KEMITRAAN ANTARA PEMERINTAH SWASTA DALAM PEMBANGUNAN...
-
Upload
hoangxuyen -
Category
Documents
-
view
227 -
download
1
Transcript of KEMITRAAN ANTARA PEMERINTAH SWASTA DALAM PEMBANGUNAN...
1 | N A S K A H P U B L I K A S I
KEMITRAAN ANTARA PEMERINTAH – SWASTA
DALAM PEMBANGUNAN DAERAH
BERBASIS DAYA SAING
(STUDI DI KOTA BATAM)
Astri Maya Rosita Manalu
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji
130563201002
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Kemitraan atau kerjasama pemerintah – swasta menjadi hal yang sangat diperlukan sejak era
Otonomi Daerah mulai diberlakukan disetiap daerah baik kota maupun kabupaten di
Indonesia. Kemitraan pemerintah dan swasta dimaksudkan untuk mengurangi beban
pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan daerah . Hal ini kemudian juga diadopsi
oleh salah satu Kota di Provinsi Kepulauan Riau yaitu Kota Batam. Sebagai bentuk apresiasi
lahirnya Otonomi Daerah, Kota Batam kemudian membuat suatu program yang digunakan
sebagai alat dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 (MEA 2015) dan
Globalisasi Ekonomi yang mendunia. Program atau kebijakan tersebut dituang dalam
Peraturan Daerah Kota Batam No.4 Tahun 2015 tentang Pembangunan Daerah Berbasis Daya
Saing.
Pengambilan data dan informasi tentang adanya kemitraan antara pemerintah dan swasta
dalam pembangunan daerah berbasis daya saing di Kota Batam menggunakan jenis penelitian
kualitatif dengan pendekatan deskriptif yang diperoleh dengan cara menganalisis hasil
wawancara langsung dengan informan yang berjumlah 10 orang dengan 5 orang dari pihak
pemerintah dan 5 lainnya dari pihak swasta. Dari hasil wawancara tersebut kemudian di
analisis untuk mengetahui hal-hal apa saja yang termuat dalam kemiitraan antara pemerintah
dan swasta dalam pembangunan daerah berbasis daya saing di Kota Batam.
Kemitraan pemerintah – swasta di Kota Batam tentang pembangunan daerah berbasis daya
saing diidentifikasikan adanya struktur pemerintahan dan fungsi atau peran jejaring antar
aktor-aktor dalam mewujudkan pembangunan yang dimaksud tersebut. Pemerintah
menjalakan tugas sebagai pembuat dan pelaksana dari kebijakan tersebut sedangkan pihak
dibuat sebagai tempat atau wadah dalam pelaksanaannya. Instansi-instansi yang terkait dalam
kemitraan ini hanya menjalankan tugas pokok dan fungsi bawaan dari instansi masing-
masing dan tidak memiliki tuga pokok dan fungsi yang lain dalam hal pembangunan daerah
berbasis daya saing tersebut. Hal ini membuat hasil dan tujuan yang ingin dicapai tidak
konkret dan terkesan tidak membawa pengaruh yang berarti di Kota Batam.
Kata Kunci : Kemitraan Pemerintah Swasta, Pembangunan Sumber Daya Manusia
2 | N A S K A H P U B L I K A S I
ABSTRACT
Public-private partnership or cooperation becomes indispensable since the era of
Regional Autonomy is enacted in every region both city and district in Indonesia. Public and
private partnerships are intended to reduce the burden of local governments in local
development. It is then also adopted by one of the cities in Riau Islands Province namely
Batam City. As a form of appreciation of the birth of Regional Autonomy, Batam City then
created a program that is used as a tool in dealing with the ASEAN Economic Community
2015 (MEA 2015) and Economy Globalization of the world. The program or policy is poured
in Batam City Local Regulation No.4 of 2015 on the Development of Competitiveness-Based
Region.
To collect data and information about partnership between government and private
sector in regional development based on competitiveness in Batam City using qualitative
research type with descriptive approach obtained by analyzing result of direct interview with
informant which amount 10 people with 5 person from government side and 5 other From the
private sector. From the results of these interviews then in the analysis to determine what
matters contained in partnership between the government and the private sector in the
development of competitiveness-based areas in the city of Batam.
Public-private partnerships in Batam City about regional development based on
competitiveness identified the existence of government structure and function or role of
network among actors in realizing the development in question. The government runs the
duties as the maker and implementer of the policy while the party is made as a place or
container in the implementation. The agencies concerned in this partnership only carry out
the essential tasks and functions of their respective agencies and do not have any other
principal targets and functions in the area of competitiveness-based regional development.
This makes the results and goals to be achieved is not concrete and impressed not to bring a
meaningful influence in the city of Batam.
Key Word : Public Private Partnership, Human Resource Development
3 | N A S K A H P U B L I K A S I
PENDAHULUAN
Pembangunan masih menjadi isu dan tantangan hangat di Negeri ini. Pembangunan yang
selalu diidentikkan dengan transformasi sektor-sektor kehidupan seperti ekonomi, sosial,
budaya, politik, pertahanan dan keamanan terjadi melalui kebijakan dan strategi untuk
pencapaian sesuatu yang dikehendaki. Mahfud MD (Junaidi, 2015), menuturkan tentang
tujuan negara indonesia yaitu : “ memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”. Poin penegasannya adalah Kesejahteraan
Umum yang menjadi tujuan negara Indonesia, dapat di capai salah satunya dengan
melakukan pembangunan nasional yang merata di seluruh Indonesia. Sejalan dengan hal
tersebut pemerintah telah dan akan mengupayakan terealisasinya tujuan negara tersebut
dengan berbagai cara dan strategi-strategi yang dapat mendukung lancarnya hal tersebut.
