Keganasan
-
Upload
niissaa-azillah-eunc -
Category
Documents
-
view
486 -
download
15
Transcript of Keganasan
Proses penyakit keganasan pada system pernafasan
A. Definisi
Kanker adalah sel yang telah kehilangan pengendalian dan mekanisme
normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak teratur.
Kanker bisa terjdi dari berbagai jaringan dalam berbagai organ. Sejalan
dengan pertumbuhan dan perkembangbiakannya, sel-sel kanker membentuk suatu
massa dari jaringan ganas yang menyusup ke jaringan di dekatnya dan bisa menyebar
(metastasis) ke seluruh tubuh.
Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang
disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi.
Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang
memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan
oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi
(penyinaran) atau sinar matahari. Tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang
sama terhadap suatu karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang
disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. bahkan
gangguan fisik menahunpun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami
suatu keganasan.
Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah
menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh
promosi. Karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan
(gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen).
Dalam suatu proses dimana sebuah sel normal menjadi sebuah sel ganas, pada
akhirnya DNA dari sel tersebut akan mengalami perubahan. Perubahan dalam bahan
genetik sel sering sulit ditemukan, tetapi terjadinya kanker kadang dapat diketahui
dari adanya suatu perubahan dalam ukuran atau bentuk dari satu kromosom tertentu.
Selanjutnya perubahan yang ringan dalam DNA mempermudah terbentuknya
adenoma (tumor jinak). Gen lainnya (onkogen ras) menyebabkan adenoma tumbuh
lebih aktif. Hilangnya gen penekan pada kromosom 18 selanjutnya akan merangsang
adenoma dan pada akhirnya hilangnya gen pada kromosom 17 akan merubah
adenoma yang jinak menjadi kanker. Perubahan tambahan lainnya bisa menyebabkan
kanker menyebar luas ke seluruh tubuh (metastase).
Pada saat sebuah sel menjadi ganas, sistem kekebalan sering dapat
merusaknya sebelum sel ganas tersebut berlipatganda dan menjadi suatu kanker.
Kanker cenderung terjadi jika sistem kekebalan tidak berfungsi secara normal, seperti
yang terjadi pada penderita .Aids, orang-orang yang menggunakan obat penekan
kekebalan dan pada penyakit autoimun tertentu. Tetapi sistem kekebalan tidak selalu
efektif, kanker dapat menembus perlindungan ini meskipun sistem kekebalan
berfungsi secara normal.
Kanker Paru (Karsinoma Bronkogenik) adalah tumor malignan yang timbul
dari Bronkus. Tumor seperti ini adalah epidermoid, biasanya terletak dalam bronki
yang besar. Atau mungkin adenokarsinoma, yang timbul jauh di luar paru.
Kanker paru (karsinoma bronkkogenik) adalah tumor ganas yang berasal dari
saluran pernapasan (Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2010: 181).
Karsinoma bronkogenik atau kanker paru dapat berupa metastasis atau lesi
primer. Kebanyakan tumor ganas primer dari sistem pernapasan bawah bersifat
epithelial dan berasal dari mukosa percabangan bronkhus (Arif Muttaqin, 2008: 198).
B. Klasifikasi Kanker Paru-Paru
Lebih dari 90% kanker paru-paru berawal dari bronki (saluran udara besar
yang masuk ke paru-paru), kanker ini disebut karsinoma bronkogenik, yang terdiri
dari: Karsinoma sel skuamosa, Karsinoma sel kecil atau karsinoma sel gandum,
Karsinoma sel besar Adenokarsinoma.
Karsinoma sel alveolar berasal dari kantong udara (alveoli) di paru-paru.
Kanker ini bisa merupakan pertumbuhan tunggal, tetapi seringkali menyerang lebih
dari satu daerah di paru-paru.
Tumor paru-paru yang lebih jarang terjadi adalah: Adenoma (bisa ganas atau
jinak, Hamartoma kondromatous (jinak) dan Sarkoma (ganas).
Limfoma merupakan kanker dari sistem getah bening, yang bisa berasal dari
paru-paru atau merupakan penyebaran dari organ lain.
