Kecurangan Manajemen Dan Karyawan
-
Upload
satrio-budi-prakosa-rachman -
Category
Documents
-
view
639 -
download
65
description
Transcript of Kecurangan Manajemen Dan Karyawan
KELOMPOK 12 :
DWI PUTRI OKTAVIANI 1112082000034
RIFQI RIF’AN FAUZI 1112082000046
SISTA CHOIRIYAH 1112082000073
Kecurangan Manajemen dan Karyawan
Definisi Kecurangan
Fraud atau kecurangan menurut The Institute of Internal Auditor (IIA) adalah “An
array of irregularities and illegal acts characterized by intentional deception” yang
artinya kecurangan merupakan sekumpulan tindakan yang tidak diizinkan dan melanggar
hukum yang ditandai dengan adanya unsur kecurangan yang disengaja.
International Standards of Auditing seksi 240 – The Auditor’s Responsibility to
Consider Fraud in an Audit of Financial Statement paragraph 6 mendefenisikan fraud
sebagai “…tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen perusahaan, pihak yang
berperan dalam governance perusahaan, karyawan, atau pihak ketiga yang melakukan
pembohongan / penipuan untuk memperoleh keuntungan yang tidak adil atau illegal”.
Kecurangan (fraud) merupakan penipuan disengaja dilakukan yang menimbulkan
kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan dan memberikan keuntungan bagi
pelaku kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk
melakukan penyelewengan/dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada.
Faktor utama tindak kecurangan kecurangan adalah manusia dengan berbagai alas
an dari dalam dirinya untuk melakukan tindakan tercela. Para “kriminal bisnis” ini dapat
dikelompokan menjadi dua :
1. Kecurangan atau kejahatan yang dilakukan oleh mereka yang berada dalam
struktur jabatan, memiliki kewenangan strategis, well educated, skillfull, atau
biasa dikenal sebagai “kejahatan kerah putih” (white collar crime).
2. Kecurangan yang dilakukan oleh mereka yang berada di level structural bawah,
frontliners yang bisa berinteraksi dengan pihak luar, karyawan non permanent
(kontrak dan outsourced), atau biasa dikenal sebagai “blue collar crime”.
Baik pada white collar crime dan blue collar crime, kecurangan bisa saja hanya
melibatkan pelaku tunggal atau dilakukan “berjamaanh”.
Kejahatan tunggal dibedakan ke dalam 2 kategori :
1. Peaku menganut “aji mumpung” secara negatif. Niat curang timbul karena
memiliki kesempatan dibalik otoritas (kepercayaan) yang ada dalam
genggamannya. Pelaku adalah risk taker yang cukup berani sekaligus ceroboh
karena tidak memikirkan konsekuensi terburuk apabila kecurangannya
diketahui. Contohnya: kasir keuangan, petugas konter penjualan, kolektor
tagihan, dsb.
2. Pelaku yang memiliki prinsip anti gotong royong atau yang bertipe silent is
gold. Pelaku ini bekerja professional dan secara diam-diam. Biasanya mereka
menguasai keterampilan di bidang Iptek, memiliki akses vital ke area kerja
tertentu, serta memahami berbagai isu sekitar system security. Tipe ini
merancang “road map” secermat mungkin untuk menghapus jejak dan bukti
yang mengarah pada dirinya. Contohnya: programmer IT yang
mengembangkan system aplikasi keungan, hacker transaksi online, dsb.
Kejahatan kolektif (berjamaah) dibedakan ke dalam 2 kategori :
1. Faktor Kesetaraan/kedekatan (Horizontal/Close Relationship)
Antar pelaku kecurangan terbangun suasana saling menguntungkan (simbiosis
mutualisme) atau pelaku terjebak pada benturan kepentingan (conflict of
interest). Simbiosis mutualisme mungkin karena factor persahabatan yang
erat, adanya utang budi, solidaritas, dsb. Sedangkan kondisi conflict of interest
mencakup rekan kerja yang harus dilibatkan karena dinilai sudah “mencium”
kejahatan yang dilakukan, bawahan yang takut dengan ancaman kehilangan
pekerjaan atau rekan kerja yang ikut “mencicipi” hasil kejahatan.
2. Relasi Hierarkis (Vertical/Hierarchical Reason)
Antarpelaku terjalin hubungan atasan-bawahan, senior-junior yang dimana
penuh dengan tenggang rasa. Sebagai contoh, kebutuhan dari bawah untuk
menyiasati sekat otoritas di atasnya (seperti menyuap atasan), sehingga atasan
menutupi aib tim yang dipimpinnya atau malah terlibat dengan kejahatan tim.
