Kepemimpinan
Transcript of Kepemimpinan
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN
RENCANA SKRIPSI
Karya Tulis
PERSONAL CHARACTERS RINA SUCIPTO SEBAGAI PEMIMPIN
BIMTA SAHABAT CILINCING
Oleh:
1. Daniel Silalahi / 07
2. Hidayat Subkhani / 17
3. Murdiono / 26
4. Rahmalia Esti Yurisa / 29
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kepemimpinan
Program Diploma IV Keuangan
Spesialisasi Akuntansi Reguler Kelas 9-C
Tahun 2015
DAFTAR ISI
HalamanHALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Ruang Lingkup Pembahasan
C. Rumusan Masalah
D. Metode Pembahasan
II. LANDASAN TEORI
A. Karakter Personal Pemimpin
1. Self Awareness
2. Communication Style
3. Managing Stress
4. Problem Solving
5. Empathy
III. GAMBARAN UMUM ORGANISASI
A. Sejarah Singkat Berdirinya Yayasan Bimta Sahabat Cilincing
B. Profil Singkat Bimta Sahabat Cilincing
C. Profil Singkat Rina Sucipto sebagai Pemimpin BIMTA Sahabat Cilincing
IV. PEMBAHASAN
A. Kesadaran Diri (Self Awareness)
B. Gaya Komunikasi (Communication Style)
1
1
3
3
4
5
5
5
6
8
9
10
12
12
13
14
16
16
18
ii
C. Pengelolaan Stress (Managing Stress)
D. Penyelesaian Masalah (Problem Solving)
E. Sikap Empati (Empathy)
V. KESIMPULAN
19
21
23
25
27
DAFTAR PUSTAKA 28
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cilincing adalah salah satu kecamatan yang berada di kawasan Jakarta Utara.
Di sana terdapat kawasan berikat industri terpadu nasional yang memproduksi
berbagai macam produk. Pelabuhan Tanjung Priok terletak tidak jauh dari kawasan
Cilincing. Kerasnya kehidupan di sekitar wilayah pelabuhan telah menjadi gambaran
umum masyarakat Cilincing. Banyak warga bekerja sebagai buruh di kawasan
industri dan beberapa bekerja sebagai tenaga kasar di daerah pelabuhan. Namun tidak
sedikit warga yang tidak memiliki mata pencaharian yang layak untuk membiayai
kehidupan keluarga mereka.
Sebagian dari mereka yang tidak memiliki pekerjaan tetap mencoba bertahan
dengan membuka usaha kecil-kecilan seperti warung kecil di depan tempat tinggal
mereka. Namun mereka yang tidak memiliki modal yang cukup mencari sumber
penghidupan dengan memulung, mengamen, atau mengharapkan belas kasihan orang
yang berlalu-lalang di pinggir jalan dengan mengemis. Bahkan jika keadaan sudah
menjadi semakin sulit banyak dari mereka yang melakukan tindakan kriminal seperti
merampok, mencopet, dan memeras masyarakat. Hal tersebut dilakukan semata-mata
untuk menutupi kebutuhan hidup mereka yang serba kekurangan. Kondisi demikian
membuat lingkungan menjadi rawan dan meningkatkan angka kriminalitas di
kawasan Cilincing.
1
2
Keadaan yang sulit tersebut juga berdampak pada generasi muda di Cilincing.
Banyak keluarga tidak mampu membiayai pendidikan anak-anak mereka karena biaya
hidup yang terus melambung tinggi. Akibatnya banyak anak dan remaja mengalami
putus sekolah dan tidak bisa menggapai cita-citanya. Padahal pendidikan adalah salah
satu instrumen yang paling ampuh untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat
yang marjinal seperti sebagian masyarakat di Cilincing. Anak-anak yang putus
sekolah tersebut biasanya mengikuti jejak orang tua meraka. Sebagian ada yang
menjadi pedagang, buruh kasar, dan juga pemulung. Beberapa dari mereka bahkan
ada yang ditelantarkan oleh orang tuanya karena orang tua tidak peduli dan tidak
bertanggung jawab terhadap anak-anaknya. Sebagian anak-anak juga mengalami
kekerasan fisik dari orang. pengalaman seperti itu membuat anak-anak di sana
menjadi trauma dan takut untuk bersosialisasi.
Melihat kondisi yang memprihatinkan tersebut, seorang ibu rumah tangga
peduli dan tergerak untuk membantu kehidupan anak-anak pemulung di kawasan
Cilincing. Rina Sucipto adalah seorang aktivis sosial yang rela menyediakan waktu
dan tenaganya untuk merawat dan membimbing anak-anak pemulung yang kurang
mendapat perhatian dan akses pendidikan yang layak. Pada tahun 2010 Ibu Rina
mendirikan Yayasan Bimbingan Belajar dan Taman Pendidikan Al-Quran (BIMTA)
Sahabat Cilincing untuk membantu kehidupan dan pendidikan anak-anak pemulung di
kawasan Cilincing. Pada awalnya Ibu Rina mengumpulkan anak-anak tersebut di
sebuah musholah kecil milik warga yang terletak tidak jauh dari sana. Kegiatan
yayasan tersebut adalah pemberian bimbingan belajar dan pendidikan agama kepada
anak-anak pemulung. Banyak anak-anak yang datang untuk belajar ke musholah
3
tersebut dan semakin lama jumlah mereka bertambah banyak sehingga Ibu Rina
membutuhkan tenaga pengajar untuk membantunya memberikan pembelajaran
kepada anak-anak pemulung.
