Kekuatan Mengikat Surat Pesanan Satuan Rumah Susun ...
Transcript of Kekuatan Mengikat Surat Pesanan Satuan Rumah Susun ...
1
Kekuatan Mengikat Surat Pesanan Satuan Rumah Susun Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) (Studi Kasus Putusan
Nomor 51/PDT.G/2015/PN.JKT.SEL)
Wita Jesiska, Abdul Salam, Marliesa Qadariani
Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok 16424, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Maraknya pemasaran satuan rumah susun yang masih belum dibangun atau masih dalam tahap pembangunan terutama yang belum mencapai keterbangunan minimal 20% menjadikan terhambatnya proses pemasaran satuan rumah susun melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Surat Pesanan Satuan Rumah Susun dapat dijadikan alternatif atau jalan keluar yang melindungi posisi calon pembeli yang telah melakukan pembayaran terhadap satuan rumah susun yang dipasarkan namun belum dapat melaksanakan PPJB. Surat Pesanan Satuan Rumah Susun merupakan suatu perjanjian innominaat yang klausula-klausulanya telah dibakukan oleh pelaku pembangunan yang mengikat pelaku pembangunan dan calon pembeli untuk melaksanakan PPJB. Prose jual beli satuan rumah susun berdasarkan pemasaran melalui Surat Pesanan dan PPJB belum mengalihkan hak kepemilikan satuan rumah susun dari pelaku pembangunan kepada calon pembeli. Surat Pesanan Satuan Rumah Susun yang dilakukan antara Sdr. Ike Farida selaku calon pembeli dan PT. Elite Prima Hutama selaku pelaku pembangunan adalah sah dan mengikat. Dengan demikian, PT. Elite Prima Hutama telah wanprestasi dengan tidak melaksanakan PPJB sebagaimana yang diperjanjikan dalam Surat Pesanan Satuan Rumah Susun tersebut.
The Legal Binding of Apartment Purchase Order Letter on The Implementation of Sale and Purchase Agreement (Case Study of South Jakarta State Court Number
51/PDT.G/2015/PN. JKT. SEL)
Abstract
Proliferative marketing of the un-built or under construction condominium which has not reached at least 20% of construction delays the implementation of making the Preliminary Sale and Purchase Agreement. To overcome that condition, the Purchase Order Letter can be used as an alternative or solution that protects the position of potential buyers who have made the payment of the condominium but has not been able to implement the Preliminary Sale and Purchase Agreement. Purchase Order Letter of Condominium units is an innominate agreement where the terms and conditions of the agreement are set by one of the parties and the other party has little or no ability to negotiate the terms and conditions, both parties are bound to implement the Preliminary Sale and Purchase Agreement. The implementation process of buying and selling of Condominium Units through Purchase Order Letter and Preliminary Sale and Purchase Agreement have not transferred the Condominium Units ownership rights of the developer to the potential buyer. The Purchase Order Letter between Ike Farida and PT. Elite Prima Hutama is valid and binding, so PT. Elite Prima Hutama has been in default or breach of contract by not implementing the Preliminary Sale and Purchase Agreement as agreed in the Purchase Order Letter.
Keyword: Breach of Contract, Condominium, Preliminary Sale and Purchase Agreement, Purchase Order Letter.
Kekuatan Mengikat ..., Wita Jesiska, FH UI, 2017
2
Pendahuluan
Mengingat maraknya pemasaran satuan rumah susun yang masih belum dibangun atau
masih dalam tahap pembangunan yang belum mencapai keterbangunan paling sedikit 20% (dua
puluh persen) menjadikan belum dapat dilakukannya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) oleh
pelaku pembangunan rumah susun dan calon pembeli sebagaimana yang diatur dalam Undang-
Undang No. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. Salah satu jalan yang ditempuh dalam
melaksanakan pemasaran tersebut adalah melalui pemesanan yang dituangkan dalam bentuk
Surat Pesanan. Surat Pesanan ini penting dalam berperan sebagai jalan keluar yang melindungi
posisi calon pembeli yang rawan mengalami kerugian sebab telah melakukan pembayaran
terhadap satuan rumah susun/unit apartemen namun belum memiliki hubungan hukum
berdasarkan PPJB dengan pelaku pembangunan rumah susun.
Semakin berkembangnya jumlah penduduk di dunia menyebabkan semakin kompleks
kebutuhan hidup masyarakat dunia tidak terkecuali masyarakat Indonesia. Kebutuhan hidup yang
semakin kompleks tersebut didominasi oleh meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal seperti
perumahan dan pemukiman. Terkait dengan usaha pemenuhan kebutuhan masyarakat yang
semakin meningkat terhadap perumahan dan pemukiman secara langsung juga berkaitan terhadap
ketersediaan jumlah lahan atau tanah. Namun pada kenyataannya, tingginya kebutuhan hidup
masyarakat akan tempat tinggal tidaklah sebanding dengan ketersediaan jumlah tanah yang
menjadi tempat didirikannya perumahan dan pemukiman terutama di daerah-daerah yang
berpenduduk padat.
Salah satu alternatif dalam memecahkan permasalahan kebutuhan perumahan dan
pemukiman terutama di daerah yang berpenduduk padat yakni perkotaan adalah pembangunan
komplek hunian dan permukiman secara vertikal dalam bentuk rumah susun atau apartemen.
Sebagai alternatif pemukiman dan penghunian maka sistem rumah susun atau apartemen tersebut
haruslah memiliki ketentuan hukum tersendiri yang khusus mengatur mengenai rumah susun,
ketentuan hukum mengenai rumah susun diatur oleh Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang
Rumah Susun. Selain itu, ketentuan hukum mengenai rumah susun juga diatur oleh Undang-
Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Peraturan Pemerintah
No. 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun, Keputusan Menteri Perumahan Rakyat (Kepmenpera)
No. 11/KPTS/1994 Tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Rumah Susun.
