tercapainya peningkatan kompetensi guru tentu tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi para gurunya. Oleh karena itu, kepala sekolah seyogyanya dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi guru.Sementara itu, dalam Supervisi Pendidikan (2005), kepala sekolah atau kepala madrasah seharusnya memiliki instrumen administrasi sebagai berikut:a. Instrumen administrasi yang berbentuk buku1) Administrasi umum, meliputi: buku agenda, buku ekspedisi, buku rincian tugas, buku tamu umum, buku tamu dinas, buku cuti, dan buku inventaris, serta buku arsip surat masuk atau keluar.2) Administrasi siswa-siswi, meliputi: buku penerimaan siswa, buku induk, jumlah siswa menurut kelompok, absen gabungan, arsip buku laporan pribadi, rekapitulasi perkembangan siswa, mutasi siswa, daftar siswa yang naik tingkat, rekapitulasi siswa yang melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, dan buku klapper.3) Administrasi program, meliputi rencana program tahunan (semester 1 dan 2) yang terdiri dari program peningkatan SDM dan program pengajaran.4) Administrasi guru, meliputi: buku absen, buku kondite guru, buku kunjungan kelas, buku notulen rapat, buku catatan peristiwa penting, serta buku bimbingan dan penyuluhan. b. Administrasi dinding Administrasi dinding meliputi: program kerja tahunan, struktur program kegiatan belajar, struktur organisasi sekolah atau madrasah, visi dan misi sekolah atau madrasah, grafik jumlah siswa, grafik absen gabungan, grafik pendidikan orang tua, grafik jarak tempuh, papan statistik, papan pencatatan tugas, rencana kegiatan sekolah atau madrasah, dan jadwal piket.4. Fungsi sebagai SupervisorBertugas menyelenggarakan kegiatan supervisi dan pengawasan. Salah satunya yaitu dalam mensupervisi guru pada saat melaksanakan proses mengajar. Kepala sekolah sebagai supervisor dapat melakukan kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan, dan ketertiban siswa dalam proses pembelajaran (Mulyasa, 2004). Dari hasil survei ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Tingkat penguasaan kompetensi guru yang disupervisi selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan, dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran.Mengutip Soekarto Indrafachrudi (2006), Wiles (1961) menyatakan bahwa untuk menjalankan fungsinya sebagai seorang supervisor pendidikan kepala sekolah atau kepala madrasah membutuhkan lima macam keterampilan. Lima macam keterampilan tersebut, yaitu: skill in leadership, skill in human relationship, skill in group process, skill in personnel administration, dan skill in evaluation. Sedangkan dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006) terdapat tujuh peran utama kepala sekolah. Tujuh peran utama kepala sekolah tersebut, yaitu sebagai: edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, pencipta iklim kerja, wirausahawan, serta layanan bimbingan dan konseling.1. Peran sebagai Edukator Kegiatan mengajar belajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya sehingga kegiatan mengajar belajar dapat berjalan efektif dan efisien. 2. Peran sebagai ManajerDalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para guru, seperti: MGMP/MGP tingkat sekolah, in house trainning, diskusi profesional, atau kesempatan melanjutkan pendidikan dan pelatihan di luar sekolah. Sementara, Daryanto (2011) menyatakan bahwa manajer bertugas menetapkan rencana dan mengalokasikan sumber daya yang ada untuk mewujudkan tujuan. Ia menetapkan struktur organisasi dan menempatkan orang sesuai dengan struktur yang ada, lalu mendelegasikan tanggung jawab serta wewenang. Manajer kemudian memantau hasil yang didapat dan membandingkan dengan rencana semula, lalu mengidentifikasi penyimpangan jika terjadi dan membuat lagi perencanaan dan pengorganisasian untuk menyelesaikan masalah yang timbul sehingga menghasilkan output yang sesuai dengan hasil yang diharapkan. 3. Peran sebagai AdministratorFungsi ini khususnya yang berkenaan dengan pengelolaan keuangan. Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran untuk peningkatan kompetensi para gurunya. Oleh karena itu, kepala sekolah seyogyanya dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi para guru tersebut.4. Peran sebagai SupervisorPosisi ini berfungsi untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran dan secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi. Kegiatan supervisi dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media, dan sejauh mana keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Dari hasil supervisi ini dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Tingkat penguasaan kompetensi guru yang disupervisi selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan, dan tindak lanjut sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran.5. Peran sebagai LeaderSebagai seorang pemimpin, kepala sekolah setidaknya memiliki dua gaya kepemimpinan, yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan pada manusia. Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, kepala sekolah dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Namun demikian, dari hasil studi yang dilakukan Wiyono (2000) terhadap 64 kepala sekolah dan 256 guru sekolah dasar di Bantul, terungkap bahwa etos kerja guru lebih tinggi ketika dipimpin oleh kepala sekolah atau kepala madrasah dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. 6. Peran sebagai Pencipta Iklim KerjaSebagai pencipta iklim kerja, kepala sekolah harus menciptakan iklim kerja yang kondusif. Dengan terciptanya suasana atau iklim kerja yang kondusif akan membuat proses belajar mengajar terwujud secara efektif dan efisien.7. Peran sebagai WirausahawanMelalui prinsip-prinsip penerapan kewirausahaan yang dihubungkan dengan peningkatan kompetensi guru, maka kepala sekolah seyogyanya dapat menciptakan pembaharuan, keunggulan komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang. Dengan sikap kewirausahaan yang kuat kepala sekolah atau kepala madrasah akan berani melakukan perubahan-perubahan yang inovatif di sekolah/madrasahnya, termasuk perubahan dalam hal-hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran siswa beserta kompetensi gurunya.8. Peran sebagai Layanan Bimbingan dan KonselingSebagai seorang pimpinan di suatu kelompok atau organisasi, kepala sekolah atau kepala madrasah akan menghadapi berbagai situasi yang mengharuskan dia memberikan pelayanan bimbingan dan konseling baik kepada para guru ataupun peserta didik. Layanan ini diharapkan dapat membantu mencarikan solusi atau menyelesaikan masalah pribadi, sosial, maupun jenjang pendidikan atau karir di masa mendatang.Perbedaan antara banyak atau sedikitnya fungsi kepala sekolah atau kepala madrasah di atas tentulah didasarkan kepada jenis, jenjang, serta besar atau kecilnya lembaga pendidikan tersebut. Sebagai gambaran, untuk jenjang pendidikan tingkat menengah, fungsi pemimpin di Madrasah Tsanawiyah (MTs) minimal terdiri dari tiga fungsi. Fungsi tersebut yaitu fungsi sebagai manajer, administrator, dan supervisor (Depag RI, 2005). Sedangkan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA) atau mungkin Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), fungsi kepala sekolah atau kepala madrasah tentunya akan lebih kompleks lagi.

E. Tugas Kepala Sekolah atau Kepala MadrasahTugas-tugas kepala sekolah atau kepala madrasah dapat dirinci sebagai berikut (Ditmapenda, 2000):1. Kegiatan Tahunana. Merencanakan kebutuhan guru dan tenaga kependidikan lainnya;b. Pembagian tugas guru dan tenaga kependidikan lainnya;c. Rencana program kerja umum dan program kegiatan belajar mengajar (KBM) tahunan;d. Rencana kebutuhan buku, alat-alat tulis, dan lain-lain;e. Rencana peningkatan kualitas guru.2. Kegiatan Semestera. Menandatangani buku laporan penilaian perkembangan anak didik (raport);b. Menyusun kegiatan semester;c. Menyusun laporan semester.3. Kegiatan Bulanana. Penyelesaian gaji pegawai;b. Merencanakan keperluan kantor dan belanja bulanan;c. Pemeriksaan daftar hadir guru dan tenaga kependidikan lainnya;d. Pembinaan terhadap orang tua anak didik.4. Kegiatan Mingguana. Upacara bendera;b. Membicarakan dan membahas tentang Satuan Kegiatan Mingguan (SKM) dan Satuan Kegiatan Harian (SKH);c. Mengecek dan menyelesaikan hal-hal yang bersifat rutin, dll.5. Kegiatan Hariana. Memeriksa daftar hadir guru dan tenaga kependidikan lainnya;b. Memeriksa persiapan mengajar guru dan membimbing guru dalam KBM;c. Mengawasi kegiatan belajar mengajar;d. Menyelesaikan surat keluar/masuk.6. Kegiatan Menjelang Akhir Tahun Pelajarana. Menandatangani Buku Laporan Penilain Perkembangan Siswa dan menerbitkan sertifikat atau ijazah;b. Surat menyurat tentang anak didik yang pindah/keluar;c. Merencanakan dan melaksanakan penerimaan anak didik baru;d. Menyusun laporan akhir tahunan sekolah/madrasah, dan lain-lain.

F. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah atau Kepala Madrasah

Stoner dan Freeman (1996), merumuskan tipe kepemimpinan untuk masa depan The Future of Leadership Theory, yaitu: transformational or charismatic leadership, selain gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas, gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan, dan gaya kepemimpinan model Fiedler.1. Gaya Kepemimpinan Yang Berorientasi Pada TugasKepala sekolah atau kepala madrasah yang memiliki gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas akan mengawasi bawahan secara ketat untuk memastikan bahwa tugas dilaksanakan secara memuaskan. Pelaksanaan tugas itu jauh lebih penting bagi mereka ketimbang pertumbuhan karyawan atau kepuasan pribadi. 2. Gaya Kepemimpinan Yang Berorientasi Pada BawahanKepala sekolah atau kepala madrasah yang berorientasi pada karyawan lebih berusaha memotivasi daripada mengendalikan bawahan. Mereka mengupayakan hubungan sahabat, saling percaya, saling menghargai dengan karyawan, dan sering mengizinkan untuk berperan serta dalam membuat keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.Robert Tennenbaum dan Warren H. menyatakan bahwa berbagai faktor yang dipikirkan mempengaruhi pilihan pimpinan sebagai manajer akan gaya kepemimpinannya. Seorang manajer perlu memperhatikan tiga macam kekuasaan sebelum memilih gaya kepemimpinan. Tiga macam kekuasaan tersebut yaitu: kekuasaan yang ada di tangan manajer, kekuasaan yang ada di tangan karyawan, dan kekuasaan dalam situasi. Tidak diragukan lagi bahwa gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh latar belakang, pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalamannya. Karakteristik anak buah juga harus dipertimbangkan sebelum pemimpin memilih gaya kepemimpinan yang tepat.

