KEJANG.doc

36
KEJANG Seorang remaja laki-laki bernama S, berusia 17 tahun datang ke UGD RS Trisakti dibawa oleh Ibunya dengan keluhan kejang. Identitas : Nama : S Usia : 17 tahun Jenis Kelamin : laki-laki Pekerjaan : - Alamat : - Keluhan utama : Kejang Hipotesis penyebab : Trauma kapitis : Paling sering terjadi pada dewasa muda, onset cepat terjadi 2 minggu post trauma, onset lambat terjadi 2 tahun post trauma. Mekanisme terjadinya kejang setelah trauma kepala adalah iskemia akibat terganggunya aliran darah, efek mekanis dari jaringan parut, gangguan sawar darah otak, dan perubahan pada membran sel

Transcript of KEJANG.doc

Page 1: KEJANG.doc

KEJANG

Seorang remaja laki-laki bernama S, berusia 17 tahun datang ke UGD RS Trisakti

dibawa oleh Ibunya dengan keluhan kejang.

Identitas :

Nama : S

Usia : 17 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Pekerjaan : -

Alamat : -

Keluhan utama :

Kejang

Hipotesis penyebab :

Trauma kapitis : Paling sering terjadi pada dewasa muda, onset cepat terjadi 2

minggu post trauma, onset lambat terjadi 2 tahun post trauma. Mekanisme

terjadinya kejang setelah trauma kepala adalah iskemia akibat terganggunya aliran

darah, efek mekanis dari jaringan parut, gangguan sawar darah otak, dan

perubahan pada membran sel

Cedera otak saat proses kelahiran : onset kejang terjadi saat bayi sampai usia

sekolah

Kelainan metabolik :

o Hipoglikemi

o Gangguan elektrolit (hiponatremi, hipernatremi, hipokalsemi)

o Gagal ginjal dan uremia (akumulasi toksik di dalam tubuh)

o Gagal hati

o Malnutrisi

o Phenylketonuria onset kejang terjadi saat infant

Page 2: KEJANG.doc

o Gejala putus obat, intoksikasi obat

Infeksi :

o Abses otak

o Meningitis

o Ensefalitis

Kelainan kongenital

Tumor otak : space occupying lession peningkatan tekanan intrakranial.

Menyerang usia di atas 30 tahun

Degeneratif :

o Demensia atau alzheimer

Demam tinggi

Pada anamnesis selanjutnya didapatkan, kejang telah dialami os sebanyak 3 kali

dalam kurun waktu 6 bulan. Kejang bersifat tonik selama 10-15 detik dan diikuti oleh

gerakan menghentak-hentak pada kedua lengan dan tungkai 5-10 menit. Sebelum

serangan os sering menjerit terlebih dahulu, selama serangan os tidak sadarkan diri dan

dijumpai mulut berbuih. Setelah serangan os tertidur dan tidak lama kemudian terbangun

dan tampak kebingungan. Demam (-), riwayat penyakit sebelumnya (-),riwayat penyakit

dalam keluarga (-), riwayat trauma (-).

Data yang didapat dari anamnesis tambahan :

1. Frekuensi kejang : terjadi 3 kali dalam 6 bulan terakhir

2. Sifat kejang : umum, tonik diikuti klonik

3. Gejala sebelum, selama, pascakejang : Sebelum serangan os menjerit, selama

serangan tidak sadarkan diri dan mulut berbuih, setelah serangan tertidur dan

tidak lama kemudian terbangun dan tampak kebingungan os menjerit bisa

diinterpretasikan sebagai adanya aura, mulut berbiuh selama serangan

dikarenakan oleh adanya hipersalivasi, setelah serangan os tertidur karena

kelelahan dan terbangun dan saat terbangun mengalami disorientasi.

Page 3: KEJANG.doc

Hipotesa penyebab setelah mendapat anamnesis tambahan :

1. Trauma kapitis dapat disingkirkan karena riwayat trauma disangkal

2. Cedera otak saat proses kelahiran, kelainan kongenital, tumor otak, penyakit

degeneratif dapat disingkirkan karena onset kejang terjadi setelah menginjak

remaja

3. Infeksi dapat disingkirkan karena tidak ada demam

4. Kelainan metabolik dan epilepsi belum dapat disingkirkan dan masih

membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut

Dari pemeriksaan fisik dijumpai:

Tanda Vital :

o TD :120/80 mmHg

o Nadi : 80 x/menit

o RR : 20 x/menit

o Suhu : 36,8 C

Pemeriksaan neurologis :

o GCS E4 V5 M6 = 15

o Tanda rangsang meningeal; kaku kuduk (-)

o Laseq > 70

o Kerniq > 135

o Reflek fisiologis ++/++ , refleks patologis -/-

Interpretasi hasil pemeriksaan fisik :

Semua dalam batas normal

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan :

Darah rutin :

o Hb : 14,8 gr%

o Leukosit : 9800

Page 4: KEJANG.doc

o Hitung Jenis : 1/2/5/60/30/5

Elektrolit darah

o Na : 140 meq/dl

o K : 3.8 meq/l

o GDS : 158 mg/dl

Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium :

Semua dalam batas normal, atas dasar ini, hipotesis penyebab kelainan metabolic dapat

disingkirkan

Dari pemeriksaan penunjang didapatkan :

EEG : Spike dan Wave Paroxysmal hampir di seluruh lapangan

CT-Scan : tidak dijumpai kelainan

Interpretasi hasil pemeriksaan penunjang :

Pada pemeriksaan EEG didapatkan gelombang runcing dan tajam yang biasanya didapatkan pada

penderita epilepsy. Pada CT-Scan tidak ditemui kelainan, menandakan tidak adanya kelainan otak seperti

tumor dan trauma.

