Kepada Yth - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/600/1/KHASIAT...
Transcript of Kepada Yth - portal.kopertis3.or.idportal.kopertis3.or.id/bitstream/123456789/600/1/KHASIAT...
KHASIAT DAUN Lawsonia inermis L. SEBAGAI OBAT
TRADISIONAL ANTIBAKTERI
(Effect of Lawsonia inermis L. as an antibacterial traditional
medicine)
Lies Zubardiah1, Dewi Nurul M2, dan E. Ibrahim Auerkari3
1Bagian Periodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti2 Bagian Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
3 Bagian Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Abstract
Traditional medicine constitute alternatives besides indigenous salving purpose
material chemical synthetical. Rural society that restrains from city generally
utilize plant growing around for curing diseses. One of it is leaves of Lawsonia
inermis L also known by the name of inai or henna. This leaf usually used to
colour hair and nail, apparently has effective as an antibacterial, anti-iritant, anti-
oxidant, anti-carsinogenic, anti-inflammation, analgetic, and anti-pyretic agents in
vitro and in vivo. In leaves of Lawsonia inermis L available compound 2-hydroxy
1:4-napthoquinone (lawsone), p.coumaric acid, 2-methoxy 3 methyl 1,4-
naphthoquinone, apiin, apigenin, luteolin, and cosmosiin. Lawsonia inermis L also
contain active compound faction, as alkaloid, glycoside, flavonoida, phenol,
saponin, tannin, and essentials oil. Phenol and flavonoid constitutes all the much
active compound be found.
Key word: Lawsonia inermis L, traditional medicine, antibacterial agent.
Abstrak
Obat-obatan tradisional merupakan alternatif disamping penggunaan obat yang
berasal dari bahan kimia sintetis. Masyarakat pedesaan yang jauh dari kota
umumnya memanfaatkan tanaman yang tumbuh di sekitar mereka untuk
pengobatan berbagai penyakit. Salah satunya adalah daun Lawsonia inermis L
yang dikenal dengan nama inai atau henna. Daun ini biasa digunakan untuk
____________________________________________________________________________Dibawakan pada Kongres PDGI XXIII Surabaya 19-22 Maret 2008
1
mewarnai rambut dan kuku, ternyata memiliki khasiat sebagai antibakteri, anti-
iritan, antioksidan, anti-karsinogenik, anti-inflamasi, analgetik, dan antipiretik
melalui pengujian secara in vitro dan invivo. Di dalam daun Lawsonia inermis L
terdapat senyawa 2-hydroxy-1:4-napthoquinone (lawsone), asam p-coumaric, 2-
methoxy-3-methyl-1,4-naphthoquinone, apiin, apigenin, luteolin, dan cosmosiin.
Selain itu daun Lawsonia inermis L juga mengandung golongan senyawa aktif,
seperti alkaloid, glikosida, flavonoid, fenol, saponin, tanin, dan minyak atsiri.
Fenol dan flavonoid merupakan senyawa aktif yang paling banyak ditemukan.
Kata kunci: Lawsonia inermis L, obat tradisional, antibakteri.
PENDAHULUAN
Penggunaan dan penelitian pada obat-obatan dan suplemen makanan yang
berasal dari tumbuhan semakin meningkat pada tahun-tahun terakhir ini. Produk
kimia alami telah banyak dikembangkan untuk pengobatan penyakit infeksi. Saat
ini sebanyak 25 sampai 50% obat-obatan yang berasal dari tumbuhan sudah
digunakan sebagai bahan antimikrobial. Bahkan sistem pengobatan di Barat sedang
mencontoh keberhasilan ini.1
Obat tradisional adalah obat-obatan yang berasal dari bahan-bahan atau
tumbuhan alami yang diolah secara tradisional, turun-temurun, berdasarkan resep
nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, baik bersifat
magis maupun berasal dari pengetahuan tradisional. Menurut penelitian masa kini,
obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan, dan kini digencarkan
penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat, baik harga maupun
ketersediaannya. Beberapa perusahaan telah melakukan pengolahan terhadap obat-
obatan tradisional yang kemudian dimodifikasi lebih lanjut.2
Pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan Republik Indonesia
mengeluarkan Undang-Undang No.381 tahun 2007 tentang Kebijakan Obat
Tradisional Nasional. Di dalam salah satu subsistem SKN (Sistem Kesehatan
Nasional) disebutkan bahwa pengembangan dan peningkatan obat tradisional
ditujukan agar diperoleh obat tradisional yang bermutu tinggi, aman, memiliki
khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas, baik untuk
____________________________________________________________________________Dibawakan pada Kongres PDGI XXIII Surabaya 19-22 Maret 2008
2
pengobatan sendiri oleh masyarakat maupun digunakan dalam pelayanan
kesehatan formal. Penggunaan obat tradisional di Indonesia merupakan bagian dari
budaya bangsa dan banyak dimanfaatkan masyarakat sejak berabad-abad yang lalu.