Banyak kanker yang berasal dari tempat lain menyebar ke paru-paru. Biasanya
kanker ini berasal dari payudara, usus besar, prostat, ginjal, tiroid, lambung, leher
rahim, rektum, buah zakar, tulang dan kulit.
Klasifikasi
Klasifikasi kanker paru menurut WHO tahun 1981, kanker paru primer terbagi
atas 6 jenis utama :
a. Karsinoma Sel Epedermoid = Sel Skuamus (Squamous Cell Ca), terdiri atas :
1) Differensiasi tinggi (well differentiated)
2) Differensiasi sedang (moderately differentiated)
3) Differensiasi rendah (poorly differentiated)
b. Karsinoma Sel Kecil (Small Cell Carcinoma), terdiri atas :
1) Karsinoma sel oat (oat cell Ca)
2) Jenis sel intermedia (intermediate cell type)
3) Kombinasi karsinoma sel oat (combine oat cell Ca)
c. Karsinoma kelenjar (Adeno Carcinoma), terdiri atas :
1) Karsinoma kelenjar asiner
2) Karsinoma kelenjar papiler
3) Karsinoma bronkiolus alveolar
4) Karsinoma padat dengan pembentukan mukus (Solid Ca with mucous
formation)
d. Karsinoma sel Besar ( Large cell Carcinoma)
1) Karsinoma sel datia (giant cell Ca)
2) Karsinoma sel jernih (clear cell Ca)
e. Karsinoma Kelenjar skuamus (adeno Squamus Carcinoma)
f. Tumor Karsinoid (carcinoid Tumor)
(Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2010: 185).
C. Penyebab
Penyebab pasti kanker paru belum diketahui, tetapi pajanan atau inhalasi
berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab
utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.
a. Asap Tembakau
Perokok aktif dan perokok pasif mempunyai potensi terkena kanker paru
karena asap tembakau yang terkandung dalam rokok. Diperkirakan terdapat metabolit
dalam asap rokok yang bersifat karsinogen terhadap organ tubuh. Zat-zat karsinogen
(pemicu kanker) yang terkandung pada rokok adalah:
- vinyl chloride
- benzo (a) pyrenes
- nitroso-nor-nicotine
b. Polusi Udara
Berbagai karsinogen telah diidentifikasi dalam atmosfer, termasuk sulfur,
emisi kendaraan bermotor dan polutan dari pengolahan dan pabrik. Bukti-bukti
menunjukan bahwa insiden kanker paru lebih besar terjadi pada daerah perkotaan
sebagai akibat penumpukan palutan dan emisi kendaraan bermotor.
c. Pajanan zat karsinogen
Pemajanan kronik terhadap karsinogen industrial, seperti arsenic, asbestos, gas
mustard, krom, asap oven untuk memasak, nikel, minyak, dan radiasi telah dikaitkan
dengan terjadinya kanker paru.
d. Genetik
Terdapat perubahan atau mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker
paru, yaitu Proto oncogen, Tumor sopressor gene, gene encoding enzyme.
Teori Onkogenesis: “Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen
supresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya insiator mengubah gen suppressor
tumor dengan cara menghilangkan (delasi/ del) atau penyisipan (insersi/ ins) sebagian
susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atu neu/ erbB2 berperan dalam
anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah-Programmed cell death).
Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru
berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom”.
e. Diet
Rendahnya konsumsi betakaroten, selenium dan vitamin A menyebabkan
tingginya risiko terkena kanker paru.
D. Patofisiologi
Karsinoma pada sel skuamosa merupakan karsinoma bronkogenik histologis
yang paling sering ditemukan. Kanker ini ditemukan pada permukaan sel epitel
bronkhus. Perubahan epitel termasuk metaplasia atau displasia terjadi akibat
kebiasaan merokok jangka panjang secara khas mendahului timbulnya tumor.
Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus dan menonjol ke
dalam bronkhi besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan
cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada,
dan mediastinum. Karsinoma sel skuamosa sering kali disertai batuk dan hemoptisis
akibat iritasi atau ulserasi, pneumonia, dan pembentukan abses akibat obstruksi dan
infeksi sekunder. Karena tumor ini cenderung agak lamban dalam bermetastasis,
maka pengobatan dini dapat memperbaiki prognosis.