Diagnosis kerja :

Epilepsi tonik klonik umum. Diagnosis ini dibuat berdasarkan :

Pada anamnesis didapatkan bahwa kejang telah terjadi lebih dari satu kali, dengan sifat kejang

tonik klonik dan adanya aura yang muncul sebelum serangan

Tidak ditemukannya abnormalitas dalam pemeriksaan fisik, pemeriksaan lab dan ct scan

Ditemukan gelombang runcing dan tajam pada EEG. Abnormalitas dalam EEG bukanlah suatu

diagnosis pasti untuk epilepsy, karena pada 30% pasien epilepsy didapatkan gambaran EEG

yang normal, sementara pada 15% orang normal didapatkan gambaran EEG runcing dan tajam.

Diagnosis pasti dibuat bukan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik maupun penunjang, melainkan

dengan melihat serangan secara langsung.

Page 5: KEJANG.doc

Diagnosis banding :

1. Serangan psikogenik : hiperventilasi, panic, hysteria, pseudoseizure

2. Narkolepsi

EPILEPSI

Definisi

Kejang adalah masalah neurologis yang diakibatkan oleh lepas muatan

paroksisimal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpicu

(fokus kejang) sehingga mengganggu fungsi otak normal. Bergantung pada lokasi

neuron-neuron fokus kejang ini, kejang dapat bermanifestasi sebagai kombinasi

perubahan tingkat kesadaran dan gangguan dalam fungsi sensorik, motorik, otonom.

Kejang konvulsi biasanya menimnulkan kontraksi otot rangka yang hebat dan involunter

yang mungkin meluas dari satu bagian tubuh ke seluruh tubuh atau mungkin terjadi

secara mendadak disertai keterlibatan seluruh tubuh.

Kejang dapat tejadi sekali maupun berulang. Kejang rekuren dan spontan yang

terjadi paling tidak dua kali kejang tanpa provokasi dengan jarak antara dua kejang paling

tidak selama 24 jam disebut epilepsi. Kejang merupakan manifestasi utama epilepsi,

meskipun tidak semua pasien kejang menderita epilepsi. Status epileptikus merupakan

suatu kejang terus-menerus berkepanjangan atau serangkaian kejang repetitif tanpa

pemulihan kesadaran.

Epidemiologi

Pengetahuan mengenai perkembangan statistik epilepsi pada suatu populasi

merupakan kunci untuk menilai keberhasilan atau kegagalan didalam upaya program

pencegahan dan pengobatan.

Insidensi

Insidensi suatu penyakit adalah angka yang menunjukkan kasus baru yang terjadi dalam

suatu populasi. Pada penyakit kronik dengan fatalitas rendah, angka prefalensi akan lebih

Page 6: KEJANG.doc

tinggi dibanding angka insidensi. Penelitian luas terhadap insidensi epilepsi menunjukkan

adanya rentang variasi yang lebar yakni 11-134/100.000 populasi. Meski terdapat

beberapa perbedaan geografi, namun tampaknya variasi angka tersebut lebih disebabkan

oleh perbedaan studi metodologi yang digunakan. Juga adanya sistem klasifikasi yang

berbeda dan identifikasi kasus yang tidak adekuat.

Penelitian mengenai insidensi epilepsi terhadap penduduk di Rochester Minnesota AS

dari tahun 1935-1984 mendapatkan angka 44/100.000 penduduk, dimana pria lebih

banyak dibanding wanita secara signifikan, juga insidensi epilepsi lebih tinggi terjadi

pada usia anak-anak dan usia lanjut. Penyakit serebrovaskular didapatkan sebagai

penyebab terbanyak yang menduhului (11%), disusul defisit neurologis sejak lahir,

retardasi mental dan / atau cerebral palsy (8%).

Dari penelitian tersebut juga didapatkan bahwa insidensi serangan oleh karena traumatic

brain injury tertinggi terjadi pada 1 tahun pertama. Angka insiden tersebut rendah pada

kasus cedera ringan (0,3/1000 per tahun), namun tinggi (10/1000 per tahun) pada cedera

berat.

Meski data sebelumnya menyebutkan bahwa insidensi tertinggi epilepsi diantara pasien

dibawah usia 65 tahun terdapat pada anak-anak, namun bukti kuat terakhir tampaknya

mengkonfirmasi kecenderungan insidensi spesifik-umur pada epilepsi dimana penurunan

insidensi terjadi pada kelompok anak-anak dan peningkatan bergeser ke usia lebih tua.

Prevalensi

Seperti halnya insidensi, angka prevalensi epilepsi dari berbagai penelitian berkisar 1,5–

31/1000 penduduk. Estimasi prevalensi seumur hidup dari epilepsi (pasien yang pernah

mengalami epilepsi dalam suatu saat sepanjang hidupnya) berbeda di berbagai negara. Di

negara Polandia sebesar 9,2/1000 penduduk, Norwegia 4,3/1000 dan di Islandia 5,2/1000

penduduk.

