Kejang demam

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya. Kejang merupakan salah satu darurat medik yang harus segera diatasi. Kejang didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak paroksismal yang dapat dilihat sebagai kehilangan kesadaran, aktivitas motorik abnormal, kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi autonom. 1,2 Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi, disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak sama, tergantung dari nilai ambang kejang masing-masing. Setiap serangan kejang pada anak harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat apalagi pada kasus kejang yang berlangsung lama dan berulang. Karena keterlambatan dan kesalahan prosedur akan mengakibatkan gejala sisa pada anak atau bahkan menyebabkan kematian. Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika 1

description

Kejang demam

Transcript of Kejang demam

Page 1: Kejang demam

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa

penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang

berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya.

Kejang merupakan salah satu darurat medik yang harus segera diatasi.

Kejang didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak paroksismal yang dapat dilihat

sebagai kehilangan kesadaran, aktivitas motorik abnormal, kelainan perilaku,

gangguan sensoris, atau disfungsi autonom. 1,2 Kejang demam adalah kejang yang

terjadi pada suhu badan yang tinggi, disebabkan oleh kelainan ekstrakranial.

Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak sama,

tergantung dari nilai ambang kejang masing-masing. Setiap serangan kejang pada

anak harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat apalagi pada kasus kejang

yang berlangsung lama dan berulang. Karena keterlambatan dan kesalahan

prosedur akan mengakibatkan gejala sisa pada anak atau bahkan menyebabkan

kematian.

Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari jumlah

penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan

penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% diantara jumlah penderita mengalami

kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis

kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.

Penderita pada umumnya mempunyai riwayat keluarga (orang tua atau saudara

kandung) penderita kejang demam.2

1.2. Tujuan

Mahasiswa kepaniteraan klinik senior dapat mampu

mengetahui,memahami, dan menjelaskan tentang :

1. Definisi Kejang demam

2. Epidemiologi Kejang demam

1

Page 2: Kejang demam

3. Etiologi Kejang demam

4. Mekanisme Kejang demam

5. Patofisologi Kejang demam

6. Gejala Klinis Kejang demam

7. Diagnosa Kejang demam

8. Penatalaksanaan Kejang demam

9. Prognosis Kejang demam

1.3. Manfaat

Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mempelajari,

mengidentifikasi, dan mengembangkan teori yang telah disampaikan mengenai

Kejang demam.

2

Page 3: Kejang demam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal di atas 38˚C) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium.1

Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts

Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis) adalah kejang yang

disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan

saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa

riwayat kejang sebelumnya.1,2

2.2. Epidemiologi

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.2 Anak

yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali

tidak termasuk dalam kejang demam.3 Kejang disertai demam pada bayi berumur

kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.3 Bila anak berumur

kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam,

pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan

terjadi bersama demam.2,3

2.3. Klasifikasi

Menurut kriteria Nationall Collaborative Perinatal Project, klasifikasi

Kejang demam, yaitu :

1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)

Kejang demam sederhana Kejang demam yang berlangsung

singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang

berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak

berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80%

di antara seluruh kejang demam.3,4

2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

3

Page 4: Kejang demam

Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:

1. Kejang lama > 15 menit

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang

parsial

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau

kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar.

Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.4,5

Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang

didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1

hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di

antara anak yang mengalami kejang demam.6

2.4. Patofisiologi

Mekanisme dasar terjadinya kejang akibat loncatan muatan listrik yang

berlebihan muatan listrik yang berlebihan dan sinkron pada otak atau depolarisasi

otak yang mengakibatkan gerakan yang berulang. Terjadinya depolarisasi pada

syaraf akibat masukknya Natrium dan depolarisasi terjadi karena keluarnya

kalium melalui membran sel. Untuk mempertahankan potensial membran

memerlukan energi yang berasal dari ATP dan tergantung pada mekanisme

pompa yaitu keluarnya Natrium dan masuknya kalium.2,7,8

Depolarisasi yang berlebihan dapat terjadi paling tidak akibat beberpa hal:

1. Gangguan produksi energi energi dapat mengakibatkan gangguan

mekanisme pompa Natrium dan Kalium. Hipoksemia dan mengakibatkan

penurunan yang tajam produksi energi.

