Keadaan Sosial Ekonomi, Pola Konsumsi Makan, Status Gizi ... · sistem jantung, sistem pernafasan,...
Transcript of Keadaan Sosial Ekonomi, Pola Konsumsi Makan, Status Gizi ... · sistem jantung, sistem pernafasan,...
TINJAUAN PUSTAKA
Proses Penuaan dan Lansia
Owen et al. (1993) menyatakan penuaan adalah proses yang terjadi
dalam lingkungan dalam konteks biologi, manusia, gaya hidup, dan sistem
perawatan kesehatan saling berinteraksi untuk menghasilkan kesehatan. Proses
kronologis dari penuaan menyebabkan beberapa perubahan fisiologi dalam sel,
organ, dan sistem organ.
Selain umur, proses penuaan yang terjadi karena faktor psikosial seperti
stress, sosial ekonomi, lingkungan, kesehatan, dan gizi. faktor-faktor ini saling
mempengaruhi dan pada setiap individu berbeda prosesnya. Penuaan
merupakan proses normal dari kehidupan dan tubuh akan mencapai kematangan
fisiologis. Laju dari katabolis atau perubahan degenerative dapat menjadi lebih
besar dari regenerasi anabolis. Sebagai hasil akhirnya adalah kehilangan sel-sel
yang dapat menyebabkan drajat penurunan eksistensi dan gangguan fungsi-
fungsi tersebut (Harris 2000).
Perkembangan kehidupan manusia dibagi dalam dua tahap, yaitu masa
pertumbuhan (bayi, anak, remaja) dan dewasa, yaitu kelo,pik manusia usia
lanjut. Pada masa ini kematangan fisik dan fisiologis telah tercapai dan
telalmpaui. Keadaan fisik setiap orang akan selalu berubah sejalandengan
usianya. Pada saat orang dilahirkan selutuh kerangka tubuh dan panca indera
akan berkembang dengan cepat namun kecepatan gerakan perkembangan itu
akan berkembang dengan cepat namun kecepatan gerakan perkembangan itu
akan berkurang seirama dengan peningkatan usia seseorang. Pada saat tertentu
gerakan perkembangan seseorang akan berhenti dan digantikan dengan proses
kemunduran fisik. Saat terjadi proses kemunduran ini maka akan dianggap
sebagai tanda bahwa sesorang telah memasuki kelompok lanjut usia (Nasoetion
& Briawan 1993).
Wirakusumah (2002) menyatakan bahwa perubahan-perubahan secara
fisik maupun mental banyak terjadi saat seseorang memasuki usia senja.
Perubahan terjadi secara fisik, komposisi tubuh, penglihatan, sistem pencernaan,
sistem jantung, sistem pernafasan, sistem saraf, sistem katabolisme, sistem
hormone, dan sistem ekskresi.
Arisman (2004) membagi lansia menjadi young elderly (65-74) dan older
elderly (lebih dari 75 tahun). Sementara Munro et al. (1987) dalam Arisman
(2004) mengelompokkan older elderly ke dalam dua bagian yaitu (75-84 tahun
5
dan 85 tahun atau lebih tua. Menurut Astawan dan Wahyuni (1988) untuk
negara-negara yang sudah maju dengan keadaan gizi, kesehatan, dan ekonomi
yang baik batas lanjut usia adalah 65 tahun keatas, sedangkan perserikatan
bangsa-bangsa (PBB) menetapkan batas lansia adalah 60 tahun.
Keadaan Sosial Ekonomi
Usia
Departemen Kesehatan (1991) membuat pengelompokkan usia lanjut
menjadi:
1. Kelompok pertengahan umur ialah kelompok usia dalam masa virilitas,
yaitu masa persiapan usia lanjut, yang menampakkan keperkasaan fisik
dan kematangan jiwa (45-54 tahun).
2. Kelompok usia lanjut dini ialah kelompok dalam masa prasenium, yaitu
kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun).
3. Kelompok usia lanjut ialah kelompok dalam masa senium (65 tahun ke
atas).
Pendidikan
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan mutu kehidupan seseorang. Tingkat pendidikan seseorang dapat
dilihat dari jenis pendidikan yang pernah dialami atau lamaya mengikuti
pendidikan formal atau non-formal. Pada umumnya tingkat pendidikan seseorang
akan mempengaruhi sikap dan perilakunya (BPS 2004).
Sesuai dengan undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional, pendidikan selain merupakan saran untuk mengembangkan
meningkatkan kemampuan intelektual dan keterampilan, juga merupakan sarana
untuk membentuk watak dan peradaban yang sesuai dengan bangsa yang
bermartabat. Hal ini menunjukkan bahwa output yang merupakan hasil proses
pembelajaran lembaga pendidikan adalah sumberdaya manusia (SDM) yang
terampil, berilmu, handal, kreatif, dan berakhlak mulia.
Pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam pendidikan formal dan
informal (Suhardjo 1989). Pendidikan formal sangat penting dalam menentukan
status gizi keluarga. kemampuan baca tulis di pedesaan akan membantu dalam
memperlancar komunikasi dan penerimaan informasi. Dengan demikian
informasi tentang kesehatan akan lebih mudah diterima oleh keluarga (Sukarni
1989).
6
Pendapatan dan Pekerjaan
Lansia sangat bergantung kepada keluarganya dalam masalah ekonomi.
Hal ini disebabkan oleh rendahnya pendapatan yang diterima (uang pensiunan)
atau tidak mempunyai pendapatan sama sekali. Rendahnya pendapatan yang
disertai dengan penurunan fungsi tubuh pada lansia akan meningkatkan
ketidaktahanan pangan (Tucker & Buranapin 2001).
Faktor ekonomi merupakan parameter penting dalam pola makan
kebanyakan orang dewasa (Burton & Foster 1988). Guhardja et al. (1992) diacu
dalam Sukandar (2007) menyatakan bahwa pendapatan seseorang identik
dengan mutu sumberdaya manusia, sehingga orang yang berpendidikan tinggi
umumnya memiliki pendapatan yang relatif tinggi pula. Hardinsyah dan Suhardjo
(1987) juga menyatakan bahwa tingkat pendidikan akan berhubungan dengan
jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kesempatan
untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Semakin tinggi pendidikan yang
telah dijalani oleh seseorang, maka pekerjaan yang didapat akan semakin baik
sehingga akan berpengaruh besar terhadap besar pendapatan yang diterimanya.
Menurut Berg (1986) diacu dalam Sukandar (2007) tingkat pendidikan
merupakan faktor yang mempengaruhi kulaitas dan kuantitas makanan karena
dengan tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan pengetahuan dan infomasi
yang dimiliki tentang gizi menjadi lebih baik.
Menurut Suhardjo (1989) diacu dalam Sukandar (2007), kemampuan
individu menyediakan makanan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas
dipengaruhi oleh pendapatan dan daya beli yang dimilikinya. Hal ini
menunjukkan bahwa pekerjaan dan secara tidak langsung melalui pendapatan
dapat mempengaruhi kebiasaan makan individu.
Pendapatan merupakan salah satu faktor ekonomi yang mempengaruhi
pola konsumsi pangan. Pendapatan yang tinggi akan meningkatkan kemampuan
membeli beragam bahan pangan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas
(Suhardjo 1989). Martianto dan Ariani (2004) mengungkapkan bahwa tingkat
pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan
pangan yang dikonsumsinya. Sesuai dengan hukum Bennet, semakin tinggi
pendapatan, maka kualitas bahan pangan yang dikonsumsi pun semakin baik
yang tercermin dari perubahan pembelian bahan pangan yang harganya murah
menjadi bahan pangan yang harganya ahal namun dengan kualitas yang lebih
baik. Sebaliknya, rendahnya pendapatan yang dimiliki oleh seseorang akan
7
mengakibatkan terjadinya perubahan kebiasaan makan yang tercermin dari
pengurangan frekuensi makan dari 3 kali menjadi 2 kali dalam sehari.
Turner et al. (1991) mengemukakan bahwa jaminan keuangan sangat
menentukan alternative penyesuain hidup bagi lansia. Para lansia tidak lebih
miskin daripada keluarga lainnya, hanya saja mereka mempunyai kesempatan
yang sangat terbatas untuk meningkatkan status ekonomi. Kebanyakan lansia
bergantung pada sumber ekonomi dari anggota keluarganya.
Besar Keluarga
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari
ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dri penngelolaan
sumberdaya yang sama. Besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran
rumah tangga (Sanjur 1982 diacu dalam Sukandar 2007).
Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan
pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas maupun kuantitas
pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu.
Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran pangan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangann menurun
dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982 diacu dalam Sukandar 2007).
Menurut Suhardjo (1989) diacu dalam Sukandar (2007) jumlah anggota
keluarga mempunyai andil dalam permasalahan gizi. Keluarga yang memiliki
anggota keluarga yang jumlahnya banyak akan berusaha membagi makanan
yang terbatas sehingga makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan
kebutuhan masing-masing anggota keluarga.
Besar keluarga akan mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga.
Hal ini disebabkan oleh besar keluarga akan mempengaruhi konsumsi zat gizi di
dalam satu keluarga. Selain itu, besar keluarga juga akan mempengaruhi luas
per penghuni di dalam suatu bangunan rumah yang secara tidak langsung akan
mempengaruhi kesehatan baik anak-anak maupun ibu (Sukarni 1989 diacu
dalam Sukandar 2007). Rumah yang padat penghuninya akan menyebabkan
berkurangnya konsumsi O2 dan memudahkan penularan penyakit (Notoatmodjo
1997 diacu dalam Sukandar 2007).