Kekuatan Mengikat ..., Wita Jesiska, FH UI, 2017
3
Terlepas dari fungsinya sebagai jalan keluar alternatif dalam mengatasi permasalahan
penghunian dan permukiman, pembangunan rumah susun tidak jarang juga menimbulkan
permasalahan-permasalahan yang berujung pada sengketa- sengketa antara pelaku pembangunan
dengan pembeli unit rumah susun. Permasalahan yang paling sering terjadi adalah permasalahan
yang berkaitan dengan proses pelaksanaan jual beli satuan rumah susun. Hal ini tidak lain dipicu
oleh kebiasaan-kebiasaan pelaku pembangunan memasarkan rumah susun yang belum dibangun
atau masih dalam tahap pembangunan.
Pemasaran pelaku pembangunan terhadap rumah susun yang belum dibangun atau masih
dalam tahap pembangunan itu menyebabkan terhambatnya pelaksanaan jual beli satuan tumah
susun mengingat adanya pemilikan bersama atas tanah maka pelaksanaan jual beli rumah susun
juga harus mengikuti konsep jual beli tanah. Konsep jual beli tanah menurut Undang- Undang
No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) tidak terlepas dari
konsep jual beli tanah menurut hukum adat yaitu harus bersifat terang dan tunai.
Terang berarti perbuatan hukum jual beli tersebut dilaksanakan di hadapan Kepala Adat
atau Kepala Desa atau sekarang dihadapan PPAT yang berwenang. Tunai berarti adanya dua
perbuatan yang dilaksanakan secara bersamaan yaitu pemindahan hak atas tanah yang menjadi
objek jual beli dari penjual kepada pembeli dan pembayaran harga dari pembeli kepada penjual
secara serentak dan bersamaan.1 Selain itu, mengingat pemilikan satuan rumah susun juga
meliputi pemilikan bersama atas tanah maka pemilik satuan rumah susun juga harus memenuhi
persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah sebagaimana yang diatur dalam UUPA.
Dalam hal belum selesai dibangunnya rumah susun, maka pelaku pembangunan belum
dapat melaksanakan penjualan unit rumah susun melalui Akta Jual Beli (AJB) melainkan
pemasaran satuan rumah susun melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 43 ayat (1) Undang- Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Untuk melaksanakan PPJB tersebut maka harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan Pasal 43 ayat (2) Undang- Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Adapun proses jual beli satuan rumah susun melalui PPJB itu sebagai akibat dari belum
terpenuhinya semua syarat terhadap pembuatan AJB misalnya pembangunan rumah susun yang
belum selesai sebab belum terbitnya sertifikat laik fungsi dan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah
Susun atau SKBG sarusun. PPJB baru dapat dilaksanakan setelah dipenuhinya persyaratan yang
1 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, ed.1, cet. 13, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 190.
Kekuatan Mengikat ..., Wita Jesiska, FH UI, 2017
4
ditentukan Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun yakni salah satunya adalah
keterbangunan minimal 20%.
Tindakan pelaku pembangunan yang telah memasarkan satuan rumah susun sebelum
rumah susun dibangun atau belum memenuhi keterbangunan minimal 20% menyebabkan posisi
calon pembeli rawan mengalami kerugian sebab PPJB belum dapat dilaksanakan padahal calon
pembeli yang telah melakukan pembayaran. Untuk mengatasi hal tersebut, Surat Pesanan Satuan
Rumah Susun dapat menjadi jalan keluar untuk memasarkan satuan rumah susun yang belum
dibangun dan belum memenuhi keterbangunan minimal 20%. Dengan demikian, Surat Pesanan
memiliki andil yang kuat dalam pelaksanaan PPJB satuan rumah susun tersebut
Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini memiliki pokok permasalahan: 1) Bagaimana
kekuatan mengikat Surat Pesanan Satuan Rumah Susun terhadap pelaksanaan PPJB? 2)
Bagaimana status kepemilikan satuan rumah susun dalam proses jual beli melalui Surat Pesanan
dan PPJB? 3) Bagaimana kekuatan mengikat surat pesanan yang dilakukan para pihak dalam
kasus berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri No. 51/PDT.G/2015/PN. Jkt Sel. antara Sdr. Ike
Farida yang menggugat PT Elite Prima Hutama atas dasar tindakan wanprestasi surat pesanan
satuan rumah susun/apartemen?
Tinjauan Teoritis
Pelaksanaan proses jual beli satuan rumah baru dapat dilanjutkan dengan PPJB setelah
dipenuhinya persyaratan yang disebutkan dalam Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang No. 20 Tahun
2011 Tentang Rumah Susun. Untuk mengatasi hal tersebut, Surat Pesanan Satuan Rumah Susun
dapat dijadikan jalan keluar atau alternatif bagi pemasaran rumah susun yang belum dibangun
dan rumah susun yang belum memenuhi keterbangunan minimal 20% (dua puluh persen).
Kaidah hukum Surat Pesanan Satuan Rumah Susun berpedoman pada Kepmenpera Nomor
11/KPTS/1994 telah diatur bahwa pada hari pemesanan maka pihak pemesan menerima dan
menandatangani surat pesanan yang harus berisikan hal-hal yang telah ditentukan seperti
spesifikasi dari satuan rumah susun yang dipesan serta dilampiri dengan gambar yang
menunjukaan letak pasti satuan rumah susun. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari kalender setelah menandatangani surat pesanan, pemesan dan perusahaan
pembangunan harus melaksanakan PPJB atas satuan rumah susun. Dengan demikian Surat
Pesanan Satuan Rumah Susun menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk melaksanakan
Kekuatan Mengikat ..., Wita Jesiska, FH UI, 2017
5
PPJB sebagaimana yang diatur dalam Kepmenpera Nomor 11/KPTS/1994 tentang Pedoman
Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun.