Kemitraan juga sangat diperlukan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
mengingat indonesia memiliki banyak daerah dan pemerintah tidak mungkin turun ketiap-tiap
daerah sehingga gubernur sebagai delegasi dari pemerintah pusat hingga kepala daerah
tingkat paling bawah agar mampu mengambil alih peran pemerintah pusat atau membantu
pemerintah pusat dalam mengembangkan daerah tersebut. Tidak hanya kemitraan antar
pemerintah yaitu pusat dan daerah saja yang dimaksudkan disini, yaitu juga kerjasama antara
pemerintah dan swasta.
Kemitraan pemerintah dan swasta kongruen dengan paradigma New Public Management
dan New Public Governance. Perspektif paradigma NPM, kemitraan pemerintah-swasta
dianggap dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintah.
Sedangkan, dalam paradigma NPG keterlibatan aktor lain diluar pemerintah merupakan
bagian dari demokrasi dan upaya menciptakan good governance yang harus membangun
kolaborasi (collaboration), kemitraan (partnership), jaringan (networking) dengan aktor lain
diluar pemerintah.
Sebelum terbentuk menjadi Public Private Partnerships (PPPs) , pemerintah dan swasta
meleburkan diri membangun suatu kolaborasi (collaboration). Kolaborasi ini dikenal sebagai
kolaborasi pemerintahan (collaboration governance). Kolaborasi ini dimaksudkan untuk
membantu pemerintah dalam menyelesikan masalah-masalah publik (public affairs) dan
menyediakan barang serta jasa publik (public goods). Pemerintah tidak lagi menjadi aktor
utama di kolaborasi ini, namun bekerjasama dengan multi aktor diluar pemerintahan dalam
hal ini adalah swasta.
4 | N A S K A H P U B L I K A S I
Terlibatnya swasta dalam proses kepemerintahan tentu saja memberikan manfaat kepada
pemerintah dan masyarkat secara luas. Ada beberapa manfaat yang akan diperoleh dari
PPPs seperti yang diungkapkan oleh Li & Akintoye (Akintoye, Matthia, and Hardcastle
2003), yaitu :
1. Meningkatkan kapasitas pemerintah dalam menyediakan infrastruktur publik
2. Mengurangi biaya implementasi proyek
3. Mengefisienkan waktu implementasi proyek
4. Membagi beberapa resiko proyek kepada mitra proyek
5. Meningkatkan intensitas kompetisi
6. Meningkatkan akses terhadap skill, keahlian dan teknologi
Menurut UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Otonomi Daerah yang
dimaksud adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali pertahanan dan keamanan, moneter dan
fiskal, peradilan dan agama.
Salah satu daerah yang sedang menikmati dan menerapkan Otonomi Daerah sebagai alat
untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan daerahnya adalah Kota Batam. Upaya
yang tengah gencarnya di lakukan oleh Pemerintah Kota Batam sebagai perwujudan dari
pelaksanaan dan pengimplementasian dari Otonomi Daerah adalah lahirnya Peraturan
Daerah Kota Batam No. 4 Tahun 2015 tentang Pembangunan Daerah Berbasis Daya Saing
Melalui Inovasi dan Kompetensi. Daya saing yang dimaksudkan adalah kemampuan suatu
daerah dibanding daerah lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
menetapkan strategi yang tepat. Peraturan Daerah ini lebih banyak mengarah pada
pembentukan masyarakat Kota Batam dalam kelompok usia produktif.
Bab II Pasal 2 dijelaskan bahwa pembangunan daerah berbasis daya saing dilaksanakan
berdasarkan asas :
1. Kepentingan daerah dan nasional
2. Demokrasi ekonomi
3. Kepastian berusaha
4. Persaingan usaha yang sehat, dan
5. Keterkaitan dunia usaha, dunia pendidikan dan masyatakat.
Masyarakat saat ini tidak hanya diposisikan sebagai masyarakat konsumen tetapi sebagai
warga negara yang berdaulat. Sejalan dengan kondisi saat ini, konsep collaborative
governance dan networking governance dapat dijadikan sebagai acuan untuk
mengimplementasikan Otonomi Daerah dan Perda No. 4 tahun 2015 di Kota Batam karena
pemerintah tidak lagi menjadi aktor yang paling menentukan, maka pemerintah harus
5 | N A S K A H P U B L I K A S I
bekerjasama dengan aktor-aktor diluar pemerintah dalam menyelesaikan masalah-masalah
publik.
LANDASAN TEORI
A. KEMITRAAN PEMERINTAH SWASTA
Greve and hodge (2013) menjelaskan bahwa PPP didefiniskan sebagai Kerjasama antara
pelaku swasta publik di mana mereka bersama-sama mengembangkan produk dan layanan
dan berbagi risiko, biaya, dan sumber daya yang terkait dengan produk dan layanan. Lalu,
kemitraan dalam infrastruktur dianggap sebagai kesepakatan antara pemerintah dan satu atau
lebih mitra swasta (yang termasuk dalam operator dan pemodal) yang memberikan layanan
sedemikian rupa sehingga tujuan penyampaian layanan disesuaikan dengan keuntungan
tujuan mitra swasta dan keefektifan penyelarasan tergantung pada transfer risiko yang cukup
kepada mitra swasta.
