KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara...

157
KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI WILAYAH PERBATASAN NEGARA YANG ADAPTIF TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (KASUS: DAERAH ALIRAN SUNGAI TONO DI PULAU TIMOR) WERENFRIDUS TAENA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Transcript of KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara...

Page 1: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

WILAYAH PERBATASAN NEGARA YANG ADAPTIF TERHADAP

PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

(KASUS: DAERAH ALIRAN SUNGAI TONO DI PULAU TIMOR)

WERENFRIDUS TAENA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

Page 2: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

i

SSUURRAATT PPEERRNNYYAATTAAAANN MMEENNGGEENNAAII DDIISSEERRTTAASSII DDAANN SSUUMMBBEERR

IINNFFOORRMMAASSII SSEERRTTAA PPEELLIIMMPPAAHHAANN HHAAKK CCIIPPTTAA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul: Kelembagaan Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang Adaptif terhadap

Perubahan Iklim dalam Pembangunan Berkelanjutan (Kasus: Daerah Aliran

Sungai Tono di Pulau Timor) adalah benar karya saya dengan arahan komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

Werenfridus Taena

NRP: H162110091

Page 3: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

ii

RRIINNGGKKAASSAANN

WERENFRIDUS TAENA. Kelembagaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Wilayah Perbatasan Negara yang Adaptif terhadap Perubahan Iklim dalam

Pembangunan Berkelanjutan (Kasus: Daerah Aliran Sungai Tono di Pulau Timor).

Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG JUANDA, BABA

BARUS, RIZALDI BOER.

Penelitian ini bertujuan untuk: (i) analisis hubungan antara pembangunan

wilayah perbatasan dengan perubahan penggunaan lahan, (ii) analisis pengaruh

perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim terhadap banjir dan kekeringan,

dan dampaknya terhadap produksi dan efisiensi usahatani tanaman pangan, (iii)

evaluasi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan Indonesia dan Timor

Leste, dan (iv) disain kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara

Indonesia dan Timor Leste yang adaptif terhadap perubahan iklim.

Metode analisis menggunakan analisis multivariat untuk analisis hubungan

pembangunan dengan penggunaan lahan, dan spatial durbin model untuk analisis

ketergantungan spatial pendapatan petani. Metode logit untuk analisis peluang

banjir dan kekeringan. Analisis multivariat juga digunakan untuk analisis dampak

banjir dan kekeringan terhadap produksi usahatani tumpangsari, dan analisis

regresi berganda untuk analisis produksi usahatani monokultur, serta analisis

frontier untuk evaluasi efisiensi ekonomi usahatani. Selanjutnya pembobotan

faktor internal dan faktor eksternal untuk evaluasi kelembagaan pengelolaan DAS

wilayah perbatasan negara, dan analisis hirarki proses untuk menentukan model

pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara.

Hasil analisis multivariat menunjukkan peningkatan jumlah penduduk dan

kemudahan akses meningkatkan konversi lahan konservasi menjadi lahan

budidaya (pemukiman, pertanian lahan kering campur, sawah), sedangkan spatial

durbin model menunjukkan peningkatan pendapatan petani pada hulu

menyebabkan penurunan pendapatan petani di hilir. Peningkatan luas pertanian

lahan kering campur, dan akumulasinya dengan peningkatan temperatur bulanan

dan penurunan curah hujan bulanan menyebabkan peluang kekeringan makin

tinggi. Analisis logit juga menunjukkan peningkatan curah hujan bulanan dan

pertanian lahan kering campur, serta penurunan luas hutan dan sawah

meningkatkan peluang banjir di DAS Tono. Dampaknya terjadi penurunan

produksi dan efisiensi ekonomi usahatani tanaman pangan. Analisis frontier

menunjukkan rendahnya efisiensi ekonomi usahatani, yakni 0,36 untuk usahatani

lahan basah dan 0,30 untuk usahatani lahan kering (standar efisiensi ≥0.8).

Kurang koordinasinya kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan

negara (masyarakat, unilateral dan bilateral) menjadi akar penyebabnya. Hasil

pembobotan faktor internal dan eksternal berada pada kuadran III, yang berarti

dibutuhkan rekonstruksi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan

negara. Kelembagaan ini sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan penggunaan

lahan dan perubahan iklim. Kelembagaan ini akan mewujudkan pembangunan

berkelanjutan dalam bentuk road map yakni: perjanjian kerjasama, forum DAS,

dan badan pengelola DAS.

Kata kunci: Kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara, Indonesia

dan Timor Leste, Perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim,

Pembangunan berkelanjutan

Page 4: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

iii

SSUUMMMMAARRYY

WERENFRIDUS TAENA. Transboundary Watershed Management Institution

Which is Adapted to Climate Changes in Sustainable Development (Case: Tono

Watershed on Timor Island). Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING,

BAMBANG JUANDA, BABA BARUS, RIZALDI BOER.

The research aimed to: (i) analyze the relathionship between the

development of border regions with land use, (ii) analyze the effect of land use

changes and climate changes on the floods and drought on Tono Watershed, and

the impact on yield and the economic efficiency of food crop farming, (iii)

evaluate the institutional of watershed management in border area of Indonesia

and Timor Leste, and (iv) design transboundary watershed management institution

for Indonesia and Timor Leste which is adaptated to climate changes.

The analysis used multivariate analysis for analyzing the relathionship

between development with land use changes, and spatial Durbin model to

analyzing spatial dependence of farmers income. The logit method to analyzed

flood and drought. Then, impact of flood and drought on yield, used multivariate

analysis on multicrop and multiple regression on monoculture. Further, evaluate

impact on economic efficiency of farming used frontier analysis. Weighting of

internal and external factors method was used to evaluate the institutional

transboundary watershed management, while the analytical hierarchy process was

used to compute the institutional model of transboundary watershed management.

Multivariate analysis showed the increase of population caused the

conversion of conservation area to the cultivation area (settlement, mix dryland

agriculture, paddy fields). Then, the spatial durbin model showed the increase of

farmers income on upperstream related to farmers income in downstream. The

increase of mix dryland agriculture and monthly temperature, and decrease of

monthly rainfall caused drought. The result further suggested by this analysis

showed that the increase in the monthly rainfall and mix dryland agriculture,

along with the decrease of forestry and paddy fields increase caused the flooding

on the Tono watershed. This led to a reduction in yield and economic efficiency

of farm crops. Frontier analysis confirms the low economic efficiency of farming,

whereas monoculture farming was 0.36 and multicrop farming was 0.30 which is

far from the efficiency standard ≥0.8.

Less coordinated of transboundary watershed management institution

(community, unilateral and bilateral) as the caused. Therefore, it needs an

alternaltive institutional model of transboundary watershed management, which is

to build the ecological perspective. As the result of the weighting of internal and

external factors on quadrant III. The alternatives institutional as adaptation on

land use changes and climate changes. The priority alternatives institutional

model and also a road map for sustainable development are collaboration

agreement of transboundary management, transboundary watershed forum, and

autonomous transboundary watershed management.

Keywords: Transboundary watershed management institutional, Indonesia and

Timor Leste, Land use changes and climate changes, Sustainable

development

Page 5: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

iv

HHaakk CCiippttaa MMiilliikk IIPPBB,, TTaahhuunn 22001166

HHaakk CCiippttaa DDiilliinndduunnggii UUnnddaanngg--UUnnddaanngg

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagain atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 6: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

v

KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

WILAYAH PERBATASAN NEGARA YANG ADAPTIF TERHADAP

PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

(KASUS: DAERAH ALIRAN SUNGAI TONO DI PULAU TIMOR)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada

Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

Page 7: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

vi

Penguji ujian tertutup : Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS

: Dr. Tumpak Haposan Simanjuntak, MA

Penguji ujian terbuka : Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS

: Dr. Tumpak Haposan Simanjuntak, MA

Page 8: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

vii

Judul Disertasi : Kelembagaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Wilayah

Perbatasan Negara yang Adaptif terhadap Perubahan

Iklim dalam Pembangunan Berkelanjutan (Kasus: Daerah

Aliran Sungai Tono di Pulau Timor)

Nama : Werenfridus Taena

NRP : H162110091

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS

Ketua Anggota

Dr. Ir. Baba Barus, MS Prof. Dr. Ir. Rizaldi Boer, MS

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah

Dan Pedesaan

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MscAgr

Tanggal Ujian Tertutup: 31 Mei 2016 Tanggal Lulus:

Tanggal Ujian Terbuka: 20 Juni 2016

Page 9: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

viii

PPRRAAKKAATTAA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,

karena kasih dan kurnia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan disertasi ini. Penelitian ini berjudul “Kelembagaan Pengelolaan Daerah

Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang Adaptif terhadap Perubahan Iklim

dalam Pembangunan Berkelanjutan (Kasus: Daerah Aliran Sungai Tono di Pulau

Timor)”.

Penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini karena ingin memberikan

kontribusi terhadap pembangunan yang berkelanjutan di wilayah perbatasan negara

Indonesia dan Timor Leste. Penulis memperoleh dukungan dari berbagai pihak

dalam penulisan disertasi ini, sehingga penulis menghaturkan terimakasih kepada:

1. Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) beserta jajarannya yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan

Pascasarjana pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah

dan Pedesaan (PWD).

2. Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

(PWD) dan dosen-dosen di PWD yang telah membagi ilmu dalam kegiatan

akademik di PWD

3. Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS sebagai ketua pembimbing, Prof. Dr. Ir.

Bambang Juanda, MS; Dr. Ir. Baba Barus, MS; Prof. Dr. Ir. Rizaldi Boer, MS

sebagai anggota pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada

penulis sehingga penulis menyelesaikan penulisan disertasi ini

4. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr dan Dr. Ir. Setia Hadi, MS sebagai penguji

prelim yang turut memberikan arahan mengenai kerangka penelitian ini.

5. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS dan Dr. Tumpak Haposan Simanjuntak,

MA sebagai penguji ujian tertutup dan Penguji Ujian Promosi yang telah

memberikan kontribusi pemikiran untuk memperdalam pembahasan disertasi

ini

6. Universitas Timor yang memberikan dukungan kepada penulis

7. Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Timor Leste yang memberikan

dukungan informasi dan data kepada penulis

8. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Pemerintah Kabupaten

Timor Tengah Utara (TTU) yang memberikan dukungan kepada penulis

9. Rekan-rekan seperjuangan di PWD dan Gamanustratim yang memberikan

dukungan dalam bentuk social capital dan dukungan yang tulus.

10. Rekan-rekan “Incipta” atas persahabatan dan dukungan tiada henti, dan

berbagai pihak yang dengan caranya sendiri telah memberikan dukungan

kepada penulis.

Penulis juga menyampaikan terimakasih atas ide-ide para ahli yang

tercantum dalam daftar pustaka yang turut membentuk kerangka pikir dan

memperdalam pembahasan tulisan ini. Penulis menyadari, tulisan ini masih jauh

dari kesempurnaan, namun semoga tulisan ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2016

Werenfridus Taena

Page 10: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

ix

DDAAFFTTAARR IISSII

Halaman

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Permasalahan 7

Tujuan dan Manfaat 9

Noverty (Keterbaharuan) 10

Kerangka Pemikiran 11

Sistematika Tulisan 15

2. HUBUNGAN PEMBANGUNAN WILAYAH PERBATASAN

NEGARA DENGAN PENGGUNAAN LAHAN DAS TONO 16

Pendahuluan 16

Latar Belakang 16

Permasalahan 17

Tujuan 18

Metode Penelitian 18

Hipotesis 18

Metode Pelaksanaan Kajian 18

Metode Analisis Data 18

Hasil dan Pembahasan 19

Hirarki Wilayah Perbatasan Negara Indonesia dan Timor-Leste di DAS

Tono 20

Penggunaan Lahan di DAS Tono 27

Hubungan Pembangunan Wilayah Perbatasan dengan Penggunaan Lahan

DAS Tono 31

Hubungan Ketergantungan Spatial-Ekologi dengan Penggunaan Lahan

DAS Tono 34

Simpulan 36

3. DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN

PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PRODUKSI DAN EFISIENSI

USAHATANI DI DAS TONO 37

Pendahuluan 37

Latar Belakang 37

Permasalahan 38

Tujuan 39

Metode Penelitian 39

Hipotesis 39

Metode Pengumpulan Data dan Teknik Penarikan Responden 39

Peubah-Peubah yang Diamati dan Diukur dalam Penelitian 40

Metode Analisis Data 41

Page 11: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

x

Hasil dan Pembahasan 44

Perubahan Penggunaan Lahan dan Perubahan Iklim di DAS Tono 44

Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan dan Perubahan Iklim terhadap

Kejadian Banjir dan Kekeringan di DAS Tono 50

Dampak Banjir, Kekeringan dan Faktor Produksi terhadap Produksi dan

Efisiensi Usahatani di DAS Tono 55

Simulasi Perubahan Penggunaan Lahan dan Perubahan Iklim terhadap

Peluang Banjir dan Kekeringan, dan Dampaknya terhadap Produksi

Dan Pendapatan Usahatani di DAS Tono 60

Simpulan 68

4. EVALUASI KELEMBAGAAN PENGELOLA DAS WILAYAH

PERBATASAN NEGARA 69

Pendahuluan 69

Latar Belakang 69

Permasalahan 69

Tujuan 70

Metode Penelitian 70

Kerangka Analisis 70

Metode Pelaksanaan Kajian 70

Metode Analisis Data 71

Hasil dan Pembahasan 71

Evaluasi Hubungan Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan

Negara 71

Evaluasi Kelembagaan Masyarakat dalam Pengelolaan DAS Wilayah

Perbatasan Negara 74

Evaluasi Kelembagaan Bilateral dan Multilateral dalam Pengelolaan

DAS Wilayah Perbatasan 75

Evaluasi Kelembagaan Unilateral Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan

Negara 77

Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah

Perbatasan Negara 88

Simpulan 93

5. DISAIN KELEMBAGAAN PENGELOLA DAS WILAYAH

PERBATASAN NEGARA YANG ADAPTIF TERHADAP

PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN 94

Pendahuluan 94

Latar Belakang 94

Permasalahan 95

Tujuan 95

Metode Penelitian 95

Hipotesis 95

Metode Pengambilan Data 95

Metode Analisis Data 96

Page 12: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

xi

Hasil dan Pembahasan 99

Prioritas Faktor Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan

Negara 99

Analisis Prioritas Pemangku Kepentingan (Aktor) 104

Analisis Prioritas Model dan Strategi Kelembagaan Pengelolaan DAS

Wilayah Perbatasan Negara yang Adaptif terhadap Perubahan Iklim 106

Road Map Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan Negara

yang Adaptif terhadap Perubahan Iklim 109

Simpulan 113

6. ARAHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN PENGELOLA DAS

WILAYAH PERBATASAN NEGARA YANG ADAPTIF

TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN 113

Pembangunan Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara 114

Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan Negara dan Kelembagaan yang

Adaptif terhadap Perubahan Iklim 116

Implikasi terhadap Penataan Ruang dalam Pembangunan Berkelanjutan

Wilayah Perbatasan Negara 118

7. SIMPULAN UMUM DAN SARAN 126

Simpulan Umum 126

Saran 126

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

Page 13: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

xii

DDAAFFTTAARR TTAABBEELL

1. Berbagai Konsep Wilayah, Tujuan dan Contoh Penggunaan 4

2. Luas DAS Tono dan DAS Tono Menurut Wilayah Administrasi 5

3. Kelembagaan DAS Lintas Negara di Dunia 8

4. Jumlah Sekolah Menurut Kecamatan dan Sub District di DAS Tono

Tahun 2010 21

5. Jumlah Fasilitas Kesehatan Menurut Kecamatan dan Sub District di

DAS Tono Tahun 2010 21

6. Jumlah Fasilitas Ekonomi Menurut Kecamatan dan Sub District di

DAS Tono Tahun 2010 22

7. Jumlah Fasilitas Sosial dan Pelayanan Publik Menurut Kecamatan

dan Sub District di DAS Tono Tahun 2010 24

8. Hasil Analisis Skalogram Kecamatan dan Sub District di DAS Tono 25

9. Jumlah Penduduk di DAS Tono Tahun 2000 dan 2010 Menurut

Kecamatan dan Sub District 27

10. Penggunaan Lahan DAS Tono Tahun 2000 dan 2014 Menurut

Zona DAS 28

11. Penggunaan Lahan DAS Tono Tahun 2010 Menurut Kecamatan

dan Sub District 29

12. Ringkasan Hasil Analisis Hubungan Pembangunan Wilayah

Perbatasan dengan Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Tono 31

13. Penggunaan Lahan DAS Tono Tahun 2000 dan 2014 36

14. Perubahan Penggunaan Lahan DAS Tono Tahun 2000-2014 44

15. Penggunaan Lahan DAS Tono Tahun 2000 dan 2014 Menurut Negara 47

16. Hasil Analisis logit Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan dan

Perubahan Iklim terhadap Peluang Banjir di DAS Tono 51

17. Hasil Analisis logit Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan dan

Perubahan Iklim terhadap Peluang Kekeringan di DAS Tono 53

18. Hasil Analisis Regresi Multivariat untuk Produksi Usahatani

Tumpangsari dan Regresi berganda untuk Usahatani Monokultur

di DAS Tono 56

19. Rataan Pendapatan Bulanan Usahatani Lahan Kering dan Usahatani

Lahan Basah di DAS Tono 57

20. Hasil Analisis Dampak Banjir, Kekeringan dan Faktor Produksi

Lain terhadap Pendapatan Usahatani Lahan Kering dan Usahatani

Lahan Basah di DAS Tono 58

21. Ringkasan Simulasi Banjir di DAS Tono 60

22. Simulasi Perubahan Luas Pertanian Lahan Kering Campur Saat

Faktor Lain Konstan terhadap Peluang Banjir di DAS Tono 60

23. Simulasi Perubahan Luas Perubahan Curah Hujan Bulanan dan

Pertanian Lahan Kering Campur terhadap Peluang Banjir

di DAS Tono 61

24. Simulasi Perubahan Curah Hujan Bulanan dan Perubahan Penggunaan

Lahan (Pertanian Lahan Kering Campur dan Sawah) terhadap

Peluang Banjir di DAS Tono 62

25. Simulasi Perubahan Curah Hujan Bulanan dan Perubahan Penggunaan

Lahan (Pertanian Lahan Kering Campur, Sawah dan Hutan Menurun)

terhadap Peluang Banjir di DAS Tono 63

Page 14: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

xiii

26. Simulasi Perubahan Curah Hujan Bulanan dan Perubahan Penggunaan

Lahan (Pertanian Lahan Kering Campur, Sawah dan Hutan Meningkat)

terhadap Peluang Banjir di DAS Tono 63

27. Ringkasan Simulasi Kekeringan di DAS Tono 64

28. Simulasi Perubahan Luas Pertanian Lahan Kering Campur Saat

Faktor Lain Konstan terhadap Peluang Kekeringan di DAS Tono 64

29. Simulasi Perubahan Luas Pertanian Lahan Kering Campur dan

Curah Hujan Bulanan terhadap Peluang Kekeringan di DAS Tono 65

30. Simulasi Perubahan Luas Pertanian Lahan Kering Campur,

Curah Hujan Bulanan dan Temperatur Bulanan terhadap Peluang

Kekeringan di DAS Tono 65

31. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan JBC RI-TL 75

32. Landasan Yuridis Pembangunan Wilayah Perbatasan Negara dan

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai 77

33. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan BNPP 81

34. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan BDPP Provinsi NTT 81

35. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan BDPP Kabupaten TTU 82

36. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kementerian Kehutanan RI 82

37. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan BPDAS 83

38. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan BPDAS Benain 83

39. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Forum DAS Benain 83

40. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian PUPR RI 84

41. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Balai Wilayah Sungai NTT 84

42. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian PU RDTL 85

43. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian Kehutanan,

Pertanian dan Perikanan RDTL 85

44. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian Dalam Negeri

RDTL 85

45. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian Pembangunan

Nasional RDTL 86

46. Matriks Faktor Analisis Lingkungan Internal 89

47. Matriks Faktor Analisis Lingkungan Eksternal 90

48. Sistem Urutan (Ranking) Saaty Dalam Hierarchy Process 96

49. Matriks Perbandingan Berpasangan 98

50. Hasil Pembobotan Masing-Masing Sub Faktor Pengelolaan DAS

Wilayah Perbatasan Negara yang Adaptif terhadap Perubahan

Iklim dalam Pembangunan Berkelanjutan 100

51. Data Sumber Mata Air pada Desa-Desa di DAS Tono 103

52. Hasil Pembobotan Manfaat yang Diterima Pemangku Kepentingan

dari DAS Tono 105

53. Peran Masing-Masing Pemangku Kepentingan Dalam Pengelolaan

DAS 106

54. Hasil Pembobotan Strategi Pengelolaan DAS Tono 108

55. Road Map Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan

Negara Indonesia dan Timor Leste 109

56. Stakeholder dan Lembaga yang Terlibat dalam Pengelolaan DAS

Wilayah Perbatasan Negara 118

Page 15: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

xiv

DDAAFFTTAARR GGAAMMBBAARR

1. Peta Perbatasan Negara Indonesia dan Timor Leste 2

2. Peta Perbatasan Darat Indonesia dengan Timor Leste 3

3. Peta DAS Tono di Wilayah Perbatasan Indonesia dan Timor Leste 6

4. Kerangka Pemikiran Penelitian 14

5. Peta Skalogram Kecamatan Wilayah Perbatasan di DAS Tono 26

6. Peta DAS Tono Menurut Kecamatan/Sub District 30

7. Peta Interaksi Sosial di Wilayah Perbatasan Indonesia dan

Timor Leste 33

8. Peta Elevasi DAS Tono 35

9. Tren Curah Hujan Bulanan di DAS Tono Tahun 2000-2014 38

10. Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Tono Tahun 2000 dan

2014 46

11. Trend Curah Hujan Menurut Negara Tahun 2000, 2003, 2006, 2009

2010, 2012 48

12. Trend Curah Hujan Tahun 2000-2014 Menurut Zona DAS 49

13. Keragaman Curah Hujan Bulanan DAS Tono Tahun 2000-2014 49

14. Keragaman Temperatur Bulanan DAS Tono Tahun 2000-2014 50

15. Hubungan Curah Hujan Bulanan dengan Luas Banjir di

DAS Tono 51

16. Lokasi Banjir di DAS Tono 52

17. Perubahan Lahan Semak Belukar Menjadi Pertanian Lahan Kering

dan Pertanian Lahan Kering Campur di DAS Tono Tahun 2000-

2014 53

18. Perubahan Lahan Terbuka Menjadi Sawah di DAS Tono

Tahun 2000-2014 54

19. Ilustrasi Kurva TP, AP dan MP 56

20. Hasil Simulasi Model Crystal Bowl untuk Komoditas Jagung 66

21. Hasil Simulasi Model Crystal Bowl untuk Komoditas Padi 67

22. Hasil Simulasi Model Crystal Bowl Komoditas Kacang Tanah 66

23. Hasil Simulasi Model Crystal Bowl 3 Komoditas 67

24. Siklus Kebijakan 70

25. Kerangka Hubungan Kelembagaan dalam Pengelolaan DAS

dan Pembangunan Wilayah Perbatasan Negara 73

26. Diagram Cartesius Analisis SWOT Kelembagaan Pengelolaan

DAS Wilayah Perbatasan Negara dalam Pembangunan

Berkelanjutan 91

27. Rekonstruksi Kelembagaan Pengelolaan DAS Lintas Negara

dalam JBC RI-RDTL 92

28. Struktur Hirarki AHP Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah

Perbatasan Negara dalam Pembangunan Berkelanjutan 97

29. Hasil Pembobotan Faktor Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan

Negara yang Adaptif terhadap Perubahan Iklim dalam

Pembangunan Berkelanjutan 100

30. Hasil Pembobotan Prioritas Model Kelembagaan Pengelolaan

DAS Wilayah Perbatasan Negara yang Adaptif terhadap

Perubahan Iklim dalam Pembangunan Berkelanjutan 107

Page 16: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

xv

31. Kerangka Road Map Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah

Perbatasan Negara yang Adaptif terhadap Perubahan Iklim

dalam Pembangunan Berkelanjutan 110

32. Peta Ilustrasi Skema Penataan Ruang Kawasan Perbatasan Negara

Indonesia di NTT 120

33. Peta Ilustrasi Skema Disain Penataan Ruang Wilayah Perbatasan

Negara Indonesia dan Timor Leste 121

34. Peta Pola Ruang dan Penggunaan Lahan di DAS Tono RI 123

DAFTAR LAMPIRAN

1. Output Analisis Multivariat Hubungan Pembangunan dengan

Penggunaan Lahan di DAS Tono

2. Output Analisis Logit Pengaruh Penggunaan Lahan dan Perubahan

Iklim terhadap Banjir

3. Output Analisis Logit Pengaruh Penggunaan Lahan dan Perubahan

Iklim terhadap Kekeringan

4. Output Analisis Multivariat Dampak Banjir, Kekeringan dan Faktor

Produksi Lain terhadap Produksi Usahatani Tumpangsari

5. Output Analisis Cob Douglass Dampak Banjir, Kekeringan dan

Faktor Produksi Lain terhadap Produksi Usahatani Monokultur

6. Output Analisis cob Douglass Dampak Banjir, Kekeringan dan

Faktor Produksi Lain terhadap Pendapatan Usahatani Lahan Kering

7. Output Analisis Cob Douglass Dampak Banjir, Kekeringan dan

Faktor Produksi Lain terhadap Pendapatan Usahatani Lahan Basah

Page 17: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

1

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wilayah sebagai ruang yang mempunyai kesatuan geografis beserta

segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek

administrasi dan/atau fungsional sebagaimana didefinisikan dalam Undang-

Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Selaras dengan itu, Murty

(2000) menyatakan wilayah tidak sekedar merujuk suatu tempat atau area,

melainkan merupakan satu kesatuan ekonomi, politik, sosial administrasi, iklim

hingga geografis, sesuai dengan tujuan pembangunan atau kajian. Kemudian

Rustiadi et al (2011), mendefinisikan wilayah sebagai suatu unit geografis dengan

batas-batas spesifik (tertentu) yang komponen-komponen di dalamnya (sub

wilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Definisi-definisi

tersebut memperlihatkan bahwa tidak ada batasan spesifik luasan suatu wilayah.

Pembangunan wilayah lebih fleksibel dan tidak terbatas pada wilayah

administratif, tetapi berdasarkan tipologi wilayah. Secara umum tipologi wilayah

dikategorikan menjadi: wilayah homogen, wilayah fungsional (nodal), wilayah

perencanaan. Wilayah perencanaan umumnya berbasis administrasi, seperti:

negara, provinsi, kabupaten dan desa. Wilayah perencanaan juga merupakan

wilayah yang ditetapkan pemerintah karena pertimbangan tertentu, seperti:

kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET) dan kawasan perbatasan.

Terdapat 10 negara di dunia yang berbatasan dengan Indonesia, yakni:

Australia, Papua Nugini, Timor Leste, Palau, Filipina, Malaysia, Vietnam,

Thailand, Singapura, India. Terdapat 3 (tiga) negara diantaranya yang berbatasan

darat, yakni: Indonesia dengan Malaysia di Kalimantan, Indonesia dengan Papua

Nugini di Papua, dan Indonesia dengan Timor Leste di Timor. Ilustrasi perbatasan

Negara Indonesia dengan negara lain sebagaimana ditampilkan Gambar 1.

Perbatasan darat Indonesia dengan Timor Leste merupakan wilayah

perbatasan yang unik karena terdapat wilayah Timor Leste yang enclave (District

Oecussi), sehingga perbatasan darat berada pada dua bagian, yakni bagian Timur

dan bagian Barat. Perbatasan pada bagian Barat antara Kabupaten Belu dan

Kabupaten Malaka dengan District Covalima dan District Maliana. Perbatasan

pada bagian Timur antara Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan Kabupaten

Kupang dengan Enclave District Oecussi. Selengkapnya ditampilkan pada

Gambar 2.

Perbatasan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik

Indonesia (UU RI) No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara menyatakan

bahwa yang dimaksud dengan kawasan perbatasan adalah wilayah kecamatan

yang berbatasan langsung dengan negara lain. Terdapat 18 Kecamatan di

Indonesia yang berbatasan darat dengan Timor Leste, dengan rincian 8 (delapan)

kecamatan di Kabupaten Belu, 8 (delapan) kecamatan di Kabupaten TTU, 1

kecamatan di Kabupaten Kupang, dan 1 kecamatan di Kabupaten Malaka.

Page 18: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

2

Gambar 1. Perbatasan Negara Indonesia dengan Negara Lain (Sumber: BNPP, 2011)

PERBATASAN INDONESIA DENGAN 10 NEGARA TETANGGA(DARAT DAN LAUT)

RI-MAL

RI-SIN

RI-MAL

Batas Laut TeritorialBatas Landas KontinenBatas Zona Ekonomi Eksklusif

RI-PHILRI-PALAU

RI-SING

RI-RDTLLESTE

2

Page 19: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

3

Gambar 2. Peta Perbatasan Darat Indonesia dengan Timor Leste

3

Page 20: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

4

Pembangunan kawasan perbatasan negara didasarkan pada grand design

pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan negara 2011-2025. Visi

pengelolaan perbatasan negara yakni terwujudnya perbatasan negara sebagai

wilayah yang aman, tertib, dan maju”. Penjabaran visi melalui misi berikut: (i)

Mewujudkan perbatasan negara yang aman melalui peningkatan kondisi

pertahanan dan keamanan yang kondusif bagi berbagai kegiatan ekonomi, sosial

dan budaya serta meningkatkan sistem pertahanan perbatasan darat dan laut. (ii)

Mewujudkan perbatasan negara yang tertib melalui peningkatan kerjasama

internasional, penegakan hukum, kesadaran politik serta penegasan dan penetapan

tata batas Negara. (iii) Mewujudkan perbatasan negara yang maju melalui

peningkatan kegiatan ekonomi, pembangunan sarana dan prasarana, peningkatan

kualitas sumberdaya manusia, dan pengelolaan sumberdaya alam yang

berkelanjutan.

Pembangunan kawasan perbatasan berbasis administrasi kecamatan bias

karena sebagian sumberdaya di perbatasan negara bersifat fungsional, misalnya

daerah aliran sungai (DAS). Rustiadi et al (2011) menyatakan pembangunan

wilayah didasarkan beberapa aspek, misalnya: homogenitas, keterkaitan antar

wilayah, wilayah sistem ekonomi, wilayah sistem sosial, wilayah sistem ekologi.

Selengkapnya mengenai konsep wilayah ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Berbagai Konsep Wilayah, Tujuan dan Contoh Penggunaan

No Wilayah Tujuan Contoh

1 Homogen Penyederhanaan dan pendeskripsian

wilayah, zonasi kawasan fungsional

Pola penggunaan lahan,

pewilayahan komoditas

2 Nodal Deskripsi hubungan nodalitas, identifikasi

daerah pelayanan, penyusunan hierarki

pelayanan

Keterkaitan CBD dan

daerah pelayanannya,

central place dan

periphery, sistem/ordo

3 Sistem ekologi Pengelolaan wilayah sumber daya

berkelanjutan, identifikasi carrying

capacity kawasan, siklus alam aliran

sumber daya, biomasa energi, limbah, dan

lain-lain

Pengelolaan DAS, cagar

alam, ekosistem

mangrove

4 Sistem ekonomi Percepatan pertumbuhan wilayah,

produktifitas dan mobilisasi sumber daya,

efisiensi

Wilayah pembangunan,

kawasan andalan,

KAPET, kawasan

agropolitan, kawasan

cepat tumbuh

5 Sistem sosial Pewilayahan menurut sistem budaya,

optimalisasi interaksi sosial, community

development, keberimbangan, pemerataan

dan keadilan, distribusi penguasaan

sumber daya, pengelolaan konflik

Kawasan adat,

perlindungan/pelestarian

budaya, pengelolaan

kawasan publik kota

6 Politik Menjaga keutuhan dan integritas wilayah

teritorial, menjaga pengaruh/kekuasaan

teritorial, menjaga pemerataan(equity)

antar sub wilayah

negara, provinsi,

kabupaten, desa

7 Administratif Optimalisasi fungsi-fungsi administrasi

dan pelayanan publik pemerintahan

negara, provinsi,

kabupaten, desa

Sumber : Rustiadi et al (2011)

Page 21: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

5

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu sistem ekologi yang

mencakup wilayah yang sangat luas dan memiliki keterkaitan ekologi (hulu,

tengah dan hilir) beserta sumberdaya terkait (sosial dan ekonomi). Terdapat 10

DAS di wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste. DAS-DAS ini

berada pada 2 (dua) wilayah sungai (WS) yakni: WS Benenain dan WS Noelmina

(Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2012 tentang Wilayah

Sungai). DAS sebagai sumberdaya pembangunan perbatasan negara berbeda

secara administrasi dengan definisi kawasan perbatasan negara, sehingga

penelitian ini menggunakan istilah “wilayah perbatasan negara”.

DAS merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan

dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan

dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara

alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai

daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia No. 37 tahun 2012). Selanjutnya dinyatakan juga DAS

merupakan kesatuan ekosistem alami yang utuh dari hulu hingga hilir beserta

kekayaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan yang wajib dikembangkan

dan didayagunakan secara optimal dan berkelanjutan melalui upaya pengelolaan

DAS.

BP DAS Benain-Noelmina melakukan pengelolaan terhadap DAS Ekat

dan DAS Banain yang berada di Indonesia (Perpres No. 179 tahun 2014). DAS

Ekat dan DAS Banain sesungguhnya merupakan bagian tidak terpisahkan dari

DAS Tono (numenklatur ini lebih dikenal di Timor Leste). Secara administrasi,

DAS Tono berada di Sub District Passabe, Nitibe, Oesilo, dan Pante Makasar di

District Oecussi (Timor Leste). Wilayah Indonesia yang termasuk dalam DAS

Tono adalah Kecamatan Musi, Bikomi Nilulat, Bikomi Tengah, Bikomi Utara,

Miomafo Timur, dan Naibenu di Kabupaten TTU (Indonesia). Adapun luas DAS

Tono adalah 53.464 ha yang terdistribusi menjadi 27,43 % berada di Kabupaten

TTU, dan 72,57% berada di Enclave District Oecussi. Selengkapnya ditampilkan

Tabel 2, sedangkan Gambar 3. menunjukkan pengelompokkan DAS Tono

berdasarkan wilayah ekologi (72% merupakan bagian hulu, sedangkan 17%

bagian tengah dan 11% merupakan bagian hilir DAS Tono).

Tabel 2. Luas DAS Tono dan DAS Tono Menurut Wilayah Administrasi

Negara Kabupaten/District Luas DAS

(ha)

Persentase

(%)

Kecamatan/Sub

District di DAS

Tono

Indonesia TTU 14.665 27,43 Musi, Bikomi

Ni’lulat, Bikomi

Tengah, Bikomi

Utara, Naibenu,

Miomafo Timur

Timor Leste Oecussi 38.799 72,57 Pasabe, Nitibe,

Oesilo, Pante

Makasar

Total 53.464 100,00 10 Kecamatan

Page 22: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

6

Gambar 3. Peta DAS Tono di Wilayah Perbatasan Indonesia dan Timor Leste

6

Page 23: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

7

Pengelolaan DAS menjadi penting untuk mempertemukan kepentingan

wilayah administrasi dan wilayah fungsional ekologi pada DAS Tono yang berada

di wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste. Pengelolaan DAS yang

dimaksud sesuai PP RI No. 37 tahun 2012 adalah upaya manusia dalam mengatur

hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS

dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta

meningkatkan kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan.

Permasalahan

Kebijakan pembangunan wilayah perbatasan negara dilakukan secara

parsial, diindikasikan oleh pembangunan pada masing-masing wilayah

administratif tanpa mempertimbangkan dampak terhadap negara lain.

Pembangunan yang telah dilaksanakan pemerintah Indonesia di perbatasan negara

Indonesia dan Timor Leste, meliputi: pembangunan jalan, pemberdayaan

masyarakat, pembukaan sawah baru, perluasan pemukiman, pemekaran

kecamatan dan pembangunan infrastruktur pendukung. Pembangunan yang sama

juga dilaksanakan oleh pemerintah Timor Leste di wilayah perbatasan negara

dengan prioritas yang berbeda. Pembangunan yang dilakukan pada masing-

masing wilayah kecamatan di Indonesia dan sub district di Timor Leste

menentukan hirarki suatu wilayah.

Pencapaian tujuan pembangunan menimbulkan dampak negatif terhadap

lingkungan. Dampak yang dimaksud adalah terjadi konversi lahan yang

sebelumnya merupakan lahan konservasi menjadi lahan budidaya (pemukiman,

pertanian lahan kering campur dan sawah). Pembangunan meningkatkan akses

terhadap pendidikan dan kesehatan, sehingga meningkatkan pertumbuhan

penduduk. Peningkatan pertumbuhan penduduk meningkatkan permintaan

terhadap pangan yang diperoleh dari pertanian lahan basah dan pertanian lahan

kering, yang merupakan sistem livelihood penduduk di wilayah perbatasan negara.

Sistem livelihood penduduk di wilayah perbatasan negara Indonesia dan

Timor Leste umumnya bertani dan didominasi oleh usaha pertanian lahan kering.

Data BPS TTU menyatakan 57 % penduduk TTU bekerja pada sektor pertanian.

Pekerja pada sektor pertanian umumnya tidak berpendidikan dan/atau

berpendidikan rendah. Terdapat 72,30 % tidak sekolah/tidak tamat SD/tamat SD

sehingga inovasi pada sektor pertanian masih tergolong rendah, sehingga

mengandalkan ekstensifikasi pertanian.

Ekstensifikasi pertanian dilakukan dengan sistem tebas-bakar. Luas

pertanian lahan kering meningkat dari 2.842 ha pada tahun 2000 menjadi 5.383 ha

pada tahun 2014. Adapun pertanian lahan kering campur meningkat dari 17.102

ha pada tahun 2000 menjadi 22.662 ha pada tahun 2014. Peningkatan luas

pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur merupakan konversi

dari lahan semak belukar yang lebih berfungsi konservasi. Akumulasinya dengan

perubahan curah hujan dan temperatur berdampak terhadap terjadinya banjir pada

musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.

Banjir dan kekeringan (sebagai faktor yang tidak dapat dikendalikan

petani) dan akumulasinya dengan faktor yang dikendalikan petani berdampak

terhadap rendahnya produksi dan efisiensi usahatani. Adapun faktor produksi

yang dapat dikendalikan petani (benih, pupuk, peralatan, tenaga kerja, pola

tanam). Banjir dan kekeringan merupakan eksternalitas negatif dari pembangunan,

Page 24: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

8

yang menyebabkan adanya biaya sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat

(Coase, 1960) karena hilangnya sebagian pendapatan petani.

Kondisi ini juga mengindikasikan pengelolaan DAS wilayah perbatasan

negara belum terkoordinasi dengan baik karena property right yang tidak

sempurna (Demsetz, 1967; Allen, 2002). Property right terhadap DAS wilayah

perbatasan tidak sempurna karena kepemilikan berada pada pemerintah 2 negara

(Indonesia dan Timor Leste), individu 2 negara (Indonesia dan Timor Leste) dan

kepemilikan lahan di DAS yang bersifat komunal. Implikasinya pengelolaan

dilakukan secara terpisah oleh masing-masing kelembagaan pengelolaan DAS

wilayah perbatasan negara. Kelembagaan yang dimaksud adalah kelembagaan

masyarakat, kelembagaan unilateral, dan kelembagaan bilateral.

Kelembagaan masyarakat yang ada di wilayah perbatasan dalam kaitannya

dengan pengelolaan DAS adalah melakukan pemanfaatan dan perlindungan

terhadap sumberdaya hutan dan sumberdaya air. Kelembagaan masyarakat sulit

dibatasi oleh wilayah administrasi kenegaraan karena itu, masyarakat ke-2 negara

tidak jarang melakukan aksi-aksi pemanfaatan dan perlindungan sumberdaya alam

secara bersama.

Kelembagaan unilateral merupakan kelembagaan yang dikembangkan oleh

institusi masing-masing negara. Kebijakan-kebijakan pembangunan Indonesia dan

Timor Leste memperlakukan wilayah perbatasan sebagai wilayah administratif,

dan kurang perspektif wilayah fungsional ekologi. Ketentuan-ketentuan yang

mengatur mengenai pembangunan wilayah perbatasan negara dan pengelolaan

DAS tidak sinkron secara spatial pada beberapa wilayah. Selain itu, lemahnya

koordinasi antar lembaga-lembaga formal yang memiliki kewenangan

perencanaan dan pengelolaan DAS, dan pembangunan di wilayah perbatasan

negara menjadi penyebab munculnya eksternalitas negatif.

Perubahan kerangka kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan

negara akan mewujudkan pembangunan berkelanjutan (meliputi komponen sosial,

ekonomi, dan ekologi). Demikian pula mazhab pembangunan dan pengelolaan

sumberdaya alam yang sebelumnya masih berorientasi pada pertumbuhan dan

pemerataan pembangunan, mengalami perubahan menjadi berorientasi terhadap

pembangunan berkelanjutan.

Sesuai Deklarasi Rio+20 tahun 2012 dalam dokumen the future we want,

yang menyatakan pembangunan berkelanjutan dapat dicapai melalui: ekonomi

hijau, perubahan kerangka kelembagaan, aksi bersama. Pengembangan

kelembagaan bilateral pengelolaan DAS wilayah perbatasan Indonesia dan Timor

Leste merupakan salah satu upaya implementasi Deklarasi Rio, yang menjadi

wadah untuk melakukan aksi bersama para pemangku kepentingan Indonesia dan

Timor Leste.

Disain kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara yang

adaptif terhadap perubahan iklim menjadi salah satu solusi guna mewujudkan

pembangunan berkelanjutan. Pengalaman beberapa negara di dunia dalam

melakukan pengelolaan DAS lintas negara dapat dijadikan rujukan. Kartodihardjo

et al (2004) menyatakan bentuk kelembagaan DAS lintas negara di dunia

dikategorikan menjadi perjanjian kerjasama, komisi/forum, badan otonom.

Rinciannya sebagaimana ditampilkan pada Tabel 3.

Page 25: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

9

Tabel 3. Kelembagaan DAS Lintas Negara di Dunia

Sungai Negara Yang Dilintasi Kelembagaan

Senegal Mali, Mauritania, Senegal,

Guinea, Niger, Nigeria, cameroon

The Senegal River Basin Authority,

1972; Navigasi, Irigasi

Niger Guinea, Mali, Niger, Nigeria,

Algeria, Cameroon, Bukina Fasso,

Benin, Cote-d’lvloire, Chad

Niger River Authority, 1980;

Perencanaan Koordinasi Navigasi,

Populasi dan Hidropower

Danube Romania, Croatia, Serbia-

Montenegro, Hungary, Austria,

Slovakia, germany, Bulgaria,

Ukraina, Moldova

Perjanjian navigasi dan program

institusi lingkungan; polusi, kualitas

air dan ekologi

Elbe Germany, Rep. Ceko, Austria,

Poland

Perjanjian mengenai masalah polusi

Indus India, Pakistan, Afganistan, China Perjanjian Indus, 1960

Ganges-

Brahmaputra

Nepal, Bangladesh, India, Bhutan,

China

Perjanjian antara India dan

Bangladesh, sharing sungai Gangga

Mekong Laos, Nyanmar, China,

Cambodia, Thailand, Vietnam

The Mekong Committee, 1957;

Mekong Commision 1995 (navigasi,

hydropower)

Sumber: Kartodihardjo et al (2004)

Kelembagaan-kelembagaan yang dibentuk secara bilateral dan multilateral

oleh negara-negara dimaksud, didasarkan pada beberapa indikator, diantaranya:

(i) tingginya pertumbuhan penduduk dan permintaan air di DAS Ganges-

Brahmaputra dan Mekong, (ii) gap pembangunan dan konflik antar sektor industri

dan pertanian pada negara-negara di Eropa. Dibutuhkan disain kelembagaan

bilateral pengelolaan DAS wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste, yang

didasarkan pada permasalahan perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim

yang menyebabkan terjadinya banjir dan kekeringan. Berdasarkan permasalahan-

permasalahan yang telah dikemukakan, ada 4 (empat) pertanyaan penelitian

berikut:

1. Bagaimana hubungan pembangunan wilayah perbatasan negara dengan

penggunaan lahan di DAS Tono?

2. Bagaimana pengaruh perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim

terhadap banjir dan kekeringan, dan dampaknya terhadap produksi dan

efisiensi usahatani di DAS Tono?

3. Mengapa kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan yang ada

saat ini tidak mampu mengatasi externality?

4. Bagaimana disain model kelembagaan pengelolaan DAS wilayah

perbatasan negara yang adaptif terhadap perubahan iklim guna

mewujudkan pembangunan berkelanjutan?

Tujuan dan Manfaat

Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kelembagaan

pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara yang adaptif terhadap perubahan

iklim guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Tujuan umum penelitian

tersebut dijabarkan ke dalam beberapa tujuan berikut:

1. Analisis hubungan pembangunan wilayah perbatasan negara terhadap

penggunaan lahan di DAS Tono

Page 26: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

10

2. Analisis pengaruh perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim

terhadap banjir dan kekeringan, dan dampaknya terhadap produksi dan

efisiensi usahatani di DAS Tono

3. Evaluasi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara.

4. Disain model kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara

yang adaptif terhadap perubahan iklim guna mewujudkan pembangunan

berkelanjutan

Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Rujukan bagi pemangku kepentingan dalam merumuskan kelembagaan

pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara yang adaptif terhadap

perubahan iklim guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

2. Rujukan dalam merumuskan instrumen dan rencana aksi dalam

mewujudkan pembangunan berkelanjutan

3. Rujukan bagi petani dalam melakukan aktivitas usahatani di DAS Tono,

yang adaptif terhadap perubahan iklim guna mewujudkan pembangunan

berkelanjutan.

4. Rujukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

Novelty (Keterbaruan)

Penelitian ini didasarkan pada teori Coase (1960) mengenai social cost

yang harus ditanggung oleh masyarakat karena adanya eksternalitas negatif dari

pembangunan dan pengelolaan sumberdaya alam. Pengelolaan sumberdaya alam

wilayah perbatasan negara didasarkan pada regulasi masing-masing negara dan

property right terhadap sumberdaya alam sebagaimana dikemukakan Demtesz

(1967) dalam new institutional economic yang mensyaratkan diperlukannya

institutional environment dan institutional arrangement.

Penelitian yang berhubungan dengan kelembagaan pengelolaan DAS yang

selama ini dilakukan di Indonesia umumnya terbatas pada pengelolaan lintas

kabupaten dan lintas provinsi, sebagaimana penelitian Dasanto et al (2010);

Saridewi (2015). Penelitian DAS lintas negara di Indonesia merupakan

keterbaharuan dari penelitian ini. Penelitian ini mendukung kajian Lusiana et al

(2008), Drestha dan Opang (2009) yang melakukan penelitian DAS wilayah

perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste. Lusiana et al (2008) melakukan

kajian fisik wilayah di DAS Talau yang merupakan DAS wilayah perbatasan

Indonesia dan Timor Leste, namun perspektif khusus wilayah DAS Talau yang

berada di Indonesia. Kajian Drestha et al (2009) di DAS Tono merupakan kajian

fisik khusus wilayah DAS yang berada di Timor Leste.

Penelitian ini mendalami DAS secara utuh (Indonesia dan Timor Leste),

kerangka yang dibangun adalah kelembagaan pengelolaan DAS wilayah

perbatasan negara. Pembangunan wilayah perbatasan selama ini lebih perspektif

wilayah administrasi, dan kurang perspektif wilayah ekologi. Penelitian ini

mendalami dampak yang ditimbulkan dan memberikan solusi terhadap perubahan

kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara. Kelembagaan

pengelolaan selama ini bersifat parsial menjadi lebih terpadu dan terintegrasi akan

mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Kelembagaan pengelolaan DAS

Page 27: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

11

dilakukan oleh masyarakat adat terhadap sumberdaya air dan sumberdaya hutan

pada DAS. Kelembagaan unilateral masing-masing negara melakukan

pengelolaan DAS pada wilayah administrasinya masing-masing. Dibutuhkan

kelembagaan bilateral pengelolaan DAS yang dapat mengkoordinir kelembagaan

masyarakat dan kelembagaan masing-masing negara (unilateral).

Kelembagaan DAS wilayah perbatasan negara yang telah dilakukan pada

beberapa negara di dunia dalam bentuk kerjasama, forum/komisi DAS, badan

pengelola DAS. Pembentukan kelembagaan ini didasarkan pada tingginya

pertumbuhan populasi dan permintaan air, adanya kesenjangan pembangunan

antar wilayah (Kartodihardjo et al. 2004). Lautze et al (2005) menyatakan distribusi

air menjadi landasan dilakukan kerjasama di Afrika. Demikian pula Wondwosen

(2008) yang menyatakan kerjasama pengelolaan DAS Nil didasarkan pada

distribusi air dan pembagian keuntungan. Mckee (2010) menyatakan pengelolaan

DAS Jordan lebih didasarkan pada persoalan politik dan keamanan. Penelitian ini

mendukung penelitian-penelitian terdahulu yang menjadikan distribusi air sebagai

landasan kerjasama antar negara dalam pengelolaan DAS lintas negara. Kekhasan

kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor-

Leste adalah sebagai salah satu bentuk adaptasi terhadap perubahan penggunaan

lahan dan perubahan iklim.

Adaptasi dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan besarnya

perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim yang merupakan wujud dari

kondisi masyarakat dalam pembangunan. Tahapan kelembagaan pengelolaan

DAS di wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste meliputi: kerjasama,

pembentukan forum DAS dan pembentukan badan pengelola DAS. Penelitian ini

lebih mengoperasionalkan temuan Mumme (2010) yang menyatakan kelembagaan

DAS lintas negara disesuaikan dengan kondisi masyarakat, tahapan pembangunan

dan kondisi lingkungan.

Dibutuhkan adanya reformulasi peraturan-peraturan yang berhubungan

dengan pembangunan wilayah perbatasan negara dengan memasukkan interaksi

socio-spatial dan ketergantungan spatial-ecology dalam penataan ruang wilayah

perbatasan negara juga merupakan temuan yang menarik dalam penelitian ini.

Mengingat penataan ruang wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste,

yang telah dilakukan Indonesia sesuai Perpres RI No.179 Tahun 2014 perspektif

administrasi dan dilakukan secara unilateral. Penelitian ini mendukung Scellato et

al (2011) yang menyatakan penataan ruang seharusnya memasukkan interaksi

socio-spatial dan ketergantungan spatial-ecology. Penataan ruang dengan

perspektif ketergantungan spatial-ecology dan interaksi socio-spatial

membutuhkan kesepakatan bersama Indonesia dan Timor-Leste.

Kerangka Pemikiran

Pembangunan wilayah perbatasan merupakan upaya untuk melakukan

perubahan menjadi lebih baik di wilayah perbatasan. Todaro et al (2011)

menyatakan bahwa pembangunan merupakan proses yang meningkatkan kualitas

kehidupan dan kemampuan umat manusia dengan cara menaikkan standar

kehidupan, harga diri, dan kebebasan individu.

