Kelompok 3 Program Pemerintah Indonesia Untuk Kesejahteraan Anak Di Indonesia
description
Transcript of Kelompok 3 Program Pemerintah Indonesia Untuk Kesejahteraan Anak Di Indonesia
KEPERAWATAN ANAK
PROGRAM & KEBIJAKAN PEMERINTAH
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3 :
NAMA ANGGOTA : 1. ADELA SARI
2. HENI MERIANI
3. KHENIA ARINI S.A.
4. NUR ASRI WULANDARI
5. TRI UTAMI
TINGKAT : II.A & II.B
DOSEN PEMBIMBING: NS. LUCI FRANSISCA S., M.KEP
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
D IV KEPERAWATAN
2015
PROGRAM & KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA UNTUK MENDUKUNG
KESEJAHTERAAN ANAK DI INDONESIA
Isu pekerja anak telah lama menjadi perhatian dunia internasional, pelanggaran
terhadap hal-hak, dan kekerasan pada anak menjadi tantangan utama bagi dunia internasional
dalam menciptakan tempat yang aman bagi anak-anak didunia. Hal ini perlu agar mereka bisa
menikmati masa kanak-kanaknya dengan layak dan aman.
Berdasarkan data dari International Labour Organization (ILO) jumlah pekerja anak
global pada tahun 2013 mengalami penurunan sepertiga dari tahun 2000, dari 246 juta
menjadi 168 juta. Sedangkan di Indonesia sendiri berdasarkan laporan dari Komisi Nasional
Perlindungan anak, angka pelanggaran hak-hak anak meningkat menjadi 2.792 kasus
dibanding tahun 2012 dengan jumlah 1.424 kasus.
Dalam perkembangnya pelanggaran terhadap hak anak banyak terjadi di negara-
negara berkembang seperti India, Brazil, Filipan, Thailand, dan Indonesia. Kawasan Asia
Pasifik dan Sub Sahara menjadi kawasan yang sangat banyak jumlah pekerja anaknya.
1. Pekerja Anak di Indonesia dan Akar Masalahnya
Indonesia memang menjadi salah satu negara dengan jumlah pekerja anak terbanyak.
Salah satu faktor yang paling utama banyaknya pekerja anak yakni masalah kemiskinan. Data
pemerintah mencatat bahwa masih da 28,6 juta jiwa penduduk Indonesia yang hidup dibawah
garis kemiskinan dengan pendapatkan kurang dari satu dollar perhari.
Faktor kemiskinan mendorong orang tua (secara langsung ataupun tidak) untuk
memaksa anaknya bekerja, dibandingkan untuk bersekolah. Ada berbagai faktor lain yang
bersifat sekunder diantaranya anak yang prustasi karena orang tuanya bercerai, ataupun
kekerasan yang dilakukan oleh orang tua, dan masih banyak faktor yang mendorong anak
untuk keluar dari rumah dan bekerja disaat usianya masih kecil.
Di Indonesia sendiri, pekerja anak ini banyak tersebar di sektor perkebunan seperti
tembakau, ada yang di pertanian, ada yang dijalanan sebagai ojek payung, mengemis, dan
ditempat prostitusi. Menurut data dari KOMNAS PA jumlah kekerasan seksual pada anak
tahun 2013 tertinggi dengan angka mencapai 703 kasus, dan kekerasan fisik 452, dan psikis
242.
Dari segi resiko, pekerja anak memang sangat rentan dengan eksploitasi. Misalnya
seperti perdagangan manusia, pekerja seksual, upah yang minim dalam bekerja dan jam kerja
yang lebih panjang, serta lingkungan kerja yang membahayakan. Seperti bekerja di laut lepas.
Pada tahun 2013 di provinsi Sumatera, pemerintah menarik 295 anak dari Jermal, dan 1.354
anak dilarang bekerja di Jermal.
2. Upaya Pemerintah dan Peraturan Mengenai Perlindungan Terhadap Anak di
Indonesia
Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk mengatasi masalah pekerja anak.
Komitmen pemerintah ini semakin diperkuat dengan pengadopsian konvensi internasional
tentang Batasan Usia Minimum Diperbolehkan Bekerja ILO No 138, konvensi ini diratifikasi
melalui UU No 20 Tahun 1999, dan Konvensi Bentuk- Bentuk Terburuk Dari Buruh Anak
No 182.
