Kejang Demam baru

34
BAB I STATUS PASIEN IDENTITAS PASIEN Nama : An. G Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 13 bulan Alamat : Kerta Mukti Tanggal MRS : 25-09-2011, Pukul 02.02 WIB Dirawat di : Samolo 3 Kamar II RSUD Kelas B Cianjur ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS) Keluhan Utama : kejang sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS) Keluhan Tambahan : demam, muntah Riw. Peny. Sekarang : ibu pasien membawa pasien ke UGD RSUD Cianjur dengan keluhan kejang sejak 1 jam SMRS. Sebelum kejang pasien menangis kuat. Saat kejang, kedua kaki dan tangan pasien kaku, mata berbalik ke atas dan mulut tertutup, frekuensi kejang 1x, lama < 15 menit. Setelah kejang pasien langsung tertidur. Menurut pengakuan ibu pasien 1

Transcript of Kejang Demam baru

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. G

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 13 bulan

Alamat : Kerta Mukti

Tanggal MRS : 25-09-2011, Pukul 02.02 WIB

Dirawat di : Samolo 3 Kamar II RSUD Kelas B Cianjur

ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS)

Keluhan Utama : kejang sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS)

Keluhan Tambahan : demam, muntah

Riw. Peny. Sekarang : ibu pasien membawa pasien ke UGD RSUD Cianjur dengan

keluhan kejang sejak 1 jam SMRS. Sebelum kejang pasien

menangis kuat. Saat kejang, kedua kaki dan tangan pasien

kaku, mata berbalik ke atas dan mulut tertutup, frekuensi

kejang 1x, lama < 15 menit. Setelah kejang pasien langsung

tertidur. Menurut pengakuan ibu pasien mengalami kejang kali

pertama. Sekitar 18 jam SMRS pasien demam. Demam

dirasakan semakin meningkat dan terus-menerus. 1 hari

SMRS os muntah. Frekuensi muntah 1x, volume sekitar 60 cc

(susu botol kecil), isi muntah cair seperti susu. Sebelum ke

UGD RSUD Cianjur pasien dibawa ke bidan dan sudah diberi

stesolid supp. BAB dan BAK lancar.

1

Riw. Peny. Dahulu : belum pernah mengalami keluhan yang sama seperti ini

Riw. Peny. Keluarga : ibu os menyangkal adanya keluhan yang sama di keluarga,

penyakit turunan seperti epilepsi, DM, hipertensi, penyakit

kanker

Keterangan : : Kejang (An. G)

: Laki-laki

: Perempuan

Riw. Kelahiran : pasien lahir di tolong bidan, lahir cukup bulan, BBL = 3800

gr, PB = 52 cm

Riw. Kehamilan : ibu pasien sering memeriksakan kehamilannya di bidan dan

tidak pernah sakit-sakitan

Riw. Pengobatan : sebelum ke UGD RSUD Cianjur pasien dibawa ke bidan dan

sudah diberi stesolid supp

Riw. Imunisasi : BCG 1x, Hepatitis B 3x, Polio 4x, DPT 3x, Campak 1x

Kesan : imunisasi dasar lengkap

2

Riw. Pekembangan:

Umur Motorik Kasar Motorik Halus Bahasa Sosial

9-12 bulan Merangkak,

berdiri, berjalan

Ingin menyentuh

benda disekitar

Bicara 2-3

kata

Takut dengan

orang lain

Riw. Alergi : tidak ada alergi obat; tidak ada alergi cuaca, debu; tidak ada

alergi makanan (telur, susu, udang)

Riw. Makanan : ASIE (-), umur 1 bulan diberi susu kedelai, umur 4-11 bulan

diberi makanan yang diblender, umur 11 bulan mulai diberi

nasi lunak

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : CM, tampak sakit sedang

TTV : N : 120 x/menit

RR : 32 x/menit

S : 38,9 oC

BB : 12 kg; PB : 80 cm

Status Gizi : BB/U : (+2) – (-2) SD

TB/U : (+2) – (-2) SD

BB/TB : (+2) – (-2) SD

KESAN : Normal

STATUS GENERALIS

Kepala : normocephal (LK = 48 cm), rambut hitam,pendek, distribusi merata, tidak

mudah rontok, tidak mudah dicabut, ubun-ubun datar belum menutup

3

Mata : konjuctiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Hidung : normonasi

