Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

download Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

of 104

Transcript of Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    1/104

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    2/104

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    3/104

    Cover dalam

    LONGSORBahan Pengayaan Bagi Guru SMA/MA/SMK/MAK

    Penulis: Drs. Heni Waluyo Siswanto, M.Pd

    Nara Sumber: Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc.,Ph.D.

    PUSAT KURIKULUM

    BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

    JAKARTA, 2009

    Modul Ajar

    Pengintegrasian Pengurangan Risiko

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    4/104

    Modul Ajar Pengintegrasian

    Pengurangan Risiko LONGSOR

    Bahan Pengayaan Bagi Guru SMA/MA/SMK/MAK

    Penulis: Drs. Heni Waluyo Siswanto, M.Pd

    Nara Sumber: Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc.,Ph.D.

    Editor: Ninil R Mitahul Jannah dan Dian Ariyanie

    Ilustrator Sampul : Sandhi Ari W (SDN 3 Bantul)

    Ilustrator Isi:

    Rizki Goni, Feri Rahman, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rigan A.T.

    Lay Out Isi:

    Galang Gumilar, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rudini Rusmawan, Ardi H, Agusbobos.

    ISBN : 978-979-725-233-5

    Program Safer Communities through Disaster Risk Reduction (SCDRR)

    Jl. Tulung Agung No. 46, Jakarta 10310, INDONESIA

    Telp : +62 21 390 5484 (hunting)

    Fax : +62 21 391 8604E-mail : [email protected]

    Website : www.sc-drr.org

    Program masyarakat yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana (Safer Communities through

    Disaster Risk Reduction disingkat SCDRR), merupakan proyek kerja sama antara United Nations Development

    Programme (UNDP), BAPPENAS, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri, dengan dukungan dana UNDP,

    Departement for International Development (DFID) Pemerintah Inggris danAustralian Agency For InternationalDevelopment (AusAID)

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    5/104

    SAMBUTAN

    Indonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia

    berada di kawasan yang disebut cincin api, dimana risiko untuk terjadi

    bencana alam seperti tsunami, gempa bumi, letusan gunung api, banjir dan

    longsor sangat tinggi. Bencana alam ini telah menimbulkan ribuan korban

    jiwa, kerugian materil dan meninggalkan banyak orang untuk berjuang

    membangun kembali tempat tinggal dan mata pencahariannya.

    Kesiapsiagaan merupakan hal yang penting dan harus dibangun pada setiap tingkat

    kelompok di masyarakat. Pengalaman menunjukkan bahwa kehancuran akibatbencana dapat secara drastis dikurangi jika semua orang lebih siap menghadapi

    bencana. Sekolah adalah pusat pendidikan yang tidak hanya memberikan kita

    ilmu pengetahuan tetapi juga bekal untuk kelangsungan hidup kita, kesiapsiagaan

    terhadap bencana merupakan bagian dari ketrampilan untuk kelangsungan

    hidup kita. Sekolah juga seringkali menjadi tempat penghubung dan tempat

    belajar bagi seluruh masyarakat. Anak-anak merupakan peserta ajar yang paling

    cepat dan mereka tidak hanya mampu memadukan pengetahuan beru ke dalam

    kehidupan sehari-hari, tetapi juga menjadi sumber pengetahuan bagi keluarga

    dan masyarakatnya dalam hal prilaku yang sehat dan aman, yang mereka dapatkan

    di sekolah. Oleh karenanya, menjadikan pencegahan bencana menjadi salah satu

    okus di sekolah dengan memberdayakan anak-anak dan remaja untuk memahamitanda-tanda peringatan bencana dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk

    mengurangi risiko dan mencegah bencana, merupakan suatu langkah awal yang

    penting dalam membangun ketangguhan bencana seluruh masyarakat. Jadi

    kesiapsiagaan haruslah menjadi bagian dari materi yang diberikan dalam dunia

    pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah.

    Pusat Kurikulum sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam

    pengembangan model-model kurikulum sebagai reerensi satuan pendidikan

    dalam pengembangan kurikulumnya, telah berhasil dalam menyusun

    serangkaian modul ajar dan modul pelatihan untuk pengintegrasian

    pengurangan risiko bencana ke dalam tingkat satuan pendidikan. Secara

    keseluruhan modul ini terdiri atas 15 modul ajar dan 3 modul pelatihan, yaitu:

    Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SD.

    Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMP.

    Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMA.

    Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SD.

    Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMP.

    Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMA.

    KEPALA

    PUSAT KURIKULUM

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    6/104

    Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD.

    Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP.

    Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA.

    Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SD.

    Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA.

    Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SD.

    Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMP.

    Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA.

    Modul Pelatihan Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana untuk SD,

    SMP dan SMA.

    Penyusunan modul-modul tersebut merupakan hasil kerjasama antara Pusat

    Kurikulum dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal BAPPENAS

    dalam sebuah Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR)

    In Development yang didanai oleh United Nations Development Program (UNDP)yang bertujuan untuk membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui

    berbagai upaya pengurangan risiko bencana.

    Setiap modul ajar dilengkapi dengan contoh-contoh silabus, rencana pelaksanaan

    pembelajaran dan model bahan ajar. Sedangkan modul pelatihan terdiri dari

    panduan asilitasi dan bahan bacaan bagi pelatih mengenai penyelenggaraan

    penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, sekolah siaga bencana,

    pendidikan PRB, dan strategi pengintegrasian pendidikan PRB ke dalam kurikulum

    satuan pendidikan.

    Diharapkan modul-modul tersebut dapat bermanaat dan dijadikan bahan acuanbagi para pihak yang berkepentingan dalam kesiapsiagaan di sekolah.

    Jakarta, Desember 2009

    Kepala Pusat Kurikulum

    Dra. Diah Harianti, M.Psi

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    7/104

    SAMBUTAN

    Indonesia sebagai negara kepulauan dengan letak geograsnya pada posisi

    pertemuan 4 lempeng tektonik, merupakan wilayah yang rawan bencana.

    Selain itu dengan kompleksitas kondisi demogra, sosial dan ekonomi di

    Indonesia yang berkontribusi pada tingginya tingkat kerentanan masyarakat

    terhadap ancaman bencana, serta minimnya kapasitas masyarakat dalam

    menangani bencana menyebabkan risiko bencana di Indonesia menjadi

    tinggi. Pada tahun 2005, Indonesia menempati peringkat ke-7 dari sejumlah

    negara yang paling banyak dilanda bencana alam (ISDR 2006-2009, World

    Disaster Reduction Campaign, UNESCO).

    Berangkat dari hal tersebut dan guna mendukung paradigma pengurangan

    risiko bencana di sektor pendidikan, maka Pusat Kurikulum-sebuah unit eselon

    II di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan pada Kementerian Pendidikan

    Nasional bekerjasama dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal

    BAPPENAS tengah melaksanakan kegiatan Program Safer Community Through

    Disaster Risk Reduction (SCDRR) In Development melalui dana hibah UNDP. Kegiatan

    ini bertujuan membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui berbagai

    upaya pengurangan risiko bencana.

    Dalam kerjasama ini, Pusat Kurikulum telah mengembangkan kurikulum khususnyadalam mengintegrasikan materi-materi dan kompetensi Pengurangan Risiko

    Bencana (PRB) ke dalam mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Pendidikan

    Jasmani yang ada di sekolah mulai dari jenjang SD atau yang sederajat sampai

    SMA atau yang sederajat. Model pengintegrasian materi dan kompetensi PRB

    dengan mata pelajaran-mata pelajaran ini bertujuan agar muatan kurikulum dan

    beban belajar tidak menjadi lebih berat. Disamping mengintegrasikan ke mata

    pelajaran yang sudah ada PRB juga bisa dijadikan muatan lokal (Mulok) serta ekstra

    kurikuler.

    Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini disusun dalam rangka

    untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengetahuan tentang bencana

    dan mensosialisasikan langkah-langkah preventi untuk mengurangi risiko bencana

    yang dapat menimpa di wilayah Indonesia. Tanpa adanya upaya terus-menerus

    untuk mendiseminasikan inormasi tentang ancaman dan langkah-langkah yang

    dapat diambil untuk mengurangi risiko-risiko yang dapat ditimbulkannya, sulit bagi

    kita untuk mewujudkan guru dan peserta didik yang tangguh dalam menghadapi

    bencana.

    Modul ini dapat menjadi salah satu solusi yang memungkinkan bagi para guru untuk

    mengajarkan peserta didik dari hari ke hari di sekolah secara berkesinambungan,

    sehingga proses, internalisasi pengetahuan kebencanaan bukan hanya dipahami

    KEPALA BADAN PENELITIAN

    DAN PENGEMBANGAN

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    8/104

    dan diketahui dalam ingatan belaka tapi juga mendorong munculnya respon cepat

    penyelamatan yang benar dari peserta didik ketika menghadapi bencana.

    Diharapkan modul ini dapat dimanaatkan, antara lain:

    Sebagai alat pemandu dalam membantu para guru dalam melakukan

    pengajaran tentang pengurangan risiko bencana kepada peserta didik di

    sekolah sebagai upaya membangun kesiapsiagaan dan keselamatan dari

    bencana di sekolah.

    Membuka peluang dan membangun kreatitas guru dalam menerapkan

    pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana yang disesuaikan

    dengan konteks sekolah yang dibinanya

    Memberikan gambaran secara lebih sistematis dan komprehensi cara

    pengintegrasian pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana

    ke dalam mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri di

    Sekolah.

    Mendorong inisiati para guru, sekolah dan gugus dalam mengupayakanpengurangan risiko bencana dan membangun budaya keselamatan di

    sekolah, lingkungan rumah dan lingkungan sekitar.

    Semoga Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini menjadi

    bermanaat dan membantu bagi semua guru untuk meningkatkan pengetahuan,

    meningkatkan ketrampilan dan membentuk sikap anak untuk menjadi lebih

    tanggap terhadap ancaman bencana.

