kayu jati 3

4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jati ( Tectona grandis L.f.) Kayu Jati dengan nama botani Tectona grandis L.f. termasuk dalam famili Verbenaceae, Ordo Tubifrotae. Di Jawa, kayu Jati dikenal dengan nama yang bermacam-macam seperti deleg, dodolan, jatih, jate, jatos, kiati dan kulidawa. Di negara lain kayu Jati dikenal dengan nama giati (Vietnam), teak (Burma, Thailand, Inggris, Amerika, Belanda, dan Jerman), sagwan (India), teck (Perancis) dan teca (Brazilia) (Martawijaya et al. 1981). Kayu Jati merupakan jenis kayu yang banyak dipakai untuk berbagai keperluan karena memiliki keawetan tinggi (kelas awet II) dan kekuatan tinggi (kelas kuat II) dengan berat jenis rata-rata sekitar 0,67. Kayu Jati memiliki kekerasan sedang dan mempunyai nilai penyusutan arah tangensial sekitar 5% dan arah radial sekitar 2,3%. Kayu Jati mudah dikerjakan baik dengan tangan maupun dengan bantuan mesin dan mempunyai sifat finishing cukup baik. Di samping itu, kayu Jati banyak digemari masyarakat karena mempunyai penampilan dekoratif yang menarik karena terbentuknya riap yang jelas selama pertumbuhannya. Riap pertumbuhan yang jelas ini disebabkan masa kayu (xylem) yang dibentuk pada periode pertumbuhan yang baik (earlywood) sangat berbeda penampilannya dibandingkan dengan masa kayu yang dibentuk pada periode yang kurang baik (latewood). Keadaan ini akan menyebabkan pada bidang melintang batang nampak adanya gambar yang mempunyai kesan lingkaran-lingkaran konsentris yang memusat ke empulur (Fahutan IPB 1994). Kayu Jati merupakan kayu dengan nilai tinggi dan memiliki keawetan alami yang tinggi pula. Kayu Jati mampu bertahan dari serangan faktor perusak biologis seperti rayap ( Lukmandaru dan Takahashi 2008) atau jamur (Niamké et al. 2011). Menurut Fengel dan Wegener (1984), dalam kayu Jati terdapat berbagai kuinon, yaitu kelompok naftokuinon (lapakol, dehidrolapakol) dan antrakuinon (tektokuinon). Selain itu, dalam kayu Jati terdapat juga naftokuinon dan lapakol yang memiliki sifat toksik terhadap faktor biologis perusak kayu (Lukmandaru dan Takahashi 2008).

Transcript of kayu jati 3

Page 1: kayu jati 3

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jati ( Tectona grandis L.f.)

Kayu Jati dengan nama botani Tectona grandis L.f. termasuk dalam famili

Verbenaceae, Ordo Tubifrotae. Di Jawa, kayu Jati dikenal dengan nama yang

bermacam-macam seperti deleg, dodolan, jatih, jate, jatos, kiati dan kulidawa. Di

negara lain kayu Jati dikenal dengan nama giati (Vietnam), teak (Burma,

Thailand, Inggris, Amerika, Belanda, dan Jerman), sagwan (India), teck (Perancis)

dan teca (Brazilia) (Martawijaya et al. 1981).

Kayu Jati merupakan jenis kayu yang banyak dipakai untuk berbagai

keperluan karena memiliki keawetan tinggi (kelas awet II) dan kekuatan tinggi

(kelas kuat II) dengan berat jenis rata-rata sekitar 0,67. Kayu Jati memiliki

kekerasan sedang dan mempunyai nilai penyusutan arah tangensial sekitar 5% dan

arah radial sekitar 2,3%. Kayu Jati mudah dikerjakan baik dengan tangan maupun

dengan bantuan mesin dan mempunyai sifat finishing cukup baik. Di samping itu,

kayu Jati banyak digemari masyarakat karena mempunyai penampilan dekoratif

yang menarik karena terbentuknya riap yang jelas selama pertumbuhannya. Riap

pertumbuhan yang jelas ini disebabkan masa kayu (xylem) yang dibentuk pada

periode pertumbuhan yang baik (earlywood) sangat berbeda penampilannya

dibandingkan dengan masa kayu yang dibentuk pada periode yang kurang baik

(latewood). Keadaan ini akan menyebabkan pada bidang melintang batang

nampak adanya gambar yang mempunyai kesan lingkaran-lingkaran konsentris

yang memusat ke empulur (Fahutan IPB 1994).

