Kelapa Sawit
Click here to load reader
-
Upload
ayyou-siwonnest -
Category
Documents
-
view
136 -
download
4
Transcript of Kelapa Sawit
1
MIKROPROPAGASI KELAPA SAWIT GUNA MENINGKATKAN PRODUKSI KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU MINYAK DAN
BIODIESEL
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Taksonomi Tumbuhan
Tri Wahyu Setyaningrum
4401411148
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETHAUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
2
MIKROPROPAGASI KELAPA SAWIT GUNA MENINGKATKAN PRODUKSI KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU MINYAK DAN
BIODIESEL
Tri Wahyu Setyaningrum
Abstrak
Kebutuhan dunia akan minyak (untuk makan, kosmetik,farmasi, minyak industri) dan bahan bakar terus meningkat. Pemilihan kelapa sawit (Elaeis guineesis jacq) sebagai bahan baku minyak bukan tanpa alasan. Kualitas minyak kelapa sawit adalah yang pertama, benar‐benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain, rendah kolesterol dan memiliki kandungan karoten tinggi. Sehingga cocok untuk digunakan sebagai bahan industri pangan. Selain itu, kelapa sawit yang merupakan penghasil minyak nabati memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai pengganti bahan bakar fosil mengingat kebutuhan minyak solar yang terus meningkat. Hal inilah yang menuntut adanya peningkatan produksi minyak kelapa sawit yang unggul dan berkualitas. Maka, untuk dapat meningkatkan produksi kelapa sawit yang unggul dan berkualitas tanpa menghabiskan banyak lahan, dapat menggunakan teknik kultur jaringan mikropropagasi. Mikropropagasi merupakan teknik kultur jaringan melalui perbanyakan bibit tanaman secara aseptik dalam media berisi nutrisi teroptimasi. Mikropropagasi adalah metode perbanyakan tanaman dengan memanfaatkan teknik in vitro. Langkah Mikropropagasi kelapa sawit adalah yang pertama,seleksi dan persiapan pohon induk, tahap ini dilakukan sebelum eksplan dilakukan perbanyakan. Yang kedua, tahap induksi (inisiasi), tahapan ini sangat penting untuk bagi keberhasilan mikropropagasi. Yang ketiga adalah tahap perbanyakan (multiplikasi), tujuan dari tahap ini adalah untuk memperoleh dan memperbanyak tunas. Yang keempat adalah persiapan planlet sebelum aklimatisasi (tahap untuk pengakaran). Yang terakhir yaitu tahap aklimatisasi, yaitu tahapan pemindahan planlet dari kondisi in vitro ke kondisi eks vitro.
Kata kunci: kelapa sawit, minyak, biodiesel, mikropropagasi
3
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai penghasil komoditas kelapa sawit terbesar di dunia, yakni
sekitar 25 juta ton per-tahun, memiliki potensi industri kelapa sawit yang kian
prospektif. Hal ini tampak dari jumlah permintaan kelapa sawit yang terus meningkat
seiring dengan peningkatan populasi penduduk di dunia. Menurut Ahmad Suryana,
Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, pemintaan domestik atas
kelapa sawit dapat meningkat sekitar 2,2 persen per-tahun hanya dari sektor pangan
(metrotvnews, Jumat, 30 November 2012 11:06 WIB).
Hal ini tentu saja selaras dengan pertumbuhan areal perkebunan. Terbukti di
tahun 2012 total area kelapa sawit pada 2012 juga mencapai 8,2 juta hektare (ha).
Selain dipandang sebagai suatu keberhasilan, hal ini juga merupakan tantangan yang
harus disikapi dengan arif dimana pengembangan perkebunan kelapa sawit Indonesia
berdampak merusak sumber daya alam dan kelestarian lingkungan hidup.
Namun diluar dari permasalahan tersebut, manfaat dari kelapa sawit (Elaeis
guineesis jacq) tidak dapat dipungkiri lagi. Kelapa sawit (Elaeis guineesis jacq)
memiliki 2 manfaat pokok yaitu sebagai bahan baku pembuatan minyak yang unggul
dan berkualitas dan juga dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif Biodisel.