Unsur-unsur Kecurangan
Dari beberapa definisi atau pengertian Fraud (Kecurangan), maka tergambarkan
bahwa yang dimaksud dengan kecurangan (fraud) adalah sangat luas dan dapat dilihat
pada beberapa kategori kecurangan. Namun secara umum, unsur-unsur dari kecurangan
(keseluruhan unsur harus ada, jika ada yang tidak ada maka dianggap kecurangan tidak
terjadi) adalah:
Harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation); Dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present); Fakta bersifat material (material fact); Dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or recklessly); Dengan maksud (intent) untuk menyebabkan suatu pihak beraksi; Pihak yang dirugikan harus beraksi (acted) terhadap salah pernyataan tersebut Yang merugikannya (detriment).
INVESTIGASI KECURANGAN DALAM INTERNAL AUDIT
Blue Print Investigsi Keuangan Dalam Internal Audit
Memang, banyak di dalam standar audit internal terakhir yang menghubungkan audit
internal dengan kecurangan. Di dalam Standard 1200: Proficiency and Due Professional
Care, misalnya, auditor internal harus memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengevaluasi
risiko terjadinya kecurangan serta mengevaluasi apa yang telah dilakukan organisasi untuk
mitigasinya. Hal senada juga diatur dalam standard 2060: Reporting to Senior Management
and the Board, Standard 2120: Risk Management, atau Standard 2210: Engagement
Objectives. Namun, sebagaimana ditegaskan dalam Standard 1200 tersebut, pengetahuan
yang dibutuhkan dimaksud tidak dipersyaratkan pada tingkatan sebagaimana pengetahuan
dan keahlian seseorang atau pihak yang tanggung jawab utamanya memang mendeteksi dan
menginvestigasi kecurangan.
Sesuai dengan practice guide “ Internal Auditing and Fraud ” yang dikeluarkan oleh
IIA Desember 2009 lalu, peran Aktivitas Audit Internal dalam investigasi tidaklah kaku dan
tidak tunggal. Menurut IIA, Aktivitas Audit Internal dimungkinkan untuk memikul tanggung
jawab utama investigasi kecurangan. Selain itu, Aktivitas Audit Internal dapat juga bertindak
sekadar sebagai penyedia sumber daya untuk investigasi, atau sebaliknya, dapat juga tidak
dilibatkan dalam investigasi. Aktivitas Audit Internal dapat tidak terlibat dalam investigasi di
antaranya karena harus bertanggung jawab untuk menilai efektivitas investigasi. Sebab
lainnya adalah karena tidak memiliki sumber daya yang memadai untuk terlibat dalam
investigasi. Apapun pilihannya, pertama sekali pilihan peran tersebut perlu didefinisikan
lebih dahulu di dalam piagam audit internal, kebijakan, serta prosedur terkait dengan
kecurangan yang ditetapkan di dalam perusahaan. Peran-peran yang berbeda tersebut dapat
diterima sepanjang dampak dari pilihan-pilihan peran tersebut terhadap independensi
aktivitas audit internal disadari dan ditangani dengan tepat.
Dalam hal Aktivitas Audit Internal diberikan peran utama untuk bertanggung jawab
dalam investigasi kecurangan, maka harus dipastikan bahwa tim yang bertugas untuk itu
memiliki keahlian yang cukup mengenai skema-skema kecurangan, teknik investigasi,
ketentuan perundang-undangan dan hukum yang berlaku, serta pengetahuan dan keahlian lain
yang dibutuhkan dalam investigasi. Tenaga staf yang diperlukan dapat diperoleh dari dalam
(in-house), outsourcing, atau kombinasi dari keduanya.
Dalam beberapa kasus, audit internal juga dapat menggunakan staf nonaudit dari unit lain di
dalam organisasi untuk membantu penugasan. Hal ini sering terjadi bila keahlian yang
diperlukan beragam dan tim harus dibentuk dengan segera. Dalam hal organisasi
membutuhkan ahli eksternal, CAE perlu menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi
lembaga penyedia sumber daya eksternal terutama dalam hal kompetensi dan ketersediaan
sumber daya.
Dalam hal di mana tanggung jawab utama untuk fungsi investigasi tidak ditugaskan
kepada Aktivitas Audit Internal, Aktivitas Audit Internal masih dapat diminta untuk
membantu penugasan investigasi dalam mengumpulkan informasi dan membuat rekomendasi
untuk perbaikan pengendalian internal.
