Kepemilikan Property WNA.doc

17
Page | ASPEK HUKUM KEPEMILIKAN PROPERTY BAGI ORANG ASING A.Pendahuluan Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria khususnya Pasal 9 ayat (1) yang menegaskan bahwa “Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa”, maka jelas bahwa warga Negara asing atau orang asing tidak bisa memilik kesempatan untuk mempunyai hubungan sepenuhnya (hubungan milik) dengan bumi (tanah) di Indonesia. Pasal 9 UUPA ini hanya mengatur hubungan sepenuhnya antara WNI dengan tanah di Indonesia, kemudian yang menjadi pertanyaan, apakah WNA tidak bisa dimungkinkan memiliki hubungan hukum dengan tanah selain dengan menggunakan hak milik. Berkembang pula pertanyaan, apakah WNA boleh memiliki hubungan hukum dengan benda-benda yang berada di atas tanah yang dimiliki oleh perorangan atau tanah yang dikuasai Negara. Pemikiran ini didasarkan pada kenyataan bahwa sistem hukum agraria kita mempergunakan prinsip-prinsip: 1. Dipakainya asas pemisahan hoisontal (horisontale sceiding) Berdasarkan asas pemisahan horisontal, maka dimungkinkan subyek hak memiliki hubungan hukum dengan benda-benda yang melekat di atas tanah tanpa harus memiliki tanah dimana benda itu berada. Asas pemisahan horisontal inilah yang dipakai dalam sistem hukum tanah nasional Indonesia seperti yang dikenal dalam sistem pemisahan tanah dengan benda diatasnya menurut hukum Adat. Dari asas ini maka dimungkinkan subyek hak memiliki bangunan rumah tanpa harus memiliki tanah dimana bangunan itu didirikan. Tanah dimana bangunan itu berada bisa merupakan tanah Negara ataupun tanah milik orang lain kemudian dibuat perjanjian antara kedua belah pihak selain 1

Transcript of Kepemilikan Property WNA.doc

Page 1: Kepemilikan Property WNA.doc

P a g e |

ASPEK HUKUM KEPEMILIKAN PROPERTY BAGI ORANG ASING

A. PendahuluanBerdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria khususnya Pasal 9 ayat (1) yang menegaskan bahwa “Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa”, maka jelas bahwa warga Negara asing atau orang asing tidak bisa memilik kesempatan untuk mempunyai hubungan sepenuhnya (hubungan milik) dengan bumi (tanah) di Indonesia. Pasal 9 UUPA ini hanya mengatur hubungan sepenuhnya antara WNI dengan tanah di Indonesia, kemudian yang menjadi pertanyaan, apakah WNA tidak bisa dimungkinkan memiliki hubungan hukum dengan tanah selain dengan menggunakan hak milik. Berkembang pula pertanyaan, apakah WNA boleh memiliki hubungan hukum dengan benda-benda yang berada di atas tanah yang dimiliki oleh perorangan atau tanah yang dikuasai Negara.Pemikiran ini didasarkan pada kenyataan bahwa sistem hukum agraria kita mempergunakan prinsip-prinsip:1. Dipakainya asas pemisahan hoisontal (horisontale

sceiding) Berdasarkan asas pemisahan horisontal, maka dimungkinkan subyek hak memiliki hubungan hukum dengan benda-benda yang melekat di atas tanah tanpa harus memiliki tanah dimana benda itu berada. Asas pemisahan horisontal inilah yang dipakai dalam sistem hukum tanah nasional Indonesia seperti yang dikenal dalam sistem pemisahan tanah dengan benda diatasnya menurut hukum Adat. Dari asas ini maka dimungkinkan subyek hak memiliki bangunan rumah tanpa harus memiliki tanah dimana bangunan itu didirikan. Tanah dimana bangunan itu berada bisa merupakan tanah Negara ataupun tanah milik orang lain kemudian dibuat perjanjian antara kedua belah pihak selain perjajian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah.