Pembangunan wilayah perbatasan negara Indonesia didasarkan pada UU

No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Penjabaran pelaksanaan

pembangunan dilakukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yang

Page 28: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

12

menetapkan kecamatan-kecamatan perbatasan dan ibu kota kabupaten perbatasan

negara sebagai prioritas pembangunan wilayah perbatasan. UU No. 43 tahun 2008

tentang Wilayah Negara menyatakan, wilayah yang dikategorikan ke dalam

kawasan perbatasan negara adalah kecamatan-kecamatan yang berbatasan

langsung dengan negara lain. Implikasinya pembangunan yang fokus pada

kawasan perbatasan bias adminitrasi, sebab sebagian sumberdaya memiliki

keterkaitan fungsional ekologi (misalnya: DAS).

Penelitian ini menggunakan istilah wilayah perbatasan karena terdapat 1

(satu) kecamatan yang tidak termasuk kawasan perbatasan, namun termasuk

dalam daerah aliran sungai (DAS) Tono yang berada di perbatasan negara

Indonesia dan Timor Leste. Wilayah perbatasan memiliki definisi yang lebih luas

karena tidak terbatas pada administrasi tertentu, yang berarti mengakomodir

tipologi wilayah fungsional, homogen dan perencanaan. DAS merupakan salah

satu bentuk wilayah fungsional karena memiliki keterkaitan fungsional antara

bagian hulu, tengah dan hilir. Secara ekologi, aktivitas penduduk di hulu DAS

berpengaruh terhadap bagian tengah dan hilir. Demikian pula aktivitas penduduk

di bagian tengah DAS berpengaruh terhadap hilir.

Pembangunan wilayah yang berbasis administrasi dan teritori

menggunakan sumberdaya yang kadang lintas negara. Pembangunan wilayah

perbatasan menentukan centre-hinterland dan hirarki suatu wilayah. Hirarki suatu

wilayah ditentukan berdasarkan sumberdaya manusia (jumlah penduduk),

sumberdaya sosial (jumlah kelembagaan dan kebijakan pembangunan wilayah

pada masing-masing kecamatan), ketersediaan sumberdaya buatan, dan

ketersediaan sumberdaya alam. Pengembangan terhadap sumberdaya-sumberdaya

pembangunan tersebut berdampak terhadap kelestarian DAS Tono.

Peningkatan jumlah penduduk pada DAS meningkatkan permintaan lahan

untuk memenuhi kebutuhan pangan dan lahan untuk pemukiman. Penduduk di

DAS Tono memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap lahan karena mata

pencaharian utama adalah petani. Petani pada bagian hulu dan tengah DAS

umumnya melakukan aktivitas pertanian lahan kering dan sebagian kecil yang

melakukan usahatani lahan basah. Adapun aktivitas usahatani lahan kering dan

lahan basah pada bagian hilir DAS cukup berimbang.

Budidaya pertanian lahan kering dilakukan dengan sistem tebas-bakar,

akibatnya terjadi degradasi lahan. Kondisi ini terjadi karena aktivitas pertanian

lahan kering mengubah semak belukar yang lebih berfungsi konservasi dengan

tutupan lahan budidaya tanaman pangan. Akibatnya terjadi perubahan unsur-unsur

iklim (seperti: curah hujan dan temperatur), sehingga menyebabkan terjadinya

banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Dampaknya

terjadi loss economic karena produksi dan efisiensi pertanian menjadi rendah, atau

dengan kata lain terdapat biaya sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat

(Coase, 1960).

Implikasinya diperlukan pembangunan wilayah perbatasan negara yang

mengakomodasi pengelolaan DAS. Deklarasi Rio+20 tahun 2012 dalam dokumen

the future we want merekomendasikan 3 (tiga) hal yang perlu dilakukan guna

mewujudkan pembangunan berkelanjutan, yakni: ekonomi hijau, perbaikan

kerangka kelembagaan, dan aksi bersama. Penelitian-penelitian tentang ekonomi

hijau telah dilaksanakan hingga menerbitkan PDRB Hijau sebagai indikator

mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Page 29: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

13

Penelitian kelembagaan, terutama kelembagaan pengelolaan DAS wilayah

perbatasan negara yang adaptif terhadap perubahan guna mewujudkan

pembangunan berkelanjutan belum banyak dilaksanakan. Kelembagaan yang ada

saat ini belum mampu mewujudkan pembangunan berkelanjutan di wilayah

perbatasan negara. Tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yakni: sosial, ekonomi

dan ekologi menjadi dasar dalam disain kelembagaan.

Disain kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara,

dibutuhkan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan, karena akan ada

kesadaran untuk melakukan aksi bersama antara Indonesia dan Timor Leste dalam

pengelolaan DAS Tono. Komponen ekologi DAS Tono berbasis analisis dampak

perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim. Komponen ekonomi, dengan

memperhatikan analisis efisiensi usahatani; sedangkan komponen sosial

memasukkan evaluasi kelembagaan sebagai dasar untuk mendesain model

kelembagaan yang adaptif terhadap perubahan iklim.

Kelembagaan yang baik membentuk pola perilaku masyarakat,

menciptakan tatanan yang baik dan mengurangi ketidakpastian. North (1990)

menyatakan institusi memiliki peran yang sentral dalam pembangunan, karena di

dalamnya mencakup tradisi sosial, budaya, politik, hukum, dan ideologi. Negara-

negara dengan institusi yang baik, mampu mengalokasikan sumberdaya menjadi

lebih efisien sehingga perekonomian menjadi lebih efisien, sebaliknya institusi

yang buruk akan menjadi penghalang berkembangnya suatu wilayah.

Negara-negara lain di dunia telah melakukan kerjasama pengelolaan DAS

lintas negara. Indikator yang digunakan sebagai dasar pengelolaan meliputi:

pertumbuhan penduduk (sosial), kesenjangan pembangunan (ekonomi), dan polusi

air (ekologi). Kartodihardo et al (2004) menyatakan negara-negara yang berada di

DAS Mekong membentuk komisi DAS. Pembentukan komisi didasarkan pada

peningkatan populasi dan meningkatnya permintaan terhadap air. Perjanjian

kerjasama dilakukan oleh negara-negara yang dilintasi sungai Elbe dan Danube di

Eropa, didasarkan pada fakta adanya kesenjangan pembangunan dan polusi.

Negara-negara di Afrika memilih membentuk badan otonom, didasarkan pada

faktor ekonomi yakni permintaan air yang tinggi untuk irigasi.

Kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara, yang adaptif

terhadap perubahan iklim mengurangi externality, sebagaimana dikemukakan de

Jong (2008) bahwa pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan mengurangi

eksternalitas negatif lintas negara. Kelembagaan sebagai adaptasi terhadap

perubahan iklim merupakan pengembangan dari ekonomi kelembagaan baru (new

institutional economic) yang mengindikasikan perlunya pengaturan terhadap

property right, eksternalitas, mengurangi biaya sosial dan biaya transaksi. Aksi-

aksi yang dilakukan untuk mengurangi externality dengan alternatif berikut: (i)

mitigasi dan adaptasi bersama, (ii) penguatan kapasitas masyarakat lokal dan

pemerintah daerah, (iii) mengembangkan suatu usaha bersama yang saling terkait,

(iv) adanya mekanisme pembayaran jasa lingkungan hidup. Secara ringkas,

kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 4.

Page 30: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

14

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Penelitian

Kebijakan pembangunan wilayah

Manfaat

ekologi,

ekonomi,

sosial

Perubahan

temperatur

Efisiensi

usahatani

Model

kelembagaan

pengelolaan

DAS wilayah

perbatasan

negara yang

adaptif thd

perubahan

iklim

Disain

kelembagaan

Perbatasan negara

Wilayah

fungsional

ekologi (DAS)

Perubahan land use

Pembangunan

wilayah

perbatasan negara

Pembangunan

berkelanjutan di

wilayah

perbatasan

Yield &

Income

Administratif:

Kabupaten

TTU

(Indonesia),

District Oecussi

(TL)

2

4

Perubahan

curah hujan

Perubahan

iklim

Peluang

banjir dan

kekeringan

Aktor Indonesia

dan Timor-

Leste

Pemukiman, Pertanian

lahan kering campur,

hutan, sawah

Pemb. infrastruktur Pengelolaan DAS

Pengelolaan

DAS wily.

perbatasan

negara

Faktor internal

& eksternal

Perubahan strategi

pengembangan kelembagaan 3

1

Centre-Hinterland

Pertumbuhan

penduduk Hirarki wilayah

Ketergantungan

terhadap lahan

14

Page 31: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

15

Sistematika Tulisan

Disertasi ini disusun dalam 7 bab yang merupakan satu-kesatuan. Bab-bab

tersebut adalah:

Bab 1. Pendahuluan menjelaskan latar belakang, permasalahan, tujuan dan

kerangka pikir penelitian

Bab 2. Hubungan pembangunan wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor

Leste terhadap penggunaan lahan. Analisis menggunakan metode

skalogram untuk ketersediaan infrastruktur yang dilengkapi dengan

analisis deskriptif. Dilanjutkan analisis regresi multivariat dan spatial

durbin model guna menjawab permasalahan penelitian pertama.

Bab 3. Pengaruh perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim terhadap

banjir dan kekeringan, dan dampaknya terhadap produksi dan efisiensi

usahatani di Daerah Aliran Sungai Tono. Analisis ini menggunakan

analisis logit untuk menganalisis peluang terjadinya banjir dan

kekeringan. Dilanjutkan dengan analisis regresi multivariat untuk

mengetahui dampak banjir dan kekeringan terhadap produksi usahatani

lahan kering, dan analisis Cob Douglass produksi usahatani lahan basah.

Analisis dilanjutan dengan frontier analysis untuk menganalisis efisiensi

usahatani. Analisis logit, regresi multivariat, Cobb Douglass, dan analisis

frontier digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian kedua.

Bab 4. Evaluasi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara

menggunakan analisis deskriptif dan SWOT berbobot. Hasil analisis pada

Bab 4 untuk menjawab permasalahan penelitian ketiga.

Bab 5. Disain kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara yang

adaptif terhadap perubahan iklim guna mewujudkan pembangunan

berkelanjutan. Analisis yang digunakan adalah analisis hierarki proses

(AHP). Analisis ini didukung dengan hasil analisis pada Bab 2, Bab 3

dan Bab 4 disertasi ini. Hasil analisis pada Bab 5 untuk menjawab

permasalahan penelitian keempat.

Bab 6. Arahan kebijakan kelembagaan pengelolaan daerah aliran sungai wilayah

perbatasan negara yang adaptif terhadap perubahan iklim dalam

pembangunan berkelanjutan. Pembahasan Bab 6 didukung hasil analisis

pada Bab 2, Bab 3, Bab 4, dan Bab 5.

Bab 7. Simpulan umum dan saran, merupakan rangkuman dari simpulan masing-

masing analisis dan saran.

Tulisan pada Bab 2, Bab 3, Bab 4, dan Bab 5 memiliki pendahuluan, metode,

hasil dan pembahasan, simpulan menyesuaikan dengan sistematika penulisan pada

jurnal ilmiah dan sebagai salah satu alternatif sistematika penulisan disertasi pada

Institut Pertanian Bogor.

Page 32: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

16

2. HUBUNGAN PEMBANGUNAN WILAYAH PERBATASAN NEGARA

DENGAN PENGGUNAAN LAHAN DAS TONO

Pendahuluan

Latar Belakang

Pemerintah Indonesia menetapkan wilayah perbatasan sebagai salah satu

kawasan strategis nasional. Sesuai amanat UU No. 26 tahun 2007 kawasan

strategis nasional memiliki perencanaan tata ruang sebagai dasar pembangunan.

Pemerintah Indonesia menjabarkannya dalam Perpres No. 179 tahun 2014,

tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di Nusa Tenggara

Timur. Diantaranya mengatur mengenai perbatasan darat yang terdapat di sektor

barat dan sektor timur. Perbatasan sektor timur dengan District Oecussi (Timor

Leste), yang dalam konstitusi Timor Leste ditetapkan sebagai wilayah khusus

karena letaknya yang enclave di wilayah Indonesia.

Pembangunan di wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste

meningkatkan interaksi antar wilayah. Interaksi penduduk di perbatasan Indonesia

dan Timor Leste didasarkan karena alasan ekonomi, sosial dan budaya (Taena et

al. 2013); dan interaksi ini tidak dibatasi oleh batas teritori negara. Secara

ekonomi, perdagangan antar penduduk di wilayah perbatasan semakin mengalami

peningkatan. Sebelumnya interaksi perdagangan terbatas karena dilakukan

melalui black market, namun mengalami peningkatan setelah dibukanya pasar

perbatasan. Produk-produk yang diperdagangkan termasuk komoditas pertanian

(seperti: padi, jagung, kacang tanah, pinang). Interaksi antar penduduk di wilayah

perbatasan makin meningkat, karena adanya pembangunan infrastruktur (jalan,

pasar perbatasan, listrik, telekomunikasi) dan pemberlakuan pas lintas batas.

Kebijakan ini berdampak terhadap peningkatan interaksi sosial dan

akumulasinya dengan peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan

permintaan kebutuhan pangan lintas wilayah. Pemenuhan kebutuhan pangan ini

diperoleh dari usaha pertanian lahan kering dan usaha pertanian lahan basah.

Akibatnya terjadi perubahan penggunaan lahan yang berfungsi konservasi (hutan,

semak belukar dan savana) menjadi lahan budidaya (pertanian lahan kering

campur, sawah dan pemukiman) di wilayah perbatasan negara. Konversi

penggunaan lahan ini dipengaruhi oleh faktor sosial sebagaimana dikemukakan

Syarif et al (2015). Interaksi sosial yang semakin tinggi menyebabkan perubahan

penggunaan lahan tidak hanya pada wilayah tempat menetapnya suatu entitas,

tetapi juga menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan pada wilayah

lain yang bertetangga.

Tulisan ini juga menggunakan pendekatan spatial karena memasukkan

jarak antar wilayah sebagai pembobot spatial. Perbedaan lokasi dan potensi

wilayah yang meningkatkan interkasi sosial diantara penduduk pada beberapa

wilayah dinamakan spatial. Selain pendekatan spatial berbasis jarak juga

dibutuhkan pendekatan socio-spatial karena interaksi di wilayah perbatasan juga

bergantung pada kedekatan adat-istiadat masyarakat. Hidalgo et al (2015)

menyatakan socio-spatial juga menunjukkan keberagaman ekologi dan ekonomi.

Perubahan penggunaan lahan ini umumnya lebih sering terjadi pada lahan

yang hak kepemilikannya individu atau common dibanding lahan yang

Page 33: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

17

kepemilikannya oleh negara. Kepemilikan lahan secara komunal umumnya

memiliki akses yang lebih terbuka dibanding individu dan negara (Fauzi 2010).

Namun state property juga rentan terhadap penggunaan yang keliru, karena

minimnya pengawasan.

Sumberdaya lahan di wilayah perbatasan yang relatif tidak berubah dalam

12 tahun adalah hutan (state property), yang luasannya terbatas (1,26% dari total

DAS Tono). Adapun lahan pemukiman dan sawah merupakan individual property

yang perubahannya relatif terbatas karena aksesnya terbatas. Pembukaan lahan

baru untuk persawahan tergantung pada ekologi dan kebijakan pemerintah dalam

melakukan pembangunan bendungan, embung-embung dan saluran air.

Perubahan penggunaan lahan bila dikelompokkan secara administrasi

berada di wilayah perbatasan negara, dan secara fungsional ekologi berada pada

DAS wilayah perbatasan negara. Akibatnya perubahan penggunaan lahan

menyebabkan penurunan fungsi DAS karena terjadinya perubahan tata air.

Dampaknya terjadi penurunan pendapatan petani di DAS karena menggunakan

sumberdaya air yang sama. Satriawan et al (2014) menyatakan pola distribusi

kegiatan pertanian dibatasi oleh iklim, hidrologi, jenis tanah, dan kemiringan.

Penduduk yang berada pada DAS wilayah perbatasan dengan karakteristik lahan

berada pada lahan terjal/kemiringan umumnya melakukan usahatani lahan kering,

sedangkan penduduk yang berada pada dataran rendah umumnya melakukan

usahatani lahan basah.

Penggunaan lahan untuk pertanian pada bagian hulu DAS mengurangi

penggunaan air untuk pertanian pada bagian tengah dan hilir DAS. Kondisi ini

menunjukkan adanya socio-spatial ekologi karena heteregenitas spatial dan

ketergantungan spatial antar wilayah sebagaimana dikemukanan Schmidtner et al

(2012). Penggunaan sumberdaya air pada DAS wilayah perbatasan negara juga

bersifat common karena tidak adanya kelembagaan yang mengatur mengenai

distribusi air pada masing-masing wilayah. Dampaknya terjadi penurunan

pendapatan petani pada lahan usaha pertaniannya yang mengalami kekurangan

air.

Implikasinya dibutuhkan penataan ruang pada wilayah perbatasan negara

yang memasukkan interaksi socio-spatial dan ketergantungan spatial-ecology

sebagaimana dikemukakan Scellato et al (2011). Pembangunan wilayah

perbatasan negara yang perspektif socio-spatial dan spatial-ecology akan

mewujudkan pembangunan berkelanjutan, sehingga diperlukan kajian yang

dijadikan landasan pembangunan.

Permasalahan

Berdasarkan permasalahan sebagaimana dikemukakan dalam latar

belakang, muncul pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut:

1. Bagaimana hirarki pembangunan wilayah perbatasan negara Indonesia

dan Timor-Leste di DAS Tono ?

2. Bagaimana hubungan pembangunan wilayah perbatasan negara

terhadap penggunaan lahan di DAS Tono?

3. Bagaimana pengaruh ketergantungan spatial-ekologi terhadap

pendapatan petani di DAS Tono ?

Page 34: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

18

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan:

1. Analisis hirarki pembangunan wilayah perbatasan negara Indonesia dan

Timor Leste di DAS Tono

2. Analisis hubungan pembangunan wilayah perbatasan negara dengan

penggunaan lahan di DAS Tono

3. Analisis pengaruh ketergantungan spatial-ekologi terhadap pendapatan

petani di DAS Tono

Metode Penelitian

Hipotesis

Penelitian ini didasarkan pada hipotesis berikut:

a. Sumberdaya pembangunan menentukan hirarki wilayah perbatasan negara

di DAS Tono

b. Pembangunan wilayah perbatasan berhubungan dengan penggunaan lahan

di DAS Tono

c. Terdapat ketergantungan spatial-ekologi pendapatan petani di DAS Tono

Metode Pelaksanaan Kajian

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder

berbasis kecamatan tahun 2010 dan tahun 2014. Terdapat 6 kecamatan di wilayah

Indonesia dan 4 di wilayah Timor Leste yang berada di DAS Tono. Data sekunder

meliputi: pembangunan infrastruktur, jumlah penduduk, jarak dan akses terhadap

ibu kota kabupaten atau district, waktu tempuh suatu kecamatan ke ibu kota

kabupaten/district, jarak antar desa, kebijakan penentuan wilayah pusat dan

hinterland. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten TTU,

Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten TTU, dan

Ministerio Administratrasaun Estatal Republica Democratica De Timor Leste.

Data penggunaan lahan diperoleh dari Landsat tahun 2010 dan 2014,

dengan cara overlay citra landsat dengan peta DAS Tono yang sebelumnya telah

di-overlay dengan peta administrasi kecamatan. Luas penggunaan lahan meliputi:

hutan lahan kering sekunder, lahan terbuka, pemukiman, pertanian lahan kering

(PLK), pertanian lahan kering campur, savana, sawah, semak belukar, semak

belukar rawa, dan tubuh air.

Data primer menggunakan data pendapatan petani pada 16 Desa yang

berada di DAS Tono. Penentuan sample dilakukan secara bertahap. Tahap I,

sampel desa dilakukan dengan cara cluster sampling yakni: desa-desa yang berada

tepat di sempadan sungai pada Sub DAS Ekat. Tahap II, sampel petani dilakukan

secara purposive sampling dengan pertimbangan petani-petani ini melakukan

usahatani di sempadan sungai di DAS Tono. Jumlah responden yang terpilih

sebanyak 5 orang per desa sehingga total responden sebanyak 80 orang.

Metode Analisis Data

Analisis hirarki perkembangan wilayah menggunakan analisis skalogram

sederhana sesuai Gutman (1950) dalam Rustiadi et al (2011). Analisis dilanjutkan

Page 35: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

19

dengan analisis regresi multivariat untuk mengetahui hubungan pembangunan

wilayah dengan penggunaan lahan DAS Tono. Formula matematik sebagai

berikut:

Yin= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + εi ............................................ (1)

Keterangan:

Yin: luas penggunaan lahan pemukiman, PLK campur, sawah, semak belukar (ha)

X1: banyaknya jenis infrastruktur (skala rasio)

X2: jumlah penduduk (jiwa)

X3: waktu tempuh ke pusat kota (menit)

Data banyaknya infrastruktur diperoleh dari hasil analisis skalogram.

Analisis multivariat didahului dengan pengujian peubah bebas terhadap asumsi

dasar ekonometrik. Peubah bebas yang berkorelasi akan dikeluarkan dari model,

dan dipilih salah satu peubah untuk dianalisis bersamaan dengan variabel lainnya.

Adapun analisis ketergantungan spatial-ekologi pendapatan petani di DAS

Tono menggunakan Spatial Durbin Model. Prinsip dasar Spatial Durbin Model

adalah memasukkan faktor lokasi sebagai pembobot. Kedekatan dan keterkaitan

antar lokasi menyebabkan munculnya fenomena autokorelasi spatial. Representasi

faktor lokasi pada Spatial Durbin Model adalah jarak antar desa mengikuti aliran

sungai. Formula matematik Spatial Durbin Model sebagai berikut:

LnYij= a + ∑ bj lnXj + ∑ Ck . Wk lnYk + ∑ ∑ Wk lnXj + εi .......................... (2)

Keterangan:

Yij : Pendapatan petani ke-j di desa ke–i

∑Xj : Jumlah tenaga kerja, pupuk, benih petani ke-j di desa ke-i

∑ bj lnXj : Multiple regression model

Wk : Jarak antar desa (meter)

∑ Ck . Wk lnYk : Spatial auto-regression spatial model

∑ ∑ Wk lnXj : Spatial durbin model

Hasil dan Pembahasan

Pembangunan merupakan upaya untuk melakukan perubahan ke arah yang

lebih baik (Riyadi dan Baratakusumah, 2003). Badan perencanaan pembangunan

nasional (1999) menyatakan pembangunan sebagai suatu rangkaian kegiatan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan

yang dilakukan secara terencana dan berkelanjutan dengan memanfaatkan dan

memperhitungkan kemampuan sumberdaya, informasi, dan kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan perkembangan global. Ukuran

keberhasilan pembangunan diukur menggunakan berbagai pendekatan.

Pendekatan yang umum dilakukan adalah mengukur indeks pembangunan

manusia (meliputi: pendapatan, pendidikan, kesehatan). Indeks pembangunan

suatu wilayah tinggi, bila infrastruktur mendukung. Guttman (1950) dalam

Rustiadi et al (2011) memperkenalkan analisis skalogram untuk mengukur hirarki

wilayah berdasarkan keberagaman infrastruktur di suatu wilayah.

Page 36: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

20

Hirarki Wilayah Perbatasan Negara Indonesia dan Timor-Leste di DAS

Tono

Pembangunan wilayah perbatasan negara memberikan pilihan sosial dan

ekonomi terhadap masyarakat, yang dilakukan dengan pembangunan

infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, pengelolaan sumberdaya alam (BNPP

2011). Infrastruktur yang telah dibangun di wilayah perbatasan negara adalah:

jalan, pendidikan (SD, SLTP, SLTA, PT), Fasilitas sosial dan pelayanan publik

(kantor pemerintahan, Jaringan air bersih, listrik, telekomunikasi, pintu

perbatasan, pelabuhan, bandara), prasarana kesehatan (Rumah sakit, puskesmas,

puskesmas pembantu, polindes), prasarana ekonomi (industri kecil,

bank&koperasi, pasar, hotel, jasa konstruksi, daerah tujuan wisata). Pembangunan

infrastruktur meningkatkan aktivitas pendidikan, kesehatan, pemerintahan, dan

ekonomi.

Pembangunan infrastruktur meningkatkan aktivitas pendidikan, kesehatan,

pemerintahan, dan ekonomi. Sebagaimana dikatakan Todaro et al (2011),

mengenai tujuan pembangunan meliputi: (i) peningkatan ketersediaan dan

perluasan distribusi barang kebutuhan pokok, (ii) peningkatan standar hidup, (iii)

perluasan pilihan sosial dan ekonomi. Pencapaian tujuan pembangunan di wilayah

perbatasan negara dilakukan dengan pembangunan infrastruktur dan

pemberdayaan masyarakat. Semakin lengkap infrastruktur pada suatu wilayah

mengindikasikan wilayah tersebut lebih maju atau lebih tinggi hirarkinya

dibanding wilayah lain (Gutman 1950) dalam Rustiadi et al (2011). Pembangunan

infrastruktur pada masing-masing sub district di wilayah perbatasan negara

menentukan hirarki suatu wilayah.

Pembangunan Infrastruktur Pendidikan

Salah satu tujuan pembangunan sesuai sustainable development goals

ditujukan untuk mencapai pendidikan dasar universal. Pendidikan meningkatkan

pengetahuan dan ketrampilan agar lebih kreatif menemukan solusi bagi

peningkatan kebutuhan hidup. Pembangunan infrastruktur sekolah dasar (SD)

telah ada di seluruh kecamatan di perbatasan negara. Pembangunan SD dilakukan

hingga setiap desa telah memiliki SD. Pembangunan infrastruktur SMP

digalakkan pada tahun 2006 setelah pemerintah RI mencanangkan wajib belajar 9

tahun. Adapun infrastruktur SMP di District Oecussi masih menggunakan

sebagian infrastruktur yang telah dibangun semasa bergabung dengan Indonesia.

Pembangunan infrastruktur pendidikan pada jenjang SLTA dan PT pada

kecamatan/sub district tertentu. Pembangunan infrastruktur pendidikan SLTA di

Kecamatan Miomafo Timur sebagai kecamatan yang berfungsi melayani wilayah

hinterland (meliputi: Bikomi Nilulat, Bikomi Tengah). Kecamatan Naibenu dan

Kecamatan Bikomi Utara pun telah dibangun infrastruktur pendidikan SLTA pada

tahun 2012 untuk mendekatkan pelayanan pendidikan.

Pembangunan Infrastruktur pendidikan SLTA di Timor Leste sebanyak 3

unit yang berada di Sub District Pante Makasar sebagai ibu kota District Oecussi.

Tingginya kesadaran penduduk terhadap pentingnya pendidikan mendorong

pemerintah Timor Leste mendirikan Universitas di Pante Makasar. Data

menunjukkan terdapat 3 perguruan tinggi yang didirikan di Pante Makasar.

Adapun perguruan tinggi di Kabupaten TTU didirikan di Kota Kefamenanu

Page 37: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

21

sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN). Sebanyak 2 perguruan tinggi

didirikan di Kefamenanu terdiri atas: 1 universitas, 1 sekolah tinggi. Pendidikan

penduduk mempengaruhi kesadaran mengenai pentingnya kesehatan lingkungan

dan kesehatan masyarakat. Pemerintah juga menyediakan fasilitas kesehatan pada

masing-masing kecamatan dan sub district di DAS Tono.

Tabel 4. Jumlah Sekolah Menurut Kecamatan dan Sub District di DAS Tono

Tahun 2010

Sub District SD SLTP SLTA PT Oecussi-RDTL

Pante Makasar 30 3 3 3

Nitibe 22 1 - -

Oesilo 14 1 - -

Pasabe 7 1 - -

TTU-RI Miomafo Timur 13 4 1 -

Bikomi Utara 8 3 1 -

Bikomi Tengah 9 1 - -

Bikomi Nilulat 7 2 - -

Naibenu 6 2 1 -

Musi 6 1 - -

Sumber: Planu Estratejiku Dezenvolvimentu Districtu Oecussi, 2014 dan TTU

dalam Angka Tahun 2012

Pembangunan Infrastruktur Kesehatan

United Nation Development Planning (UNDP) menyatakan salah satu

indikator keberhasilan pembangunan yang dirumuskan dalam indeks

pembangunan manusia adalah tingkat kesehatan penduduk. Salah satu faktor

penentu tingkat kesehatan adalah tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai.

Pemerintah RI telah mendirikan fasilitas kesehatan pada kecamatan-

kecamatan di perbatasan negara. Pembangunan infrastruktur kesehatan di wilayah

perbatasan meliputi: puskesmas, puskesmas pembantu dan polindes. Adapun

pemerintah Timor Leste membangun RSUD dan puskesmas. Setiap sub district

memiliki puskesmas, sedangkan RSUD berada di Sub District Pante Makasar

sebagai ibu kota District Oecusi.

Tabel 5. Jumlah Fasilitas Kesehatan Menurut Kecamatan dan Sub District di DAS

Tono Tahun 2010

Sub District RSUD Puskesmas Pustu Polindes Oecussi-TL

Pante Makasar 1 8 - -

Nitibe - 4 - -

Oesilo - 3 - -

Pasabe - 2 - -

TTU-RI Miomafo Timur - 2 3 27

Bikomi Utara - 1 3 16

Bikomi Tengah - 1 - 16

Bikomi Nilulat - 1 2 10

Naibenu - 1 1 13

Musi - 1 2 8

Sumber: Planu Estratejiku Dezenvolvimentu Districtu Oecussi, 2014 dan TTU

dalam Angka Tahun 2012

Page 38: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

22

Pembangunan Infrastruktur Ekonomi

Pendidikan dan kesehatan masyarakat yang baik meningkatkan kualitas

sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia yang berkualitas meningkatkan

kreatifitas dalam aktivitas ekonomi, yang berarti membutuhkan prasarana

ekonomi lebih beragam dan berkualitas. Pembangunan fasilitas ekonomi turut

menggerakkan pembangunan ekonomi di wilayah perbatasan. Pembangunan pasar

meningkatkan transkasi ekonomi karena tersedia fasilitas yang mempertemukan

penjual dan pembeli. Dampaknya penduduk melakukan upaya-upaya pengelolaan

sumberdaya ekonomi lain untuk berpartisipasi dalam transaksi ekonomi.

Sebagian penduduk meningkatkan usaha di bidang pertanian, sebagian

pada sektor ekonomi lain. Usaha-usaha ini memiliki keterkaitan (linkage) dengan

usaha produktif lain, terutama usaha yang telah dibangun infrastrukturnya di

wilayah perbatasan negara. Pembangunan fasilitas ekonomi lain di wilayah

perbatasan adalah: industri kecil, bank dan koperasi, usaha perdagangan (besar,

menengah), pasar, hotel, jasa konstruksi dan daerah tujuan wisata (DTW).

Tabel 6. Jumlah Fasilitas Ekonomi Menurut Kecamatan dan Sub District di DAS

Tono Tahun 2010

Sub District Industri

Kecil

DTW Bank&

Koperasi

Usaha

dagang

Pasar Jasa

Konstruksi

Hotel

Oecussi-TL

Pante

Makasar

20 8 2 20 2 10 1

Nitibe 2 3 1 1 1 2 -

Oesilo 2 3 1 1 1 1 -

Pasabe 2 1 1 1 1 1 -

TTU-RI

Miomafo

Timur

52 1 3 1 1 3 -

Bikomi

Utara

34 1 - 1 1 - -

Bikomi

Tengah

26 1 - - - - -

Bikomi

Nilulat

50 1 - 1 - - -

Naibenu 20 1 - - - 1 -

Musi 16 - - - - - -

Sumber: Planu Estratejiku Dezenvolvimentu Districtu Oecussi, 2014 dan TTU

dalam Angka 2012

Pembangunan Infrastruktur Sosial dan Pelayanan Publik

Infrastruktur sosial terdiri atas infrastruktur sosial yang dibangun oleh

masyarakat adat, infrastruktur sosial masyarakat yang dibangun oleh pemerintah

masing-masing negara, dan infrastruktur sosial yang dibangun oleh kedua negara

sebagai bentuk kerjasama bilateral. Infrastruktur sosial bilateral yang telah

dilakukan adalah pemasangan tanda batas negara secara bersama, dialog bersama

dalam JBC (joint border committe) Indonesia dan Timor Leste, perayaan acara

keagamaan bersama (seperti: Natal dan Paskah). Aktivitas sosial lain yang

difasilitasi oleh pemerintah daerah adalah olahraga dan seni.

Infrastruktur sosial yang dibangun oleh masyarakat adat, menjadi wadah

bagi penduduk di wilayah perbatasan negara dalam melakukan interaksi sosial.

Kelembagaan adat yang saling berhubungan di wilayah penelitian dalam bentuk

Page 39: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

23

suku, yakni: Bikomi, Tunbaba, Naibenu, Musi. Penduduk Suku Bikomi umumnya

tersebar di Kecamatan Bikomi Utara, Bikomi Nilulat, Bikomi Utara, Bikomi

Selatan (Indonesia) dan Sub District Nitibe, Passabe, Oesilo (Timor Leste).

Penduduk Suku Tunbaba umumnya tersebar di Kecamatan Miomafo Timur

(Indonesia) dan Sub District Pante Makasar (Timor Leste). Penduduk Suku

Naibenu umumnya tersebar di Kecamatan Naibenu (Indonesia), Sub District Pante

Makasar dan Oesilo (Timor Leste).

Penduduk di wilayah perbatasan negara yang melakukan interaksi karena

alasan sosial-budaya umumnya melakukan interaksi sosial dengan penduduk satu

suku karena memiliki hubungan adat-istiadat yang kuat. Interaksi sosial antar

penduduk dengan kelompok adat tertentu dilakukan dalam rangka memenuhi

kebutuhan hidup, meningkatkan ikatan kekerabatan dan menjaga infrastruktur

fisik adat. Infrastruktur fisik adat yang dimaksud adalah: rumah adat (termasuk

lopo adat), mata air pemali (termasuk hutan adat). Upacara adat sebagai aktivitas

sosial budaya penduduk di wilayah perbatasan dilakukan secara periodik, yakni

umumnya dilakukan sekali setahun.

Interaksi sosial masyarakat di wilayah perbatasan negara tidak dibatasi

oleh batas administrasi negara. Pemerintah Indonesia dan Timor Leste melalui

JBC mempermudah interaksi sosial ini dengan pemberlakuan PLB (pas lintas

batas) dan pemberlakuan pasar perbatasan negara.

Adapun infrastruktur sosial yang dibangun oleh masing-masing negara

(unilateral) untuk mendukung aktivitas sosial penduduk di bidang pendidikan dan

kesehatan, serta aktivitas ekonomi penduduk membutuhkan fasilitas pendukung.

Pembangunan infrastruktur pendukung untuk pelayanan publik, seperti: air,

listrik, jaringan telkom, kantor pelayanan publik (pusat, kabupaten/district,

kecamatan/sub district, kantor pelayanan di pintu perbatasan), pelabuhan dan

bandara.

Pembangunan pelayanan publik dasar seperti: listrik dan telekomunikasi

telah dilakukan hampir di seluruh kecamatan/sub district. Seluruh sub district di

District Oecussi telah dibangun jaringan listrik dan telekomunikasi. Sebagian

kecamatan (Bikomi Utara, Bikomi Tengah, Bikomi Nilulat) belum dibangun

jaringan listrik dan telekomunikasi. Jaringan telekomunikasi Timor Leste pun

lebih kuat dibanding Indonesia, sehingga terjadi roaming di wilayah perbatasan

negara. Akibatnya kedaulatan bangsa dalam jasa komunikasi terganggu sehingga

berdampak terhadap kebocoran wilayah.

Air bersih sebagai kebutuhan dasar penduduk umumnya diperoleh dari

sumber mata air dan sungai. Pemerintah RI membangun jaringan perpipaan di

Kecamatan Miomafo Timur, sedangkan kecamatan lain di DAS Tono belum.

Pembangunan jaringan perpipaan air bersih di Oecussi terdapat di Sub District

Pante Makasar, sedangkan sub district lain belum ada pembangunan jaringan air

bersih.

Pembangunan pelabuhan dan bandara oleh pemerintah Timor Leste di

District Oecussi sebagai district yang enclave sehingga memudahkan interaksi

dengan pemerintah pusat dan wilayah lain di Timor Leste. Lokasi pelabuhan dan

bandara berada di Sub District Pante Makasar. Pembangunan fasilitas pelabuhan

dan bandara mengurangi ketergantungan ekonomi penduduk Oecussi terhadap

Kabupaten TTU, sebab ada alternatif pemenuhan kebutuhan yang didatangkan

melalui transportasi laut dari Dili oleh pedagang-pedagang besar.

Page 40: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

24

Pembangunan fasilitas pelayanan publik yang lengkap (pemerintah pusat,

district, sub district) tersedia di Sub District Pante Makasar, sedangkan di

kecamatan/sub district lainnya memiliki fasilitas pelayanan publik tingkat

kecamatan/sub district. Fasilitas pelayanan publik tingkat pusat yang berada di

Sub District Pante Makasar seperti kantor konsulat RI dan kantor perwakilan

pemerintah Timor Leste. Data infrastruktur sosial ditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah Fasilitas Sosial dan Pelayanan Publik Menurut Kecamatan dan

Sub District di DAS Tono Tahun 2010 Sub

District

Pelabuhan Bandara PDAM Listrik Jaringan

Telkom

Kantor

Pelayanan

Publik

Pintu

Perbatasan

Oecussi-TL

Pante

Makasar

1 1 2 1 3 3 1

Nitibe - - - 1 3 1 1

Oesilo - - - 1 3 1 1

Pasabe - - - 1 3 1 -

TTU-RI

Miomafo

Timur

- - 1 1 2 1 -

Bikomi

Utara

- - - 1 1 1 1

Bikomi

Tengah

- - - - 1 1 -

Bikomi

Nilulat

- - - - 1 1 -

Naibenu - - - - 1 1 -

Musi - - - - 1 1 -

Sumber: Planu Estratejiku Dezenvolvimentu Districtu Oecussi, 2014 dan TTU

Dalam Angka 2012

Pemerintah Timor Leste menetapkan menteri muda urusan Oecussi

sebagai wakil pemerintah pusat. Pemerintah tingkat kabupaten dipimpim oleh

seorang bupati, dan sub district oleh kepala sub district. Dampaknya

meningkatkan daya tarik penduduk untuk menetap dan beraktivitas di Sub District

Pante Makasar.

Sebagian penduduk lebih memilih untuk menetap di perbatasan negara

yang memiliki akses mudah lintas negara melalui pintu darat. Fasilitas pintu

perbatasan terdapat di Kecamatan Bikomi Utara-Sub District Oesilo, Pante

Makasar-Wini (Insana Utara), dan Nitibe-Oepoli (Amfoang Utara).

Analisis Skalogram

Pembangunan infrastruktur pada masing-masing kecamatan/sub district

menentukan hirarki suatu wilayah. Wilayah kecamatan menurut Rustiadi dan

Pranoto (2007) merupakan wilayah dengan hirarki terkecil untuk menentukan

perkembangan suatu wilayah. Selanjutnya dikatakan perkembangan centre-

hinterland umumnya terjadi pada jumlah penduduk minimal 5.000-10.000 jiwa

yang merupakan jumlah penduduk 1 kecamatan. Infrastruktur sosial di wilayah

perbatasan pun meliputi 1 atau beberapa kecamatan, sehingga memungkinkan

terjadinya sinergi antara kelembagaan masyarakat dengan pembangunan oleh

negara.

Page 41: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

25

Pembangunan pada masing-masing sub district akan meningkatkan

interaksi antar kecamatan (interaksi horizontal). Pembangunan pada sub district

juga memudahkan interaksi antara kecamatan dengan ibu kota kabupaten dan desa

(inteaksi vertikal). Interaksi horizontal mengurangi ketimpangan wilayah,

sedangkan interaksi vertikal memudahkan distribusi pembangunan antar hirarki

wilayah. Hasil analisis skalogram ditampilkan Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Analisis Skalogram Kecamatan dan Sub District di DAS Tono Sub District Jenis Infrastruktur

Pendidikan Kesehatan Ekonomi Fasilitas Sosial Total

Pante Makasar 4 3 7 9 23

Nitibe 2 1 6 4 13

Oesilo 2 1 6 4 13

Passabe 2 1 6 3 12

Miomafo Timur 3 3 6 4 16

Bikomi Utara 3 3 4 4 14

Bikomi Tengah 2 2 2 2 8

Bikomi Nilulat 2 3 3 2 10

Naibenu 3 3 3 2 11

Musi 2 3 1 2 8

Hasil analisis menunjukkan sub district yang memiliki hirarki paling

tinggi adalah Pante Makasar (Timor Leste), dan hirarki berikutnya Kecamatan

Miomafo Timur (Indonesia). Ini menunjukkan masing-masing wilayah adalah

centre, sedangkan wilayah lainnya adalah hinterland. Perbedaannya Pante

Makasar adalah ibu kota District Oecussi, sedangkan Kecamatan Miomafo Timur

merupakan salah satu kecamatan yang sesuai rencana tata ruang wilayah (RTRW)

Kabupaten TTU ditetapkan sebagai sub pengembangan wilayah, yang hirarkinya

berada di bawah Kefamenanu sebagai ibu kota Kabupaten TTU. Infrastruktur

yang dibangun di wilayah perbatasan umumnya berada pada jalan utama untuk

memudahkan akses dan integrasi dengan aktivitas lainnya, sebagaimana

dinyatakan oleh Shin et al (2007). Sebaran infrastruktur secara spatial ditampilkan

pada Gambar 5.

Pante Makasar sebagai kecamatan di hilir DAS Tono menempati hirarki I,

merupakan wilayah dengan pembangunan yang lebih intensif dibanding

kecamatan lain. Adapun kecamatan lain (Miomafo Timur, Bikomi Utara, Bikomi

Nilulat, Naibenu, Nitibe, Oesilo, Passabe) merupakan kecamatan dengan

pembangunan menengah. Kecamatan-kecamatan ini berada pada bagian hulu dan

tengah DAS Tono. Adapun kecamatan Musi dan Bikomi Tengah yang berada di

bagian hulu dan tengah DAS merupakan kecamatan dengan pembangunan yang

kurang intensif.

Guttman (1950) dalam Rustiadi et al (2011) menyatakan konsentrasi

infrastruktur menjadi daya tarik bagi penduduk untuk menetap dan melakukan

aktivitas ekonomi. Jumlah penduduk di Sub District Pante Makasar mencapai

35.226 jiwa pada tahun 2010. Jumlah penduduk di Kecamatan Miomafo Timur

(hiraki kedua) 10.560 jiwa, jumlah ini lebih sedikit dari Kecamatan Nitibe (hirarki

IV). Namun Kecamatan Miomafo Timur memiliki kepadatan yang lebih tinggi

(104 jiwa/km2:38 jiwa/km

2). Data penduduk masing-masing district ditampilkan

pada Tabel 9.

Page 42: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

26

Gambar 5. Peta Skalogram Kecamatan Wilayah Perbatasan di DAS Tono

26

Page 43: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

27

Tabel 9. Jumlah Penduduk di DAS Tono Tahun 2010 dan 2014 Menurut

Kecamatan dan Sub District

Kecamatan Luas (km2) Jumlah Orang (Jiwa)

2010 2014

Miomafo Timur 101,45 10.560 11.014

Bikomi Nilulat 82 4.298 4.482

Bikomi Tengah 61,5 6.749 7.063

Bikomi Utara 70,7 5.564 5.843

Naibenu 88 4.958 5.362

Musi 82,17 4.070 4.304

Sub Total 485,82 36.199 38.068

Pante Makasar 357.3 35.226 39.593

Nitibe 301.72 11.366 12.775

Oesilo 97.37 9.861 11.084

Passabe 60.84 7.572 8.511

Sub Total 817.23 64.025 71.963

Total 1303,05 100.224 110.091

Sumber: TTU dalam Angka 2014 dan Planu Estratejiku Dezenvolvimentu Districtu

Oecussi, 2014

Penggunaan Lahan di DAS Tono

Penduduk di DAS Tono memiliki ketergantungan terhadap lahan dan air di

DAS Tono, sehingga DAS Tono memiliki manfaat yang besar terhadap kehidupan

ekonomi, sosial dan budaya masyarakat di DAS Tono. Sebagian besar (72,57

persen) wilayah DAS Tono berada di District Oecussi dan merupakan 47,47

persen dari wilayah District Oecussi (Timor Leste). Adapun 27,43 persen wilayah

DAS Tono berada di Kabupaten TTU (Indonesia).

Pembangunan wilayah perbatasan negara dan peningkatan jumlah

penduduk meningkatkan permintaan terhadap lahan. Lahan di DAS Tono

difungsikan untuk pemukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering

campur, semak belukar, hutan, savana, lahan terbuka, tubuh air, dan semak

belukar rawa. Konversi lahan konservasi menjadi lahan budidaya terjadi untuk

memenuhi kebutuhan pemukiman dan pemenuhan kebutuhan pangan.

Penggunaan lahan DAS Tono umumnya didominasi oleh pertanian lahan

kering campur, kecuali pada bagian hilir DAS Tono. Bagian hulu DAS Tono

paling luas yakni mencapai 72% dari luas DAS Tono. Bagian tengah 17% dan

bagian hilir DAS Tono 11% dari total luas DAS Tono. Penggunaan lahan antar

kecamatan juga didominasi oleh pertanian lahan kering campur dan menyebar di

seluruh kecamatan.

Penggunaan Lahan Berdasarkan Bagian DAS

Wilayah fungsional ekologi DAS terdiri atas bagian: hulu, tengah, dan

hilir DAS Tono. Perbedaannya terdapat pada topografi, penggunaan lahan dan

fungsi DAS.

Bagian Hulu DAS Tono

Secara administrasi bagian hulu DAS Tono berada di seluruh kecamatan

dan sub district DAS Tono. Pembangunan pada bagian hulu DAS Tono

meningkatkan konversi lahan dan berdampak terhadap peningkatan run off.

Bagian hulu DAS dicirikan oleh pegunungan dan kemiringan lereng yang curam.

Page 44: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

28

Hulu DAS berfungsi menjaga keseimbangan ekologi DAS Tono. Terdapat hutan

lahan kering sekunder seluas 703 ha pada tahun 2000 tetapi mengalami penurunan

luas hingga tahun 2010 memiliki luas 675 ha.

Hutan lahan kering sekunder tersebut merupakan state property sehingga

tidak lagi rentan terhadap kerusakan lingkungan, setelah adanya penegakan

hukum. Semak belukar merupakan common property dan individual property

sehingga rentan terhadap konversi. Semak belukar memiliki tutupan lahan yang

lebih bersifat konservasi dikonversi menjadi pertanian lahan kering dan pertanian

lahan kering campur yang memiliki tutupan lahan lebih terbuka. Sejak tahun 2000

samapi tahun 2010 terjadi penurunan luas semak belukar di hulu seluas 7.109 ha,

sedangkan pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur mengalami

peningkatan seluas 7.391 ha. Aktivitas pertanian dilakukan dengan sistem tebas-

bakar sehingga meningkatkan peluang terjadinya banjir dan kekeringan.

Peningkatan luas lahan pertanian sebagai dampak dari peningkatan jumlah

penduduk, yang ditunjukkan dengan luas pemukiman di bagian hulu yang mengalami

peningkatan seluas 228,64 ha.

Tabel 10. Penggunaan Lahan DAS Tono Tahun 2000 dan 2014 Berdasarkan Zona

DAS

Penggunaan Lahan

2000 2014

Hulu Tengah Hilir Hulu Tengah Hilir

Hutan Lahan Kering

Sekunder 703 - - 675 - -

Lahan Terbuka 598 118 329 714 89 329

Pemukiman 150 0,00 113 378 2 148

Pertanian Lahan

Kering(PLK) 1.700 337 806 3.978 394 891

PLK Campur 10.698 5.844 561 15.810 6.294 674

Savana 5.549 1.024 662 4.904 868 530

Sawah 32 33 872 78 61 1.014

Semak Belukar 19.100 1.328 1.143 11.991 977 905

Semak Belukar Rawa 0,00 0,00 48 0,00 0,00 48

Tubuh Air 165 402 1.152 165 402 1.146

Total 38.693 9.085 5.685 38.693 9.085 5.685

Sumber: Diolah dari data citra landsat, 2010 dan 2014

Bagian Tengah DAS Tono

Bagian tengah DAS dicirikan oleh daerah yang bergelombang hingga

berbukit-bukit, dan kemiringan lereng yang landai. Penggunaan lahan pada bagian

tengah DAS seperti pada bagian hulu DAS Tono. Secara administrasi bagian

tengah DAS Tono berada di Kecamatan Bikomi Nilulat, Bikomi Tengah, Bikomi

Utara (Indonesia), dan 4 (empat) sub district di Oecussi.

Bagian tengah DAS tidak terdapat hutan dan pemukiman pada tahun 2000,

tetapi pada tahun 2010 sebagian lahan pertanian telah dikonversi menjadi

pemukiman seluas 1,61 ha. penggunaan lahan pada bagian tengah DAS juga

didominasi oleh pertanian lahan kering campur, dan merupakan konversi dari

semak belukar. Luas pertanian lahan kering campur mengalami peningkatan

Page 45: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

29

seluas 450 ha, yang sebagian besar merupakan konversi lahan semak belukar

ditunjukkan oleh penurunan lahan semak belukar seluas 351 ha.

Akibatnya terjadi akumulasi dampak sehingga pada bagian tengah DAS

Tono juga terjadi banjir pada musim hujan, banjir tersebut merusak lahan

pertanian masyarakat yang berada di dekat sempadan sungai. Beberapa desa pada

bagian tengah DAS yang biasanya dilanda banjir adalah: Sunkaen, Nainaban,

Inbate, Buk, Napan (Indonesia), dan Bobometo, Cunha (Timor Leste).

Bagian Hilir DAS Tono

Bagian hilir DAS Tono dicirikan oleh topografi dataran rendah hingga

landai, dan berada di dataran rendah yang cenderung datar. Secara administrasi

bagian hilir DAS Tono berada di Sub District Pante Makasar. Penggunaan lahan

pada bagian hilir didominasi oleh sawah sebab sumberdaya air pada bagian hilir

cukup tersedia, yang berasal dari beberapa sub DAS.

Penggunaan Lahan Berdasarkan Kecamatan di DAS Tono

Pembangunan pada bagian hilir DAS Tono intensif dilakukan karena

merupakan ibu kota District Oecussi. Dampaknya konversi lahan terjadi lebih

cepat. Penggunaan lahan pada bagian-bagian DAS dipengaruhi oleh pembangunan

wilayah perbatasan, peningkatan jumlah penduduk dan kemudahan akses terhadap

ibu kota Kabupaten TTU dan/atau District Oecussi. Pembangunan yang berbeda

antar kecamatan dan sub district menentukan penggunaan lahan DAS Tono.

Penggunaan lahan yang tersebar di seluruh kecamatan adalah pemukiman,

pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, dan semak belukar.

Penggunaan lahan lain tidak tersebar di seluruh kecamatan karena terdapat

perbedaan sumberdaya. Hutan lahan kering sekunder berada di Kecamatan

Miomafo Timur, Naibenu, dan Pante Makasar. Sawah tersebar pada kecamatan

yang memiliki sumberdaya air cukup, yakni: Bikomi Nilulat, Bikomi Utara,

Bikomi Tengah (Indonesia) dan Pante Makasar, Oesilo (Timor Leste).

