Kendala Pengembangan Industri Pengolahan Susu Di Indonesia

3
Kendala Pengembangan Industri Pengolahan Susu di Indonesia Jumlah penduduk Indonesia yang besar merupakan pasar yang potensial bagi pemasaran produk-produk olahan susu. Seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat dan kesadaran akan pentingnya mengkonsumsi susu bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia, maka permintaan susu dan produk-produk olahan susu akan mengalami peningkatan pula. Oleh karena itu, industri pengolahan susu memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan di Indonesia. Terlebih, saat ini Indonesia masih mengimpor berbagai produk olahan susu dalam volume yang relatif besar. Akan tetapi, pengembangan Industri Pengolahan Susu di Indonesia memiliki berbagai kendala, diantaranya produksi susu segar dalam negeri masih belum mencukupi untuk menutupi kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu dalam negeri. ”Saat ini produksi dalam negeri baru bisa memasok tidak lebih dari 30% dari permintaan nasional, sisanya 70% berasal dari impor. Dari kebutuhan sekitar 1,3 miliar liter, produksi susu nasional hanya sekitar 350 juta liter. Dengan demikian, Indonesia mengalami defisit produksi sekitar satu miliar liter susu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.” (http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/lokakarya/pbadan07- 22.pdf ) diunduh pada tanggal 18 April 2013. Susu segar yang diimpor tersebut digunakan sejumlah industri pengolahan susu di dalam negeri untuk diolah menjadi berbagai produk olahan susu, yaitu susu bubuk, susu kental manis, yoghurt, mentega, keju, permen, dan lain-lain. Rendahnya tingkat produksi susu di Indonesia disebabkan karena populasi dan tingkat produktivitas sapi perah yang rendah. “Populasi sapi perah di Indonesia pada tahun 2005 hanya sekitar 361 ribu ekor, dengan produktivitas hanya sekitar 8-12 liter/ekor/hari.” (http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/lokakarya/pbadan07 -22.pdf ) diunduh pada tanggal 18 April 2013. Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi susu nasional dilakukan bukan hanya melalui peningkatan populasi sapi perah, tetapi juga dengan penggunaan bibit sapi unggul dengan produktivitas tinggi. Selain itu, pemerintah perlu memberikan insentif kepada industri peternakan sapi perah karena menurut hasil analisis, kebijakan makro tidak memberikan insentif kepada perusahaan, koperasi dan peternak sapi perah swasta untuk berkembang. Salah satu kebijakan yang dapat diambil misalnya dengan memberi subsidi bunga kredit kepada peternak. Adanya insentif bagi peningkatan produksi susu nasional sangat penting guna mengurangi ketergantungan impor dan menarik investasi dalam industri peternakan sapi perah di dalam

description

makalah kuliah

Transcript of Kendala Pengembangan Industri Pengolahan Susu Di Indonesia

Page 1: Kendala Pengembangan Industri Pengolahan Susu Di Indonesia

Kendala Pengembangan Industri Pengolahan Susu di Indonesia

Jumlah penduduk Indonesia yang besar merupakan pasar yang potensial bagi pemasaran produk-produk olahan susu. Seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat dan kesadaran akan pentingnya mengkonsumsi susu bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia, maka permintaan susu dan produk-produk olahan susu akan mengalami peningkatan pula. Oleh karena itu, industri pengolahan susu memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan di Indonesia. Terlebih, saat ini Indonesia masih mengimpor berbagai produk olahan susu dalam volume yang relatif besar.

Akan tetapi, pengembangan Industri Pengolahan Susu di Indonesia memiliki berbagai kendala, diantaranya produksi susu segar dalam negeri masih belum mencukupi untuk menutupi kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu dalam negeri. ”Saat ini produksi dalam negeri baru bisa memasok tidak lebih dari 30% dari permintaan nasional, sisanya 70% berasal dari impor. Dari kebutuhan sekitar 1,3 miliar liter, produksi susu nasional hanya sekitar 350 juta liter. Dengan demikian, Indonesia mengalami defisit produksi sekitar satu miliar liter susu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.” (http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/lokakarya/pbadan07-22.pdf) diunduh pada tanggal 18 April 2013. Susu segar yang diimpor tersebut digunakan sejumlah industri pengolahan susu di dalam negeri untuk diolah menjadi berbagai produk olahan susu, yaitu susu bubuk, susu kental manis, yoghurt, mentega, keju, permen, dan lain-lain.

Rendahnya tingkat produksi susu di Indonesia disebabkan karena populasi dan tingkat produktivitas sapi perah yang rendah. “Populasi sapi perah di Indonesia pada tahun 2005 hanya sekitar 361 ribu ekor, dengan produktivitas hanya sekitar 8-12 liter/ekor/hari.” (http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/lokakarya/pbadan07-22.pdf) diunduh pada tanggal 18 April 2013. Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi susu nasional dilakukan bukan hanya melalui peningkatan populasi sapi perah, tetapi juga dengan penggunaan bibit sapi unggul dengan produktivitas tinggi.

Selain itu, pemerintah perlu memberikan insentif kepada industri peternakan sapi perah karena menurut hasil analisis, kebijakan makro tidak memberikan insentif kepada perusahaan, koperasi dan peternak sapi perah swasta untuk berkembang. Salah satu kebijakan yang dapat diambil misalnya dengan memberi subsidi bunga kredit kepada peternak. Adanya insentif bagi peningkatan produksi susu nasional sangat penting guna mengurangi ketergantungan impor dan menarik investasi dalam industri peternakan sapi perah di dalam negeri. Faktor lain yang menyebabkan tidak berkembangnya invenstasi peternakan sapi perah di dalam negeri adalah akibat tingginya pungutan distribusi dan tidak dikembangkan-nya peternakan sapi perah di luar Jawa. Statistik menunjukkan bahwa sampai saat ini pengembangan ternak sapi perah praktis terpusat di pulau Jawa. “Pada tahun 2005 sekitar 97,5 persen populasi sapi perah di Indonesia berada di Pulau Jawa.” (http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/lokakarya/pbadan07-22.pdf) diunduh pada tanggal 18 April 2013. Oleh karena itu, ke depan pengembangan peternakan sapi perah juga harus dilakukan di luar Jawa mengingat banyaknya wilayah di luar Jawa yang berpotensi bagi pengembangan peternakan sapi perah.

Masalah lain yang dihadapi industri pengolahan susu di Indonesia adalah rendahnya kualitas susu segar yang dihasilkan oleh peternak. Hal tersebut dapat dilihat dari tingginya kandungan mikroba dari susu segar dihasilkan peternak, yang menjadi salah satu standar kualitas susu segar. “Sebagai contoh, hasil pengujian susu segar di sentra-sentra produksi susu di Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa pada umumnya susu segar yang dihasilkan peternak di sentra-sentra produksi tersebut mengandung 1-3 juta bakteri pada setiap cc susu segar, padahal setiap 1cc susu segar impor

Page 2: Kendala Pengembangan Industri Pengolahan Susu Di Indonesia

umumnya hanya mengandung bakteri di bawah 1 juta.” (http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/lokakarya/pbadan07-22.pdf) diunduh pada tanggal 18 April 2013.Tingginya kandungan bakteri dalam susu segar yang dihasilkan disebabkan oleh praktik-praktik yang kurang baik (kurang higienis), yang menyangkut kebersihan kandang, kebersihan tempat memerah (ember), cara memerah, penanganan susu, dan lain-lain. Oleh karena itu, penyuluhan tentang pentingnya kebersihan harus terus menerus diberikan kepada peternak, dimana setiap peralatan yang digunakan peternak harus diusahakan sesteril mungkin.

Tingginya kandungan bakteri dalam susu mengakibatkan ketahanan susu semakin rendah, sehingga pengolahan susu segar itu harus diupayakan secepat mungkin. Akibat singkatnya masa ketahanan susu, tidak jarang susu segar ditolah oleh industri pengolahan susu karena sudah rusak. Akibat lainnya adalah harga susu segar yang dihasilkan peternak lebih rendah dibandingkan susu impor.

Untuk mengatasi risiko rusaknya susu segar akibat lamanya waktu tempuh dari peternak ke industri pengolahan susu yang terletak jauh dari sentra produksi dan juga risiko penolakan dari industri pengolahan susu (yang berskala besar), perlu dikembangkan industri pengolahan susu di sentra sentra produksi susu, baik itu berskala rumah rangga, kecil, sedang, ataupun besar sesuai dengan potensi produksi susu segar yang ada di wilayah tersebut.