2. Dimungkinkannya orang asing mempunyai akses dengan tanah di Indonesia dengan mempergunakan hak selain hak milik yaitu dengan mempergunakan hak pakai. Berkenaan dengan pemilikan hunian atau tempat tinggal bagi orang asing, kalau kita mengambil dasar hukum dari subyek hak guna bangunan, maka tidak ada kemungkinan orang asing memiliki rumah hunian di atas tanah Indonesia. Dalam ketentuan Pasal 19 PP No. 40 Tahun 1996 dinyatakan bahwa yang dapat menjadi pemagang Hak Guna Bangunan adalah:

1

Page 2: Kepemilikan Property WNA.doc

P a g e |

a. Warga Negara Indonesia;b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia

dan berkedudukan di Indonesia.Akses orang asing terhadap tanah di Indonesia khusunya dengan mempergunakan hak pakai ditegaskan dalam Pasal 42 UUPA ditentukan bahwa yang dapat mempunyai hak pakai ialah: warga-negara Indonesia; orang asing yang berkedudukan di Indonesia; badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.Sedangkan yang dimaksud dengan hak pakai ialah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini. Dari definisi ini jelas bahwa orang asing dapat menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang langsung dikuasai Negara ataupun tanah milik orang lain dengan membuat perjanjian dengan pemilik tanah yang bersangkutan.

Atas dasar prinsip-prinsip tersebut di atas maka kiranya dimungkinkan pemberian kesempatan kepada orang asing untuk memiliki hunian atau rumah tempat tinggal yang didirikan di atas tanah yang langsung dikuasai Negara atau di atas tanah milik perorangan. Pemberian kesempatan ini tentunya juga harus didasari dengan pemikiran-pemikiran yang matang dan memperhatikan segala aspek yang terkait secara komprehensif, agar dikemudian hari menimbulkan hal-hal yang tidak dikehendaki misalnya muncul dampak penikmatan sumber daya oleh warga asing yang tidak terkendali daripada warga Negara Indonesia. Berkaitan dengan perumahan secara kuantitas banyak warga masyarakat yang belum memiliki tempat tinggal yang layak disbanding dengan warga yang sudah memiliki tempat tinggal, apalagi ditambah dengan kemungkinan akses warga asing untuk memiliki rumah tempat tinggal di Indonesia.Permasalahan yang mendasar kaitannya dengan pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian bagi orang asing ialah berkenaan dengan keharusan orang asing berkedudukan di Indonesia dan status hukum tanah dimana rumah tempat tinggal tersebut didirikan. Dalam UUPA sendiri pada dasarnya tidak terdapat definisi othentik “berkedudukan”, apakah sama dengan pengertian bertempat tinggal atau domisili.

2

Page 3: Kepemilikan Property WNA.doc

P a g e |

Berdasarkan UUDarurat No. 9 Tahun 1955 tentang Kependudukan Orang Asing diatur bahwa orang asing yang diperbolehkan tinggal di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu:1. Orang asing yang memperoleh “izin masuk” (admission)

dengan memperoleh hak tinggal di Indonesia untuk jangka waktu tertentu, dan

2. Orang asing yang diperbolehkan tinggal di Indonesia dan dipandang sebagai penduduk dengan dasar menetap atau gevestigd.

Pada awalnya sesuai dengan praktek hukum administrasi, seorang WNA bisa diizinkan tinggal tetap di Indonesia dalam jangka waktu 10 tahun. Kemudian dengan UUDarurat No. 9 Tahun 1955 waktu tinggal tersebut dirubah menjadi 15 tahun berturut-turut tinggal di Indonesia.Persoalan yang timbul ialah apakah dengan izin tinggal selama 15 tahun tersebur orang asing bisa menjadi subyek hak pakai ? Terhadap persoalan ini ada dua jawaban, yaitu:1. Berdasarkan penafsiran yang sempit akan membuka

peluang hanya bagi mereka yang mempunyai status menetap/gevestigd yang bisa menjadi subyek hak pakai. Alasan yang dipakai ialah karena mereka dipandang sebagai penduduk sesudah 15 tahun berturut-turut tinggal di Indonesia dan pada umumnya sedang dalam proses untuk menjadi WNI.

