Kejang Demam

26
BAB I PENDAHULUAN Kejang demam merupakan salah satu masalah neurologis yang paling sering ditemukan pada anak. Terminologi kejang demam banyak mengalami perubahan seiring dengan perkembangan teknologi. Pada tahun 1949, Lennox mengatakan bahwa febrile convulsion ialah kelainan patologis pada otak akibat deficit neurologis baik bersifat transient ataupun permanen. Sedangkan menurut Robinson tahun 1991, kejang demam merupakan bangkitan kejang dengan prognosis yang baik (Robinson, 1991). Berdasarkan definisi dari The international League Against Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993), kejang demam adalah kejang yang disebabkan oleh kenaikan suhu tubuh lebih dari 38.4 o C tanpa adanya infeksi susunan syaraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia diatas 1 bulan tanpa riwayat kejang demam sebelumnya (Pusponegoro et. al., 2006). Kejadian kejang demam tergantung pada usia. 85% kejang demam pertama terjadi pada anak sebelum berusia 4 tahun, terutama 17-23 bulan. Jarang yang mengalami kejang 1

description

kejang demam

Transcript of Kejang Demam

Page 1: Kejang Demam

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam merupakan salah satu masalah neurologis yang paling sering

ditemukan pada anak. Terminologi kejang demam banyak mengalami perubahan

seiring dengan perkembangan teknologi. Pada tahun 1949, Lennox mengatakan

bahwa febrile convulsion ialah kelainan patologis pada otak akibat deficit neurologis

baik bersifat transient ataupun permanen. Sedangkan menurut Robinson tahun 1991,

kejang demam merupakan bangkitan kejang dengan prognosis yang baik (Robinson,

1991).

Berdasarkan definisi dari The international League Against Epilepsy

(Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993), kejang demam adalah kejang

yang disebabkan oleh kenaikan suhu tubuh lebih dari 38.4oC tanpa adanya infeksi

susunan syaraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia diatas 1 bulan

tanpa riwayat kejang demam sebelumnya (Pusponegoro et. al., 2006).

Kejadian kejang demam tergantung pada usia. 85% kejang demam pertama

terjadi pada anak sebelum berusia 4 tahun, terutama 17-23 bulan. Jarang yang

mengalami kejang demam pertama sebelum usia 5-6 bulan atau setelah usia 5-8 tahun

(Soetomenggolo, 2000).

2-5% anak pernah mengalami kejang demam minimal 1 kali, biasanya kejang

demam tipe sederhana. Kejang demam tipe sederhana tidak memiliki resiko

mortalitas yang tinggi meskipun memiliki riwayat pada keluarga. Sedangkan kejang

demam tipe kompleks memiliki resiko mortalitas 2 kali lipat setelah 2 tahun

menderita kejang demam, hal ini disebabkan oleh coexisting factors (Mikati, 2011).

Diantara anak-anak yang mengalami kejang demam sekitar 70-75% ialah kejang

demam sederhana, 20-25% kejang demam kompleks dan sekitar 5% adalah kejang

demam berulang (Baumann, 2001).

1

Page 2: Kejang Demam

Anak yang mengalami kejang demam rentan untuk mengalami kekambuhan.

30% anak mengalami kejang demam ulangan setelah mengalami kejang demam

pertama kali dan 50% mengalami kejang demam ulangan setelah mengalami kejang

demam kedua atau lebih. Dimana 50% terjadi pada anak dengan onset kejang demam

pertama di bawah usia 1 tahun (Mikati, 2011).

Salah satu komplikasi yang paling dikhawatirkan ialah timbulnya epilepsi.

15% anak dengan epilepsi memiliki kejang demam. Namun hanya 2-7% anak dengan

kejang demam yang berkembang menjadi epilepsy di kemudian hari (Mikati, 2011).

Kemungkinan terjadinya epilepsi pada anak kejang demam tidak dapat dicegah

dengan pemberian obat rumatan sekalipun (Pusponegoro et. al., 2006).

2

Page 3: Kejang Demam

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kejang Demam

2.1.1 Definisi

Kejang demam berdasarkan The International League Against Epilepsy ialah

bangkitan kejang yang diikuti dengan peningkatan suhu tubuh (>100.4oF atau 38oC)

tanpa disertai infeksi susunan syaraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada

anak dengan rentan usia 6 bulan – 5 tahun (AAP, 2010). Anak yang pernah

mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali maka tidak

termasuk dalam kejang demam (ILAE, 1993)

Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk

dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun

mengalami kejang yang didahului oleh demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya

infeksi SSP, atau epilepsy yang kebetulan terjadi bersama demam (Pusponegoro et.

al., 2006).