Selain 2 manfaat tersebut, kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan sebagai nutrisi
pakanan ternak dan bahan pupuk kompos (cangkang hasil pengolahan), sebagai bahan
dasar industri lainnya (industri sabun, industri kosmetik, industri makanan), sebagai
obat karena kandungan minyak nabati berprospek tinggi, serta sebagai bahan pembuat
particle board (batang dan pelepah).
Mengingat banyaknya manfaat kelapa sawit tersebut, maka diperlukan upaya
untuk meningkatkan produksi kelapa sawit tanpa mengorbankan hutan tropis untuk
perkebunan kelapa sawit. Banyak cara yang dapat dilakukan guna meningkatkan
produksi kelapa sawit diantaranya adalah jalur bioteknologi pertanian. Program
bioteknologi pertanian dititik beratkan pada konservasi kelapa sawit, peningkatan
kualitas tanaman dan perbanyakan bibit-bibit bermutu kelapa sawit. Peningkatan
4
kualitas tanaman ditujukan pada peningkatan produktivitas, komposisi dan
kandungan potensial dalam tanaman dan ketahanan terhadap hama dan penyakit.
Bioteknologi pertanian kelapa sawit yang akan dikupas pada bagian
pembahasan adalah teknologi mikropropagasi tanaman. Suatu teknologi perbanyakan
bibit tanaman secara aseptik dalam media berisi nutrisi teroptimasi.
Diharapkan dengan peningkatan produktivitas, komposisi dan kandungan
potensial dalam kelapa sawit dan ketahanan terhadap hama dan penyakit mampu
mengurangi penggunaan lahan serta pengalihan fungsi hutan menjadi perkebunan
kelapa sawit tidak akan terjadi.
GAGASAN
Kebutuhan dunia akan minyak (untuk makan, kosmetik,farmasi, minyak
industri) dan bahan bakar terus meningkat. Pemilihan kelapa sawit (Elaeis guineesis
jacq) sebagai bahan baku minyak bukan tanpa alasan. Kualitas minyak kelapa sawit
adalah yang pertama, benar‐benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati
lain, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi (Departemen
perindustrian, 2007). Sehingga cocok untuk digunakan sebagai bahan industri
pangan. Selain itu, kelapa sawit yang merupakan penghasil minyak nabati memiliki
potensi untuk dimanfaatkan sebagai pengganti bahan bakar fosil mengingat
kebutuhan minyak solar yang terus meningkat. Hal inilah yang menuntut adanya
peningkatan produksi minyak kelapa sawit yang unggul dan berkualitas.
Kelapa Sawit sebagai Bahan Baku Minyak
Kelapa sawit sebagai bahan baku minyak tidak bisa dipungkiri lagi. Berbagai
penelitian telah menunjukan bahwa kualitas minyak yang dihasilkan dari kelapa sawit
berkualitas. Sebagai bahan baku minyak, Elaeis guineesis jacq.(kelapa sawit) secara
morfologi buahnya memang mengandung minyak. Berikut ini adalah deskripsi kelapa
sawit secara morfologi dan fisiologi:
5
a. Daun
Daunnya merupakan daun majemuk. Daun berwarna hijau tua dan pelapah
berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya sangat mirip dengan tanaman salak,
hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam.
b. Batang
Batang tanaman diselimuti bekas pelapah hingga umur 12 tahun. Setelah umur
12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga menjadi mirip dengan
tanaman kelapa.
c. Akar
Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu
juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk
mendapatkan tambahan aerasi.
d. Bunga
Bunga jantan dan betina terpisah dan memiliki waktu pematangan berbeda
sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk
lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.
e. Buah
Menurut Departemen Perindustrian (2007), Buah sawit mempunyai warna
bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah
bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah.
Buah terdiri dari tiga lapisan:
a) Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
b) Mesoskarp, serabut buah
c) Endoskarp, cangkang pelindung inti. Inti sawit merupakan endosperm dan embrio
dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi.Oleh karena itu, bagian yang paling
utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging
6
buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku
minyak goreng. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah
kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi
bahan baku margarin. Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri
kosmetika.Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan
temperatur 90°C.Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian
inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan
cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke
dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur. Sisa
pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan
difermentasikan menjadi kompos. Selain itu menurut Ardi Astianto (2011), abu boiler
yang merupakan limbah padat pabrik kelapa sawit hasil dari sisa pembakaran
cangkang dan serat di dalam mesin boiler, dapat diberikan sebagai pupuk bagi
tanaman kelapa sawit. Hasil penelitian pada jurnal tersebut menunjukan bahwa
peningkatan dosis abu boiler yang diberikan pada tanaman kelapa sawit menunjukan
pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman, pertambahan diameter
bonggol, pertambahan jumlah daun, berat kering tanaman dan tidak berpengaruh
nyata terhadap parameter volume akar .