Konsumsi Pangan
Pangan merupakan istilah umum yang digunakan untuk semua bahan
yang dapat dijadikan makanan, sedangkan makanan adalah bahan selain obat
yang mengandung zat-zat gizi yang berguna bagi tubuh. Makanan sehari-hari
8
yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk
fungsi normal tubuh. Sebaliknya bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh
akan mengalami kekurangan zat-zat gizi essensial yang merupakan zat gizi yang
harus diperoleh dari makanan (Almatsier 2002). Konsumsi pangan merupakan
faktor utama dalam memenuhi kebutuhan zat gizi. Zat gizi tersebut menyediakan
tenaga bagi tubuh, mengatur proses metabolisme dalam tubuh, serta
memperbaiki jaringan serta pertumbuhan. Pada dasarnya keadaan gizi
ditentukan oleh konsumsi pangan dan kemampuan tubuh dalam menggunakan
zat gizi tersebut (Sukandar 2007).
Bahan makanan dapat dikelompokkan berdasarkan tiga fungsi utama
yaitu sumber energi atau tenaga seperti padi-padian atau serealia, umbi-umbian
dan hasil olahannya; sumber protein yaitu protein hewani dan protein nabati
seperti ikan, daging, tempe; dan sumber zat pengatur berupa sayuran dan buah-
buahan. Selain bahan makanan tersebut, menu sehari-hari juga menggunakan
sumber lemak murni seperti minyak goreng, margarine, mentega, serta
karbohidrat murni seperti gula pasir, gula merah, madu, dan sirup (Almatsier
2004).
Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan
yang dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu
(Madanijah 2004). Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang
dimakan seseorang atau kelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada
waktu tertentu. Manusia memerlukan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat
dan mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh
melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan
kegiatan (internal dan eksternal), pemeliharaan tubuh dan pertumbuhan bagi
yang masih dalam taraf pertumbuhan (bayi, anak-anak, dan remaja) atau untuk
aktivitas dan pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan lansia (Hardinsyah &
Martianto 1992).
Konsumsi makanan yang lebih beragam dapat memperbaiki kecukupan
akan zat-zat gizi dan menunjukkan perlindungan terhadap serangan berbagai
penyakit kronik yang berhubungan dengan proses penuaan (Howarth et al.
1999). Menurut Astawan dan Wahyuni (1998) konsumsi makanan sumber
protein, vitamin, dan mineral perlu ditingkatkan baik dari segi jumlah maupun
mutunya. Sayuran dan buah-buahan dikonsumsi dalam jumlah cukup secara
teratur dan bervariasi, karena keduanya merupakan sumber serat yang baik,
9
yang berguna untuk mengatasi kesulitan dalam buang air besar pada lansia.
Selain itu, sebaiknya dipilih makanan yang lunak dan mudah dikunyah,
sedangkan untuk meningkatkan selera makan, bumbu-bumbuan dapat
ditambahkan ke dalam makanan.
Wirakusumah (2002) mengungkapkan bahwa dari beberapa hasil
penelitian terhadap pola makan lansia dapat diperoleh kesimpulan pada
umumnya para lansia kurang mengonsumsi buah-buahan dan sayuran.
Konsumsi makanan harus beragam karena tidak ada satu jenis makanan yang
mengandung komposisi gizi yang lengkap. Oleh karena itu, kekurangan zat gizi
pada jenis makanan yang satu akan dilenkapi oleh keunggulan susunan zat gizi
jenis makanan yang lain, sehingga diperoleh asupan zat gizi yang sembang.
Selain itu, konsumsi makanan yang lebih beragam dapat memperbaiki
kecukupan akan zat-zat gizi dan menunjukkan perlindungan terhadap serangan
berbagai penyakit kronik yang berhubungan dengan proses penuaan.
Survei diet atau penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode
yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok
(Supariasa et al. 2001). Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka pengkuran
konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi, yaitu bersifat
kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk
mengetahui frekuensi makan. Frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan
dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara
memperoleh bahan makanan tersebut. Metode kuantitatif dimaksudkan untuk
mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi
zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau
daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar
Konversi Mentah-Masak (DKMM) dan Daftar Peyerapan Minyak (Supariasa et al.
2001).
Penilaian Konsumsi Pangan
Penilaian konsumsi pangan atau survei diet adalah salah satu metode
yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok
(Supariasa et al. 2002). Menurut Suhardjo (1989), survei konsumsi pangan
bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan seseorang atau sekelompok
orang baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Survei konsumsi pangan secara kuantitatif dimaksudkan untuk
mengetahui jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi. Dari informasi ini
10
akan dapat dihitug konsumsi gizi dengan menggunakan Daftar Kandungan Zat
Gizi Makanan (Daftar Komposisi Bahan Makanan) dan daftar-daftar lainnya bila
diperlukan (Suhardjo 1989). Menurut Supariasa et al. (2001), metode-metode
untuk pengukuran konsumsi secara kuantitatif, antara lain: metode recall 24 jam,
perkiraan makanan (estimate food record), penimbangan makanan (food
weighing), metode food account, metode inventaris (inventory method),
pencatatan (household food records).