Sebagai seorang pemimpin, Ibu Rina menghadapi beragam tantangan dan
hambatan dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar di BIMTA Sahabat
Cilincing. Namun beliau selalu menjalin komunikasi yang baik dengan seluruh pihak
dan mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan. Sampai dengan tahun
2015 peserta didik di BIMTA Sahabat Cilincing telah mencapai 350 anak. Sosok Ibu
Rina merupakan salah satu kunci yang menjadikan yayasan tersebut dapat
berkembang pesat dan berlangsung hingga saat ini.
Berdasarkan latar belakang singkat di atas, kelompok kami tertarik untuk
membahas tentang personal characters Ibu Rina selaku pemimpin Yayasan BIMTA
Sahabat Cilincing.
B. Ruang Lingkup Pembahasan
Pada makalah ini pembahasan akan difokuskan personal characters Rina
Sucipto pada BIMTA Sahabat Cilincing yang terdiri atas Self Awareness,
Communication Style, Managing Stress, Problem Solving, dan Empathy.
C. Rumusan Masalah
Untuk menjelaskan personal characters Ibu Rina sebagai pemimpin Yayasan
BIMTA Sahabat Cilincing, ada beberapa rumusan masalah dalam pembahasan ini:
4
1. Bagaimana kesadaran diri (self awareness) Ibu Rina dalam mengelola Yayasan
BIMTA Sahabat Cilincing?
2. Bagaimana gaya komunikasi (communication style)Ibu Rina dalam mengelola
Yayasan BIMTA Sahabat Cilincing?
3. Bagaimana pengelolaan stres (managing stress)Ibu Rina dalam mengelola
Yayasan BIMTA Sahabat Cilincing?
4. Bagaimana penyelesaian masalah (problem solving) Ibu Rina dalam mengelola
Yayasan BIMTA Sahabat Cilincing?
5. Bagaimana sikap empati (empathy) Ibu Rina dalam mengelola Yayasan BIMTA
Sahabat Cilincing
D. Metode Pembahasan
Penulisan makalah ini dilakukan dengan metode studi literatur dan wawancara
dengan Ibu Rina.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Karakter Personal Pemimpin
Untuk memahami akan kepemimpinan, salah satunya perlu pemahaman
terhadap pemimpin sebagai sosok individu. Pemahaman ini meliputi sifat,
karakteristik, dan perilaku dari pemimpin yang terangkum dalam karakter personal
pemimpin tersebut. Karakter personal seorang pemimpin yaitu:
1. Self awareness.
Menurut Dubrin, Dalgish, dan Miller (dalam Basalamah, 2009), pemahaman
akan diri sendiri (self awareness) adalah kemampuan untuk memahami keadaan jiwa
atau suasana hati (mood), emosi, kebutuhan serta pengaruh dari hal-hal tersebut pada
pihak lain. Orang yang mempunyai self awareness yang tinggi akan mengetahui apa
yang menjadi kelebihan dan kekurangan dirinya, menyadari apa yang menjadi
penyebab kemarahan, depresi ataupun kegelisahan dirinya, disamping menyadari pula
pengaruh dari hal-hal tersebut kepada pihak lain.
Menurut Whetten dan Cameron (2011) terdapat lima area dalam self
awareness, yaitu:
a. Emotional inteligence.
b. Personal values.
c. Learning style.
5
6
d. Orientation toward change.
e. Core self-evaluation.
Machiavelli (dalam de Janasz, Dowd, dan Schneider, 2002) mengemukakan
bahwa jika seseorang berusaha memimpin tanpa memahami dirinya sendiri adalah
sangat berisiko dan akan menimbulkan bencana atau permasalahan. Berbagai manfaat
dari memahami diri sendiri yaitu:
a. Memahami diri kita dalam berhubungan dengan orang lain.
b. Mengembangkan dan mengimplementasikan kemampuan diri.
c. Menetapkan pilihan hidup dan karier yang akan dicapai
d. Mengembangkan hubungan kerja dengan orang lain.
e. Meningkatkan kemampuan peran dalam organisasi, lingkungan, dan keluarga.
f. Mengetahui kelemahan dan kekuatan dalam diri.
g. Mengurangi tingkat stress yang dialami.
2. Communication style.
Menurut Basamalah (2004) komunikasi adalah proses dimana komunikator
mengirim atau mentransmisikan sesuatu kepada komunikan dengan media tertentu.
Gaya komunikasi ini sangat berpengaruh dalam keberhasilan pesan yang akan
disampaikan. Berdasarkan kepribadian dari komunikator, gaya komunikasi dapat
dibedakan menjadi enam kelompok yaitu:
a. Noble.
Seseorang yang bempunyai gaya komunikasi noble akan berkata sesuatu yang
ada dalam benaknya, cenderung tidak menyaring apa yang ada dalam benaknya
7
sehingga cenderung untuk berbicara langsung pada pokok persoalan yang ingin
disampaikan.
b. Socratic.
Seseoarang yang mempunyai gaya komunikasi socratic gemar membahas
persoalan secara hati-hati sebelum memutuskan, gemar berargumentasi dan tidak
mempermasalahkan lamanya diskusi.
c. Reflective.
Seseorang yang mempunyai gaya komunikasi reflective lebih suka tidak berkata
apapun bila perkataannya menyakitkan perasaan orang lain sehingga cenderung
menyenangkan lawan bicara, meskipun kadang dibumbui hal-hal yang tidak
benar atau dusta dan merupakan pendengar yang baik.
d. Magistrate.