Namun demikian pada umumnya efektivitas dan keamanannya belum sepenuhnya
didukung oleh penelitian yang memadai.3
Tumbuh-tumbuhan mengandung banyak bahan fitokimia dengan metabolit
sekunder dalam varietas yang luas, seperti tanin, terpenoid, alkaloid, saponin, dan
flavonoid, dan secara in vitro telah dijumpai memiliki senyawa antimikrobial.
Dalam hal ini perlu diusahakan pemilihan status tumbuhan, begitu juga perlu
dilakukan penelitian secara in vivo mengenai efektifitas dan toksisitasnya, struktur
fitokimia, dan kandungan antimikrobialnya. Karena banyak dari campuran yang
tersedia sekarang ini berupa sediaan yang tidak diatur, sedangkan penggunaan di
masyarakat sudah sedemikian pesat. Para klinikus perlu mempertimbangkan akibat
dari pengobatan yang dilakukan sendiri oleh pasien dengan menggunakan sediaan
tersebut.1,4
Daun Lawsonia inermis Linnaeus atau dikenal sebagai daun inai atau henna,
oleh masyarakat pedesaan tertentu di Indonesia sering digunakan sebagai obat
penyembuh luka di kulit badan. Penggunaan daun ini biasanya dengan cara
dilumatkan langsung ditempelkan di daerah luka dan dibalut dengan kain atau
kasa. Dugaan sementara jika daun Lawsonia inermis L dapat menyembuhkan luka
di kulit badan, maka daun Lawsonia inermis L juga dapat digunakan untuk
penyembuhan luka di dalam rongga mulut. Disamping itu kemungkinan di dalam
daun Lawsonia inermis L terkandung senyawa-senyawa yang mempuyai sifat
antibakteri yang membantu proses penyembuhan.5
Penulisan ini diharapkan dapat memberi asupan kepada masyarakat dan para
tenaga kesehatan khususnya dokter gigi, bahwa daun Lawsonia inermis L melalui
uji minimal inhibitory concentration telah terbukti efektif sebagai antibakteri
terhadap Actinobacillus actinomycetemcomitans dan Streptococcus mutans secara
in vitro. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian lanjutan, agar dapat
dihasilkan suatu bahan antibakteri baru yang berasal dari tanaman obat tradisional,
dengan efektivitas memadai, aman, dan terjangkau oleh masyarakat umum.
____________________________________________________________________________Dibawakan pada Kongres PDGI XXIII Surabaya 19-22 Maret 2008
3
Lawsonia inermis L
Lawsonia inermis L (Gambar 1) adalah suatu tumbuhan berbunga, spesies
tunggal dari genus Lawsonia dari famili Lythraceae. Merupakan tumbuhan asli
daerah tropis dan subtropis seperti Afrika Selatan, Afrika timur dan utara, Asia dan
Australia utara yang secara alamiah tumbuh juga di daerah-daerah tropis di
Amerika, Mesir, India, dan sebagian daerah Timur Tengah. Lawsonia inermis L
merupakan tumbuhan semak belukar dengan ukuran tinggi 2 sampai 6 m,
bercabang banyak dengan cabang-cabang kecil berduri. Daun lonjong, saling
berhadapan, bertangkai pendek, dengan ukuran antara 1,5–5,0 cm x 0,5–2 cm, dan
berurat pada permukaan belakangnya. Dalam musim hujan tanaman ini tumbuh
lebih cepat. Daunnya lama-kelamaan menguning dan rontok pada musim kering
dan dingin.6,7,8
Gambar 1. Lawsonia inermis Linnaeus.13
Pohon Lawsonia inermis L dapat mencapai ketinggian 8 sampai 10 kaki dan
biasa digunakan untuk pagar,7 ada yang berduri maupun tidak berduri,9 memiliki
bunga kecil-kecil dengan warna berbeda-beda dan berbau manis. Daun Lawsonia
inermis L memiliki substansi zat warna yang bervariasi mulai dari merah,
burgundy, kuning tua, coklat kemerahan sampai coklat, selain itu juga
mengandung hennotannic acid yaitu suatu bahan penyamak.10
Tumbuhan Lawsonia inermis L menghasilkan molekul berwarna kuning
kemerahan yang disebut Lawsone. Molekul ini memiliki kemampuan mengikat
protein, sehingga dapat digunakan untuk mewarnai kulit, rambut, kuku, kain
sutera, dan wol. Daerah asli Lawsonia inermis L adalah padang rumput tropis dan
daerah kering yang membentang dari Afrika sampai ke lingkaran Pasifik bagian
barat. Warna yang dihasilkan lebih pekat jika tanaman tumbuh pada temperatur
____________________________________________________________________________Dibawakan pada Kongres PDGI XXIII Surabaya 19-22 Maret 2008
4
antara 35°C sampai 45°C. Pada temperatur di bawah 11°C tanaman tidak
berkembang dengan baik, dan pada temperatur di bawah 5°C tanaman akan mati.
