Kelayakan Finansial Penggunaan SeNPV Pada Usahatani Bawang Merah

7
1 KELAYAKAN FINANSIAL PENGGUNAAN SeMNPV PADA USAHATANI BAWANG MERAH Witono Adiyoga, Anna Laksanawati dan Mieke Ameriana Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Perahu 517, Lembang, Bandung-40391 ABSTRAK Penelitian ini diarahkan untuk mengevaluasi kelayakan finansial serta mempelajari manfaat dan risiko teknis penggunaan SeMNPV. Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes, pada bulan September sampai dengan November 2000. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diuji di lapangan adalah berbagai taraf penggunaan biopestisida SeMNPV dalam pengendalian S.exigua. Lima taraf penggunaan SeMNPV terdiri dari: 20, 40, 80, 20 + SDS ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) dan tanpa SeMNPV (kontrol). Varietas bawang merah yang digunakan adalah varietas Kuning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan SeMNPV terhadap hasil panen bawang merah hanya terlihat signifikan pada parameter berat basah. Secara statistik, tidak terdapat korelasi positif atau hubungan linier antara konsentrasi SeMNPV dengan efektivitasnya. Penggunaan SeMNPV (secara teknis) terhadap hasil bawang merah (terutama untuk berat kering askip) belum dapat terungkap secara signifikan. Secara teknis, risiko kegagalan panen dari penggunaan SeMNPV ternyata masih cukup tinggi, terutama jika kendala produksi non-S.exigua (hama target) tidak dapat diminimalkan (diisolasi) pengaruhnya. Berdasarkan indikator B/C ratio dan tingkat pengembalian marjinal, maka dapat dinyatakan bahwa perlakuan 20 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) merupakan perlakuan yang secara finansial paling menguntungkan. Efektivitas upaya pengendalian hama penyakit dalam kurun waktu 40 tahun terakhir, sebagian besar berkaitan erat dengan efektivitas pestisida kimiawi. Beberapa studi terdahulu bahkan menunjukkan bahwa tidak digunakannya pestisida kimiawi seringkali mengakibatkan terjadinya kegagalan panen. Secara global, tingkat kehilangan hasil diperkirakan akan meningkat dari sekitar 42% (saat ini) sampai mendekati 70%, jika pestisida tidak dipergunakan (Farah, 1994). Namun demikian, analisis komparatif yang dilakukan oleh Oerke et.al. (1994) mengenai kehilangan hasil secara global antara 1965 dan 1990 (untuk delapan komoditas utama dunia), memberikan konfirmasi bahwa proporsi kehilangan hasil justru semakin meningkat bersamaan dengan penggunaan pestisida yang juga meningkat secara cepat. Secara parsial, paradoks ini merupakan percerminan dari adanya peningkatan komersialisasi pertanian serta ketergantungan terhadap material agro-kimia yang telah mengarah pada perubahan sistem usahatani dengan produktivitas lebih tinggi, tetapi sekaligus juga disertai dengan adanya peningkatan kerentanan tanaman terhadap serangan hama penyakit. Berbagai perubahan pada sistem produksi, diantaranya ditunjukkan oleh adanya peningkatan monokultur dan penurunan diversitas tanaman, penurunan rotasi tanaman, serta penggunaan bahan-bahan kimia yang dapat mempengaruhi fisiologi tanaman, sehingga tanaman tersebut justru menjadi lebih peka terhadap hama penyakit (Pimentel, 1995). Faktor lain yang tampaknya juga memiliki kontribusi cukup signifikan terhadap paradoks di atas adalah semakin meningkatnya resistensi beberapa jenis hama terhadap pestisida kimiawi (Moekasan, 1998). Kehilangan hasil panen bawang merah (salah satu komoditas sayuran yang diusahakan secara komersial) akibat serangan ulat bawang, Spodoptera exigua Hbn. berkisar antara 45-57% (Dibiyantoro, 1990). Sampai saat ini, pengendalian hama penyakit pada bawang merah masih sangat tergantung pada penggunaan pestisida. Pada musim kemarau, rata-rata jumlah penyemprotan yang dilakukan petani adalah 17 kali/musim dengan 2,4 jenis bahan aktif per perlakuan. Sedangkan pada musim penghujan, rata-rata jumlah penyemprotan yang dilakukan petani adalah 15 kali/musim dengan 1,1 jenis bahan aktif per perlakuan. Sebagian petani masih banyak yang lebih menyukai penggunaan pestisida murah berspektrum luas, atau mencampur beberapa jenis insektisida dan fungisida sebagai salah satu strategi pengendalian risiko kegagalan panen (Buurma & Nurmalinda, 1992). Kecenderungan ini sebenarnya telah meningkatkan timbulnya insiden Spodoptera spp. yang menurunkan hasil panen bawang merah, tetapi ternyata justru mendorong petani untuk melakukan penyemprotan secara lebih intensif.