Merupakan gabungan gaya komunikasi noble dan socratic. Seseorang yang
mempunyai gaya komunikasi ini akan berkata sesuatu yang ada dalam benaknya
sebagaimana gaya komunikasi noble, tetapi juga senang bicara rinci terutama
mengenai hal-hal terkait dengan diri mereka sebagaimana gaya komunikasi
socratic. Orang dengan gaya komunikasi ini sering merasa lebih tinggi
dibandingkan orang lain dan cenderung mendominasi pembicaraan.
e. Candidate.
Merupakan gabungan antara gaya komunikasi socratic dan reflective. Seseorang
yang mempunyai gaya komunikasi ini cenderung analitis dan gemar berbicara
tetapi hangat dalam pembicaraan dan suportif. Orang dengan gaya komunikasi ini
8
biasanya mendasarkan pembicaraan pada tersedianya informasi dengan cara yang
sangat menyenangkan.
f. Senator.
Seseorang yang mempunyai gaya senator mempunyai gaya komunikasi yang
sering secara silih berganti memilih gaya antara noble dan gaya reflective sesuai
kebutuhan.
3. Managing stress.
Stress menurut menurut McGrath dalam Weinberg dan Gould (2003) dalam
Sukadiyanto (2010), didefinisikan sebagai “a substantial imbalance between demand
(physical and/or psychological) and response capability, under conditions where
failure to meet that demand has importance consequences”.
Menurut Whetten dan Cameron (2011) terdapat empat sumber utama dari
stress yaitu:
a. Time stressor (work overload, lack of control).
b. Encounter stressor (role conflicts, issue conflicts, action conflicts).
c. Situational stressor (unfavourable working condition, rapid change).
d. Anticipatory stressor (unpleasent expectations, fear).
Sedangkan untuk menghadapi stress dapat dilakukan dengan tiga strategi
yaitu:
a. Enactive strategies (eliminate stressor).
9
Yaitu dengan menghilangkan atau mengurangi penyebab stres / stressor dengan
enactve. Hal ini menciptakan lingkungan baru bagi individu yang bebas dari
penyebab stres.
b. Proactive Strategies (Develop resiliency strategies).
Tiap individu meningkatkan kapasitasnya dalam mengahadapi stres dengan
meningkatkan ketahanan personal. Strategi ini didesain untuk menginisiasi
tindakan yang menolak efek negatif dari stress.
c. Reactive Strategies (Learn temporary coping mechanisms).
Mengembangkan teknik jangka pendek untuk menghadapi penyebab stress yang
membutuhkan respon segera.
4. Problem solving.
Menurut Greenberg dan Baron (dalam Basalamah, 2009) terdapat empat gaya
pengambilan keputusan, yaitu:
a. Gaya direktif (directive style).
Pemimpin yang mempunyai gaya ini cenderung untuk menyukai penyelesaian
masalah secara sederhana, jelas, dan dilakukan dengan cepat karena
menggunakan informasi yang sedikit dan tidak banyak mengembangkan
alternatif. Dalam mengambil keputusan pemimpin cenderung mengikuti aturan
yang ada dan sering menggunakan status mereka sebagai penentu akhir
keputusan, atau top-down decision making.
b. Gaya analitis (analytical style).
10
Pemimpin yang mempunyai gaya ini senang menghadapi masalah yang kompleks
dan cenderung menganalisis alternatif yang ada secara seksama dan
menggunakan data sebanyak mungkin. Dalam mengambil keputusan pempimpin
cenderung mendapatkan jawaban yang terbaik yang mungkin bisa diperoleh serta
mau menggunakan metode-metode yang inovatif demi mencapai hasil yang
terbaik.
c. Gaya konseptual (conceptual style).
Pemimpin yang mempunyai gaya ini cenderung untuk berorientasi sosial,
humanis, dan artistik serta mempertimbangkan berbagai alternatif, berorientasi
masa depan dan menyukai ide-ide baru.
d. Gaya keperilakuan (behavioral style).
Pemimpin yang mempunyai gaya ini cenderung untuk berorientasi pada
organisasi dan pengembangan orang-orang di dalam organisasi tersebut. Dalam
mengambil keputusan pemimpin sangat suportif terhadap pengikutnya dan sangat
memperhatikan pencapaian mereka bahkan tidak jarang membantu untuk
mencapai tujuan mereka tersebut. Selain itu, pemimpin juga terbuka menerima
saran-saran dari pengikutnya, sehingga pertemuan sering dilakukan dalam proses
pengambilan keputusan tersebut.
5. Empathy.
Kadir (2010) menjelaskan bahwa seseorang pemimpin cenderung
memperlakukan orang lain dalam organisasi atas dasar persamaan derajat, tanpa harus
menjilat ke atas, menyikut ke samping, dan menindas ke bawah. Menurut Deepak
11
Sethi (dalam Kadir, 2010) pemimpin seharusnya berempati terhadap bawahannya
secara tulus.
Empati merupakan salah satu dasar kecerdasan emosional. Menurut Peter
Solve sebagaimana yang dikutip Daniel Goleman (1997), empati adalah kesadaran
akan perasaan, kepentingan, dan keprihatinan orang. Empati terdiri dari kompetensi
understanding others, developing others, customer service, menciptakan kesempatan-
kesempatan melalui pergaulan dengan berbagai macam orang, membaca hubungan
antara keadaan emosi dan kekuatan hubungan suatu kelompok.
