Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat...

46
i KEHADIRAN GKP DI TENGAH MASYARAKAT SUNDA Oleh, Felix Prasetyo Adi 712010044 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi Program Studi Teologi Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2015

Transcript of Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat...

Page 1: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

i

KEHADIRAN GKP DI TENGAH MASYARAKAT SUNDA

Oleh,

Felix Prasetyo Adi

712010044

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

Program Studi Teologi

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2015

Page 2: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

ii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Page 3: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

iii

Page 4: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

iv

Page 5: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Page 6: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

vi

MOTTO

“JADILAH DIRIMU SENDIRI, TETAPLAH

RENDAH HATI,

DAN SELALU BERSYUKUR UNTUK

APAPUN YANG TERJADI”

Matius 25:21

“Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai

hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil,

aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang

besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.”

Page 7: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

vii

KATA PENGANTAR

Selama kurang lebih 4 tahun saya berproses di sini tentunya ada banyak pelajaran

yang di dapat. Suka dan duka memberi warna dalam proses saya belajar maupun ketika saya

menulis tugas akhir. Ada saat dimana sukacita yang dirasakan sangat membahana, namun ada

juga saat dimana dukacita hadir menyapa. Melalui setiap proses belajar dengan diwarnai suka

dan duka membuat saya berefleksi bahwa Tuhan Sang Pemberi Hidup senantiasa menuntun

dan menyertai saya dalam setiap perjalanan studi saya. Puji syukur saya panjatkan kepada

Yesus Kristus, Tuhan yang mau bersama-sama dengan saya dalam melewati masa-masa

perkuliahan dan penulisan tugas akhir ini. Saya juga ingin mengucapkan rasa terima kasih

kepada beberapa pihak yang telah mendukung saya selama masa perkuliahan dan penulisan

tugas akhir:

1. Bapak Dr. David Samiyono, sebagai dosen pembimbing 1 sekaligus sebagai wali

studi. Terima kasih untuk bimbingan, sharing pengalaman, ilmu yang telah diberikan,

dan kesediaan untuk mendengarkan curahan hati seorang mahasiswa dengan

segudang permasalahannya. Dan untuk bapak Pdt. Dr. Ebenhaizer I. Nuban Timo,

sebagai pembimbing 2, terima kasih untuk nasihat-nasihat, masukan-masukan yang

berharga selama kuliah maupun ketika membimbing saya menulis tugas akhir.

Kiranya Tuhan memberkati pelayanan yang bapak lakukan dimana pun dan kapan

pun.

2. Untuk Dekan, Kaprogdi, seluruh dosen dan staff di Fakultas Teologi UKSW yang

telah membantu saya menyelesaikan perkuliahan. Semua ilmu dan pengalaman bapak

dan ibu semua sangat berguna bagi saya untuk berproses lebih lanjut lagi. Saya

bangga menjadi bagian dari keluarga besar Fakultas Teologi UKSW.

3. Untuk keluargaku: Papah, Mamah, Dwiky, dan Ersa. Terima kasih untuk doa dan

kerja kerasnya selama saya berkuliah di Salatiga. Terima kasih juga untuk nasihatnya

papah dan mamah, karena kalian saya dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik.

I love my family...

4. Untuk Majelis Sinode Gereja Kristen Pasundan, terima kasih sudah memberikan

kesempatan bagi saya untuk berkuliah di Fakultas Teologi UKSW dan terima kasih

untuk dukungan yang diberikan. Untuk Ka Rani, terima kasih sudah mau

“direpotkan” oleh saya selama saya studi.

5. Untuk Jemaat dan Majelis Jemaat GKP Karawang, terima kasih untuk dukungan

doanya. Tetaplah menjadi persekutuan yang hidup beralaskan kasih Kristus.

Page 8: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

viii

6. Untuk Komisi Tutorial Sinode, terima kasih untuk bimbingannya mengenal GKP

lebih dalam lagi. Walaupun di Salatiga tidak ada GKP, saya bisa mengenal GKP dari

pembinaan yang diberikan. Untuk teman-teman mahasiswa teologi GKP di UKSW

Salatiga, UKDW Yogyakarta dan STT Jakarta, terima kasih untuk kebersamaannya

selama ini. Semoga kita akan bertemu lagi di jemaat nanti.

7. Terima kasih untuk Jemaat, Majelis Jemaat GKP yang ada di Klasis Wilayah

Purwakarta, karena telah bersedia menjadi narasumber untuk penulisan tugas akhir

ini. Juga terima kasih kepada BP Klasis Wilayah Purwakarta yang telah memberikan

dukungan bagi saya untuk melakukan penelitian di jemaat-jemaat Klasis Purwakarta.

Kiranya Tuhan memberkati.

8. Untuk teman-teman Teologi angkatan 2010, terima kasih sudah mengisi hari-hari

perkuliahan dengan penuh warna. Ada banyak sukacita yang saya rasakan selama 4

tahun lebih bersama-sama dengan kalian. Ingat selalu, “karena kita satu... Two Zero

One Zero!!!”

9. Untuk GenkBenk, Bambang Purba, Jon Lamhot Sinaga, Jhon Purba, Olan Sembiring,

Niko Tobing, Leo Purba, Franklin Korua, Sadrah Barus, Wilson Simanjuntak, Nando

Sembiring terima kasih untuk kegilaannya selama ini, walaupun saya bukan orang

Batak tapi mau menerima saya sebagai bagian dari orang Batak. Jangan pernah lupa

sama kawanmu yang dari Sunda ini ya...!!!

10. Kost Kembar 56, yang dulu sepi seperti di kuburan sekarang sudah ramai. Terima

kasih untuk kebersamaannya, Ka Jakson, Ka Vian, Mas Kris, Ka Jerly, Ony, Okto,

Pandu, Nanta, Presbi, Joko, Mas Tri dan lain-lainnya..

11. Untuk kekasih, Maria Manurung SST.Pa, terima kasih karena mau mendengar keluh

kesah saya selama menulis tugas akhir, dan selalu menyemangati ketika saya jenuh.

12. Untuk semua yang terlibat tetapi tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih

untuk dukungan yang diberikan bagi saya hingga saya bisa menyelesaikan

perkuliahan di Fakultas Teologi UKSW.

Salatiga, 13 Februari 2015

Felix Prasetyo Adi

Penulis

Page 9: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

ix

DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................................... i

Lembar Pengesahan ............................................................................................................ ii

Lembar Pernyataan Tidak Plagiat ....................................................................................... iii

Lembar Pernyataan Persetujuan Akses ............................................................................... iv

Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi .......................................................................... v

Motto ................................................................................................................................... vi

Kata Pengantar .................................................................................................................... vii

Daftar Isi ............................................................................................................................. ix

Abstrak ................................................................................................................................ xi

1. Pendahuluan ................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 3

1.4 Sumbangan Penelitian .............................................................................................. 3

1.5 Metode Penelitian ..................................................................................................... 4

1.6 Tempat Penelitian ..................................................................................................... 4

1.7 Sistematika Penulisan ............................................................................................... 4

2. Landasan Teori ............................................................................................................... 5

2.1 Survival Strategy ...................................................................................................... 5

2.2 Model-model Gereja ................................................................................................ 8

2.2.1 Model-model gereja ....................................................................................... 8

2.2.2 Model Kehadiran Gereja di Indonesia ........................................................... 11

3. GKP Klasis Wilayah Purwakarta ................................................................................... 16

3.1 Demografi Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta ...... 16

3.1.1 Kabupaten Karawang ..................................................................................... 16

3.1.2 Kabupaten Purwakarta ................................................................................... 17

3.1.3 Kabupaten Subang ......................................................................................... 17

3.2 Gereja Kristen Pasundan Klasis Wilayah Purwakarta ........................................... 18

3.3 Relasi dan Strategi Jemaat-jemaat GKP Klasis Wilayah Purwakarta Yang Hadir

Di Tengah Masyarakat Sunda ................................................................................ 19

3.3.1 Kabupaten Karawang ..................................................................................... 19

3.3.2 Kabupaten Purwakarta ................................................................................... 22

Page 10: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

x

3.3.3 Kabupaten Subang ......................................................................................... 24

3.4 Cara Bertahan Jemaat-jemaat GKP Klasis Wilayah Purwakarta ............................. 25

4. Analisa Kehadiran GKP Klasis Wilayah Purwakarta Di Tengah Masyarakat Sunda ... 25

5. Kesimpulan dan Saran .................................................................................................... 30

5.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 30

5.2 Saran ......................................................................................................................... 31

Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 33

Page 11: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

xi

ABSTRAK

Agama Kristen yang dibawa oleh Belanda ke Indonesia pada waktu penjajahan,

membuat sebagian masyarakat Islam Indonesia menganggap sebagai agama penjajah. Stigma

sebagai agama penjajah mengakibatkan banyak orang Kristen mengalami penolakan dan

pergolakan. Begitu juga yang terjadi di Jawa Barat, yaitu di Gereja Kristen Pasundan.

Keadaan tersebut mengharuskan GKP yang harus hidup berdampingan dengan masyarakat

Islam memiliki strategi untuk dapat bertahan dan berkembang. Secara khusus, jemaat-jemaat

GKP yang ada di Klasis Wilayah Purwakarta harus menerapkan strategi supaya dapat terus

bertahan, tumbuh, dan berkembang.

Kekhasan dan keunikan masyarakat Jawa Barat dan budaya Sunda dipakai GKP

Klasis Wilayah Purwakarta sebagai strategi untuk bertahan dan bertumbuh. Selain dari pada

itu, GKP Klasis Wilayah Purwakarta juga mengembangkan model kehadiran seperti apa yang

sesuai dengan konteks wilayah pelayanannya. GKP Klasis Wilayah Purwakarta menyadari

panggilannya bukan untuk menobatkan orang dari non-Kristen menjadi Kristen, tetapi untuk

melayani sesama tanpa label kristenisasi. Yang oleh karenanya, GKP Klasis Wilayah

Purwakarta hadir di tengah masyarakat Sunda bukan menjadi musuh tetapi menjadi tetangga

yang baik sehingga GKP Klasis Wilayah Purwakarta dapat diterima dan bertahan, bahkan

terus berkembang.

Kata kunci: GKP Klasis Wilayah Purwakarta, survival strategy, model kehadiran gereja

Page 12: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gereja adalah komunitas orang percaya yang telah dipanggil keluar dari kegelapan untuk

masuk ke dalam terang Allah yang ajaib.1 Di dalam dunia, gereja terpanggil untuk melakukan

tugas panggilannya yaitu bersaksi, bersekutu, dan melayani. Gereja Kristen Pasundan (GKP)

adalah bagian dari gereja yang esa, kudus, dan am di dunia, yang dipanggil untuk melaksanakan

tugasnya secara khusus di wilayah Jawa bagian Barat.2 GKP lahir dari pekabaran Injil yang

dilakukan oleh lembaga yang bernama Nederlansche Zendings Vereeniging (NZV) dengan

beberapa tokohnya yang terkenal yaitu F. L. Anthing, Pdt. C. Albers, dan Pdt. S. Coolsma. Para

utusan zending yang melakukan penginjilan kepada orang-orang di Jawa Barat khususnya suku

Sunda mengalami kesulitan karena masih kuatnya mitos-mitos yang berkembang di masyarakat

dan tantangan dari agama Islam yang sudah lebih dahulu masuk dan mengakar kuat di wilayah

Pasundan, bahkan H. Kraemer pernah mengungkapkan bahwa negeri Pasundan sebagai Nova

Zembla3 rohani.

4 Ungkapan tersebut menggambarkan betapa sulitnya menaburkan benih Injil ke

tengah-tengah masyarakat Pasundan.

Perjumpaan masyarakat Sunda dengan agama Islam telah dimulai pada abad ke-13 M

melalui pedagang Islam dari Gujarat, India.5 Sebelum Islam datang, telah lebih dulu datang

agama Hindu-Buddha. Penyebaran agama Hindu-Buddha ini dapat dilihat dari peninggalan-

peninggalan yang ada dan kerajaan-kerajaan yang pernah berjaya di tanah Jawa Barat, seperti

Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sunda, Kerajaan Galuh, dan Kerajaan Pajajaran. Selain dari

pada dua agama yang berkembang di wilayah Jawa Barat, masyarakat Sunda sendiri memiliki

kepercayaan yang mereka warisi dari nenek moyang mereka yaitu Sunda Wiwitan. Saat ini

masyarakat Sunda yang masih menganut agama suku ini menamakan diri mereka masyarakat

Baduy atau Kanekes dan tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak,

1 J. L. Ch. Abineno, Garis-Garis Besar Hukum Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 2

1 Badan Binalitbang Gereja Kristen Pasundan, Profil GKP Dalam Perspektif Kemandirian Teologi, Daya, dan Dana (Bandung:

GKP, 2007), 1. 3 Nova Zembla adalah nama sebuah pulau di kawasan Arktik, yang melintang di antara Lautan Barents dan

Laut Kara. Pulau itu terpisah dari daratan Uni Soviet oleh Selat Kara. Pulau itu merupakan daerah pegunungan dan

perbukitan. Bila di utara terjadi musim dingin, salju yang menyelimutinya akan berlangsung cukup lama. 4 Koernia Atje Soejana, Benih Yang Tumbuh 2 (Jakarta: GKP dan PGI, 1974), 34.