3. Gaya Kepemimpinan Model FiedlerAsumsi dasar Fiedler adalah cukup sulit bagi kepala sekolah atau kepala madrasah sebagai manajer untuk mengubah gaya manajemen yang membuat mereka sukses. Kebanyakan gaya relatif kaku dan karena tidak ada satu gaya pun yang cocok untuk setiap situasi. Prestasi kerja kelompok yang efektif hanya dapat dicapai dengan mencocokkan manajer dengan situasi atau dengan mengubah situasi agar cocok dengan manajer.Gaya kepemimpinan yang ditawarkan Fiedler serupa dengan gaya yang berorientasi pada karyawan dan berorientasi pada tugas. Perbedaannya ialah alat ukur yang dipakainya. Fiedler mengukur gaya kepemimpinan pada skala yang menunjukkan tingkat seseorang menguraikan secara menguntungkan atau merugikan rekan sekerjanya yang paling tidak disukai (least preferred co-worker, LPC) atau rekan kerja yang hampir tidak dapat diajak bekerjasama. Menurut penemuan Fiedler ini, seseorang yang memberikan gambaran tentang rekannya yang paling tidak disukai dengan cara yang relatif menguntungkan (manajer dengan LPC tinggi) cenderung menjadi orang yang suka memberi kebebasan atau permisif, berorientasi pada hubungan antar manusia, dan memperhatikan perasaan anak buahnya. Namun, seseorang yang menggambarkan tentang rekannya yang paling tidak disukai dengan cara yang merugikan (manajer dengan LPC rendah) cenderung mengatur, mengendalikan tugas, dan kurang memperhatikan aspek hubungan antar manusia dalam pekerjaan.Menurut Fiedler, manajer dengan LPC tinggi ingin mempunyai hubungan pribadi yang hangat dengan rekan sekerjanya dan akan menganggap hubungan dekat dengan karyawan itu penting bagi efektivitas mereka secara keseluruhan. Sebaliknya, manajer dengan LPC rendah ingin supaya pekerjaannya beres dan merasa bahwa gaya keras diperlukan untuk mempertahankan produksi serta tidak segan-segan menggunakannya.Fiedler telah mengidentifikasi tiga macam situasi kepemimpinan atau variabel yang membantu menentukan gaya kepemimpinan mana yang akan efektif: hubungan pemimpin-anggota, struktur tugas, dan kekuasaan posisi pemimpin. Penelitian Friedler ini tidak termasuk variabel situasi lain seperti motivasi karyawan dan nilai serta pengalaman pemimpin dan anggota kelompok.Mutu hubungan pemimpin-anggota merupakan pengaruh paling penting terhadap kekuasaan dan efektivitas manajer. Bila manajer mempunyai hubungan yang baik dengan sisa anggota kelompok. Bila anggota kelompok menghormati manajer dengan alasan kepribadian, karakter, atau kemampuan, maka manajer mungkin tidak perlu mengandalkan pangkat atau wewenang formal. Sebaliknya, seorang manajer yang tidak disukai atau tidak dipercayai mungkin kurang mampu memimpin secara informal dan mungkin harus mengandalkan perintah untuk menyelesaikan tugas kelompok.Struktur tugas adalah variabel yang paling penting kedua dalam situasi kepemimpinan. Tugas yang amat terstruktur adalah tugas yang mempunyai prosedur atau perintah langkah demi langkah. Oleh karena itu, anggota kelompok mempunyai ide yang amat jelas mengenai apa yang diharapkan dari mereka untuk dilakukan. Manajer dalam situasi seperti ini secara otomatis mempunyai wewenang yang besar sekali karena ada pedoman yang jelas untuk mengukur kinerja karyawan, dan manajer dapat menyokong instruksinya dengan mengacu pada buku peraturan atau buku panduan (pada kebijakan yang serba pasti). Sebaliknya, pada tugas tidak terstruktur, seperti dalam pertemuan-pertemuan komite, peran anggota kelompok semakin membingungkan. Kekuasaan manajer berkurang, karena anggota kelompok dapat dengan mudah sekali tidak menyetujui atau mempersoalkan perintah manajer.Kekuasaan posisi pemimpin merupakan variabel situasional terakhir yang diidentifikasi oleh Fiedler. Beberapa posisi, seperti pucuk pimpinan sebuah perusahaan, membawa kekuasaan dan wewenang yang besar sekali. Sebaliknya, ketua gerakan pengumpulan dana mempunyai kekuasaan yang kecil atas para pekerja. Jadi, kekuasaan posisi yang tinggi menyederhanakan tugas pemimpin mempengaruhi orang lain, sedangkan kekuasaan posisi yang rendah membuat tugas pemimpin menjadi lebih sulit.Model Fiedler ini menunjukkan bahwa pencocokkan yang memadai dari gaya kepemimpinan (menurut ukuran nilai LPC) pada situasi (tiga variabel tersebut) menghasilkan prestasi kerja manajerial efektif. Modelnya telah berhasil digunakan sebagai dasar program pelatihan. Dalam pelatihan itu manajer diberi petunjuk bagaimana caranya mengubah variabel situasional agar sesuai dengan gaya kepemimpinannya, dan bukan memodifikasi gaya kepemimpinannya agar sesuai dengan situasi. 4. Gaya Kepemimpinan Masa Depan: Transformasional dan Kharismatika. Gaya kepemimpinan transformasional berdasarkan Bernard M. Bass memotivasi kita untuk berbuat lebih dari apa yang sesungguhnya diharapkan dari kita dengan meningkatkan arti penting dan nilai tugas di mata kita, dengan mendorong kita mengorbankan kepentingan kita sendiri demi kepentingan tim, organisasi, atau kebijakan yang lebih besar dan dengan menaikkan tingkat kebutuhan kita ke taraf yang lebih tinggi seperti aktualisasi diri.Selanjutnya Richard Boyd memodifikasi teori kepemimpinan transformasional dengan mengusulkan bahwa perubahan-perubahan dalam struktur dan strategi industri Amerika telah menciptakan suatu kebutuhan akan suatu jenis kepemimpinan baru yang menguasai suatu rangkaian keahlian yang berbeda dari yang dikemukakan oleh para ahli teori manajemen dahulu. Keahlian kepemimpinan baru ini meliputi:(1) Keahlian mengantisipasi: pengamatan sebelumnya ke dalam suatu lingkungan yang terus menerus berubah;(2) Keahlian visioning: penggunaan bujukan dan teladan untuk mengajak kelompok bertindak sesuai dengan tujuan pemimpin atau tujuan bersama suatu kelompok;(3) Keahlian kesesuaian nilai (value-congruence): kebutuhan akan perhatian terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi, keamanan, psikologis, spiritual, seksual, estetik dan fisik dari karyawan guna melibatkan orang berdasarkan motivasi, nilai, dan tujuan bersama;(4) Keahlian pemberian kuasa: hasrat untuk membagi kekuasaan dan menjadikannya begitu efektif; dan(5) Keahlian pemahaman diri: keahlian introspeksi atau pemahaman diri, juga kerangka kerja di mana para pemimpin memahami baik kebutuhan dan tujuan mereka sendiri maupun kebutuhan dan tujuan karyawan.b. Sedangkan gaya kepemimpinan kharismatik berdasarkan teori Robert J. House dikemukakan bahwa pemimpin kharismatik mempunyai tingkat kekuasaan rujukan yang sangat tinggi dan bahwa sebagian dari kekuasaan tersebut berasal dari keinginan mereka untuk mempengaruhi orang lain. Pemimpin kharismatik mempunyai tingkat kepercayaan diri, dominasi yang sangat tinggi, serta keyakinan yang kuat akan kebenaran moral dari kepercayaannya atau sekurang-kurangnya kemampuan untuk meyakinkan para pengikutnya bahwa dia memiliki kepercayaan dan keyakinan tersebut.House berpendapat bahwa pemimpin kharismatik mengkomunikasikan suatu visi atau tujuan bertaraf lebih tinggi (transenden) yang merebut komitmen dan energi para pengikut. Mereka secara berhati-hati menciptakan suatu citra keberhasilan dan kompetensi serta memberi contoh dalam perilaku mereka sendiri, nilai-nilai yang mereka dukung. Mereka juga mengkomunikasikan harapan yang tinggi atas para pengikutnya dan kepercayaan bahwa para pengikutnya akan memenuhi harapan tersebut.Dalam lingkungan pendidikan di Indonesia, khususnya di lingkungan pendidikan Islam terutama pesantren, gaya kepemimpinan yang muncul adalah gaya kepemimpinan kharismatik. Di mana para santri sangat menghormati, mengikuti dan menerapkan ajaran (nilai-nilai) atau keyakinan yang diterapkan kiainya yang memiliki nilai-nilai transenden.Sementara itu, Daryanto (2011) merumuskan macam-macam gaya kepemimpinan lainnya, diantaranya yaitu: gaya kepemimpinan demokratis, gaya kepemimpinan otoriter, dan gaya kepemimpinan bebas.1. Gaya Kepemimpinan DemokratisKepemimpinan demokratis menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap kelompok atau organisasi. Gaya kepemimpinan tipe ini diwujudkan dengan dominasi perilaku sebagai pelindung dan penyelamat dan perilaku yang cenderung memajukan dan mengembangkan organisasi atau kelompoknya. Di samping itu juga diwujudkan melalui perilaku sebagai pelaksana (eksekutif).Dengan didominasi oleh ketiga perilaku kepemimpinan tersebut, berarti gaya ini diwarnai dengan usaha mewujudkan dan mengembangkan hubungan manusiawi (human relationship) yang efektif, berdasarkan prinsip saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Pemimpin memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga. Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, minat atau perhatian, kreativitas, inisiatif, dan lain-lain yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain selalu dihargai dan disalurkan secara wajar.Berdasarkan prinsip tersebut di atas, gaya kepemimpinan ini selalu berusaha untuk memanfaatkan setiap orang yang dipimpin. Proses kepemimpinan diwujudkan dengan cara memberikan kesempatan yang luas bagi anggota kelompok atau organisasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Partisipasi ini disesuaikan dengan posisi atau jabatan masing-masing, di samping memperhatikan pula tingkat dan jenis kemampuan setiap anggota kelompok atau organisasi. Para pemimpin pelaksana sebagai pembantu pucuk pimpinan memperoleh pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang sama atau seimbang bagi pencapaian tujuan bersama. Sedangkan bagi para anggota kesempatan berpartisipasi dilaksanakan dan dikembangkan dalam berbagai kegiatan di lingkungan unit masing-masing dengan mendorong terwujudnya kerja sama baik antara anggota dalam satu unit maupun dengan unit yang berbeda. Kondisi ini memungkinkan setiap orang siap untuk dipromosikan menduduki jabatan atau posisi pemimpin secara berjenjang jika terjadi kekosongan karena pensiun, pindah, meninggal dunia, atau sebab-sebab lain.Kepemimpinan dengan gaya demokratis dalam mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit masing-masing. Dengan demikian, dalam pelaksanaan setiap keputusan tidak dirasakan sebagai kegiatan yang dipaksakan. Justru sebaliknya, semua merasa terdorong mensukseskannya sebagai tanggung jawab bersama. Setiap anggota kelompok merasa perlu aktif bukan untuk kepentingan sendiri atau beberapa orang tertentu, tetapi untuk kepentingan bersama. Aktivitas dirasakan sebagai kebutuhan bersama tanpa ada perasaan tertekan dan takut, namun pemimpin selalu dihormati dan disegani secara wajar.2. Gaya Kepemimpinan OtoriterGaya kepemimpinan otoriter merupakan gaya kepemimpinan yang paling tua yang dikenal manusia. Oleh karena itu, gaya kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang di antara mereka tetap ada seorang yang paling berkuasa. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal. Orang-orang yang dipimpin yang jumlahnya lebih banyak merupakan pihak yang dikuasai yang disebut bawahan atau anak buah. Kedudukan bawahan semata-mata sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan kehendak pimpinan. Pemimpin memandang dirinya lebih dalam segala hal dibanding bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa perintah.Perintah pemimpin sebagai atasan tidak boleh dibantah karena dipandang sebagai satu-satunya yang paling benar. Pemimpin sebagai penguasa merupakan penentu nasib bawahannya. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain selain harus tunduk dan patuh di bawah kekuasaan sang pemimpin. Kekuasaan pimpinan digunakan untuk menekan bawahan dengan mempergunakan sanksi atau hukuman sebagai alat utama. Pemimpin menilai kesuksesannya dari segi timbulnya rasa takut dan kepatuhan yang bersifat kaku. 3. Gaya Kepemimpinan Bebas (Laisser-Faire) Kepemimpinan bebas merupakan kebalikan dari gaya kepemimpina otoriter. Dilihat dari segi perilaku, ternyata gaya kepemimpinan ini cenderung didominasi oleh perilaku kepemimpinan kompromi (compromiser) dan perilaku kepemimpinan pembelot (deserter).Pemimpin berkedudukan sebagai simbol. Kepemimpinannya dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan (berbuat) menurut kehendak dan kepentingan masing-masing baik secara perorangan maupun berupa kelompok-kelompok kecil.Pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagai penasehat. Kesempatan itu diberikan baik sebelum maupun sesudah anggota yang bersangkutan menetapkan keputusan atau melaksanakan suatu kegiatan, sehingga apabila tidak seorang pun mengambil inisiatif untuk menetapkan atau melakukan suatu kegiatan maka kepemimpinan dan keseluruhan kelompok atau organisasi menjadi tidak berfungsi. Keadaan ini menyebabkan kegiatan menjadi tidak terarah dan simpang siur, wewenang tidak jelas dan tanggung jawab menjadi kacau.Gaya atau perilaku kepemimpinan yang termasuk dalam tipe ini antara lain:a. Kepemimpinan AgitatorTipe kepemimpinan ini diwarnai dengan kegiatan pemimpin dalam bentuk tekanan, adu domba, memperuncing perselisihan, menimbulkan dan memperbesar perpecahan, pertentangan, dan lain-lain dengan maksud untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri.b. Kepemimpinan SimbolTipe kepemimpinan ini menempatkan seorang pemimpin sekedar sebagai lambang atau simbol tanpa menjalankan kegiatan kepemimpinan yang sebenarnya.Selain ketiga gaya kepemimpinan yang telah diuraikan di atas, menurut Daryanto masih terdapat beberapa gaya atau perilaku kepemimpinan yang tidak dapat dikategorikan ke dalam salah satu tipe kepemimpinan tersebut. Sekurang-kurangnya ada lima gaya kepemimpinan seperti itu, yaitu: gaya kepemimpinan ahli (expert), kharismatik, paternalistik (bersifat kebapakan), pengayom, dan transformasional.Selanjutnya, Soekarno Indrafachrudi dalam bukunya Bagaimana Memimpin Sekolah yang Efektif (2006) menyatakan bahwa tipe-tipe yang akan diuraikan di bawah ini adalah tipe-tipe yang sangat berkaitan dengan sifat dan watak pribadi seorang pemimpin. Di dalam praktiknya ternyata tipe-tipe itu bervariasi tergantung pada situasi kematangan bawahan yang akan dibinanya. Inilah yang disebut dengan kepemimpinan situasional. Yang dimaksud dengan situasi kematangan itu adalah kemampuan terpimpin (bawahan) yang berunsur pada kemampuan pengetahuan dan kemampuan keterampilan. Disamping itu juga tergantung pada motivasi dari dalam dirinya dan keyakinannya, sifat materi, waktu pelaksanaan dan tempat pelaksanaan itu sendiri. Berdasarkan cara pelaksanaannya ada empat tipe atau gaya kepemimpinan, yaitu:1. Kepemimpinan OtokratisSeorang pemimpin yang otokratis ingin memperlihatkan kekuasaannya dan ingin berkuasa. Ia berpendapat bahwa tanggung jawabnya sebagai pemimpin besar sekali. Maju mundur sekolah yang dipimpinnya sangat bergantung kepadanya. Sehubungan dengan itu, ia menghendaki dan mengharapkan bawahannya harus bekerja keras, dan bersungguh-sungguh. Ia takut dan merasa cemas kalau-kalau pekerjaan yang dilakukan bawahannya tidak sesuai dengan yang diharapkannya. Oleh karena itu, pengawasannya sangat ketat.Suasana di sekolah selalu tegang, instruksi-instruksi yang diberikan harus dipatuhi. Dialah yang membuat peraturan yang harus ditaati dan dia pula yang mengawasi serta menilai pekerjaan bawahannya. Dia sangat menentukan apa yang harus dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya, guru-guru tidak diberi kesempatan untuk berinisiatif atau mengembangkan daya kreatifnya. Apa yang menurutnya benar itulah yang benar, pendapatnya tidak dapat dibantah oleh orang lain.Acara rapat dewan guru disusunnya sendiri, ia juga yang memimpin rapat dan tidak menghendaki guru-guru keluar dari pokok pembicaraan dalam rapat itu. Ia memimpin rapat secara tertib, teratur, tegas, dan cepat. Pada umumnya situasi yang demikian tidak akan menggembirakan guru-guru. Sebagai akibatnya mereka bersifat acuh tak acuh atau memberontak, kecuali guru yang menjadi sahabat atau kesayangannya.2. Kepemimpinan Pseudo-DemokratisTipe pemimpin seperti ini berpura-pura memperlihatkan sifat demokratis dalam kepemimpinannya. Ia memberi hak dan kuasa kepada guru-guru untuk menetapkan dan memutuskan sesuatu, tetapi sesungguhnya ia bekerja dengan perhitungan; ia mengatur siasat agar kemauannya terwujud kelak. Ia berusaha supaya di dalam pergaulan disenangi dan disegani. Ia sangat sopan dan selalu ingin memberi pertolongan kepada bawahannya jika diminta. Tetapi sifat-sifat dan sikap itu ditonjolkan dengan maksud supaya mendapat kepercayaan dari pihak guru yang dikasihinya.Masalah-masalah yang dihadapi di sekolah diperbincangkan terlebih dahulu dengan guru-guru yang berpengaruh sebelum dibawa ke dalam sidang dewan guru-guru. Ia yakin bahwa setiap usul yang bertentangan dengan perbincangan dan putusan bersama guru-guru itu pasti akan ditolak dalam rapat. Acara rapat dewan guru disusun oleh suatu panitia yang bekerja sama dengan kepala sekolah. Di dalam rapat ia banyak memberi kesempatan kepada guru untuk mengemukakan pendapat dan saran. Ia ingin memberi kesan bahwa ia sungguh-sungguh memperhatikan pendapat dan saran itu, tetapi sebenarnya ia licik sekali dan bermanipulasi sedemikian rupa sehingga pendapatnyalah yang harus disetujui dan diterima rapat. Jika ada guru-guru yang tidak dapat menyetujui pendapatnya, mereka tidak berani beraksi atau menentang. Sebagai akibatnya setiap tahun banyak guru yang meminta pindah atau keluar.Bagi pemimpin seperti itu, kepemimpinan demokratis berarti memberi bimbingan dengan lemah lembut dalam mengerjakan hal-hal yang dikehendakinya sehingga mereka melakukannya. Demikianlah sifat seorang pemimpin pseudo-demokratis. Pseudo berarti palsu, ia sebenarnya bersifat otokratis tetapi dalam kepemimpinannya ia memberi kesan demokratis. Kimball Wiles menyebut cara memimpin yang seperti ini dengan istilah manipulasi diplomatis (diplomatic manipulation). 3. Kepemimpinan Laissez-FaireGaya kepemimpinan yang bersifat laissez-faire menghendaki supaya kepada bawahannya diberikan banyak kebebasan. Ia memberikan kebebasan kepada guru untuk berinisiatif dan bekerja sesuka hati menurut kebijaksanaan sendiri. Berikan kepercayaan kepada mereka, hargai usaha-usaha mereka, jangan menghalang-halangi mereka dalam pekerjaan, tidak perlu diawasi karena segala sesuatu pasti akan beres.Ia yakin bahwa guru-guru akan bekerja dengan penuh kegembiraan. Pemimpin tipe ini bekerja tanpa rencana, karena ia berpendapat bahwa suatu rencana akan mengekang kebebasan guru. Oleh karena itu, bimbingan pun tidak diberikan kepada mereka. Pemimpin bersikap acuh tak acuh terhadap tugas dan kewajibannya di sekolah. Tipe pemimpin yang memiliki sikap ini sebenarnya bukan pemimpin karena semua bekerja tanpa tujuan bersama.4. Kepemimpinan DemokratisKepemimpinan dengan tipe ini diarahkan untuk bekerja mencapai tujuan bersama. Semua keputusan diambil melalui musyawarah dan mufakat serta harus ditaati. Pemimpin menghormati dan menghargai pendapat tiap-tiap guru dan memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk mengembangkan inisiatif dan daya kreatifnya. Pemimpin mendorong guru-guru dalam mengembangkan keterampilannya.Pemimpin demokratis tidak melaksanakan tugasnya sendiri, ia bersifat bijaksana dalam pembagian pekerjaan dan tanggung jawab. Di dalam kepemimpinannya ia berusaha supaya bawahannya kelak dapat menjalankan tugasnya sebagai pemimpin. Di bawah kepemimpinannya guru-guru bekerja dengan suka cita untuk memajukan pendidikan di sekolah. Semua pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah dipikirkan dan disepakati bersama. Akhirnya terciptalah suasana kekeluargaan yang sehat dan menyenangkan. Pemimpin sekolah dianggap sebagai seorang bapak, saudara, atau kakak yang dapat menempatkan diri sesuai dengan kondisi dan keadaan lingkungannya. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa dalam pelaksanaannya tipe kepemimpinan sangat bervariasi. Tidak jauh dari yang dinyatakan para ahli sebelumnya, maka Hishan Altalib (1994) dalam Training Guide for Islamic Workers membagi tipe kepemimpinan ke dalam empat tipe, yaitu:

G. Kemampuan BerkomunikasiDalam buku Standar Supervisi pada Madrasah (2005) menguraikan bahwa keterampilan berkomunikasi bagi kepala sekolah atau kepala madrasah merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam kepemimpinannya. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan dalam menyampaikan konsep dan gagasan kelembagaan kepada civitas sekolah/madrasah dan masyarakat sekitar. Kemampuan komunikasi lainnya meliputi keterampilan dalam mendengar dan menerima kritik, saran atau gagasan dari lingkungan sekolah/madrasah maupun masyarakat sekitar.Kepala sekolah atau kepala madrasah adalah sosok pribadi yang diharapkan dapat mengoptimalkan pencapaian visi dan misi kelembagaan, merencanakan, menyelenggarakan, serta mengendalikan seluruh program kependidikan. Untuk mencapai itu semua, tentu dibutuhkan kemampuan dari pemimpin dalam mengkomunikasikan berbagai langkah-langkah yang akan ditempuhnya. Hal ini sangatlah penting, karena pemimpin tidak dapat bekerja sendiri. Ia membutuhkan dukungan dari semua pihak, dan dukungan tersebut tidak mungkin diperoleh secara optimal tanpa persepsi, komitmen, dan emosi yang sama. Di dalam lingkungan pendidikan, indikator yang dapat menunjukkan bahwa seorang kepala sekolah atau kepala madrasah memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik dapat dilihat dari beberapa keahliaannya. Keahlian-keahlian dalam berkomunikasi yang baik ini dapat dilihat dari (Depag RI, 2005):a. mampu menyamakan persepsi, komitmen, dan emosi warga sekolah/madrasah;b. mampu membangun dukungan dari berbagai komponen pendidikan termasuk masyarakat sekitar;c. mampu membangun kerjasama dengan siapa saja dalam upaya peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan di sekolah/madrasah;d. mampu mengkoordinasikan dan mensinkronkan berbagai potensi yang ada;e. menguasai materi-materi yang akan disampaikan;f. memahami psikologi komunikasi;g. memahami teknik-teknik berkomunikasi dengan berbagai kalangan dan tingkatan;h. mampu membangun komunikasi yang efektif dan demokratis.Inti terpenting yang harus diingat adalah bahwa sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah atau kepala madrasah harus memiliki banyak talenta atau kemampuan (multitalented). Kemampuan berkomunikasi bagi kepala sekolah atau kepala madrasah merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam kepemimpinannya. Melalui talenta yang dimilikinya, ia dapat menggunakan berbagai macam metode dan strategi dalam berkomunikasi. Metode yang digunakan dapat bervariasi sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan ditambah strategi yang tepat tentunya menjadikan pencapaian tujuan lebih efektif dan efisien.Kepala sekolah atau kepala madrasah tidak harus selalu menggunakan komunikasi dalam bentuk percakapan yang formal, namun juga dapat menggunakan pendekatan lain (nonformal), seperti: menggunakan bahasa-bahasa kitabullah, joke-joke segar yang tidak kasar atau menyakiti hati, berolah raga bersama, berkesenian bersama, atau mengerjakan hal-hal yang disukai bersama (sebagai tim). Dengan pendekatan tersebut, komunikasi akan lebih lancar dan tujuan yang ingin disampaikan akan lebih mudah dicapai.