    Jakarta, Desember 2009Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan

    Kementerian Pendidikan Nasional

    Pro. Dr. H. Mansyur Ramly

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    9/104

    SAMBUTAN

    Menyikapi situasi kejadian bencana dan kenyataan luasnya cakupan wilayah

    tanah air yang memiliki berbagai ancaman bencana, pemerintah Indonesia

    telah melakukan sejumlah inisiati guna mengurangi risiko bencana ditanah

    air. Pada akhir tahun 2006 Bappenas meluncurkan buku Rencana Aksi Nasional

    Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) 2006 2009, sebagai komitmen dalam

    mengarusutamakan pengurangan risiko bencana dalam pembangunan nasional, yang

    merupakan pelengkap dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

    2005 2009 yang telah ada. Berdasarkan RAN PRB 2006 2009 tersebut, Pemerintah

    telah mengalokasikan anggaran untuk program pencegahan dan pengurangan risiko

    bencana, sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) mulai tahun

    2007. Lebih lanjut pada April 2007, Pemerintah menerbitkan Undang Undang Nomor

    24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menjadi tonggak sejarah

    dalam upaya penanggulangan bencana di Indonesia, dan diikuti dengan peraturan

    turunannya, serta dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP)

    melalui Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008.

    Untuk mendukung prakarsa prakarsa yang telah dimulai oleh Pemerintah Indonesia

    tersebut, UNDP bekerjasama dengan Bappenas, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri

    telah menginisiasi sebuah program yang ditujukan untuk mewujudkan masyarakat

    yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana dalam pembangunan atauyang dikenal dengan Program Safer Communities Through Disaster Risk Reduction in

    Development (SCDRR in Development). Program SCDRR ini kan berlangsung selama 5

    tahun (2007 2012) dan dirancang untuk mendorong agar pengurangan risiko bencana

    menjadi sesuatu yang lazim dalam proses pembangunan yang terdesentralisasi. Untuk

    mewujudkan hal itu maka upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana

    kedalam proses pembangunan mutlak harus dijalankan. Upaya tersebut dilaksanakan

    melalui 4 pilar sasaran program SCDRR, yaitu : (1) Diberlakukannya kebijakan, peraturan

    dan kerangka kerja regulasi pengurangan risiko bencana; (2) Diperkuatnya kelembagaan

    pengurangan risiko bencana dan kemitraan diantara mereka; (3) Dipahaminya risiko

    bencana dan tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko tersebut oleh

    masyarakat dan pengambil kebijakan melalui pendidikan dan penyadaran publik;

    (4) Didemonstrasikannya pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari program

    pembangunan.

    Terkait dengan sasaran ketiga mengenai perlunya pendidikan dan penyadaran

    publik terhadap pengurangan risiko bencana, selama beberapa tahun ini pemerintah

    bersama-sama beberapa lembaga swadaya masyarakat, dan institusi pendidikan di

    tingkat nasional maupun daerah telah melakukan berbagai upaya dalam pendidikan

    kebencanaan, termasuk memasukkan materi kebencanaan kedalam muatan lokal,

    pelatihan untuk guru, kampanye dan advokasi, hingga school road showuntuk kegiatan

    simulation drilldi sekolah-sekolah. Namun demikian, kegiatan-kegiatan tersebut belumterkoordinasi dengan baik dan belum terintegrasi dalam satu kerangka yang dapat

    DIREKTUR KAWASAN KHUSUS

    DAN DAERAH TERTINGGAL, BAPPENAS

    SELAKU NATIONAL PROJECT

    DIRECTOR SCDRR

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    10/104

    disepakati bersama. Dilain pihak, pemetaan aktivitas pendidikan diberbagai wilayah rawan

    bencana di Indonesia serta intervensi dan dukungan peningkatan kapasitas untuk pendidikan

    masih sangat minim dan terpusat, khususnya di wilayah Jawa dan Sumatera. Kajian kesiapsiagaan

    masyarakat terhadap bencana yang telah dilakukan di berbagai wilayah menunjukkan rendahnya

    tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah dibanding masyarakat serta aparat (LIPI, 2006 2007).Hal ini sangat ironis, karena sekolah adalah basis dari komunitas anak-anak, yang merupakan

    kelompok rentan yang perlu dlindungi dan secara bersamaan perlu ditingkatkan pengetahuan

    dan keterampilannya.

    Di sisi lain, tantangan dalam mengintegrasikan upaya-upaya pengurangan risiko bencana

    kedalam sistem pendidikan juga telah banyak dikaji, seperti : (1) Beratnya beban kurikulum siswa;

    (2) Kurangnya pemahaman guru mengenai bencana ; (3) Kurangnya kapasitas dan keahlian guru

    dalam integrasi PRB kedalam kurikulum; (4) Minimnya panduan, silabus dan materi ajar yang

    terdistribusi dan dapat diakses oleh guru; (5) Terbatasnya sumberdaya (tenaga, biaya dan sarana);

    dan (6) Kondisi bangunan sik sekolah, sarana dan prasarana pada ummnya memprihatinkan,

    tidak berorientasi pada AMDAL dan konstruksi tahan gempa.

    Untuk menjawab tantangan tersebut dan guna melaksanakan integrasi pengurangan risiko

    bencana ke dalam sistem pendidikan, dalam rangka mewujudkan budaya aman dan siaga

    bencana, maka SCDRR telah mendukung Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun

    Strategi Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana kedalam Sistem Pendidikan Nasional.

    Strategi ini akan disahkan melalui suatu bentuk kebijakan ditingkat nasional yang diharapkan

    dapat menjadi acuan bagi pelaksanaan integrasi PRB ke dalam sistem pendidikan baik intra

    maupun ekstrakurikuler secara nasional.

    Untuk mendukung implementasi kebijakan tesebut, maka SCDRR mendukung Pusat Kurikulum,

    Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun modul ajar dan modul pelatihanpengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam intra dan ekstrakurikuler. Modul-modul

    ini berisi model pembelajaran, materi ajar lengkap dengan panduan pengajarannya, dalam hal

    integrasi PRB kedalam intra dan ekstrakurikuler.

    Diharapkan modul-modul yang disusun oleh Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional

    ini dapat menjadi acuan standar dan/atau memperkaya bahan-bahan yang sudah ada dan sudah

    disusun oleh berbagai pihak lainnya, sehingga dapat bermanaat dan digunakan oleh praktisi

    pendidikan dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka peningkatan kesiapsiagaan

    sekolah terutama didaerah rawan bencana. Terima Kasih.

    Jakarta, Desember 2009

    Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Bappenas

    Selaku National Project Director SCDRR

    Dr.Ir Suprayoga Hadi, MSP

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    11/104

    DAFTAR ISI

    SAMBUTAN KEPALA PUSAT KURIKULUM III

    SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN,

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL VSAMBUTAN DIREKTUR KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL,

    BAPPENAS SELAKU NATIONAL PROJECT DIRECTOR SCDRR VII

    DAFTAR ISI IX

    DAFTAR TABEL XI

    DAFTAR GAMBAR XIII

    DAFTAR KOTAK XV

    BAB I PENDAHULUAN 1

    1.1 Landasan dan Pedoman 11.1.1 Landasan Filosos 3

    1.1.2 Landasan Sosiologis 4

    1.1.3 Landasan Yuridis 4

    1.1.4 Pedoman Pengembangan Produk 4

    1.1.5 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ke Dalam

    Sistem Pendidikan Nasional 5

    1.2 Kerangka Kerja Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana 6

    1.2.1 Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana

    dan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan 61.2.2 Konsep Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana 8

    BAB II FENOMENA DAN PERISTIWA LONGSOR 9

    2.1 Fenomena Longsor di Indonesia 9

    2.1.1. Apa itu Longsor dan apa perbedaanya

    dengan istilah Gerakan Tanah ? 10

    2.1.2. Mengapa gerakan tanah/longsor terjadi ? 11

    2.1.3. Apa yang mengontrol kestabilan lereng ? 12

    2.1.4. Bagaimana ciri lereng rentan bergerak ? 13

    2.1.5. Apa ciri zona rawan terkena gerakan tanah ? 14

    2.1.6. Apa yang menjadi pemicu gerakan tanah/longsor ? 14

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    12/104

    Datar Isi

    x

    2.1.7. Bagaimanakah gejala awal/tanda-tanda

    gerakan tanah atau longsor ? 15

    2.1.8. Karakteristik Kawasan Rawan Bencana Longsor 18

    2.1.9. Klasikasi dan Faktor Penyebab Bencana Longsor 19

    2.2 Peristiwa Longsor di Indonesia 22

    BAB III PENGURANGAN RISIKO LONGSOR 24

    3.1 Pengurangan Risiko Bencana 24

    3.1.1 Bencana 25

    3.1.2 Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan

    dan Kapasitas 27

    3.1.3 Pengurangan Risiko Bencana 29

    3.1.4 Upaya Pengurangan Risiko Bencana 29

    3.2 Kesiapsiagaan Longsor 33

    3.2.1 Tindakan Sebelum Terjadi Longsor 343.2.2 Tindakan Saat Terjadi Longsor 34

    3.2.3 Tindakan Sesudah Terjadi Longsor 35

    3.2.4 Adaptasi Setelah Terjadi Longsor 36

    3.2.5 Persiapan Penanganan Bencana Oleh Masyarakat 37

    BAB IV MATERI PEMBELAJARAN PENGURANGAN RISIKO LONGSOR 40

    4.1 Identikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 40

    4.2 Pemetaan Indikator Siswa 42

    4.3 Pendekatan Kegiatan Belajar Mengajar 44

    4.3.1. Tahap Persiapan 44

    4.3.2. Tahap Pelaksanaan 44

    BAB V PENGINTEGRASIAN MATERI POKOK PENGURANGAN

    RISIKO LONGSOR KE DALAM KURIKULUM TINGKAT

    SATUAN PENDIDIKAN MENENGAH ATAS (SMA/MA/SMK/MAK) 46

    5.1 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor

    dalam Mata Pelajaran 48

    5.1.1 Identikasi Materi Pembelajaran Risiko Longsor 50

    5.1.2 Analisis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)

    Mata Pelajaran Terintegrasi 515.1.3 Penyusunan Silabus Mata Pelajaran Terintegrasi 51