5 Badan Binalitbang Gereja Kristen Pasundan, Profil GKP Dalam Perspektif Kemandirian Teologi, Daya, dan Dana (Bandung:

GKP, 2007), 34.

Page 13: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

2

Provinsi Banten. Orang Sunda berbeda dengan orang dari suku Jawa. Suku Sunda adalah

penganut agama Islam yang taat dalam memenuhi syariat dan peraturan agama, jauh lebih kuat

dari pada suku Jawa mematuhi agamanya.6

Ketika NZV datang ke Tanah Pasundan, agama Islam sudah menjadi bagian dari

kehidupan masyarakat Sunda. Selain itu sikap orang Sunda yang menutup diri terhadap Injil

membuat medan pekabaran Injil yang dilakukan para zendeling dapat dikatakan sangat berat.

Pada tahun 1870-an tenaga NZV sudah putus harapan melihat kegiatan penginjilan kepada

masyarakat Sunda tidak akan membawa hasil yang berarti. Ini dapat dibuktikan ketika Pdt.

Coolsma dan Pdt. Albers, utusan NZV, bersama-sama tinggal di Cianjur dan mengabarkan Injil

hanya ada 3 orang Sunda yang menerima Injil dan dibaptis. Ketiga orang Sunda tersebut adalah

Ismael dan istrinya Murti, serta seorang murid lainnya, tetapi hal itu menimbulkan perlawanan

dari orang Islam. Mereka menganggap agama Kristen sebagai unsur asing yang harus ditolak.

Agama Kristen adalah agama Belanda – agama penjajah, oleh sebab itu orang Sunda yang

beralih ke agama Kristen dikucilkan dari kehidupan masyarakatnya. Beralih ke agama Kristen

berarti memisahkan diri dari lingkungan hidup masyarakat.7 Pada waktu itu kehidupan orang-

orang Kristen Sunda sangat berat dan mengalami tekanan secara langsung ataupun secara tidak

langsung.

Kaum Islam fundamentalis (Islam garis keras) sangat menunjukkan ketidaksukaannya

terhadap orang lain, terutama kaum non-Muslim. Menurut Muhammad Iqbal Ahnaf, ada dua

faktor yang melatarbelakanginya, yaitu faktor teologis yang berakar pada Alquran dan Hadits,

dan faktor kedua adalah faktor sejarah yang sangat panjang yang mengeruhkan hubungan Islam-

Kristen.8 Kuatnya tantangan dari para penganut Islam fundamentalis tidak mengendurkan

semangat para zending. Berkat semangat penginjilan para zending, pada tanggal 14 November

1934 GKP menyatakan diri sebagai gereja Tuhan yang melayani umat Tuhan secara khusus di

wilayah Jawa Bagian Barat. Istilah Pasundan menunjuk pada wilayah pelayanan yang GKP

lakukan yaitu bumi Sunda atau tanah Sunda. Pada tanggal 1 Januari 1937 jumlah orang Kristen

di tanah Pasundan ada 6.215 jiwa, dimana dari suku Cina 1.441 jiwa dan sisanya 4.774 jiwa

6 J. D. Wolterbeek, Babad Zending di Pulau Jawa (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 1995), 137.

7 Koernia Atje Soejana, Benih Yang Tumbuh 2 (Jakarta: GKP dan PGI, 1974), 33.

8 Richard M. Daulay, Kristenisasi Dan Islamisasi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2014), 13.

Page 14: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

3

terdiri dari orang Sunda, Jawa, Ambon, Manado, dan sebagainya. Jumlah jemaat GKP sendiri

sudah terdapat 39 jemaat.9

Data ini menunjukkan bahwa betapa pun ada perlawanan dan penolakan, tapi akhirnya

injil berkembang juga di masyarakat Sunda. Hal ini terlihat dari sebuah puisi yang ditulis untuk

merayakan 75 tahun GKP mengungkapkan bahwa GKP hadir di tengah keberagaman tantangan

namun tidak membuat GKP menyerah.10

Dalam proses bertumbuhnya, GKP juga berjumpa

dengan kehadiran agama Islam bahkan hidup berdampingan dengan Islam. Dapat dilihat secara

demografi dari data salah satu kabupaten di Jawa Barat, yaitu Kabupaten Karawang pada tahun

2011, dimana penganut agama Islam sebanyak 2.200.571 jiwa sedangkan penganut agama

Kristen sebanyak 20.760 jiwa. Dan jumlah rumah ibadah yaitu mesjid dan mushola sebanyak

4.295, sedangkan jumlah gereja yang ada sebanyak 27 bangunan.11

Diantara jumlah umat Kristen

di Kabupaten Karawang, GKP hadir dan menyatakan diri menunaikan tugas dan panggilannya.

Menarik melihat GKP yang hadir di bermacam tantangan tetapi membuatnya bertahan (survive)

bahkan cenderung terus berkembang. Oleh karena itulah, penulis mengambil judul

KEHADIRAN GKP DI TENGAH MASYARAKAT SUNDA, sebagai judul tugas akhir.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini akan menjelaskan tentang mengapa GKP dapat bertahan di tengah-tengah

masyarakat Sunda yang sangat kuat dengan agama Islam?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa bagaimana GKP dapat

bertahan di tengah-tengah masyarakat Sunda yang sangat kuat dengan agama Islam.

1.4 Sumbangan Penelitian

Diharapkan melalui penelitian ini, dalam bidang akademik dapat memberi pemahaman

dan pengetahuan kepada segenap bagian GKP bahwa GKP memiliki keunikan dan kekhasan

9 J. D. Wolterbeek, Babad Zending di Pulau Jawa (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 1995), 148.

10 Tania Prameswari, “Mandirilah Gerejaku” dalam Merentang Sejarah, Memaknai Kemandirian, ed. Pdt. Supriatno, Pdt.

Onesimus Dani, Pdt. Daryatno (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009). vii 11

Sumber: http://migas.bisbak.com/3215.html di akses pada tanggal 5 Oktober 2014, pukul 17:45.

Page 15: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

4

dalam melayani umat Tuhan di tengah tantangan yang dihadapinya, dan sumbangan pemikiran

baru bagi teori survival dan model kehadiran gereja. Praktisnya, dapat menjadi salah satu bahan

refleksi dan evaluasi gereja di dalam melayani di tengah masyarakat mayoritas.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian yang bersifat

deskriptif, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, keadaaan tertentu atau

untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala lain dalam masyarakat. Jenis

penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat kualitatif. Penulis mencoba

mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari seorang responden, dengan bercakap-

cakap berhadapan muka dengan orang tersebut.12

Teknik pengumpulan data yang dipakai melalui wawancara: dalam hal ini penulis

mencari informasi dengan menanyakan secara langsung kepada nara sumber dan memberi

kebebasan untuk menjawab sesuai dengan pengalaman dan pengetahuannya. Nara sumber adalah

mereka yang menjadi subjek penelitian penulis, yaitu pendeta, majelis jemaat, dan jemaat GKP.

Selanjutnya melalui studi kepustakaan, penulis menggunakan buku-buku yang dapat digunakan

untuk menyusun landasan teoritis yang akan menjadi tolak ukur dalam menganalisa data

penelitian lapangan guna menjawab persoalan pada rumusan masalah penelitian.

1.6 Tempat Penelitian

Penulis mengambil tempat penelitian di GKP Klasis Purwakarta, dimana terdapat 7

jemaat dan 4 pos kebaktian, yaitu Jemaat Purwakarta, Jemaat Sadang, Jemaat Sukamandi, Jemaat

Karawang, Jemaat Telukjambe, Jemaat Bojongsari, Jemaat Cikampek, Pos Kebaktian Pebayuran,

Pos Kebaktian Kampung Teko, Pos Kebaktian Cilamaya, dan Pos Kebaktian Jatiluhur.

1.7 Sistematika Penulisan

Pada bagian pertama penulis memaparkan tentang latar belakang masalah, judul

penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, metode penelitian, tempat

penelitian dan sistematika penulisan.

12

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Penerbit PT. Gramedia, 1981), 42, 162.

Page 16: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

5

Bagian kedua akan dijelaskan teori tentang survival strategy menurut Talcott Parsons dan

Herbert Spencer dan pembahasan tentang model-model kehadiran gereja menurut Avery Dulles

dan Julianus Mojau.

Bagian ketiga penulis akan memaparkan gambaran umum GKP Klasis Wilayah

Purwakarta sebagai tempat penelitian.

Bagian keempat penulis akan menganalisa hasil penelitian di lapangan dengan teori

survival dan model-model kehadiran gereja.

Bagian kelima penulis menyimpulkan seluruh pembahasan yang telah diuraikan dalam

bagian-bagian sebelumnya.

2. LANDASAN TEORI

2.1 Survival Strategy

Setiap makhluk hidup pasti berjuang untuk dapat tetap bertahan hidup. Melalui proses yang

sangat panjang dan mengalami berbagai rintangan yang jika dapat ditaklukan, maka makhluk

hidup tersebut akan bertahan hidup. Demikian juga dengan manusia, sebagai makhluk hidup

manusia pun bertahan hidup dengan berbagai cara. Kemampuan manusia untuk dapat bertahan

hidup tidak hanya dilihat dari sudut pandang biologi atau ekologi semata, melainkan juga dapat

dipandang dari sudut pandang sosiologis. Hal ini mengingat manusia sebagai makhluk sosial

yang selalu berhubungan dan bergantung dengan sesamanya. Segala yang ada di sekitar manusia

sebagai pribadi atau pergaulan hidup, disebut lingkungan hidup. Secara garis besar terdapat tiga

macam lingkungan hidup yang mempengaruhi kehidupan manusia, yaitu lingkungan fisik,

lingkungan biologis, serta lingkungan sosial. ketiga macam lingkungan tersebut senantiasa

mengalami perubahan-perubahan dan supaya manusia dapat mempertahankan kehidupannya,

maka manusia melakukan penyesuaian diri atau adaptasi.13

Talcott Parsons menyebutnya sebagai

teori evolusioner, di mana di dalam suatu masyarakat terjadi proses diferensiasi. Dengan

asumsinya bahwa setiap masyarakat terdiri dari serangkaian subsistem yang berbeda baik di

dalam hal struktur maupun signifikansi fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih besar. Ketika

masyarakat berkembang perlahan-lahan, subsistem-subsistem baru didiferensiasi.14

13

Soerjono Soekanto, Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat (Jakarta: CV. Rajawali, 1983), 65. 14

Geoge Ritzer, Teori Sosiologi Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2012), 423.

Page 17: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

6

Herbert Spencer adalah orang yang memakai istilah survival of the fittest, sebagai bentuk

persaingan abadi untuk bertahan dalam kehidupan. Dalam teori evolusinya, Charles Darwin

mengungkapkan persaingan untuk terus hidup merupakan hukum besi seleksi sejarah. Dapat

dikatakan kehidupan manusia dan alam merupakan hasil pertarungan abadi, yang disebut seleksi

alam. Siapa yang kuat dan menang akan terus bertahan, sebaliknya siapa yang kalah dan lemah

akan tergilas oleh roda besi kehidupan.15

Seleksi alam menurut Darwin ini bukan hanya yang

terkuat dan menang yang akan terus bertahan, tetapi yang paling adaptif. Menurut

Suwartiningsih survival strategy atau strategi kebertahanan hidup dari makhluk hidup dilakukan

secara individual maupun secara kolektif, karena pada dasarnya makhluk hidup adalah

organisme yang bersifat individu dan sosial.16

Di dalam strategi terdapat unsur cara dan tujuan.

Agar suatu masyarakat dapat bertahan ada banyak kondisi yang harus dipelihara dan

dikembangkan oleh masyarakat yang ingin bertahan. Kondisi tersebut dikelompokkan menjadi 3

hal:

1. Adaptasi terhadap lingkungan eksternal, fisik, dan manusiawi

Agar dapat bertahan, maka suatu kelompok manusia harus memiliki (menciptakan)

teknologi yang memadai sesuai keadaan geografi, iklim, dan sebagainya untuk

penyediaan pangan, sandang, dan papan yang mencukupi kebutuhan anggota kelompok

tersebut. Kecuali itu, kelompok tersebut harus mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan

jangka panjang mereka. Hal ini memerlukan pola pertahanan diri yang mencakup

perlindungan diri dari kelompok manusia lain dan lingkungan alam.

2. Adaptasi terhadap hakikat bio-sosial manusia

Suatu kelompok (masyarakat) juga tidak mungkin bertahan apabila ia tidak berhasil

memenuhi kebutuhan pribadi para anggotanya dalam aspek bio-sosial (kebutuhan

biologis yang hanya dapat diperoleh melalui relasi dengan individu lain). Para ahli

ilmu sosial belum berhasil menyusun daftar kebutuhan tersebut, namun sudah ada

kesepakatan yang relatif mengenai macam kebutuhan pribadi yang dimaksudkan.

