kedkom s2

43
YUNISA/1102012314/KEDKOM/S2 KLB (KEJADIAN LUAR BIASA) Definisi KLB (Kejadian Luar Biasa) Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu (Kep. Dirjen PPM&PLP No.451-I/PD.03.04/1991). Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan salah satu istilah yang sering digunakan dalam epidemiologi. Istilah ini juga tidak jauh dari istilah wabah yang sring kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Kedua istilah ini sering digunakan akan tetapi sering kali kita tidak mengetahui apa arti kedua kata tersebut. Menurut UU : 4 Tahun 1984, kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. WABAH: Berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. (UU No 4. Tahun 1984). Suatu wabah dapat terbatas pada lingkup kecil tertentu (disebut outbreak, yaitu serangan penyakit) lingkup yang lebih luas (epidemi) atau bahkan lingkup global (pandemi). Kejadian atau peristiwa dalam masyarakat atau wilayah dari suatu kasus penyakit tertentu yang secara nyata melebihi dari jumlah yang diperkirakan. Menteri menetapkan dan, mencabut daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah Perbedaan definisi antara Wabah dan KLB : Wabah harus mencakup: o Jumlah kasus yang besar. o Daerah yang luas o Waktu yang lebih lama. o Dampak yang timbulkan lebih berat. OUTBREAK Suatu episode dimana terjadi dua atau lebih penderita suatu penyakit yang sama dimana penderita tersebut mempunyai hubungan satu sama lain.

description

hhfytfhytfyt

Transcript of kedkom s2

YUNISA/1102012314/KEDKOM/S2

KLB (KEJADIAN LUAR BIASA)

Definisi

KLB (Kejadian Luar Biasa)Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu (Kep. Dirjen PPM&PLP No.451-I/PD.03.04/1991).

Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan salah satu istilah yang sering digunakan dalam epidemiologi. Istilah ini juga tidak jauh dari istilah wabah yang sring kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Kedua istilah ini sering digunakan akan tetapi sering kali kita tidak mengetahui apa arti kedua kata tersebut.Menurut UU : 4 Tahun 1984, kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

WABAH:Berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. (UU No 4. Tahun 1984). Suatu wabah dapat terbatas pada lingkup kecil tertentu (disebut outbreak, yaitu serangan penyakit) lingkup yang lebih luas (epidemi) atau bahkan lingkup global (pandemi). Kejadian atau peristiwa dalam masyarakat atau wilayah dari suatu kasus penyakit tertentu yang secara nyata melebihi dari jumlah yang diperkirakan. Menteri menetapkan dan, mencabut daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah

Perbedaan definisi antara Wabah dan KLB :Wabah harus mencakup: Jumlah kasus yang besar. Daerah yang luas Waktu yang lebih lama. Dampak yang timbulkan lebih berat.OUTBREAKSuatu episode dimana terjadi dua atau lebih penderita suatu penyakit yang sama dimana penderita tersebut mempunyai hubungan satu sama lain.

EPIDEMIKeadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) frekuensinya dalam waktu yang singkat memperlihatkan peningkatan yang amat tinggi serta penyebarannya telah mencakup suatu wilayah yang amat luas.

PANDEMIKeadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit), frekuensinya dalam waktu singkat meningkat tinggi dan penyebarannya telah mencakup wilayah yang luas

ENDEMIKeadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit), frekuensinya pada wilayah tertentu menetap dalam waktu lama.

Kriteria dan faktor KLBA. KRITERIA KLBKLB meliputi hal yang sangat luas seperti sampaikan pada bagian sebelumnya, maka untuk mempermudah penetapan diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB telah menetapkan criteria kerja KLB yaitu : Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun) Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun). Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya. Case Fatality Rate dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya. Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya. Beberapa penyakit khusus : Kholera, DHF/DSS, (a)Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis). (b)Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.

B. FAKTOR KLB Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB/Wabah adalah Herd Immunity. Secara umum dapat dikatakan bahwa herd immunity ialah kekebalan yang dimiliki oleh sebagian penduduk yang dapat menghalangi penyebaran. Hal ini dapat disamakan dengan tingkat kekebalan individu yaitu makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin sulit terkena penyakit tersebut. Demikian pula dengan herd immunity, makin banyak proporsi penduduk yang kebal berarti makin tinggi tingkat herd immunity-nya hingga penyebaran penyakit menjadi semakin sulit.

Kemampuan mengadakan perlingangan atau tingginya herd immunity untuk menghindari terjadi epidemi bervariasi untuk tiap penyakit tergantung pada:1. Proporsi penduduk yang kebal,2. Kemampuan penyebaran penyakit oleh kasus atau karier, dan3. Kebiasaan hidup penduduk.

Pengetahuan tentangherd immunitybermanfaat untuk mengetahui bahwa menhindarkan terjadniya epidemi tidak perlu semua penduduk yang rentan tidak dapat dipastikan, tetapi tergantung dari jenis penyakitnya, misalnya variola dibutuhkan 90%-95% penduduk kebal.

Setelah terjadi wabah, jumlah penduduk yang kebal bertambah hingga herd immunity meningkat hingga penyebaran penyakit berhenti. Setelah beberapa waktu jumlah penduduk yang kebal menurun demikian pula dengan herd immunity-nya dan wabah penyakit tersebut datang kembali, demikianlah seterusnya.

Kekebalan Kelompok (Herd Immunity)Kekebalan Herd (atau kekebalan masyarakat) menjelaskan bentuk kekebalan yang terjadi ketika vaksinasi sebagian besar populasi (atau kelompok) memberikan ukuran perlindungan bagi individu yang belum mengembangkan kekebalan .1. Teori kekebalan Herd mengusulkan. itu, pada penyakit menular yang ditularkan dari individu ke individu, rantai infeksi yang mungkin terganggu ketika sejumlah besar populasi kebal terhadap penyakit. Semakin besar proporsi individu yang kebal, semakin kecil kemungkinan bahwa individu rentan akan datang ke dalam kontak dengan individu menular.2. Estimasi Herd Imunitas ambang untuk vaksin penyakit dapat dicegah . Transmisi R0 Penyakit ambang kekebalan Herd Difteri Air liur 6-7 85% Campak Airborne 12-18 83-94% Gondong Airborne droplet 4-7 75-86% Pertusis Airborne droplet 12-17 92-94% Polio tinja-oral route 5-7 80-86% Rubella Airborne droplet 5-7 80 85% Cacar Sosial menghubungi 6-7 83-85%