Transcript of Kelayakan Finansial Penggunaan SeNPV Pada Usahatani Bawang Merah

Page 1: Kelayakan Finansial Penggunaan SeNPV Pada Usahatani Bawang Merah

1

KELAYAKAN FINANSIAL PENGGUNAAN SeMNPV PADA USAHATANI

BAWANG MERAH

Witono Adiyoga, Anna Laksanawati dan Mieke Ameriana Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Perahu 517, Lembang, Bandung-40391

ABSTRAK

Penelitian ini diarahkan untuk mengevaluasi kelayakan finansial serta mempelajari manfaat dan risiko teknis penggunaan

SeMNPV. Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes, pada bulan September

sampai dengan November 2000. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan 5

perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diuji di lapangan adalah berbagai taraf penggunaan biopestisida SeMNPV dalam

pengendalian S.exigua. Lima taraf penggunaan SeMNPV terdiri dari: 20, 40, 80, 20 + SDS ml SeMNPV per tangki semprot

(17 l air) dan tanpa SeMNPV (kontrol). Varietas bawang merah yang digunakan adalah varietas Kuning. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan SeMNPV terhadap hasil panen bawang merah hanya terlihat signifikan pada

parameter berat basah. Secara statistik, tidak terdapat korelasi positif atau hubungan linier antara konsentrasi SeMNPV

dengan efektivitasnya. Penggunaan SeMNPV (secara teknis) terhadap hasil bawang merah (terutama untuk berat kering

askip) belum dapat terungkap secara signifikan. Secara teknis, risiko kegagalan panen dari penggunaan SeMNPV ternyata

masih cukup tinggi, terutama jika kendala produksi non-S.exigua (hama target) tidak dapat diminimalkan (diisolasi)

pengaruhnya. Berdasarkan indikator B/C ratio dan tingkat pengembalian marjinal, maka dapat dinyatakan bahwa perlakuan

20 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) merupakan perlakuan yang secara finansial paling menguntungkan.

Efektivitas upaya pengendalian hama penyakit dalam kurun waktu 40 tahun terakhir, sebagian

besar berkaitan erat dengan efektivitas pestisida kimiawi. Beberapa studi terdahulu bahkan menunjukkan

bahwa tidak digunakannya pestisida kimiawi seringkali mengakibatkan terjadinya kegagalan panen.

Secara global, tingkat kehilangan hasil diperkirakan akan meningkat dari sekitar 42% (saat ini) sampai

mendekati 70%, jika pestisida tidak dipergunakan (Farah, 1994). Namun demikian, analisis komparatif

yang dilakukan oleh Oerke et.al. (1994) mengenai kehilangan hasil secara global antara 1965 dan 1990

(untuk delapan komoditas utama dunia), memberikan konfirmasi bahwa proporsi kehilangan hasil justru

semakin meningkat bersamaan dengan penggunaan pestisida yang juga meningkat secara cepat.

Secara parsial, paradoks ini merupakan percerminan dari adanya peningkatan komersialisasi pertanian

serta ketergantungan terhadap material agro-kimia yang telah mengarah pada perubahan sistem

usahatani dengan produktivitas lebih tinggi, tetapi sekaligus juga disertai dengan adanya peningkatan

kerentanan tanaman terhadap serangan hama penyakit. Berbagai perubahan pada sistem produksi,

diantaranya ditunjukkan oleh adanya peningkatan monokultur dan penurunan diversitas tanaman,

penurunan rotasi tanaman, serta penggunaan bahan-bahan kimia yang dapat mempengaruhi fisiologi

tanaman, sehingga tanaman tersebut justru menjadi lebih peka terhadap hama penyakit (Pimentel, 1995).