Page 7: KEJANG.doc

Adapun rata-rata prevalensi epilepsi aktif (serangan dalam 2 tahun sebelumnya) yang

dilaporkan oleh banyak studi di seluruh dunia berkisar 4-6/1000. Dalam studi selama 10

tahun terhadap 6.000 populasi di Inggris menunjukkan bahwa prevalensi seumur hidup

seluruh pasien dengan 1 atau lebih serangan afebril 20,3/1000 pada tahun 1983 menjadi

21/1000 pada tahun 1993, sedangkan prevalensi aktif dari 5,3/1000 pada tahun 1983

turun menjadi 4,3 /1000 tahun 1993.

Prevalensi di Indonesia belum diketahui datanya secara pasti dan akurat. Tidak ter-cover-

nya penderita epilepsi ini karena faktor ekonomi, sehingga tidak pergi/berobat ke dokter,

factor social dan diperberat lagi dengan mitos atau stigma bagi penderita epilepsy yang

menyebabkan penderita enggan untuk berobat ke dokter

Bila dibandingkan dengan negara berkembang lain dengan tingkat ekonomi sejajar,

probabilitas penyandang epilepsi di Indonesia sekitar 0,7-1,0%, yang berarti berjumlah

1,5-2 juta orang.

Etiologi

1. Primer :

Idiopatik; sebagian besar epilepsy pada anak

Factor herediter,ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai

bangkitan kejang seperti sklerosis tuberose, neurofibromatosis, angiomatosis

ensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.

Factor genetic; pada kejang demem dan breath holding spells

2. Sekunder :

Trauma

Infeksi

Kelainan pembuluh darah

Gangguan metabolik

Faktor pencetus

Kurang tidur

Stres emosional

Page 8: KEJANG.doc

Obat – obat tertentu (antidepresan trisiklik)

Alkohol

Perubahan hormonal

Terlalu lelah

Fotosensitif

Klasifikasi

Klasifikasi epilepsi menurut ILAE 1981 :

1. Kejang parsial (meliputi 20% kasus) :

a. Parsial sederhana : dapat dengan manifestasi motor, autonomik,

somatosensori, psikis

b. Parsial kompleks : sama dengan parsial sederhana, tapi disertai dengan

gangguan kesadaran

Dengan gangguan kesadaran sejak onset

Onset parsial sederhana diikuti penurunan kesadaran

c. Kejang parsial menjadi tonik-klonik umum secara sekunder:

Parsial sederhana menjadi tonik-klonik umum

Parsial kompleks menjadi tonik-klonik umum

Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik-klonik

umum

2. Kejang Umum (meliputi 75% kasus) :

a. Nonkonvulsif (Petit Mal)

i. Absens : atipikal dan tipikal

b. Konvulsif

i. Mioklonik

ii. Tonik

Page 9: KEJANG.doc

iii. Klonik

iv. Tonik-klonik (Grand Mal)

v. Atonik

3. Tidak dapat diklasifikasikan

Patofisiologi

1. Patofisiologi Epilepsi Umum

Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara lengkap adalah

epilepsi tipe absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum, onset dimulai usia 3-8

tahun dengan karakteristik klinik yang menggambarkan pasien “bengong” dan aktivitas

normal mendadak berhenti selama beberapa detik kemudian kembali ke normal dan tidak

ingat kejadian tersebut. Terdapat beberapa hipotesis mengenai absans yaitu antara lain

absans berasal dari thalamus, hipotesis lain mengatakan berasal dari korteks serebri.

Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa absans diduga terjadi akibat perubahan pada

sirkuit antara thalamus dan korteks serebri. Pada absans terjadi sirkuit abnormal pada

jaras thalamo-kortikal akibat adanya mutasi ion calsium sehingga menyebabkan aktivasi

ritmik korteks saat sadar, dimana secara normal aktivitas ritmik pada korteks terjadi pada

saat tidur non-REM.3 Patofisiologi epilepsi yang lain adalah disebabkan adanya mutasi

genetik. Mutasi genetik terjadi sebagian besar pada gen yang mengkode protein kanal ion

Pada kanal ion yang normal terjadi keseimbangan antara masuknya ion natrium

(natrium influks) dan keluarnya ion kalium (kalium efluks) sehingga terjadi aktivitas

depolarisasi dan repolarisasi yang normal pada sel neuron (gambar 1A). Jika terjadi

mutasi pada kanal Na seperti yang terdapat pada generalized epilepsy with febrile

seizures plus, maka terjadi natrium influks yang berlebihan sedangkan kalium refluks

tetap seperti semula sehingga terjadi depolarisasi dan repolarisasi yang berlangsung

berkali-kali dan cepat atau terjadi hipereksitasi pada neuron. Hal yang sama terjadi pada

benign familial neonatal convulsion dimana terdapat mutasi kanal kalium sehingga terjadi

efluks kalium yang berlebihan dan menyebabkan hipereksitasi pada sel neuron

2. Patofisiologi Anatomi Seluler

Page 10: KEJANG.doc

Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera kepala,

stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan saraf yang

tidak normal (neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang mengakibatkan

mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada cedera maupun stroke

ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan dalam mekanisme regulasi fungsi dan

struktur neuron yang mengarah pada gangguan pertumbuhan ataupun plastisitas di

sinapsis. Perubahan (fokus) inilah yang bisa menimbulkan bangkitan listrik di otak.

Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi tanpa ditemukan kerusakan anatomi(focus ) di otak.

Disisi lain epilepsi juga akan bisa mengakibatkan kelainan jaringan otak sehingga bisa

menyebabkan disfungsi fisik dan retardasi mental.1 Dari sudut pandang biologi

molekuler, bangkitan epilepsi disebabkan oleh ketidakseimbangan sekresi maupun fungsi

neurotransmiter eksitatorik dan inhibitorik di otak. Keadaan ini bisa disebabkan sekresi

neurotransmiter dari presinaptik tidak terkontrol ke sinaptik yang selanjutnya berperan

pada reseptor NMDA atau AMPA di post-sinaptik.6 Keterlibatan reseptor NMDA

subtipe dari reseptor glutamat (NMDAR) disebutsebut sebagai patologi terjadinya kejang

dan epilepsi.6-8 Secara farmakologik, inhibisi terhadap NMDAR ini merupan prinsip

kerja dari obat antiepilepsi.7 Beberapa penelitian neurogenetik membuktikan adanya

beberapa faktor yang bertanggungjawab atas bangkitan epilepsi antara lain kelainan pada

ligand-gate (sub unit dari reseptor nikotinik) begitu juga halnya dengan voltage-gate

(kanal natrium dan kalium). Hal ini terbukti pada epilepsi lobus frontalis yang ternyata

ada hubungannya dengan terjadinya mutasi dari resepot nikotinik subunit alfa 4.9

Berbicara mengenai kanal ion maka peran natrium, kalium dan kalsium merupakan ion-

ion yang berperan dalam sistem komunikasi neuron lewat reseptor. Masuk dan keluarnya

ion-ion ini menghasilkan bangkitan listrik yang dibutuhkan dalam komunikasi sesame

neuron.9 Jika terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal ion-ion tersebut maka bangkitan

listrik akan juga terganggu sebagaimana pada penderita epilepsi. Kanal ion ini berperan

dalam kerja reseptor neurotransmiter tertentu. Dalam hal epilepsi dikenal beberapa

neurotransmiter seperti gamma aminobutyric acid (GABA) yang dikenal sebagai

inhibitorik, glutamat (eksitatorik), serotonin (yang sampai sekarang masih tetap dalam

penelitian kaitan dengan epilepsi, asetilkholin yang di hipokampus dikenal sebagai yang

bertanggungjawab terhadap memori dan proses belajar.

Page 11: KEJANG.doc

Manifestasi klinis

Bila sekelompok sel neuron tercetus dalam aktivitas listrik berlebihan, maka ada 3

kemungkinan :

1. Hanya terlokalisasi pada kelompok neuron tersebut (tidak menjalar ke sekitar)

kemudian berhenti

2. Aktivitas menjalar sampai jarak tertentu, namun tidak melibatkan seluruh otak,

kemudianberhenti

3. Aktivitas menjalar ke seluruh otak kemudian berhenti

1 & 2 menyebabkan serangan epilepsi parsial, 3 menyebabkan epilepsi umum. Jenis

serangan epilepsi tergantung letak serta fungsi sel neuron yang melepas muatan

berlebihan serta penjalarannya.

Klasifikasi Karakteristik

PARSIAL

1. Parsial

Sederhana

Kesadaran utuh walaupun

mungkinberubah; fokus di satu bagian

tetapidapat menyebar ke bagian lain

Dapat bersifat motorik

(gerakanabnormal unilateral);

sensorik (merasakan, membaui,

mendengar sesutau yang abnormal),

autonomic(takikardia, bradikardia,

takipnu,kemerahan, rasa tidak enak

diepigastrium), psikik

(disfagia,gangguan daya ingat)

Biasanya berlangsung kurang dari

1menit

Dimulai sebagai kejang parsial

Page 12: KEJANG.doc

2. Parsial Kompleks sederhana; berkembang menjadi

perubahan kesadaran yang disertai oleh

gejala motorik, gejala

sensorik,otomatisme (mengecap-

ngecapkanbibir, mengunyah, menarik-

narik baju)

Beberapa kejang parsial

kompleksmungkin berkembang

menjadikejang generalisata

Biasanya berlangsung 1-3 menit

GENERALISATA

Tonik Klonik

Hilangnya kesadaran; tidak ada

awitanfokal; bilateral dan simetrik; tidak

adaaura

Spasme tonik-klonik otot; inkontinensia

Gambaran klinis dari masing-masing tipe kejang diuraikan sebagai berikut :

1. Epilepsi parsial

a. Sensorik

Bangkitan sensorik adalah bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus

epileptogen pada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus

terletak di gyrus post centralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah

satu bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah

satu anggota badan. Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke

neron sekitarnya dan dapat mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-

kejang.

Page 13: KEJANG.doc

b. Motorik

Fokus epileptogen terletak di korteks motorik. Bangkitan kejang pada salah

satu atau sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilang kesadaran.