Surat Pesanan Satuan Rumah Susun merupakan perjanjian innominaat yang lahir sebagai
akibat dari sistem pengaturan terbuka dan asas kebebasan berkontrak dari hukum perjanjian yaitu
berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” yang berarti bahwa
setiap orang dapat secara bebas untuk mengadakan perjanjian baik yang sudah diatur maupun
belum diatur dalam undang-undang sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban umum dan kesusilaan.
Surat Pesanan Satuan Rumah Susun dapat dikategorikan sebagai perjanjian innominaat.
Dimana Surat Pesanan Satuan Rumah Susun telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung
dalam suatu perjanjian innominaat, yakni sebagai berikut :
1. Adanya Kaidah Hukum
Kaidah Hukum dari Surat Pesanan Satuan Rumah Susun itu sifatnya tertulis sebab
berdasarkan pada Kepmenpera Nomor 11/KPTS/1994 telah diatur bahwa pada hari
pemesanan maka pihak pemesan menerima dan menandatangani surat pesanan yang
harus berisikan hal-hal yang telah ditentukan seperti spesifikasi dari satuan rumah
susun yang dipesan serta dilampiri dengan gambar yang menunjukaan letak pasti
satuan rumah susun.
2. Adanya Subjek Hukum
Subjek Hukum dalam Surat Pesanan Satuan Rumah Susun dapat berupa pribadi
kodrati dan badan hukum. Pemesanan satuan rumah susun melalui surat pesanan
dilakukan antara penyelenggara pembangunan rumah susun dengan calon pembeli.2
Pelaku pembangunan sebagai pihak yang menawarkan satuan rumah susun dan calon
pembeli (baik pribadi kodrati atau badan hukum) sebagai pemesan.
3. Adanya Objek Hukum
Objek Hukum yang diperjanjikan dalam Surat Pesanan Satuan Rumah Susun adalah
pemesanan terhadap satuan rumah susun. Surat Pesanan Satuan Rumah Susun harus
memuat spesifikasi satuan rumah susun yang menjadi objek hukum secara detail. Hal
2 Arie S. Hutagalung, Condominium dan Permasalahannya, (Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2003), hlm. 56.
Kekuatan Mengikat ..., Wita Jesiska, FH UI, 2017
6
tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam memuat syarat dan ketentuan
yang berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak dengan bentuk baku, ditentukan
secara sepihak oleh pelaku pembangunan tanpa melalui perundingan dengan pembeli,
serta telah disiapkan dalam bentuk formulir tertulis yang menentukan bahwa surat
pesanan berisikan hal sekurang-kurangnya sebagai berikut:3
a. Nama dan /atau nomor bangunan dan satuan rumah susun yang dipesan.
b. Nomor lantai dan tipe satuan rumah susun.
c. Luas satuan rumah susun.
d. Harga jual satuan rumah susun.
e. Ketentuan pembayaran uang muka.
f. Spesifikasi bangunan.
g. Tanggal selesainya pembangunan rumah susun.
h. Ketentuan mengenai pernyataan dan persetujuan untuk menerima persyaratan dan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan serta menandatangani dokumen-dokumen
yang dipersiapkan oleh perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman.
4. Adanya Kesepakatan
Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya perjanjian.
Berdasarkan asas konsensualisme perjanjian maka perjanjian terjadi pada saat detik
tercapainya kesepakatan. KUHPerdata tidak menentukan mengenai kapan terjadinya
kesepakatan, padahal detik terjadinya kesepakatan merupakan momentum berlakunya
perjanjian. Atas dasar tersebut, terdapat empat teori mengenai kapan timbulknya
kesepakatan dalam suatu perjanjian yaitu sebagai berikut :4
a. Teori Pernyataan (uitingsheorie), kesepakatan terjadi pada saat penerima tawaran
menyatakan bahwa ia menerima tawaran. Dengan demikian, kesepakatan dilihat
dari pihak yang menerima, yaitu pada saat baru menjatuhkan ballpoint untuk
menyatakan menerima maka kesepakatan dianggap telah terjadi. Dapat
disimpulkan kesepakatan terjadi pada saat adanya pernyataan tertulis penerimaan
tawaran oleh penerima tawaran dalam bentuk tanda tangan.
3 Indonesia, Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun, Kepmenpera Nomor 11/KPTS/1994, Bagian III Poin 2.
4 Salim, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm. 41.
Kekuatan Mengikat ..., Wita Jesiska, FH UI, 2017
7
b. Teori Pengiriman (verzendtheorie), kesepakatan terjadi ketika pihak penerima
penawaran dengan mengirimkan telegram, surat atau telex dimana tanggap cap pos
pada saat pengiriman jawaban penerimaan dipakai sebagai pegangan kapan saat
lahirnya kesepakatan.
c. Teori Pengetahuan (vernemingstheorie), kesepakatan terjadi apabila pihak yang
menawarkan itu mengetahui adanya acceptatie namun penerimaan belum
diterimanya
d. Teori Penerimaan (ontvangstheorie), kesepakatan terjadi pada saat pihak yang
melakukan penawaran mengetahui bahwa penawarannya telah dketahui oleh pihak
yang menerima tawaran tersebut.