    5.1.4 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

    Mata Pelajaran Terintegrasi 62

    5.2 Pengembangan Model Muatan Lokal Pengurangan

    Risiko Longsor 68

    5.2.1 Analisis Konteks Mata Pelajaran Muatan Lokal 70

    5.2.2 Penyusunan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

    Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor 72

    5.2.3 Penyusunan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

    Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor 74

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    13/104

    Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK

    xi

    5.3 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor ke dalam

    Kegiatan Pengembangan Diri 77

    DAFTAR ISTILAH 80

    DAFTAR PUSTAKA 84

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    14/104

    Datar Isi

    xii

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    15/104

    Tabel 4.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor

    untuk SMA/SMK/MA/MAK 41

    Tabel 4.2 Indikator Prilaku Siswa Untuk Pembelajaran

    Pengurangan Risiko Longsor 43

    Tabel 5.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor. 50

    Tabel 5.2 Analisis Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar

    Untuk Mata Pelajaran Terintegrasi

    Pengurangan Risiko Longsor 52

    Tabel 5.3 Contoh Pengembangan Silabus Model Integrasi

    Pengurangan Risiko Longsor Ke Dalam Mata Pelajaran 63

    Tabel 5.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal

    Pengurangan Risiko Longsor 74

    Tabel 5.5 Contoh Pengembangan Muatan Lokal

    Pengurangan Risiko Longsor 75Tabel 5.6 Contoh Pengembangan Program Kegiatan Model

    Ekstrakulikuler Terintegrasi

    Pengurangan Risiko Longsor 79

    DAFTAR TABEL

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    16/104

    Datar Tabel

    xiv

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    17/104

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Gerakan Tanah Longsor 10

    Gambar 2.2 Arah gerakan ; = sudut kemiringan lereng;

    H = tinggi lereng 11

    Gambar 2.3 Arah gerakan ; = sudut kemiringan lereng;

    H = tinggi lereng 11

    Gambar 2.4 Bentang alam sebagai alat kontrol kestabilan lereng 12

    Gambar 2.5 Batu yang berjatuhan akibat longsor 23

    Gambar 2.6 Tumpukan kayu yang terbawa arus longsor dan

    banjir di Bahorok Sumatera Utara

    yang memakan korban sekitar 200 orang. 23

    Gambar 2.7 Masyarakat melihat bus yang terperosok keluar dari

    jalan raya akibat terjangan longsoran tanah 23

    Gambar 2.8 Tim evakuasi bencana longsor 23

    Gambar 3.1 Model hubungan antara risiko bencana,kerentanan dan bahaya 25

    Gambar 3.2 Gempa bumi 26

    Gambar 3.3 Persentase Orang Terkena Bencana

    Berdasarkan Jenis Bencana 27

    Gambar 3. 4 Mencetak sawah dan membuat kolam

    pada lereng bagian atas di dekat pemukiman

    mengakibatkan bahaya longsor. 36

    Gambar 3. 5 Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal

    bila membangun permukiman. 36

    Gambar 3. 6 Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal. 37Gambar 3. 7 Pembangunan rumah yang salah di lereng bukit. 37

    Gambar 3. 8 Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal. 37

    Gambar 3. 9 Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit 37

    Gambar 3.10 Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak. 37

    Gambar 3.11 Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi 37

    Gambar 5. 1 Proses Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 48

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    18/104

    Datar Gambar

    xvi

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    19/104

    DAFTAR KOTAK

    Kotak 5.1.1 Contoh Pengembangan RPP Model Integrasi Pengurangan

    Risiko Longsor Pada Mata Pelajaran 64

    Kotak 5.2.1 Contoh Pengembangan RPP Model Integrasi Pengurangan

    Risiko Longsor Pada Mata Pelajaran 76

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    20/104

    Datar Kotak

    xviii

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    21/104

    1.1 Landasan dan Pedoman

    Berdasarkan hasil Konerensi Sedunia tentang Pengurangan Risiko Bencana (World

    Conference on Disaster Reduction) yang diselenggarakan pada tanggal 18-22 Januari2005 di Kobe, Hyogo, Jepang; dan dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi

    2005-2015 dengan tema Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas Terhadap

    Bencana memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan

    yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap

    bahaya. Konerensi tersebut menekankan perlunya mengidentikasi cara-cara

    untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana.

    Pada bulan Januari 2005, lebih dari 4.000 perwakilan pemerintah, organisasi non-

    pemerintah (NGO), institusi akademik, dan sektor swasta berkumpul di Kobe, Jepang,

    pada World Conference on Disaster Reduction (WCDR) kesebelas. Konerensi tersebut

    mengakhiri perundingan-perundingan tentang Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005-2015 : Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas terhadap Bencana (HFA).

    Kerangka Aksi ini diadopsi oleh 168 negara dan menetapkan tujuan yang jelas

    secara substansiil mengurangi kerugian akibat bencana, baik korban jiwa maupun

    kerugian terhadap aset-aset sosial, ekonomi, dan lingkungan suatu masyarakat dan

    negara dan merinci seperangkat prioritas untuk mencapai tujuan setindaknya

    pada tahun 2015.

    HFA menekankan bahwa pengurangan risiko bencana adalah isu sentral kebijakan

    pembangunan, selain juga menjadi perhatian berbagai bidang ilmu, kemanusiaan,

    dan lingkungan. Bencana merusak hasil-hasil pembangunan, memelaratkanrakyat dan negara. Tanpa usaha yang serius untuk mengatasi kerugian akibat

    bencana, bencana akan terus menjadi penghalang besar dalam pencapaian

    Sasaran Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals). Untuk membantu

    pencapaian hasil yang diinginkan, HFA mengidentikasi lima Prioritas Aksi yang

    spesik: (1) Membuat pengurangan risiko bencana sebagai prioritas; (2) Memperbaiki

    inormasi risiko dan peringatan dini; (3) Membangun budaya keamanan dan

    ketahanan; (4) Mengurangi risiko pada sektor-sektor utama; (5) Memperkuat

    kesiapan untuk bereaksi.

    BAB IPENDAHULUAN

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    22/104

    Pendahuluan

    2

    HFA memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang

    strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya.

    Konerensi tersebut menekankan perlunya mengidentikasi cara-cara untuk

    membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Karena bencana

    dapat diredam secara berarti jika masyarakat mempunyai inormasi yang cukup dandidorong pada budaya pencegahan dan ketahanan terhadap bencana, yang pada

    akhirnya memerlukan pencarian, pengumpulan, dan penyebaran pengetahuan

    dan inormasi yang relevan tentang bahaya, kerentanan, dan kapasitas.

    Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha antara lain: (1) menggalakkan dimasuk_

    kannya pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana sebagai bagian

    yang relevan dalam kurikulum pendidikan di semua tingkat dan menggunakan

    jalur ormal dan inormal lainnya untuk menjangkau anak-anak muda dan anak-

    anak dengan inormasi; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana

    sebagai suatu elemen instrinsik dalam dekade 20052014 untuk Pendidikan bagi

    Pembangunan Berkelanjutan (United Nations Decade of Education for SustainableDevelopment); (2) menggalakkan pelaksanaan penjajagan risiko tingkat lokal

    dan program kesiapsiagaan terhadap bencana di sekolah-sekolah dan lembaga-

    lembaga pendidikan lanjutan; (3) menggalakkan pelaksanaan program dan

    aktivitas di sekolah-sekolah untuk pembelajaran tentang bagaimana meminimalisir

    eek bahaya; (4) mengembangkan program pelatihan dan pembelajaran tentang

    pengurangan risiko bencana dengan sasaran sektor-sektor tertentu, misalnya: para

    perancang pembangunan, penyelenggara tanggap darurat, pejabat pemerintah

    tingkat lokal, dan sebagainya; (5) menggalakkan inisiati pelatihan berbasis

    masyarakat dengan mempertimbangkan peran tenaga sukarelawan sebagaimana

    mestinya untuk meningkatkan kapasitas lokal dalam melakukan mitigasi danmenghadapi bencana; (6) memastikan kesetaraan akses kesempatan memperoleh

    pelatihan dan pendidikan bagi perempuan dan konstituen yang rentan; dan (7)

    menggalakkan pelatihan tentang sensitivitas gender dan budaya sebagai bagian tak

    terpisahkan dari pendidikan dan pelatihan tentang pengurangan risiko bencana.

    Kampanye Pendidikan tentang Risiko Bencana dan Keselamatan di Sekolah yang

    dikoordinir olehUN/ISDR (United Nations/International Strategy for Disaster Reduction)

    hingga penghujung tahun 2007 dengan didasari berbagai pertimbangan. Anak-

    anak adalah kelompok yang paling rentan selama kejadian bencana, terutama

    yang sedang bersekolah pada saat berlangsungnya kejadian. Pada saat bencana,

    gedung sekolah hancur, mengurangi usia hidup murid sekolah dan guru yangsangat berharga dan terganggunya hak memperoleh pendidikan sebagai dampak

    bencana. Pembangunan kembali sekolah juga memerlukan waktu yang tidak

    sebentar dan pastilah sangat mahal.

    Kampanye ditujukan kepada murid sekolah dasar dan menengah, para guru,

    pembuat kebijakan pendidikan, orangtua, insinyur dan ahli bangunan. Selain

    itu juga ditujukan kepada lembaga pemerintah yang bertanggung-jawab atas

    isu manajemen bencana, mendiknas, para pemimpin politik di tingkat nasional,

    pembuat keputusan di masyarakat, dan otoritas lokal. Pesan yang bisa disampaikan

    antara lain: (1) pendidikan tentang risiko bencana menguatkan anak-anak dan

    membantu membangun kesadaran yang lebih besar isu tersebut di dalam

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    23/104

    Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK

    3

    masyarakat; (2) asilitas bangunan sekolah yang bisa menyelamatkan hidup dan

    melindungi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dari suatu kejadian

    bencana alam; dan (3) pendidikan tentang risiko bencana dan asilitas keselamatan

    di sekolah akan membantu negara-negara menuju ke arah pencapaian Tujuan

    Pembangunan Millenium.

    Sekolah dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap generasi muda,

    yaitu dalam menanamkan nilai-nilai budaya dan menyampaikan pengetahuan

    tradisional dan konvensional kepada generasi muda. Untuk melindungi anak-

    anak dari ancaman bencana alam diperlukan dua prioritas berbeda namun tidak

    bisa dipisahkan aksinya yaitu pendidikan untuk mengurangi risiko bencana dan

    keselamatan dan keamanan sekolah.