Peran Internal Auditor Dalam Investigasi Kecurangan
1. Melakukan pemeriksaan intern dengan kemahiran jabatannya
2. Memperhatikan kemungkinan terjadinya keurangan, kesalahan, manipulasi,
inefesiensi, pemborosan, ketidakefektifan, dan conflict of interest.
3. Ditemukannya indikasi kecurangan,-- auditor memberitahukan top managemet dan
melakukan investigasi.
4. Manajemen membentuk tim (internal auditor, lawyer, investigator, security, dan
spesialis).
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECURANGAN
Penyebab Kecurangan
1. Kelemahan pengandalian intern
2. Konflik kepentingan dari pejabat perusahaan
3. Tidak menyukai kebijkana tertulis mengenai “fair dealing”
4. Pegawai dan pejabat yang tidak jujur
5. Ketidak tegasan sanksi yang diberikan
6. Terlalu yakin dengan orang kepercayaan
7. Target yang berat dari Top Management
8. Bonus yang di dasarkan performance
9. Ambisi terlalu besar dari manager.
Tanggung Jawab Auditor Intern dalam Area Pengendalian Kecurangan
1. Dalam penelaahan sistem membantu menilai sejauh mana pencegahan dan penemuan
kecurangan dipertimbangkan dengan wajar.
2. Berjaga – jaga terhadap kemungkinan kecurangan dalam penelaahan aktivitas
operasional dan penilaian konstruktif atas kemampuan manajerial.
3. Membantu pihak lain yang diberi tanggung jawab penyelidikan kecurangan actual.
4. Melaksanakan penugasan khusus yang berhubungan dengan kecurangan bila diminta.
DETEKSI KECURANGAN
Menurut Valery G. Kumaat mendeteksi kecurangan adalah upaya untuk mendapatkan indikasi awal yang cukup mengenai tindak kecurangan, sekaligus mempersempit ruang gerak pelaku kecurangan (yaitu ketika pelaku menyadari praktiknya telah diketahui, maka sudah terlambat untuk berkelit. Upaya ini bisa berlangsung dalam waktu relatif cepat, tetapi terkadang harus membutuhkan kesabaran hingga berbulan-bulan (Kumaat, 2011:156). Menurut Valery G. Kumaat ada beberapa cara mendeteksi kecurangan, yaitu:
1. Audit Berbasis Risiko (Risk-Based Audit) untuk Deteksi KecuranganAudit berbasis risiko dalam konteks mendeteksi tindak kecurangan adalah rangkaian aktivitas pengawasan dan terencana, terpadu, dan berkesinambungan dalam rangka memetakan, mengamati, memverifikasi, dan menganalisis semua titik-titik kritis risiko yang berpotensi menimbulkan tindak kecurangan.
a) Pemetaan (Mapping) bertujuan untuk mengidentifikasi titik-titik kritis risiko terjadinya tindak kecurangan;
b) Pengamatan (Observing) bertujuan untuk memperdalam semua titik risiko berdasarkan situasi aktual lapangan. Hal itu termasuk mewawancarai pihak-pihak terkait guna mengetahui berbagai kendala/masalah aktual serta kebutuhan/ekpektasi para pelaksana di lapangan;
c) Verifikasi transaksi dan analisis data (Verifying & Analyzing) bertujuan untuk mempertegas kesimpulan bahwa tindak kecurangan mungkin ada atau rawan terjadi.
2. Pengembangan Jaringan Informan (Audit Intelligence) untuk Deteksi KecuranganAudit Intelligence adalah strategi atau upaya berkesinambungan membangun sebuah jaringan informasi aktual bagi tim audit dalam rangka menunjang aktivitas audit berbasis risiko (Risk-Based Audit), khususnya untuk mengantisipasi risiko yang berdampak negatif terhadap organisasi serta untuk melakukan cegah-tangkal atas
praktik tindak kecurangan. Dari definisi tersebut, Audit Intelligence mencakup aktivitas-aktivitas sebagai berikut:
A. Komunikasi informal audit dengan pihak internal. Formalitas sangat ampuh untuk menunjukan kewibawan auditor yang dapat menunjang respect & trust semua pihak terhadap independensi korps ini. Namun, suasana yang selalu formal dapat juga menciptakan jarak yang tidak kondusif bagi keterbukaan informasi dari para auditee. Itulah sebabnya perlu dibentuk internal audit yang lebih terbuka dan lentur agar bisa tampil dalam suasana formal dan informal sesuai waktu dan tempat yang tepat.