Penderita seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya dimulai

pada ujung jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh

lengan. Manifestasi klinik ini disebut Jacksonian marche.

c. Autonomik

Cemas, takikardi, berkeringat, piloerection, sensasi abnormal dari perut naik

ke dada

d. Epilepsi lobus temporalis.

Jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun. Memperlihatkan gejala fokalitas yang

khas sekali. Manifestasi klinik fokalitas ini sangat kompleks karena fokus epileptogennya

terletak di lobus temporalis dan bagian otak ini meliputi kawasan pengecap, pendengar,

penghidu dan kawasan asosiatif antara ketiga indra tersebut dengan kawasan penglihatan.

Manifestasi yang kompleks ini bersifat psikomotorik, dan oleh karena itu epilepsi jenis

ini dulu disebut epilepsi psikomotor.

Bangkitan psikik berupa halusinasi dan bangkitan motorik la-zimnya berupa

automatisme. Manifestasi klinik ialah sebagai berikut: Kesadaran hilang sejenak, dalam

keadaan hilang kesadaran ini penderita masuk ke alam pikiran antara sadar dan mimpi

(twilight state), dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi yang terdiri dari halusinasi dan

automatisme yang berlangsung beberapa detik sampai beberapa jam. Halusinasi dan

automatisme yang mungkin timbul : Halusinasi dengan automatisme pengecap, halusinasi

dengan automatisme membaca, halusinasi dengan automatisme penglihatan, pendengaran

atau perasaan aneh.

2. Epilepsi Umum

a. Tonik-klonik

Page 14: KEJANG.doc

Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan sekunder Epilesi grand

mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-tonik. Manifestasi klinik

kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama, perbedaan terletak pada ada tidaknya

aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal sebelum serangan kejang- kejang. Pada epilepsi

grand mal simtomatik selalu didahului aura yang memberi manifestasi sesuai dengan

letak focus epileptogen pada permukaan otak. Aura dapat berupa perasaan tidak enak,

melihat sesuatu, mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap

sesuatu, sakit kepala dan sebagainya. Bangkitan sendiri dimulai dengan hilang kesadaran

sehingga aktivitas penderita terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang tonik. otot-

otot berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh, lengan fleksi dan tungkai ekstensi.

Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga terdengar jeritan yang

dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini kemudian disusul dengan kejang klonik yang

seolah-olah mengguncang-guncang dan membanting- banting tubuh si sakit ke tanah.

Kejang tonik-klonik berlangsung 2 -- 3 menit. Selain kejang-kejang terlihat aktivitas

vegetatif seperti berkeringat, midriasis pupil, refleks cahaya negatif, mulut berbuih dan

sianosis. Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan penderita dalam keadaan stupor

sampai koma. Kira-kira 4—5 menit kemudian penderita bangun, termenung dan kalau tak

diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan dapat setiap jam sampai setahun

sekali.

b. Absens

Elipesi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum yang idiopatik.

Meliputi kira-kira 3 -- 4% dari kasus epilepsi. Umumnya timbul pada anak sebelum

pubertas (4 -- 5tahun). Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang berlangsung tak

lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat dipertahankan

Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah sadar biasanya

penderita dapat melanjutkan aktivitas semula. Bangkitan dapat berlangsung beberapa

ratus kali dalam sehari. Bangkitan petit mal yang tak ditanggulangi 50% akan menjadi

grand mal. Petit mal yang tidak akan timbul lagi pada usia dewasa dapat diramalkan

berdasarkan 4 ciri : Timbul pada usia 4 -- 5 tahun dengan taraf kecerdasan yang normal,

harus murni dan hilang kesadaran hanya beberapa detik, mudah ditanggulangi hanya

dengan satu macam obat, Pola EEG khas berupa gelombang runcing dan lambat dengan

Page 15: KEJANG.doc

frekuensi 3 per detik. Bangkitan mioklonus Bangkitan berupa gerakan involunter

misalnya anggukan kepala, fleksi lengan yang teijadi berulang-ulang. Bangkitan terjadi

demikian cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan kesadaran atau tidak.

Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang sensorik. Bangkitan akinetik. Bangkitan

berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena menurunnya tonus otot dengan tiba-tiba dan

cepat sehingga penderita jatuh atau mencari pegangan dan kemudian dapat berdiri

kembali. Ketiga jenis bangkitan ini (petit mal, mioklonus dan akinetik) dapat terjadi pada

seorang penderita dan disebut trias Lennox-Gastaut. Spasme infantil. Jenis epilepsi ini

juga dikenal sebagai salaamspasm atau sindroma West. Timbul pada bayi 3 -- 6 bulan

dan lebih sering pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti belum diketahui, namun selalu

dihubungkan dengan kerusakan otak yang luas seperti proses degeneratif, gangguan

akibat trauma, infeksi dan gangguan pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan

kepala kedepan atau keatas, lengan ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang

disertai teriakan atau tangisan, miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat.

Komplikasi

Komplikasi pada epilepsi biasa disebabkan oleh kejang yang terjadi. Keadaan

membahayakan dapat berdampak pada pasien sendiri maupun orang lain.

