Kelompok 1 - Epidemiologi Diabetes Mellitus

13
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT DIABETES MELITUS Tugas Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Oleh : Paramita Hermaniati 101111020 Irvan Prayogo 101111117 Wahyu Dwi Cahyani 101111140 Intan Permata Sari 101111154 Oktian Firman Bryantara 101111178 Rr Rovanaya Nurhayuning J 101111190 Dedy Setiawan 101111210 Vreza Budi Setiawan 101111215 Aminatul Fitria 101111218 Puspita Ayu Ramadhani 101111224 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2013

description

tentang diabetes mellitus (DM)

Transcript of Kelompok 1 - Epidemiologi Diabetes Mellitus

Page 1: Kelompok 1 - Epidemiologi Diabetes Mellitus

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT DIABETES MELITUS

Tugas Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

Oleh :

Paramita Hermaniati 101111020

Irvan Prayogo 101111117

Wahyu Dwi Cahyani 101111140

Intan Permata Sari 101111154

Oktian Firman Bryantara 101111178

Rr Rovanaya Nurhayuning J 101111190

Dedy Setiawan 101111210

Vreza Budi Setiawan 101111215

Aminatul Fitria 101111218

Puspita Ayu Ramadhani 101111224

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2013

Page 2: Kelompok 1 - Epidemiologi Diabetes Mellitus

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT DIABETES MELITUS

EPIDEMIOLOGY OF DIABETES MELLITUS

ABSTRAK

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang akan semakin meningkat jumlahnya di

masa yang akan datang. Peningkatan ini disebabkan karena peningkatan status sosial, yang

mengakibatkan terjadinya perubahan gaya hidup. Menurut World Health Organization (WHO)

penderita DM pada tahun 2000 adalah 135 juta dan diperkirakan akan menjadi 366 juta orang di tahun

2025. Kawasan Asia diperkirakan mempunyai populasi penderita DM terbesar di dunia. Berdasarkan

penelitian Departemen Kesehatan tahun 2001, untuk jenis penyakit DM di Indonesia menempati

urutan keempat di dunia setelah India, China dan Amerika Serikat. Tercatat 7,5% penduduk di Pulau

Jawa dan Bali, baik pria maupun wanita menderita DM.

Diabetes melitus (DM) sendiri merupakan kelainan metabolik akibat defek pada sekresi

insulin, aksi insulin, atau keduanya. Jumlah penderita DM akan meningkat apabila tidak disusun

strategi pencegahan dan pengontrolan DM secara tepat. Edukasi terbukti penting dalam meningkatkan

pengetahuan, kepatuhan, dan kontrol glikemik pada pasien DM. Untuk meningkatkan pengetahuan

dan kepatuhan penderita diabetes mellitus diperlukan peran serta tenaga kesehatan untuk memberikan

informasi yang tepat melalui health education mengenai cara pencegahan penyakit diabetes mellitus

sebagai salah satu cara untuk mengurangi jumlah penderita penyakit diabetes mellitus.

Kata Kunci : diabetes militus, WHO, jumlah penderita DM, edukasi

ABSTRACT

Diabetes mellitus ( DM ) is a disease that will increase in number in the future . This increase

was due to increased social status , which resulted in a change of lifestyle. According to the World

Health Organization ( WHO ) in 2000 people with diabetes is 135 million and is expected to be 366

million people in 2025 . Asia is expected to have the largest population of people with diabetes in the

world . Based on the Ministry of Health study in 2001, for the type of DM in Indonesia ranks fourth in

the world after India , China and the United States . Recorded 7.5 % of the population in Java and

Bali , both men and women suffering from diabetes .

Diabetes mellitus ( DM ) is a metabolic disorder due to his own defects in insulin secretion ,

insulin action , or both . The number of people with diabetes will increase if not structured diabetes

prevention and control strategies appropriately . Education was important in improving knowledge ,

adherence , and glycemic control in diabetic patients . To improve knowledge and compliance of

patients was necessary role of health professionals to provide appropriate information through health

education about how to prevent diabetes mellitus as one way to reduce the number of people with

diabetes mellitus.