Faktor lain yang tampaknya juga memiliki kontribusi cukup signifikan terhadap paradoks di atas adalah

semakin meningkatnya resistensi beberapa jenis hama terhadap pestisida kimiawi (Moekasan, 1998).

Kehilangan hasil panen bawang merah (salah satu komoditas sayuran yang diusahakan secara

komersial) akibat serangan ulat bawang, Spodoptera exigua Hbn. berkisar antara 45-57% (Dibiyantoro,

1990). Sampai saat ini, pengendalian hama penyakit pada bawang merah masih sangat tergantung pada

penggunaan pestisida. Pada musim kemarau, rata-rata jumlah penyemprotan yang dilakukan petani

adalah 17 kali/musim dengan 2,4 jenis bahan aktif per perlakuan. Sedangkan pada musim penghujan,

rata-rata jumlah penyemprotan yang dilakukan petani adalah 15 kali/musim dengan 1,1 jenis bahan aktif

per perlakuan. Sebagian petani masih banyak yang lebih menyukai penggunaan pestisida murah

berspektrum luas, atau mencampur beberapa jenis insektisida dan fungisida sebagai salah satu strategi

pengendalian risiko kegagalan panen (Buurma & Nurmalinda, 1992). Kecenderungan ini sebenarnya

telah meningkatkan timbulnya insiden Spodoptera spp. yang menurunkan hasil panen bawang merah,

tetapi ternyata justru mendorong petani untuk melakukan penyemprotan secara lebih intensif.

Page 2: Kelayakan Finansial Penggunaan SeNPV Pada Usahatani Bawang Merah

2

Penggunaan pestisida kimiawi diakui memang dapat mengurangi kehilangan hasil, namun sering

pula mengakibatkan eksplosi serangan hama penyakit sebagai konsekuensi dari musnahnya musuh

alami serta munculnya resistensi hama dan hama-hama sekunder. Penggunaan pestisida secara berlebih

dan kurang selektif, tidak saja berbahaya terhadap kesehatan manusia, tetapi juga terhadap kelestarian

lingkungan. Salah satu upaya untuk meminimalkan dampak negatif pestisida adalah melalui perbaikan

teknologi produksi agar pestisida baru yang dihasilkan dapat bersifat lebih aman. Beberapa tahun ke

depan, akan terdapat suatu kecenderungan yang semakin meningkat bahwa pestisida yang ditawarkan

memiliki karakteristik: (a) berspektrum sempit, (b) kurang/tidak persisten di alam, dan (c) tingkat racun

relatif rendah. Lebih jauh lagi, kemungkinan terjadinya hama resisten, saat ini telah dijadikan sebagai

salah satu bagian integral dalam mengevaluasi calon produk pestisida baru (Yudelman et al., 1998).

Namun demikian, terlepas dari berbagai perkembangan tersebut, pengaruh negatif penggunaan pestisida

yang bersifat aktual dan potensial cenderung mengindikasikan lebih banyaknya keuntungan/manfaat

yang akan diperoleh jika ketergantungan terhadap pestisida kimiawi dapat dikurangi.

Salah satu pendekatan alternatif dalam pengendalian hama penyakit adalah penggunaan

biopestisida. Pestisida biologis ini semakin diminati karena (a) tidak meninggalkan residu berbahaya, (b)

target-spesifik dan tidak membahayakan organisme berguna, and (c) memungkinkan pertumbuhan

musuh-musuh alami yang dapat mengurangi kebutuhan terhadap pestisida. Namun demikian, disamping

beberapa keunggulan tersebut, terdapat suatu kekhawatiran bahwa biopestisida ini tidak akan seefektif

atau seefisien dan semurah pestisida kimiawi. Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) merupakan salah satu

jenis virus patogen target-spesifik yang dapat memberikan pemecahan bersifat lebih berkelanjutan (a

more sustainable solution) terhadap masalah pengendalian hama. Di Indonesia, NPV telah dimanfaatkan

untuk mengendalikan Spodoptera litura F. pada kedelai (Arifin, 1988) dan Helicoverpa armigera Hbn.

pada kapas (Indrayani dan Gotama, 1991). Sementara itu, pada tanaman sayuran, khususnya bawang

merah, pengujian di laboratorium (Sutarya, 1996) dan di lapangan (Moekasan, 1998) juga menunjukkan

bahwa NPV cukup efektif dalam mengendalikan S. exigua. Atribut inovasi SeMNPV (keunggulan relatif,

kompatibilitas, kompleksitas, kemungkinan untuk dicoba dan kemungkinan untuk diamati) juga

dipersepsi secara positif oleh petani. Hal ini mengindikasikan adanya potensi yang cukup tinggi

berkenaan dengan kemungkinan petani untuk mengadopsi SeMNPV (Adiyoga, 2001).

