Kep Risiko Tinggi

13
KESEHATAN DAERAH MILITER VII/WIRABUANA RUMKIT TK. II 07.05.01 PELAMONIA KEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT TK. II 07.05.01 PELAMONIA NOMOR : KEP/ / /201 TENTANG PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI DAN KETENTUAN PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI DI RUMKIT TK. II 07.05.01 PELAMONIA Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Tk. II 07.05.01 Pelamonia, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan pasien risiko tinggi yang bermutu tinggi. b. Bahwa agar pelayanan pasien risiko tinggi di Rumkit Tk. II 07.05.01 Pelamonia dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan Kepala Rumkit Tk. II 07.05.01 Pelamonia sebagai landasan penyelenggaraan pelayanan Rumkit Tk. II 07.05.01 Pelamonia. c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b perlu ditetapkan dengan Keputusan Kepala Rumah Sakit TK. II 07.05.01 Pelamonia. Mengingat : a. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. b. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

description

.

Transcript of Kep Risiko Tinggi

Page 1: Kep Risiko Tinggi

KESEHATAN DAERAH MILITER VII/WIRABUANARUMKIT TK. II 07.05.01 PELAMONIA

KEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT TK. II 07.05.01 PELAMONIANOMOR : KEP/ / /201

TENTANG PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI DAN KETENTUAN PELAYANAN

PASIEN RISIKO TINGGIDI RUMKIT TK. II 07.05.01 PELAMONIA

Menimbang :

a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Tk.

II 07.05.01 Pelamonia, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan

pasien risiko tinggi yang bermutu tinggi.

b. Bahwa agar pelayanan pasien risiko tinggi di Rumkit Tk. II 07.05.01

Pelamonia dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan

Kepala Rumkit Tk. II 07.05.01 Pelamonia sebagai landasan

penyelenggaraan pelayanan Rumkit Tk. II 07.05.01 Pelamonia.

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a

dan b perlu ditetapkan dengan Keputusan Kepala Rumah Sakit TK. II

07.05.01 Pelamonia.

Mengingat :

a. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit.

b. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan.

c. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan

Kedokteran.

d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan

Kedokteran.

Page 2: Kep Risiko Tinggi

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

Pertama : Keputusan Kepala Rumah Sakit TK. II 07.05.01 Pelamonia

tentang kebijakan pelayanan pasien resiko tinggi di Rumah Sakit

TK. II 07.05.01 Pelamonia.

Kedua : Kebijakan pelayanan pasien resiko tinggi Rumkit Tk. II

07.05.01 Pelamonia, sebagaimana tercantum dalam Lampiran

Keputusan ini.

Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan

pasien resiko tinggi Rumkit Tk. II 07.05.01 Pelamonia

dilaksanakan oleh Ketua Komite Medik Rumkit Tk. II 07.05.01

Pelamonia.

Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan

apabila di kemudia hari ternyata terdapat kekeliruan dalam

penetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan : di MakassarPada Tanggal : Kepala Rumah Sakit TK. II 07.05.01 Pelamonia

dr. Artha Bayu Duarsa, Sp.SKolonel Ckm NRP. 33988

Page 3: Kep Risiko Tinggi

KESEHATAN DAERAH MILITER VII/WIRABUANARUMKIT TK. II 07.05.01 PELAMONIA

KEBIJAKAN TENTANG PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI DAN KETENTUAN PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI

RUMKIT TK. II 07.05.01 PELAMONIA

Kebijakan Umum

1. Rumah sakit memberikan pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan

berbagai variasi kebutuhan pelayanan kesehatan.

2. Pasien yang dimasukan ke dalam risiko tinggi karena umur, kondisi atau

kebutuhan yang bersifat kritis.

3. Pasien yang termasuk dalam kelompok risiko tinggi, yaitu :

a. Pasien usia anak – anak.

b. Pasien usia lanjut.

c. Pasien cacat.

d. Pasien dengan risiko disiksa.

e. Pasien yang melakukan transfusi darah.

f. Pasien hemodialisa.

g. Pasien dengan indikasi masuk ICU.

h. Pasien dengan penyakit menular.

i. Pasien emergensi.

j. Pasien dengan restrain.

k. Pasien dengan immunosupressed.