Mulut : bibir kering (-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (+), perdarahan gusi (-)

Telinga : normotia, sekret -/-

Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran KGB (-)

Dada : normochest

Paru : I : simetris, pergerakan dada simetris, retraksi intercosta (-)

P : bagian dada yang tertinggal (-)

P : sonor +/+

A : vesikular +/+, rh -/-, wh -/-

Jantung : I : ictus cordis tidak terlihat

P : ictus cordis teraba

P : tidak dilakukan

A : BJ 1 & 2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : I : datar

P : supel, lembut, hepatomegali (-), splenomegali (-), turgor kulit baik

P : timpani

A : bising usus (+)

Ekstremitas : atas bawah

Sianosis : -/- -/-

Akral : hangat hangat

Udem : -/- -/-

Petekie : -/- -/-

4

RCT : < 2” < 2”

Anus : dalam batas normal

Genitalia : dalam batas normal

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS (RANGSANG MENINGENS)

Kaku Kuduk : (-)

Kernig Sign : (-)

Brudzinski 1 : (-)

Brudzinski 2 : (-)

Hasil Lab tanggal 25-09-2011

Hasil Nilai Normal SatuanWBC 7,6 4,8-10,8 103/µLHGB 12,3 14,0-18,0 g/dLHCT 37,6 42,0-52,0 %PLT 170 150-450 106/µL

RESUME :

An. G, 13 bulan, dengan status gizi baik datang dibawa ibunya ke UGD RSUD

Cianjur dengan keluhan kejang jenis tonik-klonik sejak 1 jam SMRS sebanyak 1x, lama < 15

menit. Keluhan disertai demam dan muntah.

Pada PF KU pasien CM, tampak sakit sedang. Suhu = 38,9 oC. Pemeriksaan rangsang

meningens tidak ditemukan adanya kelainan.

Pada PP yang dilakukan di IGD RSUD Cianjur didapatkan hasil DPL dalam batas

normal.

5

WD : Kejang Demam Sederhana

DD : Kejang ec vomitus

Kejang ec ISPA

Meningitis

Encephalitis

Th/ : O2 lembab 1-2 lpm/nasal

IVFD D 1:4 12× 80

96

Diazepam 6 mg IV (pelan-pelan bila kejang)

Taxegram 2 x 600 mg IV

Propiretic supp 3 x 120 mg (bila suhu 38,5 oC)

FOLLOW UP

Tgl/Jam S O A P26-09-1108.00 WIB

Kejang (-), demam (-)

HR : 120 x/menitRR : 30 x/menitS : 37,1 oC

KDS O2 lembab 1-2 lpm/nasal

IVFD D 1-4 12× 80

96 Diazepam 6 mg IV

pelan-pelan bila kejang Taxegram 2x600 mg IV Propiretic supp 3x120

mg (bila suhu 38,5 oC)27-09-1108.00 WIB

Kejang (-), demam (+), mencret 2x

HR : 124 x/menitRR : 26 x/menitS : 39,8 oC

KDS Th/ teruskan

28-09-1108.00 WIB

PASIEN PULPAK

6

TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG DEMAM

DEFINISI

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

rectal diatas 38 oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam

merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama pada

golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Menurut Consensus statement on febrile seizures

(1980), kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang berhubungan dengan

demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak

yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk

dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi,yaitu yang ditandai

denagn kejang berulang tanpa demam.

Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,

ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan

kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat.

Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam

sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi

triggered of by fever).

Hampir 3% daripada anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderitanya

(Millichap, 1968). Wegman (1939) dan Millichap (1959) dari percobaan binatang

berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya bangkitan kejang.

Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya

suhu meningkat (Wegman, 1939; Prichard dan McGreal, 1958). Faktor hereditas juga

mempunyai peranan. Lennox-Buchthal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap

bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak

sempurna. Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai

riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3%.