R0 adalah bilangan reproduksi dasar, atau rata-rata jumlah kasus infeksi sekunder yang dihasilkan oleh kasus indeks tunggal dalam populasi benar-benar rentan. Batas presentase untuk tercapainyaherd immunity untuk berbagai jenis penyakitbervariasi luas, disamping angka tersebut juga dipengaruhi oleh factor komposisi dan kepadatan penduduk serta faktor lingkungan lainnya. Imunitas kelompok ini penting untuk diamati dalam upaya pemantauan beberapa jenis penyakityang secara periodic berpeluang menimbulkan wabah karena adanya perubahan komposisi penduduk dalam suatu masyarakat.Kekebalan Herd hanya berlaku untuk penyakit yang menular. Ini tidak berlaku untuk penyakit seperti tetanus (yang menular, tetapi tidak menular), dimana vaksin hanya melindungi orang yang divaksinasi dari penyakit Herd imunitas tidak. Harus bingung dengan kekebalan kontak, sebuah konsep terkait dimana sebuah divaksinasi individu dapat menularkan vaksin ke seseorang lainnya melalui kontak. Dan penyakit malaria juga tidak berlaku untuk herd immunity dikarenakan malaria bukan penyakit menular . penyakit malaria hanya suatu penyakit yang disebabkan oleh vector nyamuk Anopheles.Herd Immunity merupakan faktor utama dalam proses kejadian wabah di masyarakat serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok penduduk tertentu.Wabah terjadi karena 2 keadaan :a. Keadaan kekebalan populasi yakni suatu wabah besar dapat terjadi jika agent penyakit infeksi masuk ke dalam suatu populasi yang tidak pernah terpapar oleh agen tersebut atau kemasukan suatu agen penyakit menular yang sudah lama absen dalam populasi tersebut.b. Bila suatu populasi tertutup seperti asrama, barak dimana keadaan sangat tertutup dan mudah terjadi kontak langsung, masuknya sejumlah orang-orang yang peka terhadap penyakit tertentu dalam populasi tsb. Ex: Asrama mahasiswa/tentara.

Jenis KLBMenurut Penyebab:A. Entero toxin : misal yang dihasilkan oleh Staphylococus aureus, Vibrio, Kholera, Eschorichia, Shigella.B. Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum, Clostridium perfringens.C. Endotoxin : Infeksi, Virus, Bacteri, Protozoa, Cacing, Toksin Biologis, Racun jamur, Alfatoxin, Plankton, Racun ikan, Racun tumbuh-tumbuhan, Toksin Kimia.D. Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), cyanide, nitrit, pestisida.E. Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN.

Menurut Sumber KLBA. Manusia misal: jalan napas, tenggorokan, tangan, tinja, air seni, muntahan, seperti : Salmonella, Shigella, Staphylococus, Streptoccocus,Protozoa, Virus Hepatitis.B. Kegiatan manusia, misal : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe bongkrek, penyemprotan, pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan racun).C. Binatang seperti : binatang piaraan, ikan, binatang mengerat, contoh : Leptospira, Salmonella, Vibrio, Cacing dan parasit lainnya, keracunan ikan/plankton.D. Serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya) misal : Salmonella, Staphylokok, Streptokok.E. Udara, misal : Staphyloccoccus, Streptococcus, Virus, pencemaran udara.F. Permukaan benda-benda/alat-alat misal : Salmonella.G. Air, misalnya : Vibrio Cholerae, Salmonella.H. Makanan/minuman, misal : keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.

Menurut Penyakit wabahBeberapa penyakit dari sumber di atas yang sering menjadi wabah:Kholera, Pes, Demam kuning, Demam bolak-balik, Tifus bercak wabah, DBD, Campak, Polio, DPT, Rabies, Malaria, Influensa, Hepatitis, Tipus perut, Meningitis, Encephalitis, SARS, Anthrax

Pelacakan Kejadian Luar Biasa1. Garis Besar Pelacakan Wabah/Kejadian Luar BiasaKeberhasilan pelacakan wabah sangat ditentukan oleh berbagai kegiatan khusus. Pengumpulan data dan informasi secara seksama langsung di lapangan atau tempat kejadian, yang disusul dengan analisis data yang teliti dengan ketajaman pemikiran merupakan landasan dari suatu keberhasilan pelacakan.

2. Analisis Situasi AwalPada tahap awal pelacakan suatu situasi yang diperkirakan bersifat wabah atau kejadian luar biasa, diperlukan tiga kegiatan awal, yaitu :a. Penentuan / penegakan diagnosis: Untuk kepentingan diagnosis maka diperlukan penelitian/pengamatan klinis dan pemeriksaan laboratorium. Harus diamati secara tuntas apakah laporan awal yang diperoleh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (perhatikan tingkat kebenarannya). Selain itu, harus pula ditetapkan kapan seseorang dapat dinyatakan sebagai kasus. Dalam hal ini sangat tergantung pada keadaan dan jenis masalah yang dihadapi.b. Penentuan adanya wabah: Untuk menentukan apakah situasi yang dihadapi adalah wabah atau tidak, maka perlu diusahakan melakukan perbandingan keadaan jumlah kasus sebelumnya untuk melihat apakah terjadi kenaikan frekuensi yang istimewa atau tidak.c. Uraian keadaan wabah: Bila keadaan dinyatakan wabah harus dilakukan penguraian keadaan wabah bedasarkan tiga unsur utama yaitu waktu, tempat dan orang.

Gambaran wabah Gambaran wabah berdasarkan waktu Kurva Epidemi Adalah gambar perjalanan suatu letusan, berupa histogram dari jumlah kasus berdasarkan waktu timbulnya gejala pertama. Untuk membuatnya dibutuhkan informasi tentang waktu timbulnya gejala pertama. Misalnya, tanggal timbulnya gejala pertama, jam timbulnya gejala pertama, untuk masa inkubasi sangat pendekManfaat kurva epidemic Mendapatkan Informasi tentang perjalanan wabah dan kemungkinan kelanjutan Bila penyakit dan masa inkubasi diketahui, dapat memperkirakan kapan pemaparan terjadi dengan memusatkan penyelidikan pada periode tersebut. Kesimpulan pola kejadian -- apakah bersumber tunggal, ditularkan dari orang ke orang, atau campuran keduanya

Perjalanan Wabah kurve menanjak: jumlah kasus terus bertambah, wabah sedang memuncak, akan ada kasus-kasus baru Puncak kurve sudah dilalui: kasus yang terjadi semakin berkurang, wabah akan segera berakhir.Mencari Periode pemaparan Pada point source epidemic -- penyakit dan masa inkubasi diketahui, kurve epidemic dapat digunakan untuk mencari periode pemaparan -- penting menanyakan sumber letusan