Kayu Jati merupakan kayu dengan nilai tinggi dan memiliki keawetan

alami yang tinggi pula. Kayu Jati mampu bertahan dari serangan faktor perusak

biologis seperti rayap ( Lukmandaru dan Takahashi 2008) atau jamur (Niamké et

al. 2011). Menurut Fengel dan Wegener (1984), dalam kayu Jati terdapat berbagai

kuinon, yaitu kelompok naftokuinon (lapakol, dehidrolapakol) dan antrakuinon

(tektokuinon). Selain itu, dalam kayu Jati terdapat juga naftokuinon dan lapakol

yang memiliki sifat toksik terhadap faktor biologis perusak kayu (Lukmandaru

dan Takahashi 2008).

Page 2: kayu jati 3

4

Kayu Jati tumbuh baik pada tanah yang mempunyai aerasi yang baik

(tanah yang sarang) terutama pada tanah yang berkapur. Jenis ini tumbuh di

daerah yang mempunyai musim kering yang nyata (Martawijaya et al. 1981). Jati

dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 1500 – 2000 mm/tahun dan suhu 27 –

36 °C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tempat yang paling baik

untuk pertumbuhan Jati adalah tanah dengan pH 4,5 – 7 dan tidak dibanjiri dengan

air (Anonim 2012).

Berdasarkan perbedaan tempat tumbuh, terdapat perbedaan sifat-sifat kayu

Jati Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (Pitomo 1985). Jati yang tumbuh

di Jawa Barat memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dengan riap

pertumbuhannya lebih lebar, sehingga untuk mencapai diameter yang sama Jati

yang tumbuh di Jawa Barat memerlukan waktu yang lebih singkat. Kayu Jati Jawa

Barat dipanen dengan daur yang lebih pendek (40 tahun) sehingga persentase

kayu gubalnya lebih banyak. Oleh sebab itu kayu Jati Jawa Barat mempunyai

keawetan alami yang rendah. Salah satu penyebab perbedaan ini adalah faktor

musim yang menentukan pembentukan earlywood dan latewood. Adanya

perbedaan ini dapat menyebabkan perbedaan berat jenis, tingkat kekerasan, pola

dekoratif kayu, dan kekuatan kayu (Fahutan IPB 1994).

Menurut Suryana (2001), daerah Jawa Barat memiliki curah hujan tinggi

(> 1500 mm pertahun) dan seringkali pohon Jati tidak menggugurkan daunnya.

Menurut Siregar et al. 2008, daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki

musim kemarau yang panjang dan pohon Jati biasanya menggugurkan daunnya.

Kandungan kimia kayu Jati Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk dalam satu

kelompok karena adanya kemiripan jumlah kandungan kimianya.

2.2 Zat Ekstraktif

Menurut Sjostrom (1991), ekstraktif merupakan komponen kimia kayu

yang dapat larut dalam pelarut-pelarut organik netral atau air. Ekstraktif adalah

konstituen kayu yang tidak struktural, hampir seluruhnya terbentuk dari senyawa-

senyawa ekstraseluler, dan mempunyai berat molekul yang rendah. Menurut

Fengel dan Wegener (1984), ekstraktif kayu adalah sejumlah besar senyawa yang

berbeda yang dapat diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar dan non polar.