Dari penjelasan di atas, terbukti bahwa kelapa sawit memiliki potensi tinggi
sebagai bahan baku minyak yang berkualitas tinggi. Bahkan, limbah sisa pengolahan
kelapa masih bermanfaat, maka tidak heran jika kebutuhan manusia terhadap kelapa
sawit terus meningkat. Oleh karena itu, produksi kelapa sawit yang unggul dan
berkualitas memang harus ditingkatkan.
Kelapa Sawit Sebagai Biodiesel
Seperti penjelasan sebelumnya, kelapa sawit merupakan tanaman yang telah
dibudidayakan secara intensif di Indonesia, khususnya dalam pembuatan CPO (crude
plam oil) sebagai bahan dasar pembuatan minyak goreng, sabun di dalam negeri atau
dieskpor. Oleh karena itu, bila ditinjau terhadap kesiapan ketersediaan bahan baku,
7
maka kelapa sawit merupakan bahan yang paling potensial untuk dipergunakan
sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.
Proses pembuatan minyak nabati dari kelapa sawit menjadi biodiesel bukan
tidak mungkin. Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Martini Rahayu (2008P) minyak
nabati yang merupakan trigliserida diolah melalui reaksi transesterifikasi dengan
methanol akan menghasilkan, gliserin, metil stearate, metil oleate. Kemudian Metil
oleate atau biodiesel dan gliserin dipisahkan melalui suatu tangki-pengendap. Setelah
gliserin dipisahkan larutan dicuci dengan air selanjutnya didistilasi sehingga
menghasilkan biodiesel sesuai standard yang diinginkan. Produk akhirnya yaitu
biodiesel yang merupakan bahan bakar untuk mesin/motor menghasilkan emisi NOx
lebih sedikit tinggi, tetapi emisi CO yang lebih rendah dibandingkan dengan emisi
yang dihasilkan dalam pemanfaatan BBM.
Oleh karena itu, telah terbukti bahwa kemampuan kelapa sawit sebagai bahan
baku biodiesel sebagai pengganti bahan bakar fosil tidak diragukan lagi. Tetapi,
berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Agus Sugiyono(2008), produksi CPO dari kelapa
sawit untuk biodiesel tersebut diperuntukkan untuk keperluan non energi seperti
bahan baku pembuatan minyak goreng, sabun dan ekspor, sehingga bila CPO yang
ada dipergunakan sebagai bahan baku biodiesel dikhawatirkan akan dapat
mengganggu pasokan non energi tersebut. Oleh karena itu diperlukan peningkatan
kelapa sawit khusus untuk pasokan bahan baku biodiesel. Maka, untuk dapat
meningkatkan produksi kelapa sawit yang unggul dan berkualitas tanpa
menghabiskan banyak lahan, diperlukan teknik kultur jaringan mikropropagasi yang
perlu dikembangkan lagi.
Mikropropagasi untuk Meningkatkan Produksi Kelapa Sawit yang Unggul dan
Berkualitas.
Dari kedua subbab mengenai kegunaan minyak sawit di atas, disimpulkan
bahwa keunggulan kelapa sawit sebagai bahan baku minyak dan biodiesel tidak bisa
dipungkiri lagi. Maka, untuk memenuhi kebutuhan akan kelapa sawit, teknik
8
Mikropropagasi sangat tepat untuk meningkatkan produksi kelapa sawit yang unggul
dan berkualitas.
