Kemiskinan Masih Menjangkit 69
-
Upload
mayasandria -
Category
Documents
-
view
20 -
download
3
Transcript of Kemiskinan Masih Menjangkit 69
Kemiskinan Masih Menjangkit 69.249 Desa di Indonesia
JAKARTA, 23 December 2011,suaramerdeka.com - Indonesia merupakan negara
dengan 69.249 desa yang memiliki beragam kendala. Berbagai kendala tersebut
diantaranya kemiskinan, terisolir dan dilanda penyakit, harus segera dipecahkan,
mengingat sebagian besar Warga Negara kita tinggal di desa.
Demikian dikatakan Dr Eko Prasetyanto staf khusus Dirjen Pembangunan Masyarakat
Desa (PMD) Kemendagri, dalam seminar Isu Startegis UU Pemda dan Pengaturan
Desa, di Hotel Sultan siang ini (21/12).
"Banyak desa yang warganya belum mendapatkan pelayanan sebagaimana layaknya
Warga Negara. Kantor Desa saja tidak punya, begitu juga peralatan penunjangnya. Ini
fakta. Dan banyak daerah yang masih abai dengan kondisi seperti ini," kata Eko.
Menurut Eko, sudah saatnya pemerintah turun langsung ke Desa, untuk ikut
menyelesaikan berbagai permasalahan disana, melalui mekanisme dana bantuan dan
sebagainya.
Dalam kesempatan yang sama, pengamat pedesaan Sutoro Eko MSc mengatakan
bahwa aspirasi dari desa yang makin menguat adalah permintaan agar ada Alokasi
Dana Desa yang jumlahnya 10 persen dari APBN, serta pengangkatan aparat Desa
sebagai PNS.
"Tuntutan ini berdasarkan fakta bahwa selama ini alokasi dana dari Kabupaten untuk
desa adalah 'sisanya dana sisa'. Jadi tidak bisa buat menyelesaikan masalah di desa-
desa yang ada," kata Sutoro.
Sutoro berharap pemerintah dan DPR segera memutuskan langkah yang tegas untuk
membangun desa, agar tersedia pelayanan bagi masyarakat disana. Selain itu perlu
diciptakan kesadaran bersama yang mempunyai cara pandang, bahwa Kepala Desa
adalah sosok yang mengayomi, melayani serta pemimpin perubahan.
"Jadi bukan lagi sosok yang powerfull, namun korup. Banyak penelitian yang
menyebutkan banyak kepala Desa yang korup, sehingga dirancang mekanisme
bantuan langsung kepada masyarakat, tanpa melalui aparat desa," katanya.
Warga Miskin di Banyumas Kian Terdesak
Banyumas, CyberNews. Ketiadaan lapangan kerja membuat warga pedesaan di berbagai wilayah Kabupaten Banyumas harus kehilangan lahan sekaligus mata pencaharian utama mereka. Mereka jatuh miskin dan berada dalam situasi rawan pangan yang mengkhawatirkan. Hingga akhir 2011, jumlah warga yang masuk kategori rawan pangan mencapai 270,000 jiwa atau 18 persen dari jumlah penduduk Banyumas.
Pada Grumbul Watujaran, Desa Sikapat, Kecamatan Sumbang, sekitar 62 KK dari 171 KK dikategorikan rawan pangan. Kades Sikapat, Badarudin, kemarin mengemukakan meski daerahnya memiliki lahan perkebunan luas, tetapi semua sudah bukan milik warga. Lahan yang ditanami pohon-pohon bernilai jual tersebut kini dimiliki orang kota.
”Rata-rata tanah kebun dan pekarangan sudah bukan milik warga lagi, kebanyakan dimiliki orang kota. Warga lokal bekerja menjadi buruh lepas harian saja yang penghasilannya cenderung minim untuk kehidupan sehari-hari,” ungkap dia.
Ketua RW 04 Grumbul Watujaran, Sukaryo, mengatakan upah warga hanya berkisar Rp 5,000 hingga Rp 30.000. Bahkan, penghasilan tetap di lingkungan masyarakatnya paling tinggi hanya Rp 300.000 atau kurang dari setengah UMK 2011 yang mencapai Rp 750.000 per bulan.
”Kalau pun ada warga yang upahnya mencapai Rp 30.000 per hari, tidak tentu setiap ada pekerjaan. Kadang mereka baru dapat dua atau tiga hari sekali dalam seminggu,” paparnya.
Berdasar Data Dinas Sosial Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Banyumas hingga September 2011, setidaknya ada 8.211 pencari kerja baru yang berasal dari seluruh jenjang pendidikan. Dari jumlah tersebut, menurut Kepala Dinsosnakertrans Kartiman, yang sudah terserap di pasar kerja baru setengahnya atau hanya 4.000 orang.
Merantau
Selain itu, mereka terserap umumnya juga tidak di Banyumas melainkan pergi merantau hingga ke wilayah luar Pulau Jawa. ”Jumlah yang terserap di Banyumas, dan di luar Banyumas hampir sama. Tujuan di luar kota beragam, salah satunya adalah Batam.”
Ia mengatakan, penyediaan lapangan kerja memang erat kaitannya dengan investasi, sehingga penyerapan tenaga kerja amat bergantung pada ketersediaan lapangan kerja. Di Banyumas saat ini investasi yang ada kebanyakan berupa usaha di bidang jasa, bukan manufaktur.
Ia mencontohkan, ketika investor mencari lokasi untuk dibangun sebagai tempat usaha, seringkali timbul persoalan terkait harga tanah. Kondisi demikian tentu menghambat tumbuhnya investasi. ”Masyarakat harus berpikir jauh, jadi jangan mentang-mentang lahannya mau dibeli untuk usaha lantas harganya dinaikkan setinggi-tingginya. Jika lokasi usaha sudah jadi, pasti dampak positif terkait perekonomian bagi warga juga ada,” katanya.
”Kami masih bergantung pada raskin dari pemerintah, meski tidak banyak membantu. Meski harganya Rp 1.500 per kilogram, tetap saja kebutuhan pelengkapnya bergantung dari tanaman seperti daun ketela dan pepaya yang ditanam,” ujar Sukaryo, warga Watujaran.
Meski Sekolah Ambruk, Siswa Tetap Belajar
Liputan6.com, Sampang: Kondisi sekolah rusak, tapi tidak menyurutkan semangat
anak-anak untuk terus bersekolah dan mengikuti ujian. Itulah yang terlihat di SDN
Pangilen Satu, Sampang, Madura, Jawa Timur. Para siswa tetap antusias mengikuti
ujian akhir semester dengan menumpang di bangunan sekolah lain. Bangunan sekolah
SDN Pangilen Satu, Sampang pekan lalu ambruk. Para siswa akhirnya harus
diungsikan dan dipindahkan ke sekolah lain menumpang di sebuah sekolah madrasah
yang berjarak sekitar satu kilometer dari lokasi sekolahan mereka yang sebagian besar
ruangannya telah roboh. Kepala Sekolah SDN Pangilen Satu Sampang, Marjono
mengatakan siswa kelas V dan VI tetap mengikuti ujian di sekolah. Mereka
menempati ruang kelas yang masih bisa ditempati meski terlihat rusak di sana sini.