Survei konsumsi pangan secara kualitatif biasanya untuk mengetahui
frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis pangan yang dikonsumsi dan
menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habit) serta cara memperoleh
pangan. Supariasa et al. (2001) menyebutkan metode-metode untuk
pengukuran konsumsi secara kualitatif, antara lain: metode frekuensi makanan
(food frequency), metode dietary history, metode telepon, metode pendaftaran
makanan (food list).
Metode Recall 24 Jam
Pada dasarnya metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah
bahan makanan yang dikonsumsi pada masa lalu. Wawancara dilakukan
sedalam mungkin agar responden dapat mengungkapkan jenis bahan makanan
dan perkiraan jumlah bahan makanan yang dikonsumsinya beberapa hari yang
lalu. Biasanya recall dilakukan untuk 2-3 hari yang lalu. Penentuan jumlah hari
recall ditentukan oleh keragaman jenis konsumsi antar waktu atau tipe
responden dalam memperoleh pangan (Suhardjo 1989).
Supariasa et al.. (2002) menyebutkan prinsip dari metode recall 24 jam
yaitu mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode
24 jam yang lalu. Sanjur (1997) diacu dalam Supariasa el al. (2002)
mengemukakan beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24
jam tanpa berturut-turut dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih
optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu.
Langkah-langkah pelaksanaan recall 24 jam (Supariasa et al. 2001) yaitu:
1. Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua
makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah
tangga (URT) selama kurun waktu 24 jam yang lalu. Selain itu, petugas
juga melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran berat (gram).
2. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan
Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
11
3. Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DKGA)
atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia.
Menurut Supariasa et al. (2001), metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa
kelebihan dan kekurangan, sebagai berikut:
Kelebihan metode recall 24 jam:
1. Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden.
2. Biaya relatif murah karena tidak memerlukan peralatan khusus dan
tempat yang luas untuk wawancara.
3. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden.
4. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.
5. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi
individu sehingga dapat dihitung asupan zat gizi sehari.
Kekurangan metode recall 24 jam:
1. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari bila hanya
dilakukan recall satu hari.
2. Ketepatannya tergantung pada daya ingat responden.
3. The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi orang-orang yang
kurus melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi
responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under
estimate).
4. Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam
menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai
menurut kebiasaan masyarakat.
5. Responden harus diberi motivasi dan penjelasan mengenai tujuan
penelitian.
6. Untuk mendapat gambaran konsumsi makanan sehari-hari recall jangan
dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari akhir pekan, pada saat
melakukan upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain-lain.
Tingkat Kecukupan dan Angka Kecukupan Zat Gizi
Penghitungan asupan gizi seseorang dapat mengacu pada Daftar
Kecukupan Gizi (DKG) yaitu daftar yang memuat angka-angka kecukupan gizi
rata-rata per orang per hari bagi orang sehat Indonesia. Angka Kecukupan Gizi
(AKG) tersebut sudah memperhitungkan variasi kebutuhan individu, sehingga
kecukupan ini setara dengan kebutuhan rata-rata ditambah jumlah tertentu untuk
12
mencapai tingkat aman. AKG dapat digunakan untuk menilai tingkat kecukupan
gizi seseorang (Hardinsyah & Briawan 1994).
Angka kecukupan gizi adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial yang
berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan
hampir semua orang sehat. Namun, angka kecukupan ini digunakan untuk
berbagai keperluan yang sifatnya menyangkut populasi seperti merencanakan
dan menyediakan suplai pangan untuk penduduk atau kelompok penduduk
(Almatsier 2002).
Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan
membandingkan antar konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan kecukupan gizi
yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen. Tingkat
kecukupan zat gizi dirumuskan sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994):
Tingkat kecukupan zat gizi = Konsumsi zat gizi aktual x 100 %
AKG
Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Departemen
Kesehatan (1996) adalah: (a) defisit tingkat berat (<70 % AKG); (b) defisit tingkat
sedang (70-79 % AKG); (c) defisit tingkat ringan (80-89 % AKG); (d) normal (90-
119 % AKG); dan (e) kelebihan (≥120 % AKG). Klasifikasi tingkat kecukupan
vitamin dan mineral menurut Gibson (2005) yaitu (a) kurang (<77 % AKG) dan
(2) cukup (≥77 % AKG).
Energi
Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat protein dan
lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan,
pengatur suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan
energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan
dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (Hardinsyah &
Tambunan 2004).
Pangan sumber energi adalah pangan sumber lemak, karbohidrat, dan
protein. Pangan sumber energi yang kaya lemak antara lain gajih/lemak dan
minyak, buah berlemak (alpukat), biji berminyak (biji wijen, bunga matahari dan
kemiri), santan, coklat, kacang-kacangan dengan kadar rendah (kacang tanah
dan kacang kedelai) dan serealia lainnya, umbi-umbian, tepung, gula, madu,
buah dengan kadar air rendah (pisang, kurma dan lain-lain) dan aneka produk
turunannya. Pangan sumber energi yang kaya protein antara lain daging, ikan,
telur, susu, dan aneka produk turunannya (Hardinsyah & Tambunan 2004).