Penggunaan lahan berdasarkan kecamatan dan sub district ditampilkan pada Tabel

11.

Tabel 11. Penggunaan Lahan DAS Tono Tahun 2010 Menurut Kecamatan dan

Sub District

Kecamatan

HLKS LT P PLK

PLKC

Savana

Sawah SB

SBR

TAir

Bikomi Nilulat 0 34 77 391 1.095 340 48 854 0 1

Bikomi

Tengah 0 0 38 126 280 3 18 1.402 0 0

Bikomi Utara 0 0 99 305 902 3 46 3.069 0 3

Miomafo

Timur 109 0 98 1.936 791 0 0,5 11 0 2

Musi 1 0 2 3 21 0 0,5 1.446 0 0

Naibenu 479 5 10 62 90 0 0,5 560 0 0

Nitibe 0 235 2 926 6.142 8 0,5 914 0 42

Oesilo 0 344 15 200 6.745 291 33 760 0 417

Pante Makasar 86 514 150 1.019 4.302 4.912 1.008 4.086 48 1.205

Passabe 0 1 37 293 2.410 745 0,5 770 0 43

Sumber: Diolah dari data citra landsat, 2010

Page 46: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

30

Gambar 6. Peta DAS Tono Menurut Kecamatan/Sub District

30

Page 47: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

31

Hubungan Pembangunan Wilayah Perbatasan dengan Penggunaan Lahan

DAS Tono

Pembangunan wilayah perbatasan direpresentasikan oleh pembangunan

infrastruktur, kebijakan centre-hinterland, peningkatan jumlah penduduk.

Pembangunan wilayah perbatasan bertujuan antara lain: kemudahaan akses

terhadap pelayanan pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi. Perspektif

pembangunan wilayah perbatasan yang mengedepankan pembangunan ekonomi

dan sosial berdampak terhadap lingkungan. Pembangunan ekonomi dan sosial

membutuhkan ruang sehingga terjadi konversi lahan yang berfungsi konservasi

menjadi lahan budidaya, akibatnya terjadi penurunan kualitas lingkungan hidup.

Peningkatan interaksi sosial terjadi sebagai proses pembangunan, yang

diartikan sebagai proses untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan kemampuan

masyarakat dengan cara menaikkan standar kehidupan, harga diri, dan kebebasan

individu (Todaro et al. 2011). Pembangunan wilayah perbatasan bertujuan antara

lain: meningkatkan kemudahaan akses penduduk terhadap pelayanan pendidikan,

kesehatan, sosial dan ekonomi.

Pembangunan infrastruktur disesuaikan dengan jumlah penduduk pada

masing-masing wilayah kecamatan. Jumlah penduduk di wilayah perbatasan

negara sebanyak 100.224 jiwa pada tahun 2010 dan mengalami peningkatan

menjadi 110.091 jiwa atau meningkat 10.000 jiwa penduduk dalam kurun waktu 5

tahun. Data jumlah penduduk per kecamatan ditampilkan Tabel 9. Jumlah

penduduk paling banyak berada di Sub District Pante Makasar yang merupakan

bagian hilir DAS Tono. Dampaknya terjadi konversi lahan paling tinggi terjadi

pada Sub District Pante Makasar. Konversi ini juga terjadi pada wilayah lain yang

bertetangga karena adanya interaksi sosial.

Peningkatan jumlah penduduk meningkatkan permintaan kebutuhan

terhadap pangan dan semakin mudahnya akses ke pusat kota meningkatkan

interaksi sosial penduduk. Hasil analisis menunjukkan secara bersama-sama

variabel jumlah penduduk dan kemudahan akses ke kota (direpresentasikan oleh

waktu tempuh yang semakin singkat ke kota) berhubungan positif terhadap

penggunaan lahan di DAS Tono yang nyata pada α=0,05. Ringkasan hasil analisis

ditampilkan Tabel 12.

Tabel 12. Ringkasan Hasil Analisis Hubungan Pembangunan Wilayah Perbatasan

Dengan Penggunaan Lahan di DAS Tono Variabel Pemukiman PLK Campur Sawah

Konstanta 67,7326 -1224,13 -86,4092

Jumlah penduduk 0,0019**)

0,1789***)

0,0295***)

Waktu tempuh ke pusat kota -0,6052**)

38,1548**)

-1,2701

Uji F 9,27***)

8,57***)

27,80***)

R2 52,17 50,20 76,58

Keterangan:***): nyata α=0,01, **)=nyata α=0,05, **)=nyata α=0,10

Tabel 2 juga menunjukkan secara parsial, jumlah penduduk berhubungan

positif dengan penggunaan lahan pemukiman (α=0,05). Peningkatan jumlah

penduduk kecamatan sebanyak 1.000 orang akan menyebabkan perbedaan luas

pemukiman sebesar 1,9 ha. Peningkatan jumlah penduduk meningkatkan

kebutuhan pangan yang diperoleh dari pertanian lahan kering campur dan sawah.

Peningkatan jumlah penduduk 1.000 orang akan meningkatkan luas pertanian

lahan kering campur seluas 170 ha dan sawah meningkat seluas 29,5 ha.

Page 48: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

32

Kemudahan akses ke kota yang diindikasikan oleh waktu tempuh

menunjukkan waktu tempuh ke pusat kota berhubungan negatif dengan

penggunaan lahan untuk pemukiman (α=0,05). Maknanya akses semakin mudah

ke pusat kota meningkatkan interaksi sosial sehingga terjadi peningkatan luas

pemukiman. Suatu wilayah makin singkat waktu tempuh ke pusat kota makin

singkat 10 menit akan meningkatkan luas pemukiman sebesar 6,05 ha.

Jumlah penduduk dan waktu tempuh mengindikasikan wilayah centre-

hinterland, karena wilayah centre merupakan pusat aktivitas ekonomi dan

pelayanan sosial sehingga jumlah penduduknya lebih banyak dibanding

hinterland. Wilayah centre juga memiliki kelengkapan infrastruktur yang lebih

baik dibanding hinterland. Wilayah centre di District Oecussi (Timor Leste)

adalah Sub District Pante Makasar, dengan wilayah hinterland adalah Nitibe,

Oesilo, dan Pasabe. Adapun wilayah centre di Kabupaten TTU adalah Kota

Kefamenanu sebagai pusat kegiatan wilayah, dan kecamatan lain di Kabupaten

TTU sebagai wilayah hinterland. Kustianingrum (2010) menyatakan permukiman

tak terencana tumbuh secara alamiah, tanpa perencanaan awal sehingga menjadi

tidak teratur.

Jumlah Penduduk yang bermukim pada wilayah centre memenuhi

kebutuhan pangan dari wilayah lain. Diindikasikan dengan wilayah yang waktu

tempuh ke kota makin lama memiliki luas pertanian lahan kering campur yang

lebih luas (α=0,05), yang merupakan konversi dari lahan semak belukar. Luas

sawah semakin meningkat, bila semakin dekat ke kota karena Kota Pante Makasar

sebagai ibu kota District Oecusi berada di hilir DAS Tono. Kota-kota yang baru

berkembang umumnya ditopang oleh berkembangnya sektor pertanian.

Waktu tempuh ke kota juga mengindikasikan centre-hinterland, karena

wilayah yang waktu tempuhnya lebih lama ke kota adalah wilayah hinterland,

yang berarti pertanian lahan kering campur lebih luas di wilayah hinterland

dibanding kota. Kondisi ini menunjukkan pembangunan di wilayah centre,

seharusnya diikuti dengan perbaikan pembangunan di wilayah hinterland

(Ikramullah et al. 2011). Hubungan interaksi sosial penduduk di wilayah

perbatasan negara dengan penggunaan lahan, secara skematis ditampilkan pada

Gambar 7.

Hasil penelitian mendukung teori Von Thunen dalam Rustiadi et al (2011)

yang menyatakan wilayah centre dan hinterland berbeda karena adanya perbedaan

sumberdaya dan pasar. Sumberdaya yang tersedia di wilayah hinterland umumnya

berupa sumberdaya alam, seperti pangan yang dipasarkan ke wilayah centre,

sebaliknya centre menjadikan hinterland sebagai pasar produk-produk olahan dan

jasa. Wilayah hinterland yang paling dekat ke kota akan menyediakan produk-

produk pertanian yang mudah rusak (misalnya: sayuran), semakin jauh lama

waktu tempuh ke kota produk pertanian yang diusahakan adalah produk yang

tidak mudah rusak. Pembangunan infrastruktur meningkatkan akses terhadap

pelayanan sosial dan ekonomi sehingga terjadi pertumbuhan penduduk.

Peningkatan jumlah penduduk turut berdampak terhadap perubahan penggunaan

lahan. Khususnya peningkatan permintaan lahan untuk pemukiman dan

permintaan lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan. Penduduk di

DAS Tono umumnya bermatapencaharian sebagai petani, sehingga

ketergantungan terhadap lahan dan air begitu tinggi.

Page 49: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

33

Gambar 7. Peta Interaksi Sosial di Wilayah Perbatasan Indonesia dan Timor Leste

33

Page 50: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

34

Interaksi spatial ini terjadi karena: (i) peningkatan jumlah penduduk pada

suatu wilayah meningkatkan permintaan kebutuhan pokok yang tidak hanya

dipenuhi dari suatu wilayah, namun juga dari wilayah lain yang bertetangga

sehingga meningkatkan perubahan penggunaan lahan; (ii) jarak ke pusat kota

yang jauh memunculkan interaksi baru antar wilayah yang bertetangga, meskipun

berbeda wilayah administrasi. Implikasinya diperlukan model sustainable land

use dalam management pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara yang juga

mengakomodir interaksi sosial budaya, ekonomi dan ekologi (Yu et al. 2003).

Peningkatan luas pertanian lahan kering campur pada wilayah lain

menyebabkan penurunan luas pertanian lahan kering campur suatu wilayah.

Kondisi ini menunjukkan adanya interaksi sosial penduduk suatu wilayah dengan

wilayah lain di perbatasan negara dalam memenuhi kebutuhan pangan.

Pemenuhan kebutuhan pangan semakin mudah bila jarak suatu wilayah dengan

wilayah lain semakin semakin dekat dan sebaliknya untuk wilayah yang makin

jauh. Kondisi ini mengindikasikan perbedaan wilayah centre-hinterland, karena

wilayah yang jaraknya makin jauh dari kota adalah wilayah hinterland. Penelitian

Kopczewska (2013) menyatakan difusi alami terjadi sebagai proses dari kota inti

ke pinggiran mencakup sekitar 25-30 km, dan pembangunan infrastruktur jalan

memperluas jangkauan 20 km menjadi 55-60 km.

Pembangunan wilayah berimplikasi terhadap penggunaan lahan di DAS

Tono karena penggunaan lahan di DAS Tono didominasi oleh areal penggunaan

lain (APL), yang berarti dapat dikonversi menjadi penggunaan lain. Lahan-lahan

yang berfungsi konservasi (seperti: semak belukar) dapat dikonversi menjadi

lahan budidaya (seperti: pemukiman, pertanian lahan kering campur dan sawah).

Implikasinya dibutuhkan tata guna lahan secara berkelanjutan.

Pembangunan wilayah perbatasan negara, diarahkan tidak hanya pada

pembangunan fisik, namun pada pembangunan ekonomi penduduk secara

berkelanjutan. Pembangunan wilayah perbatasan berbasis administrasi, namun

perlu analisis perubahan penggunaan lahan yang berbasis DAS.

Pembangunan wilayah perbatasan negara yang menyebabkan perubahan

penggunaan lahan berdampak terhadap tata air DAS Tono. Peningkatan luas

pertanian lahan kering campur berdampak terhadap lingkungan, sebab merupakan

konversi dari lahan semak belukar yang memiliki tutupan lahan yang lebih

berfungsi konservasi. Dampaknya terjadi penurunan kualitas lingkungan hidup

dan penurunan pendapatan petani di DAS Tono. Penelitian ini mendukung teori

externalitas dan social cost dari Coase (1960).

Hubungan Ketergantungan Spatial-Ekologi dengan Pendapatan Petani

Perubahan penggunaan lahan pada DAS Tono menyebabkan terjadinya

perubahan tata air. Perubahan penggunaan lahan pada bagian hulu menyebabkan

perubahan tata air pada bagian hulu, tengah dan hilir DAS Tono karena memiliki

keterkaitan ekologis sebagaimana ditampilkan pada Gambar 8. Demikian pula

aktivitas usahatani yang cenderung eksploitatif pada bagian hulu akan

menyebabkan tingginya aliran permukaan dan menyebabkan banjir pada musim

hujan terutama pada bagian tengah dan hilir DAS. Usahatani sangat dipengaruhi

oleh sumberdaya air, sehingga penduduk pedesaan yang bekerja pada sektor

pertanian cenderung untuk memilih akses yang lebih mudah terhadap sumberdaya

air demi peningkatan produksi sebagaimana dikemukakan Shin et al (2007).

Page 51: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

35

Gambar 8. Peta Elevasi DAS Tono

35

Page 52: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

36

Hasil analisis hubungan ketergantungan spatial-ecology dengan

pendapatan petani di DAS Tono sebagai berikut:

Y = 20,112 - 3,947wY - 7,781wBtk ...................(3)

Secara bersama-sama variabel dalam model yakni pendapatan penduduk wilayah

tetangga (wY), jumlah tenaga kerja wilayah tetangga (wBtk) nyata berpengaruh

terhadap peningkatan pendapatan pada suatu wilayah (Y) pada taraf nyata 5%.

Hasil analisis menunjukkan, adanya fenomena spatial-ecology dan interaksi socio-

spatial sebagaimana dikemukakan Calvacanti et al (2009).

Secara parsial peningkatan pendapatan petani desa tetangga (wY) sebesar

1 persen akan mengurangi pendapatan (Y) suatu wilayah sebesar 3,94% pada taraf

nyata pada α=0,10. Fenomena ini menunjukkan adanya ketergantungan spatial-

ecology dari aktivitas usahatani penduduk pada DAS wilayah perbatasan negara.

Aktivitas usahatani lahan keringan pada bagian hulu dan tengah DAS yang

cenderung eksploitatif (dengan sistem tebas-bakar) menyebabkan terjadinya banjir

dan kekeringan, yang dampaknya lebih dirasakan oleh petani pada bagian hilir

DAS. Demikian pula penggunaan air yang berlebihan pada bagian hulu dan

tengah akan mengurangi debit air ke hilir sehingga mengurangi produksi dan

pendapatan petani di hilir DAS.

Implikasinya diperlukan tata ruang air yang meliputi wilayah hulu, tengah,

hilir DAS termasuk cekungan air (Kodoatie et al. 2010). Pemanfaatan lahan untuk

pertanian dengan sistem agroforestry akan mengurangi banjir dan kekeringan

sehingga peningkatan pendapatan akan terjadi pada bagian hulu, tengah dan hilir

DAS secara bersamaan.

Penduduk yang bekerja pada wilayah hulu dengan sistem tebas-bakar

cenderung eksploitatif sehingga mengurangi pendapatan pada wilayah hilir DAS.

Hasil kajian nyata pada α=0,10, sehingga dibutuhkan penataan ruang dengan

melakukan integrasi ketergantungan spatial-ecology, sebagaimana dilakukan

Filatova et al (2013) dalam mengintegrasikan socio-demography, ekologi dan

biofisik. Implikasinya diperlukan desain interaksi yang mengakomodir budaya

penduduk di wilayah perbatasan negara (Huang Ko-Hsun et al. 2008).

Simpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan disumpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Pembangunan wilayah perbatasan negara menentukan hirarki wilayah

perbatasan dan pengaruhnya terhadap perubahan penggunaan lahan DAS

Tono. Sub District Pante Makasar sebagai hirarki tertinggi berada di hilir

DAS Tono, sedangkan Kecamatan Miomafo Timur menempati yang

hirarki kedua berada di bagian hulu DAS Tono.

2. Pembangunan wilayah perbatasan negara, direpresentasikan oleh

peningkatan jumlah penduduk dan kemudahan akses ke pusat kota

berhubungan positif dengan penggunaan lahan untuk pemukiman,

pertanian lahan kering campur dan sawah. Peningkatan jumlah penduduk

meningkatkan kebutuhan pangan dan kemudahan akses meningkatkan

interaksi sosial, ekonomi dan budaya.

3. Pendapatan petani di DAS Tono memiliki ketergantungan spatial-ekologi

yakni pendapatan petani pada hulu DAS akan mengurangi pendapatan

petani pada bagian tengah dan hilir DAS karena usahatani di hulu yang

cenderung eksploitatif.

Page 53: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

37

3. DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PERUBAHAN

IKLIM TERHADAP PRODUKSI DAN EFISIENSI USAHATANI

DI DAS TONO

Pendahuluan

Latar Belakang

DAS Tono merupakan salah satu DAS di wilayah perbatasan negara yang

memberikan manfaat bagi aktivitas pertanian di wilayah perbatasan Indonesia dan

Timor Leste (terutama Enclave District Oecusi). Pembangunan di wilayah

perbatasan negara dilakukan dengan konversi lahan konservasi menjadi lahan

budidaya. Akibatnya terjadi banjir dan kekeringan di DAS Tono. Todaro et al

(2011) menyatakan pembangunan regional merupakan proses meningkatkan

kualitaas hidup, namun di lain sisi menimbulkan biaya sosial yang harus

ditanggung oleh masyarakat (Coase, 1960) karena adanya eksternalitas negatif

dari penurunan luas lahan konservasi. Data perubahan penggunaan lahan di DAS

Tono tahun 2000 dan 2014 ditampilkan pada Tabel 13.

Tabel 13. Penggunaan Lahan DAS Tono Tahun 2000 dan 2014

Land Use 2000 (ha) 2014 (ha)

Hutan Lahan Kering Sekunder 703 675

Lahan Terbuka 1.045 1.095

Pemukiman 262 550

Pertanian Lahan Kering 2.842 5.383

Pertanian Lahan Kering Campur 17.102 22.662

Savana 7.235 6.368

Sawah 937 1.327

Semak Belukar 21.571 13.651

Semak Belukar Rawa 48 40

Tubuh Air 1.719 1.713

Total 53.464 53.464

Sumber: Diolah dari Landsat, 2010 dan 2014

Perubahan lahan terbesar terjadi pada semak belukar, yang mengalami

penurunan seluas 7.920 ha. Tutupan lahan pada semak belukar memiliki fungsi

yang baik untuk mencegah terjadinya erosi, sebagaimana lahan hutan. Pertanian

lahan kering campur meningkat seluas 5.560 ha, dan pertanian lahan kering

meningkat seluas 2.541 ha. Perubahan penggunaan lahan ini sebagai representasi

dari peningkatan permintaan penduduk terhadap pangan.

Perubahan penggunaan lahan semak belukar menjadi lahan pertanian

meningkatkan run-off dan erosi. Kondisi ini mengurangi ketahanan lahan terhadap

variasi perubahan iklim (curah hujan dan temperatur), akibatnya terjadi banjir dan

kekeringan. Hoanh et al (2004) menyatakan perubahan iklim berpengaruh

signifikan terhadap produksi pertanian, khususnya petani berpendapatan rendah

yang sangat bergantung terhadap pertanian subsisten.

Banjir dipengaruhi oleh curah hujan bulanan, sedangkan kekeringan

dipengaruhi oleh curah hujan dan temperatur bulanan. Dasanto et al (2004)

Page 54: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

38

menyatakan akumulasi curah hujan efektif di bagian hulu DAS Citarum selama 4

jam mengakibatkan terjadinya banjir di DAS Citarum pada tahun 2000-2009.

Rata-rata curah hujan bulanan di DAS Tono berfluktuasi sejak tahun 2000 sampai

2014 (Gambar 9). Curah hujan meningkat pada tahun 2003-2011 (kecuali pencilan

pada tahun 2009), sedangkan tahun 2000-2002, dan 2012-2012 curah hujan relatif

rendah. Fluktuasi perubahan curah hujan mengindikasikan adanya perubahan

iklim merujuk pada tipe perubahan iklim Schneider and Sarukhan dalam UNDP

(2010).

Gambar 9. Tren Curah Hujan di DAS Tono Tahun 2000-2014

Perubahan iklim dan perubahan penggunaan lahan pada DAS Tono

berdampak paling besar terhadap sektor pertanian. Luas penggunaan lahan di

DAS Tono didominasi (55%) oleh sektor pertanian (pertanian lahan kering,

pertanian lahan kering campur, sawah) yang umumnya membudidayakan tanaman

pangan. Usahatani di DAS Tono mengalami excess perubahan iklim dan

perubahan penggunaan lahan berupa kelebihan air/banjir, curah hujan normal, dan

kekurangan air /kekeringan pada lahan pertanian.

Usahatani di DAS Tono dikategorikan menjadi usahatani lahan kering dan

usahatani lahan basah. Usahatani lahan kering dilakukan dengan sistem tebas-

bakar yang dilanjutkan dengan pola tanam tumpangsari, sedangkan usahatani

lahan basah menggunakan pola tanam monokultur. Produksi usahatani di DAS

Tono dipengaruhi oleh faktor produksi yang dapat dikendalikan petani (seperti:

lahan, benih, tenaga kerja, peralatan, pupuk, pola tanam), dan faktor alam

(temperatur dan curah hujan) yang direpresentasikan banjir, normal, kekeringan.

Peningkatan frekuensi banjir, level banjir menyebabkan rendahnya produksi dan

nilai produksi pertanian, terutama pada bagian hilir DAS (Klein et al. 2004).

Permasalahan

Penting untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh faktor alam dan

faktor yang dikendalikan petani terhadap produksi dan efisiensi usahatani di DAS

Tono. Pertanyaan-pertanyaan penelitian yang menjadi penuntun sebagai berikut:

(i) Bagaimana pengaruh perubahan penggunaan lahan dan perubahan

iklim terhadap peluang terjadinya banjir dan kekeringan?

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

m

m

Tahun

Rata-Rata Curah Hujan Tahunan

Page 55: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

39

(ii) Bagaimana dampak banjir, kekeringan, dan faktor produksi yang

dikendalikan petani terhadap produksi dan efisiensi ekonomi

usahatani tumpangsari dan monokultur di DAS Tono?

(iii) Bagaimana alternatif perubahan penggunaan lahan dan perubahan

iklim terhadap banjir dan kekeringan, dan dampaknya terhadap

perubahan produksi dan pendapatan usahatani di DAS Tono?

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh perubahan penggunaan lahan, dan

perubahan iklim terhadap peluang banjir dan kekeringan di DAS Tono.

2. Untuk menganalisis dampak banjir, kekeringan dan faktor produksi

yang dapat dikendalikan petani terhadap produksi dan efisiensi

usahatani tumpangsari dan monokultur di DAS Tono.

3. Untuk melakukan simulasi dampak perubahan penggunaan lahan dan

perubahan iklim terhadap peluang banjir dan kekeringan, dan

dampaknya terhadap produksi dan pendapatan usahatani di DAS Tono.

Metode Penelitian

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

a. Curah hujan bulanan, temperatur bulanan, dan penggunaan lahan DAS

(hutan, pertanian lahan kering campur, sawah) berpengaruh terhadap

peluang terjadinya banjir di DAS Tono. Kekeringan dipengaruhi oleh

curah hujan bulanan, temperatur bulanan, dan luas pertanian lahan

kering campur di DAS Tono.

b. Banjir/kelebihan air, kekurangan air/kekeringan dan faktor yang dapat

dikendalikan petani (lahan, bibit, pupuk, peralatan, tenaga kerja, dan

pola tanam) berdampak terhadap produksi dan efisiensi usahatani

tumpangsari dan monokultur di DAS Tono.

c. Peningkatan pertanian lahan kering campur dan curah hujan, dan

penurunan luas hutan dan sawah secara kontinyu menyebabkan

terjadinya peningkatan peluang banjir. Penurunan curah hujan,

peningkatan temperatur dan pertanian lahan kering campur secara

kontinyu menyebabkan terjadinya peningkatan peluang kekeringan.

Metode Pengumpulan Data dan Teknik Penarikan Responden

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder

meliputi: curah hujan dan temperatur selama 15 tahun (2000 s.d. 2014). Data

curah hujan bulanan diperoleh dari data CHIRPS (http://chg-

ftpout.geog.ucsb.edu/puborg/chg/products/CHIRPS-2.0/global-monthly/tifs/), data

temperatur bulanan diperoleh dari data Climatic Research Unit/CRU

(http://iridl.ldeo.columbia.edu/SOURCES/.UEA/.CRU/.TS3p0/), dan data

penggunaan lahan diperoleh dari data landsat. Data primer meliputi: banjir,

kekeringan, dan variabel efisiensi ekonomi usahatani (input, produksi pertanian,

harga input dan harga output). Teknik sampling yang digunakan untuk

Page 56: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

40

menentukan sampel adalah purposive sampling, dengan pertimbangan

keterwakilan negara dan zona DAS. Jumlah sampel yang digunakan adalah

sebanyak 50 responden untuk usahatani monokultur (10 petani Indonesia dan 40

petani Timor Leste), dan 95 responden untuk usahatani tumpangsari (60 petani

Indonesia dan 35 petani Timor Leste).

.

Peubah-Peubah yang Diamati dan Diukur dalam Penelitian

Definisi operasional variabel-variabel penelitian diperlukan untuk

menunjukkan batasan-batasan operasional, mengingat luasnya ruang lingkup

penelitian. Definisi operasional yang dimaksud berkaitan dengan wilayah

penelitian dan peubah-peubah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan lahan merupakan setiap bentuk campur tangan manusia

terhadap sumberdaya lahan di DAS Tono diperoleh dari citra landsat tahun

2000, 2003, 2006, 2009, 2012, 2014

2. Curah hujan bulanan DAS Tono menggunakan data CHIRPS tahun 2000-

2014

3. Temperatur bulanan DAS Tono menggunakan data CRU tahun 2000-2014

4. Banjir/kelebihan air merupakan kejadian kelebihan run off hingga

mengakibatkan lahan pertanian di dataran tinggi mengalami erosi dan

lahan pertanian pada dataran rendah terendam air karena curah hujan yang

tinggi pada periode tertentu

5. Kekeringan/kekurangan air merupakan kejadian kekeringan (kekurangan

air) pada tanaman budidaya petani karena curah hujan yang rendah dan

temperatur yang tinggi dalam jangka waktu tertentu

6. Usahatani monokultur merupakan budidaya pertanian yang dilakukan oleh

petani pada lahan basah di DAS Tono

7. Usahatani tumpangsari merupakan budidaya pertanian tanaman pangan

(jagung, singkong, kacang tanah) pada lahan kering yang dibudidayakan

oleh petani di DAS Tono secara bersamaan pada lahan yang sama.

8. Input usahatani monokultur merupakan input yang digunakan pada

usahatani lahan basah, meliputi: lahan (are), benih (kg), pupuk (kg), tenaga

kerja (HKO), traktor (jam), ketersediaan air (banjir, kekeringan, dan tidak

banjir/tidak kering)

9. Input usahatani tumpangsari merupakan input yang digunakan pada

usahatani lahan kering, meliputi: lahan (are), benih (kg), tenaga kerja

(HKO), pola tanam (3 tanaman pangan dan lebih dari 3 tanaman pangan),

ketersediaan air (banjir, kekeringan, dan tidak banjir/tidak kering)

10. Biaya input usahatani merupakan biaya yang dikeluarkan oleh petani

dalam usahatani monokultur dan tumpangsari, meliputi: sewa lahan

(dikonversi dari hasil pertanian), biaya benih (dikonversi dari penjualan

benih di pasar terdekat), biaya pupuk (harga jual pupuk urea pada tingkat

petani), traktor (nilai sewa), biaya tenaga kerja (biaya konsumsi yang

dikeluarkan petani dalam usahatani). Diukur dan dikonversi dalam nilai

rupiah (Rp).

11. Produksi usahatani monokultur merupakan produksi padi satu musim

tanam yang dibudidayakan petani di DAS Tono (kg).

12. Produksi usahatani tumpangsari merupakan produksi padi, jagung, kacang

tanah pada usahatani lahan kering (kg).

Page 57: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

41

13. Penerimaan usahatani monokultur merupakan penerimaan petani yang

diperoleh dari produksi usahatani lahan basah dikalikan dengan harga

beras di tingkat petani. Diukur dalam rupiah atau dikonversi dalam rupiah.

14. Penerimaan usahatani multicrop merupakan penerimaan petani yang

diperoleh dari total hasil kali produksi (beras, singkong, kacang tanah isi)

dengan harganya masing-masing. Diukur atau dikonversi dalam rupiah.

15. Pendapatan usahatani monokultur merupakan total pendapatan petani yang

diperoleh dari usahatani monokultur dikurangi dengan biaya input (Rp).

16. Pendapatan usahatani tumpangsari merupakan total pendapatan petani

yang diperoleh dari usahatani lahan kering dikurangi biaya input yang

merupakan joint cost (Rp)

17. Efisiensi usahatani merupakan efisiensi ekonomi usahatani monokultur

dan usahatani tumpangsari yang dihitung secara terpisah

Metode Analisis Data

Pengolahan data dikategorikan menjadi tabulasi data, analisis data,

interpretasi data, dan sintesa hasil penelitian. Analisis data melalui tahapan

berikut: (i) analisis keragaman, (ii) analisis peluang banjir dan kekeringan, (iii)

analisis dampak banjir, kekeringan dan faktor produksi lain terhadap produksi dan

efisiensi usahatani, (iv) simulasi dan pengaruhnya terhadap peluang banjir dan

kekeringan, serta dampaknya terhadap produksi usahatani.

Analisis Variabilitas Curah Hujan Bulanan dan Temperatur Bulanan di

DAS Tono

Analisis keragaman curah hujan bulanan dan temperatur bulanan

dibutuhkan untuk mengetahui ada/tidaknya keragaman curah hujan bulanan dan

temperatur di DAS Tono. Analisis ini menggunakan pendekatan statistik 2 (dua)

ragam, dengan hipotesis berikut: H0: δ12

= δ22

H1: δ12

≠ δ22

Analisis Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan dan Perubahan Iklim

terhadap Peluang Banjir dan Kekeringan di DAS Tono

Evaluasi pengaruh perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim

terhadap peluang banjir dan kekeringan di DAS Tono menggunakan fungsi logit

(Juanda, 2009; Pradan, 2009) sebagai berikut:

...........................................(3)

Ln (Pxt/(1-Pxt))=α + β1X1t + β2X2t + β3X3t + β4X4t + ε

Keterangan:

Pxt/1-Pxt : perbandingan antara peluang terjadinya banjir bulanan

dengan tidak terjadinya banjir bulanan di DAS Tono

(0 = tidak banjir; 1= banjir)

X1t : rata-rata curah hujan bulanan tahun ke-t di DAS Tono (mm)

X2t : luas pertanian lahan kering campur tahun ke-t di DAS Tono (ha)

X3t : luas hutan tahun ke-t di DAS Tono (ha)

X4t : luas lahan sawah tahun ke-t di DAS Tono (ha)

α : konstanta β1... βi :Koefisien

Page 58: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

42

Persamaan (2) juga digunakan untuk analisis berbeda, dengan menggunakan

peubah peluang kekeringan sebagai peubah terikat. Peubah bebasnya adalah

temperatur bulanan (oC), curah hujan bulanan (mm), dan luas pertanian lahan

kering campur (ha).

Analisis Dampak Banjir, Kekeringan dan Faktor Produksi terhadap

Produksi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani di DAS Tono

Analisis ini terdiri atas dua tahap. Tahap pertama, analisis dampak banjir

dan kekeringan terhadap produksi pertanian tumpangsari dan monokultur.

Analisis dampak banjir dan kekeringan terhadap produksi usahatani tumpangsari

menggunakan analisis regresi multivariat, sedangkan analisis dampak banjir dan

kekeringan terhadap produksi usahatani monokultur menggunakan analisis regresi

berganda. Persamaan yang digunakan dalam analisis multivariat sebagai berikut:

lnYnq= α + β1lnX1 + β2lnX2 + δ1Dpt + δ2Db + δ3Dk + ε ................................. (4)

Keterangan:

Ynq : produksi q (padi, jagung, kacang tanah) dalam kg usahatani ke-n

X1i : luas lahan (are)

X2i : tenaga kerja (HKO)

Dpti : dummy pola tanam 1 = 3 tanaman pangan dan, 0 > 3 tanaman pangan

Dbi : dummy banjir 1 = banjir, 0 = normal

Dki : dummy kekeringan 1 = kekeringan, 0 = normal

β0 : intersep βi, δi : koefisien regresi εi: error

Analisis dengan persamaan regresi berganda untuk analisis dampak banjir,

kekeringan dan faktor produksi lain terhadap terhadap produksi usahatani

monokultur. Persamaannya sebagai berikut:

lnY = α + b1lnX1 + b2lnX2 + δ1Dpt + δ2Db + δ3Dk + ε ................................. (5)

Keterangan:

Ynq : produksi q (padi, jagung, kacang tanah) dalam kg usahatani ke-n

X1i : luas lahan (are)

X2i : benih (kg)

X3i : pupuk (kg)

X4i : tenaga kerja (HKO)

Dbi : dummy banjir 1 = banjir, 0 = normal

Dki : dummy kekeringan 1 = kekeringan, 0 = normal

β0 : intersep βi, δi : koefisien regresi εi: error

Pegujian hipotesis secara keseluruhan menggunakan uji F, yang berarti

secara bersama-sama peubah-peubah bebas berpengaruh nyata terhadap elastisitas

produksi usahatani monokultur dan tumpangsari. Formula matematis sebagai

berikut:

H0 : β1=...= β4=δ1= δ2= δ3= δ4= 0

H1 : Minimal salah satu bi ≠ 0

Selanjutnya ditelusuri secara parsial menggunakan uji t untuk mengetahui

pengaruh masing-masing peubahbebas terhadap produksi, dengan formula

berikut:

H0 : βi =0

H1 : βi ≠ 0

Page 59: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

43

Tahap kedua melakukan analisis efisiensi ekonomi usahatani

menggunakan cobb douglass stochastic income function (modifikasi dari Masuku

2014), yang merupakan kombinasi dari konsep efisiensi teknis dan efisiensi

alokatif dalam hubungannya dengan pendapatan. Fungsi pendapatan lebih baik

digunakan dibanding fungsi produksi karena terdapat usahatani tumpangsari di

DAS Tono, dan fungsi produksi membutuhkan efisiensi teknis dan efisiensi

alokatif untuk mengestimasi efisiensi ekonomis. Tahapan analisis efisiensi

ekonomis sebagai berikut:

(i) Studi ini mengasumsikan pendapatan petani dipengaruhi oleh sewa

lahan, biaya benih, biaya pupuk, biaya tenaga kerja, sewa traktor,

dummy pola tanam (Dp), dummy banjir (Db), dummy kekeringan (Dk).

Fungsi pendapatan diregresi menggunakan persamaan berikut:

LnYi=β0+(βi εi .....(3)

(ii) Efisiensi usahatani diturunkan dari:

..................................................................... (6)

Keterangan

EEi : efisiensi ekonomi usahatani ke-i

Πi : pendapatan usahatani ke-i

Πi* : pendapatan maksimum usahatani ke-i

Analisis Simulasi Perubahan Penggunaan Lahan dan Perubahan Iklim

terhadap Peluang Banjir dan Kekeringan di DAS Tono

Simulasi dilakukan terhadap peluang terjadinya banjir dan peluang

kekeringan secara terpisah. Simulasi terhadap peluang kekeringan dengan cara: (i)

menggunakan lahan exisiting (hutan, pertanian lahan kering campur, sawah) dan

curah hujan saat ini (existing), (ii) menambah curah hujan bulanan 50 mm, luas

pertanian lahan kering campur seluas 550 ha (catatan: laju perubahan luas

pertanian lahan kering campur sebesar 550 ha/tahun) dan kelipatannya untuk

beberapa tahun, (iii) menambah curah hujan bulanan 50 mm, luas pertanian lahan

kering campur seluas 550 ha tiap tahun dan menambah luas sawah 0,4 ha hingga

total luas sawah menjadi 1.700 ha (catatan: existing 1.300 ha dan direncanakan

adanya percetakan sawah baru seluas 400 ha) (iv) curah hujan bulanan 50 mm,

luas pertanian lahan kering campur seluas 550 ha tiap tahun, menambah luas

sawah 0,4 ha mengurangi dan mengurangi luas hutan seluas 0,25 ha.

Simulasi terhadap peluang kekeringan dilakukan dengan cara: (i)

menggunakan luas pertanian lahan kering campur exisiting, curah hujan bulanan

dan temperatur bulanan existing saat terjadi kekeringan, (ii) menambah luas

pertanian lahan kering campur seluas 550 tiap tahun, menambah curah hujan

bulanan sebesar 10 mm, menambah temperatur sebesar 1oC, (iii) peningkatan nilai

seluruh peubah yang berpengaruh terhadap kekeringan.

Analisis Simulasi Dampak Banjir dan Kekeringan terhadap Produksi

Usahatani Monokultur dan Tumpangsari di DAS Tono

Simulasi dampak peningkatan peluang banjir dan kekeringan terhadap

produksi usahatani monokultur dan tumpangsari dilakukan secara terpisah.

Simulasi dilakukan dengan cara: (i) menggunakan peluang banjir dan kekeringan

existing, (ii) meniadakan peluang banjir dan kekeringan, (iii) meningkatkan

peluang banjir dan kekeringan sesuai hasil simulasi banjir dan kekeringan

sebelumnya.

Page 60: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

44

Hasil dan Pembahasan

Perubahan Penggunaan Lahan dan Perubahan Iklim di DAS Tono

Perubahan Penggunaan Lahan DAS Tono

Penggunaan lahan dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi dan fisik

wilayah. Faktor sosial ekonomi yang berpengaruh adalah pembangunan wilayah,

pertumbuhan penduduk dan ketergantungan penduduk terhadap lahan. Faktor fisik

lahan meliputi kesuburan, kemiringan, dan tutupan lahan. Penggunaan lahan

mengalami perubahan dari tahun ke tahun karena adanya perubahan terhadap

variabel sosial, ekonomi dan fisik wilayah. Konversi lahan merupakan dampak

dari aktivitas manusia (seperti: pembangunan wilayah, pertumbuhan penduduk

dan ketergantungan penduduk terhadap lahan) terhadap lahan (Herold et al. 2006).

Penggunaan lahan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun

adalah: pemukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, dan

sawah. Peningkatan penggunaan lahan budidaya merupakan konversi lahan

konservasi, seperti: hutan dan semak belukar. Data perubahan penggunaan lahan

ditampilkan pada Tabel 14. Penggunaan lahan hutan mengalami penurunan pada

tahun 2000-2003, sedangkan selanjutnya luas hutan tetap karena adanya

penegakan hukum normatif dan kearifan lokal di DAS Tono. Kearifan lokal

perlindungan hutan dikenal dengan banul (Indonesia) dan tarabandu (Timor

Leste), yakni upacara adat dan pemberian sanksi adat bagi pihak yang melakukan

pengrusakan terhadap hutan. Perubahan penggunaan lahan meningkatkan

koefisien limpasan air, Wibowo (2005) menyakatan koefisien limpasan air lahan

hutan (0,01-1), pemukiman (0,3-0,7), savana (0,05-0,35), pertanian (0,05-0,26),

dan perkebunan (0,02-0,034) yang menyerupai semak belukar di DAS Tono.

Tabel 14. Perubahan Penggunaan Lahan (ha) di DAS Tono Tahun 2000-2014

Tahun HLKS LT P PLK PLKC Savana Sawah SB SBR TA

2000 703 1.044 262 2.842 17.102 7.235 937 21.571 48 1.719

2001 694 1.037 295 2.850 17.903 7.311 973 20.635 48 1.717

2002 685 1.030 328 2.858 18.704 7.387 1.010 19.700 48 1.715

2003 675 1.023 361 2.865 19.505 7.463 1.046 18.765 48 1.713

2004 675 994 356 2.872 19.754 7.128 1.055 18.797 48 1.786

2005 675 964 352 2.878 20.002 6.793 1.064 18.829 48 1.859

2006 675 934 347 2.885 20.251 6.458 1.074 18.860 48 1.932

2007 675 986 399 3.668 20.545 6.930 1.080 17.262 61 1.859

2008 675 1.037 451 4.452 20.838 7.402 1.086 15.664 73 1.786

2009 675 1.089 503 5.236 21.132 7.874 1.093 14.065 85 1.713

2010 675 1.061 514 5.236 21.650 7.384 1.153 14.008 70 1.713

2011 675 1.034 525 5.236 22.169 6.894 1.214 13.950 55 1.713

2012 675 1.006 536 5.236 22.688 6.403 1.275 13.893 40 1.713

2013 675 1.033 550 5.356 22.691 6.384 1.302 13.721 40 1.713

2014 675 1.095 550 5.383 22.662 6.368 1.327 13.651 40 1.713

Sumber: Diolah dari data citra landsat, 2000, 2003, 2006, 2009, 2012, 2014

Keterangan: HLKS=Hutan lahan kering sekunder, LT=Lahan terbuka,

P=Pemukiman PLK=Pertanian lahan kering, SBR=Semak belukar rawa,

PLKC=Pertanian lahan kering campur SB=Semak belukar, TA=Tubuh air

Page 61: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

45

Pembangunan wilayah perbatasan dan peningkatan jumlah penduduk

menjadi penyebab terjadi peningkatan penggunaan lahan budidaya (pertanian

lahan kering, pertanian lahan kering campur, sawah, pemukiman). Pembangunan

wilayah perbatasan, pemekaran wilayah kecamatan, dan penetapan centre-

hinterland meningkatkan pembangunan infrastruktur dan terbentuknya aglomerasi

ekonomi. Dampaknya terbentuk kota-kota baru di tingkat kecamatan yang

membutuhkan ruang untuk pemukiman dan pemenuhan kebutuhan pangan.Pola

kepemilikan rumah di perdesaan memanfaatkan ruang secara horizontal sehingga

membutuhkan lahan yang lebih luas. Adapun pemenuhan kebutuhan pangan

diperoleh dari pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, semak

belukar, sawah.

Peningkatan penggunaan lahan untuk pemukiman dan pemenuhan pangan

merupakan konversi lahan savana, semak belukar, lahan terbuka dan hutan. Luas

savana berkurang karena sebagian dimanfaatkan untuk lahan pertanian, sedangkan

lahan terbuka mengalami fluktuasi dan cenderung mengalami penurunan karena

terdapat sistem bero (dibiarkan sementara sebagai lahan terbuka) dalam usahatani

lahan kering. Penggunaan lahan untuk semak belukar rawa dan tubuh air lebih

dominan karena faktor alam. Semak belukar rawa sangat bergantung pada pasang-

surut air laut, sedangkan tubuh air bergantung pada kejadian banjir. Faktor alam

dapat diminimalisir dengan rekayasa teknologi dan pembangunan yang lebih

komprehensif antar sektor, stakeholder, wilayah fungsional (hulu, tengah dan

hilir) dan administratif (Indonesia dan Timor Leste).

DAS Tono terdistribusi dalam bagian hulu 72%, tengah 17%, dan hilir

11%. Perubahan penggunaan lahan pada bagian hulu ditunjukkan dengan

peningkatan pertanian lahan kering dari 1.700 ha menjadi 4.102 ha, dan

peningkatan luas pertanian lahan kering dari 10.697 ha menjadi 15.799 ha; yang

merepresentasikan konversi 20% dari total penggunaan lahan di hulu DAS hanya

dalam 15 tahun. Konversi lahan ini terutama terjadi pada lahan semak belukar.

Semak belukar dicirikan oleh tanaman umur panjang, sedangkan pertanian lahan

kering dan pertanian lahan kering campur lebih didominasi oleh tanaman pangan,

yang lebih mudah menyebabkan terjadinya erosi.

Perubahan penggunaan lahan pada bagian hulu berdampak terhadap

bagian tengah dan hilir, melalui pergerakan tanah dan air pada seluruh DAS.

Klein et al (2004) menyatakan banjir pada bagian hulu berdampak terhadap

bagian hilir DAS. Penurunan luas semak belukar (27%) menjadi pertanian lahan

kering dan pertanian lahan kering campur juga terjadi pada bagian tengah DAS

Tono. Demikian pula luas semak belukar pada bagian hilir juga mengalami

penurunan seluas 21%. Penggunaan lahan yang mengintegrasikan aktivitas

manusia, sumberdaya lahan, dan sumberdaya air di DAS Mekong (Yu et al. 2003)

dapat dijadikan sebagai rujukan penggunaan lahan di DAS Tono.

Perubahan lahan semak belukar merupakan perubahan paling tinggi di

DAS Tono, dan perubahan terbesar terjadi di Indonesia yakni mencapai 50%,

sedangkan di Timor Leste mencapai 25%. Trend ini direfleksikan oleh

peningkatan PLK dan PLKC di Indonesia 1 % menjadi 42 % pada tahun 2014 dari

total DAS, sedangkan peningkatan pertanian lahan kering dan pertanian lahan

kering campur di Timor Leste dari 48% menjadi 56% pada tahun 2014. Konversi

lahan ini terjadi karena aktivitas sosial ekonomi (Herold et al. 2006). Peta

penggunaan lahan tahun 2000 dan 2014 ditampilkan Gambar 10.

Page 62: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

46

Gambar 10. Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Tono Tahun 2000 dan 2014

46

Page 63: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

47

Pengambil keputusan di Indonesia dan Timor Leste harusnya melakukan

pengendalian dan modifikasi terhadap penggunaan lahan, sehingga dibutuhkan

pengelolaan bersama antara negara-negara yang berada di DAS wilayah

perbatasan untuk mengurangi resiko banjir (Snelder, 2008). Perubahan

penggunaan lahan sebagai dampak pembangunan wilayah yang bias administrasi.

Data luas penggunaan lahan DAS Tono berdasarkan negara ditampilkan Tabel 15.

Tabel 15. Penggunaan Lahan DAS Tono Tahun 2000 dan 2014 Menurut Negara

Penggunaan Lahan (ha)

2000 2014

RI TL RI TL

Hutan Lahan Kering Sekunder 617 86 589 86

Lahan Terbuka 64 981 55 1040

Pemukiman 109 153 337 214

Pertanian Lahan Kering 933 1.909 2.922 2.461

Pertanian Lahan Kering Campur 322 16.780 3.309 19.353

Savana 235 6.999 346 6.022

Sawah 51 886 146 1.181

Semak Belukar 12.425 9.145 7.054 6.597

Semak Belukar Rawa 0,00 48 - 40

Tubuh Air 6 1.713 6 1.706

Total 14.763 38.701 14.763 38.701

Sumber: Diolah dari data citra landat, 2010 dan 2014

Perubahan Iklim DAS Tono

Representasi perubahan iklim diobservasi dengan menggunakan unsur-

unsur iklim, seperti: curah hujan bulanan dan temperatur bulanan. Rata-rata curah

hujan berfluktuasi dari tahun 2000 hingga tahun 2014. Perbedaan curah hujan

dalam 15 tahun terakhir menunjukkan adanya keragaman curah hujan. Demikian

pula keragaman terjadi pada temperatur di DAS Tono. Perbedaannya trend curah

hujan berbeda dari antar zona DAS (hulu, tengah, hilir) dan negara (Indonesia dan

Timor Leste).

Trend Curah Hujan di DAS Tono

Trend curah hujan antara Indonesia dan Timor Leste di DAS Tono

ditampilkan pada Gambar 11. Curah hujan di Indonesia selalu lebih tinggi

dibanding Timor Leste, yang terjadi karena wilayah Indonesia di DAS Tono

umumnya berada di bagian hulu dan tengah DAS Tono. Kunzewicz et al (2013)

menyatakan terdapat perbedaan variasi curah hujan di dalam wilayah dan antar

wilayah.

Trend curah hujan terjadi antara hulu, tengah, dan hilir DAS Tono

(Gambar 12), yang menunjukkan curah hujan di hulu dan tengah selalu lebih

tinggi dibanding curah hujan di hilir DAS Tono. Curah hujan bulanan

menimbulkan adanya aliran permukaan, peresapan melalui tanah dan aliran bawah

tanah menuju badan sungai dan dataran yang lebih rendah, yang mengakibatkan

terjadinya erosi dan banjir. Erosi terjadi pada lahan-lahan terjal yang memiliki

tutupan lahan rendah (seperti: pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering

campur), aliran permukaan yang tinggi pada lahan-lahan dimaksud juga lebih

mudah menimbulkan terjadinya banjir.

Page 64: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

48

Gambar 11. Trend Curah Hujan DAS Tono Tahun 2000, 2003, 2006, 2009, 2010, 2012 Menurut Negara (Sumber: CHIRPS)

48

Page 65: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

49

Gambar 12. Trend Curah Hujan DAS Tono Tahun 2000-2014 Menurut Zona DAS

(Sumber: CHRIPS)

Keragaman Curah Hujan Bulanan di DAS Tono

Hasil uji keragaman menunjukkan terdapat keragaman curah hujan

bulanan di DAS Tono. Ditunjukkan dengan nilai uji F nyata pada α=0,05.

Keragaman ini menunjukkan adanya perbedaan curah hujan bulanan pada tahun

2000 hingga tahun 2014, sehingga menyebabkan terjadinya banjir pada bulan-

bulan tertentu, dan kekeringan pada bulan-bulan tertentu di DAS Tono.

Dampaknya terjadi penurunan produki pada sektor pertanian. Hasil analisis

keragaman selengkapnya ditampilkan pada Gambar 13.

CH2

CH1

180160140120100

95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs

CH2

CH1

6005004003002001000

Data

Test Statistic 0.59

P-Value 0.014

Test Statistic 2.56

P-Value 0.111

F-Test

Levene's Test

Test for Equal Variances for CH1; CH2

Gambar 13. Keragaman Curah Hujan Bulanan di DAS Tono Tahun 2000-2014

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

mm

Tahun

Hulu

Tengah

Hilir

Page 66: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

50

Keragaman Temperatur

Trend temperatur di DAS Tono berkisar antara 22 s.d. 28OC. Temperatur

yang semakin panas menyebabkan terjadinya kekeringan di DAS Tono. Hasil

pengujian keragaman menunjukkan terdapat keragaman temperatur di DAS Tono.

Dampaknya terjadi penurunan produksi usahatani. Hasil analisis keragaman

temperatur bulanan DAS Tono ditampilkan Gambar 14.

Ttk

Tk

1.31.21.11.00.90.80.7

95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs

Ttk

Tk

282726252423

Data

Test Statistic 0.69

P-Value 0.081

Test Statistic 2.72

P-Value 0.101

F-Test

Levene's Test

Test for Equal Variances for Tk; Ttk

Gambar 14. Keragaman Temperatur Bulanan di DAS Tono Tahun 2000-2014

Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan dan Perubahan Iklim terhadap

Kejadian Banjir dan Kekeringan di DAS Tono

Analisis logit menunjukkan secara bersama-sama curah hujan bulanan,

pertanian lahan kering campur, hutan, dan sawah berpengaruh terhadap banjir di

DAS Tono (uji G, α=0,01). Secara parsial, peningkatan curah hujan sebesar 50

mm per bulan (250 mm menjadi 300 mm) akan meningkatkan peluang banjir

menjadi 2,24. Peningkatan luas pertanian lahan kering campur seluas 550 ha

(28.000 ha menjadi 28.550 ha) akan meningkatkan peluang terjadinya banjir

menjadi 1,25. Sebaliknya penurunan luas hutan sebesar 5 ha (675 ha menjadi 670

ha) menyebabkan peningkatan peluang terjadinya banjir menjadi 3,42. Bronstert

(2003) menyatakan perubahan penggunaan lahan karena aktivitas manusia, dan

akumulasinya dengan peningkatan curah hujan bulanan menyebabkan terjadinya

banjir (Roy et al 2001).