Lampiran I Keputusan Kepala Rumah Sakit TK. II 07.05.01 Pelamonia Nomor : KEP/ / /201Tanggal : Tentang : Kebijakan Tentang Pelayanan Pasien Risiko

Tinggi Dan Ketentuan Pelayanan Pasien Risiko Tinggi

Page 4: Kep Risiko Tinggi

4. Anak dan manula di masukan dalam kelompok risiko tinggi karena mereka

sering tidak dapat menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti proses

sering tidak dapat menyampaikan pendapatnya, tidak mengerti proses

pelayanan dan tidak dapat ikut memberikan keputusan tentang

pelayanannya. Demikian pula, pasien yang ketakutan, bingung, koma.

5. Rumah sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan, dan

membutuhkan peralatan yang kompleks yang diperlukan untuk

pengobatan penyakit yang mengancam jiwa, berisiko bahaya pengobatan,

potensi yang membahayakan pasien atau efek toksik dari obat berisiko

tinggi.

6. Rumah sakit juga melakukan identifikasi risiko sampingan sebagai akibat

dari suatu prosedur atau rencana pelayanan (Contoh : perlunya

pencegahan thrombus vena, ulkus decubitus, dan jatuh). Bila ada risiko

tersebut, maka dapat dicegah dengan melakukan pelatihan staf dan

peralatan di unit harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

7. Pelayanan di unit harus selalu berorientasi kepada mutu dan keselamatan

pasien.

8. Semua petugas unit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

9. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan

dalam K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).

10. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar

prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, etiket, dan menghormati

hak pasien.

11. Pelayanan unit dilaksanakan dalam 24 jam.

12. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.

13. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat

rutin bulanan minimal satu bulan sekali.

14. Setiap bulan wajib membuat laporan.

Page 5: Kep Risiko Tinggi

Kebijakan Khusus

1. Ruang intensif penerimaan rujukan pasien dari rumah sakit lain sesuai

dengan standar dan fasilitas yang dimiliki dan bila pasien memerlukan

perawatan intensif yang lebih tinggi tingkatannya dapat dirujuk ke rumah

sakit lain sesuai dengan kondisi pasien.

2. Setiap tindakan kedokteran (medis) yang akan dilakukan harus ada

informed consent.

3. Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, dokter jaga ICU

atau dokter spesialis anestesi dapat diberikan pada kesempatan pertama.

4. Apabila pasien berada dalam tahap terminal dan tindakan resusitasi

diketahui tidak akan menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidup

pasien, dokter dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan

resusitasi.

5. Dalam menghadapi tahap terminal, dokter ICU harus mengikuti pedoman

penentuan kematian batang otak dan pengehentian peralatan life-

supporting.

6. Tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga medis

tetapi dengan pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien

tindakan – tindakan tertentu dapat didelegasikan kepada tenaga

kesehatan non medis yang terlatih.

7. Kriteria dokter ICU adalah telah mengikuti pelatihan/pendidikan perawatan

ICU dan telah dapat mendapat sertifikat Intensive Care Medicine/KIC

(Konsultan Intensive Care) melalui program pelatihan dan pendidikan

yang diikuti oleh perhimpunan profesi yang terkait.

8. Mampu melakukan prosedur Critical Care biasa, antara lain :

a. Mempertahankan jalan nafas termasuk intubasi tracheal dan ventilasi

mekanis.

b. Fungsi arteri untuk mengambil sampel arteri.

c. Memasang kateter intravascular dan peralatan monitoring, termasuk :

1) Kateter arteri.

2) Kateter vena perifer.

Page 6: Kep Risiko Tinggi

3) Kateter vena central (CVP).

4) Kateter arteri pulmonalis.

d. Pemasangan kabel pacu jantung transvenous temporer.

e. Resusitasi kardiopulmoner.

f. Pipa thoracostomy.

9. Fungsi dan kewenangan kepala unit intensif sebagai koordinator

pengelolaan pasien.

Fungsi : Melalukan evaluasi menyeluruh, mengambil

kesimpulan,memberi intruksi terapi dan tindakan secara tertulis dengan

mempertimbangkan usulan anggota tim.

Kewenangan/ Peran : Mampu berperan sebagai pimpinan tim dan

memberikan pelayanan di ICU, menggabungkan dan titrasi layanan pada

pasien berpenyakit kompleks atau cedera termasuk gagal organ multi

sistem.

Intervist memberi pelayanan sendiri atau dapat berkolaborasi dengan

dokter pasien sebelumnya. Mampu mengelola pasien dalam kondisi yang

biasa terdapat pada pasien sakit kritis seperti :

a. Haemodinamik tidak stabil.

b. Gangguan atau gagal nafas, dengan atau tanpa memerlukan

tunjangan ventilasi mekanis.

c. Gangguan neurologis akut termasuk mengatasi hipertensi cranial.

d. Gangguan atau gagal ginjal akut.

e. Gangguan endokrin dan/metabolik akut yang mengancam nyawa.

f. Kelebihan dosis obat, reaksi obat atau keracunan obat.

g. Gangguan koagulasi.

h. Infeksi serius.

i. Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan nutrisi.

j. Tata cara dan indikasi masuk/keluar ICU dari dalam rumah sakit dan

luar rumah sakit.