Marjono menambahkan bahwa dalam waktu dekat Dinas Pendidikan Kabupaten
Sampang akan membangun gedung baru untuk SDN Pangilen Satu. (Vin)
Harian Kompas (5/12) menurunkan tulisan yang cukup mengerikan bagi penduduk Jakarta. Walau hal ini sudah lama saya dengar dari para ahli yang mengatakan bahwa
di Jakarta telah terjadi penurunan tanahnya, namun selalu hilang ditelan angin begitu saja hingga ada yang mengingatkan lagi. Menurunnya permukaan tanah di Jakarta setiap tahun hingga 28 cm (cukup besar) dan juga kenaikan muka air laut rata-rata 9 cm. Sehingga setiap tahun cowong sekitar 37 cm (hampir setengah meter). Serem dan mengerikan.
Sebabnya banyak. Para ahli mengatakan karena adanya kepadatan gedung, perkantoran, mal, hotel, apartmen, hunian yang hampir menutupi 90 % ruang wilayah Jakarta yang cuma 660 km persegi dan 9,6 juta jiwa di malam hari. Di siang konon mencapai 12 juta lebih. Tentu saja dengan hal itu penyedotan air tanah oleh warga menyebabkan terjadinya rembesan air laut ke dalam tanah. Hal ini sudah sampai ke kawasan Tugu Monas. Tentu saja penyedotan air tanah ini juga menyebabkan penurunan permukaan tanah di berbagai kawasan di wilayah Jakarta, khususnya Jakarta Utara, dan Pusat. Bahkan di kawasan elite Kuningan sejak tahun 2007 sudah turun 5 m. Selain penyedotan air tanah yang menyebabkan turunnya permukaan tanah di Jakarta, juga beban pembangunan gedung-gedung pencakar langit berkontribusi terhadap hal tersebut.
Bagi orang kaya Jakarta tidak ada masalah. Mereka sudah mempunyai tanah dan villa di berbagai kawasan sejuk di pinggir ibu kota, terutama kawasan Bogor, Sukabumi dan Cianjur. Namun bagi kalangan ekonomi lemah dan sebagian besar penduduk Jakarta masalah yang dihadapi menjadi semakin ruwet. Kemiskinan dan penderitaan insidental sehari-hari akhirnya menjadi akrab dengan mereka. Semakin ke depan semakin sulit. Apalagi harga-harga properti yang semakin ‘gila’ saja harganya, mustahil dapat terbeli oleh warga kecil. Jangankan mendapatkan hal-hal yang sifatnya sekunder dan tersier, yang primer saja masih susah.
Jadi, bersiaplah dengan tenggelam di wilayah Jakarta. Kalau tidak generasi kita, tapi generasi anak-cucu kita sudah hampir terbukti. Mari kita cari alternatif bagi ibu kota baru. Malaysia sudah memulainya dengan Putra Jaya, Pakistan dengan Islamabad, India dengan New Delhi dan banyak negara lainnya, Indonesia masih wacana.
JAKARTA (Suara Karya): Program pengentasan kemiskinan dinilai gagal. Penggelontoran dana dari pemerintah untuk pengentasan kemiskinan sebesar Rp 94 triliun pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2011 ternyata tidak
secara signifikan mampu menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. "Saat ini angka kemiskinan di Indonesia mencapai 12,49 persen dari jumlah penduduk. Ini berarti jumlah penduduk miskin masih sekitar 30 juta orang. Jika ditambah dengan penduduk yang hampir miskin dan mendekati miskin, jumlahnya akan lebih besar lagi," kata Managing Director Econit Advisory Group Hendri Saparini dalam acara Editor Meeting dengan Pimpinan BKKBN di Jakarta,Menurut Hendri Saparini, jika melihat postur APBN 2011 yang senilai Rp 1.400 triliun, maka dapat dilihat sejauh mana efektivitas program pengentasan kemiskinan yang sudah dilakan pemerintah. Setidaknya pos-pos anggaran yang besar dari APBN antara lain fungsi untuk peningkatan kualitas dan kuantitas perekonomian Rp 95,6 triliun, pendidikan Rp 81,98 triliun, serta subsidi energi sebesar Rp 133,806 triliun.Program pengentasan kemiskinan yang saat ini diintensifkan meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Setiap tahunnya, untuk PNPM mandiri dialokasikan dana Rp 9 triliun dari APBN ke seluruh kecamatan di Indonesia yang dinilai layak menjalankan program pengentasan kemiskinan. Untuk KUR, setiap tahunnya dialokasikan sekitar Rp 20 triliun bekerja sama dari perbankan untuk menjangkau debitur di daerah.Pemerintah juga meluncurkan program keluarga harapan (PKH) untuk mengentaskan kemiskinan yang menyedot uang negara Rp 1,6 triliun per tahun. Selain itu dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang besarnya sekitar Rp 16,8 triliun setiap tahun. Ada juga program beras untuk rakyat miskin (raskin) yang menyedot anggaran sekitar Rp 15 triliun per tahun dan beragam program lainnya seperti Jamkesmas yang yang menyedot dana Rp 5,6 triliun per tahun.Jika semua program pengentasan kemiskinan itu dijumlahkan, maka mencapai Rp 68 triliun per tahun. Nilai ini seharusnya bisa memangkas penduduk miskin Indonesia sekitar 20,98 juta jiwa per tahun, yaitu dengan terjaminnya makan dengan asupan 2.000-2.500 kalori per hari. Namun, meski sudah berjalan bertahun-tahun, program-program pengurangan kemiskinan setiap tahunnya hanya bisa mengurangi sekitar 1,5 juta orang saja. "Artinya, program-program yang dirancang sedemikian rupa gagal untuk mengentaskan kemiskinan," kata Hendri.Tidak hanya itu, dari segi kualitasnya, program-program yang ada juga tidak efektif dalam mengentaskan kemiskinan. "Kita dapat mengambil contoh PNPM yang kebanyakan alokasi anggarannya digunakan untuk perbaikan dan atau pembangunan infrastruktur di desa dan kota. Wjar jika penduduk yang bebas dari jerat kemiskinan sedikit," tuturnya. (Singgih BS)
Program Pengentasan Kemiskinan Gagal
PNPM Tanggulangi Kemiskinan
MAJALENGKA,(GM)-
Permasalahan yang selalu dialami masyarakat adalah kemiskinan yang cukup
kompleks. Hal itu membutuhkan penanganan yang terkoordinasi secara sistematis dan
menyeluruh oleh setiap pelaku kegiatan di lapangan.Program PNPM Mandiri
Perdesaan merupakan salah satu program untuk penanggulangan kemiskinan yang
diharapkan mampu menyejahterakan masyarakat perdesaan. "Untuk itu diperlukan
keterlibatan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten agar PNPM Mandiri dapat
mendorong terciptanya perangkat sistem sosial yang bersifat dinamis," demikian
ditegaskan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan pada acara Gebyar Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan dan Gubernur Saba
Desa di Kecamatan Cingambul, Kab. Majalengka, Kamis (15/12).