13
Protein
Protein terdiri dari asam-asam amino. Protein atau asam amino esensial
berfungsi terutama sebagai katalisator, pembawa, penggerak, pengatur, ekpresi
genetik, neuotransmitter, penguat struktur, penguat imunitas, dan untuk
pertumbuhan (Hardinsyah & Tambunan 2004). Menurut Almatsier (2002), protein
juga berfungsi mengatur keseimbangan air di dalam tubuh, memelihara
netralisasi tubuh, membantu antibodi dan mengangkut zat-zat gizi. Protein
memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi dari saluran cerna
ke dalam darah, dari darah ke jaringan, dan melalui membran sel ke dalam sel-
sel.
Sumber protein berasal dari pangan hewani seperti susu, telur, daging,
unggas, ikan, dan kerang, serta pangan nabati seperti kedelai dan produk
olahannya seperti tempe, tahu, dan kacang-kacangan lainnya (Almatsier 2002).
Hardinsyah dan Tambunan (2004) mengemukakan bahwa pada umumnya
pangan hewani mempunyai mutu protein yang lebih baik dibandingkan pangan
nabati.
Penilaian Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang atau sekelompk orang
yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi) dan penggunaan zat gizi
dari makanan. Dengan menilai status gizi seseorang atau kelompok orang, maka
dapat diketahui apakah seseorang tersebut status gizinya baik atau tidak baik.
Ada berbagai cara yang digunakan untuk menilai status gizi yaitu melalui
konsumsi makanan, antropometri, biokimia, dan klinis. Status gizi seseorang
dapat berupa gizi kurang atau lebih dengan tingkatan ringan, sedang, dan berat
(Riyadi 1995 diacu dalam Khomsan et al. 2007).
Menurut Supariasa et al. (2001) kekurangan dan kelebihan gizi pada
orang dewasa adalah masalah penting karena akan menentukan resiko-resiko
penyakit tertentu. Pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara
berkesinambungan, salah satu caranya adalah dengan mempertahankan berat
badan ideal atau normal. Laporan FAO dan WHO diacu dalam Supariasa et al.
(2001) menyatakan bahwa batasan berat badan normal dewasa begitu juga
dengan lansia ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT). Berikut ini
merupakan rumus perhitungan IMT:
Indeks Massa Tubuh (IMT) kg/m2 = Berat Badan (kg )
Tinggi Badan m x Tinggi Badan (m)
14
Hasil studi baru-baru ini menunjukkan bahwa banyak populasi Asia
memiliki proporsi lemak tubuh yang lebih tinggi dibanding ras Kaukasoid pada
usia, jenis kelamin, dan IMT yang sama. WHO telah merevisi cut off point IMT
pada tahun 2005 dengan menekankan pada resiko kesehatan yang dapat
ditimbulkan.
Tabel 1. Kriteria IMT menurut WHO (2005).
IMT (Kg/m2) Status Resiko Kesehatan
<14.9 Sangat kurus Resiko penyakit defisiensi gizi 15.0-18.4 Kurus
18.5-22.9 Normal Resiko rendah 23.0-27.5 Gemuk Resiko sedang 27.6-40.0 Obesitas I
Resiko tinggi >40.0 Obesitas II
.
Berat badan seseorang dipengaruhi oleh tinggi badan seseorang, artinya
berat badan meningkat dengan meningkatnya tinggi badan apabila proporsi
tubuh normal terap dipertahankan. Tinggi atau panjang badan merupakan
indicator umum ukuran tubuh dan panjang tulang. Tinggi badan diukur dalam
keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, kedua tangan merapat ke badan,
punggung dan bokong menempel pada dinding, dan pandangan diarahkan ke
depan. Kedua lengan tergantung rileks disamping badan. Potongan kayu yang
merupakan bagian dari alat pengukur tinggi dapat digeser, kemudian diturunkan
hingga menyentuh bagian atas kepala. Alat ukur ini setidaknya memiliki ukuran
panjang 175 cm dan mampu mengukur sampai 0.1 cm (Arisman 2004).
Pada prinsipnya untuk mengukur berat badan dengan menggunakan
timbangan. Terdapat dua macam timbangan, yaitu beam (lever) balances scales
dan spring scales. Contoh beam balance adalah dacin, sedangkan spring scale
adalah timbangan pegas (timbangan kamar mandi). Timbangan jenis spring
scale tidak dianjurkan karena pegas mudah melar, terutama jika digunakan
berulang kali, apalagi jika lingkungan bersuhu panas. Penimbangan sebaiknya
dilakukan pada pagi hari setelah bangun tidur, mengenakan pakaian setipis
mungkin, sebelum dan setelah buang air, serta ditimbang oleh petugas yang
sama (Arisman 2004).