Adapun peningkatan luas sawah sebesar 20 ha (1.300 ha menjadi 1.320 ha)

akan menurunkan peluang banjir menjadi 0,75. Peluang banjir berkurang karena

adanya peningkatan luas sawah karena sebagian aliran air dalam sungai telah

dialirkan melalui saluran air menuju sawah. Suryani dan Fahmuddin (2005)

menyatakan total air yang masuk ke sungai merupakan selisih dari (aliran

permukaan, aliran bawah tanah, peresapan melalui tanah ke sungai) dengan (aliran

yang hilang menuju kolam dan sawah, hilang melalui peresapan dalam tanah).

Hasil analisis logit, selengkapnya ditampilkan pada Tabel 16.

Page 67: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

51

Tabel 16. Hasil Analisis Logit Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan dan

Perubahan Iklim terhadap Peluang Banjir di DAS Tono

Variabel Koefisien Odd Ratio

Konstanta 170,6530

Curah Hujan (mm) 0,0161***)

1,02

Hutan (ha) -0,2457**)

0,78

Pertanian Lahan Kering Campur (ha) 0,0004**)

1,00

Sawah (ha) -0,0141**)

0,99

G-test banjir: 98,44***)

Catatan: *)

:nyata α = 0,10 **)

: nyata α = 0,05 ***)

: nyata α = 0,01

Peningkatan curah hujan bulanan meningkatkan luas banjir. Hubungan

curah hujan bulanan dengan luas banjir di DAS Tono ditampilkan Gambar 15.

Banjir di DAS Tono dikategorikan menjadi banjir kecil (660 ha), sedang (1.545

ha), dan besar (2.115 ha). Umumnya (65-70%) banjir terjadi pada lahan pertanian

dan selebihnya terjadi pada lahan terbuka, pemukiman, dan semak belukar. Banjir

umumnya terjadi pada bulan Januari-Maret, dan terjadi pada bagian tengah dan

hilir DAS Tono. Lokasi banjir secara spatial ditampilkan Gambar 16.

Gambar 15. Hubungan Curah Hujan Bulanan dengan Luas Banjir di DAS Tono

Kekeringan di DAS Tono umumnya terjadi pada bulan April-November,

dan terjadi pada sebagian besar wilayah DAS Tono. Hasil analisis peluang

kekeringan ditampilkan pada Tabel 17. Hasil analisis menunjukkan kekeringan

dipengaruhi oleh penurunan curah hujan bulanan, peningkatan temperatur

bulanan, dan peningkatan luas pertanian lahan kering campur (Uji G, α=0,01).

Secara parsial, peningkatan temperatur sebesar 1,5oC (26,5

oC menjadi 28

oC) akan

meningkatkan peluang kekeringan menjadi 7,42; sedangkan penurunan curah

hujan 20 mm (50 mm menjadi 30 mm) akan meningkatkan peluang kekeringan

menjadi 1,39. Adapun peningkatan luas pertanian lahan kering campur sebesar

1.100 ha akan meningkatkan peluang kekeringan menjadi 1,15.

y = 0.1156x + 136.65

0

100

200

300

400

500

600

0 500 1000 1500 2000 2500

CH

Bu

lan

an

(m

m)

Luas Banjir (ha)

Page 68: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

52

Gambar 16. Lokasi Banjir di DAS Tono

52

Page 69: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

53

Tabel 17. Hasil Analisis Logit Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan dan

Perubahan Iklim terhadap Peluang Kekeringan di DAS Tono

Variabel Koefisien Odd Ratio

Konstanta -35,8485

Curah Hujan (mm) -0,0164***)

0,98

Temperatur (oC) 1,3408

***) 1,00

Pertanian Lahan Kering Campur (ha) 0,000125*)

3,81

G-test kekeringan: 72,34***)

Catatan: *)

:nyata α = 0,10 **)

: nyata α = 0,05 ***)

: nyata α = 0,01

Pertanian lahan kering campur merupakan variabel penggunaan lahan

yang menyebabkan banjir dan kekeringan di DAS Tono. Pertanian lahan kering

dan pertanian lahan kering campur merupakan konversi dari lahan semak belukar

yang memiliki tutupan lahan yang lebih berfungsi konservasi dan limpasan air

yang lebih rendah karena banyaknya tajuk. Wibowo (2005) menyatakan koefisien

limpasan air untuk pertanian lahan kering mencapai 0,26 sedangkan koefisien

limpasan untuk lahan perkebunan (karakteristik serupa dengan semak belukar di

DAS Tono) hanya mencapai 0,05. Dampaknya menyebabkan terjadinya banjir dan

kekeringan di DAS Tono. Ilustrasi perubahan penggunaan lahan semak belukar

menjadi pertanian lahan kering campur ditampilkan pada (Gambar 17).

Gambar 17. Perubahan Lahan Semak Belukar Menjadi Pertanian Lahan Kering

Campur di DAS Tono Tahun 2000-2014

Banjir dan kekeringan di DAS Tono menyebabkan rumah penduduk

terendam, sebagian ternak hanyut terbawa banjir, penurunan produksi pertanian,

hingga terdapat penduduk yang meninggal karena hanyut terbawa banjir. Scwab

(1981) menyatakan dampak banjir dapat diklasifikasikan menjadi: (i) dampak

langsung terhadap property, lahan dan tanaman pertanian, penurunan hasil

pertanian; (ii) dampak tidak langsung seperti penyusutan nilai property,

penundaan penerbangan, penurunan pendapatan; (iii) kerugian tidak berwujud

seperti: kenyamanan untuk menetap, kesehatan, dan penurunan kualitas

kehidupan.

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

Ha

Tahun

PLKCC

Sbelukar

Page 70: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

54

Pemerintah Indonesia dan Timor Leste telah melakukan upaya

pengendalian konversi lahan konservasi menjadi lahan budidaya secara teknis.

Pemangku kepentingan pada sektor terkait menggalakkan diusahakannya kebun

menetap untuk mengurangi usahatani tebas-bakar. Upaya ini dilakukan secara

parsial pada masing-masing negara dan kurang terkoordinasi antar sektor. Upaya

lain dilakukan dengan cara pembangunan tanggul, bronjong, pengalihan aliran air,

dan pembangunan sawah baru.

Peningkatan luas sawah di DAS Tono menurunkan terjadinya banjir

karena merupakan konversi dari lahan terbuka (Gambar 18), dan konversi dari

pertanian lahan kering (r=0,56). Pembangunan sawah baru biasanya diawali

dengan pembangunan bendungan dan saluran air sehingga mengurangi aliran di

badan sungai dan konsekuensinya mengurangi banjir. Suryani et al (2005)

menyatakan total air yang mengalir ke sungai merupakan selisih antara aliran

permukaan dengan air yang dialirkan menuju kolam dan/atau sawah. Snelder

(2008) mempertegas dengan menyatakan kebijakan yang meningkatkan

kombinasi fungsi hidrologi dengan pertanian, alam, rekreasi dan pemukiman lebih

efektif mengurangi peluang banjir dibanding melakukan pengendalian banjir

secara parsial.

Gambar 18. Perubahan Lahan Terbuka Menjadi Sawah di DAS Tono Tahun 2000-

2014

Upaya lain yang dapat dilakukan adalah pengelolaan DAS wilayah

perbatasan negara secara bilateral dengan membentuk badan pengelola DAS

wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste. Penelitian Wondwosen (2008)

mengenai kerjasama pengelolaan DAS Nil dijadikan rujukan, dan Mumme (2010)

yang menyatakan bahwa pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara disesuaikan

dengan tahapan pembangunan, kondisi masyarakat, dan kondisi lingkungan

(environment). Kelembagaan ini mengkoordinir pengelolaan DAS oleh

masyarakat, masing-masing sektor dan masing-masing negara. Kelembagaan

pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara akan lebih komprehensif, bila

diketahui dampak banjir dan kekeringan terhadap produksi dan pendapatan petani

di DAS Tono. Mengingat penduduk di DAS Tono umumnya bekerja pada sektor

pertanian.

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

200

0

200

1

200

2

200

3

200

4

200

5

200

6

200

7

200

8

200

9

201

0

201

1

201

2

201

3

201

4

Ha

Tahun

Lahan Terbuka

Sawah

Page 71: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

55

Dampak Banjir, Kekeringan dan Faktor Produksi terhadap Produksi

dan Efisiensi Usahatani di DAS Tono

Dampak banjir dan kekeringan di DAS Tono umumnya terjadi terhadap

lahan pertanian, karena 55% wilayah DAS Tono terdiri atas lahan pertanian.

Banjir terjadi pada bagian tengah dan hilir DAS Tono, sedangkan kekeringan

terjadi pada keseluruhan DAS Tono. Banjir terjadi karena koordinasi yang lemah

antar kelembagaan masyarakat, kelembagaan unilateral dan belum efektifnya

kerjasama pengelolaan DAS secara bilateral. Akibatnya terjadinya peningkatan

luas pertanian lahan kering (campur), sehingga aliran permukaan semakin tinggi

pada musim hujan. Dampaknya terjadi penurunan hasil pertanian di hulu karena

erosi, dan di hilir karena banjir. Reilly et al (1999) menyatakan perubahan iklim

menyebabkan kerentanan di bidang pertanian, yang direpresentasikan oleh

produksi, keuntungan usahatani, dan perekonomian wilayah.

Produksi Usahatani di DAS Tono

Usahatani di DAS Tono dikategorikan menjadi usahatani lahan basah dan

usahatani lahan kering. Usahatani lahan basah dilakukan dengan pola tanam

monokultur, secara spasial umumnya di bagian hilir DAS Tono, dan sebagian

kecil di bagian tengah dan hulu DAS Tono. Usahatani lahan kering dilakukan

dengan pola tanam tumpangsari dengan sistem tebas bakar. Secara spasial

usahatani lahan kering berada di bagian hulu, tengah, dan hilir DAS Tono.

Tanaman yang umumnya dibudidayakan adalah padi, jagung, kacang tanah, dan

tanaman lain. Kombinasi pola tanam tumpangsari pada usahatani lahan kering

sebagai berikut berikut: (i) padi, jagung, kacang tanah, (ii) padi, jagung, ubi kayu,

kacang tanah, (iii) padi, jagung, kacang tanah, kacang hijau, (iv) padi, jagung, ubi

kayu, kacang tanah, kacang hijau.

Produksi pertanian diperoleh dari kombinasi input pertanian yang dapat

dikendalikan petani dan input yang tidak dapat dikendalikan petani. Input yang

tidak dapat dikendalikan petani berhubungan curah hujan bulanan dan temperatur

bulanan, yang menentukan ketersediaan air pada usahatani lahan basah dan lahan

kering. Perubahan curah hujan dan temperatur bulanan menyebabkan usahatani di

DAS Tono mengalami banjir/kelebihan air, kekurangan air/kekeringan, normal

(tidak banjir dan tidak kering).

Input yang dikendalikan petani adalah: luas lahan, benih, peralatan, pupuk,

tenaga kerja dan pola tanam. Usahatani lahan basah menggunakan seluruh input

dimaksud, sedangkan usahatani lahan kering tidak menggunakan pupuk. Secara

matematis fungsi produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y=f(X1,X2,...Xn) ............................(7)

Analisis regresi multivariat menunjukkan kekeringan pada usahatani

tumpangsari menyebabkan penurunan produksi padi dan jagung, sedangkan

analisis regresi berganda menunjukkan banjir dan kekeringan mengakibatkan

penurunan produksi padi pada usahatani monokultur. Penggunaan air optimum

meningkatkan produksi padi sehingga irigasi sangat penting dilakukan (Morid et

al. 2004). Dampak banjir, kekeringan dan faktor produksi lain pada pertanian

tumpangsari dan monokultur ditampilkan pada Tabel 18.

Page 72: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

56

Table 18. Hasil Analisis Regresi Multivariat untuk Produksi Pertanian

Tumpangsari dan Regresi Berganda untuk Produksi Pertanian Monokultur

di DAS Tono

Input Tumpangsari

Input Padi Sawah Padi Jagung K.Tanah

Konstanta 5,63 2,87 4,95 Konstanta 3,44

Luas lahan 0,11 0,35***)

-0,01 Benih 0,34*)

T. Kerja 0,19 0,30***)

0,13 Pupuk 0,39***)

Dpt 0,18 0,32***)

0,26*) T.Kerja 0,31*)

Db 0,02 -0,22 -0,10 Db -0,78**)

Dk -0,59***)

-0,60***)

-0,22 Dk -0,80***)

R2 36,16 60,11 17,92 R

2 67,10

Note: *)

: Nyata α = 0,10 **)

: Nyata α = 0,05 ***)

: Nyata a α = 0,01

Produksi usahatani monokultur yang mengalami banjir berbeda -0,78

persen dibanding usahatani yang tidak mengalami banjir. Produksi usahatani

monokultur juga rentan terhadap kekeringan, yakni berbeda -0,80 persen dari

usahatani yang tidak mengalami kekeringan. Adapun usahatani tumpangsari

rentan terhadap kekeringan, ditunjukkan dengan perbedaan produksi sebesar -0,59

persen untuk tanaman padi (dibanding usahatani yang tidak mengalami

kekeringan), dan -0,60 untuk tanaman jagung (dibanding usahatani yang tidak

mengalami kekeringan). Setiap kombinasi penambahan input yang digunakan

petani akan menghasilkan produksi pertanian yang dikategorikan menjadi: (i)

increasing return to scale, (ii) constan return to scale, (iii) decreasing return to

scale. Secara kurva dapat ditampilkan pada Gambar 19.

Y

0 X

AP,MP

CRS

IRS DRS

0 X* X

Gambar 19. Ilustrasi Kurvas TP, AP dan MP

AP

MP

TP

Page 73: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

57

Input yang berada pada daerah I (rasional tetapi tidak efisien) adalah

benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja. Penambahan input-input ini pada usahatani

di DAS Tono akan meningkatkan total produksi (TP) dan penambahan produksi

(MP) lebih tinggi dibanding rata-rata produksi (AP). Daerah I merupakan daerah

IRS (increasing return to scale) sehingga petani akan meningkatkan penggunaan

input untuk meningkatkan produksi.

Adapun input yang berada pada daerah II tidak ada di wilayah penelitian.

CRS (constan return to scale) merupakan daerah yang efisien dan rasional.

Tambahan input akan meningkatkan produksi (TP), dan penambahan produksi

(MP) sama dengan rata-rata produksi (AP). Input yang berada pada daerah III

adalah banjir dan kekeringan karena peningkatkan peluang banjir dan kekeringan

akan menurunkan total produksi (TP) dan penambahan produksi (MP) lebih

rendah dari rata-rata produksi (AP). Akibatnya terjadi loss economic sehingga

implikasinya dibutuhkan penggunaan teknologi yang tepat pada usahatani dan

kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara.

Pendapatan Usahatani

Usahatani umumnya ditujukan untuk memperoleh produksi pertanian yang

optimum. Pemberian harga (Pi) terhadap produksi pertanian (Yi) yang diperolah

(dipasarkan maupun tidak dipasarkan) merupakan sumber penerimaan petani.

Secara matematik diformusaikan sebagai berikut.

TR=∑YiPi ................................ (8)

Biaya input pertanian, secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

TC=∑XiPi ................................ (9)

Selisih penerimaan usahatani dengan biaya merupakan pendapatan usahatani.

Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

I=TR–TC ................................ (10)

Keterangan:

I : income (pendapatan) TR: total revenue (total penerimaan)

TC: total cost (total biaya) Xi: input ke-i Pi: harga input ke-i

Hasil analisis menunjukan pendapatan usahatani lahan basah di DAS Tono

(Rp 2.051.000,- per bulan) lebih tinggi dibanding usahatani lahan kering (Rp

1.535.00,- per bulan). Namun, luas lahan sawah terbatas (yakni: 1.300 ha di

Timor-Leste dan 95 ha di Indonesia), sedangkan pertanian lahan kering seluas

28.045 ha (meliputi: 6.231 ha di Indonesia dan 21.814 ha). Data pendapatan

usahatani lahan kering dan lahan basah di DAS Tono ditampilkan pada Tabel 19.

Tabel 19. Rataan Pendapatan Bulanan Usahatani Lahan Kering dan Lahan Basah

di DAS Tono

Uraian Usahatani Monokultur

(Rp)

Usahatani Tumpangsari

(Rp)

Total Penerimaan 2.277.000,00 1.652.000,00

Total Biaya 226.000,00 117.000,00

Total Pendapatan 2.051.000,00 1.535.000,00

Page 74: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

58

Elastisitas Pendapatan Usahatani

Analisis elastisitas pendapatan bermanfaat untuk mengetahui pengaruh

setiap input secara ekonomi terhadap pendapatan usahatani di DAS Tono. Analisis

elastisitas pendapatan usahatani lahan basah dan usahatani lahan kering dilakukan

secara terpisah. Analisis didahului dengan pengujian asumsi BLUE (best linear

unbiased estimator). Hasilnya terdapat multikolinearitas antara biaya pupuk dan

biaya benih. Biaya pupuk merupakan biaya yang dikeluarkan petani, sedangkan

benih umumnya diperoleh dari benih pada musim panen tahun sebelumnya

sehingga variabel yang digunakan adalah biaya pupuk. Hasil analisis ditampilkan

pada Tabel 20.

Tabel 20. Hasil Analisis Dampak Banjir, Kekeringan dan Faktor Produksi Lain

terhadap Pendapatan Usahatani di DAS Tono

Usahatani Lahan Kering Koefisien Usahatani Lahan Basah Koefisien

Konstanta 5,563 Konstanta -1,540

Sewa Lahan -0,018 Biaya Benih 0,265

Biaya Benih 0,626***)

Biaya Pupuk 0,545***)

Biaya Tenaga Kerja 0,262*)

Biaya Tenaga Kerja 0,598**)

Pola Tanam 0,267***)

Sewa Traktor 0,030

Kelebihan Air/Banjir -0,088 Kelebihan Air/Banjir -0,722*)

Kekurangan Air/Kering -0,400***)

Kekurangan Air/Kering -0,835***)

Dnegara 5,723*)

Dnegara 16,29

Dnegara*biaya benih -0,124 Dnegara*biaya pupuk 0,163

Dnegara*biaya tenaga kerja -0,311

*) Dnegara*biaya tenaga kerja -1,508

Uji F=12,61***)

Uji F=12,42***

R2 adjusted =52,60% R

2 adjusted=67,7%

Keterangan:***)

:nyata α=0,01, **)

:nyata α=0,05, *)

:nyata α=0,10

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai F nyata pada taraf nyata α=0,01

yang berarti secara bersama-sama peubah-peubah bebas berpengaruh nyata

terhadap pendapatan usahatani lahan basah dan usahatani kering. Peubah-peubah

bebas pada usahatani lahan basah dapat menjelaskan 67,7% pendapatan usahatani,

dibanding peubah-peubah bebas pada usahatani lahan kering (52,60%). Namun,

uji F (α=0,01) menunjukkan usahatani lahan basah maupun usahatani lahan kering

dipengaruhi peubah-peubah bebas yang dimasukkan di dalam model.

Secara parsial, banjir (α=0,10) dan kekeringan (α=0,01) mengakibatkan

penurunan pendapatan usahatani monokultur, sedangkan kekeringan (α=0,01)

berperan mengurangi pendapatan usahatani lahan kering. Pendapatan usahatani

monokultur yang mengalami banjir, berbeda -0,72% dibanding usahatani yang

tidak mengalami banjir. Pendapatan usahatani monokultur juga rentan terhadap

kekeringan, yang berbeda -0,84% dari usahatani yang tidak mengalami

kekeringan. Adapun usahatani tumpangsari rentan terhadap kekeringan,

ditunjukkan dengan perbedaan sebesar -0,40% dibanding usahatani yang tidak

mengalami kekeringan.

Peningkatan penggunaan tenaga kerja meningkatkan pendapatan usahatani

lahan basah sebesar 0,26% untuk pertanian lahan kering (α=0,10), dan sebesar

0,60% untuk pertanian lahan basah (α=0,05). Biaya pupuk meningkatkan

pendapatan usahatani lahan basah (α=0,01), yang berarti pemberian pupuk dapat

ditingkatkan untuk meningkatkan pendapatan usahatani lahan basah sebesar

0,55% di DAS Tono, sedangkan biaya benih meningkatkan pendapatan usahatani

lahan kering sebesar 0,63% (α=0,01).

Page 75: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

59

Budidaya usahatani lahan kering dengan pola tanam tumpangsari.

Tumpangsari tanaman yang kurang dari dan/atau lebih dari 3 tanaman pangan

akan menurunkan pendapatan, karena kemampuan kondisi biofisik lahan yang

terbatas. Secara administrasi kewilayahan, usahatani tanaman pangan lahan kering

di Indonesia umumnya lebih baik dibanding Timor Leste. Nilai uji t menunjukkan

terdapat perbedaan yang nyata pada taraf nyata α=0,05. Usahatani lahan kering di

Indonesia seluruhnya berada pada bagian hulu DAS, dibanding Timor Leste yang

tersebar pada bagian hulu, tengah, dan hilir yang tentunya memiliki kondisi

biofisik yang berbeda.

Efisiensi Ekonomi Usahatani

Hasil analisis frontier menunjukkan rata-rata nilai efisiensi ekonomi

usahatani tumpangsari di DAS Tono adalah 0,30 (kisaran 0,10-0,81), dan

usahatani monokultur adalah 0,36 (kisaran 0,23-0,67). Ini berarti usahatani

tumpangsari dan usahatani monokultur di DAS Tono belum efisien. Coelli et al

(1996) menyatakan nilai efisiensi ekonomi berkisar antara 0-1, dan usahatani akan

efisien bila nilai efisiensi ekonomi ≥ 0,8. Nilai efisiensi ekonomi rendah karena

pengaruh dari banjir dan kekeringan. Peningkatan temperatur meningkatkan

penggunaan air, dan mengurangi pertumbuhan dan produksi pertanian (Droogers

et al. 2004); Warren et al (2006) menyatakan sektor pertanian sangat bergantung

pada iklim, setiap peningkatan 3°C temperature mengakibatkan 600 juta orang

mengalami resiko kekurangan pangan, terutama negara-negara berkembang. Klein

et al (2004) menyatakan peningkatan peningkatan frekuensi dan level banjir

menyebabkan penurunan produksi dan nilai produksi pertanian.

Rendahnya efisiensi usahatani lahan basah dan lahan kering di DAS Tono

menimbulkan kerentanan pangan dan ekonomi sehingga mengancam pencapaian

tujuan pembangunan berkelanjutan di wilayah perbatasan. Perubahan iklim dan

perubahan penggunaan lahan menjadi penghambat untuk mempertahankan

dan/atau meningkatkan produksi, juga membatasi kemampuan untuk memperoleh

keuntungan usahatani pada skala ekonomis. Rendahnya efisiensi ekonomi

usahatani karena belum adanya kelembagaan pengelolaan DAS lintas negara

Indonesia dan Timor Leste. North (1990) menyatakan kelembagaan yang baik

akan membantu pengalokasian sumberdaya secara tepat sehingga perekonomian

menjadi lebih efisien, sebaliknya kelembagaan yang kurang baik menghalangi

tercapainya efisiensi ekonomi.

Adaptasi terhadap penurunan produksi akibat, banjir dan kekeringan dapat

dilakukan dengan penggunaan pupuk pada pertanian tumpangsari, dan

peningkatan pupuk pada usahatani monokultur (α=0,01). Rendahnya produksi dan

efisiensi usahatani berkorelasi dengan teknologi pertanian dan akses terhadap

pasar (Scheider et al. 2011). Efisiensi ekonomi dapat ditingkatkan dengan

penggunaan teknologi (Trewavas, 2001). Teknologi (selain pupuk) yang dapat

digunakan adalah pembuatan teras-sering, dan pola taman tumpangsari dengan

kombinasi tanaman pangan dan tanaman umur panjang. Pola ini telah dilakukan di

Indonesia, sedangkan Timor Leste belum menerapkannya (α=0,10). Minh (2009)

menyatakan full economic efficiency dapat mengurangi biaya produksi hingga 46

persen. Pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara dapat mengatasi persoalan

banjir dan dampak turunannya (Wondwosen 2008), dan adaptasi untuk

mewujudkan ekosistem dan pembangunan berkelanjutan sebagaimana dinyatakan

oleh McEvoy et al (2008).

Page 76: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

60

Simulasi Perubahan Penggunaan Lahan dan Perubahan Iklim terhadap

Peluang Banjir dan Kekeringan, dan Dampaknya terhadap Produksi dan

Pendapatan Usahatani di DAS Tono

Perubahan penggunaan lahan akan terus-menerus terjadi disertai dengan

perubahan curah hujan dan temperatur. Akibatnya meningkatkan peluang

terjadinya banjir dan kekeringan di DAS Tono, sehingga berdampak terhadap

penurunan hasil pertanian. Simulasi peluang banjir dan kekeringan, dan

dampaknya terhadap hasil usahatani tumpangsari dan monokultur.

Simulasi Peluang Banjir di DAS Tono

Banjir di DAS Tono disebabkan oleh peningkatan curah hujan bulanan,

peningkatan luas pertanian lahan kering campur, penurunan luas hutan dan luas

lahan sawah. Simulasi peluang banjir didasarkan pada persamaan berikut:

Peluangbanjir .....(11)

Simulasi peluang banjir dilakukan dengan 5 skenario sebagaimana ditampilkan

Tabel 21.

Tabel 21. Ringkasan Simulasi Banjir di DAS Tono

Simulasi CH PLKCC Sawah Hutan Peluang Banjir

I Tetap Meningkat Tetap Tetap Meningkat

II Meningkat Meningkat Tetap Tetap Meningkat

III Meningkat Meningkat Meningkat Tetap Menurun

IV Meningkat Meningkat Meningkat Turun Meningkat

V Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Menurun

Simulasi ke-1, menunjukkan apabila luas pertanian lahan kering campur

meningkat, dan variabel lain tetap akan menyebabkan peluang banjir meningkat

(Tabel 22). Asumsi peningkatan luas pertanian lahan kering campur seluas 550

ha/tahun sesuai laju peningkatan sejak tahun 2000 hingga 2014. Peubah yang

diasumsikan konstan adalah hutan (675 ha), sawah (1.300 ha), dan curah hujan

bulanan 250 mm. Hasil simulasi menunjukkan peluang banjir 0,85 pada saat ini

(dalam 10 tahun terjadi banjir 8 kali), dan terus mengalami peningkatan hingga

mencapai 0,98 pada 10 tahun mendatang (selalu terjadi banjir tiap tahun), saat

luas pertanian lahan kering campur mencapai 33.500 ha. Total lahan yang tersedia

untuk dikonversi adalah semak belukar 13.651 ha (1.352 ha berada di Indonesia

dan hulu DAS Tono) dan lahan terbuka 1.095 ha (15 ha berada di Indonesia dan

hulu DAS Tono). Hasil simulasi ditampilkan pada Tabel 22.

Tabel 22. Simulasi Perubahan Pertanian Lahan Kering Campur Saat Faktor Lain

Konstan Terhadap Peluang Banjir di DAS Tono

CH (mm) 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250

Hutan

(000ha) 0,675 0,675 0,675 0,675 0,675 0,675 0,675 0,675 0,675 0,675 0,675

Sawah

(000ha) 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3

PLKCC

(000ha) 28 28,55 29,1 29,65 30,2 30,75 31,3 31,85 32,4 32,95 33,5

Peluang

Banjir 0,85 0,87 0,89 0,91 0,93 0,94 0,95 0,96 0,97 0,98 0,98

Page 77: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

61

Simulasi ke-2 dengan asumsi luas pertanian lahan kering campur dan

curah hujan bulanan mengalami peningkatan; sedangkan variabel lain (hutan dan

sawah) konstan. Peningkatan curah hujan bulanan dan luas pertanian lahan kering

campur secara bersama-sama akan meningkatkan peluang banjir hingga 0,98 (tiap

tahun terjadi banjir). Kondisi ini hanya terjadi pada 2 tahun ke depan, saat curah

hujan bulanan mencapai 350 mm/bulan dan luas pertanian lahan kering campur

bertambah 1.100 ha (28.000 ha menjadi 29.100 ha). Banjir akan semakin luas bila

curah hujan mengalami peningkatan hingga 450 mm/bulan (atau lebih) dan/atau

luas pertanian lahan kering campur meningkat hingga 33.500 ha. Banjir akan

semakin meningkat bila terjadi fenomena la nina karena curah hujan akan

mengalami peningkatan dalam durasi yang lebih lama (yakni 3 bulan menjadi 7

bulan) dengan intensitas yang lebih tinggi. Hasil simulasi ditunjukkan Tabel 23.

Tabel 23. Simulasi Perubahan Perubahan Curah Hujan Bulanan dan Pertanian

Lahan Kering Campur terhadap Peluang Banjir di DAS Tono

Luas PLKCC (000 ha)

28 28,55 29,1 29,65 30,2 30,75 31.3 31,85 32,4 32,95 33,5

Hu

jan

(m

m)

0 0,09 0,11 0,13 0,16 0,19 0,23 0,27 0,31 0,36 0,41 0,47

50 0,18 0,21 0,25 0,30 0,34 0,40 0,45 0,50 0,56 0,61 0,66

100 0,33 0,38 0,43 0,49 0,54 0,59 0,65 0,69 0,74 0,78 0,81

150 0,52 0,58 0,63 0,68 0,72 0,77 0,80 0,84 0,86 0,89 0,91

200 0,71 0,75 0,79 0,83 0,85 0,88 0,90 0,92 0,93 0,95 0,96

250 0,85 0,87 0,89 0,91 0,93 0,94 0,95 0,96 0,97 0,98 0,98

300 0,92 0,94 0,95 0,96 0,97 0,97 0,98 0,98 0,99 0,99 0,99

350 0,96 0,97 0,98 0,98 0,99 0,99 0,99 0,99 0,99 0,99 1,00

400 0,98 0,99 0,99 0,99 0,99 0,99 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

450 0,99 0,99 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

500 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

550 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

600 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

Simulasi ke-3 dengan asumsi adanya peningkatan curah hujan bulanan,

dan peningkatan luas pertanian lahan kering campur dan luas sawah (Hasil

simulasi ditampilkan Tabel 24). Peningkatan luas pertanian lahan kering campur

dan curah hujan bulanan sebagaimana diuraikan pada simulasi ke-2. Adapun

peningkatan luas sawah karena adanya rencana pembangunan sawah baru oleh

pemerintah Indonesia seluas 100 ha dan pemerintah Timor Leste seluas 300 ha.

Hasil simulasi pada Tabel 24 menunjukkan banjir akan terjadi 8 kali dalam 10

tahun bila curah hujan mencapai 450 mm dan luas pertanian lahan kering campur

33.500 mm. Implikasinya dibutuhkan penambahan luas sawah untuk mengurangi

terjadi banjir, tentunya dibarengi dengan pembangunan embung-embung,

bendungan dan saluran air.

Kondisi sebaliknya terjadi (peluang dan luas banjir mengalami

peningkatan) bila saat bersamaan luas hutan mengalami penurunan sebagaimana

simulasi ke-4 (tidak ada variabel dalam model yang ceteris paribus). Hasil

simulasi menunjukkan peluang banjir akan mencapai 0,99 (banjir terjadi tiap

tahun) dalam 10 tahun ke depan. Kondisi ini terjadi saat hutan mengalami

Page 78: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

62

penurunan luas 25 ha (675 ha menjadi 650 ha), curah hujan bulanan 250 mm dan

luas sawah 1.700 ha. Penurunan luas hutan di DAS Tono dapat terjadi karena

adanya kebakaran hutan dan pembabatan hutan untuk perluasan pertanian lahan

kering campur. Ini terjadi karena koefisien limpasan air untuk penggunaan lahan

hutan kecil sekali yakni 0,01 dan bila terjadi kebakaran akan menjadi lahan

terbuka yang memiliki koefisien limpasan mencapai 0,70. Hasil simulasi

ditampilkan Tabel 25.

Tabel 24. Simulasi Perubahan Curah Hujan Bulanan dan Perubahan Penggunaan

Lahan (Pertanian Lahan Kering Campur dan Sawah) terhadap Peluang Banjir

di DAS Tono PLKCC

(000ha) 28 28,55 29,1 29,65 30,2 30,75 31,3 31,85 32,4 32,95 33,5

Sawah

(000ha) 1,30 1,34 1,38 1,42 1,46 1,50 1,54 1,58 1,62 1,66 1,70

Hu

jan

(m

m)

0 0,09 0,06 0,05 0,03 0,02 0,02 0,01 0,01 0,01 0,00 0,00

50 0,18 0,13 0,10 0,07 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0,01 0,01

100 0,33 0,26 0,20 0,15 0,11 0,08 0,06 0,04 0,03 0,02 0,02

150 0,52 0,44 0,35 0,28 0,22 0,16 0,12 0,09 0,07 0,05 0,03

200 0,71 0,63 0,55 0,47 0,38 0,30 0,24 0,18 0,13 0,10 0,07

250 0,85 0,79 0,73 0,66 0,58 0,49 0,41 0,33 0,26 0,20 0,15

300 0,92 0,90 0,86 0,81 0,76 0,69 0,61 0,52 0,44 0,36 0,28

350 0,96 0,95 0,93 0,91 0,87 0,83 0,78 0,71 0,64 0,55 0,47

400 0,98 0,98 0,97 0,96 0,94 0,92 0,89 0,85 0,80 0,73 0,66

450 0,99 0,99 0,99 0,98 0,97 0,96 0,95 0,92 0,90 0,86 0,81

500 1,00 1,00 0,99 0,99 0,99 0,98 0,97 0,96 0,95 0,93 0,91

550 1,00 1,00 1,00 1,00 0,99 0,99 0,99 0,98 0,98 0,97 0,96

600 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,99 0,99 0,99 0,99 0,98

Simulasi ke-5 dengan asumsi terjadi peningkatkan luas hutan karena

adanya upaya rehabilitasi lahan hutan dan aktivitas pertanian dengan sistem

agroforestry. Peningkatan luas hutan seluas 5 ha/tahun akan mengurangi banjir,

meskipun peubah lain juga mengalami peningkatan (curah hujan bulanan,

pertanian lahan kering campur, sawah). Banjir akan terjadi 8 kali dalam 10 tahun

saat curah hujan bulanan mencapai 450 mm (bukan 250 mm per bulan seperti saat

ini). Implikasinya bila luas hutan ditingkatkan dan/atau pertanian dikembangkan

dengan sistem agroforestry akan mengurangi banjir dalam jangka panjang. Lahan

yang dapat digunakan untuk meningkatkan luas hutan dan agroforestry di

Indonesia seluas 1.352 ha (hulu DAS Tono) di wilayah Indonesia (sesuai pola

ruang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten TTU). Peningkatan luas hutan

mengurangi peluang banjir, karena koefisien limpasan air untuk penggunaan lahan

hutan kecil sekali yakni 0,01 dan bila terjadi kebakaran akan menjadi lahan

terbuka yang memiliki koefisien limpasan mencapai 0,70. Hasil simulasi

ditampilkan Tabel 26.

Page 79: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

63

Tabel 25. Simulasi Perubahan Curah Hujan Bulanan dan Perubahan Penggunaan

Lahan (Pertanian Lahan Kering Campur, Sawah, Hutan Berkurang) terhadap

Peluang Banjir di DAS Tono

Luas Penggunaan Lahan (000 ha)

PLKCC 28 28,55 29,1 29,65 30,2 30,75 31,3 31,85 32,4 32,95 33,5

Sawah 13,0 13,4 13,8 14,2 14,6 15,0 15,4 15,8 16,2 16,6 17,0

Hutan 0,675 0,6725 0,67 0,6675 0,665 0,6625 0,66 0,6575 0,655 0,6525 0,65

Hu

jan

(m

m)

0 0,09 0,11 0,14 0,18 0,22 0,27 0,33 0,39 0,46 0,53 0,59

50 0,18 0,22 0,27 0,33 0,39 0,46 0,52 0,59 0,65 0,71 0,76

100 0,33 0,39 0,46 0,52 0,59 0,65 0,71 0,76 0,81 0,85 0,88

150 0,52 0,59 0,65 0,71 0,76 0,81 0,85 0,88 0,90 0,93 0,94

200 0,71 0,76 0,81 0,85 0,88 0,90 0,93 0,94 0,95 0,97 0,97

250 0,85 0,88 0,90 0,92 0,94 0,95 0,97 0,97 0,98 0,98 0,99

300 0,92 0,94 0,95 0,96 0,97 0,98 0,98 0,99 0,99 0,99 0,99

350 0,96 0,97 0,98 0,98 0,99 0,99 0,99 0,99 1,00 1,00 1,00

400 0,98 0,99 0,99 0,99 0,99 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

450 0,99 0,99 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

500 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

550 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

600 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

Tabel 26. Simulasi Perubahan Curah Hujan Bulanan dan Perubahan Penggunaan

Lahan (Pertanian Lahan Kering Campur, Sawah, Hutan Meningkat) terhadap

Peluang Banjir di DAS Tono

Luas Penggunaan Lahan (000 ha)

PLKCC 28 28,55 29,1 29,65 30,2 30,75 31,3 31,85 32,4 32,95 33,5

Sawah 1,30 1,34 1,38 1,42 1,46 1,50 1,54 1,58 1,62 1,66 1,70

Hutan 0,675 0,680 0,685 0,690 0,695 0,700 0,705 0,710 0,715 0,720 0,725

Hu

jan

(m

m)

0 0,09 0,06 0,05 0,03 0,02 0,02 0,01 0,01 0,01 0,00 0,00

50 0,18 0,13 0,10 0,07 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0,01 0,01

100 0,33 0,26 0,20 0,15 0,11 0,08 0,06 0,04 0,03 0,02 0,02

150 0,52 0,44 0,35 0,28 0,22 0,16 0,12 0,09 0,07 0,05 0,03

200 0,71 0,63 0,55 0,47 0,38 0,30 0,24 0,18 0,13 0,10 0,07

250 0,85 0,79 0,73 0,66 0,58 0,49 0,41 0,33 0,26 0,20 0,15

300 0,92 0,90 0,86 0,81 0,76 0,69 0,61 0,52 0,44 0,36 0,28

350 0,96 0,95 0,93 0,91 0,87 0,83 0,78 0,71 0,64 0,55 0,47

400 0,98 0,98 0,97 0,96 0,94 0,92 0,89 0,85 0,80 0,73 0,66

450 0,99 0,99 0,99 0,98 0,97 0,96 0,95 0,92 0,90 0,86 0,81

500 1,00 1,00 0,99 0,99 0,99 0,98 0,97 0,96 0,95 0,93 0,91

550 1,00 1,00 1,00 1,00 0,99 0,99 0,99 0,98 0,98 0,97 0,96

600 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,99 0,99 0,99 0,99 0,98

Simulasi Peluang Kekeringan di DAS Tono

Simulasi peluang kekeringan didasarkan pada hasil analisis logit, yang

menunjukkan kekeringan di DAS Tono ditentukan oleh penurunan curah hujan

Page 80: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

64

bulanan, peningkatan suhu dan luas pertanian lahan kering campur. Secara

matematis sebagai berikut:

Peluangkekeringan .....(12)

Simulasi peluang kekeringan dilakukan dengan 3 skenario sebagaimana

ditampilkan Tabel 27.

Tabel 27. Ringkasan Simulasi Kekeringan di DAS Tono

Simulasi CH Temperatur PLKCC Peluang Kekeringan

I Tetap Tetap Meningkat Meningkat

II Meningkat Tetap Meningkat Meningkat

III Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat

Simulasi ke-1, apabila terjadi peningkatan luas pertanian lahan kering

campur, dan peubah lain (curah hujan bulanan dan temperatur bulanan) tetap.

Pertanian lahan kering campur meningkat seluas 550 ha/tahun sesuai laju

perubahan pertanian lahan kering campur selama 15 tahun terakhir (2000 s.d.

2014). Peubah yang konstan, disesuaikan dengan rataan saat terjadi kekeringan.

Curah hujan bulanan 50 mm merupakan rata-rata curah hujan bulanan saat terjadi

kekeringan, dan temperatur 26oC merupakan temperatur saat terjadi kekeringan di

DAS Tono. Hasil simulasi pada Tabel 28, menunjukkan peluang kekeringan di

DAS Tono mencapai 0,85 (kekeringan terjadi 8 kali dalam 10 tahun). Peningkatan

luas pertanian lahan kering campur akan meningkatkan peluang kekeringan

hingga akan mencapai 0,92 (terjadi kekeringan 9 kali dalam 10 tahun). Kondisi ini

terjadi pada 10 tahun mendatang, ketika luas pertanian lahan kering campur

mencapai 33.500 ha. Total lahan di DAS Tono yang tersedia untuk dikonversi

adalah lahan semak belukar seluas 13.651 ha (1.352 ha secara administrasi berada

di Indonesia dan secara ekologi berada di hulu DAS Tono) dan lahan terbuka

seluas 1.095 ha (15 ha berada di Indonesia).

Tabel 28. Simulasi Perubahan Luas Pertanian Lahan Kering Campur Saat Faktor

Lain Konstan terhadap Peluang Kekeringan di DAS Tono

PLKCC(000ha) 28 28,55 29,1 29,65 30,2 30,75 31,3 31,85 32,4 32,95 33,5

CH(mm) 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50

T (oC) 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26

Peluangkering 0,85 0,86 0,87 0,87 0,88 0,89 0,89 0,90 0,91 0,91 0,92

Simulasi ke-2, bila terjadi peningkatan luas pertanian lahan kering campur

dan curah hujan mengalami perubahan secara bersama-sama, sedangkan

temperatur tetap. Peningkatan curah hujan bulanan dengan skala 0-100 mm

dengan temperatur dibuat tetap pada 26oC. Tabel 29 menunjukkan bila curah

hujan 10 mm per bulan akan menyebabkan peningkatan peluang kekeringan

menjadi 0,92 (9 kali dalam 10 tahun) dan sebaliknya ketika curah hujan

meningkat hingga mencapai 100 mm per bulan, peluang kekeringan mengalami

penurunan (8 kali dalam 10 tahun).

Simulasi ke-3, bila terjadi peningkatan luas pertanian lahan kering campur,

perubahan curah hujan bulanan dan temperatur terjadi secara bersama-sama. Hasil

simulasi pada Tabel 30 menunjukkan hasilnya relatif sama dengan menambahkan

peningkatan temperatur yang berkisar 22-32oC. Hasil simulasi pada Tabel 30,

Page 81: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

65

menunjukkan penurunan temperatur hingga 24oC akan menurunkan peluang

kekeringan (terjadi 2 tahun sekali). Sebaliknya peningkatan temperatur hingga

28oC meningkatkan peluang kekeringan menjadi 0,98-1 untuk curah hujan

bulanan 0-100 dan luas pertanian lahan kering campur 31.300 ha. Kekeringan

akan semakin parah bila terjadi fenomena el nino karena curah hujan bulanan

akan mengalami penurunan (15-20% dari kondisi normal), sedangkan temperatur

mengalami peningkatan.

Tabel 29. Simulasi Perubahan Luas Pertanian Lahan Kering Campur dan Curah

Hujan Bulanan terhadap Peluang Kekeringan di DAS Tono

Luas PLKCC (000 ha)

28 28,55 29,1 29,65 30,2 30,75 31,3 31,85 32,4 32,95 33,5

Hu

jan

(m

m)

0 0,93 0,93 0,94 0,94 0,94 0,95 0,95 0,95 0,96 0,96 0,96

10 0,92 0,92 0,93 0,93 0,93 0,94 0,94 0,95 0,95 0,95 0,96

20 0,90 0,91 0,91 0,92 0,92 0,93 0,93 0,94 0,94 0,94 0,95

30 0,89 0,89 0,90 0,91 0,91 0,92 0,92 0,93 0,93 0,94 0,94

40 0,87 0,88 0,88 0,89 0,90 0,90 0,91 0,91 0,92 0,93 0,93

50 0,85 0,86 0,87 0,87 0,88 0,89 0,89 0,90 0,91 0,91 0,92

60 0,83 0,84 0,85 0,85 0,86 0,87 0,88 0,89 0,89 0,90 0,90

70 0,80 0,81 0,82 0,83 0,84 0,85 0,86 0,87 0,88 0,88 0,89

80 0,78 0,79 0,80 0,81 0,82 0,83 0,84 0,85 0,86 0,86 0,87

90 0,75 0,76 0,77 0,78 0,79 0,80 0,82 0,83 0,84 0,84 0,85

100 0,71 0,73 0,74 0,75 0,77 0,78 0,79 0,80 0,81 0,82 0,83

Tabel 30. Simulasi Perubahan Luas Pertanian Lahan Kering Campur Curah Hujan

Bulanan dan Temperatur terhadap Peluang Kekeringan di DAS Tono

Suhu (oC) 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

PLKCC(ha) 28 28,55 29,1 29,65 30,2 30,75 31,3 31,85 32,4 32,95 33,5

Hu

jan

(m

m)

0 0,06 0,20 0,50 0,80 0,94 0,99 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

10 0,05 0,17 0,46 0,78 0,93 0,98 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

20 0,04 0,15 0,42 0,75 0,92 0,98 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

30 0,04 0,13 0,38 0,72 0,91 0,98 0,99 1,00 1,00 1,00 1,00

40 0,03 0,11 0,34 0,68 0,90 0,97 0,99 1,00 1,00 1,00 1,00

50 0,03 0,10 0,31 0,64 0,88 0,97 0,99 1,00 1,00 1,00 1,00

60 0,02 0,08 0,27 0,61 0,86 0,96 0,99 1,00 1,00 1,00 1,00

70 0,02 0,07 0,24 0,57 0,84 0,96 0,99 1,00 1,00 1,00 1,00

80 0,02 0,06 0,21 0,53 0,82 0,95 0,99 1,00 1,00 1,00 1,00

90 0,01 0,05 0,19 0,49 0,79 0,94 0,98 1,00 1,00 1,00 1,00

100 0,01 0,05 0,16 0,44 0,77 0,93 0,98 1,00 1,00 1,00 1,00

Simulasi Dampak Banjir dan Kekeringan terhadap Produksi dan

Pendapatan Usahatani Lahan Kering

Peningkatan peluang banjir dan kekeringan di DAS Tono, lebih

berdampak terhadap hasil pertanian. Sebagian besar (55%) wilayah DAS Tono

Page 82: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

66

terdiri atas lahan pertanian (pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur

dan sawah). Usahatani lahan kering dibudidayakan secara tumpangsari sehingga

simulasi dampak banjir dan kekeringan terhadap hasil usahatani lahan kering

menggunakan persamaan hasil analisis multivariat, secara matematis sebagai

berikut:

lnYjagung = 2,87 + 0,35 lnLlahan + 0,30 lnTk + 1,32Dpt - 0,02Db – 0,60Dk......(13)

lnYpadi = 5,63 + 0,11 lnLlahan + 0,19 lnTk + 0,18Dpt + 0,02Db – 0,59Dk......(14)

lnYk.tanah= 4,95 - 0,01 lnLlahan + 0,13 lnTk + 0,26Dpt - 0,10Db – 0,22Dk.....(15)

Peluang kekeringan saat ini adalah 0,85, sama dengan peluang banjir yakni

0,85. Kekeringan pada usahatani lahan kering umumnya terjadi pada bulan April

dan Mei (saat rata-rata curah hujan bulanan 50 mm dan rata-rata temperatur

bulanan 26oC). Adapun banjir/kelebihan air pada usahatani lahan kering terjadi

pada bulan Januari, Februari, dan Maret. Kelebihan air ini menyebabkan usahatani

lahan kering pada dataran rendah terendam air, sedangkan usahatani lahan kering

pada dataran tinggi (lahan terjal) mengalami erosi karena tingginya aliran

permukaan sehingga mengalami penurunan produksi. Banjir/kelebihan air pada

usahatani umumnya terjadi saat rata-rata curah hujan bulanan 250 mm per bulan.

Dampaknya rata-rata produksi jagung mengalami penurunan dari 645

kg/ha menjadi 320 kg/ha. Produksi padi ladang mengalami penurunan dari 1.485

kg/ha menjadi 910 kg/ha, dan produksi kacang tanah mengalami penurunan dari

360 kg/ha menjadi 200 kg/ha. Total produksi tanaman pangan usahatani lahan

kering mengalami penurunan produksi dari 2.490 kg/ha menjadi 1.430 kg/ha

(terjadi penurunan sebesar 36%). Penurunan produksi usahatani lahan kering akan

mengurangi pendapatan petani. Total pendapatan petani dari usahatani lahan

kering mengalami penurunan sebesar Rp 10.000.000 per ha.

Peluang kekeringan dan banjir akan terus mengalami peningkatan bila

tidak ada upaya-upaya untuk melakukan rehabilitasi hutan dan mengubah sistem

pertanian menjadi agroforestry. Akibatnya total produksi tanaman pangan di DAS

Tono akan terus mengalami penurunan. Dibutuhkan kelembagaan pengelolaan

DAS yang lebih koordinatif antara kelembagaan masyarakat, kelembagaan

unilateral (instansi-instansi terkait) dan kelembagaan bilateral. Hasil analisis

dengan menggunakan model Monte Carlo ditampilkan gambar-gambar berikut.

Gambar 20. Hasil Simulasi Model Monte Carlo untuk Komoditas Jagung

Page 83: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

67

Gambar 21. Hasil Simulasi Model Monte Carlo untuk Komoditas Padi

Gambar 22. Hasil Simulasi Model Monte Carlo untuk Komoditas Kacang Tanah

Gambar 23. Hasil Simulasi Model Monte Carlo untuk 3 Komoditas

Page 84: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

68

Simulasi Dampak Banjir dan Kekeringan terhadap Produksi dan

Pendapatan Usahatani Lahan Basah

Banjir dan kekeringan pada lahan sawah mengurangi produksi padi sawah.

Simulasi dampak banjir dan kekeringan terhadap produksi padi didasarkan pada

hasil analisis regresi berganda, secara matematis sebagai berikut:

Ypadi = 3,44 + 0,34 lnJBenih + 0,39 lnJPupuk + 0,31 lnTk - 0,78Db – 0,80Dk..(16)

Peluang kekeringan saat ini adalah 0,85, sama dengan peluang banjir yakni 0,85.

Kekeringan pada usahatani lahan basah umumnya terjadi pada bulan April dan

Mei (saat rata-rata curah hujan bulanan 50 mm dan rata-rata temperatur bulanan

26oC). Adapun banjir/kelebihan air pada usahatani lahan basah terjadi saat rata-

rata curah hujan bulanan 250 mm, yang umumnya terjadi pada bulan Januari,

Februari, dan Maret.