Gubernur menegaskan, salah satu fokus program pembangunan yang dilaksanakan
Pemerintah Provinsi Jabar adalah pembangunan perdesaan, salah satunya adalah
program Gubernur Saba Desa. Kegiatan ini bertujuan untuk mengoptimalkan potensi
perdesaan dan pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan.
Sementara itu, menurut ketua pelaksana yang juga Kepala Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintahan Desa Jabar, Dadang Mohamad, Ph.D., tujuan
penyelenggaraan kegiatan tersebut untuk memasyarakatkan pelaksaan kegiatan
PNPM Mandiri Perdesaan Provinsi Jabar dan audiensi dengan penerima manfaat.
Meningkatkan motivasi dan wawasan kepada pelaku PNPM Mandiri Perdesaan.
"Unjuk kerja para pelaku PNPM Mandiri Perdesaan di Jabar. Meningkatkan sinergi
silaturahmi antara masyarakat, pemerintah, perguruan tinggi, dunia usaha, dan para
pelaku PNPM Mandiri Perdesaan. Mengoptimalkan kegiatan PNPM Mandiri
Perdesaan di Jabar," kata Dadang. (B.24)**
Upaya Nyata Pengentasan KemiskinanSelasa, 13 Desember 2011
JAKARTA (Suara Karya): Upaya pengentasan kemiskinan akan efektif jika dilakukan secara nyata dan langsung kepada kelompok keluarga miskin. Apalagi disertai dengan perubahan pemikiran tentang kemiskinan yang tujuannya memotivasi si miskin untuk berkembang dan lebih maju. "Kemiskinan itu menyangkut persepsi. Jika diikuti dengan program dan tindakan nyata, mereka (masyaraat miskin) akan mampu mengubah diri sendiri," kata Pembina Yayasan Amalo Widya Saraswati di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut dia, masyarakat miskin selalu dililit perasaan miskin dan menjadi tergantung pada belas kasihan orang lain. Padahal penanganan masalah kemiskinan tidak cukup hanya dengan belas kasihan. Artinya, diberikan pengertian bahwa mereka bisa melepaskan diri dari kemiskinan. Memang awalnya diperlukan bantuan, seperti pendidikan, pembinaan, dan lainnya. "Kami datang langsung ke masyarakat di berbagai wilayah yang membutuhkan. Bantuan berupa sembako dan dana untuk pendidikan," ucap Widya. Pada Januari 2012 (Imlek), Yayasan Amalo akan mengunjungi masyarakat miskin di Tangerang untuk memberikan bantuan sembako, pelayanan terapi maupun beasiswa pendidikan. Selain itu, Yayasan Amalo juga memberikan bantuan untuk masyarakat miskin di Nusa Tenggara Timur. Yayasan Amalo terbentuk dari sekelompok pengusaha, artis, dan masyarakat yang peduli masalah sosial di Indonesia. (Indra)
Kulon Progo akan luncurkan album kemiskinan
Kulon Progo – Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan meluncurkan album kemiskinan yang berisi daftar dan profil kepala keluarga miskin di daerah itu.
“Rencananya peluncurannya pada Jumat (23/12) malam, dengan menghadirkan penyanyi Ebiet G Ade,” kata Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo di Wates, Kamis.
Ia mengatakan album tersebut disusun berdasarkan data yang dikumpulkan setiap pedukuhan atau dusun di kabupaten ini.
Dengan adanya album kemiskinan itu, kata bupati diharapkan menjadi tolok ukur untuk kebijakan pembangunan daerah.
Menurut dia, album kemiskinan ini merinci secara detil mengenai keluarga miskin di Kulon Progo, dari nama kepala keluarganya, anggota keluarga, serta alamatnya.
“Dari album kemiskinan ini akan terlihat keberhasilan pembangunan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo setiap tahunnya,” katanya.
Artinya, kata dia, jika pembangunan berhasil, maka angka kemiskinan akan terus berkurang, tingkat kesehatan semakin tinggi, dan tingkat pendidikan masyarakat khususnya warga kurang mampu juga semakin tinggi.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kulon Progo Agus Langgeng Basuki mengatakan peluncuran album kemiskinan ini akan dihadiri sekitar 1.000 tamu undangan.
“Kami mengundang seluruh kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD), kalangan pengusaha, tokoh masyarakat, bahkan pengurus paguyuban warga perantauan asal Kulon Progo di berbagai kota,” katanya.
Ia mengatakan album kemiskinan tersebut menggambarkan jumlah keluarga miskin di Kulon Progo yang saat ini tercatat 34.089 KK (111.672 jiwa), atau 24,30 persen dari total penduduk kabupaten ini.
Di dalam album ini juga dituliskan penyebab kemiskinan, misalnya karena kepala keluarganya seorang janda tua, atau miskin karena anggota keluarganya ada yang sakit sehingga harus berobat secara rutin sehingga menghabiskan biaya banyak, atau miskin karena tidak memiliki lahan dan pekerjaan.
Ia mengatakan para tamu undangan yang hadir dalam acara peluncuran album kemiskinan tersebut akan diminta untuk ikut membantu keluarga miskin di kabupaten ini, dengan memilih keluarga yang akan dijadikan binaannya.
Menurut dia, rencananya bupati akan mengetuk hati para pengusaha dan tokoh masyarakat untuk ikut membantu menolong sesama.
“Di lingkungan pegawai negeri sipil di Kabupaten Kulon Progo gerakan optimalisasi membayar zakat, peruntukkannya juga untuk membantu mereka yang masih miskin,” katanya. (ANT-159/M008)
SELASA, 20 DESEMBER 2011 17:05 WIB
Atap Sekolah Ambruk
Sejumlah guru tetap beraktivitas di ruang kelas yang sebagian atap plafonnya telah
ambruk di SDN Kemirimuka 2, Beji, Depok, Selasa (20/12). Atap plafon ruang kelas
yang ambruk tersebut, diakui para guru sangat mengganggu kegiatan belajar
mengajar, terlebih saat ini para siswa sedang menghadapi Ujian Akhir Semester
sehingga harus bergantian belajar di ruang kelas lainnya. Selain itu, musim hujan juga
sangat mengancam karena dapat mengakibatkan ambruknya seluruh atap ruang kelas
yang hanya ditopang dengan sebilah bambu.