Gambaran wabah berdasarkan tempat Memberikan informasi tentang luasnya wialyah yang terserang Menggambarkan pengelompokkan atau pola lain ke arah penyebabBerupa: Spot map atau area mapSpot map: peta sederhana yang berguna untuk menggambarkan tempat para penderita tinggal, bekerja, atau kemungkinan terpapar Area map: menunjukkan insidens atau distribusi kejadian pada wilayah dengan kode/ arsiran Mencantumkan angka serangan (rate) untuk masing-masing wilayah

Gambaran wabah berdasarkan orang Umur merupakan salah satu faktor yang menentukan penyakit, karena mempengaruhi: Daya tahan tubuh Pengalaman kontak dengan penyakit Lingkungan pergaulan yang memungkinkan kontak dengan sumber penyakit Jenis Kelamin; Ras/ suku; dsb.Faktor-faktor ini digambarkan apabila diduga ada perbedaan risiko diantara golongan-golongan dalam faktor tsb.Di negara-negara multirasial, gambaran penderita berdasarkan ras sering ditampilkan. Adanya perbedaan cara hidup, tingkat sosial ekonomi, kekebalan, dsb. Berdasarkan pemaparan: Pekerjaan, Rekreasi, Penggunaan obat-obatan

Analisis Lanjutan Setelah melakukan analisis awal dan menetapkan adanya situasi wabah, maka selain tindak pemadaman wabah, perlu dilakukan pelacakan lanjut serta analisis berkesinambungan yaitu : Usaha penemuan kasus tambahanDitelusuri kemungkinan adanya kasus yang tidak dikenal dan kasus yang tidak dilaporkan. Dengan cara mengadakan pelacakan ke rumah sakit dan ke dokter praktek umum setempat dan pelacakan yang itensif adanya gejalaatau yang kontak dengan penderita. Analisis dataMelakukan analisis data secara berkesinambungan sesuai tambahan informasi yang didapatkan dan laporkan hasil intrepesi data tersebut. Menegakkan hipotesisHasil analisis dari seluruh kegiatan dibuat keputusan yang bersifat hipotesis tentang keadaan yang diperkirakan. Kesimpulan dari semua fakta yangditemukan harus sesui dengan apa yang tercantum dalam hipotesis. Tindak pemadaman wabah dan tindak lanjutTindakan diambil berdasarkan hasil analisis dan sesuai dengan keadaan wabah yang terjadi. Setiap tindakan pemadaman wadah harus disertai dengan berbagai tindak lanjut (follow up) sampai keadaan sudah normal kembali. Biasanya kegiatan tindak lanjut dan pengamatan dilakukan sekurang-kurangnya 2 kali masa tunas penyakit yang mewabah.

Penanganan KLB Penanganan KLB Penanggulangan KLBdikenal dengan namaSistem Kewaspadaan Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes KotaSurabaya, 2002).

Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, maka penyakit DBD harus dilaporkan segera dalam waktu kurang dari 24 jam. Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan bahwa wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam rangka mengantisipasi wabah secara dini, dikembangkan istilah kejadian luar biasa (KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap kejadian wabah. Tetapi kelemahan dari sistem ini adalah penentuan penyakit didasarkan atas hasil pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat diantisipasi (Sidemen A., 2003).

Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan EarlyWarningOutbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu sistem jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruhIndonesiake pusat EWORS secara cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI). Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia (Sidemen A., 2003)

Bahwa suatu wabah telah terjadi perlu dikonfirmasikan terlebih dahulu untuk kemudian perlu dicarikan cara atau langkah penanggulangannya yang efektif dan efisien.

Secara garis besarnya langkah-langkahnya kurang lebih sebagai berikut :1. Tegakkan diagnosa penyakit(atau masalah kesehatan) dengan benar.2. Menetapkan apakah kondisi (terutama frekwensi) sudah dapat dikategorikan mewabah (epidemis)3. Deskripsikan penyebaran wabah menurut orang, tempat, dan waktu, atau menguraikan pertanyaan 5W+1H.4. Apakah dari uraian pada tahap deskriptif tersebut dapat tersusun gambaran Natural History yang kemudian dapat dikenali gaps of knowledge yang dapat dipakai untuk menyusun hipotesa tentang terjadinya dan penyebarannya wabah tersebut.5. Menyusun strategi penanggulangannya dan menkankan pada upaya preventif dan diagnosa dini dengan cara pemutusan mata rantai penularan.6. Menyusun laporan dari semua data menjadi hasil laporan.Stakeholder yang dapat berperan pada kasus penyakit ini adalah :1. Dinas Kesehatan Kota/kabupaten (DKK).Peranannya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : Penentuan atau pengambilan keputusan sebagai kebijakan yang akan dilaksanakan terkait denganmasalah malaria. Misalnya, kebijakan DKK dalam penanggulangan dan pemberantasan malaria melalui pendekatan roll back malaria (RBM) yang dioperasionalkan melalui Gerakan Berantas Kembali atau GEBRAK malaria. Penyebaran informasi yang terkait dengan di daerah rawan/berpotensi terjadinya atau munculnya kasus malaria dan daerah endemis malaria, serta langkah-langkah yang harus diambil pada saat kasus muncul.2. Puskesmas;Peranan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : Menegaskan kembali program-program pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan yang tersendat atau tidak berjalan akibat adanya beberapa faktor tertentu. Melakukan program-program yang bersifat teknis. Misalnya, deteksi dini melalui metode mass fever survey dan mass blood survey, fogging, melaksanakan program 3M++, penyuluhan, dan beberapa program pencegahan, penanggulangan, dan pemberantasan lainnya.3. Stakeholder KunciStakeholder ini mempunyai peran yang tidak klalah penting. Adapun hal-hal yang dapat dilakukan oleh stakeholder ini diantaranya adalah4. Key person dapat lebih meyakinkan masyarakat mengenai pentingnya program-program dari puskesmas atau DKK.Key person dianggap sebagai panutan atau contoh yang dianut masyarakat tersebut. Sehingga adanya hubungan antara dinas atau lembaga kesehatan dengan key person mempermudah berjalannya program-program yang dijalankan

Pencegahan terjadinya wabah/KLBA. Pencegahan tingkat pertama Menurunkan faktor penyebab terjadinya wabah serendah mungkin dengan cara desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi yang bertujuan untuk menghilangkan mikroorganisme penyebab penyakit dan menghilangkan sumner penularan. Mengatasi/modifikasi lingkungan melalui perbaikan lingkungan fisik seperti peningkatan air bersih, sanitasi lingkungan, peningkatan lingkungan biologis seperti pemberntasan serangga dan binatang pengerat serta peningkatan lingkungan sosial seperti kepadatan rumah tangga. Meningkatkan daya tahan pejamu meliputi perbaikan status gizi,kualitas hidup penduduk, pemberian imunisasi serta peningkatan status psikologis.