Pengalaman menunjukkan bahwa penelitian pengendalian hama/penyakit seringkali diarahkan

untuk memperoleh intervensi langsung yang bersifat tunggal, sederhana serta segera dapat menurunkan

populasi hama di bawah ambang kendali (Hill et al., 1999). Hal ini secara implisit menunjukkan belum

terlalu dipahaminya potensi pendekatan-pendekatan bio-ekologi dan psiko-sosial yang bersifat integratif,

multi-disiplin, tidak langsung dan jangka panjang. Dalam kaitan ini, proses penelitian tampaknya masih

perlu didukung oleh semacam perluasan batasan (an expansion of the boundary) menyangkut isu

pengendalian hama/penyakit serta mempertimbangkan isu-isu lain, misalnya proses pengambilan

keputusan pengguna dalam mengadopsi teknologi, serta dampak teknologi terhadap perbaikan

keseimbangan ekologis (lingkungan). Lebih jauh lagi, perlu pula dipahami bahwa strategi baru yang

dikembangkan sebagai respon terhadap degradasi lingkungan, mungkin saja tidak lebih menguntungkan

dan tidak memberikan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem konvensional, namun

seringkali dapat mengurangi emisi hara tanaman dan pestisida (de Buck et al., 1999). Mengacu pada

berbagai pertimbangan tersebut, penelitian ini diarahkan untuk mengevaluasi kelayakan finansial

penggunaan SeMNPV pada usahatani bawang merah.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di lahan petani di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes, pada

bulan September sampai dengan November 2000. Rancangan percobaan yang digunakan adalah

rancangan acak kelompok dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diuji di lapangan adalah

Page 3: Kelayakan Finansial Penggunaan SeNPV Pada Usahatani Bawang Merah

3

berbagai taraf penggunaan biopestisida SeMNPV dalam pengendalian S. exigua. Lima taraf penggunaan

SeMNPV terdiri dari: 20, 40, 80, 20 + SDS ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) dan tanpa SeMNPV

(kontrol). Varietas bawang merah yang digunakan adalah varietas Kuning.

Parameter yang diukur meliputi: (a) populasi S. exigua, (b) paket telur S. exigua, (c) intensitas

serangan, (d) estimasi biaya produksi pembuatan SeMNPV, (e) biaya total per perlakuan yang tidak

berubah, (f) biaya total per perlakuan yang berubah, (g) biaya total per perlakuan, (h) pendapatan

kotor per perlakuan, (i) pendapatan bersih per perlakuan, (j) biaya marjinal, (k) pendapatan bersih

marjinal, (l) nisbah biaya/manfaat, dan (m) tingkat pengembalian marjinal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan (Gambar 1, 2 dan 3) mengindikasikan adanya konsistensi bahwa pada

perlakuan 20 ml SeMNPV per tangki (17 l air), populasi, paket telur dan intensitas serangan S. exigua

menunjukkan rata-rata terendah. Ketiga parameter tersebut juga menunjukkan kecenderungan yang

semakin rendah pada perlakuan 20 ml SeMNPV + SDS per tangki. Lebih jauh lagi, berbagai indikator

tersebut memberikan gambaran tidak adanya korelasi positif antara konsentrasi/kepekatan PIB

SeMNPV dengan efektivitasnya. Dengan kata lain, konsentrasi SeMNPV yang semakin pekat tidak

memberikan jaminan bahwa perlakuan tersebut semakin efektif dalam mengendalikan S. exigua.