Adenokarsinoma memperlihatkan susunan selular mirip bronkhus dan sering
kali mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul dibagian perifer segmen
bronkhus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru
dan fibrosis interstisial kronis. Lesi sering kali meluas melalui pembuluh darah dan
limfe pada stadium awal dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala-gejala
tertentu sampai terjadi metastasis yang luas.
Karsinoma sel bronkhial-alveolar merupakan subtipe adenokarsinoma yang
jarang ditemukan dan yang berasal dari epitel alveolus atau bronkhiolus terminalis.
Awitan (onset) pada umumnya tidak nyata dan disertai tanda-tanda yang menyerupai
pneumonia. Secara makroskopis neoplasma ini pada beberapa kasus mirip konsolidasi
uniform pneumonia lobaris. Secara makroskopis, tampak kelompok-kelompok
alveolus yang dibatasi oleh sel-sel jernih penghasil mukus dan terdapat banyak
sputum mukoid. Prognosisnya buruk, kecuali dilakukan pembuangan lobus yang
terserang pada saat penyakit masih stadium awal. Adenokarsinoma adalah satu-
satunya tipe histologi kanker paru yang tidak belum diketahui secara jelas berkaitan
dengan kebiasaan merokok.
Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat
cepat. Karsinoma ini memiliki sitoplasma yang besar dan bermacam-macam ukuran
inti. Sel-sel ini cenderung tumbuh di jaringan paru perifer. Sel ini juga memiliki daya
tumbuh yang cepat dengan penyebaran esktensif ketempat lainnya.
Karsinoma sel kecil seperti sel skuomosa, biasanya terdapat ditengah sekitar
percabangan utama bronkhi. Tidak seperti kanker paru yang lain, jenis tumor ini
timbul pada sel-sel kulchitsky yang merupakan komponen normal epitel bronkhus.
Secara mikroskopis, tumor ini terbentuk dari sel-sel kecil (sekitar 2 kali ukuran
limfosit) dengan inti hiperkromatik pekat dan sedikit sitoplasma. Sel-sel ini mirip biji
oat sehingga diberi nama karsinoma sel oat. Karsinoma sel kecil memiliki waktu
pembelahan yang tercepat dan prognosis yang terburuk dibandingkan dengan semua
karsinoma bronkogenik. Metastasis awal dapat mencapai mediastinum dan kelenjar
limfe hilus, sering pula dijumpai penyebaran hematogen ke organ-organ distal (Arif
Muttaqin, 2008: 199-200).
E. Gejala dan Proses Terjadinya Gejala
Menurut Irman Somantri (2008: 118) tanda dan gejala yang sering muncul pada
klien dengan kasus kanker paru, yaitu :
o Parau (hoarsenes).
o Perubahan pola napas.
o Batuk persisten atau perubahan batuk.
o Sputum mengandung darah.
o Sputum berwarna kemerahan atau purulen.
o Hemoptisis.
o Nyeri dada (chest pain).
o Nyeri dada, punggung, dan lengan.
o Pleura efusi, pneumonia atau bronkhitis.
o Dispnea.
o Demam berhubungan dengan satu atau dua tanda lain.
o Wheezing.
o Penurunan berat badan.
o Clubbing finger.
Gejala-gejala dapat bersifat :
a. Lokal (Tumor tumbuh setempat)
Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronik akibat iritasi yang
disebabkan oleh massa tumor.
Hemoptisis (sputum bercampur darah)
Pertumbuhan tumor mengiritasi mukosa organ
disekitar tumbuhnya tumor
↓
Iritasi pembuluh darah
↓
Darah keluar bersama sputum
Mengi (wheezing, stridor), terjadi ketika bronkus menjadi tersumbat sebagian
oleh tumor.
Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
Atelektasis
Pertumbuhan tumor
↓
Penyumbatan bronkus
↓
Kolaps
↓
Atelektasis
b. Invasi lokal
Nyeri, ditemukan berhubungan dengan metastasis ke tulang.