H. Karakter dalam BerkomunikasiSeorang pemimpin perlu memiliki karakter yang baik ketika berkomunikasi dengan orang lain. Karena dengan berkomunikasi secara baik, seorang pemimpin dapat menyampaikan ide atau gagasan pada anggotanya dan pihak lain. Di samping karakter yang baik dapat melancarkan komunikasi, bagi seorang pemimpin komunikasi juga tentu memiliki manfaat yang sangat penting. Seperti yang disampaikan Daryanto, kegiatan komunikasi dapat dimaksudkan agar dapat memberikan sejumlah manfaat, antara lain: (a) menyampaikan program yang disampaikan mudah dimengerti oleh warga sekolah/madrasah; (b) mampu memahami orang lain; (c) gagasannya diterima oleh orang lain; dan (d) menimbulkan efek dalam menggerakkan orang lain saat melakukan sesuatu.Komunikasi menyediakan saluran umum untuk proses manajemen, yaitu, seperti dalam proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian. Kepala sekolah atau kepala madrasah mengembangkan rencana melalui komunikasi dengan orang lain dalam organisasinya, kemudian mengorganisasikan dan mendistribusikan wewenang serta desain pekerjaan. Pemimpin mengetahui bahwa kebijakan yang menimbulkan motivasi, kepemimpinan, dan mengelompokkan serta membentuk tim diaktifkan lewat pertukaran informasi secara teratur. Agar memiliki hubungan yang baik dengan orang-orang di dalam lingkungan sekolah/madrasah dan rencananya dalam mencapai tujuan bersama terwujud, kepala sekolah atau kepala madrasah sebagai seorang pemimpin seharusnya memiliki perilaku etis yang baik dalam berkomunikasi. Perilaku etis akan mendukung kinerja dari orang-orang dalam organisasi dan dapat menumbuhkan citra yang baik pada opini publik. Dengan terciptanya opini publik yang baik tentu saja citra baik sekolah/madrasah akan meningkat. Salah satu dampaknya tentu akan dapat meningkatkan minat stakeholders terhadap sekolah yang bersangkutan. Sebaliknya, perilaku yang tidak etis dari kepala sekolah atau kepala madrasah akan menurunkan pencitraan dan kepercayaan publik sehingga bukan tidak mungkin akan mengakibatkan pada menurunnya minat stakeholders terhadap sekolah yang bersangkutan.Mulyasa (2003) menyatakan kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian yang tercermin dalam sifat-sifat. Sifat-sifat yang selanjutnya harus tampak (etika) dalam berkomuninaksi sebagai seorang pemimpin yaitu sifat: 1) Jujur;2) Percaya diri;3) Tanggung jawab;4) Berani mengambil resiko dan keputusan;5) Berjiwa besar;6) Emosi yang stabil; dan 7) Keteladanan.Sementara itu, prinsip-prinsip etika yang perlu dimiliki dan harus diterapkan seorang pimpinan dalam lingkungan pendidikan seperti yang ditulis Carrol (1996) yaitu:1) Jujur;2) Integritas;3) Amanah;4) Loyal;5) Adil;6) Peduli pada orang lain;7) Saling menghormati;8) Taat aturan;9) Komitmen untuk mencapai hasil yang lebih baik;10) Kepemimpinan;11) Reputasi dan moral yang baik; dan12) Bertanggung jawab.Selain prinsip-prinsip etika di atas, ada empat macam perilaku pemimpin agar komunikasi lebih efektif. Empat macam perilaku pemimpin tersebut, yaitu:a. Perilaku pemimpin direktif. Yaitu perilaku pemimpin yang membiarkan seluruh rekan dan staf karyawan mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, berikan bimbingan dan arahan, dan jadwalkan setiap pekerjaan (perilaku yang berorientasi pada tugas).b. Perilaku pemimpin suportif. Yaitu perilaku pemimpin yang bersahabat dan mudah untuk didekati, menunjukkan kepedulian pada kesejahteraan seluruh rekan dan staf karyawan, serta memperlakukan anggotanya dengan tidak membeda-bedakan (perilaku yang berorientasi pada hubungan baik).c. Perilaku pemimpin partisipatif. Yaitu perilaku pemimpin yang selalu berkonsultasi dengan seluruh rekan dan staf karyawan, mensosialisasikan saran-saran, dan mengizinkan untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan.d. Perilaku pemimpin yang berorientasi pada pencapaian. Yaitu perilaku pemimpin yang menetapkan tujuan yang menantang, mengharapkan seluruh rekan dan staf karyawan meningkatkan kinerja kerja, menyemangati mereka, dan menunjukkan kepercayaan akan kemampuan mereka.Dari semua karakter yang telah diuraikan di atas, ada beberapa indikator penting yang dampaknya dapat menunjukkan bahwa kepala sekolah atau kepala madrasah dinyatakan memiliki karakter yang baik, yaitu karakter beriman dan bertakwa. Karakter beriman dan bertakwa ketika terpancar dari seorang pemimpin dalam proses komunikasi tentu akan berdampak dan berpengaruh pada orang lain. Karakter ini tentunya juga diharapkan mampu mewujudkan salah satu tujuan pendidikan nasional, yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Keimanan bukanlah semata-mata ucapan yang keluar dari bibir dan lidah saja ataupun hanya semacam keyakinan dalam hati belaka, tetapi keimanan yang sebenar-benarnya adalah merupakan suatu akidah atau kepercayaan yang memenuhi seluruh isi hati nurani dan dari situ akan muncul pulalah bekas-bekas atau kesan-kesannya. Orang yang melaksanakannya harus sesuai dengan perintah Allah Swt, antara lain harus memiliki rasa malu (untuk berbuat maksiat atau dosa), jihad, menyayangi saudaranya sesama mukmin sama seperti dia menyayangi dirinya sendiri, tidak menyakiti orang lain, dll (lihat Sayid Sabiq, 1978: 123-124, lihat juga hadits Bukhari nomor 16).Takwa yaitu iman yang disertai amal shaleh. Sayid Sabiq selanjutnya menegaskan bahwa amal shaleh yang disertai dengan keimanan yang hebat, maka ia dapat berubah dan beralih sehingga menjadi suatu tenaga atau kekuatan yang tanpa dicari-cari akan datang dengan sendirinya dalam kehidupan ini. Keimanan tadi akan mengubah manusia yang asalnya lemah menjadi kuat, baik dalam sikap dan kemauan; mengubah kekalahan menjadi kemenangan; keputus-asaan menjadi penuh harapan dan harapan ini akan dicetuskan dalam perbuatan yang nyata. Demikianlah, seorang pemimpin yang memiliki karakter beriman dan bertakwa secara otomatis mampu menumbuhkan karakter baik lainnya, seperti: jujur dan bertanggung jawab, memiliki integritas yang tinggi dan loyal, terbuka atau transparan, menghormati orang lain, mentaati peraturan, komitmen tinggi, dan lain-lain. Oleh karena itu, tidaklah heran jika dalam pendidikan fungsi dan tujuan pendidikan yang utama adalah membentuk karakter iman dan takwa. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Karakter beromunikasi yang wajib ditampakkan dalam lingkungan pendidikan oleh seluruh anggota tentunya harus diarahkan untuk mencapai karakter-karakter tersebut.