1. Jatuh. Dapat melukai kepala atau mematahkan tulang

2. Tenggelam. Jika mengalami kejang saat berada dalam air

3. Mobil kecelakaan. Kejang yang menyebabkan baik hilang kesadaran atau kontrol

bisa berbahaya jika penderita mengendarai mobil atau mengoperasikan peralatan

lainnya. Banyak negara telah pengemudi lisensi pembatasan yang berkaitan

dengan kemampuan Anda untuk mengendalikan kejang dan memberlakukan

jumlah minimal waktu yang telah bebas kejang - mulai dari tiga bulan sampai dua

tahun - sebelum diperbolehkan mengemudi.

4. Kehamilan. Kejang komplikasi selama kehamilan. Menimbulkan bahaya bagi

ibu dan bayi, dan beberapa obat anti-epilepsi meningkatkan risiko cacat lahir.

Kebanyakan wanita dengan epilepsi dapat menjadi hamil dan memiliki bayi yang

Page 16: KEJANG.doc

sehat. Perlu dipantau secara seksama selama kehamilan, dan obat mungkin perlu

disesuaikan.

5. Masalah kesehatan emosional. Orang-orang dengan epilepsi. Lebih rentan

untuk memiliki masalah psikologis, khususnya depresi, kecemasan dan, dalam

kasus ekstrim, bunuh diri. Hal ini bisa disebabkan kesulitan berurusan dengan

kondisi itu sendiri serta efek samping pengobatan.

Komplikasi yang mengancam jiwa juga dapat terjadi :

1. Status epileptikus. Merupakan suatu keadaan gawat darurat di mana pasien

mengalami serangan kejang beruntun lebih dari 30 menit tanpa kesadaran penuh.

Orang dengan status epilepticus memiliki peningkatan risiko kerusakan otak

permanen dan kematian.

2. Kematian mendadak yang tidak dapat dijelaskan pada epilepsi (SUDEP).

Orang-orang dengan epilepsi tidak terkontrol juga memiliki risiko kecil kematian

mendadak yang tidak dapat dijelaskan. Secara keseluruhan, kurang dari 1 dalam

1.000 orang dengan epilepsi meninggal SUDEP, tapi lebih umum di antara orang-

orang yang kejang tidak dikendalikan oleh pengobatan. Risiko SUDEP sangat

tinggi ketika umum tonik-klonik sering terjadi, dan risiko selama periode satu

tahun bisa setinggi sekitar 1 dari seratus orang.

3. Aspirasi. Hal ini dapat disebabkan oleh hipersalivasi yang terjadi bersamaan

dengan penurunan kesadaran, sehingga penumpukan saliva di rongga mulut bias

masuk ke saluran napas

Tatalaksana

Prinsip tatalaksana pada epilepsy :

1. Pada keadaan emergency, utamakan jalan pernapasan, jaga agar saliva tidak

masuk ke saluran napas serta jauhkan benda-benda berbahaya yang berada di

dekat pasien

2. Berikan obat anti konvulsi I.V yang tepat pada keadaan emergency

Page 17: KEJANG.doc

3. setelah keadaan umum stabil, dan kita sudah memastikan diagnosis epilepsy

barulah rencanakan pemberian obat anti epilepsy dengan dosis terendah tanpa

menimbulkan gejala toksis

4. Mulai dengan satu macam obat (monoterapi)

5. obat dihentikan jika sudah 1,5-2 tahun bebas kejang, lalu lakukan tapering off

Mekanisme kerja obat antikonvulsi :

Mencegah timbulnya lepas muatan listrik berlebihan pada neuron dengan jalan

Mempengaruhi membrane sel pada kanal ion maupun reseptor

Mengurangi transmisi eksitasi dan meningkatkan transmisi inhibisi sinaps

Mencegah menjalarnya lepas muatan listrik berlebihan ke neuron-neuron lain :

Mengubah kecepatan hantar dan atau masa refrakter neuron-neuron

Macam-macam obat antiepilepsi :

Page 18: KEJANG.doc

Fenitoin : menyebabkan gangguan hormonal, hindari pemberian saat

remaja dan wanita

Page 19: KEJANG.doc

Fenobarbital : efek samping yang paling menonjol adalah hiperaktif pada anak

Gabapentin

Lamotrigine

Sodium divalproat

Topiromat

Prognosis

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa angka risiko kekambuhan berkisar antara

16-81% setelah mengalami kejang non febris tunggal. Penelitian kekambuhan serangan

lainnya yang berbasis populasi menunjukkan angka 56-81%. National General Practice

Study of Epilepsy (NGSPE) melalui studi diskriptif prospektif melaporkan bahwa risiko

terhadap kekambuhan setelah serangan mencapai 61% dalam 1 tahun dan 78% dalam 3

tahun berikutnya.

Banyak penelitian mendapatkan risiko yang lebih tinggi terhadap kekambuhan setelah

mengalami serangan dengan penyebab yang jelas. Hauser mendapatkan 37% pasien

mengalami serangan kedua setelah trauma kepala, dibandingkan 28% kasus idiopatik.

Pada penelitian selanjutnya didapatkan bahwa pasien dengan kausa tumor atau stroke

mengalami angka kekambuhan 77% setelah 55 tahun dibandingkan 45% serangan

idiopatik.