2. Peningkatan eksitasi dibanding inhibisi neurotransmitter dapat

mengakibatkan kecepatan depolarisasi yang berlebihan.2,9

Perubahan fisiologis selama kejang berupa penurunan yang tajam kadar

glukosa otak dibanding kadar glukosa darah yang tetap normal atau meningkat

disertai peningkatan laktat. Keadaan ini menunjukkan mekanisme transportasi

pada otak tidak dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan yang ada. Kebutuhan

oksigen dan aliran darah otak juga meningkat untuk mencukupi kebutuhan

oksigen dan g;ukosa. Laktat terakumulasi selama terjadi kejang. Dan PH arteri

4

Page 5: Kejang demam

sangat menurun. Tekanan darah sistemik meningkat dan aliran darah otak naik.

Efek dramatis jangka pendek ini diikuti oleh penurunan struktur sel dan hubungan

sinaptik.2,9

Fenomena kejang pada BBL dijelaskan oleh Volpe karena keadaan

anatomi dan fisiologi pada masa perinatal yang sebagai berikut:

Keadaan Anatomi susunan Syaraf pusat perinatal:

- Susunan dendrit dan remifikasi axonal yang masih dalam proses

pertumbuhan.

- Sinaptogensis belum sempurna

- Mielinisasi pada sistem efferent di cortical belum lengkap.

Keadaan fifiologis perinatal :

- Sinaps exitatori berkembang mendahului inhibisi

- Neuron kortikal dan hipocampal masih imatur.

- Inhibisi kejang oleh sistim substansia nigra belum berkembang.

Tabel 1. Mekanisme penyebab kejang pada BBL

Kemungkinan penyebab Kelainan

Kegagalan mekanisme pompa

Natrium dan Kalium akibat

penurunan ATP

Hipoksemi-iskemik,

Hipoglikemia

Eksitasi neurotransmitter yang

berlebihan

Hipoksemi-iskemik,

Hipoglikemia

Penurunan inhibisi neurotransmitter Ketergantungan piridoksin

Kelainan membran sel yang

mengakibatkan kenaikan

permebilitas Natrium.

Hipokalsemia dan

Hipomagnesemia.

2.5. Gejala Klinis

Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang

klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah

kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah

beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit

5

Page 6: Kejang demam

neurologis. Kejang demam diikuti hemiparesis sementara (Hemeparesis Tood)

yang berlangsung beberapa jam sampai hari. Kejang unilateral yang lama dapat

diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama

lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Kejang berulang dalam 24

jam ditemukan pada 16% pasien.10,11

Gambar 1. Serangan Kejang

Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya

berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 39°C atau lebih. Kejang khas yang

menyeluruh, tonik-klonik beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode

mengantuk singkat pasca-kejang. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15

menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang

memerlukan pengamatan menyeluruh.12

2.6. Diagnosa

Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis

kejang demam antara lain:4,11,13

1. Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung

diagnosis ke arah kejang demam, seperti:

- Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang,

suhu sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang,

penyebab demam diluar susunan saraf pusat.

- Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam,

seperti genetik, menderita penyakit tertentu yang disertai demam

tinggi, serangan kejang pertama disertai suhu dibawah 39° C.

6

Page 7: Kejang demam

- Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam

berulang adalah usia <15 bulan saat kejang demam pertama,

riwayat kejang demam dalam keluarga, kejang segera setelah

demam atau saat suhu sudah relatif normal, riwayat demam yang

sering, kejang demam pertama berupa kejang demam kompleks.

2. Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah:

- Suhu tubuh mencapai 39°C.

- Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang.

- Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan

lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala

kejang tergantung pada jenis kejang.

- Kulit pucat dan mungkin menjadi biru.

- Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar.

2.7. Pemeriksaan Penunjang

2.7.1. Pemeriksaan laboratorium13

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang

demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi

penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi

disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya

darah perifer, elektrolit dan gula darah (level II-2 dan level III,

rekomendasi D).2,8

2.7.2. Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk me-negakkan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis

bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk

menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi

klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:2,9

1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan

2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan

3. Bayi > 18 bulan tidak rutin

7

Page 8: Kejang demam

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi

lumbal.2,9

2.7.3. Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi

berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi

pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan (level

II-2, rekomendasi E). 2,9

Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang

demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam pada anak usia lebih

dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.23

2.7.4. Pencitraan

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-

scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,

tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:11

1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

2. Paresis nervus VI

3. Papiledema13,14,15

2.8. Penatalaksanaan

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien

datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat

yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang

diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg

perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,

dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh

orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal (level II-2, level II-3,

rekomendasi B). Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam

rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg

untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg

untuk anak dibawah usia 8 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3

tahun. 15,16,

8

Page 9: Kejang demam

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat

diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.

Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan

ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan

dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin

secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1

mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis

selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.17,18

Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat

di ruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat

selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam

sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.

1. Pemberian obat pada saat demam

a. Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi

risiko terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para

ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level

III, rekomendasi B). Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 –15

mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis

Ibuprofen 5-10 mg/ kg/kali ,3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam

asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak

kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak

dianjurkan (level III, rekomendasi E). 18

b. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat

demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus,

begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada

suhu > 38,5 ˚C (level I, rekomendasi A). Dosis tersebut cukup tinggi

dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada

25-39% kasus. 18

9

Page 10: Kejang demam

Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak

berguna untuk mencegah kejang demam (level II rekomendasi E).17

2. Pemberian obat rumat

a. Indikasi pemberian obat rumat

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan

ciri sebagai berikut (salah satu):

1. Kejang lama > 15 menit

2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah

kejang, isalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi

mental, hidrosefalus.

3. Kejang fokal

4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila: 2,23

• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.

• Kejang demam > 4 kali per tahun

o Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam >15 menit

merupakan indikasi pengobatan rumat

o Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan

perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat

o Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak

mempunyai fokus organik.

b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif

dalam menurunkan risiko berulangnya kejang (level I). Berdasarkan

bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan

obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya

diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek

(rekomendasi D). Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat

menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50%

kasus.

10

Page 11: Kejang demam

Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,

terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat

menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40

mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam

1-2 dosis.5,7,10

c. Lama pengobatan rumat

Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian

Dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5,17

3. Edukasi pada orang tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua.

Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah

meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:

a. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.

b. Memberitahukan cara penanganan kejang

c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus

diingat danya efek samping obat.11

4. Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

a. Tetap tenang dan tidak panik

b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.

Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun

kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.

d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

e. Tetap bersama pasien selama kejang

f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

g. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau

lebih.17

2.9. Prognosis

1. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis.

11

Page 12: Kejang demam

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah

dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal

pada pasien yang sebelumnya normal.

Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis

pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus

dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.11,12

2. Kemungkinan mengalami kematian

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.

3. Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus.

Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :

- Riwayat kejang demam dalam keluarga

- Usia kurang dari 12 bulan

- Temperatur yang rendah saat kejang

- Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang

demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut

kemungkinan berulangnya kejang demam. Hanya 10%-15%. Kemungkinan

berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.5,15

BAB III

PENUTUP

12

Page 13: Kejang demam

Penatalaksanaan kejang demam pada anak mencakup dalam tiga hal :

1. Pengobatan fase akut yaitu membebaskan jalan nafas dan memantau fungsi

vital tubuh. Saat ini diazepam intravena atau rektal merupakan obat pilihan utama,

oleh karena mempunyai masa kerja yang singkat. Jika tidak ada diazepam, dapat

digunakan luminal suntikan intramuskular ataupun yang lebih praktis midazolam

intranasal.