Duh!..Lagi-lagi Ada Bangunan Sekolah Ambruk
JAKARTA] Tampaknya setiap hari selalu saja ada pemberitaan mengenai bangunan
sekolah yang ambruk atau rusak. Atap gedung SD dan SMP di Pulau Sebira,
Kelurahan Pulau Harapan, Kepulauan Seribu Utara, yang sedang direhab ambruk.
Kepala Suku Dinas Pendidikan Kepulauan Seribu Bowo Irianto, Kamis (8/12)
mengatakan, ambruknya atap tersebut karena kesalahan kerja.
"Secara detail saya belum tahu, kami akan secepatnya akan mengecek ke lokasi
tersebut di Pulau Sebira melihat langsung," katanya.Ambruknya atap Sekolah Satu
Atap Pulau Sebira, Kepulauan Seribu Utara, saat dilakukan rehab. Saat itu para
pekerja sedang melakukan rehap di gedung sekolahan tersebut.
Namun, saat pengerjaan itu dilakukan tiba-tiba atap itu ambruk dan pekerja terjatuh
dan tertimpa material kayu. Akibatnya, satu pekerja mengalami luka parah akibat
terjatuh dan tertimpa kayu.bangunan itu mengatakan, meminta pihak kontraktor
bertanggung jawab."Kontraktor harus bertanggung jawab, karena peristiwa itu terjadi
karena kesalahan prosedur kerja yang dilakukannya," tegasnya
Selain itu, dirinya meminta Sudin Pendidikan Kepulauan Seribu mengkaji standar
keselamatan kerja yang diterapkan pihak ketiga. "Standar keselamatan pekerja harus
juga diperhatikan"Bahkan Bupati juga berharap, kesalahan prosedur kerja ini segera
diperbaiki.
Tiga Kelas Rusak, Siswa SDN I Pangelen Belajar di Ruang Terbuka
[SAMPANG] Siswa SDN I Pangelen, Sampang, Madura, Rabu, terpaksa belajar di
ruang terbuka, menyusul ambruknya tiga ruang kelas di lembaga itu pada Selasa
(6/12).
Sekolah yang menampung siswa sebanyak 181 orang ini ambruk sebelum kegiatan
belajar mengajar di lembaga itu berlangsung.Ambruknya bangunan sekolah ini,
karena kondisi bangunan memang sudah rapuh dimakan usia. Tidak ada korban jiwa
dalam peristiwa tersebut.Menurut Kepala SDN Pangelen Sumarjono, kegiatan belajar
mengajar hari ini terpaksa digelar di ruang terbuka di depan sekolah mereka, karena
materi yang disampaikan hanya bersifat pengarahan, yakni persiapan ujian semester
yang rencananya akan berlangsung pekan depan.Selain itu, sambung dia, aksi ini juga
sebagai bentuk protes kepada Dinas Pendidikan (Disdik) Sampang, karena pengajuan
dana untuk perbaikan lembaga pendidikan tersebut, tidak diperhatikan, sehingga
bangunan sekolahnya ambruk."Dengan cara seperti ini mungkin dinas bisa lebih
memperhatikan, sehingga secepatnya sekolah ini diperbaiki," ucap Sumarjono.
Sebab menurut dia, pihaknya telah lama mengajukan anggaran perbaikan di
lembaganya, namun tidak diindahkan, bahkan sekolah yang kondisinya lebih baik
yang justru mendapatkan bantuan perbaikan lebih dahulu.
Menanggapi hal itu, Kepala Disdik Sampang Hery Purnomo mengatakan, SDN
Pangelen I tahun ini sebenarnya telah mendapatkan anggaran perbaikan gedung dari
Pemkab Sampang.Akan tetapi karena tanah yang ditempati lembaga tersebut
bermasalah, yakni masih atas nama milik orang lain, maka Disdik menangguhkan
pengucuran dana tersebut, sesuai dengan instruksi Pemkab Sampang.
"Saat ini kami sedang mengajukan anggaran kepada Pemerintah Pusat untuk
perbaikan sejumlah sekolah yang rusak, termasuk di SDN Pangelen I itu," papar Hery
Peristiwa sekolah ambruk di wilayah Kabupaten Sampang kali ini merupakan kali
kedua dalam dua bulan terakhir ini.Sebelumnya pada awal November lalu, SDN IV
Torjun Sampang juga ambruk karena dimakan rayap. Akibatnya, kegiatan belajar
mengajar di lembaga itu terhenti selama dua hari. [Ant/L-9]
\
3 Tahun Gedung Sekolah Rusak, Murid Banyak Bermain Ketimbang Belajar
Garut - Kondisi bangunan SDN Mekarsari 3, Desa Mekarsari, Kecamatan Cibalong,
Kabupaten Garut Jawa Barat, dibiarkan saja rusak berat selama 3 tahun terakhir.
Akibatnya, para murid di SD tersebut banyak bermain daripada belajar.
"Ya, mungkin terlalu lama dibiarkan rusak, murid kurang semangat belajar," ujar
Kepala Sekolah, Aam Salamah kepada wartawan, Jumat (23/12/2011).
Pihak sekolah sudah beberapa kali mengajukan pembangunan SDN Mekarsari 3,
namun hingga saat ini belum dikabulkan. Padahal sejak dibangun, sekolah tersebut
belum pernah mengalami perbaikan sama sekali.
"Akibat lapuk dimakan usia, kondisi bangunan sekolah semakin rusak," ungkap Aam.
Agar kegiatan belajar mengajar tetap belajar, pihak sekolah mempergunakan gedung
serba guna milik warga setempat sebagai tempat belajar. "Ya namanya juga bangunan
serba guna, tetap saja belajar anak tidak optimal," cerita Aam.
Aam menuturkan, saat ini 3 lokal kelas dalam kondisi rusak berat, 3 lokal kelas
lainnya dalam kondisi rusak dan rawan roboh jika sedang dipergunakan belajar.
"Kalau sedang belajar turun hujan, pasti kita mengungsi karena atap dan gentingnya
sebagian besar sudah jebol," tambahnya.
Padahal, lanjut Aam, jumlah murid di SD tersebut saat ini mencapai 150 orang siswa,
dan tiap tahun jumlah pendaftar kelas 1 cukup banyak. "Di sini minat belajar siswa
cukup tinggi," pungkas Aam.
\
\
Atap 3 Ruangan di SDN Gadog Roboh, Kegiatan Belajar Terganggu
Tangerang - Hujan deras disertai angin kencang yang mengguyur kawasan
Tangerang sore kemarin mengakibatkan 3 ruangan di SD Negeri Gadog, Tangerang
roboh. Beruntung saat peristiwa itu terjadi, kegiatan belajar mengajar telah selesai
sehingga tidak ada murid yang menjadi korban.
Kejadian itu terjadi pada pukul 15.00 WIB. 3 Ruangan yang roboh adalah 2 ruangan
belajar mengajar dan satunya merupakan ruang guru yang dalam kondisi paling parah.