KLASIFIKASI KEJANG DEMAM (KD)

Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam

sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan berlangsung umum, dan kejang

demam kompleks, yang berlangsung kurang dari 15 menit, fokal, atau multiple (lebih dari 1

7

kali kejang dalam 24 jam). Kriteria penggolongan tersebut dikemukan oleh berbagai pakar.

Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut

jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekam

otak dan lainnya.

  I.   Kalsifikasi KD menurut Prichard dan Mc Greal

Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:

1. Kejang demam sederhana

2. Kejang demam tidak khas

Ciri–ciri kejang demam sederhana ialah:

1. Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang kejang

sama seperti yang kanan

2. Usia penderita antara 6 bulan - 4 tahun

3. Suhu 100F (37,78 oC) atau lebih

4. Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit

5. Keadaan neurology (fs saraf) normal dan setelah kejang juga tetap normal

6. EEG (electro encephalography – rekaman otak) yang dibuat setelah tidak demam adalah

normal

Kejang demam yang tidak memenuhi butir tersebut diatas digolongkan sebagai kejang

demam tidak khas.

II.   Klasifikasi KD menurut Livingston

Livingston membagi dalam:

1. KD sederhana

2. Epilepsy yang dicetuskan oleh demam

Ciri-ciri KD sederhana:

1. Kejang bersifat umum

2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)

8

3. Usia waktu KD pertama muncul kurang dari 6 tahun

4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun

5. EEG normal

KD yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas digolongkan sebagai epilepsy yang

dicetuskan oleh demam

III. Klasifikasi KD menurut Fukuyama

Fukuyama juga membagi KD menjadi 2 golongan, yaitu:

1. KD sederhana

2. KD kompleks

Ciri-ciri KD sederhana menurut Fukuyama:

1. Pada keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy

2. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun

3. Serangan KD yang pertama terjadi antara usia 6 bulan - 6 tahun

4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari  20menit

5. Kejang tidak bersifat fokal

6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang

7. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologist atau abnormalitas

perkembangan

8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat

KD yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut diatas digolongkan sebagai KD jenis

kompleks .

Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI – RSCM  Jakarta, menggunakan kriteria

Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman untuak membuat diagnosis kejang

demam sederhana, yaitu:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit

3. Kejang bersifat umum

9

4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak

menunjukkan kelainan

7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali

KD yang tidak memenuhi kriteria diatas digolongkan sebagai epilepsi yang diprovokasi

oleh demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang

menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus.

FAKTOR RESIKO

Faktor resiko pertama yang penting pada kejang demam adalah demam. Selain itu juga

terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan

terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam pengawasan khusus, dan kadar natrium

rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali

rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Resiko

rekurensi meningkat pada usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,

temperature yang sangat rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat

keluarga epilepsi.

Dua puluh sampai 25% penderita kejang demam mempunyai keluarga dekat (orang-tua

dan saudara kandung) yang juga pernah menderita kejang demam. Tsuboi  mendapatkan

bahwa insiden kejang demam pada orang tua penderita kejang demam ialah 17% dan pada

saudara kandungnya 22%. Delapan-puluh persen dari kembar monosigot dengan kejang

demam adalah konkordans untuk kejang demam. Kebanyakan peneliti mendapat kesan

bahwa kejang demam diturunkan secara dominan dengan penetrasi yang mengurang dan

ekspresi yang bervariasi, atau melalui modus poligenik.

Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung berikutnya untuk mendapat

kejang demam ialah 10%. Namun bila satu dari orang-tuanya dan satu saudara pernah pula

mengalami KD, kemungkinan ini meningkat menjadi 50%.

Penelitian  Prof. Dr. dr. S. M. Lumbantobing juga memperoleh data riwayat keluarga

pada 231 penderita KD. Dari mereka ini 60 penderita merupakan anak tunggal waktu

diperiksa. Sedang 221 penderita lainnya - yang mempunyai satu atau lebih saudara kandung -

79 penderita (36%) mempunyai satu atau lebih saudara kandung yang pemah mengalami

10

kejang yang disertai demam. Jumlah seluruh saudara kandung dari 221 penderita ini ialah 812

orang, dan 119 (14,7%) di antaranya pernah mengalami kejang yang disertai demam.