Berdasarkan hal diatas, dengan melihat dari sisi formalitas dan substansi Surat
Pesanan Satuan Rumah Susun yang pada dasarnya merupakan suatu kesepakatan
yang isinya berupa pernyataan bahwa pemesan menerima tawaran atas pemasaran
satuan rumah susun oleh pelaku pembangunan maka berdasarkan teori pernyataan
tersebut kesepakatan terjadi pada saat detik pemesan menyatakan menerima
tawaran berupa pemesanan satuan rumah susun yang dituangkan dalam bentuk
penandatanganan Surat Pesanan Rumah Susun oleh para pihak yakni calon pembeli
sebagai pemesan dan pelaku pembangunan sebagai penjual yang memasarkan
satuan rumah susun. Hal tersebut dikuatkan dengan adanya klausul dalam surat
pesanan yang menyatakan bahwa: “Dengan ditandatanganinya Surat Pesanan
maka pemesan menyatakan setuju dan mengikatkan diri atas syarat dan ketentuan
mengenai pesanan. “
5. Adanya Akibat Hukum
Akibat Hukum dari dilakukannya pemesanan satuan rumah susun melalui Surat
Pesanan Satuan Rumah Susun adalah lahirnya hak dan kewajiban dari Pemesan dan
Pelaku Pembangunan. Meskipun tidak adanya ketentuan hukum yang secara khusus
mengatur mengenai hak dan kewajiban pemesan dan pelaku pembangunan yang lahir
dari adanya Surat Pesanan Satuan Rumah Susun namun dalam ketentuan Kepmenpera
Nomor 11/KPTS/1994 terdapat beberapa ketentuan yang menurut penulis dapat
dikategorikan sebagai kewajiban Pemesan dan Pelaku Pembangunan yang lahir
Kekuatan Mengikat ..., Wita Jesiska, FH UI, 2017
8
setelah dilakukannya pemesanan melalui Surat Pesanan Satuan Rumah susun yaitu
sebagai berikut:5
1. Kewajiban Perusahaan Pembangunan atau Pengembang.
a. Menyelesaikan bangunan sesuai dengan standar yang telah diperjanjikan yaitu
pembangunan minimal 20% (dua puluh persen) agar dapat memenuhi
persyaratan pelaksanaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli.
b. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender setelah
menandatangani surat pemesanan, pemesan dan perusahaan pembangunan
perumahan dan permukiman harus menanda-tangani akta perikatan jual beli
dan selanjutnya kedua belah pihak harus memenuhi kewajibannya
sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian perikatan jual beli hak milik atas
satuan rumah susun.
c. Bertanggung jawab terhadap adanya cacat tersembunyi yang baru dapat
diketahui di kemudian hari.
d. Mengasuransikan pekerjaan pembangunan tersebut selama berlangsungnya
pembangunan.
e. Menyiapkan akta jual beli satuan rumah susun kemudian bersama-sama
dengan pembeli menandatangani akta jual belinya dihadapan Notaris/PPAT
pada tanggal yang ditetapkan. Kemudian Perusahaan Pembangunan
Perumahan dan Permukiman dan/atau Notaris/PPAT yang ditunjuk akan
mengurus agar pembeli memperoleh sertifikat hak milik atas satuan rumah
susun atas nama pembeli dan biayanya ditanggung oleh pembeli.
2. Kewajiban Pemesan
Adapun kewajiban pemesan adalah sebagai berikut :
(i) Menyatakan bahwa pemesan (calon pembeli) telah membaca, memahami dan
menerima syarat-syarat dan ketentuan dari surat pesanan dan pengikatan jual
beli serta akan tunduk kepada syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan anggaran
dasar Perhimpunan Penghuni, dan dokumen-dokumen lain terkait, serta bahwa
ketentuan dari perjanjian-perjanjian dan dokumen-dokumen tersebut.
5 Indonesia, Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan
Rumah Susun, Kepmenpera No. 11/KPTS/1994, Bagian III.
Kekuatan Mengikat ..., Wita Jesiska, FH UI, 2017
9
(ii) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender setelah
menandatangani surat pemesanan, pemesan wajib untuk menandatangani akta
perikatan jual beli.
Mengenai hak dari pemesan dan perusahaan pembangunan atau pengembang sama
sekali tidak diatur ketentuannya dalam Kepmenpera Nomor 11/KPTS/1994,
namun berdasarkan dari kewajiban-kewajiban para pihak tersebut dapat
disimpulkan hak pemesan dan perusahaan pembangunan adalah sebagai berikut:
1. Hak perusahaan pembangunan atau pengembang yaitu :
Memperoleh pelunasan pembayaran sebagaimana yang telah diperjanjian.
2. Hak pemesan antara lain :
Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 hari kalender setelah
menandatangani surat pesanan maka pemesan berhak untuk menandatangani
perjanjian pengikatan jual beli setelah memenuhi persyaratan pelunasan harga
jual yang telah ditentukan kemudian menandatangani akta jual beli satuan
rumah susun
Mengingat pada dasarnya perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak maka
dimungkinkan pada prakteknya para pihak dapat menentukan hak dan kewajiban mengenai hal
lain yang tidak diatur dalam ketentuan tersebut juga menentukan hak dan kewajiban yang
berbeda dari yang diatur sepanjang tidak bertentangan dengan hukum dan ketertiban umum. Hak
dan kewajiban para pihak tersebut dalam Surat Pesanan Satuan Rumah Susun pada prakteknya
diatur dalam bagian syarat dan ketentuan.