15

Y. Y. F. R. Sunarjan, Survival Strategy Komunitas Makam Gunung Brintik Semarang, Disertasi (Salatiga: Satya Wacana

University Press, 2014), 111-112. 16

Sri Suwartiningsih, Absennya Negara Dan Survival Strategy Komunitas Terabaikan: Studi Pemulung di TPA Sampah

Jatibarang Semarang (Salatiga: Penerbit Widya Sari, 2010), 74.

Page 18: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

7

Kebutuhan-kebutuhan tersebut mencakup: ekspresi seksual, olah raga, dan rekreasi

untuk melepaskan ketegangan, dan ekspresi emosional yang dikenali dengan kesenian.

3. Adaptasi terhadap kondisi kehidupan kolektif

Dorongan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan bio-sosial dapat dikatakan merupakan

penyebab keinginan individu manusia untuk hidup berkelompok. Tetapi setelah dia

hidup bersama dengan sesamanya, dia menghadapi masalah-masalah yang berada di

luar masalah pribadinya. Agar dia bisa tetap bertahan dalam kehidupan bersama

dengan sesamanya itu, maka dia (sampai tahap tertentu) harus mengkoordinasikan dan

mengintegrasikan perilakunya untuk menghindarkan terjadinya kekacauan dan

kebingungan. Kemauan dan kemampuan mengkoordiansikan dan mengintegrasikan

perilaku inilah yang dimaksud dengan adaptasi terhadap kondisi kehidupan kolektif.17

Ada dua model untuk bertahan hidup, yaitu:

a. Model kebertahanan hidup (survival) yang dicirikan dengan adanya

kecenderungan adanya usaha untuk suatu jaminan, kepercayaan diri pada seseorang

terhadap kebenaran tertinggi atau takdir ketika ada pada posisi sulit.

b. Model emansipasi yang memiliki ciri adanya kecenderungan untuk memperbaiki

posisi seseorang, dan adanya keinginan mengubah posisi orang lain serta adanya

kerjasama untuk saling mendukung. Dengan kata lain bahwa strategi survival dapat

dilihat dari sisi internal dan eksternal. Dari sisi internal, strategi survival seseorang

dalam menghadapi berbagai kesulitan dipengaruhi oleh perilaku yang dimiliki oleh

seseorang, seperti semangat (daya juang), keyakinan kepada Tuhan, keberanian

menghadapi resiko, inisiatif, dan memiliki pandangan ke depan untuk memperoleh

kehidupan yang lebih baik. Dari sisi eksternal, strategi survival dipengaruhi oleh

solidaritas sosial tempat seseorang bertempat tinggal, seperti semangat untuk saling

membantu.18

Talcott Parson memberikan sumbangan AGIL di dalam sistem masyarakat supaya

masyarakat dapat melestarikan dan mempertahankan kehidupannya dalam menghadapi

17

Y. Y. F. R. Sunarjan, Survival Strategy Komunitas Makam Gunung Brintik Semarang, Disertasi (Salatiga: Satya Wacana

University Press, 2014), 113-114. 18

Y. Y. F. R. Sunarjan, Survival Strategy Komunitas Makam Gunung Brintik Semarang, Disertasi (Salatiga: Satya Wacana

University Press, 2014), 119.

Page 19: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

8

perubahan-perubahan yang terjadi. Di dalam teori sistem tindakan-nya, suatu sistem harus

melaksanakan empat fungsi:

1. Adaptasi (Adaptation): suatu sistem harus mengatasi kebutuhan mendesak yang

bersifat situasional eksternal. Sistem itu harus beradaptasi dengan lingkungannya

dan mengadaptasikan lingkungan dengan kebutuhan-kebutuhannya.

2. Pencapaian tujuan (Goal attainment): suatu sistem harus mendefinisikan dan

mencapai tujuan utamanya.

3. Integrasi (Integration): suatu sistem harus mengatur antar-hubungan bagian-bagian

dari komponennya. Ia juga harus mengelola hubungan di antara tiga imperatif

fungsional lainnya (A, G, L).

4. Latensi (Latency): suatu sistem harus menyediakan, memelihara, dan memperbarui

baik motivasi para individu maupun pola-pola budaya yang menciptakan dan

menopang motivasi itu.19

2.2 Model-Model Gereja

2.2.1 Model-Model Gereja

Definisi gereja secara luas adalah persekutuan umat Allah yang dipanggil keluar dari

kegelapan untuk masuk ke dalam terang Allah yang ajaib. Definisi ini sangat umum, sehingga

ada banyak ahli yang mencoba mendefinisikan gereja sesuai dengan konteks zaman yang terus

berkembang. Gereja juga tidak hanya terpaku pada satu model saja, oleh karenanya Avery

Dulles, S. J. memberikan beberapa model-model gereja. Model-model tersebut diantaranya:

1. Gereja sebagai institusi

Gereja Kristus tidak dapat melaksanakan misinya apabila gereja tidak memiliki pejabat-

pejabat yang bertanggungjawab dan prosedur-prosedur yang sah.20

Eklesiologi gereja Katolik

Roma menekankan bahwa gereja memiliki suatu konstitusi, seperangkat hukum, badan

kepemimpinan, dan sekelompok warga yang menerima konstitusi dan undang-undang itu sebagai

kewajiban mereka. Ciri dari model gereja institusional ini adalah konsep tentang kekuasaan atau

otoritas yang hierarkis. Gereja bertujuan memberikan kehidupan kekal bagi para anggota yang

19

Geoge Ritzer, Teori Sosiologi Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2012), 409-410. 20

Avery Dulles, Model-Model Gereja (Ende: Penerbit Nusa Indah, 1987), 33.

Page 20: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

9

mendapat pelayanannya. Sikap yang dituntut dari orang beriman adalah patuh dan setia serta

mempercayakan diri kepada pejabat-pejabat gereja.21

2. Gereja sebagai persekutuan mistis

Di dalam sosiologi modern dikenal istilah Gesellschaft, yang berarti relasi sosial yang

bersifat formal dan institusional, dan Gemeinschaft, yang berarti relasi sosial yang bersifat

informal dan cair. Konsep tentang gereja sebagai suatu persekutuan sesuai dengan gambaran

biblis gereja, yaitu sebagai Tubuh Kristus dan Umat Allah. Ide tentang gereja sebagai Tubuh

Kristus dijumpai dalam tulisan Paulus di mana pokok utamanya adalah persatuan timbal-balik,

saling pengertian, dan saling merasa bergantung satu terhadap yang lain sebagai anggota

persekutuan.22

Gereja dilihat sebagai suatu persekutuan dari pribadi-pribadi yang bebas. Hakekat

gereja sebagai Tubuh Mistis adalah bahwa gereja bersifat spiritual dan adikodrati. Tujuan gereja

adalah memimpin orang-orang kepada persatuan dengan Allah.23

3. Gereja sebagai sakramen

Menurut Henri de Lubac, unsur ilahi dan unsur manusiawi di dalam gereja tidak pernah

dapat dipisahkan. Model gereja sebagai sakramen mengadopsi pemakaian antropologi teologis

dan filosofis. Kristus adalah sakramen dari Allah, yang berarti kita memandang Kristus datang

dari atas tanpa merendahkan Kristologi dari bawah. Rahmat Allah mendorong manusia kepada

persekutuan manusia dengan Allah, dan selama rahmat itu mempengaruhi manusia, mereka

dibantu untuk mengungkapkan situasi keberadaan mereka seturut tingkat yang sudah dicapai

mereka dalam proses penyelamatan.24

4. Gereja sebagai pewarta

Model gereja ini mengutamakan Sabda. Gereja dikumpulkan dan dibentuk oleh Sabda

Allah. Misi gereja adalah mewartakan apa yang sudah didengarnya, diimaninya, dan yang sudah

diserahkan kepadanya untuk diwartakan. Model ini bersifat kerigmatis, yang berarti gereja

sebagai pewarta yang menerima kabar Suci dan mempunyai tugas untuk mewartakannya, di

mana Kristus dan Kitab Suci sebagai saksi utama tentang Kristus.25

Eklesiologi ini

21

Avery Dulles, Model-Model Gereja (Ende: Penerbit Nusa Indah, 1987), 39. 22

Avery Dulles, Model-Model Gereja (Ende: Penerbit Nusa Indah, 1987), 48. 23

Yusak B. Setyawan, Hand-Outs Eklesiologi (Mata Kuliah Eklesiogi Fakultas Teologi UKSW, 2013), 42. 24

Yusak B. Setyawan, Hand-Outs Eklesiologi (Mata Kuliah Eklesiogi Fakultas Teologi UKSW, 2013), 64. 25

Yusak B. Setyawan, Hand-Outs Eklesiologi (Mata Kuliah Eklesiogi Fakultas Teologi UKSW, 2013), 73.

Page 21: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

10

membangkitkan keinginan yang kuat untuk mewartakan Injil kepada mereka yang belum

mengenalnya. Mewartakan Injil selalu dikaitkan dengan keselamatan, sebab ia mengundang

manusia untuk mengimani Yesus Kristus sebagai penyelamat.26

5. Gereja sebagai hamba

Sejak zaman Pencerahan, dunia menjadi semakin aktif dan bebas dari gereja. Berbagai

ilmu pengetahuan dan disiplin ilmiah telah membebaskan dirinya satu demi satu dari kontrol

gereja dan umumnya memperoleh keuntungan dari kebebasan itu. Seni dan ilmu pengetahuan,

industri dan pemerintahan terus mengembangkan bentuk-bentuknya seturut jalan pikiran dan

kebutuhan mereka sendiri. Gereja menasihati dunia, tetapi umumnya dunia tidak memperdulikan

teguran itu dan semakin terus menciptakan teknik dan metodenya sendiri tanpa mengaharpkan

bantuan dari otoritas gereja.27

Metode teologis yang dikembangkan adalah bersifat sekular dan

diagonal. Bersifat sekular karena gereja sudah seharusnya mengambil dunia sebagai tempat

berteologi dan berusaha memperhatikan tanda-tanda zaman, dan bersifat diagonal karena gereja

bermaksud untuk lebih bekerja pada batas antara dunia kontemporer dan tradisi Kristen.

Gambaran yang selaras dengan sikap ini adalah gereja sebagai hamba. Dalam Surat Pastoral

yang ditujukan kepada The Servant Church ditegaskan bahwa Yesus selalu beserta umat manusia

dalam kekurangan dan kesusahannya. Dia melayani. Gereja harus sungguh-sungguh menjadi

Tubuh Kristus, Hamba yang menderita dan karena itu ia harus menjadi gereja yang melayani .

masing-masing orang Kristen dipanggil menjadi manusia bagi sesamanya.28

6. Gereja sebagai persekutuan murid

Dasar-dasar dari model gereja sebagai persekutuan murid-murid dapat ditelusuri dalam

Perjanjian Baru dan dalam pelayanan Yesus selama hidup-Nya di dunia. Sebagai “masyarakat

yang lain dari lain”, dengan peraturan-peraturan dan cara hidup tersendiri, muncul dalam diri

Yesus dalam pelayanan-Nya di depan umum. Rencana-Nya yang semula, rupanya menobatkan

seluruh bangsa Israel, dengan mengajak mereka untuk berbalik dari dosa dan menyambut

kedatangan Kerajaan Allah tidak berhasil. Karena itu Yesus menyusun rencana untuk memilih

beberapa orang dari para pengikut-Nya dan membimbing mereka di bawah pengawasan-Nya

26

Avery Dulles, Model-Model Gereja (Ende: Penerbit Nusa Indah, 1987), 79. 27

Avery Dulles, Model-Model Gereja (Ende: Penerbit Nusa Indah, 1987), 84. 28

Yusak B. Setyawan, Hand-Outs Eklesiologi (Mata Kuliah Eklesiogi Fakultas Teologi UKSW, 2013), 49.

Page 22: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

11

sendiri. Diharapkan mereka mengerti maksud pewartaan Yesus yang sesungguhnya.29

Bersama

Yesus, murid-murid membentuk satu masyarakat yang lain dari lain, yang secara simbolis

menghadirkan Israel Baru dan yang dibarui. Ia mempunyai misi untuk mengingatkan sisa umat

akan nilai transenden Kerajaan Allah, yang tentangnya para murid memberikan kesaksian.