Dalam melakukan kerjasama ini, resiko dan manfaat potensial dalam menyediakan
pelayanan ataupun fasilitas dipilih/dibagi kepada pemerintah dan swasta dengan melibatkan
investasi yang besar. Untuk menciptakan sebuah kerjasama/hubungan yang sukses sangat
penting untuk memahami tujuan dan kepentingan dari masing-masing pelaku PPP. Beberapa
prinsip dalam melakukan PPP yaitu :
(a) Saling Percaya
(b) Data yang lengkap mengenai apa yang akan dikerjakan
(c) Jaminan keuntungan
(d) Resiko yang dibagi secara proporsional
(e) Dukungan stakeholder
B. BENTUK KEMITRAAN PEMERINTAH SWASTA
(PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP)
1. Service contract merupakan kerjasama pemerintah dengan pihak swasta untuk
melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam jangka waktu satu sampai dengan tiga
tahun. Pihak swasta memiliki posisi sebagai pemilik asset dan penanggung jawab
risiko keuangan secara penuh.
2. Management contract. Kerjasama ini tidak jauh berbeda dengan service
contract. Namun yang membedakannya adalah kerjasama ini dilakukan pada
6 | N A S K A H P U B L I K A S I
tingkatan operasional manajemen dan maintenance dengan jangka waktu tiga
sampai dengan delapan tahun. Posisi pihak swasta adalah sebagai pemilik asset,
investor, dan bertanggung jawab atas risiko finansial dalam batasan minimal.
3. Lease contract yaitu kerjasama pemerintah yang pihak swasta dalam jangka waktu
sepuluh sampai dengan lima belas tahun dimana tanggung jawab manajemen,
operasional dan pembaharuan kontrak lebih spesifik. Pemilik modal adalah sektor
publik (pemerintah) namun pihak swasta turut menanggung risiko keuangan
(risiko menengah).
4. Concession merupakan kerjasama yang melibatkan pemerintah/publik dan swasta
sebagai pemilik modal dalam jangka waktu 20 sampai dengan 30 tahun. Posisi
pihak swasta sebagai penanggung jawab operasional, pemodal, memelihara,dan
menanggung risiko secara penuh.
5. Build Operate Transfer (BOT) merupakan kejasama PPP yang investasi dan
komponen utamanya adalah peningkatan pelayanan publik dengan jangka waktu
10 sampai dengan 30 tahun. Posisi pihak swasta sebagai penanggung jawab
operasi, pemelihara, pemodal, dan penanggung jawab risiko serta pihak swasta
juga akan mendapatkan imbalan sesuai dengan parameter produksinya.
6. Joint Venture Agreement adalah PPP dimana investasi dan risikonya ditanggung
bersama antara pemerintah dan pihak swasta. Disini tidak ada batasan waktu
hanya berdasarkan kesepakatan saja. Kerjasama ini melibatkan berbagai pihak
mulai dari pemerintah, non pemerintah, swasta, dan sebagainya
atau stakeholder terkait. Masing-masing pihak saling berkontribusi.
7. Community Based Provision (CBP) merupakan kerjasama
perorangan/keluarga/perusahaan kecil merupakan kerjasama
perorangan/keluarga/perusahaan kecil yang merepresentasikan kepentingan
tertentu dengan menegosiasikannya kepada pemerintah dan NGO. Posisi NGO
sebagai mediator antara masyarakat (perorangan/keluarga/perusahaan) dengan
pemerintah.
C. Networking Governance atau Manajemen Jaringan Pemerintahan
Menurut Pratikno (2008), manajemen jaringan atau networking governance tidak hanya
sebagai metode untuk berelasi dengan aktor yang otonom, tetapi juga memberikan kekuatan
arahan pada kolektifitas aktor dalam jaringan melakukan kapasitas transformatifnya. Dengan
kata kunci adalah membuat para aktor melakukan kerjasama untuk mencapai hasil-hasil yang
7 | N A S K A H P U B L I K A S I
diharapkan. Manajemen jaringan muncul dari hadirnya sebuah bentuk dasar organisasi yang
tidak bisa dihindari yaitu sifat interdependence (tergantung satu sama lain). Di era
governance, organisasi memiliki keterbatasan sumber daya untuk melangsungkan tujuan-
tujuannya dan perlu bantuan dari organisasi lain. Oleh karena itu, sebuah mekanisme
manajemen pertukaran sumber daya antar jaringan organsasi sangat diperlukan dalam jangka
waktu tertentu. Pertukaran sumber daya tersebut akan menimbulkan sebuah bentuk
kontinuitas untuk menciptakan keadilan bagi anggota di organisasi –organisasi tersebut agar
jaringan organsasi tersebut tetap utuh.
Dalam manajemen jaringan, terdapat 4 relevansi yang terjadi dalam proses
pelaksanaannya yaitu :
1. Mengelola relasi antar aktor yang otonom.
2. Menjaga interdependensi dan kerjasama.
3. Mengelola sumberdaya bersama.
4. Memaksimalkan manfaat yang akan diperoleh melalui sebuah kerjasama jaringan.
Menurut Yang (2007), menyebutkan tentang empat dimensi tata kelola jaringan dalam
artikelnya, yaitu: dimensi siapa, apa, mode dan proses. Adapun penjelasan nya yaitu :
1. Dimensi "siapa", menyatakan subyek responsif dalam proses tata kelola jaringan.
Mereka bukan hanya pemerintah tapi juga organisasi nirlaba, warga negara dan bisnis.