Salah seorang guru di sekolah tersebut, Sulhi, menjelaskan sebelum insiden itu terjadi
sebenarnya sudah ada tanda-tanda bahwa 3 ruangan itu akan roboh.
"Sudah ada tanda-tandanya akan roboh. Ditambah ada hujan dan angin kencang.
Langit-langitnya sudah turun, bahkan plafon sudah berjatuhan," ujar Sulhi yang
mengajar di kelas IV ketika ditemui di sekolah yang beralamat di Kampung Gadog,
Desa Klutuk, Kecamatan Mekar Baru Rabu, (14/12/2011).
Khusus yang di ruang guru, ketika insiden itu terjadi guru-guru yang berada di dalam
langsung lari berhamburan keluar. Tak lama, warga yang mengetahui kejadian itu
kemudian berdatangan membantu.
"Kami sudah menduga akan roboh. Warga pun akhirnya membantu menggotong
barang-barang yang ada di dalam ruang guru untuk dibawa keluar," terangnya.
Akibat kejadian ini, kegiatan belajar mengajar di sekolah tersebut tentunya menjadi
terganggu. Karena, kelas 1,2 dan 3 kini belajar hanya jam 7.15-10.00 WIB, sedangkan
kelas 4,5 dan 6 masuk jam 10.00-12.00 WIB. Padahal biasanya kegiatan belajar
mengajar dari pukul 07.15-12.15 WIB.
"Mereka belajar bergantian kelas. Selain itu juga ada yang belajar di luar kelas dengan
papan tulis terpasang pada dinding kelas yang akan roboh," jelasnya.
Bangunan sekolah itu menurut Sulhi telah dibangun sejak tahun 1995 dan terakhir
diperbaiki ulang pada tahun 2008 lalu.
"Sebanarnya kita sudah meminta dibangun ulang. Tetapi tidak juga di bangun,
padahal sudah lama seperti ini," tandasnya.
10 Siswa SD Tertimpa Tembok Roboh di Kranji Bekasi
Jakarta - 10 Orang siswa SDN Kranji III dan SDN Kranji XV, Kota Bekasi
mengalami luka-luka akibat tertimpa tembok yang ambruk di sekitar sekolah mereka.
Selain melukai murid, reruntuhan tembok itu juga menimpa pedagang yang berjualan
di sekitar sekolah itu."Korbannya ada 12 orang. 10 Orang anak dan 2 orang
pedagang," kata Kapolres Kota Bekasi Kombes Priyo Widyanto Priyo mengatakan
peristiwa itu terjadi sekitar pukul 12.15 WIB. Saat itu tembok yang sudah berusia tua
di sekitar sekolah itu tiba-tiba saja runtuh. "Temboknya memang sudah tua, sehingga
roboh," katanya. Priyo menyatakan, kebanyakan korban mengalami luka memar.
Namun ada satu pedagang yang menderita luka cukup parah akibat peristiwa itu.
"Satu pedagang diperban lehernya akibat peristiwa itu," katanyaPriyo menyatakan,
petugas masih melakukan olah TKP di sekitar lokasi peristiwa tersebut. Sehabis olah
TKP baru akan dilakukan pemeriksaan saksi. "Nanti kita periksa juga saksi-saksi,"
katanya.
Ruang Kelas SDN Gebang Roboh, Dua Pelajar Luka-lukaJember - Sebanyak 603 bangunan SD Negeri di Kabupaten Jember kondisinya rusak.
Salah satu bangunan SD yang rusak dengan kondisi kayu penyangga rapuh, roboh.
Akibatnya dua siswa mengalami luka-luka tertimpa plafon yang runtuh.
Kondisi ini dialami oleh SD Negeri Gebang 03 Jalan Manggar Kecamatan Patrang
Jember. Dua siswa yang luka yakni Yofan Gilang Setiawan dan Ananda Rizki
Yulianto. Saat itu keduanya sedang mengikuti pelajaran matematika.
Jika Yofan Gilang Setiawan masuk sekolah hari ini, sementara Ananda Rizki Yulianto
absen karena masih sakit. "Yofan ada dikelas tapi Rizki hari ini tidak masuk sekolah,"
ungkap salah seorang guru kepada wartawan, Kamis (24/11/2011).
Sementara plafon roboh karena kayu penyangga lapuk sudah dilaporkan ke Dinas
Pendidikan Kabupaten Jember. Namun dijanjikan direnovasi tahun depan.
"Kalau tidak ada perubahan tahun depan sekolah kami akan mendapatkan bantuan
untuk memperbaiki kerusakan yang ada di ruang kelas," tegas Indra Setia Hadi,
Kepala Sekolah SDN Gebang 03.
Sementara Kepala Bidang TK-SD Dinas Pendidikan Kabupaten Jember Jumari
mengaku sekolah-sekolah yang rusak akan mendapat bantuan dari APBD Jember
untuk segera direnovasi sehingga sekolah bisa kembali layak digunakan untuk belajar.
"Data di kami ada sebanyak 603 sekolah dasar negeri di Jember ini yang rusak," ujar
Jumari.
Dana BOS Triwulan Pertama akan Cair 6-16 Januari 2012
andung - Gubernur Jabar Ahmad Heryawan meyakinkan bahwa pencairan dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada 2012 akan cair tepat waktu. Untuk
pencairan dana BOS triwulan pertama, Dinas Pendidikan Jabar ditargetkan untuk
mentransfer dana ke sekolah sekitar tanggal 6 hingga 16 Januari.
Hal itu diungkapkan Heryawan saat ditemui usai acara Penyerahan DIPA tahun 2012
di Aula Barat Gedung Sate Bandung, Jalan Diponegoro, Kamis (22/12/2011).
"Mulai tahun 2012 dana BOS yang sebelumnya dikelola kabupaten dan kota akan
kembali dikelola oleh provinsi. Kalau tahun 2011 kan ada keterlambatan dana BOS,
sampai bulan April dan Juni ada yg belum cair, kita harapkan itu tidak terjadi di
2012," ujar Heryawan.
Dana BOS untuk Jabar yang besarnya mencapai Rp 4,1 triliun itu dikatakan
Heryawan akan masuk ke APBD Provinsi terlebih dahulu baru kemudian disalurkan
ke rekening masing-masing sekolah.
"Bedanya, dulu dana yang tidak masuk ke APBD Provinsi jadi masuk dulu ke APBD
Provinsi, baru kemudian dicairkan ke rekening," katanya.
Ia menuturkan, Dinas Pendidikan ditargetkan dapat menyalurkan dana bos dalam
rentang waktu yang ditentukan yaitu 6 hingg 16 Januari 2012. "Itu targetnya,
harapannya ya tidak ada keterlambatan lagi," tutur Heryawan.
