Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
-
Upload
djuniprist -
Category
Documents
-
view
236 -
download
2
Transcript of Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
1/102
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
2/102
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
3/102
Cover dalam
LONGSORBahan Pengayaan Bagi Guru SMP/MTs
Penulis: Drs. Zulkri, M.EDNara Sumber: Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc.,Ph.D.
PUSAT KURIKULUMBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALJAKARTA, 2009
Modul Ajar
Pengintegrasian Pengurangan Risiko
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
4/102
Modul Ajar Pengintegrasian
Pengurangan Risiko LONGSOR
Bahan Pengayaan Bagi Guru SMP/MTs
Penulis: Drs. Zulkri, M.EDNara Sumber: Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc.,Ph.D.Editor: Ninil R Mitahul Jannah dan Dian AriyanieIlustrator Sampul : Sandhi Ari W (SDN 3 Bantul)
Ilustrator Isi:Rizki Goni, Feri Rahman, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rigan A.T.
Lay Out Isi:Galang Gumilar, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rudini Rusmawan, Ardi H, Agusbobos.
ISBN : 978-979-725-232-8
Program Safer Communities through Disaster Risk Reduction (SCDRR)
Jl. Tulung Agung No. 46, Jakarta 10310, INDONESIA
Telp : +62 21 390 5484 (hunting)
Fax : +62 21 391 8604E-mail : [email protected]
Website : www.sc-drr.org
Program masyarakat yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana (Safer Communities throughDisaster Risk Reduction disingkat SCDRR), merupakan proyek kerja sama antara United Nations DevelopmentProgramme (UNDP), BAPPENAS, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri, dengan dukungan dana UNDP,Departement for International Development (DFID) Pemerintah Inggris danAustralian Agency For InternationalDevelopment (AusAID)
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
5/102
SAMBUTAN
Indonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di duniaberada di kawasan yang disebut cincin api, dimana risiko untuk terjadibencana alam seperti tsunami, gempa bumi, letusan gunung api, banjir dan
longsor sangat tinggi. Bencana alam ini telah menimbulkan ribuan korbanjiwa, kerugian materil dan meninggalkan banyak orang untuk berjuangmembangun kembali tempat tinggal dan mata pencahariannya.
Kesiapsiagaan merupakan hal yang penting dan harus dibangun pada setiap tingkat
kelompok di masyarakat. Pengalaman menunjukkan bahwa kehancuran akibatbencana dapat secara drastis dikurangi jika semua orang lebih siap menghadapibencana. Sekolah adalah pusat pendidikan yang tidak hanya memberikan kitailmu pengetahuan tetapi juga bekal untuk kelangsungan hidup kita, kesiapsiagaanterhadap bencana merupakan bagian dari ketrampilan untuk kelangsunganhidup kita. Sekolah juga seringkali menjadi tempat penghubung dan tempatbelajar bagi seluruh masyarakat. Anak-anak merupakan peserta ajar yang palingcepat dan mereka tidak hanya mampu memadukan pengetahuan beru ke dalamkehidupan sehari-hari, tetapi juga menjadi sumber pengetahuan bagi keluargadan masyarakatnya dalam hal prilaku yang sehat dan aman, yang mereka dapatkandi sekolah. Oleh karenanya, menjadikan pencegahan bencana menjadi salah satu
okus di sekolah dengan memberdayakan anak-anak dan remaja untuk memahamitanda-tanda peringatan bencana dan langkah-langkah yang dapat diambil untukmengurangi risiko dan mencegah bencana, merupakan suatu langkah awal yangpenting dalam membangun ketangguhan bencana seluruh masyarakat. Jadikesiapsiagaan haruslah menjadi bagian dari materi yang diberikan dalam duniapendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah.
Pusat Kurikulum sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalampengembangan model-model kurikulum sebagai reerensi satuan pendidikandalam pengembangan kurikulumnya, telah berhasil dalam menyusun
serangkaian modul ajar dan modul pelatihan untuk pengintegrasianpengurangan risiko bencana ke dalam tingkat satuan pendidikan. Secarakeseluruhan modul ini terdiri atas 15 modul ajar dan 3 modul pelatihan, yaitu:
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMA.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMA.
KEPALA
PUSAT KURIKULUM
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
6/102
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SD.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SD.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMP.Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA.Modul Pelatihan Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana untuk SD,
SMP dan SMA.
Penyusunan modul-modul tersebut merupakan hasil kerjasama antara PusatKurikulum dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal BAPPENASdalam sebuah Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR)
In Development yang didanai oleh United Nations Development Program (UNDP)yang bertujuan untuk membangun masyarakat yang aman dari ancaman melaluiberbagai upaya pengurangan risiko bencana.
Setiap modul ajar dilengkapi dengan contoh-contoh silabus, rencana pelaksanaanpembelajaran dan model bahan ajar. Sedangkan modul pelatihan terdiri daripanduan asilitasi dan bahan bacaan bagi pelatih mengenai penyelenggaraanpenanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, sekolah siaga bencana,pendidikan PRB, dan strategi pengintegrasian pendidikan PRB ke dalam kurikulumsatuan pendidikan.
Diharapkan modul-modul tersebut dapat bermanaat dan dijadikan bahan acuanbagi para pihak yang berkepentingan dalam kesiapsiagaan di sekolah.
Jakarta, Desember 2009
Kepala Pusat Kurikulum
Dra. Diah Harianti, M.Psi
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
7/102
SAMBUTAN
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan letak geograsnya pada posisipertemuan 4 lempeng tektonik, merupakan wilayah yang rawan bencana.Selain itu dengan kompleksitas kondisi demogra, sosial dan ekonomi di
Indonesia yang berkontribusi pada tingginya tingkat kerentanan masyarakatterhadap ancaman bencana, serta minimnya kapasitas masyarakat dalammenangani bencana menyebabkan risiko bencana di Indonesia menjaditinggi. Pada tahun 2005, Indonesia menempati peringkat ke-7 dari sejumlahnegara yang paling banyak dilanda bencana alam (ISDR 2006-2009, World
Disaster Reduction Campaign, UNESCO).
Berangkat dari hal tersebut dan guna mendukung paradigma penguranganrisiko bencana di sektor pendidikan, maka Pusat Kurikulum-sebuah unit eselonII di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan pada Kementerian PendidikanNasional bekerjasama dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah TertinggalBAPPENAS tengah melaksanakan kegiatan Program Safer Community ThroughDisaster Risk Reduction (SCDRR) In Development melalui dana hibah UNDP. Kegiatanini bertujuan membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui berbagaiupaya pengurangan risiko bencana.
Dalam kerjasama ini, Pusat Kurikulum telah mengembangkan kurikulum khususnyadalam mengintegrasikan materi-materi dan kompetensi Pengurangan RisikoBencana (PRB) ke dalam mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan PendidikanJasmani yang ada di sekolah mulai dari jenjang SD atau yang sederajat sampaiSMA atau yang sederajat. Model pengintegrasian materi dan kompetensi PRBdengan mata pelajaran-mata pelajaran ini bertujuan agar muatan kurikulum danbeban belajar tidak menjadi lebih berat. Disamping mengintegrasikan ke matapelajaran yang sudah ada PRB juga bisa dijadikan muatan lokal (Mulok) serta ekstrakurikuler.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini disusun dalam rangkauntuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengetahuan tentang bencanadan mensosialisasikan langkah-langkah preventi untuk mengurangi risiko bencanayang dapat menimpa di wilayah Indonesia. Tanpa adanya upaya terus-menerusuntuk mendiseminasikan inormasi tentang ancaman dan langkah-langkah yangdapat diambil untuk mengurangi risiko-risiko yang dapat ditimbulkannya, sulit bagikita untuk mewujudkan guru dan peserta didik yang tangguh dalam menghadapibencana.
Modul ini dapat menjadi salah satu solusi yang memungkinkan bagi para guru untukmengajarkan peserta didik dari hari ke hari di sekolah secara berkesinambungan,
sehingga proses, internalisasi pengetahuan kebencanaan bukan hanya dipahami
KEPALA BADAN PENELITIAN
DAN PENGEMBANGAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
8/102
dan diketahui dalam ingatan belaka tapi juga mendorong munculnya respon cepatpenyelamatan yang benar dari peserta didik ketika menghadapi bencana.
Diharapkan modul ini dapat dimanaatkan, antara lain:Sebagai alat pemandu dalam membantu para guru dalam melakukan
pengajaran tentang pengurangan risiko bencana kepada peserta didik disekolah sebagai upaya membangun kesiapsiagaan dan keselamatan daribencana di sekolah.
Membuka peluang dan membangun kreatitas guru dalam menerapkanpengetahuan tentang pengurangan risiko bencana yang disesuaikandengan konteks sekolah yang dibinanya
Memberikan gambaran secara lebih sistematis dan komprehensi carapengintegrasian pengetahuan tentang pengurangan risiko bencanake dalam mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri diSekolah.
Mendorong inisiati para guru, sekolah dan gugus dalam mengupayakanpengurangan risiko bencana dan membangun budaya keselamatan disekolah, lingkungan rumah dan lingkungan sekitar.
Semoga Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini menjadibermanaat dan membantu bagi semua guru untuk meningkatkan pengetahuan,meningkatkan ketrampilan dan membentuk sikap anak untuk menjadi lebihtanggap terhadap ancaman bencana.
Jakarta, Desember 2009Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan Nasional
Pro. Dr. H. Mansyur Ramly
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
9/102
SAMBUTAN
Menyikapi situasi kejadian bencana dan kenyataan luasnya cakupan wilayahtanah air yang memiliki berbagai ancaman bencana, pemerintah Indonesiatelah melakukan sejumlah inisiati guna mengurangi risiko bencana ditanah
air. Pada akhir tahun 2006 Bappenas meluncurkan buku Rencana Aksi NasionalPengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) 2006 2009, sebagai komitmen dalammengarusutamakan pengurangan risiko bencana dalam pembangunan nasional, yangmerupakan pelengkap dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)2005 2009 yang telah ada. Berdasarkan RAN PRB 2006 2009 tersebut, Pemerintahtelah mengalokasikan anggaran untuk program pencegahan dan pengurangan risikobencana, sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) mulai tahun2007. Lebih lanjut pada April 2007, Pemerintah menerbitkan Undang Undang Nomor24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menjadi tonggak sejarahdalam upaya penanggulangan bencana di Indonesia, dan diikuti dengan peraturanturunannya, serta dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP)melalui Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008.