Mikropropagasi merupakan teknik kultur jaringan melalui perbanyakan bibit
tanaman secara aseptik dalam media berisi nutrisi teroptimasi. Mikropropagasi adalah
metode perbanyakan tanaman dengan memanfaatkan teknik in vitro. Mikropropagasi
hanya akan berarti bila menggunakan bahan awal yang memadai. Oleh karena itu,
pilihan atas tanaman induk perlu dipertimbangkan dengan matang. Teknik kultur
jaringan ini melalui berbagai tahapan:
Tahap 1: Seleksi dan Persiapan Pohon Induk
Tahap ini dilakukan sebelum eksplan dilakukan perbanyakan. Terdiri atas 2
tahap yaitu:
1. Seleksi pohon induk
Berdasarkan buku keluaran Institut Pertanian Bogor, seleksi tanaman kelapa
sawit unggul dilakukan dengan 2 cara yaitu Reciprocal Recurrent Selection (RRS)
dan Family and Individual Palm Selection (FIPS). Pada setiap prosedur seleksi
melibatkan dua populasi dasar, yaitu populasi dura dan populasi tenera/ pisifera. Pada
prinsipnya metode pemuliaan RRSadalah memperbaiki secara serentak daya gabung
(combining ability) dari dua grup individu A dan B yang dicirikan dengan :
_ Grup A (Dura) meliputi jenis kelapa sawit yang menghasilkan tandan sedikit tetapi
dengan tandan yang besar.
_ Grup B (Pisifera, Tenera) adalah kelapa sawit yang menghasilkan banyak tandan
tetapi berukuran relatif kecil.
Tanaman-tanaman didalam grup A disilangkan dengan tanaman dari grup B,
dan hibrida yang dihasilkan kemudian ditanam di pengujian projeni (comparative
trial/ progeny test). Pengujian yang dilakukan akan dapat mengklasifikasi tingkatan
famili persilangan (lini) dan mengevaluasi daya gabung genitor-genitor pada famili
9
tersebut yang pada akhirnya akan diperoleh suatu kombinasi hibrida yang terbaik.
Pada waktu yang bersamaan, sejumlah tanaman pada masing-masing grup
dikawinkan sendiri (selfing) dan disilangkan.
Pemilihan pohon induk dilakukan sejak pembibitan hingga tanaman sudah
menghasilkan. Pemilihan dilakukan baik secara populasi maupun individual dalam
persilangan sehingga dapat diketahui karakternya.
Pengamatan tersebut yaitu :
a. Pembibitan : pertumbuhan (lilit batang, tinggi, jumlah daun, perakaran, bahan
kering, keragaman, dan lain-lain). Pengukuran dilakukan secara individu
seluruhnya atau sebagian yang mewakili. Pengukuran umumnya dilakukan satu
kali sebulan sampai umur 12 bulan. Sifat sekunder lainnya pengamatan
terhadap persentase abnormalitas, ketahanan terhadap hama dan penyakit, dan
lain-lain.
b. Sebelum menghasilkan (umur 1-2.5 tahun di lapangan) : pertumbuhan
vegetatif diukur berdasarkan parameter yang ditetapkan (tinggi, jumlah
daun,panjang pelepah, lebar dan panjang anak daun, petiole, dan lain-lain).
Perkembangan generatif (pengamatan kecepatan berbunga, legitimasi,
sexratio.). Sifat sekunder lainnya seperti kepekaan terhadap hama dan penyakit,
dan lain-lain.
c. Sesudah menghasilkan (umur 2.5-9 tahun atau lebih) : pengamatan
pertumbuhan vegetatif. pada Tanaman Menghasilkan (TM) dilakukan 6 bulan
sekali. Disamping itu, dilakukan pengamatan khusus seperti stomata, kadar
asimilasi, mitokondria, dan lain-lain. Pengamatan perkembangan generatif
seperti penimbangan produksi tandan secara individual seminggu sekali,
pengambilan contoh analisa tandan bagi pohon yang ditetapkan (dipilih) dan
analisa komposisi minyak. Pengamatan lainnya adalah kepekaan terhadap hama
dan penyakit, toleransi terhadap lingkungan, dan lain-lain.
10
2. Persiapan
Tahap ini dilakukan untuk mengatasi besarnya permasalahan kontaminasi oleh
mikroorganisme, baik mikroorganisme penyakin maupun bukan penyebab penyakit.
Misalnya dengan menanam tanaman induk di rumah kaca di bawah kondisi yang
higienis: dapat secara nyata mengurangi resiko kontaminasi.
Tahap 2: Tahap Induksi (Inisiasi)
Menurut Zulkarnain (2005), tujuan tahap ini adalah untuk mendapatkan kultur
yang asenik. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pada tahap ini adalah
faktor eksplan yang dikulturkan. Pada kebanya sistem mikropropagasi eksplan yang
digunakan adalah tunas apikal(tunas aksilar). Laju keberhasilan pada tahap ini sangat
ditentukan oleh: umur tanaman, induk darimana bahan eksplan diambil, umur
fisiologi bahan eksplan, tahap perkembangan eksplan dan ukuran bahan eksplan.