2. Berdasarkan penafsiran yang luas akan memberikan peluang yang sama bagi kedua golongan orang asing yang diperbolehkan tinggal di Indonesia untuk menjadi subyek hak pakai.95

Masalah yang timbul ialah apakah setiap orang yang diberi izin masuk denga memegang KIM (Kartu Izin Masuk) dapat diberi hak pakai, padahal terdapat kemungkinan izin masuknya dicabut atau tidak diperpanjang apabila yang bersangkutan melanggar persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan. Berkaitan dengan persoalan ini maka apabila izin masuk bagi warga asing dicabut atau sudah tidak berlaku lagi maka sebagai konsekuensinya hak pakai yang diberikan juga akan hapus, dengan memberikan kewajiban bagi WNA tersebut untuk mengalihkan hak pakainya kepada subyek hak yang memenuhi syarat dalam jangka waktu tertentu.96

Dalam rangka mewujudkan kepastian hukum di bidang pertanahan, maka pengertian atau pemahaman mengenai berkedudukan di Indonesia di masa-masa yang akan datang perlu dijelaskan dan dijabarkan lebih lanjut secara bijaksana. Pemahaman keharusan berkedudukan di Indonesia memang

95 Maria SW Sumardjono, 2001, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Kompas Media Nusantara, Jakarta halaman 135.96 Maria SW Sumardjono, 2001, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Kompas Media Nusantara, Jakarta halaman 135.

3

Page 4: Kepemilikan Property WNA.doc

P a g e |

bisa memiliki aspek yaitu yuridis baik dalam bidang hukum perjanjian maupun hukum tanah, serta aspek ekonomis bahkan politis. Secara kongkrit berkedudukan di Indonesia tidak sama dengan tempat kediaman atau domisili atau tidak perlu diartikan sama dengan domisili. Secara ekonomi orang asing dapat memiliki kepentingan yang harus dipelihara tanpa harus menunggunya secara fisik apabila dalam waktu yang lama dan secara terus menerus. Kemajuan di bidang transportasi dan komunikasi memungkinkan orang memelihara kepentingan yang dimilikinya di Negara lain tanpa harus menungguinya sendiri. Dengan demikian orang asing yang dianggap berkedudukan di Indonesia cukup hadir secara berkala, dengan pertimbangan bahwa yang mereka butuhkan ialah tempat tinggal untuk mengurus atau memelihara kepentingannya. Dalam rangka pembangunan hukum pertanahan di masa yang akan datang perlu untuk memperjelas makna “berkedudukan” di Indonesia agar prinsip Pasal 33 ayat (3) UUD 45 yang menegaskan bahwa bumi, air dan ruang angkasa dikuasai Negara dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Karena secara ekonomis orang asing memiliki kekuatan finansial dibanding dengan sebagian besar penduduk Indonesia maka perlu dipertimbangkan apakah diperlukan pembatasan-pembatasan tehadap kepemilikan hunian bagi orang asing dalam rangka memberikan perlindungan bagi warga masyarakat atau WNI. Dengan memperhatikan sifat pengaturan yang terbuka dalam UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, dimungkinkan pemilikan rumah yang berdiri sendiri. Dalam hal ini perlunya ada kejelasan tentang status hukum dari tanah dimana banguna tersebut didirikan.Dalam prakteknya, penguasaan atas bidang tanah juga dapat terjadi berdasarkan perjanjian yang kemudian melahirkan hak-hak baru yang bersifat turunan atas tanah yang sebelumnya dimiliki dengan hak tertentu. Dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal ini perlu dipikirkan dalam kaitannya dengan kemungkinan pemilikan rumah hunian bagi orang asing di Indonesia.

B.Dasar Hukuma. Undang-Undang No. 16

Tahun 1985 tentang Rumah Susun.b. Undang-Undang No. 4

tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.c. Peraturan Pemerintah

No. 41 tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia.