Gambar 1 Rataan populasi S. exigua (ekor)

A B C D E1,25

1,3

1,35

1,4

1,45

1,5

po

pu

lasi sera

ng

ga (

eko

r)

A B C D E

pe r lak u an

Gambar 2 Rataan paket telur S. exigua (ekor)

A B C D E0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

telu

r

A B C D E

perlakuan

Series1

Page 4: Kelayakan Finansial Penggunaan SeNPV Pada Usahatani Bawang Merah

4

Gambar 3 Rataan intensitas serangan pada tanaman bawang

A B C D E0

2

4

6

8

10

Inte

nsit

as

sera

ng

an

(%

)

A B C D E

Perlakuan

Secara statistik, tidak adanya hubungan linier antara konsentrasi SeMNPV dengan efektivitasnya juga

tergambarkan dari tabel-tabel di bawah ini. Pengaruh penggunaan SeMNPV terhadap hasil panen

ternyata hanya terlihat signifikan pada parameter berat basah saja. Sementara itu, untuk parameter

berat kering lokal dan berat kering askip, penggunaan SeMNPV tidak menunjukkan pengaruh yang

berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Beberapa kendala lapangan yang dihadapi, misalnya: (a)

hujan yang tiba lebih awal menyebabkan terkikisnya sebagian kandungan virus infektif, (b) sifat

transovarial dari senyawa yang dibuat belum sepenuhnya berfungsi, dan (c) serangan Fusarium spp

dan Stemphellium selama pertanaman, mengakibatkan pengaruh penggunaan SeMNPV (secara

teknis) terhadap hasil bawang merah, di dalam penelitian ini belum dapat terungkap secara signifikan.

Secara teknis, risiko kegagalan panen dari penggunaan SeMNPV ternyata masih cukup tinggi,

terutama jika kendala produksi non-S. exigua (hama target) tidak dapat diminimalkan (diisolasi)

pengaruhnya.

Tabel 1 Pengaruh pengggunaan SeMNPV terhadap berat basah hasil panen bawang merah per petak (kg)

Ulangan Perlakuan

I II III IV

Total Rata-rata

20 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) 49 41 49 51 190 47,50 a

40 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) 46 57 42 49 194 48,50 a

80 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) 53 48 40 53 194 48,50 a

20 ml SeMNPV + SDS per tangki (17 l air) 49 52 40 38 179 44,75 ab

tanpa SeMNPV (kontrol) 42 29 37 41 149 37,25 b

Tabel 2 Pengaruh pengggunaan SeMNPV terhadap berat kering lokal hasil panen bawang merah per petak (kg)

Ulangan Perlakuan

I II III IV

Total Rata-rata

20 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) 32,0 27,5 33,0 34,0 126,5 31,63 a

40 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) 30,0 34,0 28,0 32,0 124,0 31,00 a

80 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) 36,0 31,5 27,0 35,0 129,5 32,38 a

20 ml SeMNPV + SDS per tangki (17 l air) 32,0 35,0 26.5 25.5 119,0 29,75 a

tanpa SeMNPV (kontrol) 29.5 26,0 28,0 27,0 110,5 27,63 a

Page 5: Kelayakan Finansial Penggunaan SeNPV Pada Usahatani Bawang Merah

5

Tabel 3 Pengaruh pengggunaan SeMNPV terhadap berat kering askip hasil panen bawang merah per petak (kg)

Ulangan Perlakuan

I II III IV

Total Rata-rata

20 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) 31,0 26,0 32,0 33,0 122,0 30,50 a

40 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) 29,0 33,0 27,0 31,0 120,0 30,00 a

80 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) 35,0 30,0 26,5 34,0 125,5 31,38 a

20 ml SeMNPV + SDS per tangki (17 l air) 31,0 34,0 26.5 25.5 117,0 29,25 a

tanpa SeMNPV (kontrol) 29.0 26,0 28,0 27,0 110,0 27,50 a

Analisis anggaran parsial pada tabel 4 menunjukkan bahwa tidak satupun perlakuan yang

digunakan (termasuk kontrol) memperoleh pendapatan bersih bernilai negatif. Dengan demikian,

kelima perlakuan tersebut disertakan kembali pada analisis dominan berikutnya.

Dalam analisis dominan, perlakuan yang pendapatan bersihnya bernilai positif disusun berurut

mulai dari perlakuan yang biaya totalnya terkecil sampai perlakuan yang biaya totalnya terbesar. Jika

pada urutan ini terdapat suatu perlakuan yang pendapatan bersihnya lebih rendah dibandingkan

dengan perlakuan lain yang biaya totalnya lebih rendah, maka perlakuan tersebut dikategorikan

terdominasi.