Karena itu penting bagi mereka untuk menjalani pola hidup yang tidak menimbulkan kesan

bertentangan dengan iman pribadi yang kokoh akan penyelenggaraan Allah dan kesetiaan-Nya

terhadap janji-janji-Nya.30

Gereja sebagai persekutuan murid memerlukan pelbagai macam

karunia dan panggilan. Namun semua murid diharapkan untuk menyangkal diri, melayani

dengan rendah hati, lemah lembut terhadap mereka yang berkekurangan dan sabar dalam

kemalangan. Gereja harus meneruskan bentuk misi yang diberikan Yesus kepada pengikut-

pengikut-Nya, harus memperhatikan kebutuhan dan tuntutan zaman.31

2.2.2 Model Kehadiran Gereja di Indonesia

Gereja telah berjumpa dengan agama-agama lain, kebudayaan-kebudayaan, dan sosial

kemasyarakatan yang ada di sekitarnya. Secara khusus, gereja berjumpa dengan agama Islam di

Indonesia. Kehadiran agama Kristen di Indonesia membawa “stigma sosial” sebagai agama

kolonial dalam hubungannya dengan agama Islam Indonesia, yang kemudian menjadi stereotip

sosial bagi sebagian kalangan umat Islam Indonesia bahwa Kekristenan Protestan Indonesia,

memiliki “identitas kolonial”.32

Julianus Mojau yang telah menganalisa dan merangkum

pemikiran-pemikiran para teolog di Indonesia, memberika tiga model kehadiran gereja di

Indonesia. Pembagian ini berdasarkan ciri khas respons teologis yang berbeda di kalangan umat

Kristen yang sedang bergumul dengan identitas “Kristen post-kolonial.” Ketiga model tersebut

adalah:

1. Model Modernisme atau pembangunan ideologis

Model ini menjelaskan bagaimana respons teologis umat Kristen dirumuskan melalui

partisipasinya di dalam pembangunan ideologis yang dilancarkan oleh rezim Orde Baru. Pada

model ini konteks yang sedang dihadapi oleh orang Kristen adalah pembangunan di masa Orde 29

Avery Dulles, Model-Model Gereja (Ende: Penerbit Nusa Indah, 1987), 188. 30

Avery Dulles, Model-Model Gereja (Ende: Penerbit Nusa Indah, 1987), 189. 31

Yusak B. Setyawan, Hand-Outs Eklesiologi (Mata Kuliah Eklesiogi Fakultas Teologi UKSW, 2013), 53-54. 32

Julianus Mojau, Meniadakan Atau Merangkul? Pergulatan Teologis Protestan Dengan Islam Politik Di Indonesia (Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2012), 1.

Page 23: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

12

Baru. Indonesia yang sedang membangun baik itu dari segi politik, sosial, budaya, dan yang

sangat nyata adalah dalam hal pembangunan ekonomi. Para teolog yang setuju akan hal ini

melihat bahwa pembangunan bangsa adalah salah satu jalan untuk menyatakan kehadiran

Kerajaan Allah.33

Gereja menerima Pancasila sebagai ideologi karena dianggap sebagai jaminan

rasa kebangsaan, baik dalam arti politis maupun arti sturktural. Pancasila dinilai sebagai langkah

strategi kontra-produktif dalam meretas kebuntuan hubungan Islam-Kristen di Indonesia.

Penerimaan Pancasila mencerminkan makin mengkristalnya koalisi golongan nasionalis dengan

umat Kristen di mana umat Kristen selalu berhadap-hadapan dengan umat Islam sebagai musuh

secara ideologis.34

Gereja-gereja di Indonesia mendukung sepenuhnya rencana-rencana

pembangunan di masa Orde Baru dan berpartisipasi di dalamnya. Gereja menganggap bahwa

kehadiran Kerajaan Allah dimulai dengan pembangunan untuk mengentaskan kemiskinan,

penderitaan, dan ketidakadilan. Model modernisasi ini juga harus dipahami dalam kondisi

psikologis para teolog tentang bahaya Islam Politik dan Komunisme.

2. Model Teologi Sosial Liberatif

Model teologi sosial ini ingin mencari model hidup menggereja alternatif yang

memungkinkan makin intensifnya komunikasi dengan mereka yang miskin dan lemah di dalam

masyarakat Indonesia sebagai korban kebijakan pembangunan ideologis rezim Orde Baru, baik

secara ekonomis maupun politis. Model ini memiliki keyakinan teologis yang kuat bahwa gereja

sebagai komunitas iman para murid Yesus Kristus tidak bisa lain kecuali secara sungguh-

sungguh mencerminkan visi dan misi kemanusiaan Yesus Kristus, yaitu memberlakukan Injil

Kerajaan Allah sebagai kuasa yang membebaskan (liberatif) dan memberdayakan (empowering)

mereka yang miskin dan lemah di dalam masyarakat Indonesia.35

Para teolog model ini36

menyatakan bahwa gereja adalah saksi kedatangan Kerajaan Allah. Hubungan dengan agama

Islam dalam model ini kurang mendapat perhatian yang khusus, teologi sosial liberatif dapat

dipandang sebagai kemungkinan yang cukup prospektif dalam meretas kebuntuan hubungan

Islam-Kristen di Indonesia. Masalah pokok yang harus dihadapi ialah stereotip sebagian

33

Diantaranya adalah O. Notohamidjojo, T. B. Simatupang, P. D. Latuihamallo, S. A. E. Nababan, dan Eka Darmaputera. 34

Julianus Mojau, Meniadakan Atau Merangkul? Pergulatan Teologis Protestan Dengan Islam Politik Di Indonesia (Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2012), 128. 35

Julianus Mojau, Meniadakan Atau Merangkul? Pergulatan Teologis Protestan Dengan Islam Politik Di Indonesia (Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2012) ,143. 36

Diantaranya adalah J. L. Ch. Abineno, Josef Widyatmadja, F. Ukur, E. G. Singgih, A. A. Yewangoe, H. M. Katoppo.

Page 24: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

13

kalangan umat Islam (khusus Islam Politik) bahwa berbagai bentuk pelayanan sosial Kristen

sering kali dipandang sebagai alat Kristenisasi. Akan tetapi, penekanan Abineno pada diakonia

sosial-politik, Widyatmadja bahwa pelayanan sosial gereja sebagai pelayanan pemberdayaan,

yang ditopang oleh solidaritas liberatif kehambaan yang ditekankan Singgih, dan semangat

kekeluargaan yang ditekankan oleh Ukur, kiranya menumbuhkan kesadaran baru yang dapat

mengatasi kepicikan sebagian kalangan umat Kristen yang masih sering kali mengartikan misi

Kristen sebagai kristenisasi, dan kecurigaan yang fobia di kalangan Islam Politik yang selalu

menganggap pelayanan sosial Kristen sebagai alat kristenisasi.37

Teologi sosial liberatif sangat

mencerminkan pergumulan nyata masyarakat Indonesia dan memberi pencitraan sosial umat

Kristen Indonesia sebagai komunitas iman para murid Yesus bersama masyarakat Indonesia

melawan rezim yang merendahkan citra manusia sebagai gambar dan rupa Allah (imago Dei).

3. Model Teologi Sosial Pluralis

Model teologi sosial ini berusaha mengembangkan kesadaran teologi sosial yang ingin

mendorong hidup menggereja komunitas iman para murid Yesus Kristus menjadi komunitas

iman yang lebih terbuka kepada komunitas iman lain, khususnya dengan umat Islam.38

Teologi

sosial pluralis adalah sebuah usaha teologis yang ingin merespons realitas masyarakat dan

bangsa Indonesia yang plural. Citra diri gereja yang dominan di kalangan umat Kristen Indonesia

adalah citra diri sebagai terang bangsa-bangsa. Pencitraan inilah yang mendorong lahirnya sikap

teologi yang triumfalis, eksklusif, dan agresif di kalangan umat Kristen. Menurut Zakaria J.

Ngelow, hal ini dikarenakan alasan umat Kristen yang merasa diri sebagai minoritas penuh

kecemasan yang dibayang-bayangi oleh pihak Islam, masih kuatnya budaya harmoni dan struktur

sosial yang paternalistis, dan warisan teologi yang piestis.39

Ioanes Rakhmat menyebut agama

Kristen dan Islam sebagai agama kasih karunia karena keduanya menekankan keterbatasan

manusia dan hanya bersandar pada kemurahan Allah (yang dibahasakan sebagai kasih karunia

Allah).40

Identitas post-kolonial umat Kristen dapat dimengerti oleh pihak Islam Politik apabila

37

Julianus Mojau, Meniadakan Atau Merangkul? Pergulatan Teologis Protestan Dengan Islam Politik Di Indonesia (Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2012), 278. 38

Julianus Mojau, Meniadakan Atau Merangkul? Pergulatan Teologis Protestan Dengan Islam Politik Di Indonesia (Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2012), 380. 39

Julianus Mojau, Meniadakan Atau Merangkul? Pergulatan Teologis Protestan Dengan Islam Politik Di Indonesia (Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2012), 340. 40

Julianus Mojau, Meniadakan Atau Merangkul? Pergulatan Teologis Protestan Dengan Islam Politik Di Indonesia (Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2012), 340.

Page 25: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

14

ada dialog di antara umat Kristen dan umat Islam. Titik temu kedua agama ini adalah pada dua

tokoh yaitu Yesus dan Muhammad, di mana keduanya berorientasi pada kemanusiaan,

mempunyai visi dan misi liberatif. Gereja harus menjadi komunitas iman yang terbuka bagi

komunitas-komunitas iman lain. Keterbukaan itu nyata dalam sikap saling menghargai

“keberlainan” sesuai dengan tradisi iman mereka dalam semangat dialogis yang memajukan

kemanusiaan, membawa semangat rekonsiliatif dan liberatif.

Di dalam teologi sosial pluralis ini, salah satu tokohnya Zakharia J. Ngelow, ada dua

model kehadiran gereja di Indonesia. Kedua model tersebut antara lain:

1. Model Konfrontatif

Menurut Ngelow, karena kepentingan dagang bangsa Portugis dan VOC, umat

Kristen di Indonesia pada masa pemerintahan kolonial Belanda mengalami

domestifikasi dalam ghetto perkampungan Kristen sehingga membuat agama Kristen

mengalami keterasingan dari lingkungan sosialnya.41

Orang-orang Kristen pribumi

bukan lagi memahami dirinya sebagai bagian dari lingkungan masyarakat aslinya

melainkan hidup dalam peniruan gaya hidup budaya asing, dalam hal ini budaya

bangsa Barat. Ngelow membandingkan organisasi-organisasi keagamaan Islam

Indonesia dengan organisasi-organisasi keagamaan Kristen yang tampaknya enggan

menjadi sebuah gerakan sosial-politik yang anti-pemerintah kolonial. Dengan

keadaan seperti itulah maka tidak heran apabila agama Kristen sering kali mendapat

stigma sosial sebagai agama penjajah.42

Diperlukan kesadaran ekumenis untuk

membongkar sifat-sifat eksklusif tersebut dan untuk membangun dialog dengan umat

Islam. Gereja sebagai nabi yang mewartakan pesan-pesan Allah seharusnya dapat

berkonfrontasi dengan penguasa yang lalim bukan malah diam dalam status aman dan

nyamannya.

2. Pelayanan Sosial Tanpa Label Kristiani

Ngelow menekankan betapa pentingnya pelayanan sosial yang dilakukan agama-

agama di Indonesia secara bersama untuk membebaskan rakyat miskin dan kecil dari

41

Julianus Mojau, Meniadakan Atau Merangkul? Pergulatan Teologis Protestan Dengan Islam Politik Di Indonesia (Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2012), 334. 42

Julianus Mojau, Meniadakan Atau Merangkul? Pergulatan Teologis Protestan Dengan Islam Politik Di Indonesia (Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2012), 335.

Page 26: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

15

penderitaan yang melilit mereka. Yang diperlukan di Indonesia dewasa ini bukanlah

jenis kekristenan yang mengutamakan keberagamaan ritual-individual, melainkan

yang menekankan etika sosial, kontekstual, dan yang terbuka terhadap hubungan

dialogis dengan agama-agama lain. Ngelow menentang keras Gerakan Kharismatik,

yang dalam penilaiannya merupakan gerakan fundamentalisme Kristen yang asosial

dan eksklusif. Ngelow mengusulkan agar setiap bentuk pelayanan sosial kristiani,

baik itu yang dilaksanakan oleh gereja-gereja di Indonesia sebagai lembaga formal

maupun perorangan berdasarkan semangat altruistif-diakonis, dilakukan tanpa perlu

ada label kristiani.43

Ada banyak bentuk pelayanan sosial yang dapat gereja lakukan

untuk membebaskan rakyat miskin dan kecil, misalnya dalam hal kesehatan,

pendidikan, pertanian, perdagangan, dan lain sebagainya. Usaha tersebut dilakukan

bukan semata-mata untuk “menobatkan” seseorang menjadi anggota gereja, tetapi

dilakukan dengan semangat melayani dan membebaskan.

Edmund Woga menambahkan secara integral gereja harus menjadi manusia baru, secara

inkulturatif ia menjadi tetangga, dan secara dialogis menjadi kawan seperjalanan.

A. Menjadi Manusia Baru

Misi adalah ajakan kepada manusia untuk berziarah menuju kepada Allah, Sang Pencipta,

yang merupakan tujuan seluruh ciptaan. Karya misi sebagai partisipasi pada karya

penyelamatan Allah bertugas untuk mengusahakan agar benih-benih keselamatan dalam

setiap ciptaan diperkembangkan dan diarahkan secara utuh kepada kesempurnaan akhir

zaman.

B. Menjadi Tetangga

Hidup menggereja yang institusional-sentralistis adalah masa lampau yang membuat

gereja menjadi asing terhadap dirinya dan dunia sekitarnya. Padahal gereja harus

mewartakan karyanya dan berinkarnasi di dalam dunia. Menjadi tetangga bagi siapa saja

yang hidup berdampingan dengan orang Kristen menghindari ketertutupan gereja

terhadap dunianya. Gereja tidak hidup menyendiri, gereja harus sadar bahwa iman dan

agama Kristen tumbuh dan berkembang dari tengah-tengah kehidupan manusia setempat.

43

Julianus Mojau, Meniadakan Atau Merangkul? Pergulatan Teologis Protestan Dengan Islam Politik Di Indonesia (Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2012), 343.