B. Pencegahan tingkat keduaSasaran pencegahan ini terutama ditunjukkan pada mereka yang menderita atau dianggap menderita (suspek) atau yang terancam akan menderita (masa tunas) dengan cara diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar dicegah meluasnya penyakit atau untuk mencegah timbulnya wabah serta untuk segera mencegah proses penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadinya komplikasi.

C. Pencegahan tingkat ketigaBertujuan untuk mencegah jangan sampai penderita mengalami cacat atau kelainan permanen, mencegah bertambah parahnya suatu penyakit atau mencegah kematian akibat penyakit tersebut dengan dilakukannya rehabilitasi.

Strategi pencegahan penyakitDilakukan usaha peningkatan derajad kesehatan individu dan masyarakat, perlindungan terhadap ancaman dan gangguan kesehatan, pemeliharaan kesehatan, penanganan dan pengurangan gangguan serta masalah kesehatan serta rehabilitasi lingkungan.

ILMU PERILAKU DAN PERILAKU KESEHATANKonsep perilaku:Skinner ( 1938 ) seorang ahli perilaku mengemukakakn bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang ( stimulus) dan tanggapan ( respon) ia membagi menjadi 2 yaitu ;a. Respondent respons reflexive respons ialah yang ditimbulkan oleh rangsangan tertentu .perangsangan semacam ini disebut elicting stimuli, karena menimbulkan respon respons yang relative tetap misalnya : makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur , cahaya yang kuat akan menimbulkan mata tertutup dll. Respondent respons ini mencakup juga emosi respons atau emotional behavior. Emotional respons ini timbul karena hal yang kurang mengenakan organism yang ersangkutan. Misalnya menangis karena sedih / sakit .muka merah sebaliknya hal hal yang mengenakan pun dapat menimbulkan perilaku emosinal misalnya tertawa, berjingkat jingkat karena senang.b. Operant respons atau instrumental respons adalah respons yang timbul dan berkembang diikuti oleh perangsangan tertentu. Perangsangan semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforce, karena perangsangan perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organism. Oleh karena itu perangsangan yang demikian itu mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah dilakukan .Contoh : apabila memperoleh hadiah maka ia akan menjadi lebih giat belajar atau akan lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut. Dengan kata lain respons nya akan lebih intensif atau lebih kuat lagi.Perilaku KesehatanYaitu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit , system pelayanan kesehatan makanan serta lingkungan .perilaku kesehatan mencangkup 4 yaitu :a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia merespon baik pasif maupun aktif perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkatan tingkatan pencegahan penyakit misalnya : Perilaku pencegahan penyakit ( health prevention behavior) respon utuk melaakukan pencegahan penyakit misalnya tidur dengan kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria .imunisasib. Perilaku terhadap pelayanan kesehatan , baik pelayanan kesehatan tradisional maupun modern. Perilaku ini mencakup respons terhadap fasillitas pelayanan cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat obatan yang terwjud dalam pengetahuan , persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas ,petugas dan obat obatanc. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) yaitu respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan , meliputi pengetahuan ,persepsi, sikap dan praktek kita terhadap makanan serta unsure unsure yang terkandung didalamnyad. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan ( environmental health behavior) adalah respon seseorang terhadap lingkungan sekitarnya sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri dengan bersih , pembuangan air kotor dengan limbah dengan rumah yang sehat dengan pembersihan sarang saranng nyamuk (vector) dll.

Klasifikasi Perilaku a. Perilaku kesehatan ( health behavior) yaitu hal hal yang berkaitan dengan memelihara , meningkatkan dan mencegah penyakit dengan tindakan tindakan perorangan seperti sanitasi, memilih makanan dn kebersihanb. Perilaku sakit ( illness behavior) yaitu tindakan seseorang dalam menyikapi sakit dan kemampuan individu untuk mengidentifikasi penyakit ,penyebab penyakit serta usaha usaha mencegah penyakit tersebut.c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) yaitu tindakan seseorang yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan .perilaku ini disamping berpengaruh terhadap kesehatan /kesakitanya sendiri juga berpengaruh terhadap kesehatan/kesakitanya sendiri juga berpengaruh terhadap orang lain terutama anak anak yang belm mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatanya.

Respon Perilaku Terhadap Penyakita. Bentuk pasif: respon internal yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain missal tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.b. Bentuk Aktif: yaitu perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung misalnya pada kedua contoh diatas si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas untuk imunisasi

Faktor Faktor Yang Mempengaruhia. Faktor predisposing berupa pengetahuan , sikap , kepercayaa, tradisi, nilai dllb. Faktor enabling /pemungkin berupa ketersediaan sumber sumber / fasilitas peraturan peraturanc. Faktor reinforcing/ mendorong/memperkuat berupa tokoh agama , tokoh masyarakat.

Perubahan PerilakuA. Teori Stimulus dan TransformasiB. Teori teori belajar social ( social searching ) Tingkah laku sama ( same behavior ) Tingkah laku tergantung ( matched dependent behavior) Tingkah laku salinan ( copying behavior )C. Teori belajar social dari bandara dan walter Efek modeling ( modeling effect ) yaitu peniru melakukan tingkah laku baru melalui asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku model Efek menghambat ( inhibition) dan menghapus hambatan ( dishinbition ) dimana tingkah laku yang tidak sesuai dengaan model dihambat timbulnya, sedangkan tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku model dihapuskan hambatannya sehingga timbul tingkah laku yang dapat menjadi nyata Efek kemudahan ( facilitation effect ) yaitu tingkah laku yang sudah pernah dipelajari oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku model.