BAB III
GAMBARAN UMUM ORGANISASI
A. Sejarah Singkat Berdirinya Yayasan BIMTA Sahabat Cilincing
Daerah Kampung Sawah III, Semper Timur, Cilincing, Jakarta Utara
merupakan daerah yang sangat tidak ramah bagi perkembangan anak-anak. Mayoritas
masyarakat berada di bawah garis kemiskinan dengan beragam suku dan budaya yang
sulit untuk dipersatukan. Masyarakat di sana juga miskin dalam hal moral, ekonomi,
dan pendidikan serta banyak orang tua tidak peduli dengan keadaan tersebut. Dengan
kondisi yang demikian buruk, Yayasan BIMTA Ihyaul Ummah hadir agar dapat
menjadi solusi bagi permasalahan sosial tersebut pada tanggal 17 Oktober 2010.
Berdasarkan saran dari berbagai kalangan agar lebih membumi, pada tanggal 17 Mei
2012 BIMTA Ihyaul Ummah resmi berganti nama menjadi BIMTA Sahabat Cilincing
agar BIMTA ini dapat menjadi sahabat bagi seluruh kalangan masyarakat.
Awalnya BIMTA Sahabat Cilincing menumpang musholah milik warga.
Dengan dibantu oleh sembilan orang relawan yang bekerja bahu-membahu, yayasan
ini berusaha mendidik anak-anak untuk dapat membaca Alqur’an dan juga memberi
bimbingan belajar secara gratis kepada anak-anak warga setempat yang yatim, piatu,
yatim/piatu, dan dhuafa. Seiring berjalannya waktu jumlah santri meningkat dan
mencapai 350 anak. Oleh karena itu yayasan sudah seharusnya memiliki bangunan
12
13
sendiri yang lebih kondusif agar para santri dapat belajar dan mengaji lebih nyaman.
Dengan donasi dan bantuan dari berbagai pihak, yayasan telah memiliki bangunan
sendiri meskipun masih banyak terdapat kekurangan.
B. Profil Singkat BIMTA Sahabat Cilincing
Bimbingan Belajar & Taman Pendidikan Al-Quran (BIMTA) Sahabat
Cilincing adalah suatu yayasan yang bergerak di bidang sosial yang berfokus pada
kehidupan dan pendidikan anak-anak yang kurang mampu di wilayah Cilincing,
Jakarta Utara. Yayasan ini didirikan pada tanggal 17 Oktober 2010 dengan visi
“Menghidupkan Ummat dari Segala Dimensi”. Yayasan ini beralamat di Jalan Raya
Cacing Pos 3 Kampung Sawah Blok F No. 59, Kelurahan Semper Timur, Kecamatan
Cilincing, Jakarta Utara. Jumlah santri sampai saat ini adalah 350 anak. Jumlah guru
adalah 12 orang. Aktivitas kelas berlangsung setiap Senin sampai dengan Jumat
kecuali Kamis. Kegiatan belajar dan mengaji dibagi menjadi dua sesi, yaitu sore dari
pukul 16.00 s.d. 17.30 WIB dan malam dari pukul 18.30 s.d. 20.00 WIB. Sabtu
digunakan untuk muraja’ah atau mengulang hafalan dan Ahad digunakan untuk
kegiatan bakti sosial. Bakti sosial biasanya diadakan sebulan sekali.
BIMTA Sahabat Cilincing tidak hanya bergerak di bidang pengajaran dan
pemberantasan buta huruf Al-Quran, namun juga melanjutkan pendidikan santri-santri
yang putus sekolah dari SD hingga SMP ke sekolah-sekolah umum, termasuk
menyediakan beberapa perlengkapan sekolah seperti buku, tas, baju, serta beasiswa
prestasi tambahan kepada anak-anak unggulan. Selain itu jika ada beberapa santri
yang berasal dari keluarga dan lingkungan yang tidak kondusif, yayasan akan
14
mengirim mereka ke Pondok Pesantren Tahfidz Qur’an dengan harapan mereka
mendapatkan lingkungan sosial dan keluarga yang lebih baik serta dapat
memperdalam ilmu agama sehingga kelak ketika mereka lulus, mereka dapat
bermanfaat bagi lingkungan di Kampung Sawah.
Sampai dengan saat ini, BIMTA Sahabat Cilincing juga rutin memberikan
santunan baik berupa makanan ringan maupun sembako seperti beras, minyak, gula,
mi instan, susu kepada seluruh santri. Di luar kegiatan rutin belajar mengajar di TPA
serta santunan, setiap akhir semester yayasan melakukan rihlah dan dauroh untuk
anak-anak secara cuma-cuma. Setiap tahun yayasan juga melakukan pemotongan
hewan kurban yang berasal dari para donatur, melakukan khitanan massal, dan turut
serta membantu warga untuk melakukan kegiatan evakuasi banjir, trauma healing
serta pengobatan gratis.
C. Profil Singkat Rina Sucipto sebagai Pemimpin BIMTA Sahabat Cilincing
Rina Sucipto adalah seorang ibu rumah tangga yang sederhana. Beliau melihat
kondisi anak-anak di Cilincing yang kurang mendapatkan bimbingan yang baik dalam
keluarganya. Beberapa dari anak-anak tersebut ada yang menjadi pemulung dan putus
sekolah karena kerasnya kehidupan di daerah Cilincing. Dengan kepedulian dan rasa
tanggung jawab Ibu Rina mendirikan Yayasan BIMTA Sahabat Cilincing pada tahun
2010 sebagai wadah bagi anak-anak yang membutuhkan pendidikan dan bimbingan.
Beliau kerap mengunjungi dan mendengarkan keluhan-keluhan anak didiknya jika
terjadi suatu masalah.
Ketika menjalankan program dan kegiatan belajar mengajar kadang kala
terjadi permasalahan, baik dari anak didik maupun anggota pengurus yayasan.