Page 27: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

16

C. Menjadi Kawan Seperjalanan

Buah dari sikap optimistis terhadap rahmat Allah yang universal ialah kesadaran bahwa

masa eskatologis tidak dijalani sendiri oleh gereja karena sejarah telah membuktikan

bahwa agama-agama tetangga juga sedang menuju kesempurnaan Sang Pencipta. Gereja

sadar bahwa karya keselamatan Allah bersifat universal sehingga penting di dalam karya

misinya menyadari universalitas diri dan peranannya dalam karya penyelamatan Allah,

tetap harus melihat kepentingan dirinya dalam karya penyelamatan Allah tidak terlepas

dari peranan agama-agama lain, yang juga secara teologis mempunyai kepentingan yang

legitim (dalam karya penyelamatan).44

3. GKP KLASIS WILAYAH PURWAKARTA

3.1 Demografi Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, dan Kabupaten

Purwakarta

3.1.1 Kabupaten Karawang

Kabupaten Karawang adalah salah satu kabupaten di Jawa Barat yang terkenal dengan

hasil pertaniannya yaitu padi. Wilayah Karawang yang terletak di dataran rendah dan dialiri

sungai Citarum membuat tanahnya subur dan cocok untuk persawahan. Hasil padi yang

melimpah itulah yang membuat Karawang mendapat julukan “Lumbung Padi” di Jawa Barat.

Masyarakat Karawang tinggal di wilayah perkotaan dan pedesaan, dan didominasi oleh suku

Sunda. Masyarakat yang tinggal di perkotaan sebagian besar bekerja sebagai pegawai negeri,

karyawan, dan pegawai swasta. Sedangkan masyarakat di daerah pedesaan bermata pencaharian

sebagai petani dan pedagang. Suku Sunda masih menjadi dominan di Karawang meskipun ada

banyak pendatang yang berasal dari berbagai daerah dan budaya yang berbeda. Kemajemukan

pun dilihat dari beragam agama yang dianut oleh masyarakat Karawang. Agama Islam masih

menjadi agama mayoritas yang dianut oleh masyarakat Karawang. Berikut adalah tabel

penduduk Kabupaten Karawang berdasarkan agama yang dianutnya:

Tabel 1.1 Kabupaten Karawang

No. Agama Jumlah

1. Islam 2.088.849

2. Kristen Protestan 22.940

44

Edmund Woga, Dasar-Dasar Misiologi (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 221-225.

Page 28: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

17

3. Kristen Katholik 4.738

4. Hindu 459

5. Buddha 5.277

6. Konghucu 296

Data terakhir diambil dari Sensus Penduduk oleh BPS tahun 2010.

3.1.2 Kabupaten Purwakarta

Kabupaten Purwakarta berada dekat dengan Kabupaten Karawang dan berbatasan

langsung dengannya. Kabupaten ini terkenal dengan adanya salah satu bendungan terbesar di

Indonesia, yaitu Bendungan Jatiluhur. Secara geografis, Kabupaten Purwakarta tidak jauh

berbeda dengan Kabupaten Karawang. Adanya bendungan Jatiluhur menambah potensi untuk

bidang pariwisata karena dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata warga lokal dan warga yang

berasal dari luar daerah. Mayoritas masyarakat Kabupaten Purwakarta terdiri dari suku Sunda

dan pendatang dari luar daerah yang bekerja di Purwakarta. Terletak tidak jauh dari Kabupaten

Bandung membuat adanya perbedaan antara orang Sunda yang ada di Purwakarta dengan orang

Sunda di Kabupaten Karawang. Orang Sunda di Kabupaten Purwakarta berbahasa “lebih halus”

dibandingkan dengan orang Sunda yang ada di Karawang. Dari segi keagamaan, agama Islam

menjadi agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakatnya. Berikut adalah tabel yang

menunjukkan agama yang dianut oleh masyarakat Purwakarta:

Tabel 1.2 Kabupaten Purwakarta

No. Agama Jumlah

1. Islam 841.552

2. Kristen Protestan 25.980

3. Kristen Katholik 1.518

4. Hindu 502

5. Buddha 519

6. Konghucu 79

Data terakhir diambil dari Sensus Penduduk oleh BPS tahun 2010.

3.1.3 Kabupaten Subang

Kabupaten Subang juga berbatasan dengan Kabupaten Karawang dan Kabupaten

Purwakarta. Terletak di utara Pulau Jawa sehingga kabupaten ini dilalui oleh jalur Pantura

(Pantai Utara Jawa). Dapat dikatakan bahwa kabupaten ini hanya menjadi tempat persinggahan

sementara. Hasil pertanian yang dominan dari kabupaten ini adalah padi. Hal ini dapat

dibuktikan dengan adanya lembaga penelitian padi yang berfungsi untuk meneliti kualitas padi

sebelum ditanam dan dipanen. Karena berada di jalur Pantura maka masyarakat Kabupaten

Page 29: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

18

Subang pun beraneka ragam pekerjaannya. Mulai dari pegawai negeri, pegawai swasta, petani,

pedagang, hingga jasa tambal ban. Masyarakatnya sebagian besar adalah orang Sunda dan

beragama Islam. Keadaan masyarakat menurut agama yang dianut dapat dilihat melalui tabel

berikut:

Tabel 1.3 Kabupaten Subang

No. Agama Jumlah

1. Islam 1.455.229

2. Kristen Protestan 4.382

3. Kristen Katholik 1.237

4. Hindu 31

5. Buddha 326

6. Konghucu 45

Data terakhir diambil dari Sensus Penduduk oleh BPS tahun 2010.

3.2 Gereja Kristen Pasundan Klasis Wilayah Purwakarta

Pada masa kolonialisme, orang-orang Sunda yang telah menerima berita Injil dari para

zending tidak mempunyai kesempatan untuk berkumpul bersama. Sekalipun ada, itu hanya

sebatas pada kebaktian dan diadakannya sakramen seperti Perjamuan Kudus dan Baptisan

Kudus. Jemaat-jemaat hasil pekabaran Injil dari para zending ini akhirnya kemudian berkumpul

dalam satu Rad Ageng di tahun 1934, dan mereka menyatakan diri sebagai Gereja Kristen

Pasundan sebagai suatu sinode. Jadi GKP lahir bukan karena pertama-tama adanya sinode

kemudian lahir jemaat-jemaat Kristen, melainkan dari jemaat-jemaat Kristen yang berkumpul

kemudian membentuk dan mengikat diri mereka di dalam satu wadah kebersamaan yang

bernama GKP.

Klasis adalah bentuk kerjasama antar-jemaat GKP dalam satu wilayah yang berdekatan

sehingga di dalam satu klasis terdapat beberapa jemaat dan pos kebaktian GKP. GKP Klasis

Wilayah Purwakarta terdiri dari 7 jemaat dan 4 pos kebaktian, yaitu Jemaat Purwakarta, Jemaat

Sadang, Jemaat Sukamandi, Jemaat Karawang, Jemaat Telukjambe, Jemaat Bojongsari, Jemaat

Cikampek, Pos Kebaktian Pebayuran, Pos Kebaktian Kampung Teko, Pos Kebaktian Cilamaya,

dan Pos Kebaktian Jatiluhur. Secara geografis, Klasis Purwakarta hadir di 3 kabupaten, yaitu

Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Subang.

Page 30: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

19

3.3 Relasi dan Strategi Jemaat-jemaat GKP Klasis Wilayah Purwakarta Yang Hadir Di

Tengah Masyarakat Sunda.

Di sini penulis akan menguraikan hasil wawancara dengan jemaat, majelis jemaat, serta

pendeta GKP yang ada di Klasis Wilayah Purwakarta. Penulis akan membagi jemaat-jemaat

tersebut berdasarkan kaupaten dimana jemaat tersebut hadir.

3.3.1 Kabupaten Karawang

Jemaat GKP yang ada di kabupaten ini antara lain Jemaat Karawang, Jemaat Telukjambe,

Jemaat Cikampek, Pos Kebaktian Pebayuran, Pos Kebaktian Kampung Teko, dan Jemaat

Bojongsari (jemaat ini terdapat di perbatasan antara Kabupaten Karawang dan Kabupaten

Bekasi, letaknya sangat dekat dengan Kabupaten Karawang tetapi secara administratif masuk

dalam wilayah Kabupaten Bekasi).

GKP Karawang salah satu GKP yang hadir di tengah daerah perkotaan, yang sebagian

besar jemaatnya bekerja sebagai pegawai negeri dan karyawan. Kehadiran GKP Karawang

pernah memicu ketegangan ketika ada salah seorang Muslim ingin menyatakan imannya menjadi

pengikut Kristus. Pdt. Andris mengatakan, “dulu pernah ada seorang anak dari Muslim dan

keluarganya semua Muslim, haji. Ketika dewasa memutuskan untuk katekisasi dan menikah

dengan orang Kristen. Itu yang tidak direstui oleh orangtuanya. Orangtuanya kemudaian

memanggil FPI Kabupaten Bekasi untuk melakukan intimidasi terhadap gereja”. Meskipun

demikian, sampai saat ini relasi yang baik dengan masyarakat sekitar dijaga melalui program

diakonia gereja untuk masyarakat sekitarnya seperti memberikan pengobatan gratis bekerjasama

dengan rumah sakit milik GKP sendiri yang kebetulan berada di Karawang, ikut aktif dalam

kegiatan donor darah yang diadakan oleh PMI, memberikan bingkisan kepada masyarakat pada

waktu Lebaran, memberikan bantuan kepada korban banjir, dan memberikan bantuan kepada

panti asuhan dan panti jompo. Meskipun berada di tengah kota besar yang sangat majemuk, GKP

Karawang dapat mempertahankan dirinya dengan ikut terlibat bersama dengan masyarakat dan

melakukan pelayanan-pelayanan bagi kebutuhan masyarakat. Namun program untuk masyarakat

ini masih dirasa kurang oleh Majelis Jemaat sendiri, sehingga ke depannya akan menjadi

pertimbangan dalam membuat suatu program kerja.45

45

Hasil wawancara dengan Pdt. Anna M. Sarniem dan Pdt. Andris Suhana, Kamis, 8 Januari 2015, Karawang

Page 31: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

20

Selain jemaat mandiri, GKP Karawang juga mempunyai 2 pos kebaktian, yaitu

Pebayuran dan Kampung Teko. Kedua pos kebaktian tersebut juga berada di perbatasan

Kabupaten Karawang dengan Kabupaten Bekasi, namun secara administratif masuk ke dalam

wilayah Kabupaten Bekasi. Relasi anggota jemaat Pebayuran dan Kampung Teko dengan

lingkungan sekitarnnya terjadi cukup baik. Untuk Pos Kebaktian Kampung Teko sendiri anggota

jemaatnya sebagian besar masih terikat erat dengan garis kekeluargaan. Sehingga relasi dengan

masyarakat terjalin dengan baik karena adanya ikatan keluarga. Dikatakan oleh Pdt. Maria,

“dengan pemimpin setempat masyarakat atau jemaat ada ikatan keluarga.” Belum pernah ada

konflik berdasarkan agama. Bentuk strategi yang dibangun adalah ketika merayakan Natal, maka

warga jemaat membuka pintu gereja lebar-lebar agar setiap orang dapat masuk dan melihat di

dalamnya. Berbeda dengan Pos Kebaktian Pebayuran, dimana anggota jemaat di sini tinggal

tidak jauh dari lingkungan pesantren. Pdt. Maria mengatakan, “ada perasaan lebih ke khawatir,

cemas karena masyarakat di sekitar gereja mulai diwarnai kehadiran masyarakat yang

ekstrim.”Hal tersebut berdampak pada pelayanan anggota jemaat kepada masyarakat dimana

kegiatan yang jemaat lakukan takut di cap sebagai proses kristenisasi.46

GKP Jemaat Bojongsari berdiri di dekat Pasar Bojong, Kabupaten Bekasi. Pada awalnya

jemaat ini merupakan pos kebaktian yang menginduk ke GKP Karawang. Jemaat Bojongsari

sudah menjadi dewasa selama 19 tahun dan pertumbuhan jemaat yang terjadi kurang signifikan.

Artinya adanya jemaat yang keluar atau berpindah hampir sebanding dengan jumlah jemaat yang

masuk. Sebagian besar jemaat bekerja sebagai pedagang dan beretnikkan Tionghoa. Sebelum

menjadi jemaat mandiri, sebagian besar anggota jemaat berlatar belakang kharismatik sehingga

pemahaman wawasan ke-GKP-an masih kurang. Relasi masyarakat dengan umat agama lain dan

suku lain terjadi cukup baik. Pernah terjadi ketegangan ketika jemaat sedang merenovasi gedung

gereja. Menurut Pdt. Adholfina, “Ada sekelompok orang yang mengaku diri sebagai LSM dan

merasa keberatan dengan pembangunan gedung gereja. Setelah dilakukan mediasi ternyata

sekelompok orang tersebut berasal dari luar daerah Bojong dan meminta uang sebagai

“pemulus” jalannya renovasi gedung gereja. Di sekitar gedung gereja sendiri terdapat gereja

lainnya, namun yang dicatat memiliki izin oleh pemerintah daerah hanya ada 4 gereja saja.