Khususnya, tata kelola jaringan menekankan aspek unik dari tanggap nonprofit, warga
negara, dan bisnis,"mereka tidak boleh tertarik secara sempit namun lebih responsif
terhadap masalah pemerintahan .
2. Dimensi "apa", bentuk atau isi responsivitas yang berbeda. Misalnya, pemerintah
dalam proses tata kelola jaringan harus mengambil daya tanggap terhadap
kepentingan keseluruhan jaringan bukan untuk kepentingan aktor tertentu.
3. Dimensi "mode", pentingnya integrasi ke e-governance untuk memperbaiki
penyampaian layanan masyarakat kepada warga negara, transparansi, akuntabilitas
dan partisipasi warga negara.
4. Dimensi "proses", menekankan pentingnya kepercayaan dalam proses kolaborasi.
D. Collaborative Governance
Collaborative governance itu sendiri juga tidak muncul secara tiba-tiba karena hal
tersebut ada disebabkan oleh inisiatif dari berbagai pihak yang mendorong untuk
dilakukannya kerjasama dan koordinasi dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi
oleh publik. Keharusan pemerintah dalam menyelesaikan masalah publik merupakan bagian
8 | N A S K A H P U B L I K A S I
dari proses penyelenggaraan negara. Ansell and Gash juga telah menyebutkan bahwa
pentingnya kolaborasi pemerintahan yaitu :
1. Kegagalan implementasi kebijakan ditataran lapangan
2. Ketidakmampuan kelompok-kelompok, terutama karena pemisahan rezim-rezim
kekuasaan untuk menggunakan arena-arena institusi lainnya untuk menghambat
keputusan
3. Mobilisasi kelompok kepentingan
4. Tingginya biaya dan politisasi regulasi
Menurut Ansell dan Gash (2008), collaborative governance adalah serangkaian
pengaturan dimana satu atau lebih lembaga publik yang melibatkan secara langsung
stakeholders non state didalam proses pembuatan kebijakan yang bersifat formal, berorientasi
konsesus dan deliberatif yang bertujuan untuk membuat atau mengimplementasikan
kebijakan atau mengatur program publik atau aset.Kolaborasi secara umum bisa dibedakan ke
dalam dua pengertian yaitu kolaborasi dalam arti proses, dan kolaborasi dalam arti normatif.
E. Peraturan Daerah Kota Batam No. 4 Tahun 2015 tentang Pembangunan Daerah
Berbasis Daya Saing
Penyelenggaran otonomi daerah telah diterapkan di Kota Batam sebagai bentuk reaktif
pemerintah Kota Batam terhadap pemerintah pusat dalam pembangunan di Indonesia.
Sebagai bentuk nyata dari hal tersebut, pemerintah Kota Batam kemudian membuat Peraturan
Daerah Kota Batam No.4 Tahun 2015 tentang Pembangunan Daerah Berbasis Daya Saing
melalui Inovasi dan Kompetensi. Perda ini muncul selaras dalam menyongsong Masyarakat
Ekonomi ASEAN yang telah dimulai pada desember 2015 lalu dan globalisasi ekonomi yang
ditandai dengan perdagangan dan industri yang berlaku tanpa batas (borderless) dengan
meletakkan fokus dalam :
1. Pembangunan sumber daya manusia;
2. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi; dan
3. Pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi.
Adapun tujuan yang terdapat dalam Perda tersebut adalah :
1. Mewujudkan ekonomi daerah yang berdaya saing sebagai pilar dan penggerak
perekonomian nasional;
2. Mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat dan mencegah
pemusatan atau penguasaan ekonomi daerah oleh satu kelompok atau
perseorangan yang merugikan masyarakat;
9 | N A S K A H P U B L I K A S I
3. Mewujudkan kota batam sebagai pusat inovasi dan kompetensi di Provinsi
Kepulauan Riau; dan
4. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini, Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah jenis penelitian
kualitatif dengan pendekatan deskriptif karena permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti
merupakan masalah yang bersifat sosial dan dinamis. Penelitian kualitatif digunakan untuk
menentukan cara mencari, mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data hasil penelitian
tersebut. Adapun lokasi penelitian ini adalah di Kota Batam. Sumber data yang digunakan
adalah sumber data primer yaitu objek atau dokumen original /data yang dikumpulkan dari
peristiwa yang sebenarnya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan hasil wawancara
sebagai sumber data primer. Sedangkan untuk data sekunder peneliti menggunakan jurna-
jurnal ilmiah, buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, artikel-artikel dan publikasi
pemerintah. Dalam penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan pertimbangan utama dalam
pengumpulan data adalah pemilihan informan. Dalam penelitian kualitatif tidak digunakan
istilah populasi. Teknik sampling yang digunakan oleh peneliti adalah purposive sample.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
a) Penelitian Kepustakaan (Library Research)
b) Penelitian Lapangan (Field Research)
1. Wawancara mendalam (depth interview)
2. Observasi
3. Dokumentasi
Miles and Hubermen mengungkapkan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus pada setiap tahapan
penelitian sehingga sampai tuntas. Komponen dalam analisis data :
1. Reduksi data
2. Penyajian Data
3. Verifikasi atau penyimpulan Data
PEMBAHASAN PENELITIAN
Pembangunan daerah merupakan hal yang akan selalu terjadi disetiap daerah salah
satunya di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Kota Batam merupakan salah satu garda
depan Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara tetangga seperti Singapura dan
10 | N A S K A H P U B L I K A S I
Malaysia. Kondisi ini mengharuskan Kota Batam mampu bersaing dalam segala bidang
khususnya dari segi pembangunan sumber daya manusia. Undang-undang Republik
Indonesia No.12 Tahun 2012 Bagian Keduabelas Kerja sama Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat Pasal 48 ayat 4 tentang Pendidikan Tinggi menyebutkan bahwa
pemerintah memfasilitasi kerjasama dan kemitraan antar perguruan tinggi dan antara
perguruan tinggi dengan dunia usaha dan dunia industri dalam bidang penelitian. (Presiden
Republik Indonesia 2012)
Untuk itu, pemerintah Kota Batam mengupayakannya memformulasikan Peraturan
Daerah Kota Batam No.4 Tahun 2015 tentang pembangunan daerah berbasis daya saing
melalui inovasi dan kompetensi. Lahirnya perda ini juga diilhami dari sikap pemerintah
dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 (MEA) yang telah berlangsung.