15
Permasalahan yang kadang timbul adalah mengenai pekerjaan dari salah seorang
pengurus karena pelanggaran dan sikap meremehkan pekerjaannya. Namun Ibu Rina
menghadapi permasalahan tersebut dengan mengedepankan prinsip musyawarah
sehingga keputusan yang diambil dapat diterima dan dilaksanakan semua pihak.
Selain itu Ibu Rina juga menjaga komunikasi yang baik dengan rekan-rekan di
komunitasnya, donatur, maupun masyarakat di sekitar Cilincing. Ibu Rina selalu
optimis dan menyerahkan semua permasalahan yang terjadi kepada Tuhan.
Dalam mengambil keputusan, Ibu Rina tidak bersifat otoriter dan mengajak
seluruh pengurus yayasan untuk bertukar pikiran serta mengutamakan prinsip
musyawarah untuk mufakat. Hal tersebut akan memupuk jiwa kepemimpinan dalam
diri setiap pengurus untuk regenerasi pemimpin masa depan. Ibu Rina
mendelegasikan wewenangnya kepada para pengurus dalam menjalankan proses
pembelajaran. Jika terjadi masalah, pengajar dan pengurus akan menanganinya
terlebih dahulu. Namun jika pengurus tidak mampu, Ibu Rina akan turun untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Jika menghadapi anak santri, Ibu Rina melakukan
pendekatan dengan berbicara dan memberikan hadiah atau bingkisan kepada mereka.
Sehingga Ibu Rina mengetahui sumber masalahnya dan memperoleh solusi yang tepat
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada BAB IV ini akan dipaparkan hasil pembahasan yang terbagi dalam empat
bagian berdasarkan perumusan masalah yang telah ditetapkan, yaitu self awareness,
communication style, managing stress, problem solving, dan empathy.
A. Kesadaraan Diri (Self Awareness)
Seorang pemimpin yang baik haruslah memiliki karakteristik self awareness.
Menurut Basalamah (dalam Dubrin, Dalghish, dan Miller, 2006) self awareness dapat
dimiliki sejak awal oleh pemimpin atau merupakan bagian dari pengembangan
diri/leadership development. Self awareness dapat diartikan sebagai keadaan dimana
seseorang bisa memahami dirinya sendiri dengan setepat-tepatnya. Seseorang disebut
memiliki kesadaran diri jika ia memahami emosi yang sedang dirasakan, kritis
terhadap informasi mengenai dirinya sendiri, dan sadar tentang dirinya secara nyata.
Daniel Goleman (1997) menyatakan bahwa kesadaran diri merupakan bagian dari
kecerdasan emosional (emotional intelligence).
Machiavelli (dalam de Janasz, Dowd, dan Schneider, 2002) mengemukakan
bahwa jika seseorang berusaha memimpin tanpa memahami dirinya sendiri adalah
sangat berisiko dan akan menimbulkan bencana atau permasalahan. Berbagai manfaat
dari memahami diri sendiri yaitu:
a. Memahami diri kita dalam berhubungan dengan orang lain.
b. Mengembangkan dan mengimplementasikan kemampuan diri.
16
17
c. Menetapkan pilihan hidup dan karier yang akan dicapai.
d. Mengembangkan hubungan kerja dengan orang lain.
e. Meningkatkan kemampuan peran dalam organisasi, lingkungan, dan keluarga.
f. Mengetahui kelemahan dan kekuatan dalam diri.
g. Mengurangi tingkat stress yang dialami.
Ibu Rina sebagai seorang pemimpin dalam komunitas Bimta “Sahabat”
Cilincing memahami bahwa permasalahan sosial yang terjadi di wiayah Cilincing
bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Beliau bersama dengan komunitasnya
merasa bertanggung jawab untuk membuka pandangan yang lebih luas bagi anak-
anak di wilayah tersebut sehingga mereka dapat memiliki masa depan yang lebih
baik.
Ibu Rina memiliki self awareness yang baik. Beliau selalu mempertimbangkan
pandangan orang lain sebelum memberikan pendapatnya. Ibu Rina dapat dengan
mudah membuat orang lain terbuka dengannya, misalnya ketika terjadi masalah
dengan anak-anak didiknya beliau akan mengunjungi anak tersebut dan berbicara dari
hati ke hati baik dengan anak tersebut dan orang tuanya. Beliau ikut merasakan
penderitaan yang dialami oleh anak-anak tersebut meskipun tidak mengalami sendiri.
Meskipun beliau tinggal di daerah dengan lingkungan yang cukup baik dan
berkecukupan, bersama komunitasnya mereka ikut merasakan kesusahan anak-anak di
Cilincing sehingga mereka membentuk komunitas tersebut.
Meskipun banyak permasalahan yang dihadapi dan kecenderungan stress
sangat tinggi, beliau dapat mengatasi hal tersebut. Cara yang ditempuh yaitu dengan
berserah diri kepada Tuhan dan senantiasa berdoa. Ibu Rina senantiasa mendorong
18
anggota tim untuk memberikan masukan atau umpan balik atas segala keputusan yang
diambil. Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan berdasarkan musyawarah,
dimana setiap pengurus diberikan kesempatan untuk memberikan pendapat. Prinsip
beliau adalah kita harus bertanggung jawab, bertanggung jawab atas setiap keputusan
yang telah diambil.
B. Gaya Komunikasi (Communication Style)
Komunikasi merupakan karakter yang sangat penting bagi seorang pemimpin.