Lawsone sebagai molekul warna, terutama banyak terkandung di dalam daunnya,
dan kandungan warna terpekat terdapat pada tangkai daunnya.6
Pada suku Telugu (India, Malaysia, USA), Lawsonia inermis L dikenal
dengan nama Gorintaaku. Pada suku Tamil (India Selatan, Singapore, Malaysia,
Sri Lanka) disebut Marudhaani, dan daun yang segar lebih sering digunakan
daripada bubuk yang kering. Daun Lawsonia inermis L banyak digunakan dalam
berbagai acara dan peringatan oleh wanita dan anak-anak.6
Tumbuhan Lawsonia inermis Linnaeus mempunyai sinonim Lawsonia
spinosa L, atau Lawsonia Alba Lamk.11 Lawsonia inermis L dikenal juga dengan
nama henna (Inggris); cinamomo (Spanyol); sinamomo (Phillipina/ Tagalog);
krapeen (Burma & Kambodia); kaaw (Laos); thian khaao, thian daeng, thian king
(Thailand); las mofn, mosng tay nhuoojm, chir giasp hoa (Vietnam); camphire
(Inggris); manjuati (Oriya); al-henna; El-Henna; henne (Perancis); hinna; kina;
al-khanna; Egyptian priest; Egyptian privet; Jamaica mignonette; mignonette tree;
mehndi; mehandi; mehendi; mendee; atau smooth Lawsonia dan banyak nama
lagi, adalah termasuk dalam famili N.O. Lythraceae dari spesis Lawsonia alba
Lamk (LANK) atau Lawsonia ruba, atau Lawsonia spinosa L.7,8
Lawsonia inermis L merupakan salah satu dari 40 jenis tanaman yang
digunakan sebagai obat-obatan dan tercatat dalam daftar obat “Ebers Papyrus”
yang ditulis pada tahun 1550 SM. Di Mesir pada tahun 1500 SM Lawsonia inermis
L disebut sebagai Kupros, atau Cyperus. Pada catatan obat-obatan terdapat 7
macam jenis Lawsonia inermis L tergantung di mana tanaman ini tumbuh, umur
tanaman dan bagian-bagian dari tanaman.12,13
Di Indonesia Lawsonia inermis L mempunyai nama yang berbeda-beda yaitu
pacar kuku atau pacar petok (Jawa); inai parasi (Sumatera); gaca, ineng (Aceh);
daun laka (Ambon), kacar (Gayo), ine (Batak), inae batang (Minangkabau), bunga
laka (Timor), daun laka (Ambon), kayu laka (Menado), pacar kuku (Jawa Tengah
dan Sunda), pacar (Madura), pacar (Dayak), tilangga tutu (Gorontalo), kolondigi
____________________________________________________________________________Dibawakan pada Kongres PDGI XXIII Surabaya 19-22 Maret 2008
5
(Buol), karuntigi (Ujungpandang), pacel (Bugis), bunga jari (Halmahera), laka
bobudo (Ternate), dan laka kahori (Tidore).14
Pada penelitian in vitro di India ditemukan bahwa ekstrak alkohol daun
Lawsonia inermis L mempunyai aktifitas anti bakteri terhadap Micrococcus
pyogenes var. aureus dan Escherichia coli. Rebusan daun Lawsonia inermis L
secara empiris digunakan sebagai obat kumur untuk sakit tenggorokan dan
mempunyai khasiat sebagai anti iritan, deodoran, antiseptik, dan digunakan oleh
para dokter untuk obat iritasi terhadap kulit, kudis, dan alergi pada kulit.15
Aktivitas tuberkulostatik dari tumbuhan Lawsonia inermis L secara in vitro
dan in vivo, telah diteliti dengan media biakan Lowenstein Jensen di DI S.M.S.