4

Page 5: Kepemilikan Property WNA.doc

P a g e |

d. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing.

e. Surat Edaran Menteri Negara Agraria /Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 8 Oktober 1996 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia.

C. Prinsip-prinsip Pemilikan Rumah Untuk Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Orang asing yang berkedudukan di Indonesia dapat

memiliki sebuah rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan hak atas tanah tertentu. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia dalam hal ini ialah orang yang berkewarganegaraan asing yang kehadirannya memberikan manfaat bagi pembangunan nasional.Rumah hunian yang dapat dimiliki oleh orang asing ialah: a. Rumah yang berdiri

sendiri yang dibangun di atas bidang tanah hak pakai atas tanah Negara atau yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah.Perjanjian antara orang asing dengan pemegang hak atas tanah dibuat secara tertulis dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Perjanjian ini harus dicatat dalam buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Jangka waktu perjanjian dibuat atas dasar kesepakatan para pihak tetapi tidak boleh lebih lama dari 25 (dua puluh lima) tahun. Sepanjang orang asing masih berkedudukan di Indonesia, maka jangka waktu perjanjian dapat diperpanjang berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak tetapi tidak boleh lebih lama dari 25 (dua puluh lima tahun) tahun dengan membuat perjanjian yang baru.

b. Satuan rumah susun yang dibangun di atas bidang tanah hak pakai atas tanah Negara.Warga asing tentu saja tidak dapat memiliki satuan rumah susun yang didirikan di atas tanah hak milik atau hak guna bangunan, oleh karena hak milik atas satuan rumah susun yang bersifat pribadi itu meliputi juga hak atas bangunan bersama, hak benda bersama dan hak tanah bersama yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan satuan rumah susun yang bersangkutan. Hal ini ditegaskan pula dalam ketentuan Pasal 8 UURS yang menyatakan bahwa

5

Page 6: Kepemilikan Property WNA.doc

P a g e |

pemilik atas satuan rumah susun harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah bersama.97

Atas dasar ketentuan Pasal 8 UURS tersebut maka secara yuridis warga Negara asing tidak dimungkinkan memiliki satuan unit rumah susun, selain rumah susun yang didirikan di atas tanah hak pakai atas tanah yang dikuasai Negara. Dalam rangka untuk memenuhi asas publisitas, kepastian hukum serta pembuktian maka pemilikan hunian oleh orang asingpun harus didaftarkan.98

Apabila orang asing yang memiliki rumah hunian di atas tanah hak pakai atas tanah Negara atau berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah tidak lagi berkedudukan di Indonesia, maka dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas rumah dan tanahnya kepada orang lain yang memenuhi syarat. Apabila dalam waktu 1 (satu) tahun tersebut hak atas tanah belum dialihkan atau dilepaskan kepada pihak lain yang memenuhi syarat, maka:1) Rumah yang dibangun di atas tanah hak pakai atas

tanah Negara beserta tanahnya dikuasai Negara untuk dilelang;

2) Rumah yang dibangun di atas tanah berdasarkan perjanjian dengan pemilik tanah, rumah tersebut menjadi milik pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.

Pemilikan rumah hunian bagi orang asing dibatasi pada satu buah rumah, dengan tujuan untuk menjaga agar kesempatan pemilikan tersebut tidak menyimpang dari tujuannya, yaitu sekedar memberikan dukungan yang wajar bagi penyelanggaraan kepentingan usaha orang asing tersebut di Indonesia.

Pengertian berkedudukan di IndonesiaPemahaman berkedudukan di Indonesia harus dipahami bahwa kehadiran orang asing tersebut memberikan manfaat bagi pembangunan nasional, sehingga tidak boleh hanya dilihat dari sisi kepentingan orang asing yang bersangkutan, tetapi kehadirannya harus memberikan manfaat atau kontribusi terhadap pembangunan nasional.