I. Proses Komunikasi Komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses pengiriman informasi dari satu orang kepada orang lainnya. Definisi ini meminta perhatian terhadap tiga hal penting: (1) komunikasi melibatkan orang dan oleh karena itu, pemahaman komunikasi mencakup upaya memahami bagaimana orang berhubungan satu sama lain; (2) komunikasi melibatkan pengertian yang sama, artinya agar orang dapat berkomunikasi mereka harus sepakat mengenai definisi dari istilah yang mereka gunakan; dan (3) komunikasi bersifat simbolik: gerak-isyarat, bunyi, huruf, angka, dan kata-kata hanya dapat mewakili atau mengira-ngirakan gagasan yang hendak mereka komunikasikan. John Kotter telah mendefinisikan komunikasi sebagai satu proses yang terdiri dari pengirim mengirimkan pesan melalui sarana kepada penerima yang menanggapi. Model ini menunjukkan tiga unsur pokok komunikasi, yaitu: (1) pengirim, (2) pesan, (3) penerima. Jelasnya, jikalau salah satu unsur tidak ada, maka tidak akan mungkin terjadi komunikasi.

PenerimaPesanPengirim

Dalam sebuah organisasi, pengirim adalah seorang yang mempunyai informasi, kebutuhan atau keinginan, dan sebuah maksud untuk disampaikan kepada satu orang atau lebih. Kepala sekolah atau kepala madrasah dapat memberikan informasi kepada para wakil atau para guru, atau pada seluruh anggotanya. Wakil dapat menyampaikan informasi pada anggota kelompoknya, guru juga dapat menyampaikan informasi kepada para peserta didik, dan peserta didik pun dapat menyampaikan informasi yang diterimanya kepada teman-temannya yang lain ataupun orang tua/wali mereka.Penyandian berlangsung apabila pengirim menerjemahkan informasi yang akan dikirim ke dalam serangkaian simbol. Penyandian perlu karena informasi hanya dapat dipindahkan dari satu orang ke orang lain melalui gambar atau simbol dalam bentuk kata-kata atau gerak-isyarat yang pengirim yakin mempunyai arti yang sama bagi penerima. Tidak adanya pemahaman yang sama terhadap penyandian merupakan salah satu penyebab timbulnya kesalahpahaman atau tidak adanya komunikasi. Pesan adalah bentuk fisik dalam salah satu bentuk yang dapat dialami dan ditangkap oleh satu atau lebih indera penerima. Saluran adalah media pengirim dari satu orang ke orang lainnya. Saluran sering tidak dapat dipisahkan dari pesan. Agar komunikasi efektif dan efisien, saluran harus sesuai dengan pesan. Walaupun mempunyai banyak saluran yang tersedia, pemimpin mungkin tidak selalu menggunakan salah satu saluran yang paling efektif. Saluran komunikasi pilihannya mungkin dituntun oleh kebiasaan atau preferensi pribadi. Maka, bagaimanakah seharusnya seorang pemimpin memilih saluran yang paling baik? Ternyata, komunikasi tertulis dan komunikasi grafik, seperti: memo, surat, laporan, dan cetak biru dapat memberikan keuntungan umpan balik segera. Maka dalam memilih saluran yang tepat, kepala sekolah atau kepala madrasah hendaknya memutuskan apakah kejelasan atau umpan balik yang lebih dipentingkan.Penerima adalah orang yang inderanya menangkap pesan pengirim. Pesan hendaknya disesuaikan dengan latar belakang penerima, karena jika pesan tidak sampai pada penerima komunikasi tidak akan terjadi. Situasi tersebut tidak berbeda dengan situasi di mana pesan sampai pada penerima, namun si penerima tidak memahaminya.Pengartian sandi atau penguraian isi sandi adalah proses penerima menafsirkan pesan dan menerjemahkannya ke dalam informasi yang bermakna. Proses tersebut terdiri dari dua langkah. Penerima pertama-tama harus menangkap pesan, dan kemudian menafsirkannya. Pengartian sandi dipengaruhi oleh pengalaman masa lampau penerima, penilaian pribadi mengenai simbol dan gerak isyarat yang digunakan, harapan, dan kebersamaan pengertian dengan pengirim. Pada prinsipnya, semakin pengartian sandi penerima sesuai dengan pesan yang dimaksudkan pengirim, semakin efektif komunikasi tersebut.Gaduh atau berisik adalah salah satu faktor yang mengacaukan, membuat rancu, atau menganggu komunikasi. Gangguan dapat bersifat intern maupun ekstern dan ini dapat terjadi pada setiap tahap proses komunikasi. Sebagai contoh, instruksi yang tidak jelas mengenai bagaimana melaksanakan sebuah tugas dapat menyebabkan orang lain mendengar instruksi yang berbeda dan tidak tepat. Karena gaduh dapat mengacaukan pemahaman, pemimpin harus berupaya membatasinya sampai pada suatu tingkat yang memungkinkan komunikasi efektif. Ketidaksegaran jasmani seperti lapar, sakit, atau keletihan juga dapat dianggap sebagai suatu bentuk gaduh dan dapat mengganggu komunikasi yang efektif. Kemungkinan yang lebih parah tentu saja dapat terjadi ketika ditambah oleh pesan yang terlalu rumit atau tidak jelas. Umpan balik (feedback) adalah suatu pembalikan proses komunikasi di mana reaksi terhadap komunikasi pengirim dinyatakan. Umpan balik organisasi dapat tampil dalam berbagai bentuk. Yang berkisar dari umpan balik langsung, seperti pernyataan lisan yang sederhana bahwa pesan telah diterima, sampai dengan umpan balik tidak langsung yang dinyatakan melalui tindakan atau dokumentasi. Dalam kebanyakan komunikasi organisasi, semakin besar umpan balik kemungkinan komunikasi semakin efektif. Tanpa umpan balik tersebut, seorang pemimpin mungkin saja tidak mengetahui apakah instruksinya diterima dan dilaksanakan secara tepat.Selanjutnya, Stoner dkk (1994) menyatakan bahwa cara berkomunikasi ada dua sifat, yaitu komunikasi yang bersifat satu arah (one way communication) atau komunikasi yang bersifat dua arah (two way communication). Dalam komunikasi satu arah, pengirim berkomunikasi tanpa mengharapkan atau memperoleh umpan balik dari penerima. Salah satu contohnya adalah kebijakan dari pemimpin. Komunikasi dua arah terjadi apabila penerima memberikan umpan balik kepada pengirim. Salah satu contohnya adalah dalam rapat dengan dewan guru, di mana pemimpin menyampaikan saran dan menerima pernyataan atau usul balasan. Cara komunikasi yang mana yang akan digunakan kepala sekolah atau kepala madrasah tergantung pada alasan serta situasinya untuk berkomunikasi. Komunikasi di dalam lingkungan sekolah/madrasah dapat dilakukan dengan menggunakan komunikasi oral, tulisan, maupun nonverbal. a. Yang termasuk dalam komunikasi oral yaitu: percakapan secara langsung (face to face conversation), diskusi-diskusi kelompok, pembicaraan telepon, dan situasi lainnya di mana pengirim pesan menggunakan kata-kata yang diucapkan untuk berkomunikasi. Namun, komunikasi oral ini memiliki kekurangan, seperti: masalah ketidaktepatan saat pengirim pesan memilih kalimat yang akan diutarakan atau kesalahan dalam menyatakan penjelasan dengan tepat, gaduh yang mengganggu proses, atau pemerima pesan lupa salah satu bagian dari keseluruhan pesan. Dalam komunikasi dua arah seperti ini pengirim dan penerima pesan memiliki sedikit waktu untuk berpikir, mempertimbangkan respon, atau untuk mengenalkan banyak fakta-fakta baru. Selain itu juga bentuk komunikasi seperti ini tidak memiliki catatan permanen atas apa yang telah diucapkan.b. Komunikasi tertulis dapat memecahkan banyak permasalahan yang timbul dalam komunikasi oral. Komunikasi tertulis mempunyai keuntungan tersendiri. Dua keuntungan tersebut adalah komunikasi tertulis cukup akurat dan meninggalkan catatan atau bukti dari sebuah komunikasi. Selain itu, pengirim dapat menggunakan waktunya untuk mengumpulkan dan menyelaraskan informasi dan kemudian merancang serta memperbaikinya sebelum dikirimkan. Pihak penerima surat juga dapat menggunakan waktunya untuk membaca secara seksama dan berulang-ulang sesuai kebutuhan. Karena alasan-alasan tersebut, komunikasi tertulis lebih dipilih ketika ada informasi yang perlu diuraikan lebih rinci. Walaupun demikian, ternyata komunikasi tertulis tidak terjadi sesering yang dibayangkan dan bukan juga model komunikasi yang diharapkan seorang pemimpin. Hal yang kurang menguntungkan dari komunikasi tertulis ini adalah umpan baliknya yang lambat karena ketika seorang pemimpin mengirimkan surat kepada pihak lain, surat tersebut harus ditulis atau didikte, diketik, dikirim, diposting, diterima (dicatat), dan dibaca. Jika terjadi kesalahpahaman pada isi surat, mungkin perlu beberapa hari untuk diketahui dan diperbaiki. Sedangkan komunikasi melalui telepon misalnya, dapat menyelesaikan semua masalah dalam hitungan menit. c. Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang disampaikan dengan tidak menggunakan kata-kata. Komunikasi ini menggunakan ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik, atau bahasa tubuh lainnya. Ketiga cara komunikasi di atas tentu saja harus digunakan oleh kepala sekolah atau kepala madrasah saat berkomunikasi. Meskipun pada saat pelaksanaanya penggunaan cara komunikasi tersebut tidak harus digunakan semuanya dalam waktu yang bersamaan. Cara berkomunikasi dapat disesuaikan dengan kepentingan dan seberapa cepat respon ingin diterima. Dan agar komunikasi maksimal, seorang pemimpin seharusnya tidak memberikan informasi yang tumpang tindih atau terlalu banyak sehingga informasi tersebut akan membingungkan penerima pesan.