Selain itu, kebijakan pemerintah ditingkat domestik diwujudkan dalam bentuk
undang-undang. Diantaranya UU no.23 tahun 2000 tentang Perlindungan Anak, dan UU No.
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor KEP. 235/MEN/2003 tentang Jenis-Jenis Pekerja yang Membahayakan Kesehatan,
Keselamatan atau Moral Anak. Undang-undang yang dibuat oleh pemerintah tersebut
dimaksudkan sebagai upaya untuk menangani masalah anak di Indonesia.
Tidak hanya itu, sebagai bentuk penegasan komitmen pemerintah pada tahun 2002
membuat Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk
untuk Anak. Rancangan ini disahkan melalui keputusan Presiden no 59 tahun 2002. Tujuan
dari Rencana tersebut untuk mencegah dan menghapuskan kekerasan terburuk pada anak.
Tidak berhenti disitu saja, pemerintah terus berupaya melakukan terobosan baru
dalam menganai masalah pekerja anak. Seperti kegiatan pengurangan pekerja anak guna
mendukung Program Keluarga Harapan (PPA - PKH). Program ini mulai dijalankan pada
tahun 2008, selama program ini dilaksanakan sampai pada tahun 2012 telah dilakukan
penarikan pekerja anak sebanyak 21.963 anak.
Anak-anak yang telah dikeluarkan dari tempat mereka kerja tersebut oleh pemerintah
akan ditempatkan di rumah singgah (shelter). Selama sebulan berada disana mereka akan
diberikan konseling atau berupa bimbingan, setelah itu mereka akan disekolahkan di
SD/SMP/SMA, Madrasha, Pesantren, dan kelompok belajar lainnya.
Pemerintah sudah mengeluarkan regulasi mengenai perlindungan anak, dan berbagai
program untuk mengentaskan pekerja anak. Tetapi dalam prakteknya kebijakan tersebut
belum berjalan secara efektif dan belum bisa mengatasi kemiskinan secara berkesinambungan
(continuous).
3. Perlunya Peningkatan Sosialisasi Program Pemerintah dan Pengentasan
Kemiskinan
Untuk mensukseskan program pemerintah, perlu bagi pemerintah untuk mengajak
segenap pihak untul terlibat termasuk masyarakat itu sendiri. Selama ini, pemerintah sudah
membuat rancangan program yang bagus tetapi kurangnya sosialisasi membuat program
tersebut bisa dikatakan kurang berhasil. Buktinya banyak kebijakan yang dilahirkan
pemerintah tapi tidak diketahui masyarakat sebagai objek yang menjadi sasaran dari program
tersebut.
Jika pengusaha bisa mengemas produknya semenarik mungkin dengan promosi yang
unik, maka produknya akan banyak diketahui oleh konsumen dan membuat para konsumen
tertarik untuk membelinya. Demikian halnya dengan program pemerintah. Pemerintah perlu
mengemas produknya yaitu Program tersebut dengan promosi (sosialisasi) agar masyarakat
bisa tahu, dan sama-sama menjalankan program tersebut. Karena sasaran utamanya ada
dilingkungan masyarakat tersebut. Sosialisasi penting agar sasaran tercapai.
Selain itu, akar masalah munculnya pekerja anak. Seperti yang sudah dijelaskan
diawal bahwa kemiskinan menjadi faktor utama yang mendorong adanya pekerja anak. Maka
solusi utamanya yaitu tuntaskan masalah kemiskinan lebih dulu maka pekerja anak juga akan
berkurang. Kemiskinan dan pekerja anak merupakan dua hal yang berjalan beriringan,
meningkatnya jumlah penduduk miskin, ikut mendorong angka pekerja anak.
Isu dan masalah pekerja anak merupakan tanggung jawab bersama (common
responsibility) karena itu, keterlibatan semua pihak perlu untuk mengentaskan masalah
pekerja anak pada tahun 2020 sesuai dengan target dari pemerintah. Mereka (anak-anak)
merupakan bagian yang sangat penting (human capital) bagi pembangunan bangsa ini
kedepannya, karena itu mencetak generasi yang berkarakter dan berpendidikan dengan moral
yang baik sangat penting
4. Salah Satu Wujud Nyata Program Pemerintah
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) bekerjasama dengan pemerintah Indonesia
dan Yayasan Sekar menyelenggarakan program Penarikan Pekerja Anak dalam rangka
Program Keluarga Harapan (PPA-PKH). Program tersebut dalam rangka memperingati Hari
Dunia Menentang Pekerja Anak yang jatuh pada tanggal 12 Juni lalu.