Menurut Neneng Garnita Wardjo (2006), tahap inisiasi dan proliferasi embrio
yang optimum dengan teknik embriogenesis somatik memiliki potensi yang tinggi.
Kultur inisiasi suspensi yang bersifat embriogenik dibuat dengan menggunakan
kultur kalus embriogenik meremah yang diinisiasi dari potongan daun daun muda
kelapa sawit. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Neneng(2006), medium yang
paling optimum untuk menginduksi kalus embriogenik dari eksplan daun muda
kelapa sawit Elaeis guineensis, Jacq. klon 635 adalah:
1. medium induksi kalus embriogenik(MIKE) dengan konsentrasi 2,4-D 100
ppm
2. medium MIS dengan konsentrasi 2,4-D 100 ppm.
3. Medium MPSI dengan konsentrasi 2,4-D 50 ppm
Dari hasil penelitian tersebut juga disimpulkan bahwa Kepadatan embrio yang
paling optimum untuk proliferasi adalah 10 embrio/20 ml medium.
Menurut Azlin Che Om (2009), pengenalan rhizobakteria diazotrofik kepada
jaringan kelapa sawit ketika proses mikropropagasi secara in vitro membolehkan
11
wujud interaksi asosiatif awal di antara sel tumbuhan dan bakteria. Di dalam
hubungan asosiatif ini, diazotrof membekalkan tumbuhan perumah dengan
fitohormon dan nitrogen terikat. Diazotrof tersebut berjaya meningkatkan
pertumbuhan perumah (kelapa sawit) dan mengurangkan jumlah baja N yang
diperlukan untuk pertumbuhan.
Tahap 3: Tahap Perbanyakan (multiplikasi),
Tujuan dari tahap ini adalah untuk memperoleh dan memperbanyak tunas.
Pada tahap ini, kultur asenik yang telah dihasilkan dati tahap inisiasi dipindahkan ke
medium kaya akan sitokini untuk menghasilkan pucuk dalam jumlah yang besar.
Tahap 4: Persiapan Planlet sebelum Aklimatisasi (Tahap untuk Pengakaran)
Tahap ini disebut juga tahap pretransplantasi. Tujuan tahap ini adalah untuk
mempersiapkan plantlet guna dipindahkan dari lingkungan heterotrop buatan di
dalam wadah kultur ke lingkungan kehidupan bebas yang otrotop di rumah kaca dan
di lokasi akhirnya (di lapangan). Persiapan ini tidak saja berkaitan dengan
pengakaran, tetapi juga berhubungan dengan mengubah sifat-sifat fisiologis plantlet
sehingga fotosintesis serta penyerapan air melalui akar dapat dirangsang, dan
pengembangan resistensi terhadap kerusakan jaringan serta resistensi terhadap
serangan patogen.
Tahap 5: Tahap Aklimatisasi
Tahap aklimatisasi ini adalah tahapan pemindahan planlet dari kondisi in vitro
ke kondisi eks vitro. Plantet-plantet yang telah berakar dan yang belum berakar
dikeluarkan dari dalam wadah kultur. Kemudian dicuci bersih untuk membuang
sumber kontaminasi. Lalu, plantet tersebutditanamkan pada medium tanah steril(di
pasteurisasi) di dalam pot kecil dnegan cara seperti biasanya. Pada awalnya plantet
harus dilindungi dari kerusakan dengan menempatkannya di bawah naungan atau
tenda kelembaban tinggi/ semprotan embun. Dibutuhkan waktu beberapa hari
sebelum terbentuknya akar-akar baru yang berfungsi. Suhu udara diusahakan sama
12
seperti dalam ruang kultur dan intensitas cahaya (30 % dari cahaya lingkungan) juga
merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan. Nutrisi yang terdapat di dalam
medium tanah juga dapat menjadi faktor pembatas pertumbuhan. Namun, pada
prinsipnya, tidak ada nutrisiyang perlu diberikan ketika tanaman berada di bawah
semprotan embun (3 sampai 4 minggu setelah transplantasi).