Untuk mendukung prakarsa prakarsa yang telah dimulai oleh Pemerintah Indonesiatersebut, UNDP bekerjasama dengan Bappenas, BNPB dan Kementerian Dalam Negeritelah menginisiasi sebuah program yang ditujukan untuk mewujudkan masyarakat
yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana dalam pembangunan atauyang dikenal dengan Program Safer Communities Through Disaster Risk Reduction inDevelopment (SCDRR in Development). Program SCDRR ini kan berlangsung selama 5tahun (2007 2012) dan dirancang untuk mendorong agar pengurangan risiko bencanamenjadi sesuatu yang lazim dalam proses pembangunan yang terdesentralisasi. Untukmewujudkan hal itu maka upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencanakedalam proses pembangunan mutlak harus dijalankan. Upaya tersebut dilaksanakanmelalui 4 pilar sasaran program SCDRR, yaitu : (1) Diberlakukannya kebijakan, peraturandan kerangka kerja regulasi pengurangan risiko bencana; (2) Diperkuatnya kelembagaanpengurangan risiko bencana dan kemitraan diantara mereka; (3) Dipahaminya risikobencana dan tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko tersebut olehmasyarakat dan pengambil kebijakan melalui pendidikan dan penyadaran publik;(4) Didemonstrasikannya pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari programpembangunan.
Terkait dengan sasaran ketiga mengenai perlunya pendidikan dan penyadaranpublik terhadap pengurangan risiko bencana, selama beberapa tahun ini pemerintahbersama-sama beberapa lembaga swadaya masyarakat, dan institusi pendidikan ditingkat nasional maupun daerah telah melakukan berbagai upaya dalam pendidikankebencanaan, termasuk memasukkan materi kebencanaan kedalam muatan lokal,pelatihan untuk guru, kampanye dan advokasi, hingga school road showuntuk kegiatan
simulation drilldi sekolah-sekolah. Namun demikian, kegiatan-kegiatan tersebut belumterkoordinasi dengan baik dan belum terintegrasi dalam satu kerangka yang dapat
DIREKTUR KAWASAN KHUSUS
DAN DAERAH TERTINGGAL, BAPPENAS
SELAKU NATIONAL PROJECT
DIRECTOR SCDRR
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
10/102
disepakati bersama. Dilain pihak, pemetaan aktivitas pendidikan diberbagai wilayah rawanbencana di Indonesia serta intervensi dan dukungan peningkatan kapasitas untuk pendidikanmasih sangat minim dan terpusat, khususnya di wilayah Jawa dan Sumatera. Kajian kesiapsiagaanmasyarakat terhadap bencana yang telah dilakukan di berbagai wilayah menunjukkan rendahnya
tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah dibanding masyarakat serta aparat (LIPI, 2006 2007).Hal ini sangat ironis, karena sekolah adalah basis dari komunitas anak-anak, yang merupakankelompok rentan yang perlu dlindungi dan secara bersamaan perlu ditingkatkan pengetahuandan keterampilannya.
Di sisi lain, tantangan dalam mengintegrasikan upaya-upaya pengurangan risiko bencanakedalam sistem pendidikan juga telah banyak dikaji, seperti : (1) Beratnya beban kurikulum siswa;(2) Kurangnya pemahaman guru mengenai bencana ; (3) Kurangnya kapasitas dan keahlian gurudalam integrasi PRB kedalam kurikulum; (4) Minimnya panduan, silabus dan materi ajar yangterdistribusi dan dapat diakses oleh guru; (5) Terbatasnya sumberdaya (tenaga, biaya dan sarana);dan (6) Kondisi bangunan sik sekolah, sarana dan prasarana pada ummnya memprihatinkan,
tidak berorientasi pada AMDAL dan konstruksi tahan gempa.
Untuk menjawab tantangan tersebut dan guna melaksanakan integrasi pengurangan risikobencana ke dalam sistem pendidikan, dalam rangka mewujudkan budaya aman dan siagabencana, maka SCDRR telah mendukung Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusunStrategi Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana kedalam Sistem Pendidikan Nasional.Strategi ini akan disahkan melalui suatu bentuk kebijakan ditingkat nasional yang diharapkandapat menjadi acuan bagi pelaksanaan integrasi PRB ke dalam sistem pendidikan baik intramaupun ekstrakurikuler secara nasional.
Untuk mendukung implementasi kebijakan tesebut, maka SCDRR mendukung Pusat Kurikulum,
Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun modul ajar dan modul pelatihanpengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam intra dan ekstrakurikuler. Modul-modulini berisi model pembelajaran, materi ajar lengkap dengan panduan pengajarannya, dalam halintegrasi PRB kedalam intra dan ekstrakurikuler.
Diharapkan modul-modul yang disusun oleh Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasionalini dapat menjadi acuan standar dan/atau memperkaya bahan-bahan yang sudah ada dan sudahdisusun oleh berbagai pihak lainnya, sehingga dapat bermanaat dan digunakan oleh praktisipendidikan dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka peningkatan kesiapsiagaansekolah terutama didaerah rawan bencana. Terima Kasih.
Jakarta, Desember 2009
Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Bappenas
Selaku National Project Director SCDRR
Dr.Ir Suprayoga Hadi, MSP
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
11/102
DAFTAR ISI
SAMBUTAN KEPALA PUSAT KURIKULUM iii
SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN,
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL vSAMBUTAN DIREKTUR KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL,
BAPPENAS SELAKU NATIONAL PROJECT DIRECTOR SCDRR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR KOTAK xv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Landasan dan Pedoman 11.1.1 Landasan Filosos 3
1.1.2 Landasan Sosiologis 4
1.1.3 Landasan Yuridis 4
1.1.4 Pedoman Pengembangan Produk 4
1.1.5 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ke DalamSistem Pendidikan Nasional 5
1.2 Kerangka Kerja Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana 71.2.1 Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana
dan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan 71.2.2 Konsep Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana 8
BAB II FENOMENA DAN PERISTIWA LONGSOR 9
2.1 Fenomena Longsor di Indonesia 92.1.1. Apa itu Longsor dan apa perbedaanya
dengan istilah Gerakan Tanah 102.1.2. Mengapa gerakan tanah/longsor terjadi 112.1.3. Apa yang mengontrol kestabilan lereng 122.1.4. Bagaimana ciri lereng rentan bergerak 132.1.5. Apa ciri zona rawan terkena gerakan tanah 14
2.1.6. Apa yang menjadi pemicu gerakan tanah/longsor 14
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
12/102
Datar Isi
x
2.1.7. Bagaimanakah gejala awal/tanda-tandagerakan tanah atau longsor 15
2.1.8. Karakteristik Kawasan Rawan Bencana Longsor 182.1.9. Klasikasi dan Faktor Penyebab Bencana Longsor 19
2.2 Peristiwa Longsor di Indonesia 22
BAB III PENGURANGAN RISIKO LONGSOR 24
3.1 Pengurangan Risiko Bencana 243.1.1 Bencana 253.1.2 Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan
dan Kapasitas 273.1.3 Pengurangan Risiko Bencana 293.1.4 Upaya Pengurangan Risiko Bencana 29
3.2 Kesiapsiagaan Longsor 33
3.2.1 Tindakan Sebelum Terjadi Longsor 343.2.2 Tindakan Saat Terjadi Longsor 34
3.2.3 Tindakan Sesudah Terjadi Longsor 35
3.2.4 Adaptasi Setelah Terjadi Longsor 36
3.2.5 Persiapan Penanganan Bencana Oleh Masyarakat 37
BAB IV MATERI PEMBELAJARAN PENGURANGAN RISIKO LONGSOR 40
4.1 Identikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 40
4.2 Pemetaan Indikator Siswa 42
4.3 Pendekatan Kegiatan Belajar Mengajar 43
4.3.1 Tahap Persiapan 43
4.3.2 Tahap Pelaksanaan 43
BAB V PENGINTEGRASIAN MATERI POKOK PENGURANGAN
RISIKO LONGSOR KE DALAM KURIKULUM
TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN MENENGAH (SMP/MTs) 45
5.1 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsorke dalam Mata Pelajaran 485.1.1 Identikasi Materi Pembelajaran Pengurangan
Risiko Longsor 49
5.1.2 Analisis Kompetensi Dasar yang Memungkinkan IntegrasiPenanggulangan Risiko Bencana Longsor 505.1.3 Penyusunan Silabus Integrasi Pengurangan
Risiko Longsor 555.1.4 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Mata Pelajaran Terintegrasi 585.1.5 Model Bahan Ajar 59
5.2 Pengembangan Model Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor 645.2.1 Analisis Konteks Mata Pelajaran Mulok 675.2.2 Penyusunan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Muatan Lokal Pengurangan Risko Longsor 69
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
13/102
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
xi
5.2.3 Penyusunan Silabus dan Rencana PelaksanaanPembelajaran (RPP) 70
5.3 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor Pada Pada KegiatanPengembangan Diri dan Ekstrakurikuler 77
DAFTAR ISTILAH 78
DAFTAR PUSTAKA 82
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
14/102
Datar Isi
xii
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
15/102
Tabel 4.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 41Tabel 4.2 Indikator Prilaku Siswa untuk pembelajaran pengurangan
risiko longsor 42Tabel 5.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 49Tabel 5.2 Analisis Standar kompetensi dan Kompetensi dasar
untuk mata pelajaran terintegrasi penguranganrisiko longsor 51
Tabel 5.3 Contoh Pengembangan Silabus Model IntegrasiPengurangan Risiko Longsor 56
Tabel 5.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan LokalPengurangan Risiko Longsor untuk JenjangSekolah Menengah Pertama 70
Tabel 5.5 Contoh Pengembangan Silabus dan RPP 72
DAFTAR TABEL
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
16/102
Datar Tabel
xiv
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
17/102
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gerakan Tanah Longsor 10Gambar 2.2 Arah gerakan ; = sudut kemiringan lereng;
H = tinggi lereng 11Gambar 2.3 Arah gerakan ; = sudut kemiringan lereng;
H = tinggi lereng 11Gambar 2.4 Bentang alam sebagai alat kontrol kestabilan lereng 12Gambar 2.5 Batu yang berjatuhan akibat longsor yang terjadi 23Gambar 2.6 Tumpukan kayu yang terbawa arus longsor dan
banjir di Bahorok Sumatera Utara yang memakan korbansekitar 200 orang 23
Gambar 2.7 Masyarakat melihat bus yang terperosok keluar darijalan raya akibat terjangan longsoran tanah 23
Gambar 2.8 Tim evakuasi bencana longsor 23
Gambar 3.1 Model hubungan antara risiko bencana, kerentanan danbahaya 25
Gambar 3.2 Gempa bumi 26Gambar 3.3 Persentase Orang Terkena Bencana Berdasarkan
Jenis Bencana 27Gambar 3.4 Mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian
atas di dekat pemukiman mengakibatkan bahaya longsor 36Gambar 3.5 Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila
membangun permukiman 36Gambar 3. 6 Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal 37
Gambar 3. 7 Pembangunan rumah yang salah di lereng bukit 37Gambar 3. 8 Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal 37Gambar 3. 9 Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit 37Gambar 3.10 Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak 37Gambar 3.11 Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi 37Gambar 5. 1 Proses Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 47
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
18/102
Datar Gambar
xvi
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
19/102
DAFTAR KOTAK
Kotak 5.1.1 Contoh Pengembangan RPP Model IntegrasiPengurangan Risiko Longsor pada Mata Pelajaran 59
Kotak 5.2.1 Contoh Pengembangan Silabus dan RPP PenguranganRisiko Longsor pada Mata Pelajaran 73
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
20/102
Datar Kotak
xviii
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
21/102
1.1 Landasan dan Pedoman
Berdasarkan hasil Konerensi Sedunia tentang Pengurangan Risiko Bencana (World
Conference on Disaster Reduction) yang diselenggarakan pada tanggal 18-22 Januari2005 di Kobe, Hyogo, Jepang; dan dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi2005-2015 dengan tema Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas TerhadapBencana memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatanyang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadapbahaya. Konerensi tersebut menekankan perlunya mengidentikasi cara-carauntuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana.
