KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... ·...
Transcript of KATA SAMBUTAN P - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... ·...
i
KATA SAMBUTAN
uji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmatNYA sehingga atas perkenan-Nya kami
dapat menyelesaikan Kutipan dan Telahan Hasil
Pemeriksaan BPK RI Semester I Tahun 2016 atas Laporan
Keuangan Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2015 yang
disusun oleh Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Badan
Keahlian DPR RI hingga selesai .
Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan bahwa Akuntabilitas adalah evaluasi
terhadap proses pelaksanaan kegiatan/kinerja organisasi untuk dapat
dipertanggungjawabkan sekaligus sebagai umpan balik bagi pimpinan organisasi untuk
dapat lebih meningkatkan kinerja organisasi pada masa yang akan datang. Dengan
demikian diharapkan akuntabilitas dapat mendorong terciptanya kinerja yang baik dan
terpercaya.
Di Indonesia, sebagai negara berkembang, tema akuntabilitas sudah menjadi
jargon yang terus dibicarakan oleh banyak kalangan. Jangankan media massa dan elit,
istilah ini bahkan sudah mulai digunakan oleh komunitas terpinggirkan yang umumnya
dalam bentuk kritik atas praktek penganggaran baik APBN maupun APBD. Persoalan
akuntabilitas bukan lagi wacana, tapi anggaran tidak akuntabel mulai disadari bahkan
oleh kelompok masyarakat sebagai salah satu problem mendasar di ranah pengambilan
keputusan publik kita.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang mempunyai 3 (tiga) fungsi
yaitu fungsi Legislasi, fungsi Anggaran dan fungsi Pengawasan yang juga menerima hasil
pemeriksaan BPK secara berkala tentunya akan ditindaklanjuti oleh DPR dalam Raker,
RDP dengan mitra kerja.
Dengan demikian kehadiran Badan Keahlian DPR RI sebagai supporting system
Dewan di bidang keahlian pada umumnya dan Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan
Negara pada khususnya dapat mendukung kelancaran pelaksanaan wewenang dan tugas
DPR RI di bidang pengawasan berupa hasil kajian dan analisis terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga pemerintah pusat. Untuk itu,
dokumen yang hadir dihadapan ini merupakan satu diantara hasil kajian yang disusun
oleh Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara yang dinamakan dengan judul ‘Hasil
Telaahan Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara BKD Atas Hasil Pemeriksaan BPK’.
Kami menyadari bahwa dokumen ini masih banyak memiliki kekurangan. Untuk
itu saran dan masukan serta kritik konstruktif guna perbaikan isi dan struktur penyajian
P
ii
sangat kami harapkan, agar dapat dihasilkan kajian atas telaahan yang lebih baik di masa
depan. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih atas perhatian dan kerjasama semua
pihak.
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
uji syukur kami panjatkan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara (PKAKN) dalam
rangka memberikan dukungan (supporting system) keahlian dapat
menyusun dan menyajikan Kutipan dan Telaahan Hasil Pemeriksaan
BPK RI Semester I Tahun 2016 Atas Laporan Keuangan
Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2015 kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Kutipan dan Telaahan ini dapat dijadikan awal bagi komisi-komisi untuk melakukan pendalaman atas
kemampuan dan kinerja mitra kerja dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan negara,
serta dapat melengkapi sudut pandang atas kualitas Opini BPK dan rekomendasi BPK terhadap kinerja
sektor publik.
Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan sebagai bahan dalam rapat-
rapat Alat Kelengkapan Dewan dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK.
P
iv
DAFTAR ISI
1. Kata Sambutan Kepala Badan Keahlian DPR RI ......................................... i
2. Kata Pengantar Kepala Pusat Kajian
Akuntabilitas Keuangan Negara ......................................... iii
3. Daftar Isi ......................................... iv
4. Gambaran Umum Kementerian Pertanian ......................................... 1
5. LHP Kementerian Pertanian ......................................... 2
6. Gambaran Umum SMARTD Project ......................................... 8
7. LHP SMARTD Project ......................................... 9
8. Gambaran Umum Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan ......................................... 11
9. LHP Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan ......................................... 12
10. Gambaran Umum Kementerian
Kelautan dan Perikanan ......................................... 17
11. LHP Kementerian
Kelautan dan Perikanan ......................................... 18
12. Gambaran Umum
LOAN ADB 3O94-INO DAN GRANT ADB 0379-INO .......................... 21
13. LHP
LOAN ADB 3O94-INO DAN GRANT ADB 0379-INO ................................ 22
14. Gambaran Umum
WB IBRD NO. 8336-ID DAN
GRANT WB NO. TF015470 ......................................... 24
15. LHP
WB IBRD NO. 8336-ID DAN
GRANT WB NO. TF015470 ......................................... 25
1
LHP No. 12/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
GAMBARAN UMUM
KEMENTERIAN PERTANIAN
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan
hasil pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan
pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang disusun oleh
Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun 2015 yang dikeluarkan pada
semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan terhadap LK
Kementerian Pertanian Sedangkan tujuan dari kajian adalah untuk menyediakan
informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai pelaksanaan
wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas administrasi
keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai
berikut:
K
OPINI BPK RI
2014
WTP-DPP
2015
WDP
LRAAnggaran
Rp32.727.139.316.050
Realisasi
Rp28.679.453.487.04187,63%
Aset Lancar
• Rp2.681.522.920.666
Aset Tetap
• Rp16.761.239.040.272
Aset Lainnya
•Rp130.086.915.839
2
LHP No. 12/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN
TAHUN ANGGARAN 2015
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 22-KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2015
DI JAKARTA
OPINI BPK : WAJAR DENGAN PENGECUALIAN , MATERIALITAS : 3,01% , 84 M
1 Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Pemberian
Bantuan Kepada Masyarakat Belum Memadai
Tidak optimalnya monitoring penyaluran bansos dan
bantuan barang untuk masyarakat mengakibatkan
masih terdapat saldo persediaan untuk diserahkan
kepada masyarakat sebesar Rp2.331.742.269.954 yang
tidak dapat dijelaskan di mana posisinya dan berapa
yang sesungguhnya telah diserahkan kepada
masyarakat/poktan
Hal tersebut mengakibatkan,
- Tujuan pemberian bantuan sosial belum sepenuhnya
tercapai.
