Kearifan Lokal Masyarakat Adat di Indonesia Dalam Beradaptasi Dengan Lingkungan Alamnya - Ave H

6
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT DI INDONESIA DALAM BERADAPTASI DENGAN LINGKUNGAN ALAMNYA Ave Harysakti Pascasarjana Arsitektur Lingkungan Binaan Universitas Brawijaya Kearifan lokal merupakan nilai nilai yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama dan bahkan melembaga (Antariksa, 2012). Kearifan lokal merupakan identitas/kepribadian budaya bangsa dimana dengannya suatu bangsa tersebut mampu menyaring, menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuannya untuk kemaslahatan masyarakatnya. Gambar 1. Pengertian Kearifan Lokal (Sumber: Antariksa, 2012) Disadari atau tidak, sejak jaman purba manusia secara evolusioner selalu mampu untuk menghasilkan, beradaptasi, dan mengembangkan habitatnya. Sesuai dengan kebutuhan mereka dan berdasarkan minat dan kemampuannya, manusia dapat membuat pemanfaataan terbaik dari bahan- bahan yang tersedia bagi lingkungan binaannya. Manusia juga dapat mengembangkan strategi untuk mengambil keuntungan dari sumber daya alam dan pada saat yang sama mereka berupaya melindungi populasinya dari kekuatan alam. Kemampuan manusia ini telah menghasilkan pengetahuan yang sangat kaya dan beragam untuk beradaptasi pada perubahan yang terjadi dilingkungan alamnya dengan menggunakan berbagai teknik dan strategi sesuai dengan nilai-nilai yang mereka percayai (Asquith, 2006). Untuk itu perlu ditemu-kenali kecerdasan arsitektur nusantara untuk memperkaya khasanah pengetahuan arsitektur lingkungan binaan yang dapat mengarah pada penciptaan arsitektur kontemporer yang tahan bencana, selaras dengan gaya hidup kontemporer, yang dapat dipelihara dengan baik, memenuhi persyaratan estetika, menghormati lingkungan dan budaya lokal, dan disesuaikan dengan kemampuan teknis dan ekonomi penduduk lokal (Pangarsa, 2009). Adaptasi manusia dengan lingkungannya terhubung pada persepsinya terhadap manifestasi alam, mulai dari kondisi alam yang biasa sampai dengan kondisi alam yang ekstrim. Hal inilah yang menyebabkan manusia kemudian dapat menghasilkan bentukan arsitekturnya dengan teknik dan material tertentu.

description

Artikel ini membahas tentang kecerdasan arsitektur nusantara untuk memperkaya khasanah pengetahuan arsitektur lingkungan binaan yang dapat mengarah pada penciptaan arsitektur kontemporer yang tahan bencana, selaras dengan gaya hidup kontemporer, yang dapat dipelihara dengan baik, memenuhi persyaratan estetika, menghormati lingkungan dan budaya lokal, dan disesuaikan dengan kemampuan teknis dan ekonomi penduduk lokal.

Transcript of Kearifan Lokal Masyarakat Adat di Indonesia Dalam Beradaptasi Dengan Lingkungan Alamnya - Ave H

Page 1: Kearifan Lokal Masyarakat Adat di Indonesia Dalam Beradaptasi Dengan Lingkungan Alamnya - Ave H

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT DI INDONESIA

DALAM BERADAPTASI DENGAN LINGKUNGAN ALAMNYA

Ave Harysakti

Pascasarjana Arsitektur Lingkungan Binaan Universitas Brawijaya

Kearifan lokal merupakan nilai nilai yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan

dalam waktu yang lama dan bahkan melembaga (Antariksa, 2012). Kearifan lokal merupakan

identitas/kepribadian budaya bangsa dimana dengannya suatu bangsa tersebut mampu menyaring,

menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuannya untuk kemaslahatan

masyarakatnya.