pengaruh sosial budaya terhadap perilaku kesehatan A. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku MengobatiMayoritas masyarakat dengan pengetahuan kurang dan sedang (78%), sikap yang sedang (8%) cenderung akan berobat ke puskesmas jika mereka telah menderita atau merasakan matanya sakit seperti gatal, mata merah, belekan, jika telah mengalami kebutaan, bila sudah tidak dapat bekerja , tidak dapat mengenali seseorang dalam jarak dekat maupun jauh, dan tidak bisa berjalan dengan baik. Mereka biasanya akan mengeluh sakit pada matanya sehingga mereka baru memeriksakan sakitnya ke puskesmas. Berdasarkan teori perilaku pencarian pelayanan kesehatan disebutkan bahwa perilaku orang yang sakit untuk memperoleh penyembuhan mencakup tindakan- tindakan seperti perilaku pencarian dan penggunaan fasilitas/tempat pelayanan kesehatan (baik tradisional maupun modern). Tindakan ini dimulai dari mengobati sendiri sampai mencari pengobatan di luar negeri Masyarakat jika menderita sakit cenderung mengobati sendiri terlebih dahulu dengan membeli obat di warung seperti tetes mata, salep di apotik tanpa resep dari dokter, mereka hanya menanyakan kepada penjaga apotik obat mana yang biasa digunakan untuk mata merah, padahal dengan mereka membeli obat tanpa resep dokter belum tentu itu baik buat kesehatan mata, dan belum tentu obat tersebut tidak menimbulkan efek samping jika mengabaikan aturan pemakaian. Dan ada juga yang mengobati secara tradisional yaitu dengan mengompres mata dengan air hangat, air sirih, air teh, daun kelor dan air bambu. Di sisi lain masyarakat dengan pengetahuan baik (22%) dan bersikap baik (92%) berperilaku langsung mengobati ke puskesmas atau rumah sakit. Hal ini dikarenakan mereka mengetahui apa yang akan terjadi jika terlambat dalam melakukan pengobatan, dan juga mereka memiliki dasar pengetahuan yang baik tentang kesehatan, khususnya kesehatan mata. Sehingga jika mengalami gangguan pada mata mereka langsung mengobati dengan rasional.

B. Pelayanan Kesehatan Modern1. Polindes.Polindes adalah salah satu program pembangunan oleh pemerintah RI bidang kesehatan yang berangkat dari persoalan tingginya angka kesakitan dan kematian ibu karena hamil dan bersalin. Program ini merupakan program penyediaan fasilitas layanan kesehatan di desa yang jauh dari fasilitas kesehatan yang memadai. Tiga tujuan utama program adalah: sebagai tempat pelayanan kesehatan ibu, anak dan KB. sebagai tempat pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan. sebagai tempat konsultasi, penyuluhan dan pendidikan kesehatan bagi masyarakat, dukun bayi dan kader kesehatan.Secara institusi dan gagasan, polindes merupakan representasi sistim medis modern yang dalam proses intervensi di masyarakat sasaran akan bertemu dengan sistim medis lokal tradisional. Dinamika dan proses komunikasi yang terjadi antara keduanya menghasilkan adopsi parsial program oleh masyarakat sasaran. Hal yang menarik dari data temuan lapangan adalah terdapat perbedaan perspektif antara program dan nilai-nilai lokal dalam menginterpretasi kehamilan dan persalinan dan etiologi tentang sehat sakit. Program beroperasi atas dasar prinsip-prinsip fisiologis dan model-model biomedis serta bekerja atas diktum preventif.Hal ini konsisten dengan cara kerja sistem medis modern (dalam hal ini program KIA di polindes) yaitu mencegah lebih baik dari pada mengobati. Bagi pengetahuah lokal, kehamilan dan persalinan lebih dijelaskan dalam kerangka religius dan transendental sehingga campur tangan manusia dianggap minimal dan pasif. Dalam konteks pemikiran ini, pemeliharaan dan perawatan dengan makna mencegah resiko sebalum terjadi tidak dikenal dan dianggap mendahului takdir yang memberi rasionalisasi rendahnya angka kunjungan konsultasi ibu selama kehamilan hingga paska bersalin. Pada gilirannya hal ini menghambat deteksi dini resiko pada kehamilan ibu dan menghalangi upaya-upaya untuk mengatasinya. Pendekatan program yang cendrung tekhnikal medis membuat program menjadi keras dan impersonal bagi ibu. Memperhatikan dan mengadopsi sistim kognisi lokal, etiologi setempat dan pola keterlibatan individu-individu dalam sistim sosial setempat kedalam program dapat memberi keuntungan pada program dalam jangka panjang hingga program dapat menyediakan layanan yang lebih sesuai dengan kondisi dan pengetahuan lokal. Upaya memahami nilai-nilai budaya dan sistim sosial setempat memberi pemahaman tentang faktor- faktor yang menghambat diadopsinya program dan merancang strategi yang dapat mendukung program. Kata kunci: Polindes, pelayanan kesehatan ibu hamil bersalin, faklor sosial budaya.2. Holistik ModernSudah saatnya bagi masyarakat untuk beralih ke layanan kesehatan holistik modern. Dalam situasi biaya pelayanan kesehatan umum sekarang ini sangat tinggi dan kadang-kadang terasa mencekik dan sulit dijangkau oleh sebagian besar masyarakat, maka untuk mendapatkan konsultasi dan pengobatan berbagai penyakit secara maksimum dengan akurat dan hemat, sudah saatnya masyarakat memanfaatkan layanan kesehatan Holistik Modern. DR.ASVIAL RIVAI, M.D (M.A) sang pelopor dan pengembang layanan kesehatan holistik modern itu di Indonesia sejak tahun 1997, menjelaskan. Di bawah ini, kami tampilkan wawancara Kris Sadipun dari Bekasi Ekspres (BE) dengan DR.ASVIAL RIVAI (AR) di Kantor Pusat Holistik Moderen, Mall Belannova, Sentul City, Bogor, dalam bentuk tanya-jawab menyangkut keunggulan layanan kesehatan Holistik Moderen BE: Apa yang dimaksud dengan layanan kesehatan Holistik Modern? AR:Itu hanya sebuah nama. Apalah arti sebuah nama, banyak orang berkata begitu. Tapi sebenarnya holistik modern merupakan sebuah sebutan terhadap satu sistem pelayanan terpadu dalam memenuhi berbagai kebutuhan untuk pemeliharaan dan perbaikan tingkat kesehatan yang mungkin sudah rusak yang disebut sakit-sakitan. Layanan kesehatan holistik modern dalam arti yang sangat dalam, meliputi berbagai pelayanan termasuk layanan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh, konsultasi kesehatan secara menyeluruh (baik fisik, emosional dan juga kejiwaan), perawatan / pengobatan penyakit-penyakit secara menyeluruh (juga fisik, emosional dan kejiwaan), pemberian nasehat dan anjuran-anjuran kesehatan secara menyeluruh (berlaku juga untuk kesehatan fisik, emosional dan kejiwaan), kontrol ulang serta bimbingan / tuntunan selama penyakit-penyakitnya belum sembuh atau selama masih dibutuhkan oleh sipenderita. Itu dilakukan secara terpadu oleh satu tenaga praktisi yang sudah dilatih untuk menekuni profesi itu, tanpa harus rujuk kesana sini, tanpa harus ambil darah, tanpa suntikan, tanpa melukai dan malah tanpa buka-buka pakaian sangat etis.Dalam melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh, digunakan berbagai metode yang megacu pada ilmu pengetahuan kesehatan dengan benar, sebagai satu pandangan lain nonmedis, yang merupakan terobosan baru dalam bidang kesehatan yang sangat sederhana tapi sangat efektif, yaitu ilmuiridologyyang berasal atau ditemukan oleh seorang dokter medis di Eropa (yaitu satu ilmu pengetahuan bagaimana mendeteksi penyakit malalui tanda-tanda yang terjadi pada mata akibat adanya gangguan penyakit itu), Ilmukinesiologyyang berasal atau ditemukan oleh seorang ahli saraf di Amerika (yaitu ilmu pengetahuan bagaimana mengetahui tingkat kesehatan organ-organ dan sistem tubuh melalui kelemahan yang terjadi pada otot lengan) dan ilmuphytobiophysicsyang berasal atau ditemukan oleh seorang dokter juga di Inggris (yaitu bagaimana mengetahui dan memperbaiki tingkat penyakit dan kelemahan tubuh seseorang melalui perobahan energy yang terjadi pada tubuh yang ditest dengan energy bunga-bungaan berbagai warna). Dan ada juga berbagai cara pendeteksian dan perawatan yang lain, seperti heart lock, jump leading, universal energy, podorachidian dan lain-lain.3. Pelayanan Kesehatan TradisionalSekalipun pelayanan kesehatan moderen telah berkembang di Indonesia, namun jumlah masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional tetap tinggi. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2001 ditemukan sekitar 57,7% penduduk Indonesia melakukan pengobatan sendiri, sekitar 31,7% menggunakan obat tradisional serta sekitar 9,8% menggunakan cara pengobatan.Adapun yang dimaksud dengan pengobatan tradisional disini adalah cara pengobatan atau perawatan yang diselenggarakan dengan cara lain diluar ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan yang lazim dikenal, mengacu kepada pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang diperoleh secara turun temurun, atau berguru melalui pendidikan, baik asli maupun yang berasal dari luar Indonesia, dan diterapkan sesuai norma yang berlaku dalam masyarakat (UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan).