Penilaian status gizi menggunakan antropometri memiliki beberapa
keunggulan yaitu sederhana, aman, bisa untuk sampel besar, peralatan murah,
mudah dibawa, tahan lama, akurat, dapat mendeteksi atau menggambarkan
riwayat gizi di masa lampau dan juga dapat mengevaluasi perubahan status gizi
pada periode tertentu (Supariasa et al. 2001). Namun pengukuran menggunakan
15
antropometri juga memiliki kelemahan dalam pengukuran sampel yang berusia
diatas 55 tahun karena seluruh aspek fisik, biologis, dan mental lansia telah
mengalami penurunan disebabkan oleh penurunan metabolisme tubuh dengan
adanya faktor usia yang telah lanjut (Arisman 2004).
Stres
Feldman (1989) mendefinisikan stres sebagai proses dimana individu
menilai suatu kejadian yang mengancam, menantang atau berbahaya dan
selanjutnya merespon terhadap kejadian tersebut pada tahap fisiologis,
emosional, kognitif, dan perilaku. Melson (1980) diacu dalam Furi (2006)
mendefinisikan stres sebagai proses yang terjadi saat individu harus
menyesuaikan diri dengan suatu keadaan yang biasanya dimanifestasikan oleh
sindrom spesifik. Stres adalah suatu tuntutan terhadap perubahan lingkungan
yang terjadi secara tiba-tiba. Gunarsa dan Gunarsa (1991) menyatakan bahwa
stres diartikan sebagai suatu tekanan, dan ketegangan yang mempengaruhi
seseorang dalam kehidupan. Pengaruh yang timbul dapat bersifat wajar ataupun
tidak, tergantung dari reaksi terhadap ketegangan tersebut.
Menurut Fabella (1993), stres dibedakan menjadi dua, yaitu distres dan
eustres. Distres adalah kemampuan seseorang menghadapi tuntutan yang
semakin meningkat dan memandang tuntutan tersebut sebagai sesuatu yang
sulit dan mengancam, sedangkan eustres adalah kemampuan untuk
menghadapi tuntutan yang dirasakan dan dapat menimbulkan rasa percaya diri
sehingga mampu menangani dan mengatasi tuntutan-tuntutan tersebut.
Faktor-faktor yang menimbulkan stres disebut stresor. Stresor dibedakan
atas tiga golongan yaitu: 1) Stresor fisikbiologik. Stresor ini terdiri atas rasa
dingin, panas, infeksi, rasa nyeri, pukulan, dan sebagainya; 2) Stresor psikologis.
Stresor ini terdiri atas rasa takut, khawatir, cemas, marah, kekecewaan,
kesepian, jatuh cinta, dan lain-lain; 3) stresor sosial budaya. Contohnya
pengangguran, perceraian, perselisihan, dan lain-lain (Gunawan & Sumadiono
2007). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1991) ada empat stresor, yaitu:
1. Perubahan suasana yang pesat: politik, pendidikan, pekerjaan, usia,
kematian seseorang.
2. Hubungan sosial seperti persaingan
3. Kebutuhan hidup yang meningkat meliputi peningkatan taraf hidup yang
harus diimbangi dengan peningkatan status ekonomi.
16
4. Harapan yang tidak realistis yaitu harapan yang tidak sesuai dengan
keyataan dan tidak dapat menerima keadaan yang telah ada.
Stres pada zaman modern ini disebabkan banyaknya perubahan yang
harus dihadapi yang menuntut kemampuan untuk beradaptasi dan penyesuaian
yang pesat. Hal ini tidak mudah dilalui oleh setiap orang sehingga usaha,
kesulitan, kegagalan dalam mengikuti perubahan dapat menimbulkan beraneka
ragam keluhan (Gunarsa dan Gunarsa 1991).
Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1991) keluhan yang muncul akibat rasa
cemas dan ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan kemajuan mutakhir
diantaranya:
1. Keluhan Fisik, meliputi:
a. Stres sebagai pencetus, sehingga memperberat penyakit
kardiovaskuler yang sudah ada;
b. Gangguan sstem pencernaan: ulkus ventrikuli (tukak lambung);
c. Ketegangan pada bagian otot-otot tertentu menyebabkan perasaan
pegal di bahu, pinggang, leher, dan kepala;
d. Stres menyebabkan daya tahan tubuh menurun, melemah sehingga
mudah masuk angin, pilek;
e. Tics: gerakan-gerakan yang dilakukan diluar kemauan sebagai
kebiasaan, tanpa rangsangan yang jelas merupakan suatu ekspresi
dari konflik emosi;
f. Kebiasaan: menggaruk-garuk kepala, menggigit kuku, menggosok-
gosok tangan dan gejala lain sebagai perwujudan adanya
ketegangan;
g. Sindrom ketegangan pra menstrual: nyeri di tubuh, mual, sakit kepala,
rasa tidak nyaman sebelum haid, disebabka terganggunya
keseimbangan hormon, berkaitan dengan stres seseorang dan haid
yang tidak teratur;
h. Disfungsi seksual: penderita stres sering mengeluh masalah seksual,
impotensi, frigiditas, ejakulasi dini, dll.