2.1.2 Faktor Resiko dan Etiologi

Hingga saat ini belum diketahui penyebab pasti dari kejang demam. Namun

faktor resiko yang paling penting terhadap kejadian kejang demam ialah demam.

Demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,

pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Faktor resiko lainnya ialah

riwayat keluarga kejang demam, masalah pada masa neonatus dan kadar natrium

rendah (Mansjoer, 2000).

3

Page 4: Kejang Demam

Seseorang yang sudah pernah mengalami kejang demam rentan mengalami

kejang demam ulangan. Adapun faktor faktor yang mempengaruhi dapat dilihat pada

tabel 2.1.

Tabel 2.1 Faktor resiko terjadinya kejang demam ulangan

Mayor

Usia < 1 tahun

Durasi demam < 24 jam

Demam 38-39oC

Minor

Riwayat keluarga kejang demam

Riwayat keluarga epilepsy

Riwayat kejang demam kompleks

Laki-laki

Kadar natrium yang rendah

*Jika tidak memiliki faktor resiko diatas maka resiko kejang demam ulangan 12%, 1 faktor resiko 25-

50%, 2 faktor resiko 50-59%, 3 atau lebih 73-100%.

Mikati MA, 2011. Febrile Seizures. In: Nelson textbook of pediatrics. Elsevier Ed.

19th;2017-2018

2.1.3 Klasifikasi

Secara umum kejang demam terbagi atas dua :

a. Kejang demam sederhana

Kejang demam berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan

umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau

klonik tanpa adanya gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24

4

Page 5: Kejang Demam

jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang

demam (Pusponegoro et. al., 2006).

b. Kejang demam kompleks

Kejang lama > 15 menit, bersifat fokal atau parsial satu sisi atau

kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari 1 kali

dalam 24 jam. Dikatakan kejang lama jika durasi lebih dari 15 menit atau

kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak

sadar (Pusponegoro et. al., 2006).

2.1.4 Patofisiologi

Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah

lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron

dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion

natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi

K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel

terdapat keadaan sebaliknya). Karena perbedaan jenis dan konsentrasi didalam dan

diluar sel, maka disebut potensial membrane. Untuk menjaga keseimbangan potensial

membaran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada

permukaan sel (Hasan & Alatas dkk, 2002).

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada

seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh

tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam

waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui

membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik (Hasan & Alatas dkk,

2002).

5

Page 6: Kejang Demam

Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh

sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut

neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang

berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seeorang anak menderita

kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,

kejang telah terjadi pada suhu 38°C sedangkan pada anak dengan ambang kejang

yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Dari kenyataan inilah

dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada

ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan

pada tingkat suhu berapa penderita kejang (Hasan & Alatas dkk, 2002).

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan

tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari

15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan

energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,

asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai

denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkatnya aktifitas otot

dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di

atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama

berlangsungnya kejang lama (Hasan & Alatas dkk, 2002).

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan

hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang

mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus

temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi

“matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi

kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak

hingga terjadi epilepsi (Hasan & Alatas dkk, 2002).

6

Page 7: Kejang Demam

2.15 Manifestasi Klinis

Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik

atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti

anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau

menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang demam

diikuti hemiparesis sementara (Hemeparesis Tood) yang berlangsung beberapa jam

sampai hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang

menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang

demam yang pertama. Kejang berulang dalam 24 jam ditemukan pada 16% paisen

(Soetomenggolo, 2000).

Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya

berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 39°C atau lebih. Kejang khas yang

menyeluruh, tonik-klonik beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode

mengantuk singkat pasca-kejang. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15

menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang

memerlukan pengamatan menyeluruh (Soetomenggolo, 2000).

2.1.6 Diagnosis

a. Anamnesis

Beberapa informasi yang dapat mendukung diagnosis ke arah kejang demam,

seperti:

- Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu

sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang, penyebab

demam diluar susunan saraf pusat.

7

Page 8: Kejang Demam

- Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko kejang demam, seperti

genetik, menderita penyakit tertentu yang disertai demam tinggi, serangan

kejang pertama disertai suhu dibawah 39° C.

- Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam berulang

adalah usia< 15 bulan saat kejang demam pertama, riwayat kejang demam

dalam keluarga, kejang segera setelah demam atau saat suhu sudah relatif

normal, riwayat demam yang sering, kejang demam pertama berupa

kejang demam kompleks (Dewanto dkk,2009).

b. Pemeriksaan Fisik

- Suhu tubuh mencapai 39°C.