Pada bulan Januari 2005, lebih dari 4.000 perwakilan pemerintah, organisasi non-pemerintah (NGO), institusi akademik, dan sektor swasta berkumpul di Kobe, Jepang,pada World Conference on Disaster Reduction (WCDR) kesebelas. Konerensi tersebutmengakhiri perundingan-perundingan tentang Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005-2015 : Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas terhadap Bencana (HFA).Kerangka Aksi ini diadopsi oleh 168 negara dan menetapkan tujuan yang jelas secara substansiil mengurangi kerugian akibat bencana, baik korban jiwa maupunkerugian terhadap aset-aset sosial, ekonomi, dan lingkungan suatu masyarakat dannegara dan merinci seperangkat prioritas untuk mencapai tujuan setindaknyapada tahun 2015.
HFA menekankan bahwa pengurangan risiko bencana adalah isu sentral kebijakanpembangunan, selain juga menjadi perhatian berbagai bidang ilmu, kemanusiaan,
dan lingkungan. Bencana merusak hasil-hasil pembangunan, memelaratkanrakyat dan negara. Tanpa usaha yang serius untuk mengatasi kerugian akibatbencana, bencana akan terus menjadi penghalang besar dalam pencapaianSasaran Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals). Untuk membantupencapaian hasil yang diinginkan, HFA mengidentikasi lima Prioritas Aksi yangspesik: (1) Membuat pengurangan risiko bencana sebagai prioritas; (2) Memperbaikiinormasi risiko dan peringatan dini; (3) Membangun budaya keamanan danketahanan; (4) Mengurangi risiko pada sektor-sektor utama; (5) Memperkuatkesiapan untuk bereaksi.
BAB IPENDAHULUAN
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
22/102
Pendahuluan
2
HFA memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yangstrategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya.Konerensi tersebut menekankan perlunya mengidentikasi cara-cara untukmembangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Karena bencana
dapat diredam secara berarti jika masyarakat mempunyai inormasi yang cukup dandidorong pada budaya pencegahan dan ketahanan terhadap bencana, yang padaakhirnya memerlukan pencarian, pengumpulan, dan penyebaran pengetahuandan inormasi yang relevan tentang bahaya, kerentanan, dan kapasitas.
Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha antara lain: (1) menggalakkan dimasuk_kannya pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana sebagai bagianyang relevan dalam kurikulum pendidikan di semua tingkat dan menggunakanjalur ormal dan inormal lainnya untuk menjangkau anak-anak muda dan anak-anak dengan inormasi; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencanasebagai suatu elemen instrinsik dalam dekade 20052014 untuk Pendidikan bagi
Pembangunan Berkelanjutan (United Nations Decade of Education for SustainableDevelopment); (2) menggalakkan pelaksanaan penjajagan risiko tingkat lokaldan program kesiapsiagaan terhadap bencana di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan lanjutan; (3) menggalakkan pelaksanaan program danaktivitas di sekolah-sekolah untuk pembelajaran tentang bagaimana meminimalisireek bahaya; (4) mengembangkan program pelatihan dan pembelajaran tentangpengurangan risiko bencana dengan sasaran sektor-sektor tertentu, misalnya: paraperancang pembangunan, penyelenggara tanggap darurat, pejabat pemerintahtingkat lokal, dan sebagainya; (5) menggalakkan inisiati pelatihan berbasismasyarakat dengan mempertimbangkan peran tenaga sukarelawan sebagaimana
mestinya untuk meningkatkan kapasitas lokal dalam melakukan mitigasi danmenghadapi bencana; (6) memastikan kesetaraan akses kesempatan memperolehpelatihan dan pendidikan bagi perempuan dan konstituen yang rentan; dan (7)menggalakkan pelatihan tentang sensitivitas gender dan budaya sebagai bagian takterpisahkan dari pendidikan dan pelatihan tentang pengurangan risiko bencana.
Kampanye Pendidikan tentang Risiko Bencana dan Keselamatan di Sekolah yangdikoordinir olehUN/ISDR (United Nations/International Strategy for Disaster Reduction)hingga penghujung tahun 2007 dengan didasari berbagai pertimbangan. Anak-anak adalah kelompok yang paling rentan selama kejadian bencana, terutamayang sedang bersekolah pada saat berlangsungnya kejadian. Pada saat bencana,
gedung sekolah hancur, mengurangi usia hidup murid sekolah dan guru yangsangat berharga dan terganggunya hak memperoleh pendidikan sebagai dampakbencana. Pembangunan kembali sekolah juga memerlukan waktu yang tidaksebentar dan pastilah sangat mahal.
Kampanye ditujukan kepada murid sekolah dasar dan menengah, para guru,pembuat kebijakan pendidikan, orangtua, insinyur dan ahli bangunan. Selainitu juga ditujukan kepada lembaga pemerintah yang bertanggung-jawab atasisu manajemen bencana, mendiknas, para pemimpin politik di tingkat nasional,pembuat keputusan di masyarakat, dan otoritas lokal. Pesan yang bisa disampaikanantara lain: (1) pendidikan tentang risiko bencana menguatkan anak-anak danmembantu membangun kesadaran yang lebih besar isu tersebut di dalam
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
23/102
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
3
masyarakat; (2) asilitas bangunan sekolah yang bisa menyelamatkan hidup danmelindungi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dari suatu kejadianbencana alam; dan (3) pendidikan tentang risiko bencana dan asilitas keselamatandi sekolah akan membantu negara-negara menuju ke arah pencapaian Tujuan
Pembangunan Millenium.
Sekolah dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap generasi muda,yaitu dalam menanamkan nilai-nilai budaya dan menyampaikan pengetahuantradisional dan konvensional kepada generasi muda. Untuk melindungi anak-anak dari ancaman bencana alam diperlukan dua prioritas berbeda namun tidakbisa dipisahkan aksinya yaitu pendidikan untuk mengurangi risiko bencana dankeselamatan dan keamanan sekolah.
Sekolah juga harus mampu melindungi anak-anak dari suatu kejadian bencanaalam. Investasi dalam memperkuat struktur gedung sekolah sebelum suatu
bencana terjadi, akan mengurangi biaya/anggaran jangka panjang, melindungigenerasi muda penerus bangsa, dan memastikan kelangsungan kegiatan belajar-mengajar setelah kejadian bencana. Pendidikan di sekolah dasar dan menegahmembantu anak-anak memainkan peranan penting dalam penyelamatan hidup danperlindungan aset/milik masyarakat pada saat kejadian bencana. Menyelenggarakanpendidikan tentang risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah sangat membantudalam membangun kesadaran akan isu tersebut di lingkungan masyarakat.
Mengurangi risiko bencana dimulai dari sekolah. Seluruh komponen, dalam halini anak-anak sekolah, para guru, para pemimpin masyarakat, orangtua, maupunindividu yang tertarik dengan pendidikan tentang risiko bencana dan keselamatan
di sekolah, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, institusi lokal/regional/nasional/ internasional, sektor swasta dan publik untuk dapat berpartisipasisecara akti. Keterlibatan media juga diperlukan untuk mendorong sebuah budayaketahanan terhadap bencana dan keterlibatan komunitas yang kuat dalam rangkakampanye pendidikan publik secara terus-menerus dan dalam konsultasi publik disegenap lapisan masyarakat. Bencana?! Jika Siap Kita Selamat.
Padatnya kurikulum pendidikan nasional tidak boleh kita jadikan alasan untuk tidakmelakukan kegiatan pengurangan risiko bencana di sekolah secara berkelanjutan.Pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana di sekolah-sekolah bisadilaksanakan dengan mengintegrasikan materi pembelajaran penguranganrisiko bencana ke dalam (1) mata pelajaran pokok/paket, (2) muatan lokal, dan (3)ekstrakurikuler dan pengembangan diri. Atau secara khusus mengembangkan danmenyelenggarakan kurikulum muatan lokal dan ektrakurikuler/pengembangandiri yang didedikasikan khusus untuk pendidikan pengurangan risiko bencana.
1.1.1 Landasan Filosofs
Bencana merupakan suatu bentuk gangguan terhadap kehidupan danpenghidupan masyarakat, oleh karena itu, secara losos, pengurangan risikobencana merupakan bagian dari pemenuhan tujuan bernegara RepublikIndonesia, yaitu melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
24/102
Pendahuluan
4
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkankemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa dikuatkan pula dengan haksetiap orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa amandari ancaman ketakutan untuk untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yangmerupakan hak asasi, hak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, danmendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperolehpelayanan kesehatan (Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.