Komunikasi yang efektif bermanfaat bagi pemimpin untuk mempengaruhi
pengikutnya dalam rangka mencapai tujuan yang hendak dicapai. Ibu Rina memiliki
gaya komunikasi yang baik bagi komunitasnya. Beliau terus dapat menjaga
konsistensi anggota komunitasnya untuk terus semangat medidik anak-anak di
Cilincing. Meskipun para pengajar tidak mendapatkan bayaran, mereka tetap
bersemangat untuk mengajar karena ibu Rina senantiasa melakukan komunikasi
dengan efektif.
Menurut Basalamah (2004) komunikasi adalah proses dimana komunikator
mengirim atau mentransmisikan sesuatu kepada komunikan dengan media tertentu.
Selanjutnya seorang pemimpin yang baik harus memiliki gaya komunikasi. Gaya
komunikasi sangat berpengaruh dalam keberhasilan pesan yang akan disampaikan.
Berdasarkan teori, Ibu Rina memiliki gaya komunikasi candidate yaitu cenderung
analitis dan gemar berbicara tetapi hangat dalam pembicaraan dan suportif, biasanya
mendasarkan pembicaraan pada tersedianya informasi dengan cara yang sangat
menyenangkan. Selain itu beliau menggunakan jalur informal dengan pola kesegala
19
arah untuk berkomunikasi, misalnya menggunakan Whatsapp. Setiap anggota dapat
berkomunikasi langsung dengan beliau sehingga jika terdapat permasalahan yang
harus segera diselesaikan dapat diputuskan dengan cepat dan tepat.
Gaya Komunikasi ibu Rina yang efektif sangat bermanfaat yaitu:
a. Mengarahkan dan mengendalikan perilaku pengurus Bimta “Sahabat” Cilincing
serta anak didik agar berprilaku sesuai dengan tujuan.
b. Untuk membina hubungan antar individu atau untuk melakukan interaksi sosial
dengan lingkungan sekitar cilincing.
c. Untuk memotivasi para pengikut agar senantiasa istiqomah dalam jalan kebaikan.
d. Untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan.
e. Untuk memberi inspirasi, dukungan, dan membangun kepercayaan dengan
pengurus, anak didik, lingkungan sekitar, serta para donatur.
C. Pengelolaan Stress (Managing Stress)
Dalam mengelola yayasannya, Ibu Rina selaku pimpinan seringkali
menghadapi permasalahan yang dapat menimbulkan stress. Stress menurut McGrath
dalam Weinberg dan Gould (2003) dalam Sukadiyanto (2010), stress didefinisikan
sebagai “a substantial imbalance between demand (physical and/or psychological)
and response capability, under conditions where failure to meet that demand has
importance consequences”.
Berdasarkan hasil wawancara, hal yang dapat menimbulkan masalah adalah
terkait pekerjaan yang harus dilakukan seseorang. Masalah terkait pekerjaan ini antara
lain karena adanya pelanggaran yang dilakukan pengurus dan sikap terlalu
20
meremehkan pekerjaan yang dimiliki oleh pengurus. Menurut Ibu Rina, sikap terlalu
meremehkan ini dapat mengakibatkan hal yang berdampak besar karena sumber
masalah terlalu dianggap kecil oleh pengurus.
Jika dibandingkan dengan definisi yang telah diuraikan, masalah tersebut
dapat menimbukan stress sesuai definisi tersebut. Pelanggaran dan sikap meremehkan
dari salah satu pengurus menimbulkan ketidakseimbangan antara keinginan ibu Rina
yang disiplin dan tidak suka meremehkan dengan kondisi yang tidak dapat memenuhi
keinginan (demand) ibu Rina.
Dalam menghadapi masalah ini, ibu Rina akan bersikap optimis. Sebagai
seorang yang religius, ibu Rina bersikap tawakal kepada Allah dan menyerahkan
semua masalah kepada Allah sebagai Tuhan. Dengan begitu, strategi yang dilakukan
ibu Rina dalam mengurangi stress adalah dengan menerapkan ajaran agama yaitu
dengan berdoa. Strategi ini termasuk salah satu strategi untuk mengurangi stress yaitu
menyesuaikan dengan lingkungan sekitar, mencari dukungan sosial, mengatur waktu
dengan baik agar tidak menimbulkan overload, dan berolahraga, diet, serta tidur
secara memadai.
Selain hal tersebut, saat ibu Rina mencapai titik jenuh, hal yang dilakukan ibu
Rina adalah dengan mengingat kembali tatapan anak santrinya dan bagaimana nasib
santrinya ke depan sehingga hati Ibu Rina tergugah untuk kembali berkecimpung
dalam komunitas ini.
21
D. Penyelesaian Masalah (Problem Solving)
Yayasan Bimta Sahabat Cilincing merupakan suatu komunitas yang banyak
melibatkan berbagai pihak sehingga konflik tidak dapat dihindari. Tidak semua pihak
memiliki pikiran dan perasaan yang sejalan dengan Ibu Rina selaku pimpinan. Untuk
itu, sebagai pimpinan, ibu Rina memiliki peran dalam mengambil keputusan untuk
mengatasi masalah (problem solving).
Cara Ibu Rina untuk meningkatkan kualitas keputusan adalah dengan
mengutamakan keputusan bersama dengan musyawarah untuk mufakat. Dalam
pengambilan keputusan, ibu Rina tidak mau bersifat otoriter dan mengajak para
pengurus dan pihak terkait untuk membahas bersama agar didapatkan keputusan yang
diharapkan adil dan tidak merugikan salah satu pihak.
Cara pengambilan keputusan dengan musyawarah dan melibatkan pengurus
lainnya merupakan salah satu cara Ibu Rina untuk memupuk jiwa kepemimpinan di
dalam diri pengurus sehingga akan memudahkan jika terjadi regenerasi
kepemimpinan di masa yang akan datang.