Medical College, Hospital for Chest and Tuberculosis, Jaipur, India,. Dari hasil
penelitian tampak adanya hambatan pertumbuhan basilus tuberculosis dari sputum,
dan Mycobacterium tuberculosis H37Rv terhadap 6 µg/mL daun Lawsonia inermis
L. Studi in vivo pada hewan guinea pigs dan tikus menunjukkan bahwa pada dosis
5 mg/kg berat badan dari daun Lawsonia inermis L dapat mengurangi tuberculosis
eksperimental secara signifikan setelah diberi infeksi dengan M. tuberculosis
H37Rv.16
Ali dkk.17 dari Desert and Marine Environment Research Centre, United Arab
Emirates University Al Ain, telah meneliti ekstrak etanol daun Lawsonia inermis L
pada tikus. Ternyata di dalam daun ini terkandung senyawa 2-hydroxy-1:4-
napthoquinone (lawsone) sejenis bahan penyamak yang mirip tanin di dalam daun
teh yang mempunyai efek anti-inflamasi, analgesik, dan antipiretik.
Ekstrak etanol dari 20 spesies tanaman yang digunakan pada penyembuhan
tradisional terhadap penyakit infeksi di Yaman, telah diteliti aktivitas antibakteri
dan sitotoksiknya terhadap bakteri Gram (+) dan Gram (-). Ekstrak etanol yang
aktif dibagi antara etil asetat dan air pada pemisahan pertama. Dari 14 ekstrak
etanol menunjukkan derajat yang bervariasi dari aktivitas antibakteri. Ekstrak etil
asetat dari Lawsonia inermis L dijumpai sebagai yang paling aktif melawan semua
bakteri.18
____________________________________________________________________________Dibawakan pada Kongres PDGI XXIII Surabaya 19-22 Maret 2008
6
Penelitian yang dilakukan di Nagpur, India pada tikus-tikus albino selama 10
hari. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak air daun Lawsonia inermis L memiliki
aktivitas hepatoproteksi dan antioksidan.19
Di New Delhi India, pada Laboratorium Biologi Kanker dan Biologi
Molekuler Terapan Universitas Jawaharlal Nehru, ekstrak etanol 80% daun
Lawsonia inermis L diperiksa efek antioksidan dan potensi antikarsinogeniknya
pada hepar tikus albino Swiss berumur 7 minggu. Selain itu, diperiksa juga pada
organ-organ di luar hepar seperti lambung, ginjal dan paru-paru. Diperoleh hasil
hambatan yang signifikan terhadap sistem model tumor yang diteliti, dan
pengurangan pada insidensi tumor.20
Pengujian pada ekstrak metanol daun Lawsonia inermis L melalui pola
fraksinasi menghasilkan tujuh golongan senyawa, yakni asam p-coumaric, 2-
methoxy-3-methyl-1,4-naphthoquinone, apiin, lawsone, apigenin, luteolin, dan
cosmosiin. Semua golongan senyawa yang diisolasi ini memperlihatkan aktivitas
antioksidan yang dapat dibandingkan dengan asam ascorbic.21
Habbal dkk.22 di Oman menemukan bahwa daun Lawsonia inermis L, baik
yang segar maupun kering menunjukkan aktivitas antibakteri dengan spektrum luas
secara in vitro terhadap tiga galur bakteri standar yaitu Staphylococcus aureus,
Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa, dan galur yang diisolasi dari 11
pasien. Daun Lawsonia inermis L kering menunjukkan aktivitas antimikrobial
terbaik secara in vitro, khususnya terhadap Shigella sonnei.