ETIOLOGI

Terdapat tiga faktor utama yang dapat menyebabkan kejang demam yaitu :

1) Faktor Demam

Cepatnya peningkatan suhu tubuh berperan penting terjadinya kejang demam.

Panas yang berperan pada kejang demam :

Infeksi saluran pernapasan

Infeksi saluran pencernaan

Infeksi saluran kemih

Pasca imunisasi

Derajat demam 75% anak dengan demam ≥ 39°C dan 25% anak dengan demam >

40°C

2) Faktor Umur

Umumnya kejang demam pada umur 6 bulan – 6 tahun

Puncak tertinggi umur 17 – 23 bulan

85 % kejang demam pertama terjadi pada umur < 4 tahun

Kejang demam sebelum umur 5-6 bulan mungkin infeksi SSP

Kejang demam menetap diatas umum 6 tahun pertimbangan Febrile Seizure plus

(FS +).

3) Faktor Gen

Faktor gen berperan penting pada kejang demam

Anamnesis kejang demam pada famili 7,5 %

Risiko kejang demam pada saudara 2-3 x > dari penduduk

Risiko selanjutnya pada turunan dengan satu anak penderita Kejang demam 10 %

Risiko meningkat 5 % jika orangtua menderita kejang demam

Penurunan gen kejang demam yaitu dominan, resesive

Peranan fektor gen sehubungan dengan mutasi reseptor GABA.

11

Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti. Ada

beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam, yaitu:

1. Demamnya sendiri

2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak

3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi

4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit

5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan atau yang tidak diketahui atau

ensefalopati toksik sepintas

6. Gabungan semua faktor diatas

Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam.

Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam.

Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi pertusis (DPT) dan morbili

(campak).

Dari penelitian yang telah dilakukan Prof. Dr. dr. S. M. Lumbantobing pada 297

penderita   kejang    demam,  66 (22,2%)   penderita   tidak  diketahui penyebabnya. Penyebab

utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan. Ada penderita yang mengalami

kelainan pada lebih dari satu bagian tubuhnya, misalnya tonsilo-faringitis dan otrtis media

akut. (lihat tabel).

Penyebab demam pada 297 penderita KD

Penyebab demam Jumlah penderita

Tonsilitis dan/atau faringitisOtitis media akut (radang liang telinga tengah)Enteritis/gastroenteritis (radang saluran cerna)Enteritis/gastroenteritis disertai dehidrasiBronkitis (radang saiuran nafas)Bronkopeneumonia (radang paru dan saluran nafas)Morbili (campak)Varisela (cacar air)Dengue (demam berdarah)Tidak diketahui

10091

22

441738

121166

12

Pernah dilaporkan bahwa infeksi tertentu lebih sering disertai KD daripada infeksi

lainnya. Sekitar 4,8% - 45% penderita gastroenteritis oteh kuman Shigella mengaiami KD

dibanding gastroenteritis oieh kuman penyebab lainnya di mana angka kejadian KD hanya

sekitar 1%.

Lahat dkk, 1984 mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian KD pada shigellosis

dan salmonellosis mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun yang dihasilkan kuman

bersangkutan.

PATOFISIOLOGI

Meskipun mekanisme pasti terjadinya kejang tidak diketahui, beberapa faktor fisiologis

dianggap bertanggung jawab atas berkembangnya suatu kejang.

Untuk mempertahankan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi yang didapat

dari metabolisme. Bahan baku untuk memetabolisme otak yang terpenting adalah glukosa.

Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-

paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah

glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipid dan

permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui

dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan

elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya kosentrasi K+ dalam sel neuron tinggi

dan konsentrasi Na+ menjadi rendah sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya.

Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan

potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan

petensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat

pada permukaan sel.

Keseimbangan petensial membran ini dapat diubah oleh adanya:

1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.