Key Word : diabetes mellitus , WHO , the number of people with diabetes , education

PENDAHULUAN

Kesehatan adalah kenikmatan yang diharapkan oleh setiap manusia dalam kehidupan

sehingga manusia diharapkan untuk mampu selalu menjaga kesehatannya. Dalam kehidupan sekarang

telah banyak ilmu –ilmu yang mempelajari tentang kesehatan, baik ilmu tentang kesehatan dan ilmu

tentang penyakit. Segala hal yang dilakukan seperti pola dan gaya hidup sangat berpengaruh terhadap

kondisi kesehatan tubuh dan penyakit yang kemungkinan dapat diderita (Ariska, 2008).

Salah satunya penyakit degeneratif yang dapat timbul dikarenakan pola dan gaya hidup yang

dapat mengganggu kesehatan seseorang adalah Diabetes Melitus tipe 2. Diabetes Melitus (DM)

didefinisikan sebagai suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia kronis

Page 3: Kelompok 1 - Epidemiologi Diabetes Mellitus

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerusakan kinerja insulin atau kombinasi keduanya.

Ketidakoptimalnya kerja insulin merupakan akibat dari kurangnya sekresi insulin atau kurangnya

respon jaringan terhadap insulin. Kurangnya sekresi insulin dan kerusakan kerja insulin sering terjadi

bersamaan sehingga menyebabkan kelainan yang merupakan penyebab terjadinya hiperglikemia

(ADA, 2005).

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang

berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan sumber daya manusia. Penyakit ini tidak hanya

berpengaruh secara individu, tetapi sistem kesehatan suatu negara. Walaupun belum ada survei

nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia

diperkirakan penderita. Diabetes mellitus ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur

dewasa keatas pada seluruh status sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit Diabetes

mellitus belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan,walaupun diketahui

dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit

jantung kronis, hipertensi, otak, system saraf, hati, mata dan ginjal.

Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dengan menurunnya angka

kesakitan, angka kematian umum dan bayi, serta meningkatnya umur harapan hidup (UHH), namun

masa transisi demografi akibat keberhasilan upaya menurunkan angka kematian dapat menimbulkan

transisi epidemiologis, sehingga pola penyakit bergeser dari infeksi akut penyakit degenerative yang

menahun.

Menurut WHO angka penyandang penyakit yang popular dengan sebutan kencing manis

memang cukup fantastis, yaitu menempati urutan ke 4 terbesar di dunia. Menurut data WHO, dunia

kini didiami oleh 171 juta penderita diabtes mellitus (2000) dan akan meningkat dua kali menjadi 366

juta pada tahun 2030. Dari 50% yang sadar mengidapnya, hanya 30% yang rutin berobat.

Kecenderungan peningkatan prevalensi akan membawa perubahan posisi diabetes mellitus semakin

menonjol, yang ditandai dengan perubahan atau kenaikan peningkatannya dikelompok 10 besar

(leading diseases). Selain itu diabetes mellitus makin member kontribusi yang lebih besar terhadap

kematian ( ten diseases leading cause of death). (Bustan, 2007)

World Health Organisation (WHO) tahun 2003 memperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari

3,8 milyar penduduk dunia usia 20-79 tahun menderita DM dan pada tahun 2025 diperkirakan

meningkat menjadi 333 juta jiwa (Depkes, 2008). Berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes),

angka prevalensi penderita diabetes di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 5,7% dari jumlah

penduduk Indonesia atau sekitar 12 juta jiwa. Angka prevalensi risiko diabetes mencapai dua kali

lipatnya atau 11% dari total penduduk Indonesia (Anonim, 2010). Di Jawa Tengah, prevalensi DM

tipe 2 mengalami peningkatan dari tahun 2006 sampai tahun 2008, yaitu sebesar 0,83% pada tahun

2006, 0,96% pada tahun 2007 dan 1,25% pada tahun 2008 (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2008).

Peningkatan prevalensi diabetes seiring dengan peningkatan faktor risiko yaitu obesitas (kegemukan),

kurang aktivitas fisik, kurang konsumsi serat, merokok, hiperkolesterol, hiperglikemia dan lain-lain.

KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI DIABETES MELITUS

Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetic dan klinis termasuk

heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price dan Wilson, 1995).

Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai keluhan metabolic

akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada berbagai organ dan

system tubuh seperti mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, dan lain-lain (Mansjoer, 1999).

Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar

glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner dan Suddarth, 2002).

Diabetes mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidaseimbangan antara tuntutan dan

suplai insulin (H. Rumahorbo, 1999).

Page 4: Kelompok 1 - Epidemiologi Diabetes Mellitus

Penyakit DM sering menimbulkan komplikasi berupa stroke, gagal ginjal, jantung,

nefropati, kebutaan dan bahkan harus menjalani amputasi jika anggota badan menderita luka

gangren (Annisa, 2004). Selain terjadi komplikasi, DM juga dapat menimbulkan dampak sosio

ekonomi penderita, karena DM menimbulkan beberapa kerugian yang digolongkan menjadi

kerugian langsung dan kerugian tidak langsung. Kerugian langsung meliputi biaya perawatan

gawat darurat, opname, pelayanan-pelayanan medis, rawat jalan penderita, pembedahan, obat-

obatan, uji laboratoris serta biaya peralatan. Kerugian tidak langsung mencakup kematian

prematur, kehilangan hari kerja yang mengakibatkan hilangnya pendapatan dan penghasilan,

pembayaran asuransi, kerugian perorangan serta hal-hal yang tidak bisa dihitung seperti rasa

nyeri dan penderitaan (Price, 1994).

Pada sebagian penderita DM, sering disertai adanya obesitas, riwayat keluarga mengidap

diabetes seperti orang tua, atau saudara kandung, faktor usia (berusia lebih dari 45 tahun),

kelompok etnis tertentu, dan kehamilan. Pada sebagian penderita DM yang lain terdapat

peningkatan tekanan darah, kadar trigliserida, kadar kolesterol, inaktivitas fisik, dan proses

penuaan (Sherwood, 2001).

1. Patofisiologi

a. DM Tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin karena

hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa

dan hiperglikemia post prandial.

Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria

(glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit

yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam

berkemih (poliurra) dan rasa haus (polidipsia).

Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi

penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia). Akibat

yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan

glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi

peningkatan keton yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah

terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000)

b. DM Tipe II

Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun

kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel

sehingga sel akan kekurangan glukosa.

Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi

resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka

harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Namun demikian jika sel-

sel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan

terjadilah DM tipe II (Corwin, 2000)

2. Manifestasi Klinik

a. Poliuria

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel

menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti

menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran

darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi

diuresis osmotic (poliuria).

Page 5: Kelompok 1 - Epidemiologi Diabetes Mellitus

b. Polidipsia

Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan

penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi

sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus

dan ingin selalu minum (polidipsia).

c. Poliphagia

Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka

produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi

yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).

d. Penurunan berat badan

Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan

tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga

seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.

e. Malaise atau kelemahan (Brunner & Suddart, 2002)

RIWAYAT ALAMIAH

Terdapat 5 tahap Riwayat Alamiah Penyakit Diabetes Melitus, yaitu :

1. Tahap Prepatogenesis

Pada kondisi ini, individu belum merasakan gejala (simptom) dan belum dinyatakan diabetes.

Tahap prepatogenesis dapat berpindah menjadi pre diabetes dipengaruhi oleh faktor resiko

masing-masing individu.

2. Tahap Prediabetes

Pre-diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang berada diantara kadar normal

dan diabetes, lebih tinggi dari pada normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikatagorikan ke

dalam diabetes tipe 2. Pada masa pre-diabetes ini belum terdapat abnormalitas dari metabolisme,

tapi sudah membawa faktor genetik (carriers).

Kondisi pra-diabetes merupakan faktor risiko untuk diabetes, serangan jantung dan stroke.

Apabila tidak dikontrol dengan baik, kondisi pra-diabetes dapat meningkat menjadi diabetes tipe

2 dalam kurun waktu 5-10 tahun.Ada dua tipe kondisi pra-diabetes, yaitu :

a. Impaired Fasting Glucose (IFG), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah puasa

seseorang sekitar 100-125 mg/dl (kadar glukosa darah puasa normal: <100 mg/dl).

b. Impaired Glucose Tolerance (IGT) atau Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), yaitu

keadaan dimana kadar glukosa darah seseorang pada uji toleransi glukosa berada di atas

normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikategorikan ke dalam kondisi diabetes.