1) Tata cara pasien masuk/keluar ICU.

Penanggung jawab pasien melakukan register/pendaftaran di

bagian rekam medis.

Page 7: Kep Risiko Tinggi

2) Indikasi pasien masuk ICU.

Pasien saat kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif,

seperti bantuan ventilasi, infus obat-obat vaso aktif kontinu dan

lain-lainnya.

3) Indikasi pasien keluar ICU.

a) Bila kebutuhan untuk terapi intensif tidak ada lagi atau bila

terapi intensif gagal atau tidak bermanfaat sehingga prognosis

jangka pendek jelek.

b) Setiap penggunaan peralatan medis diinformasikan kepada

penanggung jawab pasien.

c) Seluruh fasilitas pelayanan yang ada di ICU baik medis

maupun non medis menjadi tanggung jawab Ka.Ru termasuk

pemeliharaan dan perbaikan berkoordinasi dengan bagian

teknisi.

d) Untuk pencegahan infeksi nosokomial, setiap petugas

diwajibkan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak

dengan pasien.

e) Indikasi pemeriksaan laboratorium dan radiologi berdasarkan

permintaan dari DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pasien)

atau dokter konsulen lain berkoordinasi dengan dokter

penanggung jawab ICU.

f) Setiap permintaan laboratorium dan radiologi dituliskan pada

formulir yang sudah ditentukan lalu di input oleh petugas

administrasi untuk selanjutnya diinformasikan pada bagian

terkait.

g) Prosedur konsul antar spesialis/konsulen.

i. Pada dasarnya DPJP pasien yang dirawat di ICU adalah

dokter spesialis anestesi yang bertugas di ICU.

ii. Bila ada lebih dari satu DPJP, maka DPJP utama adalah

dokter spesialis yang bertugas di ICU.

iii. DPJP pasien yang dirujuk langsung ke ICU oleh dokter jaga

IGD, adalah dokter spesialis anestesi yang bertugas di ICU.

Page 8: Kep Risiko Tinggi

iv. Bila dokter spesialis anestesi memerlukan rawat bersama

dengan dokter spesialis lain, maka sebagai DPJP utama

adalah dokter spesialis anestesi yang bertugas di ICU.

v. Pasien yang dirujuk oleh dokter spesialis untuk dirawat di

ICU harus jelas apakah akan rawat bersama atau dirujuk.

Bila rawat bersama, maka DPJP utamanya adalah dokter

spesialis anestesi yang bertugas di ICU.

vi. DPJP utama berwenang dalam melaksanakan praktik

kedokteran yang dibantu sepenuhnya oleh perawat dan staf

ICU yang bertugas. Kewenangan tersebut harus dengan

tetap memperhatikan dan mempertimbangkan saran dari

DPJP atau dokter spesialis lain yang terkait dengan

perawatan pasien.

vii. Bila ada keberatan DPJP lain atas pelayanan medis yang

diberikan oleh DPJP utama, maka masukan/keberatan

harus dikomunikasikan langsung ke DPJP utama atau

ditulis dalam Intensive Care Unit pasien.

viii. Bila tidak dicapai kesepakatan antara DPJP utama dengan

DPJP lain yang menangani pasien sejak awal perawatan,

maka dapat ditetapkan ulang siapa DPJP utama pasien

tersebut. Hal tersebut harus dicatat dalam Intensive Care

Unit.

ix. Bila terjadi masalah dalam penetapan DPJP utama, maka

hal tersebut harus dicatat dalam Intensive Care Unit.

x. Bila terjadi masalah dalam penetapan DPJP utama, maka

hal tersebut dilaporkan kepada Manajer Pelayanan

sesegera mungkin.

Page 9: Kep Risiko Tinggi

xi. Untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, setiap

hal yang terkait dengan mutu pelayanan dan kepentingan

pasien akan di ajukan audit medis oleh Sub Komite Audit

pasien.

Ditetapkan : di Makassar Pada Tanggal : 06 Maret 2015

Kepala Rumah Sakit Pelamonia

dr. Artha Bayu DuarsaKolonel Ckm NRP. 33988