Pengujian keabnormalitasan kultur jaringan
1. Menurut Gustaaf A Wattimen dkk (2010) menyatakan bahwa analisis abnormalitas
tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) hasil kultur jaringan dengan
teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) dimana dengan teknik
ini DNA diekstraksi dari daun muda sebanyak 0,3 g dari tiap klon percobaan,
berdasarkan jurnal terdapat klon enam MK normal dan abnormal. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kesamaan genetik serta pengelompokan antar genotipe
normal dan abnormal dalam klon yang sama maupun antar klon, serta menetapkan
pita DNA penciri untuk abnormalitas dengan RAPD. Mencegah penguapan pada saat
reaksi berlangsung maka contoh dilapisi dengan 25mL mineral oil,
2. Endang Yuniastuti (2005) menyatakan bahwa pengujian keabnormalitasan kultur
jaringan dilakukan metode Amplified Fragment Length Polymorphism(AFLP) yaitu
suatu metode untuk menganalisis normal dan abnormal pada klon kelapa sawit. AFLP
merupakan kombinasi dari metode RAPD dengan RFLP yang dapat digunakan untuk
menganalisis keragaman genetik melalui penggandaan fragmen DNA yang dihasilkan
dari pemotongan enzim restriksi dengan menggunakan primer spesifik. Berbeda
halnya dengan metode RAPD yang mengekstraksi daun muda dari kelapa sawit, pada
metode AFLP DNA diisolasi dari buah muda dan juga daun muda klon MK 152, MK
209, dan MK 212 yang masing masing terdiri atas genotip normal, berbuah abnormal,
dan berbunga jantan steril. Percobaan mencakup (i) seleksi primer AFLP yang
mampu menghasilkan pita yang polimorfis, (ii) analisis kemiripan genetik, UPGMA,
komponen utama dan pita pembeda antar genotip normal dan abnormal.
13
Menurut Neneng Garnita Wardjo (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Inisiasi
dan Proliferasi Embrio Globular Kelapa Sawit (Elaeis guineesis jacq)”, manfaat dari
Mikropropagasi Kelapa Sawit adalah:
1. Tanaman yang homogen
2. Produksi tandan buah segar yang lebih tinggi
3. Menghasilkan bibit unggul dalam waktu yang relatif cepat dan dalam jumlah
yang banyak
Jika 3 manfaat di atas dapat terpenuhi maka akan meningkatkan produktivitas
tanaman Kelapa Sawit yang unggul dan berkualitas. Apalagi didukung dengan
produksi “jumlah buah yang banyak dalam 1 tumbuhan” maka tidak akan adalagi
“pengalihan fungsi hutan tropis menjadi perkebunan kelapa sawit” karena lahan yang
diperlukan bisa diminimalisir.
.
14
DAFTAR PUSTAKA
Astianto, Ardi. 2011. Pemberian berbagai Dosis Abu Boiler pada Pembibitan Kelapa Sawit.
Om, Azlin Che dkk. 2009. Microbial Inoculation Improves Growth of Oil Palm Plants (Elaeis guineensis Jacq.) Tropical Life Sciences Research 20(2).71–77
Rahayu, Martini. 2008. Teknologi Proses Produksi Biodiesel. Prospek Pengembangan Bio-fuel sebagai Substitusi Bahan Bakar Minyak. 17-27
Sektetariat Jenderal Departemen perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit. Jakarta: Departemen perindustrian.
Sugiyono, Agus. 2008. Peluang Pemanfaatan Biodiesel dari Kelapa Sawit sebagai Bahan Bakar Alternatif Pengganti Minyak Solar di Indonesia. Prospek Pengembangan Bio-fuel sebagai Substitusi Bahan Bakar Minyak. 29-39
Wardjo, neneng garnita 2006. Inisiasi dan Proliferasi Embrio Globular Kelapa Sawit (Elaeis guineesis jacq). Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Wattimen, Gustaaf A dkk. 2010. Abnormality of Flowers and Fruits in Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq) Clones Based on of Morphology, Biochemistry and Genomic analysis.
Yuniastuti, Endang. 2005. Analisis AFLP pada Abnormalitas Klon-klon Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.). Hasil Kultur Jaringan Berbuah Normal dan Abnormal. Agrosains7 (1). 7:12.
Zulkarnain. 2005.Potensi bioteknologi tanaman untuk mendukung revitalisasi pertanian. Jambi: Universitas Jambi.