Page 3: kayu jati 3

5

Ekstraktif dari sampel kayu dapat diisolasi melalui ekstraksi dengan

pelarut tertentu seperti eter, aseton, benzena, etanol, dikloro-metana atau

campuran pelarut-pelarut tersebut. Ekstrasi etanol-benzena (1:2) adalah salah satu

metode untuk menduga kadar ekstraktif kayu. Oleh karena benzena dikenal sangat

membahayakan kesehatan dianjurkan untuk diganti dengan sikloheksana atau

toluena sebagai komponen pelarut yang digabung dengan etanol (Fengel dan

Wegener 1984).

Sjostrom (1991), menyatakan bahwa jumlah maupun komposisi zat

ekstraktif sangat bervariasi tergantung pada jenis, tempat tumbuh, umur, faktor

genetik, dan bagian pada pohon (batang, cabang, akar, dan kulit kayu). Selain itu,

perbedaan komposisi zat ekstraktif juga terdapat pada kayu gubal dan kayu teras.

Menurut Niamké et al. (2011), konsentrasi senyawa fenolik pada kayu gubal

ditemukan lebih rendah dibandingkan dengan kayu teras. Tsoumis (1991),

menyatakan bahwa kandungan ekstraktif dalam kulit lebih besar dibandingkan

kayu. Menurut Sjostrom (1991), senyawa fenolik yang terdapat dalam kayu teras

dan dalam kulit dapat melindungi kayu terhadap kerusakan secara mikrobiologi

atau serangan serangga.

2.3 Kuinon dalam Jati

Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti

kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi

dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Untuk tujuan identifikasi kuinon dapat

dibagi atas empat kelompok yaitu : benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon dan

kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroksilasi dan bersifat fenol

serta mungkin terdapat dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau

dalam bentuk kuinol (Harborne 1987 dalam Singarimbun 2011). Antrakuinon berupa

senyawa kristal bertitik leleh tinggi, larut dalam pelarut organik basa. Senyawa ini

biasa berwarna merah, tetapi yang lainnya berwarna kuning sampai coklat, larut

dalam larutan basa dengan membentuk warna violet merah (Singarimbun 2011).

Dalam kayu Jati terdapat berbagai kuinon yang termasuk kelompok

naftokuinon (lapakol, dehidrolapakol) dan antrakuinon (tektokuinon) (Fengel dan

Wegener 1984). Telah diketahui ekstraktif kayu Jati mengandung

naphthaquinones (lapachol, deoxylapachol, 5-hydroylapachol), turunan

Page 4: kayu jati 3

6

naphthaquinone (dehydrolapachone, tectol, dehydrotectol), anthraquinones

(tectoquinone, 1-hydroxy-2-methylanthraquinone, 2-methyl quinizarin,

pachybasin), obtusifolin, betulinic acid, trichione, sitosterol, dan squalene

(Thomson 1957, Hegnauer 1973, Singh et al. 1989, Khan dan Mlungwana 1999

dalam Sumthong et al. 2006).

Telah dilaporkan hasil ekstraksi bertingkat kayu Jati komersial dengan

pelarut toluena dilanjutkan dengan pelarut toluena-etanol (50%) menghasilkan

ekstraktif kayu Jati sebesar 6,7%. Analisis ekstrak menunjukkan keberadaan dari

naftokuinon dan antrakuinon (AQ), dimana 2-metilantrakuinon adalah komponen

yang utama ( 0,33% dari berat kayu Jati) dalam ekstraktif kayu Jati (Leyva et al.

1998).

Pyrolisis-Gas Chromatography Mass Spectrometry (Pyr-GCMS)

merupakan alat analisis yang paling cepat dalam menentukan kandungan 2-

metilantrakuinon dalam kayu (Ohi 2001). Kromatogram GCMS menunjukan

bahwa kayu teras Jati yang berasal dari Gombong (umur 15 tahun dan 25 tahun)

dan Randublatung (umur 72 tahun) yang diekstrak dengan pelarut etanol-benzena

masing-masing mengandung tectoquinone 0,17%, 0,48%, dan 0,81%

(Lukmandaru 2009).

a. b.

Gambar 1 Struktur kimia antrakuinon (a) dan 2-metil antrakuinon (b).