J. Hambatan dalam Berkomunikasi Antar Pribadi Hambatan dalam komunikasi berbeda-beda dalam hal ketahanan dan arti pentingnya. Jarang komunikasi terhambat sama sekali, sehingga inti pesan dapat diterima. Namun tidak sedikit komunikasi terhambat oleh beberapa faktor sehingga inti pesan tidak sampai kepada penerima pesan. Stoner dkk (1994) menyatakan beberapa hambatan yang paling umum terjadi, diantaranya:a. Perbedaan persepsiOrang yang mempunyai latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang berbeda sering merasakan gejala yang sama dari sudut pandang yang berbeda; atau orang yang mempunyai latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang berbeda akan menimbulkan pandangan yang berbeda. Selain itu juga, cara penangkapan komunikasi dipengaruhi oleh lingkungan di mana komunikasi itu berlangsung. Artinya, suatu pendapat ketika diungkapkan pada waktu yang berbeda akan dapat pula dipandang secara berbeda oleh orang lain, bahkan tidak jarang suatu pendapat yang diungkapkan di waktu yang sama akan dipandang berbeda. Sehingga kejadian yang dianggap sesuai oleh seorang pemimpin mungkin tidak sama ketika dipandang dari sudut pandang orang lain. b. Perbedaan bahasaPerbedaan bahasa sangat erat kaitannya dengan perbedaan persepsi individu. Agar sebuah pesan dapat dikomunikasikan secara tepat, kata-kata yang digunakan harus mengandung arti yang sama bagi pengirim dan penerima pesan. Bagi sebahagian orang yang memiliki pengetahuan yang luas dalam bahasa mungkin tidak akan menjadi masalah, tetapi tidak bagi sebahagian orang lainnya. Oleh karena itu, pengirim pesan harus hati-hati dalam menggunakan istilah-istilah yang tidak umum ataupun jargon (logat khusus).c. GaduhKegaduhan atau kebisingan merupakan salah satu faktor yang mengganggu, membuat rancu, atau mengacaukan komunikasi. Memang jarang ada komunikasi yang berlangsung di lingkungan yang sama sekali bebas dari kebisingan. Sebaiknya, hindari gaduh dalam komunikasi atau minimalisasi kemungkinan gaduh terjadi saat berkomunikasi.d. EmosionalitasReaksi emosional: marah, cinta, membela diri, benci, cemburu, takut, malu, dapat mempengaruhi saat penerima memahami pesan orang lain. Begitu pula emosional pengirim dapat mempengaruhi orang lain dari pesan yang dibuatnya. e. Komunikasi verbal dan nonverbal yang tidak konsistenDalam berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal, sangat dipengaruhi oleh bahasa serta kata-kata yang digunakan ataupun gerakan tubuh, pakaian, ekspresi wajah dan kontak badan. Namun dalam kondisi tertentu kata-kata yang digunakan terkadang berbeda dengan gerakan badan atau isyarat yang ditampakkan. Ketidakkonsistenan dalam komunikasi antara verbal dan nonverbal yang langsung ditampakkan tentu dapat mempengaruhi penafsiran penerima pesan. f. KetidakpercayaanKredibilitas sebuah pesan sebagian besar ditentukan oleh kredibilitas pengirim dalam benak penerima. Kredibilitas pengirim ditentukan oleh bermacam-macam faktor, antara lain, yaitu berpengetahuan yang banyak, berprasangka baik, kejujuran dan terpercaya. Pesan yang disampaikan oleh orang yang tidak dipercaya tentu akan dianggap sebagai angin lalu saja oleh penerima pesan. K. Cara Mengatasi Hambatan dalam Berkomunikasi Antar PribadiBanyaknya hambatan yang dapat membuat komunikasi tidak efektif tentu tidak boleh dibiarkan begitu saja tanpa usaha untuk mengatasinya. Seorang pemimpin tentu harus mengetahui bagaimana cara atau kiat-kiat untuk mengatasi hambatan yang mungkin timbul dalam berkomunikasi. Beberapa cara mengatasi hambatan dalam komunikasi antar pribadi yang efektif, antara lain:a. Mengatasi perbedaan persepsiUntuk mengatasi perbedaan persepsi, pesan hendaknya dijelaskan sehingga dapat dimengerti oleh penerima yang mempunyai pandangan dan pengalaman yang berbeda. Jika memungkinkan, sebagai seorang pemimpin sebaiknya mempelajari latar belakang orang yang akan diajak berkomunikasi. Sikap empati dan melihat situasi dari sudut pandang orang lain serta menunda memberikan reaksi sampai informasi yang relevan dipertimbangkan akan membantu pemimpin mengurangi pesan yang samar. Dan apabila pokok persoalannya tidak jelas, mengajukan pertanyaan menjadi hal yang sangat penting.b. Mengatasi perbedaan bahasaUntuk mengatasi perbedaan bahasa, arti dari istilah teknis atau istilah khusus harus dijelaskan. Bahasa yang biasa, langsung dan sederhana sebaiknya digunakan dalam berkomunikasi. Kemudian, untuk memastikan bahwa semua konsep telah dipahami, mintalah penerima untuk menegaskan atau menyatakan kembali pokok atau isi dari pesan. Berikan kesempatan atau dorong penerima untuk mengajukan pertanyaan dan kejelasan mengenai hal-hal yang belum jelas atau mungkin dimengerti secara keliru.c. Mengatasi kegaduhanKegaduhan atau kebisingan paling baik diatasi dengan menghilangkannya. Jika kebisingan yang berasal dari mesin menyulitkan untuk berbicara, matikan mesin atau pindah ke suatu tempat baru. Jika penerima tidak mendengarkan dengan bersungguh-sungguh atau mungkin bahkan penerima berbincang dengan orang lain saat pemimpin menyampaikan pesan, usahakan untuk memperoleh kembali perhatiannya. Hindari lingkungan yang dapat mengalihkan perhatian. Dan apabila kebisingan tidak dapat dihindari, tingkatkan kejelasan dan perkuat pesan. d. Mengatasi reaksi emosionalPendekatan yang paling baik terhadap emosi adalah menerimanya sebagai bagian dari proses komunikasi dan memahaminya bila menimbulkan masalah. Jika penerima pesan bersifat agresif, ajaklah berbincang tentang keprihatinannya dan berilah perhatian yang cermat kepada apa yang dia katakan. Begitu pemimpin memahami reaksi mereka, pemimpin dapat memperbaiki suasana dengan mengubah sikapnya sendiri. Sebelum terjadi suatu krisis, cobalah memahami reaksi emosional penerima pesan dan persiapkan diri kita untuk menghadapinya dengan berempati. e. Mengatasi komunikasi verbal dan nonverbal yang tidak konsistenKunci untuk mengatasi ketidakkonsistenan dalam komunikasi adalah menyadarinya dan tidak mencoba mengirim pesan yang salah. Gerak-isyarat, pakaian, postur, ekspresi muka dan komunikasi nonverbal lainnya yang berpengaruh harus sejalan dengan pesan. Menganalisis komunikasi nonverbal orang lain dan menerapkan apa yang dipelajari pada diri sendiri dalam menghadapi orang lain dapat membantu.f. Mengatasi komunikasi ketidakpercayaanMengatasi ketidakpercayaan sebagian besar merupakan proses menciptakan kepercayaan. Kredibilitas adalah hasil dari suatu proses yang panjang di mana kejujuran, kewajaran, dan maksud baik seseorang diakui oleh orang lain. Ada beberapa jalan pintas untuk menciptakan suatu suasana yang penuh kepercayaan. Hubungan baik dengan orang yang menjadi lawan berkomunikasi hanya dapat dikembangkan melalui penampilan yang konsisten. g. Mengatasi redundansiRedundansi adalah pengulangan pesan atau pernyataan kembali pesan dengan suatu bentuk yang lain. Tingkat redundansi yang optimal bervariasi sesuai dengan situasi. Jika pesan yang disampaikan dalam bentuk verbal sangat rumit, maka mungkin bermanfaat sekali untuk mengulang hal-hal penting dalam beberapa rumusan yang berbeda sekalipun dalam suatu komunikasi tertulis. Redundansi juga lebih penting dalam komunikasi lisan atau bentuk komunikasi lainnya yang tidak tahan lama. Contohnya ketika seseorang memberi nomor telepon akan lebih baik jika nomor tersebut diulang kembali. Namun, jika suatu pesan diulang beberapa kali mungkin orang yang mengulangnya akan menjadi bosan atau marah dan akhirnya pesan itu akan menjadi angin lalu. Bahkan dalam beberapa situasi, menyimpan informasi yang redundan dapat menjadi masalah. Misalnya, banyak perpustakaan yang ingin memiliki dua eksemplar dari setiap buku yang dibeli, namun dua eksemplar berarti harga buku dua kali lebih banyak dan menyita tempat dua kali lebih besar serta waktu penyusunan yang semakin banyak.