Kemudian hal lainnya yang dipersoalkan oleh waraga sekitar adalah kehadiran kelompok

46

Hasil wawancara dengan Pdt. Maria Aprina, Kamis, 8 Januari 2015, Karawang

Page 32: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

21

Ahmadiyah yang meresahkan warga, secara khusus umat Islam.” Menjelang Natal 2014

kemarin, kembali muncul isu demo besar-besaran yang dilakukan warga Kabupaten Bekasi yang

menolak dibangunnya gereja Katholik di Cikarang. Tetapi demo tersebut tidak dilakukan

terhadap gereja-gereja di Kabupaten Bekasi, hanya di kantor pemerintahan daerah saja. GKP

Bojongsari menjalin relasi dengan masyarakat melalui program pengobatan gratis. Awalnya

dikhususkan hanya untuk warga di sekitar lingkungan saja namun warga yang ikut serta berasal

dari banyak tempat tidak hanya di sekitar lingkungan gereja saja. Pdt. Adholfina mengatakan,

“jemaat memberitahukan bahwa bantuan pengobatan tersebut murni untuk membantu warga

tanpa ada niat untuk melakukan kristenisasi. Meskipun ada yang antipati terhadap kegiatan

tersebut, tetapi banyak juga warga yang antusias mengikutinya.”47

GKP Telukjambe juga merupakan buah pelayanan dari jemaat Karawang. Jemaat

Telukjambe di tempatkan di tengah komplek militer ditujukan untuk melayani tentara-tentara

yang tinggal di sana. Seiring perkembangan jaman, bertambah juga jumlah anggota jemaatnya

dan tidak terbatas pada tentara saja tetapi terbuka untuk siapa saja. Pertumbuhan yang terjadi

dipengaruhi oleh banyaknya pendatang yang mencari pekerjaan di Karawang. Pdt. Winda

mengatakan, “hubungan jemaat dengan masyarakat cukup baik meskipun pernah terjadi sedikit

konflik, yaitu ketika akan mengadakan Kebaktian Rumah Tangga di kontrakan salah seorang

anggota jemaat, pemilik kontrakan tersebut tidak memberikan ijin.”48

Bp. Priyo menambahkan,

“kehadiran GKP di tengah masyarakat Sunda dan pendatang yang ada di Telukjambe dirasakan

kurang. GKP kurang memberikan kontribusi bagi masyarakat sekitarnya. Seharusnya GKP

dapat mengadaptasikan dirinya dengan masyarakat.”49

Meskipun tantangan untuk mengabarkan

Injil di tengah-tengah masyarakat yang sudah lebih dulu menganut Islam sangat kuat, GKP tidak

boleh terfokus pada menobatkan jiwa-jiwa baru. Teologi yang harus dibangun adalah GKP harus

menjadi bagian dari masyarakat dan turut serta dalam pergumulan masyarakat sekitarnya.50

Untuk dapat terus bertahan, GKP tidak harus menobatkan jiwa-jiwa baru. Bp. Sutanto

menambahkan, “karena GKP adalah gereja wilayah dan bukan gereja suku sehingga terbuka

47

Hasil wawancara dengan Pdt. Adholfina Tamberongan, Jumat, 9 Januari 2015, Bojongsari 48

Hasil wawancara dengan Pdt. Winda Yustanti, Kamis, 8 Januari 2015, Karawang 49

Hasil wawancara dengan Bp. Priyo Sudibyo (M. J. Bid. Daya dan Dana), Kamis, 8 Januari 2015, Karawang 50

Hasil wawancara dengan Pdt. Winda Yustanti, Kamis, 8 Januari 2015, Karawang

Page 33: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

22

untuk sesama tanpa harus dari suku tertentu”.51

Dalam bidang diakonia, Bp. Robert

mengatakan, “ketika melakukan pelayanan kepada masyarakat GKP harus melihat situasi, ia

harus berbaur dan tidak membeda-bedakan suku.”52

GKP Cikampek hadir di tengah keramaian masyarakat industri, dimana banyak terdapat

pabrik dan mobilisasi penduduknya cukup tinggi. Kehadiran GKP Cikampek dirasakan oleh

warga sekitar melalui pelayanan yang diberikan. Pdt. Yanto menceritakan, “pernah terjadi ketika

suatu gereja tertentu memberikan bantuan tetapi bantuan itu kemudian dibuang begitu saja.

Juga pernah terjadi ketika isu kristenisasi melaui sekolah yang ada di Cikampek, GKP

Cikampek menjadi sasaran kemarahan warga meskipun tidak sampai dibakar.” GKP Cikampek

harus sadar dimana dirinya berada dan konteks masyarakat seperti apa ia hadir. Bukan lagi

berdialog tentang dogma mengenai siapa yang benar tetapi harus diberikan kesadaran bahwa

gereja hadir untuk membantu masyarakat dan teribat aktif di dalam pergumulan masyarakat.

GKP Cikampek yang sebagian besar jemaatnya adalah pegawai dan karyawan, sangat baik di

dalam menjalin relasi. Kemungkinan karena tingginya mobilisasi jemaat sehingga ketika

bertemu tidak membicarakan hal-hal yang tidak penting seperti berdebat tentang agama,

sehingga komunikasi seringkali hanya sebatas kehidupan sehari-hari jemaat dan masyarakat.

Begitu juga halnya dengan Pos Kebaktian Cilamaya, yang masih dibawah koordinasi GKP

Cikampek. Perlu ditekankan bahwa gereja hadir bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk

bersama-sama bergumul dengan masyarakat mengatasi masalah-masalah kehidupan. Jika

demikian, gereja dan anggota jemaat tidak menjadi eksklusif dan menutup diri dengan

masyarakat lainnya.53

3.3.2 Kabupaten Purwakarta

Di Kabupaten Purwakarta terdapat dua jemaat dan satu pos kebaktian yaitu Jemaat

Purwakarta dan Jemaat Sadang, serta Pos Kebaktian Jatiluhur.

GKP Purwakarta hampir mirip dengan GKP Karawang terletak di tengah kota dan cukup

strategis karena di jalan utama kota Purwakarta. Sebagian besar jemaatnya bekerja sebagai

pegawai negeri dan swasta, dan masih ada jemaat yang bersuku Sunda di sini. Kehadiran GKP

Purwakarta yang sudah cukup lama serta relasi dengan masyarakatnya pun cukup baik tetapi

51

Hasil wawancara dengan Bp. Sutanto (Jemaat), Kamis, 8 Januari 2015, Karawang 52

Hasil wawancara dengan Bp. Robert Pua (M. J. Bid. Diakonia) Kamis, 8 Januari 2015, Karawang 53

Hasil wawancara dengan Pdt. Heryanto Pakpahan, 11 Januari 2015, Cikampek

Page 34: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

23

bukan tanpa tantangan. Ibu Isvandi mengatakan, “bermula dari berita tentang seorang anak

perempuan yang kedapatan mencuri di salah satu toko milik warga etnis Tionghoa. Sang pemilik

toko menghukum anak itu dengan disuruh untuk mencuci piring, kebetulan anak perempuan ini

memakai kerudung. Ada warga yang melihatnya sehingga terjadi salah pengertian, berita yang

disampaikan kepada orang-orang jadinya ada seorang anak perempuan disuruh mencuci piring

menggunakan jilbab (kerudung). Padahal yang sebenarnya adalah anak perempuan yang

memakai jilbab disuruh mencuci piring.” Karena kesalahpahaman inilah kemudian menyulut

emosi warga lainnya sehingga terjadi kekacauan dan GKP Purwakarta terkena dampaknya.

Beberapa tahun kemudian situasi sudah kembali normal dan kondusif. Pada saat ini GKP

Purwakarta mengalami perkembangan yang cukup signifikan dari segi kuantitas. Pertumbuhan

jemaat bukan hanya terjadi perpindahan anggota jemaat tetapi juga adanya beberapa orang dari

agama Islam yang ingin mengenal Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya secara pribadi. Pdt.

Deru menambahkan, “cukup banyaknya jemaat yang berpindah dari Muslim justru membawa

spirit bagi anggota jemaat yang akan masuk Kristen yang berasal dari Muslim”. Gereja harus

siap menghadapi jika ada orang yang menjadi Kristen, dan di putus hubungan oleh keluarganya.

Pelayanan tanpa membeda-bedakan suku, latar belakang pendidikan, dan pekerjaan inilah yang

dilakukan anggota jemaat GKP Purwakarta. Misalnya ketika Lebaran, maka para pedagang akan

diberi bingkisan lebaran, juga melalui pengobatan gratis.54

GKP Purwakarta memiliki satu pos kebaktian yaitu Pos Kebaktian Jatiluhur. Terletak di

dekat bendungan Jatiluhur sehingga pelayanan yang dilakukan kepada masyarakat yang tinggal

di sekitar bendungan. Bp. Rasimin mengatakan, “pada awalnya gereja ini dibangun oleh

insinyur dari Italia dan Prancis sebagai sarana ibadah mereka yang bekerja membangun

bendungan.”55

Sampai saat ini pos kebaktian tersebut tetap bertahan walaupun anggota jemaat

datang dan pergi. Program pelayanan yang dilakukan antara lain adalah memberikan bantuan

beasiswa kepada siswa yang sedang bersekolah di sekolah yang tidak jauh berada di gedung

gereja. Bantuan beasiswa ini tidak hanya untuk siswa-siswi yang Kristen tetapi untuk semua

tanpa membeda-bedakan agama. Ibu Yenti dan Ibu Rini, mengatakan “mereka welcome kalau

soal bantuan mah.”56

54

Hasil wawancara dengan Pdt. Deru Noron, Bp. Sahat, Ibu Isvandi, Bp. Anton, 24 Desember 2014, Purwakarta 55

Hasil wawancara dengan Bp. Rasimin, 24 Desember 2014, Jatiluhur 56

Hasil wawancara dengan Ibu Yenti dan Ibu Rini, 24 Desember 2014, Jatiluhur

Page 35: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

24

GKP Sadang hadir berdekatan dengan komplek militer. Relasi dengan masyarakat

sekitarnya pun sangat baik karena hal itu sudah dipelihara sejak lama. Pada tahun 1972 gereja

menyumbang tikar untuk mesjid dan diterima dengan baik. Tahun 1973 anggota jemaat turut

serta membangun sebuah madrasah dan masyarakat Islam pun tidak merasa alergi menerima

bantuan dari orang Kristen. Gereja harus menjadi pionir dalam mewujudkan rasa kebersamaan

dan membangun relasi yang baik, karena jika tidak demikian gereja tidak akan bertahan lama di

satu wilayah yang sangat radikal. Gereja perlu melakukan karya nyata bukan sekedar

disampaikan di mimbar saja. GKP Sadang contohnya, memberikan bantuan pengobatan mata

gratis dan masyarakat sangat antusias. 57

Gereja perlu beradaptasi dengan lingkungannya dan

membangun dialog dengan masyarakat, menempatkan diri, serta melihat kondisi lingkungan

sehingga gereja tidak hidup untuk dirinya saja.58

Berbeda cerita dengan anggota jemaat lain yang

tinggal lebih jauh dari gereja dimana ia mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan.

Awalnya ketika akan melakukan Kebaktian Rumah Tangga ada penolakan dari tetangga tetapi

kemudian anggota jemaat memulainya dengan menyanyikan Kidung Kabungahan (kidung pujian

rohani berbahasa Sunda) dan tetangga merasa heran apabila orang Kristen dapat menyesuaikan

diri dengan adat Sunda. Ada juga penolakan dari seorang tokoh agama terhadap anggota jemaat

yang berjualan makanan. Ibu Lina Heumasse mengalami sendiri dan mengisahkan, “dulu waktu

ustdaznya masih yang lama kita tidak pernah ada masalah. Justru ketika ada seorang ustadzah

datang dan mempengaruhi masyarakat. Memang ibu ustdaz itu dikenal fanatik. Tidak boleh

mengucapkan selamat natal kepada orang Kristen. Juga waktu saya berjualan makanan malah

ada isu kalau makanan saya ini haram”.59

3.3.3 Kabupaten Subang

GKP Sukamandi adalah satu-satunya jemaat GKP yang ada di Kabupaten Subang. GKP

Sukamandi sendiri sudah lama berdiri dewasa yang sebelumnya menginduk ke GKP Cikampek.