- Monitoring dan Pengendalian atas penyaluran
bantuan kepada masyarakat belum optimal
- Munculnya resiko penyalahgunaan dana
Hal tersebut tidak sesuai dengan,
a. PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah
b. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
Nomor 5 tentang Akuntansi Persediaan
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
171/PMK.05/2007yang terakhir diubah oleh
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
233/PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat
d. PMK Nomor 219/PMK.05/2013 Lampiran VI
Kebijakan Akuntansi Persediaan, huruf C
Pengakuan Persediaan
BPK RI merekomendasikan
Menteri Pertanian agar
menginstruksikan :
- Sekjen untuk
menyempurnakan Juknis
Penatausahaan Persediaan
yang secara jelas mengatur
kebijakan akuntansi dan
dokumen sumber
pencatatan perolehan
maupun mutasi
keluar/pengakuan beban
atas persediaan untuk
diserahkan kepada
masyarakat sesuai dengan
Standar Akuntansi
Pemerintahan, Peraturan
Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor
168 /PMK.05/2015
tentang Mekanisme
Pelaksanaan Anggaran
Bantuan Pemerintah Pada
Kementerian Negara/
Lembaga dan ketentuan
terkait lainnya
- Kepala Unit Kerja Eselon I
terkait untuk segera
memproses BAST Eselon
I/SK Hibah/Penghapusan
atas penyerahan barang
kepada masyarakat
- Kepala Unit Kerja Eselon I
terkait untuk melakukan
koreksi atas kesalahan
pencatatan persediaan
untuk diserahkan kepada
masyarakat dalam Laporan
Keuangan Tahun 2016
Atas kondisi tersebut,
maka :
- Sekjen Kementan
disarankan untuk lebih
cermat dalam mengatur
dokumen sumber dasar
pencatatan perolehan
dan mutasi
keluar/pengakuan
beban atas persediaan
untuk diserahkan
kepada masyarakat
sesuai dengan Standar
Akuntansi
Pemerintahan dan
peraturan terkait
lainnya
- Kepala Satker
pelaksana penyaluran
untuk diserahkan
kepada masyarakat
disarankan untuk lebih
tertib dalam
melaporkan realisasi
penyaluran dan
memproses BAST
untuk diserahkan
kepada masyarakat
- Petugas pengelola
persediaan harus lebih
memahami ketentuan
akuntansi persediaan
berbasis akrual dan
meningkatkan
ketertiban dalam
penatausahaan sesuai
dengan ketentuan
3
LHP No. 12/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
berdasarkan Standar
Akuntansi Pemerintah dan
Juknis Penatausahaan
Persediaan yang telah
disempurnakan
- Kepala Satker terkait
untuk melakukan stock
opname atas persediaan
satker aktif dan inaktif
yang tidak melakukan
stock opname persediaan
Tahun 2015 sebagai dasar
koreksi LK Tahun 2016
2 Belanja Barang Pengadaan Pupuk NPK pada Empat
Satuan Kerja (Satker) Senilai Rp 200.347.832.600
(Lihat tabel 1.2.8.1. Pengadaan Pupuk NPK yang Diuji
Petik) tidak sesuai ketentuan, karena :
a. Ada indikasi pengarahan pengadaan pupuk
NPK pada merk dan produsen tertentu
Ada indikasi upaya pengarahan pengadaan pupuk
NPK pada merk Pullet produksi PT PG dan merk
OKA produksi PT BT, hal tersebut dikarenakan
produk kedua perusahaan tersebut tidak memenuhi
komposisi pupuk NPK sesuai kontrak dan standar
mutu minimal berdasarkan SNI 2803 :2012 (Lihat
Tabel Persyaratan Mutu NPK)
b. Pengadaan Pupuk NPK tidak memenuhi
spesifikasi teknis dalam kontrak dan Standar
Nasional Indonesia (SNI)
Berdasarkan pengambilan sampel pupuk OKA yang
dilakukan oleh PT Sucofindo Lab Surabaya,
hasilnya menunjukkan komposisi formula pupuk
OKA produksi PT BT berada dibawah standar mutu
minimal yang ditetapkan dalam SNI 2803:2012
- Tabel 1.2.8.b Ha si l Uji Pupuk PT BT oleh PT
Sucofindo : Disbunhorti Prov Sultra, dan
- Tabel 1.2.8.c Hasil Uji Laboratorium Pupuk PT
BT oleh PT Sucofindo : Disbun Prov Sulsel)
c. Terdapat dokumen pelaksanaan pengadaan
Pupuk NPK yang tidak sesuai dengan kondisi
yang sebenarnya
Ketua Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP)
Disbunhorti Prov.Sultra menerangkan terdapat 17
lembar salinan dokumen report of sampling yang
menerangkan bahwa telah dilakukan pengambilan
BPK RI merekomendasikan
Menteri Pertanian agar :
- Diperlukan pendapat
(telaahan) hukum untuk
menindaklanjuti adanya
dugaan perbuatan melawan
hukum yang dapat dapat
dikualifikasikan sebagai
tindak pidana
Atas kondisi tersebut, maka
:
- Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) harus
dihimbau untuk
melaksakan pengawasan
pengadaan pupuk secara
optimal
- Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) dan
Kelompok Kerja (Pokja)
Pengadaan harus selalu
mematuhi peraturan
perundangan dalam
melaksanakan tugasnya
- Panitia Penerima Hasil
Pekerjaan (PPHP) harus
menjalankan tugasnya
secara lebih optimal
- Produsen dan pemenang
lelang harus
melaksanakan pekerjaan
sesuai dengan ketentuan
4
LHP No. 12/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
sampel pupuk oleh Sdr.Gnd dari Sucofindo
Surabaya.
Padahal, Sucofindo menyatakan bahwa pihaknya
tidak pernah menerbitkan 17 lembar dokumen
report of sampling atas nama Sdr.Gnd. Diketahui
pula bahwa Sucofindo Surabaya tidak memiliki
PPC( Petugas Pengambil Contoh) bernama Sdr.Gnd
yang pernah ditugasi untuk megambil sampel pupuk
OKA produksi PT BT di wilayah Sultra.
Lebih jauh, Sucofindo Surabaya dan Lab BPTP
Sulsel juga menyatakan bahwa pihaknya tidak
pernah mengetahui ataupun dilibatkan dalam
perumusan dan pelaksanaan klausul dalam dua
kontrak pada Disbunhori Prov. Sultra. Selain itu Lab
BPTP juga menyatakan tidak pernah melakukan
pengambilan sampel pupuk OKA 19-8-10-3-2 PT
BT di wilayah Sultra.
Hasil uji laboratorium yang menunjukkan bahwa
sampel pupuk OKA produksi PT BT telah sesuai
dengan spesifikasi teknis merupakan hasil uji
terhadap sampel pupuk hantaran dari PT BT
sehingga hasilnya tidak dapat mewakili kuantitas
tertentu di luar sampel yang diuji.
Untuk pupuk Pullet produkso PT PG, Lab BPTP
Sulawesi Selatan mengkonfirmasi bahwa hasil
pengujian tersebut diberikan terhadap sampel pupuk
hantaran dari masing-masing rekanan pemenang
lelang. Sedangkan hasil uji oleh Lab BPTP Jatim
dilakukan terhadap sampel yang memiliki dokumen
report of sampling dari PT Sucofindo UP gresik.
Namun, terungkap bahwa petugas Sucofindo UP
Gresik yang mengambil sampel tersebut tidak
memiliki regiter sebagai PPC. Lebih lanjut,
pengiriman sampel ke laboratorium tidak dilakukan
oleh pihak Sucofindo UP Gresik melainkan oleh
pegawai PT PG, hal ini dibuktikan oleh dokumen
tanda terima sampel di BPTP Jatim.