MEA 2015 merupakan rancangan para pemimpin Asean yang sepakat membentuk sebuah
pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 yang sudah 10 tahun lebih
direncanakan. Ini dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan
India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan.
Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini
nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-
negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat. Perda Kota
Batam tersebut merupakan salah satu “amunisi” dari pemerintah Kota Batam supaya Kota
Batam tidak kalah dalam persaingan tersebut. Dalam Peraturan Daerah Kota Batam No.4
Tahun 2015 tentang Pembangunan daerah berbasis daya saing melalui inovasi dan
kompetensi tersebut berisikan 3 pokok hal penting yang akan dicapai, yaitu :
1. Pembangunan sumber daya manusia yang dimaksudkan untuk menghasilkan sumber
daya manusia yang kompeten guna meningkatkan peran sumber daya manusia daerah
dalam dunia usaha.
2. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi dibawah tanggungjawab pemerintah
daerah untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, nilai tambah dan kemandirian
usaha.
3. Pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi dengan memberdayakan
budaya usaha dan/atau kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat melalui penyediaan
ruang dan wilayah untuk masyarakat dalam beraktivitas dan berinovasi,
pengembangan sentra usaha,/industri kreatif, pelatihan teknologi dan desain, fasilitas
11 | N A S K A H P U B L I K A S I
perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan fasilitas promosi dan pemasaran produk
usaha/industri di dalam maupun luar negeri.
Instansi yang dimaksudkan disini adalah pemerintah daerah seperti Dinas Pendidikan dan
Dinas Tenaga Kerja. Pemerintah Kota Batam juga memiliki kolega yang sudah sejak 1973
terbentuk yaitu Badan Pengusahaan Batam (BP Batam). Hadirnya BP Batam (sebelumnya
Otorita Batam) menambah kesan betapa istimewanya garda depan Indonesia ini. Dinas
pendidikan Kota Batam dari awal kemitraan dalam perda tersebut berperan dalam
melaksanakan wewenang kebijakan pembangunan daerah berbasis daya saing melalui inovasi
dan kompetensi. kebijakan disini yang dimaksud adalah pemagangan kepada siswa-siswi
Sekolah Menengah Atas/Kejuruan untuk mencetak tenaga kerja yang berdaya guna dan
mampu bersaing nantinya.
Dinas Tenaga Kerja menyiapkan sistem informasi daya saing daerah yang diatur dengan
peraturan walikota seperti :
1. Informasi jumlah tenaga kerja
2. Informasi kompetensi teknis dan menejerial tenaga kerja; dan
3. Informasi kreativitas dan inovasi masyarakat.
Selain hubungan kerjasama antar pemerintah, peran swasta tidak akan pernah bisa
dihilangkan dalam pembangunan daerah berbasis daya saing ini. Munculnya pihak swasta
akan meminimalisir pekerjaan pemerintah atau bahkan mengambil alih pekerjaan pemerintah
sehingga pemerintah dapat menyelesaikan masalah-masalah publik lainnya. Hadirnya peran
swasta dalam kemitraan atau kerjasama dibidang pembangunan daerah berbasis daya saing
ini secara umum kebanyakan adalah perihal mengcover atau mengurusi kegiatan-kegiatan
pengembangan keilmuan dan kompetensi siswa dan mahasiswa yang melakukan praktek
kerja di lapangan atau pemagangan. Swasta kemudian mempunyai peran mutualisme dengan
pemerintah kota Batam (dinas pendidikan) termasuk dengan civil society (sumber daya
manusia) dalam hal ini adalah murid SMK yang melakukan praktek kerja lapangan atau
magang di perusahaan milik swasta. Kemitraan Pemerintah Swasta atau Public private
partnership merupakan sebuah kontrak perjanjian antara pemerintah dan swasta yang
keduanya dalam sebuah kerjasama untuk menggunakan keahlian dan kemampuannya dalam
upaya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.