Dampaknya produksi padi sawah mengalami penurunan dari 6.485 kg/ha

menjadi 1.695 kg/ha atau mengalami penurunan sebesar 66%. Penurunan produksi

menyebabkan terjadinya penurunan pendapatan petani sebesar Rp 47.920.000,-

per ha atau sebesar Rp 62.270.000.000,- untuk 1.300 ha lahan sawah. Penurunan

produksi dan pendapatan petani sawah akan terus terjadi bila peluang banjir dan

kekeringan mengalami peningkatan.

Penurunan produksi ini terjadi karena property right yang tidak sempurna

(Coase, 1960; Allen, 2002) dan pengalokasian sumberdaya yang tidak efisien

karena kelembagaan yang kurang baik (North, 1990). Implikasinya dibutuhkan

evaluasi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara. Kelembagaan

yang dimaksud adalah kelembagaan masyarakat, unilateral, dan bilateral. Evaluasi

kelembagaan menjadi landasan untuk disain kelembagaan pengelolaan DAS

wilayah perbatasan negara.

Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, terdapat beberapa hal yang perlu

disimpulkan sebagai berikut:

1. Peningkatan luas pertanian lahan kering campur (sebagai konversi dari

semak belukar dan hutan) menyebabkan terjadinya banjir dan kekeringan.

Peningkatan luas sawah mengurangi terjadinya banjir karena konversi dari

lahan terbuka dan sebagian air dialirkan melalui saluran menuju sawah.

Peubah iklim yang menyebabkan banjir dan kekeringan adalah curah hujan

bulanan (peningkatannya menyebabkan banjir, dan penurunannya

menyebabkan kekeringan), sedangkan peningkatan temperatur

menyebabkan terjadinya kekeringan.

2. Banjir pada bulan Januari-Maret dan kekeringan April-Mei berdampak

terhadap penurunan 66% produksi padi sawah dan 36% penurunan

produksi tanaman pangan (jagung, padi, dan kacang tanah) pada usahatani

lahan kering. Akibatnya efisiensi ekonomi usahatani menjadi rendah,

yakni: 0,30 untuk usahatani tanaman pangan pada lahan kering dan 0,36

untuk usahatani padi sawah.

3. Simulasi menunjukkan dalam 10 tahun saat luas pertanian lahan kering

campur mencapai 33.500 ha akan menyebabkan peluang banjir 0,98 dan

peluang kekeringan mencapai 0,92. Akibatnya produksi usahatani padi

sawah dan usahatani tanaman pangan pada lahan kering akan terus

mengalami penurunan.

Page 85: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

69

4. EVALUASI KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN

SUNGAI WILAYAH PERBATASAN NEGARA

Pendahuluan

Latar Belakang

Pembangunan wilayah perbatasan negara bertujuan meningkatkan pilihan-

pilihan kepada masyarakat agar tidak terisolir dan terbelakang. Pembangunan di

wilayah perbatasan membutuhkan lahan sehingga terjadi perubahan penggunaan

lahan di DAS Tono sebagai salah satu DAS di perbatasan negara. Dampaknya

terjadi banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Akibatnya

terjadi penurunan produksi dan efisiensi usahatani.

Salah satu penyebabnya adalah lemahnya koordinasi antara kelembagaan

masyarakat, kelembagaan unilatreal dan kelembagaan bilateral. Koordinasi yang

lemah juga terjadi pada kelembagaan unilateral yakni pengelolaan DAS wilayah

perbatasan negara dengan pembangungan wilayah perbatasan. Kelembagaan

pengelolaan dimaksud terdiri atas kelembagaan masyarakat dan kelembagaan

negara. Kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan DAS merupakan

kelembagaan adat yang melakukan perlindungan terhadap DAS secara parsial

yakni perlindungan khusus terhadap sumberdaya air dan hutan. Kelembagaan

negara meliputi: regulasi, lembaga-lembaga dan dokumen-dokumen pengelolaan

DAS dan pembangunan wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste.

Kelembagaan masyarakat dan negara kurang terkoordinasi dengan baik. Demikian

pula koordinasi yang masih lemah antar kelembagaan negara dalam melakukan

pengelolaan DAS dan pembangunan wilayah perbatasan negara.

Aerts et al (2004) menyatakan pengelolaan DAS di perbatasan negara

dilakukan dengan menentukan catchment area beserta aktivitas di hulu DAS dan

hubungannya dengan bagian hilir DAS, sehingga dibentuk kelembagaan untuk

meningkatkan manfaat DAS. Pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara saat ini

lebih perspektif wilayah administratif, dan kurang menjangkau aspek fungsional.

DAS merupakan wilayah fungsional ekologi yang memiliki keterkaitan hulu,

tengah dan hilir.

Keberadaan DAS Tono di wilayah perbatasan Indonesia dan Timor-Leste

membutuhkan pengelolaan yang memperhatikan keterpaduan antar negara, antar

stakeholder, antar sektor. Kajian terhadap aspek kelembagaan pengelolaan DAS

wilayah perbatasan negara diperlukan untuk menjadi dasar pengambilan kebijakan

pembangunan berkelanjutan.

Dunn (1999) menyatakan sebagai proses penelitian, analisis kebijakan

menggunakan prosedur analisis umum yang biasa dipakai untuk memecahkan

masalah-masalah kemanusiaan, yaitu: deskripsi, evaluasi, prediksi, dan

rekomendasi. Kajian ini dilakukan terhadap aspek-aspek kelembagaan yakni: (i)

ketentuan-ketentuan mengenai pembangunan wilayah perbatasan negara dan

pengelolaan DAS, (ii) lembaga-lembaga yang berwenang terhadap pembangunan

wilayah perbatasan negara dan pengelolaan DAS, (iii) hubungan antar ketentuan-

ketentuan dan lembaga-lembaga terkait.

Page 86: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

70

Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana dipaparkan, muncul

pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut:

1. Bagaimana performance kelembagaan pengelolaan DAS wilayah

perbatasan negara dalam kerangka pembangunan berkelanjutan ?

2. Bagaimana strategi pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS

wilayah perbatasan negara?

Tujuan

Tujuan dari kajian ini adalah:

1. Melakukan evaluasi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan

negara dalam kerangka pembangunan berkelanjutan

2. Menganalisis dan merekomendasikan strategi pengembangan kelembagaan

pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara

Metode Penelitian

Kerangka Analisis

Dunn (1999) menyatakan analisis kebijakan adalah jenis analisis yang

menghasilkan dan menyajikan informasi sebagai dasar pengambilan kebijakan.

Analisis kebijakan pengelolaan DAS dalam kerangka pembangunan wilayah

perbatasan negara, dirinci menjadi: (i) evaluasi hubungan kelembagaan

masyarakat, unilateral, dan bilateral (ii) evaluasi secara rinci kelembagaan

masyarakat, unilateral, dan bilateral, (iii) disain model kelembagaan pengelolaan

DAS wilayah perbatasan negara dalam kerangka pembangunan berkelanjutan.

Kajian kelembagaan diawali dengan mengevaluasi koordinasi antar

kelembagaan masyarakat (RI-RDTL), kelembagaan unilateral (RI-RDTL) dan

kelembagaan bilateral RI-RDTL dalam pembangunan wilayah perbatasan negara

dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Kajian dilanjutkan dengan analisis

kewenangan lembaga-lembaga pengelola pembangunan wilayah perbatasan dan

pengelolaan DAS. Evaluasi dilakukan terhadap aturan-aturan dan kewenangan

serta koordinasi antar lembaga dalam pembangunan wilayah perbatasan negara

dan pengelolaan DAS. Disain model kelembagaan dianalisis terpisah pada bagian

lain (bab tersendiri) dari penelitian ini. Siklus analisis dan pembuatan kebijakan,

secara skematis ditampilkan Gambar 24.

Gambar 24. Siklus Kebijakan (sumber: Dunn, 1999)

Metode Pelaksanaan Kajian

Pelaksanaan kajian menggunakan data sekunder dan data primer. Data

sekunder berupa studi kepustakaan untuk identifikasi landasan yuridis, lembaga

pengelola pembangunan wilayah perbatasan dan pengelola daerah aliran sungai,

dan dokumen-dokumen lain yang terkait. Data primer dikumpulkan dengan cara

Policy Formation Policy Evaluation

Policy Recomendation Policy Prediction

Page 87: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

71

dengan cara melakukan wawancara terhadap pemangku kepentingan

menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Responden sebanyak 30

orang, dengan rincian 15 responden berasal dari Indonesia dan 15 responden

berasal dari Timor Leste. Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling

dengan kriteria mewakili pemerintah, masyarakat lokal, dan pemerhati DAS yang

memahami pengelolaan DAS di lokasi penelitian.

Metode Analisis Data

Evaluasi kelembagaan menggunakan analisis deskriptif untuk mengetahui

hubungan antar kelembagaan. Analisis dilanjutkan dengan Content analysis untuk

analisis landasan yuridis dan analisis deskriptif untuk analisis kewenangan

lembaga pengelola daerah aliran sungai dan pembangunan wilayah perbatasan

negara. Adapun strategi pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS dilakukan

dengan pembobotan faktor lingkungan internal (strengths, weaknesses) dan

lingkungan eksternal (opportunities, threats).

Hasil dan Pembahasan

Evaluasi Hubungan Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan

Negara

Evaluasi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara

dilakukan terhadap kelembagaan masyarakat, unilateral (Indonesia dan Timor

Leste), bilateral (JBC Indonesia dan Timor Leste). Pengelompokkan ini

didasarkan pada North (1990), Kasper et al (1998). North (1990)

mengelompokkan kelembagaan menjadi kelembagaan formal dan informal.

Kelembagaan formal merupakan kelembagaan yang dibentuk oleh pemerintah,

sedangkan kelembagaan informal merupakan kelembagaan yang berkembang di

masyarakat (adat-istiadat, pemali, kesepakatan tidak tertulis). Adapun Kasper et al

(1998) mengelompokkan kelembagaan menjadi kelembagaan internal dan

kelembagaan eksternal. Kelembagaan internal merupakan kelembagaan yang

tumbuh dan berkembang pada suatu komunitas, sedangkan kelembagaan eksternal

merupakan kelembagaan yang dibentuk dari luar (kelembagaan nasional,

internasional).

Pengelolaan DAS wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste

dilakukan secara parsial oleh masing-masing negara dan tidak dalam perspektif

adanya keterkaitan ekologi hulu, tengah, hilir DAS. Kelembagaan bertujuan untuk

mengarahkan perilaku individu menuju arah yang diinginkan oleh masyarakat,

mengurangi perilaku oportunis, dan meningkatkan kepastian dan keteraturan

dalam masyarakat (Ostrom, 1990). Keteraturan dalam masyarakat merupakan

wujud dari modal social (trust, norm, networking). Bærenholdt et al (2002)

menyatakan ketergantungan socio-spatial yang diantaranya disebabkan oleh

ketergantungan sumberdaya alam membentuk modal sosial. Trust antar

masyarakat di wilayah perbatasan membentuk norm yang berkembang dalam

kelembagaan lokal masyarakat dan selanjutnya dapat diformalkan oleh

pemerintah melalui network yang baik.

Evaluasi kelembagaan diperlukan karena perilaku masyarakat yang

cenderung eksploitatif dalam melakukan aktivitas usahatani. Demikian pula

pembangunan wilayah perbatasan negara oleh pemerintah Indonesia dan Timor

Page 88: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

72

Leste yang kurang perspektif ekologi. Akibatnya terjadi perubahan lahan

konservasi (semak belukar dan hutan) menjadi lahan budidaya (pertanian lahan

kering dan pertanian lahan kering campur). Kondisi ini menyebabkan

ketidakpastian dalam pencapaian produksi usahatani karena rentan terhadap banjir

dan kekeringan. Lebih dari itu, kondisi ini terjadi karena kelembagaan

pengelolaan DAS yang belum koordinatif.

Perubahan kelembagaan dibutuhkan agar lebih terjalin koordinasi antar

kelembagaan masyarakat, kelembagaan unilateral dan kelembagaan bilateral.

Ostrom (1990) menyatakan perubahan kelembagaan diklasifikasikan atas 3 yakni:

level operasional rule, level collective choice rule dan level constitutional choice

rule. Perubahan kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara

Indonesia dan Timor-Leste dilakukan pada tiap level kelembagaan sesuai

pandangan Ostrom (1990).

Perubahan kelembagaan pada level operasional dalam kaitannya dengan

pemanfataan sumberdaya lahan secara berkelanjutan. Lahan di DAS yang selama

ini dimanfaatkan untuk pertanian lahan kering campur dengan sistem tebas-bakar

diubah menjadi pertanian dengan sistem agroforestry, dan lahan semak belukar

direhabilitasi menjadi hutan. Perubahan pada level ini terjadi pada kelembagaan

masyarakat, dan kelembagaan unilateral (menetapkan reward dan punishment).

Williamson (2000) menyatakan perubahan kelembagaan terjadi pada kelembagaan

formal dan informal.

Perubahan pada level collective choice rule, dengan cara mengubah

ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan kewenangan dan koordinasi antar

lembaga-lembaga pengelola DAS dan pembangunan wilayah perbatasan negara.

Perubahan pada level collective choice rule terjadi pada kelembagaan masyarakat,

kelembagaan unilateral dan bilateral. Perubahan kelembagaan dengan cara

pemerintah melembagakan lembaga adat, memuat kawasan-kawasan perlindungan

sumberdaya air dan sumberdaya hutan oleh masyarakat lokal menjadi kawasan

lindung dengan pertimbangan kelestarian budaya dan lingkungan. Rekonstruksi

kelembagaan JBC dengan memasukkan pengelolaan DAS wilayah perbatasan

negara merupakan perubahan kelembagaan bilateral pada level collective choice

rule.

Perubahan kelembagaan pada level constitutional choice rule dengan cara

mengubah landasan yuridis di Indonesia agar pembangunan tidak hanya perspektif

administratif, tetapi lebih perspektif ekologi. Pemerintah Timor-Leste juga perlu

menyiapkan regulasi mengenai pengelolaan sumberdaya alam dan penataan ruang

di Timor-Leste. Perubahan regulasi pada masing-masing negara menjadi syarat

bagi terlaksananya kerjasama yang lebih berkelanjutan. Perubahan kelembagaan

yang disesuaikan dengan perubahan lingkungan (adaptasi perubahan iklim)

bersifat kontinyu, sesuai dengan teori perubahan kelembagaan Williamson (2000).

Perubahan kelembagaan pada level operasional rule, collective choice

rule, constitutional choice rule diharapkan mengurangi aktivitas masyarakat yang

cenderung eksploitatif dan mengurangi eksternalitas pembangunan wilayah

perbatasan negara. Dampaknya efisiensi ekonomi mengalami peningkatan,

sebagaimana dikemukakan Hayek (1968); Williamson (2000). Evaluasi ini

menjadi dasar untuk melakukan disain kelembagaan pengelolaan DAS wilayah

perbatasan negara Indonesia dan Timor-Leste yang adaptif terhadap perubahan

iklim dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Page 89: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

73

Gambar 25. Kerangka Hubungan Kelembagaan dalam Pengelolaan DAS dan Pembangunan Wilayah Perbatasan Negara

Landasan

Yuridis

Indonesia Pengelola DAS

Pengelola wily.

perbatasan

RPP DAS

Grand Design

Pengelolaan

Wilyh.Perbatasan

Wilyh

Perbatasan

DAS Wilyh.

Perbatasan

Upacara adat

SD air, hutan

dan lahan di

DAS

Masyarakat di

wilyh.perbatasan

Joint Border

Commette (JBC)

Kesepakatan

ekonomi, PLB,

pengelolaan SDA

Pasar batas,

PLB

Kesepakatan

Internasional

dan Masyarakat

Landasan

Yuridis TL

Pembangunan Rencana strategis

nasional

Pengelolaan

SDA

Pelarangan

penebangan hutan

Kelembagaan

pengelolaan

DAS wilayah

perbatasan

negara yang

adaptif

terhadap

perubahan

iklim dan

koordinatif

antar

lembaga

Pengelolaan

parsial

(hulu,

tengah,

hilir) dan

terbatas

pada

wilayah

administrasi

tertentu

(Indonesia

dan Timor-

Leste)

Dasar Hukum Lembaga Rencana Aksi Objek&Lokasi

Nasional

dan Daerah

Hutan dan

Air

Output&

Impact

Solusi

Kelembagaan

73

Page 90: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

74

Evaluasi Kelembagaan Masyarakat dalam Pengelolaan DAS Wilayah

Perbatasan Negara

Penduduk di Pulau Timor (Timor Barat dan Timor Leste) memiliki

kesamaan budaya. Ditunjukkan dengan penggunaan bahasa komunikasi yang

sama (yakni: Bahasa Dawan/Baiqueno) di Kabupaten TTU dan District Oecusi.

Penduduk di perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste juga memiliki ikatan

kekerabatan yang kuat karena memiliki kelembagaan adat yang sama.

Penghormatan terhadap simbol-simbol adat meningkatkan fungsi lembaga adat

dalam mengatur tata kehidupan masyarakat di wilayah perbatasan negara.

Interaksi penduduk yang berasal dari suku yang sama sulit dipisahkan oleh batas

administrasi dan teritori negara. Suku-suku yang penduduknya bermukim di

wilayah perbatasan negara adalah: Bikomi, Tunbaba, Naibenu, dan Musi.

Penduduk suku Bikomi umumnya secara administrasi berada di Indonesia

(Kecamatan Bikomi Utara, Bikomi Tengah, Bikomi Nilulat) dan Timor Leste

(Oesilo dan Passabe). Adapun penduduk suku Tunbaba umumnya menyebar di

Kecamatan Miomafo Timur (Indonesia) dan Pante Makasar (Timor Leste).

Penyebaran penduduk suku Naibenu meliputi: Kecamatan Naibenu (Indonesia),

dan Oesilo dan Pante Makasar (Timor Leste). Penduduk Suku Musi umumnya

menyebar di Indonesia (Musi, Bikomi Nilulat) dan Timor-Leste (Passabe, Nitibe).

Acara-acara adat yang dilakukan setiap tahun oleh masing-masing suku

melibatkan penduduk di District Oecussi dan Kabupaten TTU. Acara-acara adat

biasanya dipimpin oleh usif (raja), yang didampingi oleh amaf-amaf. Wilayah

kewenangan seorang raja biasanya meliputi 1 kecamatan atau beberapa

kecamatan. Suku Bikomi, Tunbaba, Naibenu, Musi dibentuk oleh beberapa amaf,

dan turunannya biasanya menggunakan marga dari amaf atau usif (raja) sehingga

meskipun berada pada wilayah administrasi atau teritori lain, tetap dilibatkan

dalam acara-acara adat pada tiap suku.

Kelembagaan adat berperan mengatur tata kehidupan masyarakat,

kepemilikan lahan, dan tata cara menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Kepemilikan lahan adat didistribusikan kepada: individu, komunal, dan bahkan

negara (lahan adat yang diserahkan kepada negara). Pendistribusian kepemilikan

lahan kepada amaf-amaf biasanya dilakukan oleh usif (raja) dan didampingi oleh

salah satu amaf (tobe). Setiap amaf diberikan kewenangan (otonom) untuk

mengelola lahan dan sumberdaya alam yang telah didistribusikan oleh usif. Luas

wilayah kewenangan seorang amaf biasanya meliputi 1 desa atau beberapa desa.

Lahan yang dimiliki secara individu biasanya untuk lahan pertanian dan

pemukiman, sedangkan lahan yang dimiliki secara komunal adalah lahan yang

diperuntukan bagi kawasan peternakan, hutan dan sumberdaya air. Lahan yang

diserahkan kepada pemerintah, biasanya diperuntukan bagi pemukiman (kantor

dan sekolah), kebun desa dan hutan.

Kelembagaan adat mengelola peruntukan sumberdaya lahan dan aktivitas

pada masing-masing peruntukan lahan. peruntukan lahan oleh masyarakat adat di

perbatasan negara dikategorikan menjadi pertanian dan peternakan, pemukiman,

dan kawasan lindung (hutan dan sumberdaya air). Kawasan peternakan

merupakan savana dan semak belukar yang kepemilikannya komunal. Peternakan

yang berkembang dan memiliki nilai sosial tinggi adalah peternakan sapi, yang

umumnya dikembangkan secara tradisional dengan cara menggembalakan ternak

di savana.

Page 91: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

75

Kawasan pertanian umumnya merupakan lahan yang kepemilikannya

merupakan milik individu dan sebagian merupakan milik komunal. Budaya

pertanian yang berkembang di masyarakat adalah pertanian lahan kering campur

dengan sistem tebas-bakar. Pengelolaannya dilakukan oleh kepala suku dengan

cara menentukan lokasi pertanian lahan kering campur yang umumnya berpindah-

pindah setiap 2-3 tahun sekali. Upacara adat juga dilakukan pada setiap tahapan

kegiatan usahatani lahan kering dimaksudkan untuk memperoleh produksi yang

tinggi. Pengelolaan sumberdaya lahan seperti ini merupakan pengelolaan yang

berorientasi terhadap peningkatan produksi jangka pendek dan pertumbuhan

ekonomi semata dan kurang memperhatikan keberlanjutannya.

Meskipun demikian, di lain sisi kelembagaan masyarakat sesungguhnya

telah mengenal perlindungan terhadap sumberdaya air dan sumberdaya hutan.

Adanya ketentuan yang mewajibkan masyarakat agar tidak melakukan

penebangan pohon dekat sumber mata air dan hutan. Larangan dilakukan dalam

upacara adat yang disebut dengan “banut” atau “tarabandu”. Setiap tahun selalu

ada upacara-upacara adat pada sinbol-simbol adat (rumah adat dan oekanaf) yang

dihadiri oleh anggota suku, tanpa mempedulikan batas administrasi. Lembaga adat

ini juga memberikan sanksi terhadap masyarakat yang melanggar, dalam bentuk

denda dan hukuman adat lainnya.

Evaluasi Kelembagaan Bilateral dalam Pengelolaan DAS Wilayah

Perbatasan

Kelembagaan bilateral pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara adalah

joint border committe (JBC) Indonesia dan Timor Leste. Kelembagaan JBC

didukung oleh kesepakatan-kesepatakan internasional yang berhubungan

pembangunan, dan dampak pembangunan terhadap pengelolaan sumberdaya alam

lintas negara.

JBC RI-RDTL merupakan forum kerjasama Pemerintah Indonesia dengan

Timor Leste. JBC menangani kerjasama yang meliputi: (i) penentuan batas darat

dan laut, (ii) kebijakan pelintas batas, (iii) pengelolaan sumberdaya alam lintas

negara. JBC telah melakukan pertemuan-pertemuan untuk kerjasama penentuan

batas negara, pemberlakuan pas lintas batas (PLB), pembangunan pasar

perbatasan; sedangkan pengelolaan DAS lintas negara belum dilakukan. Analisis

kelembagaan JBC RI-RDTL disajikan pada Tabel 31.

Tabel 31. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan JBC RI-RDTL

Aspek Kelembagaan Hasil Analisis

Struktur JBC dipimpin oleh Dirjen PUM Depdagri, dan

membawahi 7 (tujuh) sub komisi teknis.

Visi, Misi dan Tujuan Membahas isu dan permasalahan perbatasan RI dan

RDTL, merumuskan program-program pada masing-

masing bidang yang dilaksanakan oleh instansi-

instansi terkait di tingkat pusat dan daerah

Sumberdaya Tidak memiliki anggaran, aparatur dan prasarana

mandiri, berfungsi sebagai forum ad hoc dan bukan

institusi yang bersifat struktural

Tugas, Fungsi dan

Kewenangan

Koordinatif

Page 92: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

76

Kelembagaan JBC Indonesia dan Timor Leste didasarkan pada Konvensi

Wina. Konvensi Wina merupakan peraturan internasional mengenai perjanjian

internasional dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam lintas negara

sebagaimana tertuang dalam konvensi internasional di Wina tahun 1969.

Konvensi tersebut menjamin azas perjanjian internasional, multilateral dan

bilateral.

Kelembagaan bilateral pada beberapa negara di dunia dalam

perkembangannya dibentuk karena adanya kesepakatan untuk mengurangi gas

emisi rumah kaca dengan melaksanakan pembangunan yang ramah lingkungan.

Negara-negara maju sebagai penyumbang terbesar terhadap terbentuknya gas

rumah kaca dan perubahan iklim diwajibkan membayar kompensasi bagi negara-

negara berkembang untuk menjaga kelestarian hutan (tropis) sebagai paru-paru

dunia.

Kesepakatan internasional dalam mengatasi eksternalitas negatif

pengelolaan sumberdaya alam antar negara dilakukan dalam KTT Rio+20 tahun

2012. KTT Rio+20 menghasilkan dokumen the future we want yang

merekomendasikan pengelolaan sumberdaya alam lintas negara dengan cara: (i)

green economic, (ii) institutional framework for sustainable development, (iii)

instrumen dan rencana aksi.

Kesepakatan ini sesuai dengan salah satu tujuan Sustainable Development

Goal’s adalah menjaga kelestarian lingkungan hidup dan membina kerjasama

global bagi pembangunan. Pelaksanaannya melalui integrasi prinsip-prinsip

pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan dan program negara, dan

mengurangi kerusakan sumberdaya alam. Sejak tahun 2016 dilaksanakan

sustainable development goal’s, yang salah satu tujuannya adalah meningkatkan

recilience terhadap resiko perubahan iklim terhadap komponen sosial, ekonomi

dan ekologi.

Kesepakatan-kesepakatan internasional dimaksud melandasi pembentukan

JBC Indonesia dan Timor Leste. Kerjasama bilateral yang telah dilakukan oleh

Indonesia dan Timor Leste adalah:

- Penentuan batas laut dan batas darat Indonesia dan Timor Leste,

meskipun pada beberapa titik lokasi belum ada kesepakatan (technical

sub committee on border demarcation and regulation).

- Pemberlakukan pas lintas batas bagi penduduk di desa-desa yang

berbatasan langsung, dan dibukanya pasar perbatasan negara (technical

sub committe on cross border movement of persons and goods

crossing).

- Kerjasama dalam menjaga keamanan perbatasan negara (technical sub

committe on border security)

Kerjasama bilateral river water management belum dilakukan karena beberapa

lokasi merupakan lahan sengketa. Sumberdaya lahan yang disengketakan oleh

masyarakat pada kedua negara memiliki sumberdaya air berlimpah. Solusinya

dibutuhkan kelembagaan yang melakukan pengelolaan terhadap daerah aliran

sungai lintas negara sebagai satu-kesatuan wilayah fungsional ekologi. Kerjasama

pengelolaan untuk wilayah yang lebih luas akan memberikan beberapa opsi

kerjasama bilateral Indonesia dan Timor Leste dalam mengelola sumberdaya alam

lintas wilayah administratif kenegaraan. Kerjasama bilateral pengelolaan

sumberdaya alam lintas negara akan mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Page 93: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

77

Evaluasi Kelembagaan Unilateral Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Wilayah Perbatasan Negara

Evaluasi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara

dianalisis terhadap komponen-komponen berikut: (i) landasan yuridis pengelolaan

DAS wilayah perbatasan negara yang terdiri atas peraturan internasional,

perundang-undangan di Indonesia dan Timor-Leste, (ii) lembaga-lembaga

pengelola DAS dan pembangunan wilayah perbatasan negara Indonesia dan

Timor Leste, (iii) dokumen-dokumen pengelolaan DAS dan pembangunan

wilayah perbatasan negara yang dijadikan rujukan dalam pengelolaan DAS

wilayah perbatasan negara.

Landasan Yuridis Pembangunan Wilayah Perbatasan Negara dan

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Landasan yuridis sebagai landasan pengelolaan yang umumnya

mengarahkan lembaga negara yang berwenang melakukan pengelolaan. Lembaga

negara yang melakukan pengelolaan DAS dan pembangunan wilayah perbatasan

negara menerbitkan dokumen yang digunakan sebagai rujukan dalam melakukan

pengelolaan.

Landasan Yuridis Pemerintah Indonesia

Tabel 32. Landasan Yuridis Pembangunan Wilayah Perbatasan dan Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai

No Perundang-Undangan Tentang

Pembangunan Wilayah Perbatasan

1 UU No. 26 tahun 2007 Penataan Ruang

2 UU No. 43 tahun 2008 Wilayah negara

3 UU No. 17 tahun 2007 Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional Tahun 2005-2025

4 PP No. 26 tahun 2008 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Tahun 2008-2028

5 Perpres No. 5 tahun 2010 Badan Nasional Pengelola Perbatasan

6 Perpres No. 179 tahun 2014 Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan

Negara di Provinsi Nusa Tenggara Timur

7 Perda Provinsi NTT No. 5

tahun 2010

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi NTT

tahun 2010-2030

8 Perda Provinsi NTT No.1

tahun 2008

Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Daerah Provinsi NTT tahun 2005-2025

9 Perda Kabupaten TTU No.

8 tahun 2008

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

TTU tahun 2008-2028

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

1 UU No.37 tahun 2014 Konservasi Tanah dan Air

2 PP No. 42 tahun 2008 Pengaturan Sumberdaya Air

3 PP No. 37 tahun 2012 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

4 Peraturan Menteri PU

Nomor: 11 A/PRT/M/2006

Penetapan Wilayah Sungai

5 Peraturan Menteri Kehutanan

RI No.P.39/Menhut-II/2009 Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai Secara Terpadu

6 Peraturan daerah Provinsi

NTT No. 5 tahun 2008

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara

Terpadu

Page 94: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

78

Landasan yuridis pembangunan wilayah perbatasan negara sebagaimana

diamanatkan UUD 1945 pasal 25A tentang wilayah negara. Pengelolaan daerah

aliran sungai termaktub dalam UUD 1945 pasal 33 tentang pengelolaan

sumberdaya alam yang dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Penjabaran pasal-pasal UUD 1945 tersebut menjadi Undang-Undang (UU),

Peraturan Pemerintah (PP) dan peraturan terkait menjadi dasar pembangunan

wilayah perbatasan negara dan pengelolaan daerah aliran sungai. Rincian landasan

yuiridis ditampilkan Tabel 28.

Demsetz (1967); Allen (2002) menyatakan property rights yang tidak

sempurna pada sumberdaya alam membutuhkan regulasi yang dijadikan sebagai

landasan untuk mengelola sumberdaya alam dimaksud. DAS Tono merupakan

contoh property rights yang tidak sempurna karena secara administrasi berada di

dua negara (Indonesia dan Timor-Leste). Sumberdaya lahan yang berada pada

DAS Tono juga berbeda-beda dalam property rights. Rinciannya lahan hutan

merupakan state property dan common property, lahan semak belukar (common

property) dan lahan pertanian umumnya merupakan individual property. Regulasi

yang telah diterapkan di Indonesia untuk mengelola DAS di wilayah perbatasan

sebagaimana ditampilkan bagian berikut.

Kebijakan Pembangunan Wilayah Perbatasan

UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang menyatakan wilayah

dikategorikan menjadi: wilayah perencanaan, wilayah homogen dan wilayah

nodal. Wilayah perencanaan yang umum adalah negara, provinsi, kabupaten,

kecamatan, dan desa. Wilayah homogen dan wilayah nodal dapat pula ditetapkan

sebagai wilayah perencanaan dengan pertimbangan tertentu.

UU No. 26 tahun 2007 menyatakan pemerintah, pemerintah provinsi dan

pemerintah kabupaten berwenang melakukan penataan ruang sesuai

kewenangannya masing-masing. Salah satu kewenangan dalam penataan ruang

adalah menetapkan kawasan strategis (nasional, provinsi, dan kabupaten) dengan

pertimbangan tertentu, termasuk mempertimbangkan aspek homogenitas dan

nodalitas wilayah. Kawasan strategis nasional merupakan wilayah yang penataan

ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara

nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi,

sosial, budaya, dan/atau lingkungan hidup, termasuk wilayah yang telah

ditetapkan sebagai warisan nasional.

Tujuan penataan ruang sesuai UU No. 26 tahun 2007 adalah: (i)

terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, (ii)

terwujudnya keterpaduan antara sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan

memperhatikan sumberdaya manusia, (ii) terwujudnya perlindungan fungsi ruang

dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Meskipun demikian, dampak negatif dapat terjadi karena pembangunan yang

kurang perspektif ekologi, terutama di wilayah perbatasan negara.

Pemerintahan RI mendefinisikan kawasan perbatasan sebagai wilayah

administrasi kecamatan-kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara lain

(UU No. 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara). Pembangunan yang

mengedepankan wilayah administrasi, dapat menimbulkan dampak negatif

terhadap lingkungan yang berkaitan secara ekologi. Koordinasi antar lembaga

dapat mengurangi eksternalitas negatif pembangunan.

Page 95: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

79

Pemerintah Indonesia membentuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan

(BNPP) sebagai lembaga yang berwenang melakukan koordinasi pembangunan

wilayah perbatasan negara (sesuai Peraturan Presiden Indonesia No. 12 tahun

2010). BNPP telah menetapkan grand design pengelolaan batas wilayah negara

dan kawasan perbatasan negara 2011-2025 yang diantaranya memuat keterkaitan

pertahanan keamanan, ekonomi, sosial, budaya, sumberdaya alam dan lingkungan.

Kebijakan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dalam Kerangka Pembangunan

Wilayah Perbatasan

UU No. 37 tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air menyatakan

daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan

dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,

menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke

laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di

laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Dibutuhkan pengelolaan DAS (PP RI No. 37 tahun 2012) sebagai upaya manusia

mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di

dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian

ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara

berkelanjutan.

Pengelolaan DAS lintas negara dan/atau lintas provinsi dilakukan oleh

menteri, sedangkan DAS dalam provinsi dan lintas kabupaten oleh gubernur.

Adapun DAS dalam kabupaten/kota merupakan kewenangan bupati/walikota.

Pemerintah melalui Permen PU Nomor: 11 A/PRT/M/2006 menetapkan wilayah

sungai yang berada di perbatasan negara. Terdapat 10 (sepuluh) DAS yang berada

di perbatasan Indonesia dan Timor Leste. DAS Tono merupakan salah satu DAS

yang berada di wilayah perbatasan Indonesia dan Timor-Leste. Kenyataannya,

selama ini Indonesia meperlakukan Sub DAS Banain dan Sub DAS Ekat sebagai

DAS yang berada dalam Kabupaten. Perpres No. 179 tahun 2014 menyatakan

DAS Banain dan DAS Ekat merupakan DAS wilayah perbatasan negara, yang

sesungguhnya merupakan bagian dari DAS Tono.

Keterkaitan Perundang-Undangan Pembangunan Wilayah Perbatasan Negara dan

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

UU No. 26 tahun 2007 menyatakan tipologi wilayah meliputi: (i) wilayah

perencanaan, (ii) wilayah homogen, (iii) wilayah nodal. UU No. 43 tahun 2008

menyatakan kawasan perbatasan merupakan wilayah kecamatan yang berbatasan

dengan negara lain. UU No. 37 tahun 2014 menyatakan DAS merupakan wilayah

yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air.

DAS Tono yang berada di perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste

merupakan wilayah fungsional yang terdiri atas bagian hulu, tengah, dan hilir.

Pengelolaannya dibatasi oleh wilayah teritori masing-masing negara, dan dalam

tataran spatial terjadi benturan antara definisi kawasan perbatasan yang berbasis

wilayah administrasi kecamatan, dengan DAS yang memiliki keterkaitan ekologi.

Rencana tata ruang kawasan perbatasan di Provinsi NTT disusun terbatas

pada kecamatan-kecamatan yang berada di kawasan perbatasan, dan implementasi

pembangunan melalui lokasi-lokasi prioritas yang bias administrasi. Dampaknya

perencanaan dan implementasi pembangunan tidak terpadu karena terdapat

kecamatan yang tidak termasuk dalam kawasan perbatasan, namun secara ekologi

Page 96: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

80

merupakan bagian dari DAS Tono sebagai DAS wilayah perbatasan negara.

Perubahan kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara, dibutuhkan

untuk menjamin pembangunan berkelanjutan di wilayah perbatasan negara.

Perundang-Undangan Timor-Leste

Konstitusi Negara Republik Demokratic Timor Leste pasal 5 menetapkan

District Oecussi sebagai wilayah yang diberikan kewenangan otonomi khusus.

Kewenangan untuk mengelola wilayah sendiri karena District Oecussi merupakan

wilayah yang enclave di wilayah NKRI. Konsekuensinya Pemerintah Timor Leste

menetapkan menteri muda (secretario estado) sebagai perwakilan pemerintah

pusat di District Oecussi. Pemerintah district dipimpin oleh seorang Bupati yang

berwenang melakukan perencanaan pembangunan jangka menengah, sedangkan

perencanaan pembangunan jangka panjang ditetapkan oleh pemerintah pusat

melalui kementerian perencanaan pembangunan nasional.

Pemerintah Timor Leste menetapkan kebijakan guna membatasi

penebangan pohon di hutan, dan tidak memperbolehkan ekspor kayu dari Timor

Leste. Pemerintah juga memfasilitasi suco-suco (baca: desa-desa) untuk

menghidupkan kembali pemeliharaan terhadap kawasan hutan dan sumberdaya air

yang dikenal dengan tarabandu.

Tugas dan Fungsi Lembaga-Lembaga Unilateral Pengelola Daerah Aliran

Sungai Wilayah Perbatasan Negara

Lembaga-lembaga pengelola DAS dan pembangunan wilayah perbatasan

negara terdiri atas: (i) lembaga-lembaga pengelola di tingkat pusat Indonesia dan

Timor Leste, (ii) lembaga-lembaga di tingkat daerah, meliputi: Provinsi NTT,

Kabupaten TTU dan District Oecussi. Analisis lembaga pengelola daerah aliran

sungai wilayah perbatasan meliputi: (i) struktur dan fungsi masing-masing

lembaga pengelola tingkat pusat dan daerah, (ii) koordinasi antar lembaga-

lembaga tersebut.

Lembaga-Lembaga RI Pengelola DAS Wilayah Perbatasan Negara

Lembaga-lembaga di Indonesia yang berwenang melakukan pengelolaan

DAS wilayah perbatasan negara dan pembangunan wilayah perbatasan negara,

dikategorikan menjadi: (i) Badan Nasional Pengelola Perbatasan, (ii) Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan, (iii) Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat. Masing-masing kementerian dan badan membentuk lembaga

di tingkat provinsi, dan kabupaten bila dibutuhkan. Kementerian lingkungan

hidup dan kehutanan RI membentuk badan pengelola DAS (BP-DAS) di tingkat

pusat dan BP-DAS di tingkat provinsi atau beberapa kabupaten. BP-DAS dapat

membentuk forum DAS yang berfungsi koordinatif antar pemangku kepentingan

dan sektor. Kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat (PUPR)

membentuk lembaga teknis di tingkat provinsi berupa balai wilayah sungai. BNPP

membentuk badan daerah pengelola perbatasan di tingkat provinsi dan kabupaten.

Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) RI

BNPP merupakan badan yang dibentuk berdasarkan UU No. 43 tahun

2008 yang dijabarkan dalam Peraturan Presiden No.12 tahun 2010. Badan ini

selanjutnya membentuk instansi teknis di provinsi dan kabupaten yang berbatasan

dengan negara lain. Pemerintah Provinsi NTT membentuk BDPP Provinsi NTT,

sedangkan Pemerintah Kabupaten TTU membentuk BDPP Kabupaten TTU.

Page 97: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

81

Analisis aspek-aspek kelembagaan BNPP, BDPP Provinsi, dan BDPP Kabupaten

ditampilkan pada Tabel 33, 34 dan 35. Badan pengelola perbatasan yang dibentuk

pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten menjalankan tugas dan

berkoordinasi dengan lembaga-lembaga terkait lainnya.

Tabel 33. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan BNPP

Aspek Kelembagaan Hasil Analisis

Struktur BNPP dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri. BNPP

terdiri atas 3 Deputi yang menangani bidang

infrastruktur kawasan perbatasan, potensi kawasan

perbatasan, batas wilayah negara

Visi, Misi dan Tujuan Mempercepat penyelesaian batas antar negara;

pengembangan pusat pertumbuhan baru di kawasan

perbatasan; mewujudkan kawasan perbatasan yang

kondusif bagi aktifitas ekonomi, sosial, budaya;

meningkatkan pembangunan prasarana dan sarana

perbatasan; meningkatkan pengelolaan SDA;

mengembangkan sistem kerjasama pembangunan

Sumberdaya Tidak memiliki anggaran karena berfungsi sebagai

forum ad hoc. Memiliki aparatur dan prasarana

mandiri.

Tugas, Fungsi dan

Kewenangan

Menetapkan kebijakan program pembangunan

perbatasan, menetapkan rencana kebutuhan

anggaran, mengkoordinasikan pelaksanaan, dan

melaksanakan evaluasi dan pengawasan terhadap

batas wilayah negara dan kawasan perbatasan

Tabel 34. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan BDPP Provinsi NTT

Aspek Kelembagaan Hasil Analisis

Struktur BNPP Provinsi NTT dipimpin oleh pejabat eselon II,

yang terdiri atas 3 kepala bidang yang menangani

bidang infrastruktur kawasan perbatasan, potensi

kawasan perbatasan, batas wilayah negara

Visi, Misi dan Tujuan Mempercepat penyelesaian batas antar negara;

mempercepat pengembangan pusat pertumbuhan

baru di kawasan perbatasan; mewujudkan kawasan

perbatasan yang kondusif bagi aktifitas ekonomi,

sosial, budaya; meningkatkan pembangunan

prasarana dan sarana perbatasan; meningkatkan

pengelolaan sumberdaya alam; mengembangkan

sistem kerjasama pembangunan

Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri.

Tugas, Fungsi dan

Kewenangan

Melaksanakan kebijakan pemerintah dan

menetapkan kebijakan dalam kerangka otonomi

daerah dan tugas perbantuan, melakukan koordinasi

pembangunan kawasan perbatasan, melakukan

pengawasan pembangunan kawasan perbatasan

tingkat kabupaten, menetapkan kebutuhan anggaran

Page 98: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

82

Tabel 35. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan BDPP Kabupaten TTU

Aspek Kelembagaan Hasil Analisis

Struktur BNPP dipimpin oleh pejabat eselon II, yang

membawahi 3 kepala bidang yang menangani bidang

infrastruktur kawasan perbatasan, potensi kawasan

perbatasan, batas wilayah negara.

Visi, Misi dan Tujuan Mempercepat penyelesaian batas antar negara;

mempercepat pengembangan pusat pertumbuhan

baru di kawasan perbatasan; mewujudkan kawasan

perbatasan yang kondusif bagi aktifitas ekonomi,

sosial, budaya; meningkatkan pembangunan

prasarana dan sarana perbatasan; meningkatkan

pengelolaan sumberdaya alam; mengembangkan

sistem kerjasama pembangunan

Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri.

Tugas, Fungsi dan

Kewenangan

Melaksanakan kebijakan pemerintah, pemerintah

provinsi; dan menetapkan kebijakan lainnya dalam

kerangka otonomi daerah, menjaga dan memelihara

tanda batas; melakukan koordinasi pelaksanaan tugas

pembangunan kawasan perbatasan di wilayahnya;

menetapkan rencana kebutuhan anggaran

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI

Kementerian ini dibentuk sesuai dengan Peraturan Presiden No. 16 tahun

2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan membentuk Badan Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai (BP-DAS) di tingkat pusat. BP-DAS membentuk BP-DAS Benain-

Noelmina yang melakukan pengelolaan terhadap DAS Benenain dan DAS

Noelmina. Sub DAS Banain dan Sub DAS Ekat yang merupakan bagian DAS

Tono merupakan DAS yang berada dalam wilayah pengelolaan BP-DAS Benain.

BP-DAS Benain juga telah membentuk forum DAS Benain yang berfungsi

melakukan kajian, koordinasi antar stakeholder dan sektor dalam pengelolaan

DAS Benain. Forum DAS Benain berperan melakukan koordinasi terhadap

pengelolaan DAS Benain. Kajian dan koordinasi pengelolaan DAS Benain saat ini

lebih menitikberatkan pada DAS Benain, bukan seluruh wilayah pengelolaan BP-

DAS Benain.

Tabel 36. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian Lingkungan Hidup

dan Kehutanan RI

Aspek Kelembagaan Hasil Analisis

Struktur Dipimpin oleh Menteri yang membawahi beberapa

direktorat termasuk direktorat pengendalian daerah

aliran sungai dan hutan lindung.

Visi, Misi dan Tujuan Mengendalikan konversi lahan DAS, hutan lindung.

Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri.

Tugas, Fungsi dan

Kewenangan

Perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan

standar, kriteria dan prosedur; koordinasi, bimbingan

teknis, evaluasi dan pelaporan

Page 99: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

83

Tabel 37. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan BP-DAS

Aspek Kelembagaan Hasil Analisis

Struktur Dipimpin oleh seorang dirjen yang membawahi

beberapa direktur termasuk direktur perencanaan dan

evaluasi pengelolaan DAS.

Visi, Misi dan Tujuan Peningkatan fungsi dan daya dukung DAS berbasis

pemberdayaan masyarakat

Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri.

Tugas, Fungsi dan

Kewenangan

Perumusan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan

DAS, penyusunan standar, kriteria dan prosedur di

bidang pengelolaan DAS

Tabel 38. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan BP-DAS Benain

Aspek Kelembagaan Hasil Analisis

Struktur Badan yang berada dibawah pimpinan dirjen

pengendalian daerah aliran sungai dan hutan lindung.

Dipimpin oleh seorang pejabat eselon II dan

membawahi beberapa bidang.

Visi, Misi dan Tujuan Melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan

pada DAS, bila diperlukan membentuk forum DAS

Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri.

Tugas, Fungsi dan

Kewenangan

Merumuskan dan menetapkan kebijakan program

pengelolaan daerah aliran sungai yang berada di

NTT. Dilanjutkan dengan pelaksanaan, evaluasi dan

pengawasan pengelolaan DAS tersebut

Tabel 39. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Forum DAS Benain

Aspek Kelembagaan Hasil Analisis

Struktur Dipimpin oleh ketua forum yang dipilih dari

pemangku kepentingan.

Visi, Misi dan Tujuan Memfasilitasi komunikasi dan koordinasi antar

stakeholder di kabupaten-kabupaten yang berada di

DAS Benain

Sumberdaya Tidak memiliki anggaran, aparatur dan prasarana

mandiri.

Tugas, Fungsi dan

Kewenangan

Merumuskan kebijakan dan program pembangunan

pada DAS Benain yang dapat dilaksanakan oleh

instansi terkait.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI

Kementerian PUPR merupakan kementerian yang bertugas membangun

infrastruktur di seluruh Indonesia, termasuk wilayah perbatasan negara dan

wilayah DAS. Pembangunan infrastruktur wilayah perbatasan yang telah

dilaksanakan adalah perluasan jalan dan pembangunan jalan baru. Pembangunan

infrastruktur pada sempadan sungai dan wilayah sungai merupakan kewenangan

Kementerian PUPR. Kementerian PUPR membentuk balai wilayah sungai di

Provinsi NTT yang berkedudukan di Kupang. Berikut ditampilkan analisis

kelembagaan kementerian PUPR dan balai wilayah sungai NTT I.

Page 100: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

84

Tabel 40. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian PUPR RI

Aspek Kelembagaan Hasil Analisis

Struktur Dipimpin oleh Menteri yang membawahi beberapa

direktorat termasuk direktorat sumber daya air.

Visi, Misi dan Tujuan Menyelenggarakan pengelolaan sumberdaya air

secara efektif dan optimal untuk meningkatkan

kelestarian fungsi, keberlanjutan pemanfaatan

sumberdaya air, mengurangi resiko daya rusak air.

Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri.

Tugas, Fungsi dan

Kewenangan

Perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan

standar, kriteria dan prosedur; bimbingan teknis dan

pelaksanaannya

Tabel 41. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Balai Wilayah Sungai NTT I

Aspek Kelembagaan Hasil Analisis

Struktur Balai yang berada di bawah pimpinan dirjen

sumberdaya air. Berada di Provinsi NTT dan

dipimpin oleh pejabat eselon II.

Visi, Misi dan Tujuan Mewujudkan pembangunan pada wilayah sungai

secara terpadu.

Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri.

Tugas, Fungsi dan

Kewenangan

Merumuskan dan menetapkan kebijakan program

pembangunan pada wilayah sungai. Dilanjutkan

dengan pelaksanaan dan evaluasi terhadap program

pembangunan tersebut

Sumber: Olahan Data, 2014

Lembaga Pengelola DAS Wilayah Perbatasan Negara di RDTL

Sistem pemerintahan Timor Leste merupakan republik demokratik.

Presiden adalah kepala negara, sedangkan perdana menteri sebagai kepala

pemerintahan. Lembaga-lembaga negara yang berwenang melakukan pengelolaan

terhadap daerah aliran sungai adalah kementerian pekerjaan umum, dan

kementerian kehutanan, pertanian dan perikanan. Adapun kementerian yang

berwenang melakukan perencanaan pembangunan nasional adalah kementerian

pembangunan nasional dan kementerian dalam negeri.

Kementerian dalam negeri berwenang menditribusikan wewenang kepada

pemerintah daerah (district) untuk melakukan pembangunan di wilayahnya.

Pembangunan didasarkan pada perencanaan pembangunan jangka menengah

daerah yang merujuk pada rencana pembangunan strategik nasional, yang

merupakan kewenangan kementerian perencanaan pembangunan nasional.

Pemerintah District Oecusi telah menyusun dokumen perencanaan jangka

menengah 2014-2018. Adapun kementerian kehutanan, pertanian dan perikanan

berwenang melakukan pengelolaan terhadap kawasan hutan, pertanian dan

perikanan. Koordinasinya dengan kementerian pekerjaan umum untuk

pembangunan irigasi dan prasarana penunjang lainnya. Rincian analisis

kelembagaan kementerian-kementerian yang terkait dengan lembaga pengelola

DAS wilayah perbatasan negara di Timor-Leste ditampilkan pada Tabel 42, 43,

44, 45.

Page 101: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

85

Tabel 42. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian PU Republik

Demokratik Timor Leste

Aspek Kelembagaan Hasil Analisis

Struktur Dipimpin oleh Menteri yang membawahi beberapa

direktorat.

Visi, Misi dan Tujuan Menyelenggarakan pembangunan dan pemeliharaan

terhadap infrastruktur wilayah termasuk perpipaan,

bendungan dan jaringan primer irigasi guna

meningkatkan fungsi sumberdaya air.

Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri.

Tugas, Fungsi dan

Kewenangan

Perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan

standar, kriteria dan prosedur; bimbingan teknis dan

pelaksanaannya

Tabel 43. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian Kehutanan,

Pertanian dan Perikanan Republik Demokratik Timor Leste

Aspek Kelembagaan Hasil Analisis

Struktur Dipimpin oleh Menteri yang membawahi beberapa

direktorat yakni: direktorat kehutanan, pertanian, dan

perikanan.

Visi, Misi dan Tujuan Menyelenggarakan pengelolaan terhadap

sumberdaya kehutanan guna menjaga kelestarian

sumberdaya air. Menyelenggarakan pemberdayaan

masyarakat yang berada di DAS.

Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri.

Tugas, Fungsi dan

Kewenangan

Perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan

standar, kriteria dan prosedur; bimbingan teknis dan

pelaksanaannya

Tabel 44. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian dalam Negeri

Republik Demokratik Timor Leste

Aspek Kelembagaan Hasil Analisis

Struktur Dipimpin oleh Menteri yang membawahi beberapa

direktorat.