Aqil dkk.23 dari Department of Agricultural Microbiology, Faculty of
Agricultural Sciences, Aligarh Muslim University, India, meneliti ekstrak etanol
dan beberapa fraksi dari 10 tanaman obat di India. Tanaman-tanaman tersebut
diteliti kemampuannya dalam menghambat secara klinis isolasi dari beta-
lactamase yang memproduksi methicillin-resistant Staphylococcus aureus
(MRSA) dan methicillin-sensitive S. aureus (MSSA). Daun Lawsonia inermis L
termasuk yang menunjukkan aktivitas antibakteri dengan spectrum luas dengan
zona hambatan antara 11 mm sampai 27 mm, terhadap semua bakteri yang diuji.
Pengujian potensi antibakteri dilakukan pada ekstrak kasar Lawsonia inermis
L dengan tes minimum inhibitory concentration (MIC) melalui cara pengenceran.
____________________________________________________________________________Dibawakan pada Kongres PDGI XXIII Surabaya 19-22 Maret 2008
7
Didapat nilai MIC berkisar antara 1,3 sampai 8,2 mg/ml. Dari ekstrak kasar daun
Lawsonia inermis L ditemukan juga adanya interaksi sinergis secara in vitro
terhadap tetracycline. Pemeriksaan dari ekstrak tanaman-tanaman tersebut
menunjukkan adanya kandungan senyawa fitokimia yang aktif, seperti alkaloid,
glikosida, flavonoid, fenol, dan saponin. Fenol dan flavonoid merupakan senyawa
aktif yang paling banyak ditemukan.23
Di Indonesia, ekstrak etanol 30% dari daun Lawsonia inermis L yang berasal
dari Bekasi telah diperiksa kandungan fitokimianya pada uji pendahuluan di
Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia FMIPA IPB Bogor. Hasil yang
diperoleh adalah: crude tanin (40,34%), crude alkaloid (32,64%), K2O (3,65%),
crude saponin (3,55%), Nitrogen total (0,90%), dan P2O5 (0,73%). Selain itu,
infusa daun Lawsonia inermis L terbukti efektif sebagai antibakteri terhadap
Actinobacillus actinomycetemcomitans secara in vitro.5
Zubardiah dkk.24 juga melakukan penelitian pada infusa daun Lawsonia
inermis L yang berasal dari Pulau Batam, yang dibagi dalam 3 bagian berdasarkan
posisi daun pada dahannya yaitu pucuk, tengah, dan pangkal. Setelah diuji dengan
tes minimum inhibitory concentration (MIC) dan minimum bactericidal
concentration (MBC), didapat hasil yaitu kelompok daun bagian pangkal paling
efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Dari uji
fitokimia infusa daun Lawsonia inermis L ditemukan golongan senyawa yang
bersifat antibakteri seperti flavonoid, minyak atsiri, saponin, steroid & triterpen,
dan tanin.
PEMBAHASAN
Tumbuhan Lawsonia inermis L atau dikenal dengan nama inai, sejauh ini
penggunaannya diketahui sebagai pewarna kuku pada wanita terutama pada acara-
acara khusus seperti pernikahan, khususnya di kawasan Sumatera. Namun oleh
masyarakat pedesaan tertentu di Indonesia daun inai digunakan juga sebagai obat
penyembuh luka, yaitu dengan cara dilumatkan kemudian ditempelkan di daerah
luka. 5
____________________________________________________________________________Dibawakan pada Kongres PDGI XXIII Surabaya 19-22 Maret 2008
8
Penelitian-penelitian di luar negeri telah membuktikan bahwa daun Lawsonia
inermis L efektif terhadap berbagai bakteri (Kritikar dan Basu,15 Awadh-Ali dkk,18
Habbal dkk,22 dan Aqil dkk.23), dan memiliki efek anti-inflamasi, analgesik, dan
antipiretik (Ali dkk.17), sehingga daun ini banyak digunakan untuk pengobatan. Hal
ini telah dibuktikan juga oleh Zubardiah,5 dan Zubardiah dkk, 24 bahwa daun
Lawsonia inermis L efektif menghambat pertumbuhan bakteri Actinobacillus
actinomycetemcomitans dan Streptococcus mutans melalui pengujian dengan
minimum inhibitory concentration (MIC) dan minimal bactericidal concentration
(MBC). Dengan demikian diharapkan daun Lawsonia inermis L efektif sebagai
bahan pengobatan untuk berbagai penyakit, termasuk penyakit dan peradangan di
dalam rongga mulut.