Hal tersebut mengakibatkan,
- Pengadaan pupuk NPK tidak memenuhi kualitas
yang ditetapkan sehingga tujuan kegiatan
peningkatan produktivitas tanaman berpotensi
tidak tercapai
- Realisasi belanja barang sebesar Rp
200.347.832.600 tidak dapat diyakini
kewajarannya
5
LHP No. 12/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
Hal tersebut tidak sesuai dengan,
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat Pasal 17 ayat (1)
b. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Tanaman PAsal 37 ayat (1)
c. Standar Nasional Indonesia 2813:2012 tentang
Pupuk NPK Padat, angka 4 syarat mutu
d. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
e. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
43/Permentan/SR.140/8/2011
f. Spesifikasi teknis dalam kontrak masing-masing
pengadaan
3 Penatausahaan Aset pada 50 Satker di Lingkungan
Kementerian Pertanian Belum Memadai; Aset
Tetap Senilai Rp 88.832.298.828 (Rp 88,8 Milyar)
Tidak Diketahui Keberadaannya
Diketahui terdapat aset peralatan mesin yang tidak
diketahui keberadaannya pada 27 Satuan Kerja (Satker)
yang meliputi 5 Kantor pusat, dan 22 Satker DK/TP di
Provinsi Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Kalimantan
Timur, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta dan
Lampung senilai Rp 88.832.298.828 ( Rp 88,8
Milyar).
(Untuk rincian, lihat Lampiran1.4.2.6, hal.279)
Berdasarkan table diatas, aset tetap terbesar yang tidak
diketahui keberadaannya adalah peralatan dan mesin
sebesar Rp 74.606.808.615.
Aset yang tidak diketahui keberadaannya tersebut
berasal dari berbagai aset milik satker inaktif,
pelimpahan aset dari satker inaktif maupun aset yang
dikelola oleh satker aktif baik di kantor pusat maupun
kantor daerah sebagai berikut:
a. Peralatan dan mesin senilai Rp 134.923.198
pada satker inaktif Dinas Kelautan, Pertanian,
dan Ketahanan Pangan Provinsi DKI Jakarta
BPK merekomendasikan
kepada Menteri Pertanian
agar menginstruksikan
satker terkait untuk :
- Melakukan inventarisasi
aset dalam penguasaannya,
memperbaiki daftar barang
ruangan dan laporan BMN
sesuai hasil inventarisasi
dan menatausahakan aset
sesuai dengan ketentuan
yang berlaku
- Menelusuri kembali aset
kendaraan yang belum
diketahuin atau hilang dan
menindaklanjutinya sesuai
dengan ketentuan yang
berlaku
- Melakukan
pemindahtanganan barang
milik negara atas barang-
barang yang digunakan
oleh satuan kerja
lain/masyarakat sesuai
ketentuan yang berlaku
- Melakukan inventarisasi
aset tetap yang tidak
diketahui keberadaannya
dan menyusun BA
inventarisasi yang minimal
memuat lokasi keberadaan
barang, identitas pengguna
Oleh karena itu, maka :
- Kepala Satker selaku
Kuasa Pengguna Barang
serta pengurus barang
harus menyempurnakan
penatausahaan Barang
Milik Negara (BMN)
yang menjadi tanggung
jawabnya agar semua
aset dapat dikontrol
keberadaan dan
penggunaannya.
- Melakukan tindak lanjut
terhadap aset tetap yang
tidak diketahui
keberadaannya melalui
inventarisasi oleh satker-
satker terkait dan
melaporkan hasilnya ke
BPK.
6
LHP No. 12/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
tidak diketahui keberadaannya (Lihat tabel
1.4.2.f)
b. Aset tetap senilai Rp 27.274.742.146 (Rp 27,2
Milyar) pada 10 satker DK/TP Kementan dari
pelimpahan satker inaktif, dan pada satker
Kantor Pusat tidak diketahui keberadaannya.
No Aset Nilai
1 Peralatan dan
Mesin
Rp 17.348.922.206
2 Gedung dan
Bangunan
Rp 6.374.145.610
3 Jalan Jembatan
Irigasi dan Jaringan
Rp 2.808.704.330
4 Aset tetap lainnya Rp 39.000.000
5 Aset lain-lain Rp 702.970.000
Rp 27.274.742.146
c. Aset tetap minimal senilai Rp 61.422.633.484
pada 16 satker aktif tidak diketahui keberadaan
dan Identitas penggunanya.
No Aset Nilai
1 Peralatan dan mesin Rp 57.121.963.211
2 Gedung dan Bangunan Rp 2.081.470.296
3 Jalan Jembatan Irigasi
dan Jaringan
Rp 213.600.000
4 Aset lain-lain Rp 2.005.599.977
Rp 61.422.633.484
Hal tersebut mengakibatkan,
- Meningkatkan resiko rawan hilangnya aset-aset
- Nilai aset yang belum dilakukan inventarisasi dan
penilaian belum mencerminkan harga wajar
- Adanya keyakinan akan ketidakwajaran terhadap
aset tetap yang tidak diketahui keberadaannya
senilai Rp88.832.298.828 dengan rincian
sebagaimana disebutkan di atas.
Hal tersebut tidak sesuai dengan,
- Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120 Tahun
2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara
barang, kondisi barang,
informasi barang yang
hilang/tidak ditemukan.
Hasil inventarisasi agar
diserahkan kepada
Inspektur Jenderal
Kementan;
- Inspektur Jenderal
Kementan untuk menguji
hasil inventarisasi yang
dilakukan oleh satker
terkait
- Sekjen untuk memproses
aset hasil inventarisasi
yang bermasalah sesuai
dengan ketentuan yang
berlaku
7
LHP No. 12/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
- Lampiran II PSAP Nomor 7 Akuntansi Aset Tetap
paragraph 15
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120 Tahun
2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara
- PMK No.213/PMK.05/2013 Tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah
Pusat
8 LHP No. 87/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
GAMBARAN UMUM
SUSTAINABLE MANAGEMENT OF AGRICULTURAL RESEARCH AND
TECHNOLOGY DISSEMINATION (SMARTD ) PROJECT
KEMENTERIAN PERTANIAN
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan
hasil pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan
pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang disusun oleh
Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun 2015 yang dikeluarkan pada
semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan terhadap LK Loan
IBRD 8188 SUSTAINABLE MANAGEMENT OF AGRICULTURAL RESEARCH
AND TECHNOLOGY DISSEMINATION (SMARTD) PROJECT. Sedangkan
tujuan dari kajian adalah untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindak
lanjut DPR atas LHP BPK sebagai pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi
pengawasan parlemen atas akuntabilitas administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai
berikut;
K
OPINI BPK RI
2014
WTP
2015
WTP
LRAAnggaran
Rp171.982.525.000
Realisasi
Rp162.381.465.351
95,40 %
9 LHP No. 87/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN SUSTAINABLE MANAGEMENT OF AGRICULTURAL
RESEARCH AND TECHNOLOGY DISSEMINATION (SMARTD ) PROJECT KEMENTERIAN
PERTANIAN
TAHUN ANGGARAN 2015
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS 87-LAPORAN KEUANGAN PADA SUSTAINABLE MANAGEMENT OF
AGRICULTURAL RESEARCH AND TECHNOLOGY DISSEMINATION (SMARTD) PROJECT, KEMENTERIAN
PERTANIAN
OPINI BPK : WAJAR TANPA PENGECUALIAN
1 Administrasi Pelaksanaan dan Pelaporan
Kegiatan Pelatihan Belum Sepenuhnya Sesuai
Ketentuan
Dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan
Sumber Daya Manusia (SDM) milik Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian
(Balitbangtan) sebagai salah satu kegiatan dalam
program SMARTD Project untuk mempercepat
pencapaian kualitas dan kuantitas SDBM, masih
terdapat beberapa kelemahan.