2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik

dari sekitarnya.

3. Perubahan dari patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam, kenaikan 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal

10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh

13

tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, dan dalam waktu

yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium listrik. Lepas muatan listrik ini demikian

besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran tetangganya dengan

bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai

ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang

anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang

yang rendah, kejang sudah dapat terjadi pada suhu 38 oC, sedangkan pada anak dengan

ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu 40 oC atau lebih.

Pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya

kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet sedangkan otot pernafasan tidak

efisien sehingga tidak sempat bernafas yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea,

hipoglikemia, laktat asidosis disebabkan metabolisme anaerob, hipotensi artenal disertai

denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang semakin meningkat oleh karena

meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga

meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul oedem otak yang mengakibatkan kerusakan sel

neuron.

Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering

terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga di dalam penanggulangannya perlu

diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita menjadi kejang.

MANIFESTASI KLINIK

Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan

biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39 oC atau lebih (rectal). Umumnya kejang

berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi

seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan,gerakan sentakan

berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.

Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% yang

berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah mendapat

pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek, mengantuk, tertidur pulas,

dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau disebut periode mengantuk singkat

pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali

tanpa defisit neurologis.

14

Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat fokal atau

unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh sementara pasca serangan

kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama

dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama

biasanya lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.

DIAGNOSIS

Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang telah

dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf Anak IKA

FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15menit

3. Kejang bersifat umum

4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak

menunjukkan kelainan

7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi  4 kali

Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam, dengan

adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan gejala neurologis

lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu diingat bahwa kejang dengan

suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput

otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis)

Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama dan dengan usia kurang dari 1

tahun. Elektroensefalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai prognostic, EEG tidak

dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsy atau kejang demam

berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang

demam sederhana. Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk

mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare, muntah dan gangguan

keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan  metabolisme akut, sehingga

15

pemeriksaan elektrolit diperlukan. Pemeriksaan labratorium lain perlu dilakukan untuk

mencari penyebab timbulnya demam.

DIAGNOSIS BANDING

    Epilepsi

    Meningitis

    Ensefalitis

PENATALAKSANAAN

Menurut dr. Dwi P. Widodo, neurolog anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta,

tindakan awal yang mesti dilakukan adalah menempatkan anak pada posisi miring dan

hangat. Setelah air menguap, demam akan turun. Tidak perlu memasukkan apa pun di antara

gigi. Jangan memasukkan sendok atau jari ke dalam mulut anak untuk mencegah lidahnya

tergigit. Hal ini tidak ada gunanya, justru berbahaya karena gigi dapat patah atau jari luka.

Miringkan posisi anak sehingga ia tidak tersedak air liurnya. Jangan mencoba menahan

gerakan anak. Turunkan demam dengan membuka baju dan menyeka anak dengan air sedikit.

Ada 3 hal yang perlu dikerjakan pada penatalaksanaan kejang demam yaitu:

1. Pengobatan fase akut

2. Mencari dan mengobati penyebab

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Pengobatan fase akut

Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan

dan diusahakan jalan nafas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital

seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang

tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik.

Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama pengobatan adalah

mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu pemberian obat – obatan antipiretik

sanagt diperlukan. Obat – obat yang dapat digunakan sebagai antipiretik adalah asetaminofen

10 - 15 mg/kgBB/hari setiap 4 – 6 jam atau ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/hari setiap 4 – 6 jam.

Diazepam adalah obat yang paling cepat menghentikan kejang. Efek terapeutik

diazepam sangat cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5 menit dan efek toksik yang serius

16

hampir tidak dijumpai apa bila diberikan secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg

persuntikan. Diazepam  dapat  diberikan secara intravena dan intrarectal. Dosis diazepam

intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20

mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan

bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut.

Pemberian diazepam secara intravena pada anak yang kejang seringkali menyulitkan,

cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif melalui rektum telah dibuktikan

keampuhannya (Knudsen, 1979; Ismael dkk., 1981; Kaspari dkk., 1981). Pemberian

dilakukan pada anak/bayi dalam posisi miring/menungging dan dengan rektiol yang ujungnya

diolesi vaselin, dimasukkaniah pipa saluran keluar rektiol ke rektum sedalam 3 - 5 cm.