Program PPA-PKH berlangsung selama satu bulan untuk selanjutnya menempatkan
anak-anak putus sekolah pada sekolah-sekolah formal. Menurut Ketua Yayasan Sekar,
Wardoyo di Jakarta, Senin (23/6), saat ini sekitar 16 ribu pekerja anak tersebar di berbagai
wilayah di Indonesia. Untuk menekan angka pekerja anak ditambahkannya, seluruh pihak
harus aktif membantu mengatasinya dengan cara menarik anak-anak tersebut untuk kembali
kesekolah.“Melakukan perlindungan anak, memfasilitasi pemenuhan kebutuhan anak,
pendidikan, kesehatan juga kita mengupayakan bagaimana anak-anak itu mempunyai akta
kelahiran, bahwa anak bisa tumbuh kembang secara wajarnya seperti anak-anak yang lain. Ini
ada pekerja anak, ada anak jalanan, ada anak terlantar dan yatim piatu, anak yang tinggal
disini ini adalah yang sudah tidak mendukung untuk tumbuh kembang anak, mereka kita
bawa kesini,” kata Wardoyo.
Yayasan Sekar menggunakan dua metoda dalam mengatasi pekerja anak yaitu para
pendamping dari yayasan menyebar di berbagai lokasi rentan anak-anak putus sekolah seperti
kolong jembatan, dan bantaran sungai serta melalui cara menempatkan beberapa anak yang
tergolong sangat miskin di yayasan untuk diberi berbagai kegiatan.
Sementara menurut Dirjen Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muchtar
Lutfi, pemerintah sangat membutuhkan bantuan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam
mengatasi pekerja anak. Ia mengakui pemerintah akan sulit menjalankan berbagai program
upaya menekan angka pekerja anak tanpa bantuan LSM. “Asal ada dananya mencukupi
dengan mudahnya kita bekerjasama dengan LSM, pemerhati anak. LSM itu sudah kita latih
bagaimana meyakinkan orang tua pengaruhi membujuk anak untuk berhenti bekerja, kembali
ke pendidikan, itu door to door karena yang dipentingkan adalah kesediaan kerelaan,
kesediaan orang tua, karena ada yang sudah di shelter disusul, nah itu harus LSM membantu
kita,” kata Muchtar Lutfi. Seorang anak putus sekolah, Tommy Wahyudi berusia 16 tahun,
mengatakan ingin mengubah hidupnya ke arah lebih baik sehingga ia bertekad ingin
bersekolah. Ia mengatakan bersyukur dapat bergabung dalam proragm PPA-PKH dan
berharap segera mendapatkan sekolah formal tingkat Sekolah Menegah Pertama atau SMP
agar ia dapat melanjutkan cita-citanya sebagai programer musik digital. “Ingin berubah,
belajar musik, belajar olah raga itu yang membuat saya tertarik. Waktu itu saya tidak sekolah,
jadi saya putuskan ngamenlah buat jajan sendiri. Setelah saya dapat pekerjaan, saya berhenti
mengamen. Pekerjaan saya di pabrik plastik, pendapatan ngamen saya sehari 75, (Rp75 ribu)
kalau kerja 55 (Rp 55 ribu) sehari, orang tua saya tukang sayur keliling, saya lima bersaudara,
tiga laki-laki, perempuan dua,” kata Tommy Wahyudi.
Menurut catatan ILO, saat ini jumlah pekerja anak didunia menurun dari 215 juta
anak menjadi 168 juta anak. Jumlah anak yang terlibat dalam jenis pekerjaan berbahaya
seperti diantaranya pertambangan ilegal, menurun dari 115 juta anak menjadi 87 juta anak.
Sumber:
http:/?www.voaindonesia.com/content/pemerintah-masih-perlu-bantuan-lsm-untuk-atasi-
masalah-pekerja-anak/1942913.html
http://www.ilo.org/ipecinfo/product/download.do?type=documented&id=25218