Gambar 1. Pengertian Kearifan Lokal (Sumber: Antariksa, 2012)

Disadari atau tidak, sejak jaman purba manusia secara evolusioner selalu mampu untuk

menghasilkan, beradaptasi, dan mengembangkan habitatnya. Sesuai dengan kebutuhan mereka dan

berdasarkan minat dan kemampuannya, manusia dapat membuat pemanfaataan terbaik dari bahan-

bahan yang tersedia bagi lingkungan binaannya. Manusia juga dapat mengembangkan strategi untuk

mengambil keuntungan dari sumber daya alam dan pada saat yang sama mereka berupaya melindungi

populasinya dari kekuatan alam. Kemampuan manusia ini telah menghasilkan pengetahuan yang sangat

kaya dan beragam untuk beradaptasi pada perubahan yang terjadi dilingkungan alamnya dengan

menggunakan berbagai teknik dan strategi sesuai dengan nilai-nilai yang mereka percayai (Asquith,

2006).

Untuk itu perlu ditemu-kenali kecerdasan arsitektur nusantara untuk memperkaya khasanah

pengetahuan arsitektur lingkungan binaan yang dapat mengarah pada penciptaan arsitektur

kontemporer yang tahan bencana, selaras dengan gaya hidup kontemporer, yang dapat dipelihara

dengan baik, memenuhi persyaratan estetika, menghormati lingkungan dan budaya lokal, dan

disesuaikan dengan kemampuan teknis dan ekonomi penduduk lokal (Pangarsa, 2009). Adaptasi

manusia dengan lingkungannya terhubung pada persepsinya terhadap manifestasi alam, mulai dari

kondisi alam yang biasa sampai dengan kondisi alam yang ekstrim. Hal inilah yang menyebabkan

manusia kemudian dapat menghasilkan bentukan arsitekturnya dengan teknik dan material tertentu.

Page 2: Kearifan Lokal Masyarakat Adat di Indonesia Dalam Beradaptasi Dengan Lingkungan Alamnya - Ave H

Semua itu dalam konteks upaya menyeimbangkan dinamika kehidupan mereka dengan lingkungan alam

tempat habitatnya. Budaya membangun ini kemudian ditransmisikan melalui kecerdasan berevolusi dari

generasi ke generasi, sesuai dengan karakteristik komunitas adatnya. Pada tulisan ini akan ditinjau

beberapa contoh kearifan lokal nusantara dalam beradaptasi dengan lingkungan alamnya.

KEARIFAN LOKAL BERADAPTASI DENGAN BENCANA ALAM

Pada daerah yang sering terkena bencana alam, kearifan lokal dapat dicirikan oleh strategi sosial

yang bertujuan untuk mengurangi kerentanan struktur yang dibangun. Komunitas masyarakat adatnya

telah berupaya meningkatkan ketahanan mereka dengan mengoptimalkan pengetahuan mereka dengan

menggunakan sumber daya lokal yang tersedia, baik secara teknik dan material (UN/ISDR, 2008).

Kearifan lokal disini mengacu pada metode dan praktik yang dikembangkan oleh masyarakat adatnya

dari pemahaman yang mendalam dari lingkungan alamnya secara turun-temurun. Kearifan lokal ini

berisikan beberapa karakteristik penting yang secara kolektif dimiliki, dikembangkan selama beberapa

generasi dan tunduk pada adaptasi sebagai sarana untuk kelangsungan hidup.

Kearifan Lokal Tahan Gempa

Kearifan lokal masyarakat adat nusantara telah terbukti dapat mengurangi dampak bencana

alam di berbagai pulau di Indonesia yang berada pada jalur rawan gempa/patahan aktif seperti

Sumatera, Jawa, Sulawesi dan Indonesia Bagian Timur. Bermacam-macam bentuk bangunan Arsitektur

Nusantara dihasilkan oleh budaya dalam menanggapi kondisi lingkungan alam mereka. Bangunan-

bangunan ini lazim dibangun untuk memenuhi kebutuhan spesifik, mengandung nilai-nilai dan cara

hidup masyarakat setempat sesuai konteks lingkungan dan ketersediaan sumber daya alamnya.

Keunikan karya arsitektur warisan nusantara ini ditransfer oleh tradisi kuno sehingga dapat bertahan

pada lingkungan binaannya dan mudah diterima oleh masyarakat setempat. Keunikan inilah yang

disebut dengan pengetahuan lokal atau kearifan lokal.