Disebutkan Gubernur, jumlah sekolah yang menerima dana BOS di Jabar ada sekitar
38 ribu sekolah. "Jadi tugas Disdik adalah mentranser dana ke 38 ribu rekening
sekolah," ucapnya.
Komisi Anak Kutuk Kekerasan di Bima Indra Subagja - detikNews
Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengutuk kekerasan yang
terjadi di Bima, NTB. Seharusnya penegakkan hukum dilakukan dengan cara yang
tidak melawan hukum. Korban anak pun bisa dicegah.
"Dalam insiden kekerasan tersebut, salah satu korban tewas adalah Saiful yang masih
berusia 17 tahun. Seharusnya polisi hadir untuk menjaga ketertiban umum,
memberikan rasa aman dan memberikan perlindungan terhadap warga," terang Wakil
Ketua KPAI Asrorun Niam Saleh dalam pernyataannya, Minggu (25/12/2011).
Pria yang akrab disebut Niam ini menjelaskan, dalam situasi konflik sekalipun, polisi
harus tetap memberikan perlindungan pada anak-anak.
"KPAI juga menyesalkan pelibatan anak-anak dalam konflik tersebut," jelasnya.
Pelibatan anak-anak dalam unjuk rasa tidak dibenarkan. Namun bagaimanapun polisi
tidak bisa sembarang melakukan tindakan atas dasar penegakkan hukum.
"Pelibatan anak dalam konflik melanggar UU dan bertentangan dengan prinsip
perlindungan anak," jelasnya.
2 Warga Bima, Syaiful dan Arif Rachman tewas ditembak petugas. Keduanya
tergabung dalam kelompok masyarakat yang memblokade Pelabuhan Sape, Bima,
NTB. Warga menolak lokasi tambang emas di daerah mereka yang dinilai merusak
sumber air
Bandung - Odih Juanda, terdakwa perkara dugaan suap pada hakim Imas Dianasari
dituntut penjara 4,5 tahun dan denda sebesar Rp 150 juta. Tuntutan tersebut jauh lebih
ringan dibandingkan Imas yang dituntut 13 tahun penjara, denda Rp 300 juta dan uang
pengganti sebesar Rp 456 juta.
Sidang pembacaan surat tuntutan tersebut digelar di Pengadilan Tipikor Bandung,
Jalan LRE Martadinata, Rabu (21/12/2011).
"Kepada majelis hakim yang mengadili dan memutuskan perkara ini, kami menuntut
agar terdakwa dinyatakan bersalah dengan hukuman penjara 4 tahun 6 bulan dipotong
masa tahanan dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan penjara dengan catatan harus
dilakukan penahanan," ujar JPU yang diketuai Riyono di ruang sidang I.
Hal-hal yang dianggap memberaktkan tuntutan yaitu karena perbuatan terdakwa
dinilai mencederai lembaga pengadilan. "Perbuatan terdakwa mencederai pengadilan
yang seharusnya menjadi tempat untuk memperoleh keadilan," katanya.
Sementara hal yang meringankan yaitu terdakwa memberikan keterangan secara terus
terang dan mengakui perbuatannya. "Terdakwa juga menyatakan menyesal. Selain itu
terdakwa belum pernah dihukum serta memiliki tanggungan," lanjut Riyono. Odih
terlihat tenang selama mendengarkan surat tuntutan.
Hakim Imas dan OJ ditangkap petugas KPK di Bandung, Jawa Barat, Kamis malam,
30 Juni 2011. Saat menangkap mereka, KPK menyita barang bukti berupa uang
sejumlah Rp200 juta dan sebuah mobil Toyota Avanza berwarna hitam dengan nomor
polisi D 1699 VN milik Imas.
Korupsi memang tindakan menyebalkan yang dilakukan pejabat publik yang seharusnya memegang teguh sumpah jabatannya. Alhasil, ketika pelanggaran jabatan dilakukan dan pejabat itu korup, publik pun sebal bukan kepalang pada pelakunya.
Hatri-hari terakhir ini, media seperti disibukkan dengan pemberitaan berbagai kasus korupsi. Pemberitaan penangkapan tersangka korupsi yang dilakukan parat peegak hukum begitu gencar dikabarkan media massa. Meski isyu korupsi mungkin bukan isyu yang cukup “seksi” untuk menarik perhatian khalayak, media selalu memberitakan banyak soal korupsi ini.
Namun bila disimak, media sangat gencar memberitakan penangkapan tersangka. Porsi beritanya juga cukup besar. Siapa yang jadi tersangka bisa mengejutkan publik. Bisa juga merupakan figur yang jauh berada di atas awang-awang yang tak ada hubungannya langsung dengan publik. Mereka mnenjadi selebritas baru karena media cenderung berlebihan dalam memberitakan penangkapan tersangka.
Sayangnya, media tak memberikan perhatian besar pada saat pengadilan. Berita agak besar biasanya hanya pada liputan pada peradilan di tingkat pertama. Begitu terdakwa naik banding atau mengajukan kasasi pemberitaannya mekin kecil. Seolah-olah media membalikan sendiri piramida pemberitaannya. Makin tinggi taraf pengadilannya, makin kecil pemberitaannya.
Pemberitaan berlebihan pada kasus penangkapan dan agak sepi pada pemberitaan proses peradilan akhirnya bisa membuat publik muak. Bukan muak pada perilaku korupnya melainkan muak pada pemberitaannya. Itu sebabnya, berita korupsi akhirnya hanya menarik untuk segelintir orang dan daya pikatnya mungkin jauh di bawah daya tarik pertandingan sepakbola atau gosip selebritas.
Muak pada pemberitaan korupsi ini. karena media sendiri asyik dengan proses penangkapan. Seolah-olah penangkapan tersangka jauh lebih bernilai bagi publik dibanding proses peradilannya.
Apalagi publik sendiri berhadapan dengan kenyataan bahwa uang seringkali menjadi sarana komunikasi yang paling baik dalam berurusan dengan birokrasi. Fakta kehidupan berhadapan dengan realitas media. Publik lebih memilih kisah nyata kehidupan ketimbang realitas yang disajikan media. Itu sebabnya, tidak mengherankan bila publik akhirnya muak pada berita korupsi.
Cuma Sampah yang Ditemukan
KOMPAS.com - Sungai Ciliwung adalah salah satu sungai yang melintasi Ibu Kota DKI Jakarta. Panjang aliran utama sungai ini adalah hampir 120 km melewati Kabupaten Bogor, Kota Depok, dan Jakarta. Kompas.com berkesempatan menyusuri sungai yang paling luas di Jakarta tersebut, Sabtu (24/12/2011).
Titik pemberangkatan adalah Pondok Cina, Depok dengan menggunakan perahu karet dengan titik pemberhentian di Balekambang, Condet, Jakarta Timur. Penyusuran ini ditemani oleh Ahmad Fadel, salah seorang komunitas pecinta Kali Ciliwung yang selama ini melakukan berbagai usaha perbaikan kondisi Kali Ciliwung.