Selain dikategorikan sebagai perjanjian innominaat, surat pesanan satuan rumah susun juga
merupakan perjanjian baku. Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, perjanjian baku
dapat diartikan sebagai perjanjian tertulis dimana klausul-klausul dalam perjanjian tersebut telah
dibakukan dan ditetapkan secara sepihak tanpa terlebih dahulu dirundingkan dengan pihak
lainnya.
Dengan melihat dari contoh-contoh surat pesanan satuan rumah susun yang pada
prakteknya memuat syarat dan ketentuan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak
dengan bentuk baku, ditentukan secara sepihak oleh pelaku pembangunan tanpa melalui
perundingan dengan pembeli, serta telah disiapkan dalam bentuk formulir tertulis. Dengan
demikian, surat pesanan satuan rumah susun menunjukkan ciri-ciri dari perjanjian baku.
Kekuatan Mengikat ..., Wita Jesiska, FH UI, 2017
10
Selanjutnya, syarat-syarat baku yang dimuat dalam Surat Pesanan Satuan Rumah Susun
tersebut diberlakukan dengan cara penandatanganan dalam dokumen atau formulir perjanjian.
Penandatanganan para pihak secara langsung melahirkan perikatan diantara para pihak yakni
pelaku pembangunan dengan pembeli. Para pihak dalam Surat Pesanan Satuan Rumah Susun
kemudian terikat pada syarat-syarat baku yang telah ditentukan pelaku pembangunan. Meskipun
demikian, tidak semua klausul dalam perjanjian dikategorikan sebagai syarat-syarat baku
melainkan beberapa klausul seperti jenis dan tipe satuan rumah susun, lantai berapa, lokasi dan
tempat rumah susun, dan lain-lain.
Proses jual beli satuan rumah susun melalui Surat Pesanan dan PPJB belum mengalihkan
hak milik atas satuan rumah susun dari pelaku pembangunan terhadap pemesan atau calon
pembeli. Peralihan hak satuan rumah susun baru terjadi dengan adanya AJB yang dibuat di
hadapan notaris PPAT sebagaimana yang diatur dalam penjelasan Pasal 44 ayat (1) Undang-
Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Metode Penelitian
Bentuk penelitian hukum yang digunakan adalah yuridis-normatif karena penelitian
meneliti norma-norma hukum secara tertulis dan menggunakan bahan pustaka sebagai bahan
utama penelitian.
Tipologi dari penelitian ini adalah deskriptif sebab dimaksudkan untuk memberikan
gambaran yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala lainnya. Dalam penelitian
ini, gambaran mengenai suatu permasalahan terkait dengan kekuatan mengikat surat pesanan
satuan rumah susun terhadap pelaksanaan PPJB antara pelaku pembangunan dengan WNI yang
menikah dengan orang asing tanpa pemisahan harta.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder
adalah data yang diperoleh dari kepustakaan. 6 Jenis data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini pun adalah data sekunder yang bersifat publik karena diperlukan peraturan
6 Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2005), hal 28
Kekuatan Mengikat ..., Wita Jesiska, FH UI, 2017
11
perundang-undangan, yaitu data yang berupa tulisan-tulisan, data arsip, data resmi dan berbagai
data lain yang dipublikasikan seperti :
1. Bahan hukum primer
Bahan hukum yang memiliki kekuatan mengikat. Bahan hukum primer yang
digunakan dalam penelitan ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun jo. Kepmenpera Nomor
11/KPTS/1994 tanggal 17 November 1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli
Satuan Rumah Susun, Undang- Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (UUPA), Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan.
2. Bahan hukum sekunder
Bahan pustaka yang berisikan informasi tentang bahan hukum primer yang tidak
mengikat tetapi menjelaskan lebih lanjut mengenai bahan hukum primer yang
merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli. Bahan sekunder
yang digunakan dalam penelitan ini adalah buku, artikel ilmiah, makalah ilmiah,
jurnal-jurnal, skripsi yang terkait dengan topik pembahasan.
3. Bahan hukum tersier
Bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan
hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI).
Alat pengumpul data yang digunakan pada penelitian ini adalah studi dokumen atau
bahan pustaka, yaitu buku-buku, putusan, peraturan-peraturan yang terkait dengan pokok bahasan
yang dapat peneliti peroleh dengan mencarinya di Perpustakaan Universitas Indonesia dan Pusat
Dokumentasi Hukum.
Metode analisis data yang diterapkan adalah kualitatif, sebab meneliti dan mempelajari
obyek penelitian yang utuh. Analisa dengan metode kualitatif dilakukan berdasarkan kepercayaan
terhadap hasil penelitian, dengan pengujian kredibilitas, dependabilitas, proses dan hasil
penelitian.
Kekuatan Mengikat ..., Wita Jesiska, FH UI, 2017
12
Pembahasan
Dalam kasus ini pihak yang menjadi penggugat adalah Ike Farida sebagai pemesan satuan
rumah susun atau unit apartemen di Casa Grande Residence di Jl. Casablanca Kav.88 Jakarta
Selatan. Sedangkan pihak yang menjadi tergugat adalah PT. Elite Prima Hutama sebagai pelaku
pembangunan (perusahaan pembangunan) yang melakukan pemasaran satuan rumah susun atau
unit apartemen yang bersangkutan.