Arsitektur Nias

Pada zaman dulu pulau Nias adalah tempat yang liar, ditumbuhi hutan, hanya terdapat sedikit

pemukiman yang terletak di dalam pulau jauh dari pantai. Pada saat ini telah banyak permukiman di

sepanjang garis pantai, dan area tengah pulau menjadi tempat perkebunan. Hanya sedikit yang tersisa

dari hutan asli dan kayu bangunan yang baik menjadi langka. Nias terbagi menjadi tiga wilayah yaitu:

utara, tengah dan selatan. Ketiga wilayah ini meskipun berdekatan namun memiliki perbedaan dalam

bahasa, sosial dan budaya, serta keragaman dalam arsitektur. Meskipun ukuran Pulau Nias tidak besar,

namun memiliki kekayaan budaya yang cukup signifikan. Masyarakat Nias Selatan terstruktur hirarkinya

yang berdasarkan kekerabatan, desanya dipimpin oleh seorang raja. Tipe rumah melambangkan posisi

sosial dari pemiliknya, dapat dilihat menurut dimensi dan tampilannya. Para bangsawan dan rakyat

jelata hidup bersama pada desa-desa yang ada. Sedangkan di Nias Utara struktur masyarakatnya juga

berdasarkan kekerabatan tetapi hirarkinya tidak begitu ketat. Setiap desa dipimpin oleh seorang kepala

kampung yang dapat rumahnya dapat dikenali dari jumlah dan ukuran batu megalitik didepannya.

Hukum adat mengatur kehidupan sehari-hari masyarakat.

Page 3: Kearifan Lokal Masyarakat Adat di Indonesia Dalam Beradaptasi Dengan Lingkungan Alamnya - Ave H

Nias terletak di daerah tektonik yang sangat aktif zona yang sangat rawan disebut piring tektonik

Eurasia. Di Nias tidak terdapat gunung berapi, namun kondisi tanahnya tidak stabil akibat terkena

goncangan gempa secara rutin. Berdasarkan kondisi ini, rumah-rumah di Nias menerapkan teknologi

struktur dan konstruksi yang mencoba beradaptasi dengan goyangan gempa dan terbukti cukup efektif

dalam mengurangi dampak kerusakan akibat gempa tersebut. Rumah pada Nias Utara (Omo Hada

Moro) memiliki denah berbentuk oval, dengan suai diagonal bentuk X pada rangka bawah. Tiang-tiang

utama mengarah dari tanah langsung menyangga bubungan. Sedangkan di Nias Tengah dan Selatan

(Omo Hada Gomo), rumahnya memiliki denah berbentuk persegi panjang, suai diagonalnya berbentuk

huruf V.

Omo Hada Moro dan Omo Hada Gomo secara bijak dirancang dengan prinsip tahan gempa.

Pada kaki bangunan terdiri dari tiang utama (ehomo) yang berdiri tegak dan balok penguat (suai) yang

dipasang dalam posisi silang membentuk huruf X (diwa) pada Moro dan huruf V pada Gomo. Balok

penguat ini selanjutnya diberi pemberat dengan cara menumpukkan balok-balok kayu ataupun batu-

batu besar agar semakin kuat. Ujung atas tiang-tiang utama dihubungkan dengan balok penyangga

menggunakan sistem pasak (siloto), selanjutnya di atas tiang-tiang tersebut diletakkan balok-balok

lantai. Omo Hada ini dapat bertahan terhadap gempa adalah disebabkan strukturnya yang tidak sekaku

struktur rangka beton. Rangka utama Omo Hada terdiri dari umpak batu, tiang utama, dan balok-balok

penguat, sehingga struktur dapat menahan beban lateral yang bergerak horizontal ketika terjadi gempa.