3. Tahap Diabetes Kimiawi

Pasien masih bersifat asimptomatik (belum timbul gejala-gejala) namun sudah terdapat

abnormalitas metabolisme pada pemeriksaan laboratoris.

4. Tahap Klinis

Fase dimana penderita sudah menunjukkan gejala-gejala dan tanda-tanda penyakit DM.

Gejala-gejala diabetes melitus yaitu Trias DM (Poliuria, Polidipsia, Polifagia).

5. Tahap Akhir Penyakit

Penyakit diabetes melitus adalah penyakit kronis yang belum dapat disembuhkan. Penyakit

ini hanya dapat dikontol dan diberi pengawasan khusus. Penyakit komplikasi yang muncul dari

penyakit diabetes melitus dapat menimbulkan kecacatan atau kematian misalnya katarak,

ganggrene, stroke, PJK, dll. Apabila tidak muncul komplikasi, individu tersebut tetap akan

menjadi carier atau pembawa sifat penyakit dan dapat menularkan kepada keturunannya.

Page 6: Kelompok 1 - Epidemiologi Diabetes Mellitus

FAKTOR RESIKO

Ada beberapa faktor resiko penyakit diabetes melitus yang harus mendapatkan perhatian serius

untuk terhindar dari penyakit yang bisa dibilang sangat mematikan ini. Beberapa faktor resiko

diabetes adalah :

1. Riwayat Keluarga

Faktor keturunan atau genetik mempunyai kontribusi yang tidak bisa diremehkan

untuk seseorang terserang penyakit diabetes (riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2,

orang tua atau kakak atau adik). Menghilangkan faktor genetik sangatlah sulit. Yang bisa

dilakukan untuk seseorang agar bisa terhindar dari penyakit diabetes melitus karena sebab

genetik adalah dengan memperbaiki pola hidup dan pola makan. Dengan memperbaiki pola

makan dan pola hidup kemungkinan besar akan terhindar dari penyakit ini.

2. Obesitas Atau Kegemukan

Kegemukan bisa menyebabkan tubuh seseorang mengalami resistensi terhadap

hormon insulin. Sel-sel tubuh bersaing ketat dengan jaringan lemak untuk menyerap insulin.

Akibatnya organ pankreas akan dipacu untuk memproduksi insulin sebanyak-banyaknya

sehingga menjadikan organ ini menjadi kelelahan dan akhirnya rusak. Untuk pencegahan

dapat dilakukan dengan menghindari makan makanan yang tinggi kalori.

3. Usia Yang Semakin Bertambah

Ketika usia sudah diatas 40 tahun banyak fungsi organ-organ vital melemah dan

tubuh mulai mengalami kepekaan terhadap insulin. Bahkan pada wanita yang sudah

mengalami monopause punya kecenderungan untuk lebih tidak peka terhadap hormon insulin.

4. Kurangnya Aktivitas Fisik ( Gaya Hidup Sedentary )

Kurangnya aktivitas fisik menjadi faktor cukup besar untuk seseorang mengalami

kegemukan dan melemahkan kerja organ-organ vital seperti jantung, liver, ginjal dan juga

pankreas. Dengan melakukan olahraga secara teratur minimal 30 menit sebanyak 3 kali dalam

seminggu, dapat mencegah faktor resiko Diabetes Mellitus.

5. Merokok

Asam rokok menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan dan sifatnya sangat

komplek. Termasuk terhadap resiko seseorang mudah terserang penyakit diabetes melitus.

Merokok dapat menyebabkan intoleransi glukosa ,dengan kata lain tubuh tidak bisa lagi

menerima glukosa. Selain itu, merokok juga dapat meningkatkan resiko resistensi terhadap

insulin dan respon yang cukup terhadap sekresi insulin.