Berikut rincian kelemahannya berdasarkan hasil
penelusuran atas dokumen laporan akhir komponen
A dan dokumen pendukung lainnya :
- Terdapat 22 orang pejabat fungsional peneliti
peserta program jangka pendek/training yang sudah
beberapa kali mengikuti progam jangka
pendek/program pelatihan yang sama.
- Penetapan peserta pelatihan jangka pendek belum
sepenuhnya didukung dengan kelengkapan
administrative/dokumen sesai Petunjuk
Pelaksanaan (Juklak) Program Pelatihan Jangka
Pendek Lingkup Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian (Banglitbangtan)
- Terdapat tiga nama peserta program pelatihan
jangka panjang (S2 dan S3) tahun 2015 yang belum
ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pertanian
tentang Pemberian Tugas Belajar.
- Pelaporan kemajuan belajar para peserta pelatihan
jangka panjang belum sepenuhnya memadai
BPK RI
merekomendasikan kepada
Menteri Pertanian agar
memerintahkan Kepala
Balitbang Pertanian untuk
menginstruksikan kepada :
- Manajer Proyek
SMARTD untuk
menyempurnakan
Pedoman Pelatihan
Jangka Pendek yang
mengatur pemilihan
peserta training
berdasarkan penunjukan
langsung dari Pimpinan
sesuai dengan bidang
yang dibutuhkan.
- Manajer Proyek
SMARTD untuk
menyempurnakan
Pedoman Pelatihan
Jangka Panjang yang
mengatur ketentuan
terkait penugasan kepada
peserta tugas belajar
yang diwajibkan oleh
Perguruan Tinggi untuk
mengikuti program
bridging course
- Kepala Satker terkait dan
Pokja Pembinaan SDM
supaya melaksanakan
proses seleksi calon
peserta pelatihan jangka
pendek dan panjang
sesuai dengan Petunjuk
Pelaksanaan (Juklak)
Berdasarkan kondisi
disamping, maka:
- Perlunya dibuat aturan
mengenai Pemilihan
peserta pelatihan
berdasarkan
penunjukan langsung
dari pimpinan sesuai
dengan bidang yang
dibutuhkan dalam
Pedoman Pelaksanaan
Program Pelatihan
Jangka Pendek.
- Harus diciptakannya
aturan terkait
penugasan kepada
peserta tugas belajar
yang diwajibkan oleh
Perguruan Tinggi
untuk mengikuti
program bridging
course didalam
Pedoman Pelaksanaan
Program Pelatihan
Jangka Panjang.
- Kelompok kerja
(Pokja) Pembinaan
SDM harus
melaksanakan seleksi
peserta pelatihan
jangka pendek sesuai
dengan ketentuan yang
berlaku
- Pokja Pembinaan SDM
dan coordinator
komponen A harus
10 LHP No. 87/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
Kondisi tersebut mengakibatkan :
- Mengurangi kesempatan pejabat fungsional peneliti
lainnya untuk mengikuti pelatihan jangka pendek
yang sama
- Proses seleksi calon peserta pelatihan jangka
pendek menjadi kurang transparan dan dapat
dipertanggung jawabkan sesuai dengan Petunjuk
Pelaksanaan Program Pelatihan Jangka Pendek
- Kemajuan belajar para peserta pelatihan jangka
panjang kurang terpantau sehingga Banglitbangtan
tidak dapat segera mengambil tindakan
penyelesaian jika terjadi masalah
dalamperkembangan belajar para peserta pelaihan
jangka panjang
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan :
- SK Kepala Badan Litbang Pertanian nomor
101/Kpts/KP.340/1/3/2014 tentang Petunjuk
Pelaksanaan (Juklak) Program Pelatihan Jangka
Pendek Lingkup Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian
- SK Kepala Badan Litbang Pertanian nomor
24/Kpts/KP.310/01/2015 tentang Pedoman
Pelaksanaan Program Pelatihan Jangka Panjang
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
- POM (Project Operation Manual ) , BAB III
Komponen A Pengembangan dan Pengelolaan
SDM
Program Pelatihan
Jangka Pendek dan
Pedoman Pelaksanaan
Program Pelatihan
Jangka Panjang Badan
Penelitian dan
Pengembangan Pertanian
- Koordinator Komponen
A Pengembangan SDM
untuk meningkatkan
pemantauan dan evaluasi
kemajuan belajar peserta
pelatihan jangka panjang
meningkatkan
pemantauan kemajuan
belajar peserta
pelatihan jangka
panjang.
LHP No. 87 /Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
LAMPIRAN
LHP No. 87 /Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
Tabel persyaratan Mutu NPK
LHP No. 87 /Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
LHP No. 87 /Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
LHP No. 87 /Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
11
LHP No. 21/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
GAMBARAN UMUM
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/lembaga pemerintah Pusat tahun 2015
yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan terhadap LK
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.. Sedangkan tujuan dari kajian adalah untuk
menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai pelaksanaan
wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas administrasi keuangan
negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;
K
OPINI BPK RI
2014
WTP
2015
WDP
PendapatanAnggaran
Rp4.859.717.126.670
Realisasi
Rp 5.518.262.292.964
86,92%
Aset Lancar
• Rp1.546.323.487.933,
Aset Tetap
• Rp5.193.390.970.397
Aset Lainnya
• Rp.238.137.646.525
BelanjaAnggaran
Rp6.706.068.520.000
Realisasi
Rp5.741.724.282.91885,62%
12
LHP No. 21/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEHUTANAN
TAHUN ANGGARAN 2015
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEHUTANAN TAHUN 2015 DI JAKARTA
OPINI BPK : WAJAR DENGAN PENGECUALIAN
1 Terdapat PNBP PSDH, DR dan IIUPH sebesar
Rp60.730.505.136,98 yang tidak dapat
diidentifikasi apakah sebagai pembayaran PNBP
tahun berjalan atau sebagai pembayaran piutang
Sebagian dari nilai Pendapatan Negara Bukan Pajak
(PNBP) (sebagaimana terlihat di tabel berikut),
Sebanyak Rp 60,73 Milyar merupakan pendapatan
(PNBP) yang telah dilaporkan dalam Laporan
Realisasi Anggaran (LRA) namun belum dapat
dipastikan apakah :
a. Merupakan penerimaan PNBP Provisi Sumber
Daya Hutan (PSDH), DR (Dana Reboisasi), Izin
Usaha Pemanfaatan Hutan ( IUPH) Tahun 2015
atau,
b. Penerimaan atas pembayaran piutang PNBP
PSDH, DR , dan IUPH tahun sebelumnya.
BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang
cukup dan tepat tentang nilai tersebut karena data
maupun informasi yang diperlukan pada satuan kerja
terkait tidak tersedia.
Kondisi tersebut mengakibatkan :
Penyajian akun Piutang di Neraca dan Pendapatan
PNBP DR, PSDH, dan Iuran izin usaha Usaha
Pemanfaatan Hutan (IIUPH) di Laporan
BPK RI dengan ini
merekomendasikan untuk :
1. Untuk meningkatkan
pengendalian dan
pengawasan terhadap
kegiatan pencatatan
pendapatan maupun
pengadaan barang dan
jasa.
2. Memerintahkan Kepala
Dinas Kehutanan
Kabupaten/Kota Provinsi
untuk menyampaikan
LRPIK dan LGRPIK
secara rutin ke
Kementerian LHK.
3. Mewajibkan Seluruh
pemegang IUPH untuk
mengimplementasikan
SIPUHH online .
4. Melakukan rekonsiliasi
antara pelaporan PNBP
dan Piutang PSDH, DR ,
dan IUPH oleh Ditjen
Pengelolaan Hutan
Produksi Lestari (PHPL)
dan bukti setorpada Biro
Keuangan Sekjen secara
berkala.
5. Opsi lain, menyatukan
pengelolaan PNBP dan
piutang PSDH, DR, dan
BPK tidak dapat memperoleh
bukti pemeriksaan yang
cukup dan tepat tentang nilai
tersebut karena tidak
lengkapnya dokumen sumber
PNBP.
Oleh karena itu maka
perlunya untuk
meningkatkan akurasi
pencatatan dan penyajian
dengan cara:
1. Implementasi SIPUHH
online harus diwajibkan
untuk seluruh pemegang
IUPH.
2. Harus dilakukan follow
up terhadap Surat Edaran
Menteri Kehutanan
No.2/Menhut/VI/BIKPH
H/2013.
3. Pentingnya melakukan
rekonsiliasi dengan
Kemenkeu dan Pemda
terkait
4. Harus dilakukan upaya
untuk memastikan
kelancaran penerbitan
surat Persetujuan
Pembayaran (SPP) dalam
tahun berjalan beserta
pembayarannya dengan
13
LHP No. 21/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
Operasional Tahun 2015 tidak dapat diyakini
kewajarannya sebesar Rp 60,73 Milyar.
Ada potensi tidak seluruhnya PNBP tersajikan
Akibat lainnya, Bendahara penerimaan mengalami
kesulitan untuk memastikan jumlah keseluruhan SPP
yang diterbitkan dan dibayarkan selama tahun 2015
dan membedakan apakah merupakan pendapatan
tahun berjalan atau pelunasan piutang tahun
sebelumnya. Hal ini dikarenakan Permenhut
No.52/Menhut-II/2014 tidak mewajibkan Dinas
Kehutanan di daerah untuk menyampaikan SPP PSDH
dan DR ke Bendahara Penerimaan di Sekeretaris
Jenderal Kemeterian LHK.
Kondisi ini tidak sesuai dengan :
Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2010 Tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan
Buletin Teknis No.16 Tentang Akuntansi Piutang
Berbasis Akrual
IIUPH pada satu unit
kerja.
cara mengkaji kembali
Permenhut
No.52/Menhut-II/2014.
5. Optimalisasi pencatatan
dan penyajian PNBP dan
Piutang PSDH, DR dan
IUPH melalui
penyampaian Laporan
Realisasi Pembayaran
Iuran Kehutanan
(LRPIK) secara
berjenjang.
2 Pengintegrasian persediaan dan asset tetap/barang
milik negara eks satker likuidasi senilai
Rp426.690.870.563,00 ke dalam Laporan
Keuangan Kementerian LHK belum berdasarkan
hasil inventarisasi :
a. Terungkapnya persediaan dan aset tetap/barang
milik negara eks satker likuidasi senilai Rp426,69
Milyar yang berasal dari aktivitas peleburan KLH
dan Kemenhut. Nilai tersebut berasal dari
aktivitas likuidasi satker-satker milik KLH dan
Kemenhut yang diintegrasikan tanpa terlebih
dahulu dilakukan upaya inventarisasi serta uji
tuntas yang memadai untuk meyakinkan
kepemilikan dan keberadaan persediaan dan
barang milik negara.
BPKRI merekomendasikan
Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan agar
menginstruksikan pejabat
Eselon 1 terkait untuk :
1. Melibatkan pihak lain
yang kompeten untuk
menuntaskan pendataan
Barang Milik Negara dari
satker-satker yang
digabung
2. Melakukan koordinasi
dengan Kementerian
Keuangan agar
Pelaporan Keuangan
Secara garis besar, kondisi
sebagaimana dijelaskan
dalam kolom temuan
merupakan efek samping
dari adanya aktivitas
penggabungan
Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan
seperti berikut :
1. Sempitnya waktu untuk
melakukan inventarisasi
sebelum likuidasi
2. Penyajian Laporan
Keuangan KLH
(terlikuidasi) yang
berakhir 30 Mei 2015
14
LHP No. 21/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
b. Nilai realisasi Pendapatan dan Belanja pada
Laporan Realisasi Anggaran Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan masing masing
kurang disajikan sebesar Rp 3.924.322.455 dan
Rp 75.707.494.699.
c. Terdapat nilai Pendapatan Operasional sebesar RP
170.285.370, Beban Operasional RP
83.746.029.397, Surplus dari Kegiatan Non
Operasional sebesar dan Rp 2.227.063.414 pada
Laporan Operasional yang tidak digabungkan
dalam LRA dan LO Kementerian LHK. Hal ini
dikarenakan adanya Sistem Akuntansi Instansi
Berbasis Akrual (SAIBA), aplikasi persediaan dan
BMN yang tidak mengakomodir adanya
penggabungan dua Kementerian yang masih
menggunakan Basis Akuntansi yang berbeda.
Kondisi tersebut mengakibatkan:
Penyajian Realisasi Pendapatan dan Belanja pada
LRA Kementerian LHK yang tidak akurat (kurang
menyajikan Rp 3.924.322.455 dan Rp
75.707.494.699.
Pendapatan dan Beban serta Surplus dari Kegiatan
Non Operasional pada Laporan Operasional (LO)
Kementerian LHK kurang disajikan Rp
170.285.370, Rp 83.746.029.397 dan Rp
2.227.063.414
Persediaan dan Aset tetap senilai Rp
426,690,870,563 belum diyakini kewajarannya
BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan
penyesuaian terhadap angka PNBP dalam Laporan
Operasional, angka Piutang, Persediaan dan Aset
tetap dalam Neraca tahun 2015
Sehingga tidak dapat memberikan gambaran yang
akurat akan kondisi sebenarnya.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan :
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah
dapat terintegrasi secara
menyeluruh
disajikan terpisah dari
LK Kemenhut.