Banyak faktor yang berperan, kenapa pemanfatan pengobatan tradisional masih tinggi di Indonesia. Beberapa diantaranya yang dipandang penting adalah:1. Pengobatan tradisional merupakan bagian dari sosial budaya masyarakat.2. Tingkat pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan latar belakang budaya masyarakat menguntungkan pengobatan tradisional.3. Terbatasnya akses dan keterjangkauan pelayanan kesehatan moderen.4. Keterbatasan dan kegagalan pengobatan modern dalam mengatasi beberapa penyakit tertentu.5. Meningkatnya minat masyarakat terhadap pemanfaatan bahan-bahan (obat) yang berasal dari alam (back to nature).6. Meningkatnya minat profesi kesehatan mempelajari pengobatan tradisional.7. Meningkatnya modernisasi pengobatan tradisional.8. Meningkatnya publikasi dan promosi pengobatan tradisional.9. Meningkatnya globalisasi pelayanan kesehatan tradisional.10. Meningkatnya minat mendirikan sarana dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional.

Pengobatan alternatif bias dilakukan dengan menggunakan obat-obat tradisional, yaitu bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Pengobatan alternatif merupakan bentuk pelayanan pengobatan yang menggunakan cara, alat atau bahan yang tidak termasuk dalam standar pengobatan kedokteran moderen (pelayanan kedoteran standar) dan digunakan sebagai alternatif atau pelengkap pengobatan kedokteran moderen tersebut.Berbagai istilah telah digunakan untuk cara pengobatan yang berkembang di tengah masyarakat. WHO (1974) menyebut sebagai traditional medicineatau pengobatan tradisional. Para ilmuwan lebih menyukai traditional healding. Adapula yang menyebutkanalternatif medicine. Ada juga yang menyebutkan denganfolk medicine, ethno medicine, indigenous medicine(Agoes, 1992;59).Dalam sehari-hari kita menyebutnya pengobatan dukun. Untuk memudahkan penyebutan maka dalam hal ini lebih baik digunakan istilah pengobatan alternatif, karena dengan istilah ini apat ditarik garis tegas perbedaan antara pengobatan moderen dengan pengobatan di luarnya dan jugadapat merangkum sistem-sistem pengobatan oriental (timur) seperti pengobatan tradisional atau sistem penyembuhan yang berakar dari budaya turun temurun yang khas satu etnis (etno medicine).Pengobatan alternatif sendiri mencakup seluruh pengobatan tradisional dan pengobatan alternatif adalah pengobatan tradisional yang telah diakui oleh pemerintah. Pengobatan yang banyak dijumpai adalah pengobatan alternatif yang berlatar belakang akar budaya tradisi suku bangsa maupun agama. Pengobat (curer) ataupun penyembuh (healer) dari jasa pengobatan maupun penyembuhan tersebut sering disebut tabib atau dukun. Pengobatan maupun diagnosa yang dilakukan tabib atau dukun tersebut selalu identik dengan campur tangan kekuatan gaib ataupun yang memadukan antara kekuata rasio dan batin.Salah satu cirri pengobatan alternatif adalah penggunaan doa ataupun bacaan-bacaan. Doa atau bacaan dapat menjadi unsur penyembuh utama ketika dijadikan terapi tunggal dalam penyembuhan.Selain doa ada juga ciri yang lain yaitu adanya pantangan pantangan.Pantangan berarti suatu aturan-aturan yang harus dijalankan oleh pasien. Pantangan-pantangan tersebut harus dipatuhi demi kelancaran proses pengobatan, agar penyembuhan dapat selesai dengan cepat.Dimana pantanganpantangan tersebut sesuai dengan penyakit yang diderita pasien. Seperti misalnya penyakit patah tulang maupun terkilir, biasanya dilarang unutk mengkonsumsi minum es dan kacang-kacangan. Makanan-makanan tersebut menurutnya dapat mengganggu aliran syaraf-syaraf yang akan disembuhkan.