    Sekolah juga harus mampu melindungi anak-anak dari suatu kejadian bencana

    alam. Investasi dalam memperkuat struktur gedung sekolah sebelum suatu

    bencana terjadi, akan mengurangi biaya/anggaran jangka panjang, melindungigenerasi muda penerus bangsa, dan memastikan kelangsungan kegiatan belajar-

    mengajar setelah kejadian bencana. Pendidikan di sekolah dasar dan menegah

    membantu anak-anak memainkan peranan penting dalam penyelamatan hidup dan

    perlindungan aset/milik masyarakat pada saat kejadian bencana. Menyelenggarakan

    pendidikan tentang risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah sangat membantu

    dalam membangun kesadaran akan isu tersebut di lingkungan masyarakat.

    Mengurangi risiko bencana dimulai dari sekolah. Seluruh komponen, dalam hal

    ini anak-anak sekolah, para guru, para pemimpin masyarakat, orangtua, maupun

    individu yang tertarik dengan pendidikan tentang risiko bencana dan keselamatan

    di sekolah, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, institusi lokal/regional/nasional/ internasional, sektor swasta dan publik untuk dapat berpartisipasi

    secara akti. Keterlibatan media juga diperlukan untuk mendorong sebuah budaya

    ketahanan terhadap bencana dan keterlibatan komunitas yang kuat dalam rangka

    kampanye pendidikan publik secara terus-menerus dan dalam konsultasi publik di

    segenap lapisan masyarakat. Bencana?! Jika Siap Kita Selamat.

    Padatnya kurikulum pendidikan nasional tidak boleh kita jadikan alasan untuk tidak

    melakukan kegiatan pengurangan risiko bencana di sekolah secara berkelanjutan.

    Pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana di sekolah-sekolah bisa

    dilaksanakan dengan mengintegrasikan materi pembelajaran pengurangan

    risiko bencana ke dalam (1) mata pelajaran pokok/paket, (2) muatan lokal, dan (3)

    ekstrakurikuler dan pengembangan diri. Atau secara khusus mengembangkan dan

    menyelenggarakan kurikulum muatan lokal dan ektrakurikuler/pengembangan

    diri yang didedikasikan khusus untuk pendidikan pengurangan risiko bencana.

    1.1.1 Landasan Filosofs

    Bencana merupakan suatu bentuk gangguan terhadap kehidupan dan

    penghidupan masyarakat, oleh karena itu, secara losos, pengurangan risiko

    bencana merupakan bagian dari pemenuhan tujuan bernegara Republik

    Indonesia, yaitu melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta seluruh

    tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    24/104

    Pendahuluan

    4

    kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

    kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

    Upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa dikuatkan pula dengan hak

    setiap orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,

    dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman

    dari ancaman ketakutan untuk untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang

    merupakan hak asasi, hak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan

    mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh

    pelayanan kesehatan (Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.

    1.1.2 Landasan Sosiologis

    Ada tiga pertimbangan sosiologis yang patut diketengahkan, yaitu Pertama

    secara geogras, demogras dan geologis, Indonesia merupakan negara

    rawan bencana, baik bencana alam dan bencana akibat ulah manusia, seperti

    kegagalan atau mala praktik teknologi. Kedua, adalah bahwa perkembanganilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi sosial masyarakat, telah

    menimbulkan dampak negati terhadap lingkungan yang berakibat pada

    terjadinya bencana. Ketiga, adalah kondisi struktur manajemen bencana

    itu sendiri. Kematian, cidera dan kerugian materi, serta masalah lingkungan

    dan ekonomi dapat dikurangi apabila penyelenggaraan penanggulangan

    bencana telah dilakukan secara komprehensi yang mencakup pendekatan

    yang bersiat pencegahan, pengurangaan risiko, tindakan kesiapsiagaan

    tindakan tanggap terhadap bencana, serta upaya pemulihan. Disamping itu,

    pendekatan yang mengedepankan pentingnya partisipasi dari semua tingkat

    pemerintahan, baik pemerintah pusat dan daerah, mengambil peran yang

    akti dalam menciptakan manajemen bencana yang eekti. Serta pentingnya

    partisipasi publik dan pemangku kepentingan dalam penanganan bencana.

    1.1.3 Landasan Yuridis

    Pertimbangan yuridis adalah menyangkut masalah-masalah hukum serta peran

    hukum dalam penanganan bencana. Hal ini dikaitkan dengan peran hukum

    dalam pembangunan, baik sebagai pengatur perilaku, maupun instrumen

    untuk penyelesaian masalah. Hukum sangat diperlukan, karena hukum atau

    peraturan perundang-undangan dapat menjamin adanya kepastian dan

    keadilan dalam penanganan bencana. Undang-Undang No.24 Tahun 2007

    tentang Penanggulangan Bencana ditempatkan guna memberikan jawabanatau solusi terhadap permasalahan yang berkaitan dengan penangan

    bencana, merupakan landasan yuridis paling dekat untuk pelaksanaan usaha-

    usaha pengurangan risiko bencana di Indonesia.

    1.1.4 Pedoman Pengembangan Produk

    Program pendidikan pengurangan risiko bencana (PRB) bertujuan untuk

    meminimalisir risiko bencana dan meningkatkan kapasitas sekolah dalam

    melaksanakan pengurangan risiko bencana, kesiapsiagaan, mitigasi, dan

    peringatan dini. PRB oleh satuan pendidikan dapat dilakukan dengan cara

    mengintegrasikan materi pendidikan pengurangan risiko bencana dalam

    kurikulum yang berlaku di sekolah, mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan

    pengembangan diri dan ekstrakurikuler, dan bahan ajar.

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    25/104

    Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK

    5

    Dasar hukum yang menjadi pedoman perancangan dan pengembangan serial

    modul dan modul pelatihan adalah:

    1. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

    2. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

    3. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

    4. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

    Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025.

    5. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan

    Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 - 2009.

    6. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

    Pendidikan.

    7. Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional

    Penanggulangan Bencana.

    8. Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2008 tentang Pengesahan ASEAN(Persetujuan ASEAN mengenai Penanggulangan Bencana dan Penanganan

    Darurat).

    9. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan

    Penanggulangan Bencana.

    10. Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.

    11. Peraturan Mendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi

    Lulusan.

    12. Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi

    dan Standar Kompetensi Lulusan, yang disempurnakan dengan PeraturanMendiknas No. 6 Tahun 2007.

    13. Peraturan Mendiknas No. 40 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja

    Balitbang Depdiknas.

    14. Peraturan Mendiknas No. 50 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan

    Pendidikan oleh Pemerintah Provinsi.

    15. Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan

    Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK.

    16. Surat Edaran Mendiknas No. 33/MPN/SE/2007 tentang Sosialisasi KTSP.

    1.1.5 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana Ke Dalam SistemPendidikan Nasional

    UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38 Ayat (2):

    Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan

    relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite

    sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau

    kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan

    provinsi untuk pendidikan menengah

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    26/104

    Pendahuluan

    6

    Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun

    2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penyusunan

    kurikulum merupakan tanggung jawab setiap satuan pendidikan (sekolah

    dan madrasah). Oleh karena itu tidak lagi dikenal apa yang disebut dengan

    kurikulum nasional, yang pada periode sebelumnya menjadi tanggung jawabpemerintah pusat.

    Dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 17

    menyebutkan:

    1. Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/

    MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan

    sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah,

    sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik

    2. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah,

    mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya

    berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan,

    dibawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di

    bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK dan departemen yang

    mengurusi urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan

    MAK

    Penjabaran kurikulum dilakukan dengan penyusunan silabus dan bahan ajar

    sesuai dengan kondisi geogras dan demogras untuk daerah, kebutuhan,

    potensi dan karkateristik satuan pendidikan dan peserta didik, yang selanjutnya

    diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam Permendiknas No.

    24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi

    Lulusan Pasal 1:

    1. Satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan

    menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah

    sesuai kebutuhan satuan pendidikan.

    2. Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan

    kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar

    kompetensi lulusan.

    3. Kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh

    kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan

    pertimbangan dari Komite Sekolah atau Komite Madrasah.Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

    Nasional Pasal 32 Ayat 1, juga telah mengakomodasi kebutuhan pendidikan

    bencana dalam terminologi pendidikan layanan khusus. Yakni pendidikan

    bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat

    yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak

    mampu dari segi ekonomi.

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    27/104

    Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK

    7

    1.2 Kerangka Kerja Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko

    Bencana

    1.2.1 Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Pendidikan Untuk

    Pembangunan BerkelanjutanPada bulan Desember 2002, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi 57/254

    untuk menempatkan Dekade Pendidikan Bagi Pembangunan Berkelanjutan

    (Decade of Education for Sustainable Development - DESD), mulai 2005-2014,

    dibawah koordinasi UNESCO. Pendidikan untuk pengurangan bencana

    (alam) telah diidentikasi sebagai masalah inti yang akan dibahas di bawah

    DESD. Pendidikan dipandang dalam konsep yang lebih luas. Sebagaimana

    didenisikan dalam Bab 36 dalam Agenda 21, Pendidikan sangat penting

    untuk mencapai perlindungan lingkungan dan kesadaran etika, nilai-nilai

    dan sikap, keterampilan dan perilaku yang konsisten dengan pembangunan

    berkelanjutan. Baik ormal dan pendidikan non-ormal sangat diperlukan untukpembangunan berkelanjutan . Pendidikan dan pengetahuan berkontribusi

    untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya (alam) serta kerentanan

    dan ancaman yang ada yang dihadapi oleh masyarakat. Juga memberikan

    kontribusi untuk menumbuhkembangkan keterampilan hidup.

    Dasawarsa ini didukung oleh Kerangka Aksi Hyogo 2005 2015 yang

    menyoroti pentingnya pendidikan dan pembelajaran sebagai bagian dari

    prioritas aksi, menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk

    membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat.

    Inisiati pengurangan risiko bencana harus berakar di semua lembaga-

    lembaga pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah dan memasukkan dalamprogram pendidikan. Pendidikan pengurangan risiko bencana yang mencakup

    semua aspek peningkatan kesadaran publik, pendidikan dan pelatihan yang

    bertujuan untuk menciptakan dan atau meningkatkan budaya pencegahan

    melalui identikasi dan pemahaman risiko, serta belajar mengenai langkah-

    langkah pengurangan risiko bencana, dan tanggap bencana.