Alasannya, karena
keduanya tidak bisa
disatukan secara sistem
maupun secara substansi.
Walaupun KLH dan
Kemenhut telah digabung,
namun program APBN
keduanya masih berjalan
dengan DIPA masing-
masing.
Oleh karena itu diperlukan
tidakan untuk meningkatkan
koordinasi dan akurasi
dengan cara melakukan uji
tuntas/Due diligence untuk
melihat kendala/hambatan
dari aspek penyajian Laporan
Keuangan sebelum adanya
penggabungan antara KLH
dan Kemenhut.
15
LHP No. 21/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
NO.272/PMK.05/2014 Tentang Pelaksanaan
Likuidasi Entitas Akuntansi dan Entitas Pelaporan
Pada Kementerian Negara/Lembaga pada Pasal 21
ayat 4 dan ayat 5.
3 Penatausahaan Aset Tetap Pada 25 Satker
Kementerian LHK Belum Tertib (berulang), hal
ini terlihat sebagai berikut:
a. Ditemukan adanya aset tetap berupa 28 bidang
tanah pada 9 Satuan kerja Kementerian
Perhutanan senilai Rp 4.356.394.852 yang belum
didukung bukti kepemilikan berupa sertifikat.
(Sebagaimana Terlampir di Tabel 1.8;Daftar
Tanah Belum Dilengkapi Bukti Kepemilikan)
b. Selain itu, terdapat 60 unit peralatan dan mesin
berupa kendaraan bermotor dan satu bidang tanah
pada Sembilan satuan kerja yang belum dapat
menunjukkan bukti kepemilikannya kepada
Pemeriksa (Sebagaimana Terlampir di Tabel 1.9;
Daftar Tanah, Peralatan dan Mesin Belum
Dilengkapi Bukti Kepemilikan)
c. Pencatatan Aset yang belum dilakukan secara
tertib , termasuk 5 (lima) bidang tanah dengan
status tidak jelas pada satker BTN Gunung Leuser,
BTN Gunung Rinjani, dan BKSDA Sumatera
Utara.
d. Terdapat 3 (tiga) bidang tanah senilai Rp
2.895.625.000 yang dalam sengketa dengan
masyarakat dan Pemerintah Daerah pada satker
BPKRI merekomendasikan
Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan agar
menginstruksikan para
Eselon I terkait untuk:
1. Secara bertahap
mensertifikatkan tanah
milik Kementerian
Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
2. Meningkatkan sosialisasi
dan pembinaan dalam
pengelolaan Barang
Milik Negara.
BPK telah mengungkapkan
penemuan kembali
(berulang) kelemahan
dalam pengendalian intern
atas penatausahaan aset
pada beberapa Satker
Kementerian LHK
sebagaimana ditemukan pada
Laporan Keuangan
Kemenhut tahun 2014.
Sehingga perlu dilakukan hal
berikut
1. Sebaiknya Kementerian
LKH meningkatkan
kontrol tindak lanjut
pelaksanaan
rekomendasi BPK seperti
pentertiban pencatatan
aset, pencatatan hibah,
sertifikasi aset tetap,
penelusuran aset hilang,
serta pemutakhiran data
aset tercatat sesuai status
terkini.
16
LHP No. 21/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam
Sulawesi Selatan.
e. Terdapat aset tetap dengan kondisi rusak berat
berupa peralatan dan mesin senilai Rp
254.180.050 pada satker Taman Nasional (TN)
Batang Gadis serta gedung dan bangunan senilai
Rp 1.955.316.203 pada TN Gunung Leuser yang
belum diterbitkan SK Penghentiannya.
Hal hal diatas disebabkan belum optimalnya usaha
pengawasan, pengamanan, dan pengendalian
pengakuan aset oleh Kuasa Pengguna Barang serta
belum optimalnya upaya penyusunan Laporan
Keuangan 31 Desember 2015 oleh petugas SAI dan
SIMAK BMN.
Kondisi tersebut mengakibatkan :
Penyajian Aset Tetap pada Neraca per 31 Desember
2015 tidak menggambarkan keadaan sebenarnya.
Hal tersebut tidak sesuai dengan :
UU Nomor 01 Tahun 2004 tentang perbendaharaan
Negara Pasal 49 ayat (1)
Buletin Teknis Nomor 09 tentang Akuntansi Aset
Tetap, Bab X Penghentian dan Pelepasan Aset Tetap
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
Pasal 41 ayat (2)
LHP No. 22/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD/2016 17
GAMBARAN UMUM
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun
2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan terhadap
LK Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sedangkan tujuan dari kajian adalah untuk
menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai pelaksanaan
wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas administrasi keuangan
negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;
K
OPINI BPK RI
2014
WTP-DPP
2015
WTP
LRAAnggaran
Rp10.672.500.839.000
Realisasi
Rp9.276.470.048.25186,92%
Aset Lancar
• Rp1.147.259.301.820
Aset Tetap
• Rp9.857.243.012.130
Aset Lainnya
• Rp117.985.666.069
18
LHP No. 22/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
TAHUN ANGGARAN 2015
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 22-KEMENTERIAN KELAUTAN DAN
PERIKANAN TAHUN 2015 DI JAKARTA
OPINI BPK : WAJAR TANPA PENGECUALIAN
1 Penatausahaan Persediaan Tidak Sesuai
Ketentuan
Terdapat Saldo Persediaan sebesar Rp 47,1 Milyar
pada 32 satuan kerja yang statusnya inaktif.
Sebanyak 14 satuan kerja Dirjen Perikanan
Tangkap mengalami penambahan saldo persediaan
dari posisi per 31 Desember 2014 , sedangkan
sisanya tidak mengalami perubahan (lihat lampiran
3 dan Lampiran 4)
Kondisi tersebut mengakibatkan,
- Timbul potensi penyalahgunaan persediaan oleh
pihak yang tidak berwenang
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan,
- Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah
- Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor
272/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Likuidasi
Entitas Akuntansi dan Entitas Pelaporan pada
Kementerian Negara/Lembaga
BPK merekomendasikan
Menteri Kelautan dan
Perikanan agar:
a. Memberikan teguran
secara tertulis kepada
Kepala satker terkait
untuk lebih optimal
dalam melakukan
penatausahaan
persediaan
b. Memerintahkan Kepala
Satker terkait untuk
melakukan stock opname
atas seluruh persediaan
serta menyelesaikan
p0ersediaan yang masih
ada pada satker inaktif
dan menyampaikan
hasilnya ke Badan
Pemeriksa Keuangan.
Kondisi disamping terjadi
karena belum optimalnya
pengawasan dan
penatausahaan persediaan
yang dilakukan oleh kepala
satker terkait, oleh karena
itu:
- Harus diberikan teguran
secara tertulis kepada
Satker terkait
- Disarankan untuk
melakukan stock opname
seluruh persediaan
- Harus menyelesaikan
penatausahaan seluruh
persediaan pada satker
inaktif dan melaporkan
hasilnya ke BPK
2 Pengelolaan dan Penatausahaan Aset Tetap
Tidak Sesuai Ketentuan
a. Aset tetap senilai total Rp 22,8 Milyar tidak
dapat ditemukan keberadaannya. Aset tersebut
ditemukan pada Satker Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan.