PELAYANAN KESEHATANMasyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit sudah tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Respon seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut : Pertama, tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa. Alasannya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apapun gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Tidak jarang pula masyarakat memprioritaskan tugas-tugas lain yang dianggap lebih penting daripada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya.Alasan lain yang sering kita dengar adalah fasilitas kesehatan yang diperlukan sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, tidak responsif, dan sebagainya. Dan akhirnya alasan takut dokter, takut pergi ke rumah sakit, takut biaya, dan sebagainya. Kedua, tindakan mengobati sendiri, dengan alasan yang sama seperti telah diuraikan. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan. Ketiga, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional. Untuk masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan tradisional ini masih menduduki tempat teratas dibanding dengan pengobatan-pengobatan yang lain. Dukun yang melakukan pengobatan tradisional merupakan bagian dari masyarakat, berada di tengah-tengah masyarakat, dekat dengan masyarakat, dan pengobatan yang dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat, lebih diterima oleh masyarakat daripada dokter, bidan, farmasis, dan sebagainya yang masih asing bagi mereka, seperti juga pengobatan yang dilakukan dan obat-obatnya pun merupakan kebudayaan mereka. Keempat, mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat dan sejenisnya, termasuk ke tukang-tukang jamu. Obat-obat yang mereka dapatkan pada umumnya adalah obat-obat yang tidak memakai resep sehingga sukar untuk dikontrol. Namun demikian, sampai sejauh ini pemakaian obat-obat bebas oleh masyarakat belum mengakibatkan masalah yang serius. Khususnya mengenai jamu sebagai sesuatu untuk pengobatan makin tampak peranannya dalam kesehatan masyarakat. Untuk itu perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam.

Kelima, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.

Keenam, mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan oleh dokter praktik.Dari uraian di atas tampak jelas bahwa persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit adalah berbeda dengan konsep kita tentang sehat-sakit itu. Demikian juga persepsi sehat-sakit antara kelompok-kelompok masyarakat pun akan berbeda-beda pula. Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan. Kedua pokok pikiran tersebut akan mempengaruhi atas dipakai atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila persepsi sehat-sakit masyarakat belum sama dengan konsep sehat-sakit kita, maka jelas masyarakat belum tentu atau tidak mau menggunakan fasilitas yang diberikan. Bila persepsi sehat-sakit masyarakat sudah sama dengan pengertian kita, maka kemungkinan besar fasilitas yang diberikan akan mereka pergunakan.Perilaku pencarian pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor besar yaitu faktor predisposing, faktor enabling, dan faktor need. 1. Faktor predisposing adalah predisposisi seseorang untuk menggunakan pelayanan yaitu faktor demografi,faktor struktur sosial, dan faktor keyakinan terhadap kesehatan 2. Faktor Enabling merupakan kemampuan seseorang untuk mencari pelayanan berupa sumberdaya keluarga atau sumber daya masyarakat. 3. Faktor need adalah kebutuhan seseorang akan pelayanan Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di puskesmas perlu ditunjang dengan adanya penelitian-peneliatian social budaya masyarakat, persepsi dan perilaku masyarakat tersebut terhadap sehat-sakit. Bila diperoleh data bahwa masyarakat masih mempunyai persepsi sehat-sakit yang berbeda dengan kita, maka kita dapat melakukan pembetulan konsep sehat-sakit itu melalui pendidikan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, pelayanan yang kita berikan akan diterima oleh masyarakat.

MUTU PELAYANAN KESEHATAN Cakupan Cakupan pelayanan kesehatan terdiri dari :1. Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter umum 2. Tindakan medis: Pembersihan luka, balut, dll Bedah minor 3. Pemberian obat/resep sesuai dengan kebutuhan medis dengan dasar DOEN Plus, generik, dan standar obat Jaminan Pemeliharaan Kesehatan 4. Pelayanan Keluarga Berencana (Kondom, pil, dan suntik) 5. Pelayanan KIA termasuk pemeriksaan ibu hamil, pemeriksaan bayi/balita, imunisasi dasar (BCG, DPT, polio, campak, dan hepatitis) 6. Khitan 7. Konsultasi kesehatan dokter umum 8. Medical Check Up

Cakupan pelayanan kesehatanSistem terbentuk dari elemen atau bagian yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Apabila salah satu bagian atau sub sistem tidak berjalan dengan baik maka akan mempengaruhi bagian yang lain. Secara garis besar, elemen-elemen dalam sistem itu adalah sebagai berikut :1. Masukan (Input) adalah sub-sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk berfungsinya sistem.2. Proses ialah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga menghasilkan sesuatu (keluaran) yang direncanakan.3. Keluaran (out put) ialah hal yang dihasilkan oleh proses.4. Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu lamanya.5. Umpan balik (feed back) ialah juga merupakan hasil dari proses yang sekaligus sebagai masukan untuk sistem tersebut.6. Lingkungan (environment) ialah dunia di luar sistem yang mempengaruhi sistem tersebut.Kesehatan atau sehat-sakit adalah suatu yang kontinum dimulai dari sehat wal afiat sampai dengan sakit parah.Kesehatan seseorang berada dalam bentangan tersebut.Demikian pula sakit ini juga mempunyai beberapa tingkat atau gradasi. Secara umum dapat dibagi dalam 3 tingkat, yakni sakit ringan (mild), sakit sedang (moderate) dan sakit parah (severe).

Dengan ada 3 gradasi penyakit ini maka menuntut bentuk pelayanan kesehatan yang berbeda pula.Untuk penyakit ringan tidak memerlukan pelayanan canggih.Namun sebaliknya untuk penyakit yang sudah parah tidak cukup hanya dengan pelayanan yang sederhana melainkan memerlukan pelayanan yang sangat spesifik.

Oleh sebab itu, perlu dibedakan adanya 3 bentuk pelayanan, yakni :

A. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care) Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan.Oleh karena jumlah kelompok ini didalam suatu populasi sangat besar (lebih kurang 85%), pelayanan yang diperlukan oleh kelompok ini bersifat pelayanan kesehatan dasar (basic health services) atau juga merupakan pelayanan kesehatan primer atau utama (primary health care).Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, dan balkesmas.

B. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health services) Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan nginap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer.Bentuk pelayanan ini misalnya rumah sakit tipe C dan D, dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis.

C. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services)Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder.Pelayanan sudah kompleks dan memerlukan tenaga-tenaga spesialis. Contoh diIndonesia: rumah sakit tipe A dan B.

Perbedaan Jenis Pelayanan Kesehatan Pelayanan Kedokteran Ditandai dengan cara pengorganisasian yang bersifat sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi, tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta utamanya adalah perseorangan dan keluarga. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Ditandai dengan cera pengorganisasian yang umunnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi, tujuan utamanya yaitu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasaran utamanya adalah kelompok dan masyarakat.Dalam suatu sistem pelayanan kesehatan, ketiga strata atau jenis pelayanan tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada didalam suatu sistem dan saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke tingkat pelayanan diatasnya, demikian seterusnya. Penyerahan tanggung jawab dari satu pelayanan kesehatan ke pelayanan kesehatan yang lain ini disebut rujukan.

Secara lengkap dapat dirumuskan sistem rujukan ialah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani), atau secara horizontal (antar unit-unit yang setingkat kemampuannya).