Posisinya yang berada di samping jalur Pantura Subang ternyata tidak membawa pengaruh yang

signifikan untuk pertumbuhan anggota jemaat secara kuantitas. Relasi dengan masyarakat pun

cukup baik tetapi yang sering menjadi permasalahan adalah masyarakat yang berasal dari

kecamatan lain (Kecamatan Ciasem). Karena masyarakat Ciasem sangat keras dalam

57

Hasil wawancara dengan Bp. Jhoni P, 9 Januari 2015, Sadang 58

Hasil wawancara dengan Bp. Ari Welang, 9 Januari 2015, Sadang 59

Hasil wawancara dengan Ibu Lina Heumasse, 9 Januari 2015, Sadang

Page 36: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

25

berhubungan dengan agama Kristen. Pdt. Rosita mengatakan, “memori kelam yaitu ketika

gedung gereja GKP Sukamandi hampir dibakar oleh kelompok-kelompok anti-toleran.” Saat ini

anggota jemaat pun mencoba berelasi dengan masyarakat tetapi harus berhati-hati terutama

dalam sikap hidup dan perbuatan sehari-hari. Relasi dengan pemerintah daerah yang terjalin

cukup baik ternyata membawa pengaruh yang baik bagi keberadaan GKP Sukamandi hingga saat

ini.60

3.4 Cara Bertahan Jemaat-jemaat GKP Klasis Wilayah Purwakarta

Menurut hasil penelitian, maka ada beberapa cara yang dipakai jemaat-jemaat GKP

Klasis Wilayah Purwakarta untuk dapat bertahan (survive) dan berkembang, yaitu:

a. Dalam rangka pembinaan iman maka melalui kebaktian-kebaktian yang ada jemaat-

jemaat di berikan pemahaman iman yang baik supaya tetap bertahan dengan imannya.

Bukan hanya di kebaktian Minggu saja tetapi juga di kebaktian kategorial lainnya.

b. Membangun relasi dengan pemerintah setempat. Dengan adanya hubungan yang baik

dengan pemerintah, maka jemaat-jemaat dapat mengetahui permasalahan yang sedang

terjadi di wilayahnya, sehingga jemaat dapat memberikan kontribusi aktif di dalamnya.

c. Memakai budaya Sunda di dalam kegiatan-kegiatan khusus, seperti kebaktian penahbisan

pendeta. Dengan demikian jemaat-jemaat diberikan pemahaman bahwa gereja tidak

menutup diri terhadap budaya yang ada melainkan menyadari bahwa gereja hadir di

budaya tersebut.

d. Membuat kerjasama dengan umat agama lain, khususnya dengan umat agama Islam.

Melalui JAKATARUB (Jaringan Kerjasama Antar Umat Beragama), GKP dapat

membangun relasinya dengan agama-agama lain.

4. ANALISA KEHADIRAN GKP KLASIS WILAYAH PURWAKARTA DI

TENGAH MASYARAKAT SUNDA

Berdasarkan data yang telah disebutkan, maka penulis akan menganalisa strategi

kehadiran GKP Klasis Wilayah Purwakarta di tengah masyarakat Sunda. Charles Darwin yang

terkenal dengan teori evolusinya berpendapat bahwa setiap makhluk hidup akan berjuang untuk

60

Hasil wawancara dengan Pdt. Rosita J. Permana, Bp. R. Nainggolan, Bp. Sukamto, Ibu Lina, Ibu Yatini, 4 Januari 2015,

Sukamandi

Page 37: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

26

tetap bertahan hidup dan meneruskan keturunannya, di mana setiap makhluk hidup yang tidak

mampu maka akan punah dan tergerus oleh roda besi kehidupan. Pernyataan tersebut kemudian

dimaknai apabila ingin bertahan maka makhluk hidup harus mampu beradaptasi dengan

lingkungannya dan berevolusi (berubah secara perlahan-lahan mengikuti proses adaptasi). GKP

Klasis Wilayah Purwakarta telah mencoba untuk beradaptasi dengan lingkungannya yang

sebagian besar adalah orang Sunda dan beragama Islam.

Menurut penulis, sebagai komunitas iman GKP mampu beradaptasi dengan baik terhadap

lingkungan sekitarnya. Bukan untuk meniadakan melainkan bersama-sama dengan masyarakat

menggumuli permasalahan sosial yang terjadi seperti kemiskinan, kesehatan masyarakat, dan

lingkungan hidup. Teori survival strategy menyatakan bahwa suatu komunitas dapat bertahan

karena adanya model emansipasi, yang memiliki ciri adanya kecenderungan untuk memperbaiki

posisi seseorang, dan adanya keinginan mengubah posisi orang lain serta adanya kerjasama

untuk saling mendukung.61

Dari temuan di lapangan, penulis melihat bahwa GKP Klasis

Purwakarta berusaha memperbaiki posisi seseorang dengan bekerjasama untuk saling

mendukung. Pelayanan kesehatan seperti pengobatan gratis menurut teori survival strategy

iniharus dilihat sebagai usaha kerjasama untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang ada di

sekitarnya. Tidak terbatas pada pelayanan kesehatan, tetapi juga pelayanan diakonia lain yang

bersifat transformatif. Usaha kerjasama untuk memperbaiki posisi seseorang membuat GKP

Klasis Wilayah Purwakarta dapat bertahan.

GKP juga dapat bertahan karena mengadaptasi kebudayaan masyarakat yang ada di

sekelilingnya. Misalnya ketika ibadah menggunakan lagu-lagu rohani berbahasa Sunda,

memakai bahasa Sunda, bersikap sebagaimana orang Sunda hidup. Suku Sunda memang dikenal

sulit untuk menerima berita Injil, tetapi sebenarnya mereka sangat ramah dan rasa kekeluargaan

yang sangat kental dengan sesama orang Sunda. Falsafah hidup orang Sunda yaitu, bageur jeung

batur sakasur, sadapur, sasumur, salembur, sagubernur62

(yang artinya baik dengan teman

sekamar, sedapur, sesumur, sekampung, dan segubernur). GKP memahami filosofi yang inklusif

61

Y. Y. F. R. Sunarjan, Survival Strategy Komunitas Makam Gunung Brintik Semarang, Disertasi (Salatiga: Satya Wacana

University Press, 2014), 119. 62

Pdt. Supriatno dalam Sepenggal Waktu Serumpun Kesaksian (Kumpulan Khotbah) (Bandung: Sinode Gereja

Kristen Pasundan, 2004), 97.

Page 38: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

27

tersebut, yang membangun suasana bersahabat dengan keluarga, tetangga, dan lingkungan yang

lebih luas tanpa dibatasi kesamaan suku atau agama.

Melihat strategi bertahan GKP Klasis Wilayah Purwakarta ditinjau dari teori survival

strategy tidak dapat dipahami terbatas pada pelayanan sosial seperti di bidang kesehatan saja.

Survival strategy juga dipakai dalam mengantisipasi perubahan sosial yang terjadi. Perubahan

jaman yang semakin pesat dan maju, mau tidak mau GKP Klasis Wilayah Purwakarta juga

bersiap menghadapinya. Dari hasil pengamatan penulis, GKP Klasis Wilayah Purwakarta sudah

siap. Ini dibuktikan dengan anggota jemaatnya yang majemuk dan tinggal di wilayah yang

majemuk. Jemaat berbaur dengan masyarakat dan bergaul dengan mereka didukung oleh pesan-

pesan khotbah yang disampaikan. Hampir sebagian besar khotbah-khotbah berisi tentang

bagaimana hidup berelasi dengan sesama di tengah kemajemukan dan kekuatan untuk

memelihara iman.

Avery Dulles S.J. yang memberikan model-model gereja yang ada. Terdapat enam

model-model gereja dari seluruh dunia dengan seluruh perkembangannya. Keenam model gereja

tersebut antara lain: gereja sebagai institusi, gereja sebagai persekutuan mistis, gereja sebagai

sakramen, gereja sebagai pewarta, gereja sebagai hamba, dan gereja sebagai persekutuan murid.

Jemaat-jemaat GKP Klasis wilayah Purwakarta memang tidak lepas dari salah satu model gereja

yang ada, tetapi dari keenam model gereja tersebut, maka model gereja sebagai hamba dan

model gereja sebagai persekutuan murid perlu dilihat sebagai acuan untuk menganalisa temuan

lapangan. Gereja sebagai hamba mau mengatakan bahwa gereja sebagai pelayan bagi dunia yang

semakin aktif dan bebas.63

Gereja harus meneladani sikap Yesus yang selalu beserta umat

manusia di dalam kekurangan dan kesusahannya. Yesus mau melayani mereka yang menderita

kekurangan dan hidup dalam kesusahan. Gereja harus sungguh-sungguh menjadi Tubuh Kristus,

Hamba yang menderita dan karena itu ia harus menjadi gereja yang melayani . masing-masing

orang Kristen dipanggil menjadi manusia bagi sesamanya.64

Menurut penulis, jemaat-jemaat GKP Klasis Wilayah Purwakarta telah menjadi Tubuh

Kristus dan menjadi Hamba yang menderita. Jemaat Bojongsari misalnya, tetap melayani umat

Tuhan walaupun menghadapi tantangan yang cukup berat. Anggota jemaatnya yang terdiri dari

suku minoritas, kemudian juga beragama minoritas tidak membuat semangat jemaat untuk

63

Avery Dulles, Model-Model Gereja (Ende: Penerbit Nusa Indah, 1987), 84. 64

Yusak B. Setyawan, Hand-Outs Eklesiologi (Mata Kuliah Eklesiogi Fakultas Teologi UKSW, 2013), 49.

Page 39: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

28

melayani sesama kemudian memudar. Strategi yang diterapkan tidak selalu harus strategi yang

besar dan sulit, tetapi dengan menjadi hamba yang melayani gereja juga dapat terus bertahan di

tengah arus jaman. Pengaruh perkembangan zaman yang terus berubah tidak selamanya

membawa dampak positif bagi masyarakat. Ada banyak masyarakat yang menjadi korban karena

ketidakadilan, penindasan, dan kemiskinan yang diakibatkan oleh perubahan jaman. Gereja tidak

boleh tinggal diam dalam status quo. Gereja harus bergerak dengan menjadi hamba yang turut

menderita bersama-sama dengan mereka. Pelayanan yang gereja lakukan juga harus menyentuh

masyarakat tanpa harus membeda-bedakannya sebagaimana karakter dari Yesus Kristus. Dengan

demikian gereja akan dapat tetap bertahan di tengah perubahan jaman dan tidak ditinggalkan

oleh umatnya. Gereja juga dapat bertahan di tengah masyarakat mayoritas. Bukan berarti gereja

mengalah, melainkan memberi diri untuk melayani dan menjadi pionir untuk umat lainnya.

Jemaat-jemaat GKP Klasis Wilayah Purwakarta sendiri sudah mulai membuka diri dan

melebur dengan masyarakat. Mereka hidup tidak eksklusif yang dibuktikan dengan diterimanya

anggota jemaat di beberapa jabatan pemerintahan. Membangun relasi yang baik dengan sesama

dan memeliharanya. Menurut hemat penulis, mempertahankan dan merawat apa yang sudah

dibangun atau dicapai cukup sulit sehingga diperlukan kerendahan hati dan kemauan diri untuk

melayani sesama demi menjaga relasi yang sudah terjalin dengan baik tersebut. Meskipun

berbaur dengan masyarakat dan melayani masyarakat yang mayoritasnya beragama Islam,

anggota jemaat tidak kehilangan jati dirinya sebagai pengikut Kristus.

Masih menyambung pada model gereja menurut Dulles, jemaat-jemaat Klasis Wilayah

Purwakarta juga merupakan gambaran dari model gereja sebagai persekutuan murid. Sebagai

“masyarakat lain dari yang lain” dengan misi mengingatkan umat akan nilai transenden dari

Kerajaan Allah dimana para murid memberikan kesaksian.65

Gereja sebagai persekutuan murid

memerlukan berbagai macam karunia dan panggilan, tetapi semua murid diharapkan untuk

menyangkal diri, melayani dengan rendah hati, lemah lembut terhadap mereka yang

berkekurangan dan sabar dalam kesusahan. Gereja harus meneruskan bentuk misi yang diberikan

Yesus kepada pengikut-pengikut-Nya, harus memperhatikan kebutuhan dan tuntutan jaman.66

Jika di jemaat Sukamandi, Purwakarta, Cikampek, dan Bojongsari pernah mengalami

pertentangan dari masyarakat sekitar oleh karena kehadiran mereka sebagai gereja, maka perlu

65

Avery Dulles, Model-Model Gereja (Ende: Penerbit Nusa Indah, 1987), 188. 66

Yusak B. Setyawan, Hand-Outs Eklesiologi (Mata Kuliah Eklesiogi Fakultas Teologi UKSW, 2013), 53-54.

Page 40: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

29

dilihat juga bagaimana murid-murid Yesus mengalami hal yang sama karena cara hidup mereka

yang berbeda dengan masyarakat mayorits lainnya. Ada strategi yang dapat diterapkan yaitu

tetap melayani dengan rendah hati dan menjalin komunikasi yang baik sebagaimana model ini

menyatakan bahwa misi yang di berikan kepada gereja tetap harus memperhatikan kebutuhan

dan tuntutan jaman. Saat ini mungkin gereja bertemu dengan permasalahan kemanusiaan seperti

kemiskinan, penyakit, korupsi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, radikalisme

agama. Gereja tidak boleh menutup mata karena gereja berhadapan langsung dengan semua itu.

Misi gereja harus disesuaikan dengan kebutuhan dan pergumulan jaman. Jemaat-jemaat GKP

Klasis Wilayah Purwakarta mulai menyadari bahwa kehadiran mereka di tengah masyarakat

untuk melayani mereka dan ikut ambil bagian dalam permasalahan yang terjadi. Sehingga misi

gereja bukan lagi untuk menobatkan atau bahasa ekstrimnya mengkristenkan orang lain, tetapi

bersama-sama dengan masyarakat melawan segala bentuk penindasan dan ketidakadilan yang

terjadi di tengah lingkungannya.