B. Media audit untuk menerima masukan/pengaduan. Strategi Audit Centre ini merupakan pelapis/pelengkap dari pengembangan informal. Pada era telematika yang kian canggih sekarang ini, tidak sulit menyediakan berbagai pilihan media. Tinggal bagaimana menangani semua media pengaduan yang meliputi tiga aspek berikut ini:
Menginformasikan keberadaan semua media tersebut kepada berbagai stakeholder (karyawan, klien, pemasok, hingga pelanggan) dengan risiko para “pemain” juga mengetahuinya;
Mendorong keberanian pihak-pihak yang memiliki informasi untuk memanfaatkan media ini dengan kompensasi berupa jaminan kerahasiaan identitas para narasumber atau jaminan bebas dari tuduhan ikut terlibat;
Menangani setiap informasi penting yang masuk secara tepat, memberi tanggapan kepada narasumber (bila perlu memberi penghargaan khusus), hingga meneruskan informasi kepada tim audit.
3. Indikasi Awal dan Audit InvestigasiIndikasi awal dapat diperoleh dari Delik Aduan (Whistle Blower) maupun dari upaya tim audit melakukan pendeteksian (melalui Risk-Based Audit and Audit Intelligence). Persyaratan minimal agar dapat dikategorikan sebagai indikasi awal adalah adanya dua alat bukti yang sah yang terdiri dari:
Saksi yang memiliki akses ke bukti fisik atau mengetahui langsung praktik kecurangan atau terlibat langsung dalam protes tindak kecurangan;
Bukti fisik seperti bon/kwitansi transaksi dana, tanda terima barang, dokumen otentik perusahaan, data yang dikeluarkan dari sistem aplikasi perusahaan, dan sebagainya.
Dengan indikasi awal tersebut auditor dapat melakukan Audit Investigasi atau langsung ke Audit Forensik. Audit Investigasi (Investigative Audit) adalah bentuk Audit Khusus berupa rangkaian penyelidikan yang bertujuan dengan hati-hati sekaligus harus menjadi serangkaian proses yang cepat. Hal itu karena investigasi cenderung akan menghadapi situasi yang tidak pasti seperti berikut ini:
Investigasi menggunakan indikasi awal yang belum tentu mengarah pada kecurangan yang berujung pada pemberian sanksi berat. Tidak jarang indikasi
awal diberikan oleh orang yang ternyata memiliki motivasi untuk menjerumuskan orang lain;
Kerahasian investigasi mengalami “kebocoran”, di mana gerak-gerik tim investigasi telah diketahui oleh orang yang tidak berkepentingan, yang cepat atau lambat informasi itu akan sampai ke tangan para pelaku yang sedang menjadi sasaran investigasi;
Investigasi menghadapi situasi di mana mereka yang dicurigai belum tentu akan bersikap kooperatif. Bahkan mungkin auditor akan menghadapi upaya penghilangan jejak/bukti hingga upaya menyerang balik tim audit;
Indikasi perlu memperhatikan suasana lingkungan yang harus tetap kondusif dan produktif, di mana mereka yang tidak terlibat bisa tetap tenang bekerja (tidak bingung dengan kesimpangsiuran informasi), bahkan diharapkan timbul keberanian untuk mendukung tim investigasi.
PENCEGAHAN KECURANGAN
Pencegahan kecurangan pada umumnya adalah aktivitas yang dilaksanakan manajemen dalam hal penetapan kebijakan, sistem dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan sudah dilakukan dewan komisaris, manajemen, dan personil lain perusahaan untuk dapat memberikan keyakinan memadai dalam mencapai 3 ( tiga ) tujuan pokok yaitu ; keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi serta kepatuhan terhadap hukum & peraturan yang berlaku. ( COSO: 1992) Untuk hal tersebut , kecurangan yang mungkin terjadi harus dicegah antara lain dengan cara –cara berikut :
1) Pengendalian Intern yang BaikDengan semakin berkembangnya suatu perusahaan, maka tugas manajemen untuk mengendalikan jalannya perusahaan menjadi semakin berat. Agar tujuan yang telah ditetapkan top manajemen dapat dicapai, keamanan harta perusahaan terjamin dan kegiatan operasi bisa dijalankan secara efektif dan efisien, manajemen perlu mengadakan struktur pengendalian intern yang baik dan efektif mencegah kecurangan. Dalam memperkuat pengendalian intern di perusahaan, COSO (The Committee of Sponsoring Organizations of The Treadway Commission) pada bulan September 1992 memperkenalkan suatu rerangka pengendalian yang lebih luas daripada model pengendalian akuntansi yang tradisional dan mencakup menejemen risiko, yaitu pengendalian intern terdiri atas 5 ( lima ) komponen yang saling terkait yaitu :
a) Lingkungan pengendalianb) Penaksiran risiko ( risk assessment ) c) Standar Pengedalian ( control activities ) d) Informasi dan komunikasi ( information and communication )e) Pemantauan ( monitoring )
2) Mengefektifkan aktivitas pengendaliana) Review Kinerja. Aktivitas pengendalian ini mencakup review atas kinerja
sesungguhnya dibandingkan dengan anggaran, prakiraan, atau kinerja priode sebelumnya, menghubungkan satu rangkaian data yang berbeda operasi atau keuangan satu sama lain, bersama dengan analisis atas hubungan dan tindakan penyelidikan dan perbaikan; dan review atas kinerja fungsional atau aktivitas seseorang manajer kredit atas laporan cabang perusahaan tentang persetujuan dan penagihan pinjaman;
b) Pengolahan informasi. Berbagai pengendalian dilaksanakan untuk mengecek ketepatan, kelengkapan, dan otorisasi transaksi.