Visi, Misi dan Tujuan Menyelenggarakan pengembangan kelembagaan,

dan menyelenggarakan pembangunan dalam rangka

meningkatkan ketahanan nasional dan menjaga

keutuhan wilayah RDTL.

Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri.

Tugas, Fungsi dan

Kewenangan

Perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan

standar, kriteria dan prosedur; bimbingan teknis dan

pelaksanaannya

Page 102: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

86

Tabel 45. Analisis Aspek-Aspek Kelembagaan Kementerian Pembangunan

Nasional Republik Demokratik Timor Leste

Aspek Kelembagaan Hasil Analisis

Struktur Dipimpin oleh Menteri yang membawahi beberapa

direktorat

Visi, Misi dan Tujuan Merencanakan dan menyelenggarakan pembangunan

nasional dan wilayah.

Sumberdaya Memiliki anggaran, aparatur dan prasarana mandiri.

Tugas, Fungsi dan

Kewenangan

Perumusan dan pelaksanaan kebijakan; penyusunan

standar, kriteria dan prosedur; bimbingan teknis dan

pelaksanaannya

Hubungan Lembaga-Lembaga Pengelola DAS Wilayah Perbatasan Negara

Kerjasama bilateral Indonesia dengan Timor Leste dilakukan dengan

membentuk Joint Border Comitte (JBC) RI-RDTL. Fungsinya melakukan

koordinasi penentuan batas negara, kerjasama keamanan dan pelintas batas, serta

pengelolaan sumberdaya alam lintas negara. Terdapat beberapa titik perbatasan

negara yang dipermasalahkan karena konflik sumberdaya alam. Penyelesaian

konflik tersebut dilakukan melalui pertemuan-pertemuan dalam JBC juga dengan

menghadirkan tokoh-tokoh adat di wilayah perbatasan negara.

JBC RI-RDTL juga telah mengaktifkan pasar perbatasan dan pemberikan

PLB (pas lintas batas) bagi penduduk di desa-desa yang berbatasan langsung,

sebagai solusi bagi pelintas batas ilegal yang selama ini melakukan aktivitas

sosial, ekonomi dan budaya. Implikasinya berkurangnya black market dan

mengurangi transaction cost.

Adapun koordinasi pembangunan yang belum dilaksanakan oleh Joint

Border Comitte RI-RDTL adalah pengelolaan sumberdaya alam di perbatasan

negara. Terdapat sumberdaya alam yang memiliki keterkaitan ekologis yang

letaknya berada di perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste. DAS merupakan

sumberdaya pembangunan yang memiliki keterkaitan antara hulu, tengah dan

hilir. Terdapat beberapa DAS yang berada di perbatasan negara Indonesia dan

Timor Leste.

Kendalanya pemerintah menetapkan pembangunan berbasis wilayah

administratif. Pembangunan wilayah perbatasan negara sesuai dengan lokasi

prioritas I, II, dan III yang telah ditetapkan dalam grand design pembangunan

kawasan perbatasan oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). Lokasi

prioritas meliputi: kecamatan-kecamatan yang berbatasan dengan negara tetangga

dan ibukota kabupaten dari kabupaten-kabupaten yang berbatasan dengan negara

tetangga. Sedangkan DAS merupakan wilayah fungsional yang berbeda secara

spatial dengan wilayah admnistrasi kecamatan.

Pengelolaan DAS Tono dilakukan oleh masing-masing negara dengan

perspektif parsial karena meliputi wilayah teritori masing-masing negara.

Pengelolaan daerah aliran sungai wilayah perbatasan negara seyogyanya

melibatkan kementerian-kementerian terkait dan seluruh stakeholder. Kerjasama

pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara akan meningkatkan pencapaian

tujuan pembangunan berkelanjutan, karena menjadi landasan pelaksanaan

program-program pembangunan berkelanjutan.

Page 103: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

87

Dokumen-Dokumen Perencanaan Pembangunan Wilayah Perbatasan dan

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Peraturan-peraturan dan institusi-institusi pemerintah pengelola

pembangunan wilayah perbatasan dan pengelola daerah aliran sungai

melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan dokumen-dokumen operasional

yang dituangkan dalam perencanaan pembangunan. Dokumen-dokumen

perencanaan dikelompokkan menjadi dokumen perencanaan spatial dan

perencanaan pembangunan.

Dokumen perencanaan spatial meliputi: Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional, rencana tata ruang kawasan perbatasan negara, rencana tata ruang

Provinsi NTT, rencana tata ruang Kabupaten TTU. Adapun pemerintah Timor

Leste belum memiliki dokumen perencanaan spatial (penataan ruang). Dokumen

perencanaan pembangunan meliputi: Rencana Pembangunan Jangka Panjang

(RPJP) RI, RPJP Daerah Provinsi NTT, RPJP Daerah Kabupaten TTU. Dokumen

perencanaan strategis nasional pemerintah Timor Leste dan perencanaan

pembangunan District Oecussi tahun 2014-2018.

UU No. 26 tahun 2007 dioperasionalkan secara nasional melalui PP No.

26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN).

RTRWN menyatakan pemerintah menetapkan pembangunan wilayah perbatasan

negara dengan prioritas keamanan. Pendekatan ekonomi juga dilakukan dengan

menetapkan Kupang (ibukota Provinsi NTT) ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan

Strategis Nasional (PKSN), Atambua (ibukota Kabupaten Belu) ditetapkan

sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), dan Kefamenanu (ibukota Kabupaten

TTU) ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).

Kota Atambua dan Kefamenanu dalam perkembangannya, statusnya

mengalami peningkatan menjadi Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN), yang

ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 179 tahun 2014 tentang Rencana Tata

Ruang Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Prioritas

pembangunan kawasan perbatasan negara di NTT meliputi: (i) keamanan untuk

menetapkan batas-batas darat dan laut yang bebas konflik, (ii) kesejahteraan

melalui penetapan kawasan agropolitan dan kawasan perdagangan, (iii) perpaduan

keamanan dan kesejahteraan melalui penetapan kawasan industri, (iv) lingkungan

hidup melalui penetapan buffer zone sebagai kawasan lindung.

Pemerintah Provinsi NTT menetapkan RTRW Provinsi NTT 2010-2030

merujuk pada RTRWN dan UU No. 26 tahun 2007. Pemerintah Kabupaten TTU

juga telah menetapkan kawasan perbatasan sebagai kawasan strategis daerah

sesuai RTRW Kabupaten TTU 2008-2028. Pemerintah Provinsi NTT dan

Kabupaten TTU selanjutnya melaksanakan pembangunan pada kawasan

perbatasan negara dengan maksud meningkatkan kesejahteraan masyarakat

melalui pengelolaan sumberdaya alam di wilayah perbatasan negara.

Pelaksanaan pembangunan pada kawasan perbatasan negara sebagaimana

ditetapkan BNPP dalam dokumen grand design. Lokasi prioritas pengembangan

perbatasan negara dalam grand design yang dirinci dalam lokasi prioritas I, II, III.

Lokasi prioritas I di perbatasan sektor timur adalah Kecamatan Insana Utara,

Kecamatan Bikomi Utara, Kecamatan Amfoang Utara. Lokasi prioritas II di

perbatasan sektor timur meliputi: Kecamatan Bikomi Nilulat, Bikomi Tengah,

Naibenu, Musi, Miomafo Barat, Mutis. Adapun lokasi prioritas III adalah

Kefamenanu sebagai ibukota Kabupaten TTU.

Page 104: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

88

Pembangunan yang dilaksanakan pemerintah Timor Leste mendasarkan

pada Rencana Strategis Pembangunan di Timor Leste tahun 2011-2030.

Pemerintah Enclave District Oecussi menjabarkannya dalam rencana jangka

menengah daerah District Oecussi 2014-2018. Pembangunan infrastruktur

dikoordinir oleh kementerian pekerjaan umum. Infrastruktur yang telah dibangun

adalah: infrastruktur listrik, pembangunan puskesmas, irigasi, pembangunan

tembok penahan di sempadan sungai. Adapun pembangunan pertanian dalam arti

luas (pertanian, perikanan, dan kehutanan). Kegiatan pemberdayaan yang telah

dilaksanakan berkaitan dengan pengelolaan kawasan hutan adalah: pembentukan

kelompok tani kebun menetap.

Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan

Negara Indonesia dan Timor-Leste

Strategi pengembangan kelembagaan dilakukan dalam 2 (tahap) yakni: (i)

identifikasi dan pembobotan faktor internal dan eksternal, (ii) pengembangan

strategi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara. Faktor internal

dikategorikan menjadi kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses),

sedangkan faktor eksternal dikategorikan menjadi peluang (opportunities) dan

ancaman (threarts). Analisis dilanjutkan dengan membuat matriks berbobot.

Identifikasi dan Pembobotan Faktor Internal

Kekuatan (S):

1. Memiliki perundang-undangan yang mengatur mengenai pembangunan

wilayah perbatasan, dan pengelolaan daerah aliran sungai

2. Pemerintah telah menunjuk lembaga yang berwenang dalam melakukan

pengelolaan DAS lintas negara

3. Pemangku kepentingan memiliki komitmen untuk bekerjasama dalam

pengelolaan daerah aliran sungai

4. Penduduk di wilayah perbatasan RI dan RDTL memiliki hubungan

kekerabatan yang erat dan memiliki budaya perlindungan terhadap

sumberdaya air dan sumberdaya hutan

5. Sebagian penduduk telah menjadi anggota kelompok tani dan memiliki

kebun menetap

Kelemahan (W):

1. Definisi antara kawasan perbatasan dengan DAS dalam beberapa kasus

tidak sinkron secara spatial.

2. Belum ada pengelolaan daerah aliran sungai wilayah perbatasan negara

3. Perspektif pembangunan belum sepenuhnya mengakomodir pembangunan

berkelanjutan

4. Belum ada kajian fisik wilayah DAS lintas negara, karena penelitian-

penelitian yang telah dilakukan umumnya dibatasi oleh teritori negara

5. Pemangku kepentingan umumnya berpandangan bahwa pengelolaan DAS

dibatasi oleh wilayah administrasi

6. Pengelolaan bersifat parsial yakni hanya berkaitan dengan sumberdaya air,

irigasi, dan pembangunan bronjong/tembok penahan di sempadan sungai.

Page 105: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

89

7. Perubahan penggunaan lahan konservasi menjadi lahan budidaya

mengakibatkan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim

kemarau di DAS Tono

8. Rendahnya produksi dan efisiensi ekonomi usahatani di DAS Tono

(terutama pada usahatani lahan kering karena aktivitas usahatani lahan

kering dengan sistem tebas bakar)

Faktor internal yang telah diidentifikasi, diberi bobot untuk mengetahui

prioritas persepsi pemangku kepentingan terhadap masing-masing faktor.

Pembobotan faktor eksternal ditampilkan pada Tabel 46.

Tabel 46. Matriks Faktor Analisis Lingkungan Internal

Faktor-Faktor Internal Bobot Skor Total

Strengths

Penduduk di wilayah perbatasan RI dan RDTL memiliki

hubungan kekerabatan dan memiliki budaya perlindungan

terhadap sumberdaya air dan hutan

0,15 3,03 0,45

Memiliki perundang-undangan yang mengatur mengenai

pembangunan wilayah perbatasan

0,06 2,50 0,16

Memiliki perundang-undangan yang mengatur mengenai

pengelolaan daerah aliran sungai

0,08 2,53 0,20

Pembentukan kelompok tani kebun menetap disertai

penyuluhan dan pendampingan

0,06 2,23 0,12

Pemangku kepentingan memiliki komitmen untuk

bekerjsama dalam pengelolaan daerah aliran sungai

0,13 3,13 0,40

Weaknesses

Definisi antara kawasan perbatasan dan DAS dalam beberapa

kasus tidak sinkron (berbenturan) secara spatial

0,12 3,53 0,43

Belum ada pengelolaan DAS yang berada di perbatasan

negara dalam kerangka pembangunan wilayah perbatasan

0,08 1,90 0,15

Belum ada kesepakatan antar negara mengenai pengelolaan

daerah aliran sungai yang berada di perbatasan negara dalam

kerangka pembangunan berkelanjutan

0,14 3,63 0,49

Belum ada kajian fisik DAS lintas negara 0,04 1,87 0,07

Pemangku kepentingan umumnya berpandangan bahwa

pengelolaan DAS dibatasi oleh wilayah administrasi

0,12 2,43 0,28

Pengelolaan DAS selama ini bersifat parsial yakni hanya

berkaitan dengan sumberdaya air dan irigasi, serta

pengelolaannya umumnya perspektif jangka pendek

0,03 1,83 0,06

Perubahan penggunaan lahan konservasi menjadi lahan

budidaya mengakibatkan banjir dan kekeringan

0,06 2,53 0,16

Rendahnya produksi dan efisiensi ekonomi usahatani 0,06 2,70 0,16

Kekuatan terbesar yang menjadi pendorong adalah pemerintah RI dan

RDTL telah membentuk joint border committe dan komitmen stakeholder untuk

melakukan kerjasama pengelolaan DAS. Komitmen pengelolaan DAS secara

bersama telah dilakukan negara-negara di Afrika sejak tahun 1972, untuk

mengatasi persoalan distribusi air di Afrika (Lautze dan Guardano 2005).

Kelemahan yang menjadi penghambat utama adalah definisi kawasan perbatasan

negara yang berbeda secara spatial dengan definisi DAS, dan belum adanya

kerjasama pengelolaan DAS lintas negara dalam kerangka pembangunan

berkelanjutan.

Page 106: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

90

Identifikasi dan Pembobotan Faktor Eksternal

Peluang (O):

1. Konvensi internasional memungkinkan adanya kerjasama antar negara

dalam pengelolaan sumberdaya alam lintas negara

2. Pengalaman beberapa negara di dunia dalam mengelola DAS lintas negara

dapat dijadikan sebagai rujukan

3. Agenda lingkungan internasional

4. Telah memiliki joint border committe (JBC) RI-RDTL

5. Prioritas pembangunan di wilayah perbatasan negara

Ancaman (T):

1. Fenomena alam la nina dan el nino

2. Peningkatan suhu global

3. Perubahan iklim yang terjadi lebih sering dan semakin sulit diprediksi secara

tradisional 4. Mekanisme penganggaran kelembagaan pengelola DAS wilayah

perbatasan negara dalam kerangka pembangunan berkelanjutan yang

rumit.

Faktor eksternal yang telah diidentifikasi, diberi bobot untuk mengetahui

prioritas persepsi stakeholder terhadap masing-masing faktor. Pembobotan faktor

eksternal ditampilkan pada Tabel 47.

Tabel 47. Matriks Faktor Analisis Lingkungan Eksternal

Faktor-Faktor Eksternal Bobot Skor Total

Opportunities Konvensi internasional memungkinkan adanya kerjasama

antar negara dalam pengelolaan sumberdaya alam lintas

negara

0,14 2,77 0,39

Pengalaman beberapa negara di dunia dalam melakukan

pengelolaan DAS dapat dijadikan sebagai rujukan

0,15 3,37 0,52

Agenda lingkungan internasional 0,16 3,10 0,48

Telah membentuk joint border comitte RI-RDTL 0,14 2,97 0,41

Prioritas pembangunan di wilayah perbatasan negara 0,14 2,67 0,36

Threats Fenomena alam el nino dan la nina 0,09 1,83 0,17

Pemanasan global 0,10 3,50 0,35

Perubahan iklim yang terjadi lebih sering dan semakin sulit

diprediksi secara tradisional

0,04 1,47 0,05

Mekanisme penganggaran pengelolaan DAS lintas negara 0,05 1,97 0,10

Peluang kerjasama pengelolaan DAS lintas negara untuk mewujudkan

pembangunan berkelanjutan, sebagaimana dinyatakan Lautze et al (2005)

mengenai agenda lingkungan internasional. Hubungan kekerabatan yang kuat,

sehingga interaksi sosial, budaya dan ekonomi di wilayah perbatasan tidak

terbatas pada batas administrasi negara (Taena et al. 2013). Ancaman berasal dari

budaya usahatani lahan kering dengan sistem tebas-bakar, sehingga terjadi banjir

dan kekeringan.

Analisis data pada tabel pembobotan faktor internal dan eksternal

menunjukkan faktor-faktor strengths memperoleh nilai 1,34 dan weaknesses

memperoleh nilai 1,49. Nilai total skor faktor-faktor opportunities adalah 2,16 dan

Page 107: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

91

nilai total faktor-faktor threats adalah 0,67. Matriks SWOT ditampilkan pada

Gambar 26.

Opportunities (+2,16)

III. Ubah Strategi (OW) I. Progresif (SO)

-1,49 +1,34

Weaknesses Strenghts

IV. Defence (WT) II. Diversifikasi (ST)

Threats (-0,67)

Gambar 26. Diagram Cartesius Analisis SWOT Kelembagaan Pengelolaan DAS

Wilayah Perbatasan Negara dalam Pembangunan Berkelanjutan

Matriks SWOT sesuai diagram Cartesius menunjukkan posisi dari nilai-

nilai tersebut. Rangkuty (2006) menyatakan diagram Cartesius memiliki 4 (empat)

kuadran, setiap kuadran mewakili masing-masing strategi. Kuadran I merupakan

kuadran faktor internal dan eksternal positif sehingga strategi yang digunakan

adalah progresif (menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang).

Kuadran II memiliki ciri faktor internal positif dan faktor eksternal negatif,

sehingga strategi yang diterapkan adalah diversifikasi strategi (memanfaatkan

kekuatan untuk mengatasi ancaman).

Kuadaran III dicirikan oleh faktor internal negatif dan faktor eksternal

positif, sehingga strategi yang diterapkan adalah mengubah strategi

(memanfaatkan peluang untuk memperbaiki kelemahan). Kuadran IV dicirikan

oleh faktor internal dan eksternal negatif, sehingga strategi yang diterapkan adalah

strategi bertahan (defence). Kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan

negara RI dan RDTL berada pada kuadran III. Selisih nilai antara strengths dan

weaknesses adalah sebesar -0,15. Selisih nilai antara opportunities dan threats

adalah 1,49.

Rekomendasi Strategi Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan

Negara

Strategi-strategi pengembangan kelembagaan dikategorikan menjadi

progresif (SO), diversifikasi (ST), ubah strategi (OW), dan defence (WT) dirinci

dalam alternatif-alternatif strategi. Analisis diagram cartesius menunjukkan

strategi yang digunakan dalam pengembangan kelembagaan adalah memanfaatkan

peluang untuk mengatasi kelemahan (OW).

Strategi-strategi pembangunan yang telah diterapkan menjadi dasar

perubahan strategi guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Perubahan

strategi pembangunan wilayah perbatasan dilakukan dengan cara pebaikan

kelembagaan, meliputi: (i) Pembangunan di Indonesia tidak hanya perspektif

-0,15

1,49

Page 108: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

92

administrasi, tetapi juga perspektif ekologi (hulu, tengah, hilir), (ii) pemerintah

Timor-Leste menyusun regulasi mengenai pengelolaan DAS dan penataan ruang,

(iii) rekonstruksi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara

menjadi lebih adaptif terhadap perubahan iklim guna mewujudkan pembangunan

berkelanjutan, dan (iv) meningkatkan produktifitas usahatani melalui penerapan

tekhnologi yang tepat.

Salah satu strategi pada kuadran III yang mengakomodir strategi yang lain

adalah rekonstruksi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara

menjadi lebih adaptif terhadap perubahan iklim guna mewujudkan pembangunan

berkelanjutan. Adanya keterkaitan antar dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan

sebagai tiga dimensi pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan DAS

wilayah perbatasan negara. Selanjutnya adanya keterpaduan program antar

pemangku kepentingan Indonesia dan Timor Leste. Struktur kelembagaan

pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara dalam JBC RI-RDTL sebelum dan

setelah mengalami rekonstruksi ditampilkan pada Gambar 27.

Gambar 27. Rekonstruksi Kelembagaan Pengelolaan DAS Lintas Negara dalam

JBC RI-RDTL

Rekonstruksi

Joint Border Committe (JBC) RI-RDTL

Technical

Sub

Committe

on Border

Demarcatio

n and

Regulation

(BIG)

Technical Sub

Committe on

Cross Border

Movement of

Persons and

Goods

Crossing

(Kementerian

Perdagangan)

Technical

Sub

Committe

River Water

Managemen

(Kementeria

n PUPR)

Technical

Sub

Committe

on Border

Security

(Mabes

TNI)

Special

Working

Grup

Unresolved

and

unsurveyed

(Direktur

Batas Negara,

Kemendagri)

Border

Liaison

Committe

(Pemprov

NTT)

Joint Border Committe (JBC) RI-RDTL

Technical

Sub

Committe

on Border

Demarcatio

n and

Regulation

(BIG)

Technical Sub

Committe on

Cross Border

Movement of

Persons and

Goods

Crossing

(Kementerian

Perdagangan)

Technical

Sub

Committe

River Water

Managemen

&Watershed

(Kementeria

n PUPR dan

Kementerian

LH &

Kehutanan)

Technical

Sub

Committe

on Border

Security

(Mabes

TNI)

Special

Working

Grup

Unresolved

and

Unsurveyed

(Direktur

Batas Negara,

Kemendagri)

Border

Liaison

Committe

(Pemprov

NTT)

Page 109: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

93

Rekonstruksi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara

dilakukan dengan memasukkan pengelolaan DAS dalam struktur kelembagaan

JBC RI-RDTL. Pengelolaan DAS menjadi bagian dari komite sub teknis

pengelolaan sungai dan DAS. Kementerian PUPR, dan lingkungan hidup dan

kehutanan menjadi kementerian yang berwenang melakukan pengelolaan secara

bersama. Pengelolaan bersama ini bertujuan untuk menata penggunaan lahan di

DAS Tono menjadi lebih adaptif terhadap perubahan iklim guna mewujudkan

pembangunan berkelanjutan di wilayah perbatasan negara.

Pengelolaan DAS lintas negara pada negara lain di dunia dapat dijadikan

rujukan, Wondwosen (2008) menyatakan kerjasama pengelolaan antar negara-

negara yang dilintasi DAS Nil bertujuan untuk: (i) pembangunan di DAS Nil lebih

adil, berkelanjutan, sejahtera, aman dan menciptakan kedamaian, (ii) pengelolaan

air secara efektif dan penggunaan air secara optimum, (iii) meningkatkan

collective actions antar negara-negara anggota, (iv) mengurangi kemiskinan dan

meningkatkan integrasi ekonomi. Kelembagaan pengelolaan DAS wilayah

perbatasan negara RI-RDTL diharapkan mengurangi dampak banjir dan

kekeringan.

Kelembagaan bilateral sebagai salah bentuk adaptasi terhadap perubahan

penggunaan lahan dan perubahan iklim. Kelembagaan bilateral ini tidak

meniadakan kelembagaan masyarakat dan kelembagaan unilateral, namun sebagai

pengikat antar lembaga-lembaga ini. Kelembagaan masyarakat tetap melakukan

upaya-upaya perlindungan terhadap sumberdaya hutan dan air. Pemerintah

Indonesia dan Timor Leste menyiapkan regulasi dan program-program

pembangunan yang mendukung. Adapun kelembagaan bilateral mengkoordinir

pelaksanaan dan pengawasannya. Kelembagaan bilateral sebagai solusi dalam

mengelola property right DAS Tono yang tidak sempurna, sebagaimana

dikemukakan Demsetz (1967); Allen (2002)..

Simpulan

Berdasarkan analisis dan pembasahan mengenai aspek kelembagaan

pengelolaan daerah aliran sungai perbatasan negara guna mewujudkan

pembangunan berkelanjutan, disimpulkan:

1. Koordinasi yang lemah antar kelembagaan masyarakat, kelembagaan

unilateral, kelembagaan bilateral Indonesia dan Timor Leste dalam

pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara. Ditunjukkan pembangunan

yang lebih perspektif wilayah administrasi dibanding wilayah ekologi

sehingga pembangunan berkelanjutan sulit dicapai.

2. Posisi kelembagaan pengelolaan DAS dalam kerangka pembangunan

wilayah perbatasan negara berada pada kuadran III yang berarti mengubah

strategi karena adanya peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi

kelemahan. Peluang yang dimaksud adalah agenda lingkungan

internasional, adanya JBC Indonesia dan Timor Leste untuk mengatasi

pengelolaan DAS yang parsial. Strategi yang dimaksud adalah diperlukan

rekonstruksi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara

dalam JBC Indonesia dan Timor Leste, sehingga pengelolaan DAS lebih

terpadu sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan iklim guna

mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Page 110: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

94

5. DISAIN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAS WILAYAH

PERBATASAN NEGARA YANG ADAPTIF TERHADAP

PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN

Pendahuluan

Latar Belakang

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan wilayah fungsional secara

ekologis, batasnya tidak selalu sama dengan wilayah administrasi tertentu. DAS

Tono berada di perbatasan negara Indonesia dan Timor-Leste. Kebijakan-

kebijakan pembangunan masing-masing negara berpengaruh terhadap

pemanfaatan lahan di DAS Tono.

Kebijakan pembangunan yang parsial dan pengelolaan DAS tidak terpadu

mengakibatkan terjadinya loss economic dan kerentanan pangan di DAS Tono.

Perspektif pembangunan wilayah perbatasan negara RI dan RDTL secara spatial

tidak memperhitungkan keterkaitan ekologi DAS dalam kerangka pembangunan

berkelanjutan.

Kebijakan pembangunan lembaga-lembaga terkait pembangunan wilayah

perbatasan dan pengelolaan DAS lebih perspektif administrasi dibanding wilayah

fungsional ekologi. Akibatnya individu dan common di DAS Tono bertindak

untuk memperoleh keuntungan produksi tanpa memperhatikan dampak

lingkungan yang ditimbulkan. Akumulasinya dengan kebijakan pembangunan

parsial pada masing-masing lembaga di setiap negara menyebabkan terjadinya

eksternalitas. Eksternalitas negatif menimbulkan biaya sosial yang harus

ditanggung oleh masyarakat (Coase, 1960).

Konferensi Rio+20 tahun 2012 menyatakan eksternalitas negatif

pembangunan dapat diatasi dengan perpektif pembangunan berkelanjutan yang

dapat dicapai melalui: ekonomi hijau, kerangka kelembagaan untuk pembangunan

berkelanjutan, dan aksi bersama. Kajian-kajian tentang ekonomi hijau telah

banyak dilakukan, tetapi kajian kelembagaan sebagai tools untuk mewujudkan

pembangunan berkelanjutan (terutama di wilayah perbatasan negara) belum

banyak dilakukan.

Evaluasi terhadap kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan

negara menjadi dasar untuk mendisain model kelembagaan yang adaptif terhadap

perubahan iklim untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan

berkelanjutan terdiri atas 3 (tiga) dimensi yakni: ekologi, ekonomi dan sosial.

Masing-masing dimensi dapat dirinci sesuai dengan kekhasan DAS Tono yang

berada di wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste.

Keberhasilan beberapa negara di dunia yang telah memiliki kelembagaan

pengelolaan DAS lintas negara dapat dijadikan sebagai rujukan untuk menentukan

prioritas disain model kelembagaan pengelolaan DAS di wilayah perbatasan

negara Indonesia dan Timor Leste. Lautze et al (2005) menyatakan pembentukan

badan pengelola air pada Sungai Senegal (meliputi: Mali, Mauritania, Senegal,

Guine, Niger, Nigeria, Cameroon) dipengaruhi oleh faktor intenal dan eksternal.

Faktor internal meliputi: pengelolaan bersama, pelestarian air, dan pembagian air.

Faktor eksternal, meliputi: geopolitik, ikatan budaya, agenda lingkungan

internasional, dan keprihatinan global mengenai konflik air.

Page 111: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

95

Negara-negara di Eropa lebih memilih membuat perjanjian antar negara

dalam pengelolaan DAS lintas negara. Faktor pendorongnya adalah kesenjangan

pembangunan antara negara. Negara-negara di Asia (Laos, Nyanmar, Kamboja,

China, Thailand, Vietnam) yang berada di DAS Mekong memilih membentuk

badan pengelola DAS Mekong. Faktor yang mendorong terbentuknya, adalah

peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan permintaan terhadap air.

Kelembagaan pengelolaan DAS yang telah dibentuk pada negara-negara

dimaksud didasarkan pada salah satu dari 3 dimensi pembangunan berkelanjutan

(ekologi, sosial dan ekonomi DAS). Penelitian ini mengkaji 3 (tiga) dimensi

pembangunan berkelanjutan secara bersamaan. Dimensi ekologi memasukkan

perubahan iklim dan dampaknya terhadap ekologi, sosial dan ekonomi. Dimensi-

dimensi pembangunan berkelanjutan menjadi landasan dalam kerjasama

pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara yang adaptif terhadap perubahan

iklim.

Setiap model kelembagaan menerapkan strategi yang berbeda, seperti:

penguatan kapasitas pemerintah dan masyarakat lokal, mitigasi dan adaptasi

bersama, pembayaran jasa lingkungan, usaha bersama yang terintegrasi hulu,

tengah dan hilir. Fauzi (2010) menyatakan strategi mengatasi eksternalitas

pengelolaan sumberdaya alam dilakukan dengan cara: internalisasi (usaha

bersama), koreksi dengan pajak, memfungsikan pasar. Strategi lain dikemukakan

Rosa et al (2004) menegani pengalaman di Benua Amerika yang menerapkan

compensation for ecosystem services.

Permasalahan

Berdasarkan latar belakang permasalahan, muncul pertanyaan penelitian

berikut: bagaimana persepsi stakeholder mengenai model kelembagaan

pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara yang adaptif terhadap perubahan

iklim guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan?

Tujuan

Tujuan penelitian adalah: untuk menganalisis persepsi stakeholder

mengenai model kelembagaan DAS wilayah perbatasan negara yang adaptif

terhadap perubahan iklim guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Metode Penelitian

Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah: diduga stakeholder memiliki kesamaan

persepsi mengenai model kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan

negara yang adaptif terhadap perubahan iklim guna mewujudkan pembangunan

berkelanjutan.

Metode Pengambilan Data

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh melalui wawancara dengan pemangku kepentingan sebagai key person.

Key person ditentukan secara purposive sampling dengan mempertimbangkan

keterwakilan pemerintahan (Indonesia dan Timor Leste), masyarakat lokal

Page 112: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

96

(Indonesia dan Timor Leste), dan pemerhati DAS (Indonesia dan Timor Leste)

yang mengetahui tentang lokasi penelitian. Pemerhati DAS merupakan

NGO/LSM, perguruan tinggi dan tokoh agama. Jumlah key person sebanyak 30

orang, dengan rincian 15 responden Indonesia dan 15 responden Timor-Leste.

Metode Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dalam bentuk tabulasi data, analisis data,

interpretasi data, dan sintesa hasil penelitian. Analisis data menggunakan Analisis

Hirarki Proses (AHP) untuk mendisain model kelembagaan pengelolaan DAS

wilayah perbatasan negara yang adaptif terhadap perubahan iklim guna

mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Hasil AHP dilengkapi dengan analisis

deskriptif.

Saaty (1994) menyatakan penentuan tingkat kepentingan pada setiap

tingkat hierarki dilakukan dengan judgement dari narasumber yang memahami

permasalahan. Penilaian dilakukan dengan pembobotan masing-masing komponen

secara komparasi berpasangan yang dimulai dari tingkat yang paling tinggi

sampai dengan yang terendah. Pembobotan dilakukan berdasarkan judgement

narasumber berdasarkan skala komparasi 1-9. Nilai skala komparasi digunakan

untuk mengkuatitatifkan data yang bersifat kualitatif. Skala yang digunakan

tergantung dari pandangan responden sebagaimana tertera pada Tabel 48.

Tabel 48. System Urutan Saaty dalam Hierarchy Process

Tingkat

Kepentingan

Definisi

1 Kedua elemen sama pentingnya

3 Perbedaan penting yang lemah antara yang satu dengan lainnya

5 Sifat lebih penting dari salah satu elemen kuat

7 Menunjukkan sifat sangat penting yang menonjol dari salah

satu elemen

9 Salah satu elemen penting absolute terhadap elemen lainnya

2,4,6,8 Nilai tengah diantara nilai di atas/di bawahnya

Sumber: Saaty, 1994

AHP untuk mengetahui persepsi pemangku kepentingan mengenai model

kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara dalam kerangka

pembangunan berkelanjutan. Tahapan analisisnya sebagai berikut:

a) Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan

Hasil identifikasi faktor internal dan faktor eksternal menjadi dasar dalam

menentukan solusi, sebagaimana dinyatakan dalam kuadran III diagram

Cartesius. Secara ringkas, permasalahan pembangunan di wilayah perbatasan

negara Indonesia dan Timor-Leste berbasis administrasi termasuk pengelolaan

DAS Tono. Akibatnya menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan

karena terjadi banjir dan kekeringan, sehingga menyebabkan penurunan

produksi dan efisiensi ekonomi usahatani. Solusinya diperlukan rekonstruksi

kerangka kelembagaan menjadi lebih adaptif terhadap perubahan iklim guna

mewujudkan pembangunan berkelanjutan di wilayah perbatasan negara.

b) Membuat struktur hirarki

Struktur hirarki analisis kelembagaan meliputi: fokus, faktor, aktor, dan tujuan.

Faktor dirinci menjadi sub-sub faktor, sedangkan tujuan diuraikan menjadi

Page 113: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

97

model kelembagaan dan strategi. Struktur hirarki selengkapnya ditampilkan

Gambar 28.

Gambar 28. Struktur Hirarki AHP Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah

Perbatasan Negara dalam Pembangunan Berkelanjutan

Hirarki pertama, penentuan fokus yakni: kelembagaan pengelolaan DAS

wilayah perbatasan negara yang adaptif terhadap perubahan iklim dalam

mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Level ke-2 merumuskan prioritas

faktor yakni: faktor ekologi, sosial, dan ekonomis DAS Tono sebagai

komponen pembangunan berkelanjutan. Masing-masing faktor dirinci menjadi

sub-sub faktor, dengan memasukkan unsur-unsur iklim.

Faktor ekologi meliputi: penggunaan lahan, hidrologi, keanekaragaman hayati,

suhu dan curah hujan (UNDP, 2004). Faktor sosial meliputi: ketergantungan

Strategi

Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan Negara yang

Adaptif terhadap Perubahan Iklim dalam

Pembangunan Berkelanjutan Fokus

Alternatif

Ekologi

s

Ekonomi

s

Sosial Faktor

Aktor

Peningkatan

kapasitas

pemerintah

dan masy.lokal

Pembayaran

jasa lingk.

Mitigasi

dan

adaptasi

bersama

Pengembangan

usaha bersama

Pemerintah RI

(Pusat & Daerah)

Pemerintah RDTL

(Pusat & Daerah)

Masy.

RI

Masy.

TL

Tujuan Perjanjian kerjasama bilateral

pengelolaan DAS bersama

Pembentukan forum

DAS Tono

Pembentukan badan

pengelola DAS lintas negara

Land Use

Ketahanan

pangan

Tekanan penduduk

Culture

Biodiversity

Suhu&

Rainfall

Pendapatan

masy.&wil.

Pengeluaran

masyarakat&

pemerintah

Ketergantungan

masy.thd DAS

Property right&

aturan formal

Akses&potensi

konflik

pemanfaatan DAS

Hidrologi

Pemerhati

DAS Tono

Jasa LH

Page 114: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

98

penduduk terhadap lahan, tekanan penduduk, berkembangnya kebudayaan

penduduk lokal, berkembangnya aturan formal pengeloaan DAS, akses dan

potensi konflik yang bersumber dari pemanfaatan DAS Tono. Adapun faktor

ekonomi meliputi sub faktor: ketahanan pangan, pendapatan masyarakat dan

pendapatan wilayah yang berumber dari DAS Tono, pengeluaran masyarakat

dan pemerintah dalam rangka melestarikan DAS Tono, nilai jasa lingkungan

hidup DAS.

Hirarki berikutnya, menentukan prioritas aktor yang memperoleh manfaat, dan

berperan dalam setiap model kelembagaan pengelolaan DAS Tono. Masing-

masing aktor mewakili masing-masing negara yang berasal dari unsur

pemerintahan, masyarakat dan pemerhati DAS.

Hirarki berikutnya, tujuan dari model-model kelembagaan yang adaptif

terhadap perubahan iklim guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Model kelembagaan yang dimaksud adalah: badan pengelola DAS wilayah

perbatasan negara, forum/komisi DAS wilayah perbatasan negara, perjanjian

kerjasama pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara.

Pencapaian tujuan melalui alternatif strategi berikut: pengembangan usaha

bersama, pembayaran jasa lingkungan hidup, peningkatan kapasitas pemerintah

daerah dan masyarakat lokal kedua negara, melakukan mitigasi dan adaptasi

perubahan iklim secara bersama.

c) Membuat matriks dan nilai perbandingan berpasangan

Pembuatan matriks dan nilai perbandingan berpasangan dimaksudkan untuk

menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap

masing-masing kriteria yang setingkat di atasnya. Matriks perbandingan

ditampilkan pada Tabel 49. Jika vektor pembobotan elemen–elemen kegiatan

A1, A2, ...An dinyatakan sebagai vektor W=(W1, W2,...Wn), maka intensitas

kepentingan elemen kegiatan A1 dibandingkan dengan A2 dinyatakan sebagai

perbandingan bobot elemen kegiatan A1 terhadap A2. Nilai perbandingan

elemen kegiatan A1 terhadap A2 adalah 1 dibagi dengan nilai perbandingan

elemen kegiatan A2 terhadap A1.

Tabel 49. Matriks Perbandingan Berpasangan

A1 A2 A3 ... An

A1 W1/W1 W1/W2 W1/W3 ... W1/Wn

A2 W2/W1 W2/W2 W2/W3 ... W2/Wn

A3 W3/W1 W3/W2 W3/W3 ... W3/Wn

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

An Wn/W1 Wn/W2 Wn/W3 ... Wn/Wn

Sumber: Saaty, 1994

Page 115: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

99

d) Penentuan prioritas dan konsistensi logis

Setelah setiap kriteria dan alternatif ditetapkan, selanjutnya dilakukan

perbandingan berpasangan (pair wise comparisons). Nilai-nilai perbandingan

relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh

alternatif. Perhitungan bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks

atau melalui penyelesaian persamaan matematik. Semua elemen

dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan

suatu kriteria yang logis. Penentuan konsistensi pendapat menggunakan

software expert choice 2000.

Hasil Dan Pembahasan

Kelembagaan pengelola DAS wilayah perbatasan negara yang adaptif

terhadap perubahan iklim sebagai salah satu upaya mewujudkan pembangunan

berkelanjutan. Williamson (1975) menyatakan new institutional economic

merupakan kombinasi dari ilmu sosial, ekonomi, lingkungan dan politik sebagai

upaya untuk meningkatkan kehidupan manusia. Kartodihadjo at al (2000)

mengartikan kelembagaan sebagai inovasi manusia untuk mengontrol

interdependensi antar manusia terhadap kondisi atau situasi tertentu melalui

inovasi hak kepemilikan atau batas yuridiksi. Setiap model kelembagaan memiliki

seperangkat ketentuan yang mengatur pemberian kewenangan dan tanggungjawab

yang harus dilakukan oleh pemangku kepentingan sebagai aktor. Sebagaimana

dikatakan Soekanto (1999), kelembagaan berfungsi sebagai: pedoman bagi

masyarakat dalam bertingkah laku, kontrol sosial, untuk menjaga keutuhan

masyarakat.

Disain kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara

Indonesia dan Timor Leste yang adaptif terhadap perubahan iklim guna

mewujudkan pembangunan berkelanjutan, didasarkan pada prioritas faktor yang

dirumuskan dalam analisis hirarki proses. Hasil analisis prioritas faktor, aktor,

tujuan dan strategi. Analisis prioritas dilanjutkan dengan analisis deskriptif

disesuaikan dengan hasil simulasi perubahan penggunaan lahan dan perubahan

iklim, sebab kelembagaan ini merupakan salah satu bentuk adaptasi terhadap

perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim.

Prioritas Faktor Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan

Negara

Tiga dimensi pembangunan berkelanjutan yang dianalisis dalam penelitian

ini adalah ekologi, ekonomi dan sosial sebagaimana dinyatakan oleh World

Commission on Environment and Development (1987). DAS Tono lebih

bermanfaat secara sosial (63,50%) dibanding ekologi (22,40%) dan ekonomi

(14,10%). Hasil analisis AHP faktor menggunakan software expert choice 2000

ditampilkan Gambar 29. Analisis dilanjutkan untuk mengetahui sub faktor yang

dominan dari masing-masing faktor. Analisis prioritas sub-sub faktor dari setiap

faktor ditampilkan pada Tabel 50.

Page 116: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

100

Gambar 29. Hasil Pembobotan Faktor Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan

Negara yang Adaptif terhadap Perubahan Iklim dalam Pembangunan

Berkelanjutan

Tabel 50. Hasil Pembobotan Masing-Masing Sub Faktor Pengelolaan DAS

Wilayah Perbatasan Negara yang Adaptif terhadap Perubahan Iklim dalam

Pembangunan Berkelanjutan

Uraian Factor Bobot Prioritas

Sosial Tekanan penduduk 0,358 2

Ketergantungan penduduk terhadap lahan 0,380 1

Berkembangnya kebudayaan masyarakat 0,128 3

Berkembangnya aturan formal pengelolaan DAS 0,082 4

Akses dan potensi konflik pemanfaatan DAS 0,051 5

Ekologi

Hidrologi 0,429 1

Penggunaan lahan 0,394 2

Keanekaragaman hayati 0,093 3

Suhu dan curah hujan 0,084 4

Ekonomi

Ketahanan pangan 0,504 1

Peningkatan pendapatan masyarakat&wilayah 0,323 2

Pengeluaran masyarakat&pemerintah untuk pemeliharaan

DAS 0,087 3

Pembayaran jasa lingkungan hidup 0,086 4

Faktor Sosial

Penduduk di DAS Tono memiliki ketergantungan terhadap lahan dan air di

DAS Tono. Pengelolaan terhadap sumberdaya lahan dan air menumbuh-

kembangkan budaya masyarakat dan aturan-aturan formal pengelolaan DAS.

Paimin et al (2012) menyatakan DAS berfungsi secara sosial, seperti:

ketergantungan penduduk terhadap lahan untuk pertanian, pemukiman,

berkembangnya kebudayaan masyarakat, berkembangnya aturan formal, akses

dan potensi konflik pemanfaatan sumberdaya.

Prioritas pertama faktor sosial adalah DAS Tono menyediakan lahan untuk

penduduk setempat. Data penggunaan lahan menunjukkan penduduk setempat

0.635

0.224

0.141

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

Sosial

Ekologi

Ekonomi

Page 117: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

101

memiliki ketergantungan terhadap lahan di DAS Tono, terdapat 66,59% lahan

yang difungsikan untuk pertanian dan peternakan. Rinciannya: 52,23% lahan di

DAS Tono dimanfaatkan untuk pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering

campur, 2,38% untuk lahan sawah dan 11,98% sebagai lahan penggembalaan

ternak (savana).

Kondisi lahan DAS yang terjal dan berbukit-bukit menjadi faktor

pembatas pemanfaatan lahan untuk pemukiman dibanding pertanian, sehingga

tekanan penduduk terhadap lahan sebagai prioritas ke-2. Peningkatan jumlah

penduduk di DAS Tono menyebabkan tekanan penduduk makin tinggi terhadap

DAS Tono. Luas pemukiman makin meningkat yakni 262 ha pada tahun 2000

menjadi 550 ha pada tahun 2014. Prawiranegara (2014) menyatakan banjir di

DAS Marikina-Filipina disebabkan oleh: pembentukan kota-kota baru sebagai

konversi lahan hutan, pemukiman ilegal di konservasi area, penggunaan lahan

yang tidak berkelanjutan di bagian hilir, konflik pada wilayah perbatasan, dan isu

hak kepemilikan lahan.

Interaksi penduduk dengan lahan dan sumberdaya lain di DAS Tono

membentuk budaya masyarakat. Berkembangnya budaya penduduk lokal sebagai

prioritas ke-3. Koentjaraningrat (2009) mendefinisikan budaya sebagai ide,

sistem, aksi, dan produksi kreatif oleh penduduk sebagai hasil dari proses belajar.

Budaya yang berkembang adalah: banul/banut (RI) dan tarabandu (RDTL) untuk

melestarikan hutan dan sumberdaya air. Budaya melestarikan sumberdaya air juga

dilakukan oleh setiap suku pada oekanaf (air pemali). Oekanaf juga berperan

sebagai pemersatu bagi anggota-anggota tiap suku yang tersebar di RI dan RDTL

karena penyelenggaraan acara adat di oekanaf melibatkan anggota masing-masing

suku tanpa memandang batas wilayah administrasi dan teritori negara. Oii et al

(2010), menyatakan komponen sosial dan budaya memiliki norma yang mengikat

setiap orang dalam institusinya.

Berkembangnya norma sosial dan budaya membentuk aturan formal yang

menentukan property right sebagai prioritas ke-4. Hutan di DAS Tono seluas 675

ha merupakan hak milik negara. Pertanian lahan kering, pertanian lahan kering

campur, sawah, dan pemukiman merupakan hak milik individu. Adapun savana,

semak belukar, lahan terbuka merupakan hak milik komunal. Hak kepemilikan di

hulu DAS Tono didominasi oleh tipe individual and common property.

Implikasinya, negara memiliki akses yang terbatas untuk melakukan pengelolaan

terhadap DAS (Sudarmalik et al. 2014), pemerintah juga memiliki keterbatasan

pengawasan terhadap hutan yang dikelola oleh industri dan masyarakat. Rustiadi

et al (2011) menyatakan hak kepemilikan terhadap sumberdaya alam umumnya

dikategorikan menjadi: (i) state property, klaim kepemilikan berada di tangan

pemerintah, (ii) private property, klaim kepemilikan berada pada individu, (iii)

commom property atau communal property, kelompok individu memiliki klaim

atas sumberdaya yang dikelola bersama.

Perbedaan tipe property right berimplikasi terhadap akses dan memiliki

potensi konflik dalam pemanfaatannya, yang merupakan prioritas ke-5.

Kombinasi hak kepemilikan dan akses di wilayah perbatasan negara berpotensi

untuk menimbulkan konflik sebagai prioritas terakhir dari sub faktor sosial.

Terdapat beberapa lokasi masih disengketakan oleh Indonesia dan Timor-Leste di

Suni, Pistana, Fautben (Sub DAS Ekat) dan Nelu-Laokfoan (Sub DAS Banain).

Sengketa terjadi karena kepemilikan lahan dibatasi oleh state property, namun

Page 118: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

102

akses terhadap lahan savana masih terbuka. Fauzi (2010) menyatakan secara

umum ada empat kemungkinan kombinasi hak kepemilikan dan akses, yakni:

- Tipe pertama: hak kepemilikan berada pada negara atau komunal

dengan akses yang terbatas. Tipe kombinasi ini, memungkinkan

pengelolaan sumberdaya alam yang lestari.

- Tipe kedua: hak kepemilikan berada pada individu dengan akses yang

terbatas. Kekhasan tipe ini adalah karakteristik hak kepemilikan

terdefinisikan dengan jelas dan pemanfaatan yang berlebihan dapat

dihindari.

- Tipe ketiga: kombinasi antara kepemilikan komunal dan akses terbuka.

Tipe ini dalam perspektif Hardin (1968) menyebabkan“tragedy of the

common”. Tragedi terjadi karena hasil sumberdaya dalam jangka

panjang tidak sebanding dengan pemanfaatan.

- Tipe keempat: sumberdaya dimiliki individu, namun akses dibiarkan

terbuka. Pengelolaan sumberdaya ini tidak bertahan lama karena rentan

terhadap pemanfaatan yang tidak sah sehingga sumberdaya akan cepat

habis terkuras.

Faktor Ekologi

Faktor ekologi terdiri atas: hidrologi, penggunaan lahan, keanekaragaman

hayati, suhu dan curah hujan (UNDP, 2004). DAS Tono bermanfaat secara

ekologi karena DAS merupakan ekosistem yang tidak terpisahkan dari hulu,

tengah dan hilir yang berarti aktivitas di hulu berpengaruh terhadap bagian tengah

dan hilir DAS. Terdapat 1,26% penggunaan lahan di DAS Tono merupakan hutan

yang diharapkan turut menjaga keseimbangan ekologi.

Analisis prioritas sub factor ekologi dengan AHP menunjukkan sub factor

ekologi yang paling prioritas adalah DAS menyediakan air bagi aktivitas

rumahtangga, pertanian dan peternakan. Sumberdaya air merupakan sumberdaya

yang langka di wilayah perbatasan negara RI dan RDTL sehingga air lebih

menjadi prioritas dibanding land use, biodiversity, suhu dan curah hujan.

Penduduk di DAS Tono memanfaatkan air di DAS Tono untuk memenuhi

kebutuhan rumahtangga, kebutuhan pertanian dan peternakan. Bagian hilir DAS

Tono memperoleh akumulasi air dalam debit yang lebih tinggi dibanding bagian

tengah dan hilir karena memperoleh air dari bagian tengah dan hulu yang berada

pada beberapa sub DAS. Pemanfaatan lahan di hulu sungai berdampak terhadap

ketersediaan air di hulu, tengah dan hilir DAS Tono. Data sumber mata air di

DAS Tono yang dimanfaatkan oleh penduduk untuk memenuhi kebutuhan

ditampilkan pada Tabel 51.

Prioritas ke-2 sub factor ekologi adalah penggunaan lahan. Berkurangnya

jumlah sumber mata air dan penurunan debit air pada sumber-sumber mata air,

diakibatkan oleh meningkatnya permintaan lahan untuk pemukiman, dan

pertanian sehingga sebagian hutan desa dikonversi. Penggunaan lahan dengan

tanaman yang berfungsi konservasi dibutuhkan dalam DAS agar terjadi

peningkatan tutupan sehingga meningkatkan kesersediaan air sehingga produksi

pertanian turut meningkat (Keller et al. 1998).

Prioritas ke-3 adalah keanekaragaman hayati. Hutan yang semakin gundul

dan terdapatnya tanaman tertentu yang tidak dapat dibudidayakan lagi (seperti:

apel) menjadi prioritas dalam pengelolaan DAS Tono. Consens (2010)

menyatakan sistem ekologi yang resilience terhadap perubahan lingkungan dapat

Page 119: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

103

ditingkatkan melalui pengurangan pengelolaan parsial dan meningkatkan

kerjasama pengelolaan lintas negara. Pemerintah Canada dan Amerika Serikat

melakukan perjanjian kerjasama untuk mengurangi persaingan pemanfaatan air

dan mengurangi dampak negatif pengelolaan DAS lintas negara.

Prioritas ke-4 adalah suhu dan curah hujan. Perubahan penggunaan lahan

untuk konservasi juga berdampak terhadap perubahan suhu udara dan curah hujan.

Akibatnnya terjadinya kekeringan pada musim kemarau dan banjir pada musim

hujan, sehingga berdampak terhadap penurunan produksi pertanian. Debit air pada

sumber-sumber mata air pun berkurang hingga sebagian kering (data sumber mata

ait ditampilkan pada Tabel 51). Schernewski et al (2010) menyatakan perubahan

iklim dan interaksinya dengan faktor lain meningkatkan resiko banjir, dan

penurunan biodiversity, sehingga Jerman dan Polandia melakukan kerjasama

pengelolaan DAS.