Omo Hada Moro Omo Hada Gomo

Gambar 2. Gambar Struktur Omo Hada (Sumber: Gruber, 2006)

KEARIFAN LOKAL BERADAPTASI DENGAN IKLIM

Perkembangan arsitektur sejak jaman purbakala sampai dengan saat ini merupakan suatu

proses trials and errors, sampai pada akhirnya cukup dapat memenuhi kebutuhan manusia untuk

Page 4: Kearifan Lokal Masyarakat Adat di Indonesia Dalam Beradaptasi Dengan Lingkungan Alamnya - Ave H

tempat bernaung dan beraktifitas. Amos Rapoport (1969) mengatakan bahwa bentukan arsitektur

adalah merupakan hasil dari budaya dan adaptasi terhadap iklim. Sebagaimana kita ketahui bahwa

karakteristik iklim suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh kondisi udaranya, yang ditentukan oleh

kelembaban udara, radiasi matahari, temperatur, angin, dan penguapan. Rumah-rumah pada Arsitektur

Nusantara terkenal memiliki unsur-unsur yang dapat memenuhi syarat pencapaian kenyamanan termal,

seperti penggunaan material lokal, orientasi rumah, kemiringan dan ketinggian atap, teras dan atap

teras sebagai kanopi, lantai panggung, dan banyak terdapat bukaan-bukaan untuk pencahayaan alami

dan pergerakan angin untuk menyejukkan ruang.

Arsitektur Suku Bena dan Wogo, Flores

Lingkungan alam disekitar permukiman suku Bena dan Wogo adalah pegunungan, beriklim

tropis lembab. Arsitektur rumah di Bena dan Wogo berbentuk sederhana, dengan kemiringan atap yang

curam dan overhang yang besar. Lantai rumah diangkat setinggi kurang lebih 1 meter, sehingga kolong

bawah lantai digunakan sebagai tempat menyimpan alat-alat kerja pemilik rumah. Kolong ini

memberikan dampak yang baik bagi lingkungan karena meminimalkan kerusakan lingkungan karena

struktur bangunan serta memungkinkan limpasan air hujan dengan cepat bergerak dan menghindarkan

erosi. Dikarenakan udara pegunungan yang dingin di malam hari, maka strategi sistem pasif dari rumah

suku Bena dan Wogo ini adalah semaksimal mungkin menyimpan konduksi panas untuk menghangatkan

ruang rumah pada malam hari (Nugroho, 2012).

Gambar 3. Arsitektur Suku Bena dan Wogo, Flores (Sumber: Nugroho, 2011)

KEARIFAN LOKAL BERADAPTASI DENGAN KEBERLANJUTAN

Munculnya permukiman penduduk selalu berhubungan erat dengan lingkungan alam dan

pemenuhan kebutuhan komunitasnya. Hal ini tentunya menuntut masyarakat untuk dapat beradaptasi

dan mulai memproduksi sesuatu dari alam (bertani, berburu, dan lain-lain) untuk bertahan hidup dalam

jangka panjang. Segala tindakan eksploitasi sumber daya alam ini memerlukan pertimbangan yang tepat

dan bijak agar komunitas masyarakat tersebut dapat hidup di lingkungan binaannya secara

berkelanjutan. Dalam budaya tradisional kita hampir dapat menemukan tidak adanya kerusakan yang

signifikan pada lingkungan hidupnya. Cara berpikir mereka yang menghargai dan menghormati alam

tentunya menjadi salah satu pencetus keberlanjutan dalam gaya hidup mereka. Sehingga dapat

Page 5: Kearifan Lokal Masyarakat Adat di Indonesia Dalam Beradaptasi Dengan Lingkungan Alamnya - Ave H

dikatakan bahwa adaptasi dengan berkelanjutan adalah bagaimana kearifan lokal masyarakat dalam

menyelesaikan masalah sosio-ekologisnya (tata lingkungan dan tata bangunannya) untuk keseimbangan

ekonomi dan budaya masyarakatnya (Budihardjo et al, 1999).

Arsitektur Suku Sasak

Pulau Lombok terkenal dihuni oleh penduduk aslinya yang disebut Suku Sasak, bermukim

disebagian daerah sebelah barat Pulau Lombok (Kabupaten Lombok Barat), Provinsi Nusa Tenggara

Barat. Mayoritas masyarakatnya menganut agama Islam, walaupun nenek moyang mereka dahulunya

adalah penganut budaya Hindu dari Bali. Kearifan lokal keberlanjutan pada kehidupan Suku Sasak dapat

terlihat dari:

- Arsitekturnya yang menggunakan material lokal seperti Jerami dan Rumbia untuk atap, Jerami dan

Anyaman Bambu untuk Dinding, serta kayu dan bambu untuk struktur utama bangunan. Dengan

menggunakan material jenis-jenis tersebut, masyarakat dapat dengan mudah menggantinya jika

terjadi kerusakan karena bahan-bahannya tersedia disekitar lingkungannya.