Penyakit periodontal atau penyakit pada jaringan penyangga gigi merupakan
salah satu jenis penyakit di dalam rongga mulut yang paling sering dijumpai di
samping karies; terutama di negara-negara berkembang dan bersifat kronis.
Penyakit periodontal dimulai dari gingivitis yaitu peradangan pada jaringan
penyangga gigi yang terletak paling luar. Prevalensi gingivitis di Indonesia
berdasarkan indek kalkulus mencapai 45,8% di daerah rural, dan 38,4% di daerah
urban, serta meningkat sesuai bertambahnya umur.25 Gingivitis tahap awal dapat
bersifat reversibel atau sembuh dengan sendirinya, tetapi bila tidak memperoleh
perawatan dapat menjadi kronis dan peradangan berlanjut ke jaringan penyangga
gigi yang lebih dalam menjadi periodontitis. Bila jaringan yang lebih dalam
mengalami kerusakan, gigi akan kehilangan penyanggaan, menjadi goyang dan
mudah lepas.26,27
Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2004, secara umum
39% penduduk Indonesia mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut.
Prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut pada kelompok umur 25-64 tahun
pada penduduk pedesaan dan penduduk Kawasan Timur Indonesia (KTI) berada di
atas prevalensi nasional. Secara keseluruhan 7% penduduk kehilangan seluruh gigi.
Persentase tertinggi penduduk yang kehilangan seluruh gigi adalah pada kelompok
65 tahun atau lebih, yaitu sebesar 30%, kemudian kelompok umur 55- 64 tahun
(18%), dan kelompok umur 45-54 tahun (7%).28
____________________________________________________________________________Dibawakan pada Kongres PDGI XXIII Surabaya 19-22 Maret 2008
9
Pengujian efektivitas daun Lawsonia inermis L telah dilakukan oleh
Zubardiah,5 terhadap bakteri Actinobacillus actinomycetemcomitans (Aa), karena
Aa merupakan salah satu jenis bakteri patogen penyebab penyakit periodontal yang
ditemukan di dalam plak. Actinobacillus actinomycetemcomitans merupakan salah
satu mikroorganisme utama yang erat kaitannya dengan early-onset localized
periodontitis,29 atau Localized aggressive periodontitis.30 Bakteri Aa dinyatakan
memiliki kemampuan yang tinggi dalam memproduksi lekotoksin yang mendorong
kerusakan jaringan periodontal.29 Pada orang dewasa muda yang terserang
Localized aggressive periodontitis ditemukan bakteri Aa dalam jumlah lebih besar.
Bakteri Aa juga banyak ditemukan pada penderita penyakit endokarditis.31
Pengujian efektivitas daun Lawsonia inermis L dilakukan juga terhadap
Streptococcus mutans oleh Zubardiah dkk.24 Streptococcus mutans merupakan
spesies bakteri rongga mulut yang terdapat dalam jumlah banyak, beberapa
diantaranya sangat patogen, dan lainnya merupakan penghuni flora normal pada
orofaring dan traktus gastrointestinal.32 Black dkk,33 menyatakan juga bahwa
Streptococcus rongga mulut adalah spesies bakteri yang pertama kali berkolonisasi
pada permukaan gigi dan banyak terdapat pada biofilm plak gigi. Streptococcus
mutans merupakan bakteri yang pertama kali berada pada biofilm selama awal
pembentukan plak di samping Streptococcus sanguis dan Streptococcus
salivarius.
Gingivitis timbul akibat aksi bakteri yang terdapat di dalam plak gigi. Plak
melekat sangat erat pada permukaan gigi dan hanya dapat hilang melalui
pembersihan dengan sikat gigi dan alat pembersih interdental. Senyawa yang
bersifat antibakteri dibutuhkan untuk membantu menghilangkan peradangan
dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri dan menurunkan konsentrasi
bakteri di dalam plak gigi.34 Pemberian agen antimikroba berupa obat kumur
kepada pasien gingivitis terbukti dapat mengurangi kedalaman poket, mengurangi
jumlah bakteri patogen periodontal, dan menghasilkan perawatan yang maksimal.35
____________________________________________________________________________Dibawakan pada Kongres PDGI XXIII Surabaya 19-22 Maret 2008
10
KESIMPULAN DAN SARAN
Daun Lawsonia inermis L, dikenal dengan nama inai atau henna telah dikenal
sejak jaman dahulu sebagai tanaman yang berkhasiat untuk penggobatan berbagai
penyakit. Secara tradisional rebusan daun Lawsonia inermis L telah digunakan
sebagai obat kumur untuk sakit tenggorokan dan mempunyai khasiat anti iritan.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan di luar negeri baik secara in vitro
maupun in vivo, daun Lawsonia inermis L terbukti memiliki efek antibakteri, anti-
inflamasi, analgesik, dan antipiretik di samping juga memiliki aktivitas
tuberkulostatik, antioksidan, hepatoproteksi, dan antikarsinogenik. Sedangkan pada
penelitian yang dilakukan di Indonesia, daun Lawsonia inermis L terbukti efektif
menghambat pertumbuhan bakteri Actinobacillus actinomycetemcomitans dan
Streptococcus mutans secara in vitro.