Dispnea karena efusi pleura
Kanker paru seringkali menyebabkan penimbunan cairan di sekitar paru-paru
(efusi pleura), sehingga penderita mengalami sesak nafas. Jika kanker menyebar di
dalam paru-paru, bisa terjadi sesak nafas yang hebat, kadar oksigen darah yang rendah
dan gagal jantung.
Invasi ke Perikardium
Kanker paru-paru bisa tumbuh ke dalam jantung dan menyebabkan:
- irama jantung yang abnormal
- pembesaran jantung
- penimbunan cairan di kantong perikardial.
Sindrom vena cava superior
Penyumbatan vena ini menyebabkan darah mengalir kembali ke atas, yaitu ke dalam
vena lainnya dari bagian tubuh sebelah atas :
- vena di dinding dada akan membesar
- wajah, leher dan dinding dada sebelah atas (termasuk payudara) akan
membengkak dan tampak berwarna keunguan.
Sindrom horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
Kanker bisa tumbuh ke dalam saraf tertentu di leher, menyebabkan terjadinya
sindroma Horner, yang terdiri dari :
- penutupan kelopak mata
- pupil yang kecil
- mata cekung
- berkurangnya keringat di salah satu sisi wajah.
o Suara serak
Tumor menyebar ke struktur yang berdekatan
dan ke nodus limfe regional
↓
Menekan nervus laryngeal recurrent
↓
Suara serak
o Sindrom pancoast
c. Gejala penyakit Metastasis
o Pada otak, tulang, Hati, adrenal
o Limfadenopati servikan dan subklavikula (sering menyertai metastasis)
d. Sindrom Paraneoplastik
Terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala :
o Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam.
o Hematologi : leukositisis, anemia, hiperkoagulasi
o Hipertrofi osteoartropati
o Neurologik : demensia, ataksia, tremor, neuropati perifer
o Neuromiopati : sel-sel tumor mengenai otot dan saraf
o Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia)
o Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratisis, jari tabuh.
o Renal : SIADH
e. Asimtomatik dengan kelainan radiologist
Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/ COPD yang terdeteksi secara
radiologist.
Kelainan berupa nodus soliter
F. Evaluasi Diagnostik
a. Rontgen dada dilakukan untuk mencari tahu densitas paru, nodul perifer
soliter (lesi koin), atelektasis dan infeksi.
b. Pemeriksaan sitologi sputum baru yang didapatkan melalui batuk atau bilas
salin dari bronkus yang diduga menjadi tempat kanker, dilakukan untuk
mencari tahu sel-sel maligna.
c. Bronkoskopi serat optic memberikan pemeriksaan rinci segmen bronchial dan
membantu dalam mengidentifikasi sumber sel-sel maligna serta kemungkinan
keluasan dari pembedahan yang diperkirakan.
d. Bronkofibroskopi fluoresen digunakan untuk mendeteksi kanker bronkogenk
kecil secara dini
e. Hematofoporfirin disuntikan, diserap oleh sel-sel maligna, dan tampak sebagai
kilauan fluoresen merah ketika diperiksa dibawah sinar ultraviolet
f. Pemindaian paru dan pemindaian tulang atau pemeriksaan sumsum tulang
dilakukan untuk mendeteksi metastasis pada tulang. Pemindaian hepar juga
dapat dilakukan untuk mengetahui apakah kanker telah menyebar ke hepar.
Setiap metastasis ke system saraf pusat dideteksi dengan pemindaian otak, CT
scan, pencitraan resonan magnetik (MRI) dan prosedur neurologist lainnya.
g. Mediastinoskopi mungkin digunakan untuk menentukan apakah tumor telah
menyebar ke nodus limfe hilus dari paru kanan dan mediastinotomi
memberikan akses ke hilus limfatik paru kiri.
h. Uji paru disertai dengan pemindaian perfusi fungsi-terpisah dilakukan untuk
menentukan apakah pasien akan mempunyai persediaan paru yang mencukupi
setelah prosedur dilakukan.