Kemudian rektiol dipijat hingga kosong betul dan selanjutnya untuk beberapa menit lubang

dubur ditutup dengan cara merapatkan kedua muskulus gluteus. Dosis diazepam intrarectal

yg dapat digunakan adalah 5 mg (BB <10 kg) atau 10 mg (BB >10 kg). Bila kejang tidak

berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian, bila tidak berhenti juga berikan fenitoin

dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit.

Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena

fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.

Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital yang langsung

diberikan setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan – 1 tahun  50 mg  dan 1

tahun keatas 75 mg secara intramuscular. Lalu 4 jam kemudian diberikan fenobarbital dosis

rumatan. Untuk 2 hari pertama diberikan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis,

untuk hari-hari berikutnya dengan dosis  4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan

belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik peroral. Harus

diperhatikan bahwa dosis total tidak boleh melebihi 200 mg/hari karena efek sampingnya

adalah hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernafasan.

Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian

kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai

meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.

Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu:

17

1. Profilaksis intermiten

Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita yang

menderita kejang demam sederhana diberikan diazepam secara oral untuk profilaksis

intermiten dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam.

Diazepam dapat juga diberikan secara intrarectal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB<10 kg)

dan 10 mg (BB >10kg) setiap pasien menunjukan suhu lebih dari 38,5 oC.

Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk

menderita kejang demam sedarhana sangat kecil, yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.

2. Profilaksis jangka panjang

Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik

yang stabil  dan cukup  didalam  darah  penderita  untuk  mencegah  terulangnya kejang

demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah

terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan

fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah

asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus

diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.

Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau

2) yaitu:

1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau

perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal, retardasi mental).

2.  Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis

sementara atau menetap.

3.  Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.

4.  Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang

multipel dalam satu episode demam.

Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka

panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam

oral alau rektal tiap 8 jam di samping antipiretik.

Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang

mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai

berikut :

18

Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan

terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.

Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris,

karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.

Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.

Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan khusus.

Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas

kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan

jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa

penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit.

Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk

meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat,

atau anak terus tampak lemas.  

Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poin-

poin di atas adalah sebagai berikut :

Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat

Pemberian oksigen melalui face mask

Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah

terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus

Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti

kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan pemeriksaan ini

pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk,

lemas) yang berkelanjutan.

Imunisasi dan kejang demam

Walaupun imunisasi dapat menimbulkan demam, namun imunisasi jarang diikuti

kejang demam. Suatu penelitian yang dilakukan memperlihatkan risiko kejang demam pada

beberapa jenis imunisasi sebagai berikut:

·   DPT : 6-9 per 100.000 imunisasi. Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun

setelahnya.  

19

·   MMR : 25-34 per 100.000 imunisasi. Risiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.

Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih

besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi

kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Jadi kejang demam bukan

merupakan kontra indikasi imunisasi.

PROGNOSIS

Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak

perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang

berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Apabila melihat

pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal (1973) mendapatkan:

Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan pria

33%.

Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang,

terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang 25%.

Angka kejadian epilepsi berbeda-beda, tergantung dari cara penelitian, misalnya

Lumbantobing (1975) pada penelitiannya mendapatkan 6%, sedangkan Living-ston (1954)

mendapatkan dari golongan kejang demam sederhana hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan

dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh demam temyata 97% yang menjadi epilepsi.

Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam

tergantung dari faktor:

1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.

2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang

demam.