2. Keluhan Psikologis, meliputi:
a. Perasaan tidak menentu, cemas, dan takut yang tidak jelas dan tidak
terikat pada suatu ancaman yang jelas dari luar. Hal ini dapat
menyebabkan penderita menjauhkan diri dari lingkungan sosial atau
tempat dan keadaan tertentu;
17
b. Merasa putus asa, bingung, apatis, sedih, gangguan tidur (insomnia),
kehilangan minat pada aktivitas dan orang lain, pikiran-pikiran negatif
mengenai dirinya, pengalaman dan hari depan, pikiran dan drongan
melakukan percobaan bunuh diri;
c. Ketidakseimbangan emosi: suasana hati mudah berubah, cepat
marah, emosi cepat meluap, menjadi histeris;
d. Muncul gejala-gejala proses penuaan dini, seperti:
- Mampu mengingat peristiwa lama, tetapi lupa peristiwa baru;
- Kecemasan akan perubahan tubuh penyakit dan kematian;
- Perasaan akan kehilangan kecantikan, rambut beruban, kerut di
wajah, otot yang mengendur;
- Bertingkah laku muda kembali, terlihat dalam penampilan,
pakaian, dan perilaku
Stres dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada sistem fisik tubuh
yang dapat mempengaruhi kesehatan. Hubungan antara rasa stres dengan sakit
ditandai dengan proses pelepasan hormon, khususny hormon catecholamins dan
corticostreroids yang dilepas oleh rangsangan sistem kardiovaskuler. Jika
pelepasan hormon ini sangat tinggi, maka dapat menyebabkan jantung berdebar-
debar sangat kencang sehingga dapat menyebabkan kematian. Perasaan stres
juga dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan fisiologis seperti asma,
penyakit kepala kronis, arthritis (rematik), beberapa penyakit kulit, hipertensi,
CHD (Chronic Heart Disease), dan juga kanker (Sarafino 1990 diacu dalam Smet
1994).
Tingkat stres dapat dikelompokkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi.
Tingkat stres seseorang dapat diketahui dengan memperhatikan gejala-gejala
stres yang ditunjukkan, baik gejala fisik maupun gejala emosional (Wilkinson
1989 diacu dalam Furi 2006). Tingkat stres dapat diukur dengan menggunakan
berbagai alat ukur, salah satunya adalah alat ukur yang diadaptasi dari National
Safety Council (2004). Alat ukur ini dapat menggambarkan bagaimana gejala-
gejala yang dialami tubuh akibat stres.
Keluhan Kesehatan
Menurut BPS (2004), keluhan kesehatan adalah keadaan seseorang
yang merasa terganggu oleh kondisi kesehatan, kejiwaan, kecelakaan, atau hal
lain. Darmojo (2000) menyatakan bahwa penyakit atau keluhan yang umum
diderita oleh lansia adalah rematik (arthritis), hipertensi, penyakit jantung,
18
penyakti paru-paru (bronchitis/dyspnea), diabetes mellitus, jatuh (falls), lumpuh
separuh badan, TBC, patah tulang, dan kanker. Arisman (2004) menyatakan
bahwa penyakit yang sering diderita oleh lansia adalah penyakit kardiovaskuler,
muskuloskletal, TBC, bronkhitis, asma dan penyakit saluran pernapasan,
penyakit gusi, mulut dan saluran cerna, sistem saraf, dan infeksi.
Adanya penurunan fungsi dari organ tubuh maupun metabolisme tubuh
dapat menyebabkan timbulnya beberapa penyakit. Adanya penyakit tersebut
jelas dapat menganggu kesehatan. Penyakit rematik dapat menyerang pria dan
wanita pada segala usia, tetapi kelompok lanjut usia lebih banyak terkena
serangan rematik. Gejala penyakit ini meliputi rasa lelah, kaku pada persendian,
ketegangan otot, dan rasa nyeri. Gejala ini dapat dikurangi dengan melakukan
olahraga yang teratur dan sesuai (Mursito 2004).
Rematik (arthritis) merupakan kelompok peyakit yang menyerang tulang,
sendi, otot, maupun jaringan lain disekitar sendi. Proses penuaan merupakan
penyebab meningkatnya prevalensi penderita osteoartritis dan arthritis gout
akibat pengapuran. Sebanyak 90% penderitanya berusia diatas 60 tahun.
Pengapuran menyebabkan tulamg rawan pada sendi menipis sehingga timbul
tulang muda (spur) sebagai kompensasi menggantikan tulang yang menipis
tersebut. Kondisi tersebut yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut,
pinggul, dan pinggang bawah (Wirakusumah 2002).
Pada lansia sering pula terjadi gangguan mata akibat proses penuaan.