- Sering disertai kehilangan kesadaran saat kejang.

- Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan lengan

mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang.

- Kulit pucat bahkan sianosis

- Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar (Dewanto dkk,

2009).

c. Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan darah lengkapm dan elektrolit tidak secara rutin

direkomendasikan. Namun pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk

mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam (Pusponegoro et.

al.,2006). Pemeriksaan kadar gula darah harus dilakukan jika kejang > 15

menit atau jika pasien mengalami penurunan kesadaran. Jika kadar gula

8

Page 9: Kejang Demam

darah < 3 mmol/L perlu dilakukan koreksi dextrosa 10% dengan dosis 5

cc/kgBB (Farrel, 2011).

- Lumbal Punksi

Pemeriksaan cairan cerebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan kejang yang diakibatkan oleh meningitis. Resiko terjadinya

meningitis bakterialis ialah 0.6-6.7%. Pemeriksaan ini terutama dilakukan

pada bayi kecil karena manifestasi klinis dari meningitis yang tidak jelas

atau anak yang sudah mendapat terapi antibiotik sehingga gejala klinis

sudah berkurang. Oleh karena itu lumbal punksi dianjurkan pada :

1. Bayi < 12 bulan sangat dianjurkan

2. Bayi 12-18 bulan dianjurkan

3. Bayi > 18 bulan tidak rutin

Namun apabila secara klinis yakin jika kejang bukan disebabkan oleh

meningitis makan pemeriksaan lumbal punksi tidak perlu dilakukan

(Baumer, 2004).

- Elektroensefalografi (EEG)

Pada kejang demam sederhana yang pertama tidak perlu pemeriksaan

EEG tidak direkomendasikan. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)

tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan

kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh

karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat

dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang

demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam

fokal (Pusponegoro et. al.,2006).

9

Page 10: Kejang Demam

2.1.7 Penatalaksanaan

Adapun tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah

1. Mencegah demam berulang

2. Mencegah status epileptikus

3. Mencegah epilepsy dan atau retardasi mental

4. Normalisasi kehidupan anak dan keluarga

Terdapat 3 tahap dalam tatalaksana kejang demam :

1. Pengobatan Fase Akut

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien

datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat

yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang

diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg

perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,

dengan dosis maksimal 20 mg (Pusponegoro et. al., 2006).

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah

adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau

diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan

10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis

5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas

usia 3 tahun. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti,

dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5

menit (Pusponegoro et. al., 2006).

Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang,

dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena

dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan

10

Page 11: Kejang Demam

fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan

kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti

dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal

(Pusponegoro et. al., 2006).

Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat

di ruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya

tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau

kompleks dan faktor risikonya (Pusponegoro et. al., 2006).

Tindakan suportif awal yang harus dilakukan pada anak kejang ialah

- Memastikan bahwa jalan nafas terbuka bila perlu lakukan intubasi atau

trakeostomi.

- Miringkan kepala pasien untuk mencegah terjadinya aspirasi.

- Buka pakaian anak

- Pengisapan lendir (suctioning) secara teratur

- Pemberian oksigen

- Kompres hangat (Deliana, 2002)

2. Mencari dan mengobati penyebab

Kejang demam dengan suhu tinggi dapat terjadi karena faktor lain

seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan

serebrospinal diindikasikan pada anak pasien kejang demam berusia

kurang dari 2 tahun, karena gejala rangsang meningeal sulit ditemukan

pada kelompok usia tersebut. Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan

oatas indikasi untuk mencari penyebab seperti pemeriksaan darah rutin,

kadar gula dan dan elektrolit. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan pada anak

dengan kejang demam yang tidak diprovokasi oleh demam dan pertama

11

Page 12: Kejang Demam

kali terjadi terutama jika kejang atau pemeriksaan post iktal menunjukkan

abnormalitas fokal (deliana, 2002).

3. Pengobatan profilaksis terhadap kejang demam berulang

a. Profilaksis waktu demam

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengu-

rangi risiko terjadinya kejang demam namun para ahli di Indonesia

sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol

yang digunakan adalah 10 –15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan

tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali

sehari.

Selain pemberian antipiretik, perlu diberikan antikonvulsan.

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat

demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus,

begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada

suhu > 38,50C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia,

iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.

Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak

berguna untuk mencegah kejang demam.

b. Profilaksis terus menerus

Indikasi pemberian profilaksis terus menerus ialah :

1. Kejang lama > 15 menit

2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau

sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral

palsy, retardasi mental, hidrosefalus.

3. Kejang fokal

12

Page 13: Kejang Demam

4. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam atau

kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan atau

kejang demam > 4 kali per tahun

Profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah

kejang demam terakhir dan dihentikan secara bertahap selama 1-2

tahun. Sebagai antikonvulsan profilaksis diberikan fenobarbital dosis

4-5 mg/KgBB perhari. Dosis 16 mg/ml dalam darah menunjukkan

hasil yang bermakna dalam pencegahan kejang demam berulang

(Saing, 1999).

Namun pemberian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan

gangguan prilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus Sehingga

obat yang kini menjadi pilihan ialah asam valproat dengan dosis 15-40

m/KgBB/hari dibagi dalam 2-3 kali sehari. Adapun efek samping yang

ditimbulkan dari asam valproat adalah hepatotoksik, tremor dan

alopesia (Pusponegoro et. al., 2006).

2.1.8 Prognosis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah

dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien

yang sebelumnya normal. Ditemukan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus,

namun hanya dijumpai biasanya pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang

baik umum atau fokal. Sedangkan kematian karena kejang demam tidak pernah

dilaporkan (Pusponegoro, 2006).

13

Page 14: Kejang Demam

2.1.9 Edukasi

Kejang demam pada anak menimbulkan kekhwatiran bagi pada orangtua.

Oleh karena itu perlu edukasi dini dan tepat kepada orangtua diantaranya :

1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik

2. Memberitahukan cara penanganan kejang

Adapun hal yang harus dilakukan orangtua jika anak kembali kejang

diantaranya ialah :

- Tetap tenang dan tidak panik

- Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

- Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.

Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun

kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.

- Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

- Tetap bersama pasien selama kejang

- Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

- Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau

lebih

3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus

diingat adanya efek samping (Pusponegoro, 2006).

14

Page 15: Kejang Demam

BAB III

KESIMPULAN

Kejang demam berdasarkan The International League Against Epilepsy ialah

bangkitan kejang yang diikuti dengan peningkatan suhu tubuh (>100.4oF atau 38oC)

tanpa disertai infeksi susunan syaraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada

anak dengan rentan usia 6 bulan – 5 tahun. Kejang demam dapat dicegah apabila

orangtua mengetahui tanda-tanda dini sebelum anak jatuh pada kejang demam.

Orangtua harus tetap tenang dan melakukan tindakan suportif awal apabila

menjumpai anak dengan kejang demam sebelum merujuk ke dokter untuk

pengobatan.

15

Page 16: Kejang Demam

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of pediatric, 2010. Febrile Seizure : Guideline for the

Neurodiagnostic Evaluation of the Child With a Simple Febrile Seizure.

Pediatrics :2011;2010-3318

Baumer JH, 2004. Evidence Based Guideline for Post-seizureManagement in

Children Presenting Acuteliy to Secondary Care. Arch Dis Child 2004; 89:278-

280.

Baumann, 2001. Febrile Seizure.

Available From: http://www.e-medicine.medscape.com/article//117620.htm

Deliana M, 2002. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri Vol.4(2):59-

62.

Dewanto, Suwono, Riyanto, Turana, 2009. Kejang pada Anak. In: Panduan Praktis

Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Syaraf. Jakarta: EGC;91-94.

Farrell K. Goldman RD., 2011. The Management of Febrile Seizures. BCMJ Vol.

53(6):268-273.

Hasan & Alatas, dkk. 2002. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : Infomedika

Ed. 11:847-855.

ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993; 34;592-8.

Mansjoer, 2000. Kejang Demam.In: Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media

Aesculapius Ed. 3(2).

16

Page 17: Kejang Demam

Mikati MA, 2011. Febrile Seizures. In: Nelson textbook of pediatrics. Elsevier Ed.

19th;2017-2018

Robinson, R.J. (1991) Febrile Convulsions. Further reassuring news about

prognosis. Br. Med. J. 303, 1345-1346.

Pusponegoro H., Widodo DP., Ismael S., 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang

Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2006

Saing B, 1999. Faktor Pada Kejang Demam Pertama yang Berhubungan Dengan

Terjadinya Kejang Demam Berulang (Studi selama 5 tahun). Medan : Balai

Penerbit FK USU, 1999: 1-44.

Soetomenggolo, 2000. Kejang Demam. In: Soetomenggolo, Ismael, Buku Ajar

Neurologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI, 244-252

17