3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan

mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau

tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2% - 3% saja

("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981"). Pada penelitian yang dilakukan oleh The

National Collaboratlve Perinatal Project di Amerika Serikat , dalam hal mana 1.706 anak

20

pasca kejang demam diikuti perkembangannya sampai usia 7 tahun, tidak

didapatkan kematian sebagai akibat kejang demam. Anak dengan kejang demam ini lalu

bandingkan dengan saudara kandungnya yang normal, terhadap tes IQ dengan menggunakan

WISC. Angka rata-rata untuk IQ total ialah 93 pada anak yang pernah mendapat kejang

demam. Skor ini tidak berbeda bermakna dari saudara kandungnya (kontrol). Anak

yang .sebelum terjadinya kejang demam sudah abnormal atau dicurigai menunjukkan gejala

yang abnormal, rnempunyai skor yang lebih rendah daripada saudara kandungnya. Hasil yang

diperoleh the National Collaborative Perinatal Project ini hampir serupa dengan yang

didapatkan di Inggris oleh The National Child Development-Study. Didapatkan bahwa anak

yang pernah mengaiami KD kinerjanya tidak berbeda dengan populasi umum waktu di tes

pada usia 7 dan 11 tahun.

Pada penelitian Ellenberg dan Nelson mendapatkan tidak ada perbedaan IQ waktu

diperiksa pada usia 7 tahun antara anak dengan KD dan kembarannya yang tanpa kejang

demam.

1) Risiko berulangnya kejang demam

Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya

kejang demam adalah :

- Riwayat kejang demam di keluarga

- Usia saat kejang demam pertama < 14 bulan

- Tingginya suhu tubuh saat kejang

- Lamanya demam

2) Risiko terjadinya epilepsy dikemudian hari

- Gangguan perkembangan saraf

- Kejang demam kompleks

- Riwayat epilepsy dalam keluarga

- Lamanya demam

3) Risiko mengalami kecacatan

Kejadian kecacatan dan kematian sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah

dilaporkan.

21

Pemeriksaan Tanda Radang Meningens

1. KAKU KUDUK

Cara : Pasien terlentang, fleksi ekstensi kepala

Penilaian : Adanya kekakuan / tahanan

2. KERNIG’S SIGN

Cara : Pasien terlentang, fleksi panggul, ekstensi sendi lutut.

Penilaian : Nyeri / tahanan L < 1350

3. BRUDZINSKI I

Cara : Fleksi kepala sejauh mungkin dengan cepat

Penilaian : Fleksi involunter kedua tungkai

4. BRUDZINSKI II

Cara : Fleksi pasif coxae dan lutut

Penilaian : Fleksi involunter tungkai kontralateral

5. BRUDZINSKI III

Cara : Tekan os zygomatikus

Penilaian : Fleksi invol.eks.sup

6. BRUDZINSKI IV

Cara : Tekan SOP

Penilaian : Fleksi invol.eks.inf

Rangsang meningeal (+) pada :

• Radang selaput otak = meningitis

• Perdarahan subrakhnoid

22

1350

DAFTAR PUSTAKA

1. Tumbelaka,Alan R.,Trihono, Partini P.,Kurniati,Nia.,Putro Widodo,Dwi.   Penanganan Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVII.Cetakan pertama,FKUI-RSCM.Jakara,2005

2. Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007

3. Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topic In Pediaeric II : Kejang Pada Anak. Cetakan ke2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2002.

4. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan Anak : Kejang Demam. 18 edition. EGC, Jakarta  2007.

5. Fleisher, Gary R, M.D., Stephen Ludwig, M.G. Text Book Of Pediatric Emergency Medicine : Seizures. Williams & Wilkins Baltimore. London

6. Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setyowulan. Kapita Selekta Kedokteran : Kejang Demam. Edisi ke 3 Jilid 2. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2000.

7. Gary R. Fleisher, Stephen Ludwig. Textbook of Pediatric Emergency Medicine 4th edition (January 15, 2000).Seizures. Lippincott, Williams & Wilkins,USA,2000

8. Pudjiadi, Antonius H, dkk, Pedoman Pelayan Medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia: Kejang Demam, jilid 1, hlm. 150-153, Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta 2010  

9. Kejang Demam,Guideline http://www.sehatgroup.web.id/artikel/1089.asp?FNM=1089 9 .

10. Acute Management of Infants and Children with Seizures. December 2004 http://www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf

11. Prodigy Guidance - Febrile convulsion. April 2005. http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=Febrile%20convulsion

23