Kdok Kluarga

26
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT TUGAS FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2015 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR KEDOKTERAN KELUARGA “ DERMATITIS KONTAK IRITAN KRONIS “ OLEH : Muh.hasan, S.Ked. Pembimbing : dr.Gusti Gunawan DPDK BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2015

description

kkshf

Transcript of Kdok Kluarga

Page 1: Kdok Kluarga

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT TUGASFAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2015UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

KEDOKTERAN KELUARGA “ DERMATITIS KONTAK IRITAN KRONIS “

OLEH :Muh.hasan, S.Ked.

Pembimbing :dr.Gusti Gunawan DPDK

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR2015

Page 2: Kdok Kluarga

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap

pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa

efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan

gatal.1 Dermatitis kontak adalah reaksi fisiologik yang terjadi pada kulit karena kontak dengan

substansi tertentu, dimana sebagian besar reaksi ini disebabkan oleh iritan kulit dan sisanya

disebabkan oleh alergen yang merangsang reaksi alergi.1, 2, 3 Dermatitis kontak merupakan

suatu respon inflamasi dari kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan

ketidaknyamanan dan rasa malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada para

pekerja.4, 5

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan inflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai

eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI merupakan respon non spesifik kulit terhadap

kerusakan kimia langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar

berasal dari sel epidermis.6 DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur,

ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang

berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat

sulit diketahui.1 

DKI merupakan hasil klinik dari inflamasi yang berasal dari pelepasan sitokin-sitokin

proinflamasi dari sel-sel kulit (prinsipnya kerartinosit), biasanya sebagai respon terhadap

rangsangan kimia. Bentuk klinik yang berbeda-beda bisa terjadi. Tiga perubahan patofosiologi

utama adalah disrupsi sawar kulit, perubahan seluler epidermis dan pelepasan sitokin.6 Iritan

pada DKI meliputi yang ditemui sehari-hari seperti air, deterjen, berbagai pelarut, asam, bassa,

bahan adhesi, cairan bercampur logam dan friksi. Sering bahan-bahan ini bekerja bersama

untuk merusak kulit. Iritan merusak kulit dengan cara memindahkan minyak dan pelembab dari

lapisan terluar, membiarkan iritan masuk lebih dalam dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut

dengan memicu inlamasi.7

Page 3: Kdok Kluarga

DKI masih belum banyak diketahui bila dibandingkan dengan dermatitis kontak alergi

(DKA). Kebanyakan artikel tentang dermatitis kontak konsern pada DKA. Tidak ada uji

diagnostik untuk DKI. Diagnosis adalah berdasarkan ekslusi penyakit kutan lainnya (khususnya

DKA) dan pada penampakan klinis dermatitis pada tempat yang terpapar dengan cukup

terhadap iritan yang diketahui.6 Terkadang penampakan klinis DKI kronik mirip dengan DKA.

Beberapa sumber menyatakan DKI kronik pada telapak tangan dan telapak kaki sulit dibedakan

dengan DKA.1,8 Dalam penatalaksanaan DKI, penting bagi penderita dan dokter untuk

mengetahui substansi yang menyebabkan penyakitnya tersebut sehingga dapat diberikan terapi

yang lebih efisien dan efektif.7

Makalah ini membahas kasus DKI yang mengenai seorang penderita pada daerah telapak

tangan dan telapak kakinya setelah terpapar substansi deterjen.

Page 4: Kdok Kluarga

LAPORAN KASUS

ANAMNESIS

Seorang pasien perempuan umur 60 tahun datang ke puskesmas dahlia dengan keluhan kulit

mengelupas di kedua telapak tangan. Keluhan ini dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya

kulit kemerahan, lalu bersisik dan mengelupas. Kedua telapak tangan terasa gatal dan perih.

Keluhan ini muncu setelah mencuci dengan detergen, keluhan ini sempat berkurang dan

muncul kembali

Home Visit

PEMERIKSAAN FISIS

Keadaan Umum : Compos mentis

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Frekuensi nadi : 82x/menit

Frekuensi Nafas : 21x/menit

Suhu : 36,7 0C

Berat Badan : 65 Kg

Tinggi Badan : 168 cm

Page 5: Kdok Kluarga

ANAMNESIS YANG MENGARAH KE DIAGNOSIS

• Gejala klinis :