Pemilikan rumah hunian bagi orang asing di Indonesia dimungkinkan berdasarkan ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Pokok Agraria. Disamping itu berdasarkan

97 Maria SW Sumardjono, 2001, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Kompas Media Nusantara, Jakarta halaman 139.98 Maria SW Sumardjono, 2001, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Kompas Media Nusantara, Jakarta halaman 142.

6

Page 7: Kepemilikan Property WNA.doc

P a g e |

ketentuan Pasal 6 UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan Dan Pemukiman, memungkinkan pembangunan rumah yang dilakukan oleh bukan pemilik hak atas tanah atas dasar perjanjian dengan pemegang hak atas tanah dengan suatu perjanjian tertulis. Berdasarkan ketentuan tersebut maka sebenarnya penguasaan tanah yang digunakan untuk bangunan dimungkinkan. Oleh Karena sifatnya berpangkal pada persetujuan dengan pemegang hak atas tanah, maka perjanjian ini dapat dilakukan di atas tanah yang dikuasai dengan hak-hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu diatas Hak Milik dan Hak Guna Bangunan.Perjanjian antara orang asing dengan pemegang hak atas tanah dibuat secara tertulis dengan maksud agar mempermudah dalam menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang terjadi antara penyewa dengan pemegang hak atas tanah.Perjanjian dengan pemegang hak atas tanah dicacat dalam sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Catatan ini dimaksudkan agar para pihak dengan mudah mengetahui bahwa di atas hak atas tanah tersebut telah ada hak atas tanah lainnya.

Persyaratan pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asingBerdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing, ditentukanlah syarat pemilikan hunian oleh orang asing yaitu:c. Orang asing yang kehadirannya memberi manfaat

bagi pembangunan nasional dapat memiliki sebuah rumah tempat tinggal atau hunia dalam bentuk rumah dengan hak atas tanah tertentu atau satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara.

d. Orang asing dalam hal ini ialah mereka yang memiliki dan memelihara kepentingan ekonomi di Indonesia dengan melaksanakan investasi untuk memiliki rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia.

e. Pemilikan rumah dan cara perolehan hak atas tanah oleh orang asing dilakukan dengan cara:1) membeli atau membangun rumah di atas tanah

dengan Hak Pakai atas tanah Negara atau Hak Pakai atas tanah Hak Milik;

2) membeli satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara;

7

Page 8: Kepemilikan Property WNA.doc

P a g e |

3) membeli atau membangun rumah di atas tanah Hak Milik atau Hak Sewa Untuk Bangunan atas dasar perjanjian tertulis dengan pemilik hak atas tanah yang bersangkutan.

f. Rumah yang dapat dibangun atau dibeli dan satuan rumah susun yang dapat dibeli oleh orang asing adalah rumah atau satuan rumah susun yang tidak termasuk klasifikasi rumah sederhana atau rumah sangat sederhana.

g. Perolehan hak atas tanah dan/atau rumah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik dan pemberian Hak Sewa Untuk Bangunan dilakukan menurut tata cara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk perbuatan hukum yang bersangkutan.

h. Selama tidak dipergunakan oleh pemiliknya, rumah tersebut dapat disewakan melalui perusahaan Indonesia berdasarkan perjanjian antara orang asing pemilik rumah dengan perusahaan tersebut.

i. Orang asing yang telah memiliki rumah hunian di Indonesia tidak lagi memenuhi syarat berkedudukan di Indonesia, apabila yang bersangkutan atau keluarganya tidak menggunakan rumah tersebut selama jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut.

Berdasarkan Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 08 Oktober 1996 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing ditentukkan bahwa: orang asing yang dapat mempunyai rumah di Indonesia adalah orang asing yang kehadirannya di indonesia memberi manfaat bagi pembangunan nasional, yaitu memiliki dan memelihara kepentingan ekonomi di Indonesia dengan investasinya untuk memiliki rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia.Orang asing dari sisi kehadirannya di Indonesia dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:1. Orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia

secara menetap (penduduk Indonesia), dengan mempergunakan izin tinggal tetap dan

2. Orang asing yang tidak tinggal di Indonesia secara menetap melainkan hanya sewaktu-waktu berada di Indonesia, dengan mempergunakan izin kunjungan atau izin keimigrasian lainnya yang berbentuk tanda yang diterakan pada paspor atau dokumen keimigrasian lainnya.