Beberapa faktor prediksi tingginya angka kekambuhan setelah mengalami serangan

afebril pertama adalah:

1. Defisit neurologis sewaktu lahir

2. Usia < 16 tahun atau > 65 tahun

3. Serangan parsial

4. Latar belakang lesi struktural

Page 20: KEJANG.doc

Dari penelitian prospektif terhadap pasien stroke, didapatkan hasil bahwa lesi di kortikal

dan jenis hemoragik mempunyai hubungan positif yang kuat timbulnya serangan. Tidak

satupun dari kasus serangan yang muncul saat awal stroke berkembang menjadi serangan

ulang atau epilepsi, namun 50% serangan yang muncul setelah berselang lama dari onset

stroke berkembang menjadi epilepsi. Pada penelitian terbaru didapatkan bahwa serangan

yang muncul awal dari onset stroke cukup banyak tapi tidak berdampak pada out come

serta tidak berulang meski tidak diobati dengan anti epilepsi.

Remisi

Remisi didefinisikan sebagai periode bebas serangan yang dialami oleh seorang pasien

yang sebelumnya mendapatkan lebih dari 1 serangan. Hal ini bisa bersifat permanen atau

sementara.

Faktor-faktor yang mempengaruhi remisi adalah:

1. Umur dan jenis kelamin. Mayoritas studi mendapatkan bahwa orang muda

mempunyai prediktor outcome lebih baik, meski hal ini masih perlu konfirmasi.

Adapun antara laki-laki dan perempuan banyak studi yang menyatakan tak ada

perbedaan prognosis yang signifikan.

2. Jenis serangan. Anak-anak dengan serangan absens mepunyai prognosis yang

baik dengan angka remisi mencapai 90%. Angka remisi epilepsi idiopatik 20

tahun setelah diagnosis, sedikit lebih tinggi pada pasien dengan serangan tonik

klonik dibanding mereka dengan epilepsi parsial komplek.

3. Etiologi. Sebagaimana diketahui bahwa etiologi merupakan prediksi prognosis

yang terpenting. Meski diperkirakan bahwa epilepsi berkaitan dengan penyebab

fokal yang jelas akan memiliki prognosis buruk, namun pendapat ini masih belum

didukung kuat. Annegers & Shorvon melaporkan out come lebih baik yang

signifikan pada kelompok idiopatik sedangkan kelompok studi multisenter di

Italia mendapat hasil sebaliknya. Studi lain berbasis populasi dari Kent

Page 21: KEJANG.doc

menyatakan bahwa tak diperoleh perbedaan out come antara epilepsi simtomatik

dan idiopatik.

Dalam sebuah studi kohort terhadap pasien di Rochester 10 tahun setelah diagnosis awal,

lebih dari 60% bebas dari serangan hingga 5 tahun. Sekali terjadi remisi maka kambuh

berikutnya jarang. Periode serangan aktif pada rata-rata pasien pada umur 13 tahun.

Penghentian Obat

Meski hampir 80% pasien epilepsi yang menggunakan obat anti epilepsi mengalami

remisi, namun hal ini lebih menggambarkan pada jenis epilepsi tertentu dibandingkan

efek manfaat dari pengobatan itu sendiri.

Sebuah studi mengenai putus obat anti epilepsi yang baik telah dilakukan oleh Medical

Research Council dengan merekrut 1013 pasien yang telah bebas serangan selama 2

tahun. Pasien secara random dipisah dalam kelompok yang terus diberi pengobatan dan

kelompok yang dihentikan secara perlahan. Hasil yang menarik didapat bahwa kelompok

yang meneruskan pengobatan masih menunjukkan angka kekambuhan yang signifikan

(22%) setelah 2 tahun. Namun demikian angka kambuh pada kelompok yang

menghentikan secara perlahan lebih buruk (41%).

Para peneliti selanjutnya melihat adanya predictive value dari beberapa variabel yang

merupakan indikator risiko yang lebih besar untuk kambuh setelah pemutusan obat, yaitu:

1. Umur > 16 tahun

2. Politerapi

3. EEG abnormal

4. Riwayat serangan setelah memulai pengobatan anti epilepsi

5. Serangan tonik klonik

Mortalitas

Page 22: KEJANG.doc

Epilepsi mungkin dapat menimbulkan kondisi yang mengancam jiwa, dengan angka

kematian 2-3 kali dibanding populasi umum. Kematian pasien dengan kelainan serangan

biasanya akibat dari latar belakang etiologi. Angka kematian tahunan epilepsi pada

sebagian besar negara adalah 1 per 100.000 populasi. Penyebabnya antara lain :

kecelakaan, bunuh diri, status epilep-tikus konvulsivus dan apa yang disebut sudden

unexpected death in epilepsy (SUDEP). Nillson dkk melalui penelitian terhadap SUDEP

menemukan bahwa faktor politerapi, seringnya mengalami perubahan dosis, dan kadar

obat karbamazepin yang tinggi dalam darah merupakan faktor risiko penting. Kaitan

kadar obat karbamazepin yang tinggi dengan SUDEP masih belum jelas, diduga

berkaitan juga dengan aspek lain yang bersamaan muncul pada pasien epilepsi berat.

Callanbarch dkk dalam penelitiannya tahun 1988-1992 terhadap anak-anak berusia 1

bulan-16 tahun yang pernah mengalami serangan ataupun status epilepsi menunjukkan

bahwa anak-anak dengan epilepsi non simtomatik tak memberi indikasi kenaikan risiko

mortalitas dibanding populasi umum. Tidak demikian halnya dengan anak epilepsi

simtomatik dimana risiko mortalitasnya meningkat 20 kali lipat.