Daun Lawsonia inermis L memerlukan penelitian lebih lanjut, agar dapat
dihasilkan suatu bahan antibakteri baru khususnya untuk pengobatan berbagai
penyakit di dalam rongga mulut yang berasal dari tanaman obat tradisional dengan
efektivitas memadai, aman digunakan, dan terjangkau oleh masyarakat umum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cowan MM. Plant products as antimicrobial agents. Clin Microbiol Rev. 1999; 12(4):564–82.
2. Obat tradisional. Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia; 2007. Available from URL : http://id.wikipedia.org/wiki/Obat_tradisional. Accessed Maret 28, 2007.
3. DepKes RI. Kebijakan Obat Tradisional Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2007. 1-27.
4. Anonim. Pusat penelitian obat tradisional. 2007. Available from URL: http://www.lppm.wima.ac.id/ppot/ABSTRAK-PEN-PPOT-WEB-mikro.html. Accessed Maret 28, 2007.
5. Zubardiah L. Efek antibakteri daun Lawsonia inermis L terhadap Actinobacillus actinomycetemcomitans – secara in vitro. M.I. Kedokteran Gigi 2006; 21:2; 47-53.
6. Henna. Wikipedia, the free encyclopedia. 2007. Available from URL: http://en.wikipedia.org/wiki/Henna. Accessed Desember 10, 2007.7. Grieve M. A modern herbal. 1995. Available from URL:
http://www.Botanical.Com/botanical/mgmh/h/henna-24.html. Accessed Maret 30, 2006.
____________________________________________________________________________Dibawakan pada Kongres PDGI XXIII Surabaya 19-22 Maret 2008
11
8. Jones CC. Lawsone. molecule and chem. 2000. Available from URL: h ttp://www.Reverndbunny.Sphosting.Com/mediapps.html. Accessed Maret 30, 2006.
9. Quisumbing E. Medical plants of the Philippines. Technical Bulletin 16. Manila. Republic of the Philippines Department of Agriculture and Natural Resources; 1951: 642-4.
10. McMahon C. Gulhina - The Flower of Paradise. Available from URL: h ttp://members.aol.com/parijata/gulhina.html .2002 . Accessed September 30, 2006.
11. Lemmens RHMJ & Soetjipto NW. Plant resourches of South-East Asia. No.3. Prosea. Bogor; 1992: 83-6.
12. Stankiewicz A, Hutchins J, Thomson R, Briggs D, Evershed R. Assessment of bog-body tissue preservation by pyrolysis - gas chromatography/ mass spectrometry. Rapid communications in mass spectrometry 1997; 2: 1884–90.
13. Jones CC. Henna in the Ancient Egyptian Pharmacopoeia: The Ebers
Papyrus 2004. Available from URL: http://www.hennapage.com/henna/encyclopedia/medical/ebers.html. Accessed September 30, 2006.
14. Sastroamidjojo AS. Obat asli Indonesia. Ed. Ke-5. Dian Rakyat. Jakarta; 1997: 1-70, 202-4.
15. Kritikar KR & Basu BD. Lythraceae. Indian medicinal plants. Vol. 2, International Book Distributors, Rajpur Road, Dehradun, India; 1981:1076-80.
16. Sharma VK. Tuberculostatic activity of henna (Lawsonia inermis Linn). Tubercle 1990; 71(4):293-5. PMID: 2125156.
17. Ali BH, Bashir AK, Tanira MO. Anti-inflammatory, antipyretic, and analgesic effects of Lawsonia inermis L. (henna) in rats. Pharmacology 1995; 51(6):356-63. PMID: 8966192.