Keterlibatan pihak swasta dalam penyediaan tenaga ahli serta biaya atau keuangan ini
sangat membantu pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan khususnya sumber
daya manusia. Hubungan pemerintah – swasta harus dilakukan secara timbal balik yang
sama-sama mendapatkan keuntungan diantara kedua belah pihak dan tentunya harus dicover
12 | N A S K A H P U B L I K A S I
dalam suatu kontrak sesuai dengan jangka waktu tertentu, manfaat kegiatan dan jenis
kegiatan atau proyek yang hendak dikerjakan. Untuk menghindari munculnya hal-hal yang
berbau negatif dalam pelaksanaan kemitraan, dibutuhkan suatu alat yang digunakan sebagai
payung hukum dalam melaksanakan tanggungjawabnya baik pemerintah maupun swasta
yang disebut dengan kontrak perjanjian yang jelas antara kedua belah pihak. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Siti Patimah (2010), Kemitraan antara pemerintah dengan
pihak swasta (KPS) atau dikenal juga dengan istilah Public Private Partnership (PPP)
dewasa ini sudah banyak dilakukan di Indonesia.
Pelaksanaan hubungan kemitraan dengan pihak swasta di Kota Batam, peran BP Batam
sangat signifikan dibandingkan dengan peran dari pemrintah kota sendiri. Para investor atau
pihak swasta yang ingin membangun usaha dan menjalankan mitra kerja atau mitra
usaha/bisnis adalah tanggungjawab dari lembaga/instansi bawahan Presiden ini. Jauh sebelum
kemitraan ini (dalam perda Kota Batam No.4 Tahun 2015), Otorita Batam sudah menjadi
pangkalan utama antara pemerintah kota di Batam dengan pihak swasta dalam membangun
kota batam hingga saat ini. Berbagai bentuk pembangunan mulai dari infrastruktur dan
sumber daya manusia tidak semata sukses dan teralisasi melalui tangan dingin BP Batam
saja, namun ada pihak swasta yang kemudian menjadi elemen penting ketika pemerintah kota
dan BP Batam tidak dapat bekerja secara maksimal dalam memenuhi kebutuhan untuk
pembangunan tersebut. Swasta merupakan suatu kelompok organisasi yang lebih berorientasi
semata-mata untuk keuntungan pribadi atau perusahaan atau usaha yang dibentuk. Ketika
swasta masuk keranah pemerintah atau membantu pemerintah, maka suatu kerjasama atau
kemitraan akan terjadi. Kerjasama atau kemitraan ini harus melalui kontrak perjanjian yang
dibuat oleh kedua belah pihak dengan alasan yang berbeda namun pencapaian tujuan yang
sama yaitu kesejahteraan daerah atau kota batam.
Menurut Firdaus (2011), sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki daerah menjadi
sangat penting, ketika sebuah rencana pembangunan (jangka pendek/jangka
menengah/jangka panjang) disusun. Data SDM di daerah tentunya akan terkait dengan
kesuksesan rencana pembangunan. Biasnya data dapat menyebabkan rencana pembangunan
pun menjadi tidak tepat sasaran. Untuk itu sudah saatnya dilakukan identifikasi SDM di
daerah secara tepat dan berkelanjutan, yang diikuti dengan rencana pembangunan yang
berbasis data ril SDM.
Kolaborasi dalam pembangunan daerah berbasis daya saing di Kota Batam muncul
karena ketika itu, kota batam sedang menyiapkan diri dalam menghadapi MEA 2015 yang
menjadi salah satu perhelatan besar negara-negara ASEAN dalam hal pembangunan
13 | N A S K A H P U B L I K A S I
ekonomi. Bidang yang ditekankan disini adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia
yang akan dipasarkan setiap negara. Mengatasi hal ini, perda kota batam No.4 Tahun 2015
dijadikan panduan dalam mewujudkan dan menghadapi persaingan pasar tenaga kerja di
ASEAN. Tidak hanya terpusat dalam penyelenggaraan MEA 2015 saja, kolaborasi
diharapkan membawa dampak yang berkelanjutan dimasa mendatang ditengah situasi yang
mengglobal dan dinamis. Sumber daya manusia yang produktif perlu perhatian lebih untuk
saat ini karena sumber daya manusia menjadi alasan utama untuk menentukan sukses atau
tidaknya suatu daerah dalam membangun daerahnya. Sumber daya manusia menjadi alat
yang harus terus di gali potensi dan kemampuannya agar masing-masing individu memahami
ditempat mana seseorang tersebut harusnya berkembang. Untuk itu, pemerintah dalam hal ini
adalah dinas pendidikan dan dinas tenaga kerja harus mampu menjadi “Guide” bagi sumber-
sumber daya manusia produktif untuk maju bersama demi personlitas dan solidaritasnya
berbakti pada daerahnya. Sumbangsih keahlian dan kemampuan sumber daya manusia ini
yang dijadikan alat tempur melawan arus globalisasi yang mendunia serta menghadapi
tantangan MEA.
Kemitraan pembangunan daerah berbasis daya saing melalui inovasi dan kompetensi
terdiri dari instansi pemerintahan dan tentunya mengikutsertakan pihak swasta sebagai
partner dikarenakan pemerintah tidak sepenuhnya mampu menyediakan atau memfasilitisasi
hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan daerah berbasis daya saing melalui inovasi dan
kompetensi tersebut. instansi-instansi pemerintah dan pihak swasta memiliki tugas pokok dan
fungsi yang berbeda baik secara organisasinya sendiri maupun dalam kemitraan tersebut.
Fungsi atau peran masing-masing aktor dalam jejaring kemitraan tersebut secara umum
memang lebih mengedepankan fungsi dan perannya secara umum dalam masing-masing
lembaga tersebut.