8

Page 9: Kepemilikan Property WNA.doc

P a g e |

Perbedaan 2 golongan ini berhubungan dengan dokumen yang harus ditunjukkan pada waktu melakukan perbuatan hukum dalam memperoleh rumah.Sedangkan mengenai cara orang asing memperoleh rumah dapat dilakukan dengan melakukan perbuatan-perbuatan hukum sebagai berikut:a. Orang asing dapat membeli Hak Pakai atas tanah

Negara atau Hak Pakai atas tanah Hak Milik dari pemegang Hak Pakai yang bersangkutan beserta rumah yang ada di atasnya atau membeli Hak Pakai atas tanah Negara atau atas tanah Hak Pakai dan kemudian membangun rumah di atasnya. Pembelian Hak Pakai tersebut harus dilakukan dengan akta PPAT dan kemudian didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Demikian juga persyaratan membangun rumah harus mengikuti ketentuan mengenai Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

b. Orang asing dapat pula memperoleh Hak Pakai atas tanah Hak Milik atau Hak Sewa untuk bangunan atau persetujuan penggunaan tanah dalam bentuk lain dari pemegang Hak Milik untuk memperoleh dan membangun rumah di atasnya.

c. Orang asing dapat membeli Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara.

d. Sedangkan batasan rumah yang bisa dimiliki oleh orang asing ialah satu buah, dan untuk memastikannya orang asing tersebut diminta membuat surat pernyataan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki rumah tempat tinggal atau hunian di Indonesia pada waktu melakukan perbuatan hukum.

Berkaitan dengan perkembangan jaman dan perkembangan kebutuhan hukum di masa yang akan datang, pemilikan hunian bagi orang asing perlu mendapatkan perhatian, apakah sekiranya diperlukan perubahan-perubahan terhadap Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dalam upaya memenuhi tuntutan-tuntutan kepentingan tersebut. Walaupun demikian seyogyanya perubahan-perubahan terhadap peraturan-peraturan yang terkait tidak semata-mata dilihat dari aspek ekonomi saja atau dalam rangka mendapatkan devisa/keuntungan semata-mata. Dengan mengacu pada asas bahwa hukum merupakan alat bagi terciptanya kemakmuran bagi seluruh bangsa Indonesia terkait dengan pengelolaan sumber daya alam di Indonesia, maka

9

Page 10: Kepemilikan Property WNA.doc

P a g e |

perubahan-perubahan terhadap aturan yang sudah ada harus dilakukan secara komprehensif dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan yang ada. Apalagi di Indonesia semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial menjadi dasar bagi terlaksananya keseimbangan kepentingan-kepentingan induvidu dengan kepentingan masyarakat banyak.

Sesuai dengan konsep Hukum Adat, sudah selayaknya kepentingan-kepentingan orang asing di Indonesia ada pembatasan-pembatasan baik pembatasan yang berkenaan dengan alas hak yang bisa dipergunakannya maupun pembatasan berkaitan dengan lama berlangsungnya alas hak tersebut. Pembatasan ini dilakukan agar bisa memberikan kemungkinan sebesar mungkin kepada warga Negara Indonesia untuk memiliki hubungan dengan sumber daya alam khusunya tanah sebagai sarana memperoleh penghidupan dan kehidupan. Pembatasan-pembatasan ini juga dalam upaya untuk melindungi kepentingan masyarakat ekonomi lemah berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan pokok berupan kebutuhan papan.