G. Terapi Yang Diberikan
a. Penatalaksanaan medis
Pembedahan
Reseksi bedah adalah metoda yang lebih dipilih untuk pasien dengan tumor
setempat tanpa adanya penyebaran metastatik dan mereka yang fungsi parunya masih
baik. Tiga tipe reseksi paru yang mungkin dilakukan : lobektomi ( satu lobus paru
diangkat), lobektomi sleeve (lobus yang mengalami kanker diangkat dan segmen
bronkus besar direseksi) dan Pneumonektomi (pengangkatan seluruh paru).
Sebelum, pembedahan, status jantung paru pasien harus ditentukan untuk
penatalaksanaan praoperasi dan pascaoperasi pasien yang menjalani bedah dada.
Terapi Radiasi
Terapi radiasi ini sangat bermanfaat dalam pengendalian neoplasma yang
tidak dapat direseksi tetapi yang responsip terhadap radiasi. Radiasi juga dapat
digunakan untuk mengurangi ukuran tumor atau untuk membuat tumor yang tidak
dapat dioperasi menjadi dapat dioperasi. Radiasi juga digunakan sebagai pengobatan
paliatif untuk menghilangkan tekanan tumor pada struktur vital. Radiasi dapat
membantu menghilangkan batuk, nyeri dada, dispnea, homoptisis, nyeri tulang dan
hepar.
Komplikasi radiasi termasuk esofagitis, pneunonitis dan radiasi fibrosis paru,
yang dapat merusak kapasitas ventilasi dan difusi secara signifikan mengurangi
ketersediaan paru. Radiasi juga dapat mempengaruhi jantung.
Status nutrisi dan tampilan psikologis pasien dipantau selama pengobatan,
sejalan dengan tanda-tanda anemia dan infeksi.
Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan umor paru sel kecil atau dengan metastasis luas dan untuk
melengkapi bedah atau terapi radiasi. Kemoterapi memeberikan peredaan, terutama
nyeri, tetapi kemoterapi tidak memberikan penyembuhan dan jarang dapat
memperpanjang hidup. Kemoterapi bermanfaat dalam mengurangi gejala-gejala
tekanan dari kanker paru dan dalam mengobati metastasis otak, medulla spinalis dan
pericardium.
b. Pemilihan Obat
Kebanyakan obat sitostatik mempunyai aktivitas cukup baik pada NSCLC
dengan tingkat respon antara 15-30%, walaupun demikian penggunaan obat tunggal
tidak mencapai remisi komplit. kombinasi beberapa sitostatik telah banyak diteliti
untuk meningkatkan tingkat respon yang akan berdampak pada harapan hidup.
Obat-obat baru saat ini telah banyak dihasilkan dan dicobakan sebagai obat
tunggal seperti paclitaxel, Docetaxel, Vinorelbine, Gemcitabine dan Irenotecan
dengan hasil yang cukup menjanjikan.
Potensial Komplikasi
a. Reaksi bedah dapat mengakibatkan gagal napas terutama ketika system
jantung paru terganggu sebelum pembedahan dilakukan sebelumnya.
b. Terapi radiasi dapat mengakibatkan penurunan fungsi jantung paru.
c. Kemoterapi, terutama dalam kombinasi dengan terapi radiasi, dapat
menyebabkan pneumonitis. Selain itu, toksisitas dan leukeumia adalah
potensial efek samping dari kemoterapi.
d. Fibrosis paru, perikarditis, mielitis, dan kor pulmonal adalah sebagian dari
komplikasi yang diketahui.
Berbagai komplikasi dapat terjadi dalam penatalaksanaan kanker paru.
Reseksi bedah dapat mengakibatkan gagal napas. Fibrosis paru, perikarditis, mielitis,
dan kor pulmoner adalah sebagian dari komplikasi yang diketahui. Kemoterapi
terutama dalam kombinasi dengan terapi radiasi, dapat menyebabkan pneumonitis.
Toksisitas paru dan leukemia adalah potensial efek samping dari kemoterapi (Brunner
dan Suddarth, 2001: 631).