- Dalam mendirikan bangunan, masyarakat Suku Sasak memiliki perhitungan hari baiknya menurut

Kalender Islam atau menurut nama sang calon pemilik rumah. Penentuan hari baik ini biasanya

ditangani oleh pemimpin adat. Menurut kepercayaan mereka, bila mendirikan tanpa perhitungan

hari yang tepat akan dapat mengakibatkan kurang beruntung dan mengundang malapetaka. Efek

kepercayaan ini terhadap keberlanjutan adalah bahwa masyarakat masih memiliki rasa hormat

terhadap tradisi dan adat, hal ini merupakan atmosfer yang bagus bagi keberlanjutan secara moral

dan mentalitas tradisionalisme.

- Penentuan lokasi pembangunan rumah juga menjadi perhatian bagi masyarakat Suku Sasak. Mereka

tidak mau sembarangan dalam memilih lokasi untuk rumahnya karena dipercaya bahwa lokasi yang

tidak tepat akan mendatangkan malapetaka bagi penghuninya. Terdapat istilah Maliq Lenget (tabu)

jika memilih lokasi tusuk sate, bekas perapian ataupun berlawanan arah dengan rumah yang

dibangun terdahulu (Pawitro, 2011).

- Lansekap rumah yang ditata sedemikian rupa agar tidak merugikan penghuninya. Terdapat

pantangan dalam menanam tanaman tertentu karena dianggap dapat mengundang malapetaka,

seperti tanaman Pohon Nangka (akarnya dapat merusak konstruksi rumah), Pohon Sawo (dipercaya

dapat menyebabkan aura disharmonis), Pohon Jambu Air (dapat mendatangkan kualat), dan lain-lain.

Gambar 4. Arsitektur Suku Sasak, Lombok (Sumber: Pawitro, 2011)

Page 6: Kearifan Lokal Masyarakat Adat di Indonesia Dalam Beradaptasi Dengan Lingkungan Alamnya - Ave H

DAFTAR PUSTAKA

Antariksa. 2012. Kearifan Budaya Lokal Dalam Arsitektur. Malang: Universitas Brawijaya. Bahan Ajar

Pascasarjana Arsitektur Lingkungan Binaan. PPT, Tidak Dipublikasikan.

Asquith, Lindsay dan Marcel Vellinga. 2006. Vernacular Architecture in the Twenty-First Century, Theory, Education and Practice. Oxford: Taylor & Francis.

Budihardjo, Eko dan Djoko Sujarto. 1999. Kota Berkelanjutan. Bandung: PT. Alumni.

Gruber, Patricia dan Ulrich Herbig. 2006. Settlements and Housing on Nias Island: Adaptation and Development. Vienna: University of Vienna.

Nugroho, Agung Murti. 2012. A Thermal Assessment of the Traditional House In Flores, Indonesia.

Journal of Basic Appl.Sci.Res.,2(12)12795-12801, 2012.

Pangarsa, Galih Widjil. 2009. Figurasi Transisi Ruang Sakral. Malang: Universitas Brawijaya, Laporan

Penelitian Fundamental.

Pawitro, Udjianto. 2011. Prinsip-Prinsip ‘Kearifan Lokal’ dan Kemandirian ‘Berhuni’ Pada Arsitektur Rumah Tinggal ‘Suku Sasak’ di Lombok Barat. Surakarta: UMS, Simposium Nasional Arsitektur.

Rapoport, Amos. 1969. House Form and Culture. London: Prentice Hall International,Inc.

UN/ISDR. 2008. Indigenous Knowledge for Disaster Risk Reduction: Good Practices and Lessons Learned from Experiences in the Asia-Pacific Region. Bangkok: Union Europe.