Tabel 51. Data Sumber Mata Air pada Desa-Desa di DAS Tono

Kecamatan Desa Nama Sumber Mata Air

Miomafo Timur Amol 5 Sumber Mata Air: Oel Atois Bani, Oel Kaemobu,

Oelnitebe, Oelmanu, Oel Bonak

Bokon 6 Sumber Mata Air: Oel Punu, Oel Lelo, Oel Bo’es, Oel

Nuban, Oel Auspaan, Oel Mat Ibu

Kaenbaun 8 Sumber Mata Air: Oel Mabaki, Oel Lauklete, Oel Tulu,

Oel Tali, Oel Taneseb, Oe Boen, Oe Tueneb, Oel Letkase

Bitefa 19 Sumber Mata Air: Oel Sene, Oel Tasona, Oel Punu,

Tolkae, Boi Maunleu, Paumbam, Luman, Insae, Oe Hala,

Oel Neonpen, Oel Manu, Oel Kiak, Oel Nail, Oe Poitnan,

Oe Nekneo, Oe Nomese, Oe Miomafo dan Oel Paifala

Bikomi Utara Banain B 7 Sumber Mata Air: Oelsusi, Oeltaupi, Oel Suakabun,

Oekolo, Oefeot, Oekaem, Oe’tolo’.

Tes 4 Sumber Mata Air: Oeana, Oenaek, Oel pa’un, Oepaha

Napan 7 Sumber Mata Air: Oelmasi, Bibona, Oe beu, Oelme, Oe

Kona, Oelfaub, Oeltafelok.

Baas 4 Sumber Mata Air: Oel Tilmat, Oel Ob, Oel Teno dan Oel

Feun

Haumeni 8 Sumber Mata Air: Oel Apot, Oel Talile, Oemenu, Oel

Umeke, Oelbetas, Oehak dan satu sumur pompa.

Bikomi Tengah Oelbonak 3 Sumber Mata Air: Oel Meokona, Oel Sikan, Oel Kolo

Buk 4 Sumber Mata Air: Oebikase, Oelbuk, Oel Sono dan

Oelola

Nimasi 2 Sumber Mata Air: Oel Ekam dan Oel Noah

Bikomi Nilulat Inbate 5 Sumber Mata Air: Oelbate, Oel’laun, Oelliso, A’oe,

Oelben’non

Nainaban 5 Sumber Mata Air: Oe Luan, Oe Menu, Oe Apot, Oe Poej

dan Oel Bisone

Sunkaen 2 Sumber Mata Air: Oel Ekam dan Oel Faot Pe

Sumber: Profil Lingkungan Kabupaten TTU, 2000

Faktor Ekonomi

Pengelolaan DAS meningkatkan ketahanan pangan, pendapatan

masyarakat, pembangunan wilayah (UNDP, 2004), dan pembayaran jasa

lingkungan (Rosa et al. 2004). Hasil analisis prioritas sub-sub faktor ekonomi

DAS Tono menempatkan ketahanan pangan sebagai prioritas pertama. DAS Tono

secara ekologi menyediakan lahan dan air, yang secara sosial dimanfaatkan

penduduk setempat untuk usahatani guna meningkatkan ketahanan pangan

penduduk di DAS Tono.

Page 120: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

104

Sebagian hasil pertanian dipasarkan untuk memperoleh peningkatan

pendapatan penduduk dan pendapatan wilayah, yang merupakan prioritas ke-2.

Peningkatan aktivitas usahatani lahan kering dan lahan basah turut meningkatkan

transaksi ekonomi sehingga menggerakkan perekonomian secara keseluruhan di

DAS Tono. Backward linkages dan forward linkages dari usahatani di DAS Tono.

Perdagangan input pertanian dan output pertanian membutuhkan fasilitas

penunjang, yang berarti diperlukan pengeluaran pemerintah dan masyarakat

sebagai prioritas ke-3. Fasilitas penunjang (seperti: pasar perbatasan, bendungan,

irigasi, tembok penahan, bronjong, pembukaan sawah baru, dan jalan).

Pengeluaran pemerintah untuk melakukan pemeliharaan mengurangi kerusakan

terhadap sumberdaya alam (Santoso et al. 2014).

Prioritas ke-4 adalah pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara dalam

kerangka pembangunan berkelanjutan membutuhkan mekanisme pembayaran jasa

lingkungan hidup. Kebijakan dan aktivitas pembangunan pada bagian tertentu dari

DAS menimbulkan eksternalitas bagi wilayah lain sehingga perlu mekanisme

pembayaran jasa lingkungan sebagai reward dan punishment bagi stakeholder

pada masing-masing wilayah.

Kebijakan economic services juga menimbulkan beberapa permasalahan

seperti dikemukakan Wondwosen (2008) berdasarkan hasil kajian di DAS Nil.

Permasalahan yang dimaksud adalah: tidak ada kepercayaan antar negara untuk

distribusi air, terdapat permasalahan politik diantara negara-negara yang

melakukan kerjasama, ketidakpercayaan antar wilayah hilir sebagai penerima air

dengan wilayah hulu dengan penjaga kelestarian sumberdaya hutan pada DAS.

Wondwosen (2008) menambahkan, dibutuhkan pengembangan kerjasama

berbasis pembagian keuntungan bukan distribusi air.

Analisis Prioritas Pemangku Kepentingan (Aktor)

Persepsi pemangku kepentingan mengenai pemangku kepentingan yang

paling memperoleh manfaat (sosial, ekonomi dan ekologi) DAS Tono menjadi

dasar kebijakan kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara dalam

kerangka pembangunan berkelanjutan. Datta et al (2015) menyatakan kelompok

masyarakat pengguna dan masyarakat yang mengetahui tentang DAS merupakan

kelompok yang penting untuk dilibatkan dalam penentuan prioritas kelembagaan.

Pemangku kepentingan (aktor) dikelompokkan menjadi: (i) masyarakat (Indonesia

dan Timor Leste), (i) pemerintah (Indonesia dan Timor Leste), (iii) pemerhati

DAS. Hasil AHP dengan menggunakan expert choice 2000 ditampilkan Tabel 52.

Faktor sosial DAS Tono lebih dominan untuk masyarakat di Oecussi.

Ketergantungan penduduk Oecussi terhadap lahan di DAS Tono cukup tinggi

karena 47,47 persen wilayah District Oecussi berada di DAS Tono dibanding

wilayah TTU di DAS Tono (10 persen). Faktor ekologi DAS Tono lebih prioritas

terhadap masyarakat di Kabupaten TTU. Terdapat keanekaragaman hayati yang

hilang di Kabupaten TTU (yakni: apel). Datta et al (2015) menjelaskan banyak

orang yang kurang paham mengenai pentingnya pengelolaan ekosistem untuk

mempertahankan keanekaragaman hayati.

Adapun faktor ekonomi DAS Tono lebih dominan bagi wilayah Oecussi

dibanding Kabupaten TTU. DAS Tono merupakan “lumbung padi” di Oecussi.

Luas sawah di Oecussi yang memanfaatkan DAS Tono 1.300 ha dengan produksi

rata-rata 2-3 ton per ha, dibanding 95 ha lahan sawah di Kabupaten TTU.

Page 121: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

105

Tabel 52. Hasil Pembobotan Manfaat yang Diterima Pemangku Kepentingan dari

DAS Tono

Manfaat Bobot Prioritas

Sosial

Masyarakat RI 0,369 2

Masyarakat RDTL 0,386 1

Pemerintah RI 0,112 3

Pemerintah RDTL 0,079 4

Pemerhati DAS 0,054 5

Ekologi

Masyarakat RI 0,410 1

Masyarakat RDTL 0,343 2

Pemerintah RI 0,123 3

Pemerintah RDTL 0,066 4

Pemerhati DAS 0,058 5

Ekonomi

Masyarakat RI 0,352 2

Masyarakat RDTL 0,390 1

Pemerintah RI 0,106 3

Pemerintah RDTL 0,097 4

Pemerhati DAS 0,055 5

Persepsi pemangku kepentingan turut menentukan peran masing-masing

pemangku kepentingan dalam pengelolaan DAS. Pemerintah mendominasi dalam

kerjasama pengelolaan DAS, dibanding pembentukan forum DAS dan

pembentukan badan pengelola DAS yang membutuhkan peran lebih seimbang

antara pemerintah, masyarakat dan pemerhati DAS. Sriburi (2008) menyatakan

setiap aktor wajib berperan aktif dan memiliki komitmen yang kuat.

Komitmen masing-masing pemangku kepentingan Indonesia dan Timor

Leste memudahkan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara. Kesepakatan-

kesepakatan pembangunan dan aktivitas masyarakat pada zona-zona yang

berfungsi budidaya (pemukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering

campur, sawah, savana) dan berfungsi lindung akan mengikat pemangku

kepentingan pada masing-masing negara.

Pemerintah berwenang menerbitkan aturan-aturan, membentuk lembaga

yang berkewajiban melakukan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian

terhadap DAS wilayah perbatasan negara guna mewujudkan pembangunan

berkelanjutan. Perguruan tinggi melakukan kajian-kajian untuk dikembangkan

oleh pemerintah dan LSM. Koordinasi antar level pemerintahan (pusat, provinsi,

kabupaten) dan sektor-sektor terkait sangat membantu dalam implementasi

program pembangunan. Implementasi program pembangunan (yang diperoleh dari

kajian yang baik) oleh masyarakat lokal akan berguna dalam mewujudkan

pembangunan berkelanjutan di wilayah perbatasan negara. Dunia usaha

membangun kemitraan yang strategis dengan masyarakat yang melakukan

pengelolaan secara individu dan komunal. Rincian peran masing-masing

stakeholder ditampilkan Tabel 53.

Page 122: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

106

Tabel 53. Peran Masing-Masing Pemangku Kepentingan dalam Pengelolaan DAS

No Stakeholder Keterangan

1 Pemerintah

Pusat

Melakukan pembinaan, monitoring, pengawasan, dan

pengendalian pengelolaan DAS

2 Pemerintah

Provinsi

Memfasilitasi pelaksanaan pembinaan, monitoring,

pengawasan dan pengendalian pengelolaan DAS

3 Pemerintah

Kabupaten

Menjabarkan rencana makro DAS yang dibuat oleh

pemerintah pusat ke dalam perencanaan kabupaten,

memfasilitasi pemerintah desa menjabarkan perencanaan

pengelolaan DAS kabupaten dalam perencanaan desa;

mengawasi dan mengkoordinasikan pengelolaan unit-unit

lahan (building block) yang dilakukan kelembagaan desa;

membuat petunjuk teknis dan aturan-aturan sistem

pengelolaan DAS dan aturan-aturan hubungan antar desa di

wilayah kabupaten, Mengembangkan kelembagaan adat;

melakukan pembinaan, monitoring, pengawasan dan

pengendalian pelaku usaha di catchment area DAS.

4 Pemerintah

Desa

Menjabarkan perencanaan kabupaten dalam perencanaan

desa; melaksanakan pengelolaan unit-unit lahan (building

block) di desa; pemerintah desa membuat aturan mengenai

hak dan kewajiban pelaku usaha di catchment area DAS

5 LSM

Mengembangkan kapasitas masyarakat; memperkuat

kelembagaan lokal masyarakat; memfasilitasi terjalinnya

komunikasi yang intensif dan produktif antara masyarakat

dengan pihak-pihak terkait; melakukan advokasi dan

sosialisasi kebijakan kepada masyarakat untuk meningkatkan

partisipasi masyarakat

6 Perguruan

Tinggi

Melakukan kajian-kajian ilmiah sebagai dasar pertimbangan

terhadap pengelolaan DAS

7 Swasta

Membina masyarakat dalam nuansa kemitraan usaha yang

mendukung sustainability

8 Masyarakat

Setempat

Mengelola lahan pada DAS secara individu atau kelompok

dengan tetap memperhatikan dampak yang ditimbulkan

terhadap lingkungan; berpartisipasi dalam pengelolaan DAS;

kerjasama dengan kelembagaan terkait dengan pengelolaan

DAS

Sumber: Supratman, 2008

Analisis Prioritas Model dan Strategi Kelembagaan Pengelolaan DAS

Wilayah Perbatasan Negara yang Adaptif terhadap Perubahan Iklim

Hasil analisis prioritas model kelembagaan menunjukkan 53,60%

menyatakan prioritas pada perjanjian kerjasama pengelolaan DAS Tono.

Pembentukan forum DAS lintas negara sebesar 35,20%, dan pembentukan badan

pengelola DAS lintas negara sebersar 8,50%. Kelembagaan ini juga akan

menyesuaikan dengan kondisi lingkungan (khususnya: perubahan penggunaan

lahan dan perubahan iklim) yang berdampak terhadap kondisi sosial dan ekonomi

masyarakat di DAS Tono. Selengkapnya ditampilkan Gambar 30.

Page 123: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

107

Gambar 30. Hasil Pembobotan Prioritas Model Kelembagaan Pengelolaan DAS

Wilayah Perbatasan Negara yang Adaptif terhadap Perubahan Iklim dalam

Pembangunan Berkelanjutan

Perjanjian Kerjasama Bilateral Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan

Negara

Perjanjian kerjasama bilateral Indonesia dan Timor Leste dilakukan oleh

Joint Border Committe RI-RDTL setelah direkonstruksi dengan memasukkan

aspek pengelolaan DAS (bukan hanya pengelolaan sungai). Mengingat

pengelolaan DAS lintas negara belum dilakukan, sedangkan bidang-bidang lain

telah dikerjasamakan. Kerjasama Indonesia dan Timor-Leste dalam pengelolaan

DAS menunjukkan pemahaman yang sama mengenai keterkaitan ekologi hulu,

tengah dan hilir DAS. Pemangku kepentingan paham mengenai aktivitas yang

cenderung eksploitatif pada bagian hulu akan menyebabkan eksternalitas negatif

pada bagian hilir. Demikian pula sebaliknya, bila aktivitas penduduk pada bagian

hulu DAS lebih ramah lingkungan akan berdampak baik terhadap bagian hilir

DAS, yang secara administrasi berada pada negara lain.

Kerjasama pengelolaan DAS lintas negara diimplementasikan dengan

meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat lokal agar memiliki

pemahaman yang sama mengenai keterkaitan ekologis dimaksud. Dilanjutkan

dengan upaya-upaya mitigasi dan adaptasi pada masing-masing wilayah. Upaya

mitigasi dilakukan oleh masing-masing negara dengan cara menyiapkan regulasi-

regulasi penunjang. Adaptasi dilakukan dengan pembangunan embung-embung,

bendungan, bronjong, dan saluran air.

Pembentukan Forum DAS Wilayah Perbatasan Negara RI-RDTL

Perjanjian kerjasama pengelolaan DAS ditindaklanjuti dengan

pembentukan forum (komisi) DAS wilayah perbatasan negara. Pembentukan

forum DAS diperlukan agar pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara menjadi

lebih bersifat operasional dan teknis. Forum DAS merupakan organisasi

multipihak yang saling berkoordinasi dalam pengelolaan DAS. Forum DAS

beranggotakan pemerintah Indonesia dan Timor Leste (pusat dan daerah),

masyarakat lokal Indonesia dan Timor Leste, pemerhati DAS.

Masyarakat lokal yang terlibat dalam forum DAS adalah masyarakat adat

yang tersebar di Indonesia dan Timor Leste. Masyarakat adat yang melakukan

pengelolaan dan pemanfaatan terhadap DAS. Sebagaimana diketahui, masyarakat

0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600

Perjanjian Kerjasama Pengelolaan DAS

Pembentukan Forum DAS Lintas Negara

Pembentukan Badan Pengelola DASLintas Negara

0.563

0.352

0.085

Page 124: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

108

lokal melakukan usahatani secara eksploitatif, namun di lain sisi memiliki budaya

perlindungan terhadap sumberdaya air dan sumberdaya hutan di DAS Tono.

Prioritas strategi yang dilaksanakan adalah mitigasi dan adaptasi dilakukan

secara bersama. Mitigasi dilakukan dengan kajian-kajian yang implementatif

untuk melaksanakan aksi-aksi sesuai dengan regulasi yang telah disiapkan pada

tahap sebelumnya (kerjasama). Adaptasi dilakukan dengan rehabilitasi hutan dan

usahatani dengan sistem agroforestry. Kendalanya, forum DAS bersifat

koordinatif dan tidak memiliki memiliki kewenangan. McKee (2010)

menunjukkan pengalaman di DAS Jordan yang pengelolaannya didasarkan pada

isu keamanan dan politik.

Pembentukan Badan Pengelola DAS Wilayah Perbatasan Negara RI-RDTL

Kelembagaan yang memiliki kewenangan adalah pembentukan badan

pengelola DAS wilayah perbatasan negara yang diberikan otonomi oleh

pemerintah Indonesia dan Timor Leste untuk melakukan pengelolaan DAS.

Prioritas strategi yang dilakukan adalah mitigasi dan adaptasi bersama (hasil

pembobotan strategi ditampilkan Tabel 54). Bentuk mitigasi dan adaptasi

dilakukan dengan cara menyiapkan regulasi untuk menunjang integrasi usaha

bersama (hulu, tengah, hilir DAS) dan/atau mekanisme pembayaran jasa

lingkungan. Regulasi yang disiapkan mengikat pemangku kepentingan pada kedua

negara karena kesepakatan penggunaan lahan merupakan kesepakatan bersama

pemangku kepentingan Indonesia dan Timor Leste. Badan pengelola DAS

berwenang untuk melakukan penjajakan pengelolaan dengan badan-badan

lingkungan hidup internasional. Wondwosen (2008) menyatakan negara-negara di

DAS Nil membentuk badan pengelola DAS Nil pada tahun 1999, dan

memperoleh legitimasi internasional pada tahun 2003. Pengambilan keputusan

oleh dewan menteri setelah memperoleh pertimbangan dari 2 (dua) tenaga ahli

dari tiap negara.

Tabel 54. Hasil Pembobotan Strategi Pengelolaan DAS Tono

Model Bobot Prioritas

Perjanjian kerjasama pengelolaan DAS

Mitigasi dan adaptasi bersama 0,390 2

Penguatan kapasitas masyarakat dan pemerintah setempat 0,420 1

Pengelolaan usaha secara bersama di perbatasan 0,118 3

Pembayaran jasa lingkungan hidup 0,072 4

Pembentukan forum DAS lintas negara

Mitigasi dan adaptasi bersama 0,489 1

Penguatan kapasitas masyarakat dan pemerintah setempat 0,328 2

Pengelolaan usaha secara bersama di perbatasan 0,119 3

Pembayaran jasa lingkungan hidup 0,063 4

Pembentukan Badan Pengelola DAS Lintas Negara

Mitigasi dan adaptasi bersama 0,534 1

Penguatan kapasitas masyarakat dan pemerintah setempat 0,194 3

Pengelolaan usaha secara bersama di perbatasan 0,209 2

Pembayaran jasa lingkungan hidup 0,064 4

Page 125: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

109

Road Map Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan Negara yang

Adaptif terhadap Perubahan Iklim

Prioritas model dan strategi kelembagaan pengelolaan DAS Tono

menunjukkan kecenderungan sesuai tahapan pembangunan, perkembangan

masyarakat, dan sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan iklim. Selaras

dengan itu, Mumme (2010) menyatakan kelembagaan pengelolaan DAS

disesuaikan dengan tahapan pembangunan, karakteristik masyarakat, dan kondisi

lingkungan. Dibutuhkan perhitungan kebutuhan air dan upaya konservasi.

Pengelolaan DAS Rio Grande (USA dan Mexico) didasarkan pada 4 (empat)

tahapan pembangunan yakni: pembangunan dan pertumbuhan, pembangunan

berkelanjutan, perlindungan terhadap keberlanjutan sumberdaya air,

pembangunan berkelanjutan yang memberikan kesejahteraan dan kenyamanan.

Road map kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara

terdiri atas: posisi kelembagaan, pemangku kepentingan yang terlibat, aksi-aksi

yang akan dilaksanakan, pembiayaan, hasil yang dicapai. Road map kelembagaan

ditampilkan Tabel 55 dan Gambar 31.

Tabel 55. Road map Kelembagaan Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan Negara

Indonesia dan Timor Leste

Komponen Kerjasama Forum DAS Badan Pengelola DAS

Posisi

kelembagaan

Kementerian

kehutanan masing-

masing negara

Lembaga

independen yang

dibentuk oleh kedua

negara

Badan otonom yang

dibentuk oleh kedua

negara

Stakeholder

yang terlibat

Dominasi

Pemerintah RI dan

RDTL

Keseimbangan

peran pemerintah,

masyarakat, dan

pemerhati DAS

Keseimbangan peran

pemerintah, masyarakat,

dan pemerhati DAS

Perubahan

penggunaan

lahan

Luas pertanian

lahan kering

campur 28.000 ha

Luas pertanian

lahan kering campur

30.000 ha

Luas pertanian lahan

kering campur > 30.000

ha

Aksi-aksi Penguatan

kapasitas

pemerintah daerah

dan masyarakat

lokal

Mitigasi dan

adaptasi bersama

Mitigasi dan adaptasi

bersama, pengelolaan

usaha secara bersama

(terintegrasi hulu, tengah

dan hilir)

Pembiayaan Pemerintah RI di

wilayah RI dan

pemerintah RDTL

di wilayah RDTL

Pembiyaan bersama

(Pemerintah RI dan

Pemerintah RDTL

Pembiayaan bersama

(Pemerintah RI dan

RDTL, lembaga donatur

internasional)

Hasil yang

dicapai

MoU dan dokumen

rencana

pengelolaan DAS

wilayah perbatasan

negara

Pengawasan trhadap

pengelolaan DAS

wilayah perbatasan

negara dalam

kerangka pemb.

berkelanjutan

Kewenangan penuh

pengelolaan DAS

wilayah perbatasan

negara dalam kerangka

pembangunan

berkelanjutan

Institusi yang

berwenang

melakukan

pengelolaan

Kementrian

kehutanan masing-

masing negara dan

dibahas dalam JBC

JBC RI-RDTL JBC RI-RDTL dan

lembaga donatur

internasional

Target waktu Tahun ke-1,2 Tahun ke-3,4,5 Tahun ke-6-10, dst

Page 126: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

110

Gambar 31. Kerangka Road Map Kelembagaan DAS Wilayah Perbatasan Negara

dalam Pembangunan Berkelanjutan

Jumlah

penduduk (+)

Pembangunan

infrastruktur (+)

Penggunaan Lahan DAS {semak belukar

(-), hutan (-), PLK (+), PLKC (+)}

Iklim: curah hujan (±),

suhu (+)

Banjir (+) Kering (+) Input lain (faktor

produksi)

Produksi (-)

Income (-) &efisiensi

ekonomi usahatani (-)

Kelembagaan yang adaptif terhadap perubakan iklim

Harga

Pengelolaan DAS lintas

negara Indonesia dan TL

belum terpadu&terintegrasi

Pembangunan Berkelanjutan di Wilayah

Perbatasan Negara Indonesia dan TL

Ekologi: PLKCC 28.000

ha, ch&suhu stabil,

Peluang (banjir 0,85,

kering 0,85). Sosial:

orientasi pertumbuhan,

sanksi adat. Ekonomi:

produksi 1,40 ton/ha

PLK, 1,70 ton/ha sawah

Ekologi: PLKCC 30.000

ha, ch&suhu stabil, Peluang

(banjir 0,92, kering 0,90).

Sosial: pemb.berkelanjutan,

penguatan lembaga adat.

Ekonomi: produksi 1,30

ton/ha PLK, 1,55 ton/ha

sawah

Ekologi: PLKCC > 30.000

ha, ch&suhu fluktuatif,

Peluang (banjir 0,98,

kering 0,97). Sosial:

pemb.berkelanjutan,

insentif. Ekonomi:

produksi 1,25 ton/ha PLK,

1,40 ton/ha sawah

Kerjasama Forum DAS Badan Pengelola DAS

Page 127: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

111

Perjanjian kerjasama antara Indonesia dan Timor Leste mewajibkan

masing-masing negara menyiapkan anggaran pengelolaan pada masing-masing

wilayah secara independen. Aktor pada perjanjian kerjasama didominasi oleh

pemerintah kedua negara, dan menjadi lebih berimbang antara pemerintah,

masyarakat, dan pemerhati DAS pada forum DAS. Pembentukan forum DAS oleh

JBC, yang penganggarannya di-share oleh masing-masing negara. Forum DAS

menjadi cikal-bakal dibentuknya badan pengelola DAS wilayah perbatasan

negara. Wondwosen (2008) menyatakan badan pengelola DAS Nil memperoleh

status internasional pada tahun 2003 setelah melalui proses panjang.

Kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara Indonesia dan

Timor Leste dalam bentuk road map sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan

penggunaan lahan dan perubahan iklim. Diawali dengan perjanjian kerjasama,

pembentukan forum DAS, hingga membentuk badan pengelola DAS wilayah

perbatasan negara. Prioritas kelembagaan ini disesuaikan dengan tahapan

pembangunan, karakteristik masyarakat, dan kondisi lingkungan (Mumme, 2010).

Tahapan pembangunan di wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor

Leste meliputi: orientasi pertahanan dan keamanan, peningkatan kesejahteraan

dan pertumbuhan, pembangunan yang berimbang dan pengelolaan sumberdaya

alam secara berkelanjutan. Pembangunan wilayah perbatasan yang

direpresentasikan oleh penetapan wilayah centre-hinterland, pembangunan

infrastruktur meningkatkan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk

meningkatkan permintaan terhadap lahan pemukiman dan pemenuhan kebutuhan

pangan yang diperoleh dari lahan pertanian sehingga meningkatkan luas pertanian

lahan kering campur. Akibatnya terjadi konversi lahan yang berfungsi konservasi

(hutan dan semak belukar) menjadi lahan budidaya.

Adapun kondisi lingkungan yang dimaksud adalah perubahan penggunaan

lahan, perubahan iklim, dan ekternalitas yang ditimbulkan. Perjanjian kerjasama

dilakukaan saat ini, pada kondisi pertanian lahan kering campur seluas 28.000 ha,

suhu rata-rata saat kekeringan 26oC, dan rata-rata curah hujan bulanan saat

kekeringan 50 mm. Adapun suhu udara rata-rata saat banjir 24oC dan curah hujan

rata-rata saat banjir 250 mm, dengan luas pertanian lahan kering campur 28.000

ha.

Forum DAS dibentuk saat luas pertanian lahan kering campur mencapai ≥

29.000 ha dan ≤ 30.000 ha. Rata-rata kisaran curah hujan minimal 250 mm s.d

350 mm saat banjir dan 50 mm saat kering. Temperatur minimal saat kekeringan

berkisar 26-27oC, dan 23-24

oC saat hujan. Pembentukan badan pengelola DAS

wilayah perbatasan negara dilakukan saat luas pertanian lahan kering campur

mencapai > 30.000 ha. Rata-rata kisaran curah hujan minimal saat banjir 250-450

mm dan 50 mm saat kekeringan. Rata-rata temperatur bulanan saat kering 26-

28oC dan 22-24

oC saat hujan.

Perubahan penggunaan lahan, perubahan iklim, banjir dan kekeringan

merupakan faktor ekologi yang merupakan salah satu faktor yang menjadi dasar

dalam disain kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara. Produksi

pertanian dan ketahanan pangan, pendapatan, efisiensi usahatani dan interaksi

spatial pendapatan merupakan faktor ekonomi yang juga menjadi dasar untuk

disain kelembagaan pengelolaan DAS. North (1990) dan Williamson (2000)

menyatakan efisiensi ekonomi tercapai bila kelembagaan berfungsi dengan baik

dalam mengurangi eksternalitas negatif.

Page 128: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

112

Faktor lainnya yang turut menjadi landasan dalam disain kelembagaan

pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara adalah fakor sosial yang terdiri atas:

hubungan kekerabatan yang kuat antar penduduk di wilayah perbatasan yang

meningkatkan interaksi spatial, budaya perlindungan terhadap sumberdaya alam

dan sumberdaya hutan di DAS Tono. Karakteristik masyarakat yang dimaksud

adalah adanya hubungan kekerabatan dan interaksi (sosial, ekonomi dan budaya)

yang kuat antar kedua negara.

Masyarakat adat di wilayah perbatasan Indonesia dan Timor-Leste

memiliki kearifan lokal. Kearifan lokal dalam pengelolaan DAS dalam bentuk

perlindungan terhadap sumberdaya air dan sumberdaya hutan, yang dikenal

dengan banul/tarabandu. Masyarakat lokal juga memiliki kearifan lokal dalam

mengelola pertanian lahan kering campur. Kearifan-kearifan lokal ini dapat

diakomodir dalam kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara.

Perubahan kelembagaan formal yang mengakomodir kelembagaan informal

sebagaimana dikemukakan North (1990); Ostrom (1990); dan Williamson (2000).

Kerjasama pengelolaan DAS melibatkan masyarakat lokal dengan cara

meningkatkan kapasitas masyarakat agar paham mengenai keterkaitan ekologi

hulu, tengah, hilir DAS (meskipun secara teritori berbeda). Pembentukan forum

DAS akan melibatkan masyarakat lokal dalam melakukan rehabilitas hutan dan

sistem usahatani secara agroforestry. Badan pengelola DAS berwenang

memberikan insentif terhadap pihak-pihak (termasuk masyarakat adat) yang

melakukan upaya-upaya pemeliharaan DAS, dan juga memberikan disinsentif

terhadap pihak-pihak yang tidak memanfaatkan DAS sesuai kesepakatan.

Faktor ekologi, ekonomi, dan sosial merupakan tiga dimensi dalam

pembangunan berkelanjutan. Setiap model kelembagaan melakukan strategi dan

program aksi yang berbeda untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Strategi-strategi yang dilakukan terdiri atas: penguatan kapasitas pemerintah dan

masyarakat lokal, mitigasi dan adaptasi bersama, pengembangan mekanisme aksi

bersama lainnya (pemberian insentif dan economic services). Sebagaimana telah

dilakukan oleh USA dan Mexico dalam melakukan pengelolaan DAS Rio Grande

(Parcher et al. 2010). Kajian-kajian juga diperlukan untuk melakukan

pembaharuan terhadap pengelolaan DAS, sebagaimana direkomendasikan McKee

(2010) mengenai kajian-kajian di DAS Jordan yang meliputi: ekonomi, politik,

lingkungan, kelembagaan, distribusi air untuk pertanian dan perkotaan.

Kelembagaan sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan iklim guna

mewujudkan pembangunan berkelanjutan mendukung teori ekaternalitas dan

social cost (Coase, 1960), property rights dan regulasi (Demsetz, 1967; Allen,

2002), transaction cost (Allen, 1991) yang merupakan bagian dari teori new

institutional economic sebagaimana dikemukakan Williamson (2000).

Kelembagaan bilateral pengelolaan DAS Indonesia dan Timor Leste untuk

mengatasi eksternalitas dan biaya sosial (Coase, 1960) yang ditanggung akibat

terjadinya banjir dan kekeringan di DAS. Kelembagaan ini membutuhkan

pengaturan terhadap property right (Demsetz, 1967; Allen, 2002) di DAS Tono

yang terdistribusi dalam state property (Indonesia dan Timor Leste), common

property (masyarakat adat di Indonedia dan Timor Leste), dan individu property

(Indonesia dan Timor Leste).

Page 129: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

113

Simpulan

Model kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara guna

mewujudkan pembangunan berkelanjutan disesuaikan dengan tahapan

pembangunan, karakteristik masyarakat, dan perubahan iklim dilakukan melalui

tahapan: (i) perjanjian kerjasama Indonesia dan Timor Leste dilakukan saat luas

pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur 28.000 ha, (ii) forum

DAS wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste dibentuk saat luas

pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur 30.000 ha, (iii) badan

pengelola DAS wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste dibentuk

saat luas pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur > 30.000 ha.

Strategi yang dilakukan melalui: penguatan kapasitas pemerintah dan masyarakat

lokal, mitigasi dan adaptasi bersama Indonesia dan Timor-Leste, regulasi

mengenai private property dan common property, perlindungan terhadap

sumberdaya air yang dilakukan dengan cara banul/tarabandu.

6. ARAHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAS

WILAYAH PERBATASAN NEGARA YANG ADAPTIF TERHADAP

PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Pembangunan wilayah perbatasan negara berbasis wilayah administrasi

melalui penetapan lokasi prioritas dengan kriteria: (i) kecamatan yang berbatasan

langsung dengan negara tetangga, (ii) ibu kota kabupaten yang berbatasan dengan

negara tetangga. Pembangunan di wilayah perbatasan ditujukan untuk menjaga

kedaulatan wilayah negara kesatuan republik Indonesia dengan cara:

meningkatkan pertahanan dan keamanan, meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, melakukan pengelolaan sumberdaya alam wilayah perbatasan secara

berkeadilan.

Prioritas pembangunan di wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste

tahun 2000 hingga 2009 lebih prioritas pada aspek pertahanan dan keamanan,

sejak tahun 2009 hingga kini prioritas pembangunan lebih menekankan pada

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Upaya ini dilakukan dengan cara: (i)

pembangunan infrastruktur (jalan, listrik, telekomunikasi), (ii) membuka pasar

perbatasan negara, (iii) pemberlakukan pas lintas batas bagi penduduk yang

berada di desa-desa yang berbatasan langsung. Pembangunan pasar dan

pemberlakukan PLB sebagai bentuk implementasi kesepakatan Joint Border

Committe (JBC) Indonesia dan Timor Leste.

Orientasi pembangunan untuk meningkatkan akses dan mengurangi

keterisolasian, tetapi belum prioritas terhadap pengelolaan sumberdaya alam

wilayah perbatasan negara. Pembangunan yang dilakukan di wilayah perbatasan

negara berbasis administrasi dan homogenitas (wilayah perbatasan negara),

namun kurang memperhatikan wilayah fungsional ekologis. Rustiadi et al (2011)

menyatakan pembangunan diarahkan agar tidak hanya berbasis administrasi,

tetapi juga berbasis wilayah fungsional (ekologi, ekonomi, sosial).

Dampak dari orientasi pembangunan seperti ini, menimbulkan

eksternalitas negatif terhadap wilayah lain di perbatasan negara. Eksternalitas

negatif menimbulkan biaya sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat (Coase,

1960). Kondisi ini terjadi karena tidak sempurnanya property right (Allen, 2002)

Page 130: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

114

pada sumberdaya alam lintas negara. Kepemilikan sumberdaya alam sebagian

oleh Indonesia dan sebagian lagi oleh Timor Leste.

Dibutuhkan arahan kebijakan yang sebelumnya lebih berorientasi pada

pertumbuhan dan pemerataan menjadi pembangunan yang berimbang dan

berkelanjutan. Syaratnya kelembagaan pengelolaan sumberdaya alam lintas

negara direkonstruksi agar lebih koordinatif antara kelembagaan masyarakat,

kelembagaan unilateral dan kelembagaan bilateral. North (1990) menyatakan

kelembagaan dikategorikan menjadi kelembagaan formal dan informal. Ostrom

(1990) mengelompokkan kelembagaan menjadi kelembagaan internal dan

kelembagaan eksternal. Kelembagaan mengalami perubahan menyesuaikan

dengan kondisi lingkungan sebagaimana dikemukakan Williamson (2000).

Pembangunan Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara

Pembangunan diarahkan untuk mencapai tujuan pembangunan yakni:

growth (pertumbuhan, efisiensi dan produktifitas), equity (pemerataan, keadilan

dan keberimbangan), dan keberlanjutan. Orientasi pembangunan selama ini

dimaksudkan untuk meningkatkan pertumbuhan pada pusat-pusat pertumbuhan,

mulai mengalami pergeseran menjadi lebih berorientasi pada pemerataan

pembangunan.

Pemerintah Indonesia menetapkan wilayah perbatasan nasional sebagai

prioritas nasional sejak tahun tahun 2004 (tertuang dalam RPJMN tahun 2004-

2009). Pemerintahan saat ini melanjutkannya dengan agenda pembangunan:

membangun Indonesia dari pinggiran (Nawa Cita ke-3). Pembangunan dengan

perspektif pemerataan termasuk di wilayah perbatasan negara mulai membuka

keterisolasian, meningkatkan akses dan interaksi dengan wilayah lain.

Pembangunan jalan-jalan di wilayah perbatasan membuka akses

masyarakat sehingga lebih mudah melakukan interaksi di dalam negeri juga

dengan negara lain dalam posisi yang lebih setara. Pembangunan infrastruktur

sosial (termasuk sekolah dan perguruan tinggi) memudahkan akses terhadap

pendidikan. Pembangunan sarana ekonomi di wilayah perbatasan meningkatkan

transaksi ekonomi. Pembangunan di wilayah perbatasan ini mengurangi

ketimpangan wilayah dan ketimpangan dalam masyarakat.

Program-program pembangunan umumnya berorietasi pada pertumbuhan

dan pemerataan pembangunan. Rincian program-program pembangunan di

wilayah perbatasan negara oleh pemerintah Indonesia (pusat dan daerah) dan

Timor Leste (pusat dan daerah) yang telah dilakukan di wilayah perbatasan.

Pemerintah Indonesia

1. Pemerintah Pusat

- Pembangunan jalan

- Penegerian Universitas Timor sebagai universitas di perbatasan negara

- Pelatihan dan bantuan tekhnologi pertanian di kawasan perbatasan

- Pengaktifan pasar perbatasan dan pemberlakuan pas lintas batas

- Pengalokasian dana untuk otonomi desa termasuk desa-desa di

perbatasan negara

2. Pemerintah Provinsi

- Melaksanakan program anggur merah (anggaran untuk rakyat menuju

sejahtera), termasuk pada kecamatan-kecamatan wilayah perbatasan

Page 131: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

115

- Menetapkan kawasan strategis, pada segitiga antara Kabupaten TTU,

TTS dan kupang, yang salah satu pertimbangannya karena berada pada

wilayah perbatasan negara

3. Pemerintah Kabupaten

- Melakukan pemekaran kecamatan, sehingga kecamatan perbatasan yang

semula hanya 3 kecamatan menjadi 8 kecamatan di Kabupaten TTU

- Melaksanakan program sari tani (desa mandiri cinta petani)

- Melaksanakan program padat karya pangan

- Menetapkan kawasan perbatasan sebagai kawasan strategis daerah

Pemerintah Timor Leste

1. Pemerintah Pusat

- Menetapkan District Oecussi sebagai district khusus karena letaknya

yang enclave di wilayah indonesia

- Melakukan percepatan pembangunan di Oecussi dengan program JEMS

(pembangunan pelabuhan, bandara, jalan, listrik dan infrastruktur

pariwisata)

- Melakukan pembangunan bendungan dan irigasi

- Kebijakan tidak adanya ekspor kayu dari Timor Leste

2. Pemerintah Daerah

- Menetapkan rencana pembangunan jangka menengah District Oecussi

Tahun 2014-2018

- Melakukan pemekaran desa

Pembangunan ini telah meningkatkan growth dan mulai menciptakan

pemerataan, namun pembangunan berkelanjutan belum tercapai. Temuan

sebelumnya menunjukkan pembangunan wilayah perbatasan menimbulkan

eksternalitas negatif terhadap bagian tengah dan hilir DAS. Pembangunan di

wilayah perbatasan diarahkan selain berorientasi pada pertumbuhan dan

pemerataan juga berorientasi pada pembangunan berkelanjutan. Sebagaimana

dinyatakan Rees (1996) mengenai perencanaan pembangunan yang diarahkan

untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan di wilayah perbatasan negara diarahkan untuk

mengubah aktivitas usahatani masyarakat yang cenderung eksploitatif menjadi

lebih ramah lingkungan. Caranya usahatani tebas-bakar dengan konversi lahan

semak belukar diarahkan menjadi usahatani dengan sistem agroforestry.

Perlindungan terhadap sumberdaya alam (air dan hutan) yang selama ini telah

dilakukan oleh masyarakat adat dipertahankan dan ditingkatkan dengan

memberikan insentif. Insentif dilakukan dengan cara bantuan bibit untuk

melakukan penghijauan pada kawasan lindung adat. Selain itu, pemerintah daerah

dapat melegalkan kawasan-kawasan adat yang dimanfaatkan sebagai perlindungan

sumberdaya air dan sumberdaya hutan menjadi kawasan lindung dari sisi budaya

dan lingkungan. Sesuai dengan North (1990) yang menyatakan kelembagaan

formal dapat melegalkan kelembagaan informal yang berkembang di masyarakat.

Pembangunan kawasan perbatasan juga diarahkan pada pembangunan

wilayah perbatasan yang lebih perspektif fungsional (ekologi, ekonomi, sosial)

dibanding administrasi. Pembangunan juga diarahkan untuk tidak hanya

mengakomodir interaksi sosial, budaya dan ekonomi penduduk; tetapi juga

ketergantungan spasial-ekologi dan heterogenitas ekologi. Terdapat 10 DAS di

Page 132: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

116

wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste, yang memiliki karakteristik yang

berbeda-beda.

Implikasinya dibutuhkan rekonstruksi kerangka kelembagaan pengelolaan

sumberdaya alam wilayah perbatasan negara. Kelembagaan yang melakukan

pengelolaan secara parsial diarahkan untuk melakukan pengelolaan yang lebih

koordinatif dan memasukkan aspek tahapan pembangunan, sosial, dan lingkungan

(Mumme, 2010) dalam pengelolaan DAS. Perubahan kerangka kelembagaan ini

mendukung kesepakatan KTT Rio+20 tahun 2012, yang menyatakan

pembangunan berkelanjutan dapat dicapai dengan cara: ekonomi hijau, perubahan

kerangka kelembagaan, dan aksi bersama.

Pengelolaan DAS Wilayah Perbatasan Negara dan Kelembagaan yang

Adaptif terhadap Perubahan Iklim

Daerah aliran sungai di wilayah perbatasan negara dimanfaatkan untuk

kegiatan produksi pertanian secara ekstensif sehingga cenderung eksploitatif,

sehingga menyebabkan perubahan penggunaan lahan konservasi menjadi lahan

budidaya. Pengelolaan DAS secara co-management dibutuhkan untuk sharing

power antara pemerintah dan masyarakat di wilayah perbatasan negara.

Darmawan et al (2005) menyatakan co-management dikategorikan menjadi 3

model yakni: (i) model Ostrom yang memasukkan common property ke dalam

sistem kepemilikan formal, (ii) model Vertical Harvard Poncas yang

mendistribusikan hak kepemilikan pada hirarki pemerintahan, (iii) co-existence

yang menganjurkan adanya wilayah administrasi sesuai dengan batas ekologis.

Pengelolaan DAS di wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste

merupakan modifikasi dari model Ostrom, Vertical Harvard Poncas, dan co-

Existence. Pengelolaan DAS diarahkan untuk memformalkan lokasi-lokasi

kawasan perlindungan sumberdaya air dan hutan oleh pemerintah daerah dan

pemerintah pusat sehingga membutuhkan koordinasi yang lebih baik. Koordinasi

akan lebih mudah bila pembangunan wilayah perbatasan negara tidak hanya

perspektif administrasi, tetapi juga fungsional sebagaimana model co-existence.

Kodoatie et al (2010) menyatakan pengelolaan DAS mencakup beberapa

aspek, yakni: (i) aspek teknis, ekonomis, sosial dan lingkungan, (ii) keterpaduan

antar sektor, (iii) kelembagaan. Kartodihardjo et al. (2004) menyatakan

pengelolaan DAS sebagai suatu sistem sumberdaya ekologis, satuan

pengembangan sosial ekonomi, dan satuan pengaturan tata ruang wilayah yang

mengisyaratkan keterpaduan dan keseimbangan antara prinsip produktifitas dan

konservasi sumberdaya alam.

Pengelolaan DAS diarahkan untuk mempertahankan kualitas air,

mengendalikan banjir, meningkatkan penangkapan air hujan sehingga

dimanfaatkan pada musim kemarau, meningkatkan produktivitas usahatani. Kerr

(2007) menyatakan secara umum pengelolaan DAS memiliki tiga tujuan utama,

yakni: (i) melestarikan dan memperkuat basis sumberdaya alam dengan

mengoptimalkan penggunaan sumberdaya untuk konservasi, (ii) meningkatkan

produktivitas pertanian dan sumberdaya alam lainnya (termasuk tanah, air, padang

gembalaan, irigasi, produksi biomassa), (iii) mendukung mata pencaharian

pedesaan untuk mengurangi dan/atau mengentaskan kemiskinan.

Perubahan pengelolaan DAS diharapkan dapat meningkatkan daya dukung

lingkungan untuk menyediakan sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan pada

Page 133: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

117

bagian hulu, tengah dan hilir DAS. Perubahan pengelolaan DAS diarahkan untuk

mengubah perspektif produksi dan konsumsi menjadi peningkatan daya dukung

lingkungan, tentunya disertai dengan upaya-upaya yang lebih komprehensif.

Arahan kebijakan yang lebih komprehensif adalah perubahan kelembagaan

menjadi lebih kontinyu sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan (Williamson,

2000).

Kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara sebagai bentuk

adaptasi terhadap perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim.

Kelembagaan ini membutuhkan adaptasi terhadap kelembagaan masyarakat,

kelembagaan unilateral dan kelembagaan bilateral. Kelembagaan bilateral

berperan memformalkan kerjasama pengelolaan DAS dalam JBC Indonesia dan

Timor Leste.

Kelembagaan unilateral diarahkan untuk menyiapkan regulasi-regulasi

yang berhubungan dengan pengelolaan DAS lintas negara, sehingga pengelolaan

menjadi lebih terpadu dan terintegrasi. Pengelolaan DAS wilayah perbatasan

secara terpadu meliputi: keterpaduan wilayah fungsional (hulu, tengah, hilir),

keberlanjutan pembangunan (sosial, ekonomi, ekologi), keterpaduan antar

pemangku kepentingan (masyarakat, pemerhati DAS, pemerintah). Pengeloaan

DAS wilayah perbatasan secara terintegrasi meliputi wilayah administrasi

(Indonesia dan Timor Leste). Pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara

dimungkinkan karena adanya agenda lingkungan internasional yang dituangkan

dalam millenium development goals (MDG’s), dan telah di-update menjadi

sustainable development goal,s (SDG’s).

Kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara Indonesia dan

Timor Leste diarahkan untuk dilakukan dengan cara reformulasi regulasi. Ostrom

(1990) menyatakan reformulasi regulasi juga dilakukan pada level constitutional

rule. Pemerintah Indonesia menetapkan pembangunan wilayah perbatasan dengan

perspektif keterkaitan spasial-ekologi, selain perspektif administrasi, sosial

budaya dan ekonomi. Pemerintah Timor Leste menyiapkan regulasi mengenai

pembangunan wilayah perbatasan, pengelolaan sumberdaya alam, dan penataan

ruang.

Arahan kebijakan juga untuk menentukan kewenangan dan koordinasi

antar kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara, sebagaimana

Ostrom (1990) menyatakan mengenai collective choice rule. Kementerian dalam

negeri, kementerian PUPR, kementerian perdagangan dan industri, kementerian

kehutanan dan lingkungan hidup yang berada dalam joint border committee

Indonesia dan Timor-Leste melakukan koordinasi di dalam negeri, sebelum

melakukan koordinasi dengan kementerian terkait dari Timor Leste dalam JBC.

Reformulasi regulasi pada tataran operasional sebagaimana dinyatakan

Ostrom (1990), dengan mengarahkan pemerintah daerah menetapkan kawasan

perlindungan sumberdaya air dan sumberdaya hutan pada rencana tata ruang

wilayah (RTRW) kabupaten. Pemerintah pusat juga menetapkannya dalam

peraturan presiden mengenai penataan ruang kawasan strategis nasional. Penataan

ruang menjadi pedoman bagi masing-masing lembaga dalam melakukan

perencanaan pembangunan. BNPP juga dapat mereformulasi grand design

pengelolaan wilayah perbatasan negara dengan memasukkan ketergantungan

spasial-ekologi. Rincian stakeholder dan kelembagaan yang terlibat dalam

kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara ditampilkan Tabel 56.

Page 134: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

118

Tabel 56. Stakeholder dan Lembaga yang Terlibat dalam Pengelolaan DAS

Wilayah Perbatasan Negara Stakeholder Lembaga Peran

Pemerintah RI-RDTL Joint Border

Committee (JBC)

RI-RDTL

Kerjasama antara RI dan RDTL

Pemerintah Pusat BNPP Koordinasi pembangunan wilayah perbatasan

BP-DAS Mengelola DAS lintas provinsi dan lintas negara

Pemerintah Provinsi BNPP Provinsi Mengelola pembangunan di wilayah perbatasan

yang menjadi urusan pusat melalui tugas

perbantuan dan dekonsentrasi

BP-DAS Benain-

Noelmina

Mengelola DAS lintas kabupaten

Pemerintah

Kabupaten

BNPP Kabupaten Mengelola pembangunan wilayah perbatasan

yang menjadi kewenangan daerah

Masyarakat Masyarakat Adat Melakukan pemeliharaan terhadap DAS

Forum DAS NTT Melakukan fungsi koordinasi antar stakeholder

dalam pengelolaan DAS di NTT

NGO Lokal dan

internasional

Mendorong pembangunan yang berwawasan

lingkungan

PBB UN, UNDP, World

Bank,

Development Bank

Menjembatani dialog antar negara, dan

mendorong terwujudnya kerjasama bilateral

Sumber: Grand Design Pengelolaan Perbatasan RI (2012), PP RI tentang Pengelolaan

DAS (2012), Kartodihardjo et al. (2004)

Implikasi Penataan Ruang Dalam Pembangunan Berkelanjutan di Wilayah

Perbatasan Negara

Interaksi sosial dan interaksi spatial berimplikasi pada penataan ruang di

wilayah perbatasan. Penataan ruang terdiri atas: perencanaan, pemanfaatan dan

pengendalian ruang. Penataan ruang mengarahkan pemangku kepentingan dalam

melakukan aktivitas di dalam ruang (pemanfaatan ruang), dan menjadi dasar bagi

pemerintah dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengendalian pemanfaatan

ruang di wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste.

Perencanaan Ruang di Wilayah Perbatasan Indonesia dan Timor Leste

Pemerintah Indonesia menetapkan wilayah perbatasan Indonesia dengan

Timor Leste sebagai Kawasan Strategis Nasional dalam RTRWN. Implikasinya

disusun rencana rinci tata ruang sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 26

tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Perencanaan ruang pada wilayah perbatasan

Indonesia dan Timor Leste diatur dalam Perpres No. 179 Tahun 2014 tentang

Penataan Ruang Wilayah Perbatasan Negara Indonesia di Provinsi NTT.

Perencanaan ruang dilakukan di Indonesia, sedangkan pemerintah Timor Leste

belum memiliki perencanaan ruang. Penataan ruang khusus untuk wilayah

Indonesia dan tidak ada komunikasi antar pemaku kepentingan kedua negara.

Perencanaan ruang sebagaimana diamanatkan perspektif administrasi dan kurang

perspektif interaksi sosial dan ketergantungan ekologi. Secara skematis

perencanaan ruang (yang tertuang dalam Perpres No. 179 tahun 2014) di wilayah

perbatasan Indonesia di Provinsi NTT ditampilkan Gambar 32.