    Oleh karena itu Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana - sebagai bagian

    dari Pengurangan Risiko Bencana (PRB) - harus melekat dengan Pendidikan

    untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development -

    ESD), dan mendukung kerangka ESD yang mencakup 3 aspek, yaitu:

    1. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah interdisipliner.Oleh karena itu, pertimbangan penting diberikan kepada dampak, dan

    hubungan antara, masyarakat, lingkungan, ekonomi dan budaya.

    2. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana dan meningkatkan

    pemikiran kritis dan pemecahan masalah, dan ketrampilan hidup sosial dan

    emosional untuk pemberdayaan kelompok rentan atau terkena bencana.

    3 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana mendukung Tujuan

    Pembangunan Milenium. Tanpa mempertimbangkan Pengurangan Risiko

    Bencana dalam perencanaan pembangunan, semua upaya pembangunan

    termasuk inisiati DESD dihancurkan dalam hitungan detik.

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    28/104

    Pendahuluan

    8

    Kerangka kerja Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana atau pendidikan

    pengurangan risiko bencana dikembangkan mengikuti arahan UN-ISDR

    sebagai berikut: Pendidikan pengurangan risiko bencana adalah sebuah

    proses pembelajaran bersama yang bersiat interakti di tengah masyarakat

    dan lembaga-lembaga yang ada. Cakupan pendidikan pengurangan risikobencana lebih luas daripada pendidikan ormal di sekolah dan universitas.

    Termasuk di dalamnya adalah pengakuan dan penggunaan kearian tradisional

    dan pengetahuan lokal bagi perlindungan terhadap bencana alam.

    HFA pada PRIORITAS AKSI 3, Poin Aktivitas kunci termaksud rekomendasi

    bahwa PRB dimasukkan dalam kurikulum sekolah, pendidikan ormal dan

    inormal.

    Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan pengurangan risiko bencana

    dalam bagian yang relevan dalam kurikulum sekolah di semua tingkat dan

    menggunakan jalur ormal dan inormal lainnya untuk menjangkau pemuda

    dan anak-anak; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai

    suatu elemen intrinsik Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan

    (2005-2015) dari PBB .

    1.2.2 Konsep Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana

    Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana adalah usaha sadar dan terencana

    dalam proses pembelajaran untuk memberdayaan peserta didik dalam upaya

    untuk pengurangan risiko bencana dan membangun budaya aman serta

    tangguh terhadap bencana. Pendidikan PRB lebih luas dari penddidikan

    bencana, bahkan lebih dari pendidikan tentang pengurangan risiko bencana.

    Tetapi mengembangkan motivasi, ketrampilan, dan pengetahuan agardapat tertindak dan mengambil bagian dari upaya untuk pengurangan risiko

    bencana.

    Tujuan pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah:

    1. Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan

    2. Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana

    3. Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman tentang

    kerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan sik, serta kerentanan

    prilaku dan motivasi,

    4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk pencegahan danpengurangan risiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan

    yang bertanggungjawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana

    5. Mengembangkan upaya untuk pengurangan risiko bencana diatas, baik secara

    individu maupun kolekti

    6. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siaga bencana

    7. Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana

    8. Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali

    komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkan

    karena terjadinya bencana

    9. Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dan

    mendadak

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    29/104

    2.1. Fenomena Longsor di Indonesia

    Bencana merupakan enomena yang terjadi karena komponen-komponen

    pemicu, ancaman, dan kerentanan bekerja bersama secara sistematis, sehinggamenyebabkan terjadinya risiko pada komunitas. Bencana secara sederhana

    didenisikan sebagai suatu gangguan serius terhadap keberungsian suatu

    masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia

    dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan

    masyarakat tersebut untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya-

    sumberdaya mereka sendiri Pemicu merupakan aktor-aktor luar yang menjadikan

    potensi ancaman yang tersembunyi muncul ke bermukaan sebagai ancaman

    nyata. Ancaman adalah kejadian-kejadian, gejala alam atau kegiatan manusia

    yang berpotensi untuk menimbulkan kamatian, luka-luka, kerusakan harta benda,

    gangguan sosial ekonomi atau kerusakan lingkungan.

    Para ahli tentang bumi menyimpulkan bahwa bentuk muka bumi selalu dalam

    kondisi sementara. Artinya, alam senantiasa berproses dan proses tersebut

    memunculkan berbagai peristiwa alam yang memicu terjadinya longsor. Peristiwa

    alam sebagaimana halnya juga peristiwa yang menyebabkan longsor bukanlah

    pembunuh yang selalu meminta korban jiwa dan materi. Munculnya korban jiwa

    dalam suatu peristiwa alam sebagai akibat ketidakmampuan manusia untuk

    menyikapi alam secara ari. Apabila manusia memiliki kearian dalam berinteraksi

    dengan alam, korban jiwa dalam berbagai peristiwa alam dapat diantisipasi

    sehingga dapat terhindar dari bencana.

    Gejala umum:

    1. Muncul retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing

    2. Muncul air secara tiba-tiba dari permukaan tanah di lokasi baru

    3. Air sumur di sekitar lereng menjadi keruh

    4. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan

    Wilayah-wilayah yang rawan akan tanah longsor:

    1. Pernah terjadi bencana tanah longsor di wilayah tersebut

    2. Berada pada daerah yang terjal dan gundul

    FENOMENA DAN PERISTIWA

    LONGSOR BAB II

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    30/104

    Fenomena dan peristiwa longsor

    10

    3. Merupakan daerah aliran air hujan

    4. Tanah tebal atau sangat gembur pada lereng yangmenerima curah hujan

    tinggi

    Berkaitan dengan hal tersebut, modul ini di samping membahas materi pokok yangperlu dipahami, juga membahas bagimana merancang pembelajaran agar siswa

    memiliki kompetensi siaga bencana. Materi pokok terdiri dari pengertian longsor,

    penyebab mengapa terjadi longsor, apa yang mengontrol, bagaimana ciri daerah

    rawan longsor, tanda-tanda lonsor terjadi, apa yang harus dilakukan pada saat

    longsor terjadi, dan apa upaya antisipasi untuk mengurangi risiko bencana, dan

    tindakan preventi yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana.

    2.1.1. Apa itu Longsor dan apa perbedaanya dengan istilah Gerakan Tanah?

    Umumnya masyarakat menyebut gerakan tanah sama dengan longsor. Gerakan

    Tanah mencakup semua jenis/proses perpindahan (pergerakan) massa tanah

    dan/atau batuan menuruni lereng, akibat kestabilan tanah atau batuanpenyusun lereng tersebut terganggu. Longsor adalah proses perpindahan

    massa tanah/batuan pada lereng melalui bidang gelincir lengkung atau lurus.

    Dengan demikian, longsor merupakan salah satu jenis Gerakan Tanah.

    Gambar-Gambar Berikut menunjukkan contoh Gerakan Tanah/Longsor

    (Gerakan tanah melalui bidang gelincir) :

    Gerakan Tanah

    Longsor

    Gambar 2.1 Gerakan Tanah Longsor

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    31/104

    Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK

    11

    2.1. 2. Mengapa gerakan tanah/longsor terjadi?

    Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan,

    bahan rombakan, tanah, atau material campuran, bergerak ke bawah atau

    keluar lereng. Hal ini merupakan gejala alam yang terjadi di sekitar kawasan

    pegunungan dan perbukitan yang curam. Luncuran tanah akan semakin cepatsampai dengan kecepatan mencapai 30 meter per detik ketika (1) lapisan

    bumi paling atas dan bebatuan terlepas dari bagian utama gunung atau bukit;

    (2) lapisan teratas bumi mulai meluncur deras pada lereng dan mengambil

    momentum dalam luncuran tersebut.

    Semakin curam kemiringan suatu kawasan, semakin rentan terhadap bahaya

    longsor. Proses terjadinya longsor dapat berawal dari air yang meresap ke

    dalam tanah menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai

    tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi

    licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan

    keluar lereng.

    Fenomena ini terjadi sebagai akibat dari perubahan pada komposisi, struktur,

    hidrologi, atau vegatasi pada suatu lereng atau kawasan. Perubahan tersebut

    dapat berlangsung secara perlahan-lahan maupun tiba-tiba, peristiwanya

    dapat berlangsung secara alami maupun sebagai ulah manusia.

    Gerakan Tanah/Longsor terjadi akibat gangguan kestabilan lereng karena

    gaya penahan terlampaui (lebih besar) oleh gara penggerak. Proses terjadinya

    gerakan dapat dijelaskan pada gambar berikut:

    Gambar 2.2 Arah gerakan ; = sudut kemiringan

    lereng; H = tinggi lereng

    Gambar 2.3 Arah gerakan ; = sudut kemiringan

    lereng; H = tinggi lereng

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    32/104

    Fenomena dan peristiwa longsor

    12

    Gangguan kestabilan lereng dapat terjadi secara alami dan tindakan manusia.

    Berikut aktor-aktor yang memungkinkan terjadinya gangguan kestabilan

    lereng. terjadinya perubahan komposisi, struktur, hidrologi, atau vegetasi

    pada suatu kawasan:

    1. Meningkatnya sudut lereng sebagai akibat konstruksi baru atau karenaerosi

    2. Meningkatnya kandungan air yang disebabkan oleh hujan lebat atau

    naiknya air tanah

    3. Hilangnya tumbuh-tumbuhan karena kebakaran, penebangan pohon atau

    penggundulan hutan yang mengakibatkan melemahnya partikel-partikel

    tanah;

    4. Macetnya atau berubahnya materi-materi lereng karena kondisi cuaca dan

    proses alam, pemasangan pipa bawah tanah, atau penggunaan lapisan

    tanah sebagai tempat pembuangan sampah;

    5. Getaran akibat gempa bumi, letusan, getaran mesin, atau lalu lintas;

    6. Penambahan beban oleh hujan , materi vulkanis, bangunan atau rembesan

    dari irigasi dan system-sistem pembuangan sampah.

    2.1.3. Apa yang mengontrol kestabilan lereng?

    Kestabilan lereng dikontrol oleh kondisi bentang alam, seperti: gunung,

    pegungungan, bukit, perbukitan, lereng, dan lembah. Kemiringan lereng,

    pelapisan batuan (stratigra), patahan, kekar, retakan pada lereng yang

    membentuk bidang atau zona lemah (struktur geologi), tata air (kondisi

    hidrologi) pada lereng. Faktor-aktor tersebut mengkondisikan lereng menjadi

    rentan (berpotensi/berbakat) longsor, namun longsor baru akan terjadi apabilaada pemicu.