18. Awadh-Ali NA, Jülich WD, Kusnick C, dan Lindequist U. Screening of Yemeni medicinal plants for antibacterial and cytotoxic activities. J Ethnopharmacology 2001; 74(2):173-79.
19. Bhandarkar M , Khan A. Protective effect of Lawsonia alba Lam., against CC14 induced hepatic damaged in albino rats. Indian J Exp Biol. 2003; 41(1):85-7.
20. Dasgupta T , Rao AR, Yadava PK. Modulatory effect of henna leaf (Lawsonia inermis) on drug metabolising phase I and phase II enzymes, antioxidant enzymes, lipid peroxidation and chemically induced skin and forestomach papillomagenesis in mice. Mol Cell Biochem. 2003; 245(1-2):11-22.
21. Mikhaeil BR , Badria FA, Maatooq GT, Amer MM. Antioxidant and Immunomodulatory Constituent of Henna Leaves. Z Naturforsch [C] 2004; 59(7-8):468-76.
22. Habbal OA, Al-Jabri AA, El-Hag AH, Al-Mahrooqi ZH, Al-Hashmi NA. In-vitro antimicrobial activity of Lawsonia inermis Linn (henna). A pilot study on the Omani henna. Saudi Med J. 2005; 26(1): 69-72.
____________________________________________________________________________Dibawakan pada Kongres PDGI XXIII Surabaya 19-22 Maret 2008
12
23. Aqil F, Khan MS, Owais M, Ahmad I. Effect of certain bioactive plant extracts on clinical isolates of beta-lactamase producing methicillin resistant Staphylococcus aureus. J Basic Microbiol. 2005; 45(2):106-14.
24. Zubardiah L, Nurul D, Auerkari EA. The antibacterial effect of Henna (Lawsonia inermis) leaves from different parts of the plant against Streptococcus mutans. Paper Proceedings, Asialink International Conference On Biomedical Engineering & Technology 2007. Jakarta. Indonesia. 256-261.
25. Departemen Kesehatan R.I. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Direktorat Kesehatan Gigi. Profil Kesehatan Gigi dan Mulut di Indonesia pada Pelita VI; 1999: 18.
26. Rateitschak EM, Rateitschak KH, dan Hassell TM. Color Atlas of Periodontology. Thieme. New York; 1985: 25-26.
27. Carranza FA, Rapley JW, dan Haake SK. Gingival Inflammation. Dalam Clinical Periodontology. Newman MG, Takei HH, dan Carranza FA (editor). Ed. Ke-9. Saunders. Philadelphia; 2002: 263-268.
28. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Sudut Pandang Masyarakat mengenai Status, Cakupan, Ketanggapan, dan Sistem Pelayanan Kesehatan. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan DepKes RI. 2004; 3: 18-20.
29. Darby I, Curtis M. Microbiology of periodontal disease in children and young adults. Periodontology 2000, 2001; 26: 33-53.
30. Haake SK, Newman MG, Nisengard RJ, dan Sanz M. Periodontal Microbiology. Dalam Carranza’s Clinical Periodontology. Newman MG, Takei HH, & Carranza FA (Editor) Ed.ke-9. Saunders. Philadelphia; 2002: 96-112.
31. Diaz R, Ghofaily LA, Patel J, Balashova NV, Freitas AC, Labib I, dan Kachlany SC. Characterization of leucotoxin from a clinical strain of Actinobacillus actinomycetemcomitans. Microb Pathog. 2006; 40 (2): 48-45.
32. Virella, G. Microbiology and infectious diseases. Ed. Ke-3. Baltimore. William & Wilkins. 1997: 105-112.
33. Black C, Allan I, Ford SK, Wilson M, McNab R. Biofilm specific surface properties and protein expression in oral Streptococcus sanguis. Arch Oral Biol. 2004; 49(4): 295-304.(Pubmed).
34. Perry DA. Plaque Control for the Periodontal Patient. Dalam Clinical Periodontology. Newman MG, Takei HH, dan Carranza FA (editor). Ed. Ke-9. Saunders. Philadelphia; 2002: 651-674
35. Perry DA & Schmid MO. Phase I Periodontal Therapy. Dalam Clinical Periodontology. Newman MG, Takei HH, dan Carranza FA (editor). Ed. Ke-9. Saunders. Philadelphia; 2002: 646-650
____________________________________________________________________________Dibawakan pada Kongres PDGI XXIII Surabaya 19-22 Maret 2008
13