L. Jaringan Komunikasi dalam OrganisasiStoner (1994) menyatakan bahwa dalam suatu riset yang sangat menarik telah dilakukan penelitian mengenai saluran komunikasi dalam organisasi dan pengaruhnya terhadap kecermatan komunikasi, pelaksanaan tugas, dan kepuasan anggota kelompok. Riset ini sangat penting karena kepala sekolah atau kepala madrasah yang berfungsi sebagai seorang manajer mempunyai pengaruh atas pengembangan saluran komunikasi dalam unitnya. Sebagai contoh, struktur wewenang formal yang dibentuk akan membantu menentukan siapa akan berkomunikasi dengan siapa. Dengan demikian, manajer dapat mendesain unit-unit kerjanya untuk memudahkan komunikasi yang efektif. Selanjutnya, organisasi dapat mendesain struktur atau jaringan komunikasi dengan berbagai cara. Beberapa jaringan komunikasi mungkin didesain secara kaku, sementara jaringan-jaringan lain yang dirancang lebih longgar.Bagi sebuah organisasi yang mempunyai tugas-tugas yang sangat rutin dan sederhana tampaknya bekerja paling efisien dengan sebuah jaringan komunikasi yang terpusat. Sedangkan tugas-tugas yang lebih rumit tampaknya memerlukan desentralisasi. Selain itu, tampilnya orang pada posisi yang paling sentral sebagai pemimpin memperkuat gagasan bahwa hubungan informasi merupakan sumber penting dari kekuasaan dalam organisasi. a. Komunikasi VertikalKomunikasi vertikal adalah komunikasi dari bawah ke atas dan dari atas ke bawah dalam rantai komando organisasi. Maksud utama komunikasi dari atas ke bawah adalah untuk menasehati, memberitahukan, mengarahkan, memerintah, dan menilai bawahan serta untuk memberi anggota organisasi informasi mengenai tujuan dan kebijakan organisasi. Sedangkan, fungsi utama komunikasi dari bawah ke atas adalah untuk memberikan informasi kepada tingkat-tingkat yang lebih tinggi mengenai apa yang terjadi pada tingkat yang lebih rendah. Jenis komunikasi ini meliputi laporan kemajuan, saran, penjelasan, permohonan bantuan atau keputusan. Namun sayangnya, komunikasi dari atas ke bawah mungkin disaring, diubah, atau dihentikan pada setiap tingkat karena pimpinan tertinggi memutuskan apa yang harus disampaikan kepada bawahannya. Di samping itu, pimpinan menengah mungkin menahan informasi yang dapat memantulkan hal-hal yang tidak menyenangkan tentang dirinya agar tidak sampai ke atasan. Dengan demikian, komunikasi vertikal sering atau sebagiannya tidak akurat atau tidak lengkap.b. Komunikasi LateralKomunikasi lateral biasanya mengikuti pola arus kerja dalam sebuah organisasi yang terjadi antara para anggota kelompok, antara satu kelompok dan lain kelompok, antara para anggota bagian-bagian yang berbeda, dan antara lini dan staf. Tujuan utama komunikasi lateral ialah menyediakan sebuah saluran langsung untuk koordinasi dan pemecahan masalah organisasi. Cara ini menghindari prosedur yang jauh lebih lamban dalam mengarahkan komunikasi melalui atasan yang biasa. Manfaat lainnya dari komunikasi lateral, ia memungkinkan anggota organisasi untuk menjalin hubungan dengan rekan-rekannya. Hubungan ini merupakan bagian penting dari kepuasan anggota. c. Komunikasi InformalJenis lain dari komunikasi informal yang tidak secara resmi didukung ialah desas-desus atau selentingan. Selentingan dalam organisasi terdiri dari beberapa jaringan komunikasi informal yang saling melengkapi dan silang-menyilang pada sejumlah titik, yaitu beberapa individu yang berpengetahuan luas mungkin memiliki lebih dari satu jaringan informal. Selentingan menunjukkan sikap acuh tak acuh yang mengagumkan terhadap pangkat atau wewenang dan dapat menghubungkan anggota organisasi dengan setiap kombinasi arah-horisontal, vertikal, dan diagonal.Selentingan jangan dikacaukan dengan informasi sah yang diusahakan manajemen untuk beredar dari mulut ke mulut. Di samping fungsi komunikasi informasi dan sosial, selentingan juga mempunyai beberapa fungsi yang berkaitan dengan kerja. Sering selentingan beroperasi jauh lebih cepat daripada saluran komunikasi formal. Kepala sekolah atau kepala madrasah sebagai seorang manajer dapat menggunakannya untuk menyebarkan informasi melalui kebocoran terencana atau secara bijaksana disertai embel-embel hanya antara Anda dan Saya.

M. Mengoptimalkan Media KomunikasiKomputer merupakan salah satu media komunikasi yang keberadaannya sangat membantu pimpinan, salah satunya sebagai sarana sistem informasi manajemen (SIM). Hampir semua pemimpin pada level tinggi, menengah, maupun bawah menyadari bahwa sistem informasi yang didasarkan pada komputer itu perlu demi operasi yang efektif. Sistem informasi ini membantu dengan cepat dan secara akurat memberikan informasi mengenai data apa saja yang diperlukan.Dewasa ini, keberadaan media elektronik khususnya komputer, memang sudah banyak membantu menyelesaikan pekerjaan rutin para kepala sekolah atau kepala madrasah. Apalagi dengan teknologi yang semakin canggih, informasi dapat diperoleh dengan cepat hanya dalam hitungan detik. Bukan saja data mentah tetapi data yang harus diolah pun dapat diperoleh dengan cepat. Sehingga fungsi komputer tidak saja hanya sebagai alat untuk memudahkan dalam pengumpulan, pengelolaan, dan komunikasi informasi semua level, tetapi juga sebagai alat operasi otomatis baik dalam maupun luar organisasi, mendukung pengambilan keputusan dan perencanaan, juga menyederhanakan pengendalian manajemen sehingga efektif biaya.Banyak lembaga pendidikan yang telah mengimplementasikan sebuah SIM yang dikomputerisasi. SIM sendiri adalah sebuah metode formal untuk menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu bagi manajemen. Manfaat yang diperoleh dari sistem informasi manajemen ini antara lain ialah untuk mempermudah proses pengambilan keputusan dan memungkinkan fungsi-fungsi lainnya yang dapat dilakukan secara efektif. Jelaslah bahwa informasi yang didasarkan pada komputer sangat membantu kepala sekolah atau kepala madrasah sebagai seorang manajer untuk menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien.Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa di era globalisasi sekarang ini, dengan teknologi yang demikian canggih dan selalu berubah cepat, keberadaan SIM setidaknya mampu mendukung kinerja seorang pemimpin dengan informasi-informasi terkini (up to date) yang diperlukannya. Melalui keahlian manajerial dan ditambah informasi terkini, pemimpin tentunya mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan baik sehingga sekolah/madrasah yang dipimpinnya tidak ketinggalan zaman. Ini berarti bahwa sebagai pemimpin, kepala sekolah atau kepala madrasah harus menjaga kualitas sekolah/madrasahnya agar tetap relevan dengan kondisi tuntutan kemajuan zaman. Orientasi kepala sekolah atau kepala madrasah yang visioner bukan hanya menjaga eksistensi sekolah pada saat ini, tetapi juga bagaimana meningkatkan kualitas untuk tetap eksis hingga di masa yang akan datang.