Stadium
Menurut Irman Somantri (2009: 116-118) stadium kanker paru dapat
dilakukan berdasarkan definitif TNM (T = Tumor primer, N = Nodus Limfe, M =
Metastasis), sesuai dengan klasifikasi dari American Joint Committee on Cancer pada
tahun 1987. Untuk menggunakan definisi tersebut terdapat beberapa peraturan
pengklasifikasian sebagai berikut :
a. Klasifikasi hanya berlaku untuk karsinoma.
b. Harus ada bukti definitif untuk bisa mengklasifikasikan kasus kedalam tipe
histologinya. Tiap keadaan yang belum dikonfirmasikan harus dilaporkan
terpisah.
c. Hasil yang berasal dari eksplorasi bedah sebelum pengobatan definitif dapat
dimasukkan untuk derajat klinis.
H. Diet yang Dibutuhkan
Bayam, wortel, brokoli, kol, tomat merah, dan stroberi merupakan sayuran dan buah
yang banyak mengandung zat penangkal kanker. Bagi perokok atau mantan perokok,
makanan tersebut mampu memangkas risiko kanker paru-paru. Selain disantap
sebagai masakan, sayuran bisa dikonsumsi sebagai jus. Stroberi bisa dimakan segar,
dibuat jus, atau disantap bersama sereal.
Keterbatasan asupan selenium berpotensi menumbuhkan sel kanker, terutama kanker
paru-paru, kanker prostat, kanker payudara, kanker usus besar, kanker empedu,
kanker otak, kanker leher. Dengan asupan selenium yang cukup, kemungkinan
tumbuhnya kanker tersebut dapat dibabat..
I. Pertimbangan Gerontologi
Adanya penyakit arteri koroner atau infusiensi paru dapat menjadi kontraindikasi
intervensi bedah. Jika status kardiovaskuler dan fungsi paru pasien memuaskan,
pembedahan biasanya dapat ditoleransi dengan baik.
J. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul dari kasus kanker paru, diantaranya :
1. Nyeri kronik berhubungan dengan pertumbuhan tumor.
2. Nyeri akut berhubungan dengan aktual atau potensual kerusakan jaringan
akibat metastase tumor.
3. Sesak nafas berhubungan dengan penyempitan saluran udara di dalam atau di
sekitar tempat tumbuhnya kanker.
4. PK: Perdarahan
5. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6. Mual berhubungan dengan kemotherapi
http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/05/tugas-kuliah-kanker-paru-karsinoma.html
http://uzanxwsdcito.blogspot.com/2012/03/kanker-paru.html
Proses Penyakit Degeneratif pada sistem pernafasan
Emboli Paru
Kebanyakan emboli paru-paru terjadi pada usia 50-65 tahun karena elastisitas
dinding pembuluh darah sudah berkurang.
A. Definisi
PENGERTIAN
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan
dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah
kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat
terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada
cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian
dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah).
Pulmonary edema adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru.
Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati
oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana
oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam
darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya
mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan
cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan
integritasnya.
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan
tekanan intravaskular. Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah
ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan
kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru.
cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga
sulit untuk bernapas. Dalam kebanyakan kasus, masalah jantung menyebabkan edema
paru. Tapi cairan dapat menumpuk karena alasan lain, termasuk pneumonia, paparan
terhadap racun tertentu dan obat-obatan, dan olahraga atau hidup pada ketinggian
tinggi.
B. ETIOLOGI
Ketidak-seimbangan Starling Forces :
a) Peningkatan tekanan kapiler paru :
- Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri
(stenosis mitral).
- Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi
ventrikel kiri.
- Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan
arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b) Penurunan tekanan onkotik plasma.
- Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing
enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
c) Peningkatan tekanan negatif intersisial :
- Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
- Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut
bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d) Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
- Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress
Syndrome)
a) Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b) Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon®, NO2, dsb).
c) Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-
naphthyl thiourea).
d) Aspirasi asam lambung.
e) Pneumonitis radiasi akut.
f) Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
g) Disseminated Intravascular Coagulation.
h) Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
i) Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
j) Pankreatitis Perdarahan Akut.
Insufisiensi Limfatik :
a) Post Lung Transplant.
b) Lymphangitic Carcinomatosis.
c) Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
Tak diketahui/tak jelas
a) High Altitude Pulmonary Edema.
b) Neurogenic Pulmonary Edema.
c) Narcotic overdose.
d) Pulmonary embolism.
e) Eclampsia
f) Post Cardioversion.
g) Post Anesthesia.
h) Post Cardiopulmonary Bypass.