6. Mengkonsumsi Makanan Berkolesterol Tinggi

Makanan berkolesterol tinggi juga diyakini memberi kontribusi yang cukup tinggi

untuk seseorang mudah terserang penyakit diabetes melitus. Hal ini dapat diatasi dengan

konsumsi kolestorol tidak lebih dari 300mg per hari. Diabetes yang tidak terkontrol dengan

kadar glukosa yang tinggi cenderung meningkatkan kadar kolesterol dan trigliserida. Bentuk

kolesterol LDL pada penderita diabetes lebih padat dengan ukuran yang lebih kecil yang

sering disebut Small Dense LDL, sehingga mudah sekali masuk kedalam lapisan pembuluh

Page 7: Kelompok 1 - Epidemiologi Diabetes Mellitus

darah yang lebih dalam. Bentuk kolesterol LDL ini lebih jahat lagi karena lebih bersifat

aterogenik (lebih mudah menempel pada pembuluh darah dan lebih mudah membentuk plak).

7. Stres Dalam Jangka Waktu Lama

Kondisi stres berat bisa mengganggu keseimbangan berbagai hormon dalam tubuh

termasuk produksi hormon insulin. Disamping itu stres bisa memacu sel-sel tubuh bersifat liar

(radikal bebas) yang berpotensi untuk seseorang terkena penyakit kanker juga memicu untuk

sel-sel tubuh menjadi tidak peka atau resiten terhadap hormon insulin.

8. Hipertensi Atau Darah Tinggi

Garam yang berlebih memicu untuk seseorang teridap penyakit darah tinggi yang

pada akhirnya berperan dalam meningkatkan resiko untuk terserang penyakit diabetes

melitus. Hubungan antara hipertensi dengan diabetes mellitus sangat kuat karena

beberapa kriteria yang sering ada pada pasien hipertensi yaitu peningkatan tekanan

darah, obesitas, dislipidemia dan peningkatan glukosa darah. Hipertensi adalah suatu faktor

resiko yang utama untuk penyakit kardiovaskular dan komplikasi mikrovaskular seperti

nefropati dan retinopati. Prevalensi populasi hipertensi pada diabetes adalah 1,5-3 kali lebih

tinggi daripada kelompok pada non diabetes. Diagnosis dan terapi hipertensi sangat penting

untuk mencegah penyakit kardiovaskular pada individu dengan diabetes. Pada diabetes tipe 1,

adanya hipertensi sering diindikasikan adanya diabetes nefropati. Pada kelompok ini,

penurunan tekanan darah dan angiotensin converting enzym menghambat kemunduran pada

fungsi ginjal. Pada diabetes tipe 2, hipertensi disajikan sebagai sindrom metabolit (yaitu

obesitas, hiperglikemia, dyslipidemia) yang disertai oleh tingginya angka penyakit

kardiovaskular.

9. Kehamilan

Pada saat hamil, plasenta memproduksi hormon yang mengganggu keseimbangan

hormon insulin dan pada kasus tertentu memicu untuk sel tubuh menjadi resisten terhadap

hormon insuline. Kondisi ini biasanya kembali normal selah masa kehamilan atau pasca

melahirkan. Namun demikian menjadi sangat beriso terhadap bayi yang dilahirkan untuk

kedepan punya potensi diabetes melitus.

10. Ras

Ada beberapa ras manusia di dunia ini yang punya potensi tinggi untuk terserang

diabetes melitus. Peningkatan penderita diabetes di wilawah Asia jauh lebih tinggi dibanding

di benua lainnya. Bahkan diperkirakan lebih 60% penderita berasal dari Asia.

11. Terlalu Sering Konsumsi Obat-Obatan Kimia

Konsumsi obatan kimia dalam jangka waktu yang lama akan memberika efek negatif

yang tidak ringan. Obat kimia ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi mengobati di sisi yang

lain mengganggu kesehatan. Bahkan tidak sedikit kasus penyakit berat seperti jantung dan

liver serta diabetes diakibatkan oleh terlalu seringnya mengkomsumsi obat kimia. Salah satu

obat kimia yang sangat berpotentsi sebagai penyebab diabetes adalah THIAZIDE DIURETIK

dan BETA BLOKER. Kedua jenis obat tersebut sangat meningkatkan resiko terkena diabetes

melitus karena bisa merusak pankreas.