1.1.2 Landasan Sosiologis
Ada tiga pertimbangan sosiologis yang patut diketengahkan, yaitu Pertamasecara geogras, demogras dan geologis, Indonesia merupakan negararawan bencana, baik bencana alam dan bencana akibat ulah manusia, seperti
kegagalan atau mala praktik teknologi. Kedua, adalah bahwa perkembanganilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi sosial masyarakat, telahmenimbulkan dampak negati terhadap lingkungan yang berakibat padaterjadinya bencana. Ketiga, adalah kondisi struktur manajemen bencanaitu sendiri. Kematian, cidera dan kerugian materi, serta masalah lingkungandan ekonomi dapat dikurangi apabila penyelenggaraan penanggulanganbencana telah dilakukan secara komprehensi yang mencakup pendekatanyang bersiat pencegahan, pengurangaan risiko, tindakan kesiapsiagaantindakan tanggap terhadap bencana, serta upaya pemulihan. Disamping itu,pendekatan yang mengedepankan pentingnya partisipasi dari semua tingkatpemerintahan, baik pemerintah pusat dan daerah, mengambil peran yangakti dalam menciptakan manajemen bencana yang eekti. Serta pentingnyapartisipasi publik dan pemangku kepentingan dalam penanganan bencana.
1.1.3 Landasan Yuridis
Pertimbangan yuridis adalah menyangkut masalah-masalah hukum serta peranhukum dalam penanganan bencana. Hal ini dikaitkan dengan peran hukumdalam pembangunan, baik sebagai pengatur perilaku, maupun instrumenuntuk penyelesaian masalah. Hukum sangat diperlukan, karena hukum atauperaturan perundang-undangan dapat menjamin adanya kepastian dankeadilan dalam penanganan bencana. Undang-Undang No.24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana ditempatkan guna memberikan jawabanatau solusi terhadap permasalahan yang berkaitan dengan penanganbencana, merupakan landasan yuridis paling dekat untuk pelaksanaan usaha-usaha pengurangan risiko bencana di Indonesia.
1.1.4 Pedoman Pengembangan Produk
Program pendidikan pengurangan risiko bencana (PRB) bertujuan untukmeminimalisir risiko bencana dan meningkatkan kapasitas sekolah dalammelaksanakan pengurangan risiko bencana, kesiapsiagaan, mitigasi, danperingatan dini. PRB oleh satuan pendidikan dapat dilakukan dengan caramengintegrasikan materi pendidikan pengurangan risiko bencana dalamkurikulum yang berlaku di sekolah, mata pelajaran, muatan lokal, kegiatanpengembangan diri dan ekstrakurikuler, dan bahan ajar.
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
25/102
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
5
Dasar hukum yang menjadi pedoman perancangan dan pengembangan serialmodul dan modul pelatihan adalah:
1. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
3. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
4. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana PembangunanJangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025.
5. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana PembangunanJangka Menengah Nasional Tahun 2004 - 2009.
6. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar NasionalPendidikan.
7. Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Badan NasionalPenanggulangan Bencana.
8. Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2008 tentang Pengesahan ASEAN(Persetujuan ASEAN mengenai Penanggulangan Bencana dan PenangananDarurat).
9. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang PenyelenggaraanPenanggulangan Bencana.
10. Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
11. Peraturan Mendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar KompetensiLulusan.
12. Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi
dan Standar Kompetensi Lulusan, yang disempurnakan dengan PeraturanMendiknas No. 6 Tahun 2007.
13. Peraturan Mendiknas No. 40 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata KerjaBalitbang Depdiknas.
14. Peraturan Mendiknas No. 50 Tahun 2007 tentang Standar PengelolaanPendidikan oleh Pemerintah Provinsi.
15. Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana danPrasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK.
16. Surat Edaran Mendiknas No. 33/MPN/SE/2007 tentang Sosialisasi KTSP.
1.1.5 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana Ke Dalam SistemPendidikan Nasional
UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38 Ayat (2):
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai denganrelevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komitesekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan ataukantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar danprovinsi untuk pendidikan menengah
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
26/102
Pendahuluan
6
Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penyusunankurikulum merupakan tanggung jawab setiap satuan pendidikan (sekolahdan madrasah). Oleh karena itu tidak lagi dikenal apa yang disebut dengan
kurikulum nasional, yang pada periode sebelumnya menjadi tanggung jawabpemerintah pusat.
Dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 17menyebutkan:
1. Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkansesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah,sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik
2. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah,mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnyaberdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan,dibawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab dibidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK dan departemen yangmengurusi urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, danMAK
Penjabaran kurikulum dilakukan dengan penyusunan silabus dan bahan ajarsesuai dengan kondisi geogras dan demogras untuk daerah, kebutuhan,potensi dan karkateristik satuan pendidikan dan peserta didik, yang selanjutnyadiimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam Permendiknas No.24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar KompetensiLulusan Pasal 1:
1. Satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan danmenetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengahsesuai kebutuhan satuan pendidikan.
2. Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkankurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standarkompetensi lulusan.
3. Kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan olehkepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan
pertimbangan dari Komite Sekolah atau Komite Madrasah.Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem PendidikanNasional Pasal 32 Ayat 1, juga telah mengakomodasi kebutuhan pendidikanbencana dalam terminologi pendidikan layanan khusus. Yakni pendidikanbagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adatyang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidakmampu dari segi ekonomi.
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
27/102
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
7
1.2 Kerangka Kerja Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko
Bencana
1.2.1 Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Pendidikan Untuk
Pembangunan BerkelanjutanPada bulan Desember 2002, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi 57/254untuk menempatkan Dekade Pendidikan Bagi Pembangunan Berkelanjutan(Decade of Education for Sustainable Development - DESD), mulai 2005-2014,dibawah koordinasi UNESCO. Pendidikan untuk pengurangan bencana(alam) telah diidentikasi sebagai masalah inti yang akan dibahas di bawahDESD. Pendidikan dipandang dalam konsep yang lebih luas. Sebagaimanadidenisikan dalam Bab 36 dalam Agenda 21, Pendidikan sangat pentinguntuk mencapai perlindungan lingkungan dan kesadaran etika, nilai-nilaidan sikap, keterampilan dan perilaku yang konsisten dengan pembangunan
berkelanjutan. Baik ormal dan pendidikan non-ormal sangat diperlukan untukpembangunan berkelanjutan . Pendidikan dan pengetahuan berkontribusiuntuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya (alam) serta kerentanandan ancaman yang ada yang dihadapi oleh masyarakat. Juga memberikankontribusi untuk menumbuhkembangkan keterampilan hidup.
Dasawarsa ini didukung oleh Kerangka Aksi Hyogo 2005 2015 yangmenyoroti pentingnya pendidikan dan pembelajaran sebagai bagian dariprioritas aksi, menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untukmembangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat.Inisiati pengurangan risiko bencana harus berakar di semua lembaga-
lembaga pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah dan memasukkan dalamprogram pendidikan. Pendidikan pengurangan risiko bencana yang mencakupsemua aspek peningkatan kesadaran publik, pendidikan dan pelatihan yangbertujuan untuk menciptakan dan atau meningkatkan budaya pencegahanmelalui identikasi dan pemahaman risiko, serta belajar mengenai langkah-langkah pengurangan risiko bencana, dan tanggap bencana.
Oleh karena itu Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana - sebagai bagiandari Pengurangan Risiko Bencana (PRB) - harus melekat dengan Pendidikanuntuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development -ESD), dan mendukung kerangka ESD yang mencakup 3 aspek, yaitu:
1. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah interdisipliner.Oleh karena itu, pertimbangan penting diberikan kepada dampak, danhubungan antara, masyarakat, lingkungan, ekonomi dan budaya.
2. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana dan meningkatkanpemikiran kritis dan pemecahan masalah, dan ketrampilan hidup sosial danemosional untuk pemberdayaan kelompok rentan atau terkena bencana.
3 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana mendukung TujuanPembangunan Milenium. Tanpa mempertimbangkan Pengurangan RisikoBencana dalam perencanaan pembangunan, semua upaya pembangunantermasuk inisiati DESD dihancurkan dalam hitungan detik.
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
28/102
Pendahuluan
8
Kerangka kerja Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana atau pendidikanpengurangan risiko bencana dikembangkan mengikuti arahan UN-ISDRsebagai berikut: Pendidikan pengurangan risiko bencana adalah sebuahproses pembelajaran bersama yang bersiat interakti di tengah masyarakat
dan lembaga-lembaga yang ada. Cakupan pendidikan pengurangan risikobencana lebih luas daripada pendidikan ormal di sekolah dan universitas.Termasuk di dalamnya adalah pengakuan dan penggunaan kearian tradisionaldan pengetahuan lokal bagi perlindungan terhadap bencana alam.
HFA pada PRIORITAS AKSI 3, Poin Aktivitas kunci termaksud rekomendasibahwa PRB dimasukkan dalam kurikulum sekolah, pendidikan ormal daninormal.
Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan pengurangan risiko bencanadalam bagian yang relevan dalam kurikulum sekolah di semua tingkat danmenggunakan jalur ormal dan inormal lainnya untuk menjangkau pemudadan anak-anak; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagaisuatu elemen intrinsik Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan(2005-2015) dari PBB .
1.2.2 Konsep Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana
Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana adalah usaha sadar dan terencanadalam proses pembelajaran untuk memberdayaan peserta didik dalam upayauntuk pengurangan risiko bencana dan membangun budaya aman sertatangguh terhadap bencana. Pendidikan PRB lebih luas dari penddidikanbencana, bahkan lebih dari pendidikan tentang pengurangan risiko bencana.
Tetapi mengembangkan motivasi, ketrampilan, dan pengetahuan agardapat tertindak dan mengambil bagian dari upaya untuk pengurangan risikobencana.