Manajemen jaringan ini menutut setiap pihak baik pemerintah, swasta dan masyarakat
sipil (sumber daya manusia) saling bersinergi dalam upaya pembangunan daerah di Kota
Batam untuk mengurangi dan menyelesaikan masalah-masalah publik. Seperti dalam
penelitian yang pernah dilakukan oleh Robert Agranof dan Michael McGuire (1998) yang
menjelaskan bahwa pemerintah daerah tidak dapat berjalan sendiri dalam setiap tujuan yang
akan dicapai terutama dalam hal pembangunan daerah, dengan melalui kemitraan atau
kerjasama satu sama lain.
Sebelum diberlakukannya Perda kota batam no.4 tahun 2015, memang telah menjadi
kewajiban masing-masing sekolah atau perguruan tinggi kepada peserta didiknya untuk
mengikuti program tersebut. Namun, dalam perda tersebut nantinya ketika ada bursa pencari
14 | N A S K A H P U B L I K A S I
kerja besar-besaran oleh perusahaan-perusahaan besar, siswa dan mahasiswa tidak lagi
diragukan kemampuannya oleh perusahaan dan bahkan mungkin perusahaan yang langsung
mengambil mereka dengan melihat tingkat kemampuan dan keahlian selama mengikuti
pemagangan atau praktek kerja tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kemitraan tersebut baik pemerintah dan swasta tidak secara “hitam diatas putih” menjalin
kerjasama. Hal ini hanya tertuang secara tersirat didalam Peraturan Daerah Kota Batam No.4
Tahun 2015 tentang Pembangunan Daerah Berbasis Daya Saing Melalui Inovasi dan
Kompetensi yang mana pemreintah bekerjasama atau bermitra dengan pihak swasta dalam
hal peningkatan, pengembangan dan pembangunan kualitas sumber daya manusia di Kota
Batam. Selanjutnya, dalam perda tersebut kerjasama atau kemitraan yang dimaksud adalah
dengan mengadakan rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dapat menunjung sumber daya
manusia di Kota Batam menjadi sumber daya yang inovatif serta kompetitif dengan fokus
kegiatan dalam bentuk pemagangan dan pelatihan-pelatihan dibidang pengembangan
teknologi.
Munculnya kemitraan ini didasari oleh hadirnya Masyarakat Ekonomi ASEAN atau MEA
2015 dan globalisasi ekonomi yang tanpa batas. namun sebenarnya, pemagangan dan
pelatihan-pelatihan dianggap bukanlah suatu bentuk kerjasama atau kemitraan antara
pemerintah dan swasta karena menurut hasil wawancara yang dilakukan ketika penelitian, hal
tersebut sebenarnya termasuk dalam suatu bentuk keharusan yang dilakukan baik oleh
pemerintah maupun swasta sebagai bentuk apresiasi dan tanggungjawab sebagai wadah
sumber daya manusia untuk mengasah kemampuannya untuk menjadi sumber daya yang
inovatif dan kompetensif. Dalam kemitraan ini sebenarnya mengarah pada bentuk kemitraan
yaitu Joint Venture Agreement, yangmana hanya berdasarkan kesepakatan saja. Namun, dari
berbagai wawancara yang telah dilakukan untuk menggali data dan informasi terkait hal ini,
para narasumber tidak memberikan pernyataan tentang hal tersebut.
Dalam hal kolaborasi dan jejaring antara pemrintah dan swasta juga kurang efektif dalam
menjalankan setiap peran dan fungsinya dalam pengimplementasian perda tersebut karena
tidak adanya peran atau fungsi yang khusus ketika perda dijalankan. Fungsi atau peran yang
dijalankan masih bersifat bawaan dari organisasi atau lembaga yang terkait. Hal ini
menjadikan kemitraan dalam membangun sumber daya manusia yang inovatif dan kompetitif
tidak berjalan terlalu aktif.
15 | N A S K A H P U B L I K A S I
Beberapa hal terkait saran yang dapat disampaikan dan digagas dari Kemitraan
Pemerintah – swasta dalam pembangunan daerah berbasis daya saing di Kota Batam yaitu :
1. Dalam hal kemitraan yang terjalin antara pemerintah dan swasta perlu
adanya kontrak perjanji yang khusus dalam pembangunan daerah berbasis
daya saing tersebut untuk menujukkan keabsahan dari jalinan keduanya.
2. Struktur dalam pemerintahan dan manajemen jaringan perlu adanya sikap
yang tegas dan jelas dari pemerintah kota batam sebagai pelaksana dari
kebijakan. Keberadaan pemerintah kota batam seolah kurang efektif dalam
perjalanan perda ini. Biasnya adalah tidak adanya kegiatan baru yang
menjadi simbol dari perda tersebut.
3. Kolaborasi dan Fungsi atau peran antar jejaring diantara aktor-aktor
tersebut masih sebatas tupoksi masing-masing aktor didalam
organisasinya, dalam artian fungsi atau perannya dalam kemitraan tersebut
masih terlalu umum dan kurang membidik arah dan tujuan yang ingin
dicapai sesuai dalam Perda Kota Batam No.4 Tahun 2015 tentang
Pembangunan Daerah Berbasis Daya Saing.