Tabel 4 Analisis anggaran parsial

Perlakuan

Biaya total yang

tidak berubah

Biaya total yang

berubah

Biaya total Pendapatan kotor Pendapatan bersih

1 146 075 5 647,06 151 722,06 228 750,00 77 027,94

2 146 075 11 294,12 157 369,12 225 000,00 67 630,88

3 146 075 22 588,24 168 663,24 249 000,00 80 336,76

4 146 075 38 647,06 184 722,06 219 000,00 34 277.94

5 146 075 0 146 075,00 206 250,00 60 175,00

Asumsi:

♦ Pada saat penelitian, harga bawang merah relatif rendah (Rp. 1 100/kg), sehingga perhitungan usa-hatani untuk setiap per petak

percobaan mengalami kerugian. Sehubungan dengan keperluan analisis marjinal, harga bawang merah diasumsikan Rp. 7500/kg,

agar pendapatan bersih masih bernilai positif

♦ Biaya yang tidak berubah dianggap sama untuk semua petak perlakuan

Analisis dominan pada tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan yang terdominasi adalah perlakuan nomor

dua (40 ml SeMNPV per tangki semprot) dan nomor empat (20 ml SeMNPV + SDS per tangki semprot ).

Kedua perlakuan ini memerlukan biaya yang lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya, tetapi

menghasilkan pendapatan bersih yang lebih kecil. Berdasarkan alasan tersebut, perlakuan 2 dan 4 tidak

lagi disertakan dalam analisis marjinal berikutnya.

Tabel 5 Analisis dominan antar perlakuan

Perlakuan Biaya total Pendapatan bersih Terdominasi atau Tidak Terdominasi

5 146 075,00 60 175,00 Tidak

1 151 722,06 77 027,94 Tidak

2 157 369,12 67 630,88 Ya

3 168 663,24 80 336,76 Tidak

4 184 722,06 34 277.94 Ya

Page 6: Kelayakan Finansial Penggunaan SeNPV Pada Usahatani Bawang Merah

6

Analisis marjinal pada tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan 5, 1 dan 3, secara berturut-turut

merupakan perlakuan ketiga, kedua dan pertama terbaik, ditinjau dari sisi finansial, dibandingkan

dengan perlakuan-perlakuan lainnya. B/C ratio untuk perlakuan 5, 1 dan 3, masing-masing adalah

41,19%; 50,77% dan 46,63%. Tingkat pengembalian marjinal merupakan rasio antara pendapatan

bersih marjinal dengan biaya marjinal yang dinyatakan dalam satuan persen. Tabel 6 menunjukkan

bahwa tingkat pengembalian marjinal untuk melakukan perubahan dari perlakuan 5 ke perlakuan 1

adalah 298,44%. Sementara itu, tingkat pengembalian marjinal untuk melakukan perubahan dari

Tabel 6 Analisis marjinal perlakuan SeMNPV

Perlakuan

Biaya total

Biaya

marjinal

Pendapatan

bersih

Pendapatan

bersih marjinal

B/C ratio

(%)

Tingkat pengembalian

marjinal

5 146 075,00 60 175,00 41,19

5 647,06 16 852,94 298,44

1 151 722,06 77 027,94 50,77

16 941,18 3 308.82 19,53

3 168 663,24 80 336,76 46,63

perlakuan 1 ke perlakuan 3 adalah 19,53%. Berdasarkan pertimbangan tingkat pengembalian marjinal

yang lebih tinggi, secara finansial disarankan untuk memilih perubahan perlakuan dari 5 ke 1

dibandingkan dengan perubahan perlakuan dari 5 ke 3 atau dari 1 ke 3. Hal ini berarti, untuk setiap

Rp, 1,00 yang diinvestasikan ke perlakuan 1, investor akan mendapatkan kembali Rp. 1,00 yang

diinvestasikannya, serta tambahan sebesar Rp. 298,44. Mengacu pada indikator B/C ratio dan tingkat

pengembalian marjinal, maka dapat dinyatakan bahwa perlakuan 1 merupakan perlakuan yang secara

finansial paling menguntungkan.