Tujuan pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah:
1. Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan
2. Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana
3. Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman tentangkerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan sik, serta kerentananprilaku dan motivasi,
4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk pencegahan danpengurangan risiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkunganyang bertanggungjawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana
5. Mengembangkan upaya untuk pengurangan risiko bencana diatas, baik secaraindividu maupun kolekti
6. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siaga bencana
7. Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana
8. Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembalikomunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkankarena terjadinya bencana
9. Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar danmendadak
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
29/102
2.1. Fenomena Longsor di Indonesia
Bencana merupakan enomena yang terjadi karena komponen-komponen
pemicu, ancaman, dan kerentanan bekerja bersama secara sistematis, sehinggamenyebabkan terjadinya risiko pada komunitas. Bencana secara sederhanadidenisikan sebagai suatu gangguan serius terhadap keberungsian suatumasyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusiadari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuanmasyarakat tersebut untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya mereka sendiri Pemicu merupakan aktor-aktor luar yang menjadikanpotensi ancaman yang tersembunyi muncul ke bermukaan sebagai ancamannyata. Ancaman adalah kejadian-kejadian, gejala alam atau kegiatan manusiayang berpotensi untuk menimbulkan kamatian, luka-luka, kerusakan harta benda,
gangguan sosial ekonomi atau kerusakan lingkungan.Para ahli tentang bumi menyimpulkan bahwa bentuk muka bumi selalu dalamkondisi sementara. Artinya, alam senantiasa berproses dan proses tersebutmemunculkan berbagai peristiwa alam yang memicu terjadinya longsor. Peristiwaalam sebagaimana halnya juga peristiwa yang menyebabkan longsor bukanlahpembunuh yang selalu meminta korban jiwa dan materi. Munculnya korban jiwadalam suatu peristiwa alam sebagai akibat ketidakmampuan manusia untukmenyikapi alam secara ari. Apabila manusia memiliki kearian dalam berinteraksidengan alam, korban jiwa dalam berbagai peristiwa alam dapat diantisipasisehingga dapat terhindar dari bencana.
Gejala umum:
1. Muncul retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing
2. Muncul air secara tiba-tiba dari permukaan tanah di lokasi baru
3. Air sumur di sekitar lereng menjadi keruh
4. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan
Wilayah-wilayah yang rawan akan tanah longsor:
1. Pernah terjadi bencana tanah longsor di wilayah tersebut
2. Berada pada daerah yang terjal dan gundul
FENOMENA DAN PERISTIWA
LONGSOR BAB II
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
30/102
Fenomena dan Peristiwa Longsor
10
3. Merupakan daerah aliran air hujan
4. Tanah tebal atau sangat gembur pada lereng yangmenerima curah hujantinggi
Berkaitan dengan hal tersebut, modul ini di samping membahas materi pokok yangperlu dipahami, juga membahas bagimana merancang pembelajaran agar siswamemiliki kompetensi siaga bencana. Materi pokok terdiri dari pengertian longsor,penyebab mengapa terjadi longsor, apa yang mengontrol, bagaimana ciri daerahrawan longsor, tanda-tanda lonsor terjadi, apa yang harus dilakukan pada saatlongsor terjadi, dan apa upaya antisipasi untuk mengurangi risiko bencana, dantindakan preventi yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana.
2.1.1. Apa itu Longsor dan apa perbedaanya dengan istilah Gerakan Tanah?
Umumnya masyarakat menyebut gerakan tanah sama dengan longsor. GerakanTanah mencakup semua jenis/proses perpindahan (pergerakan) massa tanah
dan/atau batuan menuruni lereng, akibat kestabilan tanah atau batuanpenyusun lereng tersebut terganggu. Longsor adalah proses perpindahanmassa tanah/batuan pada lereng melalui bidang gelincir lengkung atau lurus.Dengan demikian, longsor merupakan salah satu jenis Gerakan Tanah.
Gambar-Gambar Berikut menunjukkan contoh Gerakan Tanah/Longsor(Gerakan tanah melalui bidang gelincir) :
Gerakan Tanah
Longsor
Gambar 2.1 Gerakan Tanah Longsor
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
31/102
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
11
2.1. 2. Mengapa gerakan tanah/longsor terjadi?
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan,bahan rombakan, tanah, atau material campuran, bergerak ke bawah ataukeluar lereng. Hal ini merupakan gejala alam yang terjadi di sekitar kawasan
pegunungan dan perbukitan yang curam. Luncuran tanah akan semakin cepatsampai dengan kecepatan mencapai 30 meter per detik ketika (1) lapisanbumi paling atas dan bebatuan terlepas dari bagian utama gunung atau bukit;(2) lapisan teratas bumi mulai meluncur deras pada lereng dan mengambilmomentum dalam luncuran tersebut.
Semakin curam kemiringan suatu kawasan, semakin rentan terhadap bahayalongsor. Proses terjadinya longsor dapat berawal dari air yang meresap kedalam tanah menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampaitanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadilicin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan
keluar lereng.
Fenomena ini terjadi sebagai akibat dari perubahan pada komposisi, struktur,hidrologi, atau vegatasi pada suatu lereng atau kawasan. Perubahan tersebutdapat berlangsung secara perlahan-lahan maupun tiba-tiba, peristiwanyadapat berlangsung secara alami maupun sebagai ulah manusia.
Gerakan Tanah/Longsor terjadi akibat gangguan kestabilan lereng karenagaya penahan terlampaui (lebih besar) oleh gara penggerak. Proses terjadinyagerakan dapat dijelaskan pada gambar berikut:
Gambar 2.2 Arah gerakan ; = sudut kemiringanlereng; H = tinggi lereng
Gambar 2.3 Arah gerakan ; = sudut kemiringanlereng; H = tinggi lereng
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
32/102
Fenomena dan Peristiwa Longsor
12
Gangguan kestabilan lereng dapat terjadi secara alami dan tindakan manusia.Berikut aktor-aktor yang memungkinkan terjadinya gangguan kestabilanlereng. terjadinya perubahan komposisi, struktur, hidrologi, atau vegetasipada suatu kawasan:
1. Meningkatnya sudut lereng sebagai akibat konstruksi baru atau karenaerosi
2. Meningkatnya kandungan air yang disebabkan oleh hujan lebat ataunaiknya air tanah
3. Hilangnya tumbuh-tumbuhan karena kebakaran, penebangan pohon ataupenggundulan hutan yang mengakibatkan melemahnya partikel-partikeltanah;
4. Macetnya atau berubahnya materi-materi lereng karena kondisi cuaca danproses alam, pemasangan pipa bawah tanah, atau penggunaan lapisantanah sebagai tempat pembuangan sampah;
5. Getaran akibat gempa bumi, letusan, getaran mesin, atau lalu lintas;
6. Penambahan beban oleh hujan , materi vulkanis, bangunan atau rembesandari irigasi dan system-sistem pembuangan sampah.
2.1.3. Apa yang mengontrol kestabilan lereng?
Kestabilan lereng dikontrol oleh kondisi bentang alam, seperti: gunung,pegungungan, bukit, perbukitan, lereng, dan lembah. Kemiringan lereng,pelapisan batuan (stratigra), patahan, kekar, retakan pada lereng yangmembentuk bidang atau zona lemah (struktur geologi), tata air (kondisihidrologi) pada lereng. Faktor-aktor tersebut mengkondisikan lereng menjadi
rentan (berpotensi/berbakat) longsor, namun longsor baru akan terjadi apabilaada pemicu.
Gambar 2.4 Bentang alam sebagai alat kontrol kestabilan lereng
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
33/102
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
13
2.1. 4. Bagaimana ciri lereng rentan bergerak?
Lereng bukanlah hal asing dalam kehidupan kita, tidak ada tempat yang tidakada lereng, walaupun di dataran rendah. Lalu bagimana kita tahu ada lerengyang rentan bergerak? Berikut ciri lereng yang rentan bergerak:
1. Lereng yang tersusun dari tumpukkan tanah gembur dengan ketebalanlebih 2 meter.
2. Lereng tersusun oleh pelapisan batuan miring kearah luar lereng.
3. Lereng tersusun dari batuan retak-retak.
4. Lembah sungai jalur patahan
5. Tebing curam tersusun oleh batuan terpotong-potong atau bongkah-bongkah batuan (rentan mengalami luncuan/gelindingan batuan).
6. Lereng tersusun oleh massa tanah dan batuan yang mudah lepas
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
34/102
Fenomena dan Peristiwa Longsor
14
7. Perbukitan gundul, curam tersusun oleh batuan/tanah yang mudah lepas.
2.1.5. Apa ciri Zona rawan terkena gerakan tanah?
Zona-zona rawan terkena gerakan tanah/longsor antara lain:
1. Daerah yang terletak di kaki bukit
2. Daerah dengan lereng tersusun oleh tanah mudah lepas dan padatpemukiman
2.1. 6. Apa yang menjadi pemicu gerakan tanah/longsor?
Lereng rentan tidak akan longsor tanpa ada pemicu, berikut beberapa halyang dapat memicu gerakan tanah/longsor:Inltrasi (resapan) air, mis : air hujan dan kolam/saluran irigasi yang tdk kedapair.
1. Getaran, misalnya gempa bumi, ledakan atau getaran kendaraan beratpada lereng.
2. Pemanaatan lahan pada lereng yang tidak tepat seperti pembebananlereng yang berlebihan oleh rumah/ bangunan & pohon yang terlalu lebatdan pemotongan lereng tanpa perhitungan.
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
35/102
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
15
2.1.7. Bagaimanakah Gejala awal/Tanda-Tanda Gerakan Tanah atau
Longsor?
Pada prinsipnya peristiwa longsor dapat diprediksi karena tanda-tandanyadapat/mudah diamati. Hak ini berarti, bahaya longsor dapat diantisipasi jika
kita mampu mengenali tanda-tandanya. Berikut tanda-tanda atau geja awallongsor.
1. Muncul retakan lengkung memanjang pada lereng/bangunan.
2. Terjadi amblesan tanah.
3. Tiba-tiba muncul rembesan air lumpur pada lereng.
4. Tiba-tiba jendela dan pintu rumah pada lereng sulit dibuka, karena terjadiperubahan bentuk konstruksi pada saat kondisi awal gerakan tanah.
5. Pohon-pohon/ tiang-tiang/ rumah-rumah miring.
6. Berubahnya bentuk bangunan rumah sehingga jendela/pintu sulit
dibuka.7. Terdengar suara gemuruh dari atas lereng, disertai getaran.