4. Isi dari perda perlu adanya ide atau alternatif khusus yang dibuat dengan
membaca situasi dan kondisi yang sedang berlangsung. Perda hanya
memuat konten-konten ide yang sudah ada bahkan menjadi suatu bentuk
keharusan yang telah berlangsung selama ini. Diperlukan adanya suatu
terobosan baru dalam pemagangan dan pelatihan yang berkaitan dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusia.
16 | N A S K A H P U B L I K A S I
REFERENSI
Agranoff, R., & McGuire, M. (1998). Multinetwork Management: Collaboration and the
Hollow State in Local Economic Policy. Journal of Public Administration Research and
Theory.
Akintoye, Akintola, Beck Matthia, and Cliff Hardcastle. 2003. Public-Private Partnerships
Public-Private Partnerships Managing Risks and Opportunities.
http://books.google.com/books?id=Y_hAmDKmJM0C&pgis=1.
Ansell, Chris, and Alison Gash. 2008. “Collaborative Governance in Theory and Practice.”
Journal of Public Administration Research and Theory 18(4): 543–71.
Daerah, Pembangunan, Berbasis Daya, Saing Melaliji, and Walikota B A T Am. 2015. “No
Title.”
Daerah, Tentang Pemerintahan et al. 2015. “Law of the Republic of Indonesia Number 9 of
2015 Concerning the Second Amendment to Law Number 23 of 2014 on Regional
Government.”
Etzkowitz, Henry, and Magnus Klofsten. 2005. “The Innovating Region: Toward a Theory of
Knowledge Based Regional Development.” R&D Management 35(3): 243–55.
Firdaus, M Azis. 2011. “KEMITRAAN PEMERINTAH DAN SWASTA DALAM
PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA MELALUI IMPLEMENTASI CSR.”
Firman, Tommy. 2010. “Multi Local-Government under Indonesia’s Decentralization
Reform: The Case of Kartamantul (The Greater Yogyakarta).” Habitat International
34(4): 400–405. http://dx.doi.org/10.1016/j.habitatint.2009.11.005.
Greve, Carsten, and Graeme A Hodge. 2013. “Rethinking Public-Private Partnerships :
Strategies for Turbulent Times.” Routledge critical studies in public management, 10:
xii, 228 pages, illustreret.
Haryanto, Aris Tri. 2016. “COLLABORATIVE GOVERNANCE DALAM
PENGEMBANGAN KERAJINAN BLANGKON DI KECAMATAN SERENGAN
Pendahuluan.” 3(1): 1–16.
Herdiansyah, H. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba Humanika.
Junaidi, Naskah Publikasi. “1 | Naskah Publikasi JUNAIDI.” : 1–35.
Kriyantono, Rachmat. (2009). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Malang: Prenada Media
Group.
Li, B. &. (2003). "An Overview of public-private partnership" in A.Akintoye, M.Beck &
C.Hardcastle (eds). Dalam Public-Private Partnerships: Managing Risk and
Opportunities. MA: Blackwell Science.
17 | N A S K A H P U B L I K A S I
Link, A. (2006). Public/Private Partnerships: Innovation Strategies and Policy Alternatives.
New York: Springer.
“Manajemen Jaringan Dlm Perspektif Strukturisasi.pdf.”
Norment, Richard. 2005. “Public Private Partnerships: The Worldwide Revolution in
Infrastructure Provision and Project Finance.” Journal of the American Planning
Association 71(4): 461–62.
http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=bth&AN=18586514&site=ehos
t-live.
Okitasari, M., & Kidokoro, T. (2014). Undersatnding collaborative governance in
decentralizing Indonesia: A dimensional approach to emerging intergovernmental and
cross-sectoral collaboration. Urban and Regional Planning Review.
Presiden Republik Indonesia. 2012. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2012 Tentang Pendidikan Tinggi.” : 1–97.
Soemantri, S. (2014). Otonomi Daerah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualititatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
UU No. 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
Peraturan Daerah Kota Batam No. 4 Tahun 2015 tentang Pembangunan Daerah Berbasis
Daya Saing
Batam dalam angka 2016
Academia.edu/6502792/KERJASAMA_PEMERINTAH_DAN_SWASTA_KPS_Panduan_B
agi_Investor_Dalam_Investasi.(diakses 23 juni 2017)
DPRRI. Kementrian Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional.
http://www.bpn.go.id/Publikasi/Peraturan Perundangan/Undang-Undang/undang-
undang-nomor-9-tahun-2015-57853. (diakses Januari 28, 2017)
Ipapedia.web.id. Peran Aktif Indonesia Dalam Lembaga Internasional.
http://www.ipapedia.web.id. (Diakses December 22, 2016),
kppu.go.id/id/blog/2010/07/kerjasama-pemerintah-dan-swasta-pada-sektor-
infrastruktur/.(diakses 30 mei 2017)
politik.lipi.go.id/kolom/kolom-1/politik-lokal/1107-hubungan-kerjasama-pemerintah-dengan-
pihak-swasta-dalam-pembangunan-infrastruktur-di-indonesia. (diakses 3 juni 2017)
Pedia, B. (2016).bukupedia. http://www.bukupedia.net. (diakses 02 07 2017)
18 | N A S K A H P U B L I K A S I
Researchgate.net/publication/254257918_Collaborative_Public_Management_and_Collabora
tive_Governance_Conceptual_Similarities_and_Differences (diakses 14 Agustus 2017).
SKPD. SKPD Pemerintah Kota Batam. https://www.google.co.id. (diakses Januari 9, 2017)