    Gambar 2.4 Bentang alam sebagai alat kontrol kestabilan lereng

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    33/104

    Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK

    13

    2.1. 4. Bagaimana ciri lereng rentan bergerak?

    Lereng bukanlah hal asing dalam kehidupan kita, tidak ada tempat yang tidak

    ada lereng, walaupun di dataran rendah. Lalu bagimana kita tahu ada lereng

    yang rentan bergerak? Berikut ciri lereng yang rentan bergerak:

    1. Lereng yang tersusun dari tumpukkan tanah gembur dengan ketebalan

    lebih 2 meter.

    2. Lereng tersusun oleh pelapisan batuan miring kearah luar lereng.

    3. Lereng tersusun dari batuan retak-retak.

    4. Lembah sungai jalur patahan

    5. Tebing curam tersusun oleh batuan terpotong-potong atau bongkah-

    bongkah batuan (rentan mengalami luncuan/gelindingan batuan).

    6. Lereng tersusun oleh massa tanah dan batuan yang mudah lepas

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    34/104

    Fenomena dan peristiwa longsor

    14

    7. Perbukitan gundul, curam tersusun oleh batuan/tanah yang mudah lepas.

    2.1.5. Apa ciri Zona rawan terkena gerakan tanah?

    Zona-zona rawan terkena gerakan tanah/longsor antara lain:

    1. Daerah yang terletak di kaki bukit

    2. Daerah dengan lereng tersusun oleh tanah mudah lepas dan padatpemukiman

    2.1. 6. Apa yang menjadi pemicu gerakan tanah/longsor?

    Lereng rentan tidak akan longsor tanpa ada pemicu, berikut beberapa hal

    yang dapat memicu gerakan tanah/longsor:

    Inltrasi (resapan) air, mis : air hujan dan kolam/saluran irigasi yang tdk kedap

    air.

    1. Getaran, misalnya gempa bumi, ledakan atau getaran kendaraan berat

    pada lereng.

    2. Pemanaatan lahan pada lereng yang tidak tepat seperti pembebananlereng yang berlebihan oleh rumah/ bangunan & pohon yang terlalu lebat

    dan pemotongan lereng tanpa perhitungan.

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    35/104

    Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK

    15

    2.1.7. Bagaimanakah Gejala awal/Tanda-Tanda Gerakan Tanah atau

    Longsor?

    Pada prinsipnya peristiwa longsor dapat diprediksi karena tanda-tandanya

    dapat/mudah diamati. Hak ini berarti, bahaya longsor dapat diantisipasi jika

    kita mampu mengenali tanda-tandanya. Berikut tanda-tanda atau geja awallongsor.

    1. Muncul retakan lengkung memanjang pada lereng/bangunan.

    2. Terjadi amblesan tanah.

    3. Tiba-tiba muncul rembesan air lumpur pada lereng.

    4. Tiba-tiba jendela dan pintu rumah pada lereng sulit dibuka, karena terjadi

    perubahan bentuk konstruksi pada saat kondisi awal gerakan tanah.

    5. Pohon-pohon/ tiang-tiang/ rumah-rumah miring.

    6. Berubahnya bentuk bangunan rumah sehingga jendela/pintu sulit

    dibuka.7. Terdengar suara gemuruh dari atas lereng, disertai getaran.

    8. Air sungai tiba-tiba keruh dan agak naik permukaannya (gejala banjir

    bandang yang dipicu longsor).

    9. Munculnya retakan -retakan di lereng yang sejajar, biasanya terjadi setelah

    hujan

    10. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan

    11. Keretakkan pada lantai dan tembok bangunan

    12. Amblasnya sebagian lantai konstruksi bangunan ataupun tanah pada

    lereng13. Terjadinnya penggembungan pada tebing lereng atau dinding konstruksi

    penguat lereng

    14. Miringnya pohon-pohon dan tiang pada lereng

    15. Munculnya mata air baru atau rembesan air pada lereng secara tiba-tiba

    16. Mata air pada lereng berubah keruh secara tiba-tiba

    17. Runtuhnya bagian-bagian tanah dalam jumlah besar.

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    36/104

    Fenomena dan peristiwa longsor

    16

    Tanda-tanda tesebut sebetulnya mudah dikenali, apalagi pada lereng-lerengyang curam dengan tekstur tanah yang mudah longsor. Sesuai dengan

    tekstur tanah, banyak wilayah kita yang termasuk rentan terhadap bahaya

    longsor. Risiko terjadinya longsong makin meninggi ketika memasuki musim

    penghujan. Pada saat intensitas curah hujan tinggi (di atas normal 115-300mm)

    -- biasanya sekitar bulan Februari--, potensi terjadinya tanah longsor sangat

    besar. Tingkat kewaspadaan perlu ditingkatkan terutama pada daerah rawan

    banjir dan tanah longsor.

    Jenis Gerakan Tanah/Longsor

    Jenis gerakan tanah terbagi menjadi 2, yaitu gerakan cepat dan gerakan

    lambat.

    1. Gerakan Cepat:

    Gerakan cepat terdiri dari jatuhan/runtuhan/robohan, luncuran dan aliran.

    Jatuhan/runtuhan/robohan yaitu pergerakan tanpa melalui bidang gelincir.

    Jenis material yang bergerak biasanya terdiri dari tanah, batuan, bahan

    rombahakan tanah campur batuan. Jenis gerakan terdiri dari jatuhan

    tanah, jatuhan batuan, dan jatuhan bahan rombakan tanah serta batu.

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    37/104

    Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK

    17

    Luncuran yaitu pergerakan melalui bidang gelincir/bidang luncur, jenis

    material yang bergerak terdiri dari tanah, batuan dan bahan rombakan.

    Jenis gerakan disebut luncuran tanah, luncuran batuan, dan luncuan bahan

    rombakan tanah dan batu.

    Aliran adalah pergerakan massa jenuh air. Jenis material yang bergerak

    adalah tanah, batuan, dan bahan rombakan. Jenis gerakan disebut aliran

    tanah, aliran batuan, dan aliran rombakan.

    2. Gerakan Lambat:

    Gerakan lambat disebut rayapan, yaitu pergerakan massa yang lambat.

    Jenis material yang bergerak adalah tanah.

    Untuk lebih jelasnya, jenis gerakan dapat dilihat pada diagram berikut :

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    38/104

    Fenomena dan peristiwa longsor

    18

    JENIS GERAKAN TANAH/LONGSOR

    Jatuhan/ Runtuhan /

    Robohan (pergerakan

    tanpa melalui bidang

    lincir/ bidang luncur)

    Luncuran

    (pergerakan melalui bidang

    lincir/ bidang luncur)

    Aliran (pergerakan

    massa jenuh air)

    Rayapan (pergerakan

    massa yang Lambat)

    Gerakan

    Cepat

    Gerakan

    Lambat

    GERAKAN

    TANAH

    Tanah

    Batuan

    Bahan rombakan

    tanah campur

    batuan

    Tanah

    Batuan

    Bahan rombakan

    tanah campur

    batuan

    Tanah

    Bahan Rombakan

    Jatuhan Tanah

    Jatuhan Batuan

    Jatuhan Bahan Rombakan

    Tanah Dan Batu

    Luncuran Tanah

    Luncuran Batuan

    Luncuran Bahan Rombakan

    Tanah Dan Batu

    MEKANISME

    GERAKAN

    JENIS MATERIAL

    YG BERGERAK

    JENIS

    GERAKAN TANAH

    2.1. 8. Karakteristik Kawasan Rawan Bencana Longsor

    Pada umumnya kawasan rawan longsor merupakan kawasan :

    1. Dengan tingkat curah hujan rata-rata yang tinggi, atau

    2. Kawasan rawan gempa, serta dicirikan dengan kondisi kemiringan lereng

    lebih curam dari 20o.

    Dalam kawasan ini sering dijumpai alur-alur dan mata air, yang pada umumnya

    berada di lembah-lembah dekat sungai. Kawasan dengan kondisi seperti

    di atas, pada umumnya merupakan kawasan yang subur, sehingga banyak

    dimanaatkan untuk kawasan budidaya, terutama pertanian dan permukiman.

    Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat terkait dengan tingkat

    kerentanan kawasan terhadap longsoran, mengakibatkan masyarakat kurang

    siap dalam mengantisipasi bencana, sehingga dampak yang ditimbulkan

    apabila terjadi bencana longsor, akan menjadi lebih besar.

    Disamping kawasan dengan karakteristik tersebut di atas, beberapa kawasan

    yang dikatagorikan sebagai kawasan rawan longsor, meliputi:

    1. Lereng-lereng pada Kelokan Sungai, akibat proses erosi atau penggerusan

    oleh aliran sungai pada bagian kaki lereng.

    2. Daerah Tekuk Lereng, yaitu peralihan antara lereng curam ke lereng landai,

    yang ada permukimaannya, karena berdasarkan penelitian pada kondisi

    hidrologi lereng, (Karnawati, 2000) menjelaskan bahwa daerah tekuk

    lereng cenderung menjadi zona akumulasi air yang meresap dari bagian

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    39/104

    Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK

    19

    lereng yang lebih curam. Akibatnya daerah tekuk lereng sangat sensiti

    mengalami peningkatan tekanan air pori, yang akhirnya melemahkan

    ikatan antar butir-butir partikel tanah dan memicu terjadinya longsoran.

    3. Daerah yang dilalui Struktur Patahan (Sesar), yang menjadi kawasan

    permukiman. Daerah ini dicirikan oleh adanya lembah/sungai denganlereng curam (> 40o) dan dan tersusun oleh batuan yang terkekarkan

    (retak-retak) secara intensi atau rapat, serta ditandai dengan munculnya

    beberapa mata air pada sungai/lembah tersebut. Retakan-retakan batuan

    tersebut dapat mengakibatkan lereng mudah terganggu kestabilannya,

    sehingga dapat terjadi jatuhan atau luncuran batuan apabila air meresap

    dalam retakan saat hujan, atau apabila terjadi getaran pada lereng.

    2.1.9. Klasifkasi dan Faktor Penyebab Bencana Longsor

    Tipologi kawasan rawan bencana longsor, diklasikasikan menjadi:

    Tipologi ADaerah lereng bukit/perbukitan, atau lereng gunung/pegunungan.