Kasus ini berawal pada bulan Mei 2012, dimana PT. Elite Prima Hutama menawarkan
Sdr.Ike Farida atas unit apartemen di Casa Grande Residence di Jl. Casablanca Kav. 88 Jakarta
Selatan. Atas tawaran tersebut, pada tanggal 26 Mei 2012 tepatnya Sdr.Ike Farida pun berminat
untuk melakukan pemesanan atas unit apartemen tersebut dengan melakukan pembayaran uang
muka (booking fee) sebesar Rp. 10.000.000,- . Atas pembayaran uang muka tersebut, para pihak
pun menandatangani kesepakatan atas pemesanan unit apartemen yang dituangkan ke dalam
Surat Pesanan. Kemudian pada tangga 30 Mei 2012,Sdr.Ike Farida pun melakukan pembayaran
harga unit apartemen secara lunas yakni sebesar Rp. 3.050.000.000,-
Setelah dilakukannya pembayaran, dalam kurun waktu 3 tahun yaitu sampa pada Januari
2015 PT. Elite Prima Hutama tidak melaksanakan kewajibannya seperti apa yang telah
diperjanjikan dalam Surat Pesanan tersebut yaitu melaksanakan PPJB karena menurut PT. Elite
Prima Hutama pelaksanaan PPJB oleh Ike Farida dengan status perkawinan campuran dengan
orang asing tanpa pemisahan harta tersebut bertentangan dengan ketentuan Undang- Undang No.
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan peraturan
pelaksananya. Status perkawinan campuran Penggugat Sdr. Ike Farida yang bersuamikan orang
asing tanpa adanya perjanjian perkawinan (perjanjian pemisahan harta) menjadi titik
permasalahan yang didalilkan oleh Tergugat.
Tidak adanya perjanjian perkawinan tersebutlah yang menjadikan Tergugat tidak
melaksanakan PPJB dan kemudian mengakhiri hubungan hukum dengan Sdr. Ike Farida sebab
dengan tidak adanya pemisahan harta diantara Sdr, Ike Farida dan suaminya maka akan terjadi
pencampuran harta. Dengan adanya pencampuran harta, Orang Asing tersebut juga secara tidak
langsung ikut memiliki sebagian hak atas unit apartemen yang didirikan diatas tanah Hak Guna
Bangunan sehingga dengan demikian menurut Tergugat hal-hal tersebut telah bertentangan
dengan ketentuan hukum.
Kekuatan Mengikat ..., Wita Jesiska, FH UI, 2017
13
Dengan tidak dilaksanakannya prestasi yang telah diperjanjikan oleh PT. Elite Prima
Hutama padahal harga telah dibayar lunas,Sdr.Ike Farida pun mengajukan gugatan atas dasar
wanprestasi ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 28 Januari 2015 dengan Register
Nomor 51/PDT.G/2015/ PN Jkt-Sel. Namun Majelis Hakim kemudian menolak gugatan karena
menurut Majelis Hakim berpendapat bahwa Penggugat tidak membuktikan bahwa Tergugat tidak
dapat membuktikan bahwa Tergugat telah melakukan wanprestasi.
Melalui apa yang telah dipaparkan diatas, secara jelas yang menjadi inti pokok
permasalahan adalah ada tidaknya wanprestasi yang dilakukan oleh PT. Elite Prima Hutama
sebagai pelaku pembangunan. Untuk menjawab permasalahan tersebut ada dua isu yang harus
dibahas. Isu pertama adalah apakah surat pesanan satuan rumah susun yang dilakukan antara para
pihak tersebut merupakan suatu bentuk perjanjian yang sah. Isu kedua adalah kekuatan mengikat
surat pesanan satuan rumah susun terhadap para pihak yang membuatnya.
Berdasarkan bunyi Pasal 1320 KUHPerdata, terdapat 4 unsur yang harus dipenuhi agar
suatu perjanjian dapat dikatakan sah yaitu:7
1. Adanya Kesepakatan
Dalam kasus ini, PT. Elite Prima Hutama dan Sdr. Ike Farida telah bersepakat untuk
terikat pada Surat Pesanan tertanggal 26 Mei 2012 tersebut yang isinya mengenai
pemesanan unit apartemen. Antara kedua belah pihak telah tercapai kesepakatan
mengenai spesifikasi unit apartemen yang dipesan oleh Sdr. Ike Farida yakni mengenai
jenis, tipe, lantai, luas dan juga mengenai harga jual beli rumah susun beserta cara
pembayarannya. Selain itu, para pihak juga bersepakat mengikatkan diri terhadap
ketentuan mengenai hak dan kewajiban masing-masing yang tercantum dalam bagian
syarat dan ketentuan.
Kesepakatan yang terjadi antara para pihak tersebut bebas dari unsur kekhilafan baik
mengenai orang atau obyek perjanjiannya dimana Sdr. Ike Farida tahu betul bahwa PT.
Elite Prima Hutama merupakan perusahaan pengembang yang memasarkan unit
apartemen Casa Grande Residence dan juga kedua belah pihak sama-sama bermaksud
untuk mengadakan jual beli unit apartemen dengan melalui sistem pemesanan terlebih
dahulu.
7 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetbook], diterjemahkan oleh R. Subekti dan R.
Tjitrosudibio cet. 31, Ps. 1320.
Kekuatan Mengikat ..., Wita Jesiska, FH UI, 2017
14
Tidak adanya unsur paksaan dan penipuan dalam kasus ini dimana sebab antara PT. Elite
Prima Hutama dan Sdr. Ike Farida melakukan perjanjian dengan sukarela tanpa adanya
paksaaan, keterangan palsu dan tipu muslihat yang diberikan oleh masing-masing pihak.
2. Adanya Kecakapan Hukum Para Pihak
Dalam kasus ini, para pihak yang membuat perjanjian telah memenuhi persyaratan
sebagai subjek yang cakap dalam melakukan perbuatan hukum. PT. Elite Prima Hutama
merupakan badan hukum perseroan terbatas yang cakap melakukan perbuatan hukum
perjanjian dan Sdr. Ike Farida merupakan pribadi kodrati yang dewasa, sehat pikiran dan
tidak berada dibawah pengampuan juga cakap dalam melakukan perbuatan hukum.