Perencanaan ruang dengan skema seperti ini menunjukkan adanya

interaksi sosial dan spatial antar kecamatan-kecamatan perbatasan, dan kecamatan

Page 135: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

119

perbatasan dengan dengan Kota Atambua dan Kota Kefamenanu sebagai Pusat

Kegiatan Strategis Nasional (PKSN). Perencanaan ruang ini kurang perspektif

wilayah ekologi, sedangkan terdapat sumberdaya alam yang lintas negara.

Dibutuhkan penataan ruang yang mengakomodir wilayah ekologi dan administrasi

sebagaimana juga dikemukakan Sirojuzilam (2007).

Implikasi adanya interaksi sosial dan interaksi spatial pada wilayah

ekologi dan wilayah administrasi seyogyanya memperoleh perhatian dalam

proporsi yang sama dalam perencanaan ruang wilayah perbatasan negara. Aminah

(2012) menyatakan pendekatan socio-spatial digunakan untuk merefleksikan

kondisi sosial, ekonomi dan politik dalam penataan ruang. Secara skematis

perencanaan ruang wilayah perbatasan perspektif wilayah administrasi dan

ekologi ditampilkan Gambar 33.

Pemerintah Kabupaten TTU juga menetapkan kawasan perbatasan negara

dengan enclave District Oecusi sebagai kawasan strategis daerah, sebagaimana

diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten TTU No. 8 tahun 2008 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten TTU tahun 2008-2028. Kawasan hutan

pada wilayah perbatasan yang termasuk dalam DAS Tono seluas 1.352 ha yang

berada di Desa Nainaban, Inbate, Banain, Bitefa, Kaenbaun, Bokon, Fatusene.

Selebihnya (13.313 ha) merupakan lahan di DAS Tono yang direncanakan dengan

fungsi budidaya (pertanian, pemukiman, padang penggembalaan, lahan terbuka).

Kendalanya, perencanaan ruang oleh pemerintah Indonesia dilakukan pada

wilayah Indonesia tanpa koordinasi dengan pemerintah Timor Leste sehingga

kurang perspektif interaksi sosial dan ketergantungan ekologi antar negara.

Perencanaan ruang pada wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste telah

dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada tingkat pusat dan daerah, sedangkan

pemerintah Timor Leste belum melakukan perencanaan ruang baik pada tingkat

pusat maupun pada tingkat daerah.

Arahan kebijakan pada wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste

pada perencanaan ruang adalah:

- perencanaan ruang wilayah perbatasan pada wilayah Indonesia direvisi

dengan memasukkan perspektif wilayah fungsional ekologi (DAS

perbatasan negara), yang dilakukan dalam tahap kerjasama

pengelolaan DAS lintas negara.

- perencanaan ruang penting dilakukan di wilayah Timor Leste oleh

pemerintah Timor Leste, yang dilakukan dalam tahap kerjasama

pengelolaan DAS lintas negara

- koordinasi perencanaan ruang antara pemerintah Indonesia dan Timor

Leste dalam perencanaan ruang wilayah perbatasan negara, yang

dilakukan oleh forum DAS dalam tahap pengelolaan DAS lintas

negara

- konektivitas perencanaan raung Indonesia dan Timor Leste pada

kawasan perbatasan, yang dilakukan oleh badan pengelola DAS dalam

tahap pengelolaan DAS lintas negara

Koordinasi hingga tercapainya konektivitas perencanaan ruang Indonesia dan

Timor Leste pada wilayah perbatasan menjadi landasan pemanfaatan dan

pengendalian ruang oleh pemangku kepentingan di Indonesia dan Timor Leste.

Page 136: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

120

Gambar 32. Peta Ilustrasi Skema Penataan Ruang Wilayah Perbatasan Negara Indonesia di NTT

120

Page 137: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

121

Gambar 33. Peta Ilustrasi Skema Desain Penataan Ruang Wilayah Perbatasan Negara Indonesia dan Timor Leste

121

Page 138: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

122

Perencanaan ruang wilayah perbatasan negara perlu perspektif ekologi

dengan memasukkan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara sebagai salah

satu sumberdaya pembangunan. Kelembagaan pengelolaan DAS wilayah

perbatasan negara Indonesia dan Timor Leste dapat memulai dari pengelolaan

DAS Tono sebagai model, dan memperluas wilayah pengelolaan untuk DAS yang

lebih luas wilayahnya. Sebagai gambaran DAS wilayah perbatasan negara

Indonesia dan Timor Leste secara administrasi meliputi: (i) Kabupaten TTU

dengan District Oecussi, (ii) Kabupaten TTU, TTS, Kupang, dan District Oecussi,

(iii) Kabupaten TTS, TTU, Malaka, District Kovalima (iv) Kabupaten Malaka,

Belu, District Kovaliva. Kabupaten TTS merupakan kabupaten di Pulau Timor

yang tidak berbatasan langsung dengan Timor-Leste, namun umumnya

merupakan hulu DAS besar di Pulau Timor.

Pemanfaatan Ruang di Wilayah Perbatasan Indonesia dan Timor-Leste Pemanfaatan ruang di Indonesia pada DAS Tono tidak konsisten dengan

perencanaan ruang karena luas hutan direncanakan seluas 1.320 ha, namun

penggunaan lahan hutan yang ada hanya seluas 589 ha (selisih 731 ha). Konversi

lahan hutan menjadi lahan semak belukar dan lahan pertanian rentan terjadi

karena terdapat beberapa desa yang enclave pada kawasan hutan. Perbandingan

konsistensi perencanaan ruang dengan pemanfaatan ruang di wilayah perbatasan

pada DAS Tono-RI ditampilkan Gambar 34.

Pemanfaatan ruang dengan konversi lahan hutan menjadi lahan budidaya

(pertanian lahan kering dengan sistem tebas-bakar) menyebabkan terjadinya

penurunan pendapatan petani lahan kering (36%) dan petani lahan basah (66%)

karena terjadi banjir dan kekeringan sebagaimana hasil analisis pada Bab 3.

Arahan kebijakannya adalah konsistensi pemanfaatan ruang di Indonesia

diharapkan dapat mengurangi terjadinya banjir dan kekeringan karena infiltrasi

yang tinggi. Demikian pula perencanaan dan pemanfaatan ruang di Timor Leste

yang lebih berfungsi konservasi terutama pada wilayah dengan kemiringan

(>40%) akan mengurangi terjadinya banjir dan kekeringan pada DAS Tono.

Arahan kebijakan lainnya adalah pemanfaatan ruang pada kawasan hutan

dengan fungsi budidaya dapat diperbolehkan kepada masyarakat, namun dengan

sistem agroforestry sehingga tetap berfungsi konservasi. Konservasi dan budidaya

secara bersamaan pada sistem agroforestry diharapkan dapat meningkatkan

produksi dan pendapatan petani karena berkurangnya banjir dan kekeringan di

DAS Tono.

Pemanfaatan ruang dengan perspektif yang sama juga dilakukan di

wilayah perbatasan Timor Leste sehingga turut menjamin pembangunan

berkelanjutan. Suweda (2011) menyatakan pemanfaatan ruang dengan

memperhatikan interaksi komponen sosial politik, ekonomi dan lingkungan hidup

dapat menjamin kehidupan manusia yang hidup pada masa kini dan masa

mendatang, asalkan pembangunan sosial ekonomi tidak melampaui ambang batas

lingkungan.

Pemanfaataan ruang dengan perspektif administrasi dan ekologi

membutuhkan komunikasi antar pemangku kepentingan Indonesia dan Timor

Leste; sebab mengakibatkan berkurangnya fungsi hidrologi. Komunikasi dapat

dilakukan dalam forum-forum Joint Border Comitte (JBC) Indonesia dan Timor

Leste.

Page 139: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

123

Gambar 34. Peta Pola Ruang dan Penggunaan Lahan di DAS Tono RI

123

Page 140: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

124

Pengendalian Ruang di Wilayah Perbatasan Indonesia dan Timor Leste

Mekanisme pengendalian ruang sesuai UU Penataan Ruang yang

dijabarkan dalam dokumen perencanaan ruang (Penataan Ruang Kawasan

Perbatasan Negara dan RTRW Kabupaten) adalah pemberian insentif dan

disinsentif. Insentif bagi pihak-pihak yang memanfaatkan ruang sesuai dengan

perencanaan ruang, sedangkan disinsentif bagi pihak-pihak yang tidak

memanfaatkan ruang sesuai peruntukannya. Pengendalian ruang sebagaimana

dimaksud belum dilakukan sehingga terjadi inkonsistensi pemanfaatan ruang

dengan perencanaan ruang.

Arahan kebijakannya adalah sosialisasi dan konsisten dalam implementasi

rencana tata ruang wilayah termasuk rencana pengendaliannya guna mewujudkan

pembangunan berkelanjutan di wilayah perbatasan negara. Tukidi et al (2007)

menyatakan pemberian insentif dan disinsentif merupakan kebijakan penataan

ruang untuk mewujudkan tujuan dan sasaran pengembangan wilayah, sekaligus

mengatasi berbagai permasalahan aktual pembangunan.

Arahan kebijakan penataan ruang wilayah perbatasan secara umum adalah

dibutuhkannya revisi penataan ruang (perencanaan, pemanfaatan dan

pengendalian) dengan memasukkan DAS sebagai wilayah fungsional ekologi,

sehingga lebih menjamin pembangunan berkelanjutan. Revisi penataan ruang juga

memperhatikan kesepakatan-kesepakatan Indonesia dan Timor Leste mengenai

pengelolaan sumberdaya alam lintas negara.

Kesepakatan RI-RDTL mengenai penataan ruang wilayah perbatasan

dengan cara menentukan pola ruang dan struktur ruang. Pola ruang berhubungan

dengan kawasan budidaya dan kawasan lindung, sedangkan struktur ruang

berhubungan dengan penempatan pusat-pusat aktivitas dan jaringan interaksi

antara masing-masing pusat aktivitas. Pola ruang yang ditata sesuai dengan

property right karena DAS lintas negara dimiliki secara bersama (property right

tidak sempurna karena dimiliki Indonesia dan Timor Leste).

Pola ruang dengan peruntukan lahan hutan, diarahkan untuk direhabilitasi

kembali hingga mencapai lebih dari 30 persen luas DAS atau 16.040 ha lahan

hutan dari 53.464 ha luas DAS Tono. Distribusinya, luas hutan pada DAS Tono di

Indonesia (4.430 ha dari 14.763 ha) dan Timor-Leste (11.610 ha dari 38.701 ha).

Bandingkan dengan luas hutan saat ini di DAS Tono adalah 675 ha (589 ha di

Indonesia dan 86 ha di Timor Leste).

Kondisi saat ini luas lahan DAS Tono di Indonesia yang dapat dikonversi

menjadi lahan hutan seluas 1.352 ha. Lahan seluas 1.352 ha merupakan lahan

milik negara (state property). Luas hutan di Indonesia setelah direhabilitasi belum

mencapai luas hutan minimal (4.430 ha). Dibutuhkan lahan milik individu

(individual property) dan komunal (common property) untuk dikonversi. Konversi

dimaksud adalah pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur sistem

tebas-bakar menjadi sistem agroforestry seluas 2.748 ha. Total luas lahan hutan

dan agroforestry DAS Tono di Indonesia setelah direhabilitasi seluas 4.838 ha

atau luasannya lebih 408 ha.

Lahan hutan dan agroforestry seluas 4.838 ha seluruhnya berada pada

bagian hulu dan tengah DAS Tono. Lokasi rehabilitasi lahan secara spatial

ditampilkan Gambar 34. Topografinya pada daerah ketinggian dengan kemiringan

> 40% sehingga akan mengurangi aliran permukaan, erosi, banjir. Peningkatan

Page 141: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

125

luas hutan dan agroforestry juga akan meningkatkan curah hujan karena tingginya

evapotranspirasi sehingga dalam jangka panjang akan mengurangi kekeringan.

Penataan ruang berimplikasi terhadap pelaksanaan program-program

pembangunan berkelanjutan disesuaikan dengan kondisi ekologi, sosial, dan

ekonomi. Arahan kebijakan penataan ruang dalam pengelolaan DAS wilayah

perbatasan negara pada tiap tahapan kelembagaan sebagai berikut:

- Kerjasama pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara: meningkatkan

kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat lokal mengenai keterkaitan

ekologi DAS (hulu, tengah, dan hilir) meskipun DAS berada pada wilayah

administrasi yang berbeda, meningkatkan pemahaman mengenai

terwujudnya pembangunan berkelanjutan sebagai salah satu tujuan

pembangunan (selain growth dan equity).

- Forum DAS wilayah perbatasan negara: mitigasi dan adaptasi bersama,

kajian-kajian untuk memastikan fungsi hidrologi DAS wilayah perbatasan.

Perhitungan-perhitungan fungsi hidrologi karena adanya perlindungan

terhadap lahan konservasi, dan rehabilitasi lahan yang diperlukan untuk

menjaga kelestarian fungsi hidrologi.

- Badan pengelola DAS wilayah perbatasan negara: menggunakan kajian

yang telah dilakukan forum DAS untuk melaksanakan willingness to pay

dan willingness to accept, pengelolaan usaha bersama secara terintegrasi,

pemberian insentif bagi pihak-pihak yang menjaga kelestarian sumberdaya

alam, usahatani lahan kering dengan sistem agroforestry, penguatan

kelembagaan adat untuk melakukan perlindungan terhadap sumberdaya air

dan hutan, pembangunan stasiun agroklimat dan sistem informasi yang

dapat diakses oleh kedua negara, sistem tata air dan alokasi penggunaan

air, pembangunan infrastruktur seperti: bendungan, embung-embung,

jaringan irigasi.

Penataan ruang yang dalam pelaksanaannya berbeda antar tahapan kelembagaan

sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan penggunaan lahan dan perubahan

iklim.

Salah satu kelemahan dari kelembagaan pengelolaan DAS wilayah

perbatasan adalah terbatasnya kewenangan pemerintah daerah provinsi dan

kabupaten serta pemerintah desa dalam melakukan perencanaan pembangunan

pada wilayahnya secara otonom. Meskipun otonomi daerah telah diterapkan

sesuai UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan otonomi desa

sesuai UU No. 6 tahun 2014 tetang Desa. Penataan ruang pada wilayah perbatasan

sifatnya mengikat antar kedua negara, sehingga mengurangi kebebasan individu,

pemerintah desa dan pemerintah daerah dalam merencanakan pembangunan pada

wilayah perbatasan.

Solusinya dibutuhkan komunikasi dan koordinasi yang baik antar

kelembagaan masyarakat, unilateral, bilateral akan memudahkan implementasi

kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara sebagai bentuk

adaptasi terhadap perubahan penggunaan lahan dan perubahan iklim. Adaptasi

perubahan iklim ini dilakukan secara terintegrasi dengan program untuk

meningkatkan ketahanan (recilience) ekonomi, sosial, dan lingkungan yang

berarti selaras dengan upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Page 142: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

126

7. SIMPULAN UMUM DAN SARAN

Simpulan Umum

Berdasarkan hasil analisis data dan sintesis setiap permasalahan, simpulan

umum penelitian adalah: kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan

negara yang adaptif terhadap perubahan iklim sebagai solusi mewujudkan

pembangunan berkelanjutan di wilayah perbatasan negara Indonesia dan Timor-

Leste. Simpulan umum dirinci dalam simpulan-simpulan berikut:

1. Pembangunan wilayah perbatasan negara yang direpresentasikan oleh

jumlah penduduk dan akses ke pusat pertumbuhan berhubungan positif

dengan penggunaan lahan pemukiman, pertanian lahan kering campur dan

sawah.

2. Peluang banjir dan kekeringan mengalami peningkatan di DAS Tono.

Peningkatan peluang banjir disebabkan oleh: (i) peningkatan luas

pertanian lahan kering campur sebagai konversi dari lahan semak belukar

yang memiliki fungsi konservasi, (ii) penurunan luas hutan, (iii)

peningkatan luas sawah karena sebagian air dialirkan melalui saluran

menuju sawah, dan merupakan konversi dari lahan terbuka, (iv)

peningkatan curah hujan bulanan. Adapun peningkatan peluang

kekeringan terjadi karena: penurunan curah hujan bulanan, peningkatan

temperatur bulanan dan luas pertanian lahan kering campur. Banjir dan

kekeringan berdampak terhadap penurunan produksi dan efisiensi ekonomi

usahatani (tumpangsari dan monokultur) di DAS Tono.

3. Kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara yang ada saat

kurang koordinatif antara kelembagaan masyarakat, unilateral dan

bilateral. Kelembagaan unilateral juga kurang koordinasi antar sektor

karena pembangunan wilayah perbatasan lebih perspektif wilayah

administrasi dibanding wilayah fungsional ekologi. Dibutuhkan perubahan

strategi dengan rekonstruksi kelembagaan pengelolaan DAS wilayah

perbatasan negara yang adaptif terhadap perubahan iklim.

4. Model kelembagaan pengelolaan DAS wilayah perbatasan negara yang

adaptif terhadap perubahan iklim guna mewujudkan pembangunan

berkelanjutan dilakukan dalam bentuk road map berikut: perjanjian

kerjasama, forum DAS, dan badan pengelola DAS. Pelaksanaannya

sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan penggunaan lahan dan

perubahan iklim, yang berdampak terhadap dimensi sosial dan ekonomi.

Saran

Saran yang diajukan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pembangunan wilayah perbatasan negara tidak hanya perspektif

administrasi tetapi juga perspektif ekologi, guna mewujudkan

pembangunan berkelanjutan. Dibutuhkan pemahaman dan sosialisasi

mengenai keterkaitan ekologi DAS wilayah hulu, tengah, dan hilir yang

berada di wilayah Indonesia dan Timor Leste.

2. Konversi lahan konservasi dikurangi, dengan cara melakukan agroforestry

sehingga tutupan lahan tetap dipertahankan dan secara ekonomi tetap

menguntungkan bagi masyarakat.

3. Penguatan lembaga adat guna menjaga kelestarian sumberdaya air dan

sumberdaya hutan yang berada di DAS wilayah perbatasan negara.

Page 143: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

127

Dilanjutkan dengan pemberian insentif untuk pihak-pihak yang menjaga

kelestarian sumberdaya air dan hutan di DAS wilayah perbatasan negara.

4. Diperlukan kajian lanjutan mengenai sumberdaya fisik wilayah, debit air,

distribusi air dan economic services.

DAFTAR PUSTAKA

Aerts JCJH, Droogers P. 2004. Climate Change In Constraining River Basins:

Adaptation Strategies For Water, Food and Environment. London(GB):

CABI Publishing.

Allen DW. 2002. The Rhino’s Horn: Incomplete Property Rights and the Optimal

Value of an Asset. Journal of Legal Studies 31:359-368

Aminah S. 2015. Konflik dan Kontestasi Penataan Ruang Kota Surabaya.

Masyarakat: Jurnal Sosiologi 20 (1):59-79.

Ananda J, Proctor W. 2013. Collaborative Approaches to Water Management and

Planning: An Institutional Perspective. Ecological Economics 86:97-106.

Anwar M. 2012. Pewilayahan Hidroklimat Untuk Optimasi Penggunaan Lahan

Pertanian Menggunakan Model SWAT: Kasus DAS Barito Hulu

Kalimantan Tengah. Disertasi Program Studi Agroklimat Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Ansofino. 2005. Peranan Kebijakan Penentuan Harga Air (Water Pricing Policy)

bagi Pemanfaatan Sumberdaya Air ke Arah Berkelanjutan dengan Fokus

Studi di Wilayah DKI Jakarta. Disertasi Program Studi Ilmu Perencanaan

Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Bærenholdt JO, Aarsæther N. 2002. Coping Strategies, Social Capital and Space.

European Urban and Regional Studies 9:151-165.

[BNPP] Badan Nasional Pengelola Perbatasan Republik Indonesia. 2011. Grand

Design Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan 2011-

2025. Jakarta (ID): BNPP RI.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. 2011.

Pedoman Umum Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian. Jakarta (ID):

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian.

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Badan

Penelitian Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. 2010. Analisis

Dampak Kejadian Iklim Ekstrim terhadap Efisiensi Teknis Usahatani.

Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan

Pertanian Badan Penelitian Pengembangan Pertanian Kementerian

Pertanian.

Bapedalda Kabupaten TTU. 2006. Profil Lingkungan Hidup Kabupaten TTU.

Kefamenanu (ID): Bapedalda Kabupaten TTU.

[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 1999. Menata ke Depan

Perekonomian Nasional. Jakarta (ID): Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional.

. 2005. Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan. Jakarta (ID): Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional.

Page 144: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

128

BPS Kabupaten TTU. 2012. Kabupaten TTU dalam Angka 2014. Kefamenanu

(ID): BPS Kabupaten TTU.

. 2014. Kabupaten TTU dalam Angka 2014. Kefamenanu (ID): BPS

Kabupaten TTU.

BPS Provinsi NTT. 2014. Provinsi NTT dalam Angka 2014. Kupang (ID): BPS

Provinsi NTT.

BPS Provinsi Timor Timur. 1997. Provinsi Timor-Timur dalam Angka 1997. Dili

(ID): BPS Provinsi Timor-Timur.

Bronstert A. 2003. Floods and Climate Change: Iteraction and Impacts. Risk

Analyisis 23(3):545-57

Cline W. 2007. Global Warming and Agriculture: Impact Estimates by Country.

Washington DS(US): Center for Global Development and Peterson

Institute for International Economics.

Coase RH. 1960. The Problem of Social Cost. Journal of Law and Economics.

3:1-44.

Coelli T, Rao DSP, Battese GE. 1998. An Introduction to Efficiency and

Productivity Analysis. London (GB): Kluwer Academic Publishers.

Cosens B. 2010. Transboundary River Governance in the Face of Uncertainty:

Resilience Theory and the Columbia River Treaty. Journal of Land,

Resources and Environmental Law 30(2):229-265.

Dasanto BD, Boer R, Pramudya B, Suharnoto Y. 2014. Simple Method for

Assesing Spread of Flood Prone Areas Under Historical and Future

Rainfall In The Upper Citarum Wateshed. Environment Asia 7(2):79-86.

Datta D, Gosh PK. 2015. Evaluating Sustainability Of Community Endeavours in

an Indian Floodplain Wetland Using Multi-Criteria Decision Analysis.

Singapore Journal of Tropical Geography 36(1):38-56.

Darmawan AH, Krisnamurthi B, Tanjung D, Tonny F, Prasetyo LB, Fauzia L,

Prasodjo NW, Suharno, Indrayanti Y, Mardyaningsih DI. 2004.

Desentralisasi Pengelolaan dan Sistem Tata Pemerintahan Sumberdaya

Alam: Daerah Aliran Sungai Citanduy. Bogor (ID): Pusat Studi

Pembangunan Institut Pertanian Bogor.

Davis LS, Jhonson KN. 1987. Forest Management: Third Edition. New York

(US): Mcgrow-Hill Book Company.

de Jong W. 2008. Transborder Environmental and Natural Resource Management.

Kyoto: Center for Integrated Area Studies-Kyoto University.

Demtesz H. 1967. Toward a Theory of Property Rights. The American Economic

Review 57 (2):347-359

Departemen PU. 2007. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan

Ruang. Jakarta (ID): Departemen PU.

Departemen PU. 2014. Peraturan Presiden Nomor 179 Tahun 2014 Tentang

Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di Nusa Tenggara

Timur. Jakarta (ID): Departemen PU.

Depdagri. 2005. Rencana Induk Pengembangan Wilayah Perbatasan Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta (ID): Depdagri.

Direktorat Penataan Ruang Wilayah Nasional. 1992. Studi Tipologi Kabupaten.

Jakarta (ID): Direktorat Penataan Ruang Wilayah Nasional.

Page 145: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

129

Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal BAPPENAS. 2004.

Tata Cara Perencanaan Pengembangan Kawasan untuk Percepatan

Pembangunan Daerah. Jakarta (ID): Direktorat Pengembangan Kawasan

Khusus dan Tertinggal BAPPENAS.

Drestha M, Opang Y. 2009. Laporan Hasil Kajian Kondisi Biofisik DAS Tono

dan Kecenderungannya. Denpasar (ID): World Neighbors.

Droogers P, Van Dam J, Hoogeveen J, Loeve R. 2004. Adaptation Strategies to

Climate Change to Sustain Food Security. In: Climate Change in

Constrasting River Basins: Adaptation Strategies for Water, Food and

Environment (Eds: Aerts JCJH, Droogers P). London (GB): CABI

Publishing.

Dwiastuti R. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Air di Daerah Tangkapan

Air Bendungan Sutami dan Sengguruh: Suatu Pendekatan Optimasi

Ekonomi. Disertasi Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

[UN] European Union. 2000. Directive 2000/60/EC:EU Water Framework.

Brussle: European Commision Environment.

European Spatial Planning. Adapting to Climate Events. 2008. Climate Changes

Impact and Spatial Planning Decision Support Guidance. German:

European Spatial Planning.

Fauzi A. 2010. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi.

Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.

Febriabi N. 2008. Kajian Konservasi Lahan di hulu DAS Citarum Dalam Upaya

Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam yang

Berkelanjutan. Thesis Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah

dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

Hayek FA. 1968. Competition as a Discovery Procedure. The Quartely Journal of

Australian Economics 5(3):9-23.

Herold M, Latham JS, Di Gregorio A, Schumulius CC. 2006. Evolving Standar in

Land Cover Characterization. Journal of Land Use Science 1:157-68.

Hilyana S. 2011. Optimasi Pemanfaatan Ruang Kawasan Konservasi Gili Sulat-

Gili Lawang Kabupaten Lombok Timur. Disertasi Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hoanh CT, Guttman H, Droogers P, Aerts J. 2004. Will We Produce Sufficient

Food Under Climate Change? Mekong Basin (South-East Asia). In:

Climate Change in Constrasting River Basins: Adaptation Strategies for

Water, Food and Environment (Eds: Aerts JCJH, Droogers P). London

(GB): CABI Publishing.

http://chg-ftpout.geog.ucsb.edu/puborg/chg/products/CHIRPS-2.0/global-

monthly/tifs/.

http://iridl.ldeo.columbia.edu/SOURCES/.UEA/.CRU/.TS3p0/

Juanda B. 2009. Ekonometrik Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press.

Kadar I. 2003. Analisis Pengaruh Tata Ruang Terhadap Konservasi Air dan

Penerimaan Daerah di Kawasan Puncak Kabupaten Bogor. Disertasi

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah

Page 146: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

130

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Kaimuddin. 2000. Kajian Dampak Perubahan Iklim Dan Tata Guna Lahan

Terhadap Keseimbangan Air Wilayah Sulawesi Selatan (Studi Kasus DAS

Walanae Hulu dan DAS Saddang). Disertasi Program Studi

Agroklimatologi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Kartasapoetra AG. 2012. Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan

Tanaman. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara.

Kartodihadjo H, Murtilaksono M, Sudadi U. 2004. Institusi Pengelolaan Daerah

Aliran Sungai: Konsep dan Pengantar Analisis Kebijakan. Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kartodihardjo H, Jhamtani H (Editor). 2006. Politik Lingkungan dan Kekuasaan

di Indonesia. Jakarta (ID):Equinox.

Karyana A. 2007. Analisis Posisi dan Peran Lembaga Serta Pengembangan

Kelembagaan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. Disertasi

Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kasan. 2012. Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Perubahan Iklim Pada

Komoditi Pangan di Berbagai Negara Terhadap Makro dan Sektoral

Ekonomi Indonesia: Pendekatan Model Ekonomi Keseimbangan Umum.

Disertasi Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Katiandagho TM. 2007. Model Pengelolaan Sumberdaya Air Dalam Kompetisi

Antar Sektor di Wilayah Hilir Daerah Irigasi Jatiluhur: Pendekatan

Optimasi Dinamik. Disertasi Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Kerr J. 2007. Wathershed Management: Lessons From Common Property Theory.

International Journal of The Commons I(1):89-109.

Keller J, Keller A, Davids G. 1998. River Basin Development Phases and

Implications of Closure. Journal of Applied Irrigation Science 33(2)145-

163.

Klein H, Douben KJ, Van Deursen W, Van Steveninck EDR. 2004. Inreasing

Climate Variabilityin the Rhine Basin: Business as Usual?. In: Climate

Change in Constrasting River Basins: Adaptation Strategies for Water,

Food and Environment (Eds: Aerts JCJH, Droogers P). London (GB):

CABI Publishing.

Kodoatie RJ, Sjarief R. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta (ID): Andi.

Kontjraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta (ID): PT. Gramedia.

Kundzewicz ZW, Kanae S, Seneviratne SI, Handmer J, Nicholls N, Peduzzi P,

Mechler R, Bouwer LM, Arnell N, Mach K, Muir-Wood R, Brakenridge

GR, Kron W, Benito G, Honda Y, Takahashi K, Sherstyukov B. 2012.

Flood Risk and Climate Change: Global and Regional Perspectives.

Hydrological Sciences Journal 59(1):1-28.

Lusiana B, Widodo R, Mulyoutami E, Nugroho DA, Van Noorwidjk M. 2008.

Kajian Kondisi Hidrologis DAS Talau Kabupaten Belu Nusa Tenggara

Timur. Bogor (ID): World Agroforestry Centre.

Page 147: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

131

Malik IB, Winadjo N, Fauzi A, Royo. 2003. Menyeimbangkan Kekuatan: Pilihan

Strategi Menyelesaikan Konflik atas Sumberdaya Alam. Jakarta (ID):

Yayasan Kemala.

Maulida S, Santoso H, Subagyo H, Rifqiyyah Q. 2012. Dampak Perubahan Iklim

terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani Cabai Rawit (Studi Kasus di

Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri). SEPA 8(2) 51–182.

Masuku BB. 2014. Economic Efficiency of Smallholder Dairy Farmers in

Swaziland: an Application of the Profit Function. Journal of Agriculture

Studies 2(2):132-146.

McEvoy D, Cots F, Lonsdael K, Tabara JD, Werners S. 2008. The Role of

Institution Capacity in Enabling Climate Change Adaptation: The Case of

the Guardian River Basin. In: Transborder Environment and Natural

Resources Management (Eds: de Jong W). Kyoto: Center for Integrated

Area Studies-Kyoto University.

McKee M. 2010. Future Solutions: Research Needs in the Jordan River

Watershed. Journal of Transboundary Water Resources 01:179-187.

Mclaren SJ, Kniveton DR. 2000. Linking Climate Change to Land Surface

Change. Kluwer Academic Publisher. Netherland: Dordecht. Editor.

Ministerio Administrasaun Estatal Republica Democratica De Timor Leste. 2014.

Planu Estratejiku Dezenvolvimentu Districtu Oecussi. Dili: Ministru

Administrasaun Estatal.

Ministerio De Agricultura E Pescas Republica Democratica De Timor Leste.

2010. Laporan Hidrologi Daerah Irigasi Tono. Dili: Ministerio De

Agricultura E Pescas.

Morid S, Massah AR, Alikhani MA, Mohammadi K. 2004. Maintaining

sustainable agricultural under climate change: Zayandeh Rud Basin (Iran).

In: Climate Change in Constrasting River Basins: Adaptation Strategies

for Water, Food and Environment (Eds: Aerts JCJH, Droogers P). London

(GB): CABI Publishing.

Minh NK, Long GT. 2009. Efficiency Estimates for the Agricultural Production in

Vietnam: A Comparison of Parametric and Non-Parametric Approaches.

Agricultural Economic Review 10(2):62-78.

Mumme SP. 2010. Environmental Governance in the Rio Grande Watershed:

Binational Institutions and the Transboundary Water Crisis: An Agenda

for Strengthening Binational Water Governance Along the Rio Grande.

Journal of Transboundary Water Resources 01:43-67.

Munibah K. 2008. Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dan Arahan

Penggunaan Lahan Berwawasan Lingkungan (Studi Kasus DAS Cidanau,

Provinsi Banten). Disertasi Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Murdyarso D. 2003. Protokol Kyoto: Implikasinya Bagi Negara Berkembang.

Jakarta (ID): Kompas Media Nusantara.

Muslich M. 2009. Metode Pengambilan Keputusan Kuantitatif. Jakarta (ID):

Bumi Aksara.

Nasoetion M. 1999. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat sebagai Perwujudan

Demokrasi Ekonomi: Implementasi dalam Pembangunan Kehutanan dan

Perkebunan. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan dan Perkebunan.

Page 148: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

132

National Statistic Directorat Republica Democratica De Timor Leste. 2010. Social

and Economic Characteristics. Dili: National Statistic Director.

. 2010. Distribuisaun Populasaun Tuir Area Administrativu.

RDTL: National Statistic Director.

North DC. 1990. Institutions, Institutional Changes and Economic Performance.

London (GB): Cambridgs University Press.

North DC. 1991. Institutions. The Journal of Economic Perspectives 5 (1):97-112.

Nurdjaman P, Rahardjo SP. 2005. Platform Penanganan Permasalahan Perbatasan

Antar Negara. Jakarta (ID): Departemen Dalam Negeri, Direktorat Jendral

Pemerintahan Umum dan Direktorat Wilayah Administrasi Dan

Perbatasan.

Oii CS, Ek R. 2010. Culture, Work and Emotion. Culture Unbound: Journal of

Current Culture Research 2:303-310.

Ostrom E. 1990. Govering the Commons: The Evolution of Institutions for

Collective Action. Cambridge (GB): Cambridge University.

Paimin, Pramono IB, Purwanto, Indrawati DR. 2012. Sistem Perencanaan

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan

Kehutanan, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Bogor (ID):

Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

(BPTKPDAS).

Parera ADM. 1994. Sejarah Pemerintahan Raja-Raja Timor. Jakarta (ID): Pustaka

Sinar Harapan.

Parcher JW, Woodward DG, Dural RA. 2010. A Descriptive Overview of the Rio

Grande-Rio Bravo Watershed: The Physical and Cultural Surroundings of

the Transboundary Watershed of the Fifth Longest River in North America

is Challenged by Environmental Issues which Require Collaborative

Technical Solutions Developed in Alliance by U.S. and Mexican

Scientists. Journal of Transboundary Water Resources 01:159-177.

Pemerintah Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012

tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jakarta (ID):Kementerian

Kehutanan Republik Indonesia.

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2011. Peraturan Daerah Provinsi

Nusa Tenggara Timur No. 5 tahun 2008 tentang Pengelolaan Daerah

Aliran Sungai Secara Terpadu. Jakarta (ID):Kementerian Kehutanan

Republik Indonesia.

Pradan B. 2009. Flood Susceptible Mapping and Risk Area Delineation Using

Logistic Regression, GIS and Remote Sensing. Journal of Spatial

Hydrology 9(2):1-18.

Pramono AA. 2006. Konversi Hutan Rakyat di DAS Ciliwung Hulu, Kabupaten

Bogor (Analisis Land Rent dan Jasa Lingkungan). Thesis Program Studi

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.

Pratiwi S. 2008. Model Pengembangan Institusi Ekowisata Untuk Penyelesaian

Konflik di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Disertasi Program

Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.

Page 149: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

133

Prawiranegara M. 2014. Spatial Multi-Criteria Analysis (SMCA) for Basin-Wide

Flood Risk Assessment as a Tool for Improving Spatial Planning and

Urban Resilience Policy Making: A Case Study of Marikina River Basin,

Metro Manila-Philippines. Proedia-Social and Behavioral Science 135:18-

24

Purnomo H. 2012. Pemodelan dan Simulasi untuk Pengelolaan Adaptif Sumber

Daya Alam dan Lingkungan. Bogor (ID): IPB Press.

Randolph J. 2004. Environmental Land Use Planning and Management.

Washington (US): Island Press.

Rembet UNWJ. 2012. Optimasi Fungsi Ekologi-Ekonomi Dalam Pengelolaan

Ekosistem Terumbu Karang Berbasis Ikan Target (Kasus Pulau Hogow

dan Pulau Putus-Putus Sulawesi Utara). Disertasi Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.

[RDTL] Republic Democtratic Timor-Leste. 2000. Konstitusaun Republika

Demokratika Timor-Leste. Dili: Pemerintah Republic Democtratic Timor

Leste.

Riyadi, Bratakusumah DS. 2003. Prencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta (ID):

PT. Gramedia Pustaka Utama.

Rosa H, Kandel S, Dimas L. 2004. Compensation for Ecolosystem Services and

Rural Comunities: Lessons from the Americas. http://www.prisma.org.sv

Roy L, Leconte R, Brissette FCB, Marche C. 2001. The Impact of Climate

Change on Seasonal Floods of a Southern Quebec River Basin.

Hydrological Processes 15:3167–79.

Rustiadi, E dan S. Pranoto. 2007. Agropolitan Membangun Ekonomi Perdesaan.

Bogor (ID):Crestpent Press.

Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2011. Perencanaan dan Pengembangan

Wilayah. Bogor (ID): Indopress.

Saaty T. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki

Analitik untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi yang Komplek.

Jakarta (ID): PT. Pustaka Binaman Pressindo.

Santoso EB, Ketut DME, Aulia BU, Ghozali Achmad. 2014. Concept of Carrying

Capacity: Challenges in Spatial Planning (Case Study of East Java

Province, Indonesia). Procedia-Social and Behavioral Sciences 135:130–

135.

Sailer K, Pomeroy R, Haslem R. 2015. Data-Driven Design-Using Data on

Human Behaviour and Spatial Configuration to Inform Better Workplace

Design. Corporate Real Estate Journal 4(3).

Saridewi TR. 2015. Instrumen Pembayaran Jasa Lingkungan dalam Mendukung

Penataan Ruang Daerah Aliran Sungai Ciliwung. Disertasi Program

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Scheider K, Gugerty MK. 2011. Agricultural Productivity and Poverty Reduction:

Linkages and Pathways. The Evans School Review 1(1):56-74

Schernewski G. Löser N, Sekścińska A. 2005. Integrated Coastal Area and River

Basin Management (ICARM): The Oder/Odra Case Study. Coastline

Reports 6:43-54.

Page 150: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

134

Schmidtner E, Lippert C, Engler B, Häring AM, Aurbacher J, dan Dabbert S.

2012. Spatial distribution of organic farming in Germany: does

neighbourhood matter?. European Review of Agricultural Economics

39(4):661-683.

Scwab GO, Frevert RK, Edminster TW, Barnes KK. 1981. Soil and Water

Conservation Engineering. Third Edition. Canada:Publised Simultaneously

by Canada.

Snelder DJ. 2008. Fighting Floods or Living with Floods? Striving for Coherence

in Multiple of Flood Risk Management in European River Basins. In:

Transborder Environmental and Natural Resources Management (Eds: de

Jong W). Kyoto:Center for Integrated area studies-Kyoto University.

Sihite JHS. 2004. Valuasi Ekonomi dari Perubahan Penggunaan Lahan di Sub

DAS BESAI-DAS Tulang Bawang-Lampung. Disertasi Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Cetakan Keempat. Jakarta

(ID): PT. Raja Grafindo Persada.

Sriburi T. 2008. Transborder and Natural Resources Manajemen: Transborder

Environmental Management in The East-West Economic Corridor Project.

Kyoto: Centre for Integrated Area Studies-Kyoto University.

Subroto. 2003. Perencanaan Pengembangan Wilayah. Samarinda (ID):Fajar

Gumilang.

Sudarmalik, Kartodiharjo H, Soedomo S, Adiwibowo S. 2014. The State and

Development of Industrial Plantation Forest. Jurnal Manajemen Hutan

Tropika 20(3):150-158.

Supriyadi H, Heryana N. 2011. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produksi

Jambu Mete dan Upaya Penanggulangannya. Buletin RISTRI 2 (2).

Sutopo MF. 2011. Pengembangan Kebijakan Pembayaran Jasa Lingkungan

Dalam Pengelolaan Air Minum. Disertasi Program Studi Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Suryadi E, Agus F. 2005. Perubahan Penggunaan Lahan dan Dampaknya terhadap

Karakteristik Hidrologi: Suatu Studi di DAS Cijalupang, Bandung, Jawa

Barat. Prosiding Multifungsi Pertanian.

Suweda IW. 2011. Penataan Ruang Perkotaan Yang Berkelanjutan, Berdaya saing

dan Berotonomi: Suatu Tinjauan Pustaka. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil 15(2). Syarif E, Darjosanjoto ETS, Antaryama IGN. 2015. The Coastal Changes and Its

Influence on the Spatial Configuration of Mariso Settlement, Indonesia.

International Journal of Education and Research 3(3).

Taena W, Rustiadi E, Hariyoga H. 2013. Kajian Persepsi Stakeholder Mengenai

Pengembangan Ekonomi Wilayah Perbatasan Kabupaten Timor Tengah

Utara dengan District Enclave Oecussi. Forum Pascasarjana 36(4):215-

232.

Tarigan R. 2004. Perencanaan Pengembangan Wilayah. Jakarta (ID):Bumi

Aksara.

[UN] The United Nations. 2012. The Future We Want. www.un.org/futurewewant.

[WCED] The Word Commission on Environment and Development. 1987. Our

Common Future. UK:Oxford University.

Page 151: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

135

Tisdell CA. Economics of Environmental Conservation: Second Edition.

Massachusetts (US): Edward Elgar.

Todaro MP, Smith SC. 2002. Pembangunan Ekonomi Jilid 1. Jakarta (ID):

Erlangga.

Trewavas AJ. 2001. The Population/Biodiversity Paradoks: Agricultural

Efficiency to Save Wilderness. Plant Physiology. 125:174-79.

[UNDP] United Nations Development Programme. 2004. Adaptation Polcy

Frameworks for Climate Changes: Developing Strategies, Polices, and

Measures. Cambridge (GB): Cambridge University Press.

Warren R, Amell N, Nichols R, Levy P, Price J. 2006. Understanding The

Regional Impact of Climate Change. Research Report Perpared for The

stern Review, Tyndall Center Working Paper 90. Norwich. Avialable from

www.tyndall.ac.uk/publications/working.paper/twp90.pdf.

Wibowo M. 2005. Analisis Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap

Debit Sungai: Studi Kasus Sub-DAS Cikapung Gandok, Bandung. Jurnal

Teknik Lingkungan P3TL-BPPT 6(1):283-290.

Williamson OE. 1975. Markets and Hierarchies: Analysis and Antitrust

Implications. Organizational Forms and Internal Efficiency 63(2):316-326 Williamson OE. 2000. The New Institutional Economics: Tacking Stock, Looking

Ahead. Journal of Economic Literature 38:595-613.

Wondwosen TB. 2008. Transboundary Water Cooperation in Africa: The Case of

the Nile Basin Initiative (NBI). Alternatives: Turkish Journal of

International Relations 7 (4):34-43

Wulan YC, Yasmi YC, Purba C, Wollenberg E. 2004. Analisa Konflik Sektor

Kehutanan di Indonesia 1997-2003. Bogor (ID):Center for International

Forestry Research (CIFOR).

Yakin A. 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Teori dan

Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta (ID):Akademi Pressindo.

Yu CH, Chen CH, Ling CF, Liaw SL. 2003. Development of system dynamics

model for sustainable land use management. Journal of The Chinese

Institute of Engineers 26(5):607-618.

Page 152: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

136

L A M P I R A N

Page 153: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

1. Output Multivariat Hubungan Pembangunan dengan Penggunaan Lahan

Equation Obs Parms RMSE "R-sq" F P

----------------------------------------------------------------------

mukim 20 3 31.59062 0.5217 9.272464 0.0019

PLKT 20 3 1962.24 0.5020 8.569399 0.0027

Sawah 20 3 174.2797 0.7658 27.80078 0.0000

------------------------------------------------------------------------------

| Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]

-------------+----------------------------------------------------------------

mukim |

pnddk | .0019813 .0007789 2.54 0.021 .0003379 .0036247

waktu | -.6051796 .2236471 -2.71 0.015 -1.077034 -.1333253

_cons | 67.73262 18.12198 3.74 0.002 29.49859 105.9666

-------------+----------------------------------------------------------------

PLKT |

pnddk | .1789512 .0483833 3.70 0.002 .0768713 .2810311

waktu | 38.15479 13.89176 2.75 0.014 8.845732 67.46385

_cons | -1224.13 1125.64 -1.09 0.292 -3599.024 1150.763

-------------+----------------------------------------------------------------

Sawah |

pnddk | .0295389 .0042972 6.87 0.000 .0204725 .0386053

waktu | -1.270058 1.23382 -1.03 0.318 -3.873192 1.333076

_cons | -86.40917 99.97564 -0.86 0.399 -297.3393 124.521

------------------------------------------------------------------------------

Correlation matrix of residuals:

mukim PLKT Sawah

mukim 1.0000

PLKT 0.0223 1.0000

Sawah -0.1514 -0.5620 1.0000

Breusch-Pagan test of independence: chi2(3) = 6.786, Pr = 0.0790

Page 154: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

2. Output Binary Logistic Banjir

Logistic Regression Table

Odds 95% CI

Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper

Constant 170.653 62.3966 2.73 0.006

CH 0.0161400 0.0024599 6.56 0.000 1.02 1.01 1.02

PLKCC 0.0003810 0.0002172 1.75 0.079 1.00 1.00 1.00

Hutan -0.245729 0.0864812 -2.84 0.004 0.78 0.66 0.93

Sawah -0.0141000 0.0065531 -2.15 0.031 0.99 0.97 1.00

3. Output Binary Logistic Kekeringan

Logistic Regression Table

Odds 95% CI

Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper

Constant -35.7898 7.40889 -4.83 0.000

CH -0.0163860 0.0027915 -5.87 0.000 0.98 0.98 0.99

PLKCC 0.0001253 0.0000763 1.64 0.101 1.00 1.00 1.00

T 1.33777 0.263169 5.08 0.000 3.81 2.27 6.38

Page 155: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

4. Output Multivariat Dampak Banjir dan Kekeringan terhadap

Produksi Usahatani Tumpangsari

Equation Obs Parms RMSE "R-sq" F P

----------------------------------------------------------------------

lnPadi 95 6 .6000396 0.3616 8.307691 0.0000

LnJagung 95 6 .5200668 0.6011 22.1008 0.0000

lnKacang Tanah 95 6 .708778 0.1792 3.201614 0.0069

----------------------------------------------------------------------

| Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]

-------------+--------------------------------------------------------

lnPadi |

lnLuas Lahan | .1045542 .1181686 0.88 0.379 -.130281 .3393895

lnTenagakerja| .0194219 .123882 0.16 0.876 -.2267675 .2656113

Dpt | .1775103 .1302709 1.36 0.176 -.0813758 .4363964

Dbk | .0230139 .2223809 0.10 0.918 -.4189215 .4649492

Dkr |-.5874506 .2163744 -2.71 0.008 -1.017449 -.1574519

_cons |5.634451 .6756502 8.34 0.000 4.291738 6.977163

-------------+--------------------------------------------------------

lnJagung |

lnLuas Lahan | .3495399 .1024192 3.41 0.001 .1460033 .5530765

lnTenagaKerja| .3013069 .1073711 2.81 0.006 .0879294 .5146843

Dpt | .3227522 .1129085 2.86 0.005 .0983702 .5471341

Dbk |-.2187867 .1927422 -1.14 0.259 -.6018212 .1642478

Dkr |-.5991417 .1875362 -3.19 0.002 -.9718305 -.2264529

_cons |2.872543 .5856001 4.91 0.000 1.708786 4.0363

-------------+--------------------------------------------------------

lnKacg Tanah |

lnLuas Lahan |-.0070975 .139583 -0.05 0.960 -.2844893 .2702943

lnTenagakerja| .1296934 .1463317 0.89 0.378 -.1611101 .420497

Dpt | .2569368 .1538784 1.67 0.099 -.0488643 .5627378

Dbk |-.0994787 .2626805 -0.38 0.706 -.621501 .4225436

Dkr |-.2218628 .2555855 -0.87 0.388 -.7297854 .2860597

_cons |4.946528 .7980907 6.20 0.000 3.360491 6.532566

----------------------------------------------------------------------

Correlation matrix of residuals:

lny1 lny2 lny3

lny1 1.0000

lny2 0.2698 1.0000

lny3 0.2214 -0.3141 1.0000

Page 156: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

5. Output Cobb Douglass Usahatani Lahan Basah

The regression equation is

lnPadi = 3.44 + 0.342lnBenih + 0.389lnUrea + 0.305lnTK - 0.783Dbb

- 0.795Dkk

Predictor Coef SE Coef T P

Constant 3.4366 0.8694 3.95 0.000

lnBenih 0.3417 0.1713 1.99 0.052

lnUrea 0.38946 0.08938 4.36 0.000

lnTK 0.3050 0.1615 1.89 0.066

Dbb -0.7828 0.3111 -2.52 0.016

Dkk -0.7950 0.2051 -3.88 0.000

6. Output Analisis Cobb Douglass Dampak Banjir, Kekeringan

dan Faktor Produksi Lain terhadap Pendapatan Usahatani

Lahan Kering The regression equation is

LnPendapatan = 5.56 - 0.0181LnSlahan + 0.626LnBbibit + 0.261LnBiayaTK

- 0.088Dbk - 0.400Dkr + 0.267Dpt + 5.72Dnegara

- 0.124Bbibit*negara - 0.311BTK*negara

Predictor Coef SE Coef T P

Constant 5.563 1.969 2.82 0.006

LnSlahan -0.01814 0.07790 -0.23 0.816

LnBbibit 0.6256 0.1352 4.63 0.000

LnBiayaTK 0.2615 0.1334 1.96 0.053

Db -0.0883 0.1420 -0.62 0.536

Dkr -0.4001 0.1406 -2.85 0.006

Dpt 0.26671 0.08786 3.04 0.003

Dnegara 5.723 2.919 1.96 0.053

Bbibit*negara -0.1238 0.1829 -0.68 0.500

BTK*negara -0.3110 0.1802 -1.73 0.088

S = 0.370298 R-Sq = 57.2% R-Sq(adj) = 52.6%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P

Regression 9 15.5591 1.7288 12.61 0.000

Residual Error 85 11.6553 0.1371

Total 94 27.2144

Page 157: KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI … · Daerah Aliran Sungai Wilayah Perbatasan Negara yang ... Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING, BAMBANG ... Pascasarjana pada Program

7. Output Analisis Cobb Douglass Dampak Banjir, Kekeringan

dan Faktor Produksi Lain terhadap Pendapatan Usahatani

Lahan Basah

The regression equation is

LnPendapatan = - 1.54 + 0.545LnBpupuk + 0.265Bbenih + 0.030LnStraktor

+ 0.598LnTK - 0.722Dbb - 0.835Dkk + 16.3Dnegara

+ 0.16Bpupuk*negara - 1.51BTK*negara

Predictor Coef SE Coef T P

Constant -1.540 3.379 -0.46 0.651

LnBpupuk 0.5454 0.1327 4.11 0.000

Bbenih 0.2649 0.2109 1.26 0.216

LnStraktor 0.0304 0.2411 0.13 0.900

LnTK 0.5983 0.2572 2.33 0.025

Dbb -0.7221 0.4237 -1.70 0.096

Dkk -0.8349 0.2436 -3.43 0.001

Dnegara 16.29 10.76 1.51 0.138

Bpupuk*negara 0.163 1.006 0.16 0.872

BTK*negara -1.508 1.219 -1.24 0.223

S = 0.694528 R-Sq = 73.7% R-Sq(adj) = 67.7%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P

Regression 9 53.9406 5.9934 12.42 0.000

Residual Error 40 19.2948 0.4824

Total 49 73.2354