Berikut rincian berdasarkan daerahnya :
1. Provinsi Maluku- pada satker Dinas
Kelautan, diketahui aset tetap senilai Rp 18,1
Milyar tidak diketahui keberadaannya,
demikian pula dengan aset berupa peralatan
dan mesin senilai Rp 1.238.948.092 di
Laboratorium Pembinaan dan Pengujian
Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) pada
BPK merekomendasikan
Menteri Kelautan dan
Perikanan agar
menginstruksikan Sekretaris
Jenderal untuk :
a. Menegur secara tertulis
kepada para kepada para
kepala satker terkait
yang tidak optimal
melaksanakan tugas dan
fungsinya
b. Segera menyelsaikan
permasalahan terkait
aset tetap serta
Kondisi disamping terjadi
karena kelemahan kontrol
inventarisasi BMN di
satker-satker terkait oleh
karena itu :
a. Harus meningkatkan
koordinasi satker
terkait atas
penyelesaian aset tetap
pada satker inaktif
b. Harus meningkatkan
kemampuan
pengelolaan aset tetap
di satker-satker terkait
19
LHP No. 22/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi
Maluku TP-06.
2. Jawa Barat-Peralatan dan mesin senilai Rp
2.362.545.535 di Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Jawa Barat belum
diketahui keberadaannya. Begitu pula di
Satker DKP Jawa Barat DK-03, aset senilai
Rp 85.400.000 belum diketahui
keberadaannya.
3. Kabupaten Tapanuli Tengah TP-07-Aset
tetap berupa peralatan dan mesin dengan
total nilai Rp 228.600.500 , tidak diketahui
keberadaannya.
4. Sulawesi Utara-Dari hasil uji petik,
peralatan dan mesin senilai Rp 282.424.185
di DKP Sulut Satker-03; Rp 66.862.500 di
DKP Sulut TP-03; dan Rp 327.143.500 di
DKP Sulut DK-05 tidak dapat diketahui
keberadannya.
Ditambah, dari 4 buah unit notebook dengan
total nilai Rp 74.380.000 di Satker DK-07 , 3
unit diantaranya tidak dapat ditemukan.
5. Kabupaten Minahasa Selatan-Aset
sebanyak 11 unit dengan nilai Rp 39.967.150
tidak dapat diketahui keberadaannya di DKP
TP-06.
Kondisi tersebut mengakibatkan,
- Timbulnya potensi kehilangan, kerusakan,
ataupun penurunan nilai masa manfaat pada
aset-aset milik satker inaktif.
- Adanya potensi penyalahgunaan aset tetap
terhadap aset senilai Rp 22,8 Milyar yang
tidak diketahui keberadaannya.
Hal tersebut tidak sesuai dengan,
- UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara Pasal 44
- Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
barang Milik Negara/Daerah Pasal 42
melakukan inventarisasi
dan penilaian atas akun
aset di KKP.
c. Satker-satker terkait
harus menelusuri
keberadaan fisik BMN
yang belum diketahui
keberadannya
d. Bila BMN tersebut
ditemukan dan
dibuktikan melalui
Berita Acara
Inventarisasi, maka
Satker harus
melakukan pencatatan
atas BMn tersebut
e. Bila BMN tersebut
tidak ditemukan, maka
satker wajib membuat
surat keterangan yang
menyatakan bahwa
telah terjadi kesalahan
dalam membukukan
BMN tersebut dalam
SIMAKBUN
-
20
LHP No. 22/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
- Buletin Teknis SAP No.15 tentang
Akuntansi Aset Tetap Poin 11.1 tentang Aset
Tetap Berbasis Akrual
- Peraturan Menteri Keuangan
No.233/PMK.05/2011 tentnag perubahan
atas PMK Nomor 171/PMK.05/2007 tentang
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Pusat
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor
109/PMK.06/2009 tentang Pedoman
Pelaksanaan Inventarisasi, Penilaian dan
Pelaporan dalam rangka Penertiban Barang
Milik Negara
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor
120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan
BMN
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor
1/PMK.06/2013 tentang Penyusutan Barang
Milik Negara Berupa Aset Tetap Pada
Entitas Pemerintah Pusat
- Peraturan bersama Menteri Keuangan dan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
186/PMK.06/2009 dan Nomor 24 Tahun
2009 tentang Persertifikatan Barang Milik
Negara Berupa Tanah
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor
94/KM.6/2014
LHP No. 89/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 21
GAMBARAN UMUM
PEMERIKSAAN TERHADAP LOAN ADB 3O94-INO DAN GRANT ADB 0379-INO TAHUN 2015
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun
2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016.
Secara khusus kajian ini dilakukan terhadap LK 89-LOAN ADB 3O94-INO DAN GRANT
ADB 0379-INO TAHUN 2015 pada CORAL REEF REHABILITATION AND MANAGEMENT
PROGRAM- CORAL TRIANGLE INITIATIVE, DITJEN KP3K DAN DITJEN PERIKANAN
TANGKAP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN SERTA INSTANSI
TERKAIT LAINNYA. Sedangkan tujuan dari kajian adalah untuk menyediakan informasi
sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai pelaksanaan wewenang, tugas dan
fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut:
K
OPINI BPK RI
2014
WTP
2015
WTP
PinjamanAnggaran
Rp126.095.352.000
Realisasi
RpRp79.323.922.30862,91 %
HibahAnggaran
Rp19.752.800.000
Realisasi
Rp16.649.286.23584,29 %
LHP No. 89/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 22
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN LOAN ADB 3O94-INO DAN GRANT ADB 0379-INO TAHUN 2015
CORAL REEF REHABILITATION AND MANAGEMENT PROGRAM-CORAL TRIANGLE INITIATIVE
(COREMAP-CTI) PROJECT, DITJEN KP3K DAN DITJEN PERIKANAN TANGKAP
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN SERTA INSTANSI TERKAIT LAINNYA
TAHUN ANGGARAN 2015
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 89- LOAN ADB 3O94-INO DAN GRANT ADB
0379-INO PADA CORAL REEF REHABILITATION AND MANAGEMENT PROGRAM-CORAL TRIANGLE INITIATIVE
(COREMAP-CTI) PROJECT
OPINI BPK : WAJAR TANPA PENGECUALIAN
1 Pengelompokan Belanja Dalam Kategori Proyek
Tidak Konsisten (Grant ADB 0379-INO)
a. Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
dan Laut (BPSPL ) Padang
-Dalam SPM 00203/BPSPS/XII/2015
tanggal 14 Desember 2015 pembayaran
masuk dalam kategori 4 surveys and studies,
dimana seharusnya masuk dalam kategori 2
vehicles and equipment
-Dalam SPM 00226/BPSPL/XII/2015
tanggal 21 Desember 2015 pembayaran
masuk dalam kategori 4 surveys and studies,
dimana seharusnya masuk dalam kategori 2
vehicles and equipment
b. Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Kepulauan Mentawai
-Terdapat perbedaan nilai realisasi per
kategori antara dokumen bukti realisasi pada
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Kepulauan Mentawai dengan Laporan
Konsolidasi Keuangan COREMAP-CTI
ADB Tahun Anggaran 2015 sebesar Rp
68.263.000 (Lampiran Tabel 1.1.).