Katarak adalah suatu penyakit kekaburan lensa mata. Orang yang terkena
penyakit katarak, penglihatannya makin lama makin kabur, penglihatannya
seperto tertutup asap. Jika lensa mata dilihat dari luar, maka akan terlihat ada
sesuatu benda padat yang mengkilat, benda tersebut yang menghambat
masuknya sinar ke dalam mata, sehingga benda itu terlihat kabur oleh mata
(Oswari 1997).
Sakit dada di daerah jantung yaitu pada kiri depan yang terjadi mendadak
perlu mendapat perhatain. Rasa sakit tersebut dapat disebabkan oleh gangguan
otot jantung dan peradangan pada pembungkus jantung. Sakit dada yang
tembus ke belakang kadang-kadang disebabkan oleh masuk angin saja atau
dapat pula disebabkan tukak lambung (Oswari 1997).
Suatu studi klinis menunjukkan bahwa anemia karena proses penuaan
disebabkan oleh penurunan kapasitas sumsum tulang belakang serta penurunan
respon hormonal terhadap tekanan secara haematologi. Anemia yang terjadi
19
pada lansia juga dipengaruhi oleh penggunaan obat, kehilangan darah,
kerusakan sumsum tuulang belakang, hemolisis kronis serta defisiensi zat gizi
yang terjadi sebelum menderrita anemia akibat proses penuaan (Wirakusumah
2002).
Status Kesehatan
Penyakit adalah suatu keadaan terganggunya fungsi tubuh yang terjadi
sebagai respons terhadap infeksi, tekanan, atau kondisi lainnya. Status
kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami oleh seseorang dan penyakit
yang diderita merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan keadaan
kesehatan seseorang. Menurut WHO sehat adalah keadaan jasmani, rohani, dan
sosial yang sejahtera. Kesehatan sempurna seringkali sulit dicapai seseorang
karena masalah kehidupan kerapkali menekan kesehatan, biologis, fisik, dan
mental (Astawan & Wahyuni 1989).
Penyakit dapat dibagi dua kategori, yaitu penyakit infeksi (akut) dan non
infeksi (kronis). Penyakit infeksi adalah penyakit-penyakit yang disebabkan oleh
mikro-organisme seperti bakteri atau virus didalam tubuh, seperti diare, TBC,
demam, fly, tifus, dll. Penyakit kronis adalah penyakit-penyakit yang dapat
berkembang selama kurun waktu yang lama, seperti penyakit jantung, kanker,
stroke, asam urat, hipertensi, dll (Sarafino 1990 diacu dalam Smet 1994).
Penyakit orang lanjut usia berbeda dengan penyakit orang dewasa muda
(Oswari 1997). Gangguan kesehatan yang dialami oleh lansia sering kali
disebabkan oleh proses degenerative yang dialami oleh lansia. Menurut Nugroho
(1995) penyakit yang diderita oleh lansia di Indonesia meliputi sistem
pernapasan, sistem kardiovaskuler, penyakit pada persendian dan tulang serta
penyakit kepikunan.
Penyakit yang diderita lansia dapat mengurangi nafsu makannya yang
lama kelamaan dapat menurunkan berat badan orang lanjut usia. Selain itu,
adanya gangguan pencernaan atau gangguan pada metabolisme tubuh lansia
yang tidak bekerja dulu dapat menyebabkan tubuh lansia menjadi kurus
walaupun nafsu makannya baik dan makanan yang dimakannya mempunyai gizi
yang baik (Oswari 1997).
Hasil penelitian Silverstein dalam Jauhari (2003) membuktikan bahwa
lansia yang tinggal berpisah dengan anaknya (hisup sendiri) mempunyai
masalah kesehatan yang cenderung meningkat dibandingkan dengan yang
20
tinggal dengan anak-anaknya. dukungan sosial yang baik akan memberikan
dampak psikologis yang menguntungkan terhadap kesehatan lansia.
Program Pemberdayaan Wanita Pra dan Usia Lanjut
Program pemberdayaan wanita pra dan usia lanjut merupakan program
yang diadakan oleh Kementrian Pendidikan Nasional yang bekerjasama dengan
Yayasan Aspirasi Muslimah Indonesia (YASMINA). Program ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan, keterampilan dan produktivitas wanita pra dan usia
lanjut. sasaran dan peserta dalam kegiatan adalah ibu-ibu usia lanjut dan/atau
keluarga.
Terdapat 6 kegiatan yang dilaksanakan dalam program pemberdayaan
wanita pra dan usia lanjut. Kegiatan yang dilaksanakan pada program ini adalah
penyuluhan tentang perawatan dan pengasuhan usia lanjut, pelatihan daur ulang
sampah plastik, pelatihan menyulam pita dan mayet, pelatihan kelembagaan,
pendampingan, dan pemeriksaan kesehatan (klinis) usia lanjut. Kegiatan-
kegiatan tersebut menjalin kemitraan dengan Yayasan Emong Lansia (YEL),
Puskesmas Dramaga, Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Koperasi Usaha
Kecil Menengah (UKM) Trashion, Posdaya Desa Babakan, serta Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kewirausahaan IPB.