Titik tumpu permasalahan pemilikan hunian bagi orang asing ialah pada seberapa besar orang asing itu bisa memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional, bukan pada huniannya itu sendiri. Sehingga kurang bijak apabila pemilikan hunian bagi orang asing semata-mana hanya dilihat dari fungsi bangunannya yaitu dipergunakan sebagai tempat tinggal saja (residential property) atau hanya sebagai sarana investasi (investment property). Mengapa demikian, karena fungsi tanah dan hak atas tanah yang ada di atasnya berdasarkan UUPA tidak boleh dipergunakan sebagai sarana spekulasi atau alat penindasan terhadap pihak yang lemah (secara ekonomis). Orang asing merupakan pihak yang secara ekonomis kuat dibanding dengan kebanyakan warga Negara Indonesia, ini juga harus mendapatkan perhatian bagaimana kepentingan sebagian besar warga Negara Indonesia lebih diutamakan dari pada kepentingan orang asing yang berada di Indonesia. Pemakaian tanah atas dasar apapun di Indonesia tidak boleh diserahkan begitu saja pada persetujuan pihak-pihak yang berkepentingan sendiri atas dasar "freefight", akan tetapi penguasa akan memberi ketentuan-ketentuan tentang cara dan syarat-syaratnya, agar dapat memenuhi pertimbangan keadilan dan dicegah cara-cara pemerasan ("exploitation de l-'homme par l'homme").

10

Page 11: Kepemilikan Property WNA.doc

P a g e |

Pembanguan hukum agraria mendatang tidak hanya melihat kepentingan-kepentingan pihak asing di Indonesia saja tetapi bagaimana hukum nasional Indonesia juga memperhatikan kepentingan pemenuhan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai dasar berpijak terdapat konsep asas-asas hukum nasional yang dituangkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (Tap MPR No. IV Tahun 1979) yaitu99:a. Asas manfaat

Asas ini terkait dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Lebih lanjut ditentukkan dalam Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1960 yang menyatakan bahwa “hak milik mempunyai fungsi sosial”. Dengan mempergunakan asas ini maka sebagai implikasinya adalah hukum Indonesia tidak dapat membenarkan bahwa pemilikan atas sesuatu memberikan hak yang absolut yang membolehkan seseorang atau segolongan melakukan hal yang tidak wajar atas hak miliknya. Pelaksanaan asas manfaat dalam tata hukum Indonesia merupakan suatu konsekuensi diterimanya Pancasila sebagai pandangan hidup khususnya sila keadilan sosial.

b. Asas usaha bersama dan kekeluargaanAsas ini menginginkan agar gotong royong menjadi ciri masyarakat tradisional tetap dipertahankan dalam kehidupan masyarakat modern yang cenderung berkembang ke arah industrialisasi yang akan membawa masyarakat ke dalam perkembangan paham induvidualisme. Penyebutan dalam satu nafas usaha bersama dengan asas kekeluargaan memperlihatkan bahwa kedua asas ini saling melebur. Artinya kegotong-royongan tersimpul kekeluargaan, sedangkan kekeluargaan inheren dengan kegotongroyongan, keduanya tidak dapat dipisahkan. Dengan asas ini diharapkan masyarakat Indonesia yang modern tidak akan kehilangan ciri-ciri tradisionalnya.

c. Asas demokrasiAsas demokrasi dalam hukum nasional berkaitan dengan prinsip “equality before the law”. Prinsip ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 27 UUD 1945. Hukum harus menjamin bahwa asas ini terwujud dalam kenyataan tanpa membedakan asal-usul keturunan,

99 Khudzaifah Dimyati, Teorisasi Hukum: Studi tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia 1945 – 1990. Penerbit Muhammadiyah University Press, Surakarta, halaman 195-197.