-Terdapat selisih pengakuan total realisasi
antara bukti pertanggungjawaban dengan
laporan konsolidasi sebesar
Rp68.263.000,00. Selisih terjadi karena
terlambatnya pembuatan spj nihil dengan
SPM nomor 00024. SPM Nihil dibuat pada
bulan Maret 2016.
-Terdapat pengkategorian proyek pada
laporan konsolidasi yang berbeda pada
setiap termin, dimana pengelompokan
BPKmerekomendasikan agar
:
- Direktur Jenderal
Pengelolaan Ruang Laut
selaku Executing
Agency agar menyusun
dan menetapkan
pedoman
pengelompokan
kategori proyek dan
memerintahkan Direktur
PMO untuk melakukan
sosialisasi terkait
pengelompokan
kategori proyek.
Berdasarkan temuan
tersebut, maka :
a. Direktur PMO sebaiknya
memahami Loan
Agreement sehingga
mampu menetapkan
pedoman pengelompokan
kategori proyek dengan
baik
b. KPA Satker terkait
disarkanan untuk
melaksanakan kegiatan
sesuai dengan pembagian
kegiatan pinjaman dan
hibah serta kategori proyek
dalam work program yang
ditetapkan;
c. Pejabat Penguji
Tagihan/Penandatanganan
SPM belum sebaiknya
memahami secara
menyeluruh akan
pengelompokan kategori
proyek
LHP No. 89/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 23
pembayaran uang muka berbeda dengan
pengelompokan pembayaran akhir
pengadaan mooring buoy (lampiran Tabel
1.2).
-Realisasi pada kategori proyek civil works
dan materials melebihi anggaran masing
masing sebesar Rp79.400.000,00 dan
Rp602.835.000,00. Terdapat perbedaan nilai
anggaran dalam work program dengan
RKAKL.
Berdasarkan keterangan PPK, perbedaan
terjadi karena terdapat revisi RKAKL. PPK
tidak menyampaikan revisi ke PMO karena
berdasarkan hasil konsultasi ke DJB revisi
RKAKL hanya sampai tingkat KPA.
Hal tersebut tidak sesuai dengan,
-Pedoman Umum Coremap-CTI bagian
Program dan Anggaran halaman 31 yang
menyatakan bahwa Anggaran digunakan
untuk kegiatan- kegiatan yang dibatasi
sesuai kategori.
Hal tersebut megakibatkan,’
- Nilai belanja pada masing-masing kategori
proyek tidak menunjukkan nilai realisasi
belanja sesuai kategori yang sebenarnya dan
menimbulkan kerancuan dalam pencatatan
yang akan mempengaruhi kewajaran laporan
konsolidasi keuangan.
LHP No. 90/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD 24
GAMBARAN UMUM
PEMERIKSAAN TERHADAP LOAN WB IBRD NO. 8336-ID DAN GRANT WB NO.
TF015470 TAHUN 2015 PADA CORAL REEF REHABILITATION AND
MANAGEMENT PROGRAM- CORAL TRIANGLE INITIATIVE (COREMAP – CTI)
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat tahun
2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016.
Secara khusus kajian ini dilakukan terhadap LK 90- LOAN WB IBRD NO. 8336-ID DAN
GRANT WB NO. TF015470 TAHUN 2015 PADA CORAL REEF REHABILITATION AND
MANAGEMENT PROGRAM- CORAL TRIANGLE INITIATIVE (COREMAP - CTI) PROJECT
DITJEN KP3K DAN DITJEN PERIKANAN TANGKAP KEMENTERIAN KELAUTAN
DAN PERIKANAN SERTA INSTANSI TERKAIT LAINNYA. Sedangkan tujuan dari kajian
adalah untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai
pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas administrasi
keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;
K
OPINI BPK RI
2014
--*
2015
WTP*BPK belum memeriksa pinjaman luar
negeri pada tahun tersebut
LRAAnggaran
RP151.568.840.000
Realisasi
Rp98.093.447.61764,72%
25
LHP No. 90/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN LOAN WORLD BANK IBRD NO. 8336-ID DAN GRANTNO. TF015470
TAHUN 2015 PADA CORAL REEF REHABILITATION AND MANAGEMENT PROGRAM- CORAL
TRIANGLE INITIATIVE (COREMAP - CTI) PROJECT DITJEN PENGELOLAAN RUANG LAUT
DAN DITJEN PERIKANAN TANGKAP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN SERTA
INSTANSI TERKAIT LAINNYA
TAHUN ANGGARAN 2015
NO. TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 90- LOAN WORLD BANK IBRD NO. 8336-ID
DAN GRANTNO. TF015470 TAHUN 2015 PADA CORAL REEF REHABILITATION AND MANAGEMENT PROGRAM-
CORAL TRIANGLE INITIATIVE (COREMAP - CTI) PROJECT
OPINI BPK : WAJAR TANPA PENGECUALIAN
1
Pekerjaan Jasa Konsultansi Penilaian Dan
Pengkajian Dampak Kegiatan Infrastruktur Bagi
Masyarakat Setempat pada Project Implementing
Unit (PIU) Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Wakatobi Senilai Rp98.500.000,00
Tidak Sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja
Berdasarkan pemeriksaan atas keluaran dari kegiatan
dan dokumen pertanggungjawaban tersebut diketahui
bahwa salah satu keluaran yang diharapkan yaitu Peta
pembangunan infrastruktur di wilayah pesisir dan
laut Wakatobi tidak dihasilkan oleh pihak konsultan
Hal tersebut tidak sesuai dengan,
-Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa pemerintah
BPK merekomendasikan,
Direktur Jenderal PRL
selaku Executing Agency
agar memberikan teguran
secara tertulis kepada KPA
DKP Kabupaten Wakatobi
supaya dalam melaksanakan
kegiatan mengacu kepada
Kerangka Acuan Kerja yang
telah ditetapkan dan
meningkatkan pengawasan
terhadap pelaksanaan
kegiatan yang berada dalam
penguasaannya.
Maka dari itu, sebaiknya
:
a.Panitia/Pejabat
Penerima Hasil Pekerjaan
harus bekerja lebih optimal
dalam menjalankan
kewenangannya untuk
memeriksa hasil pekerjaan;
b. Pejabat Pembuat
Komitmen/Pengguna harus
lebih ketat dalam
mengendalikan
pelaksanaan pekerjaan;
c. Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA)
sebaiknya lebih cermat
dalam melakukan
pengawasan atas
pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran
LHP No. 90/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
LAMPIRAN
LHP No. 90/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
LHP No. 90/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
LHP No. 90/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD