Kenapa Kita Rela Tertinggal? file4 Kenapa Kita Rela Tertinggal? kehidupan. Dan keimanan di sini...
Transcript of Kenapa Kita Rela Tertinggal? file4 Kenapa Kita Rela Tertinggal? kehidupan. Dan keimanan di sini...
Kenapa Kita Rela Tertinggal?Ketika Keimanan Butuh Pembuktian dan Usaha Kebangkitan
Menjadi Kewajiban, Apa yang Seharusnya Dilakukan?
Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak eko nomi sebagai mana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling ba nyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pen-cipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Peng-gunaan Secara Komer sial dipidana dengan pidana penjara pa ling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling ba-nyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pen-cipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Peng-gunaan Secara Komer sial di pidana dengan pidana penjara pa ling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda pa ling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, di-pidana de ngan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Irja Nasrullah
Penerbit PT Elex Media Komputindo
Kenapa Kita Rela Tertinggal?Ketika Keimanan Butuh Pembuktian dan Usaha Kebangkitan
Menjadi Kewajiban, Apa yang Seharusnya Dilakukan?
Kenapa Kita Rela Tertinggal?Ketika Keimanan Butuh Pembuktian dan Usaha Kebangkitan
Menjadi Kewajiban, Apa yang Seharusnya Dilakukan?
Irja Nasrullah
© 2018, PT Elex Media Komputindo, Jakarta
Hak cipta dilindungi undang-undang
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Elex Media Komputindo
Kompas - Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta
718100929
ISBN: 978-602-04-6243-1
Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta
Isi di luar tanggung jawab percetakan
Mukadimah: Kenapa Kita Rela Tertinggal? xi
Bab I: Realitas Umat Islam 1
Keimanan Butuh Pembuktian 3
Spirit Generasi Awal Islam 17
Ilmu Pengetahuan dan Masa Keemasan 27
Kenapa Kita Sekarang Tertinggal? 39
Bab II: Pentingnya Produktivitas 55
Menjadi Produktif 57
Produktivitas Individu 67
Produktivitas Sosial 83
Produktivitas Lingkungan 91
Produktif Berkarya 99
Daftar Isi
REALITAS UMAT ISLAM
BAB I
Keimanan Butuh Pembuktian
1 Orang-orang kafir karena amal-amal mereka tidak didasarkan atas iman, tidaklah mendapat bala-san dari Allah di akhirat, walaupun di dunia mereka mengira akan mendapatkan balasan atas amal mereka itu.
Di dalam Al-Qur’an dan hadis, Allah Swt., sering
menggabungkan kata “iman” dan “amal”. Kata
“iman” diikuti kata “amal”. Iman tanpa amal tidak
akan berguna dan amal tanpa iman merupakan kesia-siaan
belaka. Keimanan butuh pembuktian dalam realitas kese-
harian. Keimanan yang tidak didasari bukti, tidak bisa di-
katakan keimanan sejati. Demikian juga, amal kebaikan
yang dilakukan tanpa dasar keimanan, tidak akan berguna
di sisi Allah Swt. Al-Qur’an menerangkannya melalui ayat
berikut,
Dan orang-orang kair, perbuatan mereka seperti fatamor-
gana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-
orang yang dahaga, tetapi apabila didatangi tidak ada apa
pun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah baginya. Lalu Allah
memberikan kepadanya perhitungan (amal-amal) dengan
sempurna dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.1 (QS.
An-Nur [24]: 39)
Keimanan jangan sampai berhenti diucapan atau pengaku-
an saja, tetapi juga harus direalisasikan dalam segala lini
Kenapa Kita Rela Tertinggal?4
kehidupan. Dan keimanan di sini bukan keimanan yang
sempit sebagaimana dipahami sebagian orang, tetapi ke-
imanan dinamis yang melintasi ruang dan waktu. Contohnya,
jika kita beriman kepada wujud Allah Swt., tentu kita juga
harus beriman dengan sifat-sifat-Nya, kekuasaan-Nya, ke-
agungan-Nya, pengawasan-Nya, dan seterusnya. Dengan hal
itu, kita akan selalu beraktivitas sebagaimana yang diri dhai
Allah, kapan pun dan di mana pun. Takut meninggalkan
perintah-Nya, karena sadar bahwa Dia selalu mengawasi.
Takut melanggar larangan-Nya, karena ada malaikat yang
menjadi saksi.
Saat kita yakin kepada Allah bahwa Dia menyukai orang-
orang yang jujur, kita pun mengamalkannya dengan cara
bersikap jujur. Ketika kita beriman bahwa Allah mencin-
tai orang-orang yang ihsan (maksimal/profesional) dalam
ber ibadah, maka kita akan mengamalkannya dengan cara
ber ibadah secara ihsan. Demikian juga ketika kita beriman
bahwa Allah memerintahkan manusia menjadi khalifah
(pemimpin) di muka bumi, maka kita akan mengamalkan-
nya dengan cara menjadi manusia yang selalu berguna bagi
lingkungan sekitar, sesama dan semesta.
Kita akan ikut serta mempertahankan muka bumi dari
kerusa kan, mengatur kondisinya, meningkatkan kemajuan-
nya, dan membangun peradaban gemilang di sana. Demikian,
seterusnya.
Milikilah keimanan yang dinamis, yang berbuah kemaslahat-
an bagi diri sendiri dan sesama. Hindari keimanan yang statis,
yang berhenti di ucapan dan pengakuan, tanpa adanya
pembuktian dalam amal perbuatan.
Bab I: Realitas Umat Islam 5
Keimanan statis sangatlah fatal. Tidak membuahkan ke-
maslahatan bagi diri sendiri, tidak juga bagi lingkungan dan
sesama. Amanat Allah kepada manusia untuk menjadi khali-
fah di muka bumi pun tidak akan terealisasikan.
Jika kita benar-benar beriman dengan hari akhir dan hari
penghisaban, sudah selayaknya kita mempersiapkannya
dengan penuh kesungguhan. Menggunakan seluruh kesem-
patan kita untuk produktivitas beribadah, bekerja, dan
berkarya. Mengeksplorasi seluruh potensi kita untuk ber-
kontribusi pada sesama. Aktif dan kreatif memanfaatkan
peluang yang berujung pada kemaslahatan lingkungan dan
semesta. Semua itu dilakukan demi mengharap keridhaan
Allah, menabung amal kebaikan yang kelak bermanfaat se-
telah kematian.
Jika kita benar-benar beriman kepada Rasulullah saw., dan
risalah yang dibawanya, sudah selayaknya kita merealisasi-
kan keimanan tadi dalam amal nyata. Meneladani Rasulullah
saw., dalam seluruh aspek kehidupan. Meneladani sifat-sifat
mulianya. Meneladani kekhusyukan ibadahnya, kerja keras-
nya, kegigihan usahanya, optimistisnya, kelem butan hatinya,
kasih sayangnya pada sesama, kesetiaan pada istrinya, dan
lain-lain.
Rasulullah saw., adalah sosok agung yang memiliki ke-
tinggian intelektual dan spiritual yang semuanya harus kita
teladani dalam menjalani kehidupan ini.
Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rah-
mat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak
mengingat Allah. (QS. Al-Ahzab [33]: 21)
Kenapa Kita Rela Tertinggal?6
Jadilah Manusia yang “Berpikir”
Hanya orang-orang berpikirlah yang mampu memahami
makna keimanan dengan baik, lalu mengamalkannya
dalam kehidupan mereka.
Dengan akal yang dimilikinya, seharusnya setiap orang
mampu merenungkan eksistensi Pencipta, realitas dirinya,
alam semesta, tujuan keberadaannya di dunia, dan apa yang
harus dilakukan untuk meraih tujuan tersebut. Sayangnya
kebanyakan manusia terlena dan mengikuti hawa nafsu be-
laka. Mereka tidak mau berpikir, tidak mau tadabur dan
tidak mau memahami, sedangkan mereka dianugerahi akal
oleh Allah Swt. Al-Qur’an mengibaratkan mereka sebagai
makhluk yang lebih sesat daripada binatang.
Sudahkah engkau (Muhammad) melihat orang yang men-
jadikan keinginannya sebagai tuhannya. Apakah engkau
akan menjadi pelindungnya? Atau apakah engkau mengira
bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami?
Mereka itu hanyalah seperti hewan ternak, bahkan lebih
sesat jalannya. (QS. Al-Furqan [25]: 43–44)
Junjungan agung Nabi Muhammad saw., mengajarkan ke-
pada kita untuk berpikir dan bertadabur. Saat tahun-tahun
awal kehidupan, beliau memiliki “relasi” khusus dengan
alam semesta dan itu terus berlanjut sepanjang kenabiannya.
Alam semesta dipenuhi ayat-ayat (tanda-tanda) yang meng-
ingatkan kepada eksistensi-Nya. Apalagi beliau hidup di
padang pasir; ia menawarkan cakrawala tanpa batas untuk
diamati. Membuka mata manusia untuk berpikir, merenung,
dan meresapi makna.
Bab I: Realitas Umat Islam 7
Padang pasir tandus tanpa kehidupan, menjadi medan pere-
nungan bagi orang-orang yang terbuka mata hatinya. Saat
ada hujan yang turun di sana, lalu muncullah kehidupan di
atasnya, merupakan gambaran adanya kehidupan setelah
mati.
Dan sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya, engkau
melihat bumi itu kering dan tandus, tetapi apabila Kami
turunkan hujan di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur.
Sesungguhnya (Allah) yang menghidupkannya pasti dapat
menghidupkan yang mati; sesungguhnya Dia Mahakuasa
atas segala sesuatu. (QS. Fusshilat [41]: 39)
Sejak dini, kehidupan Nabi saw., diwarnai keterkaitannya
dengan alam semesta. Inilah cara membentuk iman yang
mendalam, yang hadir melalui pengamatan, pemahaman,
pemikiran, dan perenungan. Bertahun-tahun kemudian, saat
beliau sudah tinggal di Madinah, sebuah wahyu tentang
pentingnya memikirkan ciptaan Allah di alam semesta tu-
run. Itulah bukti kebesaran-Nya bagi orang-orang yang mau
memikirkannya.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan per-
gantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi orang yang berakal. (QS. Ali Imrân [3]: 190)
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw., menangis sepanjang
malam setelah menerima ayat tersebut. Ketika fajar tiba,
setelah mengumandangkan azan, sahabat Bilal menanyakan
sebab tangisan beliau. Rasulullah saw., pun menjelaskan-
nya dan mengatakan, “Celakalah bagi orang yang membaca
ayat-ayat ini, lalu ia tidak memikirkan (kandungan)nya.”
Kenapa Kita Rela Tertinggal?8
Syekh Abu Sulaiman al-Darani rahimahullâh berkata, “Se-
sungguhnya aku keluar dari rumahku, kemudian se tiap
se suatu yang kulihat, merupakan nikmat Allah dan ada
pela jaran bagi diriku.” Demikian, diriwayatkan Ibnu Abid
Dunya dalam kitab Al-Tawakkul wa al-i’tibar. Sedangkan
Hasan Al-Bashri rahimahullâh mengatakan bahwa berpikir
sejenak lebih baik daripada bangun shalat malam. Adapun
Sufyan ibn ‘Uyainah rahimahullâh berkata bahwa berpikir
tentang kekuasaan Allah merupakan cahaya yang masuk ke
dalam hati.
Kemajuan dan peradaban gemilang di muka bumi ini tidak
lepas dari kontribusi para ilmuwan, cendekiawan, inovator,
pekarya (creator), dan semua orang-orang yang mau men-
dayagunakan pikiran mereka. Tanpa kemauan berpikir,
manusia tidak akan pernah mampu mencapai kemajuan.
Sebaliknya, mereka akan dikekang kejumudan dan keter-
belakangan.
Membangkitkan Akal Pikiran
Allah Swt., mendorong kita untuk mengeksplorasi potensi
tak terbatas dalam diri kita masing-masing. Dia juga men-
dorong kita agar membangkitkan kekuatan akal pikiran yang
dianugerahkan hanya untuk manusia. Tak terbayangkan, be-
gitu dahsyat kekuatan akal pikiran tadi, yang de ngannya kita
menjadi makhluk paling istimewa di atas segala makhluk.
Manusia lebih unggul daripada gunung yang menjulang
tinggi, lebih unggul daripada samudra yang tak terkira
luasnya, dan lebih unggul daripada hutan belantara yang
Bab I: Realitas Umat Islam 9
dipenuhi pepohonan tinggi di dalamnya. Manusia lebih isti-
mewa daripada matahari, planet, bulan, dan benda-benda
luar angkasa lainnya.
Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam,
dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami
beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan
kelebihan yang sempurna. (QS. Al-Isra’ [17]: 70)
Semua keunggulan tadi harus kita syukuri dengan cara men-
jaga akal pikiran sebaik-baiknya, membangkitkannya, dan
menggunakannya untuk kemajuan. Allah menganugerahkan
akal kepada manusia, setidaknya dengan beberapa tujuan
berikut.
1. Al-Istidlâl (pembuktian, deduksi)
Dengan akal pikiran, manusia bisa menyimpulkan adanya
Pencipta. Sebagaimana disebutkan dalam ayat yang tadi
telah kita singgung.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan per-
gantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesar-
an Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau da-
lam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan
kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia;
Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.”
(QS. Ali Imrân [3]: 190–191)
I rja Nasrullah adalah nama singkat dari M. Irja Nasrulloh Majid. Lahir di Abepura, 24 Februari 1989. Penulis yang berasal dari Desa Mayungsari, Kecamatan Bener-
Purworejo ini, pernah menjadi santri di PPTQ Al-Asy’ariyyah Kalibeber, Wonosobo. Menamatkan S1-nya dari Universitas Al-Azhar, Kairo, pada jurusan Tafsir dan Ulumul Qur’an.
Karya penulis di antaranya: novel The Love Empire (Juara I lomba menulis jaizah dubes 2009–2010 WSC-Cairo) dan cerpen Kasih Tak Dianggap (Juara I lomba cerpen LPEPM KSW 2008). Karya lainnya: Risalah Cinta Dua Agama (FAM Publishing, 2013), Antologi-Mesir, Pesona dan Tragedi (Halaman Moeka, 2014), Antologi-Puisi FAM Tulungagung (FAM Publishing, 2014), Mukjizat Setangkup Kasih (Quanta, 2014), Mengungkap Rahasia Online dengan Allah (Quanta, 2014), Ensiklopedi Penulis Indonesia jilid II (FAM Publishing, 2014), Wasiat Rasul untuk Para Pecinta (Quanta, 2015), Jangan Pernah Putus Asa dari Rahmat Allah (Mizania, 2015), Aku Tak Sempurna (Mizania, 2015), antologi Quantum Ramadhan (Genius Media, 2015), Menyi-bak Rahasia Kesuksesan ala Surah Yusuf (Quanta, 2015), Allah, You Are My Everything (Mizania, 2016), Tuhan, Maaf, Kami Belum Bersyukur (Mizania, 2016), Al-Qur’an, antara Tuduhan dan Realitas (Quanta, 2016), Lima Cahaya
Tentang Penulis
Kenapa Kita Rela Tertinggal?168
Nasihat Abu Bakar (Tinta Medina, 2016), Karena Tuhan
Tahu Kau Mampu (Quanta, 2016), dan Ketika Minoritas
Jadi Pilihan (Tinta Medina, 2017), Aku Pergi dan Kembali
kepada-Nya (Quanta, 2018)
Penulis membuka silaturahmi seluas-luasnya di e-mail:
[email protected], Facebook: Irja Nasrullah, IG: @irja-
nasrullah, Twitter: @irjanasrulloh