Page 8: Kelompok 1 - Epidemiologi Diabetes Mellitus

ASPEK PENCEGAHAN

Berikut 3 tahapan pencegahan untuk penyakit, yaitu :

1. Pencegahan primer

Pencegahan primer adalah suatu upaya yang ditujukan pada orang-orang yang

termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita diabetes melitus, tetapi

berpotensi untuk menderita diabetes melitus. Pencegahan ini merupakan suatu cara yang

sangat sulit karena yang menjadi sasarannya adalah orang-orang yang belum sakit artinya

mereka masih sehat sehingga cakupannya menjadi sangat luas (Noer, 1996). Yang

bertanggung jawab dalam hal ini bukan hanya profesi tetapi semua pihak, untuk

mempromosikan pola hidup sehat dan menghindari pola hidup beresiko, seperti : kampanye

makanan sehat dengan pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau pola makan

seimbang, menjaga berat badan agar tidak gemuk dengan olah raga secara teratur. Cara

tersebut merupakan alternatif terbaik dan harus sudah ditanamkan pada anak-anak sekolah

sejak taman kanak-kanak. Hal ini merupakan salah satu upaya pencegahan primer yang sangat

murah dan efektif (Noer, 1996).

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki

faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan

kelompok intoleransi glukosa. Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk

intoleransi glukosa yaitu :

a. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :

1. Ras dan etnik

2. Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)

3. Umur yaitu resiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan

meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.

4. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah

menderita DM gestasional (DMG).

5. Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir

dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir

dengan BB normal.

b. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi :

1. Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).

2. Kurangnya aktivitas fisik.

3. Hipertensi (> 140/90 mmHg).

4. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)

5. Diet tak sehat (unhealthy diet) yaitu diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan

meningkatkan risiko menderita prediabetes/intoleransi glukosa dan DM tipe 2.

c. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :

1. Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait

dengan resistensi insulin

2. Penderita sindrom metabolik memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT)

atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya. Memiliki riwayat

penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, atau PAD (Peripheral Arterial

Diseases).

d. Intoleransi Glukosa

1. Intoleransi glukosa merupakan suatu keadaan yang menda- hului timbulnya

diabetes. Angka kejadian intoleransi glukosa dilaporkan terus mengalami

peningkatan.

2. Istilah ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh Department of Health

and Human Services (DHHS) dan The American Diabetes Association (ADA).

Sebelumnya istilah untuk menggambarkan keadaan intoleransi glukosa adalah TGT

dan GDPT. Setiap tahun 4-9% orang dengan intoleransi glukosa akan menjadi

Page 9: Kelompok 1 - Epidemiologi Diabetes Mellitus

diabetes.Intoleransi glukosa mempunyai risiko timbulnya gangguan kardiovaskular

sebesar satu setengah kali lebih tinggi dibandingkan orang normal.

3. Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa

8 jam. Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosa darah

menunjukkan salah satu dari tersebut di bawah ini:

4. Glukosa darah puasa antara 100–125 mg/dL

5. Glukosa darah 2 jam setelah muatan glukosa (TTGO) antara 140-199 mg/dL.

6. Pada pasien dengan intoleransi glukosa anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

dilakukan ditujukan untuk mencari faktor risiko yang dapat dimodifikasi.

e. Materi pencegahan primer penyuluhan ditujukan kepada :

Kelmpok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan intoleransi glukosa.

Materi penyuluhan meliputi antara lain :

1. Program penurunan berat badan.

Pada seseorang yang mempunyai risiko diabetes dan mempunyai berat badan

lebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan risiko

terkena DM tipe-2 atau intoleransi glukosa. Beberapa penilitian menunjukan

penurunan berat badan 5-10% dapat mencegah atau memperlambat munculnya DM

tipe-2

2. Diet sehat

Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko. Jumlah

asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal. Karbohidrat kompleks

merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga tidak

menimbulkan puncak (peak) glukosa darah yang tinggi setelah makan. Diet yang

dianjurkan mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut.

3. Latihan Jasmani

Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah,

mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar

glukosa-HDL. Latihan jasmani yang dianjurkan : Dikerjakan sedikitnya selama 150

menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung

maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobik berat (menccapai denyut

jantung >70% maksimal) Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4x aktivitas/minggu.