– Kulit mengelupas

– Gatal dan perih

– Muncul setelah mencuci dengan detergen

– Keluhan ini sudah sering berulang

• Pemeriksaan fisis

– Kulit kering

– Eritema

– Fissura

– likenifikasi

Pemeriksaan fisis pasien saat home visit

Page 6: Kdok Kluarga

PEMERIKSAAN ORGAN

PEMERIKSAAN KELENJAR LIMFE

PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIPERLUKAN

1. Kultur bakteri

2. Uji tempel

3. Biopsi kulit

ALASAN PEMERIKSAAN

1. Dilakukan jika ada infeksi sekunder

2. Dilakukan untuk mendiagnosis DKA

3. bisa membantu menyingkirkan kelainan lain seperti tinea, psoriasis

Page 7: Kdok Kluarga

DIAGNOSIS KERJA

• DERMATITIS KONTAK IRITAN KRONIS

DIAGNOSIS BANDING

• Dermatitis Kontak alergi

• DKI akut

STATUS KESHATAN KELUARGA

RIWAYAT PENGOBATAN TERDAHULU

• Amoxicilin 3x1

• Dexametasone 3x1

• CTM 3x1

• Salf betametason

• Salf cina

Page 8: Kdok Kluarga

PENATALAKSANAAN

• Non Farmakologi

o Hindari detergen

o pakai APD di tangan

• Farmakologi

o Dexametasone 3x1

o CTM 3x1

o Salf Hydrocortison

Kegiatan Yang dilakukan pada Kunjungan RumaH

PERJALANAN PENYAKIT SAAT INI

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Pada riwayat penyakit keluarga pasien, ada yang mengalami keluhan yang sama dan ada juga

yang mengalami kelainan mata, selain itu pemeriksaan tidak dilakukan sebelumnya oleh

anggota keluarga lain sehingga tidak diketahui penyebab sakit dan kematian. Cara keluarga

pasien menghadapi penyakit ini adalah memantau keadaan pasien, mengatur pola makan,

mengawasi konsumsi obat, mengurangi stress emosional, dan mengantar pasien untuk kontrol

di puskesmas.

Page 9: Kdok Kluarga

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien telah menderita dermatitis kontak iritan sejak 1 tahun yang lalu dan sering berulang dan

dulu pasien juga sering terkena ISPA

STRUKTUR KELUARGA

DIAGNOSTIK HOLISTIK

Page 10: Kdok Kluarga

DIAGNOSIS SOSIAL,EKONOMI,PENCARIAN PELAYANAN KESEHATAN DAN PERILAKU

LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL

o Kepemilikan rumah : Milik sendirio Daerah perumahan : Padato Luas Rumah : 5 m x 3 mo Rumah :Tidak Bertingkato Jumlah penghuni : 2 orango Luas halaman : 1 m o Lantai rumah : semen o Dinding rumah : Kayu o Kondisi Rumah : Sedang

PENCEGAHAN YANG DISAMPAIKAN PADA KELUARGA

Page 11: Kdok Kluarga

KESIMPULAN

Page 12: Kdok Kluarga

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

DKI merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, dimana kerusakan kulit terjadi

langsung tanpa didahului proses sensitisasi.1 Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan

inflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI

merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia langsung yang melepaskan

mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis.6

2.2 Epidemiologi

DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis

kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan

pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat sulit diketahui.1 Hal ini

disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat,

atau bahkan tidak mengeluh. 

Di Amerika, DKI sering terjadi di pekerjaan yang melibatkan kegiatan mencuci tangan

atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan lainnya. Pekerjaan yang

berisiko tinggi meliputi bersih-bersih, pelayanan rumah sakit, tukang masak, dan penata

rambut. 80% Dermatitis tangan okupasional karena iritan, lebih sering mengenai tukang bersih-

bersih, penata rambut dan tukang masak. Prevalensi dermatitis tangan karena pekerjaan

ditemukan sebesar 55,6% di ICU dan 69,7% pada pekerja yang sering terpapar (dilaporkan

dengan frekuensi mencuci tangan >35 kali setiap pergantian). Penelitian menyebutkan

frekuensi mencuci tangan >35x tiap pergantian memiliki hubungan kuat dengan dermatitis

tangan karena pekerjaan (OR=4,13). Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap 10.000

pekerja, dimana insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus per 10.000 pekerja

setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak.6,7

Page 13: Kdok Kluarga

Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada perempuan

dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita dibanding pria karena

faktor lingkungan, bukan genetik. Berdasarkan usia, DKI bisa muncul pada berbagai usia.