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-
kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda.
Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun
sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung
Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita
Payah Jantung Kiri Khronik.
» Cardiogenic pulmonary edema
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada
organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa
tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-
pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal
jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang
dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan
dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal
dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan
cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan
membesar.
» Non-cardiogenic pulmonary edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal
berikut:
î Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon
peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat
dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
î kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah,
trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain,
atau radiasi pada paru-paru.
î Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat
menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada
pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis
mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
î High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang
cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
î Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure
yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di
paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
î Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion
pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion)
dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada
pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
î Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary
edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat
menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin
menyebabkan pulmonary edema.
î Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema
mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke
paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related
acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada
wanita-wanita hamil.
D. PATOFISIOLOGI
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes
keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat
menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon
dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk.
Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru” ketika menggambarkan
kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak
faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut
cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk
sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
Faktor non-kardiogenik
ARSD
Pnemonia
Aspirasi As.
Lambung
Bahan Toksik
inhalan
Post. Lung transplant
Lymphangitic carsinomiclosis
Silicosis
Isufisiensi limfatik
Pulmonary Embolism
Eclamasia High
altitude Pulmonary edema
Faktor
Gagal jantung kiri
Unkwnown
Ketidakseimbangan
Staling Force
Tekanan Kapiler Paru ↑
TekananOnkotik Plasma ↓
TekananNegative
Interstitial ↑
TekananOnkotik
Interstitial ↑
Akumulasi cairan berlebih (transudat / eksudat)
Cairan berpindah ke interstitial
Alveoli terisi cairan
Cardiac ouput ↓
Pemasangan alat bantu nafas (ventilator)
Gangguan pertukaran gas
O2 jaringan↓ Bed rest
fisikPemasangan
selang endotrakheal
Area invasiM.O
Pengambilan O2 ↑
Defisit perawatan
diri Gangguan komunikasi verbal
Resiko tinggi infeksi
Kelelahan
Gangguan pola nafas
Gangguan perfusi jaringan
Intoleransi aktivitas
E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin
adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara
perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari
pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah,
lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa
(dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien
dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan
stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales
atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden
pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan
pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi
pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi
kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis
Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih
memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh
gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea.
Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea
juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial
diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih
kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi
right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi
pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada
keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988).
Edema Pam yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi
kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria,
terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah de-
ngan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat
cyclooxygenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi edema’
paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada ma-nusia
masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang kadang penderita dengan Infark
Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini
mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi
meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa
penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh
karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.
F. DIAGNOSA PENUNJANG
Pemeriksaan Fisik
- Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
- Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh
lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang
akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.
- Takikardia dengan S3 gallop.
- Murmur bila ada kelainan katup.
Elektrokardiografi. Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau
fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark,
hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.
Laboratorium
- Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian
hiperkapnia.
- Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
- Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim
jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang
menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang
dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-
bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur
tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak
tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang
lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang
signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru
yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari
pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang
penyebab yang mungkin mendasarinya.
Gambaran Radiologi yang ditemukan :
- Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
- Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
- Kranialisasi vaskuler
- Hilus suram (batas tidak jelas)
- Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul
milier)
Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi
ventrikel (hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung
Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.
Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP)
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari
dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide
(BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yang akan
timbul dalam darah yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung.
Peningkatan dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari
beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary
edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan
gagal jantung sebagai penyebabnya.
Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)
Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis
(kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan
melalui ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler
paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh
darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur
tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure.
Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic
pulmonary edema, sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya
menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-
Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU).
G. PENATALAKSANAAN
- Posisi ½ duduk.
- Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
- Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak
bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,
retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara
adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
- Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
- Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap
5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan
Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
- Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV
dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat,
dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah
sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah
normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ
vital.
- Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg
(sebaiknya dihindari).
- Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis
ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi
urine 1 ml/kgBB/jam.
- Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5
ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
- Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
- Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan
oksigen.
- Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan
ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.
http://manafners.wordpress.com/2011/05/15/asuhan-keperawatan-edema-paru/