Dari batasan tersebut dapat dilihat bahwa hal yang dirujuk bukan hanya pasien saja tapi juga masalah-masalah kesehatan lain, teknologi, sarana, bahan-bahan laboratorium, dan sebagainya. Disamping itu rujukan tidak berarti berasal dari fasilitas yang lebih rendah ke fasilitas yang lebih tinggi tetapi juga dapat dilakukan diantara fasilitas-fasilitas kesehatan yang setingkat.

Mutu Mutu pelayananSyarat pokok pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah (Azwar, 1996) adalah :a. Tersedia dan berkesinambunganSyarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan tersebut harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan (continuous). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan mudah dicapai oleh masyarakat.b. Dapat diterima dan wajarSyarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah apa yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan, kepercayaan masyarakat dan bersifat wajar.c. Mudah dicapaiSyarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan sarana kesehatan menjadi sangat penting.d. Mudah dijangkauSyarat pokok pelayanan kesehatan yang ke empat adalah mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan di sini terutama dari sudut biaya. Pengertian keterjangkauan di sini terutama dari sudut jarak dan biaya. Untuk mewujudkan keadaan seperti ini harus dapat diupayakan pendekatan sarana pelayanan kesehatan dan biaya kesehatan diharapkan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.e. BermutuSyarat pokok pelayanan kesehatan yang kelima adalah yang bermutu (quality).Pengertian mutu yang dimaksud adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Kesehatana. Pergeseran masyarakat dan konsumenHal ini sebagai akibat dari peningkatan pengetahuan dan kesadaran konsumen terhadap peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan upaya pengobatan. sebagai masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang masalah kesehatan yang meningkat, maka mereka mempunyai kesadaran yang lebih besar yang berdampak pada gaya hidup terhadap kesehatan. akibatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan meningkat.b. Ilmu pengetahuan dan teknologi baruPengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di sisi lain dapat meningkatkan pelayanan kesehatan karena adanya peralatan kedokteran yang lebih canggih dan memadai walau di sisi yang lain juga berdampak pada beberapa hal seperti meningkatnya biaya pelayanan kesehatan, melambungnya biaya kesehatan dan dibutuhkannya tenaga profesional akibat pengetahuan dan peralatan yang lebih modern.c. Issu legal dan etikSebagai masyarakat yaang sadar terhadap haknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan pengobatan , issu etik dan hukum semakin meningkat ketika mereka menerima pelayanan kesehatan. Pemberian pelayanan kesehatan yang kurang memadai dan kurang manusiawi maka persoalan hukum kerap akan membayanginya.d. EkonomiPelayanan kesehatan yang sesuai dengan harapan barangkali hanya dapat dirasakan oleh orang-orang tertentu yang mempunyai kemampuan untuk memperoleh fasilitas pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, namun bagi klien dengan status ekonomi rendah tidak akan mampu mendapatkan pelayanan kesehatan yang paripurna karena tidak dapat menjangkau biaya pelayanan kesehatan.e. Politik Kebijakan pemerintah dalam sistem pelayanan kesehatan akan berpengaruh pada kebijakan tentang bagaimana pelayanan kesehatan yang diberikan dan siapa yang menanggung biaya pelayanan kesehatan

Dimensi Mutu Pelayanana. Dimensi Kompetensi Teknis; berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti standar layanan kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi ketepatan, kepatuhan, kebenaran dan konsistensi.b. Dimensi Keterjangkauan; artinya layanan kesehataan yang diberikan harus dapat dicapai oleh masyarakat, baik dari segi geografis, sosial, ekonomi, organisasi, dan bahasa.c. Dimensi Efetivitas; layanan kesehatan yang diberikan harus mampu mengobati atau megurangi keluhan masyarakat/pasien dan mampu mencegah meluasnya penyakit yang diderita olehnya.d. Dimensi Efisiensi; dengan adanya layanan kesehatan yang efisiens maka masyarakat atau pasien tidak perlu menunggu terlalu lama yang dapat mengakibatkan masyarakat/pasien tersebut membayar terlalu mahal.e. Dimensi Kesinambungan; masyarakat/pasien dilayanai secara terus menerus sesuai dengan kebutuhannya, termasuk rujukan yang tidak perlu mengulangi prosedur.f. Dimensi Keamanan; layanan kesehatan harus aman dari resiko cidera, infeksi, efek samping, atau bahaya lainnya, sehingga prosedur yang akan menjamin pemberi dan penerima pelayan disusun.g. Dimensi Kenyamanan; layanan kesehatan yang diberikan akan terasa nyaman bagi masyarakat/pasien jika dapat mempengaruhi kepuasan dan menimbulkan kepercayaan untuk datang kembali.h. Dimensi Informasi; layanan kesehatan ini sangat perlu diberikan oleh petugas puskesmas dan rumah sakit kepada masyarakat, yang mana dapat mempengaruhi perubahan perilaku.i. Dimensi Ketepatan Waktu; layanan kesehatan harus dilakukan dalam waktu dan cara yang tepat, oleh pemberi layanan yang tepat, menggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta biaya yang tepat (efisien).j. Dimensi Hubungan Antarmanusia; hubungan antarmanusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, responsif, memberi perhatian, dan lain-lain.

PROGRAM PUSKESMASImunisasiImunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktifterhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidakakan menderita penyakit tersebut. Imunisasi merupakan salah satu dari 8 target dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) yaitu target 4A, menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya, antara 1990 dan 2015, dengan indikator persentase anak di bawah satu tahun yang diimunisasi campak. MDGs merupakan komitmen global untuk menangani isu perdamaian, keamanan, pembangunan, hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam satu paket kebijakan pembangunan guna percepatan pencapaian pembangunan manusia dan pemberantasan kemiskinan di seluruh dunia pada tahun 2015.

Keterangan:Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januari 2014.1. VaksinHepatitis B.Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian injeksi vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan vaksin hepatitis B monovalen atau vaksin kombinasi.2. VaksinPolio.Pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral (OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polioboosterdapat diberikan vaksin OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV3. Vaksin BCG.Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, optimal umur 2 bulan. Apabila diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin.4. Vaksin DTP.Vaksin DTP pertamadiberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun DTP yang diberikan harus vaksin Td, di-boostersetiap 10 tahun.5. VaksinCampak.Campak diberikan pada umur 9 bulan, 2 tahun dan pada SD kelas 1 (program BIAS).6. VaksinPneumokokus(PCV).Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.7. VaksinRotavirus.Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen: dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2, dan ke-3 4-10 minggu, dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).8. VaksinVarisela.Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, namun terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu9. VaksinInfluenza.Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak umur kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6