KESIMPULAN

• Pengaruh penggunaan SeMNPV terhadap hasil panen bawang merah hanya terlihat signifikan

pada parameter berat basah. Secara statistik, tidak terdapat korelasi positif atau hubungan linier

antara konsentrasi SeMNPV dengan efektivitasnya. Penggunaan SeMNPV (secara teknis)

terhadap hasil bawang merah (terutama untuk berat kering askip) belum dapat terungkap secara

signifikan. Secara teknis, risiko kegagalan panen dari penggunaan SeMNPV ternyata masih cukup

tinggi, terutama jika kendala produksi non-S.exigua (hama target) tidak dapat diminimalkan

(diisolasi) pengaruhnya.

• Berdasarkan indikator B/C ratio dan tingkat pengembalian marjinal, maka dapat dinyatakan bahwa

perlakuan 20 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) merupakan perlakuan yang secara finansial

paling menguntungkan.

PUSTAKA

Adiyoga, W. 2001. Persepsi petani terhadap status dan prospek penggunaan Se-MNPV pada

usahatani bawang merah. J. Hortikultura, vol. 11 no. 1.

Arifin, M. 1988. Pengaruh konsentrasi dan pengaruh Nuclear Polyhidrosis Virus terhadaap kematian

ulat graayak kedelai (Spodoptera litura F.). Penelitian Pertanian 8(1): 12-14

Page 7: Kelayakan Finansial Penggunaan SeNPV Pada Usahatani Bawang Merah

7

Buurma, J. S. and Nurmalinda. 1992. Evaluation of farmers’ practices on shallots in Brebes. Internal

Communication LEHRI-ATA 395 No. 40. Lembang Horticultural Research Institute.

de Buck, A.J., H.B. Schoorlemmer, G.A.A. Wossink and S.R.M. Janssens. 1999. Risks of post-

emergence weed control strategies in sugar beet: Development and application of a bio-

economic model. Agricultural Systems, 59(1999): 283-299

Dibiyantoro, A.L.H. 1990. Kontrol droplet aplikator Birky: Suatu upaya pengurangan insektisida untuk

mengendalikan Spodoptera exigua Hbn. pada tanaman bawang merah. Buletin Penelitian

Hortikultura, 18(2): 109-118

Hill, S.B., C. Vincent and G. Chouinard. 1999. Evolving ecosystems approaches to fruit insect pest

management. Agricultural, Ecosystems and Environment, 73(1999): 107-110

Farah, J. 1994. Pesticide policies in developing countries: Do they encourage excessive use?

Discussion Paper No. 238, Worl Bank, Washington, D. C.

Indrayani, I.A.A. dan A.A.A. Gothama. 1991. Efisiensi pengendalian Helicoverpa armigera Hbn. dengan

Nuclear Polyhidrosis Virus dan insektisida pada kapas. Pemberitaan Penelitian Tanaman

Industri, 17(2): 37-42

Moekasan, T. K. 1998. Status resistensi ulat bawang, Spodoptera exigua Hbn. Strain Brebes terhadap

beberapa jenis insektisida. Jurnal Hortikultura 7(4): 913-918.

Moekasan, T. K. 1998. Efikasi ekstrak kasar SeNPV terhadap larva Spodoptera exigua Hbn. pada

tanaman bawang merah. Jurnal Hortikultura 7(4): 913-918.

Oerke, E. C., H. W. Dehne, F. Schohnbeck and A. Weber. 1995. Crop production and crop protection:

Estimated losses in major food and cash crops. Elsevier, Amsterdam.

Pimentel, D. 1995. Pest management, food security, and the environment: History and current status.

Paper presented at the IFPRI Workshop on “Pest Management, Food Security, and the

Environment: The Future to 2020”, May 10-11. Washington, D. C.

Sutarya, R. 1996. Pengaruh Spodoptera exigua - Nuclear Polyhidrosis Virus dan instar laarva terhadap

kematian Spodoptera exigua Hbn. Jurnal Hortikultura 6(3): 275-279

Yudelman, M., A. Ratta and D. Nygaard. 1998. Pest management and food production: Looking to the

future. IFPRI Food Agriculture and the Environment Disc. Paper No. 25, Washington, D.C.