Dengan arus sungai yang tidak terlalu deras, perahu karet kami mulai menyusuri kali Ciliwung yang penuh liku. Pepohonan rindang, tembok-tembok rumah serta gubug-gubug semi permanen menjadi pemandangan silih berganti di sepanjang perjalanan tersebut, tentunya selain sampah. Dari titik pemberangkatan, sampah memang menjadi pemandangan dominan. Berbagai jenis sampah mulai dari styrofoam, plastik, sampah rumah tangga bahkan kasur dan sofa bisa ditemukan di sana.
"Wah, dulu malah saya pernah dapat kulkas pas lagi nyelam," ujar Fadel sambil tertawa. Mesin perahu karet yang kami tumpangi pun kerap mati mendadak saat perjalanan, "Wah, ada kain nih di mesinnya," ujarnya sambil membersihkannya kembali.
Fadel menambahkan bahwa dari titik pemberangkatan hingga titik pemberhentian nantinya, ada 38 tempat pembuangan sampah ilegal di mana warga biasa membuang sampah sehari-harinya. Berton-ton sampah tersebut menumpuk hingga menyerupai gunungan sampah yang tak sedap dipandang mata. Bau busuk pun keluar dari gunungan tersebut.
Ironisnya, beberapa pihak mengambil keuntungan dari pengelolaan sampah ilegal tersebut. Hingga kini, masyarakat di sepanjang Sungai Ciliwung seperti belum sadar betul akan bahaya membuang sampah di bantaran kali. Hal ini ditunjukkan dari
kebanyakan komunitas pecinta Ciliwung berasal dari orang yang bukan tinggal di sepanjang sungai tersebut, melainkan pemuda dari dari luar. Namun kondisi demikian tak membuat mereka patah arang.
Fadel bersama teman-temannya tetap aktif melakukan penyuluhan bagi masyarakat di sepanjang sungai tersebut. "Ya target kita minimal ke anak-anak deh, supaya enggak kaya orang tuanya," ujar Fadel.
Perjalanan pun berlanjut, kami menemui sebuah rumah permanen yang memiliki tembok berada persis di tepi sungai Ciliwung. "Yang seperti ini sebenernya enggak boleh nih, minimal 15 meter dari bibir sungai, tapi ya mau gimana lagi," lanjut Fadel.
Tembok tersebut pun tak lepas dari sampah plastik yang menyangkut di ranting pohon. Di beberapa bagian sungai juga terdapat bangunan semi permanen yang terbuat dari kayu. Bangunan tersebut menjorok ke dalam sungai sehingga menyebabkan penyempitan aliran sungai, padahal kondisi tersebut berbahaya jika permukaan air naik dan terjadi arus yang deras.
Terdapat beberapa pabrik tahu dan tempe di sepanjang sungai Ciliwung. Ironisnya, limbah produksi mereka langsung dibuang melalui pipa ke aliran sungai. Cairan berwarna putih memancur tanpa ada peralatan penyaring, turut menambah masalah di sungai terlebar di Jakarta tersebut.
Meski kondisi air sungai sedemikian buruk, anak-anak kecil tak peduli dangan hal tersebut, mereka tetap riang gembira bermain di sungai tersebut. "Coba agak bersihan, kan enak mau nyebur kaya gimana juga," ujarnya.
Setelah lima setengah jam mengarungi sungai Ciliwung, akhirnya sampai di tempat Komunitas Ciliwung Condet yang berada di daerah Balekambang, Condet, Jakarta Timur. Dengan melihat langsung kondisi sungai Ciliwung yang sedemikian kritis, para pejuang komunitas pecinta Ciliwung di sepanjang aliran mulai dari Bogor hingga Jakarta tetap optimistis bahwa sungai tersebut ke depan akan tertata.
"Kalau Ciliwung bersih dari hulu sampai hilir kan enak, jadi sedap Jakarta kita lama-lama," tutupnya.
Naiknya dana BOS buka peluang korupsi
MEDAN - Naiknya dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk provinsi Sumatera
Utara dari sekitar Rp1,1 triliun menjadi Rp.1,5 triliun semakin membuka peluang
korupsi yang besar.
Peluang korupsi dana BOS sangat terbuka lebar dengan dinaikkannya anggaran, kata
analis politik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Dadang Darmawan hari ini
kepada Waspada Online. Peluang korupsi yang dilakukan oleh oknum pendidikan
khususnya untuk alokasi dana BOS nampaknya memang menjadi lahan bagi kalangan
tertentu untuk memeperkaya diri.
Selama ini pengawasan, evaluasi dan implementasi dari alokasi dana BOS tersebut
masih lemah. Idealnya dana BOS yang digulirkan oleh pemerintah setiap tahunnya
harus terus dianalisa dan evaluasi, agar penyimpangan-penyimpangan anggaran dapat
diminimlisir.
Begitu juga dengan kulitas pendidikan, harapannya dengan semakin ditingkatkan
anggaran pendidikan melalui dana BOS ini hendaknya dapat menaikkan mutu
pendidikan. Bukan saja berpatokan terhadap kuantitas jumlah anggaran saja.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Koordinator Eksekutif Sentra Advokasi Untuk
Hak dan Pendidikan Rakyat (SAHdaR), Arif Faisal, yang mengatakan bahwa biaya
pendidikan masih saja tinggi dan belum dapat dijangkau oleh sebahagian golongan
masyarakat kita. Anggaran BOS naik, tapi tidak berbanding lurus dengan banyaknya
jumlah anak yang putus sekolah, katanya.
Dia mengakui selama ini ada tidak ada dana juga tidak mempengaruhi tinggi biaya
untuk mengecap pendidikan di negara kita. Sebagai gambaran saat ini masih
menemukan tingginya biaya tersebut dilapangan. Biaya untuk masuk ke Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di patok dengan kisaran biaya 10-30 juta per tahun. Dan
semakin meningkatnya anggaran BOS ini juga tetap membuka peluang korupsi
dilingkungan pendidikan kita, katanya.
Dia juga mengaharapkan kepada institusi penegak hukum seperti KPK agar lebih
fokus mengawasi alokasi dana BOS tersebut. Karena anak yang putus sekolah harus
menjadi tanggung jawab penyelenggara pendidikan dan pemerintah. Hukum
kumulatif berlakukan terhadap mereka yang memakan anggran pendidikan, tegasnya.
LPSK Minta Korupsi BOS Segera DitanganiVIVAnews - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendesak aparat
penegak hukum segera menyelesaikan perkara hukum kasus dugaan korupsi dana
BOS di SD RSBI 012 Rawamangun, Jakarta Timur.
Hal ini penting dilakukan untuk mengurangi tekanan psikologis berkepanjangan pada
saksi atau korban yang melapor adanya dugaan korupsi tersebut.