3. Mengenai suatu hal tertentu
Surat Pesanan yang dibuat para pihak tersebut telah memenuhi syarat mengenai suatu hal
tertentu dalam hal mana objek yang diperjanjikan berupa pemesanan terhadap unit
apartemen Casa Grande Residence dapat dihitung dan ditentukan jenisnya. Berdasarkan
Surat Pesanan tersebut, terlihat bahwa unit apartemen yang dipesan telah disepakati
mengenai jumlah unit, harga jual beli dengan berbagai spesifikasi yakni tipe, lantai dan
luas.
4. Adanya suatu sebab yang halal
Yang dimaksudkan dengan sebab yang halal adalah isi suatu perjanjian tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Berkaitan dengan
syarat suatu sebab yang halal, Surat Pesanan yang dilakukan antara Penggugat dan
Tergugat tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban hukum.
Perlu diingat bahwa meskipun Penggugat berniat untuk membeli dan telah membayar
lunas harga beli unit apartemen yang ditawarkan oleh Tergugat tersebut bukan berarti
Penggugat telah memiliki secara yuridis unit apartemen tersebut. Perbuatan hukum yang
dilakukan antara Penggugat dan Tergugat melalui Surat Pesanan Satuan Rumah Susun
belum mengalihkan hak pemilikan dari Tergugat selaku pemilik unit apartemen kepada
Penggugat selaku pemesan. Dimana peralihan hak atas pemilikan satuan rumah susun
baru terjadi pada saat ditandatanganinya Akta Jual Beli (AJB) Satuan Rumah Susun yang
dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang kemudian dapat dilanjutkan
dengan proses balik nama dan pendaftaran peralihan Hak Milik Satuan Rumah Susun
menjadi atas nama pembeli.
Kekuatan Mengikat ..., Wita Jesiska, FH UI, 2017
15
Berdasarkan hal tersebut, dengan belum dilaksanakannya penandatanganan Akta Jual Beli
dimana perbuatan hukum yang dilakukan Penggugat hanya sebatas proses pemesanan melalui
Surat Pesanan maka dimata hukum Penggugat masih belum memiliki satuan rumah susun/unit
apartemen tersebut atau masih belum adanya peralihan hak kepada Penggugat sebab hak
pemilikan unit apartemen/ satuan rumah susun tersebut masih atas nama pelaku pembangunan
yaitu PT. Elite Prima Hutama. Unit apartemen tersebut belum menjadi harta bersama antara
Penggugat dan suaminya yang berkewarganegaraan asing atau dengan kata lain belum ada
pemilikan unit apartemen/ satuan rumah susun yang dibangun diatas tanah Hak Guna Bangunan
oleh orang asing. Belum adanya pemilikan orang asing atas Hak Guna Bangunan menunjukkan
tidak adanya pelanggaran terhadap ketentuan hukum
Selain itu, tidak ada ketentuan dalam UUPA dan peraturan pelaksananya yang secara tegas
melarang WNI yang melakukan kawin campur tanpa adanya pemisahan harta untuk memiliki
tanah dan properti di atas tanah Hak Guna Bangunan. Penulis berpendapat bahwa Sdr. Ike Farida
yang merupakan Warga Negara Indonesia tetap dapat melaksanakan PPJB dan AJB. Tidak ada
ketentuan hukum UUPA yang melarang seorang Warga Negara Indonesia yang melaksanakan
perkawinan campuran dengan orang asing tanpa ada pemisahan harta untuk memiliki tanah Hak
Guna Bangunan. Pelaksanaan PPJB dan AJB tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan
hukum UUPA dan peraturan pelaksananya sepanjang memenuhi persyaratan dalam jangka waktu
1 tahun setelah diperolehnya Hak Milik atas Satuan Rumah Susun Sdr. Ike Farida memiliki
kewajiban untuk mengalihkan hak tersebut kepada orang lain yang memenuhi persyaratan
pemegang Hak Guna Bangunan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 36 ayat (1) UUPA.
Hal tersebut berdasarkan pada bunyi Pasal 36 ayat (2) UUPA yang menyatakan bahwa:
“Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-
syarat yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau
mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan itu berlaku juga
terhadap pihak yang memperoleh hak guna bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat
tersebut. Jika hak guna bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam
jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak
lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.”
Kekuatan Mengikat ..., Wita Jesiska, FH UI, 2017
16
Terkait dengan bunyi pasal tersebut, mengingat cara memperoleh Hak Guna Bangunan
tidak disebutkan secara terperinci seperti dalam Pasal 21 ayat (3) UUPA maka Prof. Boedi
Harsono berpendapat bahwa apa yang ditentukan dalam Pasal 36 ayat (2) UUPA itu juga berlaku
terhadap Hak Guna Bangunan yang dipunyai bersama oleh pihak yang memenuhi syarat dan
pihak yang tidak memenuhinya dimana dalam waktu satu tahun sejak terjadinya pemilikan
bersama itu pihak yang tidak memenuhi syarat wajib untuk melepaskan haknya atas tanah yang
bersangkutan.8
Sejalan dengan hal diatas, Prof. Arie Sukanti Hutagalung memberikan pendapat bahwa
beralihnya Hak Guna Bangunan kepada pihak yang tidak memenuhi persyaratan pemegang Hak
Guna Bangunan (Orang Asing) disebabkan oleh 3 (tiga) peristiwa hukum yaitu pencampuran
harta dalam perkawinan campuran, pewarisan tanpa wasiat, dan Warga Negara Indonesia yang
kehilangan kewarganegaraannya. Terhadap 3 (tiga) peristiwa yang disebutkan diatas tersebut
maka pihak yang tidak memenuhi persyaratan tersebut wajib untuk mengalihkan haknya dalam
jangka waktu 1 tahun dihitung sejak diperolehnya hak tersebut kepada pihak lain yang memenuhi
persyaratan sebagai pemegang Hak Guna Bangunan atau melepaskan haknya kepada negara.9
Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Surat Pesanan Satuan Rumah Susun memiliki kekuatan mengikat terhadap pelaksanaan PPJB.