4. Menghentikan merokok

Merokok merupakan slaah satu risiko timbulnya gangguan kardiovaskular.

Meski merokok tidak berkaitan langsung dengan timbulnya intoleransi glukosa,

tetapi merokok dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi

glukosa dan DM tipe-2

5. Perencana kebijakan kesehatan agar memahami dampak sosio ekonomi penyakit ini

dan pentingnya peyediaan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan primer

f. Pengelolaan yang ditujukan untuk :

1. Pengelolaan intoleransi glukosa

Intoleransi glukosa sering berkaitan dengan sindrom metabolik yang

ditandai dengan adanya obesitas sentral, dislipdemia (trigliserida yang tinggi dan

atau kolesterol HDL rendah), dan hipertensi. Sebagian besar penderita intoleransi

glukosa dapat diperbaiki dengan perubahan gaya hidup, menurunkan berat badan,

mengonsumsi diet sehat serta melakukan latihan jasmaniyang cukup dan teratur.

Hasil penelitian Diabetes Prevention Program menunjukkan bahwa perubahan gaya

hidup lebih efektif untuk mencegah munculnya DM tipe-2 dibandingkan dengan

penggunaan obat-obatan. Penurunan berat badan sebesar 5-10% disertai dengan

latihan jasmani teratur mampu mengurangi risiko timbulnya DM tipe-2 sebesar

58%. Sedangkan penggunaan obat seperti metformin, tiazolodindion, acarbose

hanya mempu menurunkan risiko sebesar 31% dan penggunaan berbagai obat

tersebut untuk penanganan intoleransi glukosa masih menjadi kontroversi. Bila

disertai dengan obesitas, hipertensi dan dislipidemia, dilakukan pengendalian berat

badan, tekanan darah dan profil lemak sehingga tercapai sasaran yang ditetapkan

Page 10: Kelompok 1 - Epidemiologi Diabetes Mellitus

2. Pengelolaan berbagai faktor risiko :

a. Obesitas

b. Hipertensi

c. dislipdemia

2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder merupakan suatu upaya pencegahan dan menghambat

timbulnya penyakit dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal. Deteksi dini

dilakukan dengan pemeriksaan penyaring. Hanya saja pemeriksaan tersebut membutuhkan

biaya yang cukup besar. Pengobatan penyakit sejak awal harus segera dilakukan untuk

mencegah kemungkinan terjadinya penyakit menahun. Edukasi mengenai diabetes melitus

dan pengelolaannya, akan mempengaruhi peningkatan kepatuhan pasien untuk berobat.

Pencegahan penyakit diabetes secara sekunder bertujuan agar penyakit diabetes

mellitus yang sudah terlanjur timbul tidak menimbulkan komplikasi penyakit lain,

menghilangkan gejala dan keluhan penyakit diabetes. Pencegahan penyakit diabetes secara

sekunder meliputi deteksi dini penderita diabetes mellitus, terutama bagi kelompok yang

beresiko tinggi terkena diabetes. Bagi yang dicurigai terkena penyakit diabetes, perlu diteliti

lebih lanjut untuk memperkuat diagnosa.

Penanganan diabetes mellitus dilakukan dengan berbeda-beda dan khusus tergantung

dari penyebab diabetes penderita. Saat ini telah banyak cara menangani diabetes mellitus

dengan metode medis maupun alternatif. Kontrol gula darah secara rutin dan operasi

merupakan penanganan pada pencegahan sekunder.

Terdapat beberapa penyulit penyakit diabetes yang salah satunya adalah

kardiovaskular, yaitu merupakan penyebab utama kematian pada penyandang diabetes. Selain

pengobatan terhadap tingginya kadar glukosa darah, pengendalian berat badan, tekanan darah,

profil lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet dapat menurunkan risiko timbulnya

kelainan kardiovaskular pada penyandang diabetes.

Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan dalam pencegahan sekunder:

a. Diet sehari-hari harus seimbang dan sehat

b. Menjaga berat badan agar tetap dalam batas normal, bila terlanjur melebihi normal

usahakan untuk menurunkan berat badan.

c. Pantau gula darah harian

d. Olahraga teratur sesuai kemampuan fisik, kelamin dan usia

e. Pemberian suntikan insulin saat dibutuhkan

f. Cuci darah (hemodialisa)

g. Penyuluhan kesehatan secara profesional dengan memberikan materi mengenai diabetes

mellitus

3. Pencegahan tersier

Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan

akibat komplikasi itu. Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang

telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya

Page 11: Kelompok 1 - Epidemiologi Diabetes Mellitus

rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Usaha ini

meliputi:

a. Mencegah timbulnya komplikasi

b. Mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan organ

c. Mencegah terjadinya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan

d. Mendirikan pusat-pusat rehabilitasi medik

Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga.

Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas

hidup yang optimal. Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan

terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik

antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular,

radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dll.) sangat diperlukan dalam menunjang

keberhasilan pencegahan tersier.

Page 12: Kelompok 1 - Epidemiologi Diabetes Mellitus

KESIMPULAN

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada

produktivitas dan dapat menurunkan sumber daya manusia. Terdapat 5 tahap dalam riwayat alamiah

penyakit diabetes melitus yaitu tahap prepatogenesis, tahap prediabetes, tahap diabetes kimiawi, tahap

klinis, dan tahap akhir penyakit. Adapun faktor resiko yang dapat menyebabkan diabetes melitus yaitu

riwayat keluarga, obesitas, usia yang semakin bertambah, kurangnya aktivitas fisik, merokok,

mengkonsumsi makanan berkolesterol tinggi, stress dalam jangka waktu lama, hipertensi, kehamilan,

ras, dan terlalu sering mengkonsumsi obat-obatan kimia. Untuk pencegahan pengendalian penyakit

diabetes melitus ada 3 tahap antara lain pencegahan primer yaitu suatu upaya yang ditujukan pada

orang-orang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita diabetes

melitus, tetapi berpotensi untuk menderita diabetes melitus, kemudian pencegahan sekunder yang

bertujuan agar penyakit diabetes mellitus yang sudah terlanjur timbul tidak menimbulkan komplikasi

penyakit lain, menghilangkan gejala dan keluhan penyakit diabetes. Dan pencegahan tersier yang

ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah

terjadinya kecacatan lebih lanjut.

SARAN

Diabetes melitus merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya tinggi dan cenderung

meningkat di Indonesia. Dengan menganalisis faktor resiko, penyebab dan riwayat alamiah penyakit

katarak maka dapat dilakukan tahan pencegahan sebelum penyakit tersebut muncul dan terus

bertambah. Upaya preventif merupakan cara paling efektif untuk mencegah munculnya diabetes

melitus, selain itu melakukan pola hidup sehat, menghindari pola hidup beresiko, mengatur pola

makan seimbang serta menjaga berat badan agar tidak gemuk dengan olah raga secara teratur.

Page 13: Kelompok 1 - Epidemiologi Diabetes Mellitus

DAFTAR PUSTAKA

Made Sumarwati, Waluyo Sejati, Roisca Dyah Pramitasari. Eksplorasi Persepsi Penderit Atent Ang

Faktor-Faktor Penyebab dan Dampak Penyakit Diabetes Melitus di Wilayah Puskesmas

Purwokerto Barat, Kecamatan Purwokerto Barat, Kabupaten Banyumas. 2008

Sesilia Andriani Keban, Lutfan Budi Purnomo, Mustofa. Evaluasi Hasil Edukasi Farmasis Pada

Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta. 2013

Purwanto, Nasrul Hadi. Hubungan Pengetahuan Tentang Diet Diabetes Melitus Dengan

Kepatuhan Pelaksanaan Diet Pada Penderita Diabetes Melitus. 2011

Widyastuti, Winda. Hubungan Antara Depresi Dengan Kepatuhan Melaksanakan Diit Pada Diabetisi

di Pekalongan. 2012

Septrianti, Nur Elly. Hubungan Diabetes Melitus Dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner Pada

Pasien Di Poliklinik Jantung Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2010. 2012

Sekarsari, Anggita Putri. Pengaruh Status Diabetes Mellitus Terhadap Derajat Karies Gigi. 2012