8. Air sungai tiba-tiba keruh dan agak naik permukaannya (gejala banjirbandang yang dipicu longsor).
9. Munculnya retakan -retakan di lereng yang sejajar, biasanya terjadi setelahhujan
10. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan
11. Keretakkan pada lantai dan tembok bangunan
12. Amblasnya sebagian lantai konstruksi bangunan ataupun tanah pada
lereng13. Terjadinnya penggembungan pada tebing lereng atau dinding konstruksi
penguat lereng
14. Miringnya pohon-pohon dan tiang pada lereng
15. Munculnya mata air baru atau rembesan air pada lereng secara tiba-tiba
16. Mata air pada lereng berubah keruh secara tiba-tiba
17. Runtuhnya bagian-bagian tanah dalam jumlah besar.
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
36/102
Fenomena dan Peristiwa Longsor
16
Tanda-tanda tesebut sebetulnya mudah dikenali, apalagi pada lereng-lerengyang curam dengan tekstur tanah yang mudah longsor. Sesuai dengantekstur tanah, banyak wilayah kita yang termasuk rentan terhadap bahayalongsor. Risiko terjadinya longsong makin meninggi ketika memasuki musimpenghujan. Pada saat intensitas curah hujan tinggi (di atas normal 115-300mm)-- biasanya sekitar bulan Februari--, potensi terjadinya tanah longsor sangatbesar. Tingkat kewaspadaan perlu ditingkatkan terutama pada daerah rawanbanjir dan tanah longsor.
Jenis Gerakan Tanah/Longsor
Jenis gerakan tanah terbagi menjadi 2, yaitu gerakan cepat dan gerakan
lambat.
1. Gerakan Cepat:
Gerakan cepat terdiri dari jatuhan/runtuhan/robohan, luncuran danaliran. Jatuhan/runtuhan/robohan yaitu pergerakan tanpa melalui bidanggelincir. Jenis material yang bergerak biasanya terdiri dari tanah, batuan,bahan rombahakan tanah campur batuan. Jenis gerakan terdiri darijatuhan tanah, jatuhan batuan, dan jatuhan bahan rombakan tanah sertabatu.
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
37/102
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
17
Luncuran yaitu pergerakan melalui bidang gelincir/bidang luncur, jenismaterial yang bergerak terdiri dari tanah, batuan dan bahan rombakan.Jenis gerakan disebut luncuran tanah, luncuran batuan, dan luncuanbahan rombakan tanah dan batu.
Aliran adalah pergerakan massa jenuh air. Jenis material yang bergerakadalah tanah, batuan, dan bahan rombakan. Jenis gerakan disebut alirantanah, aliran batuan, dan aliran rombakan.
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
38/102
Fenomena dan Peristiwa Longsor
18
2. Gerakan Lambat:Gerakan lambat disebut rayapan, yaitu pergerakan massa yang lambat.Jenis material yang bergerak adalah tanah.
Untuk lebih jelasnya, jenis gerakan dapat dilihat pada diagram berikut :
JENIS GERAKAN TANAH/LONGSOR
Jatuhan/ Runtuhan /Robohan (pergerakan
tanpa melalui bidang
lincir/ bidang luncur)
Luncuran
(pergerakan melalui bidang
lincir/ bidang luncur)
Aliran (pergerakanmassa jenuh air)
Rayapan (pergerakan
massa yang Lambat)
Gerakan
Cepat
Gerakan
Lambat
GERAKANTANAH
Tanah
Batuan
Bahan rombakan
tanah campur
batuan
Tanah
Batuan
Bahan rombakan
tanah campur
batuan
Tanah
Bahan Rombakan
Jatuhan Tanah
Jatuhan Batuan
Jatuhan Bahan Rombakan
Tanah Dan Batu
Luncuran Tanah
Luncuran Batuan
Luncuran Bahan Rombakan
Tanah Dan Batu
MEKANISME
GERAKAN
JENIS MATERIAL
YG BERGERAK
JENIS
GERAKAN TANAH
2.1. 8. Karakteristik Kawasan Rawan Bencana Longsor
Pada umumnya kawasan rawan longsor merupakan kawasan :
1. Dengan tingkat curah hujan rata-rata yang tinggi, atau
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
39/102
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
19
2. Kawasan rawan gempa, serta dicirikan dengan kondisi kemiringan lerenglebih curam dari 20o.
Dalam kawasan ini sering dijumpai alur-alur dan mata air, yang pada umumnyaberada di lembah-lembah dekat sungai. Kawasan dengan kondisi seperti
di atas, pada umumnya merupakan kawasan yang subur, sehingga banyakdimanaatkan untuk kawasan budidaya, terutama pertanian dan permukiman.Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat terkait dengan tingkatkerentanan kawasan terhadap longsoran, mengakibatkan masyarakat kurangsiap dalam mengantisipasi bencana, sehingga dampak yang ditimbulkanapabila terjadi bencana longsor, akan menjadi lebih besar.
Disamping kawasan dengan karakteristik tersebut di atas, beberapa kawasanyang dikatagorikan sebagai kawasan rawan longsor, meliputi:
1. Lereng-lereng pada Kelokan Sungai, akibat proses erosi atau penggerusanoleh aliran sungai pada bagian kaki lereng.
2. Daerah Tekuk Lereng, yaitu peralihan antara lereng curam ke lereng landai,yang ada permukimaannya, karena berdasarkan penelitian pada kondisihidrologi lereng, (Karnawati, 2000) menjelaskan bahwa daerah tekuklereng cenderung menjadi zona akumulasi air yang meresap dari bagianlereng yang lebih curam. Akibatnya daerah tekuk lereng sangat sensitimengalami peningkatan tekanan air pori, yang akhirnya melemahkanikatan antar butir-butir partikel tanah dan memicu terjadinya longsoran.
3. Daerah yang dilalui Struktur Patahan (Sesar), yang menjadi kawasanpermukiman. Daerah ini dicirikan oleh adanya lembah/sungai denganlereng curam (> 40o) dan dan tersusun oleh batuan yang terkekarkan
(retak-retak) secara intensi atau rapat, serta ditandai dengan munculnyabeberapa mata air pada sungai/lembah tersebut. Retakan-retakan batuantersebut dapat mengakibatkan lereng mudah terganggu kestabilannya,sehingga dapat terjadi jatuhan atau luncuran batuan apabila air meresapdalam retakan saat hujan, atau apabila terjadi getaran pada lereng.
2.1.9. Klasifkasi dan Faktor Penyebab Bencana Longsor
Tipologi kawasan rawan bencana longsor, diklasikasikan menjadi:
Tipologi A
Daerah lereng bukit/perbukitan, atau lereng gunung/pegunungan.
Kawasan rawan di daerah ini dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut :
1. Faktor Kondisi Alam
Lereng
Lereng relati cembung dengan kemiringan lebih curam dari 20(40%). Kondisi tanah / batuan penyusun lereng : Lereng tersusunoleh tanah penutup tebal (> 2 m), bersiat gembur dan mudah lolosair, misalnya tanah-tanah residual, yang umumnya menumpang diatas batuan dasamya (misal andesit, breksi andesit, tur, napal, danbatulempung) yang lebih kompak (padat) dan kedap air. Lerengtersusun oleh tanah penutup tebal (> 2m), bersiat gembur dan
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
40/102
Fenomena dan Peristiwa Longsor
20
mudah lolos air, misalnya tanah-tanah residual atau tanah kolovial,yang di dalamnya terdapat bidang kontras antara tanah dengankepadatan lebih rendah dan permeabilitas lebih tinggi yangmenumpang di atas tanah dengan kepadatan lebih tinggi dan
permeeabilitas lebih rendah. Lereng yang tersusun oleh batuandengan bidang diskontinuitas atau struktur retakan / kekar padabatuan tersebut. Lereng yang tersusun pleh perlapisan batuan miringke arah luar lereng (perlapisan batuan miring searah kemiringanlereng), misainya perlapisan batu lempung, batu lanau, serpih, napaldan tu.
Curah Hujan
Curah hujan yang tinggi (dapat mencapai 100 mm/hari atau 70 mmper jam) dengan curah hujan tahunan lehih dari 2500 mm. Curahhujan kurang dari 70 mm/ jam, tetapi berlangsung menerus selama
lebih dari dua jam, hingga beberapa hari. Keairan lereng.
Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng,terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisantanah yang lebih permeabel.
Kegempaan.
Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadapgerakan tanah.
2. Faktor Aktivitas Manusia
Lereng ditanami dengan pola tanam yang tidak tepat, misalnyaditanami tanaman berakar serabut, dimanaatkan sebagai sawah./ladang dan hutan pinus.
Dilakukan penggalian/ pemotqngan lereng, misal untuk jalan ataubangunan dan penambangan, tanpa memperhatikan strukturperlapisan tanah / batuan pada lereng dan tanpa perhitungan analisiskestabilan lereng.
Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkanmerembesnya air kolam ke dalam lereng.
Sistem drainase tidak memadai. Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang terlalu besar.
3. Jenis Gerakan Tanah (Longsor), yang dapat terjadi:
Jatuhan yaitu jatuhan batuan, robohan batuan, dan rebahan batuan.
Kuncuran baik berupa luncuran batuan, luncuran tanah, dan bahanrombakan dengan bidang gelincir untuk lurus, melengkung atau tidakberaturan.
Aliran misalnya aliran tanah, aliran batuan dan aliran bahan rombakanbatuan.
Kombinasi antara dua atau beberapa jenis gerakan tanah.
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
41/102
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
21
Dengan gerakan relati cepat (Iebih dari 2 m per hari hingga dapatmencapai 25 m per menit).
Tipologi B
Daerah kaki bukit/perbukitan, atau kaki gunung/pegunungan.Kawasan rawan di daerah ini dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut :
1. Faktor Kondisi Alam
Lereng relati landai dengan kemiringan sekitar 10 (20%) hingga 20(40%).
Kondisi tanah / batuan penyusun Iereng : umumnya merupakanlereng yang tersusun oteh tanah lempung yang mudah mengembangapabila jenuh air (jenis montmorillonite).
Curah hujan mencapai 70 mrn/jam atau 100 mml hari. Curah hujan
tahunan mencapai lebih dari 2500 mm, atau kawasan rawan gempa Keairan lereng.
Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng,terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisantanah yang lebih permeable.
2. Faktor Aktivitas Manusia
Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkanmerembesnya air kolam ke dalam lereng.
Sistem drainase tidak memadai.
Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang melampauidaya dukung tanah.
3. Jenis Gerakan Tanah (Longsor)
Jenis gerakan tanah yang terjadi pada kawasan ini umumnya beruparayapan tanah yang mengakibatkan retakan dan amblesan tanah.
Kecepatan gerakan lambat hingga menengah (kecepatannya kurangdari 2 m per hari).
Tipologi C
Daerah tebing/lembah sungai.
Kawasan rawan di daerah tebing sungai, dicirikan oleh beberapa karakteristikberikut :
1. Faktor Kondisi Alam
Daerah belokan sungai (meandering) dengan kemiringan tebingsungai lebih dari 10 (40%).
Lereng tebing sungai tersusun oleh tanah residual, tanah kolovial ataubatuan sedimen hasil endapan sungai dengan ketebalanlebih dari 2 m.
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
42/102
Fenomena dan Peristiwa Longsor
22
Curab hujan mencapai 70 mm/jam atau 100 mm/ hari Curah hujantahunan mencapai lebih dari 2500 mm. sehingga debit sungai dapatmeningkat dan mengerosi kaki tebing sungai.
Keairan lereng.
Sering muncul rembesan-rembesa air atau mata air pada lereng,tertitama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisantanah yang lebih permeable.
Kegempaan.
Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadapgerakan tanah.
2. Tingkat Kerawanan Kawasan Rawan Bencana Longsor
Tingkat kerawanan ditetapkan berdasarkan kajian atau evaluasi terhadap :
kondisi alam (dalam hal ini kemiringan lereng, lapisan tanah/batuan,struktur geologi, curah hujan, dan geohidrologi lereng),
pemanaatan lereng,
kepadatan penduduk dalam suatu kawasan, serta
kesiapan penduduk dalam mengantisipasi bencana longsor.Variasi tingkat kerawanan suatu kawasan rawan bencana longsor,dibedakan menjadi:
Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Tinggi
Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalamigerakan tanah dan cukup padat pemukimannya, atau terdapatkonstruksi bangunan sangat mahal atau penting. Kawasan ini seringmengalami gerakan tanah (longsoran), terutama pada musim hujanatau saat gempa bumi terjadi.
Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Menengah
Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalamigerakan tanah, namun tidak ada permukiman serta konstruksibangunan yang terancam relati tidak mahal dan tidak penting.
Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Rendah
Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami
gerakan tanah, namun tidak ada risiko terjadinya korban jiwa terhadapmanusia ataupun risiko terhadap bangunan. Kawasan yang kurangberpotensi untuk mengalami longsoran, namun di dalamnya terdapatpermukiman atau konstruksi penting/mahal, juga dikatagorikansebagai kawasan dengan tingkat kerawanan rendah.
2.2. Peristiwa Longsor Di Indonesia
Bencana tanah longsor dapat terjadi jika gaya pendorong pada lereng lebih besardari gaya penahan. Gaya pendorong diakibatkan oleh besarnya sudut kemiringan
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
43/102
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
23
lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. Sedangkan penyebab gayapenahan adalah kekuatan batuan dan kepadatan tanah.
Ini semua dimulai saat musim kering yang panjang, pada saat itu terjadi penguapanair di permukaan tanah dalam jumlah besar. Akibatnya terjadi rongga-rongga dalamtanah yang kemudian disusul adanya retakan dan rekahan di dalam tanah.
Di Indonesia biasanya bencana tanah longsor terjadi pada bulan November. Dibulan itu intensitas curah hujan meningkat. Melalui tanah yang merekah padamusim kering itu, air hujan akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng,sehingga menimbulkan gerakan lateral. Ditambah sudut lereng yang terjal ataumencapai sekitar 180o sehingga dapat menyebabkan tanah longsor. Dan sudahbarang tentu akibat paling pahit akan dialami oleh orang yang tinggal di dekatnya.Akibat dari tanah longsor sebenarnya bisa dihindari seperti membuat vegetasi atautidak tinggal di tempat penyebab bencana ini dapat terjadi.
Di wilayah Indonesia, menurut data Badan Geologi menyebutkan terdapat 918lokasi rawan tanah longsor tersebar di berbagai daerah antara lain, Jawa Tengah327 lokasi, Jawa Barat 276 lokasi, Sumatera Barat 100 lokasi, Sumatera Utara 53lokasi, Yogyakarta 30 lokasi, Kalimantan Barat 23 lokasi, dan sisanya tersebar di NTT,Riau, Kalimantan Timur, Bali, Jawa Timur, dan Papua.
Akhir akhir ini, sering terjadi bencana tanah longsor, yang dikaitkan dengan datangnyamusim hujan. Bencana tanah longsor (landslides) di saat musim penghujan, banyakterjadi di Indonesia seperti di daerah Cilacap, Purworejo, Kulonprogo, Jawa Tengah,Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sumatera dan lokasi lainnya di tanah
air, bahkan terjadi di tengah kota seperti di Jakarta, Semarang, Jogjakarta dan dikota lainnya. Peristiwa tanah longsor atau dikenal sebagai gerakan massa tanah,batuan atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan, dansebenarnya merupakan enomena alam, yaitu alam mencari keseimbangan baruakibat adanya gangguan atau aktor yang mempengaruhinya dan menyebabkanterjadinya pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah.
Gambar 2. 5 Batu yang berjatuhan
akibat longsor .Gambar 2. 6 Tumpukan kayu yang terbawa arus
longsor dan banjir di Bahorok Sumatera Utara yangmemakan korban
sekitar 200 orang.
Kontribusi pengurangan kuat geser tanah pada lereng alam yang mengalami longsor
disebabkan oleh aktor yang dapat berasal dari alam itu sendiri. Erat kaitannyadengan kondisi geologi antara lain jenis tanah, tekstur (komposisi) daripada tanahpembentuk lereng sangat berpengaruh terjadinya longsoran. Misalnya, sensivitas
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
44/102
siat-siat tanah lempung, adanya lapisan tanah shale, loess, pasir lepas, dan bahanorganik. Bentuk butiran tanah (bulat, ataupun tajam) berpengaruh terhadapriksi yang terjadi dalam tanah, pelapisan tanah, pengaruh gempa, geomorologi(kemiringan daerah), iklim, terutama hujan dengan intensitas tinggi atau sedang,dengan durasi yang lama di awal musim hujan, atau menjelang akhir musim hujan,menimbulkan perubahan parameter tanah yang berkaitan dengan pengurangankuat gesernya.
Gambar 2. 8 Tim evakuasi
bencana longsor.
Gambar 2. 7 Masyarakat melihat busyang terperosok keluar dari jalan raya
akibat terjangan longsoran tanah
3.1. Pengurangan Risiko Bencana
Pengelolaan yang tidak baik dalam sumber daya alam dan sumber daya manusiaakan mengakibatkan terjadi bencana. Selain itu, kondisi alam dan keanekaragamanpenduduk dan budaya di Indonesia dapat juga menyebabkan terjadinya bencanaalam, bencana akibat ulah manusia, dan kedaruratan kompleks. Pada umumnyarisiko bencana alam meliputi bencana akibat aktor geologi (gempa bumi, tsunamidan letusan gunung api), bencana akibat hidrometeorologi (banjir, tanah longsor,kekeringan, angin topan), bencana akibat aktor biologi (wabah penyakit manusia,penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakaanindustri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencanaakibat ulah manusia terkait dengan konfik antar manusia akibat perebutansumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan
kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatudaerah.
BAB III PENGURANGAN RISIKOLONGSOR
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
45/102
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
25
Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yangberlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampirtidak mungkin diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besarankekuatannya. Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor,
kekeringan, letusan gunungapi, dan tsunami masih dapat diramalkan sebelumnya.Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan danmenimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadikarena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancamanbahaya.
Secara umum terdapat peristiwa bencana yang terjadi berulang setiap tahun.Bahkan sekarang ini peristiwa bencana menjadi lebih sering dan terjadi silihberganti, misalnya dari kekeringan, kemudian kebakaran, lalu diikuti banjir danlongsor. Akibatnya muncul anggapan bahwa bencana tersebut sebagai sesuatu halyang memang harus terjadi. Padahal semua itu merupakan enomena alamiah yang
melekat pada bumi dan timbulnya korban dan kerugian disebabkan oleh beberapaaktor ketidaksiapan. Beberapa aktor tersebut adalah :
1. Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya
2. Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumberdayaalam
3. Kurangnya inormasi/peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan
4. Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancamanbahaya
3.1.1. Bencana
Bencana merupakan enomena yang terjadi karena komponen-komponen,ancaman, dan kerentanan bekerja bersama secara sistematis, sehinggamenyebabkan terjadinya risiko pada komunitas. Ancaman merupakankejadian-kejadian, gejala alam atau kegiatan manusia yang berpotensi untukmenimbulkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda, gangguan sosialekonomi atau kerusakan lingkungan. Kerentanan adalah kondisi-kondisi yangditentukan oleh aktor-aktor atau proses-proses sik, sosial ekonomi danlingkungan hidup yang meningkatkan kerawanan suatu komunitas terhadapdampak ancaman bencana. Risiko merupakan suatu peluang dari timbulnyaakibat buruk, atau kemungkinan kerugian dalam hal kematian, luka-luka,
kehilangan dan kerusakan harta benda, gangguan kegiatan matapencahariandan ekonomi atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksiantara ancaman bencana dan kondisi kerentanan.Dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencanamenyebutkan bahwa bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaianperistiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupanmasyarakat yang disebabkan baik oleh aktor alam dan/atau aktor non alammaupun aktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa,kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. .Menurut ISDR bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberungsian
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
46/102
Pengurangan Risiko Longsor
26
suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas padakehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yangmelampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasidengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.
Adapun komponen yang berpengaruh terhadap besar kecilnya dampak suatubencana antara lain sebagai berikut: bahaya, kerentanan, risiko bencana, dankapasitas.
Terjadinya Bencana
Bahaya
Kerentanan
Kejadian
RISIKO
BENCANABENCANA
Gambar 3.1 Model hubungan antara risiko bencana, kerentanan dan bahaya
Berdasarkan sumber bencananya, terdapat tiga jenis bencana: (1) bencanaalam, yaitu bencana yang murni yang disebabkan oleh peristiwa alam,contohnya gempa bumi, gunung meletus, angin puting beliung. (2) bencanaakibat ulah manusia, yaitu bencana yang disebabkan oleh kekhilaan manusiaseperti kebakaran dan kornsleting listrik. (3) bencana kompleks, yaitu bencanayang diakibatkan oleh gabungan antara perilaku alam dan ulah manusiasebagai contoh banjir akibat hujan diluar normal dan penggundulan hutan.