POST TRAUMATIC SEIZURE

Definisi dan Klasifikasi

Kejang dapat terjadi segera setelah trauma kepala, hal ini telah dikenal dan

mempunyai karakter yang berbeda dari kejang yang terjadi kemudian. Nomenklatur yang

sering digunakan adalah early-post traumatic seizure dimana terjadi dalam 7 hari

pertama setelah trauma kepala, dan late-post traumatic seizure terjadi setelah itu.

Sementara itu Immediate seizure terjadi dalam beberapa jam sampai 24 jam setalah

trauma kepala. Istilah post-traumatic epilepsy sering saling tukar penggunaannya dengan

istialah post-traumatic seizure, meskipun secara teknis istilah epilespi berarti telah terjadi

2 atau lebih seizure yang timbul kemudian tanpa adanya profokasi. Ada sekitar 20% dari

orang yang mengalami satu kali kejang paska trauma dan tidak pernah berulang lagi,

orang tersebut tidak harus disebut sebagai epilepsi paska trauma.1,2,6,7

Early post traumatic seizures adalah kejang yang terjadi pada minggu pertama setelah

cedera kepala, hal ini meliputi 5 % dari kasus cedera kepala yang dirawat di rumah sakit.

Page 23: KEJANG.doc

Hubungannya sudah jelas antara kejadian early seizure dengan beratnya trauma kepala.

Sepertiga pasien dengan SDH dan ICH dapat terjadi early seizure. Epidural hematoma

dan fraktur impresi di frontal, temporal atau parietal, cedera otak fokal atau cedera yang

diikuti dengan amnesia lebih dari 24 jam maka kira-kira 10% akan timbul insidien early

seizure. Hal ini juga merupakan prediktor yang penting untuk resiko timbulnya late post

traumatic seizure.1,2,6

Late post traumatic seizure adalah kejang yang terjadi setelah 1 minggu pertama

setelah cedera kepala. Beratnya trauma kepala adalah penentu utama dari timbulnya

kejadian ini. Hampir setengah penderita dengan SDH atau ICH atau luka tembus peluru

akan timbul late post traumatic seizure. Jannet mengatakan dalam penelitiannya,

penderita dengan fraktur impresi dan fakor-faktor lain yang berhubungan termasuk

cedera kepala fokal, amnesia paska trauma yang lebih dari 24 jam, early seizure dan

laserasi duramater akan meningkatkan fakor resiko terjadinya late post traumatic

seizure.1,2,6

Kejang yang dialami penderita adalah suatu late Post Traumatic Seizure, karena

terjadi lebih dari 1 minggu setelah trauma kepala, faktor penentu pada penderita adalah

trauma gigitan yang dapat merupakan suatu trauma tembus dan mungkin dengan

adanya fraktur impresi pada os parietal kiri, walaupun saat itu dikatakan fraktur tidak

melebihi satu diploe. Epidural hematom di frontal dan hematoma pada temporal kiri

dapat juga merupakan suatu faktor resiko timbulnya late post traumatic seizure.

Patofisiologi

Perubahan struktur dan fisiologis yang menimbulkan kejang paska trauma belum

begitu banyak dipahami, tapi faktor yang menginisiasikannya dan menimbulkan

perubahan tersebut sudah diketahui antara lain perubahan struktural, listrik dan biokimia,

hipersensitif post sinap, menurunya mekanisme inhibisi, timbunan besi karena

perdarahan, faktor genetik dan lain-lain.1

Pemeriksaan secara histopatologi dari jaringan otak setelah terjadi trauma

memperlihatkan terjadinya suatu gliosis yang reaktif, axon retraction ball , degenerasi

Wallerian dan formasi mikroglial dalam lesi dimassa putih. Mekanisme dari

Page 24: KEJANG.doc

patofisiologinya diketahui melalui 2 cara yaitu karena adanya timbunan besi dan terjadi

aktifasi dari kaskade asam arakidonat.2,7

Laserasi kortek serebri atau kontusio menyebabkan keluarnya sel darah merah

kemudian terjadi hemolisis dan timbunan sel darah merah. Besi dilepaskan dari

hemoglobin dan transferin. (Hal ini telah didukung dalam model binatang dengan

menyuntikan besi ke kortek dari hewan coba, lalu timbul kejang). Besi dan komponen

lainnya telah diketahui mempengaruhi peningkatan kalsium didalam sel. Aktifasi

kaskade asam arakidonat menimbulkan pembentukan DAG (diacylglycerol) dan IP3

(inositoltidyl phosphytate). Peningkatan IP3 menyebabkan pelepasan kalsium intrasel

dan memodifikaski kanal kalsium yang akhirnya akan meningkatkan konsentrasi kalsium

dalam sel dan hal ini menimbulkan kerusakan eksitotoksis dari sel neuron. Sel yang mati

dan reaktif gliosis dapat menimbulkan formasi jaringan parut glia, hal ini akan

membentuk episenter dari fokus yang hipereksitasi. Focus epileptogenik ini terbentuk

kira-kira 8 minggu setelah terjadinya trauma kepala.1,2,6