Banyak kasus karena dermatitis ”diaper” (popok) terjadi karena iritan kulit langsung pada urine

dan feses. Seorang yang lebih tua memiliki kulit lebih kering dan tipis yang tidak toleran

terhadap sabun dan pelarut. DKI bisa mengenai siapa saja, yang terpapar iritan dengan jumlah

yang sufisien, tetapi individu dengan dengan riwayat dermatitis atopi lebih mudah

terserang.6,7 

2.3 Etiologi

Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut,

deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan

garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. 1, 2, 6, 9, 10, 11

Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan itu

sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita. Dapat dilihat pada tabel berikut. 

Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika

terpapar pada kulit: dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien dengan frekuensi

yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai

iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah

kecenderungan untuk meninduksi dermatitis.10 Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik

dengan peningkatan hidrasi dari stratum korneum (oklusi, suhu dan kelembaban tinggi, bilasan

air yang sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Tidak semua

pekerja di area yang sama akan terkena. Siapa yang terkena tergantung pada predisposisi

individu (rowayat atopi misalnya), personal hygiene dan luas dari paparan. Iritan biasanya

mengenai tangan atau lengan. Efek dari iritan merupakan concentration-dependent, sehingga

hanya mengenai tempat primer kontak.10 

2.4 Patogenesis

Page 14: Kdok Kluarga

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui

kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,

menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.

Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat

menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti. Kerisakan

membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida

(DAG), platelet actifating factor (PAF) dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin

(PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan

permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT

juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel

mas melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan

vaskuler.

DAG dan second messenger lain mengstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein,

misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyt-macrophage colony stimulating factor (GMCSF).

IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2 an mengekspresi reseptor IL-2 yang

menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut.

Keratinosit juga membuatmolekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel- (ICAM-1).

Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNFά, suatu sitokin proinflamasi yang

dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan

pelepasan sitokin.

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya

kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan

menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum

korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya,

sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.

2.5 Klinis

a.Riwayat Penyakit

Page 15: Kdok Kluarga

Riwayat yang terperinci sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada

adanya riwayat paparan iritan kutaneus yang mengenai tempat-tempat pada tubuh. Tes tempel

juga digunakan pada kasus yang berat atau persisten untuk menyingkirkan DKA. Gejala

subjektif primer biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut6:

Riwayat paparan yang cukup terhadap iritan kulit, Onset gejala muncul dalam beberapa

menit hingga beberapa jam pada DKI akut. Pada DKI subakut merupakan ciri iritan tertentu

seperti benzalkonium klorida (ada pada disinfektak) yang mendatangkan reaksi radang 8-24

jam setelah paparan. Onset dan gejala bisa tertunda beberapa minggu pada DKI kumulatif.

Nyeri, rasa terbakar, rasa tersengat atau tidak nyaman pada fase awal.

Gejala subjektif lainnya meliputi: onset dalam 2 minggu paparan dan adalanya keluhan yang

sama pada rekan kerja atau anggota keluarga lainnya. DKI okupasional biasanya terjadi pada

karyawan baru atau mereka yang belum belajar untuk melindungi kulitnya dari iritan. Individu

dengan dermatitis atopik (khususnya pada tangan) rentan terhadap DKI tangan.6

b.Pemeriksaan Fisik

Kriteria diagnostik primer DKI menurut Rietschel meliputi:6

Makula eritema, hiperkeratosis atau fisura yang menonjol. Kulit epidermis seperti

terbakar Proses penyembuhan dimulai segera setelah menghindari paparan bahan iritan

Tes tempel negatif dan meliputi semua alergen yang mungkin Kriteria objektif minor meliputi:

Batas tegas pada dermatitis

Bukti pengaruh gravitasi seperti efek menetesKecenderungan untuk menyebar lebih

rendah dibanding DKA Untuk kepentingan pengobatan, berdasarkan perjalanan penyakit dan

gejala klinis DKI dikelompokkan menjadi DKI akut, lambat akut dan kumulatif. Ada pula

bentuk DKI lainnya yaitu: reaksi iritan, DKI traumatik, DKI noneritematosa dan DKI

subyektif.

Page 16: Kdok Kluarga

Tabel 2. Perbedaan DKI Akut, Lambat Akut dan Kumulatif 1, 6

2.6 Histopatologik

Gambaran histtopatologik DKI tidak karakteristik. Pada DKI akut (oleh iritan primer),

dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuklear di sekitar pembuluh darah

dermis bagian atas. Eksositosis di epidermis diikuti spongiosis dan edema intrasel dan akhirnya

menjadi nekrosis epidermal. Pada keadaan berat, kerusakan epidermis dapat menimbulkan

vesikel atau bila. Di dalam vesikel atau bula ditemukan limfosit atau neutrofil.1, 6 Pada DKI

kronis adalah hiperkeratosis dengan area parakeratosis, akantosis dan perpanjangan rete

ridges.6

2.7 Diagnosis

Page 17: Kdok Kluarga

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis.

DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada

umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI kronis timbul lambat

serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan

DKA. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.1

2.8 Pemeriksaan Laboratorium 6

Pemeriksaan kultur bakteri bisa dilakukan apabila ada komplikasi infeksi sekunder

bakteri. Pemeriksaan KOH bisa dilakukan dan sampel mikologi bisa diambil untuk

menyingkirkan infeksi tinea superficial atau kandida, bergantung pada tempat dan bentuk lesi. 

Uji tempel dilakukan untuk mendiagnosis DKA, tetapi bukan untuk membuktikan adanya iritan

penyebab munculnya DKI. Diagnosis adalah berdasarkan eksklusi DKA dan riwayat paparan

iritan yang cukup Biopsi kulit bisa membantu menyingkirkan kelainan lain seperti tinea,

psoriasis atau limfoma sel T

2.9 Penatalaksanaan

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik

yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila

dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu pengobatan topikal

dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering.

Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal.

Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan

iritan sebagai upaya pencegahan.

a.Dermatitis akut

Untuk dermatitis akut, secara lokal diberikan kompres larutan garam fisiologis atau

larutan kalium permanganas 1/10.000 selama 2-3 hari dan setelah mengering diberi krim yang

mengandung hidrokortison 1-2,5%. Secara sistemik diberikan antihistamin (CTM 3x1

tablet.hari) untuk menghilangkan rasa gatal. Bila berat/luas dapat diberikan prednison 30

Page 18: Kdok Kluarga

mg/hari dan bila sudah ada perbaikan dilakukan tapering. Bila terdapat infrksi sekunder

diberikan antibiotik dengan dosis 3x500 mg selama 5-7 hari.12

b.Dermatitis kronik

Topikal diberikan salep mengandung steroid yang lebih poten seperti hidrokortison

yang mengalami fluorinasi seperti desoksimetason, diflokortolon. Sistemik diberikan

antihistamin (CTM 3x1 tablet.hari) untuk menghilangkan rasa gatal.12

2.10 Komplikasi6

Adapun komplikasi DKI adalah sebagai berikut:

1. DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topical Lesi kulit bisa

mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus aureus

2. Neurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutapa pada

pekerja yang terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres psikologik

3. Hiperpigmentasi atau hipopignemtasi post inflamasi pada area terkena DKI 

4. Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif, ekskoriasi atau artifak.

2.11Prognosis

Prognosis baik pada individu non atopi dimana DKI didiagnosis dan diobati dengan

baik. Individu dengan dermatitis atopi rentan terhadap DKI. Bila bahan iritan tidak dapat

disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi ini sering terjadi DKI kronis

yang penyebabnya multifaktor.1,6

Page 19: Kdok Kluarga

DAFTAR PUSTAKA

1. Sularsito, S. A., dan Djuanda, S. Dermatitis. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2005. hal:129-153.

2. Contact Dermatitis. University of Virginia Health System; 2005. Available at:

http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-transitional.dtd

3. Lehrer, M. S. Contact dermatitis. Medline Plus Medical Encyclopedia; 2006. Available at:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus.html 

4. Michael, J. A. Dermatitis, Contact. Emedicine; 2005. Available at:

http://www.emedicine.com/specialties.htm 

5. Schalock, P. C. Dermatitis. Merck Manual Home Edition; 2006. Available at:

http://www.merck.com 

6. Hogan, D. Contact Dermatitis, Irritant. Emedicine; 2006. Available at:

http://www.emedicine.com/specialties.htm 

7. Irritant Contact Dermatitis. DermsnetMZ; 2007. Available at: http://dermnetnz.org 

8. Jovanovi, D. L. et al. Chronic Contact Allergic And Irritant Dermatitis Of Palms And Soles:

Routine Histopathology Not Suitable For Differentiation. Acta Dermatoven APA Vol 12,

No 4; 2003.p:127-9

9. Dermatitis, Irritant Contact. VisualDxHealth; 2007. Available at: http://visualdxhealth.com 

10. A Guide To Occupational Skin Disease. In: Occupational Safety and Health Information

Series. Occupational Safety and Health Service. Department of Labour Wellington. New

Zealand; 1995

11. What is occupational irritant contact dermatitis? Canada’s National Occupational Health

and Safety Resources; Available at: http://www.ccohs.ca 

12. Dermatitis. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP

Sanglah Denpasar. Lab/SMF. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK Unud/RSUP Sanglah.

Denpasar. Bali; 2000.