Karena cara pengambilan keputusan adalah dengan musyawarah mufakat,
maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
adalah pengaruh kelompok dalam pengambilan keputusan. Hal ini berarti digunakan
pengambilan keputusan oleh kelompok.
Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan gaya pengambilan keputusan
ibu Rina sebagai pemimpin adalah gaya konseptual. Gaya konseptual merupakan
salah satu dari 4 jenis gaya pengambilan keputusan menurut Greenberg dan Baron
22
(dalam Basalamah, 2009). Gaya konseptual adalah gaya yang cenderung untuk
berorientasi sosial, humanis, dan artistik serta mempertimbangkan berbagai alternatif ,
berorientasi masa depan, dan menyukai ide baru. Hal ini tercermin dengan seringnya
ibu Rina mengambil keputusan terkait sisi sosial, humanis, dan orientasi masa depan
misalnya dengan segera mengambil keputusan untuk menolong orang lain demi
kepentingan masa depan orang tersebut. Contoh terkait menyukai ide baru adalah
dengan menerima ide untuk mendaftarkan yayasannya untuk mendapatkan
pengesahan dari negara.
Dalam menjalankan kepengurusannya sehari-hari telah dibentuk struktur
organisasi yang menunjukkan adanya pendelegasian wewenang. Dengan begitu, dari
berbagai masalah yang muncul diharapakan dapat diatasi terlebih dahulu oleh
pengajar dan pengurus yang berwenang. Namun, jika masalah tersebut tidak dapat
diselesaikan oleh mereka, Ibu Rina baru turun tangan untuk mencoba
menyelesaikannya.
Seringnya, dalam mengatasi permasalahan yang muncul yang berasal dari
pengurus atau santri atau pihak lain, Ibu Rina dan yayasan melakukan pendekatan dari
hati ke hati. Misalnya ketika menghadapi anak santri yang bermasalah, pengurus atau
Ibu Rina sendiri melakukan pendekatan kepada anak santri tersebut dengan cara
mengajak makan lalu berbicara dari hati ke hati sehingga diharapkan Ibu Rina atau
pengurus dapat mengetahui sumber masalah dan dapat memperoleh solusi yang tepat.
Selain itu, untuk menjaga hubungan baik dengan lingkungan sekitar, pihak yayasan
sering memberi santunan berupa parcel, hadiah, dan mengajak makan bersama dengan
23
penduduk di lingkungan sekitar yang umumnya merupakan pemulung setiap hari
Jumat sehingga jarang timbul konflik dengan lingkungan sekitar.
Jika pada akhirnya muncul konflik dengan lingkungan sekitar, Ibu Rina dan
Pengurus akan menghadapinya dengan tetap bersikap baik pada mereka. Ibu Rina dan
pengurus meyakini bahwa kita harus tetap bersikap baik pada pihak yang tidak baik
pada kita. Dengan begitu diharapkan tidak akan muncul konflik baru bahkan
diharapkan pihak yang tidak baik tersebut dapat merubah sikapnya menjadi baik
terhadap Ibu Rina dan yayasan. Contoh lainnya jika terdapat konflik dengan salah
satu pengurus, Ibu Rina akan melakukan pendekatan pada pengurus tersebut dan tetap
menunjukkan sikap yang baik. Jika pengurus tersebut tetap bersikeras dengan
pendiriannya, secara perlahan biasanya yang bersangkutan akan keluar sendiri dari
komunitas. Berdasarkan hasil wawancara, sampai saat ini sudah dua orang yang
keluar dari yayasan akibat konflik yang ada.
E. Sikap Empati (Empathy)
Salah satu personal character yang juga dimiliki ibu Rina adalah empati
khususnya empati kepada bawahan. Sebagaimana yang tercantum dalam pengertian
Kadir (2010), Ibu Rina memperlakukan orang dalam organisasi secara setara dan
tidak menindas ke bawah. Jika terdapat pengurus yang bermasalah, Ibu Rina tidak
menyelesaikan permasalahan dengan jalan kekerasan tetapi dengan pendekatan dari
hati ke hati. Dengan begitu dapat disimpulkan Ibu Rina memperlakukan pengurusnya
dengan rasa empati dan melakukan pendekatan dengan ingin merasakan apa yang
pengurus rasakan. Sebagaimana teori menurut Peter Solve sebagaimana yang dikutip
24
Daniel Goleman (1997) bahwa Empati adalah kesadaran akan perasaan, kepentingan,
dan keprihatinan orang, proses pendekatan kepada bawahan yang Ibu Rina lakukan
merupakan perwujudan dari kesadaran akan perasaan kepentingan, dan keprihatinan
orang. Ibu Rina menyadari perasaan pengurus sehingga melakukan pendekatan
dengan bawahan untuk mengetahui permasalahan dan ingin merasakan keprihatinan
yang dialami pengurus.
Menurut Deepak Sethi dalam Kadir (2010) dijelaskan agar pemimpin
berempati terhadap bawahannya secara tulus. Ibu Rina bersikap tulus dalam
berinteraksi dengan bawahannya. Sebagai contoh dalam menghadapi pengurus yang
bermasalah, Ibu Rina akan melakukan pendekatan kepada pengurus tersebut. Namun
bila pengurus tersebut tidak mengikuti apa yang dikatakan Ibu Rina dan bahkan
mundur dari kepengurusan, Ibu Rina tidak memaksa pengurus tersebut. Hal itu
dijalankan Ibu Rina dengan tulus.