Julianus Mojau dalam memberikan macam-macam model kehadiran gereja di Indonesia.

Dengan memperlihatkan pemikiran-pemikiran dari para teolog di Indonesia, Mojau akhirnya

mengkategorikan ke dalam tiga bagian besar tentang kehadiran gereja di Indonesia. Salah

satunya adalah model teologi sosial pluralis. Model teologi sosial pluralis adalah sebuah usaha

teologis yang ingin merespons realitas masyarakat dan bangsa Indonesia yang plural. Salah satu

tokohnya adalah Zakharia Ngelow di mana ia memberikan alasan mengapa model ini perlu

dikembangkan di Indonesia karena orang Kristen di Indonesia masih merasa diri mereka sebagai

kaum minoritas, penuh kekhawatiran di bayang-bayangi oleh agama Islam, serta kentalnya

warisan teologi yang piestis dari bangsa Barat. Karena alasan tersebut maka Ngelow

memberikan lagi model, salah satunya adalah model pelayanan sosial tanpa label kristiani.

Menurut Ngelow yang diperlukan oleh kekristenan dewasa ini bukanlah jenis kekristenan yang

mengutamakan keberagamaan ritual-individual, melainkan yang menekankan etika sosial,

kontekstual, dan yang terbuka terhadap hubungan dialogis dengan agama-agama lain. Ia juga

mengkritik keras Gerakan Kharismatik yang sangat fundamental dan eksklusif.67

Ngelow ingin

67

Julianus Mojau, Meniadakan Atau Merangkul? Pergulatan Teologis Protestan Dengan Islam Politik Di Indonesia (Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2012), 343.

Page 41: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

30

setiap pelayanan yang dilakukan baik oleh gereja, lembaga, maupun perorangan tidak lagi

membawa label kristiani. Hal itu dilakukan dengan semangat melayani dan membebaskan.

Di Cikampek, ada peristiwa di mana warga masyarakat yang menerima bantuan dari

gereja tetapi kemudian bantuan tersebut dibuang begitu saja. Ini menunjukkan bahwa gereja

harus melakukan pelayanan kepada sesama dengan memperhatikan situasi dan gereja juga harus

berefleksi diri. Apakah bantuan yang diberikan murni untuk melayani dan membebaskan atau

untuk menobatkan seseorang demi pertambahan jumlah jemaat? Menurut penulis, kasus yang

terjadi di Cikampek menjadi pelajaran bagi gereja-geraja yang lain dalam memberikan pelayanan

bagi masyarakat. Jemaat-jemaat GKP Klasis Wilayah Purwakarta juga melakukan pelayanan

kepada masyarakat seperti pengobatan gratis, bantuan beasiswa, dan lain sebagainya. Akan

tetapi, pelayanan tersebut masih dilakukan dengan membawa label kristiani.68

Seperti misalnya

masih membawa nama Kristen dibalik pelayanan yang dilakukan namun dengan penjelasan

bahwa tujuan dari pelayanan tersebut murni untuk membantu bukan untuk menobatkan orang

supaya masuk Kristen.

Berdasarkan pemahaman dan hasil penelitian di lapangan, menurut penulis, jemaat-

jemaat di Klasis Purwakarta sudah tepat untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan

tidak membeda-bedakannya. Pelayanan dan bantuan yang diberikan pun diterima dengan baik

meskipun masih diberi label kekristenan. Kekristenan yang mau diperkenalkan oleh GKP adalah

kekristenan yang mau melayani tanpa membeda-bedakan. Meskipun ada penolakan, tetapi GKP

dapat tetap hadir dan bertahan di tengah masyarakat Sunda. GKP tidak menjadi kurung batokeun

yang eksklusif dan menutup dirinya melainkan membuka diri bagi sesama.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil wawancara dan analisa dengan teori-teori yang ada, maka ada beberapa faktor-

faktor dominan yang menyebabkan GKP dapat bertahan di tengah-tengah masyarakat Sunda,

yaitu:

68

Julianus Mojau, Meniadakan Atau Merangkul? Pergulatan Teologis Protestan Dengan Islam Politik Di Indonesia (Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2012), 343.

Page 42: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

31

-GKP adalah gereja wilayah dan bukan gereja suku sehingga dimanapun GKP hadir dan

dimana ada orang yang mau beribadah kepada Tuhan tanpa memandang dari suku apapun, di

sana GKP dapat terus bertahan. Di mana ada filosofi orang Sunda yaitu, bageur jeung batur

sakasur, sadapur, sasumur, salembur, sagubernur (yang artinya baik dengan teman sekamar,

sedapur, sesumur, sekampung, dan segubernur).

-Jemaat-jemaat GKP tinggal di tengah-tengah masyarakat yang majemuk tapi bukan

berarti mereka harus menutup diri. Jemaat bergaul dengan lingkungannya sekalipun di tengah

masyarakat Sunda yang menganut agama Islam. Jemaat melebur tetapi tidak larut, karena jemaat

mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Peran pendeta sebagai pembina umat tidak

dapat dilepaskan karena pesan-pesan khotbah yang disampaikan tidak hanya tentang membangun

relasi dengan Tuhan, tetapi juga berisi tentang bagaimana berelasi dengan sesama.

-Pelayanan yang dilakukan oleh gereja tidak terbatas pada orang dari suku atau agama

tertentu. Meski demikian tujuan dari pelayanan tersebut bertujuan untuk mengenalkan

kekristenan atau dalam bahasa lain mengkristenkan orang, tetapi sebagai bentuk tugas panggilan

gereja untuk bersama-sama begumul dengan permasalahan yang terjadi di sekelilingnya.

5.2 Saran

- Bagi gereja : Gereja dituntut untuk terus merawat relasi dan mengembangkan strategi lain

untuk dapat terus bertahan. Oleh karena itu, para pendeta pembina iman umat juga harus

mengingatkan dan menyadarkan umatnya akan pentingnya menjaga relasi yang baik dengan

sesama. Tema Pekan Keluarga tahun 2014 yaitu “Merawat Kemajemukan, Menabur

Persaudaraan” menjadi contoh konkret yang harus terus dikembangkan ke depannya. Tidak

hanya sebatas pada pekan keluarga tetapi juga perlu adanya pekan-pekan khusus untuk

menyadarkan kembali anggota jemaat tentang tugas dan tanggung jawabnya sebagai orang

Kristen. Juga diadakan program kebersamaan yang menjadi bukti nyata membangun relasi

dengan masyarakat sekitar, terlepas dari program rutin seperti pengobatan gratis.

Mengembangkan kearifan lokal sehingga tidak menjadi asing di tanah sendiri.

- Bagi warga jemaat : Di mana anggota jemaat berada, perlu memupuk rasa persaudaraan

dengan siapa pun tanpa membeda-bedakan suku dan agama. Belajar untuk berefleksi diri dan

Page 43: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

32

beradaptasi dengan lingkungan, berbaur namun tidak larut di dalamnya. Mengembangkan sikap

hidup yang toleran dan melayani sesama dengan dasar kasih. Semangat piestis dalam

memberitakan Injil memang perlu, tapi harus disadari tempat, lingkungan, dan situasi yang ada.

Menanamkan pemahaman bahwa penginjilan bukan dilakukan untuk mengkristenkan atau

menobatkan seseorang, melainkan untuk membebaskan seseorang dari beban yang

mengikatnya.

Page 44: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

33

DAFTAR PUSTAKA

Abineno, J. L. Ch. Garis-Garis Besar Hukum Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.

Aritonang, Pdt. Dr. Jan. S. Sejarah Perjumpaan Kristen Dan Islam Indonesia. Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2004.

Artanto, Widi. Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia. Yogyakarta: Taman Pustaka

Kristen, 2008.

Atje, Koernia Soejana. Benih Yang Tumbuh 2. Jakarta: Badan Pekerja Sinode GKP, 1974.

Badan Binalitbang GKP. Profil Gereja Kristen Pasundan. Bandung: Majelis Sinode GKP, 2007.

Daulay, Richard M. Kristenisasi Dan Islamisasi. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 20014.

Dulles, Avery SJ. Model-Model Gereja. Ende: Penerbit Nusa Indah, 1990.

Kasali, Rhenald. Re-Code Your Change DNA. Jakarta: PT Gramedia, 2007.

Kisawara, C. SJ. Gereja Memasyarakat Belajar Dari Kisah Para Rasul. Yogyakarta: Kanisius,

1987.

Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia, 1981.

Mojau, Julianus. Meniadakan Atau Merangkul? Pergulatan Teologis Protestan Dengan Islam

Politik di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.

Nuban Timo, Pdt. Dr. Ebenhaezer. Gereja Lintas Agama. Salatiga: Satya Wacana University

Press, 2013.

____________________________. Umat Allah Di Tapal Batas. Kupang: Dicetak oleh Alfa

Design, 2010.

Parsons, Talcott. The Social System. New York: The Free Press, 1951.

Ritzer, George. Teori Sosiologi Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir

Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Page 45: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

34

Setyawan, Yusak B. Hand-Outs Eklesiologi (Mata Kuliah Eklesiologi Fakultas Teologi UKSW.

2013

Singgih, Emmanuel Gerrit. Menguak Isolasi, Menjalin Relasi. Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2009.

_____________________. Mengantisipasi Masa Depan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.

Sunarjan, Y. Y. F. R. Survival Strategy Komunitas Makam Gunung Brintik Semarang. Salatiga:

Satya Wacana University Press, 2014.

Supriatno, Pdt., Dani, Onesimus Pdt., Daryatno, Pdt., Merentang Sejarah, Memaknai

Kemandirian Menjadi Gereja Bagi Sesama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

Supriatno, Pdt. (ed.) Sepenggal Waktu Serumpun Kesaksian (Kumpulan Khotbah). Bandung:

Sinode Gereja Kristen Pasundan, 2004.

Suwartiningsih, Sri. Absennya Negara Dan Survival Strategy Komunitas Terabaikan (Studi

Pemulung di TPA Sampah Jatibarang Semarang). Salatiga: Widya Sari, 2010.

van den End, Dr. Th. Ragi Carita 2. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011.

van den End, Dr. Th. Sumber-Sumber Zending Tentang Sejarah Gereja Di Jawa Barat 1858-

1963. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.

van Kooij, Pdt. Dr. Rijnardus A., Pdt. Sri Agus Patnaningsih, M.Th., Yam’ah Tsalatsa A,. SIP.

Menguak Fakta Menata Karya Nyata. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010.

Woga, Edmund. Dasar-Dasar Misiologi. Yogyakarta: Kanisius, 2002.

Wolterbeek, J. D. Babad Zending Di Pulau Jawa. Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 1995.

NARASUMBER

Wawancara dengan Bp. Rasimin, Kamis, 24 Desember 2014 pukul 10:45 WIB di Pos Keb.

Jatiluhur.

Wawancara dengan Ibu Yenti dan Ibu Rini, Kamis, 24 Desember 2014 pukul 11:15 WIB di Pos

Keb. Jatiluhur.

Wawancara dengan Bp. Anton, Kamis, 24 Desember 2014 pukul 18:40 WIB di GKP

Purwakarta.

Page 46: Kehadiran Gkp di Tengah Masyarakat Sundarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9919/2/T1_712010044_Full... · Matius 25:21 “ Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu

35

Wawancara dengan Bp. Sahat dan Ibu Isvandi, Kamis, 24 Desember 2014 pukul 18:55 WIB di

GKP Purwakarta.

Wawancara dengan Pdt. Deru Utama Noron M.Th., Kamis, 24 Desember 2014 pukul 19:00 WIB

di GKP Purwakarta.

Wawancara dengan Pdt. Rosita Julian Permana S.Th., Bp. R. Nainggolan, Bp. Sukamto, Ibu

Lina, Ibu Yatini, Minggu, 4 Januari 2015 pukul 12:03 WIB di GKP Sukamandi.

Wawancara dengan Pdt. Maria Aprina S.Si-Teol., Kamis, 8 Januari 2015 pukul 09:45 WIB di

GKP Karawang.

Wawancara dengan Pdt. Andris Suhana S.Si-Teol., dan Pdt Anna M. Sarnijem S.Th., Kamis, 8

Januari 2015 pukul 10:30 WIB di GKP Karawang.

Wawancara dengan Pdt. Winda Yustanti S.Si-Teol., Bp. Sutanto, Bp. Priyo Sudibyo, Bp. Robert

Pua (dalam Rapat Majelis Jemaat), Kamis, 8 Januari 2015 pukul 19:00 WIB di GKP

Telukjambe.

Wawancara dengan Bp. Jhony Poli, Jumat, 9 Januari 2015 pukul 11:12 WIB di rumah Bp. Jhony

Poli.

Wawancara dengan Bp. Ari Welang, Jumat, 9 Januari 2015 pukul 12:00 WIB di rumah Bp. Ari

Welang.

Wawancara dengan Ibu Lina Heumasse, Jumat, 9 Januari 2015 pukul 12:42 WIB di rumah Ibu

Lina Heumasse.

Wawancara dengan Pdt. Heryanto Pakpahan S.Si-Teol., Minggu, 11 Januari 2015 pukul 17:27 di

Cikampek.