1. Bahaya
Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negaradengan potensi bencana yang sangat tinggi. Beberapa potensi bencanayang ada antara lain adalah bencana alam seperti gempa bumi, gunungmeletus, banjir, tanah longsor, dan lain-lain. Potensi bencana yang adadi Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitupotensi bahaya utama dan potensi bahaya ikutan. Potensi bahaya
utama ini dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa diIndonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah denganzona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, petapotensi bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, petapotensi bencana banjir, dan lain-lain.
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
47/102
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
27
Gambar 3.2 Gempa bumi
Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesiamemiliki potensi bahaya utama yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidakmenguntungkan bagi negara Indonesia.
Disamping tingginya potensi bahaya utama, Indonesia juga memilikipotensi bahaya ikutan yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat daribeberapa indikator misalnya likuiaksi, persentase bangunan yang terbuatdari kayu, kepadatan bangunan, dan kepadatan industri berbahaya.Potensi bahaya ikutan ini sangat tinggi terutama di daerah perkotaanyang memiliki kepadatan, persentase bangunan kayu (utamanya di
daerah pemukiman kumuh perkotaan), dan jumlah industri berbahaya,yang tinggi. Dengan indikator diatas, perkotaan Indonesia merupakanwilayah dengan potensi bencana yang sangat tinggi.
3.1.2. Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas
Banjir, 38 %Gempa bumi,31 %
Kebakaran,
17 %
Epidemik,
4 %
Mass
movwet,
2 %Letusan
Gunung merapi,
Kekeringan,
6 %
Gambar 3.3 Persentase Orang Terkena Bencana Berdasarkan Jenis Bencana
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
48/102
Pengurangan Risiko Longsor
28
Gambar di atas menunjukkan persentase orang terkena bencana berdasarkanjenis bencana di Indonesia antara kurun waktu 1980 2008. Kejadian bencanadi Indonesia terus meningkat sepanjang tahun. Ini membuktikan bahwaIndonesia merupakan negara yang rapuh dalam menghadapi ancaman
bencana.Perbedaan kemampuan dalam mengenali karakteristik bahaya membuatbesaran risiko yang mengena pada situasi bencana juga akan berbeda. Semakinmampu untuk mengenali dan memahami enomena bahaya itu dengan baik,maka manusia akan semakin dapat mensikapinya dengan lebih baik. Sikap dantanggap yang didasarkan atas pengenalan dan pemahaman yang baik akandapat memperkecil risiko bencana. Kehancuran dahsyat yang terjadi akibatgempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara, serta DI Yogyakarta dan JawaTengah, juga memunculkan kebingungan bagaimana harus mensikapinya;hiruk pikuk di Alor dan Palu saat terjadi gempa menunjukkan betapa bangsa
Indonesia belum mampu dengan baik menghadapi ancaman bahaya yangmelingkupi.
1. Ancaman Bencana
Ancaman bencana seperti yang tertuang dalam UU RI No. 24 Tahun 2007tentang Penanggulangan Bencana adalah suatu kejadian atau peristiwayang bisa menimbulkan bencana. Sedangkan menurut Dr. Krishna S.Pribadi ancaman bencana merupakan:
Suatu peristiwa besar yang jarang terjadi, dalam lingkungan alamatau lingkungan binaan, yang mempengaruhi kehidupan, harta atau
kegiatan manusia, sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkanbencana.
Suatu enomena alam atau buatan manusia yang dapat menimbulkankerugian sik dan ekonomi atau mengancam jiwa manusia dankesejahteraannya, bila terjadi di suatu lingkungan permukiman,kegiatan budi daya atau industri.
Ancaman bencana dapat bersiat membahayakan bagi suatu lingkunganakibat kondisi lingkungan yang rentan.
2. Kerentanan
Kerentanan adalah seberapa besar suatu masyarakat, bangunan,pelayanan atau suatu daerah akan mendapat kerusakan atau tergangguoleh dampak suatu bahaya tertentu, bergantung kepada kondisinya, jeniskonstruksi dan kedekatannya kepada suatu daerah yang berbahaya ataurawan bencana.
3. Faktor-aktor yang dapat menyebabkan kerentanan tersebut adalah :
Institusi lokal yang lemah dalam membuat kebijakan dan peraturanserta penegakan kebijakan tersebut, terutama terkait denganpenanggulangan bencana dan upaya pengurangan risiko bencana,
termasuk di dalamnya adalah lemahnya aparat penegak hukum;
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
49/102
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
29
Kurangnya penyebaran inormasi mengenai kebencanaan, baikmelalui penyuluhan, pelatihan serta keahlian khusus yang diperlukandalam upaya-upaya pengurangan risiko bencana
Penduduk terkait dengan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat,
Kenyataan menunjukkan kerentaan cukup tinggi dari masyarakat,inrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/kawasan yang berisikobencana. Karena kurangnya pemahaman adanya bahaya sekitarnya,maka masyarkat dikatakan rentan terhadap bencana. Bangunandibantaran sungai, bangunan tepat di lereng tempat mengairnya lahargunung berapi, bangunan di tepi pantai, bangunan yang permanen dantidak tahan gempa dan lain-lain merupakan contoh kerentaan suatulingkungan
4. Kapasitas
Kapasitas adalah kemampuan dari masyarakat dalam menghadapibencana. Misalnya pengetahuan rendah, maka kapasitasnya rendah,contohnya:
Tidak tahu kalau di dekat rumahnya terdapat ancaman tanah longsor
Tidak tahu kalau membangun rumah di bantaran kali dapatmenyebabkan banjir
Tidak tahu kalau mengikis tebing untuk diambil tanahnya dapatmenyebabkan longsor,
Tidak tahu kalau menebang pohon tanpa mengganti dengan pohon
baru dapat menyebabkan banjir dan tanah longsorTidak memiliki keterampilan bagaimana membuat rumah tahan
gempa
Tidak memiliki keterampilan bagaimana mengevakuasi ketika terjadigempa
Tidak memiliki keterampilan bagaimana menyelamatkan diri danorang lain ketika terjadi bencana, dan lain-lain.
3.1.3. Pengurangan Risiko Bencana
Pengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktik mengurangi risiko
bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola aktor-aktor penyebab dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparanterhadap ancaman, penurunan kerentanan manusia dan properti, pengelolaanlahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaananterhadap kejadian yang merugikan.
3.1.4. Upaya Pengurangan Risiko Bencana
1. Mitigasi Bencana
Tujuan dari mitigasi bencana longsor adalah untuk mengembangkanstrategi mitigasi yang dapat mengurangi hilangnya kehidupan dari alam
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
50/102
Pengurangan Risiko Longsor
30
sekitarnya serta harta benda, penderitaan manusia, kerusakan ekonomidan biaya yang diperlukan untuk menangani korban bencana yangdihasilkan oleh bencana longsor. Mitigasi atau pengurangan adalahupaya untuk mengurangi atau meredam risiko. Kegiatan mitigasi dapat
dibagi menjadi dua, yaitu sik dan nonsik. Rencana mitigasi bencanalongsor dapat meningkatkan cara pandang yang luas dan terintegrasiterhadap sistem pengurangan risiko bencana yang meliputi elemen-elemen berikut :
Identikasi bencana dan kerentanannya serta evaluasi risiko bencanatersebut.
Strategi pengurangan bencana yang bersumber dari wilayah dandimiliki oleh pemegang kebijakan.
Seperangkat peraturan, perundang-undangan dan regulasi yang
menyediakan kerangka kerja yang komprehensi untuk interaksiantara berbagai organisasi dan institusi yang berbeda.
Mekanisme koordinasi institusi yang kuat.
Sistem yang solid untuk mengendalikan pemenuhan dan penguatancode dan standar untuk konstruksi bangunan yang aman.
Perencanaan dan tataguna lahan dan pemukiman yangmenggabungkan kepedulian akan bencana dan pengurangan risiko.
Penggunaan peralatan komunikasi untuk pengurangan risiko akibatbencana yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakatakan bencana, pendidikan, pelatihan dan penilaian.
Manajemen kesiapsiagaan dan kedaruratan berdasarkan pemahamanrisiko.
Kerjasama dan koordinasi antar instansi, antar kota, antar organisasi.
Dalam upaya mengurangi risiko bencana maka diperlukan kesiapsiagaan yanglebih baik. Oleh karena itu siswa juga harus harus memahami pengertian darilongsor, sebab-sebab terjadinya, dampaknya, serta hal-hal apa saja yang harusdiperhatikan sebelum, saat dan setelah terjadinya longsor tersebut.
2. Contoh tindakan mitigasi atau peredaman :
Tindakan kesiapsiagaan
Tidak menebang atau merusak hutan
Melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan berakar kuat, sepertinimba, bambu, akar wangi, lamtoro, dsb., pada lereng-lereng yanggundul
Membuat saluran air hujan
Membangun dinding penahan di lereng-lereng yang terjal
Memeriksa keadaan tanah secara berkala
Mengukur tingkat kederasan hujan
3. Dampak Longsor
-
8/2/2019 Kemdiknas SCDRR Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor SMP
51/102
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
31
Tanah dan material lainya yang berada di lereng dapat runtuh danmengubur manusia, binatang, rumah, kebun, jalan dan semua yangberada di jalur longsornya tanah.
Kecepatan luncuran tanah longsor, terutama pada posisi yang terjal,
bisa mencapai 75 kilometer per jam. Sulit untuk menyelamatkan diri dari tanah longsor tanpa pertolongan
dari luar.
Membuat bendungan, tanggul, kanal untuk mengendalikan banjir;pembangunan tanggul sungai dan lainnya
Penetapan dan pelaksanaan peraturan, sanksi; pemberianpenghargaan mengenai penggunaan lahan, tempat membangunrumah, aturan bangunan
Penyediaan inormasi, penyuluhan, pelatihan, penyusunan kurikulum
pendidikan penanggulangan bencana4. Upaya Pengurangan Risiko Longsor
Penanggulangan Bencana adalah serangkaian kegiatan baik sebelum,sa