Surat Pesanan Satuan Rumah Susun merupakan perjanjian inominaat yang klausula-
klausulanya telah dibakukan. Surat Pesanan tersebut merupakan alternatif bagi pelaku
pembangunan dalam memasarkan rumah susun yang masih belum dibangun atau belum
memenuhi keterbangunan minimal 20%.
Kaidah hukum Surat Pesanan Satuan Rumah Susun berpedoman pada Kepmenpera Nomor
11/KPTS/1994 telah diatur bahwa pada hari pemesanan maka pihak pemesan menerima dan
menandatangani surat pesanan yang harus berisikan hal-hal yang telah ditentukan seperti
spesifikasi dari satuan rumah susun yang dipesan serta dilampiri dengan gambar yang
8 Boedi Harsono, Undang-Undang Pokok Agraria Sedjarah Penjusunan, Isi dan Pelaksanaannja,
(Jakarta:Djambatan,1971), hlm. 263. 9 Risalah Sidang Perkara Nomor 69/PUU-XIII/2015, hlm. 5.
Kekuatan Mengikat ..., Wita Jesiska, FH UI, 2017
17
menunjukaan letak pasti satuan rumah susun. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari kalender setelah menandatangani surat pesanan, pemesan dan perusahaan
pembangunan harus melaksanakan PPJB atas satuan rumah susun. Dengan demikian Surat
Pesanan Satuan Rumah Susun menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk melaksanakan
PPJB sebagaimana yang diatur dalam Kepmenpera Nomor 11/KPTS/1994 tentang Pedoman
Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun.
2. Proses jual beli satuan rumah susun melalui Surat Pesanan dan PPJB belum mengalihkan hak
milik atas satuan rumah susun dari pelaku pembangunan terhadap pemesan atau calon
pembeli. Peralihan hak satuan rumah susun baru terjadi dengan adanya AJB yang dibuat di
hadapan notaris PPAT sebagaimana yang diatur dalam penjelasan Pasal 44 ayat (1) Undang-
Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
3. Surat Pesanan yang dilakukan antara Sdr. Ike Farida (Penggugat) dengan PT. Elite Prima
Hutama (Tergugat) berkekuatan hukum mengikat terhadap pelaksanaan PPJB. Surat Pesanan
tersebut tidaklah bertentangan dengan hukum dan telah memenuhi syarat sahnya perjanjian
sehingga mengikat para pihak yang membuatnya.Dengan demikian, Surat Pesanan tersebut
mengikat PT. Elite Prima Hutama untuk memenuhi kewajiban yang telah disepakati yaitu
melaksanakan PPJB dengan Sdr. Ike Farida.
Saran
Berdasarkan analisis dan kesimpulan yang telah diuraikan, saran yang dapat diberikan
penulis adalah sebagai berikut:
1. Bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang menikah dengan orang asing diharapkan membuat
perjanjian perkawinan yang memisahkan harta yang diperoleh sepanjang perkawinan demi
menghindari sengketa yang berkaitan pemilikan properti dan tanah di Indonesia sebagaimana
yang menjadi inti permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.
2. Berdasarkan perkembangan pemasaran rumah susun yang ada pada saat ini, Pemerintah perlu
untuk membuat ketentuan khusus mengenai pedoman teknis pemasaran dan penjualan rumah
susun melalui Surat Pesanan serta memperbaharui ketentuan hukum mengenai PPJB sehingga
dapat meminimalisir permasalahan-permasalahan yang kerap kali muncul dalam pemasaran
dan penjual rumah susun yang masih dalam tahap pembangunan dimana sering menempatkan
Kekuatan Mengikat ..., Wita Jesiska, FH UI, 2017
18
konsumen dalam posisi yang rawan dirugikan. Dengan diaturnya secara jelas, diharapkan
dapat menghindari multitafsir dalam penerapan peraturan pada praktiknya.
3. Bagi pelaku pembangunan yang hendak memasarkan rumah susun yang masih belum
dibangun atau belum memenuhi keterbangunan minimal 20% maka dalam pelaksanaan Surat
Pesanan terlebih dahulu mengecek identitas dan status kewarganegaraan calon pembeli yang
berkaitan terhadap persyaratan pemegang hak atas tanah tempat dibangunnya rumah susun
demi meminimalisir sengketa dikemudian hari.
Daftar Referensi
I. BUKU
Salim. Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika, 2014.
Soekanto, Soerjono. Hukum Adat Indonesia. Ed.1.Cet.13. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2013.
Hutagalung, Arie S. Condominium dan Permasalahannya. Depok: Badan Penerbit Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2003.
Mamudji, Sri. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2005.
II. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgelijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh Subekti dan R.
Tjirosudibio. Jakarta: Pradnya Paramita, 2009.
Indonesia. Keputusan Menteri Perumahan Rakyat tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan
Rumah Susun, Kepmenpera No. 11/KPTS/1994.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Putusan No.69/PUU-XII/2015.
Kekuatan Mengikat ..., Wita Jesiska, FH UI, 2017