"Laporan yang masuk pun seharusnya ditindaklanjuti dengan cepat, dengan segera.
Sehingga tidak tertunda-tunda. Karena semakin lama penundaan proses, tentunya
intimidasi terhadap orangtua ataupun pelapor juga semakin lama," ujar Ketua LPSK
Abdul Haris Semendawai dalam keterangan pers di kantornya, Jakarta, Senin, 11 Juli
2011.
Dalam kasus dugaan korupsi dana BOS di SD RSBI 012 saat ini masih ditangani
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Berlarut-larutnya kasus dugaan korupsi dana BOS di SD RSBI 012 Rawamangun,
Jakarta yang ditangani Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menurut Semendawai, akan
memberikan efek psikologis yang buruk pada pelapor. Khususnya, siswa.
Namun, dalam kasus tersebut, LPSK telah memberikan perlindungan kepada pelapor,
yakni Tayasmen Kaka orangtua dari Shafa Ayuthaya, dan Handaru Widjatmoko
orangtua dari Aria Bismark Adhie.
Karena itu, belajar dari kasus tersebut, Semendawai meminta kepada seluruh orangtua
murid untuk berani melaporkan adanya dugaan korupsi maupun suap di sekolah.
"Kalau ada orang tua lain, silahkan melapor ke LPSK. Kita akan terima. Ini jadi
tanggungjawab kita semua, bukan hanya LPSK. Dari Kemendiknas juga harus aktif
membersihkan praktik ini. Aparat penegak hukum, segera tindaklanjuti laporan,
jangan ditunda," tuturnya.
Permasalahan ini berawal saat Tayasmen dan Handaru melaporkan adanya dugaan
penggelapan dana BOS di SDN RSBI Rawamangun. Karena tidak transparan, sekolah
dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi DKI pada tanggal 25 Agustus 2008. Namun, dalam
proses penyelidikan yang dilakukan, tiba-tiba berhenti.
Dengan didampingi Indonesia Corruption Watch, kedua orang tua tersebut kembali
mendesak Kejaksaan untuk kembali menyelidiki kasus tersebut. Tetapi hingga kini,
Kejaksaan belum juga menyelesaikan kasus tersebut.
Dalam prosesnya, kedua pelapor dan anak-anaknya mendapat berbagai ancaman dan
intimidasi dari sekolah.
Adhi Bismark, anak dari Handaru tidak diperkenankan mengikuti ujian untuk
kelulusan kelas 6.
"Yang sangat mengejutkan, dikeluarkannya instruksi tertulis Nomor 001 tahun 2010
oleh Kepala Seksi Dinas Pendidikan Dasar Kecamatan Pulogadung Drs. H. Usman
untuk mengeluarkan anak-anak kami. Saya sebagai orangtua tentu sangat cemas
dengan ancaman ini," ungkap Tayasmen.
Lalu, untuk melindungi diri dari berbagai ancaman dari sekolah, dirinya bersama
Handaru didampingi ICA meminta perlindungan LPSK pada 25 Mei 2010. "LSPK
mengabulkan permohonan kami pada 28 Juni 2010. Anak saya dilindungi, dan tidak
jadi dikeluarkan dari sekolah," ucapnya.
Walaupun anaknya kini sudah lulus dan menyelesaikan sekolahnya di SDN 012
Rawamangun, Tayasmen dan Handaru berharap, Kejaksaan Tinggi DKI dapat
menyelesaikan kasus di sekolah tersebut.
Dia juga mengajak seluruh orangtua siswa untuk berani melaporkan tindakan-
tindakan pihak sekolah yang disinyalir melakukan praktik korupsi. "Saya berharap
orangtua diseluruh Indonesia untuk berjuang, jangan khawatir. Dengan adanya UU
LPSK ini bisa menjadi penjamin, ini bisa jadi tempat berlindung kita," ucapnya
ICW: Penggunaan Dana BOS Boros!
JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga ada pemborosan penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) tahun 2009-2011 yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). Hal itu diungkapkan oleh Koordinator Pelayanan Publik ICW, Febri Hendri dalam jumpa pers review kebijakan dana BOS, Rabu (14/12/2011), di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan.
Ia menjelaskan, pemborosan itu terjadi karena dalam petunjuk teknis (juknis) penggunaan dana BOS, pemerintah secara jelas mewajibkan sekolah untuk membeli beberapa buku teks pelajaran menggunakan dana BOS. Menurutnya, juknis itu tak menjadi masalah jika buku teks pelajaran yang dibeli benar-benar diperlukan. Misalnya, untuk mata pelajaran yanng diujikan dalam ujian Nasional (UN), seperti Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Namun, kata Febri, ada pula pembelian buku teks pelajaran yang tingkat keperluannya kurang mendesak, seperti buku untuk mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan, mau pun Seni Budaya dan Keterampilan.
Dalam juknis penggunaan dana BOS tahun 2011, Kemdiknas mewajibkan sekolah membeli buku teks pelajaran. Untuk jenjang SD, sekolah diwajibkan membeli buku Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan, sedangkan untuk jenjang SMP sekolah juga diwajibkan membeli buku mata pelajaran yang sama ditambah mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan.
“Analisa kami, ada pihak lain yang mempengaruhi Kemdiknas untuk mewajibkan pembelian buku-buku tersebut,” kata Febri.
Ia menambahkan, berdasarkan analisa ICW di Jawa Barat, Banten, dan Sulawesi Tenggara, terdapat banyak buku mata pelajaran tersebut yang ditumpuk berdus-dus dan tidak digunakan karena memang tingkat keperluannya kurang mendesak, dan bukan prioritas.
“Pelajaran itu kan lebih kepada praktik, bahkan buku untuk SD dicetak dengan huruf yang kecil-kecil. Padahal, anak kelas 1 atau 2 SD jelas tidak akan tertarik dengan buku yang muatan gambarnya sangat sedikit. Pertanyaannya, kenapa ditegaskan, dan wajib,” ujar Febri.
Adapun, dalam lembar akhir juknis penggunaan dana BOS 2011, tambahnya, juga terdapat lembaran yang wajib diisi oleh pihak sekolah untuk disetorkan kepada Kemdikbud. Dalam lembar tersebut, sekolah wajib menguraikan buku mata pelajaran apa yang dibeli, berapa jumlahnya, dan nama penerbit.
Menurutnya, lembar tersebut sangat mencurigakan. ICW menduga, lembaran tersebut nantinya akan menjadi bahan ‘diskusi’ antara pihak Kemdikbud dengan konsorsium buku.
“Sekolah tidak terlalu memerlukan buku tersebut, tapi dalam sisi lain semuanya diatur dalam juknis sehingga sekolah terpaksa membelinya. Itu adalah pemborosan. Dalam perhitungan kami nilainya mencapai triliunan, dan akan kami telusuri,” papar Febri. Kompas.com