    Kawasan rawan di daerah ini dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut :

    1. Faktor Kondisi Alam

    Lereng

    Lereng relati cembung dengan kemiringan lebih curam dari 20 (40%).

    Kondisi tanah / batuan penyusun lereng : Lereng tersusun oleh tanah

    penutup tebal (> 2 m), bersiat gembur dan mudah lolos air, misalnya

    tanah-tanah residual, yang umumnya menumpang di atas batuan

    dasamya (misal andesit, breksi andesit, tur, napal, dan batulempung)yang lebih kompak (padat) dan kedap air. Lereng tersusun oleh tanah

    penutup tebal (> 2m), bersiat gembur dan mudah lolos air, misalnya

    tanah-tanah residual atau tanah kolovial, yang di dalamnya terdapat

    bidang kontras antara tanah dengan kepadatan lebih rendah dan

    permeabilitas lebih tinggi yang menumpang di atas tanah dengan

    kepadatan lebih tinggi dan permeeabilitas lebih rendah. Lereng yang

    tersusun oleh batuan dengan bidang diskontinuitas atau struktur

    retakan / kekar pada batuan tersebut. Lereng yang tersusun pleh

    perlapisan batuan miring ke arah luar lereng (perlapisan batuan miring

    searah kemiringan lereng), misainya perlapisan batu lempung, batulanau, serpih, napal dan tu.

    Curah Hujan

    Curah hujan yang tinggi (dapat mencapai 100 mm/hari atau 70 mm

    per jam) dengan curah hujan tahunan lehih dari 2500 mm. Curah hujan

    kurang dari 70 mm/ jam, tetapi berlangsung menerus selama lebih dari

    dua jam, hingga beberapa hari.

    Keairan lereng.

    Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng,

    terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan

    tanah yang lebih permeabel.

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    40/104

    Fenomena dan peristiwa longsor

    20

    Kegempaan.

    Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap gerakan

    tanah.

    2. Faktor Aktivitas Manusia Lereng ditanami dengan pola tanam yang tidak tepat, misalnya ditanami

    tanaman berakar serabut, dimanaatkan sebagai sawah./ ladang dan

    hutan pinus.

    Dilakukan penggalian/ pemotqngan lereng, misal untuk jalan atau

    bangunan dan penambangan, tanpa memperhatikan struktur

    perlapisan tanah / batuan pada lereng dan tanpa perhitungan analisis

    kestabilan lereng.

    Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkan merembesnya

    air kolam ke dalam lereng.

    Sistem drainase tidak memadai.

    Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang terlalu besar.

    3. Jenis Gerakan Tanah (Longsor), yang dapat terjadi:

    Jatuhan yaitu jatuhan batuan, robohan batuan, dan rebahan batuan.

    Kuncuran baik berupa luncuran batuan, luncuran tanah, dan bahan

    rombakan dengan bidang gelincir untuk lurus, melengkung atau tidak

    beraturan.

    Aliran misalnya aliran tanah, aliran batuan dan aliran bahan rombakan

    batuan.

    Kombinasi antara dua atau beberapa jenis gerakan tanah.

    Dengan gerakan relati cepat (Iebih dari 2 m per hari hingga dapat

    mencapai 25 m per menit).

    Tipologi B

    Daerah kaki bukit/perbukitan, atau kaki gunung/pegunungan.

    Kawasan rawan di daerah ini dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut :

    1. Faktor Kondisi Alam

    Lereng relati landai dengan kemiringan sekitar 10 (20%) hingga 20

    (40%). Kondisi tanah / batuan penyusun Iereng : umumnya merupakan lereng

    yang tersusun oteh tanah lempung yang mudah mengembang apabila

    jenuh air (jenis montmorillonite).

    Curah hujan mencapai 70 mrn/jam atau 100 mml hari. Curah hujan

    tahunan mencapai lebih dari 2500 mm, atau kawasan rawan gempa

    Keairan lereng.

    Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng,

    terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan

    tanah yang lebih permeable.

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    41/104

    Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK

    21

    2. Faktor Aktivitas Manusia

    Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkan merembesnya

    air kolam ke dalam lereng.

    Sistem drainase tidak memadai.

    Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang melampaui

    daya dukung tanah.

    3. Jenis Gerakan Tanah (Longsor)

    Jenis gerakan tanah yang terjadi pada kawasan ini umumnya berupa

    rayapan tanah yang mengakibatkan retakan dan amblesan tanah.

    Kecepatan gerakan lambat hingga menengah (kecepatannya kurang

    dari 2 m per hari).

    Tipologi C

    Daerah tebing/lembah sungai.Kawasan rawan di daerah tebing sungai, dicirikan oleh beberapa karakteristik

    berikut :

    1. Faktor Kondisi Alam

    Daerah belokan sungai (meandering) dengan kemiringan tebing sungai

    lebih dari 10 (40%).

    Lereng tebing sungai tersusun oleh tanah residual, tanah kolovial

    atau batuan sedimen hasil endapan sungai dengan ketebalan

    lebih dari 2 m.

    Curab hujan mencapai 70 mm/jam atau 100 mm/ hari Curah hujantahunan mencapai lebih dari 2500 mm. sehingga debit sungai dapat

    meningkat dan mengerosi kaki tebing sungai.

    Keairan lereng.

    Sering muncul rembesan-rembesa air atau mata air pada lereng,

    tertitama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan

    tanah yang lebih permeable.

    Kegempaan.

    Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap gerakan

    tanah.

    2. Tingkat Kerawanan Kawasan Rawan Bencana Longsor

    Tingkat kerawanan ditetapkan berdasarkan kajian atau evaluasi terhadap :

    kondisi alam (dalam hal ini kemiringan lereng, lapisan tanah/batuan,

    struktur geologi, curah hujan, dan geohidrologi lereng),

    pemanaatan lereng,

    kepadatan penduduk dalam suatu kawasan, serta

    kesiapan penduduk dalam mengantisipasi bencana longsor.

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    42/104

    Fenomena dan peristiwa longsor

    22

    Variasi tingkat kerawanan suatu kawasan rawan bencana longsor,

    dibedakan menjadi:

    Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Tinggi

    Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalamigerakan tanah dan cukup padat pemukimannya, atau terdapat

    konstruksi bangunan sangat mahal atau penting. Kawasan ini sering

    mengalami gerakan tanah (longsoran), terutama pada musim hujan

    atau saat gempa bumi terjadi.

    Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Menengah

    Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami

    gerakan tanah, namun tidak ada permukiman serta konstruksi

    bangunan yang terancam relati tidak mahal dan tidak penting.

    Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Rendah

    Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalamigerakan tanah, namun tidak ada risiko terjadinya korban jiwa terhadap

    manusia ataupun risiko terhadap bangunan. Kawasan yang kurang

    berpotensi untuk mengalami longsoran, namun di dalamnya terdapat

    permukiman atau konstruksi penting/mahal, juga dikatagorikan

    sebagai kawasan dengan tingkat kerawanan rendah.

    2.2. Peristiwa Longsor Di Indonesia

    Bencana tanah longsor dapat terjadi jika gaya pendorong pada lereng lebih besar

    dari gaya penahan. Gaya pendorong diakibatkan oleh besarnya sudut kemiringanlereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. Sedangkan penyebab gaya

    penahan adalah kekuatan batuan dan kepadatan tanah.

    Ini semua dimulai saat musim kering yang panjang, pada saat itu terjadi penguapan

    air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Akibatnya terjadi rongga-rongga dalam

    tanah yang kemudian disusul adanya retakan dan rekahan di dalam tanah.

    Di Indonesia biasanya bencana tanah longsor terjadi pada bulan November. Di

    bulan itu intensitas curah hujan meningkat. Melalui tanah yang merekah pada

    musim kering itu, air hujan akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng,

    sehingga menimbulkan gerakan lateral. Ditambah sudut lereng yang terjal atau

    mencapai sekitar 180o sehingga dapat menyebabkan tanah longsor. Dan sudah

    barang tentu akibat paling pahit akan dialami oleh orang yang tinggal di dekatnya.

    Akibat dari tanah longsor sebenarnya bisa dihindari seperti membuat vegetasi atau

    tidak tinggal di tempat penyebab bencana ini dapat terjadi.

    Di wilayah Indonesia, menurut data Badan Geologi menyebutkan terdapat 918

    lokasi rawan tanah longsor tersebar di berbagai daerah antara lain, Jawa Tengah

    327 lokasi, Jawa Barat 276 lokasi, Sumatera Barat 100 lokasi, Sumatera Utara 53

    lokasi, Yogyakarta 30 lokasi, Kalimantan Barat 23 lokasi, dan sisanya tersebar di NTT,

    Riau, Kalimantan Timur, Bali, Jawa Timur, dan Papua.

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    43/104

    Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK

    23

    Akhir akhir ini, sering terjadi bencana tanah longsor, yang dikaitkan dengan datangnya

    musim hujan. Bencana tanah longsor (landslides) di saat musim penghujan, banyak

    terjadi di Indonesia seperti di daerah Cilacap, Purworejo, Kulonprogo, Jawa Tengah,

    Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sumatera dan lokasi lainnya di tanah

    air, bahkan terjadi di tengah kota seperti di Jakarta, Semarang, Jogjakarta dan dikota lainnya. Peristiwa tanah longsor atau dikenal sebagai gerakan massa tanah,

    batuan atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan, dan

    sebenarnya merupakan enomena alam, yaitu alam mencari keseimbangan baru

    akibat adanya gangguan atau aktor yang mempengaruhinya dan menyebabkan

    terjadinya pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah.

    Gambar 2. 5 Batu yang berjatuhan

    akibat longsor .

    Gambar 2. 6 Tumpukan kayu yang terbawa

    arus longsor dan banjir di Bahorok Sumatera

    Utara yang memakan korban

    sekitar 200 orang.

    Kontribusi pengurangan kuat geser tanah pada lereng alam yang mengalami longsor

    disebabkan oleh aktor yang dapat berasal dari alam itu sendiri. Erat kaitannya

    dengan kondisi geologi antara lain jenis tanah, tekstur (komposisi) daripada tanah

    pembentuk lereng sangat berpengaruh terjadinya longsoran. Misalnya, sensivitas

    siat-siat tanah lempung, adanya lapisan tanah shale, loess, pasir lepas, dan bahan

    organik. Bentuk butiran tanah (bulat, ataupun tajam) berpengaruh terhadap

    riksi yang terjadi dalam tanah, pelapisan tanah, pengaruh gempa, geomorologi

    (kemiringan daerah), iklim, terutama hujan dengan intensitas tinggi atau sedang,

    dengan durasi yang lama di awal musim hujan, atau menjelang akhir musim hujan,

    menimbulkan perubahan parameter tanah yang berkaitan dengan pengurangan

    kuat gesernya.