Bentuk empati yang dijalankan Ibu Rina:
a. understanding others, Ibu Rina selalu berusaha memahami pengurus bahkan
kepada santri-santrinya dengan melakukan pendekatan dari hati ke hati.
b. developing others. Hal ini dijalankan Ibu Rina dengan melibatkan seluruh
pengurusnya dalam pengambilan keputusan. Pelibatan pengurus ini ditujukan
untuk mengembangkan kemampuan pengurus agar dapat terjadi regenerasi
pemimpin untuk masa depan.
c. customer service. Sifat ini tercermin pada latar belakang pembentukan Bimta
Sahabat Cilincing. Ibu Rina ingin memberikan pelayanan kepada anak-anak di
25
Cilincing yang sangat membutuhkan ilmu agama dan Ibu Rina beserta
pengurusnya berusaha memenuhi hal tersebut.
d. menciptakan kesempatan-kesempatan melalui pergaulan dengan berbagai macam
orang. Ibu Rina menciptakan kesempatan kepada pengurusnya dengan menjalin
kerja sama dengan pihak lain misal dalam acara bakti sosial, penerimaan donasi,
dan lain-lain.
e. membaca hubungan antara keadaan emosi dan kekuatan hubungan suatu kelompok
melalui rapat yang diadakan bersama pengurus.
F. Hal Yang Dapat Dipelajari (Lesson Learned)
Berdasarkan cerita kepemimpinan yang dimiliki Ibu Rina sebagai pimpinan
komunitas Bimta Sahabat Cilincing, hal yang dapat kita petik sebagai pelajaran
adalah:
a. Memiliki self awareness yang baik. Dengan memahami diri sendiri terlebih
dahulu maka kita akan memiliki tingkat pengendalian diri dimasa depan dari pada
bereaksi secara berlebihan. Self awareness akan mendorong tim menjadi semakin
solid, karena setiap individu didalamnya memahami apa yang menjadi tugas dan
tanggung jawabnya.
b. Gaya komunikasi efektif sangat penting untuk meyakinkan bahwa pesan yang
ingin disampaikan dapat dimengerti oleh pengikut, sehingga tujuan yag hendak
dicapai senantiasa terjaga.
c. Bersikap optimis. Atas permasalahan yang ada, kita perlu menghadapinya dengan
optimis. Dengan begitu, stress akan berkurang atau hilang karena kita yakin
26
bahwa akan selalu ada solusi atas permasalahan yang ada. Selain itu dengan
meyakini adanya Tuhan dan bahwa Tuhan tidak akan memberi cobaan yang tidak
dapat ditanggung hambaNya, kita dapat bersikap tawakal dan memasrahkan
masalah kita pada Tuhan dengan tetap berusaha semampu kita. Hal ini
diharapkan dapat menghindari atau mengurangi stress yang mucul akibat masalah
yang muncul.
d. Berjiwa sosial. Sifat ini merupakan sikap yang baik sehingga mendorong kita
untuk ingin bermanfaat bagi orang lain sehingga memotivasi kita untuk aktif
dalam komunitas yang baik.
e. Pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat. Cara pengambilan
keputusan ini sesuai dengan dasar rakyat Indonesia berdasarkan Pancasila.
Pengambilan keputusan secara bersama ini menimbulkan rasa saling memiliki
atas komunitas dan menyiapkan regenarasi pemimpin baru di masa yang akan
datang.
f. Menjadi contoh yang baik atau teladan. Dengan memberi contoh yang baik dan
tetap berbuat baik pada pihak yang berseberangan dengan kita diharapkan dapat
menyelesakan konflik tanpa menimbulkan permasalahan baru.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, personal characters Ibu Rina dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Ibu Rina memiliki self awareness yang tinggi terlihat dari kepeduliannya
terhadap lingkungan sekitar.
2. Ibu Rina memiliki gaya komunikasi tipe candidate dengan menggunakan jalur
informal dan pola komunikasi ke segala arah.
3. Ibu Rina mampu mengelola stres yang dihadapi dengan bersikap optimis dan
menerapkan ajaran agama.
4. Ibu Rina memiliki gaya konseptual dalam pengambilan keputusan sehingga dapat
menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi dengan mengutamakan
musyawarah untuk mufakat.
5. Ibu Rina memiliki sikap empati yang tinggi dengan cara understanding others,
developing others, customer service, menciptakan kesempatan, dan membaca
hubungan interpersonal dalam komunitas.
27
DAFTAR PUSTAKA
Basalamah, Anies S.M. 2004. Perilaku Organisasi. Depok: Penerbit Usaha Kami.
--------------.2009. Modul Kepemimpinan. Tangerang: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.
Goelman, Daniel. 1997. Emotional Intelgence (Kecerdasan Emosional Mengapa EQ Lebih Penting Daripada IQ). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Greenberg, Jerald dan Baron, Robert. 2008. Behavior in Organizations. Edisi ke-9. India: Pearson Prentice Hall.
Kadir, Abdul Rahman. 2001. Karakter Kepemimpinan Nasional ( Seri : Pendidikan Politik Rakyat ). di Scribd.com/mobile/doc/70400211 (diakses 29 Oktober 2015).
Rahmat. 2013. Manajemen Strategic. Bandung : Pustaka Setia.
Sukadiyanto. 2010. Stress dan Cara Menguranginya. Yogyakarta: Cakrawala Pendidikan, Februari 2010, Tahun XXIX, No.1.
Whetten, David A., dan Kim S Cameron. 2011. Developing Management Skills, Eighth edition. New Jersey: Prentice Hall.
28