c) Pengengendalian fisik. Aktivitas pengendalian fisik mencakup keamanan fisik aktiva, penjagaan yang memadai terhadap fasilitas yang terlindungi dari akses terhadap aktiva dan catatan; otorisasi untuk akses ke program komputer dan data files; dan perhitungan secara periodik dan pembandingan dengan jumlah yang tercantum dalam catatan pengendali.
d) Pemisahan tugas. Pembebanan tanggungjawab ke orang yang berbeda untuk memberikan otorisasi, pencatatan transaksi, menyelenggarakan penyimpanan aktiva ditujukan untuk mengurangi kesempatan bagi seseorang dalam posisi baik untuk berbuat kecurangan dan sekaligus menyembunyikan kekeliruan dan ketidakberesan dalam menjalankan tugasnya dalam keadaan normal.
3) Meningkatkan kultur organisasiMeningkatkan kultur organisasi dapat dilakukan dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governanc (GCG) yang saling terkait satu sama lain agar dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasikan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah (menurut Saifuddien Hasan, 2000) :
a) Keadilan ( Fairness ). Melidungi kepentingan pemegang saham minoritas dan steakholders lainnnya dari rekayasa transaksi yang bertentangan dengan peraturan peraturan yang berlaku;
b) Transparansi. Keterbukaan ( disclosure ) bagi steakholder yang terkait untuk melihat dan memahami proses suatu pengambilan keputusan/pengelolaan suatu perusahaan.
c) Akuntabilitas ( Accountability ). Menciptakan sistem pengawasan yang efektif didasarkan atas distribusi dan keseimbangan kekuasaan antar anggota direksi, komisaris, pemegang saham dan pengawas.
d) Tanggung jawab ( Responsibility ). Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk mematuhi hukum dan ketentuan/peraturan yang berlaku termasuk tanggap terhadap lingkungan di mana perusahaan berada;
e) Moralitas. Manajemen dan seluruh individu dalam perusahaan wajib menjunjung tinggi moralitas, di dalam prinsip ini terkandung unsur-unsur kejujuran, kepekaan sosial dan tanggug jawab individu;
f) Kehandalan ( Reliability ). Pihak manajemen/pengelola perusahaan dituntut untuk memiliki kompetensi dan profesionalisme dalam pengelolaan perusahaan;
g) Komitmen. Pihak manajemen/pengelola perusahaan dituntut untuk memiliki komitmen penuh untuk selalu meningkatkan nilai perusahaan, dan bekerja untuk mengoptimalkan nilai pemegang sahamnnya ( duty of loyalty ) serta menurunkan risiko perusahaan
4) Mengefektifkan fungsi internal auditWalaupun internal auditor tidak dapat menjamin bahwa kecurangan tidak akan terjadi, namun ia harus menggunakan kemahiran jabatannya dengan saksama sehingga diharapkan mampu mendeteksi terjadinya kecurangan dan dapat memberikan saran-saran yang bermafaat kepada manajemen untuk mencegah terjadinya kecurangan.
Daftar Pustaka
Kumaat, Valery G. 2011. Internal Audit. Jakarta: Erlangga
Amrizal. 2011. Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan Oleh Internal Auditor. Jurnal Ilmiah.
http://accounting-media.blogspot.com/2013/06/pengertian-fraud-kecurangan.html