11

Page 12: Kepemilikan Property WNA.doc

P a g e |

status sosial, kedudukan dan kekuasaan dan setiap orang memiliki kedudukan yang sama di dalam hukum.Pengertian setiap orang disini ialah setiap warga Negara Indonesia memiliki hak yang sama terkait dengan kesempatan untuk berhubungan dengan tanah. Tetapi asas ini tidak bisa diterapkan begitu saja terhadap warga Negara asing di Indonesia, artinya ada pembatasan-pembatasan atau perlakuan-perlakuan yang berbeda terhadap mereka kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya alam. Dalam ketentuan tentang hak milik jelas ditegaskan bahwa hanya warga Negara Indonesia yang bisa memiliki hak milik atas tanah. Sehingga bukan berarti perbedaan perlakuan antara warga Negara Indonesia dengan warga Negara asing merupakan pelanggaran terhadap asas demokrasi, oleh karena pemahaman demokrasi sendiri kadang bersifat sangat subyektif baik yang dilakukan oleh orang maupun badan penguasa.

d. Asas adil dan merataAsas adil dan merata harus dapat mewarnai seluruh tata hukum di Indonesia karena masalah keadilan merupakan persoalan sentral dalam kehidupan hukum. Hukum yang antara lain berfungi melindungi masyarakat harus dibentuk sehingga keadilan dapat ditegakkan, tidak hanya formal tetapi juga material dan merata.

e. Asas perikehidupan dalam keseimbanganHukum nasional harus menjaga agar terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban di berbagai bidang kehidupan. Pihak penguasa tidak hanya mentapkan kewajiban yang harus dipenuhi oleh warga Negara, tetapi harus dapat menjamin terpenuhinya hak-hak mereka. Antara hak dan kewajiban warga Negara dalam hukum nasional ditempatkan dalam posisi yang seimbang.Terait dengan pemilikan hunian oleh warga Negara asing, maka disamping hak milik mereka terhadap hunian diakui tetapi juga harus ada pelaksanaan kewajiban mereka untuk ikut berperan memberikan kontribusi dalam pembangunan nasional Indonesia.

f. Asas kesadaran hukumAsas ini diperlukan dalam hukum nasional oleh karena kesadaran hukumlah yang memungkinkan kehidupan hukum sebagai yang dicita-citakan dalam paham Negara hukum. Asas kesadaran hukum merupakan konsekuensi logis dianutnya paham Negara hukum. Dengan demikian tidak saja masyarakat, tetapi juga para penegak hukum harus bentindak sesuai dengan

12

Page 13: Kepemilikan Property WNA.doc

P a g e |

ketentuan-ketentuan hukum, masyarkat juga dituntut untuk mematuhi dan mentaati hukum yang berlaku.

Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH berkenaan dengan gagasan dan pandangan terhadap hukum nasional di masa yang akan datang sebagai berikut:100

a. Pikiran bahwa hukum harus peka terhadap perkembangan masyarakat dan bahwa hukum itu harus disesuaikan atau menyesuaikan diri dengan keadaan yang telah berubah;

b. Hukum merupakan salah satu “alat pembaharuan masyarakat”;

c. Tidak perlu ada pertentangan antara maksud untuk mengadakan pembaharuan hukum melalui perundang-undangan dan penyaluran nilai-nilai atau aspirasi yang hidup dalam masyarakat;

d. Hukum internasional sebagai salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian bagi pengembangan ilmu hukum di Indonesia.

Dari gagasan ini maka seharusnya kita juga tidak boleh menutup diri terhadap perkembangan-perkembangan hukum di dunia internasional, terutama yang berkaitan dengan pengembangan Hukum Agraria Nasional. Kita juga bisa melihat perkembangan hukum yang mengatur pengelolaan sumber daya alam khususnya tanah di Negara-Negara lain dalam rangka memperkaya khasanah hukum untuk kemudian bisa dijadikan konsep/gagasan-gagasan pengembangan hukum agraria di masa yang akan datang. Terkait dengan keberadaan kita di tengah pergaulan internasional, seharusnya dipegang prinsip pengutamaan kepentingan nasional dari pada kepentingan internasional yang belum tentu memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional Indonesia.

100 Khutzaifah Dimyati, Op. Cit., halaman 190.

13

Page 14: Kepemilikan Property WNA.doc

P a g e | 14