2. Mencari dan mengobati penyebab dengan melakukan pemeriksaan pungsi

lumbal pada saat pertama sekali kejang demam. Fungsi lumbal juga dianjurkan

pada anak usia kurang dari 2 tahun karena gejala neurologis sulit ditemukan.

Pemeriksaan laboratorium penunjang lain dilakukan

sesuai indikasi.

3. Pengobatan profilaksis

a. Intermittent : anti konvulsan segera diberikan pada waktu pasien demam (suhu

rektal lebih dari 380 C) dengan menggunakan diazepam oral / rektal, klonazepam

atau kloralhidrat supositoria.

b. Terus menerus, dengan memberikan fenobarbital atau asam valproat tiap hari

untuk mencegah berulangnya kejang demam. Pemberian obat-obatan untuk

penatalaksanaan kejang demam pada anak, harus dipertimbangkan antara khasiat

terapeutik obat dan efek sampingnya.

DAFTAR PUSTAKA

13

Page 14: Kejang demam

1. Ismael S. KPPIK-XI, 1983; Soetomenggolo TS. Buku Ajar Neurologi

Anak 1999.

2. Nelson KB dan Ellenberg JH. Prognosis in children with febrile seizure.

Pediatr 1978; 61:720-7.

3. Annegers JF, Hauser W, Shirts SB, Kurland LT. Factors prognostic of

unprovoked seizures after febrile convulsions. NEJM1987; 316:493-8.

4. Shinnar S. Febrile seizures Dalam: Swaiman KS, Ashwal S,eds. Pediatric

Neurology principles and practice.St Lois: Mosby 1999. h. 676-82.

5. Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion.

HK J Paediatr 2002;7:143-151

6. Dieckman J. Rectal diazepam for prehospital status epilepticus. An Emerg

Med 1994; 23:216-24

7. Knudsen FU. Practical management approaches to simple and complex

febrile seizures. Dalam: Baram TZ, Shinnar S, eds, Febrile seizures. San

Diego: Academic Press 2002. h. 1-20.

8. Soetomenggolo TS. Buku Ajar Neurologi Anak.1999

9. Fukuyama Y, dkk. Practical guidelines for physician in the management of

febrile seizures. Brain Dev 1996; 18:479-484.

10. Camfield PR, dkk. The first febrile seizures-Antipyretic instruction plus

either phenobarbital or Placebo to prevent recurrence. J Pediatr 1980;

97:16-21.

11. Uhari M, dkk. Effect of acetaminophen and of low intermittent doses of

diazepam on Prevention of recurrences of febrile seizures. J Pediatr 1995;

126:991-5.

12. Kesepakatan Saraf Anak, 2005

13. Rosman NP dkk. A controlled trial of diazepam administered during

febrile illneses to prevent Recurrence of febrile seizures. NEJM

1993;329:79-84

14. Zempsky WT. Pediatrics, febrile seizures.

Http://www.emedicine.com/emerg/topic 376.htm.

14

Page 15: Kejang demam

15. Stafstrom CE. The incidence and prevalence of febrile seizures. Dalam:

Baram TZ, Shinnar S, eds, febrile seizures, San Diego: Academic Press

2002. h. 1-20.

16. Hardiono D Pusponegoro, Dwi Putro Widodo, Sofyan Ismael. 2009. Unit

Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.

17. M. Sholeha Kosim, dkk. 2010. Buku Ajar Neonatologi. Cetakan Kedua.

Ikatan Dokter anak Indonesia. Badan penerbit IDAI.

18. Knudsen FU. Intermitten diazepam prophylaxis in febrile convulsions:

Pros and cos. Acta Neurol Scand 1991; 83(suppl.135):1-24.

15