    Gambar 2. 8 Tim evakuasi

    bencana longsor.

    Gambar 2. 7 Masyarakat melihat bus

    yang terperosok keluar dari jalan rayaakibat terjangan longsoran tanah

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    44/104

    3.1. Pengurangan Risiko Bencana

    Pengelolaan yang tidak baik dalam sumber daya alam dan sumber daya manusia

    akan mengakibatkan terjadi bencana. Selain itu, kondisi alam dan keanekaragamanpenduduk dan budaya di Indonesia dapat juga menyebabkan terjadinya bencana

    alam, bencana akibat ulah manusia, dan kedaruratan kompleks. Pada umumnya

    risiko bencana alam meliputi bencana akibat aktor geologi (gempa bumi, tsunami

    dan letusan gunung api), bencana akibat hidrometeorologi (banjir, tanah longsor,

    kekeringan, angin topan), bencana akibat aktor biologi (wabah penyakit manusia,

    penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakaan

    industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana

    akibat ulah manusia terkait dengan konfik antar manusia akibat perebutan

    sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan

    kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatudaerah.

    Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

    berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir

    tidak mungkin diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran

    kekuatannya. Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor,

    kekeringan, letusan gunungapi, dan tsunami masih dapat diramalkan sebelumnya.

    Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan

    menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi

    karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman

    bahaya.

    Secara umum terdapat peristiwa bencana yang terjadi berulang setiap tahun.

    Bahkan sekarang ini peristiwa bencana menjadi lebih sering dan terjadi silih

    berganti, misalnya dari kekeringan, kemudian kebakaran, lalu diikuti banjir dan

    longsor. Akibatnya muncul anggapan bahwa bencana tersebut sebagai sesuatu hal

    yang memang harus terjadi. Padahal semua itu merupakan enomena alamiah yang

    melekat pada bumi dan timbulnya korban dan kerugian disebabkan oleh beberapa

    aktor ketidaksiapan. Beberapa aktor tersebut adalah :

    1. Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya

    2. Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumberdayaalam

    BAB III PENGURANGAN RISIKOLONGSOR

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    45/104

    Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK

    25

    3. Kurangnya inormasi/peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan

    4. Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman

    bahaya

    3.1.1. BencanaBencana merupakan enomena yang terjadi karena komponen-komponen,

    ancaman, dan kerentanan bekerja bersama secara sistematis, sehingga

    menyebabkan terjadinya risiko pada komunitas. Ancaman merupakan

    kejadian-kejadian, gejala alam atau kegiatan manusia yang berpotensi untuk

    menimbulkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda, gangguan sosial

    ekonomi atau kerusakan lingkungan. Kerentanan adalah kondisi-kondisi yang

    ditentukan oleh aktor-aktor atau proses-proses sik, sosial ekonomi dan

    lingkungan hidup yang meningkatkan kerawanan suatu komunitas terhadap

    dampak ancaman bencana. Risiko merupakan suatu peluang dari timbulnya

    akibat buruk, atau kemungkinan kerugian dalam hal kematian, luka-luka,kehilangan dan kerusakan harta benda, gangguan kegiatan matapencaharian

    dan ekonomi atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi

    antara ancaman bencana dan kondisi kerentanan.

    Dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

    menyebutkan bahwa bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaian

    peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan

    masyarakat yang disebabkan baik oleh aktor alam dan/atau aktor non alam

    maupun aktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa,

    kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. .

    Menurut ISDR bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberungsian

    suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas padakehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

    melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi

    dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.

    Adapun komponen yang berpengaruh terhadap besar kecilnya dampak suatu

    bencana antara lain sebagai berikut: bahaya, kerentanan, risiko bencana, dan

    kapasitas.

    Terjadinya Bencana

    Bahaya

    Kerentanan

    Kejadian

    RISIKO

    BENCANABENCANA

    Gambar 3.1 Model hubungan antara risiko bencana, kerentanan dan bahaya

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    46/104

    Pengurangan Risiko longsor

    26

    Berdasarkan sumber bencananya, terdapat tiga jenis bencana: (1) bencana

    alam, yaitu bencana yang murni yang disebabkan oleh peristiwa alam,

    contohnya gempa bumi, gunung meletus, angin puting beliung. (2) bencana

    akibat ulah manusia, yaitu bencana yang disebabkan oleh kekhilaan manusia

    seperti kebakaran dan kornsleting listrik. (3) bencana kompleks, yaitu bencanayang diakibatkan oleh gabungan antara perilaku alam dan ulah manusia

    sebagai contoh banjir akibat hujan diluar normal dan penggundulan hutan.

    1. Bahaya

    Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara

    dengan potensi bencana yang sangat tinggi. Beberapa potensi bencana

    yang ada antara lain adalah bencana alam seperti gempa bumi, gunung

    meletus, banjir, tanah longsor, dan lain-lain. Potensi bencana yang ada di

    Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi

    bahaya utama dan potensi bahaya ikutan. Potensi bahaya utama ini dapat

    dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yangmenunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa

    yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi bencana

    letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana

    banjir, dan lain-lain.

    Gambar 3.2 Gempa bumi

    Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia

    memiliki potensi bahaya utama yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak

    menguntungkan bagi negara Indonesia.

    Disamping tingginya potensi bahaya utama, Indonesia juga memiliki

    potensi bahaya ikutan yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa

    indikator misalnya likuiaksi, persentase bangunan yang terbuat dari kayu,

    kepadatan bangunan, dan kepadatan industri berbahaya. Potensi bahaya

    ikutan ini sangat tinggi terutama di daerah perkotaan yang memiliki

    kepadatan, persentase bangunan kayu (utamanya di daerah pemukiman

    kumuh perkotaan), dan jumlah industri berbahaya, yang tinggi. Dengan

    indikator diatas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah dengan potensi

    bencana yang sangat tinggi.

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    47/104

    Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA/SMK/MA/MAK

    27

    3.1.2. Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas

    Banjir, 38 %

    Gempa bumi,

    31 %

    Kebakaran,

    17 %

    Epidemik,

    4 %

    Mass

    movwet,

    2 %Letusan

    Gunung merapi,

    Kekeringan,

    6 %

    Gambar 3.3 Persentase Orang Terkena Bencana Berdasarkan Jenis Bencana

    Gambar di atas menunjukkan persentase orang terkena bencana berdasarkan

    jenis bencana di Indonesia antara kurun waktu 1980 2008. Kejadian bencana

    di Indonesia terus meningkat sepanjang tahun. Ini membuktikan bahwa

    Indonesia merupakan negara yang rapuh dalam menghadapi ancaman

    bencana.

    Perbedaan kemampuan dalam mengenali karakteristik bahaya membuat

    besaran risiko yang mengena pada situasi bencana juga akan berbeda. Semakinmampu untuk mengenali dan memahami enomena bahaya itu dengan baik,

    maka manusia akan semakin dapat mensikapinya dengan lebih baik. Sikap dan

    tanggap yang didasarkan atas pengenalan dan pemahaman yang baik akan

    dapat memperkecil risiko bencana. Kehancuran dahsyat yang terjadi akibat

    gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara, serta DI Yogyakarta dan Jawa

    Tengah, juga memunculkan kebingungan bagaimana harus mensikapinya;

    hiruk pikuk di Alor dan Palu saat terjadi gempa menunjukkan betapa bangsa

    Indonesia belum mampu dengan baik menghadapi ancaman bahaya yang

    melingkupi.

    1. Ancaman BencanaAncaman bencana seperti yang tertuang dalam UU RI No. 24 Tahun 2007

    tentang Penanggulangan Bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa

    yang bisa menimbulkan bencana. Sedangkan menurut Dr. Krishna S.

    Pribadi ancaman bencana merupakan:

    Suatu peristiwa besar yang jarang terjadi, dalam lingkungan alam

    atau lingkungan binaan, yang mempengaruhi kehidupan, harta atau

    kegiatan manusia, sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan

    bencana.

    Suatu enomena alam atau buatan manusia yang dapat menimbulkan

    kerugian sik dan ekonomi atau mengancam jiwa manusia dan

  • 8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMU

    48/104

    Pengurangan Risiko longsor

    28

    kesejahteraannya, bila terjadi di suatu lingkungan permukiman,

    kegiatan budi daya atau industri.

    Ancaman bencana dapat bersiat membahayakan bagi suatu lingkungan

    akibat kondisi lingkungan yang rentan.

    2. Kerentanan

    Kerentanan adalah seberapa besar suatu masyarakat, bangunan, pelayanan

    atau suatu daerah akan mendapat kerusakan atau terganggu oleh dampak

    suatu bahaya tertentu, bergantung kepada kondisinya, jenis konstruksi dan

    kedekatannya kepada suatu daerah yang berbahaya atau rawan bencana.

    3. Faktor-aktor yang dapat menyebabkan kerentanan tersebut adalah :

    Institusi lokal yang lemah dalam membuat kebijakan dan peraturan

    serta penegakan kebijakan tersebut, terutama terkait dengan

    penanggulangan bencana dan upaya pengurangan risiko bencana,termasuk di dalamnya adalah lemahnya aparat penegak hukum;

    Kurangnya penyebaran inormasi mengenai kebencanaan, baik melalui

    penyuluhan, pelatihan serta keahlian khusus yang diperlukan dalam

    upaya-upaya pengurangan risiko bencana

    Penduduk terkait dengan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat,

    Kenyataan menunjukkan kerentaan cukup tinggi dari masyarakat,

    inrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/kawasan yang berisiko

    bencana. Karena kurangnya pemahaman adanya bahaya sekitarnya, maka

    masyarkat dikatakan rentan terhadap bencana. Bangunan dibantaran

    sungai, bangunan tepat di lereng tempat mengairnya lahar gunung berapi,bangunan di tepi pantai, bangunan yang permanen dan tidak tahan gempa

    dan lain-lai