N. Komunikasi KelompokKepala sekolah atau kepala madrasah tidak mungkin akan berada pada posisi kepemimpinannya jika tidak ada anggota dalam kelompoknya. Pernyataan ini berarti bahwa seorang pemimpin tidak akan muncul jika tidak ada anggota-anggota yang mendukungnya. Atau dengan kata lain bahwa tidak akan ada pemimpin jika tidak ada anggotanya. Karena itu seorang pemimpin hendaknya memahami seperti apakah kelompok yang akan dihadapinya dan bagaimana sebaiknya berkomunikasi dengan kelompoknya.

Tidak setiap himpunan disebut kelompok. Orang-orang yang berseragam berdiri di halte menunggu bus, orang-orang yang belanja di pasar semuanya bukan kelompok. Meskipun mereka terdiri dari himpunan namun mereka tidak memiliki ikatan persatuan untuk mencapai selain tujuan individu juga tujuan bersama.Mengutip Jalaluddin Rakhmat (2008: 142), Baron dan Byrne menyatakan bahwa supaya himpunan orang-orang menjadi kelompok diperlukan kesadaran pada anggota-anggotanya akan ikatan yang sama yang mempersatukan mereka. Kelompok mempunyai tujuan dan organisasi serta melibatkan interaksi di antara anggota-anggotanya. Jadi dengan kata lain kelompok mempunyai dua tanda psikologis. Pertama, anggota-anggotanya merasa terikat dengan kelompok (sense of belonging). Kedua, nasib anggota-anggota kelompok saling bergantung. Kumpulan orang-orang yang berada di sekolah/madrasah tentu dapat diklasifikasikan dalam kelompok. Karena orang-orang yang menjadi bagian dari suatu sekolah/madrasah memiliki tujuan, organisasi dan perolehan yang saling bergantung satu dengan yang lainnya. Misalnya, para peserta didik yang berkumpul baik ketika upacara ataupun ketika dalam kelas; para guru; para staf TU; para karyawan; merupakan himpunan kelompok.Dalam suatu kelompok, biasanya akan dijumpai kelompok lain yang berada di dalamnya. Maka tidak heran, ketika kepala sekolah atau kepala madrasah berada dalam kelompoknya yang terdiri dari himpunan peserta didik, guru, TU, dan karyawan tentu akan menjumpai kelompok-kelompok lain di dalamnya. Kelompok yang umumnya dijumpai di sekolah/madarasah yaitu kelompok primer-sekunder, ingroup-outgroup, rujukan-keanggotaan, dan kelompok deskriptif-preskriptif.a. Kelompok Primer-SekunderWalaupun kita menjadi bagian dari beberapa kelompok, kita hanya akan terikat secara emosional pada beberapa kelompok tertentu saja. Hubungan komunikasi terasa lebih akrab, lebih personal, dan lebih menyentuh hati. Inilah yang menjadi ciri khas kelompok primer. Sedangkan kelompok sekunder secara sederhana adalah lawan dari kelompok primer. Hubungan kelompok tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati. Lebih lanjut, perbedaan utama antara kedua kelompok ini memiliki karakteristik komunikasi antara lain: kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas, komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, dan pada kelompok primer komunikasi lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, serta komunikasi primer bersifat ekspresif dan informal. Contoh kelompok primer ini yaitu yang memiliki hubungan kekerabatan, teman sepermainan, teman sebangku, teman sekamar, atau tetangga yang dekat.b. Ingroup-OutgroupIngroup adalah kelompok kita (kohesi kelompok), sedangkan outgroup adalah kelompok mereka. Ingroup dapat berupa kelompok primer maupun sekunder. Perasaan ingroup diungkapkan dengan kesetiaan, solidaritas, kesenangan, dan kerjasama. Untuk membedakan ingroup atau outgroup dapat dilihat dari siapa yang termasuk orang dalam dan siapa orang luar. Batasan orang dalam atau luar dapat berupa lokasi geografis, suku bangsa, pandangan atau ideologi, pekerjaan atau profesi, bahasa, status sosial, dan kekerabatan. c. Keanggotaan-Rujukan Keanggotaan atau yang disebut dengan istilah membership group merupakan kelompok yang jelas menentukan serangkaian perilaku yang baku bagi anggota-anggotanya. Standar perilaku ini dapat digunakan untuk menambah peluang diterimanya pesan kita. Kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standar) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Jika anda menggunakan suatu kelompok sebagai teladan bagaimana seharusnya bersikap, kelompok itu menjadi kelompok rujukan positif; dan jika anda menggunakannya sebagai teladan bagaimana seharusnya kita tidak bersikap, kelompok itu menjadi kelompok rujukan negatif. d. Deskriptif-PreskriptifUntuk kelompok deskriptif, kita dapat mengelompokkan kelompok berdasarkan tujuannya. Di lingkungan pendidikan baik sekolah maupun madrasah, kelompok deskriptif yang sering dijumpai adalah kelompok sepintas (casual groups) yang dibentuk semata-mata hanya untuk membina hubungan manusiawi yang hangat (pertemanan); dan kelompok belajar yang dibentuk tentunya untuk menambah informasi. Sedangkan kelompok preskriptif mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Contoh yang sering dijumpai di lembaga pendidikan yaitu berupa: diskusi meja bundar, diskusi panel, forum, simposium, dan kolokium.

O. Komunikasi Massa1. Pengertian Komunikasi MassaKomunikasi massa dapat dinyatakan sebagai komunikasi yang telah mencapai suatu tingkat di mana orang mampu berbicara dengan ribuan atau lebih (jutaan) manusia secara serentak dan serempak. Bittner (1980: 10) mendefinisikan komunikasi massa sebagai pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Jalaluddin mendefinisikan komunikasi massa sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.Secara sederhana, komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa, yakni surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film. Secara teknis komunikasi massa dapat dilihat dari tanda-tanda sebagai berikut: (1) bersifat tidak langsung, artinya harus melewati media teknis; (2) bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi (para komunikan); (3) bersifat terbuka, artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan anonim; serta (4) mempunyai publik yang secara geografis tersebar.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Khalayak pada Komunikasi MassaDalam komunikasi massa, media massa memiliki kekuatan untuk mengarahkan dan membentuk perilaku khalayak. Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa berbagai faktor akan mempengaruhi reaksi orang terhadap media massa. Faktor-faktor ini meliputi organisasi personal psikologis individu, seperti: potensi biologis, sikap, nilai, kepercayaan, serta bidang pengalaman; kelompok-kelompok sosial di mana individu menjadi anggota; dan hubungan-hubungan interpersonal pada proses penerimaan, pengelolaan, dan penyampaian informasi. Kita ambil contoh dari penggunaan media, peserta didik mungkin jarang membaca koran tapi sering menonton televisi. Guru cenderung menyukai acara pendidikan, berita dan informasi.

3. Efek Komunikasi MassaSebagaimana yang kita ketahui bahwa media massa dapat berpengaruh kepada khalayak. Melalui media massa dapat menambah pengetahuan, mengubah sikap, atau menggerakkan perilaku kita. Inilah efek dari komunikasi massa. Selain itu, kehadiran media massa sebagai benda fisik memberikan efek, antara lain: efek ekonomis, efek sosial, efek pada penjadwalan kegiatan, efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertentu, dan efek pada perasaan orang terhadap media.a. Efek ekonomisKehadiran media massa menggerakkan berbagai usaha, baik itu produksi, distribusi, dan konsumsi jasa media massa. Kehadiran surat kabar berarti menghidupkan pabrik yang mensuplai kertas koran, meyuburkan pengusaha percetakan dan grafika, memberi pekerjaan para wartawan, pengedar, pengecer, dan sebagainya.b. Efek sosialEfek sosial berkenaan dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial akibat kehadiran media massa. Kehadiran televisi atau media elektronik lainnya diketahui dapat meningkatkan status sosial pemiliknya. c. Efek pada penjadwalan kegiatanDalam sebuah penelitian, efek televisi dapat merubah penjadwalan kegiatan. Sesudah ada televisi, banyak di antara masyarakat terutama muda-mudi yang sering menonton televisi sampai malam. Para orang tua mengeluh karena merasa ana-anak mereka menjadi lebih malas, lebih sukar bekerja atau berangkat ke sekolah pada waktu dini. Kehadiran televisi telah mengurangi waktu bekerja, bermain, tidur, dan membaca. d. Efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertentuSering orang menggunakan media massa untuk menghilangkan perasaan tidak enak. Media massa terkadang digunakan tanpa mempersoalkan isi pesan yang disampaikannya. Misalnya orang yang kesepian akan memutarkan radio tanpa mempersoalkan program yang tengah disiarkan, atau seorang pemuda yang sedang marah akan memutar lagu metal untuk menenangkan kembali perasaannya. e. Efek pada perasaan orang terhadap mediaKehadiran media massa bukan saja menghilangkan perasaan tertentu, ia juga mampu menumbuhkan perasaan tertentu. Tumbuhnya perasaan senang terhadap suatu media massa tertentu akan membuat media itu menjadi pusat perhatian (kesukaan atau kecintaan) bagi orang tersebut. Banyak eksekutif muda pada pagi hari yang pertama dicari adalah koran, bahkan ada beberapa orang yang berpendapat bahwa lebih baik ketinggalan dompet daripada ketinggalan handphone.